AMBON
2021
BAB I
PENDAHULUAN
bagi anak-anak.
sebagai orang yang dibina atau dipimpin atau yang diajar, sesuai
1
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info
Media, 2007), 50
2
Dikutip Dari, Visi dan Misi Pusat Pengembangan Anak 428 Batu Karang, Jl. Karang
Anyar No. 48-50 Jakarta Pusat
Pendidikan Agama Kristen, karakter anak-anak juga ikut
(to lead), ditambah dengan awalan “e” yang berarti keluar (out).
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 263.
4
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info
Media, 2007), 8
hasil apa pun dari usaha tersebut.5Agama artinya ajaran, sistem
sendiri, dan oleh dan di dalam Dia mereka terhisab pula pada
5
Nuhamara, Pembimbing, 16
6
Nasional, Kamus, 12
7.
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan 26
8
lingkungannya.
8
. Sariaman Sitanggang, Pendidikan Agama Kristen (dilihat dari PP/55/2007
Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan) (Jakarta: Egkrateia
Putra Jaya, 2008), 4
yang terarah dalam peningkatan kualitas karakter peserta
Perumusan Masalah
Supiori telah mencapai sasaran dari fungsi dan tujuan P.A.K itu
diajarkan selama ini kepada pesrta didik STT Papua Supiori telah
Alasan Penelitian
sperti mencuri,melukai,penggunaan
Yesus .
Tujuan Penelitian
9
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 178
10
. Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cianjur: STT Cipanas, 1999),
29.
dan untuk memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif,
11
Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan,
dan merupakan wajah dari Tuhan Yesus.12Dan juga dilihat dari
dampak yang positif bukan saja kepada dirinya sendiri tetapi bagi
12
Dosen-dosen STT-HKBP dan FKIP Nomensen Pematang Siantar, Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen. 1994), 15
13
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 31
berada. Supaya setiap orang yang melihat karakter mahasiswa itu
ini. Kemudian yang menjadi tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah
Metode penelitian
Sistematika Penelitian
Bab III terbagi atas Bab ketiga terdiri atas metodologi penelitian,
LANDASAN TEORI
14
Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1985), 24.
laku, keyakinan, nilai-nilai, sikap-sikap dan ketrampilan yang
sesuai dengan iman Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model
kurikulum Pendidikan Agama Kristen (PAK) didominasioleh
doktrin agama yang lebih mengutamakan aspek kognitif dan
cenderung melupakan hal pokok dan utama dalam Pendidikan
Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-nilaiagama yang
bersentuhan dengan realitas kehidupannyata.”15
Maksud perkataan tersebut adalah, dalam PAK pesertadidik
dibekali dengan pengetahuan (kognitif) agar mengetahui
tangungjawab pribadi dalam meningkatkan kualitas kehidupanyang
berarti bagi bangsa dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya
serta keluarga sebagai cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik
juga diberikan penanaman sikap (afektif) agar memahami penilaian
baik buruk, benar salah sehingga mampu membedakan segala
sesuatu yang bergunaatau merugikan bagi diri sendiri, orang lain,
terlebih khusus bagi bangsa dan negaranya. Yang terakhir peserta
didik dilatih keterampilannya (psikomotorik) sehingga memiliki
kemampuan dalam melakukan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan oleh Tuhan Yesus yang berkaitan dengandiri sendiri,
orang lain, bangsa dan negaranya.
15
Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelaja-
ran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004 (Jakarta:
DepartemenPendidikan Nasional, 2003), 6.
bahwa: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah
engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannyaberulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannyaapabila engkau duduk
di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah
itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannyapada tiang pintu rumahmu dan pada pintu
gerbangmu.
Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan Allah memerintah
agar keyakinan bahwa Tuhan adalah esa harus diajarkan turun
temurun kepada generasi bangsa Israel. Setiapkeluarga dalam bangsa
Israel memiliki kewajiban yang sama di dalam mendidik
keturunannya. Bahkan pendidikan tersebutharuslah diajarkan secara
berulang-ulang dikala mereka sedang duduk, makan minum,
berjalan, tidur atau dengan katalain didik tersebut diberikan dalam
setiap kesempatan hidup yang Tuhan Allah percayakan dalam diri
mereka masing- masing. Ulangan 6:4-9 merupakan kredo atau
pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan Allah yang satu
adanya. Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup
bangsa Israel dan keturunannya melawan keyakinan bangsa kafir
yang menyakini bahwa Tuhan banyak.
16
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 50
17
Dikutip Dari, Visi dan Misi Pusat Pengembangan Anak 428 Batu Karang, Jl. Karang Anyar
No. 48-50 Jakarta Pusat
baik dan dapat mengabdi kepada nusa dan bangsa, sehingga dapat mendatangkan
kesejahteraan dan kemakmuran bagi negrinya.
AgamaKristen
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), 263.
19
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 8
20
Nuhamara, Pembimbing, 16
21
Nasional, Kamus, 12
22
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan 26
23
Sariaman Sitanggang, Pendidikan Agama Kristen (dilihat dari PP/55/2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan) (Jakarta: Egkrateia Putra Jaya, 2008), 4
memasuki persekutuan iman yang hidup dengan mengakui dan mempermuliakan
nama Tuhan Yesus Kristus.
