TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jalan
Menurut Wignall dkk (1999) dalam Putri Wirdatun Nafiah (2011) salah satu
mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu.
merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada
pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau
air serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
tentang jalan disebutkan juga bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi
bagi kemakmuran rakyat. Jalan yang juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan
daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi
8
Universitas Sumatera
meningkatkan pergerakan manusia dan barang. Kodoatie (2005) menyatakan bahwa
keberadaan jalan dan fasilitas transportasi lain pada tingkat tertentu sangat esensial
terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang
dibutuhkan. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas
jalan. Sedangkan jalan khusus tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam
rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Jalan khusus merupakan jalan
yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat
Menurut fungsinya dalam setiap sistem jaringan jalan tersebut dikelompokkan atas :
Jalan arteri
Jalan kolektor
Jalan lokal
9
Universitas Sumatera
Jalan lingkungan
Jalan kelas III A yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ 2.50
Jalan kelas III B yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ β.50 meter
Jalan kelas III C yang dapat dilalui kendaraan dengan lebar ≤ β,10 meter dan
Jalan nasional yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis serta jalan
tol.
Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
10
Universitas Sumatera
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar
Adapun pembagian status pada jaringan jalan primer seperti pada gambar 2.1
berikut :
Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005 dalam
Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur
11
Universitas Sumatera
Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari
masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur
dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak
ringan.
Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani
lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan
bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan
jalan.
a. Ruang manfaat jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya.
b. Ruang milik jalan yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
c. Ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
Agar lebih jelas bagian – bagian jalan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :
12
Universitas Sumatera
Gambar 2.2 Bagian – Bagian Jalan (UU No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan)
era otonomi daerah turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan
nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan
nasional termasuk jalan tol. Secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat
undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi
dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia
yang juga merupakan penentu bagi proses perencanaan jaringan, teknis, studi
13
Universitas Sumatera
yang semuanya sangat berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari
dan pemerintah daerah akan tetapi penguasaan atas jalan ada pada negara. Dalam
undang - undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa masyarakat
meliputi kegiatan yang mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri
pengembangan jalan.
pemeliharaan jalan.
Adapun pembagian tugas penyelenggara jalan seperti pada tabel 2.1 berikut :
14
Universitas Sumatera
Tabel 2.1 Pembagian Tugas dan Penyelenggaraan Jalan
Jalan Jalan
Jalan Jalan Jalan
No Tugas Penyelenggaraan Kabupaten Jalan Tol
Nasional Provinsi Desa Khusus
/Kota
1 PEMBINAAN
1.1 Pengaturan
Perumusan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab-Kota Pusat Pusat
perencanaan
Penyusunan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perencanaan umum dan Kota/Desa
pemrograman
Penyusunan peraturan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perundangan Kota/Desa
Penyusunan pedoman dan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
standar teknis Kota/Desa
1.2 Pelayanan
Pusat/Prov/ Instansi
Perijinan Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota
Kab-Kota Terkait
Kab- Pusat/Korp Instansi
Informasi Pusat Provinsi Kab-Kota
Kota/Desa orasi Terkait
1.3 Pemberdayaan
Kab-
Bimbingan dan penyuluhan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
Kab-
Pendidikan dan pelatihan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
1.4 Penelitian dan Pengembangan
Prov/Kab- Kab-
Penelitian Pusat Pusat/Prov Pusat/Ko
Kota Kota/Desa Pusat rporasi
Prov/Kab- Kab-
Pengkajian Pusat Pusat/Prov Pusat/Ko
Kota Kota/Desa Pusat rporasi
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Pengembangan Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
2 PEMBANGUNAN
Kab-
Studi Kelayakan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab-
Perencanaan Teknis Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab- Korporasi Korporasi
Pelaksanaan Konstruksi Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota
Kota/Desa
Kab- Pusat/Korp
Pengoperasian Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi
Kota/Desa orasi
Kab-
Pemeliharaan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Prov/Kab-
3 PENGAWASAN Pusat Pusat Kab-Kota Pusat Pusat
Kota
Sumber : Tanan (2005) dalam Ritonga,Efry Debby E. (2011)
15
Universitas Sumatera
2.3 Penanganan Jalan
mempertahankan aset yang ada (assets preservation) merupakan suatu langkah yang
wajar untuk dilakukan. Namun jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat
dilakukan penyempurnaan terhadap kondisi yang ada (assets enchancement) dan jika
benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan aset
Namun secara umum sumber pembiayaan jalan seperti pada gambar 2.3 berikut :
Inpres Tk.
Prasarana
APBN
Inpres
Inpres
Jalan
(+)
16
Universitas Sumatera
Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari
jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat dioperasikan atau dapat
wilayah kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan
kondisi optimal dimana jenis pekerjaannya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu pekerjaan
bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah memanjang
Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006) dalam Rado Hotrin (2011)
definisi pemeliharaan jalan adalah semua jenis pekerjaan yang dibutuhkan untuk
menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang
penurunan kualitas dengan laju perubahan yang terjadi segera setelah konstruksi
Menurut Mahmud dkk (2002) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) prinsip
pemeliharaan jalan dilakukan dengan azas keuntungan ekonomi yang efektif dan
efisien melalui anggaran yang minimum dapat dihasilkan kondisi jalan yang
17
Universitas Sumatera
rendah. Adapun hubungan mutu jalan dengan biaya pemeliharaan jalan serta biaya
Gambar 2.4 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya
pemeliharaan yang diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan
semakin rendah biaya pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum)
suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap untuk mengantisipasi akibat dari
diseluruh jaringan jalan secara rutin. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap
18
Universitas Sumatera
2.3.1.2 Pemeliharaan Periodik/Berkala
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat
dalam tipe kegiatan pencegahan (preventive) dilakukan dalam selang waktu beberapa
tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya
pada permukaan guna memperbaiki integritas permukaan dan sebagai lapis kedap air.
2.3.2 Rehabilitasi
pada bagian atau tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan.
agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan. Secara umum peningkatan jalan
19
Universitas Sumatera
dilakukan dengan pemberian lapis tambahan struktural. Pekerjaan peningkatan jalan
muatan sumbu terberat (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan.
