PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gender adalah suatu ide atau definisi terhadap suatu situasi berdasarkan anggapan dasar
tertentu dalam hal ini sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun wanita yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural menjadi dasar untuk membedakan peran
antara laki-laki dengan wanita. Wanita dikenal lemah lembut, keibuan, dan emosional
sehingga cocok untuk mengerjakan tugas-tugas domestik yang membutuhkan kesabaran.
Laki-laki juga di anggap kuat, rasional dan perkasa oleh masyarakat diposisikan di sektor
publik guna mencari nafkah bagi keluarganya. Melalui proses sosialisasi yang panjang,
perbedaan perbedaan gender yang merupakan konstruksi sosial yang dianggap sebagai
kodrat yang seakan-akantidak bisa diubah lagi dan menjadikan seorang laki-laki dan wanita
untuk berperan sebagaimana perbedaan gender tersebut.
Pembedaan gender dalam dunia kerja pun bergaung sampai ke rumah tangga, yang
mana seorang wanita sering menangani tugas seputar memasak, bersih-bersih rumah,
mengasuh anak, memberikan dukungan emosional dan semacamnya. Pada gilirannya status
dan upah rendah bagi pekerja kaum wanita, yang pada umumnya di anggap “tak terampil”,
menyebabkan mereka tergantung secara ekonomis pada pendapatan kaum laki-laki, dan
semakin mengukuhkan tanggung jawab seorang wanita atas tugas rumah tangga dan
pengasuhan anak. Dalam konsep pendapatan rumah tangga yang menjadi pembenaran atas
akses kaum laki-laki terhadap pekerjaan – pekerjaan yang berupah layak, membentuk
serangkaian interrelasi antara patriarki dan kapitalisme yang merupakan fakta penting untuk
memahami penindasan atas kaum wanita.
Ibu yang berperan ganda sebagian besar adalah masyarakat golongan kelas menengah
keatas, sedangkan ibu yang berperan tunggal sebagian besar adalah masyarakat kelas
menengah kebawah karena alasan dilarang oleh suami. Sebagian besar ibu yang berperan
ganda adalah untuk menambah penghasilan keluarga.Para ibu yang berperan ganda, mulai
bekerja memang sebagian besar baik kelas atas maupun kelas bawah, karena sudah bekerja
sebelum menikah yang kemudian dilanjutkan sesudah menikah.
Pada masa kini, banyak terjadi ketimpangan gender. Ketimpangan gender berasal dari
dua kata, yaitu “ketimpangan” dan “gender”. Ketimpangan berarti hal yang tidak
1
sebagaimana mestinya atau tidak adil. Sedangkan gender menurut definisi (Giddens,
1989:158) yaitu “the psychological, social and cultural differences between males and
females” (perbedaan psikologis, social dan budaya antara laki – laki dan perempuan. Jadi,
ketimpangan gender adalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam hal psikologis, sosial,
dan budaya antara laki – laki dan perempuan. Ketidakadilan tersebut karena adanya
anggapan masyarakat yang meremehkan peran dan kedudukan perempuan yang lebih rendah
daripada laki – laki sehingga tidak jarang perempuan mendapat perlakuan yang kurang baik
oleh orang tertentu. Misalnya perempuan dianggap tidak dapat melakukan pekerjaan seperti
yang dilakukan laki –laki. Perempuan pada awalnya hanya dituntut untuk menjadi ibu rumah
tangga yang harus mengurus rumah dan dapur setiap hari dan pendidikan pun hanya terbatas
untuk kaum perempuan. Namun, dewasa ini seiring berkembangnya zaman pola pikir
perempuan menjadi semakin luas. Perempuan masa kini dapat melakukan aktivitas seperti
yang dilakukan laki-laki pada umumnya, seperti berkarir bahkan dapat menjadi wanita karir
sekaligus menjadi ibu rumah tangga. Inilah yang sering terjadi di masa sekarang yang
disebut sebagai peran ganda wanita.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan peran ganda wanita?
2. Apa saja macam peran yang dimiliki wanita?
3. Apa penyebab peran ganda wanita?
4. Bagaimana akibat peran ganda wanita?
1.3 Tujuan
1. Memahami tentang apa itu peran ganda wanita.
2. Mengetahui macam peran wanita.
3. Mengetahui sebab dan akibat peran ganda wanita terhadap kaum laki – laki.
4. Memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sosiologi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peran Ganda Wanita
Adapun pengertian peran Suratman (2000:15) adalah fungsi atau tingkah laku yang
diharapkan ada pada individu seksual sebagai status aktifitas yang mencakup peran domestic
maupun peran public. Berdasarkan pengertian peran yang ada dapat disimpulkan bahwa peran
perempuan merupakan kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan atau dianggap menjadi
tanggung jawab perempuan. Pada umumnya perempuan berada pada posisi subordinat dan
marginal, dimana hal ini tidak berbeda jauh dengan kontruksi budaya yang terdapat
dimasyarakat, peran perempuan dalam masyarakat jawa wanita sebagai konco wingking,
yaitu kegiatan istri adalah seputar dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani
kebutuhan biologis suami).
Peran perempuan dalam keluarga jawa yang tersirat dalam Candrarini yaitu bahwa
perempuan harus bisa masak, macak dan manak. Keadaan demikian disebabkan oleh masih
adanya anggapan sebagian masyarakat, bahwa perempuan hanya sebagai pembantu dan
pengatur bukan sebagai salah satu pemimpin di dalam rumah tangga, yang fungsinya sebagai
pendukung suami, yang bertugas untuk memperhatikan suami bukan subyek yang perlu
mendapat perhatian. Perempuan hanya dianggap sebagai subyek yang pekerjaanya sebagai
konsumen penghabis gaji atau pendapatn yang diperoleh suami. Anggapan seperti itu tidak
dapat dibenarkan, karena disadari perempuan juga berkemampuan untuk mencari nafkah atau
gaji, untuk mendapatkan alternative pendapatan dan berprestasi.
Menurut Hubies (dalam Harijani 2001:20), bahwa analisis alternative pemecahan atau
pembagian peran wanita dapat dilihat dari perspektif dalam kaitannya dengan posisinya
sebagai manager rumah tangga, partisipan pembangunan dan pekerja pencari nafkah. Jika
dilihat dari peran wanita dalam rumah tangga, maka dapat digolongkan:
1. Peran Tradisional
3
Peran ini merupakan wanita harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, dari
membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak serta segala hal yang berkaitan
dengan rumah tangga. Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dalam mengatur rumah serta
membimbing dan mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai uang. Ibu merupakan
figure yang paling menentukan dalam membentuk pribadi anak. Hal ini disebabkan
karena anak sangat terikat terhadap ibunya sejak anak masih dalm kandungan.
2. Peran Transisi
Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja untuk mencari nafkah.
Partisipasi tenaga kerja wanita atu ibu disebabkan karena beberapa factor, misalnya
bidang pertanian, wanita dibutuhkan hanya untuk menambah tenaga yang ada, sedangkan
di bidang industri peluang bagi wanita untuk bekerja sebagai buruh industry, khususnya
industry kecil yang cocok bagi wanita yang berpendidikan rendah. Factor lain adalah
masalah ekonomi yang mendorong lebih banyak wanita untuk mencari nafkah.
3. Peran kontemporer
Adalah peran dimana seorang wanita hanya memiliki peran di luar rumah tangga atau
sebagai wanita karier.
Sedangkan menurut Astuti (1998:10), dalam peran dan kebutuhan gender peran wanita terdiri
atas:
1. Peran produktif
Peran produktif pada dasarnya hampir sama dengan peran transisi, yaitu peran dari
seorang wanita yang memiliki peran tambahan sebagai pencari nafkah tambahan bagi
keluarganya. Peran produktif adalah peran yang di hargai dengan uang atau barang yang
menghasilkan uang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Peran ini di
identikan sebagai peran wanita di sector public, contoh petani, penjahit, buruh, guru,
pengusaha.
2. Peran produktif
Pada dasarnya hampir sama dengan peran tradisional, hanya saja peran ini lebih
menitikberatkan pada kodrat wanita secara biologis tidak dapat dihargai dengan nilai
uang/barang. Peran ini terkait dengan kelangsungan hidup manusia, contoh peran ibu pada
saat mengandung, melahirkan dan menyusui anak adalah kodrat dari seorang ibu. Peran
ini pada akhiranya di ikuti dengan mengerjakan kewajiban mengerjakan pekerjaan rumah.
4
3. Peran sosial
Peran social pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para ibu rumah tangga
untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat. Peran ini lebih mengarah pada
proses sosialisasi dari pada ibu rumah tangga.
