Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA

Disusun oleh :
Kelompok 5 :
Alfito Danilo Rafiansha (M0221014)
Claravischa Lindsay Dhaenera (M0221026)
Fitrotun Nisa (M0221040)
Muhammad Anjar Koesmawan (M0221056)
Rahman Hakim (M0221069)
Tofa Agus Saputro (M0221090)

Dosen Pengajar :
Prof. Pranoto, M.Sc

Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan


Program Studi Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
2022
Daftar Isi

Cover 1

Daftar Isi 2

Pendahuluan 3

Tinjauan Pustaka 4

Metode Penulisan 5

Diskusi dan Pembahasan 6

1. Sejarah HAM 6

2. Pengertian 9

3. Perkembangan HAM 11

4. HAM dalam Perundang-Undangan Indonesia 15

5. Pelanggaran HAM 17

6. Contoh Kasus HAM 20

Kesimpulan dan Saran 22

Kesimpulan 22

Saran 22

Daftar Pustaka 24

2
I. Pendahuluan

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan
interaksinya antara individu atau dengan instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus
diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama
dalam era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi
dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak
sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri
kita sendiri.

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan.Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai
manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini
dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat
atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia
lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

3
II. Tinjauan Pustaka

Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyrakat (Tenang et al,
2008). Hak ini dianggap sebagai suatu perangkat yang dibawa oleh manusia dari lahir hingga
kematian, tanpa membedakan suku, agama, ras, jenis kelamin, maka dari itu hak asasi ini bersifat
universal. Hak ini ada berdasarkan atas manusia harus memperoleh kesempatan untuk
berkembang atas apa yang mereka minati dan apa yang ada dalam bakat mereka.
Dunia sempat berada di titik terendah dimana hak asasi manusia tidak diindahkan yaitu
pada dua perang besar yang menelan banyak korban dan memakan hak seluruh manusia.
Timbulah suatu naskah internasional sebagai jaminan atau bentuk usaha agar hak-hak asasi
manusia ini diindahkan, yaitu Universal Declaration of Human Rights.
Indonesia juga telah mencantumkan beberapa hak yang harus dijunjung tinggi dan hal
tersebut diatur dalam perundang-undangan di Indonesia. Payung hukum tersebut dibuat
berdasarkan peristiwa yang melanggar hak asasi manusia dan banyaknya kasus-kasus hak asasi
manusia itu sendiri.

4
III. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini menggunakan metode
deskriptif dengan fokus pada penjelasan-penjelasan sub-bab yang ada dan inti topik dari
pembahasan di dalam nya. Pada penulisan makalah ini mengambil referensi yang bersumber dari
berbagai jurnal tentang hak asasi manusia dan juga perundang-undangan di Indonesia yang
berkaitan dengan hak asasi manusia.

5
IV. Diskusi dan Pembahasan

1. Sejarah HAM

Dalam sejarah perkembangan HAM, memperlihatkan bahwa munculnya konsepsi HAM tidak
terlepas dari reaksi atas kekuasaan absolut yang pada akhirnya memunculkan sistem
konstitusional dan konsep negara hukum baik itu rechtstaat maupun rule of law. sebagaimana
yang dikemukakan oleh Louis XIV dengan ungkapan Letat’est Moi atau Negara adalah Saya.
Kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu tangan menimbulkan kesewenang-wenangan, demikian
diindikasikan oleh Lord Acton: power tends to corrupt, Absolute power corrupt absolutely.
Menurut philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip Masda El-Muhtaj, 2 konsep rechtstaat lahir
dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner. Sebaliknya, konsep
rule of law berkembang secara evolusioner. Hal ini tampak baik dari isi maupun kriteria
rechtstaat dan rule of law itu sendiri. Konsep yang pertama bertumpu pada sistem hukum Eropa
Kontinental yang biasa disebut civil law. Sedang konsep yang terakhir bertumpu pada sistem
hukum comman law atau Anglosakson. Munculnya keinginan untuk melakukan pembatasan
yuridis. (Kusniati)

A. Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia


Dari sejarahnya, daratan barat (Eropa) menjadi yang paling awal menyuarakan HAM,
dimana tercatat bahwa Bangsa Inggris yang paling terdepan dalam menyerukan HAM.
Dalam sejarah bangsa Inggris terdapat seorang filsuf yang mengungkapkan gagasan atau
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights), yaitu Jhon Locke pada abad ke- 17.
Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia di dunia barat ditandai dengan tiga hal
penting, yaitu Magna Charta, terjadinya revolusi Amerika dan revolusi Prancis :
1. Maghna Charta Liberium Inggris (1215)
Sejarah telah mencatat bahwa inggris memberikan jaminan pada para bangsawan serta
keturunannya yang tidak memenjarakan mereka sebelum melelui proses pengadilan.
Jaminan tersebut diberikan bukan tanpa alasan, tapi dikarenakan para bangsawan telah
berjasa dalam membiayai kerajaan, sebagai bentuk balas budi, pihak kerajaan
memberikan jaminan, yang dinamakan magnha charta liberium. Jaminan atau
perjanjian tersebut dibuat pada masa raja Jhon tahun 1215 Masehi.