Pengertian konstruksi jalan baru adalah penanganan jalan dari kondisi belum
tersedia badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan konstruksi jalan
baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa jalan tanah atau jalan
Sulaksono (2001) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) dimulai dari tahap
tahap pemeliharaan (maintenance). Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi
yang sangat tidak layak maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan
kali digunakan hingga akhir umur rencana (Kodoatie, 2005) sehingga dibutuhkan
pemeliharaan yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut :
20
Universitas Sumatera
“Optimum”
policy
Pemeliharaan
Pemeliharaan Rutin Rehabilitasi Rekonstruksi
di jaringan jalan
300 %
400 %
Fase
100 %
(Biaya Operasi Kendaraan)
A
FASE B FASE C FASE D
C1 C2
Sangat baik
Baik
Sedang
KONDISI JALAN
Buruk
Sangat
Buruk
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tahun
Gambar 2.5 Tahap Penurunan Kondisi Jalan (Robinson, 1998 dalam Kodoatie,
2005)
Pada gambar 2.5 di atas menunjukkan proses penurunan kondisi jalan secara
teknis yang terjadi melalui beberapa tahapan atau fase. Fase A menunjukkan kondisi
sangat baik pada saat jalan selesai dibangun. Tahap berikutnya fase B (kondisi baik)
dimana proses kerusakan terjadi secara perlahan. Pada tahap ini diperlukan
pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan tetap pada kondisi baik.
percepatan kerusakan kasat mata mulai terjadi, pada stadium ini memerlukan
21
Universitas Sumatera
(kondisi sangat buruk) merupakan tahap kerusakan total dimana peningkatan dan
dalam menentukan jenis penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas jalan
harus sesuai dengan kondisi eksisting yakni kinerja perkerasan jalan. Secara umum
kondisi eksisting jalan dengan cara visual dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis
(Dinas Bina Marga, 2003 dalam Rado Hotrin 2011) yaitu sebagai berikut :
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar - benar
rata dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.
perkerasan sedang dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah mulai
d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan
terkelupas yang cukup besar disertai kerusakan pondasi seperti amblas dan
sebagainya.
Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni jalan mantap
secara konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi dengan maksud sebagai berikut :
22
Universitas Sumatera
kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut standar
b. Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor
jalan yang berkaitan dengan nilai LHR, IRI dan RCI yang ditampilkan pada tabel 2.2
di bawah.
Jalan yang berada pada kondisi sedang sesuai dengan tabel 2.2 dapat berada
dalam kemampuan pelayanan mantap dan tidak mantap. Pada kemampuan pelayanan
mantap jalan kondisi sedang yang melayani lalu lintas dengan LHR 3000 – 10000
harus mempunyai nilai IRI antara 4 – 6 m/km dan RCI = 6. Sedangkan jika pada lalu
lintas dengan nilai LHR > 10000 nilai RCI = 6 dan IRI minimal 6,5 maka jalan
23
Universitas Sumatera
Tabel 2.2 Indikator Kemantapan dan Kenyamanan Jalan
1 10
2 9 Baik
Mantap Mantap
3.5 8 RCI = 8
5 7 Sedang
RCI = 6.5
6.5 6 RCI = 6
RCI = 5.5
8.5 5 Rusak Ringan
11 4 RCI = 4
14 3
Tidak Mantap Tidak Mantap Rusak Berat
17 2
20 1
Sumber : Ditjen Bina Marga (2006) dalam Mulyono (2007) dalam Wirdatun Nafiah
Putri (2011)
Menurut Saleh dkk (2008) dalam Efri Debby E Ritonga (2011) pada dasarnya
penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang dimana dalam gambar 2.6 di bawah
berada pada level IRI antara 4,5 m/km sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi
jalan. Adapun hubungan antara kondisi, umur dan jenis penanganan jalan
24
Universitas Sumatera
Gambar 2.6 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan (Saleh
faktor atau fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan.
Nilai IRI adalah nilai ketidakrataan permukaan jalan yang merupakan fungsi dari
potongan memanjang dan melintang permukaan jalan yakni panjang kumulatif turun
pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain
parameter IRI dalam menentukan kondisi konstruksi jalan yang dibagi atas 4
25
Universitas Sumatera
Tabel 2.3 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan
Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat dalam hal ini
prasarana jalan. Maka berdasarkan pasal 3 ayat 3 PP No.25/2000 bahwa daerah wajib
melaksanakan standar pelayanan minimum (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan
minimum merupakan kewenangan dari pemerintah pusat (pasal 2 ayat 4 butir b).
