Modul Orientasi
Tim Pengelola Inovasi Desa
Modul Orientasi
Tim Pengelola Inovasi Desa
MODUL ORIENTASI
TIM PENGELOLA INOVASI DESA (TPID)
Panduan Orientasi Program Inovasi Desa (PID) untuk
Tim Pengelola Inovasi Desa
TIM PENULIS: Octaviera Herawati, Wahjudin Sumpeno, Lingga Kartika Suyud, Ludiro
Prajoko, Ikhwan Maulana, I Nyoman Oka, Lendy Wibowo, Didik Faryanto, Ismail
Zainury, Nurulhadi, Hasan Rofiky, Rusdin M. Nur, Roni Budi Sulistyo, Idham Arsyad,
Joko Wiryanu, Nurul Hadi, Yossy Suparyo, M. Zaeni, Usman Rauf, Susi Maniez, Riza
Surya Kusuma, Adang, Ratih Dewi, Fuad, Borni Kurniawan, Rospita.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
10. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara
kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
12. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
13. Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan Desa.
14. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan umum dan program dan
program Satuan Kerja Perangkat (OPD) atau lintas OPD, dan program prioritas
kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
15. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan Desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
16. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
17. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
20. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan
dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Alloh SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang
telah memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Program
Inovasi Desa (PID) TA 2018 dapat digunakan sebagai panduan peningkatan kapasitas
pemangku kepentingan Prgram Inovasi Desa baik di tingkat pusat dan daerah.
Modul Pelatihan PID TA 2018 diinisiasi oleh Direktorat Program Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Program
Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana
Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi
peran pendamping dan pelaku lainnya dalam mendukung pembangunan Desa. Melalui
Program Inovasi Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran
pengetahuan secara partisipatif. Program Inovasi Desa merupakan salah satu bentuk
dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa
sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dan pelaku lainnya untuk memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan PID.
Jika diperlukan penambahan dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat
diskusikan bersama agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan PID TA 2018 ini. Semoga Alloh
SWT senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Taufik Madjid
Daftar Isi
Pokok Bahasan 1
BINA SUASANA
POKOK BAHASAN
BINA SUASANA
Tujuan:
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:
1. Melakukan perkenalan antar peserta latih dan pelatih;
2. Memahami alur proses orientasi dan menyepakati tata tertib
orientasi.
Waktu
2 JP (90 menit)
Perkenalan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:
1. saling mengenal antar peserta;
2. mencairkan suasana latihan.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Permainan.
Media
Lembar permainan
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Perkenalan
1. Pelatih menawarkan ke peserta latih untuk memfasilitasi
perkenalan dengan permainan “Arah Angin Berhembus”;
2. Permainan ini seluruh peserta membuat lingkaran manusia,
lingkaran ini membentuk kelompok sesuai kata kunci yang
disebutkan pelatih;
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:
1. Memahami tahapan kegiatan dan proses pembelajaranan yang
direncanakan;
2. Menyepakati tata tertib selama kegiatan berlangsung.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya jawab, Diskusi kelas.
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol,
Proses Penyajian:
Kegiatan 1: Memahami Alur Proses Orientasi
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil dari penjelasan tentang alur dan
proses orientasi TPID dengan menggunakan Media Tayang 1.2.1 Alur
Proses Orientasi;
2. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dan bertanya;
3. Catat dan tegaskan hal-hal penting terkait Alur Proses Orientasi TPID.
Pokok Bahasan 2
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DESA
POKOK BAHASAN 1
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pokok-pokok kebijakan pembangunan dan
pemberdaya-an masyarakat Desa;
2. Memahami pokok-pokok kebijakan Program Inovasi Desa (PID);
3. Memahami peran Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID) dalam
pelaksanaan kebijakan penanganan stunting;
4. Memahami isu-isu pokok keterbukaan informasi publik dalam
pembangunan Desa.
Waktu
4 JP (180 menit)
Arah Kebijakan
Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mampu Menjelaskan Arah Kebijakan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa;
2. Menguraikan Kebijakan Padat karya Tunai dan Penggunaan 30% Dana
Desa untuk upah tenaga Kerja pada kegiatan padat Karya Tunai.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan fasilitator, membaca cepat (speed reading), tanya jawab, diskusi
kelompok dan pemaparan kelompok.
Media
• Media Tayang 1.1.1: Arah Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat;
• Lembar Informasi 1.1.1: Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri keuangan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tentang
Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan Pelaksanaan
Undang-undang Nomer 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
• Lembar Informasi 1.1.2: Permendagri 113 tahun 2014 Tentang tentang
pengelolaan keuangan Desa;
• Lembara Informasi 1.1.3: Permendagri 44 Tahun 2016 Tentang
Kewenangan Desa;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Arah Kebijakan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
sub pokok bahasan tentang Arah kebijakan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa;
2. Lakukan curah pendapat dengan meminta kepada peserta
menceritakan pengalaman selama ini terkait dengan kebijakan
Pelaksanaan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
selama ini.
3. Tuliskan point--point dari hasil penjelasan pengalaman peserta
sebagai kesimpulan atas sharing pengalaman (hasil refleksi);
4. Lakukan penegasan terkait hal-hal krusial dalam pelaksanaan
kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;
5. Buatlah kesimpulan dengan mengkaitkan kegiatan pembelajaran
selanjutnya;
Pokok-Pokok Kebijakan
Program Inovasi Desa (PID)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pokok-
pokok kebijakan Program Inovasi Desa (PID)
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, membaca cepat (speed reading), tanya jawab, diskusi
kelompok dan pemaparan kelompok.
Media
• Media Tayang 1.2.1: Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi Desa
• Lembar Informasi 1.2.1: Kebijakan Umum Program Inovasi Desa
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi Desa
(PID)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan pembelajaran tentang Dasar Pemikiran, Tujuan, dan Ruang
Lingkup Program Inovasi Desa (PID);
2. Bagilah kepada peserta bahan bacaan tentang pokok-pokok kebijakan
Program Inovasi Desa untuk dipelajari secara cepat (speed reading);
3. Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman peserta
tentang kebijakan Program Inovasi Desa (PID) dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah yang Anda pahami tentang dasar pemikiran, tujuan, dan
hasil Program Inovasi Desa (PID)?
b. Mengapa Program Inovasi Desa (PID) penting bagi Desa?
c. Bagaimana ruang lingkup kegiatan Program Inovasi Desa (PID) di
tingkat Kecamatan?
d. Bagaimana Peran TPID dalam Program Inovasi Desa (PID)?
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan
nya. Pelatih mencatat hal-hal pokok yang berkembang dalam
pembahasan dan menuliskannya dalam kertas plano untuk di
tempelkan di dinding atau fliptchart.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan dalam penanganan stanting di
Indonesia;
2. Menjelaskan peran TPID dalam fasilitasi penanganan stunting di
tingkat kecamatan.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan fasilitator, membaca cepat (speed reading), curah pendapat,
dan pleno.
Media
• Media Tayang 1.3.1: Peran Pendamping dalam Penanganan Stunting;
• Lembar Informasi 1.3.1: Pokok-Pokok Kebijakan Penanganan Stunting;
• Lembar Informasi 1.3.2: Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting;
• Lembar Informasi 1.3.3: 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting)
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pokok-Pokok Kebijakan Penanganan Stunting
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Pokok-Pokok Kebijakan Penanganan Stunting;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang penanganan stunting di Desa?
b. Mengapa masyarakat Desa perlu memahami isu-isu penting
dalam penanganan stunting?
c. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh Desa dalam
penanganan stunting?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
dalam penanganan stunting di Desa dapat dituliskan di kertas plano
atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai bagian dari penegasan terkait pokok
kebijakan tentang penanganan stunting dengan media yang telah
disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pokok-
pokok kebijakan keterbukaan informasi publik dalam pembangunan desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan fasilitator, membaca cepat (speed reading), curah pendapat,
dan pleno.
Media
• Media Tayang 1.3.1: Keterbukaan Informasi Publik
dalam Pembangunan Desa;
• Lembar Informasi 1.3.1: Keterbukaan Informasi Publik
dalam Pembangunan Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan: Pokok-Pokok Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik
dalam Pembangunan Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Pokok-Pokok Kebijakan Keterbukaan
Informasi Publik dalam Pembangunan Desa;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang keterbukaan informasi publik
dalam pembangunan Desa?
b. Mengapa keterbukaan publik perlu dibangun?
c. Bagaimana Desa dalam membangun keterbukaan informasi
publik?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
dalam keterbukaan informasi publik dalam pembangunan Desa
dapat dituliskan di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang pokok-pokok
kebijakan tentang keterbukaan informasi public dalam pembangunan
desa dengan media yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Pokok Bahasan 3
TIM PENGELOLA INOVASI DESA
(TPID)
POKOK BAHASAN 3
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami struktur organisasi, tugas, dan tanggungjawab Tim
Pengelola Inovasi Desa (TPID);
2. Menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dan koordinasi lintas pelaku
PID di tingkat Kecamatan.
Waktu
2 JP (90 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang struktur organisasi TPID di tingkat Kecamatan;
2. Menjelaskan peran TPID dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa
(PID) di tingkat Kecamatan.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, curah pendapat, diskusi kelompok, dan pleno.
Media
• Media Tayang 3.1.1: Organisasi Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID);
• Lembar Informasi 3.1.1: Panduan Teknis Operasional Program
Inovasi Desa (PID) terkait Tugas dan Tanggung Jawab Tim Pengelola
Inovasi Desa (TPID);
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Struktur Organisasi TPID.
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Struktur Organisasi Tim Pengelola Inovasi Desa
(TPID) dalam mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) di
tingkat Kecamatan;
2. Mintalah 2 (dua) orang peserta menggambar dan memberikan
penjelasan ringkas struktur beserta posisi dalam struktur organisasi
TPID;
3. Berikan penegasan terkait struktur dan posisi dalam organisasi TPID;
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menilai aspek-aspek penting Tim Kerja;
2. Menerapkan aspek-aspek penting dalam membangun Tim Kerja di
tingkat Kecamatan.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Permainan, curah pendapat, dan refleksi diri.
Media
• Media Tayang 3.1.1:
• Lembar Permainan 3.1.1:
• Lembar Informasi 2.1.1: Hubungan Antarpemangku
Kepentingan Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Menilai Aspek-Aspek Penting Tim Kerja
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Aspek-aspek penting membangun Tim Kerja
dalam mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) di tingkat
Kecamatan;
2. Pandu peserta melakukan permainan dengan mengacu pada Lembar
Petunjuk Permainan 3.2.1;
3. Selanjutnya, pandu peserta mengungkapkan cara/bagaimana mereka
(setiap kelompok) melakukan permainan serta hasilnya (berhasil atau
gagal);
4. Pandu peserta menilai/menarik makna permainan yang telah
dilakukan dalam kaitannya dengan membangun tim kerja;
Pokok Bahasan 4
FASILITASI PELAKSANAAN
KEGIATAN PENGELOLAAN
PENGETAHUAN DAN
INOVASI DESA (PPID)
POKOK BAHASAN 4
POKOK BAHASAN
FASILITASI PELAKSANAAN
KEGIATAN PENGELOLAAN
PENGETAHUAN DAN
INOVASI DESA (PPID)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami konsep Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
(PPID);
2. Memfasilitasi Tahapan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
(PPID);
3. Menerapkan teknik penangkapan inovasi (capturing);
4. Menerapkan pendokumentasian Inovasi dan Bahan Pembelajaran;
5. Memfasilitasi replikasi kegiatan inovasi pasca BID di tingkat Desa.
Waktu
10 JP (450 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan tentang
konsep pengelolaan pengetahuan dan inovasi Desa (PPID) dalam Program
Inovasi Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, membaca cepat (speed reading), curah pendapat, dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.1.1: Konsep Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID);
• Lembar Informasi 4.1.1: Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
dalam Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan: Konsep Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Konsep Pengeloaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang Pengelolaan Pengetahuan Dan
Inovasi Desa (PPID)?
b. Mengapa pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa dibutuhkan
dalam pembangunan Desa?
c. Apa kriteria inovasi dalam Program Inovasi Desa (PID)?
d. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh TPID dalam
melakukan Pengelolaan Pengetahuan Dan Inovasi Desa (PPID)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok terkait
pengelolaan pengetahuan dan inovasi Desa dalam mendukung
pembangunan Desa dapat dituliskan di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang pokok-pokok
kebijakan tentang Pengelolaan Pengetahuan Dan Inovasi Desa
dengan media yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan mekanisme Pengelolaan Pengetahuan Dan Inovasi
Desa (PPID);
2. Memfasilitasi tahapan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
(PPID) dalam Program Inovasi Desa.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Pemaparan, curah pendapat, diskusi kelompok, dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.2.1: Fasilitasi Tahapan Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa (PPID) di Tingkat Kecamatan;
• Lembar Kerja 4.2.1: Matrik Diskusi Fasilitasi Tahapan PPID di Tingkat
Kecamatan Program Inovasi Desa (PID);
• Lembar Informasi 4.2.1: Fasilitasi Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) dalam Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Mekanisme Pelaksanaan Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa di Tingkat Kecamatan
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang mekanisme pelaksanaan Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) di tingkat Kecamatan dengan
mengkaitkan kegiatan belajar sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang mekanisme pelaksanaan PPID di
tingkat Kecamatan?
b. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan PPID di tingkat
Kecamatan?, dan bagaimana peran masing-masing pelaku
tersebut?
c. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh TPID dalam
mendorong pelibatan pelaku di tingkat Kecamatan?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait mekanisme PPID di tingkat Kecamatan dengan menuliskannya
di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang mekanisme
pelaksanaan PPID di tingkat Kecamatan dengan menggunakan media
yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Catatan:
(1) Buatlah beberapa kolom yang berisi uraian tentang Tahapan Kegiatan
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) di tingkat Kecamatan. Dalam
menuliskan setiap tahapan kegiatan PPID Kelompok dapat menggunakan rujukan
Panduan Teknis Operasional PID terkait mekanisme PPID di tingkat Kecamatan;
(2) Lakukan penelaahan terkait proses fasilitasi yang dilakukan oleh TPID untuk
masing-masing tahapan tersebut secara rinci;
(3) Tuliskan siapa saja pelaku yang terlibat dalam setiap tahapan tersebut;
(4) Lakukan penelaahan terkait kemungkinan kendala atau hambatan yang dihadapi
TPID dalam setiap tahapan tersebut;
(5) Rumuskan beberapa alternate solusi untukmengatasi hambatan dan kendala
tersebut;
(6) Hasil diskusi kelompok dicatat dan dibahas dalam pleno untuk mengklarifikasi,
mengelompokkan dan menyepakati hasilnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan menangkap inovasi (Capturing) dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Praktek menangkap inovasi (Capturing) dalam Program Inovasi Desa
(PID).
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek menangkap Inovasi (Cupturing), kerja kelompok,
pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.3.1: Fasilitasi Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) di Tingkat Kecamatan;
• Lembar Informasi 4.3.1: Menangkap Inovasi (Capturing) dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Memahami Konsep Menangkap Inovasi (Capturing) dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Konsep dan Ruang lingkup Kegiatan
Menangkap Inovasi (Capturing) dalam Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa (PPID) di tingkat Kecamatan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang konsep menangkap (cupturing)?
b. Mengapa kegiatan menangkap inovasi (capturing) penting
dilakukan?
c. Bagaimana peran TPID dalam memfasilitasi kegiatan menangkap
inovasi (capturing)?
d. Keahlian apa saja yang dibutuhkan TPID dalam menangkap
inovasi (capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait proses menangkap inovasi (capturing) dengan menuliskannya
di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang proses menangkap
inovasi (capturing) dalam pelaksanaan Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa (PPID) di tingkat Kecamatan dengan menggunakan
media yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan dokumentasi inovasi dan bahan pembelajaran dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Praktek dokumentasi dan bahan pembelajaran dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek pendokumentasian inovasi Desa, kerja
kelompok, pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.4.1: Dokumentasi Inovasi dan Bahan Pembelajaran
dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) di Tingkat
Kecamatan;
• Lembar Kerja 4.4.1: Format Struktur Dokumen Inovasi dan Bahan
Pembelajaran
• Lembar Informasi 4.4.1: Dokumentasi Inovasi dan Bahan Pembelajaran
dalam Pengelolaan Pengetahuan dalam Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Memahami Konsep dan Ruang Lingkup Dokumentasi
Inovasi dan Bahan Pembelajaran dalam Pengelolaan Pengetahuan
dan Inovasi Desa (PPID)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Konsep dan Ruang lingkup Kegiatan
Dokumentasi Inovasi dan Bahan Pembelajaran dalam Program
Inovasi Desa (PID) di tingkat Kecamatan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kegiatan pendokumentasian
inovasi dan bahan pembalajaran?
b. Mengapa kegiatan pendokumentasian inovasi dan bahan
pembalajaran penting dilakukan?
c. Bagaimana peran TPID dalam kegiatan pendokumentasian
inovasi dan bahan pembalajaran?
d. Keahlian apa saja yang dibutuhkan TPID dalam kegiatan
pendokumentasian inovasi dan bahan pembalajaran?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait kegiatan pendokumentasian inovasi dan bahan pembalajaran
di tingkat Kecamatan dengan menuliskannya di kertas plano atau
whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang pendokumentasian
inovasi dan bahan pembalajaran dalam pelaksanaan Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) di tingkat Kecamatan dengan
menggunakan media yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Judul :
Ringkasan Umum
Hasil capaian
Pembelajaran
Pendanaan
Rekomendasi
Ilustrasi/Photo
Kontak informasi
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang konsep Bursa Inovasi Desa (BID)
2. Menjelaskan alur, tahapan dan mekanisme pelaksanaan Bursa Inovasi
Desa (BID);
3. Peran TPID dalam Bursa Inovasi Desa (BID)
Waktu
3 JP ( 135 menit)
Metode
Curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok, pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.5.1: Bursa Inovasi Desa (BID)
• Lembar Kerja 4.5.1: Matrik Identifkasi Tahapan Fasilitasi Kegiatan Bursa
Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.5.2: Daftar Periksa (Check List) Persiapan Bursa Inovasi
Desa;
• Lembar Informasi 4.5.1: Panduan Bursa Inovasi Desa (BID) dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Matrik Identifkasi Tahapan Fasilitasi Kegiatan Bursa dan Pasca Bursa Inovasi Desa
1. Perencanaan a. Kepanitiaan
BID b. Pendanaan
c. Kesiapan Perwakilan Desa
Pokok Bahasan 5
FASILITASI PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
DESA (P2KTD)
POKOK BAHASAN 5
POKOK BAHASAN
FASILITASI PENYEDIA PENINGKATAN
KAPASITAS TEKNIS DESA (P2KTD)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami konsep dan alur mekanisme PENYEDIA PENINGKATAN
KAPASITAS TEKNIS DESA (P2KTD);
2. Menerapkan proses kegiatan identifikasi dan proses verifikasi
kebutuhan jasa layanan teknis di Desa;
3. Menerapkan proses perumusan dan prioritas kebutuhan P2KTD di
Desa;
4. Memahami peran TPID dalam memfasilitasi pemanfaatan,
pelaksanaan, pertanggungjawaban kegiatan jasa layanan teknis di
Desa.
Waktu
10 JP (270 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan
konsep dan alur PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
DESA (P2KTD) dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa;
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Curah pendapat, pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 5.1.1; Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa dalam Program Inovasi Desa;
• Lembar Informasi 5.1.1: PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS
TEKNIS DESA (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS
TEKNIS DESA (P2KTD)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
subpokok bahasan tentang Konsep dan Alur Mekanisme P2KTD
dalam pelaksanaan kegiatan inovasi Desa;
2. Lakukan curah pendapat tentang konsep P2KTD dengan mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang P2KTD?
b. Mengapa P2KTD di perlukan dalam mendukung inovasi Desa?
c. Bagaimana alur dan mekanisme P2KTD?
d. Apa saja peran TPID dalam memfasilitasi P2KTD di tingkat
kecamatan. P2KTD?;
e. Hambatan apa saja yang mungkin dihadapi TPID dalam
memfasilitasi P2KTD di tingkat kecamatan?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan gagasan
utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan
dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu memfasilitasi
kegiatan identifikasi dan verifikasi kebutuhan jasa layanan teknis di Desa;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, Curah Pendapat, Diskusi Development Video/
Film, Kerja Kelompok, dan Pleno.
Media
• Media Tayang 5.2.1: “Tahapan dan Proses Identifikasi serta Verifikasi
P2KTD”;
• Lembar kerja 5.2.1. Daftar Usulan kegiatan Desa yang
membutuhkan P2KTD;
• Lembar kerja 5.2.2. Formulir Rekapitulasi Hasil Identifikasi
Kebutuhan P2KTD di Desa;
• Lembar kerja 5.2.3. Formulir Verifikasi Usulan Kegiatan Desa
yang membutuhkan P2KTD;
• Lembar kerja 5.2.4. Rekomendasi Kebutuhan P2KTD;
• Lembar Informasi 5.2.3: “Proses Identifikasi serta Verifikasi P2KTD””.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Proses Identifikasi dan Verifikasi kebutuhan
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD)
1. Pelatih menjelaskan tujuan, tahapan dan langkah, dan hasil yang
diharapkan dari pembahasan tentang Identifikasi dan Verifikasi
kebutuhan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD)
di desa;
2. Awali dengan curah pendapat tentang makna dan hakikat dari
proses Identifikasi dan Verifikasi dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kunci sebagai berikut:
a. Apa yang anda pahami tentang proses identifkasi dan verifikasi
kebutuhan P2KTD.
b. Mengapa kriteria dan persyaratan sangat penting bagi
kebutuhan identifikasi dan P2KTD?
c. Apakah hal-hal yang diperlukan dalam memenuhi kualifikasi
bagi kebutuhan P2KTD?
3. Gunakan kertas plano untuk mencatat hal-hal pokok yang
dikemukakan peserta;
4. Lakukan penegasan tentang isu-isu krusial terkait proses
Identifikasi dan Verifikasi bagi kebutuhan P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan
…
…
…
dibu memiliki
…
tuhk …
APBdes an Calon Kader keahlian
.
PROGRAM INOVASI DESA
,
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
KepalaDesa
Rekapi
tulasi
Kecamatan
Usulan
Kabupaten dan
Penilai
an
No Nama Desa
Kegiat
an
Desa
1
Yang
2 Memb
3 utuhka
4
n PJLT
5
10
Usulan Kegiatan Tu
…
…
…
…
…
.
,
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
T
i
m
P
e
n
g
e
l
o
l
a
I
n
o
v
a
s
i
D
e
s
a
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
PROGRAM INOVASI DESA
Lembar kerja 5.2.2
)
Tabel Rekomendasi Kebutuhan PJLT
TPID Kecamatan : DEPOK
Hasil PJLT
No Kegiatan Lokasi Jenis layanan Jumlah Dana Verifikasi yangdirekomendasikan
PROGRAM INOVASI DESA
1
2
3
4
5
6
7
Ketua Sekretaris
( ) ( )
Kecamatan :
Kabupaten :
Kriteria Prioritas Usulan
Layanan
Selaras Sosial Dasar
No Kegiatan Lokasi Komitmen Manfaat Partisipasi Nilai Ranking
kebijakan (pendidikan
replikasi Masyarakat Masyarakat
Pemerintah dan
kesehatan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
2
3
4
5
Keterangan :
1 Jelas
2 Jelas
3 Jelas
4 Komitmen replikasi, jika usulan kegiatan merupakan hasil tindak lanjut BID (jika ada maka skor=4, jika tidak ada maka skor-1)
5 Kebijakan selaras pemerintah, jika usulan kegiatan selaras dengan 4 prioritas Kementerian Desa PDT (Prukades, Bumdes, Embung
Desa dan Sarana Olah raga Desa)
6 Manfaat masyarakat, jumlah penerima manfaat dari kegiatan tersebut (diambil dari APB Desa)
7 Komitmen pembiayaan keberlanjutan kader.
8 Mendukung kewenangan desa dalam layanan pendidikan dan kesehatan (PAUD, Posyandu dan stunting).
Penilaian :
Sangat tinggi 4
Tinggi 3
Rendah 2
Sangat rendah 1
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan maksud, tujuan dan tata cara perumusan dan prioritas
kegiatan P2KTD ditingkat Kecamatan;
2. Mensimulasikan tahapan kegiatan perumusan dan penetapan
prioritas kegiatan P2KTD di tingkat Kecamatan.
Waktu
2 JP (90 Menit)
Metode
Pemaparan, tanya jawab, studi kasus, dan simulasi.
Media
Media tayang, lembar kerja, lembar informasi dan lembar kasus.
Alat Bantu
Flipt chart, spidol, kertas plano, kertas metaplan, laptop, dan proyektor
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Ruang Lingkup Kegiatan Perumusan dan
Prioritas Kegiatan P2KTD di Tingkat Kecamatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan pembelajaran tentang “Ruang Lingkup Perumusan dan
Prioritas Kegiatan P2KTD” sebagai acuan TPID dalam memfasilitasi
perumusan dan prioritas kegiatan P2KTD di tingkat Kecamatan;
Kelompok : 1/2/3*)
Bidang : ……………………………………
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan maksud, tujuan dan tata cara pemanfaatan P2KTD;
2. Memfasilitasi pemanfaatan P2KTD di Desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, tanyajawab, studi kasus, kerja kelompok, dan pleno.
Media
• Media Tayang 5.4.1; Pelaksanaan P2KTD dalam Program Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 5.4.1: Matrik Kajian Fasilitasi Desa Dalam
Pemanfaatan P2KTD;
• Lembar Informasi 5.4.1: Pelaksanaan PENYEDIA PENINGKATAN
KAPASITAS TEKNIS DESA (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Ruang Lingkup Pemanfaatan P2KTD
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari topik
pembelajaran tentang “Ruang Lingkup Pemanfaatan P2KTD” sebagai
acuan TPID untuk memfasilitasi pemanfaatan jasa layanan teknis di
Desa;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
• Apakah yang menjadi lingkup peran TPID dalam memfasilitasi
kegiatan pemanfaatan P2KTD di Desa?
• Berdasarkan pengalaman Anda, sejauhmana peran TPID dalam
mendorong Desa untuk memanfaatkan P2KTD dalam mendukung
pembangunan Desa?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat dan
gagasannya;
4. Buatlah catatan penting dari hasil curah pendapat yang telah dilakukan;
5. Lakukan pembulatan dengan menyajikan Media Tayang 5.4.1 yang
telah disediakan.
Pokok Bahasan 6
PENGELOLAAN KEUANGAN TPID
POKOK BAHASAN 6
POKOK BAHASAN
PENGELOLAAN KEUANGAN TPID
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami mekanisme pencairan dan ketentuan penggunaan DOK;
2. Menerapkan Pembukuan dan Bukti Transaksi;
3. Menerapkan pelaporan kegiatan dan keuangan
Waktu
5 JP (225 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan mekanisme dan ketentuan pencairan DOK;
2. Menjelaskan ketentuan penggunaan DOK;
Waktu
2 Jampel (90 Menit)
Metode
Penjelasan, tanya jawab, curah pendapat
Media
Media tayang, lembar informasi
Alat Bantu
Flipt chart, spidol, kertas plano, kertas metaplan, laptop, dan proyektor
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami mekanisme dan ketentuan pencairan
1. Buka dengan salam dan jelaskan tujuan dan proses penyajian SPB ini;
2. Ajukan pertanyaan-pertanyaan penggerak apa yang dimaksud
dengan mekanisme pencairan;
3. Catat jawaban peserta kedalam flip chart yang telah di sediakan;
4. Paparkan dengan menayangkan Media Tayang 6.1.1 mekanisme
pencairan DOK TPID;
5. Berikan kesempatan peserta untuk memberikan tanggapan terkait
penjelasan tersebut;
6. Selanjutnya paparkan dengan meayangkan Media Tayang 6.1.2. Syarat
dokumen pengajuan dana TPID 50% tahap I dan 50% tahap II;
7. Berikan kesempatan peserta untuk memberikan tanggapan terkait
penjelasan tersebut;
8. Tegaskan hal-hal penting terkait mekanisme dan ketentuan
pencairan DOK TPID;
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengartikan jenis-jenis pembukuan;
2. Mengartikan jenis-jenis bukti transaksi
3. Melaporkan pembukuan.
Waktu
2 JP (90 Menit)
Metode
Penjelasan, tanya jawab, curah pendapat, kerja kelompok, praktik simulasi
Media
Media tayang, lembar informasi, lembar kasus, lembar kerja
Alat Bantu
Flipt chart, spidol, kertas plano, kertas metaplan, laptop, dan proyektor
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami pembukuan untuk TPID dan Bukti Transaksi
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari pembelajaran
tentang “memahami Pembuakuan untuk TPID dan Bukti Transaksi”;
2. Buka dengan salam dan jelaskan tujuan dan proses belajar pada
sesi ini;
3. Ajukan sebuah pertanyaan: Jenis pembukuan apa saja yang
diketahui oleh peserta ?;
4. Catat jawaban peserta pada kertas flip chart yang telah di sediakan;
5. Lanjutkan dengan mengajukan pertanyaan: Apa yang anda ketahui
tentang bukti transaksi?
6. Selanjutnya lakukan pemaparan dengan menayangkan Media
Tayang 6.2.1. Format-Format Pembukuan dan Bukti Transaksi;
7. Berikan kesempatan peserta untuk memberikan tanggapan terkait
penjelasan tersebut;
8. Tegaskan hal-hal penting terkait pembukuan dan bukti transaksi.
1 2 3 4 5 6
c Pelaporan bursa
2 Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi di 89,282,500
Desa dan Kecamatan (50%)
2.1. Capturing ( 25% ) 44,641,250
hasil identifikasi dan kartu ide 2017
transport identifikasi dan pelaksanaan
capturing
Sewa kamera/video shooting
dll
Capturing setelah BID 2018
capturing
Sewa kamera/video shooting
dll
2.2. Pelatihan TPID (10%) 17,856,500
transport peserta
konsumsi
materi
Pelaporan pelatihan
dll
2.3. Replikasi (15%) 26,784,750
kunjungan lapangan/mendatangkan
narasumber/uji silang/tukar informasi
(rincian dana disesuaikan kebutuhan
replikasi yang dipilih )
3 Operasional dan Administrasi ( 15% ) 26,784,750
3.1. MAD ( 3% ) 5,356,950.00
MAD 1
konsumsi
pelaporan
dll
MAD 2
konsumsi
pelaporan
dll
3.2. Monitoring dan evaluasi ( 5% ) 8,928,250
transport
Pelaporan
dll
3.3. Administrasi dan Pelaporan TPID ( 7 % ) 12,499,550
Sew laptop
Sewa printer
pembelian atk
dll
4 Pembiayaan Penyedia Jasa Layanan
Teknis (PJLT) ( 25% ) 44,641,250
Sesuai kebutuhan desa yang
memerlukan PJLT
Total Keseluruhan 178,565,000
( ……………………………….. ) ( ………………………………………... )
PEMASUKAN PENGELUARAN
No. Tgl. Transaksi Uraian Transaksi No. Bukti Transaksi SALDO
Tarik dari Penerimaan Bursa Inovasi Operasional Kegiatan Setoran Pengembalian
Rek. Pajak Pajak ke Rek.
1 2 3 4 5 7 9 10 11 12 14
Kecamatan.......................................... 2018
...................................... ......................................
Ketua TPID Bendahara TPID
PROGRAM INOVASI DESA
2. Buku Bank
PEMASUKAN PENGELUARAN
TANGGAL BUKTI
No. URAIAN TRANSAKSI TRANSFER BUNGA BANK PENARIKAN PAJAK BIAYA SALDO
TRANSAKSI TRANSAKSI
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) ADMINISTRASI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saldo Awal/Total Transaksi
0 0 0 0 0 0
s.d bulan lalu
.................................. ..................................
Ketua TPID Bendahara TPID
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelasakan
pokok-pokok kegiatan dan laporan TPID;
Waktu
1 JP (45 Menit)
Metode
Penjelasan, tanya jawab, curah pendapat.
Media
Media tayang, lembar informasi
Alat Bantu
Flipt chart, spidol, kertas plano, kertas metaplan, laptop, dan proyektor
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Pokok-Pokok Laporan Kegiatan dan
Laporan Keuangan TPID
1. Buka dengan salam, jelaskan tujuan dan proses penyajian SPB ini;
2. Lakukan curah pendapat dengan mengajukan pertanyaan:
• Apakah yang dimaksud dengan pelaporan?
• Apakah materi laporan kegiatan?
• Apakah materi laporan keuangan?
3. Catat jawaban peserta kedalam flip chart yang telah di sediakan;
4. Paparkan dengan menayangkan Media Tayang 6.3.1 Outline
Laporan Kegiatan TPID dan Form-Form Laporan Keuangan TPID;
5. Berikan kesempatan peserta untuk memberikan tanggapan terkait
penjelasan tersebut;
6. Buatlah catatan terhadap respon yang disampaikan peserta.
Pokok Bahasan 7
EVALUASI PELATIHAN DAN RKTL
POKOK BAHASAN 7
POKOK BAHASAN
EVALUASI PELATIHAN DAN RKTL
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memberikan penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan TPID;
2. Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Waktu
2 JP (90 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merangkum kembali pokok-pokok isi materi pelatihan TPID mulai
SPB 1 hingga SPB 6 dengan benar;
2. Menilai penyelenggaraan kegiatan pelatihan TPID di wilayah kerja
masing-masing.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Evaluasi
Media
• Media Tayang 7.1.1:
• Lembar Kerja 7.1.1: Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan TPID.
• Lembar Kerja 7.1.2: Evaluasi Materi Pelatihan TPID.
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan
WhiteBoard.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Resume Hasil Pelatihan
1. Sebelum kegiatan dimulai, pelatih atau penyelenggara membagi-
kan lembar penilaian penyelenggaraan kegiatan dan materi
pelatihan (Lembar Kerja 7.1.1 dan 7.1.2) kepada peserta untuk diisi
dan dan diserahkan kepada panitia;
2. Setelah mengisi lembar evaluasi pelatihan, selanjutnya pelatihan
menjelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil dari
penyusunan resume pokok-pokok isi materi pelatihan pratugas
TPID;
3. Pelatih memberikan rangkuman dan menjelaskan tentang:
a. Rangkuman materi dan kaitan materi yang satu dengan yang
lainnya.
b. Tujuan pelatihan selama proses pelatihan.
c. Bagan proses pelatihan.
d. Penjelasan untuk memenuhi harapan yang belum terpenuhi.
e. Penjelasan hasil evaluasi individu praktek melatih.
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan materi
yang belum jelas;
5. Buatlah pembulatan dan kesimpulan akhir dari keseluruhan materi
pelatihan TPID.
KOMPETENSI
No POKOK BAHASAN SUBPOKOK BAHASAN KET
1 2 3 4
(1) (2) (3) (4) (5)
KELAS UMUM
1. Kebijakan Arah kebijakan Pembangunan
Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Kebijakan Program Inovasi
Desa (PID)
Kebijakan Penanganan Stunting
Keterbukaan Informasi Publik
dalam Pembangunan Desa
2. Pelaku Program Inovasi Organisasi Tim Pengelola
Desa (PID) di tingkat Inovasi Desa (TPID) di tingkat
Kecamatan Kecamatan
Membangun Tim Kerja
KELAS KHUSUS
3. Fasilitasi Pengelolaan Konsep Pengelolaan
Pengetahuan dan Pengetahuan dan Inovasi Desa
Inovasi Desa (PPID) (PPID)
Tahapan Fasilitasi Pengelolaan
dan Inovasi Desa (TPID)
Menangkap Inovasi (Capturing)
Dokumentasi Inovasi dan
Bahan Pembelajaran
Bursa Inovasi Desa (BID) di
Tingkat Kecamatan
4. Fasilitasi Penyedia Jasa Konsep P2KTD
Layanan Teknis Identifikasi dan Verifikasi
Kebutuhan Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa di Desa
Perumusan dan Prioritas
kegiatan P2KTD
Pelaksanaan Kegiatan P2KTD
KELAS UMUM
6. Pengelolaan Keuangan Mekanisme Pencairan dan
TPID Penggunaan DOK TPID
Pembukuan dan Bukti Transaksi
Pelaporan Kegiatan dan
Keuangan TPID)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kegiatan pokok TPID;
2. Menyusun rencana dan jadwal kerja TPID tahun 2018
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
• Lembar Kerja 7.2.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL);
• Lembar Kerja 7.2.1: Format Laporan Pelaksanaan Pelatihan.
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan
WhiteBoard
Proses Penyajian
Kegiatan: Mengidentifikasi kegiatan pokok TPID
1. Informasikan kepada peserta agenda pokok PID paska orientasi;
Catatan:
(1) Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi sesuai
kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain tentang rencana
tindak lanjut pelatihan TPID dalam rangka pelaksanaan Program Inovasi Desa
(PID);
(2) Jelaskan proses atau uraian kegiatan dan hasil yang hendak dicapai di setiap
aspek yang perlu ditindaklanjuti;
(3) Identifikasikan pelaku yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelenggaraan pelatihan di Kabupaten/Kota;
(4) Tetapkan perkiraan waktu masing-masing tahapan yang telah direncanakan.
BAB 1: Pendahuluan
1. Latar Belakang.
2. Maksud dan Tujuan
3. Hasil yang diharapkan
4. Ruang Lingkup Materi
5. Pelaksana
6. Waktu dan tempat
2. Proses Pelatihan
(a) Metode: menjelaskan pendekatan/metode yang digunakan dalam
menyampaikan materi pelatihan;
(b) Media dan Sumber Belajar: menjelaskan tentang pemanfaatan
media dan sumber belajar pendukung pelatihan;
(c) Fasilitasi Proses: menyajikan data/informasi mengenai tata urut
penyajian materi dan proses interkasi pelatih dan peserta;
BAB 5: Penutup
Lampiran :
• Jadwal latihan
• Hasil Rekapitulasi Evaluasi Peserta
• Hasil Evaluasi Pelaksanaan Latihan
• Foto dokumentasi Kegiatan
Lembar Informasi
A. Pendahuluan
Pembangunan nasional pada dasarnya adalah upaya pemenuhan keadilan bagi rakyat
Indonesia. Pembangnan dilaksanakan berdasar rencana besar bangsa Indonesia melalui
perencanaan Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Desa. Dalam melakukan perencanaan
pembangunan dalam UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) secara legal menjamin aspirasi masyarakat dalam pembangunan dalam
kesatuannya dengan kepentingan politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh
legislatif) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan yang dirumuskan
oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan melalui proses
perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam berbagai
program/proyek pembangunan desa.Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan
perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama pembangunan antara
masyarakat dan pemerintah.
