STANDAR LAYANAN
INFORMASI PEMERINTAH DESA
(Untuk Pendamping Desa)
Dalam Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum Demokrasi . Pemerintah
bertanggungjawab dalam hal penyelenggaraan negara atau pemerintahaannya kepada
rakyat. Salah satu bentuk tanggungjawab pemerintah disini adalah dengan adanya
keterbukaan informasi publik
Pada Pasal 28 F UUD 45 menegaskan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Amanat ini selanjutnya diejawantahkan kembali ke dalam satu dari sembilan Agenda
Pembangunan Nasional di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (2014-
2019), yang dikenal dengan Nawa Cita. Secara gamblang, Nawa Cita menegaskan tentang
pentingnya kehadiran pemerintah yang mampu membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
1
Paradigma Baru Keterbukaan Informasi Publik
Undang-undang No 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, membangun
paradigma baru dari paradigma lama yaitu “ Bahwa Informarmasi Publik adalah tertutup dan
rahasia, kecualii sangat sediukit yang terbuka dan boleh diakses oleh publik” Sedang
paradigma baru yang dibangun adalah “ Bahwa semua informasi publik merupakan informasi
terbuka dan boleh diakses publik kecuali sedikit yang dikecualikan.
Sebelum UU Setelah UU
Keterbukaan Informasi Keterbukaan Informasi
Publik Publik
Prinsip Dasar
Seluruh informasi publik terbuka dan boleh diakses oleh publik
kecuali yang dikecualikan
Penolakan terhadap permohonan informasi publik harus
berdaarkan pengujian atas konsekwensi yang timbul apabila suatu
informasi publik terbuka
Jangka waktu kerahasiaan dari informasi publik tidak permanen
Kepastian Layanan
Ada batasan waktu untuk merespon dan melayani permohonan
informasi publik
Sanksi
Sanksi diberikan kepada pihak/badan publik yang menghambat
pemberian informasi publik yang tidak dikecualikan berdasar
undang-undang
2
Informasi Publik adalah Hak Warga Negara
“UU KIP juga mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pengambilan keputusan publik”
3
Pada dasarnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini bertujuan
untuk:
4
BAGIAN II
INFORMASI PUBLIK DESA
5
Dengan demikian pelaksanaan Keterbukaan informasi di Desa menjadi adalah mandat
penting Undang-Undang yang harus dijalankan Badan Publik di Desa yaitu Pemerintah Desa .
Kedua pada pasal 26 ayat (4) huruf (f) diatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala
Desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,
transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme. Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa Kepala Desa
juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Ketiga pada pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan
kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi
penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun
anggaran.
Keempat Pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan
mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
6
Kelima pada pasal yang mengatur tentang keterbukaan informasi yaitu pasal 86 ayat (1) dan
ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem
informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan sistem
informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa
dan semua pemangku kepentingan.
Dalam peraturan pelaksanaaannya, pada Pasal 127 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa juga menyatakan bahwa upaya pemberdayaan
masyarakat Desa dilakukan dengan mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan desa.
Berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang wajib melakukan
pengelolaan dan pelayanan informasi adalah Badan Publik.
7
Pemerintahan Desa disebut badan publik karena telah memenuhi unsur (1) lembaga
eksekutif yang (2) fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang
(3) sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD. Pemerintahan Desa
dapat dikategorikan sebagai badan publik karena mengelola dana dari APBN dan APBD, dan
menjalankan fungsi-fungsi pelayanan terhadap masyarakat.
Pemerintah Desa merupakan badan publik yang wajib menjalankan prinsipprinsip dan tujuan
UU KIP, seperti (1) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta
alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan publik; (3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik; (4) mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan; (5) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak.
STANDAR LAYANAN
INFORMASI DESA (SLIP-DESA)
Badan Publik Desa menurut Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2018 mencakup adalah
Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Badan Usaha Milik Desa dan Badan
Kerjasama Antar Desa.
Badan Publik Desa dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik harus memiliki regulasi
mengatur tata laksana penyelenggaraan pelayanan informasi desa sebagaimana pasal 8
Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Desa , baik
dalam bentuk peraturan desa maupun peraturan kepala desa. Ruang keterlibatan masyarakat
juga harus dibuka selebar-lebarnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pembangunan. Hal ini diperlukan agar masyarakat desa dapat memahami mekanisme dan
8
prosedur untuk mendapatkan informasi dan dokumen terkait pelaksanaan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan desa .
Standar Pelayanan Minimal Desa yang disingkat menjadi SPM Desa dimaksudkan untuk
mendekatkan, mempermudah, transparansi, dan efektif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat (Pasal 2). SPM Desa bertujuan untuk mendorong percepatan pelayanan
kepada masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kewenangan
desa, dan menjadi alat kontrol masyarakat kepada Pemerintah Desa (Pasal 3).
Standar Pelayanan Minimal Desa, SPM Desa ditetapkan dan diputuskan oleh Kepala Desa
(Pasal 4). Ruang lingkup SPM Desa meliputi penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan,
penyediaan data dan informasi kependudukan dan pertanahan, pemberian surat keterangan,
penyederhanaan pelayanan, dan pengaduan masyarakat (Pasal 5).
Menurut Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2018, Standar Layanan Informasi Desa
bertujuan :
9
2. meningkatkan layanan Informasi Publik Desa di lingkungan Badan Publik Desa yang
berkualitas;
3. menjamin pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh akses Informasi Publik
Desa dalam rangka partisipasi dan akuntabilitas; dan
4. menjamin terwujudnya tujuan penyelenggaraan keterbukaan informasi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang mengenai Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-
Undang mengenai Desa.
Dalam hal layanan Informasi Pemerintah Desa maka dapat dan seharusnya Desa memiliki
Standar Layanan Informasi Pemerintahan Desa (SLIP Desa) yang setidaknya mengatur hal-hal
seperti
10
Adanya Standar Layanan Informasi Pemerintahan Desa membantu Pemerintah Desa dalam
menghadapi para pemohon informasi yang tidak bertanggungjawab. Perlu diketahui saat ini
banyak pihak yang memanfaatkan norma tentang keterbukaan informasi Desa untuk
keuntungan materi secara pribadi dan kelompok tertentu dengan berbagai cara dan
bertujuan hanya untuk kepentingan sesaat, dan banyak kasus-kasus di Desa permintaan
Informasi cenderung dimuati kepentingan bukan dalam rangka peningkatan kualitas layanan
pemerintahan di Desa tetapi karena berbagai kepentingan, bahkan permintaan informasi
disertai dengan ancaman dan teror kepada Pemerintah Desa.
Badan Publik di Desa mencakup Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan
Badan Usaha Milik Desa. Bagaimana badan publik menyampaikan informasi, UU KIP telah
mengatur bahwa setiap badan publik harus menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID). PPID kemudian bertugas mengelola data dan informasi yang dikuasai
oleh badan publik. Pengelolaan meliputi pendataan, pengumpulan, pendokumentasian
hingga pengarsipan. Selain pengelolaan, PPID juga bertanggungjawab untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Pengaturan lebih lanjut tentang PPID Pada Peraturan
Pemerintah No 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan UU No 14 Tahun 2008 tetang
Keterbukaan Informasi Publik Bab IV tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
Pasal 12 – pasal 15.
Bentuk implementasi bagaimana mengelola informasi publik di Desa, maka dibuatlah Standar
Layanan Informasi Pemerintah Desa selanjutnya disebut SLIP Desa dapat berguna bagi Kepala
Desa dan Perangkat Desanya. Standar Layanan Informasi Pemerintahan Desa yang saat ini
belum diatur, tetapi untuk Standar Layanan Informasi Publik telah diatur melalui Peraturan
Komisi Informasi No 1 Tahun 2010 bagi Badan Publik diluar Pemerintah Desa.
11
SLIP Desa akan menjadi panduan bagi Kepala Desa untuk :
1. membentuk struktur Pejabat Pengelola Informasi dan
dokumentasi (PPID) di kantor desa;
2. membangun standar layanan informasi publik berdasar
UU KIP; dan
3. menganalisa dan menjawab segala permohonan
informasi publik yang diajukan
Kepala Desa
Dalam fungsi pelayanan informasi publik dibentuk PPID ( Pejabat Pengelola Informai dan
Dokumentasi ). Penunjukkan dan Penetapan PPID Desa sebagaimana Pasal 9 Peraturan
Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Desa.
1. Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Informasi Publik Desa perlu ditetapkan PPID
Desa.
2. Kepala Desa adalah atasan PPID Desa.
3. Kepala Desa menunjuk dan menetapkan Sekretaris Desa sebagai PPID Desa.
4. Dalam hal Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan Kepala
Desa dapat menunjuk dan menetapkan Perangkat Desa lain.
Selanjutnya Tanggung Jawab dan Wewenang PPID Desa, PPID Desa bertanggung jawab di
bidang layanan Informasi Publik Desa yang meliputi proses penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan Informasi Publik Desa.
12
Berdasarkan Peraturan komisi Informasi No 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi
Desa. Informasi Publik Desa dibagi empat (4) kategori jenis Informasi publik yaitu:
1. Informasi berkala Informasi Publik Desa yang paling sedikit terdiri atas:
a. Profil Badan Publik Desa yang meliputi alamat, visi-misi, tugas dan fungsi, struktur
organisasi, dan profil singkat pejabat.
b. Matriks Program atau kegiatan yang sedang dijalankan yang meliputi; nama
program/kegiatan, jadwal waktu pelaksanaan, penanggungjawab sumber dan besaran
anggaran.
c. Matriks Program masuk Desa yang meliputi program dari Pemerintah Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan pihak ke-3 serta data penerima bantuan program.
d. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah
Desa dan Daftar Usulan Rencana Kerja Pemerintah dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa.
e. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun berjalan.
f. Laporan Kinerja Pemerintah Desa yang meliputi paling sedikit:
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Akhir Tahun Anggaran;
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Akhir Masa Jabatan;
g. Laporan Keuangan Pemerintah Desa yang paling sedikit terdiri atas:
Laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
Laporan realisasi kegiatan;
Kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana;
Sisa anggaran; dan
Alamat pengaduan.
h. Daftar peraturan dan rancangan peraturan Pemerintah Desa.
i. Informasi tentang hak dan tata cara mendapatkan Informasi Publik Desa.
2. Informasi Publik Desa yang Wajib Diumumkan Secara Serta Merta (Pasal 4) yaitu informasi
yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum paling sedikit:
a. informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor
alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa;
b. informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti pencemaran lingkungan;
c. bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar
komunitas masyarakat dan teror;
d. informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang
berpotensi menular;
13
e. informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat;
dan/atau
f. informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.
Standar pengumuman informasi terkait informasi yang mengancam hajat hidup dan
ketenteraman paling sedikit meliputi:
14
l. Informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan, sarana
dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya
manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran
layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya.
m. Informasi Publik Desa lainnya yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat
berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa di Komisi
Informasi dan proses hukum lainnya.
n. Berita Acara Pembentukan, Penggabungan dan/atau Pembubaran BUM Desa.
o. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
p. Standar Operasional Prosedur Pengelolaan BUM Desa.
4. Informasi yang Dikecualikan Pemerintah Desa wajib membuka akses Informasi Publik
Desa bagi setiap Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Pengecualian Informasi Publik Desa didasarkan pada
pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan serta
setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik Desa dapat
melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Pengeculian Informasi Publik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 7
Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Desa
dibahas dalam Musyawarah Desa
Pengklasifikasian Informasi Publik yang dilakukan oleh Badan Publik bertujuan untuk
menentukan informasi tertentu sebagai Informasi yang Dikecualikan untuk diakses oleh
setiap orang.
15
.
Tata Cara Pengklasifikasian Informasi Publik
1. Dalam hal Badan Publik menyatakan Informasi Publik tertentu Dikecualikan maka
pengecualian Informasi Publik tersebut harus didasarkan pada Pengujian
Konsekuensi.
2. Pengujian Konsekuensi dapat dilakukan:
a. sebelum adanya permohonan Informasi Publik;
b. pada saat adanya permohonan Informasi Publik; atau
c. pada saat penyelesaian sengketa Informasi Publik atas perintah Majelis Komisioner.
3. Pengujian Konsekuensi dilakukan oleh PPID atas persetujuan Pimpinan Badan Publik.
4. Informasi Publik yang Dikecualikan melalui Pengujian Konsekuensi ditetapkan dalam
bentuk Surat Penetapan Klasifikasi, paling sedikit memuat:
a. jenis klasifikasi Informasi yang Dikecualikan;
b. identitas pejabat PPID yang menetapkan;
c. badan publik, termasuk unit kerja pejabat yang menetapkan;
d. jangka waktu pengecualian;
e. alasan pengecualian; dan
f. tempat dan tanggal penetapan.
5. Surat Penetapan Klasifikasi tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Komisi ini.
UU KIP menyatakan bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon
informasi public dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Karenanya,
PPID pemerintahan desa mesti melakukan beberapa tahapan dalam rangka menyediakan
layanan informasi publik.
