Anda di halaman 1dari 55

TESIS

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN TERHADAP


PENINGKATAN KUALITAS ROHANI MAHASISWA
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PAPUA SUPIORI

NAMA: BELANDINA SARAWAN


NIM:
PRODI: S2 MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

KEMENTRIAN AGAMA KRISTEN REPUBLIK INDONESIA

YAYASAN BINA BETHEL NUSANTARA

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INDONESIA

AMBON

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan agama kristen merupakan pendidikan untuk

menumbuh kembangkan kepribadian Kristen dalam diri

anak-anak.1 Juga dapat membawa anak-anak kepada

persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan, dan jemaat-Nya

untuk mempermuliakan nama-Nya, Adapun pelaksanaannya

dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan atau mentoring

bagi anak-anak.

Mentoring merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan

melibatkan mentor sebagai pembina atau pemimpin dan menti

sebagai orang yang dibina atau dipimpin atau yang diajar, sesuai

dengan aturan atau ketentuan yang membutuhkan kesepakatan

dua belah pihak. Segala sesuatu yang dikerjakan atau

dilaksanakan selalu memiliki tujuan yang akan dicapai, sebagai

landasan atau dijadikan sebagai dasar untuk pencapaian suatu

hasil kegiatan yang dilaksanakan.2 Pendidikan Agama Kristen

yang diajarkan akan memberikan dampak positif bagi anak-anak

yang di bimbingnya, sebab dengan adanya pemberian materi

1
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info
Media, 2007), 50
2
Dikutip Dari, Visi dan Misi Pusat Pengembangan Anak 428 Batu Karang, Jl. Karang
Anyar No. 48-50 Jakarta Pusat
Pendidikan Agama Kristen, karakter anak-anak juga ikut

terbentuk. Dalam kenyataannya, masih ada anak-anak yang

tidak mau mendengarkan nasehat, bahkan ada pula berprilaku

tidak terpuji.bahasanya masih ada yang memukul sesama

temannya, dari kenyataan yang seperti ini, kemungkinan

Pendidikan Agama Kristen kurang memberikan pengaruh

terhadap karakter anak karena dalam pelaksanaannya kurang

baik atau kurang efektif karena ada anak-anak tertentu yang

sulit dinasehati meskipun dalam pelaksanaan Pendidikan

Agama Kristennya sudah diusahakan semaksimal mungkin

sesuai situasi di lapangan.

Persoalan atau permasalahan yang dihadapi oleh anak-

anak sebagai generasi baru yang ada di masa kini, menuntut

atau memaksa baik secara langsung maupun tidak langsung

bagi semua pihak untuk berpartisipasi dalam mengatasinya,

baik lembaga pemerintahan maupun swasta, atau lembaga

sosial umum maupun lembaga kerohanian. Harapan dari

semua pihak yang ikut serta dalam mengatasi persoalan yang

dihadapi anak-anak, agar anak-anak memiliki masa depan

yang baik dan dapat mengabdi kepada nusa dan bangsa,

sehingga dapat mendatangkan kesejahteraan dan


kemakmuran bagi negrinya.

Pelaksanaan artinya proses, cara, perbuatan

melaksanakan (rancangan, keputusan, dsb). Pendidikan

berasal dari kata didik yang artinya memelihara dan memberi

latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sedangkan

pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,

serta perbuatan mendidik.3 Pendidikan dari sudut etimologi kata

yang diterjemahkan dari kata education dalam bahasa Inggris

yang berasal dari bahasa Latin ducere yang berarti membimbing

(to lead), ditambah dengan awalan “e” yang berarti keluar (out).

Jadi, arti dasar dari pendidikan adalah suatu tindakan untuk

membimbing keluar,4 dan definisi pendidikan menurut Groome

yang mengacu kepada Lawrence Cremin mengatakan bahwa

pendidikan sebagai usaha yang sadar, sistematis, dan

berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau

memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai,

keterampilan-keterampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun

3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 263.
4
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info
Media, 2007), 8
hasil apa pun dari usaha tersebut.5Agama artinya ajaran, sistem

yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia, dan manusia serta lingkungannya.6

Latar Belakang Masalah

Menurut E. G. Homrighausen dan I.H Enklaar

Pendidikan Agama Kristen artinya segala pelajar, muda dan

tua, memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan

sendiri, dan oleh dan di dalam Dia mereka terhisab pula pada

persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan

mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.7

Sariaman Sitanggang mengatakan bahwa Pendidikan Agama

Kristen sebagai usaha yang dilakukan secara terancana dan

kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan

peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat

menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang

dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan

5
Nuhamara, Pembimbing, 16
6
Nasional, Kamus, 12
7.
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan 26
8
lingkungannya.

Jadi, dari beberapa definisi di atas penulis

menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama

Kristen adalah perbuatan yang dilakukan secara terencana,

sadar, sistimatis, dan berkesinambungan, untuk mewariskan

pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang sesuai

dengan ajaran atau nilai-nilai kristiani, untuk mengubah sikap

dan tata laku seseorang atau kelompok dalam memasuki

persekutuan iman yang hidup dengan mengakui dan

mempermuliakan nama Tuhan Yesus Kristus.

Demikian juga bahwa Pendidikan Agama Kristen

layaknya pola asuh yang dilakukan para Pendidik itu sendiri

dalam membina setiap siswa atau mahasiswa demi mencapai

kedewasaan karakter yang menyerupai Tuhan Yesus. Hal ini

yang penulis angkat dari fokus penelitian pada mahasiswa

Sekolah Tinggi Teologi Papua-Supiori dengan Judul Tesis

“Peranan Pendidikan Agama Kristen dalam Peningkatan

Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Papua Supiori.

Sehingga perlu dirumuskan suatu metode dan fungsi

8
. Sariaman Sitanggang, Pendidikan Agama Kristen (dilihat dari PP/55/2007
Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan) (Jakarta: Egkrateia
Putra Jaya, 2008), 4
yang terarah dalam peningkatan kualitas karakter peserta

didik pada STT Papua Supiori. Agar setiap pembelajaran

pendidikan Agama Kristen dapat mencapai sasaran dan

fungsinya yang dapat menolong setiap peserta didik untuk

bertumbuh dan berbuah dalam pengenalan yang benar akan

Tuhan Yesus kristus (Yoh 17:3).

Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah,alasan penelitian,tujuan

penelitian,maka penulis menyimpulkan perumusan masalah

dalam bentuk pertanyaan penelitian yang adalah sebagai berikut

yang pertama apakah pendidikan agama Kristen di STT papua

Supiori telah mencapai sasaran dari fungsi dan tujuan P.A.K itu

sendiri? Yang kedua apakah Pendidikan Agama Kristen yang

diajarkan selama ini kepada pesrta didik STT Papua Supiori telah

mengubah karakter mahasiswa itu menjadi lebih baik?

Alasan Penelitian

Dengan melihat pada akhir-akhir ini kemerosotan moral

dan akhlak para siswa dan mahasiswa,sehingga perlunya

diadakan penelitian dalam menemukan titik temu antara siswa

dan pembentukan karaktek yang mengarah kepada keserupaan

akan karaker Tuhan dididalam diri peserta didik. Setiap siswa


maupun mahasiswa yang belajar dalam bangku pendidikan

memiliki karakter yang bebrbeda-beda,hal ini dapat dilihat dari

kenakalan,twuran,demonstrasi,bahkan kejahatan tersembunyi

sperti mencuri,melukai,penggunaan

narkotika,perokok,pemiras,perjudian,bahkan efek gamer yang

berlebihan pada peserta didik. Hal ini sangat memprihatinkan

dengan kasus yang dari tahun ke tahun terus meningkat yang

terjadi di kalangan anak muda.

Ini menjadi suatu perhatian khusus bagi para pendidik di

Indonesia yang menjadi darurat atau krisis karakter generasi muda di

Indonesia. Sehingga perlunya diadakan penelitian ini untuk para

mahasiswa STT Papua Supiori. Agar peran dan fungsi Pendidikan

Agama Kristen itu sendiri dapat dapat menjembatani antara peserta

didik dengan perubahan karakter mahasiswa itu sendiri sperti Tuhan

Yesus .

Tujuan Penelitian

Pendidikan Agama Kristen merupakan bagian dari

pendidikan secara umum, karena memiliki sifat-sifat

pendidikan secara umum misalnya sistematis, dan

berkesinambungan, yang mencakup pengetahuan, afeksi, dan

tindakan dalam iman Kristen, di mana iman Kristen dalam


afektif mencakup hubungan pribadi dengan Tuhan,

penyerahan diri, komitmen kristiani, kasih dan sikap hormat,

kagum terhadap Tuhan dan ciptaan-Nya dan kehidupan

spiritual.9 Memberikan dampak bagi pendidikan umum

artinya, dengan adanya Pendidikan Agama Kristen yang dapat

membentuk karakter anak, menjadikan anak-anak yang

dibimbing memiliki kepedulian, tanggung jawab, jujur, dan

rendah hati, sehingga secara langsung atau tidak langsung,

baik di rumah maupun di sekolah anak-anak ini dapat

menunjukkan kepribadian yang baik dan prestasi di sekolah.