Fungsi Pendidikan Agama Kristen
Dilihat dari fungsinya ini maka, indikator dari fungsi Pendidikan Agama Kristen
adalah sebagai berikut:
Seperti yang dikatakan di atas bahwa fungsi Pendidikan Agama Kristen sejalan
dengan tujuan Pendidikan Agama Kristen, dan sebagai indikatornya adalah
membangun dasar kepercayaan atau iman Kristen artinya adalah dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Kristen, baik secara langsung atau tidak langsung para guru
Pendidikan Agama Kristen yang bertugas sedang membangun dasar iman Kristen
terhadap anak-anak yang dibimbing, sebab seperti yang sudah diuraikan pada bagian
isi pendidikan Agama Kristen yang terdiri dari pengenalan akan Allah dan karya-
karya-Nya, karya Allah di dalam Yesus Kristus, serta karya Roh Kudus, yang satu
kesatuan di dalam Alkitab, maka hal ini sejalan dengan dasar kepercayaan Kristen
adalah Alkitab yang mutlak dengan pengakuan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan
dan merupakan wajah dari Tuhan Yesus.26Dan juga dilihat dari tujuan Pendidikan
Agama Kristen yang dirumuskan oleh Dewan Gereja-gereja di Indonesia dalam
kutipan ini: “mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih
Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia
datang kedalam suatu persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan
dalam kasihnya terhadap Allah dan sesamanya manusia, baik dengan kata-kata
maupun perbuatan selaku anggota tubuh Kristus yang hidup.”27
24
Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cianjur: STT Cipanas, 1999), 29.
25
Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan, 5
26
Dosen-dosen STT-HKBP dan FKIP Nomensen Pematang Siantar, Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen. 1994), 15
27
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 31.
karena memiliki sifat-sifat pendidikan secara umum misalnya sistematis, dan
berkesinambungan, yang mencakup pengetahuan, afeksi, dan tindakan dalam iman
Kristen, di mana iman Kristen dalam afektif mencakup hubungan pribadi dengan
Tuhan, penyerahan diri, komitmen kristiani, kasih dan sikap hormat, kagum
terhadap Tuhan dan ciptaan-Nya dan kehidupan spiritual.28 Memberikan dampak
bagi pendidikan umum artinya, dengan adanya Pendidikan Agama Kristen yang
dapat membentuk karakter anak, menjadikan anak-anak yang dibimbing memiliki
kepedulian, tanggung jawab, jujur, dan rendah hati, sehingga secara langsung
atau tidak langsung, baik di rumah maupun di sekolah anak-anak ini dapat
menunjukkan kepribadian yang baik dan prestasi di sekolah.
Tujuan Kognitif
Tujuan kognitif dari pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen adalah agar
supaya anak- anak mempunyai pengetahuan tentang pendidikan Agama Kristen,
sebab dengan pengetahuan yang dimiliki, anak-anak dapat mempertimbangkan
hal-hal yang baik dan buruk. Untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan Pendidikan
Agama Kristen, langkah awalnya adalah dengan memberikan pengetahuan yang
cukup, dan pengetahuan yang diberikan itu adalah berbicara tentang Allah yang
menciptakan langit dan bumi, dan kasih Allah yang begitu besar kepada semua
manusia.
Guru Pendidikan Agama Kristen dalam mencapai tujuan kognitif dari
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen senantiasa belajar kepada Sang Guru
Agung yaitu Tuhan Yesus Kristus, di mana dalam berbagai kesempatan Yesus
memakai waktu-Nya untuk mengajarkan firman Allah, dan Yesus menolak atau
mengusir iblis dengan firman Allah. Sehingga, hal yang paling utama bagi
seorang guru Pendidikan Agama Kristen dalam mencapai tujuan kognitif dari
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen ialah mengajarkan firman Allah agar
anak-anak memiliki pedoman dalam kehidupannya dan mengalami perubahan.29
Jadi, tujuan kognitif dari pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen ialah agar
supaya anak-anak memiliki pengetahuan tentang isi Alkitab, dan dengan
pengetahuan itu, dapat menjadi dasar bagi anak-anak dalam mengambil tindakan
atau berperilaku (karakter) yang sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh guru
Pendidikan Agama Kristen.
28
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 178
29
John M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007), 12-13
Tujuan Afektif
30
Nainggolan, Menjadi Guru 13-14.