Dengan kata lain bahwa untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu
standar oleh departemen teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Dalam
hal ini departemen kimpraswil telah mengeluarkan draft standar pelayanan minimum
seperti yang tercantum dalam tabel 2.4. Standar pelayanan minimum (SPM) ini
(tiga) keinginan dasar para pengguna jalan yang kemudian dikembangkan menjadi
26
Universitas Sumatera
Tabel 2.4 Standar Pelayanan Minimum
Standar Pelayanan
Bidang
No Kuantitas Keterangan
Pelayanan Kualitas
Cakupan Konsumsi/Produksi
1 Jaringan Jalan
Kepadatan Penduduk
Indeks Aksesibilitas
(jiwa/km2)
sangat tinggi > 5000 >5 Panjang
A. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 1000 > 1.5 jalan/luas
Aksesibilitas
sedang > 500 > 0.5 (km/km2)
rendah > 100 > 0.15
sangat rendah < 100 > 0.05
PDRB per kapita (juta
Indeks Mobilitas
rp/kap/th)
sangat tinggi > 10 >5 Panjang
B. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 5 >2 jalan/1000
Mobilitas
sedang > 2 >1 penduduk
rendah > 1 > 0.5
sangat rendah < 1 > 0.2
Kecelakaan
Pemakai jalan Indeks Kecelakaan 1 /100.000
km.kend
Kepadatan Penduduk
C. Aspek (jiwa/km2)
Seluruh Jaringan
Kecelakaan sangat tinggi > 5000
Kecelakaan/k
tinggi > 1000 Indeks Kecelakaan 2
m/tahun
sedang > 500
rendah > 100
sangat rendah < 100
2 Ruas Jalan
27
Universitas Sumatera
2.6 Sistem Manajemen Jalan (Road Management System)
Sistem manajemen jalan merupakan tahapan yang terdiri dari beberapa proses
yang dapat membantu dalam pengelolaan jalan baik berupa proses perbaikan maupun
efektifitas program
Management System (IRMS) pada tahun 1992 disusul dengan Urban Roads,
Kabupaten Roads, Toll Roads, Bridge Managements System yang secara garis besar
disajikan pada gambar 2.7 dibawah. Namun sistem – sistem tersebut masih bekerja
secara parsial dan terisolasi di ruang masing – masing dalam sistem manajemen
28
Universitas Sumatera
MS - 1
MS - 2
INTERURBAN ROAD MANAGEMENT SYSTEM (IRMS)
APPLICATION
ROAD INTER
MANAGEMENT DATA ENTRY DATA BASE PROGRAMS OUTPUT
URBAN
SYSTEMS
CENTRAL PLANNIN
URBAN G
SYSTEM
MS - 3 PROGR REPORTS
AM
DISTRICT MING
MS - 4 INTERATED DESIGN
CENTRAL
DATA BASE
TOLL ECONO
ETC MIC
REVIEW
ADHOC
BUDGETIN OUERIES
G
ETC
PROVINCIA IMPLEME
L NT ATION
ETC
BINA MARGA
MANAGEMENT SYSTEMS
Gambar 2.7 Inter Urban Road Management System (IRMS) Dalam Kerangka Kerja
Proses Pengelolaan Bina Marga (Bina Marga, 1992 dalam Kodoatie, 2005)
yang merupakan salah satu sistem yang dikembangkan oleh departemen pekerjaan
serta pembiayaan jalan sedemikian sehingga diperoleh manfaat yang optimal serta
ekonomi dengan pertimbangan biaya yang ditanggung oleh pemakai jalan maupun
yang diadakan bina marga (Sulaksono, 2001 dalam Wirdatun Nafiah Putri, 2011).
29
Universitas Sumatera
1. Inter-urban Road Management Sytem (IRMS) yang dikembangkan dari
hybrid Highway Design and Maintenance Series III (HDM-III) oleh world
bank untuk jalan antar kota yang prinsipnya merupakan model simulasi untuk
4. Toll Road Management System (TRMS) yang lebih spesifik digunakan untuk
terdapat berbagai modul yang dapat meramalkan kondisi jalan berserta lalu lintasnya
di masa mendatang tanpa atau dengan penanganan tertentu. Prediksi tersebut dibuat
operasi kendaraan (BOK) dan lainnya maka bisa dilakukan suatu analisis ekonomi
yang berhubungan dengan keuntungan dan kerugian yang akan terjadi antara kondisi
tanpa proyek penanganan dan dengan proyek penanganan (Sulaksono, 2001 dalam
30
Universitas Sumatera
Dalam A History of Indonesian Integrated Road Management Systems
(IIRMS) disebutkan bahwa secara umum proses inti dalam manajemen penanganan
(RNI)
31
Universitas Sumatera
Gambar 2.8 Bagan Alir Proses IRMS
investasi yang strategis agar mampu dalam melakukan pengelolaan atau penanganan
32
Universitas Sumatera
terhadap seluruh sub-sektor jalan. Selain itu pengembangan sistem jaringan jalan
secara menyeluruh juga perlu dilakukan secara hati – hati dengan memperhatikan
penggunaan dana yang sangat terbatas secara efektif dan dilakukan dengan
yang merupakan komponen penting di dalam IIRMS ini dipakai dalam pengelolaan
jalan di Indonesia. Dengan modul ini diharapkan pemanfaatan dana pada penanganan
sektor jalan yakni dalam pengalokasian dana antar jaringan dan wilayah dapat
direncanakan secara optimum baik untuk jenis jalan yang berbeda, program
Dua modul utama yang digunakan dalam SEPM untuk menganalisis data
yang diusulkan untuk bagian – bagian jalan tertentu dan menentukan waktu serta
biaya dalam rentang tiga sampai lima tahun. Sementara modul perencanaan
pengeluaran strategis menganalisis seluruh jaringan untuk rentang waktu yang lebih
panjang umumnya sepuluh tahun. Modul ini memproyeksikan kinerja jaringan jalan
di masa depan dalam hal karakteristik seperti kondisi jalan dengan menggunakan
berbagai asumsi untuk tingkatan anggaran dan jenis pekerjaaan pemeliharaan yang
dilakukan selama jangka waktu tersebut. Hasilnya berguna pada saat menentukan
alokasi anggaran untuk berbagai kelas jalan serta jenis pekerjaannya. Dengan adanya
33
Universitas Sumatera
modul penyusunan program maupun modul perencanaan pengeluaran strategis dapat
manfaat ekonomi di seluruh jaringan jalan. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka
skala prioritas merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dianalisa dalam
dalam pembuatan keputusan. Roy & Sembel (2003) dalam Irwan S Sembiring (2008)
untuk melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan sehingga perlu untuk
sehingga perlu dilakukan pembenahan dalam banyak hal yang semuanya harus
dilakukan dengan waktu yang cepat, dana yang cukup serta kualitas yang baik.
suatu tujuan. Prioritas dapat memberi arah bagi kegiatan yang harus dilaksanakan.
Jika prioritas telah disusun maka tidak akan ada kebingungan kegiatan mana yang
harus dilakukan terlebih dahulu serta kegiatan mana yang dilakukan selanjutnya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika prioritas bertujuan untuk
34
Universitas Sumatera
sesuai dengan kebutuhan sehingga arah kegiatan adalah pada pengembangan bukan
semata-mata pada pembangunan. Jika konsisten pada prioritas yang telah ditetapkan
Pertanyaan ini akan membantu dalam memilah kegiatan yang memang harus
Prinsip 80/20 yang dicetuskan oleh Vilfredo Pareto seperti yang dikutip
20% dari kegiatan yang dapat memberikan 80% keuntungan sehingga perlu
memfokuskan tenaga dan pemikiran serta sarana yang dimiliki agar dapat
untuk memastikan bisa dilaksanakan dengan hasil yang positif yaitu evaluasi.
