Anda di halaman 1dari 20

DANAU TOBA

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani bersama ibunya


bernama Toba dan Ibu Toba. Pada malam hari, Toba bermimpi buruk sekali, dalam
mimpinya dia diterkam oleh seekor harimau, dia pun langsung terbangun, ketika dia sedang
memikirkan apa arti dari mimpi itu, tiba-tiba ibunya batuk dan sesak napas. Toba pergi ke
kamar ibunya.

Toba    : “Ibu..Ibu.. Ibu kenapa?”


Ibu       : “Anakku ibu tidak apa-apa, ibu hanya sesak napas dan batuk biasa saja, jangan
                khawatir.”

   Tapi batuk dan sesak napas yang dialami ibu semakin parah, tadinya batuk biasa menjadi
batuk darah.
Toba    : “Tidak ibu, ibu sangat kesakitan.”
Ibu       : “Anakku tolong ambilkanlah minum untuk ibu, napas ibu sangat sesak.”
Toba    : “Baik ibu (sambil membawa air minum). Ini bu.”
Ibu       : “Anakku ibu sudah tidak tahan lagi, mungkin ajal ibu sudah dekat.”
Toba    : “Ibu jangan tinggalkan Toba sendiri disini.”
Ibu       :  “Anakku kau harus bisa hidup tanpa ibu, kau kan kuat? Kau anak ibu yang paling
                 berani. Hiduplah dengan baik.”( Ibu Toba pun meninggal dunia)

   Kini dia hidup seorang diri dan rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Di
suatu pagi yang cerah, Toba pergi memancing di sungai.

Toba    :”Ya Allah. Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar.”

Toba    :”Terima kasih Tuhan, kau memberikanku ikan yang besar, dan ikan ini juga indah
sekali.  Sisiknya berwarna merah bersinar seperti emas. Pasti nikmat sekali bila ku makan
nanti.

   Toba mencari kayu bakar untuk membakar ikan yang ditangkapnya hari ini. Ikannya pun
dia simpan di dapur. Ketika ia sedang mencari kayu bakar, tiba-tiba ikan yang ditangkap oleh
Toba berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Toba pun datang dengan membawa
kayu bakar. Toba terkejut ketika melihat ikan di ember tidak ada.
Toba    : “Aduh dimanakah ikan besar cantik nan rupawan itu, apakah dia di makan kucing ?”
Putri    :Tunggu, kau jangan memakan ku. Aku bersedia menemanimu asal aku tidak kau
              makan.
Toba    :”Siapa yang bicara itu?.”
Putri    : “Jangan takut pak, aku juga manusia sama seperti engkau. Aku sangat berutang budi
padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kutukan Sang Dewata. Aku
bersedia menjadi istrimu.”
Toba    : “Benarkah?”
Putri    : “Tentu saja.”
Toba    : “Namaku Toba. Mari kita lekas pulang. Aku sudah tak sabar ingin memberitahukan
                bahwa kau akan menjadi istriku.”
Putri    : “Tapi Toba, ada satu hal yang harus kau rahasiakan tentang diriku. Aku mohon kau
tidak menceritakan asal usulku yang berasal dari ikan, karena jika masyarakat itu
tahu akan hal tersebut pasti akan terjadi bencana besar yang melanda desa ini.
Toba    : “Baiklah, percayakan semua ini padaku. Ayo kita pulang.”

    Saat mereka memasuki kampung Pa Toba, ada beberapa orang yang tidak suka akan
kehadiran Putri.
Perempuan 1   : “Hei inang, tahu tidak kau itu si Toba tadi ku tengok membawa pulang
seorang perempuan.
Perempuan 2   : “Alaah, paling si cewe itu dia guna-guna biar tertarik padanya. Kau kan tau si
Toba itu BUPUK, alias Bujang Lapuk.”
perempuan 1 dan 2 : hahahhahahhhahhahahah!!!
Perempuan 1   : “Oh iyayah.. Pintar kali kau ini.”
Perempuan 2   : “Sudahlah, lekas kita pulang aku malas melihatnya”
  
    putri dan toba akhirnya menikah . Setahun kemudian, kebahagiaan Pa Toba dan Putri
bertambah karena Putri melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Samosir. Samosir
tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat, tetapi agak nakal. Ia mempunyai
kebiasaan yang aneh, yaitu selalu merasa lapar dan ia juga selalu membuat jengkel kedua
orangtuanya karena ia tidak pernah mau membantu pekerjaan orang tuanya.

Toba    : “Ibu, mana makan siang untukku?”