31
Nainggolan, Menjadi Guru, 16.
menyatakan diri-Nya dalam hal melakukan kehendak Allah dan yang digenapi
selaku pemberian Allah , keempat kami yakin gereja adalah persekutuan semua orang
percaya, yang mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan bahwa
gereja itu memiliki perumusan pengetahuan dan kepercayaan, yang melengkapkan
orang Kristen untuk bekerja sama dengan Alllah dan rancangan-Nya bagi
keselamatan bangsa manusia.32 Dan juga Isi pendidikan Agama Kristen yang
sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Kristen, seperti
yang tercamtum pada Lampiran Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi, yang dikutip oleh Sariaman Sitanggang yaitu:
Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar
peserta didik bertumbuh iman dan percayanya dan meneladani Allah
Tritunggal dalam hidupnya. Menanamkan pemahaman tentang Allah dan
karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan
mengahayatinya. Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati
imannya secara bertanggung jawab serta berakhlak mulia di tengah
masyarakat yang pluralistik.33
Dari pernyataan tujuan dan objek yang dikatakan oleh Hamrighausen dan
Enklaar juga dari pemikiran Sariaman mengenai isi pendidikan Agama Kristen,
maka penulis membuat garis besar isi Pendidikan Agama Kristen yaitu dari:
32
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama, 36-37.
33
Sitanggang, Pendidikan Agama, 10.
34
STT-HKBP dan FKIP Nomensen, Pendidikan Agama, 19
Lama, sebab itu kita bercerita pada permulaan tahun pelajaran yang baru tentang
Yusuf dan Maria dan tentang kelahiran Yesus, kemudian menyusul tentang
Natal.35
Dari kutipan ini menunjukkan bahwa pengenalan akan Allah dan karya-
karya Allah sangat penting. Sebab, dengan memperkenalkan Allah dan karya-
karya-Nya kepada murid- murid Pendidikan Agama Kristen, menjadikan mereka
memiliki pegangan hidup.
Yesus Kristus Adalah Tuhan dan Juruselamat Manusia
35
A.B. Lam, Firman Diberitakan: Pedoman Pengajaran Alkitab Untuk Para Pendidik (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001), 76-77.
36
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,33
Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus dipanggil untuk
meneladani dan melakukan kehendak-Nya. Kesetiaan melakukan kehendak Allah
inilah yang merupakan wujud nyata dari gambar dan rupa Allah yang ada pada
manusia.37
Dari kutipan ini, memberikan gambaran mengenai isi pengajaran tentang karya Allah
melalui Yesus Kristus kepada murid-murid atau anak-anak dengan tujuan dan
sasarannya adalah supaya anak-anak mengenal dan mengerti tentang Yesus Kristus,
dan lebih dari itu adalah anak
37
Tim Redaksi Pendidikan Agama Kristen PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia), Cermin
Remaja 1 Allah Yang Berkarya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 96.
-.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
adalah upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh
adalah cara atau teknis yang dijalankan untuk memproleh fakta, dalam prinsip sabar,
penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu.39
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersikap deskriptif non statistic.
Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku
fenomena realitas social yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan
38
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposional, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 24.
39
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,(Bandung: Alfabeta,
2012), h. 3
40
Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun
fenomena tertentu.
bentuk studi kasus. Format ini tidak memiliki ciri seperti air (menyebar ke
permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena.
1. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Yang
dimaksud data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar.
Sesuai dengan judul yang penulis angkat, maka penelitian ini menggunakan
41
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 68-69.
Penelitian deskritif adalah penelitian yang menggambarkan isi data yang ada
peserta didik.
manusia suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu
yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari
mana data dapat diperoleh.44 Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan
a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber data dan masih
42
Moh. Nizar, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 54.
43
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarrya, 1992), hal.6.
44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi revisi VI),
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-13, h. 129.
45
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.
87
guru tentang bagaimana perannya dalam pembentukan karakter peserta
b. Data sekunder
kepustakaan. Yang dimaksud disini adalah data penunjang dari data primer.
Data ini peneliti peroleh dari buku-buku ilmiah yang relevan, khususnya
internet.
banyak penelitian lapangan maka tidak membutuhkan tim penulis atau pembantu
lapangan serta tidak butuh uji coba instrument penelitian yang ketat. Namun schedule
46
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 132.
a. Metode Observasi
yang diselidiki.47
peryataan yang diisi dengan skor atu nilai. Yang menjadi sasaran observasi dari
Amirul Hadi dan Hariyono membagi menjadi dua macam, yaitu Observasi
proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut ambil bagian
47
Lexu J. Moloeng, Metodologi Penelitian, Ibid. h. 127.
48
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 116.
Sedangkan Observasi non Partisipan adalah pengamatan yang dilakukan oleh
penulis gunakan ialah observasi non partisipan. Dengan begitu, penulis dapat
mengorek info dengan lebih leluasa karena tidak terikat dengan sumber data.
dalam anggota kelompok dan mengamati karakter peserta didik. Dari metode ini
menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan dimulai dan diakhiri.
memahami data, informasi, atau fakta dari objek penelitian. Materi wawancara
adalah tema
49
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Ibid. h. 155.
yang ditanyakan kepada informan, berkisar antara masalah atau tujuan
penelitian. Materi wawancara yang baik terdiri dari pembukaan, isi, dan
penutup.
informan, untuk itu interaksi social dengan informan dan lingkungan sosialnya
dengan narasumber.
50
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 108-109.
c. Metode Dokumentasi
penulisan social. Oleh karena sebenarnya sejumlah besar fakta dan data social
variable yang berupa catatan hukuman, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
Penulis juga mengambil data dari hasil studi pustaka pada perpustakaaan
yaitu pada buku-buku yang berkaitan dan mendukung teori dan permasalahan
cendera mata, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
4) Mudah dilaksanakan.
berikut:
51
Ibid., h. 121.
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur, Ibid. h. 236.
53
Ibid., hal. 122.
2) Tidak dapat memperoleh penjelasan yang sejelas-jelasnya.
3) Data yang diperoleh hanya berasal dari benda mati sehingga terkesan
statis.
mengungkapkan semua proses etik yang ada dalam suatu fenomena social dan
mendiskripsikan kejadian proses social itu apa adanya sehingga tersusun suatu
pengetahuan yang sistematis tentang proses-proses social, realitas social, dan semua
atribut dari fenomena social itu. Sedangkan menganalisis makna yang ada dibalik
informasi, data dan proses social suatau fenomena social dimaksud adalah
objek-subjek social yang diteliti. Sehingga terungkap suatu gambaran terhadap suatu
54
Ibid., h. 153.
Berikut langkah-langkah yang akan ditempuh penulis dalam
1. Pengumpulan data
dan dokumentasi.
2. Reduksi data
catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisa yang
3. Penyajian data
karena itu data yang ada di lapangan dianalisis terlebih dahulu sehingga akan
jelas.
4. Penarikan kesimpulan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu pada gabungan informasi
55
Mattew B. Milles dan Michael A. Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Penerjemah:
Rohendi Rohidi). (Jakarta: UI Press, 1992), h. 16-19.
56
Lexu J. Moleong, Metodologi Penulisan, Ibid. h. 330.
BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH
57
F.B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda (Jakarta: PT ElexMedia Komputindo,
2009), 300.
memiliki karakter yang kuat seperti yang tertuang dalam Un- dang-
Undang Pendidikan Nasional pasal 3 No 20 tahun 2003.Maraknya
tawuran, kasus bullying, dan fenomena kriminali- tas di sekolah-sekolah
hingga perguruan tinggi, menimbulkansebuah tanda tanya besar akan
realisasi fungsi Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional yang pada
hakikatnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata berbanding
ter- balik dengan realitas yang ada. Merupakan sebuah ironi, jika bangsa
yang selalu menjadi pemborong medali dalam setiap kompetisi olimpiade
sains internasional, namun di sisi lain, ka-sus siswa-siswi cacat moral
seperti married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiarisme
dalam ujian, dan se- jenisnya senantiasa marak menghiasi sejumlah
media. Bukanhanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendi-
dikan maupun instansi pemerintahan yang notabene didudukioleh orang-
orang penyandang gelar akademis pun tak luput terjangkit virus
dekadensi moral.
58
Ratna Megawangi, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta:Lembaga Penerbit FE-
UI, 2007), 26.
59
Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985),
24.
laku, keyakinan, nilai-nilai, sikap-sikap dan ketrampilan yang sesuai
dengan iman Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model kurikulum
Pendidikan Agama Kristen (PAK) didominasioleh doktrin agama yang
lebih mengutamakan aspek kognitif dan cenderung melupakan hal pokok
dan utama dalam Pendidikan Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-
nilaiagama yang bersentuhan dengan realitas kehidupannyata.”60
Maksud perkataan tersebut adalah, dalam PAK pesertadidik
dibekali dengan pengetahuan (kognitif) agar mengetahuitangungjawab
pribadi dalam meningkatkan kualitas kehidupanyang berarti bagi bangsa
dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya serta keluarga sebagai
cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik juga diberikan penanaman
sikap (afektif) agar memahami penilaian baik buruk, benar salah sehingga
mampu membedakan segala sesuatu yang bergunaatau merugikan bagi
diri sendiri, orang lain, terlebih khusus bagi bangsa dan negaranya. Yang
terakhir peserta didik dilatih keterampilannya (psikomotorik) sehingga
memiliki kemampuan dalam melakukan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan oleh Tuhan Yesus yang berkaitan dengandiri sendiri, orang
lain, bangsa dan negaranya.
60
Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelaja- ran Pendidikan Agama Kristen
Kurikulum 2004 (Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional, 2003), 6.
bahwa: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannyaberulang-ulang kepada anak-
anakmu dan membicarakannyaapabila engkau duduk di rumahmu,
apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai
tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan
haruslah engkau menuliskannyapada tiang pintu rumahmu dan pada
pintu gerbangmu.
Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan Allah memerintah agar
keyakinan bahwa Tuhan adalah esa harus diajarkan turun temurun kepada
generasi bangsa Israel. Setiapkeluarga dalam bangsa Israel memiliki
kewajiban yang sama di dalam mendidik keturunannya. Bahkan
pendidikan tersebutharuslah diajarkan secara berulang-ulang dikala
mereka sedang duduk, makan minum, berjalan, tidur atau dengan katalain
didik tersebut diberikan dalam setiap kesempatan hidup yang Tuhan
Allah percayakan dalam diri mereka masing- masing. Ulangan 6:4-9
merupakan kredo atau pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan
Allah yang satu adanya.
Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup bangsa
Israel dan keturunannya melawan keyakinan bangsa kafiryang menyakini
bahwa Tuhan banyak.
Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Firman Tuhan dalam Efesus 4:13-14 mengatakan bahwa
“Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengankepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-
anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran,oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yangmenyesatkan.”
PAK secara khusus membimbing orang percayamencapai kepada
kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhanyang sesuai dengan kepenuhan
Kristus. Tingkat pertumbuhanrohani bagi hidup orang percaya adalah
Kristus artinya orangpercaya harus bertumbuh menjadi serupa dan
segambar dengan Kristus.
Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak.”61 Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya,
61
Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di SekolahMenengah Pertama
(Jakarta: Kemendiknas, 2010),15.
orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan
berkarakter mulia.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menuliskan karakter
adalah “Tabiat, perangai dan sifat-sifat seseorang. Berkarakter diartikan
dengan mempunyai kepribadian, adapun kepribadian diartikan dengan
sifat khas dan hakiki seseorang yang membedakan seseorang dari orang
lain.”62 Ratna Ellyawati, dalam Sulhan Najib (2010:2) membagi dua
kecenderungan dari karakter anak-anak, yaitu karakter sehatdan tidak
sehat. Anak yang berkarakter sehat bukan berarti tidak pernah melakukan
hal-hal yang negatif, melainkan perbuatan tersebut masih dalam kategori
wajar. Namun anak-anak yang berkarakter tidak sehat memang memiliki
kelakuanyang menyimpang dari norma-norma yang ada.
Karakter yang termasuk kategori sehat antara lain:
(1) afiliasi tinggi, yaitu mudah menerima orang lain menjadi sahabatnya,
sangat toleran terhadap orang lain dan bisadiajak bekerjasama, punya
banyak teman dan disukai teman-temannya; (2) power tinggi, yaitu
menguasai temannya tetapidengan sikap positif, mampu memimpin
teman-temannya,mampu mengambil inisiatif sendiri, sehingga mampu
menjadipanutan bagi yang lain; (3) achiever, yaitu selalu termotivasi
untuk berprestasi (achievement oriented), mengedepankan dirinya sendiri
dari pada orang lain (egosentris); (4) asserter, yaitu lugas, tegas, dan
tidak banyak berbicara, mempunyai
62
J.S. Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 617; 1088.
keseimbangan yang baik antara kepentingan sendiri dengan kepentingan
orang lain, mudah diterima lingkungannya; (5) adventurer, yaitu
menyukai petualangan, meski bukan selalu ke alam namun lebih
menyukai mencoba hal-hal baru.
Dengan demikian yang dimaksud dengan karakter adalah
kepribadian seseorang yang membedakan denganorang lain. Gede Raka
juga memberikan pandangan yang hampir sama: “Secara umum karakter
dikaitkan dengan sifat khas atau istimewa, atau kekuatan moral, atau pola
tingkah laku seseorang.”63 Sehingga dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa karakter dapat dinyatakan sebagai sifat seseorang
yang berupa tabiat, watak, tingkah laku subyektif yang dapat membentuk
kepribadian seseorang.
Pembentukan Karakter
Proses pembentukan karakter pada seseorangdipengaruhi oleh
faktor-faktor khas yang ada pada orang yangbersangkutan yang sering
disebut faktor bawaan atau faktor endogen atau nature dan oleh faktor
lingkungan atau eksogenatau nurture. Pengaruh masyarakat maupun
individu sebagaibagian dari masyarakat adalah faktor lingkungan. Jadi,
dalamusaha pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat,
fokus perhatian kita adalah pada faktor yang bisakita pengaruhi, yaitu pada
pembentukan lingkungan.
Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
63
Gede Raka dkk. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Ga-gasan ke Tindakan
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2011), 36.
karakter tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan agama yang dialami
oleh seorang siswa. Doni Koesoema mengatakanbahwa “agama memiliki
hubungan vertical antara pribadi dengan Allah (individu dengan yang
Illahi/Allah), sedangkan pendidikan karakter hubungan pendidikan
karakter adalah horizontal antara manusia di dalam masyarakat.”64
Pertama, Landasan yang kuat. Ada dua landasan untuk
memperkuat terbangunnya siswa berkarakter yang cerdas. Landasan
pertama adalah visi, misi, dan tujuan. Visi adalah wawasan yang
menjadi sumber arahan yangdigunakan bagi sekolah untuk memandu
perumusan misisekolah. Misi adalah tindakan untuk mewujudkan visi
yang ada. Dengan kata lain misi adalah bentuk layanan yang digunakan
untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dalam dengan
berbagai indikatornya. Tujuan adalah apa yang hendak dicapai oleh
sekolah dan kapan tujuan itu akandicapai. Landasan kedua yang harus
dimiliki sekolah yaitu komitmen, motivasi, dan kebersaman. Komitmen
adalah keikutsertaan dalam mewujudkan sesuatu yang diharapkan.
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar
atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakandengan tujuan tertentu.
