Modul Pelatihan
Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
Modul Pelatihan
Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
MODUL PELATIHAN
PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL & KEWIRAUSAHAAN
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
20. Program Inovasi Desa disingkat PID merupakan salah satu upaya Pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui peningkatan
kapasitas desa dalam mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan
desa secara berkualitas.
21. Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa disingkat P2KTD adalah lembaga
profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, dan Desa.
22. Tim Inovasi Kabupaten adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati/Walikota untuk
melaksanakan kegiatan Inovasi dalam program Inovasi Desa di kabupaten/kota.
Pembentukan Tim Inovasi Kabupaten PID ditetapkan dengan Surat Keputusan
Bupati/Walikota dan berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran.
23. Kelompok Kerja Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa disingkat Pokja PPID
adalah tim yang dibentuk dibawah koordinasi Tim inovasi Kabupaten bertugas
merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan Inovasi melalui
pengelolaan pertukaran pengetahuan.
24. Kelompok Kerja Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa yang disingkat Pokja
P2KTD, adalah Tim yang dibentuk dibawah koordinasi Tim Inovasi Kabupaten
bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Penyedia Layanan Teknis (P2KTD) dalam upaya
menyediakan kebutuhan desa akan penyedia peningkatan kapasitas teknis yang
professional
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Alloh SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang telah
memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa Program Inovasi Desa (PID) TA 2017 telah hadir sebagai panduan
peningkatan kapasitas bagi Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas pembangunan Desa.
Modul Pelatihan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) diinisiasi
oleh Direktorat Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD),
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi. Modul pelatihan ini sebagai panduan dalam mendorong
peningkatan kualitas pemanfaatan Dana Desa dengan memberikan ruang kepada
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa terlibat dalam mendorong inovasi dalam
pelaksanaan pembangunan Desa khususnya di bidang pengembangan potensi ekonomi
lokal dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia serta Desa. Melalui
dukungan PKTD ini, Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan
pertukaran pengetahuan dalam peningkatan kualitas pembangunan.
Secara khusus modul pelatihan ini sebagai panduan bagi penyelenggara dalam
memfasilitasi proses pelatihan bagi P2KTD agar memahami secara filosofis, teknis serta
memandu proses pelaksanaan pendampingan teknis di Desa. Jika diperlukan
penambahan dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat diskusikan bersama
agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan P2KTD ini. Semoga Alloh SWT
senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Taufik Madjid
Daftar Isi
Pokok Bahasan 1
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran tentang Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa dalam Program Inovasi Desa, peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan latar belakang, tujuan, prinsip, ruang lingkup,
mekanisme dan komponen PID;
2. Menjelaskan kebijakan P2KTD.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Pleno.
Media
Media Tayang 1.1.1: “Program Inovasi Desa”;
Media Tayang 1.1.2: “Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa
(P2KTD)”;
Lembar Informasi 1.1.1: “Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi
Desa”;
Lembar Informasi 1.1.2: “Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa dalam Program Inovasi Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Program Inovasi Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “kebijakan pembangunan desa” sebagai
landasan bagi P2KTD dalam pelaksanaan program inovasi Desa;
2. Lakukan pemaparan tentang kebijakan umum Program Inovasi
Desa mencakup larat belakang, tujuan, prinsip-prinsip dan ruang
lingkupnya dengan menggunakan media tayang 1.1.1;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengajukan pendapat terkait hasil paparan yang telah dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang berkembang dalam tanya jawab.
5. Lakukan pembulatan atau penegasan terkait isu-isu krusial dalam
Program Inovasi Desa;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.2 Tata Kelola Desa
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang tata kelola desa, peserta
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan ruang lingkup tata kelola desa (Hakekat, Azas,
Kewenangan);
2. Menjelaskan siklus perencanaan dan penganggaran desa;
3. Menjelaskan proses pengambilan keputusan di desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 1.2.1: “Tata Kelola Desa”;
Lembar Diskusi Kelompok 1.2.1: Siklus Perencanaan dan
Penganggaran Desa”;
Lembar Diskusi Kelompok 1.2.1: “Perencanaan dan Penganggaran
Desa”;
Lembar Informasi 1.2.1: “Tata Kelola Desa dalam perspektif Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Tata Kelola Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “Tata Kelola Desa”;
2. Lakukan pemaparan secara ringkas dan jelas tentang hakikat,
azas, dan kewenangan Desa berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan menggunakan media
tayang 1.2.1;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengajukan pendapat terkait hasil paparan yang telah dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang berkembang dalam tanya jawab;
5. Lakukan pembulatan atau penegasan tentang isu-isu krusial terkait
tata kelola Desa;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.3 Kewirausahaan Sosial
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang kewirausahaan sosial, peserta
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep kewirausahaan sosial dalam P2KTD;
2. Menguraikan karakteristik kewirausahaan sosial;
3. Merefleksikan nilai-nilai kewirausahaan sosial dalam organisasi.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Film, dan Tanya Jawab.
Media
Media Tayang 1.3.1: “Konsep dan Karakteristik Kewirausahaan
Sosial”;
Media Tayang 1.3.2: Film “Grameen Bank – Muhaman Yunus”;
Lembar Informasi 1.3.1: “Kewirausahaan Sosial”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Kewirausahaan Sosial dalam Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “Kewirausahaan Sosial dalam Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD)” dalam rangka
mendorong upaya perubahan masyarakat di Desa;
2. Awali dengan curah pendapat tentang pengertian kewirausahaan
sosial dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci sebagai
berikut:
a. Apa yang dimaksud kewirausahaan sosial?
b. Mengapa kewirausahaan sosial sangat penting bagi P2KTD?
c. Hal-hal apa saja yang menjadi tantangan dalam membangun
jiwa kewirausahaan sosial bagi P2KTD?
3. Gunakan kertas plano untuk mencatat hal-hal pokok yang
dikemukakan peserta;
4. Lakukan pembulatan atau penegasan tentang isu-isu krusial terkait
konsep kewirausahaan sosial bagi P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Pokok Bahasan 2
PELUANG PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
DAN KEWIRAUSAHAAN
Tujuan
Setelah pembelajaran kebijakan pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan dalam pengembangan
ekonomi lokal dan kewirausahaan;
2. Menjelaskan peran BUM Desa dalam pengembangan ekonomi lokal
dan kewirausahaan.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 2.1.1: “Pokok-Pokok Kebijakan dalam Pengembangan
Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan”;
Lembar Informasi 2.1.2: “Pokok-Pokok Kebijakan dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal”;
Lembar Kerja 2.1.1: “Matrik Kajian Kebijakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan”;
Lembar Informasi 2.1.3: “Badan Usaha Milik Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari pokok
bahasan tentang “kebijakan pemerintah dalam pengembangan
ekonomi lokal”;
2. Lakukan pemaparan tentang “arah kebijakan dan strategi
pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan”, dengan
memberikan penekanan pada Permendesa PDTT nomor 19 tahun
2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2018 khususnya di bidang ekonomi perdesan;
3. Lakukan curah pendapat dengan peserta dengan mengajukan
beberpa pertanyaan kunci sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kebijakan pemerintah terkait
pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan di Desa?
b. Hal-hal apa saja yang menjadi prioritas Kementerian Desa
PDTT dalam mengembangkan ekonomi lokal dan
kewirausahaan?
c. Bagaimana strategi yang ditempuh oleh pemerintah,
pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
di Desa?
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat,
bertanya dan memberikan saran terkait tema yang sedang dibahas;
5. Catatlah hal-hal pokok terkait isu-isu krusial tentang kebijakan
pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan
ekonomi lokal dan kewirausahaan dengan menggunakan Lembar
Kerja 2.1.1;
6. Lakukan penegasan dan kesimpulan dari hasil pembahasan yang
telah dilakukan.
Pemerintah Daerah
Rencana Pembelajaran
SPB Kondisi dan Tantangan
2.2 Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis
Pengembangan Ekonomi
Lokal dan Kewirausahaan
Tujuan
Setelah pembelajaran tentang kondisi dan tantangan penyedia
peningkatan kapasitas teknis pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, peserta diharapkan dapat:
1. Menggambarkan kondisi desa dalam lingkup kabupaten dalam
aspek pembangunan ekonomi;
2. Menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan
ekonomi lokal dan kewirausahaan.
Waktu
6 JP (270 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, Curah Pendapat, Penayangan Slide, Diskusi
Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 2.2.1: “Kondisi dan Tantangan Pengembangan
Ekonomi Lokal dan Kewirasuahaan”;
Lembar Kasus 2.2.1: “Profil Pembangunan Ekonomi Kabupaten Subur
Makmur”;
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Kajian terhadap Kekuatan dan Kelemahan dalam
Pembangunan Ekonomi Daerah
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pokok bahasan tentang “kajian terhadap kondisi pembangunan
ekonomi daerah”;
2. Bagilah peserta dalam kelompok yang berjumlah 5-6 peserta.
Masing-masing kelompok melakukan kajian terhadap kondisi
pengembangan ekonomi lokal dengan mempelajari profil
kabupaten yang menggambarkan kondisi desa-desa. Gunakan
lembar kasus 2.2.1 sebagai bahan telaahan dalam menemukenali
kondisi dan tantangan bagi P2KTD dalam mendukung
pengembangan ekonomi lokal;
3. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mendiskusikannya
dan menuliskan hasil telaahannya dalam Lembar Kerja 2.2.1;
4. Mintalah kepada beberapa kelompok untuk memaparkan hasil
diskusinya dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk berpendapat,
mengkritisi dan memberikan saran atas paparan yang dilakukan;
6. Buatlah catatan penting terkait isu-isu krusial yang berkembang
dalam pembahasan;
7. Lakukan penegasan dan kesimpulan.
1. Kondisi Umum
Kabupaten SUbur Makmur terdiri dari 75 Desa dengan luas wilayah 506,85 Km2 dan
total Penduduk 919.440 jiwa terdiri dari 299.772 KK. Topografi kabupaten Subur
Makmur terdiri dari dataran rendah 40% dan 60% daerah perbukitan yang kurang subur
dengan dialiri 6 sungai yang mengalir sepanjang tahun. Secara rinci topografi Kabupaten
Subur Makmur, sebagai berikut.
Bagian Barat, merupakan daerah landai yang kurang subur serta perbukitan yang
membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah)
Bagian Tengah, merupakan daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian
yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 %).
Bagian Timur, merupakan daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya
masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).
Bagian Selatan, sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan
keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai Selatan
dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.
Tata guna lahan pada kabupaten ini terdiri dari:
Pemukiman: 3.927,61 Ha (7,75 %)
Sawah : 15.879,40 Ha (31,33 %)
Tegalan : 6.625,67 Ha (13,07 %)
Hutan : 1.385 Ha ( 2,73 %)
Kebun Campuran : 16.599,84 (32,75%)
Tanah Tandus : 543 (1,07%)
Lain-lain : 5.724,48 (11,30%)
2. Usaha Masyarakat
Potensi Kabupaten Subur Makmur yang menjadi sumber pendapatan masyarakat dan
PAD terdiri dari potensi pertanian holtikultura, perikanan budidaya dan ikan tangkap,
dan pariwisata.
a. Potensi pertanian
b. Potensi Pariwisata
Kabupaten Subur Makmur bisa dikenal salah satunya karena obyek wisata yang dapat
memikat para wisatawan, yang meliputi obyek wisata alam, wisata budaya/sejarah,
pendidikan, taman hiburan dan sentra industri kerajinan. Untuk mengoptimalkan
pengembangan obyek wisata daerah Subur Makmur, telah ditempuh program
diversifikasi (penganekaragaman) produk wisata. Selain itu juga ditingkatknanya
promosi wisata baik domestik maupun mancanegara dengan tidak henti-hentinya .
c. Kerajinan
Secara umum, industri yang terdapat di Kabupaten Subur Makmur merupakan industri
kecil, sedangkan untuk industri besar jumlahnya tidak banyak. Kerajinan tersebut
berupa kerajinan kulit, mebel kayu, tekstil batik, kerajinan batu dan gerabah, kerajinan
kertas . eksport ke US, Korea, Eropa, Vietnam dll. Nilai produksi dari sektor ini mencapai
829.112.200 rupiah dengan nilai tambah 512.405.400 rupiah.
Potensi yang ada di Kabupaten tersebut juga menarik minat lembaga Internasional
yang memberikan bantuan teknis melaluai beberapa LSM lokal yang ada khusus untuk
peningkatan usaha dalam bidang kerajinan. Selain bantuan teknis dari tingkat
kabupaten, lembaga internasional dan LSM . Desa – desa yang ada juga meningkatkan
usaha ekonomi melalui pendirian dan pengembangan BUM Desa. Sampai dengan saat
ini sudah terbentuk 40 BUM Desa di 40 desa, tetapi BUM Desa yang memperlihatkan
kemajuan yang signifikan baru 4 saja. Tigapuluh enam BUM Desa lainnya masih
tersendat-sendat karena berbagai kendala terutama kurangnya keterampilan dalam
manajemen dan pengembangan usaha.