Putri    : “Tadi sudah kusiapkan di atas meja. Wah Samosir, ke mana makanan tadi?”
Samosir : “Sudah kuhabiskan bu. Kan saya ini masih dalam masa pertumbuhan. Sekarang
pun sebenarnya aku masih lapar, tapi sudahlah, aku pergi bermain dulu ya bu.”
Toba    : “Samosir. Ah ibu ini selalu saja memanjakan dia, saya ini lapar bu.
Putri    : “Sabar ya pak, ingatlah dia kan buah hati kita satu-satunya. Jangan sampai hal sepele
                seperti ini membuatmu emosi.”
Toba    : “Ya sudahlah bu. Buatkan aku makanan sajalah, perutku sudah lapar sekali.”
Putri    : “Tunggulah, aku akan membuatkannya.”

   Toba masih bisa menahan kesabarannya. Namun kesabaran seseorang itu pasti ada
batasnya. Sampai suatu ketika Toba tidak dapat menahan amarahnya.
Putri    : “Samosir, Bantu ibu nak.”
Samosir : “Apa bu. aku sedang asyik bermain nih.”
Putri    : “Bawakan bekal ini untuk bapamu di sawah. Kasihan dia sudah menunggu.”
Samosir : “Ah, ibu sajalah yang pergi.”
Putri    : “Ibu sedang masak Samosir. Cepatlah kau antarkan, nanti bapamu marah.”
Samosir : “Ah ibu ini, menggangguku saja. Sini!”

   Dari awal Samosir memang sudah tidak berniat mengantarkan makanan tersebut.
Sesampainya di pertengahan jalan.
Samosir : “Jalan ke sawah saja sudah membuatku lelah, lebih baik kumakan saja bekal bapa
ini.”

   Tanpa sadar bekal tadi telah habis dimakan oleh Samosir. Lalu dengan perasaan tak
bersalah, Samosir pun pulang dan melanjutkan permainannya. Bapanya yang sudah
kepanasan dan kelaparan menunggu memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah.

Toba    : “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.”
Toba    : (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi) “ Samosir! Kau kemanakan semua
makanan masakan Ibu mu?”
Samosir : “Sudah Samosir habiskan lah, bapa. Ketika sedang mengantarkan makanan bapa
aku memakannya, karena perjalanan ke sawah sangat melelahkan ”
Toba    : “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram)
   Samosir menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.

Putri    : “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)           


Samosir : “Ibu, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”
Putri    : “Siapa yang berkata padamu, Nak?” (terkejut)
Samosir : (diam sambil tersedu-sedu)
Putri    : “Jawab ibu, Nak!”
Samosir : “Bapa yang berkata itu padaku, Ibu. Bapa bilang aku adalah seorang anak ikan, 
                   makanya aku rakus. Benarkah itu Ibu? Bapa bohongkah Ibu?”
Putri    : (diam dan mulai menitikkan air mata) “Iii…ya Samosir, Bapamu itu benar sekali.
Kau adalah anak ikan. Ibumu ini adalah seekor ikan sebelum Ibu menikah dengan
Bapa.”
Putri    : “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Bapamu.
                 Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita
                 dan kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit
                 itu.”
Samosir: “Baik, Bu!”

   Tiba- tiba ada suara yang muncul dari langit.

Suara Gaib : “Huahahaha..Suamimu sudah melanggar janjinya. Sekarang kamu tidak bisa
hidup dimuka bumi ini. Kau harus meninggalkan muka bumi ini. Kau harus
kembali ke  tempat asal kau yaitu ke sungai kembali menjadi ikan. Kau tidak
berhak lagi tinggal   disini. Cepat lah kau pergi ke sungai!”

   Setelah mendengar suara gaib, seketika itu juga Samosir dan Putri lenyap tanpa jejak dan
bekas. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan turun hujan yang sangat deras disertai petir.

Masyarakat 1 : “ Ada apa ini?”


Masyarakat 2 : “ Aku tidak tahu, !”
Masyarakat 1 : “Tidak biasanya hujan deras seperti ini.”
masyarakat 2 :”Aku rasa akan terjadi bencana yang sangat dasyat menimpa desa kita”
Masyarakat 1 : “Ya benar, lama kelamaan desa kita akan tenggelam. Ayo kita pergi ke tempat
                             yang lebih tinggi.”
Masyarakat 2:” Ayo.”
Masyarakat 1: “Tapi semuanya  telah sia-sia, kita sudah terlambat sungai di desa kita akan
                         meluap dikarenakan hujan deras ini. tak lama lagi, air sungai di desa kita akan
menggenangi desa ini.”

   Akhir cerita, setibanya Putri di tepi sungai, mendadak langit menggelap, kilat menyambar
disertai bunyi guruh yang menggelegar. Putri kemudian melompat ke dalam sungai. Ia
berubah menjadi seekor ikan besar lagi. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati
tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah
menjadi danau yang sangat besar. Di kemudian hari, orang-orang menyebutnya Danau Toba
dan pulau kecil yang berada di tengah-tengahnya dinamai Pulau Samosir.
TIMUN MAS

Narator : “Alkisah, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang janda bernama Mbok Sirni di
sebuah desa kecil. Ia bekerja sebagai petani kecil. Ia menginginkan seorang anak agar dapat
membantu dan menemani ia bekerja.”

Mbok Sirni : “Akhirnya, pekerjaanku di ladang hari ini sudah selesai. Seandainya saya
memiliki seorang anak, pasti saya tidak selelah ini.”

Narator : “Suatu hari, ia didatangi oleh seorang raksasa.”

Raksasa : “Wahai petani kecil, jikalau engkau menginginkan seorang anak, akan kuberikan
engkau seorang anak. Akan tetapi, dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus
diserahkan kepadaku itu untuk disantap.”

Mbok Sirni : “Baiklah tuan, saya setuju dengan persyaratan tuan.”

Raksasa : “Ini biji mentimun , rawatlah biji ini di ladangmu.”

Narator : “Setelah dua minggu, diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling
besar dan berkilau seperti emas.”

Mbok Sirni : “Wah, buah ini besar sekali!. Baiklah, akan ku belah buah itu dengan hati-hati.”

Narator : “Ternyata, isi buah tersebut adalah seorang bayi cantik.”

Bayi : “Oeek…….”

Mbok Sirni : “Wah, cantik sekali kamu, nak. Mulai sekarang, ibu akan memanggilmu Timun
Emas karena kamu berasal dari timun yang bewarna emas.”

Babak 2

Narator : “Semakin hari, Timun emas tumbuh menjadi gadis jelita yang rajin membantu
ibunya.”

Timun Emas : “Ibu, saya pergi mencari kayu bakar dulu ya.”
Mbok Sirni : “Iya, hati-hati ya nak. Jangan pulang terlalu malam, nanti kamu tersesat.”

Narator : “Beberapa saat kemudian, datanglah raksasa untuk menagih janji Mbok Sirni.”

Raksasa : “Wahai petani kecil, saya datang kesini untuk menagih janjimu 6 tahun. Cepat
serahkan anak itu ! Sekarang saya sangat ingin memakan seorang bocah.”

Narator : “Karena Mbok Sirni amat ketakutan, maka ia mengulur janjinya.”

Mbok Sirni : “Begini tuanku, saya punya saran. Maukah anda datang kesini dua tahun
kemudian?. Saya yakin, bila semakin dewasa, anak ini pasti semakin enak untuk disantap.”

Raksasa : “Mmm…. , bagus juga saranmu. Baiklah, saya akan datang kesini dua tahun
kemudian untuk menagih janjimu.”

Babak 3

Narator : “Hari berganti hari, Mbok Sirni semakin sayang pada timun emas, namun setiap
kali ia teringat akan janjinya, hatinyapun menjadi cemas dan sedih.”

Timun Emas : “Bunda, ini sudah larut malam, kenapa bunda belum tidur? Dan, kenapa bunda
tampak sedih, apakah bunda memiliki masalah?”

Mbok Sirni : “Tidak, anakku. Bunda tidak memiliki masalah. Mari kita tidur, bunda akan
menceritakan sebuah dongeng untukmu.”

Timun Emas : “Hore, terima kasih bunda.”

Babak 4

Narator : “Suatu malam, Mbok Sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui
petapa di Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi ke sana.”

Mbok Sirni : “Timun Mas, bunda akan pergi ke Gunung Gundul untuk beberapa hari. Bila
kamu lapar, ibu sudah menyiapkan nasi dan ikan asin goreng di dapur. Jangan kemana-mana
ya, nanti kamu tersesat.”

Timun Emas : “Bunda, bolehkah saya ikut?”


Mbok Sirni : “Maaf, anakku. Kamu tidak dapat ikut bunda. Kamu harus menjaga rumah
kita.”

Timun Emas : “Baiklah bunda.”

Babak 5

Narator : “Setelah Mbok Sirni sampai di Gunung Kidul, ia menolong seseorang yang hampir
terjatuh dalam anak sungai. Ternyata orang tersebut adalah seorang petapa.”

Petapa : “Terima kasih engkau telah menolongku, ternyata engkau seorang yang murah hati.
Ini kuberikan 4 buah bungkusan kecil ini, masing-masing didalamnya terdapat biji mentimun,
jarum, garam,dan terasi untuk menyelamatkan anakmu dari raksasa.”