DIP Desa Adalah : Daftar Seluruh Informasi yang berada di bawah penguasaan
Pemerintah Desa, namun tidak termasuk informasi yang dikecualikan, berdasarkan
musyawarah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Secara teknis, menyusun DIP
dilakukan dengan dua langkah yakni mendata (inventarisasi dan identifikasi) semua
informasi publik dan mengelompokkan (klasifikasi) Informasi publik
16
6) dok umen tersedia dalam bentuk hardcopy/softcopy (cetak atau data
elektronik);
3) Proses ini diperbarui secara berkala tiap 6 (enam) bulan sekali dan/atau
ditambahkan ke dalam tabel tiap ada dokumen baru yang dikuasai oleh Desa;
4) Tabel ini dapat pula diisi oleh masing-masing bagian dalam pemerintah Desa
kemudian dikumpulkan kembali kepada PPID.
b. Pengelompokan (Klasifikasi) Informasi Informasi Publik, Dari hasil pendataan
terhadap informasi yang dikuasai, PPID kemudian melakukan klasifikasi/
penggolongan terhadap masing-masing informasi dengan tujuan untuk memisahkan
informasi yang dikecualikan dari dalam DIP yang akan disusun. Dengan melihat judul
dan isi dokumen PPID kemudian menganalisa (dengan menggunakan tabel alat bantu
dibawah ini), apakah informasi yang terkandung dalam dokumen tersebut jika
dibuka untuk umum akan menimbulkan akibat
sebagai berikut :
1) menghambat proses penegakan hukum;
2) mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan
perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
3) membahayakan pertahanan dan keamanan Negara;
4) merugikan ketahanan ekonomi nasional;
5) mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat seseorang;
6) mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
7) mengungkap rahasia pribadi;
8) memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadi
Daftar Informasi Publik yang dibuat oleh PPID kemudian disampaikan dan
ditandatangani oleh Kepala Desa selaku pimpinan Atasan PPID sekaligus pimpinan
Badan Publik.
3
1
2 1
1 1
1
1
17
Melayani
1 Permohonan
Mengumumkan Informasi
1
atau
1
Menyusun Data menyampaikan
1
Informasi Publik Informasi Publik
Pendataan
(inventarisasi
dan Pengelompokan/
identifikasi) Klasifikai
Tata Cara pengklasifikasian sebagaimana pasal 4 Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2017
tentang Pengklasifikasian Informasi Publik adalah
(1) Dalam hal Badan Publik menyatakan Informasi Publik tertentu Dikecualikan maka
pengecualian Informasi Publik tersebut harus didasarkan pada Pengujian Konsekuensi.
(2) Pengujian Konsekuensi dapat dilakukan: a. sebelum adanya permohonan Informasi
Publik; b.pada saat adanya permohonan Informasi Publik; atau c. pada saat penyelesaian
sengketa Informasi Publik atas perintah Majelis Komisioner.
(3) Pengujian Konsekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh PPID atas
persetujuan Pimpinan Badan Publik.
(4) Informasi Publik yang Dikecualikanmelalui Pengujian Konsekuensiditetapkan dalam
bentuk Surat Penetapan Klasifikasi,paling sedikit memuat: a.jenis klasifikasi Informasi
yang Dikecualikan;b.identitas pejabat PPID yang menetapkan; c.badan publik, termasuk
unit kerja pejabat yangmenetapkan;d.jangka waktu pengecualian; -e.alasan
pengecualian; dan f.tempat dan tanggal penetapan.(5) Surat Penetapan Klasifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Komisi ini.
(1) PPID berkoordinasi dengan pejabatpada unit kerja yang menguasai dan mengelola
informasi tertentu untuk melakukan Pengklasifikasian Informasi Publik.
(2) PPID berkoordinasi dengan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat
pertimbangan tertulis secara saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan
Informasi Publik tertentu Dikecualikan.
18
(3) Pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publikdan/atau
Undang-undanglainnya.
(4) Hasil pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada
Pimpinan Badan Publikuntuk mendapatkan persetujuan.
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan informasi yang
tersedia setiap saat.
(1) Dalam melakukan Pengujian Konsekuensi, PPID wajib: a.menyebutkan secara jelas,
dan terang informasi tertentu yang akan dilakukan Pengujian Konsekuensi;
b.mencantumkan undang-undang yang dijadikan dasar pengecualian;
c.mencantumkan konsekuensi; dan d.mencantumkan jangka waktu.
(2) Pengujian Konsekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Komisi ini.
(1) Dalam hal salinan dokumen Informasi Publikakan diberikan kepada publik, PPID
dapatmenghitamkanatau mengaburkanmateri Informasi yang Dikecualikan.
(2) PPID tidak dapat menjadikan pengecualian sebagian informasi dalam suatu
salinandokumen Informasi Publik sebagai alasan untuk mengecualikan akses publik
terhadap keseluruhansalinan dokumen Informasi Publik.
(3) PPID wajib menjaga kerahasian, mengeloladan menyimpan dokumen Informasi
yang Dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(1) PPID menetapkan Informasi yang Dikecualikan yang telah habis Jangka Waktu
Pengecualiannya menjadi Informasi Publik paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum berakhirnya Jangka Waktu Pengecualian
(2) Dalam hal PPID tidak melakukan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
maka Informasi yang Dikecualikan menjadi Informasi Publik pada saat berakhirnya
Jangka Waktu Pengecualian.
(3) Informasi yang Dikecualikan yang dinyatakan terbuka berdasarkan
putusanKomisi Informasi dan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap wajib
disediakan dan dapat diakses oleh setiap orang
19
(4) Informasi yang Dikecualikan yang dinyatakan terbukasebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dimasukkan ke dalam daftar informasi publik.
Pengecualian informasi publik didasarkan pada: (1) Pengujian tentang konsekuensi yang
timbul apabila suatu informasi diberikan; serta (2) Setelah dipertimbangkan dengan saksama
bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada
membukanya, atau sebaliknya. Pasal 6 ayat (1) UU KIP memberikan hak kepada Badan Publik
menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengecualian informasi mengacu kepada pasal 17 UU KIP yang menyatakan bahwa suatu
informasi dikecualikan jika :
menghambat proses penegakan hukum;
mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
membahayakan pertahanan dan keamanan Negara ;
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
20
merugikan ketahanan ekonomi nasional;
merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat merugikan ketahanan ekonomi nasional; f)
merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang;
mengungkap rahasia pribadi;
memorandum atau surat surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut
sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
2. Kerahasiaan Bisnis
3. Kerahasiaan Pribadi
21
Contoh informasi yang dikecualikan beserta pengecualian atas pengecualian dapat dilihat
pada informasi mengenai penegakan hukum yang disebut dalam pasal 17 huruf a dan
pasal 18 ayat (1) UU KIP.
1. Meja Informasi Information Desk / Meja Informasi adalah, meja khusus yang ditempati oleh
petugas informasi, berfungsi menerima permohonan informasi baik secara langsung (lisan
atau tertulis), email (surat elektronik), maupun surat yang dikirim melalui kurir/pos Petugas
di Meja informasi juga memegang salinan dokumen informasi Badan Publik yang wajib
tersedia setiap saat, sehingga ketika diminta dapat langsung diberikan kepada Pemohon
Informasi Publilk.
Meja/ruang Khusus
Petugas informasi
Peralatan pendukung
pendokumentasian persuratan
(komputer, filling cabinet, dll)
22
2. Papan Informasi Desa Papan Informasi Desa adalah papan yang berisi informasi yang wajib
disampaikan dan diumumkan secara berkala, dipasang di kantor desa atau lokasi lain yang
mudah dijangkau masyarakat
3. Situs Resmi atau website Desa, Undang undang Desa juga memuat ketentuan tentang Sistem
Informasi Desa (SID). SID adalah sarana yang menggunakan Teknologi Informasi yakni websit
Desa, Media Sosial. SID digunakan untuk penyediaan dan pelayanan informasi, seperti
rencana, pelaksanaan, pelaporan pembangunan desa, sarana penyampaian aspirasi dan
pengaduan, sarana promosi dan peningkatan kualitas layanan publik.
4. Memanfaatkan Sarana Lain Ada sejumlah sarana lain di desa yang bisa dimanfaatkan untuk
menyampaikan atau mengumumkan informasi publik secara efektif dan efisien. Sarana lain
itu diantaranya adalah pertemuan warga, forum komunitas, acara sosial keagamaan/adat-
budaya, radio/ televisi komunitas.
23
Rembug Warga
24
BAGIAN III
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DESA
Bagaimana Pelayanan Informasi Publik di Desa?
Pengelolaan Informasi Desa tidak terlepas dengan apa yang disebut Sistem Informasi Desa
(SID) sebagai bagian tak terpisahkan dalam Undang-Undang Desa. Pada Bagian Ketiga UU
Desa Pasal 86 tentang Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan
Perdesaan disebutkan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem
informasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota.
Informasi yang Harus Diberikan atas Dasar Permintaan atau Permohonan sesuai dengan
Undang-Undang. Informasi jenis ini adalah seluruh informasi yang dikuasai oleh badan publik,
selain informasi yang dikecualikan, dan dapat diakses oleh publik melalui mekanisme
permohonan atau permintaan informasi publik. Permohonan terhadap informasi ini diajukan
dengan menggunakan mekanisme Permohonan Informasi sebagaimana diatur dalam UU KIP
dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi
Publik. UU KIP juga mengatur ketentuan pidana bagi badan publik yang tidak memenuhi atau
melayani permohonan informasi publik.
Pasal 86 UU Desa diatas sangat jelas bahwa Kabupaten memiliki kewajiban untuk
memberikan dukungan Sistem Informasi Desa. Melihat Praktik baik dilakukan di Kabupaten
Kebumen Jawa Tengah, yaitu Kabupaten ini sudah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 48
25
tahun 2015 tentang Sistem Informasi Desa. Desa memang memiliki kemandirian tersendiri
namun harus tunduk pada aturan-aturan di atas Pemerintah Desa.
Peraturan Bupati untuk Sistem Informasi Desa adalah Pintu bagi desa untuk dapat melakukan
pembangunan desa berbasiskan data yang jelas dan selalu terupdate, dan sistem informasi
desa adalah gambaran demokratisasi dalam hal akses kepada data dan akses kepada
pertimbangan dalam pengambilan keputusan di tingkat desa
26
7. Informasi tersedia setiap saat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
informasi yang harus disediakan dan siap tersedia untuk bisa langsung diberikan
kepada pemohon informasi publik, seperti: hasil keputusan, perjanjian dengan pihak
lain, informasi dan kebijakan yang disampaikan dalam pertemuan terbuka untuk
umum, dan lain-lain.
Dalam penggaran dan pembiayaan Peraturan Bupati harus mengatur Pembiayaan antara
Pihak Kabupaten dan Pihak Desa, agar tidak terjadi tumpang tindih atau double penggaran
dan pembiayaan :
1. Seluruh pembiayaan SID yang menjadi tugas dan kewajiban Pemerintah Desa
dianggarkan dalam APB Desa.
2. Seluruh pembiayaan SID yang menjadi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah
dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
27
d. menyediakan sarana dan prasarana layanan Informasi Publik Desa, termasuk papan
pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik Desa.
e. menetapkan dan memutakhirkan secara berkala Daftar Informasi Publik Desa atas
seluruh Informasi Publik Desa yang dikelola.
f. menyediakan dan memberikan Informasi Publik Desa sebagaimana diatur di dalam
Peraturan Komisi ini
28
Praktik Baik layanan Informasi Desa
Salah satu praktik baik pelayanan informasi di desa, Desa Dermaji dapat menjadi contoh.
Desa Dermaji terletak di Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Meskipun
lokasi geografis Desa Dermaji dikelilingi perbukitan dan hutan pinus, perangkat desa dan
warganya tidak mau terbelenggu dalam keterbatasan informasi. Mulai 2011, mereka
mengelola media informasi berbasis online melalui http://dermaji.desa.id yang secara rutin
melaporkan seluruh program dan kegiatan desa. Selain itu, mereka mengelola informasi
dengan memanfaatkan sejumlah media sosial agar seluruh warga terlibat dan memperoleh
informasi Gambar Praktek Layanan Informasi melalui Websit Desa di Desa Dermaji Kec.
Lumbir. Kabupaten Banyumas.
Kepala Desa Dermaji menunjuk Sekretaris Desa sebagai Pejabat Pengelola Informasi Desa
(PPID). PPID bertugas untuk menyiapkan dokumen dan informasi publik yang wajib disedikan
dan diumumkan secara berkala dan memenuhi beragam dokumen dan informasi yang
diajukan oleh para pemohon. Informasi yang disediakan secara berkala antara lain profil desa,
susunan organisasi, dokumen perencanaan pembangunan (RPJMDes, RKPDes, RAPBDes, dan
Realisasi APBDes), dan pelaporan kegiatan selambat-lambatnya satu minggu setelah
selesainya kegiatan.
Untuk memenuhi permintaan informasi, Pemerintah Desa menyediakan formulir yang akan
diisi oleh Pemohon Informasi
29
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Desa Dermaji membangun sistem perencanaan
yang memudahkan warga, baik yang tinggal di dalam desa maupun di luar desa, dapat
menyampaikan aspirasi, usulan, dan evaluasi atas program-program desa. Ambil contoh,
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) disiarkan secara online dan
dilakukan interaksi dengan warga desa yang berada diluar daerah menggunakan video
conference. Untuk mengikuti Musrenbangdes, Pemerintah Desa cukup menyediakan formulir
pendaftaran yang dapat diakses secara online, termasuk masyarakat dapat menentukan
bentuk keterlibatan dalam musyawarah (ikut secara langsung maupun ikut secara online)
Terdapat beberapa sarana yang dapat digunakan PPID Desa dalam mengumumkan atau
menyampaikan informasi publik yakni:
1. Meja Informasi Information Desk / Meja Informasi adalah, meja khusus yang ditempati
oleh petugas informasi, berfungsi menerima permohonan informasi baik secara langsung
(lisan atau tertulis), email (surat elektronik), maupun surat yang dikirim melalui kurir/pos
Petugas di Meja informasi juga memegang salinan dokumen informasi Badan Publik yang
wajib tersedia setiap saat, sehingga ketika diminta dapat langsung diberikan kepada
Pemohon Informasi Publilk.