Fungsi Pendidikan Agama Kristen sejalan dengan tujuan

Pendidikan Agama Kristen, seperti yang dikatakan oleh

Randolph Crump Miller mengenai tujuan Pendidikan Agama

Kristen adalah membimbing setiap pribadi kedalam keputusan

untuk hidup sebagai orang Kristen.10 Aspek fungsional

Pendidikan Agama Kristen berusaha membimbing setiap

pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa

kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan

kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan

9
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 178
10
. Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cianjur: STT Cipanas, 1999),
29.
dan untuk memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif,

seperti pelayanan Kristus (Yohanes 1:43). Jadi, Pendidikan

Agama Kristen berfungsi sebagai penyedia, pendorong, dan

fasilitator dalam pembimbingan.11

Dilihat dari fungsinya ini maka, indikator dari fungsi

Pendidikan Agama Kristen adalah sebagai berikut:Seperti yang

dikatakan di atas bahwa fungsi Pendidikan Agama Kristen

sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama Kristen, dan sebagai

indikatornya adalah membangun dasar kepercayaan atau iman

Kristen artinya adalah dalam pelaksanaan Pendidikan Agama

Kristen, baik secara langsung atau tidak langsung para guru

Pendidikan Agama Kristen yang bertugas sedang membangun

dasar iman Kristen terhadap anak-anak yang dibimbing, sebab

seperti yang sudah diuraikan pada bagian isi pendidikan Agama

Kristen yang terdiri dari pengenalan akan Allah dan karya-

karya-Nya, karya Allah di dalam Yesus Kristus, serta karya Roh

Kudus, yang satu kesatuan di dalam Alkitab, maka hal ini

sejalan dengan dasar kepercayaan Kristen adalah Alkitab yang

mutlak dengan pengakuan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan

11
Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan,
dan merupakan wajah dari Tuhan Yesus.12Dan juga dilihat dari

tujuan Pendidikan Agama Kristen yang dirumuskan oleh Dewan

Gereja-gereja di Indonesia dalam kutipan ini: “mengajak,

membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah

yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan

Roh Kudus ia datang kedalam suatu persekutuan yang hidup

dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam kasihnya terhadap

Allah dan sesamanya manusia, baik dengan kata-kata maupun

perbuatan selaku anggota tubuh Kristus yang hidup.”13

Penelitian ini dilakukan agar dapat mengukur kualitas dari

pengajaran Pendidikan Agama Kristen itu sendiri dalam hal

Penerapannya apakah sudah sesuai dari tujuan P.A.K itu sendiri

setiap peserta memiliki karakter Kristus dan dapat dilihat dari

buah hidup serta karakter yang Nampak dalam keseharian

mahasiswqa itu sendiri yang bukan hanya ketika berada di

kampus tetapi juga ketika di rumah,di lingkungan masyarakat,di

gerja ataupun dimana peserta didik itu berada sehingga membawa

dampak yang positif bukan saja kepada dirinya sendiri tetapi bagi

orang lain,lingkungan,gereja bahkan kota dimana mahasiswa itu

12
Dosen-dosen STT-HKBP dan FKIP Nomensen Pematang Siantar, Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen. 1994), 15
13
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 31
berada. Supaya setiap orang yang melihat karakter mahasiswa itu

akan terus mempermuliakan Tuhan Yesus ditengah-tengah dunia

ini. Kemudian yang menjadi tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S2 (Magister

pendidikan Agama Kristen) pada STTI Jakarta PSDKU Ambon.

Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah

mengumpulkan data melalui studi kepustakaan,membagikan

lembaran penelitian yang diisi oleh peserta didik sebagai sampel

penelitian itu sendiri melalui observasi langsusng tetapi tertulis

yang dinamakan metode kualitatif dengan mengukur peninkatan

kualitas karakter peserta ddidik oelh pengajaran Pendidikan

Agama Kristen itu sendiri.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki populasi 100 mahasiswa yang

diteliti hanya 10 mahasiswa yang mewakili setiap tingkat

semester pada STT Papua Supiori. Sehingga sampel yang diambil

hanya 10 % dari total populasi mahasiswa yang dapat mewakili

keseluruhan hasil riset ini. Penulis mengambil tempat penelitian

atau ruang lingkup penelitian pada STT papua Supiori yang

beralamat pada Jalan raya Yengarbun Supiori Timur,Kabupaten


Supiori.

Sistematika Penelitian

Kerangka penelitian ini terdiri atas Bab I Pendahuluan

terbagi atas latar belakang masalah,perumusan masalah,alasan

penelitian,tujuan penelitian,metode penelitian,ruang lingkup

penelitian dan sistemastika penulisan

Bab II terdiri atas pengertian dan defenisi Pendidikan

Agama Kristen,Tujuan dan fungsi pendidikan agama Kristen

serta garis besar pendidikan agama Kristen pada lembaga

pendidikan dalam membentuk karakter pesrta didik.

Bab III terbagi atas Bab ketiga terdiri atas metodologi penelitian,

yang terbagi atas pengertian metodologi penelitian, penelitian

kualitatif, penerapan observasi dalam pengambilan data terhadap

peningkatan kualitas karakter mahasiswa STT Papua Supiori.

Bab keempat terdiri atas pembahasan masalah, yang terbagi atas

, Peranan Pendidikan Agama Kristen dalam Peningkatan Karakter

Pesrta didik di Lembaga Pendidikan dan hasil observasi terhadap

mahasiswa STT Papua Supiori dan hasil Observasi terhadap Peranan

PAK bagi Mahasiswa STT Papua Supiori .

Bab kelima terdiri atas penutup, yang terbagi dalam

kesimpulan, saran, kepustakaan dan lampiran.


BAB II

LANDASAN TEORI

Pendidikan Agama Kristen

PendidikanAgama Kristen (PAK) merupakan pendidikan


yang bercorak moral-moral kristiani. Maksudnya materipengajaran
PAK merupakan materi yang berisi tentang nilai- nilai kebenaran
iman Kristen. Nico Syukur Dister menegaskanpendapatnya bahwa
”Pendidikan yang bercorak, berdasarkandan berorientasi
Kristiani.”14 Dengan kata lain segala bentuk aktivitas proses belajar
mengajar yang terjadi di dalam dan di luar kelas terwujud dalam
ruang lingkup di sekolah, gereja atau lingkungan keluarga dengan
dasar pengajaran padapokok-pokok iman Kristen. Dalam proses
pembelajaran PAK, seorang nara didik selain memberikan
pengajaran yang bersifat pemahaman ajaran-ajaran iman Kristen
juga bertanggung jawab memberikan sikap keteladanan tingkah

14
Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1985), 24.
laku, keyakinan, nilai-nilai, sikap-sikap dan ketrampilan yang
sesuai dengan iman Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model
kurikulum Pendidikan Agama Kristen (PAK) didominasioleh
doktrin agama yang lebih mengutamakan aspek kognitif dan
cenderung melupakan hal pokok dan utama dalam Pendidikan
Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-nilaiagama yang
bersentuhan dengan realitas kehidupannyata.”15
Maksud perkataan tersebut adalah, dalam PAK pesertadidik
dibekali dengan pengetahuan (kognitif) agar mengetahui
tangungjawab pribadi dalam meningkatkan kualitas kehidupanyang
berarti bagi bangsa dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya
serta keluarga sebagai cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik
juga diberikan penanaman sikap (afektif) agar memahami penilaian
baik buruk, benar salah sehingga mampu membedakan segala
sesuatu yang bergunaatau merugikan bagi diri sendiri, orang lain,
terlebih khusus bagi bangsa dan negaranya. Yang terakhir peserta
didik dilatih keterampilannya (psikomotorik) sehingga memiliki
kemampuan dalam melakukan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan oleh Tuhan Yesus yang berkaitan dengandiri sendiri,
orang lain, bangsa dan negaranya.

Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Alkitab


Dalam kitab Ulangan 6:6-9 firman Tuhan mengatakan

15
Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelaja-
ran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004 (Jakarta:
DepartemenPendidikan Nasional, 2003), 6.
bahwa: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah
engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannyaberulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannyaapabila engkau duduk
di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah
itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannyapada tiang pintu rumahmu dan pada pintu
gerbangmu.
Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan Allah memerintah
agar keyakinan bahwa Tuhan adalah esa harus diajarkan turun
temurun kepada generasi bangsa Israel. Setiapkeluarga dalam bangsa
Israel memiliki kewajiban yang sama di dalam mendidik
keturunannya. Bahkan pendidikan tersebutharuslah diajarkan secara
berulang-ulang dikala mereka sedang duduk, makan minum,
berjalan, tidur atau dengan katalain didik tersebut diberikan dalam
setiap kesempatan hidup yang Tuhan Allah percayakan dalam diri
mereka masing- masing. Ulangan 6:4-9 merupakan kredo atau
pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan Allah yang satu
adanya. Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup
bangsa Israel dan keturunannya melawan keyakinan bangsa kafir
yang menyakini bahwa Tuhan banyak.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen


Firman Tuhan dalam Efesus 4:13-14 mengatakan bahwa
“Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengankepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa
angin pengajaran,oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka
yangmenyesatkan.”
PAK secara khusus membimbing orang percayamencapai kepada kedewasaan penuh
dan tingkat pertumbuhanyang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Tingkat pertumbuhan
rohani bagi hidup orang percaya adalah Kristus artinya orangpercaya harus bertumbuh
menjadi serupa dan segambar dengan Kristus.

Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan untuk menumbuh


kembangkan kepribadian Kristen dalam diri anak-anak.16 Juga dapat membawa
anak-anak kepada persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan, dan jemaat-Nya
untuk mempermuliakan nama-Nya, Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan
dalam bentuk bimbingan atau mentoring bagi anak-anak.
Mentoring merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan melibatkan mentor
sebagai pembina atau pemimpin dan menti sebagai orang yang dibina atau dipimpin
atau yang diajar, sesuai dengan aturan atau ketentuan yang membutuhkan
kesepakatan dua belah pihak. Segala sesuatu yang dikerjakan atau dilaksanakan
selalu memiliki tujuan yang akan dicapai, sebagai landasan atau dijadikan sebagai
dasar untuk pencapaian suatu hasil kegiatan yang dilaksanakan.17 Pendidikan Agama
Kristen yang diajarkan akan memberikan dampak positif bagi anak-anak yang di
bimbingnya, sebab dengan adanya pemberian materi Pendidikan Agama Kristen,
karakter anak-anak juga ikut terbentuk. Dalam kenyataannya, masih ada anak-anak
yang tidak mau mendengarkan nasehat, bahkan ada pula berprilaku tidak
terpuji.bahasanya masih ada yang memukul sesama temannya, dari kenyataan yang
seperti ini, kemungkinan Pendidikan Agama Kristen kurang memberikan pengaruh
terhadap karakter anak karena dalam pelaksanaannya kurang baik atau kurang efektif
karena ada anak-anak tertentu yang sulit dinasehati meskipun dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Kristennya sudah diusahakan semaksimal mungkin sesuai situasi
di lapangan.
Persoalan atau permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak sebagai generasi
baru yang ada di masa kini, menuntut atau memaksa baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi semua pihak untuk berpartisipasi dalam mengatasinya, baik
lembaga pemerintahan maupun swasta, atau lembaga sosial umum maupun
lembaga kerohanian. Harapan dari semua pihak yang ikut serta dalam mengatasi
persoalan yang dihadapi anak-anak, agar anak-anak memiliki masa depan yang

16
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 50
17
Dikutip Dari, Visi dan Misi Pusat Pengembangan Anak 428 Batu Karang, Jl. Karang Anyar
No. 48-50 Jakarta Pusat
baik dan dapat mengabdi kepada nusa dan bangsa, sehingga dapat mendatangkan
kesejahteraan dan kemakmuran bagi negrinya.

Pengertian Pelaksanaan Pendidikan

AgamaKristen

Pelaksanaan artinya proses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan,


keputusan, dsb). Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya memelihara dan
memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sedangkan pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,
serta perbuatan mendidik.18 Pendidikan dari sudut etimologi kata yang diterjemahkan
dari kata education dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin ducere yang
berarti membimbing (to lead), ditambah dengan awalan “e” yang berarti keluar (out).
Jadi, arti dasar dari pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar, 19
dan definisi pendidikan menurut Groome yang mengacu kepada Lawrence Cremin
mengatakan bahwa pendidikan sebagai usaha yang sadar, sistematis, dan
berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik
pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan, atau kepekaan-
kepekaan, maupun hasil apa pun dari usaha tersebut.20
Agama artinya ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia, dan manusia serta lingkungannya.21 Menurut E. G.
Homrighausen dan I.H Enklaar Pendidikan Agama Kristen artinya segala pelajar,
muda dan tua, memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri,
dan oleh dan di dalam Dia mereka terhisab pula pada persekutuan jemaat-Nya
yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.22
Sariaman Sitanggang mengatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen sebagai
usaha yang dilakukan secara terancana dan kontinyu dalam rangka
mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus
dapat menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan
dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungannya23
Jadi, dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen adalah perbuatan yang dilakukan secara
terencana, sadar, sistimatis, dan berkesinambungan, untuk mewariskan
pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang sesuai dengan ajaran atau nilai-
nilai kristiani, untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam

18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), 263.
19
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 8
20
Nuhamara, Pembimbing, 16
21
Nasional, Kamus, 12
22
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan 26
23
Sariaman Sitanggang, Pendidikan Agama Kristen (dilihat dari PP/55/2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan) (Jakarta: Egkrateia Putra Jaya, 2008), 4
memasuki persekutuan iman yang hidup dengan mengakui dan mempermuliakan
nama Tuhan Yesus Kristus.
Fungsi Pendidikan Agama Kristen

Fungsi Pendidikan Agama Kristen sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama


Kristen, seperti yang dikatakan oleh Randolph Crump Miller mengenai tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah membimbing setiap pribadi kedalam keputusan
untuk hidup sebagai orang Kristen.24 Aspek fungsional Pendidikan Agama Kristen
berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui
pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan
kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan dan untuk
memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, seperti pelayanan Kristus
(Yohanes 1:43). Jadi, Pendidikan Agama Kristen berfungsi sebagai penyedia,
pendorong, dan fasilitator dalam pembimbingan.25

Dilihat dari fungsinya ini maka, indikator dari fungsi Pendidikan Agama Kristen
adalah sebagai berikut:

Membangun Dasar Kepercayaan Atau Iman Kristen

Seperti yang dikatakan di atas bahwa fungsi Pendidikan Agama Kristen sejalan
dengan tujuan Pendidikan Agama Kristen, dan sebagai indikatornya adalah
membangun dasar kepercayaan atau iman Kristen artinya adalah dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Kristen, baik secara langsung atau tidak langsung para guru
Pendidikan Agama Kristen yang bertugas sedang membangun dasar iman Kristen
terhadap anak-anak yang dibimbing, sebab seperti yang sudah diuraikan pada bagian
isi pendidikan Agama Kristen yang terdiri dari pengenalan akan Allah dan karya-
karya-Nya, karya Allah di dalam Yesus Kristus, serta karya Roh Kudus, yang satu
kesatuan di dalam Alkitab, maka hal ini sejalan dengan dasar kepercayaan Kristen
adalah Alkitab yang mutlak dengan pengakuan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan
dan merupakan wajah dari Tuhan Yesus.26Dan juga dilihat dari tujuan Pendidikan
Agama Kristen yang dirumuskan oleh Dewan Gereja-gereja di Indonesia dalam
kutipan ini: “mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih
Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia
datang kedalam suatu persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan
dalam kasihnya terhadap Allah dan sesamanya manusia, baik dengan kata-kata
maupun perbuatan selaku anggota tubuh Kristus yang hidup.”27

Memberikan Dampak Bagi Pendidikan Umum

Pendidikan Agama Kristen merupakan bagian dari pendidikan secara umum,

24
Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cianjur: STT Cipanas, 1999), 29.
25
Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan, 5
26
Dosen-dosen STT-HKBP dan FKIP Nomensen Pematang Siantar, Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen. 1994), 15
27
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 31.
karena memiliki sifat-sifat pendidikan secara umum misalnya sistematis, dan
berkesinambungan, yang mencakup pengetahuan, afeksi, dan tindakan dalam iman
Kristen, di mana iman Kristen dalam afektif mencakup hubungan pribadi dengan
Tuhan, penyerahan diri, komitmen kristiani, kasih dan sikap hormat, kagum
terhadap Tuhan dan ciptaan-Nya dan kehidupan spiritual.28 Memberikan dampak
bagi pendidikan umum artinya, dengan adanya Pendidikan Agama Kristen yang
dapat membentuk karakter anak, menjadikan anak-anak yang dibimbing memiliki
kepedulian, tanggung jawab, jujur, dan rendah hati, sehingga secara langsung
atau tidak langsung, baik di rumah maupun di sekolah anak-anak ini dapat
menunjukkan kepribadian yang baik dan prestasi di sekolah.

Komponen Pelaksanaan Pendidikan Agama

Kristen Tujuan Pendidikan Agama Kristen

Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Kristen harus mengarah kepada


transformasi, baik dalam pengetahuan maupun dalam transformasi iman, serta
perilaku anak-anak, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Tujuan Kognitif
Tujuan kognitif dari pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen adalah agar
supaya anak- anak mempunyai pengetahuan tentang pendidikan Agama Kristen,
sebab dengan pengetahuan yang dimiliki, anak-anak dapat mempertimbangkan
hal-hal yang baik dan buruk. Untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan Pendidikan
Agama Kristen, langkah awalnya adalah dengan memberikan pengetahuan yang
cukup, dan pengetahuan yang diberikan itu adalah berbicara tentang Allah yang
menciptakan langit dan bumi, dan kasih Allah yang begitu besar kepada semua
manusia.
Guru Pendidikan Agama Kristen dalam mencapai tujuan kognitif dari
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen senantiasa belajar kepada Sang Guru
Agung yaitu Tuhan Yesus Kristus, di mana dalam berbagai kesempatan Yesus
memakai waktu-Nya untuk mengajarkan firman Allah, dan Yesus menolak atau
mengusir iblis dengan firman Allah. Sehingga, hal yang paling utama bagi
seorang guru Pendidikan Agama Kristen dalam mencapai tujuan kognitif dari
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen ialah mengajarkan firman Allah agar
anak-anak memiliki pedoman dalam kehidupannya dan mengalami perubahan.29
Jadi, tujuan kognitif dari pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen ialah agar
supaya anak-anak memiliki pengetahuan tentang isi Alkitab, dan dengan
pengetahuan itu, dapat menjadi dasar bagi anak-anak dalam mengambil tindakan
atau berperilaku (karakter) yang sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh guru
Pendidikan Agama Kristen.

28
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 178
29
John M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2007), 12-13
Tujuan Afektif

Tujuan afektif adalah untuk mendidik anak-anak supaya memiliki perilaku


(karakter) yang baik. Untuk mencapai tujuan afektif dari pelaksanaan Pendidikan
Agama Kristen, guru membawa anak-anak pada perjumpaan dengan Kristus,
melalui pengalaman belajar mengajar dan interaksi antar sesama anak-anak.
Dalam hal ini, guru membawa anak-anak mengenal kehidupan Tuhan Yesus
Kristus dan teladan yang ditinggalkan oleh Yesus untuk dicontoh, sehingga siswa
memiliki sikap mengasihi Allah dan diwujudkan melalui tutur kata, perilaku, pola
pikir dan gaya hidup yang benar dan dalam iman serta ketaatan kepada-Nya (ini
bagian dari karakter).30
Pengenalan akan Kristus menyebabkan suatu hubungan yang berubah antara
anak- anak dengan Tuhan Allah, dan antar sesama temannya, serta menghasilkan
cara hidup yang benar atau membentuk perilaku anak-anak. Perilaku yang
terbentuk menjadi karakter itulah yang merupakan tujuan afektif dari pelaksanaan
Pendidikan Agama Kristen.
Tujuan Psikomotorik
Tujuan psikomotor merupakan tujuan kompleks, di mana pengetahuan yang
dimiliki oleh anak-anak tidak hanya sebatas menjadi pengetahuan yang dimiliki,
tetapi menjadi pengetahuan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
mencapai tujuan psikomotor ini, guru Pendidikan Agama Kristen mengajarkan
tentang kuasa Roh Kudus yang menjadi penolong bagi manusi yang dapat
menolong anak-anak, agar supaya anak-anak memiliki kekuatan untuk bertahan
di tengah-tengah persoalan dan tantang hidup. Dengan kekuatan spiritual dapat
menjadikan anak-anak memiliki sikap optimis, tabah, kuat, taat, yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, makna keberadaannya dan bagaimana
berperan menjadi berkat bagi orang lain, menghargai alam, dan memuliakan Allah
dengan segala karyanya.31
Jadi, tercapainya tujuan psikomotor dari pelaksanaan Pendidikan Agama
Kristen secara tidak langsung anak-anak akan terlihat perilakunya yang baik, dan
perilaku yang baik dalam kehidupan setiap hari menunjukkan anak-anak yang
sudah memiliki karakter dengan tercapainya tujuan Pelaksanaan Pendidikan
Agama Kristen.
Isi Pendidikan Agama Kristen
Isi Pendidikan Agama Kristen tidak dapat dilepaskan dari tujuan dari
Pendidikan Agama Kristen itu sendiri. Dalam buku Pendidikan Agama Kristen
yang ditulis oleh Homrighausen dan Enklaar, ditulis mengenai pernyataan tujuan
dan objek Pendidikan Agama Kristen, yaitu, pertama kami yakin bahwa dalam
Yesus Kristus dengan Injil-Nya memiliki penyataan yang tertinggi dari Allah dan
dari maksud-maksud-Nya terhadap segala manusia, kedua kami percaya bahwa
Alkitab adalah firman Allah yang tertulis, laporan penyataan-Nya dalam sejarah,
sumber pengetahuan akan hidup dan pengajaran Yesus, ketiga kami percaya bahwa
Kerajaan Allah adalah suatu kekuasaan yang bekerja melalui Roh Kudus, yang

30
Nainggolan, Menjadi Guru 13-14.
31
Nainggolan, Menjadi Guru, 16.
menyatakan diri-Nya dalam hal melakukan kehendak Allah dan yang digenapi
selaku pemberian Allah , keempat kami yakin gereja adalah persekutuan semua orang
percaya, yang mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan bahwa
gereja itu memiliki perumusan pengetahuan dan kepercayaan, yang melengkapkan
orang Kristen untuk bekerja sama dengan Alllah dan rancangan-Nya bagi
keselamatan bangsa manusia.32 Dan juga Isi pendidikan Agama Kristen yang
sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Kristen, seperti
yang tercamtum pada Lampiran Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi, yang dikutip oleh Sariaman Sitanggang yaitu:
Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar
peserta didik bertumbuh iman dan percayanya dan meneladani Allah
Tritunggal dalam hidupnya. Menanamkan pemahaman tentang Allah dan
karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan
mengahayatinya. Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati
imannya secara bertanggung jawab serta berakhlak mulia di tengah
masyarakat yang pluralistik.33
Dari pernyataan tujuan dan objek yang dikatakan oleh Hamrighausen dan
Enklaar juga dari pemikiran Sariaman mengenai isi pendidikan Agama Kristen,
maka penulis membuat garis besar isi Pendidikan Agama Kristen yaitu dari:

Allah Sebagai Pencipta

Pendidikan Agama Kristen dalam pengajarannya dapat mengarahkan murid-


murid untuk mengenal Allah dan karya-karya-Nya yang dirasakan oleh manusia,
juga dirasakan oleh murid-murid itu sendiri bahwa Allah adalah pencipta langit dan
bumi, tumbuh- tumbuhan, hewan, binatang, dan lebih luar biasa lagi anak-anak diajar
untuk mengerti bahwa manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia. Dan
dalam hal ini, anak-anak diajak untuk melihat kepada pribadi masing-masing sebagai
ciptaan Allah yang mulia, dengan tujuan supaya anak-anak diajar untuk memiliki
prinsip dan pengakuan terhadap Allah sebagai pencipta dan TUHAN yang harus
disembah dan dimuliakan setiap hari.34 Hal itu seperti yang dikatakan oleh A.B Lam
bahwa cerita-cerita Alkitab disusun dalam suatu susunan yang teratur, dan oleh
keteraturan, serta pada urutan itulah murid-murid Pendidikan Agama Kristen
berpegang, sehingga menjadi alat bantu yang penting untuk membantu melepaskan
anak-anak dari suasana dongeng, masuk ke dalam dunia sejarah. Lebih lanjut
dikatakannya seperti dalam kutipan ini:
Sebab itu saya akan mulai dari kelas satu dengan Perjanjian Lama dan bukan
sembarangan mulai dari tengah-tengah, tapi mulai dari permulaan, dengan cerita
penciptaan, cerita-cerita dahulu kala, tentang Abraham, Ishak, Yakub dan anak-
anaknya, berjalan di padang gurun, masuknya ke Kanaan, Samuel, Saul dan Daud.
Di kelas dua saya ingin mulai dengan sejarah Yesus, Anak Agung Daud.
Dengan demikian kita mencari hubungan Perjanjian Baru dengan Perjanjian

32
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama, 36-37.
33
Sitanggang, Pendidikan Agama, 10.
34
STT-HKBP dan FKIP Nomensen, Pendidikan Agama, 19
Lama, sebab itu kita bercerita pada permulaan tahun pelajaran yang baru tentang
Yusuf dan Maria dan tentang kelahiran Yesus, kemudian menyusul tentang
Natal.35
Dari kutipan ini menunjukkan bahwa pengenalan akan Allah dan karya-
karya Allah sangat penting. Sebab, dengan memperkenalkan Allah dan karya-
karya-Nya kepada murid- murid Pendidikan Agama Kristen, menjadikan mereka
memiliki pegangan hidup.
Yesus Kristus Adalah Tuhan dan Juruselamat Manusia

Pendidikan Agama Kristen dapat menjadi sarana mempertemukan para pelajar


dengan Juruselamat dunia yaitu Tuhan Yesus secara pribadi, sehingga mereka
dapat memusatkan segala iman, kasih dan harapan kepada Anak Allah yang
Tunggal. Sangat penting sekali untuk mengenalkan Tuhan Yesus sebagai Putra
Yang Abadi, sebagai kalam yang menjadi daging, sebagai Guru yang teladan dan
tabib, terlebih sebagai pelepas dan penebus, yang menderita sengsara dan mati
guna keselamatan dunia ini, dan akhirnya sebagai Raja yang telah bangkit ke surga
dan akan kembali.36 Hal ini juga seperti yang ada dalam cermin remaja sebagai
buku siswa Pendidikan Agama Kristen yang berdasarkan kurikulum 2004, yang
dalam pokok bahasannya dikatakan seperti dalam kutipan ini:
Keselamatan yang diberikan oleh Allah bukan berdasarkan usaha manusia
melalui amal atau kebaikan tetapi semata-mata karena kasih-Nya, karena itu
keselamatan disebut anugerah Allah. Keselamatan sudah dijanjikan Allah sejak
manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 3:15); Ia mengutus anak-Nya ke dalam dunia
untuk menyelamatkan manusia.
Melalui Yesus Kristus yang menjadi Juruselamat dunia kita dapat memahami
gambar dan rupa Allah yang sempurna. Gambar dan rupa Allah yang ada pada
manusia yang telah rusak oleh karena dosa, dipulihkan kembali di dalam Yesus
Kristus. Ia datang ke dalam dunia, menjadi sama dengan manusia, supaya manusia
bisa mengenal Dia secara benar.
Melalui Dia, cerminan kehendak Allah yang mengasihi, menebus, dan
mendamaikan bagi umat manusia terpenuhi. Yesus Kristus adalah gambar Allah
yang tidak kelihatan, yang sulung, yang lebih utama dari segala yang diciptakan
(Kolose 1:15).
Kelahiran Yesus yang dikenal sebagai peristiwa “Natal” merupakan awal
penggenapan janji dan karya penyelamatan Allah kepada manusia. Allah yang
telah mendamaikan diri- Nya dengan dunia, tidak lagi memperhitungkan
pelanggaran mereka. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa
karena kita, supaya kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:19,21).

35
A.B. Lam, Firman Diberitakan: Pedoman Pengajaran Alkitab Untuk Para Pendidik (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001), 76-77.
36
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,33
Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus dipanggil untuk
meneladani dan melakukan kehendak-Nya. Kesetiaan melakukan kehendak Allah
inilah yang merupakan wujud nyata dari gambar dan rupa Allah yang ada pada
manusia.37
Dari kutipan ini, memberikan gambaran mengenai isi pengajaran tentang karya Allah
melalui Yesus Kristus kepada murid-murid atau anak-anak dengan tujuan dan
sasarannya adalah supaya anak-anak mengenal dan mengerti tentang Yesus Kristus,
dan lebih dari itu adalah anak

Roh Kudus Sebagai Penolong

Tujuan dari memperkenalkan Roh Kudus, karena hidup rohani murid-


murid Pendidikan Agama Kristen harus berkembang dan berbuah banyak, karena
dikuasai dan disuburkan oleh Roh Kudus yang mau bekerja di dalam batin
mereka.23 Kepercayaan atau iman kepada Yesus Kristus, atau pengakuan terhadap
karya Allah melalui Yesu Kristus tidak dapat dilepaskan dari peranan Roh Kudus,
bahkan sejak masa penciptaan sudah dikatakan mengenai peran serta Roh Allah
atau Roh Kudus. Roh Kudus sama dengan Roh Allah, (I Korintus 3:16; Efesus
4:30; 1 Yohanes 4:2), dan dalam penciptaan, “Roh Allah melayang- layang di atas
permukaan air” (Kejadian 1:2), dalam pemimpin Perjanjian Lama seperti Roh Allah
tinggal dalam diri Yusuf dan memberikan hikmat (Kejadian 41:38), Yesaya
63:11 menegaskan bahwa Musa dipenuhi oleh Roh Allah, dan juga dalam
Perjanjian Baru Roh Kudus dengan kelahiran Yesus dari seorang perawan, yang
diberitahukan oleh malaikat Gabriel (Lukas 1:26,35).24 Artinya adalah peranan
Roh Kudus dalam Pendidikan Agama Kristen sangat penting untuk Karakter
Anakdan kepercayaan murid-murid Pendidikan Agama Kristen. anak
mempercayai Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat hidupnya

37
Tim Redaksi Pendidikan Agama Kristen PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia), Cermin
Remaja 1 Allah Yang Berkarya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 96.
-.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode artinya cara yang dilakukan dalam penelitian. Sedangkan penelitian

adalah upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh

fakta-fakta dengan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.38 Jadi, metode penelitian

adalah cara atau teknis yang dijalankan untuk memproleh fakta, dalam prinsip sabar,

hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Secara umum, metode

penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu.39

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersikap deskriptif non statistic.

Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku

untuk dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.40

Penelitian social menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk

menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, dan berbagai

fenomena realitas social yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan

berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,

38
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposional, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 24.
39
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,(Bandung: Alfabeta,
2012), h. 3
40
Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun

fenomena tertentu.

Format deskripstif kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam

bentuk studi kasus. Format ini tidak memiliki ciri seperti air (menyebar ke

permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena.

Dari ciri demikian memungkinkan studi ini dapat amat mendalam.41

B. Jenis Data dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Yang

dimaksud data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar.

Sesuai dengan judul yang penulis angkat, maka penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dan berbentuk deskriptif.

41
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 68-69.
Penelitian deskritif adalah penelitian yang menggambarkan isi data yang ada

adalah peran kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan karakter

peserta didik.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang.42

Menurut Meleong, “metode kualitatif” adalah sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang yang berperilaku yang dapat diamati.43

2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari

mana data dapat diperoleh.44 Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber data dan masih

memerlukan analisis lebih lanjut.45 Dalam penelitian ini, peneliti

memperoleh data dengan cara mewawancarai langsung pada

42
Moh. Nizar, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 54.
43
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarrya, 1992), hal.6.
44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi revisi VI),
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-13, h. 129.
45
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.
87
guru tentang bagaimana perannya dalam pembentukan karakter peserta

didik melalui kegiatan ektrakurikuler serta pelaksanannya. Peneliti juga

mengamati langsung bagaimana karakter peserta didik di sekolah.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan

kepustakaan. Yang dimaksud disini adalah data penunjang dari data primer.

Data ini peneliti peroleh dari buku-buku ilmiah yang relevan, khususnya

buku-buku pendidikan, buku-buku metode penelitian, majalah, jurnal,

internet.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan sebuah cara yang digunakan dalam

rangka mencari data-data yang diperlukan. Pengumpulan data pada penelitian

deskriptif kualitatif yaitu dengan menyiapkan schedule penelitian dan penganggaran,

termasuk pengumpulan data di lapangan. Karena penelitian ini tidak membutuhkan

banyak penelitian lapangan maka tidak membutuhkan tim penulis atau pembantu

lapangan serta tidak butuh uji coba instrument penelitian yang ketat. Namun schedule

penelitian tetap dibutuhkan untuk mengendalikan penelitian.46

46
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 132.
a. Metode Observasi

Metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan

indra, terutama indra penglihatan dan pendengaran. Observasi sendiri dapat

diartikan pencatatan dan pengamatan secara sistematis terhadap gejala-gejala

yang diselidiki.47

Pada penelitian ini,peulis menggunakan metode observasi langsung. Yaitu

dengan penulis mengamati langsung objek yang diteliti dan mengukurnya

dengan lembaran penelitian atau lembar observasi yang berupa beberapa

peryataan yang diisi dengan skor atu nilai. Yang menjadi sasaran observasi dari

peneliti adalah Mahasiswa STT papua Supiori.

Amirul Hadi dan Hariyono membagi menjadi dua macam, yaitu Observasi

Partisipan dan Observasi non Partisipan. Observasi partisipan adalah suatu

proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut ambil bagian

dalam kehidupan orang-orang yang akan diobservasi, sehingga observer

sungguh-sungguh seperti anggota kelompok yang diobservasi.

Observasi partisipan ini bermula dari penelitian-penelitian Antropologi

Sosial. Observasi partisipan kemudian berkembang luas di berbagai ilmu social

terutama ilmu sosiologi. Pengumpulan data melalui observasi terhadap objek

pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam

aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul

menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat

kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka.48

47
Lexu J. Moloeng, Metodologi Penelitian, Ibid. h. 127.
48
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 116.
Sedangkan Observasi non Partisipan adalah pengamatan yang dilakukan oleh

observer tanpa terjun langsung ke dalam anggota kelompok yang akan

diobservasi sehingga observer hanya sebagai pengamat. Adapun observasi yang

penulis gunakan ialah observasi non partisipan. Dengan begitu, penulis dapat

mengorek info dengan lebih leluasa karena tidak terikat dengan sumber data.

Observasi yang dilakukan penulis adalah observasi non partisipan, karena

penulis hanya mengamati kegiatan ekstrakurkuler saja tanpa terjun langsung

dalam anggota kelompok dan mengamati karakter peserta didik. Dari metode ini

diperoleh data mengenai pelaksanaan masing-masing ekstrakurikuler tersebut.

b. Metode Interview (Wawancara)

Interview atau wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.49 Pewawancara

adalah orang yang menggunakan metode wawancara sekaligus dia bertindak

sebagai pemimpin dalam proses wawancara tersebut. Dia berhak pula

menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan dimulai dan diakhiri.

Informan adalah orang yang diwawancarai yang diperkirakan menguasai dan

memahami data, informasi, atau fakta dari objek penelitian. Materi wawancara

adalah tema

49
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Ibid. h. 155.
yang ditanyakan kepada informan, berkisar antara masalah atau tujuan

penelitian. Materi wawancara yang baik terdiri dari pembukaan, isi, dan

penutup.

Sebagai penulis, pewawancara harus memahami tujuan wawancara sehingga

ia harus terikat dengan tujuan-tujuan melakukan wawancara. Sebagai

pewawancara, maka ia adalah penulis yang bekerja di lapangan bersama

informan, untuk itu interaksi social dengan informan dan lingkungan sosialnya

harus dijaga agar wawancara dapat berjalan dengan ekstrakurikuler.50

Adapun kebaikan metode wawancara adalah sebagai berikut:

1) Peneliti dapat langsung berhadapan dengan sumber data.

2) Peneliti dapat menggali sebanyak-banyaknya dari sumber data.

3) Metode wawancara dapat menjadi alat untuk menjalin hubungan baik

dengan narasumber.

Adapun kelemahan metode interview adalah sebagai berikut:

1) Dalam pelaksanaanya memerlukan waktu yang lama karena harus

berkunjung ke responden yang diinterview. Juga memerlukan tenaga

dan biaya untuk datang ke tempat responden.

2) Interview akan menjadi gagal kalau interview tidak memiliki

kemampuan untuk mencptakan suasana dialogis.

50
Burhan Bungin, Penelitian, Ibid. h. 108-109.
c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodologi pengumpulan data yang digunakan dalam

penulisan social. Oleh karena sebenarnya sejumlah besar fakta dan data social

tersimpan dalam bahan yang benbentuk dokumentasi.51 Menurut Suharsimi

Arikunto, metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan hukuman, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

notulen rapat, agenda, dan sebagainya.52

Penulis juga mengambil data dari hasil studi pustaka pada perpustakaaan

yaitu pada buku-buku yang berkaitan dan mendukung teori dan permasalahan

yang diteliti sekarang.

Sebagian besar data yang tersedia adalah benbentuk surat-surat, catatan,

cendera mata, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

lengger, agenda dan sebagainya.53

Adapun kebaikan menggunakan metode dokumentasi adalah sebagai berikut:

1) Data yang didapat bisa seragam dan jelas.

2) Diperoleh dalam waktu singkat.

3) Tidak membutuhkan biaya yang mahal.

4) Mudah dilaksanakan.

Adapun kelemahan menggunakan metode dokumentasi adalah sebagai

berikut:

1) Data yang diperoleh hanya dapat mengikuti apa adanya.

51
Ibid., h. 121.
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur, Ibid. h. 236.
53
Ibid., hal. 122.
2) Tidak dapat memperoleh penjelasan yang sejelas-jelasnya.

3) Data yang diperoleh hanya berasal dari benda mati sehingga terkesan

statis.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan penguraian yang berisi interpretasi, penilaian,

komentar, tanggapan dari penulis. Untuk mengolahnya, penulis menggunakan teknik

analisis deskriptif kualitataif, yakni setelah pengumpulan data selesai, penulis

mencoba memaparkan sedetail mungkin dan dianalisis kemudian diinterpretasikan

dengan jelas untuk menjwab permasalahan yang ada.

Menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena social adalah

mengungkapkan semua proses etik yang ada dalam suatu fenomena social dan

mendiskripsikan kejadian proses social itu apa adanya sehingga tersusun suatu

pengetahuan yang sistematis tentang proses-proses social, realitas social, dan semua

atribut dari fenomena social itu. Sedangkan menganalisis makna yang ada dibalik

informasi, data dan proses social suatau fenomena social dimaksud adalah

mengungkapkan peristiwa kebermaknaan fenomena social itu dalam pandangan

objek-subjek social yang diteliti. Sehingga terungkap suatu gambaran terhadap suatu

peristiwa social yang sebenarnya dari fenomena yang tampak.54

54
Ibid., h. 153.
Berikut langkah-langkah yang akan ditempuh penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini:

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dari lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara,

dan dokumentasi.

2. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisa yang

akan lebih difokuskan pada penganalisaan data itu sendiri.

3. Penyajian data

Penyajian data dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Oleh

karena itu data yang ada di lapangan dianalisis terlebih dahulu sehingga akan

memunculkan deskripsi tentang pengembangan karakter peserta didik secara

jelas.

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh dari

obyek penelitian. Proses penarikan kesimpulan didasarkan pada gabungan

informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu pada gabungan informasi

tersebut. Penulis dapat melihat apa yang ditelitinya


dan menemukan kesimpulan yang benar mengenai obyek

penelitian. Kesimpulan-kesimpulan berupa verifikasi

selama penelitian berlangsung.55

Adapun untuk memeriksa data, dilakukan triangulasi

data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu.56Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik

sumber. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan

mengecek kepercayaan suatu informasi, baik yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, penulis

membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil

wawancara serta isi suatu dokumen yang berkaitan.

55
Mattew B. Milles dan Michael A. Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Penerjemah:
Rohendi Rohidi). (Jakarta: UI Press, 1992), h. 16-19.
56
Lexu J. Moleong, Metodologi Penulisan, Ibid. h. 330.
BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

Jika mencermati fenomena yang terjadi akhir- akhir inipada


remaja, marak sekali terjadi kasus kriminalitas diantara-nya tawuran antar
pelajar, kenakalan di sekolah, begal dan perampokan, pemerkosaan pada
anak di bawah umur oleh para pelajar Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan ka-sus- kasus bullying. Hal-hal ini adalah gambaran
merosotnyamoral remaja anak bangsa. F. B. Surbakti secara sederhana
menjelaskan latar belakang terjadinya kasus-kasus tersebut sebagai
berikut: “Lemahnya pendidikan kerohanian dapat menjadi salah satu
pemicu remaja terlibat tindak kriminal… merosotnya budi pekerti: para
remaja yang tidak memperolehdidikan budi pekerti yang memadai atau
tidak peduli dengan budi pekerti pasti mengalami kesulitan dalam hal
menghargaiketertiban dan ketenteraman hidup bermasyarakat.”57

Gagasan pendidikan karakter membawa angin segar bagi dunia


pendidikan di Indonesia. Bangsa ini belum mem- berikan tempat dan hati
bagi pengembangan pendidikan karakter. Tidak jarang dijumpai lulusan
sekolah yang memilikiotak cerdas serta piawai menghadapi soal-soal
ujian, namun bermentalkan “penakut” bahkan memiliki perilaku tidak
terpuji.Patut disayangkan, anggaran pendidikan yang sangat besar yang
ditunjang program pemerintah ternyata belum mampu mencetak lulusan
yang beriman, taqwa, profesional serta

57
F.B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda (Jakarta: PT ElexMedia Komputindo,
2009), 300.
memiliki karakter yang kuat seperti yang tertuang dalam Un- dang-
Undang Pendidikan Nasional pasal 3 No 20 tahun 2003.Maraknya
tawuran, kasus bullying, dan fenomena kriminali- tas di sekolah-sekolah
hingga perguruan tinggi, menimbulkansebuah tanda tanya besar akan
realisasi fungsi Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional yang pada
hakikatnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata berbanding
ter- balik dengan realitas yang ada. Merupakan sebuah ironi, jika bangsa
yang selalu menjadi pemborong medali dalam setiap kompetisi olimpiade
sains internasional, namun di sisi lain, ka-sus siswa-siswi cacat moral
seperti married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiarisme
dalam ujian, dan se- jenisnya senantiasa marak menghiasi sejumlah
media. Bukanhanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendi-
dikan maupun instansi pemerintahan yang notabene didudukioleh orang-
orang penyandang gelar akademis pun tak luput terjangkit virus
dekadensi moral.

Kasus-kasus yang terjadi itu semata-mata dikarenakankurangnya


penanaman karakter pada diri anak bangsa ini. Ratna Megawangi,
mencontohkan bagaimana kesuksesanCina dalam menerapkan pendidikan
karakter sejak awal ta- hun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter
adalah “untukmengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving
thegood, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang
melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa
terukir menjadi habit of the mind, heart, and
hands.”58 Penanaman karakter bangsa perlu diintegrasikan da-lam
pendidikan formal, sehingga akan didapatkan nilai-nilai kebaikan pada
diri peserta didik sejak dini.

Peranan Pendidikan Agama Kristen terhadap Peningkatan


Karakter mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Papua Supiri

PendidikanAgama Kristen (PAK) merupakan pendidikanyang


bercorak moral-moral kristiani. Maksudnya materipengajaran PAK
merupakan materi yang berisi tentang nilai- nilai kebenaran iman Kristen.
Nico Syukur Dister menegaskanpendapatnya bahwa ”Pendidikan yang
bercorak, berdasarkandan berorientasi Kristiani.”59 Dengan kata lain
segala bentuk aktivitas proses belajar mengajar yang terjadi di dalam
dan di luar kelas terwujud dalam ruang lingkup di sekolah, gereja atau
lingkungan keluarga dengan dasar pengajaran padapokok-pokok iman
Kristen. Dalam proses pembelajaran PAK, seorang nara didik selain
memberikan pengajaran yang bersifat pemahaman ajaran-ajaran iman
Kristen juga bertanggung jawab memberikan sikap keteladanan
tingkah

58
Ratna Megawangi, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta:Lembaga Penerbit FE-
UI, 2007), 26.
59
Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985),
24.
laku, keyakinan, nilai-nilai, sikap-sikap dan ketrampilan yang sesuai
dengan iman Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model kurikulum
Pendidikan Agama Kristen (PAK) didominasioleh doktrin agama yang
lebih mengutamakan aspek kognitif dan cenderung melupakan hal pokok
dan utama dalam Pendidikan Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-
nilaiagama yang bersentuhan dengan realitas kehidupannyata.”60
Maksud perkataan tersebut adalah, dalam PAK pesertadidik
dibekali dengan pengetahuan (kognitif) agar mengetahuitangungjawab
pribadi dalam meningkatkan kualitas kehidupanyang berarti bagi bangsa
dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya serta keluarga sebagai
cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik juga diberikan penanaman
sikap (afektif) agar memahami penilaian baik buruk, benar salah sehingga
mampu membedakan segala sesuatu yang bergunaatau merugikan bagi
diri sendiri, orang lain, terlebih khusus bagi bangsa dan negaranya. Yang
terakhir peserta didik dilatih keterampilannya (psikomotorik) sehingga
memiliki kemampuan dalam melakukan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan oleh Tuhan Yesus yang berkaitan dengandiri sendiri, orang
lain, bangsa dan negaranya.

Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Alkitab


Dalam kitab Ulangan 6:6-9 firman Tuhan mengatakan

60
Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelaja- ran Pendidikan Agama Kristen
Kurikulum 2004 (Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional, 2003), 6.
bahwa: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannyaberulang-ulang kepada anak-
anakmu dan membicarakannyaapabila engkau duduk di rumahmu,
apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai
tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan
haruslah engkau menuliskannyapada tiang pintu rumahmu dan pada
pintu gerbangmu.
Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan Allah memerintah agar
keyakinan bahwa Tuhan adalah esa harus diajarkan turun temurun kepada
generasi bangsa Israel. Setiapkeluarga dalam bangsa Israel memiliki
kewajiban yang sama di dalam mendidik keturunannya. Bahkan
pendidikan tersebutharuslah diajarkan secara berulang-ulang dikala
mereka sedang duduk, makan minum, berjalan, tidur atau dengan katalain
didik tersebut diberikan dalam setiap kesempatan hidup yang Tuhan
Allah percayakan dalam diri mereka masing- masing. Ulangan 6:4-9
merupakan kredo atau pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan
Allah yang satu adanya.
Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup bangsa
Israel dan keturunannya melawan keyakinan bangsa kafiryang menyakini
bahwa Tuhan banyak.
Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Firman Tuhan dalam Efesus 4:13-14 mengatakan bahwa
“Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengankepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-
anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran,oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yangmenyesatkan.”
PAK secara khusus membimbing orang percayamencapai kepada
kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhanyang sesuai dengan kepenuhan
Kristus. Tingkat pertumbuhanrohani bagi hidup orang percaya adalah
Kristus artinya orangpercaya harus bertumbuh menjadi serupa dan
segambar dengan Kristus.
Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak.”61 Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya,

61
Kemendiknas, Pembinaan Pendidikan Karakter di SekolahMenengah Pertama
(Jakarta: Kemendiknas, 2010),15.
orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan
berkarakter mulia.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menuliskan karakter
adalah “Tabiat, perangai dan sifat-sifat seseorang. Berkarakter diartikan
dengan mempunyai kepribadian, adapun kepribadian diartikan dengan
sifat khas dan hakiki seseorang yang membedakan seseorang dari orang
lain.”62 Ratna Ellyawati, dalam Sulhan Najib (2010:2) membagi dua
kecenderungan dari karakter anak-anak, yaitu karakter sehatdan tidak
sehat. Anak yang berkarakter sehat bukan berarti tidak pernah melakukan
hal-hal yang negatif, melainkan perbuatan tersebut masih dalam kategori
wajar. Namun anak-anak yang berkarakter tidak sehat memang memiliki
kelakuanyang menyimpang dari norma-norma yang ada.
Karakter yang termasuk kategori sehat antara lain:
(1) afiliasi tinggi, yaitu mudah menerima orang lain menjadi sahabatnya,
sangat toleran terhadap orang lain dan bisadiajak bekerjasama, punya
banyak teman dan disukai teman-temannya; (2) power tinggi, yaitu
menguasai temannya tetapidengan sikap positif, mampu memimpin
teman-temannya,mampu mengambil inisiatif sendiri, sehingga mampu
menjadipanutan bagi yang lain; (3) achiever, yaitu selalu termotivasi
untuk berprestasi (achievement oriented), mengedepankan dirinya sendiri
dari pada orang lain (egosentris); (4) asserter, yaitu lugas, tegas, dan
tidak banyak berbicara, mempunyai