Narator : “Namun, ketika Mbok Sirni mau mengucapkan terima kasih, petapa tersebut
menghilang begitu saja.”

Babak 6

Narator : “Mbok Sirni pun pulang ke rumahnya. Sesampai dirumah, ia menceritakan semua
yang telah terjadi kepada Timun Emas.”

Timun Emas : “Bunda, saya amat takut dimakan oleh si Raksasa itu, dan juga saya takut
berpisah dengan bunda.”

Mbok Sirni : “Oh, anakku. Bunda sangat menyayangimu dan takut kehilanganmu. Ini,
bungkusan ini bunda berikan untukmu. Gunakan ini saat kamu berhadapan si Raksasa itu.
Sebelum itu, berdoalah kepada Sang Pencipta untuk diberi perlindungan dari-Nya.”

Timun Emas : “Baiklah bunda, saya akan berusaha mengikuti saran bunda.”

Babak 7

Narator : “Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji.”

Raksasa : “Wahai petani kecil, aku datang kesini untuk menagih janjimu! Cepat serahkan
anak itu, aku amat ingin memakannya! Hahaha……”
Mbok Sirni : “Anakku, cepat lari lewat pintu belakang rumah kita!”

Timun Emas : “Baiklah bunda.”

Narator : “Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka


ditebarnya biji mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat
buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang
sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar.Timun
emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya. Seketika hutanpun menjadi lautan
luas. Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati. Yang terakhir Timun Emas akhirnya
menaburkan terasi, seketika terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasapun
mati.”

Timun Emas : “Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini”

Narator : “Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.”
Batu Betangkup

Disebuah desa yang aman dan nyaman, hiduplah seorang janda tua yang bernama
mak minah ia hidup bersama ketiga anaknya yang bernama utuh, ucin dan diang, sejak
tinggal mati suaminya mak minah harus bekerja keras untuk menghidupi ketiga anaknya

Mak mina        : akhirnya, selesai juga pekerjaanku membersihkan rumah, sekarang aku
harus mencari kayu bakar dan aku jual dipasar
Ketiga anak mak minah sangat nakal, mereka hanya bias bermain dan bermain, sehingga
makminah harus membanting tulang bekerja sendiri di usianya yang sudah rentan dan sakit-
sakitan itu.

Mak mina        : “utuh….ucin….diang? (memanggil anaknya sampai batuk-batuk)


Utuh                : sudalah diamlah orang tua cerewet, gak lihat apa kami lagi asik main
Diang              : sudalah, yuk kita main lagi, ucin yang jaga
Ucin                : kok aku lagi yang jaga
Utuh                : jangan berdebat, ayo mulai berhitung
Ucin                : satu……dua…..tiga…..
                       
                        Ketika mereka lagi sangat asik bermain datanglah  4 orang anak yang nakal
yang bernama, titin, amat, marni dan siti mengganggu permainan meraka.

Titin                 : hey temen-temen ada anak miskin lagi asik main ditempat ini
Amat               : (berbahasa batak) hey kau anak miskin tak pantas lah kau dikampung ini
Diang              : emang kenapa kami kan gak ganggu kalian
Siti                  : (berbahasa jawa ) wele….wele dasar bocah miskin diomongi kok ora iso,
kue ki ora ngerti opo, hus…hus lungo-lungo
Ucin                : emang kami apa diusir-usin seperti ayam
Marni              : ya ampun ini orang banyak omong, apa mau kami hajar kalian (marni
mendorong diang)
Mak minah      : (berteriak) hey…hey….hey… jangan berkelahi “utuh, ucin, diang,.” Ayo
kita pulang ke rumah ya….

Utuh                : emak!!! Mangkanya emang tu kaya biar kami gak diejek miskin
Ucin                : iya nih punya emak kok miskin
Diang              : ya udalah pergi sana kedapur mak, buatin kami makanan soalnya kami
laper.

                        Mak minah pun pergi kedapur dengan hati yang sangat sedih dengan
perlakuan anaknya. Yang sangat tidak menghormatinya sebagai orang tuanya.

Mak minah      : ucin, diang, utuh, ayo makan ini makananya udah siap
Ucin                : dari tadi dong
Utuh                : ayo kita makan
Diang              : emak ngapain disini pergi sana kami mau makan merekapun makan dengan
lahapnya tanpa memikirkan emaknya yang belum makan
Diang              : emak, beresin ini kami udah selesai makan
Utuh                : emak, makan aja  tu sisa-sisanya
Ucin                : cepat beresin mak lama banget

            Disuatu malam mak minah berdo’a supaya diberi petunjuk untuk anak-anaknya yang
tidak sama sekali memikirkanya

Mak mina        : ya,allah tolonglah hambamu ini, sadarkanlah ketiga anak hamba agar
mereka perduli kepadaku amin

            Keesokan harinya, mak minah bangun pagi lalu memasak nasi dan lauk yang sangat
banyak untuk anaknya. Mak minah pun pergi tampa sepengetahuan anaknya. Mak mina pun
pergi ke tepi sungai dan mendekati sebuah batu, konon batu itu dapat berbicara seperti
manusia
            Didepan batu itu makminah pun bersyudud dan berlutut serta memohon kepada batu
itu agar menelan dirinya.

Mak minah        : wahai batu batangkup, telanlah saya. Saya tidak sanggup lagi hidup
dengan ketiga anakku
Batu batangkup : apakah engkau tidak menyesal? Bagaimana dengan nasib anakmu?
Mak minah        : biarlah mereka hidup sendiri, lagi pula aku tidak berguna dihadapan
mereka
Batu batangkup : baiklah, jika itu yang engkau mau
                       
               Dalam waktu sekejab batu batangkup menelan mak minah dan hanya menisahkan
rambut yang panjang sehingga tanpa diluar. Setelah hari menjelang sore, ketiga anak mak
minah pun pulang dari bermain, mereka melihat ada nasi dan lauk yang cukup banyak.
Langsung lah mereka menyantap makanan itu. Tetapi mereka hanya heran sudah mau larut
malam kenapa emangnya belum juga pulang.

Diang                          : ucin, utuh emak kemana sih kok belum pulang
Ucin                            : sudalah gak usah pikirin emak entar juga pulang
Utuh                            : udalah makan aja dulu

Menjelang hari kedua persediaan makanan mereka sudah habis, sementara mak minah
belum juga pulang kerumah ketiga anaknya pun mencari mak minah dengan hati yang
cemas

Utuh                            : emak, emak dimana?


Diang                          : maaf kan kami mak
Ucin                            : kami mohon emak kembali

Hingga larut malam mereka mencari tetapi mereka hanya bias meratap dan
menangis karena kelaparan, tapi karena kecapean mereka pun tertidur lelap. Keesokan
harinya mereka pun kembali mak minah lalu mereka pun bertanya kepada siti yang
sedang asik bermain beserta temannya itu.
Utuh           :  siti….kira-kira kamu lihat enggak emak aku kemarin atau enggak hari ini?
Siti               : (berbahasa jawa) yo orak lah, iku kan emakmu uduk emakku
Titin              : kayaknya ada yang lagi kehilangan emaknya ni
Marni          : katanya emaknya miskin kok masih dicari-cari huuuuu dasar miskin
Yogi             : (berbahasa batak ) hey hey apalah kau ini kasian lah mereka dan aku melilhat
emak kau ke lah mereka dan aku melihat emak kau kearah batu batangkup
dipinggir sungai
Diang                : apa???? Enggak mungkin
Titin                   : apa ya enggak mungkin, itulah jadi anak itu jangan belagu
                        Merekapun berlari sambil menangis, sampailah mereka dibatu batangkup
alangka kagetnya mereka melihat rambut emaknya terurai diselah batu batangkup

Ucin  : wahai batu batangkup, keluarkanlah emak kami


Utuh  : kami sangat membutuhkan emak batu batangkup
Diang   : kami mohon
Batu batangkup : kalian itu anak yang durhaka, kalian itu tidak tau diri. Kalian
membutuhkan mak minah disaat kalian lapar saja
Utuh  : batu batangkup kami janji tidak akan durhaka kepada emak
Ucin   : kami janji
Diang  : kami sangat memohon batu batangkup
Batu batangkup : baiklah tapi awas jika kalian ingkar jadi mak minah akan saya telan
kembali

Batu batangkuppun mengeluarkan mak minah dari perutnya. Utuh, ucin dan diang
pun segera berlutut didepan mak minah.

Utuh                : maafkan kami mak


Ucin                : kami tidak akan menjadi anak durhaka lagi mak
Diang              : iya mak kami berjanji
Mak minah      : sudahla anakku emak telah memaafkan kalian

Sejak saat itulah, setiap hari ketiga anaknya tersebut rajin utuh dan ucin membantu
emaknya mencari kayu dihutan dan dijual kepasar, sedangkan diang menyiapkan makanan
untuk emak dan abangnya.mak minah sangat gembira dan bahagia tetapi kebahagian itu
hanya sementara karena perilaku anaknya kembali berubah seperti dahulu uth dan ucin tak
lagi mau mencari kayu.

Tetapi perilaku diang sudah sangat beruba dia masih membantu emaknya. Mak minah
sangat senang diang sudah beruba tetapi mak minah juga sedih karena utuh dan ucin tidak
beruba sifatnya
Diang                   : emak….!!! Emak yang sabar ya. (mengelus pundak emaknya)
Mak minah      : emak sudah tidak tahan lagi, sebaiknya emak kembali kepada batu
batangkup. Emak minta maaf ya nak.
Diang              : apakah emak tega meninggalkan aku
Mak minah      : emak minta maaf nak, ini padi ajaib untuk keperluanmu disaat kamu lapar,
padi itu tidak akan habis selagi hatimu tidak dipengaruhi hal-hal buruk
Diang              : emak baik-baik ya bersama batu batangkup (memeluk emaknya)

Keesokan harinya dengan perasaan sedih mak minah meninggalkan ketiga anaknya.
Didepan batu batangkup mak minah berlutut dan memohon

Mak minah : wahai batu batangkup telanlah hamba kembali didalam perutmu, kedua anakku
mengingkari janjinya
Batu batangkup : bagaimana keadaan anakmu yang satunya jika engkau tidak ada
Mak minah          : dia relah melihat aku pergi dibandingkan aku terus tidak dihormati oleh
abangnya
Batu batangkup : baiklah….!!!

                                         Batu batangkup langsung menelan mak minah

Diang               : (bersedih) emak aku sayang sama emak


Ucin                : kenapa kamu bersedih emang emak kenapa
Utuh                : udah udah gak usa ditanya-tanya mendingan kita tidur udah malam ini

                        Keesokan harinya diang hanya berdiam diri dan bersedih disaat ia mengingat
emaknya, tetapi utuh dan ucin tidak menghiraukan emaknya karena mereka piker emaknya
mencari kayu dihutan

Utuh                : kemana lagi ni emak?


Ucin                : palingan lagi cari kayu bakar dihutan
Diang              : iya mungkin

Diang tidak member tahu kepada utuh dan ucin kalau emaknya telah bersama batu
batangkup, menjelang sore hari, mak minah belum juga pulang kerumah

Utuh                : jangan-jangan emak kembali lagi kebatu tangkup


Diang              : iya itu benar, karena kalian mengingkari janji kalian
Ucin                : kenapa kamu tidak bilang kepada kami

utuh dan ucin langasung berlari menuju batu batangkup sedangkan diang hanya
berdiam diri dirumah. Sampainya didepan batu batangkup mereka mengelus-elus rambut
mak minah yang ada diselah batu batangkup

Utuh                : batu batangkup maafkan kami


Ucin                : kami sangat menyesal batu batangkup
Utuh                : keluarkan emak batu batangkup
Ucin                : kami mohon
Batu batangkup : kalian memang anak nakal dan durhaka. Aku tidak akan memaafkan
kalian