30
2. Papan Informasi Desa Papan Informasi Desa adalah papan yang berisi informasi yang
wajib disampaikan dan diumumkan secara berkala, dipasang di kantor desa atau lokasi
lain yang mudah dijangkau masyarakat
3. Situs Resmi atau website Desa, Undang undang Desa juga memuat ketentuan tentang
Sistem Informasi Desa (SID). SID adalah sarana yang menggunakan Teknologi Informasi
yakni websit Desa, Media Sosial. SID digunakan untuk penyediaan dan pelayanan
informasi, seperti rencana, pelaksanaan, pelaporan pembangunan desa, sarana
penyampaian aspirasi dan pengaduan, sarana promosi dan peningkatan kualitas layanan
publik.
4. Memanfaatkan Sarana Lain Ada sejumlah sarana lain di desa yang bisa dimanfaatkan
untuk menyampaikan atau mengumumkan informasi publik secara efektif dan efisien.
Sarana lain itu diantaranya adalah pertemuan warga, forum komunitas, acara sosial
keagamaan/adat-budaya, radio/ televisi komunitas.
Di tingkat Desa pemohon yang tidak puas, sebelum melakukan pendaftaran Sengketa
Informasi seyogyanya dapat menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa dan
Lembaga Desa untuk mengkaji dan selanjutnya mengupayakan mediasi dilevel desa, hingga
Musyawarah BPD dan Kepala Desa atau Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa.
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat (KIP) yang berkedudukan di Ibukota
Negara, Komisi Informasi Provinsi yang berkedudukan di Ibukota Provinsi, dan jika dibutuhkan
31
Komisi Informasi Kabupaten/Kota yang masing-masing berkedudukan di Ibukota Kabupaten
dan Kota.
Susunan keanggotaan Komisi Informasi Pusat berjumlah tujuh orang Komisioner yang harus
mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur masyarakat. Bagi keanggotaan Komisi
Informasi pada tingkat daerah, Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota, Komisionernya
berjumlah lima orang yang juga harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur
masyarakat. Dalam memudahkan tugasnya, para Komisioner harus menggelar rapat pleno
untuk memilih seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang masing merangkap sebagai
anggota.
Pasal 26 ayat (2) huruf a UU KIP, Komisi Informasi Pusat menetapkan Peraturan Komisi
Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang ProsedurPenyelesaian Sengketa Informasi Publik
(Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2013).
Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa informasi melalui Ajudikasi non litigasi, Anggota
Komisi Informasi menjadi dan bertindak sebagai Majelis Komisioner yang memeriksa dan
memutus sengketa informasi publik.
a. Tugas
1. Komisi Informasi bertugas: Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi
yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publikberdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi
Publik menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
2. Komisi Informasi Pusat bertugas:
Menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi;
menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum
terbentuk; dan
memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang
ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali
atau sewaktu-waktu jika diminta.
32
3. Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota bertugas
menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
b. Wewenang
33
Azas Proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik dilakukan berdasarkan asas cepat,
tepat, biaya ringan, dan sederhana dengan berprinsip bahwa Permohonan penyelesaian
sengketa informasi publik dilakukan semata-mata untuk memenuhi hak atas informasi publik
Pengajuan sengketa informasi publik baik oleh perorangan, badan hukum ataupun kelompok
orang bisa diajukan dengan cara mendatangi langsung kantor komisi informasi dan menemui
petugas administrasi-pengaduan dan penyelesaian sengketa informasi ataupun mengajukan
permohonan sengketa informasi publik secara online kepada komisi informasi melalui aplikasi
SIMSI (Sistem Informasi dan Manajemen Sengketa Informasi) dengan link url atau alamat
website aplikasi http://simsi.komisiinformasi.go.id
(1) Para pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik
wajib mengikuti proses penyelesaian sengketa informasi publik dengan sungguh-
sungguh dan itikad baik.
(2) Komisi Informasi tidak wajib menanggapi permohonan yang tidak dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan itikad baik.
(3) Yang dimaksud dengan permohonan yang tidak dilakukan dengansungguh-
sungguh dan itikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a.melakukan
permohonan dalam jumlah yang besar sekaligus atau berulang-ulang namun tidak
memiliki tujuan yang jelas atau tidak memiliki relevansi dengan tujuan permohonan.
b.melakukan permohonan dengan tujuan untuk mengganggu proses penyelesaian
sengketa. c.melakukan pelecehan kepada petugas penyelesaian sengketa dengan
perlakuan di luar prosedur penyelesaian sengketa.
(4) Dalam hal Komisi Informasi tidak menanggapi permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Ketua Komisi Informasimenetapkan keputusan
penghentian proses penyelesaian sengketa didasarkan pada alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketentuan lebih lanjut akan ditetapkan di dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi
Pusat.
34
Pemohon sengketa informasi publik wajib melengkapi berkas permohonan pengajuan
sengketa informasi publik sebelum mendapatkan nomor registrasi/akta registrasi sengketa
informasi publik dari petugas kepaniteraan komisi informasi
Tata cara permohonan selanjutnya dijelaskan pada pasal 9-12 Peraturan Komisi Informasi,
selanjutnya Setelah permohonan sengketa informasi publik mendapatkan nomor registrasi
atau akta registrasi maka 14 hari kerja setelahnya komisi informasi mulai melakukan proses
penyelesaian sengketa informasi publik dengan di awali melakukan pemanggilan secara patut
kepada pemohon dan termohon untuk menghadiri sidang ajudikasi non litigasi tahap
pemeriksaan awal.
Dalam Peraturatan KomisiInformasi Nomor 1 tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi
Pemerintah Desa , Penyelesaian Sengketa Informasi di Komisi Informasi sebagaimana Pasal
17 adalah sebagai berikut :
1. Pemohon Informasi Publik Desa yang mengajukan keberatan atau pihak yang menerima
kuasa yang tidak puas dengan keputusan atasan PPID Desa berhak mengajukan
permohonan penyelesaian sengketa Informasi Publik paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak di terimanya keputusan atasan PPID Desa.
2. Penyelesaian sengketa Informasi Publik disampaikan kepada Komisi Informasi
Kabupaten/Kota.
3. Dalam hal belum terbentuknya Komisi Informasi Kabupaten/Kota penyelesaian
Sengketa Informasi Publik disampaikan kepada Komisi Informasi Provinsi.
4. Dalam hal belum terbentuknya Komisi Informasi Provinsi penyelesaian Sengketa
Informasi Publik disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat.
35
Tahapan Penyelesaian sengketa informasi publik
Penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi dilakukan melalui dua cara, yaitu:
mediasi dan ajudikasi non-litigasi.
a. Mediasi
Pasal 1 angka 8 Peraturan Komisi Informasi No 2 Tahun 2010 menyatakan, “Mediasi adalah
penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara para pihak melalui bantuan mediator Komisi
Informasi.” Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa mediasi hanya dilakukan
karena salah satu atau beberapa alasan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) huruf b-g UU
Keterbukaan Informasi Publik yaitu:
Point-point di atas tidak mencakup permasalahan di mana permohonan ditolak dengan dasar
pengecualian.
Mediasi dilaksanakan sesuai dengan prinsip mediasi yang berlaku umum, yaitu bersifat
sukarela, tertutup –kecuali para pihak menghendaki lain. Mediasi dilakukan paling lama 14
hari kerja sejak mediasi pertama dilaksanakan. Mediasi ini akan menghasilkan dua
kemungkinan, yaitu:
Pasal 1 angka 9 Peraturan komisi Informasi No 2 Tahun 2010 menyatakan, “Ajudikasi adalah
proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh Komisi
Informasi.” Kemudian Pasal 3 ayat (4) menyatakan bahwa penyelesaian sengketa informasi
melalui ajudikasi non-litigasi hanya dapat ditempuh dengan alasan:
36
Permohonan sengketa informasi publik yang diajukan oleh pemohon informasi publik bisa
digugurkan oleh majelis komisioner komisi informasi dalam sidang ajudikasi non litigasi
apabila pemohon atau kuasa pemohon sengketa informasi publik 2 (dua) kali tidak dalam
proses persidangan ajudikasi non litigasi
Sengketa informasi publik bisa diperiksa dan diputus oleh majelis komisioner dengan atau
tanpa dihadiri oleh termohon atau kuasa termohon dalam proses persidangan ajudikasi non
litigasi berdasarkan pertimbangan majelis komisioner
Jika pada tahap mediasi dihasilkan kesepakatan antar para pihak (pemohon dan termohon)
maka hasil kesepakatan tersebut ditetapkan oleh putusan komisi informasi. putusan komisi
informasi berdasarkan kesepakatan para pihak dalam mediasi bersifat final dan mengikat dan
proses ajudikasi non litigasi atas sengketa informasi publik dinyatakan selesai oleh majelis
komisioner dalam sidang pembacaan putusan hasil mediasi
Jika pada tahap mediasi tidak dihasilkan kesepakatan antar para pihak (pemohon dan
termohon) maka proses mediasi dinyatakan gagal oleh mediator dalam berita acara mediasi
gagal dan proses ajudikasi non litigasi dilanjutkan oleh majelis komisioner ketahapan sidang
selanjutnya yaitu pembuktian (pokok perkara), keterangan saksi/ahli bila ada, kesimpulan
para pihak dan pembacaan putusan akhir
Proses penyelesaian sengketa informasi publik dikomisi informasi melalui ajudikasi non litigasi
diselesaikan selambat-lambatnya dalam 100 hari kerja
37
Jika pemohon ataupun termohon keduanya atau salah satunya tidak menerima atau tidak
puas dengan putusan komisi informasi maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dalam
waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan tersebut dan menyatakan secara
tertulis bahwa tidak menerima atau tidak puas dengan putusan ajudikasi non litigasi komisi
informasi
Setelah jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan ajudikasi non litigasi
komisi informasi atas sengketa informasi publik oleh para pihak (pemohon dan termohon)
dan tidak ada pengajuan keberatan atau gugatan ke pengadilan baik oleh pemohon ataupun
termohon maka putusan ajudikasi non litigasi komisi informasi dalam sengketa informasi
publik dianggap telah diterima oleh para pihak dan berkekuatan hukum tetap
Setelah jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan ajudikasi non litigasi
komisi informasi terkait sengketa informasi publik oleh para pihak baik pemohon maupun
termohon yang putusannya berisi bahwa permohonan pemohon sengketa informasi publik
wajib dilaksanakan atau dijalankan oleh pihak termohon namun tidak dilaksanakan atau
dijalankan sebagaimana isi putusan sementara pihak termohon tidak juga mengajukan
keberatan ataupun gugatan kepengadilan atas putusan ajudikasi non litigasi komisi informasi
terkait sengketa informasi publik. maka pihak pemohon dapat mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pihak pengadilan untuk mengeksekusi putusan ajudikasi non litigasi
komisi informasi terkait sengketa informasi publik
Penyelesaian sengketa informasi ditingkat desa dapat dilakukan dengan berbagai model
pendekatan sebelum selnajutnya dilakukan melalui prosedur formal sebagaimana diatur
dalam peraturan komisi informasi no 01 tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa
informasi terutama pada tahapan penyelesaian untuk ditindaklanjuti ke komisi informasi.
38
terjadi pada umumnya seputar sengketa lahan, konflik antar masyarakat, ataupun konflik
rumah tangga, sengketa informasi terkaitan pelayanan pemerintahan di desa, belum muncul
sebagai sebuah sengketa, sengketa yang muncul terkait informasi dan layanan informasi
masih pada tingkatan lembaga dan elite desa dalam mengakses informasi. Dalam rangka
penyelesaian sengketa, kepala desa dan perangkat desa berperan dan berfungsi mediator
yaitu penengah yang tidak memihak kepada pihak manapun. Semata-mata hanya menjadi
sarana membangun komunikasi yang terhambat diantara warga tersebut. Jika dilihat bahwa
fungsi mediator yang sebaiknya digunakan oleh perangkat desa ataupun kepala desa adalah
mediator dan sebagai mediasi kompromi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong
terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai.
Terkait kemungkinan terjadi sengketa informasi yang terjadi di Desa, akan menjadi sangat
unik, karena selama ini peran kepala desa dan perangkat desa adalah mediator penyelesaian
masalah, tetapi dalam kontek sengketa informasi, masyarakat yang tentunya sebagai
pemohon informasi yang memiliki potensi pengaju sengketa akan berhadapan dengan
pemerintah desa sebagai badan publik sebagaimana disyaratkan peraturan perundang-
undangan. Atas dasar inilah penyelesaikan sengketa inbformasi ditingkat desa harus dibuat
sesuai dengan mengikuti sistem budaya yang berkembang di desa, sehingga penyelesaian
tidak membiaskan dari persoialan subtansi yang dihadapi.
Penyelesaian sengketa atau konflik yang dilakukan perorangan, sebaiknya harus ada lembaga
khusus yang menjadi lembaga pengaduan konflik/sengketa di masyarakat. Lembaga ini
sebaiknya terdiri dari gabungan dari kepala desa, perangkat desa, sesepuh dan tokoh
masyarakat. Pembentukan lembaga ini berdasarkan rapat desa yang melibatkan seluruh
kepala jaga, serta masyarakat pada umumnya. Lembaga ini didasarkan pada aturan yang jelas
sehingga pembentukkannya nanti bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan yakni
membantu penyelesaian sengketa yang dihadapi masyarakat termasuk sengketa informasi.
Pada sisi lain di desa-desa yang masih mempertahankan kehidupan adat-istiadat dan kental
dengan budaya yang dianut dan terlembagakan di masyarakat, peranan lembaga adat adalah
media informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peran serta masyarakat
akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
Penggunaan hukum adat dapat dilihat dari pandangan masyarakat lokal dalam mengelola
sumber daya alam secara tradisional, mereka memandang alam sebagai suatu yang sangat
berhubungan erat dengan kelangsungan hidup mereka, dan mereka sangat menghargai alam
sebagai suatu yang sakral dan perlu dipelihara serta dijaga dengan baik agar terjadi
keseimbangan antara alam dan manusia yang menghuni daerah tersebut.