NO URAIAN JUMLAH
PENDAPATAN 1.518.073.940
1 Pendapatan Asli
1.1 Pendapatan Asli 62.426.448
1.2 Hasil asset desa 10.744. 375
1.3 Hasil swadaya 3.858.000
1.4 Lain-lain pendapatan desa yang sah 6.365.571
2 Pendapatan Transfer
2.1 Dana Desa 820.104.546
2.2 Bagian hasil dari pajak (retribusi daerah) 28.000.000
2.3 Alokasi Danan Desa (ADD) 556.575.000
2.4 Bantuan keuangan dari pemerintah provinsi 5.000.000
3 Lain-lain pendapatan desa yang sah
3.1 Hibah dari CSR 25.000.000
NO URAIAN JUMLAH
1.7 Pengelolaan informasi desa 3.125.800
1.8 Pengelolaan keuangan desa 23.400.000
1.9 Kegiatan penarikan pajak bumi dan bangunan 7.689.500
1.10 Kegiatan pengelolaan aset desa 2.489.500
1.11 Operasional KPMD 5.000,000
2 Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa 959.005.929
2.1 Kegiatan pembangunan dan pemeliharaan irigasi 160.089.500
2.2 Pembangunan jaringan air antar dusun 140.940.000
2.3 Pembangunan jalan lingkungan RT 02 RW 4 44.078.500
2.4 Pembangunan jalan RT 4 RW 3 17.755.000
2.5 Pembangunan sarana prasarana kantor (jalan balai 32.774.200
desa)
2.6 Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan 80.731.000
prasarana posyandu
2.7 Pembangunan dan pemeliharaan sarana penunjang 160.580.000
pariwisata
2.5 Pembangunan sarana prasarana pertanian organik 40.134.500
Pengembangan BUMDES dan ekonomi masyarakat 281.923.229
3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan 14.640. 000
3.1 Pembinaan keamanan dan ketertiban 13.540.000
3.2 Sosialisasi internet sehat bagi pemuda 1.100.000
Rencana Pembelajaran
SPB Peluang Penyedia
2.3 Peningkatan Kapasitas
Teknis Pengembangan
Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap pengembangan ekonomi lokal
dan kewirausahaan;
2. Mengidentifikasi peluang penyedia peningkatan kapasitas teknis
dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan;
3. Merumuskan strategi pengembangan penyedia peningkatan kapasitas
teknis dalam rangka menangkap peluang pengembangan ekonmi
lokal dan kewirausahaan di desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Studi Kasus dan Diskusi Kelompok, Pleno.
Media
Media Tayang 2.3.1: “Peluang Penyedia peningkatan kapasitas Teknis
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan di Desa”;
Lembar Kerja 2.3.1: “Matrik Analisis Kebutuhan Penyedia
peningkatan kapasitas Teknis Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan di Desa”;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Analisis Kebutuhan Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan di Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembelajaran tentang “analisis kebutuhan pengembangan ekonomi
lokal dan kewirausahaan di desa” dengan mengkaitkan
pembelajaran sebelumnya;
2. Mintalah kepada kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian
yang telah dilakukan sebelumya terkait studi kasus dengan
mempelajari kondisi ekonomi di salah satu kabupaten yang
menggambarkan kondisi umum Desa. Selanjutnya lakukan telaah
untuk mengidentifikasi kebutuhan penyedia peningkatan kapasitas
teknis pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan;
3. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk mendiskusi-
kan dan menuliskan hasilnya menggunakan Lembar Kerja 2.3.1;
4. Setelah selesai, mintalah kepada beberapa perwakilan kelompok
untuk memaparkan hasil kajiannya dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dan
memberikan masukan terhadap paparan yang dilakukan oleh
kelompok;
6. Buatlah catatan terkait hal-hal pokok yang berkembang dalam
pembahasan, jika masih ada hal-hal yang perlu pendalaman lebih
lanjut dapat disepakati bersama peserta;
7. Lakukan penegasan dan buatlah kesimpulan dengan membacakan
kembali hasil rumusan penting terkait kebutuhan penyedia
peningkatan kapasitas teknis pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan.
dst
dst
Pokok Bahasan 3
MEMBANGUN KAPASITAS
KELEMBAGAAN
Rencana Pembelajaran
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang analisis pasar, diharapkan
peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat, dan tahapan analisis pasar penyedia
peningkatan kapasitas keknis;
2. Mampu melakukan analisis pasar P2KTD dibidang pengembangan
ekonomi lokal dan kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan
Rapid Market Analysis (RMA).
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, Praktik RMA, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.1.1: “Analisis Potensi Pasar P2KTD”;
Lembar Kerja 3.1.1: “Matrik Analisis Potensi Pasar Penyedia
peningkatan kapasitas Teknis Bidang Pengembangan Ekonomi Lokal
dan Kewirausahaan”;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Analisis Potensi Penyedia
peningkatan kapasitas Teknis Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat analisis
potensi penyedia peningkatan kapasitas teknis pengembangan
ekonomi lokal dan kewirausahaan”;
2. Pelatih memaparkan tujuan dan manfaat analisis poteni pasar
penyedia peningkatan kapasitas di Desa khususnya dibidang Bidang
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan dengan
menggunakan Media Tayang yang tersedia;
3. Berikan kesempatan peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat,
mengkritisi dan saran atas pemaparan yang dilakukan;
4. Lakukan penegasan secara ringkas dan jelas terkait isu-isu penting
yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis potensi pasar
penyedia peningkatan kapasitas teknis bagi P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar selanjutnya.
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengembangan
organisasi, diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat pengembangan organisasi;
2. Menguraikan kondisi internal dan ekternal organisasi dalam
mendukung penyelenggaraan kegiatan peningkatan kapasitas teknis;
3. Merumuskan strategi peningkatan kapasitas SDM dalam mendukung
kegiatan peningkatan kapasitas teknis (Pengembangan Ekonomi
Lokal dan Kewirausahaan).
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, Praktik SWOT, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.2.1: “Pengembangan Organisasi P2KTD”;
Lembar Kerja 3.2.1: “Matrik Analisis SWOT Peningkatan Kapasitas
P2KTD”;
Lembar Kerja 3.2.2: “Matrik Aternatif Strategi Peningkatan Kapasitas
P2KTD”;
Lembar Informasi 3.2.1 “Pengembangan Organisasi dalam Mendukung
Penyedia peningkatan kapasitas Teknis di Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Pengembangan Organisasi (P2KTD)
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat
pengembangan organisasi”;
2. Ajukanlah beberapa pertanyaan penggerak untuk menggali
pemahaman peserta tentang konsep pengembangan organisasi
P2KTD. “Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan organisasi dan
kenapa kita perlu melakukan pengembangan terhadap organisasi
tersebut?”.
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjawab dan
menanggapi pertanyaan tersebut. Selanjutnya catat hal-hal pokok
dari jawaban yang dilontarkan peserta.
4. Selanjutnya, bagi peserta kedalam kelompok diskusi dan setiap terdiri
dari 5 – 6 orang. Setiap kelompok mendiskusikan hal-hal sebagai
berikut:
Mengapa organisasi P2KTD perlu dikembangkan?
Apa tujuan pengembangan organisasi P2KTD?
Bagaimana langkah-langkah dan strategi pengembangan
organisasi P2KTD?;
5. Ajak peserta merumuskan kesimpukan tentang pengertian, tujuan
dan manfaat pengembangan organisasi;
6. Rumuskan secara Bersama-sama dengan peserta tentang langkah-
langkah dan strategi pengembangan organisasi untuk mendukung
P2KTD
7. Sepakati dan tegaskan kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah
dilakukan.
Faktor Eksternal
Kekuatan Organisasi Kode
1 S1
2 S2
3 S3
4 S4
5 S5
Kelemahan Organisasi
1 W1
2 W2
3 W3
4 W4
5 W5
Faktor Internal
Peluang Kode
1 Q1
2 Q2
3 Q3
4 Q4
5 Q5
Ancaman
1 T1
2 T2
3 T3
4 T4
5 T5
Internal Eksternal 1. 1.
2. 2.
3, 3,
4. 4.
5. 5.
PELUANG (O) (S – O) (W-O)
1. 1. 1.
2. 2. 2.
3, 3, 3,
4. 4. 4.
5. 5. 5.
ANCAMAN (T) (S – T) (W-T)
1. 1. 1.
2. 2. 2.
3, 3, 3,
4. 4. 4.
5. 5. 5.
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Promosi Penyedia
3.3 Peningkatan Kapasitas
Teknis Desa
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang strategi promosi penyedia
peningkatan kapasitas teknis, diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat promosi dalam kegiatan
peningkatan kapasitas teknis di Desa;
2. Merumuskan strategi promosi dalam kegiatan peningkatan kapasitas
teknis di Desa;
3. Mengembangkan media promosi dalam mendukung penyedia
peningkatan kapasitas teknis.
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.3.1: “Strategi Promosi Penyedia peningkatan
kapasitas Teknis Desa”;
Media Tayang 3.3.2: “Pengembangan Media Promosi P2KTD”;
Lembar Kerja 3.3.1: “Matrik Strategi Promosi”;
Lembar Kerja 3.3.2: “Lembar Kerja Studi Kasus”;
Lembar Informasi 3.3.1: “Promosi Penyedia Peningkatan Kapasitas
Teknis Desa”;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Promosi dalam Penyediaan Layanan
Peningkatan Kapasitas Teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat promosi
dalam penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis di desa”;
2. Meminta peserta untuk berpasangan dengan teman yang
bersebelahan (buzz group). Masing-masing pasangan diminta untuk
membahas pengertian, tujuan dan pendekatan promosi;
3. Fasilitasi proses pengungkapan hasil diskusi buzz group dalam pleno
kelas dengan menggunakan meta plan. Kelompokan jawaban peserta
berdasarkan pengertian tujuan dan pendekatan promosi.
4. Memaparkan media tayang 3.3.1 “Strategi Promosi Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa”;
5. Lakukan curah pendapat dengan peserta mengenai tujuan dan
manfaat promosi dalam Penyediaan layanan peningkatan kapasitas
Teknis;
6. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dalam promosi penyedia
peningkatan kapasitas teknis
7. Sepakati kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
Kepala Desa
Perangkat Desa
BPD
Tokoh masyarakat
Tokoh Agama
Masyarakat miskin
dan kelompok
rentan
Penyandang
disabilitas
Dst
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pelayanan pelanggan,
diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat pelayanan pelanggan dalam
penyediaan kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa;
2. Mengidentifikasi karakteristik pelanggan;
3. Merumuskan strategi pelayanan pelanggan dalam mendukung
penyediaan kegiatan peningkatan kapasitas teknis bidang
pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan di desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Studi kasus, dan Diskusi Kelompok.
Media
Media Tayang 3.4.1: “Pelayanan Pelanggan”;
Lembar Kerja 3.3.1 : “Matrik Strategi Promosi”;
Lembar Kerja 3.3.2: “Lembar Kerja Studi Kasus”;
Lembar Informasi 3.3.1: “Memahami Perilaku Pelanggan”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Pelayanan Pelanggan dalam
Penyediaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat pelayanan
pelanggan dalam penyediaan kegiatan peningkatan kapasitas teknis
di desa”;
2. Lakukan curah pendapat tentang tujuan dan manfaat pelayanan
pelanggan dengan menggali hal-hal sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud pelanggan?
b. Mengapa P2KTD perlu memahami pelanggan?
c. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam memahami
pelanggan?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat,
gagasan atau saran;
4. Catatlah hal-hal pokok yang muncul dalam curah pendapat;
5. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dalam pelayanan pelanggan
bagi P2KTD;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang dokumentasi kegiatan P2KTD,
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat dan metode pendokumentasian
kegiatan peningkatan kapasitas teknis di Desa;
2. Membuat pendokumentasian kegiatan peningkatan kapasitas teknis
pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan di Desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Curah Pendapat, Pemaparan, Video/film, Pleno.
Media
Media Tayang 3.5.1 “Pendokumentasian Kegiatan Peningkatan
Kapasitas Teknis di Desa”;
Lembar Kerja 3.5.1: “Outline Penyusunan Dokumentasi Pembelajaran
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Bidang Pengembangan
Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan di Desa”;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan, Manfaat dan Teknik Pendokumentasian Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembelajaran tentang “tujuan, manfaat dan teknik
pendokomentasian kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa”;
2. Lakukan curah pendapat tentang tujuan dan manfaat pendokumen-
tasian kegiatan peningkatan kapasitas teknis dengan menggali hal-
hal sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud pendokumentasian kegiatan peningkatan
kapasitas teknis desa?
b. Mengapa P2KTD perlu melakukan pendokumentasian kegiatan
peningkatan kapasitas teknis di desa?
c. Apa saja manfaat dari pendokumentasian yang dilakukan oleh
P2KTD?
d. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendokumen-
tasikan kegiatan peningkatan kapasitas teknis yang dilakukan
oleh P2KTD?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat,
gagasan atau saran terkait curah pendapat yang dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang muncul dalam pembahasan tersebut;
5. Selanjutnya, paparkan beberapa teknik pendokumentasian kegiatan
peningkatan kapasitas teknis di Desa oeh P2KTD;
6. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dari pendokumentasian
kegiatan peningkatan kapasitas teknis di Desa;
7. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
JUDUL: ………………………………………..