62
J.S. Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 617; 1088.
keseimbangan yang baik antara kepentingan sendiri dengan kepentingan
orang lain, mudah diterima lingkungannya; (5) adventurer, yaitu
menyukai petualangan, meski bukan selalu ke alam namun lebih
menyukai mencoba hal-hal baru.
Dengan demikian yang dimaksud dengan karakter adalah
kepribadian seseorang yang membedakan denganorang lain. Gede Raka
juga memberikan pandangan yang hampir sama: “Secara umum karakter
dikaitkan dengan sifat khas atau istimewa, atau kekuatan moral, atau pola
tingkah laku seseorang.”63 Sehingga dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa karakter dapat dinyatakan sebagai sifat seseorang
yang berupa tabiat, watak, tingkah laku subyektif yang dapat membentuk
kepribadian seseorang.
Pembentukan Karakter
Proses pembentukan karakter pada seseorangdipengaruhi oleh
faktor-faktor khas yang ada pada orang yangbersangkutan yang sering
disebut faktor bawaan atau faktor endogen atau nature dan oleh faktor
lingkungan atau eksogenatau nurture. Pengaruh masyarakat maupun
individu sebagaibagian dari masyarakat adalah faktor lingkungan. Jadi,
dalamusaha pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat,
fokus perhatian kita adalah pada faktor yang bisakita pengaruhi, yaitu pada
pembentukan lingkungan.
Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan

63
Gede Raka dkk. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Ga-gasan ke Tindakan
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2011), 36.
karakter tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan agama yang dialami
oleh seorang siswa. Doni Koesoema mengatakanbahwa “agama memiliki
hubungan vertical antara pribadi dengan Allah (individu dengan yang
Illahi/Allah), sedangkan pendidikan karakter hubungan pendidikan
karakter adalah horizontal antara manusia di dalam masyarakat.”64
Pertama, Landasan yang kuat. Ada dua landasan untuk
memperkuat terbangunnya siswa berkarakter yang cerdas. Landasan
pertama adalah visi, misi, dan tujuan. Visi adalah wawasan yang
menjadi sumber arahan yangdigunakan bagi sekolah untuk memandu
perumusan misisekolah. Misi adalah tindakan untuk mewujudkan visi
yang ada. Dengan kata lain misi adalah bentuk layanan yang digunakan
untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dalam dengan
berbagai indikatornya. Tujuan adalah apa yang hendak dicapai oleh
sekolah dan kapan tujuan itu akandicapai. Landasan kedua yang harus
dimiliki sekolah yaitu komitmen, motivasi, dan kebersaman. Komitmen
adalah keikutsertaan dalam mewujudkan sesuatu yang diharapkan.
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar
atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakandengan tujuan tertentu.
Kebersamaan adalah hal yang sifatnya bersama, artinya semua orang
yang terlibat dalam membangun sekolah memiliki visi, misi, dan tujuan
yang sama, yang selanjutnya mempunyai motivasi dan komitmen

64
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak diZaman Global
(Surabaya: Grasindo, 2006), 250.
bersama untuk mewujudkan tujuan yangdiharapkan.
Kedua, Pilar sebagai tiang penyangga. Pembangunanini juga
membutuhkan pilar sebagai tiang penyangganya. Adatiga pilar yang harus
dibangun, yaitu: (1) membangun watak, kepribadian, atau moral; (2)
mengembangkan kecerdasanmajemuk; (3) pembelajaran yang bermakna.
Ketiga, Pengikat yang kokoh. Agar bangunan tersebuttetap kokoh
berdiri pada landasannya dan tahan terhadap goncangan atau gangguan
yang setiap saat menerpa, maka perlu pengikat yang terdiri dari
kontrol, evaluasi dan perbaikanberkelanjutan.
Keempat, Atap sebagai pelindung. Tiga unsur pembangunan
pribadi yang cerdas dan berkarakter tersebut akan menghasilkan output
yang baik bila di payungi dengan sekolah berbasis karakter.
Konsep Pengembangan Karakter
Sebenarnya dalam kurikulum KTSP berbasis kompetensi jelas
dituntut muatan soft skill yang tertuang dalam emotional
intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Namun
penerapannya tidaklah mudah sebab banyak tenaga pendidik
tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana penerapannya.
Soft skill merupakan bagian ketrampilan dari seseorang yang lebih
bersifat pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang
terhadap lingkungan di sekitarnya. Mengingat soft skill lebih
mengarah kepada ketrampilan
psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih tidak kasat mata namun
tetap bisa dirasakan. Akibat yang bisa dirasakanadalah perilaku sopan,
disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang lain
dan lainnya.
Keabstrakan kondisi tersebut mengakibatkan soft skill tidak
mampu dievaluasi secara tekstual karena indikator- indikator soft skill
lebih mengarah pada proses eksistensi seseorang dalam kehidupannya.
Pengembangan soft skill yangdimiliki oleh setiap orang tidak sama
sehingga mengakibatkantingkatan soft skill yang dimiliki masing-masing
individu juga berbeda.
Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menjadi bagian penting dalam proses
pendidikan, sehingga manakala pendidikan gagal dalam mencetak
manusia-manusia yang berkarakter maka sudah semestinya ada sebuah
evaluasi terhadap pelaksanaanpendidikan yang ada. Secara epistimologis
beberapa pihak memberikan definisi pendidikan karakter sebagai berikut:
Bagus Mustakim mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“suatu proses internalisasi sifat-sifat utama yang menjadi ciri khusus
dalam sebuah masyarakat ke dalam peserta didik sehingga dapat
tumbuh dan berkembang
menjadi manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai tersebut.”65Kemdiknas
menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan manayang salah, lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkankebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik
sehinggapeserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang
benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baikdan biasa
melakukannya (psikomotor).”66Pendidikan karakteryang baik harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuanyang baik (moral knowing),
akan tetapi juga merasakandengan baik atau loving good (moral
feeling), dan perilakuyang baik (moral action). Pendidikan karakter
menekankanpada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan
dan dilakukan. Dari beberapa pengertian di atas dapat dinyatakanbahwa
pendidikan karakter adalah proses internalisasi nilai- nilai tertentu melalui
pendidikan sehingga terbentuklah kepribadian dan akhlak mulia pada
peserta didik melalui pembiasaan terus-menerus, dipraktikkan dan
dilakukan.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Secara filosofis, pendidikan karakter lahir dari sebuah

65
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter, Membangun DelapanKarakter Emas
Menuju Indonesia Bermartabat (Yogyakarta: Samude-ra Biru, 2011), 29.
66
Tim Kemdiknas.2011.PedomanPelaksanaan Pendidikan Karakter.
http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp- content/uploads/NAS- KAH-RAN-
KEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011, 1.
keprihatinan atas kondisi bobroknya karakter pada bangsa ini,sehingga
pendidikan karakter secara tidak langsung menjadi problem solving yang
dicoba untuk diangkat dalam duniapendidikan. Soemarmo Sudarsono
seperti dikutip oleh Gede Raka menyatakan bahwa:
Lebih dari enam dekade, pendidikan karakter Indonesiabelum
mencapai kemajuan, bahkan dalam beberapa hal mengalami
kemunduran. Masih banyak korupsi, semakin meningkatnya
pelaku kekerasan terhadap orang yang berbeda kepercayaan,
berbeda suku, atauberbeda golongan, semakin semrawutnya lalu
lintas, dan semakin rusaknya lingkungan hidup. Semua itu
menjadi indikasi bahwa semakin banyak kita yang semakin
kehilangan kejujuran, semakin kehilangan kemampuan untuk
menghargai perbedaan, kehilangankedisiplinan, kehilangan tata
krama di ranah publik, dan kehilangan rasa tanggung jawab
sosial.67
Billy Graham dalam Gede Raka menyatakan bahwa: “Ketika kita
kehilangan kekayaan, maka kita tidak kehilanganapa-apa, ketika kita
kehilangan kesehatan, maka kita kehilangan sesuatu, namun ketika kita
kehilangan karakter, maka kita kehilangan segala-galanya.”68
Soemarmo Soedarsono dalam Gede Raka menyatakanbahwa:
“Pendidikan karakter adalah proses yang tidak boleh berhenti. Pemerintah
boleh berganti dan raja boleh turuntakhta, namun pendidikan karakter
harus berjalan terus.”69 Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek
yang ada awal dan akhirnya. Pendidikan Karakter diperlukan agar

67
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, xi.
68
bid., xi
69
Ibid.,21.
setiap individu menjadi orang yang lebih baik, menjadi wargamasyarakat
yang lebih baik dan menjadi bagian dari warga negara yang lebih baik.
Gede Raka menyatakan bahwa:
Meningkatnya kompetensi manusia dalam penguasaanilmu
pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya disertai
peningkatan kebajikan dalam hati manusia. Kompetensi yang
tidak disertai dengan kebajikan cenderung akan membawa
umat manusiake keadaan yang mengancam kualitas
kehidupannya bahkan keberadaannya. Oleh karena itu, adalah
suatuhal yang sangat mendesak untuk menegakkan kembali
pendidikan karakter bagi masyarakat luas, termasuk pendidikan
karakter di sekolah.70
Begitu pentingnya pendidikan karakter di tengah-tengah
kehidupan kita, sehingga semua komponen
dalam lingkup pendidikan harus memahami pentingnya
pembentukan karakter dalam diri peserta didiknya. Kegagalandalam
membentuk karakter bisa bermakna mempersiapkankegagalan
masa depan peserta didik dan bangsanya, begitujuga dalam dunia
kerja yang notabene adalah fase kehidupanyang segera akan dilalui
oleh peserta didik khususnya olehpeserta didik yang menempuh
jenjang pendidikan menengah.Seperti apa yang telah diungkapkan
oleh Gede Raka bahwa:
Perusahaan-perusahaan yang hebat lebih mencari orang yang
berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak
memerlukan motivasi dariorang lain, sebab mereka akan
memotivasi dirinyasendiri. Perusahaan-perusahaan yang hebat
tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak
penting, tetapi menganggap bahwa pengetahuan

70
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, 14.
dan keahlian khusus itu bisa dipelajari, sementara dimensi-
dimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos
kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya lebih dalam
dan lebih sulit dirubah.71
Pembentukan karakter bagi setiap peserta didik jenjangmenengah
mempersiapkan generasi muda yang tangguh di tengah arus global.