Untuk pencapain tujuan pembangunan nasional diperlukan arah dan strategi yang
terumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam setiap periode
5 tahunan (Periode 2005-2019, 2010-2014 dan sekarang memasuki periode ketiga
2015-2019). Dari setiap periode RPJM kemudian dalam setiap tahunnya dirumuskan
dalam rencana kerja Pemerintan (RKP)
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015, tugas Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi adalah menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan
masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan tugas itu, salah satu fungsi yang dijalankan oleh Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi adalah perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, serta
pemberdayaan masyarakat desa.
Tugas dan fungsi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi salah satunya dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat Desa yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) ketiga periode 2015-2019 yang merupakan penjabaran
dari Visi dan Misi Presiden serta agenda Nawacita. Keselarasan agenda pembangunan
nasional dengan pembangunan desa memberi kepastian bagi tercapainya tujuan
pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Tertinggal, dan Transmigrasi sejumlah 17.000 (tujuh belas ribu) melalui surat keputusan
menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan transmigrasi Nomor 126 Tahun
2017 tentang Penetapan Desa Prioritas Sasaran Pembangunan Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Penetapan tersebut berdasarkan kategori Desa
yang termasuk dalam wilayah pinggiran, yaitu Desa dalam kawasan perdesaan,
perbatasan, dan daerah tertinggal dengan usaha pokok sektor pertanian dan pelaku
usahanya mikro dan kecil yang berkarakter tradisional sebagaimana dimaksud dalam
cita ke-3 Nawa Cita Kabinet Kerja sebagaimana ditetapkan dalam Buku I angka 6.3
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
Dalam Kegiatan Prioritas Pengawalan Implementasi Undang - Undang Desa,
Pemerintah telah menerbitkan surat keputusan Bersama 4 menteri, antara Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan
Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
tertanggal Desember 2017 (SKB-4 Menteri). Dalam SKB 4 menteri tersebut telah
ditetapkan beberapa kebijakan, salah satunya berupa Pelaksanaan Padat Karya Tunai di
Desa dalam penggunaan Dana Desa untuk pembangunan.
Padat Karya Tunai di Desa merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
marginal/miskin yang bersifat produktif berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam,
tenaga kerja, dan teknologi lokal dalam rangka mengurangi kemiskinan, meningkatkan
pendapatan dan menurunkan angka stunting.
b. Pengelolaan limbah;
c. Pengelolaan lingkungan pemukiman;
d. Pengembangan energi terbarukan;
e. Penyediaan dan pendistribusian makanan tambahan bagi anak (bayi dan
balita).
5. Kegiatan lainnya Kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
penyelesai-an pekerjaan fisik bangunan, tetapi mendukung keberhasilan
pelaksanaan pekerjaan fisik tersebut, misalnya antara lain: mengemudikan
kendaraan pengangkut bahan dan alat kerja
A. Latar Belakang
Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa), memberikan
berbagai kewenangan kepada Desa antara lain : Kewenangan berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal skala Desa. Untuk mendukung kewenangan tersebut agar
Desa-Desa meningkat kemampuannya untuk mengatur dan mengurus kepentingannya
secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, negara
mengalokasi-kan Dana Desa melalui APBN setiap tahunnya.
Konsekswensi logis atas kewenanganan tersebut, memunculkan adanya
pendekatan baru dalam pembanguan Desa yang disebut dengan “Desa Membangun”,
disamping pendekatan “Pembangunan Desa”. Namun disadari bahwa kapasitas Desa
dan rendahnya dukungan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pembangunan
dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas. Keterbatasan itu dapat dideteksi
pada aras pelaku Pembangunan Desa (kapasitas aparat Pemerintah Desa dan
Masyarakat), kualitas tata kelola Desa dan support system yang mewujud melalui
regulasi dan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang terkait dengan Desa.
Hal itu, pada akhirnya mengakibatkan kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian
dan pemanfaatan kegiatan pembangunan kurang optimal menjadikan lambannya
upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Merespon kondisi tersebut dan untuk melaksanakan UU Desa secara konsisten,
Pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi ( Kemendesa PDTT ), menyediakan tenaga pendamping profesional, yaitu:
Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD), sampai Tenaga Ahli (TA) di
tingkat Pusat, untuk memfasilitasi Pemerintah Desa dalam bidang pembangunan dan
Pemberdayaan masyarakat Desa. Pendampingan dan pengelolaan tenaga pendamping
profesional menjadi isu krusial dalam pelaksanaan UU Desa; oleh karenanya penguatan
kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga pendamping
menjadi agenda strategis Pendampingan Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (P3MD).
Berbagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas terkait isu-isu diatas terus
dilakukan oleh Kemendesa PDTT secara pro aktif ; Salah satunya dengan meluncurkan
Program Inovasi Desa (PID) yang dirancang untuk mendorong penguatan kapasitas
Desa yang diorientasikan untuk memenuhi pencapaian target RPJM Kemendesa PDTT
yang terumuskan dalam kebijakan Program prioritas Menteri Desa PDTT, melalui
peningkatkan produktivitas perdesaan dengan bertumpu pada tiga bidang kegiatan
utama:
Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah inovasi/ kebaruan dalam praktik
pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas / hasil kerja
Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai
pengetahuan untuk ditularkan secara meluas. PID juga memberikan perhatian
terhadap dukungan teknis dari Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa secara
professional. Dua unsur itu dirasa akan memberikan kontribusi signifikan terhadap
investasi Desa, yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang
didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), khususnya Dana Desa
(DD). Dengan demikian, PID diharapkan dapat menjawab kebutuhan Desa-Desa
terhadap layanan teknis yang berkualitas dan merangsang munculnya inovasi dalam
praktik pembangunan serta solusi inovatif untuk menggunakan Dana Desa secara
tepat dan seefektif mungkin.
B. Tujuan
C. Sasaran
1. Menguatkan Program Pendampingan yang fokus pada kualitas hasil
2. Memperkuat kualitas pengelolaan program P3MD, Program Inovasi Desa (PID)
dan Pengelolaan Data.
3. Meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan dalam mengelola
pembangunan dan kegiatan produktif yang didanai melalui Dana Desa untuk
hal-hal yang bersifat inovatif.
4. Mendukung peningkatan produktivitas ekonomi desa dan kawasan perdesaan
melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat inovatif
D. Prinsip-Prinsip Pengelolaan
Pengelolaan Program Inovasi Desa (PID) didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Taat hukum;
2. Transparansi;
3. Akuntabilitas;
4. Partisipatif;
5. Kesetaraan Jender.
E. Ruang Lingkup
Secara skematis ruang lingkup Program Inovasi Desa (PID) digambarkan sebagai
berikut:
F. Bidang Kegiatan
Bidang kegiatan Program Inovasi Desa (PID), meliputi:
(1) Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha
masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa), Badan Usaha Milik antar Desa, Produk unggulan desa guna
mendinamisasi perekonomian Desa;
(2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas
perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek
maupun dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang
pendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak
hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga
pengurangan beban biaya, dan hilangnya potensi di masa yang akan datang.
Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas
SDM ini, juga untuk merangsang sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial
terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan
Desa; dan
(3) Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang
memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
G. Daftar Larangan
Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID)
antara lain:
(1) Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis.
(2) Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang mempekerjakan anak.
(3) Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berdampak merusak lingkungan
hidup.
A. Stunting Adalah Kondisi Gagal Tumbuh Pada Anak Balita (Bayi Di Bawah
Lima Tahun)
Akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita
pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang
badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan
definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita
dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari –
3SD (severely stunted).
Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting (Riset
Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara
dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua
Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat
beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting
akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan
memperlebar ketimpangan.
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga
mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi
pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu stunting juga dapat berkontribusi pada
melebarnya kesenjangan/ inequality, sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan
seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi.
Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah
tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga dialami oleh
rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40 % tingkat
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Seperti yang digambarkan dalam grafik dibawah,
kondisi anak stunting juga dialami oleh keluarga/rumah tangga yang tidak miskin.
B. Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil,
beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:
Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan.
Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi menyusui
dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan.
Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI hingga
anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi
oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink,
melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap
malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan
diare. Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi
Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak
khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait
Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya
makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang
dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik sebagai
berikut:
(1) Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
(2) Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
(3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.
(4) Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
(5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
(6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
(7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
(8) Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.
(9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
(10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.
(11) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
(12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Kedua kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan dilaksanakan
oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional untuk mencegah dan
mengurangi pervalensi stunting.
(3) Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak
Usia 7-23 bulan:
• mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian
• MP-ASI
• menyediakan obat cacing
• menyediakan suplementasi zink
• melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
• memberikan perlindungan terhadap malaria
• memberikan imunisasi lengkap
• melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Selain itu, beberapa program lainnya adalah Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Balita Gizi Kurang oleh Kementerian Kesehatan/Kemenkes melalui Puskesmas
dan Posyandu. Program terkait meliputi pembinaan Posyandu dan penyuluhan serta
penyediaan makanan pendukung gizi untuk balita kurang gizi usia 6-59 bulan berbasis
pangan lokal (misalnya melalui Hari Makan Anak/HMA). Anggaran program berasal
dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) – Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik
sebesar Rp. 200.000.000 per tahun per Puskesmas di daerahnya masing masing.
Terkait dengan intervensi gizi sensitif yang telah dilakukan oleh pemerintah
melalui K/L terkait beberapa diantaranya adalah kegiatan sebagai berikut:
(1) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih melalui program
PAMSIMAS (Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis Masyarakat).
Program PAMSIMAS dilakukan lintas K/L termasuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas/Kementerian PPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (KemenPUPERA), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri). Selain pemerintah pusat, PAMSIMAS juga dilakukan
dengan kontribusi dari pemerintah daerah serta masyakart melalui pelaksanaan
beberapa jenis kegiatan seperti dibawah:
• Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat
• Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan sanitasi
yang berkelanjutan
• Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah
daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum
dan sanitasi berbasis masyarakat
• Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang pembangunan
sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
(2) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi melalui Kebijakan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang pelaksanaanya dilakukan oleh Kementerian
(13) Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi melalui Program Ketahanan Pangan
dan Gizi yang dilaksanakan Lintas K/L yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian
Koperasi, Kemendagri. Kegiatan yang dilakukan berupa:
• Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi terutama ibu hamil,
ibu menyusui, dan anak-anak.
• Menjamin pemanfaatan optimal pangan yang tersedia bagi semua golongan
penduduk.
• Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.
• Pemberdayaan Ekonomi Mikro bagi Keluarga dengan Bumil KEK (Kurang
Energi Protein).
• Peningkatan Layanan KB.
Berdasarkan identifikasi kebijakan dan program yang seharusnya potensial untuk
membantu mengurangi pervalensi stunting seperti penjelasan diatas, pertanyaan
selanjutnya adalah mengapa hingga saat ini Intervensi Stunting belum efektif dan
prosentase prevalensi stunting masih cukup tinggi di Indonesia? (Berkisar di 37%)
Beberapa hal yang kemungkinan menjadi penyebab belum efektifnya kebijakan
serta program Intervensi Stunting yang ada dan telah dilakukan sebagai berikut:
a. Kebijakan dan regulasi terkait Intervensi Stunting belum secara maksimal dijadikan
landasan bersama untuk menangani stunting, contohnya bisa dilihat pada grafik 2
yang menunjukkan belum maksimalnya fungsi alokasi anggaran kesehatan.
b. Kementerian/Lembaga (K/L) melaksanakan program masing-masing tanpa
koordinasi yang cukup.
c. Program-program Intervensi Stunting yang telah direncanakan belum seluruhnya
dilaksanakan.
d. Program/intervensi yang ada (baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi)
masih perlu ditingkatkan rancangannya, cakupannya, kualitasnya dan sasarannya.
e. Program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik
dan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat belum banyak dilakukan.
f. Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi
dijalankan secara maksimal seperti sebelumnya misalnya akses ke Posyandu,
PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya, serta;
g. Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
menangani stunting perlu ditingkatkan.
Kemiskinan (TNP2K) mengundang jajaran menteri dan kepala lembaga yang memiliki
dan melaksanakan kebijakan dan program sebagai upaya untuk menangani stunting
pada hari Rabu, 12 Juli 2017 (baik secara langsung maupun tidak), diusulkan beberapa
rekomendasi rencana aksi untuk menangani masalah stunting.
Rapat yang dilakukan tersebut bertujuan untuk memetakan masalah stunting
serta merumuskan dan mempertajam langkah-langkah penanganannya untuk
kemudian akan dilaporkan kepada Presiden Republik Indonesia (RI). Presiden RI
menaruh perhatian yang cukup besar terkait isu stunting terutama untuk mencari
langkah terobosan dalam menangani dan mengurangi stunting.
Rekomendasi rencana aksi Intervensi Stunting diusulkan menjadi 5 pilar utama
dengan penjelasan sebagai berikut:
• Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Pada pilar ini,
dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L
terkait Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan
juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun
daerah (baik provinsi maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat
Sustainable Development Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K sebagai lembaga
koordinasi dan pengendalian program program terkait Intervensi Stunting.
• Pilar 2: Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman,
Perubahan Perilaku, Komitmen Politik dan Akuntabilitas. Berdasarkan
pengalaman dan bukti internasional terkait program program yang dapat secara
efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu segera
dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui media masa,
maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara berkelanjutan.
• Pilar 2: Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman,
Perubahan Perilaku, Komitmen Politik dan Akuntabilitas. Berdasarkan
pengalaman dan bukti internasional terkait program program yang dapat secara
efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu segera
dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui media masa,
maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) 100 Kabupaten/Kota
Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil
Presiden Republik Indonesia
A. Pendahuluan
Hak atas informasi dan dokumen yang ada pada Badan Publik merupakan Hak Azazi
Manusia (HAM) berdasarkan Pasal 19 Deklarasi Umum Hak Azazi Manusia (DUHAM)
tanggal 10 Desember 1948. Hak atas informasi dan dokumen yang ada pada Badan
Publik juga merupakan Hak Konsitusional Warga Negara Indonesia yang diberikan,
dijamin, dan sesuai dengan Pasal 28F Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 hasil Amandemen Kedua.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah
mengeluarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) sebagai tindak lanjut dari perintah Pasal 28F UUD NRI 1945 tanggal 30
April 2008 diiringi dengan peraturan pelaksanaanya berupa Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU 14.2008 mengatur
bahwa berlakunya seluruh ketentuan dalam UU 14/2008 tersebut adalah 2 (dua) tahun
semenjak diundangkan atau tahun 2010.
UU 14/2008 dan PP 61/2010 pada prinsipnya mengatur bagaimana dan apa
kewajiban Badan Publik dalam rangka melayani masyarakat agar dengan cara mudah,
sederhana, cepat, dan berbiaya murah (azas KIP) dapat memperoleh informasi dan
dokumen yang ada pada Badan Publik guna mengembangka diri dan lingkungannya.
Dan juga mengatur bagaimana penyelesaian jika terjadi sengketa informasi antara
masyarakat dengan Badan Publik.
Badan Publik yang dimaksud dalam UU 14/2008 adalah seluruh lembaga yang
berada dibawah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Juga termasuk Badan
Publik adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
Partai Politik, seluruh lembaga yang mengumpulkan uang dari masyarakat, seluruh
lembaga yang menerima uang dari luar negeri, dan seluruh lembaga yang sebagian atau
seluruh dananya berasal dari Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN) dan atau dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Kesemua lembaga diatas diwajibkan oleh
UUD NRI 1945 dan UU 14/2008 untuk mengelola seluruh informasi dan dokumennya agar
bisa diakses oleh masyarakat, kecuali informasi dan dokumen yang dikecualikan setelah
melalui uji konsekuensi dan memenuhi syarat sebagai informasi dan dokumen yang boleh
dikecualikan (tertutup) sesuai ketentuan Pasal 17 UU 14/2008.
Tahun 2009 sudah terbentuk Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia untuk
melaksanakan UU 14/2008, dan saat ini Komisi Informasi Pusat dijalankan oleh 7 (Tujuh)
Komisioner periode ketiga (2017-2021). Dan juga sudah terbentuk 30 (Tiga Puluh) Komisi
Informasi Provinsi dan beberapa Komisi Informasi Kabupaten/Kota. Komisi
Informasi wajib dibentuk di tingkat Pusat dan Provinsi dan dapat dibentuk ditingkat
Kabupaten Kota.
Komisi Informasi disemua tigkatan bertanggungjawab untuk memastikan
terselenggaranya Keterbukaan Informasi di semua Badan Publik dan
bertanggungjawab juga untuk memastikan Badan Publik melayani permohonan
informasi dan dokumen dari masyarakat. Komisi Informasi diberi tugas dan wewenang
juga untuk menerima, memeriksa, dan memutus sengketa informasi antara masyarakat
dengan Badan Publik melalui Ajudikasi Nonlitigasi yang didalamnya didahului dengan
proses Mediasi. Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menyidangkan sengketa
informasi jika sengketa itu melibatkan Badan Publik tingkat nasional, sementara Komisi
Informasi Provinsi dan Kabupaten/Kota berwenang untuk menyidangkan sengketa
informasi antara masyarakat dengan Badan Publik sesuai tingkatannya. Untuk
menjalankan UU 14/2008 Komisi Informasi pusat mengeluarkan Standar Layanan
Informasi dalam bentuk Peraturan Komisi Informasi (PERKI).
Kabupaten/Kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan
dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Dalam peraturan pelaksanaaannya, pada Pasal 127 ayat (2) huruf e Peraturan
Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa juga menyatakan bahwa upaya
pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan mengembangkan sistem
transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan desa.
D. Pendamping Desa
Pendamping Desa dan atau pihak terkait dengan pemberdayaan masyarakat Desa
(Pemerintah Kabupaten danseluruh instansi terkait), pelaksana dari program-program
pemerintah terkait Desa (misal : Program Inovasi Desa) diharapkan menjadi ujung
tombak dalam membangun transparansi di Desa, dalam membangun pengelolaan
informasi yang terbuka di Desa, dalam membangun masyarakat yang melek infomasi
di Desa.
Pendamping Desa diharapkan mampu untuk meyakinkan Pemerintah Desa agar
menyiapkan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk melayani Hak Konstitusional
untuk mendapatkan informasi yang ada di seluruh Badan Publik Desa. Termasuk dan
tidak terbatas pada penyiapan kursi dan meja untuk masyarkat yang ingin menghadiri
Musrenbang misalnya. Termasuk dan tidak terbatas pada mengeluarkan Peraturan
Desa terkait pelayanan informasi bagi masyarkat Desa misalnya. Dan lain sebagainya.
G. Penutup
Demikian Lembar Informasi ini disusun dengan sangat sederhana dan ringkas. Besar
harapan Penyusun agar pembaca yang budiman berkenan memandang lembaran ini
sebagai pintu gerbang untuk masuk kedalam perpustakaan, kedalam diskusi-diskusi,
kedalam seminar dan workshop yang tentunya akan lebih memberikan pemahaman
kepada kita semua betapa penting dan strategisnya agenda keterbukaan informasi ini
bagi perkembangan bangsa dan negara kita tercinta kedpan, untuk agenda
pemberdayaan masyarkat Indonesia sehingga makin berdaya.
Bukan hal musthil, hasil kerja kita ini akan membawa negara dan masyarkat
Indonesia selangkah demi selangkah menjadi NEGARA DAN MASYARKAT NOMER
SATU DIDUNIA melalui sebuah karya dan kerja yang mampu mengispirasi banyak
orang dan banyak negara, Allahumma Amien
1. Kriteria TPID:
a. Tidak terdaftar sebagai pengurus dari partai politik;
b. Tidak sedang menjabat sebagai Staf Desa dan Kecamatan;
c. Memiliki dedikasi terhadap pembangunan desa dan kawasan;
d. Diutamakan masyarakat yang memiliki kreatifitas dalam proses-proses
kegiatan pembangunan desa; dan
e. Anggota TPID berasal dari tokoh masyarakat (bukan PNS dan Pendamping
professional), dengan mengutamakan keterwakilan perempuan.
