DISLOKASI GENU
Disusun Sebagai Syarat Kelengkapan Program Dokter Internsip Oleh :
Dokter Pendamping :
A. Anatomi
Kompleks lutut distabilisasi oleh 6 ligamen utama disertai beberapa otot dan
tendon. Pergerakan anterior dan posterior dibatasi oleh ligamentum cruciatum
anterior (LCA) dan ligamentum cruciatum posterior (LCP). Pada pergerakan
dengan gaya yang besar pada valgus dibatasi oleh ligamentum collateral medial
(LCM) sedangkan pada varus dibatasi oleh ligammentum collateral lateral (LCL).
Sedangkan meniscus lateral dan meniscus medial akan menstabilasasi pada
pergerakan rotational. Otot-otot yang membantu dalam menstabilisasi lutut antara
lain ialah musculus vastus lateralis, musculus vastus medialis, musculus vastus
intermedius, musculus rectus femoris, musculus biceps femoris, musculus semi
tendinosus, musculus semimebranosus, musculus satorius, musculus gracilis,
musculus iliotibial, musculus popliteus, dan musculus gastrocnemius. 3
Arteri poplitea melekat secara proximal pada adductor hiatus dan secara
distal melekat pada musculus soleus. Didalam fossa poplitea, arteri poplitea
bercabang menjadi 5 arteri genicularis yaitu sepasang arteri genicularis superior,
sepasang arteri genicularis inferior dan arteri genicularis media. Bersamaan
dengan arteri tibilasis anterior dan arteri femoralis lateralis akan menyuplai area
kolateral dan lutut. Arteri genicularis tidak bisa mengkompensasi apabila terjadi
ruptur pada arteri poplitealis. 3
B. Mekanisme Cedera
Dislokasi pada genu secara mekanisme dapat dibagi menjadi kedalam
kategori kecepatan tinggi dan kecepatan rendah. Pada mekanisme cedera dengan
kecepatan tinggi umumnya terjadi mendadak dengan gaya yang kuat seperti
kecelakaan mobil. Pada dislokasi yang terjadi akibat kecepatan tinggi, dapat
menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak seperti tendon, meniskus,
dan kartilago. Pada kecepatan tinggi juga dimungkinkan terjadinya kerusakan
neurovaskular. 3
Pada dislokasi genu dengan kecepatan rendah, umumya terjadi pada
keadaan olahraga dan umumnya terjadi pada atlit atletik. Pada dislokasi kecepatan
rendah jarang sekali terjadi kerusakan jaringan sekitar dan memiliki prognosis
yang lebih baik daripada dislokasi genu kecepatan tinggi. 3
Selain berdasarkan gaya yang terjadi, dislokasi genu umumnya
diklasifikasikan sesuai terjadinya pergesaran pada tibia. 5 tipe dari dislokasi genu
antara lain anterior, posterior, medial, lateral, dan rotasi. Pada tipe rotasi dapat
dibagi lagi menjadi anteromedial, posteromedial dan posterolateral. Dislokasi
posterolateral merupakan yang paling sulit untuk direduksi secara metode
tertutup. 3
Mekanisme paling sering dari dislokasi tipe anterior ialah hiperekstensi
yang sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dan juga terjadi pada olahraga
seperti sepak bola atau rugby. Pada dislokasi posterior mekanisme tersering ialah
gaya langsung pada tibia ketika lutut fleksi yang memaksa tibia ke arah posterior
dari femur. Mekanisme ini umumnya terjadi ketika tibia menabrak dashbord
(dinding dalam mobil) atau atlit terjatuh saat lutut fleksi. 3
Pada dislokasi medial dan lateral terjadi karena gaya yang terjadi pada saat
varus dan valgus. Pada dislokasi rotational terjadi karena ada gaya rotasi yang
terjadi. Pada dislokasi posterolateral yang paling sulit dilakukan reduksi terjadi
karena adanya stress valgus disertai rotasi internal tibia yang membuat lutut
fleksi.3
C. Klasifikasi
Berdasarkan keterlibatan ligamen yang ruptur, dislokasi genu
diklasifikasikan menggunakan klasifikasi Schenck yaitu:
