Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ACETABULUM
A. Pengertian
Fraktur Acetabulum disebabkan gerakan cepat femur ke pelvis, misal pada
dashboard injury. Fraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur dan
acetabulum. Fraktur pelvis dapat mengenai orang muda dan tua. Biasanya, pasien yang
lebih muda dapatmengalami fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan,
sedangkan pasien lansiadapat mengalami fraktur pelvis akibat trauma ringan.
1. High-Energy Fractures
Fraktur pelvis dengan taruma berat jarang terjadi,2/3 pasien juga memiliki
cederamuskuloskeletal lain,dan lebih dari 1/2 pasien memiliki cedera pada
multisistem.(19) pada 75% kasus disertai dengan perdarahan,12% cedera
urogenital,dan 8% cedera pleksus lumbosakral.Dalam sebuah penelitian didapatkan
55% merupakan kasus fraktur cincin pelvis stabil, 25% fraktur pelvis tidak stabil di
rotasi, 21% tidak stabil pada tranlasi,16% merupakan fraktur pelvis yang disertai
fraktur acetabulum.
2. Low-Energy Fractures
Fraktur pelvis dan acetabulum dengan trauma ringan lebih sering terjadi
daripadadengan trauma berat.Wanita lebih sering terkena,dan kebanyakan pasien
tidak mengalami cedera lainnya.Dalam sebuah penelitian pada pasien usia 60 tahun
dan lebih,didapatkan cedera cincin pelvis stabil pada 45 dari 48 pasien; 87% pasien
adalah wanita.Dalam 3/4 kasus disebabkan oleh jatuh dengan kekuatan ringan.
Fraktur pelvis disertaidengan fraktur acetabulum terjadi pada 25% kasus.

B. Tipe Cedera
1. Fraktur Yang Terisolasi Dengan Cincin Pelvis Yang UtuhFraktur avulse. Sepotong
tulang tertarik oleh kontraksi otot yang hebat, fraktur ini biasanya ditemukan pada
para olahragawan dan atlet.
2. Fraktur Langsung
Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi,
dapatmenyebabkan fraktur iskium atau ala osis ilii. Biasanya diperlukan istirahat di
tempat tidur hingga nyeri mereda.
3. Fraktur tekanan
Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan (dan sering tidak nyeri) pada
pasienosteoporosis atau osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit didiagnosis
adalah fraktur-tekanan di sekitar sendi sakro-iliaka; ini adalah penyebab nyeri
“sakro-iliaka” yang tak lazim pada orang tua yang menderita osteoporosis. Fraktur
tekanan yang tak jelas terbaik diperlihatkan dengan Scan radioisotop.
4. Fraktur Pada Cincin Pelvis
Karena kakunya pelvis, patah di suatu tempat padacincin pasti disertai kerusakan
pada tempat kedua; kecuali fraktur akibat pukulan langsung(termasuk fraktur pada
lantai asetabulum), atau fraktur cincin pada anak-anak, yang simfisisdan sendi
sakro-iliakanya masih elastis.

C. Mekanisme Trauma
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar
ataukarena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau osteomalasia
dapatterjadi fraktur stress pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul maka
keretakan pada Fraktur Pelvis salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik
lain, kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau
mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-
iliaka.Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas :
1. Kompresi anteroposterior
Akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan.Ramus pubis
mengalami fraktur, tulang inominata terbelah, dan mengalami rotasieksterna disertai
robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagaiopen book injury. Bagian posterior
ligamen sakro-iliaka mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian
belakang ilium.
2. Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal
initerjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dariketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalamifraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakri-iliaka atau
fraktur ilium ataudapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
3. Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini
terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
4. Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas.

D. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat
tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar
atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia
dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

F. Gambaran Klinik
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang
dapatmengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,
deformitasserta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan
anemi dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak
bawah.
Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada
visera pelvis. Sinar-X polos dapat memperlihatkan fraktur.
Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tak dapat
berdiri; dia mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus
eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan usaha
menggerakkan satu atau kedua ala osis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin
mengalami anestetik sebagiankarena cedera saraf skiatika dan penarikan atau
pendorongan dapat mengungkapkanketidakstabilan vertikal (meskipun ini mungkin
terlalu nyeri). Cedera ini sangat hebat,sehingga membawa risiko tinggi terjadinya
kerusakan viseral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal, syok, sepsis, dan
ARDS, angka kematiannya cukup tinggi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis
dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila
keadaan umum memungkinkan.
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
a. Kateterisasi
b. Ureterogram
c. Sistogram retrograd dan postvoiding
d. Pielogram intravena
e. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF.

I. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan
antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau
tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok.
f. Trauma pada saraf :
1) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi.
Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang
bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi
seksual apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur
pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan
sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang
akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensator
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara
masuk RS, penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya, riwayat
penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta pengobatan
yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM
pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat ini,
biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang
lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu
makan menurun.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang
berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit
herediter/keturunan lainnya (anggota keluarga dengan riwayat penyakit
yang sama).
c. Data pola kebiasaan sahari-hari
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang
diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan
konsumsi diit atau makanan sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan
bandingkan pada waktu sehat, catat porsi makan yang dihabiskan,
keluhan saat makan serta kemandirian dalam pelaksanannya.
b) Minuman
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan
jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang
dirasakan pasien dan kemandirian dalam melaksanakannya.
2) Eliminasi
a) Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya,
bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik
urine (warna, konsistensi dan bau serta temuan lain) serta keluhan
yang dirasakan selama BAK dan kemandirian dalam
melaksanakannya serta alat bantu yang dipakai.
b) Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit
dengan sehat serta catat karakteristik feses(warna, konsistensi dan
bau serta temuan lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB
dan kemandirian dalam melaksanakannya.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Tingkat kesadaran 
b) Berat badan  
c) Tinggi badan
2) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan
luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut sertakebersihannya
dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
b) Wajah:  Amati adanya oedema/hematom, perlukaan disekitarwajah
(rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan
temuan lain saat melakukan inspeksi.
c) Mata      : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya,
diameterpupil, kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll)
keadaan kelopak mata dan konjungtiva serta temuan lainya.
d) Hidung  : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan, keadaanseptum,
adanya sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya
pernafasan  cuping hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi
(rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
e) Bibir      : Amati adanya oedema, permukaan (rinci keadaanluka, luas
luka, adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa
bibir serta  temuan lain saat melakukan inspeksi.
f) Gigi       : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta
temuan lain saat melakukan inspeksi.
g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah serta
temuan lain saat melakukan inspeksi.
3) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher
serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan 
lain saat melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid
jika ditemukan pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan
lengkap dengan satuannya.
4) Dada/thorak
a) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit
pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya
fraktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
b) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot
oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana
daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan
didaerah luka insisi.
c) Perkusi  : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasusfraktur.
d) Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan gerakanudara
melalui struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur
sulit bergerak. Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang
sakit jarang dilakukan.
5) Jantung
a) Inspeksi : Amati ictus cordis.
b) Palpasi  : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan
kekuatanangkanya.
c) Perkusi : Tentukan batas-batas jantung.
d) Auskultasi : Dengarkan irama denyutan jantung, keteraturandan
adanya bunyi tambahan.
6) Perut/abdomen
a) Inspeks : Amati adanya pembesaran rongga abdomen,keadaan
kulit, luka bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat
melakukan inspeksi.
b) Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan catatfrekuensinya
dalam 1 menit.
c) Palpasi : Raba ketegangan kulit perut, adanya
kemungkinanpembesaran hepar, adanya massa atau cairan.
d) Perkusi : Dengarkan bunyi yang dihasikan dari ketukandirongga
abdomen bandingkan dengan bunyi normal.
7) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta temuan
lain saat melakukan inspeksi.
8) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan
pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.
9) Sistem integument
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka
serta temuan lain saat pemeriksaan.
10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit
yang berhubungan dengan sistem neurologis)
a) Glascow Come score  
b) Tingkat kesadaran 
c) Refleks fisiologis
d) Reflek patologis
e) Nervus cranial I – XII

2. Diagnosa Keperawatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur
tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan neuromuskuler,
nyeri.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut Setsetelah dilakukan Asuhan Manajemen
keperawatan tingkat nyeri :
kenyamanan klien  Kaji nyeri secara
meningkat, tingkat nyeri komprehensif termasuk
terkontrol dg KH: lokasi, karakteristik,
 Klien melaporkan durasi, frekuensi,
nyeri berkurang dg kualitas dan faktor
scala 2-3 presipitasi.
 Ekspresi wajah tenang  Observasi reaksi
 klien dapat istirahat nonverbal dari ketidak
dan tidur nyamanan.
v/s dbn  Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
 Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
 Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
analgetik :.
 Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
 Cek program
pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi ambulasi


fisik keperawatan terjadi  Kaji kemampuan pasien
peningkatan dalam melakukan
Ambulasi :Tingkat ambulasi
mobilisasi, Perawtan diri  Kolaborasi dg
dengan kriteria hasil: fisioterapi untuk
a) Peningkatan aktivitas perencanaan ambulasi
fisik  Latih pasien ROM
pasif-aktif sesuai
kemampuan
 Ajarkan pasien
berpindah tempat
secara bertahap
 Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
 Edukasi pada pasien
dan keluarga
pentingnya ambulasi
dini
 Edukasi pada pasien
dan keluarga tahap
ambulasi
Berikan reinforcement
positip atas usaha yang
dilakukan pasien.
3 Defisit perawatan diri Self care : Activity of Dail Selfr Care assistane:
Living (ADLs) ADLS
Setelah dilakukan tindakan  Monitor kemampuan
keperawatan Defisit pasien terhadap
perawatan diri teratas perawatan diri
dengan kriteria hasil:  Monitor kebutuhan
 Pasien dapat akan personal hygiene,
melakukan aktivitas berpakaian, toileting
sehari-hari. dan makan
 Kebersihan diri pasien
terpenuhi  Beri bantuan sampai
pasien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri
 Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
 Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
 Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi msalah kesehatan klien (Nursalam,
2008).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkanperawat untuk memonitor keadaan
pasien selama pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi intervensi
(Nursalam, 2008).

Anda mungkin juga menyukai