A. Pendahuluan
(Jelaskan secara umum dasar pemikiran, dan kondisi umum kegiatan inovasi dan layanan
peningkagtan kapasitas teknis yang diberikan oleh P2KTD)
C. Solusi
(Jelaskan solusi yang diambil oleh Desa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut)
D. Manfaat
(Jelaskan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat setelah mendapatkan bantuan teknis
dari P2KTD berupa bimbingan, teknologi dan kegiatan pendukung lainnya)
F. Pendanaan
(Jelaskan jumlah dan sumber pendanaan tersebut)
G. Pelaku
(Jelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam program dan penerima manfaat dari kegiatan
tersebut)
H. Hasil
(Jelaskan perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai dampak (jangka pendek dab
jangka panjang) dari kegiatan atau solusi yang dipilih)
I. Pembelajaran
(jelaskan pembelajaran yang dapat diambil dari kegiatan tersebut)
J. Rekomendasi
(Uraikan saran dan masukan dari hasil intervensi yang telah dilakukan baik kepada para
pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat, swasta dan pihak lainnya)
LATAR
BELAKANG
MASALAH
Desa Sukamaju, Kecamatan Tellu Limpoe
terletak di dataran rendah di Kabupaten
Sinjai, dengan sumber penghasilan
mayoritas penduduk desa adalah kakao
dan lada
Pada tahun 2011 kondisi perekonomian
terganggu Karena wabah hama
Penggerek Buah Kakao (PBK), busuk
buah, dan turunnya harga kakao di pasaran. Demikian juga dengan lada, tanaman banyak yang
mati karena hama busuk akar dan kekurangan air saat kemarau
Meski mampu panen sepanjang tahun, namun dibutuhkan waktu 3-5 tahun untuk panen kakao
jika mengganti tanaman kakao dari awal tanam
Banyak kebun kakao dan lada yang tak menghasilkan sesuai harapan dan bahkan wabah hama
menular ke pohon lain.
SOLUSI
Peningkatan pendapatan
masyarakat melalui budidaya buah
naga dan menjadikan buah naga
sebagai produk unggulan desa.
(10) Tuntutan pasar akan buah naga yang semakin besar ini menarik perhatian Pemerintah
Desa untuk mendorong budidaya buah naga tersebut sebagai komoditas desa;
(11) Pemerintah Desa membahasnya dengan tokoh-tokoh masyarakat dan kepala dusun,
kemudian dilanjutkan dengan musyawarah tingkat desa membahas rancangan Peraturan
Desa;
(12) Pemerintah Desa menerbitkan Peraturan Desa yang mewajibkan masyarakat menanam
minimal 20 pohon buah naga di pekarangannya dengan tujuan mewujudkan Desa
Sukamaju sebagai sentra buah naga kabupaten;
(13) Pemerintah Desa memberikan subsidi stek bibit yang diperoleh dari pemangkasan rutin
batang buah naga, menampung hasil panen selama pemasaran belum stabil, membentuk
kelompok tani, serta bergabung dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang
sudah ada;
(14) Salah satu pionir belajar mengatasi persoalan yang dihadapi (hama penyakit,
pemupukan) dengan memanfaatkan jaringannya sebagai sumber informasi (sales pupuk
dan obat-obatan tanaman)
(15) Warga dan Kepala Desa terus melakukan penetrasi pasar, baik kepada pedagang kecil
maupun perusahaan besar
(16) Melibatkan warga desa yang tinggal di kota besar untuk membuka jaringan pasar dan
menjalin kemitraan dengan Asosiasi Pedagang Buah di Makassar.
HASIL
100 persen warga Desa yang memiliki
pekarangan dan lahan kosong menanam buah
naga
Pendapatan masyarakat meningkat sebesar
20% persen dibandingkan saat menjadi
petani kakao dan lada. Dengan luas lahan
yang sama, sebagai petani kakao dan lada
mendapatkan hasil Rp 5 juta sedangkan
sebagai petani buah naga penghasilannya
Rp 6 juta untuk sekali panen;
Desa Sukamaju dikenal di Kabupaten Sinjai
sebagai sentra buah naga yang memiliki
narasumber budidaya tanaman buah naga;
Warga dapat menikmati 8 kali panen buah
naga setiap tahun dengan hasil 30-40 ton
setiap panen, dimana harga jual Rp 20
ribu/kg;
Pemasaran meluas hingga Makassar dan
Kendari, dan telah menjalin kemitraan
dengan Asosiasi Pedagang Buah.
PEMBELAJARAN
Inisiatif yang kuat dapat membawa perubahan
signifikan dengan dasar pengetahuan yang baik
dan mampu menunjukkan contoh nyata.
REKOMENDASI
o Perlu melibatkan BUMDes dalam
pemasaran sehingga dapat berkontribusi
dalam pendapatan asli desa (PAD), bila
BUMDes sudah dibentuk;
o Perlu pelatihan untuk produksi buah naga
yang tidak layak jual/apkir agar diolah
menjadi makanan olahan;
o Dengan semakin meluasnya jangkauan
pemasaran, kualitas panen perlu
dipertahankan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat dan prinsip-pronsip pengelolaan
keuangan organisasi khususnya P2KTD;
2. Menilai kondisi keuangan organisasi;
3. Menyusun rencana keuangan P2KTD dalam mendukung
penyelenggaraan kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Pemaparan, curah pendapat, praktek, pleno.
Media
Media Tayang 3.6.1: “Pengelolaan Keuangan”;
Lembar Kerja 3.6.1: “Formulir Identifikasi Kinerja Keuangan Organisasi”;
Lembar Kerja 3.6.2: “Menyusun Rencana Keuangan P2KTD”;
Lembar Informasi 3.6.1 “Mengelola Keuangan”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan, Manfaat dan Prinsip-prinsip Pengelolaan
Keuangan P2KTD
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembelajaran tentang “tujuan, manfaat dan prinsip-
prinsip pengelolaan keuangan P2KTD”;
a. Awali kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
sebagai berikut:
b. Apa yang Anda pahami tentang pengelolan keuangan P2KTD?
c. Mengapa P2KTD perlu memiliki kemampuan dalam mengelola
keuangan?
d. Bagaimana ruang lingkup pengelolaan keuangan P2KTD?
2. Lakukan tanya jawab dan curah pendapat, catat pendapat peserta
latih di kertas plano. Pelatih memberikan penegasan kembali dari
jawaban peserta;
3. Paparkan konsep dasar (tujuan, manfaat dan prinsip-prinsip dasar)
pengelolaan keuangan menggunakan media tayang yang telah
disediakan.
4. Setelah pemaparan, bandingkan dengan hasil curah pendapat
peserta mengenai definisi dan konsep dasar pengelolaan keuangan.
Berikan kesempatan pada peserta untuk sesi tanya-jawab;
5. Pelatih menutup sesi dengan menegaskan kembali konsep dasar dan
pengertian pengelolaan keuangan.
Biaya Total = biaya bahan langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung
Sub-
Kegiatan unit unit Hari Jumlah Total Total
A. Bahan
1. Kebutuhan
pelatihan (kertas
plano, spidol) 1 unit x 1 kalli x 1 300.000 300.000
2. Sewa LCD 1 unit x 1 kali x 3 100.000 300.000
3. Spanduk pelatihan 2 unit x 1 kali x 1 100.000 200.000
4. Souvenir peserta,
tas peserta, materi 1 pack x 1 time x 30 50.000 1.500.000
5. Cetak sertifikat 1 pack x 1 kali x 30 7.000 210.000
Sub-total 2.510.000
B.Transport Implementasi pelatihan ( 3 days)
6. Transport pelatih
reguler dan staf 3 orang x 1 kali x 3 150.000 1.350.000
7. Transport
narasumber 2 pack x 1 kali x 1 150.000 300.000
8. Lumpsum 5 pack x 1 kali x 3 50.000 750.000
Sub total 2.400.000
C. Honor SDM
9. Pelatih Senior 2 orang x 1 kali x 3 1.000.000 6.000.000
10. Tenaga
Ahli/Narasumber
Tambahan 2 orang x 1 kali x 1 750.000 1.500.000
11. Notulen & Admin
staff 1 orang x 1 kali x 3 500.000 1.500.000
Sub-total 9.000.000
Total Per Unit
Pelatihan 3 hari 13.910.000
Biaya yang dikeluarkan untuk satu unit pelatihan untuk 30 peserta selama 3 hari di desa
adalah Rp 13.910.000,- . Selanjutnya hitung dan kelompokkan satu persatu
Sub-
Kegiatan unit unit Hari Jumlah Total Total
A. Bahan
1. Kebutuhan pelatihan
(kertas plano, spidol) 1 unit x 1 kalli x 1 300.000 300.000
2. Sewa LCD 1 unit x 1 kali x 3 100.000 300.000
3. Spanduk pelatihan 2 unit x 1 kali x 1 100.000 200.000
Sub-
Kegiatan unit unit Hari Jumlah Total Total
4. Souvenir peserta, tas
peserta, materi 1 pack x 1 time x 30 50.000 1.500.000
5. Cetak sertifikat 1 pack x 1 kali x 30 7.000 210.000
Sub-total 2.510.000
B.Transport Implementasi pelatihan ( 3 days)
6. Transport pelatih
reguler dan staf 3 orang x 1 kali x 3 150.000 1.350.000
7. Transport narasumber 2 pack x 1 kali x 1 150.000 300.000
8. Lumpsum 5 pack x 1 kali x 3 50.000 750.000
Sub total 2.400.000
Total 4.910.000
Waktu per unit produk x Biaya tenaga kerja langsung per Biaya TKL Per
jasa jam Unit
40 jam x Rp Rp 51.041,- Rp 2.041.640,-
Biaya tidak langsung adalah semua biaya lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan
usaha, misalnya sewa dan listrik.
Penyusutan adalah hilangnya nilai peralatan dan ini merupakan biaya pada usaha
Anda. Biaya total membeli peralatan dibagi jumlah tahun yang anda harapkan peralatan
tersebut dapat digunakan. Di dalam ragam usaha, biaya penyusutan cukup tinggi,
sehingga penting untuk memasukkan penyusutan ke dalam biaya tidak langsung. Biaya
penyusutan biasanya diberlakukan untuk biaya peralatan yang memiliki nilai tinggi dan
tahan untuk waktu yang lama
Maka, biaya total per unit atau biaya produksi jasa pelatihan selama tiga hari untuk 30
peserta adalah Rp 16.319.640,-
Asuransi pegawai
BPJS
Mobil /kendaraan
Promosi penjualan
Pokok Bahasan 4
RENCANA BISNIS DAN
TINDAK LANJUT
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang rencana bisnis penyedia
peningkatan kapasitas teknis, diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat rencana bisnis P2KTD dalam
penyelenggara an kegiatan peningkatan kapasitas teknis di Desa;
2. Menyusun rencana bisnis P2KTD dibidang pengembangan ekonomi
lokal dan kewirausahaan dengan menggunakan Bussiness Model
Canvas.
Waktu
10 JP (450 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Praktik Bussiness Model Canvas, dan Pleno.
Media
Media Tayang 4.1.1: “Analisis Potensi Pasar P2KTD”;
Lembar Kerja 4.1.1: “Matrik Business Model Canvas”;
Lembar Informasi 4.1.1 “Penerapan Bussiness Model Canvas dalam
Rencana Bisnis P2KTD”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Rencana Bisnis P2KTD dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Teknis P2KTD
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “Tujuan Dan Manfaat Rencana
Bisnis Penyedia peningkatan kapasitas Teknis P2KTD” dengan
mengkaitkan hasil pembelajaran sebelumnya (PB 2 dan PB 3);
2. Pelatih memaparkan tujuan dan manfaat Rencana Bisnis P2KTD
dalam penyelenggaraan peningkatan kapasitas teknis di Desa
berdasarkan hasil analisis potensi dan peluang pasar khususnya
dibidang pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan di Desa
dengan menggunakan Media Tayang yang tersedia;
3. Berikan kesempatan peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat,
mengkritisi dan saran atas pemaparan yang dilakukan;
4. Lakukan penegasan secara ringkas dan jelas terkait isu-isu penting
yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyusunan rencana bisnis
P2KTD dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan kapasitas
teknis di Desa;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menyusun Rencana
Kerja Tindak Lanjut (RKTL) paska pelatihan untuk mendukung peningkatan
kapasitas organisasi dalam memberikan penyedia peningkatan kapasitas
teknis kepada Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
Media Tayang 4.2.1;
Lembar Kerja 4.2.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL);
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan WhiteBoard
Proses Pembelajaran
1. Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil dari
penyusunan RKTL kepada peserta;
2. Mintalah kepada masing-masing peserta untuk menyusun rencana
tindak lanjut pasca pelatihan bagi masing-masing P2KTD untuk
mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa atau secara tim
yang telah dibentuk di lokasi atau wilayah kerja masing-masing;
3. Diskusikan hasil reaksi masing-masing peserta dan buatlah
kesepakatan terkait rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam
rangka menindaklanjuti hasil pelatihan dengan menggunakan
Lembar Kerja 4.2.1;
4. Hasilnya rumusan RKTL kemudian ditempelkan di dinding untuk
dibahas dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapinya dan
kumpulkanlah gagasan pokok tentang tindak lanjut yang mungkin
dapat dilakukan baik secara individu maupun kelompok atau tim;
6. Tutup acara ini dengan permainan ringan untuk menyegarkan
suasana, untuk menimbulkan kesan yang positif pada akhir sesi
pelatihan;
7. Serahkan kembali kendali acara kepada panitia penyelenggara
untuk menutup secara resmi dan diakhiri dengan do’a.