KD I
Pada KD I terjadi keterlibatan LCA atau LCP
KD II
Cedera hanya pada LCA dan LCP saja (2 ligamen)
KD III
Cedera pada LCA, LCP dan LCM atau LCL (3 ligament)
KD IV
Cedera pada 4 ligamen, pada klasifikasi ini paling sering terjadinya
keterlibatan cedera neurovaskular
KD V
Pada klasifikasi ini terjadi cedera multiligamen dengan fraktur
periartikular. 3
D. Penegakan diagnosis
a. Penilaian awal
Rekognisi merupakan aspek paling penting ketika berhadapan dengan
dislokasi genu. Jika lutut secara spontan telah direduksi sebelum diperiksa akan
mudah sekali terlewatkan, dan bisa menyebabkan lewatnya pemeriksaan
ekstremitas secara menyeluruh. Pada saat berhadapan dengan suspek dislokasi
genu maka penilaian neurovaskular segera menjadi fokus utama. Jika dirasa aman,
maka alas kaki harus dilepaskan secara hati-hati untuk evaluasi neurovaskular
yang lebih akurat. Pasien akan datang dengan riwayat trauma dan deformitas pada
lutut dan disertai dengan keluhan nyeri pada lutut dan terjadi instabilitas dan tidak
bisa beraktivitas seperti biasa.3
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan deformitas umumnya pasien
mendengar seperti bunyi pop pada saat cedera. Nyeri cenderung membaur
terutama saat palpasi dan terjadi keterbatasan ROM. Pemeriksaan untuk melihat
keterlibatan ligamen diperlukan. Pemeriksaan lachman dan anterior drawer
dilakukan untuk memeriksa LCA. Pemeriksaan posterior drawer dan posterior
sag dilakukan untuk pemeriksaan LCP. Pada LCM dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan varus sedangkan pada pemeriksaan valgus untuk melihat kondisi
LCL. Pemeriksaan McMurray dilakukan untuk pemeriksaan meniscus. Pada
dislokasi posterolateral dapat ditemukan dimple sign. 3
c. Pemeriksaan vaskular
Pada pemeriksaan vaskular, prioritas utama ialah untuk menyingkirkan
cedera vaskular. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan setelah reduksi.
Pemeriksaan serial pada nadi dorsalis pedis dan posterior tibialis perlu dilakukan
baik pada ekstremitas yang cedera maupun yang sehat. Nadi yang teraba tidak
menyingkirkan cedera vaskular karena vaskularisasi dari kolateral dapat
memberikan kompensasi. Lakukan pemeriksa Ankle-Brachial Index (ABI). Jika
ABI > 0,9 maka dilakukan monitor secara serial, jika ABI < 0,9 maka lakukan
USG duplex atau CT angiography dan terjadi cedera arteri maka dilakukan
operasi vaskular. 2
Jika nadi tidak teraba maka lakukan reduksi segera dan nilai ulang, apabila
nadi tetap tidak teraba maka segera lakukan operasi eksplorasi. Waktu iskemi
lebih dari 8 jam akan meningkatkan risiko amputasi sampai 86%. Pemeriksaan
radiologi dikontraindikasi apabila menunda operasi.2
d. Radiologi
X-ray: dilakukan sebelum dan setelah reduksi.
CT scan: dilakukan apabila terdapat fraktur pada saat post reduksi.
MRI: dilakukan untuk evaluasi keterlibatan jaringan lunak dan untuk
rencana operasi. 3
E. Tatalaksana
a. Non operatif
Reduksi tertutup diikuti dengan penilaian vaskular
1. Dislokasi anterior: lakukan traksi dan translasi anterior
dari femur
2. Dislokasi posterior: traksi, ektensi dan translasi anterior
dari tibia
3. Dislokasi medial/lateral: traksi dan medial/lateral
translasi
4. Dislokasi rotasi: traksi ekstremitas dan rotasi
berlawanan arah dari deformitas
Immobilisasi sebagai tatalaksana definitif
1. Dilakukan setelah reduksi tertutup berhasil tanpa ada
adanya gangguan vaskular
2. Beberapa kasus memerlukan operasi stabilisasi setelah
dilakukan reduksi
3. Outcome (hasil akhir) lebih buruk didapati apabila
tanpa tatalaksana non operatif.
