Anda di halaman 1dari 11

KEBIJAKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

1. Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni
informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang
dicapai.1 Humanitarian Forum Indonesia  (HFI) mengungkapkan 6 prinsip transparansi,
yaitu :
- Adanya informasi yang mudah dipahami dan diakses oleh masyarakat, meliputi
informasi mengenai dana, cara pelaksanaan, dan bentuk bantuan atau program.
- Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan.
- Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam perkembangan
proyek yang dapat diakses oleh umum.
- Laporan tahunan
- Website atau media publikasi organisasi
- Pedoman dalam penyebaran informasi
Tujuan dari transparansi adalah membangun rasa saling percaya antara pemerintah
dengan publik di mana pemerintah harus memberikan informasi akurat bagi publik yang
membutuhkan. Sedangkan tujuan transparansi yang dapat dirasakan oleh skakeholders
dan lembaga adalah:
- Mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan melalui
kesadaran masyarakat dengan adanya kontrol sosial.
- Menghindari kesalahan komunikasi dan perbedaan persepsi.
- Mendorong masyarakat untuk belajar bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap pilihan keputusan dan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan.
- Membangun dan meningkatkan kepercayaan semua pihak dari kegiatan yang
dilaksanakan.
Tiga aspek penting dalam transparansi publik, meliputi :
- adanya kebijakan terbuka terhadap pengawasan;
- adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi kebijakan
pemerintah; dan

1
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Bappenas dan Depdagri (2002)
- berlakunya prinsip check and balance (antar lembaga eksekutif dan legislatif).
Terdapat enam indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat transparansi
penyelenggaraan suatu pemerintahan, yaitu:
- Indikator pertama, sistem pemberian informasi pada publik. Adanya sistem
keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah dipahami dari semua proses-
proses penyelenggaraan pemerintahan. Jika terkait dengan proses penyelenggaraan
pelayanan publik, maka informasi seperti persyaratan, biaya, waktu dan prosedur
yang ditempuh dalam mengurus suatu dokumen (misalkan izin usaha) harus
dipublikasikan secara terbuka dan mudah diketahui oleh yang membutuhkan.
- Indikator kedua, adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan, usulan ataupun
kritik publik tentang proses-proses dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aturan dan
prosedur tersebut bersifat “simple, straight forward and easy to apply” dan mudah
dipahami oleh pengguna.
- Indikator ketiga, adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi
penyimpangan tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan. merupakan kemudahan memperoleh informasi mengenai berbagai
aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi tersebut bebas didapat dan siap
tersedia (freely and readily available). 
- Indikator keempat, adanya laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu.
- Indikator kelima, tersedianya laporan mengenai pendapatan, pengelolaan keuangan,
dan aset yang mudah diakses.
- Indikator keenam, adanya pengumuman kebijakan mengenai pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset.

2. Akuntabilitas
akuntabilitas merupakan suatu keadaan yang dapat dipertanggungkan,
bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel adalah: pertama, dapat
diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana seorang manusia
bertanggunggugat kepada Tuhannya atas apa yang telahdilakukan. Kedua, memiliki
kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara eksplisit, dan ketiga, sesuatu yang biasa
di perhitungkan atau dipertanggunggugatkan (Waluyo 2007:203). akuntabilitas berkenaan
dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi
Negara. Akuntabilitas publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi
publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat karena dilhat dari ukuran
internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah, tetapi juga dinilai dari
ukuran eksternal seperti nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat (Manggaukang
Raba 2006:3). Sheila Elwood (Manggaukang Raba 2006:35) mengemukakan ada empat
jenis akuntabilitas, yaitu:
- Akuntabilitas hukum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan jaminan
adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas
ini perlu dilakukan audit kepatuhan.
- Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup baik. Jenis akuntabilitas ini dapat
diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat, responsif, dan murah biaya.
- Akuntabilitas program, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan perimbangan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau apakah pemerintah daerah
telah mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal
dengan biaya yang minimal.
- Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah daerah dalam terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini
artinya, perlu adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan
penilaian dan pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan.
David Halmer dan Mark Turner (Manggaukang Raba 2006:115) mengemukakan
bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki beberapa
instrumen untuk mengukurnya, yaitu adanya indikator seperti:
a. legitimasi bagi para pembuat kebijakan.
b. keberadaan kualitas moral yang memadai.
c. Kepekaan.
d. Keterbukaan.
e. pemanfaatan sumber daya secara optimal.
f. upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas.
PENGATURAN CLIMATE DISINFORMATION DI INDONESIA

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

No Pasal Keterangan

1 Pasal 28 ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2 Pasal 40 ayat (2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan


penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3 Pasal 40 ayat (2b) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses
dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem
Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar hukum.

4 Pasal 45A ayat (1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Pasal Keterangan

1 Pasal 26 ayat (2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip


pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.

2 Pasal 68 huruf a Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan


berkewajiban:

a. memberikan informasi yang terkait dengan


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan
hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.

3 Pasal 69 ayat (1) Setiap orang dilarang:


huruf j
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan bertentangan dengan perundang-undangan
lingkungan; hidup yang peraturan atau izin
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar.

4 Pasal 113 Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan,


menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan
dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum
yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

No Pasal Keterangan

1 Pasal 7 ayat (2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik


yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

2 Pasal 55 Setiap Orang yang dengan sengaja membuat


Informasi Publik yang tidak benar atau
menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi
orang lain dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020


tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat

No Pasal Keterangan

1 Pasal 9 ayat (3) PSE Lingkup Privat wajib memastikan:

a. Sistem Elektroniknya tidak memuat Informasi


Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang; dan

b. Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi


penyebarluasan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang dilarang.

2 Pasal 9 ayat (4) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang


dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan
klasifikasi:

a. melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan;

b. meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban


umum; dan

c. memberitahukan cara atau menyediakan akses


terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang dilarang.

3 Pasal 10 ayat (4) Terhadap aduan dan/atau laporan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), PSE Lingkup Privat wajib:

a. memberikan tanggapan terhadap aduan


dan/atau laporan kepada pihak yang
mengadukan dan/atau melaporkan;
b. melakukan pemeriksaan secara mandiri atas
aduan dan/atau laporan dan/atau meminta
verifikasi aduan dan/atau laporan kepada
Menteri dan/atau Kementerian atau Lembaga
terkait;
c. memberikan pemberitahuan kepada Pengguna
Sistem Elektronik mengenai aduan dan/atau
laporan terhadap Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang diunggah oleh
Pengguna Sistem Elektronik; dan
d. menolak aduan dan/atau laporan apabila
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang dilaporkan bukan merupakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang dilarang.

4 Pasal 11 PSE Lingkup Privat User Generated Content dapat dibebaskan


dari tanggung jawab hukum mengenai Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang yang
ditransmisikan atau didistribusikan melalui Sistem
Elektroniknya dalam hal PSE Lingkup Privat:

a. telah melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10;
b. memberikan Informasi Pengguna Sistem Elektronik
(Subscriber Information) yang mengunggah Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang dalam rangka pengawasan dan/atau
penegakan hukum; dan
c. melakukan Pemutusan Akses (take down) terhadap
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang dilarang.
5 Pasal 13 (1) PSE Lingkup Privat wajib melakukan Pemutusan Akses
(take down) terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (4).

(2) Kewajiban melakukan Pemutusan Akses (take down)


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Pemutusan
Akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang dapat memfasilitasi penyebarluasan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

6 Pasal 14 (1)  Permohonan Pemutusan Akses terhadap Informasi


Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diajukan oleh:

a. masyarakat;
b. Kementerian atau Lembaga;
c. Aparat Penegak Hukum; dan/atau
d. lembaga peradilan.