6
Pada masa itu bangsawan meminta jaminan sebab kebanyakkan raja jaman dahulu
bertindak sesuka hati, membuat hukum sendiri sedangkan raja kebal terhadap hukum.
Hampir semua aturan yang dibuat menguntungkan raja. Meskipun Maghna Charta
tidak berlaku untuk semua, atau dalam artian hanya untuk para bangsawan, akan tetapi
kita tidak bisa memungkiri bahwa Maghna Charta merupakan tonggak awal
perkembangan HAM di dunia.

2. Revolusi Amerika (Bagian Sejarah HAM 1776)


Revolusi Amerika pada tahun 1776 merupakan peperangan rakyat Amerika melawan
penjajah Inggris. Hasil revolusi ini adalah kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dari
Inggris. Pada tahun yang sama amerika membuat sejarah dengan menegakan Hak
Asasi Manusia, yaitu memasukannya aturan HAM kedalam perundangan negara. Hak
Asasi Manusia di Amerika dalam perkembangannya lebih komplek dari pada HAM di
Inggris. Bahkan HAM terus disuakan sampai saat ini baik oleh pemerintah maupun
Rakyat.

3. Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis lebih populer dari pada revolusi Amerika, jika Amerika memerangi
penjajah Inggris untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan, supaya bisa berdiri sendiri
dan memiliki hak. Beda halnya dengan revolusi Prancis yang dilakukan rakyat
memerangi rajanya sendiri, yaitu raja Louis XVI.Rakyat Prancis melakukan hal
tersebut dengan alasan, bahwa sang raja bertindak sewenang – wenang terhadap rakyat
dan memiliki sifat absolute. Revolusi Prancis setidaknya menghasilkan aturan tentang
hak, yaitu hak atas kebebasan, hak atas kesamaan dan hak atas persaudaraan.

B. Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di indonesia


Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap sakral, diperjuangkan sepenuh jiwa, serta sangat
sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.Indonesia telah ikut bersama negara
lain untuk memperjuangkan HAM, memasukan rasa kemanusian dalam perundangan,
sebab hal tersebut merupakan fundamental. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
sepenuhnya mendukung dan menjunjung tinggi penegakan Hak Asasi Manusia. Di Awal

7
kemerdekaan Indonesia, tokoh seperti Mohammad Hatta merupakan orang yang paling
vokal dalam menyuarakan HAM.Indonesia dalam memperjuangkan haknya sebagai bangsa
harus melewati beberapa fase, seperti halnya pembentukan organisasi. Organisasi yang
didirikan tersebut mewadahi banyak orang dimana untuk merasa sadar bersama – sama
memiliki hak – hak yang harus diperjuangkan dan dicapai. Organisasi – oraganisasi yang
dibangun memperjuangkan hak – hak masyarakat dengan cara berbeda, namum pada
hakikatnya memiliki tujuan yang sama untuk menghapuskan kolonialisme di tanah
Indonesia. Sehingga dengan begitu, masyarakat Indonesia dapat menjadi manusia yang
seutuhnya karena hak kemanusiaannya terpenuhi.Sebagai contoh, Budi Oetomo
memperjuangkan hak masyarakat dan kemanusian lewat petisi – petisi dan surat yang
disampaikan kepada kolonial belanda waktu itu. Kemudian ada Sarekat Islam yang berusa
memperjuangkan hak – hak kemanusiaan dan menghilangkan diskriminasi secara rasial.

8
2. Pengertian

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir
hingga meninggal dunia, yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. HAM pada
prinsipnya tidak dapat docabut, juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan dan saling
bergantungan.

Secara konseptual, Hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa Hak
tersebut di aanugerahkan secara alamiiah oleh alam semesta, tuhan, atau nalar. Sementara
itu, mereka yang menolak penggunaan unsure alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia
merupakan penerapan nilai-nilai yang telah di sepakati masyarakat. Ada yang mengatakan
bahwa HAM merupakan perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas, namun pada saat
yang sama juga terdapat manusia yang menyatakan bahwa HAM ada karena manusia telah
membicarakan konsep tersebut.

Pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia sangat penting untuk ditanamkan
kepada semua masyarakat Indonesia. Hak asasi manusia sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa melekat pada diri manusia, bersifat universal, kodrati, dan abadi, yang berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia. Setiap manusia diakui dan dihormati dengan hak asasi
manusia tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan, agama, pangangan
politik, usia, status sosial, dan bahasa derah. Bangsa Indonesia menyadari dan meyakini
bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis dimana pelaksanaannya berkembang
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Para ahli dalam memberikan pengertian terkait HAM, memiliki kalimat yang berbeda-beda :

Haar Tilar

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang sudah ada atau melekat pada tiap-tiap
manusia dan tanpa mempunyai hak-hak itu, tiap-tiap manusia itu tidak dapat hidup
selayaknya manusia. Hak ini didapatkan sejak lahir ke dunia.

Prof. Koentjoro Poerbopranoto

9
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sifatnya mendasar atau juga asasi.
Hak-hak yang dipunyai pada tiap-tiap manusia tersebut dengan berdasarkan kodratnya, pada
hakikatnya tidak akan dapat dipisahkan sehingga akan bersifat suci.

John Locke

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang secara langsung diberikan Tuhan Yang
Maha Esa pada tiap manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu, tidak ada kekuatan di
dunia ini yang dapat mencabutnya.HAM sifatnya fundamental atau mendasar bagi tiap
kehidupan manusia dan pada hakikatnya sangat suci.

Peter R. Baehr

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang bersifat mutlak dan juga harus dipunyai
pada tiap insan untuk perkembangan dirinya tersebut.

UU No 39 Tahun 1999

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang sudah ada pada diri manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mana hak ini ialah anugerah yang
wajib untuk dihargai dan juga untuk dilindungi oleh pada tiap orang untuk dapat melindungi
harkat dan juga martabat manusia.

Jadi dapat disimpulkan dari berbagai pengertian HAM di atas adalah suatu kebutuhan
mendasar yang harus di miliki oleh manusia sejak dirinya dalam kangungan. Namun para
ahli juga membagi HAM menjadi beberpa macam :

- Hak asasi Pibadi (Personal Human Rights)

Hak ini merupakan hak yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang. Contoh dari
personal human rights ini adalah kebebasan untuk menyampaikan pendapat, kebebasan
untuk bepergian, bergerak, berpindah ke berbagai tempat dan lain sebagainya

- Hak Asasi Politik (Politic Rights)

10
Ini merupkan hak asasi dalam kehidupan politik seseorang . contohnya hak dipilih dan
memilih ,hak dalam keikutsertaan kegiatan pemerintah, hak dalam membuat petisi dan
Sebagainya

- Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)

Hak ini menyangkut hak individu dalam hal perekonomian. Contohnya kebebasan dalam hal
jual-beli,perjanjian kontrak,penyelenggaraan sewa-menyewa,memiliki sesuatu dan memiliki
pekerjaan yang pantas.

- Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)

Hak dalam memperoleh perlakuan sama dalam tata cara pengadilan. Contonya adalah hak
untuk mendapatkan pembelaan hukum,hak untuk mendapatkan perlakuan
pemeriksaan,penyidikan,penangkapan,penggeledahan dan penyidikan antar muka.

- Hak Asasi Sosial Budaya

Hak terkait dalam kehidupan masyarakat. Contonya adalah hak untuk


menentukan,memilih,dan melakukan pendidikan.hak untuk pengajaran untuk mendapatkan
budaya sesuai dengan bakat dan minat.

- Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)

Hak untuk mendapatkan kependudukan yang sama dalam hal hukum dan pemerintahan.
Contohnya adalah mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang hukum dan
pemerintahan,menjadi pegawai sipil,perlindungan dan pelayaan hukum.

HAM memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu sebagai berikut :

1. Ham tidak diberikan kepada seseorang, melainkan merupakan hak semua orang, baik
itu hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan hak budaya

2. Hak tidak dapat di cabut, dihilangkan, atau diserahkan

3. Ham bersifat hakiki yaitu hak yang sudah ada sejak manusia dalam kandungan

11
4. HAM sifatnya universal sehingga berlaku bagi semua manusia tanpa memandang
status suku, gender, dan perbedaan lainnya

12
3. Perkembangan HAM

A. Perkembangan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Dunia


Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih
dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan HAM di dunia.
Perkembangan HAM ditandai dengan adanya tiga peristiwa penting di dunia, yaitu:
1. Magna Charta (1215)
Magna Charta yang berisi kompromi pembagian kekuasaan Raja John dengan
bangsawannya dan memuat gagasan HAM. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni
1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia
lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara yang
merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan
cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam
Magna Charta menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang
prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut
berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.
2. Revolusi Amerika (1776)
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence- nya tanggal 4 Juli 1776, suatu
deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian,
merupakan pula piagam hak-hak manusia. John Locke menggambarkan keadaan status
naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam
keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut status civilis, Locke
berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak
dasarnya dilindungi oleh negara. Declaration of Independence di Amerika Serikat
menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan
hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya.
3. Revolusi Perancis (1789)
Perjuangan HAM di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi
Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama
dalam naskah Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen yaitu pernyataan
mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun
1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau
kesetiakawanan ( liberte, egalite, fraternite). Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak
asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian
ditambah daan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848.

B. Perkembangan Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum di Indonesia

Pengaturan HAM di Indonesia mengalami pasang surut yang secara jelas dapat dilihat
melalui periodisasi sejarah Indonesia, mulai dari tahun 1908 hingga saat ini. Para ahli

13
biasa membagi tahap perkembangan hak asasi manusia di Indonesia dalam tiga generasi
sesuai dengan pengelompokan menurut bidang-bidang yang dianggap memiliki
kesamaan. Hak asasi manusia generasi pertama mencakup hak-hak sipil dan hak politik;
hak asasi manusia generasi kedua mencakup hak-hak di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya; dan Hak asasi manusia generasi ketiga mencakup hak-hak yang bersifat
individual dan kolektif, termasuk didalamnya konsep tentang hak atas pembangunan
(Right to Development). Periode perkembangan HAM dalam hukum di Indonesia
dijelaskan sebagai berikut.

1. Periode tahun 1908-1945

HAM telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1908 bertepatan dengan kelahiran
Budi Utomo, yakni dimana muai timbulnya kesadaran akan pentingnya pembentukan
suatu negara bangsa (nation state) dab mengemukakan konsep-konsep mengenai hak atas
kemerdekaan, dalam arti hak sebagai bangsa merdeka yang bebas menentukan nasib
sendiri (the right of self determination). Selain itu, HAM dalam bidang sipil dan konsep
mengenai hak untuk turut serta dalam pemerintahan juga telah dikemukakan oleh Budi
Utomo.

Perkembangan HAM di Indonesia selanjutnya tumbuh seiring dengan kemunculan


berbagai organisasi pergerakan seperti Perhimpunan Indonesia yang memperjuangkan
hak menentukan nasib sendiri. Pada masa-masa selanjutnya, pemikiran tentang
demokrasi asli Bangsa Indonesia yang antara lain dikemukakan Hatta, makin
memperkuat anggapan bahwa HAM telah dikenal dan bukanlah hal baru bagi Bangsa
Indonesia. Perkembangan pemikiran HAM mengalami masa-masa penting manakala
terjadi perdebatan tentang Rancangan UUD oleh BPUPKI. Supomo mengemukakan
bahwa HAM berasal dari cara berpikir yang liberal dan individualistik yang
menempatkan warga negara berhadapan dengan negara, dan karena itu, paham HAM
tidak sesuai dengan “ide integralistik dari Bangsa Indonesia”. Menurut Supomo manusia
Indonesia menyatu dengan negaranya dan karena itu tidak masuk akal mau melindungi
individu dari negara.

Debat ini muncul kembali pada pertengahan Juli 1945. Sukarno mengemukakan bahwa
keadilan yang diperjuangkan bagi Bangsa Indonesia bukanlah keadilan individual,
melainkan keadilan sosial dan karena itu HAM dan hak-hak dasar warga negara tidak
pada tempatnya dalam UUD. Sebaliknya, Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin
memperingatkan bahwa bisa saja negara menjadi negara kekuasaan dan karena itu
hak-hak dasar warga negara perlu dijamin. Akhirnya tercapailah Pasal 28 UUD 1945,
dimana hak-hak dasar demokratis seperti hak untuk berserikat dan berkumpul dan untuk
menyampaikan pendapat diatur. Hak asasi barulah mendapatkan tempat yang penting
utamanya pada masa KRIS 1949 dan UUDS 1950, karena kedua UUD atau konstitusi itu

14
memuat HAM secara terperinci. Hal itu disebabkan KRIS 1949 dibuat setelah lahirnya
Declaration of Human Right 1948, sedangkan UUDS 1950 adalah perubahan dari KRIS
1949 melalui UU Federal No. 7 Tahun 1950.

2. Periode Tahun 1950-1959

Meskipun usia RIS relatif singkat, yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950, namun baik sistem kepartaian multi partai maupun sistem pemerintahan
parlementer yang dicanangkan pada kurun waktu pertama berlakunya UUD 1945, masih
berlanjut. Kedua sistem yang menumbuhkembangkan sistem politik demokrasi liberal/
parlementer tersebut semakin berlanjut setelah Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan dengan berlakunya UUDS 1950 pada periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959.
Bahkan pada periode ini suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal
sangat ditenggang, sehingga dapat dikatakan bahwa baik pemikiran maupun aktualisasi
HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu”. Karena
semakin banyaknya tumbuh parpol dengan idealis yang beragam, kebebasan pers, pemilu
yang demokratis, parlemen menunjukan kinerjanya sebagai pengawas, dan pemikiran
tentang HAM memiliki iklim yang kondusif.

Satu hal yang penting adalah bahwa semua partai,dengan pandangan ideologis yang
berbeda-beda, sepakat bahwa HAM harus dimasukan ke dalam bab khusus yang
mempunyai kedudukan sentral dalam batang tubuh UUD. Melalui UUDS Tahun 1950, di
dalamnya dimasukkan sebanyak 36 pasal tentang HAM. Salah satu keistimewaan UUDS,
yaitu Pasal 21 dicantumkan tentang hak untuk melakukan demonstrasi dan mogok kerja
oleh para buruh sebagai alat memperjuangkan hak-haknya terhadap majikannya. Namun,
UUDS ini tidak berumur panjang, sebab pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
kembali memberlakukan UUD 1945.

3. Periode Tahun 1959-1966

Memasuki periode kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak dikeluarkan Dekrit Presiden
5 Juli 1959, gagasan atau konsepsi Presiden Soekarno mengenai demokrasi terpimpin
dilihat dari sistem politik yang berlaku yang berada di bawah kontrol/kendali Presiden.
Dalam perspektif pemikiran HAM, terutama hak sipil dan politik, sistem politik
demokrasi terpimpin tidak memberikan keleluasaan ataupun menenggang adanya
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Di bawah
naungan demokrasi terpimpin, pemikiran tentang HAM dihadapkan pada restriksi atau
pembatasan yang ketat oleh kekuasaan, sehingga mengalami kemunduran (set back)
sebagai sesuatu yang berbanding terbalik dengan situasi pada masa Demokrasi
Parlementer.

4. Periode Tahun 1966-1998

15
Pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966 yang diikuti keluarnya
Supersemar. Menjadikan masyarakat Indonesia dihadapkan kembali pada situasi dan
keadaan dimana HAM tidak dilindungi. Di awal pemerintahannya, Presiden Soeharto
berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan adanya hak uji
materiil (judicial review) yang diberikan kepada Mahkamah Agung. Namun, setelah itu
pemerintah melakukan pemasungan HAM. Hal ini disebabkan oleh pemikiran para elite
kekuasaan terhadap HAM. Umumnya era ini ditandai oleh pemikiran HAM adalah
produk barat. Pada saat yang sama Indonesia sedang memacu pembangunan ekonomi
dengan menggunakan slogan “pembangunan” sehingga segala upaya pemajuan dan
perlindungan HAM dianggap sebagai penghambat pembangunan. Hal ini tercermin dari
berbagai produk hukum yang dikeluarkan pada periode ini, yang pada umumnya bersifat
restriktif terhadap HAM. Pada kurun waktu 1990-an pemikiran HAM tidak lagi hanya
bersifat wacana saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM, seperti
Komnas HAM berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993.

5. Periode Tahun 1998- sekarang

Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan
melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan menetapkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Pada era reformasi,
MPR memasukkan prinsip- prinsip HAM dalam UUD 1945. Prinsip- prinsip HAM
tersebut pada pasal 28A hingga pasal 28J UUD Tahun 1945 (amandemen). Yang
meratifikasi instrumen HAM internasional. Kemudian disahkan sejumlah Undang-
Undang sebagai bentuk dari kesungguhan negara Indonesia dalam menghormati,
melindungi, dan memajukan HAM bagi warga negaranya.

Secara normatif hal yang cukup menggembirakan dalam perlindungan HAM


dalam hukum di Indonesia adalah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Menurut penjelasan Umum dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999, posisi hukum
UU tersebut “adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan
tentang HAM. Oleh karena itu pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas
HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan”.