Penerapan hukum adat yang bertujuan menjaga kelangsungan kehidupan sosial masyarakat
yang menjadi harapan akan peran lembaga adat setempat dalam menjaga gejolak interaksi
sosial yang terjadi sehingga dapat menciptakan susasana rukun dan damai.
39
Penyelesaian sengketa informasi di tingkat desa, sebelum berlanjut pada proses ajudikasi dan
non litigasi yang dilakukan melalui komisi Informasi sebaiknya dapat dilakukan proses
penanganan pendahuluan melalui mekanisme formal maupun informal di desa sesuai dengan
adat-budaya setempat, terlebih untuk desa yang masih hidup dan masih melekat dalam
sistem tradisi masyarakat desa, sebagai bentuk rekognisi dalam proses penyelesaian masalah
termasuk sengketainformasi.
Beberapa bentuk mediasi yang bisa dilakukan di desa adalah melalui rapat forum Badan
Permusyawaratan Desa dengan kepala Desa atau ditingkatkan pada Musyawarah Desa jika
tidak terdapat penyelesaian ditingkat Badan Permusyaratan Desa dan Kepala Desa. Selain itu
bagi Desa yang sudah memiliki lembaga mediasi kemasyarakatan dan atau lembaga adat,
permasalahan yang muncul antara warga desa dengan pemerintah desa sebagai pengelola
informasi, dapat dilakukan melalui lembaga adat setempat.
40
BAGIAN IV
PERAN PARA PIHAK DALAM MENDORONG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Pengelolaan pemerintahan desa yang dilakukan secara terbuka dan demokratis dapat
meningkatkan kepuasaan masyarakat sebagai warga desa. Menurut Nata Irawan (2017) hasil
riset tentang kepuasan masyarakat diukur dari 3 indikator yaitu efektivitas organisasi
pemerintahan desa, Layanan publik pemerintahan desa dan proses demokrasi deliberatif.
41
Kesadaran masyarakat terhadap informasi, akses informasi, dan berbagai infromasi dalam
mendorong peran diri dan masyarakat dalam proses pembangunan di desa menjadi sangat
penting untuk di dorong dalam proses-proses strtategis dalam pembangunan di Desa dalam
rangka membangun kesejahteraannya. Peran pemangku kepentingan di Desa bisa menjadi
instrumen dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi berdasarkan
kesadaran kritis atas informai, sehingga bukan berbasis mobilisasi masyarakat, sehingga perlu
dibangun Sistem Informasi Desa dan Standar Layanan Informasi di Desa untuk mengantisipasi
berbagai permasalahan dan konflik dalam proses pembangunan desa, sehingga dengan
layanan informasi yang jelas dan terbuka sesuai dengan mandat UU No 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, berbagai permasalahan termasuk sengketa informasi
maupun berbagai permasalahan terkait informasi lainnya dapat diselesaikan dengan
menciptakan kepuasan pengelolaan pemerintah desa.
Berbeda dengan Badan Publik lainnya di luar Desa, dalam mendorong implementasi
keterbukaan informasi publik di Desa, Desa memiliki konstruksi yang dibangun sebagai
komunitas yang berpemerintahan (Self governing community) yang berpegang pada asas
demokrasi, dimana masyarakat desa terlibat langsung dan diberikan hak untuk turut
memegang kendali atas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keterbukaan informasi
yang dipraktikkan oleh Pemerintah Desa dimaksudkan agar warga desa mengetahui berbagai
informasi tentang kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan.
Melalui mekanisme ini maka akan terbangun akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa.
42
Keterbukaan informasi yang dibangun dalam tata kelola pemerintahan di Desa dapat dicapai
dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan di desa terlibat
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan kewenangan desa.
Masyarakat terlibat dalam proses demokrasi di desa melalui musyawarah desa dan forum-
forum warga dalam siklus rutin pembangunan desa. Pada tahap pelaksanaan masyarakat aktif
dalam kegiatan gotong-royong dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
desa dan kelembagaan di desa.
Upaya mendorong partisipasi masyarakat desa, perlu didorong oleh peran pemangku
kepentingan di desa termasuk elit desa untuk mendorong dan menggerakan partisipasi
masyarakat melalui proses membangunan kesadaran kolektif masyarakat. Sehingga perlu
pendekatan langkah-langkah bagi para penggerak desa atau penggiat desa termasuk
pendamping desa untuk melakukan langkah-langkan meningkatkan partisipasi para
pemangku kepentingan di desa.
43
Langka-langkah untuk mendorong partisipasi masyarakat melalui peran pemangku
kepentingan di desa dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Perumusan Isu strategis, yaitu informasi yang aktual, aspiratif, dan menjadi konsen
semua pihak serta secara posistif sesuai dengan arah dan cita-cta kolektif masyarakat
desa.
2. Menyusun daftar isu atau program yang akan dikembangkan.
3. Melakukan identifikasi pemangku kepentingan, yang akan terkibat dalam proses dalam
mengembangkan isu program yang akan dilakukan bersama dengan pemerintah desa.
4. Pemetaan pemangku kepentingan, yaitu mengelompokan peran emangku kepentiingan
dengan berbagai isu program yang akan digagas dalam proses-proses perencanaan
pembangunan desa
5. Verifikasi pemangku kepentingan, yaitu dengan mempelajari semua pemangku
kepentingan yang telah dipetakan terkait peran dan fungsinya, sehingg diharapkan
memberikan kontribusi nyata dan aktif dalam pengembangan isu program menjadi
program yang bisa diimplementasikan.
6. Menyusun strategi mobilisasi para pemangku kepentingan untuk terlibat dalam program
yang akan dikembangkan.
Kepentingan
44
Keterlibatan masyarakat desa dalam Perencanaan pembangunan Desa, dengan keterlibatan
para pemangku kepentingan di Desa, menjadikan mobilisasi warga desa bukan sekedar hadir
tetapi terlibat dalam proses pengambilan keputusan di desa, sehingga diperoleh manfaat
bahwa partisipasi aktif masyarakat desa memberikan keuntungan sebagai berikut :
1. Hak warga sebagai pemilik Desa untuk mengetahui rencana desa, proses
pengambilan keputusan bagi seluruh warga, serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik lebih terjamin sehingga dapat memberi kepastian tidak ada
warga yang ditinggalkan dalam pembangunan desa.