2. Tugas TPID:
a. Menerima dan menyalurkan, serta mempertanggungjawabkan dana
operasioanal kegiatan inovasi, pengelolaan pengetahuan desa, dan P2KTD;
b. Memfasilitasi pertemuan-pertemuan musyawarah masyarakat (MAD dan
Musdes atau forum lainnya;
c. Memfasilitasi tahapan pelaksanaan pengelolaan inovasi Desa (identifikasi,
dokumentasi, eskposisi dan replikasi);
d. Melakukan monitoring dan evaluasi dari hasil komitmen yang dilakukan
oleh desa;
e. Mengidentifikasi, merumuskan dan menetapkan prioritas kebutuhan desa
A. Latar Belakang
Pengelolaan Program Inovasi Desa (PID) berhubungan dengan para pihak yaitu;
Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Desa), Lembaga Donor (Bank Dunia),
Tenaga Ahli, Tenaga Pendamping Profesional, Tim Inovasi Kabupaten, PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA (P2KTD), Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID).
Hubungan ini bersifat kompleks. Keterlibatan para pihak dari berbagai sektor dan
tingkatan, mulai pusat, provinsi, kabupaten hingga kecamatan dan Desa. Pelaku yang
terlibat bervariasi mulai unsur pemerintah, tenaga ahli, tenaga pendamping profesional
dan pelaku masyarakat. Semua saling berinteraksi dan bekerja sama satu sama lain
sesuai dengan kewenangan, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab setiap
organisasi, unit kerja dan pelaku dalam melaksanakan program ini.
Diperlukan kejelasan jenis hubungan antar pihak pengelola program yang saling
berinteraksi ataupun komunikasi. Hal ini diperlukan untuk menciptakan harmonisasi
kerja para pihak yang mempunyai tugas dan tanggungjawab masing-masing. Agar
interaksi ataupun kerjasama diantara para pihak tersebut berjalan secara proporsional
dengan alur relasi yang jelas, mudah dipahami, dan menghasilkan output maksimal,
diperlukan Standard Operating Procedures (SOP) Hubungan Antar Pihak (HAP) yang
mengatur lalu lintas kewenangan, tugas, dan tanggung jawab para pihak yang
dimaksudkan.
2. Tujuan
Penyusunan SOP HAP bertujuan untuk:
a. mengenali para pihak yang terlibat dalam program ini;
b. mengatur sistem mekanisme hubungan antar pihak;
22. Permendagri 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa
23. Permendagri 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa
24. Permendagri 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
25. Permendagri 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
26. Permendagri 81 Tahun 2015 Tentang Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan
27. Permendagri 82 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Desa
28. Permendagri 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Perangkat Desa
29. Permendagri 84 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Desa
30. Permendagri 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa
31. Permendagri 44 Tahun 2016 Tentang Kewenangan Desa
32. Permendagri 2 Tahun 2017 Tentang Standar Pelayanan Minimal Desa
33. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tentang Nomor 900/5356/SJ
Nomor 959/KMK.07/2015 49 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyaluran,
Pengelolaan, dan Penggunaan Dana Desa
34. Peraturan Menteri Keuangan 48/PMK.07/2016, Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa
35. Peraturan Menteri Keuangan 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian,
Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa
36. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.PER/05/M.PAN/
03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
37. Keputusan Menteri Desa Tentang Pedoman Umum PID dengan Lampiran:
a. Pedum PID
b. Daftar Lokasi Alokasi Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID)
c. Daftar Lokasi Alokasi PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA
(P2KTD)
d. Panduan Key Performance Indicator (KPI)
38. Surat Edaran Dirjen PPMD Berkenaan dengan Keputusan Menteri Desa PDTT
Tentang Pedoman Umum PID termasuk lampiran-lampirannya.
D. Para Pihak
Para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan PID adalah
a. Pemerintah
a. Kemendesa PDTT
b. Kementerian PPN/Bappenas
c. Kemendagri
d. Kemenkeu
e. BPKP
b. Bank Dunia
c. Satuan Kerja (Satker)
a. Satker Pusat
b. Satker Provinsi
c. Satker Kabupaten/Kota
d. Tenaga Ahli (TA)
a. TA Pusat
b. TA Provinsi
e. Tenaga Pendamping Profesional
f. Tim Inovasi Kabupaten (TIK)
g. PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA (P2KTD)
h. Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID)
E. Jenis Hubungan
Pentingnya memahami jenis hubungan antar pihak dimaksudkan untuk memandu
interaksi ataupun komunikasi di antara pihak-pihak pengelola program. Secara umum,
penjelasan ini digunakan untuk menciptakan harmonisasi kerja para pihak yang
mempunyai tugas dan tanggungjawab masing-masing. Harmonisasi hubungan ini
dilakukan melalui pemahaman terhadap hubungan tugas dan tanggungjawab para
pihak. Hubungan ini dapat dilakukan secara formal tertulis dan memiliki kekuatan
hukum, dan atau dengan cara lain yang dianggap efektif. Penggunaan berbagai jenis
hubungan yang ada di bawah ini sangat tergantung pada aspek dan masalah yang
dihadapi. Jenis-jenis hubungan para pihak mencakup:
1. Hubungan instruktif adalah hubungan yang dimaknai sebagai hubungan antar
pihak dimana kedudukan pihak yang satu lebih tinggi dari pihak lainnya dalam
kerangka kesatuan kerja. Dalam hal ini pihak yang lebih tinggi memiliki hak untuk
memberikan perintah tugas dan atau membuat keputusan untuk dilaksanakan
dan dipatuhi oleh pihak di bawahnya.
2. Hubungan koordinatif adalah hubungan yang berkaitan dengan penyampaian
seluruh informasi yang diperlukan dari satu pihak kepada pihak lain lain agar
terjadi singkronisasi kegiatan. Secara umum, setiap pihak baik pada tingkat yang
lebih tinggi ataupun yang setara dapat menggunakan jenis hubungan ini.
3. Hubungan konsultatif adalah suatu hubungan untuk mendapatkan masukan,
nasihat dan pendapat terhadap pihak di atasnya atau yang setara yang dianggap
mempunyai pengalaman dan pemahaman yang lebih baik tentang aspek dan
atau masalah pelaksanaan program sehingga perlu dipertimbangkan.
4. Hubungan pembinaan/pembimbingan adalah hubungan antara satu pihak
terhadap pihak lain dalam rangka peningkatan kualitas kinerja yang
bersangkutan dalam rangka pengelolaan dan pelaksanaan program.
5. Hubungan pengawasan/pemeriksaan adalah hubungan antara satu pihak
terhadap yang berada di bawahnya dalam rangka pengendalian, pengawasan
dan pemeriksaan/audit pelaksanaan program.
6. Hubungan pelaporan adalah hubungan pemberian informasi dari bawah ke
atas. Jenis pelaporan dapat bersifat standar rutin bulanan dan atau kontekstual
sesuai dengan tahapan pelaksanan program.
c. Satker Kabupaten
10. Hubungan Satker dengan Tenaga Ahli dan Tenaga Pendamping Profesional
11. Hubungan Antar Tenaga Ahli dan Tenaga Pendamping Profesional
a. Tenaga Ahli Pusat
b. Tenaga Ahli Provinsi
c. Tenaga Pendamping Profesional
pemahaman yang lebih baik tentang aspek dan atau masalah sebagai bahan
pertimbangan pelaksanaan program;
c. Tenaga Pendamping Profesional Kabupaten P3MD mendukung terselenggaranya
kegiatan bersama antar program di pusat maupun di daerah berupa kerjasama
kegiatan, pelatihan, ekspose atau pagelaran, workshop termasuk mengikutserta-
kan para pihak terkait dalam rangka meningkatkan bobot dan kualitas kegiatan
program.
O. Penutup
Tugas dan tanggung jawab serta ruang lingkup kewenangan yang lebih rinci untuk
para pihak terkait telah dirumuskan dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) dan
Terms of Reference (TOR). SOP HAP ini diharapkan menjadi pegangan (aturan main)
hubungan kerja sama para pihak. SOP HAP diharapkan menyelaraskan alur interaksi
dan komunikasi di antara pelaksana program yang terkait dengan tugas dan
kewenangan para pihak dimaksud agar tidak terjadi konflik. Dengan demikian,
pengendalian kinerja program dapat berjalan lebih sinergis, efisien dan efektif.
A. Latar Belakang
Banyak kegiatan inovatif di desa yang dapat menjadi inspirasi pembangunan bagi desa
lain yang selama ini belum terdokumentasi dan dikelola secara sistematis dengan baik
sebagai bahan pembelajaran untuk peningkatan kualitas pembangunan di desa. PPID
dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa dengan
memberikan contoh kegiatan inovasi desa melalui pendokumentasian dan
penyebarluas an kegiatan inovasi pembangunan desa.
Tahapan PPID tahun 2018 didasarkan atas hasil pelaksanaan tahapan yang telah
dilaksanakan pada tahun 2017. Alur tahapan pelaksanaan PPID terdiri atas 2 tingkatan
yaitu: (1). kegiatan di tingkat kabupaten yang dilakukan oleh TIK, dan (2) kegiatan di
tingkat kecamatan dan Desa yang dilakukan oleh TPID.
2 orang). MAD 1 juga melibatkan perwakilan UPTD tingkat kecamatan yang relevan
seperti Puskesmas, UPTD Pendidikan, PU kecamatan, dan lain-lain.
Tujuan MAD-1:
1. Sosialisasi konsep PID dan penggunaan Bantuan Pemerintah PPID, termasuk
kebutuhan Desa akan jasa layanan teknis;
2. Diseminasi informasi kegiatan-kegiatan inovasi yang sudah teridentifikasi
sebelumnya, baik yang ada di lokasi dampingan maupun tempat lain;
3. Pembentukan TPID (bagi yang belum atau ada pergantian pengurus). Pengurus
TPID disyahkan oleh Camat;
4. Kesepakatan pokok-pokok kegiatan yang akan dibiayai melalui dana operasional
kegiatan (Kebijakan umum penggunaan dana diatur dalam Petunjuk Teknis
Penggunaan DOK PPID).
2. Rapat TPID
Rapat TPID dilakukan untuk menyusun proposal dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) penggunaan Bantuan Pemerintah PPID. Sebelum merumuskan kegiatan
dan RAB, TPID mendapatkan pelatihan terlebih dahulu dari TAPM
Kabupaten/Kota dan atau PD. TPID mengadakan pertemuan untuk menyusun
detail proposal kegiatan dan RAB berdasarkan hasil keputusan MAD. Selanjutnya
Camat menerbitkan Surat Penetapan Camat (SPC) yang berdasarkan Berita Acara
MAD dan hasil rapat perumusan kegiatan.
E. Identifikasi Inovasi
Identifikasi inovasi dilakukan untuk memetakan kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan
di masyarakat dan desa pada bidang infrastruktur, pengembangan sumber daya
manusia, serta kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal berdasarkan kriteria
yang termasuk dalam kategori inovatif. Identifikasi dibedakan pada dua kategori lokasi
berdasarkan pelaksanaan PID tahun 2017, yaitu:
1. Lokasi yang sudah tersedia Kartu Ide melalui Bursa Inovasi Desa pada tahun
sebelumnya
Pada lokasi ini identifikasi inovasi didasarkan atas kartu ide yang sudah tersedia,
yaitu dengan mengumpulkan seluruh kartu ide hasil bursa dan mengelompokkan
ide-ide tersebut ke dalam 3 bidang, yaitu bidang infrastruktur, kewirausahaan
dan pengembangan ekonomi lokal, serta pengembangan sumber daya manusia.
Tahapan ini dilakukan oleh Pokja PPID pada TIK dengan difasilitasi oleh TAPM.
Pengelompokan dilakukan melalui pemilahan ide inovasi mana saja yang
memenuhi kriteria kategori inovatif.
2. Lokasi yang belum tersedia Kartu Ide atau yang belum melakukan Bursa Inovasi
Desa
Pada lokasi ini, TPID terutama yang menangani bidang PPID dengan dibantu
difasilitasi oleh PD, melakukan identifikasi ke desa-desa atas beberapa kegiatan
di bidang infrastruktur, kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal, serta
pengembangan sumber daya manusia, yang sudah dilakukan dan dinilai
berpotensi sebagai kegiatan yang inovatif sesuai kriteria. Kegiatan ini dilakukan
dengan melakukan kunjungan ke desa-desa dan melakukan pengamatan dan
wawancara dengan pelaku-pelaku pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat. Kegiatan ini dilakukan setelah TPID mendapatkan pelatihan terlebih
dahulu tentang PID dan memahami apa saja kriteria kegiatan yang dinilai sebagai
kegiatan inovatif.
J. Pendokumentasian Inovasi
TPID terutama bidang PPID, dengan didukung oleh PD dan PLD melakukan proses
pendokumentasian kegiatan yang telah diverifikasi oleh TIK dan direkomendasikan
sebagai kegiatan inovatif yang bisa dilakukan capturing.
1. Proses “capturing”
Hasil identifikasi dari masing-masing desa terutama yang masuk kriteria kegiatan
inovatif dan direkomendasikan oleh TIK, selanjutnya didokumentasikan dalam
bentuk media visual/ video, album photo, artikel/tulisan dan media cetak lainnya.
TIK dan TPID akan diberi pelatihan terkait metode capturing terlebih dahulu
sebelum proses capturing dilakukan.
2. Penyusunan Dokumen Pembelajaran
Hasil capturing yang sudah dilakukan, selanjutnya dilakukan proses analisa sesuai
dengan kearifan lokal untuk disusun sebagai dokumen pembelajaran atas praktik
cerdas di wilayah lokasi sasaran. Dokumen pembelajaran tersebut menjelaskan
petunjuk dan proses langkah demi langkah terhadap praktik cerdas atau inovasi
yang telah terjadi.
d. Anak usia SD dan SMP yang tidak bersekolah, yaitu anak yang pada saat
pendataan berusia minimum 8 tahun dan maksimal 14 tahun tidak bersekolah
SD atau SMP, termasuk mereka yang masuk kategori berkebutuhan khusus;
e. Anak usia SD atau SMP (8 s/d 14 tahun) yang putus sekolah, termasuk yang
berkebutuhan khusus.
f. Tingkat pendidikan pelaku pengembangan usaha ekonomi desa
g. Anak usia 3 s/d 6 tahun yang tidak terdaftar di PAUD
h. Jumlah pengangguran di Desa
i. Tingkat urbanisasi masyarakat
2. Bidang Infrastruktur:
a. Akses masyarakat dalam mendapatkan listrik (prosentase masyarakat
menggunakan listrik)
b. Akses masyarakat dalam mendapatkan air bersih (prosentase masyarakat
menggunakan air bersih)
c. Akses masyarakat dalam sanitasi (prosentase penggunaan jamban atau MCK)
d. Akses masyarakat dalam irigasi pertanian dan perikanan
e. Akses masyarakat terhadap ruang public dan sarana olah raga
f. Akses prasarana terhadap perekonomian desa
g. Akses komunikasi dan informasi Desa
h. Keberadaan perumahan yang tidak layak huni (Jumlah rumah tidak layak huni)
3. Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal
a. Data potensi unggulan Desa
b. Data kegiatan BUMDesa
c. Data kelompok usaha ekonomi masyarakat dan kewirausahaan
d. Akses masyarakat ke lembaga keuangan
Alur pelaksanaan Bursa Inovasi Desa adalah sebagai berikut:
a. TPID menggelar rapat untuk persiapan penyelenggaraan bursa inovasi desa;
b. Dalam rapat persiapan ini, akan disiapkan dokumen pembelajaran kegiatan
inovasi yang telah direkomendasikan oleh TIK. Dokumen pembelajaran ini dalam
bentuk video dan atau tulisan atas kegiatan-kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan, di bidang pengembangan
ekonomi lokal, sumberdaya manusia dan prasarana infrastruktur;
c. Lokasi yang belum menyelenggarakan BID, dokumen pembelajaran yang
digunakan sebagai rujukan adalah sebanyak 50 inovasi yang telah disiapkan dan
diverifikasi sesuai kriteria inovatif.
Studi tur Kunjungan atau serangkaian kunjungan, baik oleh individu atau
group, ke satu atau lebih desa/ kecamatan/ kabupaten atau
tempat-tempat di kecamatan/ kabupaten yang sama, dengan
tujuan untuk mempelajari dan mendalami hal/ bidang khusus
secara langsung dari sumbernya, misalkan bagaimana satu hal
dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil
A. Pendahuluan
Pada umumnya pengelolaan pengetahuan diarahkan untuk tujuan organisasional
seperti peningkatan kinerja, memacu inovasi, mempertahankan atau mengembangkan
keuntungan komparatif, serta berbagi informasi dan pengetahuan dalam organisasi.
Intinya adalah bahwa jika pengetahuan orang-orang dalam organisasi, baik secara
perseorangan maupun bersama-sama merupakan modal suatu organisasi, maka
sebaiknya pengetahuan itu dikelola dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sejumlah lokasi, banyak pengetahuan
dan kegiatan inovatif yang telah dilakukan atas inisiatif masyarakat, Pemerintah Desa
maupun Kabupaten dalam menjawab sebuah tantangan atau dalam menjalankan
kegiatan pembangunan. Pertukaran pengetahuan dan pembelajaran antar-desa
maupun dengan kabupaten pun telah terjadi. Inisiatif tersebut dilakukan berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan mendapat dukungan dari berbagai program.
Meski demikian, seiring berhentinya sebuah program, tidak sedikit inisiatif yang
hilang. Untuk itu, perlu ada sistem pengelolaan inisiatif yang memiliki nilai-nilai inovasi.
Selain untuk menjamin keberlanjutan inisiatif tersebut, pengelolaan yang baik dapat
memungkinkan pihak lain mengakses informasi terkait inisiatif atau inovasi tersebut,
menjadikan inspirasi atau bahkan rujukan bagi penyelesaian masalah mereka atau
pengayaan kegiatan pembangunan yang lebih efektif dan inovatif.
B. Pengertian
Pengelolaan pengetahuan adalah upaya yang sadar dan sengaja untuk mengelola
informasi dan pengetahuan sebagai aset, menjaga keberlanjutan keberadaan
pengetahuan itu dalam kehidupan masyarakat di Desa, termasuk didalamnya upaya
mengembangkan dan menangkap (knowledge generation dan knowledge capture)
pengetahuan, pembelajaran dan pengalihan pengetahuan (knowledge transfer), serta
pemanfaatan pengetahuan itu. Upaya itu mencakup pula identifikasi tacit knowledge
(pengetahuan tersirat), yang kerakali tidak diketahui si pembawa pengetahuan sendiri,
untuk menjadikannya pengetahuan yang tersurat (explicit knowledge) agar dapat
didokumentasikan dan diteruskan kepada pihak lainnya.
Inovasi tidak sama dengan praktik cerdas (best practice). Inovasi disini merujuk
pada cara atau pendekatan yang berbeda dari biasanya (apakah itu cara baru atau cara
yang dikembangkan dari yang sudah ada sebelumnya) yang ditempuh oleh (kelompok)
masyarakat atau instansi, dalam menjawab suatu masalah/tantangan yang dihadapi
atau dalam mengerjakan sesuatu, aplikatif dan terbukti berhasil.