Tingkat peranan itu berbeda-beda di sebabkan oleh budaya dan kondisi alam setempat
kaum wanita harus mengadakan pilihan yang mentap dengan mengetahui kemampuannya.
Kenyataanya, menunjukan makin banyak tugas rangkap yaitu sebagai ibu rumah tangga dan
sekaligus sebagai wanita karir (Boserup, 1984:65).
5
1908), Cut Meutia (1870-1910), Raden Ajeng Kartini (1879-1904), Maria Walanda Maramis
(1872-1924), Dewi Sartika (1884-1947), Nyai Achmad Dahlan (1872-1946), Hajah Rasuna
Said (1910-1965), dan Rahmah El Yunusiyah (1901-1969). Perjuangan yang dilakukannya
selain berkaitan dengan penjajahan juga terkait dengan persamaan hak antara wanita danlaki-
laki. Keterlibatan kaum wanita di Indonesia dalam perjuangan terhadap penjajah dan
persamaan hak tersebut menunjukkan, bahwa kaum wanita Indonesia sebenarnya sudah
sangat maju, mengingat di berbagai negara perjuangan persamaan wanita baru dimulai setelah
itu.
6
Stress akibat tuntutan bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (lelah
secara psikis), tekanan yang timbul akibat peran ganda itu sendiri (kemampuan
manajemen waktu dan rumah rumah tangga merupakan kesulitan yang paling sering
dihadapi oleh para ibu bekerja), pekerjaan di kantor sangat berat, suami dan anak-anak
merasa “kurang dapat perhatian”.
2. Faktor Eksternal
a) Dukungan suami. Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh
pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerjasama yang positif, ikut membantu
menyelesaikan pekerjaan rumahtangga, membantu mengurus anak-anak serta
memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karier atau pekerjaan istrinya.
b) Kehadiran anak
c) Masalah pekerjaan
Peraturan kerja yang kaku, pimpinan yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat,
ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerjasama,
waktu kerja yang sangat panjang, ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat
dari problema sosial-politis di tempat kerja.
3. Faktor relasional
Kurangnya waktu interaksi suami dan istri akibat sedikitnya waktu bersama dan
berkomunikasi di rumah dapat menyebabkan persoalan dalam rumah tangga.
Dari beberapa pendapat konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan guna menguku
rkonflik peran gand ayakni:Work interfere with family, bercampurnya masalah
pekerjaandengan keluarga.Family interfere with work, bercampurnya masalah keluarga
dengan pekerjaan. Keterlibatan kerja,sejauh mana keterlibatan dalam pekerjaan.
Keterlibatan keluarga, sejauh mana keterlibatan dengan anak-anak dan keluarga. Tekanan
dalam keluarga, dukungan pasangan, tekanan dan relasi dalam pernikahan. Tekanan dalam
pekerjaan, kekaburan peran atau ketidakjelasan tugas sehari-hari, harapan – harapan, tujuan
kerja. Fear Of Success atau Success phobia adalah saat seseorang mendapat gangguan berupa
rasa takut akan kemampuannya untuk menyelesaikan atau berusaha untuk menyelesaikan
tugas atau pekerjaan yang menantang. Horner (dalam Engle,2000) menghubungkan tampilnya
Fear Of Success ini dengan adanya tekanan – tekanan dari lingkungan sosial dan peran jenis
kelamin yang berlaku di masyarakat. Tekanan dari lingkungan sosial ini menjadi dasar
sumber kecemasan terhadap prestasi. Kesenjangan kondisi dan posisi antara laki – laki dan
perempuan dalam mengaktualisasikan potensi diri di kehidupan domestik atau publik.
Idealnya dalam sebuah masyarakat baik dalam sektor publik maupun domestik tercipta
kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah kondisi yang setara dan seimbang
dan sederajad dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggung jawab antara laki
– laki dan perempuan. Cara mewujudkannya ialah dengan menerima perbedaan kodrati
8
individu laki – laki dan perempuan sebagai hikmah; memahami kondisi hidup laki – laki dan
perempuan berbeda bahwa perbedaan itu pada dasarnya karena fungsi kodrati. Keadilan
Gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan dalam hubungan, peran,
fungsi, kedudukan, hak dan tanggung jawab antara laki – laki dan perempuan. Cara
mewujudkannya adalah berperilaku adil dan tidak adanya pembedaan perlakuan antara laki –
laki dan perempuan baik di rumah, di tempat kerja maupun di masyarakat.
9
BAB III
PENUTUP
10
DAFTAR PUSTAKA
11