4. Dll.
5.
6.
7.
8.
Catatan:
(1) Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi sesuai
kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain tentang rencana
tindak lanjut bagi P2KTD dalam mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa;
(2) Jelaskan proses atau langkah-langkah yang perlu dilakukan di setiap aspek yang
perlu ditindaklanjuti, seperti rapat internal, penyiapan dokumen pendukung
kelembagaan, konsultasi dengan pemerintah daerah, analisis dokumen
perencanaan Desa, kerjasama Pendamping Desa, berpartisipasi dalam bursa
inovasi dan lain-lain;
(3) Identifikasikan pemangku kepentingan yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam mendorong kegiatan tersebut baik internal maupun
eksternal;
(4) Identifikasikan potensi atau sumber daya pendukung disetiap aspek yang perlu
ditindaklanjuti;
(5) Tetapkan perkiraan waktu masing-masing tahapan yang telah direncanakan.
Pokok Bahasan 1
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DESA
A. Latar Belakang
Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa), memberikan
kewenangan, antara lain: kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
skala Desa, disamping meningkatkan kapasitas finansial Desa melalui, khususnya: Dana
Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD), agar Desa-Desa meningkat kemampuannya
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara efektif guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Namun demikian, disadari bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggarakan
pembangunan dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas. Keterbatasan itu
dapat dideteksi pada aras pelaku (kapasitas aparat Pemerintah Desa dan Masyarakat),
kualitas tata kelola Desa, maupun support system yang mewujud melalui regulasi dan
kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa. Hal itu, pada akhirnya mengakibatkan
kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian dan pemanfaatan kegiatan
pembangunan kurang optimal, sehingga kurang memberikan dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Merespon kondisi itu, Pemerintah sesuai amanat UU Desa, menyediakan tenaga
pendamping profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD),
sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Pusat, untuk memfasilitasi Pemerintah Desa
melaksanakan UU Desa secara konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga
pendamping profesional dengan demikian menjadi isu krusial dalam pelaksanaan UU
Desa. Penguatan kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga
pendamping menjadi agenda strategis Pendampingan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspek lain yang juga harus diperhatikan secara serius dalam pengelolaan
pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan, dan up to
date, mengenai kondisi objektif maupun perkembangan Desa-Desa yang menunjukkan
pencapaian pembangunan Desa. Ketersediaan data sangat penting bagi semua pihak
yang berkepentingan, khususnya bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan
pembangunan. Pegelolaan data dimaksud dalam skala nasional, dengan kondisi wilayah,
khususnya Desa-Desa di Indonesia yang sangat beragam, tentu memiliki tantangan dan
tingkat kesulitan yang besar.
Koreksi atas kelemahan/kekurangan dan upaya perbaikan terkait isu-isudi atas
terus dilakukan Kemendesa PDTT secara pro aktif, salah satunya dengan meluncurkan
Program Inovasi Desa (PID). PID dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi
penguatan kapasitas Desa yang diorientasikan untuk memenuhi pencapaian target
RPJM Kemendesa PDTT-Program prioritas Menteri Desa PDTT, melalui peningkatkan
produktivitas perdesaan dengan bertumpu pada tiga bidang kegiatan utama:
1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha
masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa), Badan Usaha Milik antar Desa, Produk unggulan desa guna
mendinamisasi perekonomian Desa.
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas
perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek
maupun dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang
pendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak
hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga
pengurangan beban biaya, dan hilangnya potensi di masa yang akan datang.
Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas
SDM ini, juga untuk merangsang sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial
terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan
Desa, dan
3. Pemenuhan dan peningkatan perdesaan, khususnya yang secara langsung
berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang memiliki
dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
Selain itu, PID juga menjadi sarana memfasilitasi penguatan manajemen
Pendampingan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan
pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.
Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah inovasi/kebaruan dalam praktik
pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja
Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai
pengetahuan untuk ditularkan secara meluas. PID juga memberikan perhatian terhadap
dukungan teknis dari penyedia jasa teknis secara professional. Dua unsur itu diyakini
akan memberikan kontribusi signifikan terhadap investasi Desa, yaitu pemenuhan
kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang didanai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APB Desa), khususnya DD. Dengan demikian, PID diharapkan dapat
menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang berkualitas, merangsang
munculnya inovasi dalam praktik pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan
Dana Desa secara tepat dan seefektif mungkin.
PID adalah tindak lanjut dari dukungan Bank Dunia terhadap pelaksanaan Undang-
Undang Desa dan komitmen untuk mendukung program Kemendesa PDTT dalam
membangun Desa kreatif dan berinovasi untuk mendorong pengembangan ekonomi
B. Tujuan
Kegiatan PID bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa
dengan memberikan banyak referensi dan inovasi pembangunan desa dalam rangka
mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan, serta membangun
kapasitas desa yang berkelanjutan.
C. Sasaran
1. Menguatkan kepemimpinan dan pengelolaan PID berfokus pada hasil
2. Mengefektifkan pengelolaan program P3MD, PID dan Pengelolaan Data.
3. Meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan dalam mengelola pembangunan
dan kegiatan produktif yang didanai melalui Dana Desa.
4. Meningkatkan produktivitas ekonomi desa dan kawasan perdesaan
D. Prinsip-Prinsip Pengelolaan
Pengelolaan PID didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Taat hukum;
2. Transparansi;
3. Akuntabilitas;
4. Partisipatif;
5. Kesetaraan Jender.
E. Ruang Lingkup
Secara skematis ruang lingkup Program Inovasi Desa digambarkan sebagai berikut:
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) adalah organisasi atau lembaga
yang memiliki keahlian tertentu dan diakui secara profesional serta berkomitmen
membantu desa dalam meningkatkan kualitas pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa di bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal,
Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan . Jenis layanan teknis yang disediakan
P2KTD meliputi tiga bidang kegiatan utama yang tidak dapat diberikan oleh
pendamping profesional dalam mendukung kemandirian desa, antara lain: (1)
Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal, (2) Pengembangan Sumber Daya
Manusia (pelayanan sosial dasar, dan kewirausahaan sosial) dan (3) desa. P2KTD
memberikan pelayanan dalam bentuk dukungan teknis berupa pelatihan, konsultasi,
bimbingan teknis, mentoring, dan studi sesuai dengan kebutuhan Desa, P2KTD dapat
memfasilitasi Desa dalam mengidentifikasi, mengorganisir dan memanfaatkan jaringan
kerja yang mendukung meningkatkan produktivitas dan hasil guna kegiatan di Desa.
F. Bidang Kegiatan
Bidang kegiatan Program Inovasi Desa, meliputi:
1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat,
maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa),
Badan Usaha Milik antar Desa, Produk unggulan desa guna mendinamisasi
perekonomian Desa;
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas
perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek maupun
dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya ditilik dari
aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga pengurangan beban biaya,
dan hilangnya potensi di masa yang akan datang. Disamping itu, penekanan isu
pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas SDM ini, juga untuk merangsang
sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial terkait pendidikan dan kesehatan
dasar dalam penyelenggaraan pembangunan Desa; dan
3. Pemenuhan dan peningkatan perdesaan, khususnya yang secara langsung
berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang memiliki dampak
menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
G. Daftar Larangan
Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa antara
lain:
1. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis.
2. Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang mempekerjakan anak.
3. Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berdampak merusak lingkungan
hidup.
Lembar Informasi
SPB
Penyedia Peningkatan
1.1.2
Kapasitas Teknis Desa
dalam Program Inovasi
Desa
A. Dasar Pemikiran
Program Inovasi Desa merupakan salah satu upaya Kemendesa PPDT dalam
mempercepat penanggulangan kemiskinan di Desa melalui pemanfaatan dana desa
secara lebih berkualitas dengan strategi pengembangan kapasitas desa secara berke-
lanjutan khususnya dalam bidang pengembangan sumber daya manusia,
pengembangan sumber daya manusia: Pelayanan Sosial Dasar , serta Desa.
Dana Desa menumbuhkan kebutuhan penyedia peningkatan kapasitas teknis yang
beragam yang tidak dapat dipenuhi oleh OPD terkait dan pemangku kepentingan
professional. Sementara itu, Desa memiliki keterbatasan dalam mengakses Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa professional yang berasal dari lembaga swadaya
masyarakat, Universitas, Asosiasi profesi dan perusahaan. Kondisi tersebut mendorong
kebutuhan pasar akan penyedia peningkatan kapasitas teknis dalam mendukung
pembangunan desa. Di sisi lain, lembaga Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa
yang professional belum memanfaatkan peluang penyedia peningkatan kapasitas ini
karena keterbatasan informasi serta kurangnya dukungan dari pemangku kepentingan
terkait.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendekatkan kebutuhan desa dengan
pihak Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa dan menjamin tersedianya penyedia
peningkatan kapasitas yang berkualitas diperlukan sistem layanan yang dapat diakses
dengan mudah oleh desa. Oleh karena itu, penyedia peningkatan kapasitas teknis yang
sudah ada perlu diorganisir dan diperkuat kapasitasnya agar dapat memberikan
pelayanan secara lebih berkualitas dan berkelanjutan sesuai kebutuhan Desa. Desa
diharapkan memiliki pilihan untuk mendapatkan penyedia peningkatan kapasitas teknis
yang berkualitas dalam mendukung pelaksanaan pembangunan Desa.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495). (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi
Nasional(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 97);
4. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 03 Tahun 2012, Nomor: 36
Tahun 2012 Tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah(Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 484);
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2012 Tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 338).
6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 161);
7. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemangku kepentinganan Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 160);
8. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 1359).
D. Pengertian
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa
adalah lembaga profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, dan Desa. P2KTD bersifat mendukung pendampingan teknis yang dilakukan
oleh OPD kabupaten/kota dan tenaga Pendamping Profesional.
F. Target Capaian
Dalam rangka mendukung Program Inovasi Desa (PID) perlu disediakan 2.604 P2KTD
meliputi bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, pengembangan
sumber daya manusia, dan desa yang diharapkan dapat mendampingi 14,000 desa.
G. Prinsip-Prinsip
Dalam menjalankan perannya, P2KTD bekerja atas dasar prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1. Profesional, memberikan pelayanan teknis berkualitas teknis sesuai standar
safeguard dan peraturan yang berlaku.
2. Tanggungjawab Sosial, pelayanan didasarkan atas komitmen menumbuhkan
kewirausahaan sosial (sosial entrepreneurship);
3. Inklusi Sosial (Social Inclusion), menghormati kesetaraan, berpihakan pada
perempuan, berkebutuhan khusus, dan mendorong kohesi sosial;
4. Ramah Lingkungan, mendorong penerapan teknologi yang tepat guna dan ramah
lingkungan;
5. Tata kelola, Penyedia peningkatan kapasitas yang diberikan harus bersifat
transparan, partisipatif, dan akuntabel.
H. Pemangku Kepentingan
1. Satker Dekonsentrasi P3MD/PID Provinsi
Satker Dekonsentrasi P3MD/PID dalam Program Inovasi Desa memiliki tugas dan
tanggungjawab sebagai berikut:
(a) Mensosialisasikan P2KTD.
(b) Menyelenggarakan orientasi P2KTD.
(c) Menyelenggarakan orientasi Pokja P2KTD.
(d) Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan dan pengendalian P2KTD.
(e) Melaporkan kegiatan orientasi dan layanan teknis P2KTD.
(f) Melaporkan seluruh kegiatan yang terkait dengan penggunaan dana
dekonsentrasi P2KTD.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah kabupaten/kota melalui OPD terkait memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi pembentukan Pokja P2KTD;
(b) Melakukan sosialisasi P2KTD;
(c) Memberikan dukungan regulasi untuk keberlanjutan P2KTD;
(d) Menyelenggarakan rapat koordinasi P2KTD;
(e) Melakukan pembinaan dan pengendalian kepada P2KTD dalam memberikan
layanan teknis kepada desa;
(f) Melaporkan kegiatan P2KTD ke provinsi.
3. Pokja P2KTD
Pokja P2KTD merupakan struktur dibawah Tim Inovasi Kabupaten yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa.
Pokja P2KTD terdiri dari OPD terkait dan mempunyai tugas sebagai berikut:
(a) Melaksanakan identifikasi dan verifikasi P2KTD untuk kebutuhan direktori yang
meliputi: kriteria, pengumuman dan pendaftaran calon P2KTD. Kriteria P2KTD
Tenaga ahli PID Provinsi untuk peningkatan kapasitas program Inovasi Desa memiliki
tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
(a) Mengkoordinasikan identifikasi,verifikasi, dan publikasi direktori P2KTD.
(b) Membantu tugas-tugas Satker Dekonsentrasi Provinsi terutama dalam kegiatan
sosialisasi, publikasi P2KTD dan pelatihan.
(c) Melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap TAPM dalam seluruh proses
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
(d) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pelaksanaan
kegiatan P2KTD .
(e) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD
(f) Melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap PD dan PLD terkait dengan
P2KTD;
(g) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pengembangan
kapasitas P2KTD termasuk penyediaan data dan informasi terkait P2KTD;
(h) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi kegiatan sosialisasi P2KTD di Kecamatan dan Desa;
(b) Memfasilitasi TPID dalam proses identifikasi, perumusan dan prioritas, serta
penetapan P2KTD sesuai kebutuhan Desa;
(c) Memfasilitasi forum Musyawarah Desa untuk pertanggungjawaban hasil kerja
P2KTD;
(d) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
I. Ruang Lingkup
Jenis layanan teknis yang disediakan P2KTD meliputi tiga bidang kegiatan utama dalam
mendukung kegiatan inovasi desa yang tidak dapat diberikan oleh pendamping
profesional dalam mendukung kemandirian desa. Bidang kegiatan dimaksud terdiri dari:
(1) Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, (2) Pengembangan Sumber Daya
Manusia, serta (3) Desa. P2KTD memberikan pelayanan dalam bentuk dukungan teknis
berupa pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, dan studi sesuai dengan
kebutuhan inovasi Desa. Layanan P2KTD dapat diberikan dalam tahapan perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan, dan evaluasi.
J. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan P2KTD di dalam Program Inovasi Desa meliputi: (1) sosialisasi di
Provinsi dan Kabupaten, (2) Pembentukan Pokja P2KTD, (3) Pelatihan Pokja P2KTD-TIK
(4) Penyusunan direktori P2KTD, (5) Pemanfaatan P2KTD.
1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk memperkenalkan arti penting keberadaan P2KTD
kepada OPD Provinsi dan Kabupaten, calon-calon potensial P2KTD maupun kepada
Desa sebagai calon pengguna penyedia peningkatan kapasitas teknis. Secara khusus,
kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk: (a) mensosialisasikan program PID, (b)
menginfomasikan adanya kebutuhan pasar penyedia peningkatan kapasitas teknis
kepada lembaga penyedia jasa professional (LSM, Perusahaan, lembaga penelitian,
Universitas dan perusahaan, (c) menginfomasikan kepada desa mengenai keberadaaan
penyedia peningkatan kapasitas teknis untuk meningkatkan kualitas perencananaan dan
pelaksanaan pembangunan desa.
a. Sosialisasi di provinsi
Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan di provinsi dan akan difasilitasi oleh Satker Propinsi
dengan dibantu oleh tenaga ahli provinsi. Peserta sosialisasi terdiri dari OPD terkait dan
calon P2KTD dari provinsi dan kabupaten.
b. Sosialisasi di Kabupaten/kota
Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan di kabupaten/kota dan akan difasilitasi oleh Tim
Inovasi Kabupaten (TIK) dengan dibantu oleh tenaga ahli kabupaten. Peserta sosialisasi
terdiri dari OPD terkait, Camat, TPID, kepala desa dan BPD, perguruan tinggi, LSM,
organisasi profesi, organisasi sosial dan pihak swasta.
5. Pemanfaatan P2KTD
Identifikasi Kebutuhan P2KTD ke Desa-Desa (TPID)
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kegiatan Desa yang membutuhkan
Penyedia peningkatan kapasitas teknis. Identifikasi dilakukan oleh TPID yang menangani
kegiatan P2KTD dengan mengecek APB Desa 2017 khususnya untuk bidang kegiatan
ekonomi lokal dan kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan .
Kegiatan yang membutuhkan P2KTD adalah kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan oleh
Kader Pembangunan Desa maupun oleh tenaga Pendamping profesional karena
membutuhkan keahlian khusus. Kegiatan penyedia peningkatan kapasitas teknis yang
dapat diberikan oleh P2KTD meliputi pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring,
studi kelayakan dan pengembangan jejaring sesuai dengan kebutuhan inovasi Desa.
Orientasi P2KTD
Orientasi P2KTD bertujuan untuk mempersiapkan P2KTD dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan ketentuan program inovasi desa. Penyelenggaraan orientasi dilaksanakan
di provinsi. Peserta orientasi P2KTD terdiri dari maksimal 6 orang per kabupaten yang
mewakili 6 P2KTD. Pemilihan peserta orientasi dilakukan oleh TIK- Pokja P2KTD
berdasarkan usulan TPID dengan mempertimbangkan penyedia peningkatan kapasitas
teknis yang paling banyak dibutuhkan oleh desa dalam skala kabupaten.
A. Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Definisi Desa dijelasakan
bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentangg Desa, membuka harapan
bahwa desa didudukkan kembali posisinya sebagai kesatuan masyarakat hukum adat
sesuai hak asal usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan
local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa
Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.
Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asalusul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat,
sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat
hokum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Dengan demikian, kewenangan desa selain berupa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa, juga memperoleh kewenangan dari
pemerintah tingkat atasnya (Pemerintah Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/kota)
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu, yaitu penugasan. Pasal 22 UU.
No.6 Tahun 2014, Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Penugasan
tersebut disertai dengan biaya.
C. Kelembagaan Desa
Pembagian tugas dan fungsi setiap lembaga desa ditujukan untuk mengefektifkan
pelaksanaan seluruh kewenangan desa, sehingga senantiasa dihindari kemungkinan
adanya tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga desa. Namun, mengingat
pelaksanaan kewenangan desa merupakan satu kesatuan sistemik yang terbagi habis ke
dalam tugas dan fungsi setiap lembaga desa, maka pasti akan terjadi hubungan kerja
antar lembaga-lembaga desa tersebut. Oleh karena itu, keberadaan lembaga desa
senantiasa berperan untuk melaksanakan kewenangan desa sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing, dan mengingat kewenangan desa merupakan suatu kesatuan
sistemik, maka pasti akan terjadi hubungan kerja antara lembaga-lembaga desa
tersebut, serta dihindari kemungkinan adanya tumpang tindih tugas antar lembaga-
lembaga desa tersebut.
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa,
berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin
masyarakat. Meskipun Kepala desa memperoleh banyak penugasan dari pemerintah,
tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala
desa adalah pemimpin masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat,
yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan
melayani warga masyarakat.Kepala desa berbeda dengan camat maupun lurah.Camat
merupakan pejabat administratif yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati/Walikota.Bupati/Walikota yang berwenang mengangat dan memberhentikan
Camat.
UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi
masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal
(local self government).Dalam rangka self governing community Kepala Desa (Kades)
sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan
dan pengawasan tetapi tidak memerintah.Sedangkan dalam rangka local self
government Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling
kecil dan paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masa jabatan kepala Desa diatur dalam Pasal 39 UU No. 6/2014 yakni;
(2) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
(3) Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan pelaksana
teknis. Perangkat desa bertugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas
nama Bupati/Walikota. Persyaratan pengangkatan perangkat desa:
(1) berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat;
(2) berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
(3) terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1
(satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
(4) syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
klaim atas identitas, sumberdaya, legitimasi dan hak. Tindakan negara menghadapi
klaim-klaim itu menjadi isu penting dalam pembicaraan tentang rekognisi.
Meskipun rekognisi lahir dari konteks multikulturalisme, tetapi ia terkait dengan
keadilan, kewargaan dan kebangsaan; bahkan mempunyai relevansi dengan
desentralisasi. Pada titik dasar, rekognisi terletak pada jantung kontestasi ganda di
seputar kewargaan, hak, politik identitas, klaim redistribusi material dan tuntutan akan
kerugian masa silam yang harus diakui dan ditebus (Janice McLaughlin, Peter Phillimore
dan Diane Richardson, 2011).
Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu bersifat
kontekstual, konstitusional, dan merupakan hasil dari negosiasi politik yang panjang
antara pemerintah, DPR, DPD dan juga desa. Sesuai amanat konstitusi negara (presiden,
menteri, lembaga-lembaga negara, tentara, polisi, kejaksaan, perbankan, dan lembaga-
lambaga lain), swasta atau pelaku ekonomi, maupun pihak ketiga (LSM, perguruan
tinggi, lembaga internasional dan sebagainya) wajib melakukan pengakuan dan
penghormatan terhadap keberadaan (eksistensi) desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum. Eksistensi desa dalam hal ini mencakup hak asal-usul (bawaan maupun prakarsa
lokal yang berkembang) wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata lokal,
lembaga-lembaga lokal, identitas budaya, kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun
kekayaan desa.
Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman desa,
kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan pemerintahan, namun UU
Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam bentuk alokasi dana dari APBN
maupun APBD. Di satu sisi rekognisi dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati
identitas, adat-istiadat, serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk
keadilan kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada desa merupakan resolusi
untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi, eksploitasi dan
marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa juga melakukan proteksi
terhadap desa, bukan hanya proteksi kultural, tetapi juga proteksi desa dari imposisi dan
mutilasi yang dilakukan oleh supradesa, politisi dan investor.
Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas subsidiaritas. Asas
subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang selama ini diterapkan dalam UU
No. 32/2004. Asas residualitas yang mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa
seluruh kewenangan dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
terakhir di tangan pemerintah kabupaten/kota. Dengan asas desentralisasi dan
residualitas itu, desa ditempatkan dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota, yang
menerima pelimpahan sebagian (sisa-sisa) kewenangan dari bupati/walikota.
Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk koeksistensi
manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi dan menggantikan
organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya,
tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah
memberikan bantuan (dari bahasa Latin, subsidium afferre) kepada organisasi yang lebih
kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih
kecil-bawah, ketimbang dipaksa dari atas (Alessandro Colombo, 2012). Dengan kalimat
lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan
kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal
di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi,
sering sebagai bagian dari tawar-menawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang
berdaulat (mandiri) dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak
mengurangi risiko-risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah dari
pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas sentral. Berangkat dari ketakutan
akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan otoritas sentral (pemerintah
lebih tinggi) dan sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil
keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri (Christopher Wolfe, 1995;
David Bosnich, 1996; Andreas Føllesdal, 1999).
Tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat
setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini
desa, yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah
lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan
masyarakat setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan
seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala desa
menjadi kewenangan desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU No. 6/2014
subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal berskala desa menjadi
kewenangan desa. Penetapan itu berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau
pembagian yang lazim dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi.
Sepadan dengan asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal-
usul desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus
memberi batas-batas yang jelas tentang kewenangan desa tanpa melalui mekanisme
penyerahan dari kabupaten/kota. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan
(intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal desa, melainkan melakukan dukungan
dan fasilitasi terhadap desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan
mendukung prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan penting UU No.
6/2014, yakni memperkuat desa sebagai subyek pembangunan, yang mampu dan
mandiri mengembangkan prakarsa dan aset desa untuk kesejahteraan bersama.
E. Kewenangan Desa
Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, diatur di Bab
IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 (lima) pasal, yaitu pasal 18 sampai pasal 22.
Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerbitkan
Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan
Menteri ini menjadi acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam
menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa.
Tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Nomor
44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya Peraturan tersebut,
ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya mengacu pada Permendagri No.
44 tahun 2016. Bacaan di bawah ini merupakan ringkasan atas Permendagri tentang
Kewenangan Desa tersebut.
1. Ruang Lingkup
Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dimaksudkan dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas Desa dalam menata kewenangan Desa sesuai
asas rekognisi dan asas subsidiaritas dan pelaksanaan penugasan dari Pemerintah
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.
Tujuan penetapan Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dalam rangka
mendorong proporsionalitas pelaksanaan bidang kewenangan desa yang meliputi: (1)
penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (2) pelaksanaan Pembangunan Desa; (3)
pembinaan kemasyarakatan Desa; dan (4) pemberdayaan masyarakat Desa.
(1) Perincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan
berdasarkan hak asal usul lainnya dengan mengikutsertakan Pemerintah Desa.
(3) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menetapkan kewenangan hak asal usul lainnya dengan
memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan.
(4) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul diatur dan diurus oleh Desa.
Faktor kunci lain dalam pelaksanaan Musdes adalah peran Ketua Badan
Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pimpinan rapat, hal ini sebagaimana diatur dalam
Permen Desa, PDT dan Transmingrasi Nomor 2 tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib
dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Selain memimpin
penyelenggaran Musyawarah Desa, Ketua BPD bertugas menetapkan panitia,
mengundang peserta Musdes, serta menandatangi berita acara Musyawarah Desa.
Undang-Undang Desa mensyaratkan pelaksanaan Musyawarah Desa berlangsung
secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel. Beberapa tipe kepemimpinan
yang ada di Desa dalam pelaksanaanya tergambar dalam tindakan sebagai berikut;
Partisipatif. Musyawarah Desa yang diharapkan sebagaimana amanat Undang-
Undang Desa adalah adanya pelibatan masyarakat secara keseluruhan, bagi pemimpin
dengan tipe kepemimpinan regresif partisipasi masyarakat dalam Musdes tidak
diharapkan, bahkan pemimpin tipe ini cenderung menolak menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Kepemimpinan konservatif-involutif melaksanakan Musyawarah
Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, daftar peserta akan diseleksi terlebih dahulu
dipilih dari sekian calon peserta Musdes yang dapat dikendalikannya. Sedangkan
kepemimpinan inovatif-progresif dalam peleksanaan Musdes akan melibatkan setiap
unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempua, hingga
perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa.
Demokratis. Setiap orang dijamin kebebasan berpendapat serta mendapatkan
perlakuan yang sama dalam forum Musdes. Pada kepemimpinan regresif biasanya tidak
mengingginkan pendapat, masukan dari orang lain bila ada masyarakat yang kritis
cenderung akan di intimidasi. Kepemimpinan konservatif-involutif, cenderung akan
melakukan seleksi siapa yang diinginkan pendapatnya, masukan terutama dari atasan
akan lebih diperhatikan, dalam forum Musdes pendapat atau masukan cenderung di
setting atau diatur terlebih dahulu agar dapat menguntungkan dirinya. Pada
kepemimpinan inovatif-progresif, Setiap warga dijamin kebebasan berpendapatnya dan
mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan melindunginya dari ancaman dan
intimidasi.
Transparan. Peserta Musdes mendapatkan informasi secara lengkap dan benar
perihal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas. Pada kepemimpinan regresif
cenderung menolak untuk transparan, tidak akan memberikan informasi apapun kepada
masyarakatnya meskipun menyangkut kepentingan masyarakatnya sendiri. Sedangkan
kepemimpinan konservatif-involutif, transparansi akan dilakukan terbatas, informasi
hanya diberikan kepada pengikut atau pendukungnya saja. Tipe kepemimpinan inovatif-
progresif akan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakatnya, semakin luas
serta lengkap informasi yang disampaikan kepada masyarakat dianggap akan dekat
dengan kesuksesan program Desa.
Akuntabel, Hasil Musdes termasuk tindaklanjutnya harus dipertanggung-
jawabkan kepada masyarakat Desa. Kepemimpinan regresif cenderung tidak akan
menyampaikan keputusan musyawarah Desa, kecenderungan untuk menolak
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Pada kepemimpinan
Daftar Pustaka
Inu Kencana (2003) Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT. Refika.
Mochammad Zaini Mustakim (2015) Buku 2: Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna.
Soetoro Eko., dkk. (2015). Regulasi Baru Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat Undang-
Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);
http://spikir.blogspot.co.id/2014/05/peran-kepemimpinan-kepala-desa-dalam.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/1566/1259
http://regulasidesa.blogspot.co.id/2016/03/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
A. Pendahuluan
Angka pengangguran dan kemiskinan masih terbilang tinggi, salah satu penyebabnya
karena geliat kewirausahaan yang kurang memiliki kemanfaatan dan nilai sosial bagi
masyarakat banyak. Kewirausahaan yang berjalan selama ini hanya mampu menciptakan
lapangan kerja dan menciptakan hubungan dua arah antara penguasa dan pekerja.
Masyarakat hanya sekedar menjadi objek menjadi pelanggan atau konsumen.
Persaingan bisnis yang begituketat, membuat sebagian pengusaha mengabaikan nilai-
nilai sosial dan kemanusiaan.
Kondisi ini memunculkan pendekatan baru dalam dunia kewirausahaan yang
disebut dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship
merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang
kewirausahaan sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social
enterpreneur sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan
kemampuan kewirausahaanuntuk melakukan perubahan sosial, terutama meliputi
bidang kesejahteraan pendidikan dan kesehatan .
Perbedaan pokok antara business entrepreneur dengan social entrepreneur
terletak pada pemanfaatan hasil investasi dan pola hubungan antara pekerja dan pelaku
usaha, Business entrepreneur menggunakan keuntungan yang diperoleh dimanfaatkan
untuk ekspansi usaha dan pola hubungan di antara para pelaku sebagaia subjek dan
objek dari usahanya. Dalam Kewirausahaan sosial masyarakat berperan sebagai mitra
strategis usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi
dalam kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya
bersinergi dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan,
keadilan sosial dan pemerataan pendapatan. Social entrepreneur menggunakan
keuntungan yang didapat, sebagian atau seluruhnya, diinvestasikan kembal untuk
pemberdayaan masyarakat/para pelaku.
Kegiatan yang dilakukan oleh wirausahawan sosial haruslah merupakan kegiatan yang
dapat bermanfaat secara sosial baik itu untuk kepentingan nirlaba maupun prolaba.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan
masyarakat dengan memberdayakan masyarakat termasuk masyarakat yang kurang
mampu secara finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama
menggerakkan usahanya agar menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha
atau keuntungannya dikembalikan kembali ke masyarakat untuk meningkatkan
pendapatannya. Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu
menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect untuk
menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan sosial.
Namun dalam tren global, dikotomi semacam itu kian kabur, sebab business
entrepreneur dan social entrepreneur sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang
sama, yaitu inovasi, manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi untuk mencapai
tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu
dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka
peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Seorang wirausaha sosial memainkan peran sebagai agen perubahan di sektor
sosial, seperti:
Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak
hanya nilai pribadi),
Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi sosial
tersebut.
Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan
sumberdaya yang bekerja samaMeski terbilang baru, namun geliat kewirausahaansosial
kini sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia.
Mulai dikenal secara luas sejak keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad
Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam
mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah
membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial.
Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman
tanpa jaminan. Grameen bank memberdayakan masyarakat kurang mampu secara
finansial, sehingga ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan
dampak tidak langsung sebagai multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha
Kecil Menengah Baru (UKM).
Di Indonesia, salah satu penggerak kewirausahaan sosial diantaranya Bambang
Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan mendirikan sebuah yayasan
yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I Sayogo dan Ir
Suradiman pada tahun 1967. Upaya yang dilakukannya melalui pemberdayaan
masyarakat miskin melalui kegiatan keuangan mikro dan usaha mikro dengan
mengutamakan pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial.
Nalacity Foundation, organisasi kewirausahaan sosial yang didirikan sebagai
bentuk kepedulian kepada kaum marjinal ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala,
Tangerang. Nalacity memberdayakan komunitas tersebut melalui kerajinan tangan
berupa jilbab. Produk yang dihassilkan dijual di Jakarta, dan keuntungan yang diperoleh
digunakan kembali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Sitanala. Ibu-ibu
yang menjadi penerima manfaat program dari Nalacity ini meningkat pendapatannya.
mereka bisa menghidupi keluarga dan menabung . Sebagian dari tabungan mereka
gunakan untuk mengembangkan usaha lainnya seperti pertanian, peternakan, dan bisnis
lainnya.
Selain Yayasan Bina Swadaya dan Nalacity Foundation, ada banyak organisasi atau
perseorangan yang memiliki perhatian di bidang kewirausahaan sosial seperti; Erie
Sudewo, dkk (Dompet Dhuafa), Tri Mumpuni, dkk (IBEKA), Rhenald Kasali, dkk (Rumah
Perubahan), Septi Peni Wulandani, dkk (Sinergi Kreatif). Kesemuanya memiliki perhatian
di bidang kewirausahaan sosial masing-masing dengan memberdayakan masyarakat
melalui optimalisasi potensi lokal masyarakat yang diberdayakan.
Ada tiga aspek penting dalam kewirausahaan sosial, yaitu:
1. Voluntary Sector bersifat suka rela.
2. Public Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
3. Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa
termasuk unsur kepentingan profit.
Kemampuan social-entreprenuers untuk memberikan nilai tambah baik kepada
lingkungan sosial-nilai dan ekonomi di lingkungan sekitarnya telah membuat kegiatan
seperti ini semakin mengambil peran vital dalam pembangunan nasional secara luas.
Dalam buku The Power of Unreasonable People yang ditulis oleh direktur non eksekutif
SustainAbility, John Elkington dan Managing Director Schwab Foundation, Pamela
Hartigan, entrepreneur sosial berhasil menciptakan struktur yang termasuk dalam tiga
kategori atau model bisnis berbeda:
Pertama, model usaha "nirlaba pengungkit". Usaha jenis ini bisa kita lihat dalam
gerakan yang dilakukan oleh LSM, komunitas peduli, badan amal, dan sebagainya.
Model bisnis ini menggantungkan keberlangsungan pendanaan pada kedermawanan
orang lain, yang biasanya datang dari inidividu, yayasan atau pemerintah. Pendekatan
ini akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan model bisnis pro-laba karena akan
menghalangi peluang ekspansi, penghentian dana dari para filantropis akan mematikan
kinerja.
Kedua, usaha "nirlaba hibrida". Model bisnis ini mengalami eksperimentasi paling
besar yang merupakan penggabungan strategi nirlaba dan pendapatan yang dihasilkan
dalam satu kesatuan dan membentuk kekuatan hibrida. Usaha ini menyediakan
barang/jasa bagi penduduk yang tidak terjangkau oleh pasar pada umumnya., dimana
keuntungan bukan sesuatu yang harus dihindari. Organisasi jenis ini memiliki dua sisi,
seperti Waste Concern di Bangladesh yang merupakan prototipe usaha hibrida, memiliki
divisi nirlaba yang berfokus pada proyek percontohan energi bersih dan daur ulang,
sedangkan divisi pro-labanya berfokus pada bidang energi lestari, proyek limbah, dan
konsultan.
Ketiga, bisnis sosial, yaitu badan usaha pro-laba yang berfokus pada misi sosial.
Keuntungan dihasilkan, tetapi tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan
pengembalian finansial bagi pemegang saham melainkan untuk memberi keuntungan
secara finansial kepada kelompok berpenghasilan rendah serta menumbuhkan usaha
sosial dengan investasi ulang. Dengan kemandirian penghasilan tersebut, bisnis sosial
mampu menjangkau dan terus berekspansi hingga melayani lebih banyak orang.
Entrepreneur pendiri harus menerapkan peran kepemimpinan yang kuat, tetapi hal ini
eringkali menyulitkan susksesi. Hal tersebut dapat teratasi dengan inisiatif entrepreneur
sosial yang terlibat untuk menyalurkan visi dan misinya kepada generasi selanjutnya.
Terdapat kesamaan umum dari semua model kewirausahaan sosial, yaitu tentang
hal yang mendorong dan mendasari kewirausahaan sosial untuk menciptakan nilai
sosial, bukan untuk menciptakan kekayaan pribadi atau kekayaan para pemegang saham
(Zadek & Thake, 1997).
Kewirausahaan sosial juga ditandai oleh adanya suatu inovasi, atau penciptaan
sesuatu yang baru, bukan hanya melakukan replikasi semata terhadap praktik bisnis
yang sudah ada. Pemicu utama dari kegiatan kewirausahaan sosial adalah masalah sosial
aktual yang sedang ditanganinya, dimana organisasi mengambil keputusan dalam
pengelolaan sumber daya berdasarkan format yang paling efektif yang dibutuhkan
untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, kegiatan kewirausahaan sosial
tidak ditentukan oleh badan hukum, dimana suatu kegiatan dapat ditempuh melalui
berbagai kendaraan organisasi atau lembaga, baik melalui organisasi nirlaba, sektor
bisnis, maupun sektor pemerintah.
Mencetak entrepreneur. Sosiolog David McClelland menyebut, bila ingin menjadi negara
maju, maka 2 persen warga harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang
wirausaha member pekerjaan kepada 8 orang lainnya. seseorang yang dapat melihat
tantangan sebagai peluang dan memperjuangan penciptaan nilai multidimensi dalam
setiap bentuk usaha mereka. Tantangannya bagaimana mendorong para entrepreneur
yang sudah ada dan menciptakan entrepreneur baru agar menggunakan pendekatan
kewirausahaan sosial, tidak semata-mata bisnis tetapi juga mempunyai kepedulian sosial
untuk perubahan sosial. Entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme baru,
termasuk didalamnya technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan
menambah riwayat panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa
sedikitpun mendapat kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara.
(pendidikan untuk para pemimpin)
Dinamika permasalahan sosial. Permasalahan sosial semakin lama semakin
kompleks. Perkembangan penduduk memberikan tekanan pada pembukaan dan
pemanfaatan lahan yang cenderung eksploittaif menyebabkan semakin parahnya
kerusakan lingkungan. Sumberdaya alam yang sifatnya tetap dan sebagian tidak
terbarukan diperebutkan oleh lebih banyak populasi. Pada sisi lain tuntutan kebutuhan
manusia juga semakin tinggi dan lebih bervariasi, kesenjangan sosial ekonomi
masyarakat semakin tinggi sehingga menimbulkan banyak tekanan, pengangguran, dan
kemiskinan.