C. Kriteria
Kriteria Inovasi adalah segala bentuk inisiatif atau “gebrakan” dari masyarakat,
kelompok, satuan kerja, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
keberlanjutan pembangunan sebagai akibat dari intervensi Program Inovasi Desa
maupun aktivitas lainnya. Kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Sangat Dibutuhkan (ada permintaan) di masyarakat
b. Terdefinisi dengan baik
c. Dapat direkam
d. Dapat/layak untuk dibagikan
e. Dapat diulang dan dikembangkan
f. Relevan.
D. Katagori
Kategori inovasi Desa sebagai berikut:
a. Kegiatan pembangunan di bidang pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, pengembangan sumber daya Manusia, dan infrastruktur Desa
yang memberi manfaat secara luas bagi masyarakat dan diketahui oleh
masyarakat;
b. Upaya yang berhasil mendorong terwujudnya kegiatan pembangunan
berkualitas, serta mendorong partisipasi dan kegotongroyongan masyarakat
dalam pembangunan;
(6) Penentuan minimal satu inovasi per kecamatan untuk diajukan, diverivikasi dan
dikelola oleh Tim Inovasi Kabupaten/Kota.
Bidang Infrastruktur
(1) Akses masyarakat dalam mendapatkan listrik (prosentase masyarakat mengguna-
kan listrik)
(2) Akses masyarakat dalam mendapatkan air bersih (prosentase masyarakat
menggunakan air bersih)
(3) Akses masyarakat dalam sanitasi (prosentase penggunaan jamban atau MCK)
(4) Akses masyarakat dalam irigasi pertanian dan perikanan
(5) Akses masyarakat terhadap ruang public dan sarana olah raga
(6) Akses prasarana terhadap perekonomian desa
(7) Akses komunikasi dan informasi Desa
(8) Keberadaan perumahan yang tidak layak huni (Jumlah rumah tidak layak huni)
Hasil dari BID berupa Kartu Komitmen sebagai wujud keseriusan Desa untuk
melakukan replikasi. Kartu Ide juga menjelasakan bahwa terdapat terdapat kegiatan
yang inovasi yang telah dilaksanakan, namun belum terdokumentasikan. TPID akan
melakukan pendataan dalam bentuk daftar usulan dari Kartu Komitmen dan Kartu Ide
untuk ditindaklanjuti. Lebih lanjut tentang BID dapat dilihat dalam Panduan
Penyelenggaraan Bursa Inovasi Desa.
KartuRekapitul
JasaKebutu
KomitmenKartuRekapitulasi asi Ide
Realisasi han
No Provinsi Kabupaten BursaABursaB APBDesdi ABursa BursaB Layanan Ket
Pelaksanaan.Tgl
nKewirausaha
(1 SDMKewirausahaanInfrastruktur 2018 Infrastruktur a SDM (PJLT)Teknis
PROGRAM INOVASI DESA
) (2) (3) (4) (7)(6)(5) (8) (9) (9) (10) (11) (12)
2. Proses Menangkap Inovasi (Capturing) Kartu Ide Hasil Bursa Inovasi Desa
Dari Kartu Ide hasil BID selanjutnya dilakukan proses capturing atau pendokumentasian
kegiatan inovasi mengikuti alur sebagaimana disampaikan di atas. Proses capturing
menggunakan metode dan format yang akan dilatihkan kepada TIK dan TPID
sebagaimana disebutkan di atas. Capturing dilakukan terhadap inovasi yang
merupakan hasil rekapitulasi ide inovasi yang diusulkan Desa dalam Kartu Ide dari BID
dan telah diverifikasi sebagai inovatif oleh TIK.
G. Media
Berikut ini diberikan beberapa contoh media yang data digunakan sebagai sarana
sosialisasi, promosi, publikasi dan pelatihan di Desa yang dapat digunakan sesuai
kebutuhan dalam memfasilitasi kegiatan inovasi Desa.
1) Baliho/backwall 9) Buletin
2) Backdrop 10) Website
3) Spanduk 11) Cerita bergambar
4) Banner 12) Infografik
5) Brosur/flier 13) Videografik/animasi/dokumenter
6) Poster 14) Buku Pembelajaran
7) Press release 15) Dll
8) Infokit
A. Pendahuluan
Pengetahuan eksperiensial dan pembelajaran bisa ditangkap dengan berbagai metode.
Memilih metode akan bergantung pada kebijakan organisasi, ketersediaan anggaran
dan alat pendukung, selera individu, dan keterampilan penangkap pengetahuan. Dua
jenis kegiatan untuk menangkap pengalaman operasional dan pembelajaran: yang
dilakukan oleh individu dan yang dilakukan berkelompok. Kegiatan menangkap inovasi
(capturing) dapat dilakukan secara langsung, namun bisa juga dilakukan secara online.
Beberapa kegiatan menangkap inovasi (capturing), seperti ruang kerja bersama
dan wiki, menggabungkan penangkapan dengan berbagi pengetahuan, sehingga
pengetahuan didokumentasikan dan dibagikan pada waktu yang sama. Disamping itu,
kegiatan tersbeut menuntut kemampuan atau keterampilan khusus serta persiapan
yang cukup matang untuk memperoleh hasil yang baik.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menagkap inovasi (capturing)
diantaranya: (1) Wawancara; (2) Bercerita; (3) Observasi; (4) Blog; (5) Kajian
pascapelaksanaan; (6) FGD/Kelompok diskusi terfokus; (7) Wiki; (8) Ruang Kerja
Bersama; (8) Webinar; (9) Forum online; dan (10) Komunitas praktisi
B. Wawancara
Cara tercepat untuk mencari tahu pengetahuan seseorang adalah dengan bertanya
langsung kepadanya. Wawancara adalah metode yang paling sering digunakan untuk
menggali pengetahuan. Pewawancara mengajukan pertanyaan untuk menemukan fakta
dan opini yang terkait dengan pengalaman. Wawancara empat-mata yang terstruktur dan
terencana akan membantu memberikan informasi seputar observasi, pengetahuan tentang
latar belakang, sikap, dan kepercayaan seputar pengalaman tertentu. Untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya, pewawancara perlu melakukan persiapan total, idealnya
menyusun daftar pertanyaan secara cermat berdasarkan urutan tertentu, terutama jika ada
lebih dari satu orang yang akan diwawancarai secara berurutan tentang kejadian yang
sama. Daftar pertanyaan menjamin setiap peserta mendapatkan pertanyaan yang sama
dengan cara yang kurang lebih sama sehingga mengurangi bias.
Wawancara juga bisa dilakukan secara tertulis di kertas, dengan perekam suara,
atau dengan kamera video. Wawancara lazimnya dilakukan tatap muka, meskipun
wawancara melalui telepon atau konferensi video juga bisa dilakukan di era digital ini,
terutama bila narasumber dan pewawancara tidak bisa melakukan pertemuan atau
sebagai tindak lanjut atas wawancara yang telah dilakukan.
1. Tahapan Wawancara
Wawancara terdiri atas empat tahap: pengaturan, persiapan, wawancara, dan
rekonstruksi.
(1) Pengaturan
Proses wawancara yang mulus mensyaratkan pengaturan logistik dan komunikasi yang
cukup canggih.
(1) Buat perjanjian dengan target yang akan diwawancara dan jelaskan tujuannya.
(2) Jika ada beberapa orang yang harus diwawancarai, wawancarai sang pelaku
utama terakhir kali.
(3) Susun jadwal wawancara dan pesan tempat yang tenang dengan gangguan
minimal.
(4) Kirim undangan dengan perincian wawancara (tempat, waktu, topik, durasi, dan
lain-lain).
(5) Telepon responden sehari sebelum wawancara untuk mengingatkan dan
mengkonfirmasi-kan janji.
(2) Persiapan
Cara memandu wawancara dan mengajukan pertanyaan berdampak besar bagi
kualitas informasi yang akan diperoleh. Berikut beberapa kiat yang dapat disiasati:
• Awali persiapan sebaik-baiknya sebelum hari wawancara.
• Tentukan hal yang Anda ingin dapatkan dari wawancara.
• Tentukan target terwawancara Anda dan pertimbangkan matang-matang alasan
memilihnya.
• Tentukan jenis wawancaranya (survei, mendalam, terpandu, atau percakapan).
• Pelajari peristiwa, fakta, atau pengalaman sebisa mungkin sebelum wawancara.
• Susun pengantar yang tepat untuk disampaikan ketika wawancara dimulai.
• Susun daftar topik yang merinci topik sekaligus pertanyaan spesifik yang ingin Anda
ajukan sepanjang wawancara. Topik-topik ini bisa berkaitan dengan perilaku, opini
atau nilai, perasaan, pengetahuan, indera (semua yang dilihat, didengar, diamati, dan
lain-lain), latar belakang baku atau pertanyaan demografis.
• Dalam menjaga spontanitas, pewawancara jangan membocorkan pertanyaan
kepada terwawancara sebelum wawancara dimulai.
• Pastikan semua persoalan yang ingin digali informasinya telah tercakup.
• Gunakan pertanyaan 5W-1H (apa, mengapa, siapa, kapan, di mana, dan
bagaimana) sebagai panduan ketika membuat daftar pertanyaan dan sepanjang
jalannya wawancara.
(4) Rekonstruksi
Setelah wawancara, tuangkan informasinya ke dalam format tertentu--mungkin berupa
dokumen atau presentasi yang menggambarkan pemahaman dari wawancara--yang
nantinya dapat Anda bagikan dan gunakan dalam proses memformat.
• Segera setelah wawancara, baca ulang catatan Anda sepanjang wawancara dan
rangkum pikiran serta pertimbangan Anda, meskipun Anda juga menggunakan
perekam. Jika tidak, ingatan Anda akan hilang, bahkan selang satu hari sekalipun,
dan beberapa catatan penting bisa saja kehilangan maknanya.
• Buat transkrip wawancara.
• Buat laporan wawancara. Jika Anda melakukan beberapa wawancara (yang
memang dianjurkan), Anda dapat menggunakan laporan wawancara pertama ini
sebagai sarana pembanding dan pembeda hasil-hasil Anda.
• Rangkum temuan dalam bentuk poin-poin kunci dan gunakan kutipan untuk
menggambarkan dan mendukung temuan Anda.
menjelaskan hal yang terjadi dalam peristiwa tertentu. Wawancara juga dapat
memberikan pemahaman tentang interpretasi, persepsi, pikiran, dan perasaan
responden, yang bisa saja terungkap lewat isyarat-isyarat sosial semisal intonasi dan
bahasa tubuh.
Kelemahan wawancara diantaranya pada saat merekrut orang dan membuat
perjanjian untuk wawancara bisa jadi terasa berat. Dibutuhkan tempat dan waktu yang
sesuai dan mungkin juga harus mengatur banyak jadwal. Pewawancara bisa saja lupa
mengajukan pertanyaan pokok, atau jawaban mungkin memicu pertanyaan-pertanyaan
baru nantinya. Namun sekali wawancaranya sudah selesai, tentunya sulit untuk
menindaklanjuti topik yang tertinggal. Kadang-kadang segunung informasi berhasil
dikumpulkan, yang ujung-ujungnya membuat pengolahan data sangat menyita waktu.
C. Storytelling (Bercerita)
Bercerita merupakan salah satu metode penelitian dan cara yang efektif untuk berbagi
informasi dan membangun pemahaman. Dalam mencari solusi, storytelling dapat
menjadi alat untuk menciptakan suatu desain kerja sama sehingga membuka
kesempatan bagi para pelaku mencari solusi atas suatu masalah. Bercerita semakin
1. Riset Naratif
(1) Domain: identifikasi isu/masalah yang berfokus pada isu personal atau sosial
(2) Demografi: identifikasi individu yang memiliki cerita yang dapat dikumpulkan
melalui wawancara, pendokumentasian, observasi, dll.
(3) Membangun cerita: berikut adalah langkah-langkah dalam membangun sebuah
cerita
• Berbagi cerita pribadi seseorang;
• Tambahkan cerita dari jurnal atau photo, dsb;
• Ceritakan kembali dalam suatu forum dan sempurnakan berdasarkan input
dari pendengar;
• Kemas kembali cerita berdasarkan langkah-langkah sebelumnya dan
informasi tambahan yang telah diperolah;
• Simulasikan sebuah cerita dalam kelompok sehingga peserta dapat melihat
sendiri cerita yang telah dibuatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
memasangkan peserta yang membuat sebuah cerita dari gabungan
keduanya, lalu digabungkan dengan pasangan lainnya hingga
menghasilkan sebuah cerita kelompok.
(4) Pencatatan: menceritakan kembali kisah-kisah ke dalam urutan kronologis,
termasuk komponen konteks dan penekanan pada tema-tema khusus (contoh:
TED Talks);
(5) Analisis: tematik/analisa konten (menyortir konten ke dalam pola/kategori);
analisa diskors (review terhadap bahasa yang digunakan); analisa struktural
(analisa terhadap struktur cerita untuk menelusuri pengalaman). Dalam proses
analisa, selalu cek kembali kepada narasumber untuk memastikan bahwa
interpretasi cerita tetap akurat.
2. Desain Storytelling
Ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam mengembangkan cerita
sehingga menghasilkan kisah yang bagus dan bagaimana seorang desainer/periset
dapat membantu prosesnya. Berikut beberapa elemen cerita yang dapat digunakan:
• Tokoh-tokoh yang dijelaskan sehingga pembaca/pendengar berempati kepada-
nya;
• Seting yang kaya dan sarat konteks;
• Memiliki tujuan tentang apa yang ingin dihasilkan dan mengapa;
• Ada sebab-akibat; dan
• Ada hambatan, masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan.
3. Teknik bercerita
Jika Anda sedang bercerita, ingatlah saran-saran berikut untuk melahirkan
pengetahuan yang bernilai:
• Tentukan pesan inti dari cerita Anda.
• Bangun suasana yang kondusif untuk bercerita.
• Bangun ceritanya berdasarkan pengalaman Anda sendiri: gunakan kata-kata
kunci bilamana perlu untuk memandu cerita dan menjaganya agar tetap terarah.
• Awali dengan memberikan konteks yang diperlukan, dan akhiri dengan pelajaran
yang bisa diambil dan saran, jika ada.
• Amati pendengar saat bercerita.
D. Observasi
Semua mungkin mengenal nama Sherlock Holmes, pernah membaca bukunya atau
menonton filmnya. Bagi yang pernah membaca seri bukunya, tentu sangat mengagumi
keahlian Sherlock Holmes dalam mengamati jejak-jejak atau petunjuk yang akhirnya
membantu menyelesaikan kasus pembunuhan. Tentunya kita tidak akan mengamati
sebuah kasus pembunuhan, tetapi hal yang akan kita bahas adalah bagaimana kita dapat
melakukan observasi secara rinci terhadap kegiatan di desa seperti Sherlock Holmes
mengamati petunjuk suatu kasus.
Banyak pengetahuan dapat diperoleh murni dengan mengamati seorang
pakar/narasumber yang sedang mengerjakan tugasnya karena observasi memberikan
penjelasan umum tentang kepakaran atau pengalaman khusus mereka yang dapat kita
lihat langsung. Observasi dapat menumbuhkan pemahaman dasar tentang
pengetahuan yang sedang terjadi sekaligus hambatan atau persoalan lainnya.
Idealnya observasi berlangsung di lingkungan kerja sang pakar/narasumber, atau
di desa tempat sang narasumber tinggal dan bekerja bila dalam konteks PID, sehingga
pengamat dapat melihat kegiatan yang sebenarnya secara langsung. Namun tidak
semua pengalaman yang relevan, seperti kecelakaan atau peristiwa tak terduga,
apalagi yang telah terjadi, dapat diamati. Metodologi observasi bervariasi tergantung
pada subyek observasi, peran yang dilakukan oleh pengamat (partisipatif atau pasif),
dan metode perekaman (tulisan, foto, audio, video). Dalam observasi, biasanya tidak
ada percakapan dengan narasumber yang sedang diamati. Di bawah ini dijelasakan
tujuh fenomena kegiatan yang dapat diobservasi:
Fenomena Contoh
Perilaku atau kegiatan - Pola gerakan pekerja di sebuah pabrik
manusia - Pengamat melakukan observasi terhadap kegiatan
role-play atau wawancara dalam FGD dari balik
kaca; pengamat melihat interaksi antara para
pelaku dan mendengarkan percakapan yang terjadi
- Kegiatan fisik (pola kerja, menonton TV)
Perilaku lisan Pernyataan yang dibuat oleh pelancong yang hendak
mengantri masuk pesawat; sikap dalam sebuah
percakapan di salah satu ruang kantor
Perilaku ekspresif Ekspresi wajah, nada bicara, dan bentuk bahasa tubuh
lainnya; sikap bicara yang berekspresi seperti nada
bicara atau raut wajah
Hubungan tata ruang / Jarak tempuh kantor manajer ke kantor direktur;
spasial hubungan dan lokasi ruang; jarak fisik antara rekan kerja
atau pola lalu lintas
Pola temporal Berapa lama pekerja melakukan tugasnya; waktu yang
digunakan untuk berbelanja atau menyelesaikan tugas
Obyek-obyek fisik Berapa banyak kerja didaur ulang oleh staf kantor;
inventarisasi barang
Catatan lisan dan gambar Berapa banyak ilustrasi muncul di buku pelatihan; isi
catatan
E. Blog
Blog adalah situs web yang dibuat oleh perorangan atau kelompok dan dapat diakses
publik maupun anggota komunitas tertutup. Blog terdiri atas kontribusi teks ("kiriman
blog") oleh orang atau kelompok yang membuat situs tersebut; blog berfungsi
layaknya buku harian, yang memungkinkan pemilik blog menuliskan pengalamannya
secara informal, sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi langsung (tanpa
suntingan) dengan khalayak.
Kelebihan metode Blog dalam menangkap inovasi (capturing) diantaranya:
(1) Pembuatan dan penggunaan blog cukup mudah, bahkan bagi orang-orang yang
tidak terlalu paham teknologi digital sekalipun.
(2) Blog biasanya tidak menelan biaya sepeser pun.
(3) Publikasi kiriman blog biasanya bersifat kilat karena blog tidak memiliki penerbit
atau pengurus konten (meskipun pembuat blog dapat memantau komentar
pembaca untuk menilai kepantasannya atau sekalian melarangnya).
(4) Blog memuat teks, gambar, video, dan tautan ke halaman web atau blog lain.
(5) Blog mudah diperbarui.
(6) Blog mudah diakses, asalkan ada koneksi internet.
(7) Blog mendorong bercerita sebagai sarana bagi transfer pengetahuan.
(8) Pembaca dapat memberikan masukan, dengan begitu bisa berinteraksi dengan
pemilik blog.
Sedangkan kelemahan metode Blog dalam menangkap inovasi (capturing) diantaranya:
(1) Blog bisa bias atau mengandung ketidakakuratan.
(2) Menulis blog bisa jadi memakan banyak waktu.
(3) Pengunjung bisa saja memberikan komentar yang tidak pantas.
(4) Pemilik blog tidak mempromosikan keberadaan blognya secara luas, sehingga
membuat pembaca blog tidak sebesar atau seberagam yang seharusnya.
F. Kajian Pascapelaksanaan
Kajian pascapelaksanaan (after-action review/AAR) dilakukan oleh moderator dengan
sebuah tim segera setelah ia mengalami pekerjaan atau peristiwa. Target akhirnya
adalah memberi kesempatan anggota tim untuk bercermin dari tindakan yang diambil
agar mereka bisa melakukannya dengan lebih baik kemudian hari.
AAR idealnya dilakukan tidak lama setelah kejadian. Pada momen tersebut,
ingatan masih segar dan autentik (artinya, belum tersaring oleh interpretasi atau
penilaian susulan) dan orang-orang yang ikut terlibat dalam pengalaman tersebut
masih ada. AAR lazimnya dilakukan secara tatap-muka, namun juga dapat dilakukan
secara virtual.
