Dosen Pengampu :
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR….TAHUN….
TENTANG
TATA CARA PENGELOLAAN ETIKA INFORMASI
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
2. Pengguna . . .
2. Pengguna Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara
negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang memanfaatkan barang,
jasa, fasilitas, atau informasi yang disediakan oleh Penyelenggara
Sistem Elektronik.
3. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
4. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
5. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh
Presiden.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang komunikasi dan informatika.
7. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi. mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan,menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
8. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara
negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola,
dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk
keperluan dirinya dan/ atau keperluan pihak lain.
9. Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi
pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta
menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan dalam
pengelolaan etika informasi.
10. Media Sosial adalah media berbasis media daring yang bersifat dua
arah ( Web 2.0) dan terbuka bagi siapa saja, yang memungkinkan para
penggunanya dengan mudah berinteraksi, berpartisipasi, berdiskusi,
berkolaborasi, berbagi, serta menciptakan isi.
11. Akun adalah data diri atau identitas seseorang atau organisasi dalam
dunia maya.
12. Konten adalah suatu informasi yang tersedia pada media atau produk
elektronik.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 . . .
Pasal 2
Pengelolaan Etika Informasi dilaksanakan berdasarkan asas keharmonisan,
etis, akuntabel, bertanggung jawab, dan integrasi.
Pasal 3
Pengelolaan Etika Informasi bertujuan untuk:
a. menciptakan keterbukaan,komunikasi yang efektif dan interaktif,
serta saling menguntungkan bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
kegiatan komunikasi dan/atau interaksi dalam ranah media sosial;
b. terwujudnya keterpaduan pengelolaan Media Sosial secara optimal,
efektif, efisien; dan
c. menciptakan Media Sosial yang menghasilkan reputasi masyarakat
semakin baik.
BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 4
Kewajiban pengelola etika informasi meliputi:
a. memberikan pelayanan dan pelaksanaan penertiban terkait etika
informasi;
b. pembinaan; dan
c. perlindungan.
Pasal 5
(1) Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Etika Informasi, Pengelola Etika
Informasi ataupun penyelenggara Etika dilarang :
a. melanggar etika pelayanan;
b. menerima imbalan dalam bentuk apapun baik secara langsung
atau tidak langsung dengan penyelenggaraan pengelolaan etika
informasi;
c. menghambat, mempersulit pelaksanaan pelayanan terhadap
publik;
d. memberikan akses akun Media Sosial, dikecualikan untuk
permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; dan
e. membocorkan kerahasiaan dokumen kepada pihak lain yang
menurut sifatnya harus dirahasiakan.
(2) Terhadap . . .
(2) Terhadap Penyelenggara Pengelolaan Etika Informasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif meliputi :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas;
d. pemberhentian secara sepihak; dan
e. sanksi administratif lainnya yang berlaku.
(3) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Kepala Komite Pengelolaan Etika Informasi setelah mendapat
rekomendasi dari Majelis Kode Etik.
(4) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
kepada Pegawai tidak tetap dalam lingkungan penyelenggara etika
informasi.
(5) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
oleh Pejabat yang ditunjuk atas usulan Kepala Komite Pengelolaan Etika
Informasi berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode Etik.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN ETIKA INFORMASI
Pasal 5
Kegiatan Penyelenggaraan Pengelolaan Etika Informasi meliputi:
a. pemantauan;
b. pengawasan;
c. pelaporan; dan
d. evaluasi.
Pasal 6
Pemantauan etika informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
berupa :
a. melakukan pemantauan kepada para pengguna informasi baik melalui
website, media sosial, iklan, dan jejaring sosial lainnya; dan
b. memberikan panduan kepada para pembuat informasi baik melalui
website, media sosial,iklan, dan jejaring sosial lainnya.
Pasal 7
Pengawasan etika informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
berupa :
a. melakukan . . .
a. melakukan pengawasan kepada para pengguna informasi baik
melalui website, media sosial, iklan, dan jejaring sosial lainnya; dan
b. melakukan arahan kepada para pengguna informasi baik melalui
website, media sosial, iklan, dan jejaring sosial lainnya.