Selalu evaluasi hal-hal yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan.
35
Universitas Sumatera
2.8 Manfaat Penentuan Prioritas
antara lain:
1. Tetap fokus pada hal-hal yang berada pada prioritas utama atau menuntun
pemerintah.
daerah yang diteliti. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan
Aceh” memakai 4 (empat) kriteria yaitu kondisi jalan, volume lalu lintas, kebijakan,
dan faktor tata guna lahan. Dari hasil kuesioner kepada 20 responden di kota Banda
Aceh yang berkompeten terhadap masalah penanganan jalan dimana setiap dinas
terkait dan kantor kecamatan diwakili oleh 1 responden dan 5 responden mewakili
36
Universitas Sumatera
masyarakat termasuk akademisi menunjukkan kondisi jalan dan volume lalu lintas
merupakan faktor utama dalam menentukan prioritas penanganan jalan dengan bobot
Ruas Jalan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus Pada Jalan
dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat, kriteria volume
lalu lintas dan kriteria biaya penanganan. Hasil kuesioner pada 5 (lima) responden
Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kriteria yang paling prioritas dan
Analisa Multi Kriteria (AMK) untuk penilaian (scoring) setiap kriteria pada setiap
segmen ruas jalan yang diteliti. Adapun kriteria yang dipakai ialah faktor volume lalu
lintas, kapasitas jalan, kondisi jalan dan kecelakaan lalu lintas. Dari hasil penelitian
menentukan prioritas penanganan pada ruas jalan yang diteliti adalah kriteria volume
lalu lintas dengan bobot 0,386, kemudian diikuti kapasitas jalan sebesar 0,344,
kriteria kondisi jalan sebesar 0,198 dan kriteria kecelakaan lalu lintas sebesar 0,072.
Efri Debby Ekinola Ritonga (β011) dalam “Kajian Kriteria Penanganan Jalan
yaitu kondisi ruas jalan, aksessibilitas, mobilitas, efektifitas biaya dan fungsi arus
37
Universitas Sumatera
ruas jalan. Hasil kuesioner pada 30 responden menunjukkan bahwa kriteria kondisi
ruas jalan memiliki bobot tertinggi yakni 43,33 %, diikuti kriteria fungsi
Jalan Di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP Dengan Metode Bina Marga”
dengan tujuan untuk membandingkan hasil dari kedua metode tersebut terhadap
dua metode tersebut berada dalam peringkat yang sama dan 80 % lainnya berada
dalam posisi acak (random). Berdasarkan analisis korelasi dengan metode Pearson
dan Spearman terdapat hubungan yang sangat kuat dan positif antara metode Bina
Marga dan AHP dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan di kabupaten
Bengkayang Kalimantan Barat. Kelebihan metode Bina Marga adalah cukup praktis
dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat lalu lintas dan matriks biaya
digunakan pada metode Bina Marga hanya didasarkan pada data inventory yang
meliputi data traffic dan data road condition. Oleh karena itu, kelemahannya tidak
AHP yaitu lebih fleksibel dalam menentukan variabel dan akurasi penilaian cukup
baik (consistency ratio 10 %). Instrument utama metode AHP adalah persepsi, maka
subjektivitas responden dalam penilaian dapat menjadi kelemahan dalam metode ini.
prioritas penanganan jalan serta kemudahan dalam perolehan data, maka kriteria
38
Universitas Sumatera
yang digunakan dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT adalah kriteria kondisi ruas jalan yang
dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan, rusak berat dan kemudian kriteria
arus lalu lintas yang dibedakan atas kapasitas jalan dan volume lalu lintas serta
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian atau kriteria penelitian dalam tugas
Kriteria kondisi ruas jalan merupakan bobot dari kinerja ruas jalan terhadap
kondisi perkerasan ruas jalan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Ada empat
jenis kondisi ruas jalan yang ditinjau yaitu kondisi rusak berat, rusak ringan, sedang
dan baik. Besarnya persentase masing-masing kondisi inilah yang digunakan untuk
Dalam MKJI (1997) disebutkan bahwa arus lalu lintas merupakan jumlah
kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu yang
dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu – lintas Harian
Kriteria arus lalu lintas dalam penelitian ini merupakan pembobotan dari
kinerja ruas jalan terhadap arus lalu lintas dimana variabel kriterianya dinyatakan
39
Universitas Sumatera
2.9.2.1 Kapasitas Ruas Jalan
(tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya rencana geometrik,
lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya) (MKJI 1997). Dengan kata lain
kapasitas jalan ialah kemampuan suatu bagian jalan untuk menampung arus atau
volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu yang dinyatakan dalam
jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam)
atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan
Sementara kapasitas jalan antar kota dipengaruhi oleh lebar jalan, arah lalu
Dimana :
C = Kapasitas (smp/jam)
FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan
satu arah)
FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb
40
Universitas Sumatera
Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai
Kapasitas
Tipe Jalan Dasar Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1650 per lajur
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1500 per lajur
Jalan 2 jalur tanpa pembatas median 2900 total dua arah
Sumber : MKJI, 1997
Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) seperti terlihat pada
Kondisi Arus Lalu Lintas dan Kondisi Fisik Jalan 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (2/2 UD) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (4/2 UD) 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Jalan satu arah, atau Jalan dengan Pembatas Median 1
Sumber : MKJI, 1997
Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS) dapat dilihat pada tabel
41
Universitas Sumatera
Adapun faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditunjukkan pada
dahulu kita harus mengetahui klasifikasi hambatan samping seperti pada tabel 2.9 di
bawah. Nilai faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping (FCSF) baik untuk
jalan yang memiliki bahu jalan maupun jalan yang memiliki kereb dapat ditunjukkan
42
Universitas Sumatera
Tabel 2.9 Klasifikasi Hambatan Samping (FCSF)
Tabel 2.10 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan
Luar Kota
43
Universitas Sumatera