Seorang moderator memimpin tinjauan, dengan mengajukan pertanyaan semisal:
• Apa saja yang direncanakan? Apa yang seharusnya terjadi?
• Apakah kejadian sebenarnya berbeda dari yang direncanakan? Di sini yang
dikehendaki adalah fakta, bukan penilaian.
• Mengapa terjadi perbedaan?
• Apakah hal-hal yang berjalan baik dan alasannya?
• Apa yang dapat diperbaiki dan bagaimana? Apa yang bisa dilakukan secara
berbeda pada masa datang?
Keunikan AAR berupa kesempatan yang ada untuk memperoleh pengetahuan
kualitatif tepercaya pada saat masih segar-segarnya. Kunci kesuksesan AAR terletak
pada penyelenggaraan diskusi terbuka yang membuat semua orang paham bahwa
target akhir AAR adalah untuk mempelajari dan memecahkan masalah, bukan
menyalahkan. Oleh karena itu, AAR dilakukan tanpa satu pun penonton. Para peserta
harus merasa bebas berinteraksi dan mengekspresikan diri tanpa memandang jenjang
formal.
Orang sering mencatat diskusi AAR ke dalam flip chart sepanjang tinjauan, baru
kemudian mengolah catatan menjadi objek pembelajaran dan pencerahan bagi orang
lain di dalam organisasi atau tempat lain.
biasanya diadakan secara tatap muka, namun kadang-kadang perlu dilakukan juga
melalui telepon atau konferensi video.
FGD biasanya digunakan ketika suatu permasalahan memerlukan pemahaman
yang lebih dalam dibanding survei biasa. Dalam melakukan capturing terhadap inovasi
desa, FGD dapat digunakan untuk mengkonfirmasi informasi yang telah dikumpulkan.
FGD memberikan nilai tambah terhadap pengetahuan yang telah diperoleh, atau
terhadap pertanyaan “apa” dan “bagaimana” dari suatu pengetahuan. Sebuah survei
dapat memberikan informasi bahwa mayoritas masyarakat menyukai kegiatan A. Tetapi
sebuah FGD dapat memberikan tambahan informasi tentang mengapa masyarakat
tersebut menyukai kegiatan A atau bahkan ternyata menyukai kegiatan lain.
1. Persiapan
Tingkat persiapan Anda akan banyak menentukan nilai dari hasil-hasil FGD. Jika Anda
telah menyusun rencana pelaksanaan FGD tersebut dengan anggota tim yang telah
Anda tentukan, termasuk untuk tindak lanjutnya, Kesuksesan FGD ditentukan oleh
tujuan yang jelas, melibatkan peserta yang dipilih secara cermat, dan mengikuti
sederet pertanyaan dan topik yang sudah disiapkan. FGD idealnya didukung oleh satu
atau dua moderator dan seorang pengamat yang bertugas membuat catatan atau
merekam jalannya diskusi serta hasilnya. Jika dikehendaki dan tersedia, gunakan
peralatan audio atau video untuk merekam diskusi FGD. Untuk memperoleh manfaat
maksimal dari FGD, pertimbangkan masing-masing aspek berikut secara cermat.
(1) Tujuan. Tentukan hal-hal yang ingin dicatat.
(2) Partisipasi.
• Tetapkan besarnya kelompok (idealnya 10 peserta) dan undang peserta (1-2
minggu sebelum sesi kelompok terfokus).
• Tetapkan komposisi FGD Anda (beragam/seragam).
• Jumlah undangan dapat dilebihi untuk mengantisipasi pembatalan kehadiran.
• Pertimbangkan keseimbangan kehadiran antara pria dan wanita, peserta
dengan variasi usia yang jauh, maupun hirarki jabatan.
(3) Penetapan waktu dan tempat.
• Susun jadwal untuk FGD dan pesan tempat.
• Telepon masing-masing peserta sehari sebelum FGD sebagai pengingat dan
konfirmasi.
• Durasi FGD idealnya antara 60 – 90 menit untuk mendapatkan hasil diskusi
yang optimal.
(4) Topik
• Susun daftar topik yang ingin dibahas sepanjang FGD.
• Untuk sesi 1,5 jam, rencanakan untuk mengajukan 5 atau 6 (atau tidak lebih
dari 10) pertanyaan yang jawabannya bisa memberikan pemahaman tentang
tujuan yang hendak Anda raih.
• Buat daftar pertanyaan dengan singkat agar mudah dimengerti karena
pertanyaan tidak untuk dibagikan kepada peserta.
• Pastikan topik dan pertanyaan harus dijawab dengan penjelasan, tidak hanya
dengan jawaban “Ya” atau “Tidak.” Gunakan kata tanya “Mengapa” dan
“Bagaimana” untuk menjaring jawaban yang lebih lengkap dari peserta.
Contoh pertanyaan:
Seberapa kenal Anda dengan program ini?
Seberapa sering Anda terlibat dalam program
ini? Apa yang Anda sukai dari program ini?
Apa yang paling Anda sukai dan tidak sukai dari kegiatan A? Kegiatan B?
Apa yang memengaruhi Anda untuk hadir atau tidak hadir dalam suatu
kegiatan?
Apakah ada hal lain yang ingin Anda sampaikan tentang program ini?
(5) Fasilitasi. Rekrut dua moderator, salah satunya bertugas membuat notulensi.
Sebagai pilihan, rekrut seorang pengamat atau staf dari tim Anda untuk
membuat notulensi agar kedua moderator lebih terfokus pada interaksi dari FGD.
Pastikan bahwa moderator dapat bersikap netral, mampu menjaring informasi
dari peserta yang sulit berbicara atau malu, sanggup menangani peserta yang
dominan, dapat merangkum pernyataan peserta yang kurang jelas atau panjang,
dan bisa bersikap spontan bila diperlukan.
(6) Teknologi. Jika menggunakan perekam, setel dan ujilah terlebih dahulu sebelum
FGD dimulai serta persiapkan dukungan teknis untuk mengantisipasi kesalahan
fungsi.
(7) Logistik. Atur perabotan di ruangan, termasuk flip chart atau papan tulis; pasang
papan nama; siapkan makanan ringan.
2. Pelaksanaan FGD
FGD Anda harus terjaga penggunaan waktunya agar mengikuti jadwal yang sudah
ditetapkan berikut alokasi waktu untuk memperkenalkan topik, peserta, dan
metodologi. Moderator dan (jika ada) notulen saling bekerja sama untuk memastikan
pembahasan semua pertanyaan, agar diskusi tetap terfokus pada topik, semua peserta
bisa turut serta, dan jadwal diikuti dengan baik. Target akhir FGD adalah untuk
mengumpulkan informasi yang bermanfaat, sehingga penting sekali agar peserta
merasa opininya dihargai. Berikut ini langkah-langkah kunci bagi moderator:
(1) Jika menggunakan perekam, awali perekaman persis pada saat peserta tiba.
(2) Seperti diuraikan sebelumnya untuk sesi wawancara, sambutlah peserta dengan
baik, perkenalkan diri Anda berikut moderator dan pengamat/notulen jika sudah
hadir. Awali dengan komentar-komentar santai untuk menciptakan suasana yang
kondusif dan buat peserta merasa senyaman mungkin.
(3) Moderator memberikan penjelasan umum tentang topik, pemanfaatan hasil-hasil
dari FGD, dan menggarisbawahi tidak diperkenankan adanya pencantuman nama
dalam laporan akhir meskipun FGD tersebut direkam.
(4) Pastikan semua peserta telah menandatangani formulir surat kesepakatan
(informed consent).
(5) Moderator menjelaskan aturan-aturan dasar sesi, seperti suarakan opini, jangan
saling menyela, matikan ponsel, dan sebagainya.
(6) Moderator meminta semua peserta untuk memperkenalkan diri lalu mulai
mengajukan pertanyaan terkait tujuan FGD.
(7) Berikan waktu secukupnya kepada masing-masing peserta untuk memberi
tanggapan sebelum membuka diskusi kelompok tentang satu pertanyaan atau
topik. Penting sekali bagi moderator untuk menyimak beragam sudut pandang
peserta.
(8) Satu staf yang ditunjuk membuat catatan, mencermati waktu, dan memeriksa
bilamana semua topik sudah terbahas.
(9) Jika sebuah topik atau persoalan memicu diskusi tak terduga, kiranya tidak
masalah membiarkan peserta memberikan tanggapan sepanjang topiknya
berkaitan erat dengan tujuan akhir FGD.
(10) Pada akhir acara, moderator merangkum poin-poin utama yang dilontarkan oleh
peserta, meminta konfirmasi bahwa rangkumannya akurat, dan mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak atas keterlibatan mereka.
(11) Moderator memberikan insentif dan/atau imbalan.
(12) Setelah peserta meninggalkan tempat, moderator dan notulen perlu langsung
meluangkan waktu untuk membahas dan mendalami poin-poin yang telah
dibahas dalam FGD agar masih segar dalam ingatan.
3. Analisis
Sebagaimana kebanyakan metode penangkapan pengetahuan lainnya, kumpulkan dan
tinjau semua materi yang dibuat oleh FGD sesegera mungkin, idealnya pada hari yang
sama. Target akhirnya adalah untuk melahirkan sebuah analisis FGD yang bisa
dibagikan dengan para rekan kerja yang tidak ikut hadir. Pemahaman yang diperoleh
dari analisis ini harus jelas dan didukung oleh rekaman atau catatan yang dibuat
sepanjang acara. Berikut ini beberapa langkah yang perlu diambil:
(1) Jika acaranya direkam secara elektronis, tinjau rekaman dan catatan Anda.
Transkrip utuh rekaman bisa memberikan rujukan bagi tinjauan berikutnya.
(2) Dalam laporan, bandingkan dan bedakan hasilnya berdasarkan kategori FGD
individu jika kategorinya merupakan bagian dari satu rangkaian. Secara khusus
FGD akan sangat membantu jika pelaksanaannya lebih dari satu. Kemampuan
untuk membandingkan dan membedakan hasil bisa berfungsi sebagai konfirmasi
atas pemahaman yang sepintas lalu tampak keliru. Namun demikian, hal ini
bergantung pula pada anggaran dan waktu yang tersedia.
(3) Gunakan kutipan dari rekaman FGD untuk menjelaskan temuan-temuan Anda.
H. Wiki
Wiki adalah halaman web internal atau eksternal yang memungkinkan orang bekerja
bersama-sama pada dokumen atau kumpulan dokumen yang sama melalui peramban
web. Wiki bisa menjadi sarana yang efektif untuk menangkap pengetahuan secara
bersama-sama dengan orang lain. Peserta dapat menyunting teks, menambahkan
gambar dan media, serta membuat tautan antarlaman. Aksesibilitas wiki bisa dibatasi.
Kelebihan metode Wiki dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Sebagian besar orang dapat membuat dan menyunting konten wiki dengan
bimbingan ala kadarnya.
(2) Publikasi di wiki lazimnya bersifat kilat karena wiki tidak memiliki penerbit atau
pengurus konten.
(3) Akses ke dokumen rahasia bisa dibatasi meskipun tetap mengizinkan kelompok
terdaftar untuk membuat dan menyuntingnya.
(4) Pengguna dapat mengerjakan dokumen yang sama tanpa memandang lokasinya.
(5) Perangkat lunak wiki memungkinkan kembali ke penulisan ulang artikel
sebelumnya.
(6) Sebagian wiki menyediakan artikel wiki versi cetak.
(7) Banyak aplikasi wiki hadir sebagai perangkat lunak gratis sumber-terbuka (open-
source).
Sedangkan kelemahan metode Wiki dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Wiki perlu dikelola agar dapat menjaga kualitas konten sesuai keinginan.
(2) Wiki juga perlu dikelola agar bisa menjaga keteraturan isinya, terutama ketika
situs wiki menjadi sangat besar.
masing-masing yang lantas dapat dikomentari, diberi catatan, atau didiskusikan secara
online oleh pengguna lain.
Kelebihan metode Ruang Kerja Bersama dalam menangkap inovasi (capturing),
diantaranya:
(1) Kini sudah banyak hadir ruang kerja bersama yang berbeda, dengan
fungsionalitas yang sangat bervariasi.
(2) Sebagian besar ruang kerja bersama dapat dikonfigurasi sesuai dengan
fungsionalitas yang dikehendaki pengguna, dan fungsi-fungsi baru bisa
ditambahkan bilamana perlu.
(3) Interaksi antarorang dengan jenis dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda
bisa sangat bermanfaat bagi organisasi; ruang kerja bersama dapat menjadi
wahana bagi transfer pengetahuan secara sistematis.
(4) Ruang kerja bersama memungkinkan penyimpanan jangka panjang objek-objek
pengetahuan dalam bentuk dokumen, diskusi, dan catatan yang langsung datang
dari peserta.
Sedangkan kelemahan metode Ruang Kerja Bersama dalam menangkap inovasi
(capturing), diantaranya:
(1) Ruang kerja bersama tidak terlalu ramah pengguna.
(2) Ruang kerja bersama sering kali mensyaratkan pengenalan diri agak dalam dan
tingkat literasi digital dasar.
(3) Peserta dengan kemampuan komunikasi atau kecakapan bahasa asing yang
rendah sering kali merasa tersisih dan bisa memilih keluar.
(4) Ruang kerja bersama mensyaratkan moderasi aktif, yang bisa menghalangi
sebagian peserta.
J. Webinar
Perangkat konferensi berbasis-web memungkinkan banyak peserta untuk berbagi
kombinasi sajian video, audio, dan teks secara bersamaan tanpa memandang lokasi
mereka (sepanjang ada koneksi internet). Webinar luas digunakan untuk pertemuan,
diskusi, presentasi, perkuliahan, dan acara pelatihan.
Kelebihan metode Webinar dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Peralatan konferensi sering berdasarkan prinsip "tampil-dan-bicaralah". Peralatan
konferensi tidak banyak menuntut kapasitas atau upaya dari peserta, yang
membuatnya mudah sekali diakses.
(2) Peralatan konferensi cocok dengan gaya belajar yang berbeda-beda (aural, visual,
teksual).
(3) Peralatan konferensi memudahkan kerja sama waktu nyata lintas jarak jauh.
(4) Peralatan konferensi bisa menjadi pengganti bagi pertemuan tatap muka,
sehingga menghemat biaya.
(5) Peralatan konferensi menjadikan pertukaran pikiran berlangsung lebih akrab
daripada konferensi fisik.
Sedangkan kelemahan metode Webinar dalam menangkap inovasi (capturing)
diantaranya:
(1) Sebagian besar layanan konferensi web mahal biayanya. Layanan gratis biasanya
terbatas dari segi fungsionalitas atau kapasitasnya.
(2) Layanan gratis mensyaratkan koneksi internet yang baik dan perangkat keras
khusus.
(3) Kualitasnya sangat bervariasi bergantung pada koneksi internetnya. Gangguan
bisa muncul tanpa diduga.
K. Forum Online
Forum online memungkinkan komunitas terlibat aktif dalam diskusi. Dimana setiap
orang dapat berinteraksi dan berbagi infomasi melalui perangkat internet dan media
online untuk mendiskusikan suatu topik atau isu-isu yang menarik bagi anggota forum.
Kelebihan metode Forum Online dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Forum online membolehkan tingkat fleksibilitas yang tinggi. Forum online dapat
diakses sewaktu-waktu dan dari mana pun sepanjang ada koneksi internet.
(2) Forum online memungkinkan pengguna mengekspresikan diri secara bebas
dalam diskusi tersasar. Forum online mendorong kesetaraan antarpengguna
karena setiap pesan berbobot sama.
(3) Forum online mendorong penyampaian pandangan dan opini yang berbeda-
beda terhadap topik yang sudah ditetapkan lebih dulu.
(4) Forum online bisa menampilkan diskusi berkualitas tinggi karena pengguna
memiliki waktu untuk merenung dan meneliti topik/komentar yang tengah
dibahas.
(5) Forum online bisa mengarah kepada pembentukan komunitas online yang
berusia lama di seputar topik-topik yang menjadi minat peserta.
Sedangkan kelemahan metode Forum Online dalam menangkap inovasi
(capturing), diantaranya:
(1) Forum publik dan tanpa moderasi itu rawan penyalahgunaan.
(2) Forum online sangat bergantung teks sehingga tidak terlalu cocok untuk audio
dan video.
(3) Para penutur bahasa bahasa asing bisa merasa kurang nyaman untuk ikut serta
dalam diskusi.
(4) Forum online sering sangat bergantung pada moderator atau kontributor
tertentu. Moderator atau narasumber mungkin harus bekerja keras untuk
menjaga keterlibatan aktif peserta dalam diskusi.
L. Komunitas Praktis
Komunitas praktisi (CoP) mengelola praktisi atau pakar di wilayah tertentu. Komunitas
praktisi memberikan kesempatan untuk mendokumentasikan pengetahuan lewat
proses bertukar pengalaman antarorang yang sama-sama memiliki minat serupa.
Peserta terlibat aktif satu sama lain di dalam proses pembelajaran kolektif teman
sebaya. Untuk mendukung pembuatan dan berbagi pengetahuan, komunitas praktisi
idealnya disusun berdasarkan target akhir belajar. Komunitas praktisi sering
memfasilitasi beragam interaksi berbagi pengetahuan, seperti obrolan, forum, diskusi,
dan konferensi. Interaksinya bisa dilakukan online atau tatap muka.
Kelebihan metode Komunitas Praktis (CoP) dalam menangkap inovasi (capturing),
diantaranya:
(1) Komunitas praktisi menyediakan ruang berkumpul berdasarkan kesamaan minat
atau kepakaran.
(2) Komunitas praktisi online memungkinkan anggota untuk membaca, mengajukan,
dan menerima nasihat serta masukan dari komunitas berdasarkan pertanyaan
yang dikirimkan.
(3) Tergantung tingkat partisipasinya, dari yang menerima bulat-bulat hingga sangat
interaktif, para peserta bisa memperoleh pengetahuan dan kecakapan dari
anggota komunitas yang lebih berpengalaman.
(4) Komunitas praktisi bermanfaat bagi pemula, yang antusias untuk belajar dari
rekan kerja berpengalaman, namun belajar dengan rekan sebaya antarspesialis
juga bisa terjadi.
(5) Komunitas praktisi memungkinkan keterlibatan peserta sesuai dengan waktu dan
tempat yang lebih disukai.
(6) Komunitas praktisi menjaga sumber daya, ide, dan diskusi sehingga bisa
melahirkan arsip kepakaran di bidang teknik tertentu.
(7) Pengetahuan kelompok membantu menopang para praktisi profesional secara
perorangan, yang sering melahirkan rasa sekomunitas.
Sedangkan kelemahan metode Komunitas Praktis (CoP) dalam menangkap
inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Jika komunitas dibangun secara online, aspek teknologi bisa menjadi kendala
bagi peserta yang kurang melek digital.
(2) Perlu upaya gigih untuk membangun rasa sekomunitas yang efektif bagi
komunitas praktisi online. Kurangnya isyarat visual dan emosional, misalnya
bahasa tubuh, bisa menyulitkan upaya mendorong interaksi yang penuh makna.
(3) Pengguna bisa merasa tersisih atau tersingkir jika tanpa membangun komunitas
atau moderasi yang proaktif.
(4) Peserta bisa merasa kewalahan jika tidak melebur secara hati-hati ke dalam
komunitas, atau tetap pasif akibat kurangnya stimulasi.
(5) Komunitas praktisi bisa saja mensyaratkan moderasi intensif agar bisa saling
menghubungkan antara pencari pengetahuan dengan kontributor.