Kebersamaan adalah hal yang sifatnya bersama, artinya semua orang
yang terlibat dalam membangun sekolah memiliki visi, misi, dan tujuan
yang sama, yang selanjutnya mempunyai motivasi dan komitmen
64
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak diZaman Global
(Surabaya: Grasindo, 2006), 250.
bersama untuk mewujudkan tujuan yangdiharapkan.
Kedua, Pilar sebagai tiang penyangga. Pembangunanini juga
membutuhkan pilar sebagai tiang penyangganya. Adatiga pilar yang harus
dibangun, yaitu: (1) membangun watak, kepribadian, atau moral; (2)
mengembangkan kecerdasanmajemuk; (3) pembelajaran yang bermakna.
Ketiga, Pengikat yang kokoh. Agar bangunan tersebuttetap kokoh
berdiri pada landasannya dan tahan terhadap goncangan atau gangguan
yang setiap saat menerpa, maka perlu pengikat yang terdiri dari
kontrol, evaluasi dan perbaikanberkelanjutan.
Keempat, Atap sebagai pelindung. Tiga unsur pembangunan
pribadi yang cerdas dan berkarakter tersebut akan menghasilkan output
yang baik bila di payungi dengan sekolah berbasis karakter.
Konsep Pengembangan Karakter
Sebenarnya dalam kurikulum KTSP berbasis kompetensi jelas
dituntut muatan soft skill yang tertuang dalam emotional
intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Namun
penerapannya tidaklah mudah sebab banyak tenaga pendidik
tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana penerapannya.
Soft skill merupakan bagian ketrampilan dari seseorang yang lebih
bersifat pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang
terhadap lingkungan di sekitarnya. Mengingat soft skill lebih
mengarah kepada ketrampilan
psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih tidak kasat mata namun
tetap bisa dirasakan. Akibat yang bisa dirasakanadalah perilaku sopan,
disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang lain
dan lainnya.
Keabstrakan kondisi tersebut mengakibatkan soft skill tidak
mampu dievaluasi secara tekstual karena indikator- indikator soft skill
lebih mengarah pada proses eksistensi seseorang dalam kehidupannya.
Pengembangan soft skill yangdimiliki oleh setiap orang tidak sama
sehingga mengakibatkantingkatan soft skill yang dimiliki masing-masing
individu juga berbeda.
Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menjadi bagian penting dalam proses
pendidikan, sehingga manakala pendidikan gagal dalam mencetak
manusia-manusia yang berkarakter maka sudah semestinya ada sebuah
evaluasi terhadap pelaksanaanpendidikan yang ada. Secara epistimologis
beberapa pihak memberikan definisi pendidikan karakter sebagai berikut:
Bagus Mustakim mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“suatu proses internalisasi sifat-sifat utama yang menjadi ciri khusus
dalam sebuah masyarakat ke dalam peserta didik sehingga dapat
tumbuh dan berkembang
menjadi manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai tersebut.”65Kemdiknas
menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan manayang salah, lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkankebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik
sehinggapeserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang
benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baikdan biasa
melakukannya (psikomotor).”66Pendidikan karakteryang baik harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuanyang baik (moral knowing),
akan tetapi juga merasakandengan baik atau loving good (moral
feeling), dan perilakuyang baik (moral action). Pendidikan karakter
menekankanpada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan
dan dilakukan. Dari beberapa pengertian di atas dapat dinyatakanbahwa
pendidikan karakter adalah proses internalisasi nilai- nilai tertentu melalui
pendidikan sehingga terbentuklah kepribadian dan akhlak mulia pada
peserta didik melalui pembiasaan terus-menerus, dipraktikkan dan
dilakukan.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Secara filosofis, pendidikan karakter lahir dari sebuah
65
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter, Membangun DelapanKarakter Emas
Menuju Indonesia Bermartabat (Yogyakarta: Samude-ra Biru, 2011), 29.
66
Tim Kemdiknas.2011.PedomanPelaksanaan Pendidikan Karakter.
http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp- content/uploads/NAS- KAH-RAN-
KEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011, 1.
keprihatinan atas kondisi bobroknya karakter pada bangsa ini,sehingga
pendidikan karakter secara tidak langsung menjadi problem solving yang
dicoba untuk diangkat dalam duniapendidikan. Soemarmo Sudarsono
seperti dikutip oleh Gede Raka menyatakan bahwa:
Lebih dari enam dekade, pendidikan karakter Indonesiabelum
mencapai kemajuan, bahkan dalam beberapa hal mengalami
kemunduran. Masih banyak korupsi, semakin meningkatnya
pelaku kekerasan terhadap orang yang berbeda kepercayaan,
berbeda suku, atauberbeda golongan, semakin semrawutnya lalu
lintas, dan semakin rusaknya lingkungan hidup. Semua itu
menjadi indikasi bahwa semakin banyak kita yang semakin
kehilangan kejujuran, semakin kehilangan kemampuan untuk
menghargai perbedaan, kehilangankedisiplinan, kehilangan tata
krama di ranah publik, dan kehilangan rasa tanggung jawab
sosial.67
Billy Graham dalam Gede Raka menyatakan bahwa: “Ketika kita
kehilangan kekayaan, maka kita tidak kehilanganapa-apa, ketika kita
kehilangan kesehatan, maka kita kehilangan sesuatu, namun ketika kita
kehilangan karakter, maka kita kehilangan segala-galanya.”68
Soemarmo Soedarsono dalam Gede Raka menyatakanbahwa:
“Pendidikan karakter adalah proses yang tidak boleh berhenti. Pemerintah
boleh berganti dan raja boleh turuntakhta, namun pendidikan karakter
harus berjalan terus.”69 Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek
yang ada awal dan akhirnya. Pendidikan Karakter diperlukan agar
67
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, xi.