Teknologi. Daya saing perusahaan pada era globalisasi ini secara signifikan sangat
ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi. Teknologi
akan sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menguasai pasar,
menghasilkan laba, dan bertahan hidup. Teknologi yang ada sifatnya mudah usang
sebagai akibat dari inovasi yang semakin maju dan semakin cepat sehingga siapa pun
pengusaha atau perusahaan yang tidak secara cepat mengimbangi perkembangan
teknologi akan ditinggalkan pasar. Sebagai contoh produsen telepon seluler yang agak
lambat mengeluarkan modelnya akan ditinggalkan oleh konsumen (Nokia merupakan
pemimpin pasar dan yang lainnya, seperti Siemen, Motorola hanya sebagai pengikut
pasar). Perkembangan teknologi informasi mempengaruhi perubahan cara-cara
pemasaran yang selama ini dilakukan, dan pada saat ini merebak pemasaran yang
menggunakan jasa internet.
Mobilisasi sumberdaya. Kewirausahaan sosial sering menemui kesulitan dalam
memberikan kompensasi terhadap para pekerja secara kompetitif sebagaimana terjadi
pada pasar komersial. Bahkan, banyak para pekerja dari organisasi kewirausahaan sosial
justru memperoleh nilai kompensasi “non-keuangan” dari pekerjaan mereka. Dengan
demikian dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni: adanya perbedaan dalam mobilisasi
sumber daya manusia dan keuangan, yang secara fundamental akan menyebabkan
perbedaan pendekatan dalam mengelola sumber daya keuangan dan manusia.
Pengukuran kinerja. Kewirausahaan sosial akan menghadapi tantangan yang lebih
besar dalam mengukur kinerja, ketimbang kewirausahaan komersial yang lebih dapat
mengandalkan langkah-langkah yang relatif lebih nyata dalam mengukur kinerja,
dengan menggunakan indikator keuangan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, dan
kualitas. Disamping itu, berbagai pemangku kepentingan finansial dan nonfinansial
dalam organisasi kewirausahaan sosial jumlahnya relatif lebih besar dan bervariasi,
sehingga para wirausahawan sosial perlu mengelola hubungan dan tanggung jawab
dalam kompleksitas yang lebih besar (Kanter & Summers, 1987). Dalam kaitan ini,
terbuka tantangan untuk mengukur perubahan sosial, mengingat adanya aspek non-
kuantitatif, multi-kausal, dimensi temporal, dan perbedaan perseptif dari dampak sosial
yang ditimbulkannya. Dengan demikian, dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni:
dengan adanya aspek dampak sosial akan tetap menjadi perbedaan mendasar dalam
mengukur kinerja, khususnya yang berkenaan dengan akuntabilitas yang rumit dan
adanya hubungan yang bervariasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Daftar Pustaka
Luthfi Destianto, Kewirausahaan Sosial: Solusi Kemiskinan di Indonesia-http://www.
kompasiana.com/luthfidestianto/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-
indonesia_552a44fd6ea8340f70552cfc
Faisal Afiff, . Mencermati Kewirausahaan Sosial, http://sbm.binus.ac.id/2015/02/28/men-
cermati-kewirausahaan-sosial-bagian-1/
Elkington John, Pamela H. 2008. “The Power of Unresonable People : How Social
Entrepreneur creates markets that changes the world”. Havard Business Press.
Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan”.
http://ashoka.org
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/02/13/social-entrepreneurship-
membangun-negara-dan-menye
Desti Wulandari - Kewirausahaan sosial (social entrepreneur), http://destiwd.blogspot.
co.id/2012/02/kewirausahaan-sosial-social.html?m=1
Lembar Informasi
SPB
Strategi Peningkatan
1.4.1
Kapasitas P2KTD dalam
Program Inovasi Desa
A. Dasar Pemikiran
Pengembangan kapasitas P2KTD bertujuan mendorong profesionalitas dan kemandirian
P2KTD dalam memberikan layanan kepada Desa. Pengembangan profesionalitas
diarahkan pada pengembangan kapasitas teknis agar memenuhi standar teknis yang
dipersyaratkan, sedangkan pengembangan kemandirian lembaga diarahkan untuk
menjamin keberlanjutan P2KTD. Pengembangan kapasitas ini dapat melibatkan
berbagai pihak yang berpengalaman dalam bidangnya, seperti Praktisi, Dunia Usaha,
NGO/LSM, lembaga penelitian, dan Universitas.
Pengembangan kapasitas P2KTD tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pemangku kepentingan saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan
kelembagaan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering dikenal dengan
sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi pencapaian, dan peraturan
operasional. Hal demikian mengisyaratkan adanya tingkat pengembangan kapasitas
(capacity development) yang berarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada
(existing capacity), dan pengembangan kapasitas yang mengedepankan proses kreatif
untuk membangun kapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.
Pengembangan kapasitas P2KTD merupakan suatu proses atau serangkaian
kegiatan untuk melakukan perubahan di berbagai tingkatan organisasi atau lembaga
yang meliputi pada individu, kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat
kemampuan penyesuaian P2KTD dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan.
Oleh karena itu, peningkatan kapasitas P2KTD dapat dilakukan dengan mempertimbang
kan peran dan kedudukan dalam program (PID), analisis lingkungan strategis,
mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan jasa layanan, isu-isu strategis
dalam masyarakat dan peluang yang dapat diperankan P2KTD, membuat formulasi
strategi dalam proses mengatasi masalah, serta merancang sebuah rencana aksi P2KTD
agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. Kemandirian P2KTD
Forum P2KTD dibentuk dalam rangka mendukung kemandirian P2KTD dalam bentuk
upaya memperkuat kerjasama antaranggota dan lembaga lainnya, memfasilitasi
peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bimbingan, promosi layanan teknis serta
dukungan pengelolaan sumber daya dan pendanaan bagi P2KTD.
komponen tersebut diantaranya seperti kebijakan dan sumber daya manusia dan
lainnya. Contoh organisasi yang memiliki target capaian menjadi organisasi yang
berkualitas dan berintegritas, maka pada tingkatan ini perlu dibangun adanya
pengaturan sistem kediklatan yang baik sesuai dengan standarisasi manajemen kualitas
ISO 9001.
Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1) identifikasi
kebutuhan untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja ini memiliki kegiatan utama
yaitu mengenali alasan dan kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas; (2)
Menentukan tujuan, kegiatan utama yaitu melakukan konsultasi dengan stakeholder
utama untukmengidentifikasi isu utama pengembangan kapasitas; (3) memberikan
tanggung jawab, kegiatan utama menetapkan penanggungjawab kegiatan
pengembangan kapasitas, misalnya membentuk tim teknis atau satuan kerja; (4)
merancang proses pengembangan kapasitas, kegiatan utama yaitu menentukan
metodologi pemetaan sesuai permasalahan yang muncul dan membuat penjadwalan
kegiatan tentang proses pemetaan dan tahapan perumusan berikutnya tentang rencana
tindak pengembangan kapasitas; (5) pengalokasian sumber daya, mengidentifikasi
pendanaan kegiatan proses pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber
daya dengan membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang
dibutuhkan dan dapat disetujui oleh pihak berwenang
Fase Analisis. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1) mengidentifikasi
permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya berupa melakukan pemeriksaan
terhadap masalah untuk penyelidikan lebih lanjut; (2) analisis terhadap proses dalam hal
ini kegiatan utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan
kapasitas dengan proses kinerja system, organisasi dan individu; (3) analisis organisasi
dalam hal ini kegiatan utamanya berupa memilih organisasi untuk diselidiki lebih dalam
(pemetaan organisasional); (4) memetakan kesenjangan (gap) dalam kapasitas dalam hal
ini kegiatan utamanya berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal dengan
kenyataannya; (5) menyimpulkan kebutuhan pengembangan kapasitas yang mendesak
dalam hal ini kegiatan utamanya berupa menyimpulkan temuan dan mengumpulkan
usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan kapasitas.
Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat 3 langkah kerja yaitu: (1) perencanaan
tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan draf rencana tindak pengembangan
kapasitas; (2). membuatrencana jangka menengah, kegiatan utamanya berupa
pertemuan-pertemuan konsultatif; (3) menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya
berupa menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapan
implementasinya.
Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1)
pemrograman, kegitan utamanya berupa mengalokasikan sumber daya yang dimiliki
saat ini; (2) perencanaan program pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa
merumuskan kebijakan implementasi pengembangan kapasitas; (3) penyeleksian
penyedia layanan peningkatan kapasitas, kegiatan utamanya berupa mengidentifikasi
layanan dan produk luar terkait kebutuhan implementasi pengembangan kapasitas yang
akan dikerjanakan; (4) implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi
program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang ada dan jadwal
yang tersedia; (5) monitoring proses, kegiatan utamanya berupa melakukan monitoring
terhadap aktifitas-aktifitas pengembangan kapasitas.
Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat dua langkah kerja yaitu: (1) evaluasi dampak,
kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian pengembangan kapasitas, seperti
2. Persiapan
Kegiatan persiapan pelatihan meliputi: materi pelatihan, tenaga pelatih, dan
penyelenggaraan pelatihan.
a. Materi Pelatihan.
Materi pelatihan yang diharapkan sesuai dengan pengembangan kapasitas teknis,
Manajemen, pengenalan program Inovasi Desa, serta praktek P2KTD. Selain materi yang
bersifat generik, juga perlu disediakan materi yang bersifat pilihan sesuai kebutuhan
pengembangan kapasitas P2KTD. Tenaga ahli pelatihan pusat bertanggungjawab
mempersiapkan materi pelatihan yang terdiri dari Modul Pelatihan P2KTD untuk bidang
kewirausahaan, Modul Pelatihan untuk bidang PSDM, dan Modul Pelatihan bidang .
Pokja P2KTD dengan dibantu tenaga ahli Kabupaten melakukan seleksi peserta
pelatihan P2KTD yang meliputi bidang pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia dan desa. Seleksi peserta
pelatihan P2KTD dilaksanakan dengan memperhatikan minat dari P2KTD dan kebutuhan
desa akan Penyedia Peningkatan Kapasitas teknis. Pokja P2KTD dengan dibantu dengan
TA Kabupaten akan menyeleksi 36 peserta pelatihan P2KTD yang berasal dari 12 P2KTD
per Kabupaten (2 P2KTD bidang Kewirausahaan, 4 P2KTD bidang peningkatan sumber
daya manusia, dan 6 P2KTD bidang desa. Setiap P2KTD dapat mengirimkan 3 orang
peserta yang terdiri dari 2 orang Pengurus Lembaga dan 1 orang Pelaksana. Kriteria
pemilihan P2KTD sebagai berikut:
(1) Terdaftar dalam direktori.
c. Tenaga Pelatih
Tenaga ahli pelatihan program inovasi di Jakarta bertanggung-jawab mempersiapkan
Master Trainer dan Trainer P2KTD untuk masing-masing bidang. Master Trainer dan
Trainer P2KTD harus memenuhi sejumlah kualifikasi minimal diantaranya, memiliki
pengalaman sebagai pelatih Nasional, dan memiliki pengetahuan yang memadai.
Master Trainer (MT) dan Trainer P2KTD dapat berasal dari NGO/LSM, Perguruan Tinggi,
Dunia Usaha yang telah berpengalaman dalam memberikan Penyedia Peningkatan
Kapasitas terkait dengan dibantu tenaga ahli pelatihan pada program. Kebutuhan
jumlah Master Trainer dan Trainer dapat dilihat dalam tabel dibawah ini
Tabel 2
Perkiraan Kebutuhan Pelatih P2KTD
d. Penyelenggaraan Pelatihan
Pelatihan Master Trainer dan TOT diselenggarakan oleh Satker Pusat, sedangkan untuk
pelatihan P2KTD diselenggarakan oleh Satker Dekonsentrasi di 33 Provinsi. Selain
pelatihan dasar, juga akan dilakukan pelatihan lanjutan dengan fokus pada kemandirian
P2KTD khususnya melalui pengembangan bisnis plan dan membangunan jaringan
kerjasama untuk keberlanjutan P2KTD. Tenaga ahli pengembangan kapasitas di setiap
provinsi juga bertanggungjawab untuk menemukan metode pengembangan kapasitas
yang sesuai dengan kebutuhan P2KTD.
3. Pelaksanaan
Dalam rangka pencapaian tujuan pelatihan, maka perlu dilakukan evaluasi khususnya
terhadap materi pelatihan, tenaga pelatih, pemahaman peserta, dan dukungan panitia
penyelenggara. Selain itu, Konsolidasi pelatih selama proses pelatihan berlangsung juga
penting dilakukan evaluasi untuk memastikan bahwa tujuan dan proses pelatihan
5. Pelaporan
Pelaporan kegiatan pengembangan kapasitas dibuat secara berkala dalam 3 (tiga) bulan,
dan disampaikan secara berjenjang.