(6) Komunitas praktisi bisa berkembang terlalu cepat atau berubah haluan
sedemikian rupa sehingga tidak bisa diikuti oleh anggota, yang menimbulkan
penurunan tajam aktivitas.
Daftar Pustaka
1. https://faculty1.coloradocollege.edu/~afenn/web/EC303_8_04/FALL07/READINGS
/Observation.pdf
2. https://blog.socialcops.com/academy/resources/conduct-successful-focus-
group-discussion/
3. https://www.chsalliance.org/files/files/Resources/Tools-and-guidance/Belfrage-
and-Wigley_Guidelines-for-Focus-Group-Discussions.pdf
A. Pendahuluan
Bursa Inovasi Desa (BID) merupakan sebuah forum penyebaran dan pertukaran inisiatif
atau inovasi masyarakat yang berkembang di desa-desa. Kegiatan BID dapat
diselenggaran di tingkat Kabupaten/Kota sebagai kegiatan peluncuran untuk
mendukung pelaksanaan inovasi Desa dan di tingkat Kecamatan sebagai wahana
pertukaran pengetahuan dan inovasi Desa. BID merupakan bagian tak terpisahkan dari
Model Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) mulai dari tinggjat
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa.
Perlu ditekankan bahwa BID merupakan media belajar bagi Desa untuk
memperoleh informasi dan kegiatan inovasi yang dapat mendukung pembangunan
Desa. BID bukan ajang pertukaran “jual-beli” cara-cara atau solusi yang telah dinilai
inovatif, terutama terkait kegiatan pembangunan Desa. BID bukan juga kegiatan
pameran barang tapi ide-ide kreatif dalam pembangunan Desa. BID dilaksanakan
untuk membantu Desa dalam meningkatkan kualiatas pembangunan melalui
pertukaran pengetahuan kegiatan yang inovatif untuk memberi inspirasi dan alternatif
pilihan kegiatan bagi pembangunan Desa.
D. Waktu Pelaksanaan
BID sebaiknya dilaksanakan sebelum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
(Musrenbang Desa) atau pengesahan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKP Desa
dan APB Desa). Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dapat mewujudkan
komitmennya dalam bentuk kebijakan dan dukungan pembiayaan melalui APBD dan
APB Desa.
F. Peserta
Peserta yang hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan BID yaitu:
• Perwakilan Desa: Tiga orang per desa (pihak yang dapat memberikan keputusan
atau komitmen), minimal Kepala Desa dan BPD sebagai penanggung jawab
penyelenggaraan pembangunan desa.
• Camat untuk sebagai pembina penyelenggaraan BID di tingkat kecamatan
• Kepala Daerah/ Bupati (untuk pembukaan)
• Kepala Dinas PMD Kabupaten
• Perwakilan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa
• Pihak lain sebagai pemantau
H. Metode
Penyelenggaraan BID menggunakan pendekatan bursa atau expose/pertukaran
gagasan dan inovasi desa, pemaparan, pengamatan, unit belajar (learning unit) atau
jendela bursa, multi media, bimbingan serta konsultasi.
I. Materi
• Panduan Teknis Operasional Program Inovasi Desa (PID)
• Panduan Teknis Operasional Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
• Panduan Teknis Penyelenggaraan Bursa Inovasi Desa (BID)
• Daftar inovasi Desa, dll.
K. Tahapan Kegiatan
Kepanitiaan : • Pembina
• Penanggung jawab
• Koordinator Bursa Inovasi
• Bagian Umum (Perlengkapan, Perizinan, Tempat dan Alat)
• Bagian Korespondensi (Undangan, Koordinasi, Konfirmasi)
• Bagian Substansi (penyiapan materi)
• PIC Registrasi peserta/undangan
• PIC Protokol & Pembukaan
• PIC Pleno
• PIC Ruang Bursa A
• PIC Ruang Bursa B
• PIC Konsultan untuk meja-meja konsultasi
• PIC Pameran (jika perlu)
• PIC Ruang Penukaran Kartu Komitmen
• Bagian Konsumsi
• Bagian dokumentasi
Display : (1) Luar Ruang:
• Daftar Inovasi desa per Bidang – @3 rangkap (Plano)
• Spanduk Kegiatan
• Denah Alur dan Petunjuk ruangan (plano)
• Poster inovasi desa - @3 rangkap
(2) Dalam Ruang Bursa:
• Daftar inovasi desa per Ruang Bursa – 3 rangkap (plano)
• Daftar inovasi desa untuk diberikan rating oleh peserta
• Brosur inovasi desa
• Daftar P2KTD (direktori)
• Displai Inovasi desa (bila perlu)
• Penayangan video inovasi desa
• Nama setiap ruangan
A. Dasar Pemikiran
Program Inovasi Desa merupakan salah satu upaya Kemendesa PPDT dalam mempercepat
penanggulangan kemiskinan di Desa melalui pemanfaatan dana desa secara lebih
berkualitas dengan strategi pengembangan kapasitas desa secara berke-lanjutan
khususnya dalam bidang pengembangan sumber daya manusia, pengembangan sumber
daya manusia: Pelayanan Sosial Dasar , serta Infrastruktur Desa.
Dana Desa menumbuhkan kebutuhan jasa layanan teknis yang beragam yang
tidak dapat dipenuhi oleh OPD terkait dan pemangku kepentingan professional.
Sementara itu, Desa memiliki keterbatasan dalam mengakses Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa professional yang berasal dari lembaga swadaya masyarakat,
Universitas, Asosiasi profesi dan perusahaan. Kondisi tersebut mendorong kebutuhan
pasar akan jasa layanan teknis dalam mendukung pembangunan desa. Di sisi lain,
lembaga Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa yang professional belum
memanfaatkan peluang jasa layanan ini karena keterbatasan informasi serta kurangnya
dukungan dari pemangku kepentingan terkait.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendekatkan kebutuhan desa dengan
pihak Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa dan menjamin tersedianya jasa
layanan yang berkualitas diperlukan sistem layanan yang dapat diakses dengan mudah
oleh desa. Oleh karena itu, jasa layanan teknis yang sudah ada perlu diorganisir dan
diperkuat kapasitasnya agar dapat memberikan pelayanan secara lebih berkualitas dan
berkelanjutan sesuai kebutuhan Desa. Desa diharapkan memiliki pilihan untuk
mendapatkan jasa layanan teknis yang berkualitas dalam mendukung pelaksanaan
pembangunan Desa.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495). (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
D. Pengertian
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa
adalah lembaga profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang
F. Target Capaian
Dalam rangka mendukung Program Inovasi Desa (PID) perlu disediakan 2.604 P2KTD
meliputi bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, pengembangan
sumber daya manusia, dan infrastruktur desa yang diharapkan dapat mendampingi
14,000 desa.
G. Prinsip-Prinsip
Dalam menjalankan perannya, P2KTD bekerja atas dasar prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1. Profesional, memberikan pelayanan teknis berkualitas teknis sesuai standar
safeguard dan peraturan yang berlaku.
2. Tanggungjawab Sosial, pelayanan didasarkan atas komitmen menumbuhkan
kewirausahaan sosial (sosial entrepreneurship);
3. Inklusi Sosial (Social Inclusion), menghormati kesetaraan, berpihakan pada
perempuan, berkebutuhan khusus, dan mendorong kohesi sosial;
4. Ramah Lingkungan, mendorong penerapan teknologi yang tepat guna dan
ramah lingkungan;
5. Tata kelola, Jasa layanan yang diberikan harus bersifat transparan, partisipatif,
dan akuntabel.
H. Ruang Lingkup
Jenis layanan teknis yang disediakan P2KTD meliputi tiga bidang kegiatan utama dalam
mendukung kegiatan inovasi desa yang tidak dapat diberikan oleh pendamping
profesional dalam mendukung kemandirian desa. Bidang kegiatan dimaksud terdiri dari:
(1) Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, (2) Pengembangan Sumber Daya
Manusia, serta (3) Infrastruktur Desa. P2KTD memberikan pelayanan dalam bentuk
dukungan teknis berupa pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, dan studi
sesuai dengan kebutuhan inovasi Desa. Layanan P2KTD dapat diberikan dalam tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan evaluasi.
I. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan P2KTD di dalam Program Inovasi Desa meliputi: (1) sosialisasi di
Provinsi dan Kabupaten, (2) Pembentukan Pokja P2KTD, (3) Pelatihan Pokja P2KTD-TIK
(4) Penyusunan direktori P2KTD, (5) Pemanfaatan P2KTD.
1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk memperkenalkan arti penting keberadaan P2KTD
kepada OPD Provinsi dan Kabupaten, calon-calon potensial P2KTD maupun kepada
Desa sebagai calon pengguna jasa layanan teknis. Secara khusus, kegiatan sosialisasi
ini bertujuan untuk: (a) mensosialisasikan program PID, (b) menginfomasikan adanya
kebutuhan pasar jasa layanan teknis kepada lembaga penyedia jasa professional (LSM,
Perusahaan, lembaga penelitian, Universitas dan perusahaan, (c) menginfomasikan
kepada desa mengenai keberadaaan jasa layanan teknis untuk meningkatkan kualitas
perencananaan dan pelaksanaan pembangunan desa.
a. Sosialisasi di provinsi
5. Pemanfaatan P2KTD
Identifikasi Kebutuhan P2KTD ke Desa-Desa (TPID)
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kegiatan Desa yang membutuhkan
Jasa layanan teknis. Identifikasi dilakukan oleh TPID yang menangani kegiatan P2KTD
dengan mengecek APB Desa 2017 khususnya untuk bidang kegiatan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan Infrastruktur. Kegiatan yang
membutuhkan P2KTD adalah kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan oleh Kader
Pembangunan Desa maupun oleh tenaga Pendamping profesional karena membutuhkan
keahlian khusus. Kegiatan jasa layanan teknis yang dapat diberikan oleh P2KTD meliputi
pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, studi kelayakan dan pengembangan
jejaring sesuai dengan kebutuhan inovasi Desa.
layanan teknis serta P2KTD yang direkomendasikan sesuai dengan kebutuhan Desa.
Jika P2KTD yang dibutuhkan tidak tersedia dalam direktori, maka TIK dapat
merekomendasikan P2KTD dari luar wilayah kerjanya.
Perumusan dan Prioritas Kegiatan P2KTD
Hasil verifikasi kebutuhan P2KTD yang telah diterima TPID selanjutnya dirumuskan
berdasarkan jenis kegiatan dan keahlian yang dapat diberikan oleh P2KTD. Prioritas
kegiatan yang akan mendapat layanan P2KTD ditetapkan dalam rapat TPID dengan
kriteria sebagai berikut: (a) Desa berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan replikasi;
(b) kegiatan inovasi yang selaras dengan kebijakan pemerintah; (c) kegiatan yang
memiliki dampak langsung terhadap masyarakat; (d) kegiatan yang pelaksanaannya
melibatkan masyarakat; (e) mendukung prioritas layanan sosial dasar khususnya PAUD
dan Posyandu.
Pelaksanaan Kegiatan P2KTD
Berdasarkan kontrak kerjasama dengan TPID, P2KTD akan mulai melakukan kegiatan
persiapan, pelaksanaan bimbingan, capaian hasil kegiatan dalam memberikan layanan
teknis kepada desa. Dalam menjalankan tugasnya P2KTD wajib mendorong pelibatan
masyarakat dan mempersiapkan kader desa untuk keberlanjutan kegiatan
pembangunan.
Orientasi P2KTD
Orientasi P2KTD bertujuan untuk mempersiapkan P2KTD dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan ketentuan program inovasi desa. Penyelenggaraan orientasi
dilaksanakan di provinsi. Peserta orientasi P2KTD terdiri dari maksimal 6 orang per
kabupaten yang mewakili 6 P2KTD. Pemilihan peserta orientasi dilakukan oleh TIK-
Pokja P2KTD berdasarkan usulan TPID dengan mempertimbangkan jasa layanan teknis
yang paling banyak dibutuhkan oleh desa dalam skala kabupaten.
Pertanggungjawaban kegiatan P2KTD
P2KTD wajib menyusun laporan hasil kegiatan dan disampaikan kepada TPID dengan
tembusan pada desa-desa penerima jasa layanan. Laporan pertanggungjawaban terdiri
dari laporan kemajuan kegiatan dan hasil jasa layanan teknis P2KTD. Selain itu TPID
selaku pengelola dana operasional P2KTD pada DOK PPID wajib menyusun laporan
hasil pelaksanaan kegiatan dan penggunaan dana dalam forum musyawarah antar
desa (MAD) dengan tembusan kepada TIK.
Fasilitasi Pemanfaatan
PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA
(P2KTD)
A. Latar Belakang
Pemanfaatan P2KTD merupakan serangkaian kegiatan pendayagunaan keahlian yang
dimiliki oleh P2KTD dalam mendorong inovasi dan peningkatan kualitas pembangunan
Desa. Bentuk pemanfaatan P2KTD hampir sama dengan pola kerjasama Desa dengan
pihak ketiga dalam mendampingi masyarakat desa. Dimana pihak ketiga dalam hal ini
P2KTD memberikan layanan dan bimbingan teknis kepada Desa secara bervariasi,
diantaranya, advokasi, peningkatan kapasitas, pendidikan, pembangunan infrastuktur,
dan masih banyak aktifitas lain.
Dalam kerangka dukungan P2KTD melalui pola kerjasama Desa dengan pihak
ketiga baik dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan inovasi yang tidak dapat
dilakukan sevara mandiri oleh Desa dan pendamping. Pemanfaatan P2KTD dilakukan
dalam rangka membantu desa. Selama ini desa dipandang sebagai pihak yang ‘lemah’.
Terlalu lamanya dibiarkan dan urusannya dipercayakan kepada pihak lain, maka desa
sulit untuk berdaya. Desa menjadi obyek yang harus selalu dibantu.
Para pegiat desa, akademisi, atau LSM, baik yang berasal dari atau luar desa,
melakukan upaya guna memandirikan desa. Desa didorong untuk menjadi entitas yang
kuat dalam berbagai hal. Kerjasama dan kerja bersama yang dilakukan mendapat
apresiasi masyarakat. Mereka antusias menyambut baik uluran tangan para pihak itu.
Dalam bidang yang lain, pihak swasta pun ikut andil. Mereka dapat memberikan
bantuan berupa uang dan atau barang yang dibutuhkan oleh masyarakat secara
langsung. Bentuk-bentuk kepedulian ini sedikit banyak membuka mata kita, bahwa
desa perlu dikuatkan.
Terbitnya UU Desa diharapkan mampu memperkuat desa. Modal sosial di desa
yang selama ini menjadi andalan, bisa lebih optimal. Tidak menutup kemungkinan
pada saatnya nanti, desa lah yang akan memberikan bantuan kepada pihak lain. Saat
desa sejahtera, negara akan makmur. Persoalan-persoalan sosial yang terjadi bukan
tidak mungkin akan teratasi oleh desa.
Manusia, serta (3) Infrastruktur Desa. P2KTD memberikan pelayanan dalam bentuk
dukungan teknis berupa pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, studi
kelayakan dan pengembangan jejaring sesuai dengan kebutuhan inovasi Desa.
Layanan P2KTD dapat diberikan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pemeliharaan, dan evaluasi.
(3) Jasa layanan teknis pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lainnya
yang memiliki dampak ekonomi besar, seperti : jalan, jembatan, pasar desa,
pengelolaan air bersih.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah kabupaten/kota melalui OPD terkait memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi pembentukan Pokja P2KTD;
(b) Melakukan sosialisasi P2KTD;
(c) Memberikan dukungan regulasi untuk keberlanjutan P2KTD;
(d) Menyelenggarakan rapat koordinasi P2KTD;
(e) Melakukan pembinaan dan pengendalian kepada P2KTD dalam memberikan
layanan teknis kepada desa;
(f) Melaporkan kegiatan P2KTD ke provinsi.
3. Pokja P2KTD
Pokja P2KTD merupakan struktur dibawah Tim Inovasi Kabupaten yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa.
Pokja P2KTD terdiri dari OPD terkait dan mempunyai tugas sebagai berikut:
(a) Melaksanakan identifikasi dan verifikasi P2KTD untuk kebutuhan direktori yang
meliputi: kriteria, pengumuman dan pendaftaran calon P2KTD. Kriteria P2KTD
meliputi aspek legalitas, kapasitas teknis dan ketersediaan tenaga, serta
pengalaman.
(b) Mempersiapkan penyusunan direktori P2KTD per bidang kegiatan secara off-line
dan on-line.
• Melakukan verifikasi dan rekomendasi atas usulan TPID terhadap
kebutuhan desa akan jasa layanan teknis.
• Memberikan rekomendasi kepada Satker Provinsi untuk peserta pelatihan.
• Melakukan updating direktori P2KTD.
• Melakukan koordinasi dan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan
P2KTD.
Tenaga ahli PID Provinsi untuk peningkatan kapasitas program Inovasi Desa memiliki
tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
(a) Mengkoordinasikan identifikasi,verifikasi, dan publikasi direktori P2KTD.
(b) Membantu tugas-tugas Satker Dekonsentrasi Provinsi terutama dalam kegiatan
sosialisasi, publikasi P2KTD dan pelatihan.
(c) Melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap TAPM dalam seluruh proses
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
(d) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pelaksanaan
kegiatan P2KTD .
(e) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD
(g) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pengembangan
kapasitas P2KTD termasuk penyediaan data dan informasi terkait P2KTD;
(h) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi kegiatan sosialisasi P2KTD di Kecamatan dan Desa;
(b) Memfasilitasi TPID dalam proses identifikasi, perumusan dan prioritas, serta
penetapan P2KTD sesuai kebutuhan Desa;
(c) Memfasilitasi forum Musyawarah Desa untuk pertanggungjawaban hasil kerja
P2KTD;
(d) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
P2KTD yang dibutuhkan tidak tersedia dalam direktori, maka TIK dapat
merekomendasikan P2KTD dari luar wilayah kerjanya.
5. Orientasi P2KTD
Orientasi P2KTD bertujuan untuk mempersiapkan P2KTD dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan ketentuan program inovasi desa. Penyelenggaraan orientasi
dilaksanakan di provinsi. Peserta orientasi P2KTD terdiri dari maksimal 6 orang per
kabupaten yang mewakili 6 P2KTD. Pemilihan peserta orientasi dilakukan oleh TIK-
Pokja P2KTD berdasarkan usulan TPID dengan mempertimbangkan jasa layanan teknis
yang paling banyak dibutuhkan oleh desa dalam skala kabupaten.