(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


disampaikan melalui:

a. situs web (website) dan/atau aplikasi;


b. surat non elektronik; dan/atau
c. surat elektronik (electronic mail).

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat


mendesak dalam hal:

a. terorisme;
b. pornografi anak; atau
c. konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu
ketertiban umum.

7 Pasal 15 ayat (8) Permohonan Pemutusan Akses (take down) terhadap


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang bersifat mendesak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3), PSE Lingkup Privat wajib melakukan
Pemutusan Akses (take down) terhadap Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sesegera
mungkin tanpa penundaan paling lambat 4 (empat) jam
setelah peringatan diterima.

8 Pasal 15 ayat (9) Dalam hal PSE Lingkup Privat tidak melaksanakan
Pemutusan Akses (take down) terhadap Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang bersifat
mendesak dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) jam
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Menteri dapat
melakukan Pemutusan Akses dan/atau memerintahkan ISP
untuk melakukan Pemutusan Akses terhadap Sistem
Elektroniknya (access blocking) setelah mempertimbangkan
alasan yang diajukan oleh PSE Lingkup Privat.

9 Pasal 15 ayat (10) PSE Lingkup Privat User Generated Content yang tidak
melaksanakan Pemutusan Akses (take down) terhadap
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8)
dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penerimaan negara bukan pajak.

10 Pasal 16 ayat (11) PSE Lingkup Privat User Generated Content yang tidak
melaksanakan Pemutusan Akses (take down) terhadap
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (9)
dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penerimaan negara bukan pajak.

11 Pasal 36 ayat (1) PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap


Data Lalu Lintas (traffic data) dan Informasi
Pengguna Sistem Elektronik (Subscriber
Information) yang diminta oleh Aparat Penegak
Hukum dalam hal permintaan tersebut
disampaikan secara resmi kepada Narahubung
PSE Lingkup Privat.
TANGGUNG JAWAB LEMBAGA INTERMEDIARY (BIG TECH PLATFORM)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR Tl TAHUN 2OI9


TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

No Pasal Keterangan
1 Pasal 14 ayat 1 Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melaksanakan prinsip
pelindungan Data Pribadi dalam melakukan pemrosesan Data
Pribadi meliputi:

a. pengumpulan Data Pribadi dilakukan secara terbatas dan


spesifik, sah secara hukum, adil, dengan sepengetahuan
dan persetqluan dari pemilik Data Pribadi;
b. pemrosesan Data Pribadi dilakukan sesuai dengan
tqiuannya;
c. pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan menjamin hak
pemilik Data Pribadi;
d. pemrosesan Data Pribadi dilakukan secara alurat,
lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir, dapat
dipertanggungjawabkan, dan memperhatikan tu-iuan
pemrosesan Data Pribadi;
e. pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan melindungi
keamanan Data Pribadi dari kehilangan, penyalahgunaan,
Akses dan pengungkapan yang tidak sah, serta
pengubahan atau perusakan Data Pribadi;
f. pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan
memberitahukan tqiuan pengumpulan, aktivitas
pemrosesan, dan kegagalan pelindungan Data Pribadi;
dan
g. pemrosesan Data Pribadi dimusnahkan dan/ atau dihapus
kecuali masih dalam masa retensi sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2 Pasal 26 ayat 1 Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjaga kerahasiaan,


keutuhan, keautentikan, keteraksesan, ketersediaan, dan dapat
ditelusurinya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

3 Pasal 31 Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melindungi penggunanya


dan masyarakat luas dari kerugian yang ditimbulkan oleh Sistem
Elektronik yang diselenggarakannya.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 5 TAHUN 2020 TENTANG
PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK LINGKUP PRIVAT

No Pasal Keterangan
1 Pasal 47 PSE Lingkup Privat yang diatur dalam Peraturan Menteri ini
wajib melakukan pendaftaran paling lambat 6 (enam) bulan
sejak pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui
sistem OSS berlaku efektif.

Anda mungkin juga menyukai