                        Kedua anak itupun langsung ditelan oleh batu batangkup setelah keduanya
masuk kedalam perutnya, batu batangkup itupun masuk kedalam tanah sampai sekarang
batu batangkup itupun tak pernah muncul lagi
KEONG MAS
     Dahulu Kala, Di istana Kerajaan Daha Hiduplah seorang raja bersama kedua
putrinya.  Suatu hari, Raja memanggil kedua putrinya, karena mereka akan kedatangan tamu
dari Kerajaan Karuhipan yang bernama Raden Inu Kertapati.
Raja                 : “Putri-Putriku Kemarilah!” (Memanggil kedua putrinya)
Galuh              : (Berjalan menghampiri sang ayah) “Ada apa,ayahanda?”
Kirana             : (Berjalan dibelakang Galuh Ajeng) “Apakah ayahanda memanggilku juga?”
Raja                 : “Iya Putriku, Ada pemberitahuan yang sangat penting.. Besok Raden Inu
Kertapati dari Kerajaan Kahuripan akan datang Lusa..”
Kirana : “Lalu, apa Hubungannya dengan kami Ayahanda?”
Raja                 : “Ayah sudah membuat perjanjian dengan Ayah dari Raden Inu Kertapati,
bahwa Ayah akan menikahkan salah satu putri Ayah dengan Raden Inu.”
Galuh              : ( Berbinar senang) “Siapa diantara kami yang akan dinikahkan dengan Raden
Inu, ayah?”
Raja                 :  “Kami telah memutuskan bahwa Candra Kirana yang akan menikahkan
Raden Inu Kertapati.. dan keputusan ini tidak bisa diganggu gugat!”
Galuh              : (Menundukkan kepala) “Maaf ayahanda, Galuh ingin pergi kebelakang..
Permisi.. (Berjalan pergi sambil menundukkan kepala)
Kirana             : (Melihat kepergian Galuh, Kemudian melihat sang Raja) “Terima
Kasih,Ayahanda.. Kirana senang sekali..
Raja                 : “Sama-sama anakku.. mari kita persiapkan segala sesuatunya..” (Sambil
mengelus kepala Kirana)
     Sementara dewi galuh, merasa iri dengan kirana yang bernasib baik dan mujur akan
menikah dengn inu kertapati, niat jahat untuk mencelakai kirana pun terbesit di pikirannya. Ia
pun mendatangi sebuah gubuk milik penyihir.
Galuh              : “Permisi, Apa ada orang didalam?” (melihat sekeliling)
Penyihir           : “Apa yang anda butuhkan Gadis manis?” (berjalan menggunakan tongkat)
Galuh              : “Aku membutuhkan bantuanmu! Tolong bantu aku!”
Penyihir           : “Kamu ingin aku melakukan apa?”
Galuh              : “Aku ingin kamu menyihir Candra Kirana menjadi Sesuatu yang
menjijikkan! Yang jelas aku ingin Kirana menderita!”
Penyihir           : “Baiklah, aku akan menyihir Candra Kirana sehingga dia tidak dapat
bertunangan dan menikah dengan Raden Inu!”
Galuh              : (Tersenyum senang) “Terimakasih atas bantuanmu, senang bekerja sama
dengan penyihir sepertimu! Ini uang sebagai imbalannya.” (Memberi amplop berisi uang)
Penyihir           : (Menerima uang itu) “Sekarang aku akan mempersiapkan kutukan
untuknya…”
Galuh              : “Kutunggu kabar darimu, penyihir!!” ( meninggalkan gubuk penyihir dan
kembali ke Istana)
     Keesokan Harinya, Candra Kirana pergi ke pasar membeli keperluan untuk menyambut
kedatangan Raden Inu Kertapati besok. Sepulang dari pasar Kirana melewati sebuah sungai.
Di sungai tersebut kirana dihadang oleh seorang perempuan tua yang buruk rupa.
Perempuan tua itu adalah nenek sihir yang diperintah oleh Galuh untuk menyihir Kirana.
Penyihir           : “Hwahahahaha!! Candra Kirana! Apa kabarmu, Hah? Kelihatannya kamu
sangat senang  hari ini? Hwahahaha…”
Kirana             : (terkejut) “ Siapa kamu?”
Penyihir           : “Diam! Aku ke sini untuk menyihirmu menjadi keong!!
Kirana             : “Kenapa kamu ingin menyihirku? Apa salahku?”
Penyihir           : “Saudaramu yang menyuruhku untuk menyihirmu.”
Kirana             : “Galuh? Tidak mungkin, kau pasti berbohong !”
Penyihir           : “Sudah ! jangan banyak omong ! terima saja nasibmu! hahahaha.”
(mengucapkan mantra untuk menyihir Kirana menjadi Keong)
Kirana                         : “Tidak!” ( Berubah jadi keong emas)
Penyihir           : “Hwahahaha!!!! Kamu hanya akan menjadi manusia pada waktu siang hari,
tapi bila menjelang malam, kamu akan kembali menjadi keong!! Kutukan ini akan berakhir
bila kamu bertemu dengan Raden Inu!! Hwahahaha!” (Membuang Keong Mas Ke sungai)
     Candra Kirana telah dikutuk menjadi keong emas dan dibuang ke sungai hingga
terdampar di Desa Dadapan. Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan
keong emas terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan
ditaruh di tempayan.
Nenek              : “Oh, keong yang sangat cantik!! Aku akan membawanya pulang!”
     Setibanya dipondok,  nenek itu meletakkan keong itu di tempat yang aman. Lalu dia
beristirahat sejenak di kursi.
Nenek              : “Sampai jam segini aku belum juga mendapatkan ikan. Aku harus mencari
ikan lagi, kalau tidak mendapat ikan, aku mau makan apa?” ( Pergi keluar untuk mencari
ikan)
     Nenek itu kembali mencari ikan di sungai. Kemudian, Kirana kembali ke wujud
manusianya.
Kirana             : “ Loh, kenapa aku bisa di sini? Oh iya, tadi ‘kan ada seorang nenek yang