Kabupaten : SLEMAN
Meningkatkan
1 Peningkatan kapasitas guru PAUD Dsn. Sukajaya profesionalitas guru 5 orang guru PAUD Pelatihan Rp.7,500,000,- 2 orang tidak ada
VASI
INO
PAUD
Bimbingan teknis dan
Tersedianya listrik belum ada, tapi PP tidak mempunyai
2 Pembangunan tenaga mikro hidro Dsn. Sukamakmur 50 kepala keluarga pendampingan Rp.75,000,000,-
pemeliharaan
PROGRAM
……………., …………………………………………
Kepala Desa
____________________________
PROGRAM INOVASI DESA
meningkatkan
1 Sekarsari Peningkatan kapasitas guru PAUD profesionalitas guru 5 orang guru PAUD Pelatihan 2.500.000,- 2 orang tidak ada layak
PAUD
Bimbingan teknis
Tersedianya listrik belum ada, tapi PP tidak mempunyai
2 Sekarsari Pembangunan tenaga mikro hidro 50 kepala keluarga dan pendampingan 75.000.000,- layak
dusun akan disediakan keahlian
pemeliharaan
Meningkatkan
kemampuan
perangkat desa dalam Bimbingan teknis PP mempunyai
4 Sukaringin Peningkatan kapasitas bagi perangkat desa membuat laporan 3 orang perangkat desa dan pendampingan 10.000.000 belum ada keahlian tidak
pertanggungjawaban
keuangan
Peningkatan kapasitas perajin tas blok Meningkatkan nilai ada 1 tenaga ahli di
6 Karangrejo 20 orang Pelatihan 20.000.000 3 orang layak
ransel jual desa
Menciptakan
lingkungan yang lebih
Peningkatan kapasitas pengelolaan sampah nyaman dan Konsultasi,
7 Karangrejo 5 orang 35.000.000 1 orang SDM lokal tidak ada layak
desa menigkatkan pendampingan
pendapatan
masyarakat
Meningkatkan
Peningkatan distribusi penjualan produk Pengembangan PP dan SMD lokal tdk
9 Triwarno produksi dan 15 orang 30.000.000 belum ada layak
kuningan jejaring ada
pendapatan
……………., …………………………………………
(________________________________)
PJLT yang
No Kegiatan Lokasi Jenis layanan Jumlah Dana Hasil Verifikasi
direkomendasikan
1 Peningkatan guru PAUD Sekarsari Pelatihan 2,500,000 layak Himpaudi
Pengelolaan sampah
3 Makmurjaya Pelatihan 25,000,000 layak LSM Pesona Alam
berbasisi masyarakat
Peningkatan kapasitas
4 Karangrejo Pelatihan 20,000,000 layak LSM Bintang gading
perajin tas blok ransel
Peningkatan distribusi
6 penjualan produk Triwarno Pengembangan jejaring 30,000,000 layak Bina Kreatif
kuningan
Ketua Sekretaris
(____________________ ) (
________________________ )
Contoh Pengisian
Kecamatan : DEPOK
Kabupaten : SLEMAN
Kriteria Prioritas Usulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peningkatan guru
1 Sekarsari ٤ 4 4 4 4 20 1
PAUD
Pembangunan mikro
2 Sekarsari 4 1 4 3 1 13 5
hidro
Pengelolaan sampah
3 Makmurjaya 3 3 4 3 1 14 4
berbasis masyarakat
(_______________________)
A. Latar Belakang
Amanat Undang-Undang Desa Nomer 6 Tahun 2014 dan Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Nasioanal (RPJMN) 2015-2019 menyebutkan bahwa pembangunan
berkelanjutan diartikan sebagai: (i) Pembangunan yang menjaga keberlanjutan
kehidupan sosial masyarakat; (ii) Pembangunan yang menjaga peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan (iii) Pembangunan yang menjaga kualitas
lingkungan hidup masyarakat yang didukung oleh tata kelola yang menjaga
pelaksanaan pembangunan yang akan meningkatkan kualitas kehidupan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. UU Desa telah 3 tahun berjalan, namun dalam proses
perjalanan itu masih membutuhkan dampingan dan pemahaman yang sama, baik itu
di dalam internal Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT)
dan Sektor-sektor lain yang terkait dengan pembangunan desa. Kementerian
DesaPDTT sadar betul dengan kekurangan dan kelemahan yang selama proses
perkembangan tersebut, oleh karena itu dalam mengamanahkan UU Desa tersebut
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, membuat langkah-langkah nyata guna
mempercepat proses pemahaman dan pelaksanaan-pelaksanaan pembangunan desa.
Langkah-langkah nyata yang akandilakukan dalam mengamanahkan UU Desa
salah satunya dengan pola inovasi kegiatan, praktik-praktik cerdas atau pengetahuan
dalam investasi dana di desa dan kegiatan-kegitan lain dalam pembangunan desa
telah tumbuh dari inisiatif masyarakat dan/atau Pemerintah Desa, maupun Kecamatan.
Investasi Desa dalam rangka pembangunan perdesaan dan pemberdayaan masyarakat,
secara umum dapat dikategorikan dalam 3 bidang meliputi: infrastruktur perdesaan,
kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal serta peningkatan kualitas
sumberdaya manusia. Berbagai kegiatan inovatif dan praktek cerdas tersebut
berpotensi untuk dikembangkanatau direplikasi di tempat lain dengan beberapa
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.
Pemerintah melalui Kementerian Desa PDTT telah menetapkan prioritas program
meliputi; pengembangan Program Unggulan Desa dan Kawasan Desa, pengembangan
BUMDesa dan BUMDesa Bersama, Pembangunan Embung Desa atau penampungan air
lainnya dan pembangunan atau pengembangan sarana olah raga Desa. Program-
program ini diyakini dapat membantu meningkatkan produktivitas masyarakat
desa.Program ini perlu disosialisasikan dan diintegrasikan dengan pelaksanaan
pembangunan desa.
Salah satu strategi yang dikembangkan dalam Program Inovasi Desa (PID) adalah
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) yaitu dukungan kepada desa-desa
agar lebih efektif dalam menyusun rencana penggunaan dana desa sebagai investasi
yang mendorong peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu,
B. Dasar Hukum
Dasar hukum penerbitan Juknis Bantuan Pemerintah PPID adalah:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
7. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
8. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
173/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga; dan
10. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 27 Tahun 2016 tentang
Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah Di Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi.
11. Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 83 Tahun 2017 tentang
Penetapan Pedoman Umum Program Inovasi Desa
C. Tujuan
PPID pada Program Inivasi Desa (PID) dilaksanakan dengan tujuan:
1. Pengarusutamaan kegiatan-kegiatan inovasi yang dapat mendorong efektivitas
penggunaan atau investasi dana di desa menuju peningkatan produktivitas desa
melalui proses pengelolaan pengetahuan secara sistematis,terencana dan
partisipatif. Proses pengelolaan pengetahuan secara sistematis meliputi proses
identifikasi inovasi, validasi, dokumentasi,proses pertukaran pengetahuan atau
eksposisi dan replikasi. Melalui proses ini diharapkan adanya bursa pengetahuan
dan praktek cerdas pembangunan perdesaan.
2. Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan dan pengelolaan program.
D. Prinsip
Beberapa prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan dan penggunaan Bantuan
Pemerintah PPID meliputi:
1. Partisipatif. Dalam proses pelaksanaannya harus melibatkan masyarakat, termasuk
kelompok miskin atau terpinggirkan dan kelompok disabilitas. Masyarakat didorong
berperan aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya dengan
memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau materil;
2. Transparandan Akuntabilitas. Masyarakat memiliki akses terhadap segala
informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan
dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik
secara moral, teknis, legal, maupun administratif;
3. Kolaboratif. Semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan di
desa didorong untuk bekerjasama dan bersinergi dalam menjalankan kegiatan
yang disepakati;
4. Keberlanjutan. Kegiatan yang dilakukan memiliki potensi untuk dikembangkan
dan dilanjutkan secara mandiri, serta mendorong kegiatan pembangunan yang
berkelanjutan;
5. Keadilan dan Kesetaraan Gender. Masyarakat, baik laki-laki dan perempuan,
mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam
menikmati manfaat kegiatan pembangunan, serta memiliki kesejajaran
kedudukan.
E. Kegiatan PPID
1. Bursa Inovasi Desa adalah kegiatan pertukaran dan pengelolaan pengetahuan
hasil pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif;
2. Musyawarah Antar Desa (MAD), merupakan forum permusyawaratan antar desa
di tingkat kecamatan untuk merencanakan kegiatan inovasi dan pengelolaan
pengetahuan desa;
3. Rapat Tim Pelaksana Inovasi Desa(TPID) adalah rapat di tingkat kecamatan yang
dilaksanakan untuk penyusunan rencana kegiatan PPID;
4. Musyawarah Desa sebagai media untuk pengarusutamaan replikasi program-
program inovasi dalam APBDesa;
5. Peningkatan kapasitas dan operasional transportasi TPID, merupakan kegiatan
TPID dalam melakukan persiapan dan kunjungan lapangan untuk melakukan
penilaian (assessment) kegiatan-kegiatan inovasi;
6. Dukungan kepada Desa yang akan melakukan replikasi kegiatan inovatif seperti:
pelatihan teknis, lokakarya pembelajaran inovasi, pembiayaan tenaga ahli/ pakar
dan atau penyedia layanan teknis,
7. Dokumentasi, merupakan kegiatan pendokumentasian hasil identifikasi yang
masuk kriteria kegiatan inovatif ke dalam bentuk media visual, album photo,
artikel/tulisan dan media cetak lainnya;
8. Diseminasi atau penyebarluasan kegiatan inovasi (radio, sosialisasi, festival
inovasi)yang sudah direkomendasikan oleh Tim Inovasi Kabupaten/Kota (TIK).
F. Sasaran PPID
Sasaran bantuan pemerintah adalah kelompok masyarakat desa di kecamatan yang
disebut TPID selaku pelaksana kegiatan.
1. Lokasi
PID dikembangkan di seluruh Kabupaten/Kota yang berjumlah 434 Kabupaten/Kota,
dan berbasis di seluruh Kecamatan yang berjumlah 6.445 Kecamatan. Data ini
bersumber dari Permendagri RI No. 56 Tahun 2015 Tentang Kode dan Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan.
2. Alokasi
Kementerian Desa PDTT pada TA. 2017 menyediakan untuk Dana Operasional Kegiatan
(DOK) PID. Dimana dana DOK ini harus dibagi di tiap kecamatan secara porposional.
Oleh karena itu dalam penetapan alokasi DOK PID di landasi atas dasar 1). Jumlah Desa
di tiap Kecamatan dan 2). Tingkat kesulitan dengan dilandasi dari rata-rata Jarak
jauhnya desa dengan pusat kecamatan. Sumber data yang digunakan menggunakan
Data Podes tahun 2015.
Secara rata-rata setiap kecamatan alokasi dana DOK sebesar Rp. 52 Juta dan
bilamana dibagi rata-rata perdesa setiap desa sebesar Rp. 2 Jt. Dalam penentuan
perhitungan secara porposional DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa
ditetapkan dalam dua besar penggunaanya yaitu 1). DOK untuk Alokasi Dasar dan 2).
DOK untuk Alokasi Inovasi.
DOK untuk alokasi dasar dimana di tetapkan seluruh kecamatan mendapatkan sama
sebesar 42% atau Rp. 22.000.000,-, DOK ini digunkan untuk dokementasi, validasi,
pertukaran pengetahuan desa, capturing, eksposisi dan replikasi (knowledge sharing).
DOK untuk Alokasi Inovasi sebesar 58%, yang mana masing-masing besarnya
setiap kecamatan tidak sama, dimana ini dihitung dari jumlah seluruh desa yang
menerima dana desa dalam satu kecamatan, jadi DOK alokasi inovasi ini cara
penetapannya yaitu jumlah Desa dikali dengan Rp. 2Jt. Dalam satu kecamatan,
hanyaDesayang menerima Dana Desa. Dalam penentuan perhitungan secara
porposional DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa di tetapkan dalam dua
besar penggunaanya yaitu 1). DOK untuk Alokasi Dasar dan 2). DOK untuk Alokasi
Inovasi.
Penggunaan DOK untuk Tahun Anggaran (TA) 2017 untuk alokasi pelaksanaan
Bursa Inovasi Desa yang diadakan di Kabupaten, namun bagi kabupaten yang memiliki
hanya satu kecamatan, maka pelaksanaan bursa inovasi akan diadakan di kecamtan
berbarengan dengan pelaksanaan musyawarah antar desa (MAD) pertama, dan untuk
tahun selanjutnya pelaksanaan bursa inovasi akan kembali diadakan di tiap-tiap
kecamatan. Adapun besaran tiap-tiap kecamatan ± 20% dari seluruh alokasi DOK di
setiap kecamatan yang telah ditentukan di dalam Kepmen. nomor 83 tahun 2017
tentang Penetapan Pedoman Umum Program Inovasi Desa. Jadi setiap kecamatan akan
berkontribusi dalam pelaksanaan Bursa Inovasi di Kabupaten sebesar 20% dari seluruh
alokasi yang diterima tiap-tiap kecamatan.
Selanjutnya penggunaan DOK sebesar 80% digunakan untuk :
a. Replikasi pengelolaan pengetahuan,
b. Cupturing dan dokumentasi,
c. Pertukaran dan Pengelolaan pengetahuan (knowledge sharing),
d. Transportsi Tim Pelaksana Inovasi Desa ,
e. Administratif dan operasional bulanan,
f. Forum Inovasi Antar Desa (FIAD) atau Musyawarah Antar Desa (MAD) dan
Workshop Bursa Inovasi di Kabupaten,
g. Penyusunan laporan.
h. Dll.
Selanjutnya total nilai dari Jumlah DOK alokasi dasar dan DOK alokasi inovasi
akan di kompilasi dengan tingkat kesulitan jarak desa dari pusat kota kecamatan,
dalam perhitungan DOK diambil jarak rata-rata tingkat kesulitan perkecamatan, dalam
menentukan tingkat kesulitan dengan mengunakan data jarak jauhnya desa dari pusat
kecamatan, bersumber pada Data Podes 2015. Dari data ini Podes 2015 ditentukan
ranking dalam 4 tingkatan dan ditentukan dengan nilai koefisien guna menentukan
nilai total dari DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa di Kecamatan.
Jadi perhitungan akhir DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa, yaitu
jumlah nilai dari DOK alokasi dasar dan DOK alokasi inovasi dikali dengan tingkat
kesulitan dan koefisien, adapun tingkat kesulitan kecamatan dan nilai koefisien seperti
pada tabel berikut:
3. Nilai Bantuan
Nilai bantuan pemerintah PPID ditetapkan melalui Keputusan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 83 Tahun 2017, tentang
Penetapan Pedoman Umum Program Inovasi Desa
Tugas TPID:
1. Menerima dan menyalurkan bantuan pemerintah PPID;
2. Memfasilitasi pertemuan-pertemuan dalam rangka pelaksanaan PPID;
3. Memfasilitasi tahapan pelaksanaan pengelolaan praktik cerdas (identifikasi,
dokumentasi, eksposisidan replikasi);
4. Berkoordinasi dengan pendamping desa P3MD.
TPID terdiri atas:
a. Ketua; bertugas untuk memimpin TPID dalam mengelola pelaksanaan
kegiatan bantuan pemerintah PPID dan menandatangani dokumen
pencairan DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan dan laporan
pertanggungjawaban.
b. Bendahara; bertugas untuk mengadministrasikan pengelolaan dan transaksi
keuangan DOK Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan, serta membantu
Ketua Tim dalam menyiapkan laporan pertanggungjawaban;
c. Bidang Pengelolaan Praktek Cerdas; bertugas memfasilitasi tahapan
identifikasi,dokumentasi, promosi dan penyebaran (publikasi) praktek
cerdas yang ada di desa-desa serta penyebaran praktek cerdas dari tempat
lain yang telah direkomendasikan oleh Tim Inovasi Kabupaten;
d. Bidang Verifikasi Inovasi; bertugas untuk memeriksa dan memberikan
rekomendasi kepada MAD untuk pemberian dana insentif bagi desa-desa
yang berminat melakukan replikasi kegiatan inovasi melalui APB Desa.
5. Tenaga Pendamping Profesional P3MD
Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Program Inovasi Desa (PID). Oleh karena itu, pada
pelaksanaan PID khususnya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan Bantuan
Pemerintah PPID membutuhkan keterlibatan Tenaga Pendamping Profesional
P3MD yang terdiri:
a. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten/Kota
b. Pendamping Desa/Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PD/PDTI)
c. Pendamping Lokal Desa (PLD).
Tenaga-tenaga ahli PID kabupaten/kota berkoordinasi dengan Tenaga
Pendamping Profesional P3MD agar terjadi sinergi pelaksanaan program di
tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
B. Pengelolaan Kegiatan
1. Pengelola dan penanggungjawab bantuan pemerintah PPID adalah Satuan Kerja
(Satker) P3MD Provinsi pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)
Provinsi atau dengan sebutan lainnya yang sekaligus sebagai pengelola kegiatan
dekonsentrasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(P3MD);
2. Bantuan pemerintah PPID disalurkan kepada TPID di kecamatan berdasarkan
Perjanjian Kerjasama (format lampiran I.3)
3. Sebelum pencairan dan penyaluran bantuan pemerintah, tahapan yang dilakukan
adalah:
• Pemerintah kabupaten/kota melalui Camat dengan dibantu oleh Tenaga Ahli
PID dan P3MD Kabupaten/Kota memfasilitasi pembentukan TPID dengan
berpedoman pada PTO PPID yang diterbitkan oleh Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi;
• Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker P3MD Provinsi melakukan seleksi
penerima bantuan pemerintah PPID berdasarkan kriteria/persyaratan yang
telah ditetapkandi dalam Pedoman Umum PID dan PTO PPID, dengan dibantu
oleh TIK;
• Berdasarkan hasil seleksi, PPK Satker P3MD Provinsi menetapkan Surat
Keputusan penerima bantuan pemerintah yang selanjutnya disahkan oleh KPA
Satker P3MD Provinsi (format lampiran I.2);
• Surat keputusan penerima bantuan pemerintah menjadi dasar pemberian
Bantuan Pemerintah PPID;
• PPK Satker P3MD Provinsi melakukan perjanjian kerjasama dengan penerima
Bantuan PemerintahPPID yaitu TPID, yang difasiltiasi oleh Dinas PMD
Kabupaten/Kota sebagai koordinator TIK dan dibantu oleh anggota TIK
lainnya..
11. Maksimal 5 (lima) hari kerja setelah dana diterima,. TPID harus segera
melaksanakan kegiatan.
E. Sanksi
Sanksi adalah salah satu bentuk pemberlakuan kondisi yang dikarenakan adanya
pelanggaran atas peraturan dan tata cara yang telah ditetapkan dalam Program
InovasiDesa, khususnya pada Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa.Sanksi
bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab berbagai pihak terkait dalam
pengelolaan program. Sanksi dapat berupa:
1. Sanksi program dengan pemberhentian bantuan apabila kecamatan atau desa
menyalahi prinsip-prinsip dan menyalahgunakan dana atau wewenang;
2. Sanksi hukum yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku bagi yang melakukan penyalahgunaan dana dan wewenang.
F. Ketentuan Perpajakan
Seluruh kewajiban perpajakan yang timbul dari setiap transaksi yang dihasilkan dari
pelaksanaan kegiatan-kegiatan bantuan pemerintah PPID harus dipungut pajak
menurut jenis yang diatur dalam peraturan perpajakan. Pengadministrasian perpajakan
mulai dari pembuatan bukti pungut, setoran pajak dan pelaporannya dibuat oleh
bendahara atau atas nama bendahara dan harus diselenggarakan secara benar dan
tertib sesuai yang diatur dalam peraturan perpajakan.
2. Monitoring
Pemantauan atau monitoringakan dilakukan secara periodik dengan pengawasan
secara melekat, fungsional dan eksternal. Pendekatan pemantauan dapat dilakukan
dengan pendekatan antara lain: monitoring partisipatif dan longitudinal studi selama 2
tahun program. Pemantauan dapat dilakukan juga melalui kerja sama dengan
Perguruan Tinggi dan atau LSM lokal khususnya dalam proses monitoring partisipatif.
3. Evaluasi
Evaluasi akan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak khususnya dalam
mendukung proses pengembangan dan keberhasilan program Inovasi Desa. Evaluasi
dilakukan secara menyeluruh baik itu kinerja pelaku program, operasional kegiatan dan
subtansi program Inovasi desa yang diidasarkan atas Indikator Keberhasilan Program.