Pasal 8
(1) Pengelola Etika Informasi wajib membuat dan menyediakan laporan
pemantauan penggunaan Media Sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri Komunikasi dan Informasi melalui Ketua Komite Pengelolaan
Etika Informasi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. gambaran umum mengenai aktivitas Pengguna Media Sosial;
b. jumlah Pengguna;
c. pembahasan mengenai isi pesan atau komentar;
d. jumlah penyebaran informasi dan pesan yang disampaikan;
e. jumlah Akun yang terindikasi melakukan pelanggaran Etika
Informasi;
f. kendala dari dalam Instansi maupun luar Instansi dalam
pelaksanaan pengelolaan Etika Informasi; dan
g. rekomendasi dan rencana untuk tindak lanjut untuk meningkatkan
kualitas penggunaan Media Sosial.
Pasal 9
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Menteri
Komunikasi dan Informasi melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
kinerja kebijakan yang telah diterapkan oleh Komite Pengelolaan Etika
Informasi.
(2) Evaluasi terhadap kinerja Komite Pengelolaan Etika Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. aspek luas jangkauan yang tercipta;
b. intensitas;
c. kedalaman isi diskusi; dan
d. masukan yang diperoleh.
e.
(3) Evaluasi . . .
(3) Evaluasi mengenai keberhasilan implementasi kebijakan Etika Informasi
juga dapat dilakukan oleh Komite Pengelolaan Etika Informasi melalui
cara sebagai berikut:
a. menggunakan alat analisis situs;
b. menganalisis siapa yang melakukan atau mengatakan sesuatu
tentang pengguna melalui Media Sosial;
c. melacak percakapan yang menyinggung institusi pengguna di situs
atau blog; dan
d. pencarian untuk percakapan yang menyinggung institusi pengguna
pada situs media jejaring sosial.
BAB V
PERAN PEMERINTAH
Pasal 10
Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Informasi dan/atau Konten Negatif Di
Internet, meliputi :
a. memfasilitasi pengendalian sosial dan budaya dengan mendorong
masyarakat semakin sadar dan memahami adanya konten negatif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memfasilitasi segala bentuk aduan dan/atau pelaporan konten negatif
dari masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
c. melakukan pendekatan yang mencakup tingkat hulu, menengah, dan
hilir guna menanggulangi maraknya konten negatif di Indonesia.
Pasal 11
a. penetapan kebijakan;
b. pelaksanaan kebijakan;
c. pemberian fasilitas penunjang; dan
d. pengawasan.
Pasal 12 . . .
Pasal 12
Pasal 13
BAB VI
PENGHAPUSAN DAN PEMBLOKIRAN KONTEN
Pasal 14
(1) Konten yang dapat dilakukan tindakan penghapusan dan pemblokiran
terdiri atas:
a. penyalahgunaan data pribadi;
b. pornografi dan pornografi anak;
c. perjudian;
d. penipuan;
e. pemerasan;
f. kekerasan dan kekerasan anak;
g. fitnah dan pencemaran nama baik;
h. pelanggaran . . .
h. pelanggaran hak kekayaan intelektual;
i. provokasi SARA;
j. berita bohong; dan
k. radikalisme.
(2) Penghapusan dan pemblokiran konten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.
(3) Permohonan penetapan penghapusan dan pemblokiran konten kepada
pengadilan negeri setempat dilakukan oleh pihak yang dirugikan secara
langsung akibat konten tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(4) Permohonan penetapan penghapusan dan pemblokiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus memuat:
a. identitas pemohon;
b. alamat sistem elektronik; dan
c. alasan permohonan penghapusan dan pemblokiran.
(5) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme
penghapusan konten yang memenuhi unsur konten yang dapat dihapus
dan diblokir.
(6) Mekanisme penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling
sedikit memuat ketentuan mengenai:
a. penyediaan saluran komunikasi antara Penyelenggara Sistem
Elektronik dengan pihak yang dirugikan;
b. fitur penghapusan dan pemblokiran konten yang memungkinkan
pihak yang dirugikan melakukan penghapusan dan pemblokiran;
dan
c. pendataan atas permintaan penghapusan dan pemblokiran konten.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghapusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
dan pengajuan keberatan atas pengenaan sanksi administratif diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17 . . .
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Mei 2022
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juni 2022
tanda tangan
YASONNA H LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR …