Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HUKUM KETERBUKAAN INFORMASI HUKUM

DISUSUN OLEH

1. FINDA RANGLALIN
2. SERTY Y LUMU
3. FESTY F PONGBULAAN
4. ADRINCE MAYOR
5. GUSTY RONTAM
6. CHRISNIATI BR SINURAT

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS VICTORY SORONG
2022/2023
BAB I

A. Pendahuluan

Sejak Tahun 1946 Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 59 ang menyatakan bahwa
“kebebasan informasi adalah hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh
kebebasan yang akan menjadi titik perhatian PBB”. Dalam pasal 19 Deklarasi Universal HAM
PBB yang menyatakan bahwa:
“setiap orang mempunyai hak atas kebebasan mengemukakan pendapat dan gagasan; hak ini
mencakup hak untuk memegang pendapat tanpa campur tangan, dan mencari, menerima dan
menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa mempertimbangkan garis
batas Negara”
Indonesia pun sudah memberikan pengakuan atas hak informasi sebagaimana diatur
dalam konstitusi perubahan kedua Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945) Pasal 28F yang menyatakan bahwa:
“setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan
menyimpam informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 30 April 2008 dan mulai berlaku
setelah dua tahun di undangkan, tepatnya 30 April 2010.
UU KIP menjadi landasan operasional yang memberi jaminan terbukanya akses
informasi bagi masyarakat secara luas dari lembaga-lembaga Negara, dengan demikian
keberadaan UU KIP semakin menegaskan bahwa akses masyarakat terhadap informasi
merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh konstitusi UU NRI Tahun 1945. Secara khusus,
eksistensi regulasi mengenai keterbukaan informasi publik dapat mendorong suatu masyarakat
menjadi lebih demokrats dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi
yang dimiliki pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga
publik lain seperti lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan, misalnya rumah sakit. Oleh
sebab itu UU KIP mendukung transparansi informasi di seluruh lembaga pemerintah yang
merupakan salah satu syarat penyelenggaraan pemerintahan demokratis yang diharapkan
membawa perubahan paradigma pemerintah dalam mengelola informasi publik dari
pemerintahan yang tertutup menuju pemerintahan yang terbuka.
Jika sebelum UU KIP diundangkan, paradigmanya adalah seluruh informasi publik adalah
rahasia kecuali yang terbuka, namun setelah UU KIP diundangkan, paradigma tersebut bergeser
menjadi seluruh informasi publik adalah terbuka untuk di akses masyarakat kecuali yang
dikecualikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana materi muatan dalam undang-undang keterbukaan informasi publik?


2. Sejauh mana kesiapan lembaga-lembaga pemerintah dalam mengimplementasikan UU
KIP?
3. Bagaimana iplementasi keterbukaan informasi publik dalam pemerintahan terbuka (open
government) menuju terciptanya tata pemerintahan yang baik (good governance) ?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Materi Muatan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)

Keterbukaan informasi publik adalah suatu kewajiban pemerintah untuk memberikan


akses yang cukup dan mudah bagi masyarakat untuk memperoleh informasi yang
diperlukan. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat ikut serta dalam pengambilan
kebijakan dan mengambil keputusan yang tepat.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka
adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Hak atas informasi menjadi sangat pentng karena makin terbuka
penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin
dapat dipertanggung jawabkan. UU KIP yang terdiri dari 14 Bab 64 Pasal ini
menghendaki tersedianya informasi secara lengkap, tersusun rapi, dan terpusat pada satu
instusi badan informasi publik. Dengan demikian informasi yang dibutuhkan menjadi
mudah diakses baik oleh pegawai pemerintah maupun masyarakat dan otomatis
menghemat biaya dan mengefsienkan waktu kerja yang diperlukan ketika menelusuri dan
mencari informasi yang sebelumnya terserak atau tidak tertata dengan baik. UU KIP ini
mengamanatkan empat peraturan turunan yaitu:
a. PP tentang masa retensi (masa berlakunya kerahasiaan)
b. PP tentang ganti rugi
c. Peratuan komisi informasi tentang standar layanan informasi
d. Peraturan komisi informasi tentang prosedur penyelesaian sengketa.

Keberadaan UU KIP sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan
(1) Hak setiap orang untuk memperoleh informasi
(2) kewajiban badan publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara
cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional dan cara sederhana;
(3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas;
(4) kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan
informasi.

Tujuan dan asas keterbukaan informasi publik UU KIP pada dasarnya adalah
memberikan arah, landasan, acuan dan jaminan tentang pemenuhan hak publik atas
informasi yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. UU KIP ini
dimaksudkan untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektf
dan efsien, akuntabel dan dapat dipertanggung jawabkan
Adapun tujuan dari UU KIP tergambar pada Pasal 3, yaitu:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan
publik,program kebijakan publik,dan proses pengambilan keputusan publik, serta
alasan pengambilan suatu keputusan public
b. mendorong partsipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan public
c. meningkatkan peran aktf masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik
d. mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, yaitu transparan, efektf dan efsien,
akuntabel serta dapat dipertanggung jawabkan
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik
untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Secara normatif,hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi publik dan badan
publik sebagai penyedia informasi telah diatur dalam Pasal 4-8 UU KIP secara rinci, namun
terdapat aspek-aspek yang perlu diperhatkan antara lain:
1. alasan permintaan informasi, keharusan mengemukakan alasan untuk meminta informasi
publik akan menjadi hambatan dalam penyediaan informasi karena alasan-alasan itu tidak
bersifat universal;
2.batasan melanggar hak-hak pribadi, hal ini akan menimbulkan multi tafsir tergantung
perspektif pribadi yang bersangkutan;
3. batasan tentang rahasia jabatan.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala
diatur dalam Pasal 9 UU KIP. Informasi tersebut harus disediakan/diumumkan secara rutin,
teratur dan dalam jangka waktu tertentu setidaknya setiap 6 bulan sekali, informasi yang
berkaitan dengan kegiatan dan kinerja badan publik; informasi tentang laporan keuangan dan
informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Informasi yang harus diumumkan secara serta merta
diatur dalam Pasal 10, dimana informasi ini wajib diumumkan tanpa penundaan. Informasi yang
di maksud adalah informasi yang menyangkut ancaman terhadap hajat hidup orang banyak dan
ketertiban umum, misalnya informasi tentang bencana, kerusuhan massal dan lain-lain.
Informasi yang wajib tersedia setiap saat diatur dalam Pasal 11 UU KIP. Informasi ini
sifatnya wajib dan rutin disediakan badan publik, namun untuk memperolehnya harus dilakukan
dengan mengajukan permintaan. Yang termasuk dalam kategori informasi ini antara lain: dafar
seluruh informasi dalam penguasaan badan publik; keputusan badan publik dan
pertimbangannya; kebijakan badan publik dan dokumen pendukungnya; rencana proyek dan
anggaran tahunannya.
Informasi yang Dikecualikan adalah informasi yang tidak dapat diakses oleh pemohon
informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia
sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian
tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta
setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi
kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya
Informasi Publik dikecualikan secara limitatif berdasarkan pada Pasal 17 UU KIP, yaitu apabila
dibuka dapat:

1. Menghambat proses penegakan hukum;


2. Mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
3. Membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
4. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
5. Merugikan ketahanan ekonomi nasional;
6. Merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
7. Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang;
8. Mengungkap rahasia pribadi seseorang;
9. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut
sifatnya dirahasiakan, kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
10. Informasi Publik yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
11. Dokumentasi Pertemuan dengan Komisi D Pembahasan Informasi yang Dikecualikan
.
Komisi Informasi (KI) diatur dalam UU KIP Bab VII, Pasal 23 – 50. Komisi Informasi
adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya.
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi dan jika
dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota. Komisi ini juga bertugas untuk menetapkan
petunjuk teknis standar layanan informasi publik.
Berkaitan dengan kewenangan ini KI Pusat sudah menerbitkan Peraturan Komisi
Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Selain itu, KI juga
mempunyai wewenang untuk membuat mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik.
Berkaitan dengan kewenangan ini KI Pusat sudah mengeluarkan Peraturan Komisi Informasi
Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Dalam hal
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa informasi publik, tugas Komisi Informasi baik di
pusat maupun provinsi adalah menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian
sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non-litgasi. Menurut data yang
diperoleh dari KI Pusat sejak Juli 2010 hingga Maret 2011 terdapat 224 perkara. Dari jumlah itu
tidak semua ditangani KI Pusat. Data hingga Desember 2010 menunjukkan 11 permohonan
penyelesaian sengketa informasi bukan kewenangan KI Pusat, sehingga dilimpahkan ke KI
Provinsi; 22 sengketa informasi selesai melalui mediasi; 7 sengketa informasi selesai melalui
ajudikasi; 65 sengketa informasi dalam proses mediasi; dan 38 sengketa informasi dalam proses
analisis Majelis Pemeriksaan Pendahuluan (MPP). Sisanya, perkara tersebut dinyatakan tdak
layak menjadi sengketa informasi. Pada tahun 2010 ada 17 perkara yang dinyatakan tidak layak,
sedangkan pada Januari – Maret 2011 sudah mencapai 29 perkara.

2. Kesiapan Lembaga Pemerintah Dalam Implementasi UU KIP

Jika dilihat dari konteks hubungan antara pemerintah dan warganegaranya, secara garis
besar implikasi penerapan UU KIP tersebut melekat pada dua pihak, yaitu penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat atau publik. Pada pihak penyelenggara pemerintahan, ada
beberapa implikasi penerapan UU KIP, seperti kesiapan lembaga pemerintah untuk
mengklasifkasikan informasi publik menjadi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan
secara berkala, informas iyang wajib diumumkan serta merta, dan informasi yang wajib
disediakan.
Implikasi penerapan UU KIP terhadap masyarakat atau publik adalah terbukanya akses
bagi publik untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kepentngan publik, terbukanya
akses bagi publik untuk berpartsipasi aktif dalam proses pembuatan kebijakan publik termasuk
didalamnya akses untuk pengambilan keputusan dan mengetahui alasan pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Implikasi lain sejalan dengan meningkatnya daya krits masyarakat, adalah peningkatan
pengetahuan masyarakat mengenai hak-hak mereka dalam pelayanan publik yang disediakan
oleh lembaga pemerintah. Meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai proses
penyelenggaraan pemerintahan, juga merupakan implikasi yang akan dihadapi dalam penerapan
UU KIP.
Dengan melihat berbagai implikasi yang telah disebutkan di atas baik yang dihadapi oleh
masyarakat maupun penyelenggara pemerintahan, maka tmbul suatu pertanyaan sejauh mana
kesiapan lembaga pemerintah dalam mengantsipasi berbagai implikasi tersebut, paling tidak
adalah selama satu tahun sejak UU KIP efektf diterapkan ada langkah-langkah baik itu beberapa
kebijakan maupun penguatan kelembagaan pemerintah daerah untuk meminimalkan benturan
yang terjadi akibat implikasi penerapan UU KIP. Manfaat UU KIP jika diterpakan antara lain;
A. dapat mengurangi tingkat korupsi, sebab semakin tnggi akses publik terhadap laporan
keuangan maka semakin rendah tingkat korupsi, demikian sebaliknya;
B. memperoleh indikasi dini adanya praktek mal administrasi dan tindak pidana korupsi, efsiensi
anggaran. Di Jepang, UU KIP diusulkan sejak tahun 1960 oleh masyarakat, dan baru disahkan
Law Concerning Access to Informaton (UU tentang Akses terhadap Informasi yang dikuasai
Badan Administratif); di tahun 1995 anggaran jamuan 23,6 milyar yen, sementara pada tahun
1997 hanya 12 milyar yen di setap provinsi. (disini terjadi efsiensi 58%);
C. membuka peluang partsipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan negara dan
pelayanan publik.
D. Bagi badan publik mendapatkan umpan balik dari masyarakat tentang kinerja badan publik;
E. Bagi masyarakat memperoleh jaminan kepastian hukum atas hak untuk memperoleh
informasi publik dan terhindar dari perlakuan sewenang-wenang dari aparatur negara

Dalam rangka implementasi tersebut, langkah awal yang harus dilakukan untuk kesiapan
pemerintahan dalam penerapan UU KIP adalah sesuai amanat UU KIP. Dalam rangka
mengimplementasikan UU KIP di lingkungan lembaga pemerintah dibutuhkan beberapa
tambahan struktur, infrastruktur dan staf yang secara khusus mengelola dan memberi pelayanan
informasi. Dalam PP Pelaksanaan UU KIP pada Bab IV Pasal 12-15 telah mengatur tentang
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Mengingat informasi biasanya dikelola
oleh bidang hubungan masyarakat (humas) yang ada di beberapa lembaga pemerintah, maka
sering muncul usulan agar humas diperluas fungsi dan perannya sehingga mencakup bidang
pelayanan informasi publik.
Humas memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dari pelayanan informasi publik.
Keduanya memiliki paradigma yang bertolak belakang. Paradigma bidang humas adalah
mengontrol informasi yang akan disampaikan dan membentuk citra instansi yang diinginkan.
Sedangkan paradigma pelayanan informasi publik adalah MALE (Maximum Access Limited
Exempton), yakni memberikan informasi sebanyak-banyaknya dengan pengecualian yang
terbatas dan tidak mutlak.
Berdasarkan monitoring yang dilakuan KI Pusat terhadap Badan Publik sebagaimana
terlampir dalam Lampiran I Peraturan Komisi Informasi Pusat No. 1 Tahun 2010, mayoritas
Badan Publik belum melakukan langkah-langkah yang diamanatkan UU KIP sepert: (i) membuat
peraturan internal mengenai pelaksanaan UU KIP; (ii) menunjuk PPID (Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi); dan (iii) menetapkan dafar informasi publik yang terbuka dan yang
dikecualikan.Badan Publik negara yang sudah membuat regulasi internal dan menunjuk PPID
ada 22, antara lain Kementerian Komunikasi dan Informatka, Kementerian Hukum dan HAM,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, DPR RI, DPD RI, Polri,
Kementerian Koordinator Politk Hukum dan Keamanan, Arsip Nasional, Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Perhubungan, Kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mahkamah Konstitusi,
Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian
Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi, Mahkamah Agung.