membawaku. Kasihan sekali nenek itu, untuk makan saja dia harus mencari ikan terlebih
dahulu. Aku akan membuatkan makanan untuknya.”
     Hingga menjelang malam nenek itu tidak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek
tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget, karena di
meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya
sendiri, siapa yang mengirim masakan ini.Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek
menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada
saat dia pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan
seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat,
si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi
gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja.
Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan
cantik itu.
Nenek              : “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”
Kirana             : ( Menoleh kaget) ” Aku….aku…aku Candra Kirana. Aku adalah putri
kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena
merasa iri kepadaku”
Nenek              : ( Merasa iba) “ kasihan sekali dirimu, Nak…Nenek tidak tahu saudara
macam apa saudaramu itu, hingga tega ingin mengutukmu! Tapi namanya manusia kalau
sudah cemburu,…apapun dia lakukan! Ya, sudah…sementara kamu boleh tinggal di sini,
Nak…”
Kirana             : “ Terimakasih, Nek…”
     Sementara itu pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana
menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek
sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden
Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara
dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal
raden Inu diberikan arah yang salah.
Raden Inu       : (Terkejut) “siapa kau ?”
Burung Gagak : “ Tenang anak muda, aku akan menunjukkan arah ke Desa Dadapan, di
sana kamu akan bertemu dengan Candra Kirana.”
Raden Inu       : “ Darimana kau tahu tujuan perjalananku? Siapa kau sebenarnya?”
Burung Gagak : “ Kau tidak perlu tahu siapa aku, ikuti saja petunjuk yang kuberikan.”
Raden Inu       : “ Baiklah, terima kasih atas pertolonganmu.”
     Setelah berjalan cukup jauh mengikuti petunjuk arah dari burung gagak, Raden Inu tidak
juga menemukan Desa Dadapan. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek
yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek itu adalah orang sakti
yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek              : “Tolonglah nak, sudah beberapa hari kakek tidak makan.”
Raden Inu       : “Oh, ini kek, ada sedikit makanan.” (memberi sepotong roti)
Kakek              : “Terima kasih anak muda. Janganlah kau mengikuti petunjuk yang
diberikan burung gagak tadi, dia sebenarnya adalah jelmaan nenek sihir, dia memberikan
arah yang salah padamu.”
Raden Inu       : “Lalu apa yang harus kulakukan kek?”
Kakek              : “Berjalanlah mengikuti aliran sungai ini, di ujung sana kamu akan
menemukan Desa Dadapan.”
Raden Inu       : “Terima kasih kek, saya akan melanjutkan perjalanan ini.”
Kakek              :  “Berhati-hatilah dalam perjalananmu,anak muda.”
Raden Inu       : “Baiklah kek.”
     Setelah berjalan berhari-hari sampailah Raden Inu di desa Dadapan Ia menghampiri
sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah
habis. Di gubuk itu ia sangat terkejut, karena dia bertemu dengan Candra Kirana.  Akhirnya
sihir dari nenek sihir pun hilang karena perjumpaan itu.
Raden Inu       : “Ah,…di sana ada pondok! Mungkin aku bisa numpang istirahat di sana
untuk sementara waktu dan setidaknya aku mendapat seteguk air. Aku merasa lelah sekali
setelah berjalan sejauh ini.”( Menghampiri pondok itu) “ Permisi!!…”
Kirana             : “Iya, sebentar…” ( membuka pintu)
Raden Inu       : (Terkejut) “ Bukankah kamu….Candra Kirana?”
Kirana             : “Raden Inu? Kenapa bisa ada di sini?”
Raden Inu       : “Ceritanya panjang, sudah berhari-hari aku mencarimu. Sekarang ayo kita
pulang, ayahmu sudah menunggumu.”
Kirana             : “Terimakasih banyak, karena kamu sudah menyelamatkanku.”
     Dari dalam rumah terdengar suara nenek memanggil Kirana.
Nenek              : “Siapa, Kirana?”(Berjalan mendekati Kirana)
Kirana             : “Oh, Nenek…kenalkan ini adalah Raden Inu yang Kirana ceritakan waktu
itu. Dia menjemput Kirana untuk pulang. Tapi, Kirana tidak tega meninggalkan Nenek
sendirian.”
Nenek              : “Tidak apa-apa, Kirana. Pulanglah, pasti kamu merindukan keluargamu.”
Raden Inu       : “Begini saja, Nenek ikut kami ke Istana dan hidup bersama kami.”
     Akhirnya Raden Inu memboyong Candra Kirana beserta nenek yang baik hati tersebut ke
istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Sang Raja. Raja minta
maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu mendapat hukuman yang
setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia melarikan diri ke hutan. Pernikahan
Candra kirana dan Raden Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah.
Akhirnya mereka hidup bahagia.

Anda mungkin juga menyukai