Tabel 2.11 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan
lintas pada suatu ruas jalan diartikan sebagai jumlah atau banyaknya kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu. Pada
umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan,
sehingga volume lalu lintas dinyatakan dalam jenis kendaraan standar yaitu mobil
44
Universitas Sumatera
Berdasarkan data yang diperoleh, volume lalu lintas dibedakan atas beberapa
jenis diantaranya :
ADT (Average Daily Traffic) atau LHR (Lalu lintas Harian Rata – Rata)
AADT (Average Annual Daily Traffic) atau LHRT (Lalu lintas Harian Rata –
Rata Tahunan)
Merupakan total volume lalu lintas harian rata – rata yang melewati satu jalur
jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
jalan 2 jalur 2 arah. Sedangkan untuk jalan berlajur banyak dengan median
Jika dalam melakukan suatu analisis dimana data lalu lintas yang tersedia
adalah data lalulintas harian rata – rata (kend/hari) maka diperlukan faktor yang
dapat mengubah menjadi arus lalulintas jam sibuk (kend/jam) yang juga dapat
digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan. Disebut faktor k yaitu faktor
volume lalu lintas jam sibuk ataupun sebaliknya. Volume lalulintas jam sibuk dapat
Dimana :
(nilai normal k = 0.09 untuk jalan perkotaan dan k = 0.11 jalan luar kota)
45
Universitas Sumatera
Untuk keperluan analisis maka jenis kendaraan diklasifikasikan atas beberapa
jenis, yaitu :
Kendaraan Ringan (Light Vehicle/LV) yang terdiri dari jeep, station wagon,
Kendaraan Berat (Heavy Vehicle/HV) yang terdiri dari bus dan truk
golongan, diantaranya :
kendaraan baik kendaraan ringan, kendaraan berat seperti kendaraan berat menengah
(MHV), bus besar (LB), truk besar termasuk truk kombinasi (LT) dan sepeda motor
(MC) diberikan pada tabel 2.12 s.d tabel 2.16 berikut ini :
46
Universitas Sumatera
Tabel 2.12 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Jalan 2/2 UD (Jalan Luar Kota)
emp
Tipe Arus Total MC
Alinyemen (kend./jam) MHV LB LT Lebar jalur lalu-lintas (m)
<6m 6-8m >8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
Datar
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥ 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
Bukit
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥ 1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥ 1γ50 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber : MKJI,1997
Tabel 2.13 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 4 lajur 2
47
Universitas Sumatera
Tabel 2.14 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 6 Lajur
Tabel 2.15 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
emp
Arus lalu lintas
Tipe Jalan : Jalan tak MC
total dua arah
terbagi HV Lebar jalur lalu lintas WC (m)
(kend/jam)
ч6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40
(2/2 UD) ш 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) ш 3700 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997
Tabel 2.16 Ekivalensi Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan : Jalan satu arah dan Arus lalu lintas per emp
jalan terbagi lajur (kend/jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) dan Empat 0 1,3 0,40
lajur terbagi (4/2 D) ш 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) dan Enam 0 1,3 0,40
lajur terbagi (6/2 D) ш 1100 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997
48
Universitas Sumatera
Selanjutnya arus lalulintas dimasa mendatang atau di akhir umur rencana
suatu jalan dapat diprediksi dengan cara menghitung faktor pertumbuhan lalulintas.
LHR dan pertumbuhan ekonomi lima (5) tahun terakhir. Adapun persamaan untuk
Dimana :
Kriteria biaya penanganan yaitu skoring dari kinerja ruas jalan terhadap biaya
Pembobotan dari kriteria biaya penanganan dimulai dari skor 1 (sangat rendah
Ruas jalan dengan biaya penanganan yang lebih kecil akan lebih
yang lebih besar. Hal ini berhubungan dengan keterbatasan dana sehingga dengan
adanya prioritas tersebut diharapkan jumlah ruas jalan yang akan memiliki kondisi
baik akan lebih banyak dan lebih merata serta tidak terpusat pada beberapa jalan
49
Universitas Sumatera
2.10 Metode Penentuan Prioritas Penanganan Jalan
Salah satu metode multi kriteria yang sering digunakan adalah proses hierarki
analitik (PHA) atau disebut Analytical Hierarchy Process (AHP) yang pertama kali
Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Metode yang dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty ini pada dasarnya merupakan prosedur yang sistematik yang dapat
secara hirarki (memecahkan masalah ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil). Pada
prinsipnya metode AHP ini memasukkan aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini juga merupakan suatu model
yang luwes yang memberikan kesempatan bagi pereorangan atau kelompok untuk
darinya. Proses pada metode AHP ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan
pengetahuan untuk menyusun hierarki suatu masalah, logika, intuisi dan pengalaman
50
Universitas Sumatera
1. Dipakai untuk mengambil suatu keputusan dari suatu permasalahan yang
hierarki
1. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk
5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal – hal yang tidak terwujud
51
Universitas Sumatera
6. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang
alternatif
pengulangan
1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa
persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang
ahli. Selain itu model ini juga menjadi tidak berarti jika ahli tersebut
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistic
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk
52
Universitas Sumatera
1. Prinsip menyusun hierarki / Dekomposisi masalah
setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Bentuk umum susunan hierarki seperti
TUJUAN
KRITERIA I II III
PILIHAN I II III
tujuan dan kriteria maka beberapa pilihan perlu dididentifikasi agar pilihan tersebut
merupakan pilihan yang potensial sehingga jumlah pilihan tidak terlalu banyak.
53
Universitas Sumatera
antar pilihan alternatif untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan
Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas
penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).
Nilai atau angka kuantitatif tersebut nantinya diolah sehingga menjadi bobot dari
suatu kriteria.
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan dapat dilihat
Intensitas
Definisi Penjelasan
Kepentingan
1 dibanding dengan elemen yang lain sama besar pada sifat tersebut
(Equal importance)
3 penting dari pada elemen yang lain berpihak pada satu elemen
5 dari pada elemen yang lain kuat memihak pada satu elemen
7 penting dari pada elemen yang lain kuat disukai dan dominannya
54
Universitas Sumatera
Elemen yang satu mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen
penting dari pada elemen yang lain yang satu terhadap elemen lain
9
(Absolutely more importance) memiliki tingkat penegasan tertinggi
yang menguatkan
Apabila ragu-ragu antara dua nilai Nilai ini diberikan bila diperlukan
2,,4,6,8
ruang berdekatan (gray area) kompromi
di atas. Maka perbandingan antar kriteria akan menghasilkan nilai seperti dalam tabel
55
Universitas Sumatera
Dengan prosedur yang sama maka dilakukan perbandingan antar pilihan (OP)
untuk masing – masing kriteria seperti terlihat pada tabel 2.19 berikut dimana
kriteria j
berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai
“key person”. Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar dan orang
yang terlibat serta memahami permasalahan yang dihadapi. Biasanya jumlah ahli
56
Universitas Sumatera
2.10.1.2.3 Sintesa Prioritas (Synthesis of Priority)
Prinsip sintesis hasil penilaian adalah mengambil setiap turunan skala rasio
prioritas – prioritas lokal dalam berbagai level dari suatu hierarki dan menyusun suatu
komposisi global dari kumpulan prioritas untuk elemen – elemen dalam hierarki
terbawah. Penilaian ini dilakukan untuk setiap sel dalam matriks perbandingan maka
Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) menegaskan bahwa
sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP yang prosedurnya berbeda
menurut hierarki. Pada dasarnya sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang
diperoleh setiap pilihan pada masing – masing kriteria setelah diberi bobot dari
kriteria tersebut. Secara umum nilai suatu pilihan adalah sebagai berikut :
Formula tersebut juga dapat disajikan dalam bentuk tabel. Sebagai contoh
dapat dilihat pada tabel 2.20 di bawah. Dalam tabel tersebut diasumsikan ada 4
pilihan 1 (OP1) diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada kriteria dengan nilai
bop1 = bo11 * bc1 + bo12 * bc2 + bo13 * bc3 + bo14 * bc4 .………………………(β.6)
nilai yang diperoleh masing – masing pilihan sehingga prioritas dapat disusun
57
Universitas Sumatera
berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan maka semakin
elemen – elemen dan kriteria – kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut
diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi
didasarkan pada suatu kriteria khusus yang telah menjustifikasi satu sama lain dalam
(Consistency Index)
………………………………………………...… (β.7)
Dimana : CI = Consistency Index
n = ukuran matriks
58
Universitas Sumatera
Indeks konsistensi kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dan
membaginya dengan suatu random index (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk
……………………………………………………... (β.8)
Dimana : CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Random Index
Tabel 2.21 Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random Index (RI)
Ukuran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Matriks
Nilai RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Sumber : Saaty (1988) dalam Syawal, Agustinus (2013)
seperti terlihat dalam tabel 2.22 di bawah. Revisi pendapat dapat dilakukan jika rasio
konsistensi pendapat cukup tinggi ≥ 10 %. Jika nilai CR lebih rendah atau sama
dengan nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup
1 ч3x3 0,03
2 4x4 0,08
3 >4x4 0,10
Sumber : Saaty (2000) dalam Apriyanto (2008) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)
59
Universitas Sumatera
2.10.2 Metode Bina Marga
approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition yang
dapat diaplikasikan dengan tabel manfaat dan biaya untuk memperoleh nilai manfaat
penanganan jalan. Hal ini karena dalam kondisi keterbatasan anggaran, ruas jalan
Bina Marga ini cukup praktis dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat
lalu lintas dan biaya konstruksi jalan dalam menentukan skala prioritas penanganan
jalan.
antara lain :
1. Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah NPV yaitu
2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek – proyek dengan tanda
60
Universitas Sumatera
Berikan prioritas pada kelompok proyek – proyek yang mempunyai
kelayakan tertinggi
rendah
Metoda ini dikenal sebagai metoda present worth dan digunakan untuk
analisis. Hal ini dihitung dari selisih present value of the benefit (PVB) dengan
…………………….. (2.9)
Dimana :
r = suku bunga diskonto (discount rate) yakni suku bunga yang dipakai
Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara ekonomi adalah
yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif (+) atau NPV > 0.
61
Universitas Sumatera
2.10.2.2 Penaksiran Manfaat
perjalanan (time value) dengan nilai waktu (Rp/jam). Namun secara umum jika
sebuah ruas jalan telah dibangun atau diperbaiki maka akan memiliki manfaat
Biaya operasi kendaraan (ban, bahan bakar, dan sebagainya) akan berkurang
bermotor
Biaya pemeliharaan di kemudian hari atau biaya untuk menjaga agar jalan
sebagai biaya total yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan pada suatu
kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh.
62
Universitas Sumatera
kriteria ekonomi sehingga dapat diketahui bahwa biaya yang dialokasikan dapat
adalah penghematan biaya perjalanan yaitu selisih biaya perjalanan total dengan
proyek (with project) dan tanpa proyek (without project). BOK diturunkan dari hasil
prediksi lalulintas berupa total jumlah kendaraan-km harian dengan kecepatan rata –
BOK maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi
dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project)
sebagai berikut:
motor (MC) sama dengan perhitungan BOK jenis kendaraan ringan (Tommy Putra
Armada, 2014). Secara umum untuk menghitung biaya operasi kendaraan (BOK)
BOKi = Biaya Tetapi + Biaya Tidak tetapi + Biaya Overheadi ………. (β.10)
Dimana :
63
Universitas Sumatera
LHR = Lalulintas harian rata – rata
Selisih BOK = Selisih BOK dengan proyek dan tanpa proyek (Rp/km)
i = jenis kendaraan
tergantung pada volume produksi yang terjadi. Biasanya jangka waktu perhitungan
adalah 1 (satu) tahun karena sebagian besar komponen biaya tetap dibayarkan setiap
1. Biaya administrasi, yakni biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk setiap
kendaraan yang menggunakan jalan umum (STNK, KIR, Izin usaha, Izin
trayek)
2. Biaya modal kendaraan, bunga modal dan angsuran pinjaman, yakni biaya
yang harus dikeluarkan untuk membayar pinjaman dan bunga bank. Bunga
modal yang berlaku adalah bunga modal kredit yang besarnya per tahun
64
Universitas Sumatera
2.10.2.3.2 Biaya Tidak Tetap (Running Cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya operasi kendaraan yang dibutuhkan untuk
menjalankan kendaraan pada suatu kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis
kendaraan per kilometer jarak tempuh atau dapat dikatakan bahwa biaya tidak tetap
adalah biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Satuannya rupiah per
kilometer (Rp/km).