Pengembangan Nilai Karakter di Jenjang


Pendidikan Perguruan Tinggi
Dalam Bagus Mustakim minimal terdapat delapan karakter yang
harus dikembangkan dalam praktek pendidikandan pembelajaran di
Indonesia.72 Delapan karakter tersebut akan dibahas satu persatu sebagai
berikut:
Pertama adalah Etos Spiritual. Abdul Hamid Hakim dalam Bagus
Mustakim menyebutkan, ada lima nilai utama keagamaan yang bisa
dijadikan menjadi etika spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Lima nilai
tersebut adalah percayapada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan menciptakan
seluruh alam yang ada termasuk manusia, manusia adalah makhluk yang
bertanggung jawab kepada-Nya, salah satu perbuatan yang berkenan
adalah berbuat baik kepada sesama, danmanusia akan merasakan
akibat pebuatannya, baik dan
buruk, dalam suatu kehidupan abadi di “Hari Kemudian”.73

71
Raka, Pendidikan Karakter di Sekolah, 29.
72
Mustakim, Pendidikan Karakter, 72.
73
Ibid, 74
Etos spiritual merupakan sikap karakter yang dibangun dari nilai-nilai
keagamaan. Seorang guru memiliki kewajiban mengartikulasikan nilai-
nilai utama dalam bentuk etika spiritual yang menjadi jalan hidup bagi
peserta didik.
Kedua, etos mutu. Etos mutu yang patut dikembangkandalam
rangka menghadapi era informatika, baik secara kompetensi/skill maupun
kesiapan mental sebagai tugas seorang pengajar dalam membentuk
karakter siswanya. Teknologi informasi bukan kebutuhan melainkan
menjadi bagian hidup yang tidak bisa dilepaskan bagi peradaban manusia
di era global dan era psotmodern. Seorang guru harus mampu memiliki
sikap preventif dalam mencegah terjadinya shock culture akibat terjadinya
perubahan teknologiyang begitu cepat. Seorang guru perlu
mempersiapkan peserta didiksedini mungkin dalam mempersiapkan karya
danprestasi menanggapi kemajuan teknologi informatika.Dengan
demikian etos mutu merupakan karakter yang berkenaandengan
penguasaan IPTEK dan kemampuan daya saing global. Guru harus
mampu menjembatani adanya perubahantatanan daya saing global yakni
memiliki kompetensi keilmuandan mental.
Ketiga, keterbukaan. Chamim (2003:81) dalam Bagus
Mustakim menyebutkan bahwa “diantara nilai-nilai keterbukaanantara lain
adalah kebolehan (berpendapat, berkelompok dan berpartisipasi),
menghormati orang atau kelompoklain,kesetaraan, kerja sama,
persaingan dan kepercayaan.”74

74
Mustakim, Pendidikan Karakter, 77
Dalam membentuk karakter remaja, guru
mendesainpembelajaran yang diarahkan kepada
pengembangan nilaikarakter keterbukaan dalam diri peserta didik
sehinggadihasilkan peserta didik yang memiliki pandangan kritis,
terbuka dan luas terhadap setiap aspek. Karakter keterbukaanakan
membukan ruang-ruang kompetensi yang sehat danjujur.Keempat
adalah multikultural. Multikulkutural
merupakan karakter yang hendak dibangun atas dasarkesadaran
kemajemukan yang terjadi dalam masyarakat.Karakter multikultural
adalah bentuk sikap yang bersediamenerima dan mengaku
keberadaan kelompok lain.Kesadaran demikian memiliki
pengertian kesediaan berlakuadil dengan kelompok lain atas dasar
saling menghormati,bekerja sama, hidup damai dan saling pengertian
satudengan lainnya. Setiap peserta didik agar menanamkan sikapkarakter
multikultural agar memiliki wawasan yang terbukadalam menerima
keberadaan kelompok yang berbeda dengankeberadaan peserta didik
secara adil, berkompetisi secara
aman dan damai dalam membangun Indonesia.
Kelima, kecerdasan kritis. Dewasa ini dibutuhkan sebuah karakter
kecerdasan kritis sebagai bentuk kemampuanpeserta didik untuk
mengidentifikasikan ketidakadilan yang terjadi. Sudah semestinya
pendidikan memberikan danmenciptakan ruang dan kesempatan bagi
peserta didik dalamproses penciptaan keadilan bagi masyarakat. Kecerdasan
kritisakan memotivasi peserta didik untuk peduli terhadap sesama
yang mengalami kesenjangan sosial, dengan demikian dapatdiharapkan kelak nanti akan
muncul generasi muda yang peka dan peduli terhadap masalah-masalah ketidakadilan dalam
masyarakat.
Keenam, peduli lingkungan. Peduli lingkungan merupakan karakter yang mewujudkan
kecintaan dan kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan tempatlingkungan dimana peserta
didik berada. Karakter peduli lingkungan bisa dimulai dari hal-hal yang sepele sebagaicontoh
pembuangan sampah ditempatnya, pembersihan Daerah Aliran Sungai, pemisahan sampah
organik dan non organik hingga sampai tindakan perumusan rencana tindakanprogram- program
kepedulian lingkungan.
Ketujuh, berwawasan maritim. Indonesia merupakan wilayah dengan kelautan yang
sangat luas, sehingga dibutuhkan kesadaran wawasan maritim dari setiap peserta didik.
Kesadaran wawasan maritim merupakan kesadaranuntuk mengembangkan dan memanfaatkan
potensi kelautan/kemaritiman. Dengan dibangunnya kesadaran wawasankemaritiman maka
peserta didik akan menyadari kekayaan potensi kelautan sehingga kekayaanini dapat
dieksplorasi dandigunakan bagi kemakmuran bersama serta sebagai ujung tombak kekuatan
sosial dan ekonomi bangsa.
Kedelapan, tanggung jawab global. Generasi mudadiharapkan dapat mengikuti
perkembangan dunia secara global khususnya dalam perkembangan dunia teknologi.

Hasil Observasi dari Peran Pendidikan Agama Kristen terhadap Peningkatan


Kualitas Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Papua Supiori
Berdasarkan dari hasil penelitian ini,maka penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi
Variabel Bebas (Variabel X) adalah Pendidikan Agama Kristen dan Variabel Terikat (Variabel
Y) adalah Mahasiswa STT Papua Supiori,dan dapat digambarkan sperti padqa tabel dibawah
ini:

Kualitas Mashasiswa
Pendidikan Agama Karakter STT Papua
Kristen
Supiori

Dari hasil pengamatan langsung dari penulis ,dapat diambil beberapai kesimpulan dalam
bentuk lembaran observasi adalah sebagai berikut :
LEMBARAN OBSERVASI STT PAPUA SUPIORI

SKOR
NO INDIKATOR 6 7 8 9 10 KETERANGAN
1 RAJIN BERDOA DAN MEMBACA ALKITAB 9
2 BERSIKAP RAMAH TERHADAP SEMUA  8
ORANG
3 MENOLONG TANPA DITAWARKAN 8
SEBELUMNYA
4 MENYELESAIKAN TUGAS DENGAN BAIK 9
5 DATANG LEBIH AWAL PADA SEMUA 9
KEGIATAN
6 MENJAGA PERKATAAN DAN SIKAP 8
7 BERANI MENYAMPAIKAN KEBENARAN 8
8 JUJUR TERHADAP DIRI SENDIRI DAN ORANG 8
LAIN
9 MENGHORMATI DAN MENGASIHI SEMUA 9
ORANG
10 SELALU MEMBANGUN HUBUNGAN BAIK 9

Berdasarkan 10 indikator diatas ,maka diperoleh Skor terbesar yaitu 9 diperoleh

dari Indikator Rajin Berdoa dan Membaca Alkitab,Menyelesaikan Tugas dengan

Baik,Datang Lebih Awal pada semua Kegiatan,Menghormati dan Mengasihi semua Orang,

dan selalu Membangun Hubugan Baik. Selanjutnya indikator yang memperoleh Skor 8

adalah Bersikap Ramah terhadap semua Orang,Menolong tanpa Ditawarkan

sebelumnya,Menjaga Perkataan dan Sikap,Berani Menyampaikan Kebenaran,dan Jujur

terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain.

Dari hasil penelitian diatas dapat ditariksuatu kesimpulan bahwa Peran pendidikan

Agama Kristen sangat meningkatkan Kaulitas Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi

Papua Supiori.
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Karakter adalah hal yang terpenting dalam hidup ini. Sekalipun sesorang bisa

mencapai puncak kesuksesan didalam hidup ini,namun jika orang itu gagal dalam

membangun karakternya maka dipastikan semua yang telah dibangun bias hancur seketika

diakibatkan oleh Moral yang rusak. Sehingga perlunya dibangun karakter yang baik dan

teruji untuk bisa bertahan dalam proses dan perjuangan hidup ini.

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa Peran pendidikan

Agama Kristen sangat meningkatkan Kaulitas Karakter Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi

Papua Supiori.

Saran

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca,karena sperti

pepatah mengatakan bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak’.penulisan Karya Ilmiah ini jauh

dari kesempurnaan sehingga penulis sangat membutuhkan masukan dan ide untuk

peyempurnaan penulisan ini sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak untuk

kemualiaan Nama Tuhan Kita Yesus Kristus.

Anda mungkin juga menyukai