PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik atau sengketa lingkungan pada umumnya memiliki ciri khusus seperti
sifatnya yang rumit (polycentric) karena pembuktian yang bersifat ilmiah (sciantifically
pihak (stakeholders) yang tidak hanya terbatas pada “injurer vs injured” (pihak pencemar
atau perusak dengan pihak yang dirugikan ) akan tetapi juga merka yang memiliki
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup (UUPLH) dan kemudian diganti
Lingkungan Hidup. Salah satu hal yang penting dalam UUPPLH ini adalah pengaturan
Lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 87.
1
Akib, Muhammad. Hukum Lingkungan, Presfektif Global dan Nasional.Jakarta: Rajawali
Press, 2013, hal 97
2
Harahap, M. Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1997.hal 8
tentang bentuk pilihan (negosiasi, mediasi, arbitase) dan besarnya ganti kerugian serta
tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.3
penurunan mutu lingkungan hidup di suatu wilayah atau lingkungan masyarakat tertentu.
Hal ini tidak terlepas dari kegiatan korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam
dalam jumlah besar sebagai salah satu faktor produksi untuk menunjang operasional yang
secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat
sekitar. Hal ini tentu bisa menjadi pemicu timbulnya sengketa antara korporasi dan
masyarakat.4
“sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul
dari kegiatan yang berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup.”
bersifat sukarela dan lebih menenkankan penyelesaian diluar pengadilan, artinya para
pihak yang bersengketa dapat memilih forum penyelesaian sengketa lingkungan hidup
apakah melalui pengadilan atau di luar pengadilan dan proses penyelesaian melalui
3
Ibid, hal 37
4
Ibid, hal 94
pengadilan hanya dapat dilakukan jika proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan
Hampir setiap hari media massa memberitakan kerusakan lingkungan yang terjadi tiap
daerah. Kasus-kasus lainnya yang tidak sempat diberitakan, tentu masih banyak lagi.
Sedang isu pokok Penegakan Hukum Lingkungan sampai dengan sekarang ini masih
berkisar pada masalah pencemaran oleh pihak industri atau perusahaan, masalah
Kasus pencemaran dan perusakan lingkungan ini adalah sangat berbahaya bagi
oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, baik itu
pertambangan, kehutanan dan lain-lain. Kalau ini terjadi yang rugi bukan satu dua orang
saja melainkan seluruh umat manusia dibumi ini. Oleh karena itu aspek penegakan
hukum memerlukan perhatian dan aksi pemberdayaan secara maksimal terutama pada
Tanjung Wana Sejahtera (TWS) sebagai pemegang Hak Pengusaha Hutan (HPH) di
5
Rahmadi , Takdir. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Sawitri ,
Handri Wirastuti dan Rahadi Wasi Bintoro. Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya, Purwokerto: Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2010 Cet. 1. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2010, hal
66
6
Harahap, M. Yahya. Op.cit, hal 13
7
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.hal 49
kawasan hutan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku terus dilakukan
masyarakat adat Desa Solea dan Desa Makububui, Kecamatan Taniwel Timur,
Kabupaten SBB, dibantu sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Makina,
memblokir ruas jalan yang menghubungan sejumlah desa di Kecamatan Taniwel. Dengan
dalih untuk menyelamatkan kawasan hutan adat di Kabupaten SBB, aksi palang jalan ini
dilakukan sebagai bentuk penolakan atas rencana kehadiran perusahaan HPH PT TWS
dan beberapa perusahan lainnya, yang akan melakukan penebangan kayu di kawasan
hutan adat.8
Warga adat dan mahasiswa juga meminta agar Bupati SBB untuk menolak
perusahaan ini, dinilai dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada
bencana yang akan dialami warga setempat9 Dari kasus tersebut, penerapan bentuk azas
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah mulai familiar di Indonesia. Saat ini telah
biasa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). Format ADR yang
digunakan dalam kasus ini adalah menggunakan pendekatan negosiasi dan mediasi.
Hanya saja, bentuk ADR ini belum secara maksimal mengatasi pencemaran yang terjadi.
10
Di di Kecamatan Taniwel kabupaten Seram Bagian Barat
8
Berita Beta.com, Ambon,edisi Senin (26/11/2018). Di Akses pada tanggal 18 April 2019 Pukul
23.00 WIT
9
Ibid
10
Ibid, hal 75
PENYELESAIAN KONFLIK HUKUM LINGKUNGAN DI DESA TANIWEL
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang inngin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Barat
2. Sebagai sala satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakukltas Hukum
Universitas Pattimura.
D. Kegunaan Penelitian
2. Dapat menjadi masukan kepada masyarakat adat dan Pemerintah Desa Taniwel,
Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbulkan adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan.11
yang bermuatan konflik atau kontroversi di bidang lingkungan yang secara leksikal
”perse1isihan para pihak ansich, tetapi perselisihan yang diiringi adanya “tuntutan”
(claim). Tuntutan adalah atribut primer dari eksistensi suatu sengketa (konflik). Dengan
lingkungan sekedar “perselisihan antara dua pihak atau lebih…” tanpa mencantumkan
“claim” adalah kurang lengkap dan tidak merepresentasikan secara utuh keberadaan suatu
sengketa.13
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbul dari kegiatan yang beroptensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
ADR adalah sebuah istilah asing yang memiliki berbagai arti dalam bahasa indonesia
11
Akib, Muhammad, Loc.cit, hal 81
12
Harahap, M. Yahya. Loc.cit, hal 64
13
Ibid, hal 86
(MAPS) ,pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dan mekanisme penyeselaian
Alernative Dispute Resolution (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk
penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur
Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
berkelanjutan untuk menjamin keutuhan lingkungan hiudp untuk generasi kedepan. Oleh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk
itu dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan
14
Akib, Muhammad, Op.cit, hal 72
15
Ibid, hal 78
16
ibid, 79
seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup.