konsumsi bahan bakar minyak dalam pengoperasian suatu jenis kendaraan per
dengan pengertian:
65
Universitas Sumatera
i = Jenis kendaraan sedan (SD), utiliti (UT), bus kecil (BL), bus besar
(BR), truk ringan (TR), truk sedang (TS) atau truk berat (TB). Utiliti
Premium untuk jenis kendaraan sedan dan utiliti dan solar untuk jenis
kendaraan bis kecil, bis besar, truk ringan, truk sedang dan truk berat.
dengan pengertian,
VR = Kecepatan rata-rata
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
BK = Berat Kendaraan
66
Universitas Sumatera
Tabel 2.23 Nilai Konstanta dan Koefisien Parameter Model Konsumsi BBM
BK x BK x
Jenis 1/VR VR 2 RR FR FR2 DTR AR SA BK
α AR SA R
Kendaraan
β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9 β10 β11
Sedan 23,78 1181,2 0,0037 1,265 0,634 - - -0,638 36,21 - - -
Utiliti 29,61 1256,8 0,0059 1,765 1,197 - - 132,2 42,84 - - -
Bus Kecil 94,35 1058,9 0,0094 1,607 1,488 - - 166,1 49,58 - - -
Bus Besar 129,60 1912,2 0,0092 7,231 2,790 - - 266,4 13,86 - - -
Truk
70,00 524,6 0,0020 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02
Ringan
Truk
97,70 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 -0,0858 - - 6,661 36,46 17,28
Sedang
Truk Berat 190,30 3829,7 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
Merupakan kecepatan rata – rata yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari
sejumlah data kecepatan sesaat (Vk) atau kecepatan rata – rata ruang (space mean
speed). Apabila data kecepatan lalu lintas tidak tersedia maka kecepatan dapat
yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan adalah kecepatan arus
bebas. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan merupakan kecepatan arus bebas yang
digunakan. Untuk jenis kendaraan lain dapat dihitung juga dengan menghitung faktor
penyesuainnya terlebih dahulu. Kecepatan arus bebas memiliki dua arti, yaitu :
67
Universitas Sumatera
dalam kondisi geometrik, lingkungan dan pengaturan lalu-lintas yang ada
Dimana :
FFVRC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan. ( Guna lahan
Dengan pengertian :
68
Universitas Sumatera
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)
Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu
lintas efektif, kondisi hambatan samping dan ukuran kota untuk jalan perkotaan
Tabel 2.24 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Pada Jalan Perkotaan
Kecepatan Arus
Tipe Jalan Semua
(LV) (HV) (MC) Kendaraan
(rata-rata)
(6/2D) atau (3/1) 61 52 48 57
(4/2 D) atau (2/1) 57 50 47 55
(4/2 UD) 53 46 43 51
(2/2 UD) 44 40 40 42
Sumber : MKJI, 1997
Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVCS)
69
Universitas Sumatera
Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
70
Universitas Sumatera
Tabel 2.27 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping
71
Universitas Sumatera
Tabel 2.28 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu
lintas efektif, kondisi hambatan samping dan kelas fungsi jalan untuk jalan luar kota
72
Universitas Sumatera
Tabel 2.29 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV0)
Catatan : Perhatikan bahwa untuk jalan dua lajur dua arah, kecepatan arus bebas
dasar juga adalah fungsi dari kelas jarak pandang. Jika kelas jarak pandang tidak
73
Universitas Sumatera
Tabel 2.30 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
Tabel 2.31 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional
74
Universitas Sumatera
Tabel 2.32 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
Sementara itu batasan kecepatan rata – rata kendaraan (dalam km/jam) yang
dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada tabel 2.33 berikut :
75
Universitas Sumatera
Percepatan Rata – Rata (AR)
Percepatan rata – rata merupakan percepatan rata – rata yang dihitung sebagai
nilai rata – rata dari sejumlah data percepatan (AM). Percepatan (AM) sendiri
merupakan percepatan pada observasi ke-m yang dihitung sebagai selisih antara dua
Dimana :
percepatan adalah :
(a0 + a1)*V/C
SA = SA max (1,04 / (1 + e )) ………………… (2.19)
Dimana :
2
SA = Simpangan baku percepatan (m/s )
2
SA max= Simpangan baku percepatan maksimum (m/s ) (tipikal/default = 0,75)
Tanjakan rata – rata (RR) adalah tanjakan yang dihitung sebagai nilai rata –
rata dari sejumlah data tanjakan (Ri) dan turunan rata – rata (FR) juga merupakan
76
Universitas Sumatera
turunan yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari sejumlah data turunan (Fi) pada
arah pengamatan yang sama. Geometri jalan yang diperhitungkan dalam model
persamaan hanya faktor alinemen vertikal yang terdiri dari tanjakan dan turunan.
Batasan tanjakan dan turunan yang dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada
………………………………… (2.20)
Persamaan turunan rata – rata suatu ruas jalan adalah :
…………………………….….. (2.21)
Namun apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia maka
nilai tipikal (default) seperti dalam tabel 2.35 di bawah dapat digunakan.