16
4. HAM dalam Perundang-Undangan Indonesia

Perkembangan HAM di Indonesia telah melahirkan perundang-undangan yang bisa


dikatakan sebagai payung dan jaminan atas ditegakkan HAM di Indonesia. Asas
Konstitusional bangsa Indonesia yaitu UUD 1945 telah mengatur HAM pada BAB X A, pasal
28A hingga 28G, yang masing-masing pasalnya membahas tentang:
a. Pasal 28A mengatur tentang hak hidup,
b. Pasal 28B mengatur tentang hak berkeluarga,
c. Pasal 28C mengatur tentang hak memperoleh pendidikan,
d. Pasal 28D mengatur tentang hak kepastian hukum,
e. Pasal 28E mengatur tentang hak kebebasan beragama,
f. Pasal 28F mengatur tentang hak berkomunikasi,
g. Pasal 28G mengatur tentang hak perlindungan kesejahteraan dan jaminan sosial.
Kemudian perundang-undangan dibawah UUD 1945 yang mengatur tentang HAM
yaitu:
1. Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Pada perundang-undangan ini menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan
seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta segera meratifikasi
berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
Undang-Undang yang terdiri dari 11 BAB dan 106 Pasal, mengatur tentang HAM
yang diresmikan pada era Presiden B.J Habibie. Isi dari UU No. 39 Tahun 1999 yang
mengatur tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada BAB III, kemudian
pada BAB III ini terbagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:
a. Bagian Kesatu membahas tentang Hak untuk Hidup,
b. Bagian Kedua membahas tentang Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan,
c. Bagian Ketiga membahas tentang Hak Mengembangkan Diri,
d. Bagian Keempat membahas tentang Hak Memperoleh Keadilan,
e. Bagian Kelima membahas tentang Hak atas Kebebasan Pribadi,
f. Bagian Keenam membahas tentang Hak atas Rasa Aman,

17
g. Bagian Ketujuh membahas tentang Ha katas Kesejahteraan,
h. Bagian Kedelapan membahas tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan,
i. Bagian Kesembilan membahas tentang Hak Wanita,
j. Bagian Kesepeluh membahas tentang Hak Anak.
Selain membahas tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia, pada
UU ini diatur juga tentang : kewajiban dasar manusia, kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah, pembatasan dan larangan, KOMNAS HAM, partisipasi masyarakat, serta
pengadilan HAM.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
Pada UU Nomor 39 Tahun 1999 memang sudah dibahas tentang pengadilan HAM,
namun pada UU Nomor 26 Tahun 2000 ini Pengadilan HAM yang diatur lebih mendalam dan
tidak terdapat kerancuan serta sebagai penyempurna UU Nomor 39 Tahun 1999.
Namun dalam keberjalanannya penegakan HAM di Indonesia masih ditemukan
ketidaksempurnaan, sehingga menimbulkan banyaknya pelanggaran HAM.

18
5. Pelanggaran HAM

Pelanggaran hak asasi manusia adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan
oleh individu, lembaga negara, atau lembaga lain terhadap hak asasi orang lain tanpa dasar
hukum atau alasan atau dasar yang mendasarinya.

Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, pelanggaran hak asasi manusia
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan
atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan baik oleh aparatur negara (state
actor) maupun bukan aparatur negara (non state actor) (Sabila dkk., 2018).

Bentuk umum pelanggaran HAM yang terjadi dibagi dalam dua bentuk:

a. Diskriminasi

artinya, pembatasan langsung atau tidak langsung, pelecehan, dan bahkan pengucilan hak
asasi manusia berdasarkan agama, suku, ras, golongan, golongan, jenis kelamin, suku,
keyakinan, politik, yang merupakan hak asasi manusia dan hak asasi manusia dan
kehidupan. ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan, baik secara individu maupun
kolektif.

b. Penyiksaan

adalah tindakan yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan yang luar biasa pada seseorang, baik fisik maupun mental, untuk mendapatkan
persetujuan dari seseorang atau pihak ketiga.

Secara umum ada dua jenis pelanggaran HAM yaitu:

1. Pelanggaran HAM yang berat

19
Yakni pelanggaran HAM yang bersifat berbahaya, dan mengancam nyawa manusia.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran
HAM yang berat dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni:

a) Kejahatan genosida

Merupakan setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau


memusnahkan seluruh maupun sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, maupun agama
dengan cara:

● Membunuh setiap anggota kelompok.


● Mengakibatkan terjadinya penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota
kelompok.
● Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang bisa mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagiannya.
● Memindahkan paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke dalam kelompok yang lain.

b) Kejahatan terhadap kemanusiaan

Merupakan suatu tindakan/perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, yang berupa:

● Pembunuhan;
● Pemusnahan;
● Perbudakan;
● Pengusiran atau pemindahan penduduk yang dilakukan secara paksa;
● Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain dengan
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
● Penyiksaan;
● Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau segala bentuk kekerasan seksual lainnya
yang setara;
● Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu maupun perkumpulan yang didasari
dengan persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lainnya yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut
hukum internasional;
● Penghilangan orang secara paksa.

Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di atas pada dasarnya adalah bentuk pelanggaran
kepada hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak kebahagiaan yang dimiliki oleh setiap

20
manusia. Selain itu pula, pelanggaran HAM berat merupakan bentuk penghinaan terhadap
harkat, derajat dan martabat manusia (Randang, 2018).

2. Kasus pelanggaran HAM yang ringan

Yakni pelanggaran HAM yang tidak mengancam jiwa manusia, namun berbahaya apabila
tidak segera diatasi/ditanggulangi. Misal, seperti kelalaian dalam memberikan pelayanan
kesehatan, pencemaran lingkungan secara disengaja oleh masyarakat, melakukan
penganiayaan, melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik seseorang,
melakukan segala bentuk pemukulan, menghalangi jalan seseorang untuk menyampaikan
aspirasinya dan sebagainya.

Pelanggaran HAM dapat terjadi dimana saja dan dilakukan oleh siapa saja. Ada banyak
contoh pelanggaran HAM ringan di lingkungan sekitar, misalnya:

● Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata
kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
● Pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar melanggar hak asasi pejalan kaki
karena mereka terpaksa berjalan di trotoar dan sangat rentan terhadap kecelakaan.
● Para pedagang tradisional yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran
HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati
arus kendaraan yang tertib dan lancar.
● Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan
tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang
anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

21
6. Contoh Kasus HAM

1. Tragedi kasus wamena berdarah Pada 4 April 2003


Masyarakat sipil Papua sedang mengadakan Hari Raya Paskah namun, masyarakat setempat
dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung. Penyisiran 5 Undang-undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 ayat (6). dilakukan akibat sekelompok
massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini
menewaskan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana
(penjaga gudang senjata) dan satu orang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa
lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi.
Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri telah melakukan penyisiran di
25 kampung, yaitu: Desa Wamena Kota, Desa Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma,
Kampung Honai lama, Napua, Walaik, Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage-
Tiom, Hilume desa Okilik, Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima dan beberapa
kampung di sebelah Kwiyawage yaitu: Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume dan
Timine. Komnas HAM melaporkan kasus ini menyebabkan sembilan orang tewas, serta 38
orang luka berat.
Selain itu pemindahan paksa terhadap warga 25 kampung menyebabkan 42 orang meninggal
dunia karena kelaparan, serta 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang. Penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa menimbulkan
korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa, perusakan fasilitas umum, (gereja,
Poliklinik, gedung sekolah) yang mengakibatkan pengungsian penduduk secara paksa. Juli
2004, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan laporan penyelidikan
Projusticia atas dugaan adanya kejahatan terhadap Kemanusiaan untuk kasus Wamena, 4
April 2003. Kasus tersebut dilaporkan setelah terbunuhnya 9 orang, serta 38 orang luka
berat dan cacat, selain itu terjadi pula pemindaan secara paksa terhadap Penduduk 25
Kampung, menyebabkan 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang korban
perampasan kemerdekaan secara sewenang- wenang. Komnas HAM juga menemukan
pemaksaan penandatanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum, (gereja,
Poliklinik, Gedung Sekolah mengakibatkan pengungsian penduduk secara paksa.

22
2. Kejadian penembakan misterius atau petrus menurut Ketua Tim AdHoc
Penyelidikan Pelanggaran HAM Yosep Adi Prasetyo mengatakan jumlah korban dari
peristiwa penembakan misterius tahun 1982 sampai 1985 mencapai 10 ribu orang. Jumlah
tersebut termasuk korban meninggal dunia dan hilang. Kasus pelanggaran HAM tersebut
menurut David Bourchier pelaku pembunuhan bertindak dalam konteks melaksanakan
perintah jabatan di bawah koordinasi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Pangkopkamtib) Republik Indonesia, yang juga berada di bawah komando
Presiden Republik Indonesia, yaitu Soeharto. Selain pelaku yang memiliki kewenangan,
ditemukan pula bukti adanya pelaku individu yang bertindak secara aktif dan disebut
sebagai "operator". Bukti tersebut diperkuat dengan bukti-bukti yang ada di lapangan,
misalnya pada tali tambang dan kayu yang digunakan untuk mencekik korban. Menurut
Yosep, alat untuk eksekusi tampak sudah dipersiapkan sebelumnya. Kayu pegangan
dipotong dengan halus, bahkan diserut. Sedangkan jenis ikatan clove-hitch pada talinya
menunjukkan bahwa pelaku adalah orang yang terlatih dan mengerti tali-temali.
Kejadian sadis tersebut menurut David pada penelitianya yang sama terjadi akibat
melemahnya perekonomian di Indonesia tahun 1980 yang mengakibatkan tingkat
kriminalitas yang tinggi, “most of the blame for this upsurge in violent crime fell on the
shoulders of young urban criminals known, in Java at least, as gali, allegedly an acronym for
gabungan anak-anak liar (literally: gangs of wild children)”. Saat itu, masyarakat selalu
diresahkan oleh perilaku gali atau bisa juga disebut dengan gangster. Perilaku mereka yang
bertindak kriminal dengan melakukan pencurian, penjarahan, pemerasan, pemerkosaan, dan
lain-lain. Kondisi stabilitas keamanan masyarakat terancam, karena ulah mereka yang
meresahkan.
Kejadian penembakan misterius membuat suasana di berbagai daerah Indonesia mencekam.
Setiap kejadian penembakan suara-suara tembakan dan penganiayaan terdengar sangat dekat
oleh masyarakat.

