Anda di halaman 1dari 3

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No.

1,

Majuro, Jubi - Kepulauan Marshall di Lautan Pasifik menjadi bangsa pertama yang
meratifikasi perjanjian 2016 Selasa (28/2/2017) untuk memotong operasional pabrik
yang menghasilkan gas rumah kaca besar, dengan pertimbangan keselamatan
bangsa  ada dalam resiko perubahan iklim.

Parlemen Kepulauan Marshall, dengan populasi 53,000 dan sangat rentan dengan
naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh mencairnya es, menyetujui rencana
mengontrol penggunaan hydrofluorocarbons (HFCs) dalam lemari es dan pendingin
ruangan.

Keputusan ini adalah tanda berlanjutnya aksi untuk membatasi pemanasan global
ditengah ketidakpastian masa depan kebijakan iklim AS di bawah Presiden Trump.
Diketahui bahwa Trump tidak yakin fek gas rumah kaca telah menyebabkan
pemasanan global.

“Negeri saya tidak akan selamat tanpa tindakan pemotongan emisi sesegera
mungkin oleh setiap negara dan setiap sektor ekonomi kita, termasuk HFCs,” kata
Presiden Kepulauan Marshall Hilda Heine.

“Kesepakatan ini sangat baik bagi rakyat kami, planet, dan keuntungan bagi mereka
yang ikuti jejak kami, “ ujarnya dalam sebuah pernyataan yang juga mengatakan
bahwa negeri itu menjadi yang pertama meratifikasi persetujuan HFC yang
ditetapkan di Kigali, Rwanda Oktober 2016.

Pakta Kigali, yang disetujui oleh hampir 200 bangsa-bangsa termasuk Amerika
Serikat, akan menurutnkan penggunaan HFCs, yang dapat 10,000 kali lebih
berbahaya ketimbang karbondioksida saat memerangkap panas dalam atmosfer.

Keputusan itu akan menjadi kekuatan hukum pada 1 Januari 2019, dengan asumsi
setidaknya 20 bangsa di dunia saat itu sudah secara formal meratifikasinya.

Kepulauan Marshall juga menjadi negara paling pertama yang meratifikasi


persetujuan Paris tahun 2015, yang mendorong pergeseran radikal dari bahan bakar
berbasis fosil di abad ini guna membantu pencegahan gelombang panas, banjir,
kekeringan dan meningkatnya permukaan laut.

Andrew Light, dari lembaga think thank AS bernama Institut Sumber Daya Dunia
mengatakan perusahaan-perusahaan seperti Honeywell dan DuPont sudah
mengembangkan zat kimia baru yang kurang berbahaya bagi lingkungan ketimbang
HFCs.

“Itu masuk akal secara ekonomi bagi Amerika Serikat,” kata dia terkait perjanjian
HFC. Trump belum secara terbuka mengatakan pendapatnya terkait persetujuan
HFC yang sangat didukung oleh mantan Presiden AS Barack Obama untuk
membatasi pemanasan global.

Tahun lalu hampir 200 bangsa dari Cina, negara-negara anggota OPEC hingga
negara-negara Kepulauan Pasifik, menegaskan bahwa setelah kemenangan Trump
tindakan mengatasi perubahan iklim akan menjadi “kewajiban mendesak. Perjanjian
Paris sekarang sudah diratifikasi 132 bangsa-bangsa.
HFCs disepakati sebagai pengganti bagi chlorofluorocarbons, yang merusak lapisan
ozone yang melindungi planet dari sinar ultraviolet yang mengakibatkan kanker kulit.

Namun para ilmuwan kemudian menemukan bahwa HFCs, yang lebih baik untuk
lapisan ozon, ternyata memicu pemanasan global.(*)

http://tabloidjubi.com/artikel-4190-kepulauan-marshall-negara-pertama-ratifikasi-kesepakatan-
global-hfc-.html

karakterestik umum negara-negara pasifik barat daya.


untuk ras malanesia di mana dilamnya terdapat negara-negara seperti
papua nue guinea, fiji, kepulauan solomon, dan new caledonia memiliki
sumber daya alam seperti perikanan, pertanian, tambang, emas, hutan
dan nikel.
untuk ras mikrronesia yang meliputi kepulauan marshall, kiribati, nauru,
dan federasi negara-negara kironesia yang keseluruhannya mempunyai
kegiatan prekonomian seperti perikanan, kopra dan fosfat.
dan untuk ras polinesia yang meliputi tuvalu, tokelau, samoa barat,
niue, tonga, dan cook island, dimana kesemuanya mempunyai kegiatan
ekonomi seperti perikanan, kopra dan coklat.
meskipun negara-negara pasifik barat daya mempunyai SDA yang
melimpah namun mereka masih tergolong miskin hal ini di karenakan
kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengolah SDA
tersebut

ISU KONTEMPORER: PERMASALAHAN DAN SOLUSI


KONDISI EKONOMI NEGARA-NEGARA KEPULAUAN
PASIFIK (week 4)
25 March 2015 - dalam MBP Australia Pasifik Barat Daya Timor Leste Oleh dyahnugraheni-fisip12

Negara-negara di Kepulauan Pasifik dikatakan sebagai wilayah yang berumur tua, namun juga sebagai negara
baru lahir karena banyak mereka baru membentuk pemerintahan formal di era 90-an. Masyarakat Kepulauan
Pasifik sedang menghadapi lingkaran hitam ekonomi, membuat mereka tak berdaya bila tanpa adanya bantuan
luar negeri. Permasalahan tersebut berawal ketika sistem ekonomi mereka yang subsisten, produksi mandiri
untuk konsumsi komunitas, berubah. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh negara bekas penjajah mereka. Gaya
hidup Eropa yang diadaptasi koloni mereka membawa dampak buruk. Persebaran sumber daya alam di
Kepulauan Pasifik tidak setara. Beberapa pulau memang dianugerahi SDA berlimpah, namun ada pula yang
tidak. Namun dengan SDA berlimpah sekalipun, pemerintah tidak memiliki daya untuk memenuhi kebutuhan
yang diminta masyarakat Kepulauan Pasifik dengan produksi secara mandiri.
            Masyarakat Kepulauan Pasifik juga terjebak dalam lingkaran bantuan luar negeri dan impor. Bantuan luar
negeri yang didapat, digunakan untuk menggaji pegawai negeri, pegawai negeri akan membelanjakan gajinya
pada barang-barang impor dan uang tersebut tentu akan kembali ke luar, kemudian akan mereka dapatkan
kembali sebagai bantuan luar negeri. Lingkaran tersebut tidak akan putus jika pemerintah negara-negara
Kepulauan Pasifik tidak segera mengurangi ketergantungan mereka dan mulai meningkatkan sektor-sektor lain
(Cook 2005).
            Tingkat pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab utama. Di beberapa negara seperti Fiji dan
Kiribati, 9 dari 10 anak menembuh pendidikan dasar namun hanya 3 dari sepuluh yang melanjutkan jenjang
SMP. Sekolah merupakan fasilitas mahal, kompetitif dan tidak tersedia untuk semua orang. Kondisi tersebut
tentu menentukan tingkat pengangguran di Kepulauan Pasifik. Pemerintah kesusahan baik untuk menjaga para
pemuda mereka tetap sekolah dan menyediakan lowongan pekerjaan bagi siswa yang telah lulus. Lowongan
pekerjaan yang tersedia membutuhkan keahlian lebih sehingga terpaksa diisi oleh pekerja asing (Mak, 2012:26).
            Menurut penulis, penting bagi negara-negara Kepulauan Pasifik untuk dapat lebih fokus kepada perbaikan
kondisi ekonomi. Mereka seharusnya tidak menghabiskan waktu dan dana untuk sekedar sensitivitas antar etnis
dan sengketa lainnya. Dalam artikel Cook (2005), ia menyarankan agar negara-negara Kepulauan Pasifik untuk
mempererat hubungan perdagangan tidak hanya dengan Australia atau New Zealand, namun juga ke negara-
negara Asia Timur. Cina, Jepang dan Korea Selatan dianggap berpotensi menjadi partner menguntungkan dalam
kondisi ekonomi mereka yang sedang meroket.
            Di lain pihak, negara-negara Asia Timur juga dapat memanfaat negara-negara Kepulauan Pasifik untuk
kepentingan nasional masing-masing. Cina merupakan salah satu negara Asia Timur yang sedang menjalin
hubungan baik seperti dengan Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Cook, Mikronesia, Samoa, Tonga dan Vanuatu.
Cina melakukan kegiatan perdagangan hingga mencapai US$248 juta sampai tahun 2012. Barang-barang yang
diekspor Cina antara lain terdapat barang elektronik dan kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, alas kaki,
makanan instan, furnitur dan bahan bangunan. Sedangkan sebagai gantinya, Cina mengimpor bahan-bahan
mentah seperti kayu, rumput laut, seefood dan mineral dari negara-negara Kepulauan Pasifik. Selain itu Cina
juga gencar menanamkan modal di bidang pembangunan, perikanan, properti dan industri jasa dan memberikan
bantuan yang mencapai 9.4 milyar Yuan sampai September 2013 lalu (Changsen, 2014).
            Motif Cina menjalin hubungan ekonomi tersebut tidak jauh dari negara yang tidak diakuinya yaitu
Taiwan. One China policy  yang ditetapkan membuat Cina juga menyebarkan pengaruhnya sampai ke Kepulauan
Pasifik. Strategi diplomasi ini disebut juga dengan chequebook diplomacy,  disebabkan permainan antara Cina-
Taiwan yang saling memperebutkan pengakuan negara-negara di dunia. Hal tersebut merupakan dugaan Lowy
Institute, badan think tank independen dari Sidney, pada Juni 2008. Dugaan tersebut ternyata tidak sepenuhnya
salah. Hal tersebut dibuktikan pada April 2011, Cina mengganti status bantuannya yang dari grant, murni
bantuan, menjadi soft loans, harus dikembalikan dengan bunga kecil dan jangka waktu lama. Hal ini
membuktikan bahwa Cina menempatkan negara-negara Kepulauan Pasifik dalam posisi berhutang (Anon, 2011).
            Selain Cina, Jepang sudah sejak lama memiliki hubungan dengan negara-negara Kepulauan Pasifik.
Jepang menjadikan wilayah Pasifik salah satu jalur ekspansi di akhir abad-19. Namun setelah Perang Dunia II,
wilayah tersebut menjadi di bawah AS dikarenakan kesepakatan Trust Territory atas Kepulauan Pasifik. Namun
hubungan Jepang-Kepulauan Pasifik tidak terputus. Jepang mengklaim bahwa keduanya memiliki persamaan
yaitu sama-sama korban atas efek kontaminasi nuklir di wilayah mereka. Namun dikarenakan kebutuhan Jepang
akan energi alternatif, Jepang membangun reaktor nuklir dan kebingungan tentang lokasi pembuangan limbah
nuklir. Para pemimpin Kepulauan Pasifik kaget ketika Jepang memutuskan untuk membuang limbah nuklir di
wilayah tak berpenghuni Pasifik. Jepang menjanjikan berbagai bantuan dan perlindungan baik militer dan
ekonomi. Sampai tahun 1990 bantuan yang diberikan mencapai US$ 98 juta. Selain itu Jepang sangat
bergantung pada impor ikan yang berasal dari Kepulauan Pasifik. Permintaan komoditi ikan di Jepang mencapai
42% jumlah total impornya dan telah bertambah lima kali lipat dalam waktu 20 tahun. Kepentingan Jepang juga
terkait dengan akses bebas di jalur laut untuk pengiriman termasuk bahan nuklir dan akses atas mineral di
bawah laut. Kesepakatan eksplorasi mineral laut ini disetujui oleh Kepulauan Cook, Fiji dan Kepulauan Marshall
pada Februari tahun 2000 (Alexander, 2001).
            Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi merupakan isu kontemporer yang
penting untuk ditelaah lebih jauh. Penulis berpendapat usaha peningkatan ekonomi lebih penting daripada
sengketa tak berkesudahan tentang teritori maupun antar etnis satu wilayah. Dikarenakan negara-negara Asia
Timur, seperti Cina dan Jepang tidak segan memanfaatkan negara-negara Kepulauan Pasifik, maka keadaan
harus vice versa. Negara-negara Kepulauan Pasifik harus memiliki pemimpin dan pemerintahan yang jeli
mengambil keuntungan dari mereka dan mengalokasikan ke bidang yang membutuhkan seperti pendidikan
misalnya. Mengurangi ketergantungan atas bantuan luar negari juga sangat perlu dilakukan segera.
Referensi:
Alexander, Rouni. 2001. “Japan and Pacific Island Countries”. Tersedia di www.upf.pf. Diakses pada 26
September 2014 [pdf].
Anon. 2011. “Report questions China aid to Pacific”. Tersedia di www.radioaustralia.net.au. Diakses pada 26
September 2014 [online].
Changsen, Yu. 2014. “China’s Economic Relation with Pacific Island Countries”. Tersedia di www.victoria.ac.nz.
Diakses pada 26 September 2014 [pdf].
Cook, Malcom. 2005. The Pacific: Beyond Colonialism and the Pacific Way: A New Era? Sydney: Lowy Institute.
Mak, James. 2012. Pacific Island Economies (rev.). Hawai’i, Center for Pacific Islands Studies School of Pacific
and Asian Studies University of Hawai‘i at Mānoa

http://dyahnugraheni-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-135342-MBP%20Australia%20Pasifik
%20Barat%20Daya%20Timor%20Leste-ISU%20KONTEMPORER:%20PERMASALAHAN%20DAN
%20SOLUSI%20KONDISI%20EKONOMI%20NEGARANEGARA%20KEPULAUAN%20PASIFIK%20(week
%204).html

Anda mungkin juga menyukai