2. Mendorong partisipasi warga dalam proses pengambilan kebijakan; meningkatkan
peran aktif warga dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan
pemerintahan desa yang baik;
3. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang terbuka, efektif
dan efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan;
4. Memperbaiki pelayanan dasar di tingkat desa terutama bagi warga perempuan,
penyandang disabilitas dan warga miskin
5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak;
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan/atau
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dalam proses perencanaan
dan penganggaran desa serta menghasilkan layanan informasi yang
berkualitas.
a. Memperkuat basis perencanaan desa yang baik dan memadai, tidak asal-asalan dalam
membuat dokumen RPJMDes,
b. Mendorong akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan desa; bebas dari korupsi,
c. Program pembangunan desa harus berubah dengan orientasi pemberdayaan dan
emansipasi warga, Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) aparat dan
masyarakat desa,
d. Pengembangan ekonomi desa perlu menitik beratkan pada produktivitas; pembukaan
lapangan kerja; serta kesejahteraan warga,
e. Praktik demokrasi desa harus beroperasi sebagai manivestasi penyelenggaraan ceck
and balances, Pengambilan keputusan mengangkut urusan strategis; seperti investasi,
kelola SDA, kerjasama antar desa, dan menyangkut hajat hidup warga harus
melibatkan warga dalam forum musyawarah desa.
45
Proses perencanaan pembangunan desa, seyogyanya tidak abai terhadap peran keterlibatan
berbagai komponen masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok marginal. Keterlibatan
perempuan dan kelompok marjinal menjadi kunci membangun keterlibatan aktif dalam
proses pembangunan desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014 tentang
Pedoman pembangunan desa, pada beberapa pasal menegaskan keterlibatan masyarakat
dan perempuan diantaranya adalah pasal 8 ayat (4) terkait pembentukan Tim Penyusun RPJM
Desa yang mewajibkan untuk mengikutsertakan perempuan. Demikian juga pada Pasal 15
menyebutkan bahwa penggalian gagasan dalam penyusunan RPJMDesa melibatkan
kelompok perempuan. Pada Pasal 25, yang menekankan pentingnya kehadiran perempuan
dalam musrenbangdes, baik untuk RPJMDesa maupun RKPDesa. Atas dasar itulah
memastikan seluruh kelompok bisa terwakili dalam proses perencanaan dan penganggaran
serta terlibat dalam proses pertanggungjawaban, tidak bisa diabaikan.
Sehingga mendorong peran aktif berbagai kelompok masyarakat perlu dilibatkan melalui
peran Pemerintah Desa untuk terus memndorong keterlibatan masyarakat aktif dalam proses
pembangunan adalah melalui :
a. Membuka ruang partisipasi yang luas bagi kelompok marjinal di desa (afirmasi bagi
perempuan, penyandang disabilitas dan warga miskin)
b. Mempersiapkan fasilitas pendukung bagi kelompok marjinal
c. Responsif atau terbuka terhadap usulan warga dari kelompok marjinal
d. Mempersiapkan proses musyawarah yang ramah bagi kelompok marjinal
e. Menggunakan media-media yang dapat diakses oleh kelompok marjinal
Peran Pemerintah desa dalam mendorong keterlibatan masyarakat aktif dalam proses
pembangunan, perlu disiapkan dengan meningkatkan kemampuannya dalam hal-hal berikut
:
Kapasitas pemerintah desa untuk mengelola dan memperkuat partisipasi warga dalam
pembangunan desa, merupakan bekal menjalankan peran pemerintah Desa sebagai mana
diatas, jelas peran aktif masyarakat dalam proses-proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, sehingga dapat menciptakan harmonisasi kehidupan di Desa yang senantiasa
mengedapankan nilai budaya kehidupan kemasyarakatan desa yang sudah terpupuk sejak
lama.
46
Sedangkan Badan Permusyawaratan Desa sebagai representasi perwakilan masyarakat
desa, juga memiliki peran dalam mendorong peran serta masyarakat dengan cara sebagai
berikut :
Masyarakat Desa dalam pelibatan pada proses pembangunan diperlukan upaya memperkuat
kapasitas warga, dalam hal partisipasi, kerjasama, pengawasan, kemampuan kreatif dan
inovatif, serta kemampuan teknis membantu dan mengontrol penyelenggaraan
pemerintahan desa, upaya yang perlu dikembangkan masyarakat meliputi : 1) menumbuhkan
inisiatif ekonomi kreatif, merevitalisasi modal sosial, serta memperkuat relawan-relawan
desa di berbagai bidang dan sektor, 2). kemampuan membangun kelompok-kelompok aktivis
desa-penggerak desa sebagai mesin penggerak inisiasi untuk mengartikulasi kepentingan dan
aspirasi dalam rangka mempengaruhi pengambilan keputusan strategis desa, 3) mendorong
masyarakat aktif menjalin kerjasama warga lintas desa untuk kegiatan sosial ekonomi
pemberdayaan serta media penguatan daya tawar dengan supradesa.
Identifikasi,
Analisa, refleksi, Kesadaran Kritis
perencanaan,
pengumpulan
informasi
Warga aktif-kuat,
terlibat, perluasan
ruang publik
Pengorganisasi,
dialog publik,
mobilisasi, Aksi, Organisasi,
Kepemimpinan
kegiatan publik,
pendidikan
politik
47
Dalam upaya mendorong Keterbukaan Informasi Publik, pendamping desa berperan untuk
membantu desa dalam menyelenggarakan pelayanan informasi. Ada sejumlah peran yang
dapat dilakukan pendamping desa, yaitu:
Para penggiat Keterbukaan Informasi Desa, membangun kesadaran kritis melalui identifikasi
masalah, melakukan analisa dan refleksi, menyusun perencanaan dan mengumpulkan
informasi-informasi dan isu strategis terkait desa dan aktivitas ruang publik desa. Setelah
membangun kesadaran kritis langkah selanjutnya adalah membangun aksi, pengoirganisasian
dan mendorong kepemimpinan melalui dialog-dialog publik, mobilisasi pemangku
kepentingan dan masyarakat, mendorong pendidikan politik warga sebagai bagian dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa serta kegiatan publik lainnya yang diinisiasi pemerintah
desa maupun lembaga kemasyarakatan desa.
48
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan keterlibatan kelompok marginal , seperti :
perempuan, komunitas adat, petani, kaum difabel, kaum miskin, dan warga yang “dikucilkan”
perlu diperkuat kapasitas dan perannya untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan
desa pada Forum-forum warga sebagai arena partisipasi harus dimanfaatkan kelompok-
kelompok warga yang termarginalkan sebagai arena dan fungsi representasi komunitas di
desa serta memadukan: partisipasi kelompok marginal yang terorganisir, komitmen politik
dan struktur kesempatan yang memungkinkan perubahan berlangsung
49
Daftar Pustaka
1. Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,
Yayasan Tifa Jakarta, 2009.
2. Abdulhamid Dipopramono, Keterbukaan dan Sengketa Informasi Publik. Jakarta 2017
3. Nugroho, Bayu Setyo. 2014.Modul Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Desa dari
http://desamembangun.gedhe.or.id/ modul-penyelenggaraanpelayanan-publik-di-
desa/
4. Suparyo, Yossy. 2018. Modul Tata Kelola Desa diunduh dari
http://www.gedhe.or.id/2018/03/ modul-tata-kelola-desa/_______. 2018.
5. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
6. Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
7. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
8. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
9. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi
Publik
10. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik
11. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi
Publik
12. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi
Publik Desa
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal
Desa
50