68
bid., xi
69
Ibid.,21.
setiap individu menjadi orang yang lebih baik, menjadi wargamasyarakat
yang lebih baik dan menjadi bagian dari warga negara yang lebih baik.
Gede Raka menyatakan bahwa:
Meningkatnya kompetensi manusia dalam penguasaanilmu
pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya disertai
peningkatan kebajikan dalam hati manusia. Kompetensi yang
tidak disertai dengan kebajikan cenderung akan membawa
umat manusiake keadaan yang mengancam kualitas
kehidupannya bahkan keberadaannya. Oleh karena itu, adalah
suatuhal yang sangat mendesak untuk menegakkan kembali
pendidikan karakter bagi masyarakat luas, termasuk pendidikan
karakter di sekolah.70
Begitu pentingnya pendidikan karakter di tengah-tengah
kehidupan kita, sehingga semua komponen
dalam lingkup pendidikan harus memahami pentingnya
pembentukan karakter dalam diri peserta didiknya. Kegagalandalam
membentuk karakter bisa bermakna mempersiapkankegagalan
masa depan peserta didik dan bangsanya, begitujuga dalam dunia
kerja yang notabene adalah fase kehidupanyang segera akan dilalui
oleh peserta didik khususnya olehpeserta didik yang menempuh
jenjang pendidikan menengah.Seperti apa yang telah diungkapkan
oleh Gede Raka bahwa:
Perusahaan-perusahaan yang hebat lebih mencari orang yang
berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak
memerlukan motivasi dariorang lain, sebab mereka akan
memotivasi dirinyasendiri. Perusahaan-perusahaan yang hebat
tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak
penting, tetapi menganggap bahwa pengetahuan
70
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, 14.
dan keahlian khusus itu bisa dipelajari, sementara dimensi-
dimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos
kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya lebih dalam
dan lebih sulit dirubah.71
Pembentukan karakter bagi setiap peserta didik jenjangmenengah
mempersiapkan generasi muda yang tangguh di tengah arus global.
71
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, 29.
72
Mustakim, Pendidikan Karakter, 72.
73
Ibid, 74
Etos spiritual merupakan sikap karakter yang dibangun dari nilai-nilai
keagamaan. Seorang guru memiliki kewajiban mengartikulasikan nilai-
nilai utama dalam bentuk etika spiritual yang menjadi jalan hidup bagi
peserta didik.
Kedua, etos mutu. Etos mutu yang patut dikembangkandalam
rangka menghadapi era informatika, baik secara kompetensi/skill maupun
kesiapan mental sebagai tugas seorang pengajar dalam membentuk
karakter siswanya. Teknologi informasi bukan kebutuhan melainkan
menjadi bagian hidup yang tidak bisa dilepaskan bagi peradaban manusia
di era global dan era psotmodern. Seorang guru harus mampu memiliki
sikap preventif dalam mencegah terjadinya shock culture akibat terjadinya
perubahan teknologiyang begitu cepat. Seorang guru perlu
mempersiapkan peserta didiksedini mungkin dalam mempersiapkan karya
danprestasi menanggapi kemajuan teknologi informatika.Dengan
demikian etos mutu merupakan karakter yang berkenaandengan
penguasaan IPTEK dan kemampuan daya saing global. Guru harus
mampu menjembatani adanya perubahantatanan daya saing global yakni
memiliki kompetensi keilmuandan mental.
Ketiga, keterbukaan. Chamim (2003:81) dalam Bagus
Mustakim menyebutkan bahwa “diantara nilai-nilai keterbukaanantara lain
adalah kebolehan (berpendapat, berkelompok dan berpartisipasi),
menghormati orang atau kelompoklain,kesetaraan, kerja sama,
persaingan dan kepercayaan.”74
74
Mustakim, Pendidikan Karakter, 77
Dalam membentuk karakter remaja, guru
mendesainpembelajaran yang diarahkan kepada
pengembangan nilaikarakter keterbukaan dalam diri peserta didik
sehinggadihasilkan peserta didik yang memiliki pandangan kritis,
terbuka dan luas terhadap setiap aspek. Karakter keterbukaanakan
membukan ruang-ruang kompetensi yang sehat danjujur.Keempat
adalah multikultural. Multikulkutural
merupakan karakter yang hendak dibangun atas dasarkesadaran
kemajemukan yang terjadi dalam masyarakat.Karakter multikultural
adalah bentuk sikap yang bersediamenerima dan mengaku
keberadaan kelompok lain.Kesadaran demikian memiliki
pengertian kesediaan berlakuadil dengan kelompok lain atas dasar
saling menghormati,bekerja sama, hidup damai dan saling pengertian
satudengan lainnya. Setiap peserta didik agar menanamkan sikapkarakter
multikultural agar memiliki wawasan yang terbukadalam menerima
keberadaan kelompok yang berbeda dengankeberadaan peserta didik
secara adil, berkompetisi secara
aman dan damai dalam membangun Indonesia.