3. Keterbukaan Informasi Publik Dalam Pemerintahan Terbuka (Open Government)


Menuju Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan ada karena


kehendak rakyat. Untuk itu pemerintahan diadakan bukan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi
untuk melayani masyarakat Salah satu hak yang dimiliki masyarakat sesuai konsttusi UUD NRI
1945 adalah hak untuk memperoleh keterbukaan informasi publik. Pembahasan tentang
keterbukaan informasi publik (public access to informaton) di dalam sistem negara yang
demokratis (democratc state) selalu terkait dengan pemerintahan yang terbuka (open
government) dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang terbuka
mensyaratkan adanya jaminan atas 5 (lima) hal:17
 Hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya
(right to obsverve)
 Hak untuk memperoleh informasi (right to infomation)
 Hak untuk terlibat dan berpartsipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right
to partcipate)
 Kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan dalam kebebasan
 Hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas hak-hak yang ditolak.
prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1) Akuntabilitas; (2)
Transparansi; dan (3) Partsipasi Masyarakat. ketiganya adalah instrumen yang diperlukan untuk
mencapai manajemen publik yang baik.

PRINSIP AKUNTABILITAS
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang
terkena dampak penerapan kebijakan.
Prinsip Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setap orang untuk
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.
Prinsip Transparansi paling tdak dapat di ukur melalui sebuah indikator seperti:
a. Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses
pelayanan publik
b. Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan
pelayanan publik maupun proses-proses di dalam sektor publik
c. Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun
penyimpangan tndakan aparat publik di dalam kegiatan melayani.
Prinsip Partisipasif
Partisipatif adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan di setap penyelenggaraan pemerintahan. Partsipasi dibutuhkan dalam memperkuat
demokrasi, meningkatkan kualitas dan efektvitas layanan publik.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

UU KIP ini menghendaki tersedianya informasi secara lengkap, tersusun rapi, dan
terpusat pada satu institusi badan informasi publik. Dengan demikian informasi yang dibutuhkan
menjadi mudah di akses baik oleh pegawai pemerintah maupun masyarakat. Hal ini selaras
dengan beberapa asas dalam UU KIP, yaitu; Pertama, setap informasi publik bersifat terbuka dan
dapat di akses oleh setap pengguna informasi publik. Kedua, informasi publik yang dikecualikan
bersifat ketat dan terbatas. Ketiga, setap informasi publik harus dapat diperoleh setap pemohon
informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara yang sederhana. Keempat,
informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai undang-undang, kepatuhan dan
kepentingan umum, didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat, serta setelah dipertmbangkan dengan seksama bahwa
menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya
dan sebaliknya. Lembagapemerintahbelumbetul-betulsiap mengimplementasikan UU KIP. Hal
ini terlihat dari belum dilakukannya langkah-langkah yang diamanatkan UU KIP oleh mayoritas
badan publik sepert: (i) membuat peraturan internal mengenai pelaksanaan UU KIP; (ii)
menunjuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi); dan (iii) menetapkan dafar
informasi publik yang terbuka dan yang dikecualikan. Penerapan UU KIP melekat pada 2 (dua)
pihak, yaitu penyelenggara pemerintahan dan masyarakat atau publik.

2. Saran
Pemerintah perlu meningkatkan penerapan UU KIP agar partsipasi masyarakat terhadap
kinerja penyelenggaraan pemerintahan semakin meningkat. Pemerintah perlu meningkatkan
tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehingga tujuan menciptakan tata kelola
pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partsipasif dapat tercapai sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance.
DAFTAR PUSTAKA

Febriananingsih, N. (2012). Keterbukaan Informasi Publik Dalam Pemerintahan Terbuka


Menuju Tata Pemerintahan Yang Baik. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum
Nasional, 1(1), 135. https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v1i1.110

Anda mungkin juga menyukai