23
V. Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan
Perlindungan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat di Indonesia sendiri sudah
diatur melalui beberapa Instrumen Hukum Nasional, mulai dari Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dimana berhak mendapat perlindangan
berupa perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari
pihak manapun dan dilaksanakan oleh Aparat Penegak Hukum dan aparat keamanan
secara Cuma-cuma. Selain itu Undang- undang ini juga mengatur bahwa Korban
Pelanggaran HAM Berat mendapatkan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi yang
selanjutnya diatur melalui Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaannya.
Dalam perjalanan pelaksanaan Perlindungan Bagi Korban Pelanggaran HAM
terdapat beberapa pengaturan, dimulai tingkat Undang-Undang dimana dibentuk
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2005 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(KKR) namun karena di dalam penerapannya dianggap lebih menguntungkan pelaku
serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka aturan ini tidak berlaku
lagi dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006. Untuk
mengisi kekosongan Undang-Undang KKR dibentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Lanjut dalam tingkat Peraturan Pelaksana, diatur melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2002 tentang tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi
dalam Pelanggaran HAM yang Berat (selanjutnya ditulis PP 2/2002 kemudian
berkembang melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 dan yang terbaru
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.

b. Saran
1. Pemerintah hendaknya melakukan evalusi kembali terhadap seluruh Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan bagi korban pelanggaran
HAM Berat, baik dari segi perlindungan yang akan diberikan maupun tata cara
perlindungan yang diberikan.

24
2. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, hendaknya pemerintah menjadikan Perlindungan bagi Korban
Pelanggaran HAM Berat menjadi Prioritas Utama, terlebih dengan kejadian yang
sudah cukup berlangsung lama yang menyebabkan korban pelanggaran HAM Berat
mengalami penderitaan bertahun-tahun sampai dengan saat ini.
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga
HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan
sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

25
VI. Daftar Pustaka

Asri Wijayant.i 2008. Sejarah perkembangan, Hak Asasi Manusia.

Austin,J. The Province of Jurisprudence Determined, W. Rumble(ed), Cambrige University


Press, Cambrige, 1995

Arifin, R. and Lestari, L.E., 2019. Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi manusia di
Indonesia dalam konteks implementasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), 5(2), pp.12-25.

Haryanto, T., Suhardjana, J., Komari, A. K. A., Fauzan, M., & Wardaya, M. K. (2013).
Pengaturan tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum
dan Setelah Amandemen. Jurnal Dinamika Hukum, 8(2), 136-144.

Koespamono Irsan, Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Brata Bhakti.

Nurkhoiron, Muhammad. 2011. Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan HAM Berat


(Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985). KOMNAS HAM RI: Jakarta. Hal. 55

Retno Kusniati. 2011. SEJARAH PERLINDUNGAN HAK HAK ASASI MANUSIA


DALAM KAITANNYA DENGAN KONSEPSI NEGARA HUKUM.

Randang, I. I. E. 2018. Perlindungan Hak Tersangka/Terdakwa Yang Melakukan Kejahatan


Pelanggaran HAM Berat Menurut KUHP. Jurnal Lex Crimen. 7(3): 5-14.

Sabila, Y., Bustamam, K., dan Badri. 2018. Landasan Teori Hak Asasi Manusia Dan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata
Sosial. 3(2): 205-224.

Sari,R.K. 2019. PERKEMBANGAN PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)


DALAM HUKUM DI INDONESIA. Jurnal Meta-Yuridis, 2(1): 91-100

Widodo, Rusman. 2014. Jurnal HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Vol.11. 1-241.

26
27

Anda mungkin juga menyukai