Kelima, kecerdasan kritis. Dewasa ini dibutuhkan sebuah karakter
kecerdasan kritis sebagai bentuk kemampuanpeserta didik untuk
mengidentifikasikan ketidakadilan yang terjadi. Sudah semestinya
pendidikan memberikan danmenciptakan ruang dan kesempatan bagi
peserta didik dalamproses penciptaan keadilan bagi masyarakat. Kecerdasan
kritisakan memotivasi peserta didik untuk peduli terhadap sesama
yang mengalami kesenjangan sosial, dengan demikian dapatdiharapkan kelak nanti akan
muncul generasi muda yang peka dan peduli terhadap masalah-masalah ketidakadilan dalam
masyarakat.
Keenam, peduli lingkungan. Peduli lingkungan merupakan karakter yang mewujudkan
kecintaan dan kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan tempatlingkungan dimana peserta
didik berada. Karakter peduli lingkungan bisa dimulai dari hal-hal yang sepele sebagaicontoh
pembuangan sampah ditempatnya, pembersihan Daerah Aliran Sungai, pemisahan sampah
organik dan non organik hingga sampai tindakan perumusan rencana tindakanprogram- program
kepedulian lingkungan.
Ketujuh, berwawasan maritim. Indonesia merupakan wilayah dengan kelautan yang
sangat luas, sehingga dibutuhkan kesadaran wawasan maritim dari setiap peserta didik.
Kesadaran wawasan maritim merupakan kesadaranuntuk mengembangkan dan memanfaatkan
potensi kelautan/kemaritiman. Dengan dibangunnya kesadaran wawasankemaritiman maka
peserta didik akan menyadari kekayaan potensi kelautan sehingga kekayaanini dapat
dieksplorasi dandigunakan bagi kemakmuran bersama serta sebagai ujung tombak kekuatan
sosial dan ekonomi bangsa.
Kedelapan, tanggung jawab global. Generasi mudadiharapkan dapat mengikuti
perkembangan dunia secara global khususnya dalam perkembangan dunia teknologi.
Kualitas Mashasiswa
Pendidikan Agama Karakter STT Papua
Kristen
Supiori
Dari hasil pengamatan langsung dari penulis ,dapat diambil beberapai kesimpulan dalam
bentuk lembaran observasi adalah sebagai berikut :
LEMBARAN OBSERVASI STT PAPUA SUPIORI
SKOR
NO INDIKATOR 6 7 8 9 10 KETERANGAN
1 RAJIN BERDOA DAN MEMBACA ALKITAB 9
2 BERSIKAP RAMAH TERHADAP SEMUA 8
ORANG
3 MENOLONG TANPA DITAWARKAN 8
SEBELUMNYA
4 MENYELESAIKAN TUGAS DENGAN BAIK 9
5 DATANG LEBIH AWAL PADA SEMUA 9
KEGIATAN
6 MENJAGA PERKATAAN DAN SIKAP 8
7 BERANI MENYAMPAIKAN KEBENARAN 8
8 JUJUR TERHADAP DIRI SENDIRI DAN ORANG 8
LAIN
9 MENGHORMATI DAN MENGASIHI SEMUA 9
ORANG
10 SELALU MEMBANGUN HUBUNGAN BAIK 9
Baik,Datang Lebih Awal pada semua Kegiatan,Menghormati dan Mengasihi semua Orang,
dan selalu Membangun Hubugan Baik. Selanjutnya indikator yang memperoleh Skor 8
Dari hasil penelitian diatas dapat ditariksuatu kesimpulan bahwa Peran pendidikan
Agama Kristen sangat meningkatkan Kaulitas Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi
Papua Supiori.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Karakter adalah hal yang terpenting dalam hidup ini. Sekalipun sesorang bisa
mencapai puncak kesuksesan didalam hidup ini,namun jika orang itu gagal dalam
membangun karakternya maka dipastikan semua yang telah dibangun bias hancur seketika
diakibatkan oleh Moral yang rusak. Sehingga perlunya dibangun karakter yang baik dan
teruji untuk bisa bertahan dalam proses dan perjuangan hidup ini.
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa Peran pendidikan
Agama Kristen sangat meningkatkan Kaulitas Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi
Papua Supiori.
Saran
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca,karena sperti
pepatah mengatakan bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak’.penulisan Karya Ilmiah ini jauh
dari kesempurnaan sehingga penulis sangat membutuhkan masukan dan ide untuk
peyempurnaan penulisan ini sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak untuk