yaitu : 17
terjadi antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi
kepentingan ekonomi di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban
untuk melindungi lingkungan dan suber daya alam di sisi lain. 18 Sengketa yang
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada
pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi,
di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini telah dijamin dalam undang-undang yang
17
Suyud Margono, ADR(alternative dispute resolution) & Arbitrase, cet II(Bogor :Ghalia
Indonasia, 2004), hal 90
18
Soemarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hhidup dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan:
1991, hal 63
yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup .19
tidak dapat dihindari selama manusia masih menghirup udara dalam kehidupan. Konflik
dapat terjadi karena adanya suatu perubahan yaitu sesuatu yang berbeda dari sebelumnya,
bisa juga terjadi karena adanya perbedaan antara keinginan/perasaan dengan kenyataan
yang terjadi.20
Konflik antara individu dengan individu atau antar kelompok dapat terjadi ketika
dua orang atau lebih berlomba untuk mencapai tujuan yang sama atau memperoleh
sumber yang jumlahnya terbatas. Timbulnya konflik merupakan pertanda akan adanya
krisis dalam hubungan manusia, dan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi
konflik (sengketa) itu adalah mengadakan usaha untuk memperbaiki hubungan tersebut.21
berpandangan yang sama.22 Sampai saat ini, banyak dari kalangan mereka hanya terpaku
memilih jalur litigasi dan melupakan serta mengabaikan cara-cara penyelesaian sengketa
melalui jalur non-litigasi, dalam hal ini Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau
19
Imaniyati, Neni Sri. Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi. Bandung: CV.
Mandar Maju. 2013.hal 84
20
Suyud Margono, Loc.cit, hal 73
21
Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkunga, Buku I Umum, Jakarta: Bina Cipta, 1985, hal 76
22
Yazid , TM. Lutfi. Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Environmetal Dispute Resolution),
Surabaya: Airlangga University Press–Yayasan Adikarya IKAPI–Ford Foundation, 1999, hal 16
lebih dikenal dengan istilah Alernative Dispute Resolution (ADR) atau sering juga disebut
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
ahli.
sebagai berikut:24
hitungan hari, minggu atau bulan, tidak seperti halnya penyelesaian lewat jalur
litigasi;
3. Sifatnya informal karena segala sesuatunya dapat ditentukan oleh para pihak yang
23
Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti. 2013.
24
Abbas, Syahrizal Abbas. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat Dan Hukum
Nasional. Cet. 1. Kencana: Jakarta, 2009, hal 72
4. Kerahasiaan terjamin, artinya materi yang dibicarakan hanya diketahui oleh
kalangan terbatas, sehingga kerahasiaan dapat terjamin dan tidak tersebar luas
atau terpublikasikan;
5. Adanya kebebasan memilih pihak ketiga, artinya para pihak dapat memilih pihak
ketiga yang netral yang mereka hormati dan percayai serta mempunyai keahlian
dibidangnya.
6. Dapat menjaga hubungan baik persahabatan, sebab dalam proses yang informal
para pihak berusaha keras dan berjuang untuk mencapai penyelesaian sengketa
jalur ADR akan lebih mudah mengadakan perbaikan terhadap kesepakatan yang
8. Bersifat final, artinya putusan yang diambil oleh para pihak adalah final sesuai
9. Pelaksanaan tatap muka yang pasti, artinya para pihaklah yang menentukan secara
pasti baik mengenai waktu, tempat dan agenda untuk mendiskusikan dan mencari
10. Tata cara penyelesaiannya sengketa diatur sendiri oleh para pihak, sebab tidak
25
Ibid, hal35
Dilihat dari hal tersebut sebenarnya penyelesaian sengketa melalui APS
merupakan hal yang sangat ideal, mengingat keadilan muncul dari para pihak. Hal ini
keadilan muncul dari hakim atau arbiter.26 Sifat lain dari penyelesaian sengketa melalui
APS adalah kesukarelaan. Tanpa adanya kesukarelaan di antara para pihak, maka APS
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
2. Tipe Penelitian
yng ditemui dan kemudian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat
khusus.
26
Akib, Muhammad. Loc.cit, hal 85
27
Usman, Rachmadi. Op.cit, hal 44
28
SoejonoSoekantodan dan Sri Mamuji, PenelitianHukumNormatif, Radjawali, Jakarta, 1985, hal
14
29
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), Hal 66
30
Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Radjawali.Jakarta 1985 Hal
17
Dalam penelitian ini,sumber bahan hukum yang diperoleh berupa bahan
a. Data Primer
Sehubungan dengan itu, maka bahan hukum primer yang digunakan adalah :
AlternativePenyelesaian Sengketa
b. Data Sekunder
primer, diantaranya berasal dari karya para sarjana, jurnal, data yang
penulisan proposal ini adalah teknik pengumpulan bahan hukum sekunder yang
undangan dan bahan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti
penelitian karena akan menjawab semua persoalan yang timbul dari pokok
permasalahan yang ada. Analisis bahan hukum dapat dilakukan setelah semua