4. Immobilisasi lama akan mengakibatkan penurunan
ROM dengan instabilitas persisten. 3
b. Operatif
Reduksi terbuka
Indikasi dari reduksi terbuka:
1. Dislokasi yang tidak bisa dilakukan reduksi
2. Dislokasi posterolateral
3. Obesitas
4. Cedera vaskular
Fiksasi eksternal
Indikasi fiksasi eksternal
1. Repair vaskular
2. Fraktur terbuka-dislokasi
3. Sindrom kompartemen
4. Obesitas
5. Pasien dengan politrauma
Repair/rekonstruksi ligamen 3
F. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah dislokasi genu dilakukan berdasarkan ligamen spesifk
yang cedera dan sesuai metode tatalaksana. Walaupun begitu, pasien dengan
dislokasi genu dihadapkan dengan program rehabilitasi yang lama dan berat.
Program rehabilitasi dilakukan 9 sampai 12 bulan. Bahkan dengan program
rehabilitasi yang komprehensif, kemungkinan atlit yang mengalami dislokasi genu
untuk kembali pada kondisi sebelum cedera sangat kecil.
Tatalaksana konservatif memperbolehkan rehabilitasi terbatas segera
dimulai. Latihan tubuh atas dan tengah dimulai dengan sepeda statis satu kaki
penguatan musculus quadriceps diperlukan untuk mencegah masalah
patellofemoral. ROM dibatasi dari 90 derajat untuk gerakan fleksi sampai 45
derajat untuk gerakan ekstensi untuk mengurangi peregangan pada ligamen yang
sedang dalam masa penyembuhan. 3
Pada masa 8 minggu setelah cedera, lutut hanya butuh proteksi minimal dan
pasien bisa mulai menggunakan mesin leg-pressing. Berenang dan sepeda statis
menggunakan 2 kaki sudah bisa dilakukan pada fase ini. 3
G. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang bisa disebabkan oleh dislokasi genu,
antara lain:
a. Gangguan vaskular
Insidensinya 5-15% pada seluruh kejadian, pada dislokasi
anterior atau posterior bisa mencapai 40-50%
Faktor risiko terbesar ialah klasifikasi KDIV
Terapi yang dilakukan ialah repair vaskular dan lakukan
profilaksis fasciotomi
b. Kekakuan (arthrofibrosis)
Insidensinya 38%, merupakan komplikasi paling sering
Sering diasosiasikan dengan mobilisasi yang tertunda
Terapi yang dilakukan ialah lakukan rekonstruksi dan
pergerakan dini. Lakukan arthroscopic lysis dari adhesi
c. Instabilitas dan kelemahan
Kejadian terjadi pada 37% kasus
Tatalaksana yang bisa dilakukan ialah pemasangan penyangga
tulang dan lakukan revisi rekonstruksi
d. Cedera nervus peroneal
Terjadi pada 25% kasus dengan 50% akan sembuh partial.
Terjadi pada dislokasi posterolateral. 2,4
STATUS PASIEN
Bagian/perihal Keterangan
Judul kasus Dislokasi Genu
Identitas presentan dr. Silvia Rizki Amanda
Identitas pasien Pasien laki-laki 20 tahun, nyeri lutut, buruh pabrik
Data klinis pasien Anamnesis: Pasien datang dengan keluhan lutut kanan
bengkak dan nyeri akibat terjatuh dari sepeda motor saat
berangkat kerja sekitar pukul 12.00. Pasien sulit berjalan
karena lutut sakit saat digerakkan.
Pemeriksaan fisik: Keadaan Umum :
Compos mentis, tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,5oC
VAS Score : 4-5
Look: pada lutut kanan tampak kemerahan
dan edema, deformitas (-)
Feel: hangat(+), krepitasi (-)
Move: ROM terbatas nyeri