Tabel 2.35 Alinemen Vertikal Yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan
77
Universitas Sumatera
Derajat Tikungan Rata – Rata
Apabila data pengukuran derajat tikungan untuk suatu ruas jalan tidak
tersedia maka dapat menggunakan nilai tipikal seperti pada tabel 2.36 berikut ini :
Tabel 2.36 Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan
kendaraan kosong ditambah berat muatan. Batasan berat kendaraan total (dalam ton)
yang dicakup oleh persamaan dapat dilihat pada tabel 2.37 berikut :
suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Persamaan biaya
78
Universitas Sumatera
BOi = KOi x HOj ………………… (2.22)
Dimana :
i = Jenis kendaraan
j = Jenis oli
Dimana :
berikut ini :
Dimana :
Nilai tipikal (default) untuk persamaan tersebut di atas dapat dilihat pada
79
Universitas Sumatera
Tabel 2.38 Nilai Tipikal (default) JPOi, KPOi dan OHOi yang Direkomendasikan
dalam pengoperasiannya per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Adapun data yang
permukaan jalan (IRI) dan harga kendaraan baru. Persamaan untuk menghitung biaya
Dimana :
Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga suatu jenis kendaraan
i = Jenis kendaraan.
Data harga kendaraan dapat diperoleh melalui survai harga suatu kendaraan
baru jenis tertentu dikurangi dengan nilai ban yang digunakan. Harga kendaraan
dihitung sebagai harga rata-rata untuk suatu jenis kendaraan tertentu. Survai harga
80
Universitas Sumatera
dapat dilakukan melalui survai langsung di pasar atau mendapatkan data melalui
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru (Pi)
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru atau konsumsi
suku cadang untuk suatu jenis kendaraan i dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
Ȗβ
Pi = (ϕ + Ȗ1 x IRI) (KJTi/1000000) .................................................. (2.26)
Dimana :
i = Jenis kendaraan
Koefisien Parameter
Jenis Kendaraan
ϕ Ȗ1 Ȗ2
Sedan -0,69 0,42 0,10
Utiliti -0,69 0,42 0,10
Bus Kecil -0,73 0,43 0,10
Bus Besar -0,15 0,13 0,10
Truk Ringan -0,64 0,27 0,20
Truk Sedang -1,26 0,46 0,10
Truk Berat -0,86 0,32 0,40
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
81
Universitas Sumatera
2.10.2.3.2.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)
setiap jenis kendaraan yang dioperasikan dalam jarak tertentu (Rp/km). Biaya upah
persamaan berikut :
Dimana :
Dimana :
a0, a1 = Konstanta
82
Universitas Sumatera
Tabel 2.40 Nilai Tipikal a0 dan a1
No Jenis Kendaraan ao a1
1 Sedan 77,14 0,547
2 Utiliti 77,14 0,547
3 Bus Kecil 242,03 0,519
4 Bus Besar 293,44 0,517
5 Truk Ringan 242,03 0,519
6 Truk Sedang 242,03 0,517
7 Truk Berat 301,46 0,519
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
Dimana :
i = Jenis kendaraan
j = Jenis ban
Rumus untuk menghitung konsumsi ban untuk setiap jenis kendaraan adalah :
Dimana :
83
Universitas Sumatera
δ1 ... δ3 = Koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.41)
Untuk nilai tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3 dapat dilihat pada tabel 2.41 berikut :
tanjakan rata-rata (FR) dan nilai mutlak turunan rata-rata (RR). Nilai tanjakan dan
TT = FR + RR ………….…….. (2.31)
Tabel 2.42 Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan (TTR) pada Berbagai Medan Jalan
1 Datar 5
2 Bukit 25
3 Pegunungan 45
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
84
Universitas Sumatera
Derajat Tikungan
Nilai tipikal derajat tikungan yang dapat dipakai jika data pengukurannya
Tabel 2.43 Nilai Tipikal Derajat Tikungan (DTR) Pada Berbagai Medan Jalan
1 Datar 15
2 Bukit 115
3 Pegunungan 200
Biaya overhead adalah biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan oleh
untuk keperluan biaya operasional kendaraan dan biaya keperluan kantor lainnya.
bahwa biaya overhead yang dianggap wajar bagi penyedia adalah 10 hingga 15%
dari BOK. Sesuai dengan namanya biaya ini sebenarnya tidak masuk dalam
perhitungan tetapi pada prakteknya biaya ini selalu ada. Umumnya biaya ini timbul
85
Universitas Sumatera
2.10.2.4 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah uang
yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu perjalanan
(Hensher, et.al 1989 dalam Tommy Putra Armada, 2014). Besarnya nilai waktu bagi
pengguna jalan merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh
jalan kepada pengguna jalan tersebut (LPKM-ITB, 1997 dalam Tommy Putra
perhitungan waktu tempuh untuk kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa
proyek (without project). Nilai waktu yang digunakan dapat ditetapkan dari hasil
studi nilai waktu yang menggunakan metode produktivitas, stated preference atau
revealed preference.
bruto (PDRB) per kapita per tahun yang dikonversi ke dalam satuan nilai
Metode revealed preference adalah nilai waktu yang diperoleh dari kenyataan
Metode yang digunakan dalam menghitung nilai waktu pada penelitian ini
Nilai Waktu = Pendapatan Orang Per Tahun / Waktu Kerja ….. (2.33)
86
Universitas Sumatera
Nilai waktu merupakan nilai rupiah per orang yang dihitung dalam satuan
perkapita yang dihitung dengan membagikan nilai PDRB terhadap jumlah penduduk
(PDRB/Jlh Penduduk) dalam satuan rupiah (Rp). Dan waktu kerja selama setahun
dihitung berdasarkan jam dan hari kerja yaitu 8 jam selama satu hari dan 300 hari
Maka besar penghematan nilai waktu perjalanan dalam rupiah (Rp) pada
suatu ruas jalan selama satu tahun dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Dimana :
Selisih waktu tempuh merupakan selisih waktu tempuh dengan proyek dan tanpa
proyek (t1 – t2 ) dimana t1,2 = L1,2/V1,2 (L= Panjang segmen jalan ; V= Kecepatan
kendaraan).
87
Universitas Sumatera