Pokok Bahasan 2
PELUANG PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
DAN KEWIRAUSAHAAN
perumahan, sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase lingkungan) dan air
minum. b) Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam bidang
pendidikan dan kesehatan dasar (penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
dan kesehatan serta tenaga pendidikan dan kesehatan). c) Meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana dasar dalam menunjang kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat perdesaan yang berupa akses ke pasar, lembaga keuangan,
dan toko saprodi pertanian/perikanan. d) Meningkatkan kapasitas maupun
kualitas jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan transportasi.
3. Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan. a) Meningkatkan keberdayaan
masyarakat perdesaan, melalui fasilitasi dan pendampingan berkelanjutan dalam
perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan desa. b) Meningkatkan
keberdayaan masyarakat adat, melalui penguatan lembaga adat dan Desa Adat,
perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan perundangan yang
berlaku.. c) Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial
budaya masyarakat dan keadilan gender(kelompok wanita, pemuda, anak, dan TKI)
4. Perwujudan Tata Kelola Desa yang Baik. a) Mempersiapkan peraturan teknis
pendukung pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa, PP No 43/2014 tentang
peraturan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa, dan PP No 60/2014 tentang
Dana Desa. b) Memfasilitasi peningkatan kapasitas Pemerintah Desa. c)
Memfasilitasi peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
lembaga lembaga lainnya di tingkat desa. d) Mempersiapkan data, informasi, dan
indeks desa yang digunakan sebagai acuan bersama dalam perencanaan dan
pembangunan, serta monitoring dan evaluasi kemajuan perkembangan desa.. e)
Memastikan secara bertahap pemenuhan alokasi Dana Desa. f) Memfasilitasi
kerjasama antar desa
5. Perwujudan Kemandirian Pangan dan Pengelolaan SDA-LH yang Berkelanjutan
dengan Memanfaatkan Inovasi dan Teknologi Tepat Guna di Perdesaan. a)
Mengendalikan pemanfaatanruang kawasan perdesaan melalui redistribusi lahan
kepada petani/nelayan (land reform), serta menekan laju alih fungsi
lahanpertanian, kawasan pesisir dan kelautan secara berkelanjutanMemfasilitasi
peningkatan kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kemandirian pangan dan
energi perdesaan. b) Memfasilitasi peningkatan kesadaran masyarakatdalam
pemanfaatan, pengelolaan, dan konservasi SDA dan lingkungan hidup yang
seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana;
6. Pengembangan Ekonomi Perdesaan. a) Meningkatkan kegiatan ekonomi desa
yang berbasis komoditas unggulan, melalui pengembangan rantai nilai,
peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau. b) Menyediakan dan
meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan pasar desa. c)
Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan
informasi pasar. d) mengembangkan lembaga pendukung ekonomi desa seperti
koperasi, dan BUMDesa, dan lembaga ekonomi mikro lainnya.
pertama, perlunya perumusan definisi maupun kriteria yang tepat bagi desa yang akan
mendapatkan alokasi dana. Hal ini dimaksudkan agar tujuan diberlakukannya UU Desa
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mengurangi
kesenjangan dapat tercapai. Kedua, mensosialisasikan UU Desa kepada masyarakat
perdesaan agar masyarakat desa dapat memahami maksud dari UU tersebut sehingga
dapat memanfaatkan dana tersebut secara produktif. Ketiga, pentingnya memberikan
pendampingan kepada aparat di desa dalam perumusan program, pembukuan, dan
sistem pelaporan. Sistem pelaporan juga harus dibuat sederhana untuk mempermudah
pengelola dana di desa yang secara umum terbatas secara kapasitas dan . Keempat,
pemerintah perlu pula memperkuat aspek pemantauan dalam pelaksanaan dan
penggunaan dana tersebut oleh di tingkat desa, agar potensi penyelewengan dan
penyimpangan dapat dihindari.
Pedoman umum prioritas dana desa ini disusun sebagai pedoman dalam
menyusun petunjuk teknis penetapan prioritas penggunaan dana Desa atau dalam
rangka sosialisasi sebelum proses perencanaan Desa dimulai, serta menjadi bahan
pertimbangan penyusunan dokumen perencanaan di Desa khususnya Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKP Desa) tahun dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB
Desa) 2018, dan dapat dikembangkan secara kontekstual sesuai dengan keragaman
Desa-Desa di Indonesia.
Dana Desa digunakan untuk membiayai pembangunan Desa yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan dengan prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan
untuk pelaksanaan program dan kegiatan Pembangunan Desa khususnya bidang
ekonomi sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 5 ayat (c) sebagai berikut:
“Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana
ekonomi untuk mewujudkan Lumbung Ekonomi Desa, meliputi: 1) usaha ekonomi
pertanian berskala produktif untuk ketahanan pangan; 2) usaha ekonomi pertanian
berskala produktif meliputi aspek produksi, distribusi dan pemasaran yang difokuskan
kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa dan/atau produk
unggulan kawasan perdesaan; dan 3). usaha ekonomi non pertanian berskala produktif
meliputi aspek produksi, distribusi dan pemasaran yang difokuskan kepada pembentukan
dan pengembangan produk unggulan desa dan/atau produk unggulan kawasan
perdesaan”.
Desa dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan Desa yang dibiayai
Dana Desa, dapat mempertimbangkan tipologi Desa berdasarkan tingkat
perkembangan kemajuan Desa. Bagi Desa Tertinggal dan/atau Desa Sangat Tertinggal
memprioritaskan kegiatan pembangunan Desa pada pembangunan, pengembangan
dan pemeliharaan sarana prasarana ekonomi serta pengadaan produksi, distribusi dan
pemasaran yang diarahkan pada upaya mendukung pembentukan usaha ekonomi
pertanian berskala produktif, usaha ekonomi pertanian untuk ketahanan pangan dan
usaha ekonomi lainnya yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan
produk unggulan desa dan/atau produk unggulan kawasan perdesaan.
Produk Unggulan Desa dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan adalah upaya
membentuk, memperkuat dan memperluas usaha-usaha ekonomi yang difokuskan
pada satu produk unggulan di wilayah Desa atau di wilayah antar-Desa yang dikelola
melalui kerjasama antar Desa.
Bagi Desa Berkembang memprioritaskan kegiatan pembangunan Desa pada
pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana ekonomi serta
pengadaan produksi, distribusi dan pemasaran untuk mendukung penguatan usaha
ekonomi pertanian berskala produktif, usaha ekonomi untuk ketahanan pangan dan
usaha ekonomi lainnya yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan
produk unggulan desa dan/atau produk unggulan kawasan perdesaan.
Desa Maju dan/atau Desa Mandiri memprioritaskan kegiatan pembangunan pada
pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan ekonomi serta pengadaan sarana
Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2
Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 300).
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 1359)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/ PMK 07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian,
Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 478).
http://indconsult.blogspot.co.id/2016/04/program-pemerintah-dalam-upaya.html
http://www.berdesa.com/penetapan-prioritas-penggunaan-dana-desa-tahun-2018-
kemendesa/
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah Badan usaha yang ada di desa yang di
bentuk oleh Pemerintahan Desa Bersama Masyarakat Desa. Maksud dari pembentukan
BUM Desa sebagaimana dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, Dan transmigrasi No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, pengurusan dan
Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 2 ”Pendirian Bum Desa
dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau
pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerjasama antar desa.
Pendirian BUM Desa harus diawali sebagai pola untuk memperkuat ekonomi
rakyat desa. Embrio ekonomi desa harus terlebih dahulu teridentifikasi secara jelas.
Identifikasi sangat diperlukan jangan sampai setelah berdiri BUM Desa tidak ada
kegiatan apapun didalamnya dan saat ini yang terjadi pada sebagaian BUM Desa. Hal
ini disebabkan berdirinya BUM Desa hanya melalui ”pendekatan proyek” bukan
mendasar pada sebuah kekuatan dan kebutuhan lokal.
BUM Desa sebagai instrumen untuk menggerakkan ekonomi masyarakat belum
sepenuhnya menjadi pemahaman di kalangan pegiatan ekonomi lokal dan rakyat desa.
Akhirnya BUM Desa seharusnya menjadi modal awal gerakan sosial dari pertarungan
”ekonomi” belum tercapai secara maksimal. Kesadaran masyarakat desa untuk
memahami posisi mereka dalam rangka merebut desa menjadi sentral ekonomi belum
menjadi sebuah tujuan.
Bahkan yang lebih ironis lagi BUM Desa dianggap hanya sebagai sarana bagi
sebagian elit pemerintahan desa untuk mengumpulkan pundi-pundi yang tidak sah.
Masyarakat desa tidak mengetahui sama sekali berapa modal BUM Desa, bentuk
kegiatan apa, surplus atau difisit semuanya sangat tertutup. Pada akhirnya tiba-tiba yang
didengar oleh masyarakat bahwa modal BUM Desa habis, perputaran keuangannya tidak
jelas dll. Masalah-masalah klasik inilah yang harus dibenahi, mengingat BUM Desa
bukan semata-mata harus ada didesa tetapi bagaimana BUM Desa dijadikan sebuah
gerakan sosial untuk menggerakkan ekonomi rakyat Desa.
Apapun kritik dan kondisi BUM Desa saat ini bukan menjadikan BUM Desa untuk
ditiadakan. BUM Desa harus mulai digerakkan dengan pendekatan penyadaran kepada
rakyat desa. Contoh : Rakyat desa harus mengetahui kekuatan ekonomi saat ini. Bagi
rakyat desa yang mayoritas petani harus mengetahui apakah produk pertanian mereka
sudah mampu bersaing dengan negara lain? Apakah mereka sudah mampu untuk
bersaing? Instrument apa yang digunakan untuk bersaing? Tanpa adanya penyadaran
seperti itu rakyat desa akan merasa tidak ada masalah apa-apa, mereka tidak perlu
mengorganisir diri untuk membentuk sebuah kekuatan.
BUM Desa hadir sebagai wadah untuk mengorganisir rakyat desa untuk
meningkatkan semangat mereka dalam memperkuat dan mengembangkan ekonomi.
BUM Desa dapat dijadikan sarana sharing bagi kelompok-kelompok masyarakat desa
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sekaligus membahas stratategi
pengembangan pemasarannya. Jadi BUM Desa lambat laun akan menjadi sebuah centre
bagi mereka apabila ada permasalahan terhadap usaha yang sedang mereka jalani.
Kebersamaan meningkatkan dan mengembangkan usaha ekonomi desa melalui
BUM Desa merupakan salah konsep yang ideal dilaksanakan ditingkat lapangan. Mereka
mampu menggali potensi-potensi baik sumber daya manusia dan sumber daya alamnya
serta mengembangan jaringan untuk menjalin koneksi dalam menggerakan
perekonomian rakyat desa. Sebagaimana dalam Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015
tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Desa Pasal 3 Pendirian BUM Desa bertujuan:
(1) Meningkatkan perekonomian Desa;
(4) Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak
ketiga;
(5) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan
umum warga;
Setiap desa pada dasarnya mempunyai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan.
Hanya saja dari pihak desa belum fokus untuk menemukenali potensi apa saja yang ada
di desa tersebut. Tetapi ada juga desa yang sudah mengenali potensi ekonominya dan
mempunyai kegiatan tetapi belum dikelola secara profesional. Termasuk mengelola aset
desa yang dapat digerakkan selain untuk menambah PAD juga bermanfaat bagi
masyarakatnya. Maka BUM Desa sangat baik apabila di bentuk untuk mengelola
kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang peningkatan ekonomi warga masyarakat
desa.
BUM Desa adalah salah satu instrumen yang mencoba untuk mengatasi
permasalahan ekonomi pada masyarakat desa. BUM Desa sifatnya bukan eksklusif
semua masyarakat desa bisa mengakses semua kegiatan yang ada didalamnya. Juga
tidak membedakan golongan ekonomi. Baik yang kaya mapun yang miskin bisa
berpartisipasi dalam kegiatan BUM Desa. Bagi yang kaya kemungkinan bisa diajak
bermitra dengan jalan menanamkan investasi dalam BUM Desa tersebut.
Masyarakat desa yang mempunyai usaha-usaha yang bersifat mikro dengan
adanya BUM Desa dapat dihimpun secara kolektif agar produksi mereka dapat dicarikan
koneksi dalam pemasarannya. Contoh: Petani yang mempuanyai lahan kurang dari 1 ha
maka dapat dikonsolidasi melalui BUM Desa kemudian BUM Desa dapat bekerjasama
dengan BULOG. Maka dengan cara ini selain dapat membatu petani dalam menstabilkan
harga juga dapat memotong mata rantai terhadap permainan para tengkulak.
Permasalahan ekonomi yang ada di desa sebenarnya adalah persoalan ”klasik”
namun demikian belum secara komprehensif dapat diatasi sampai saat ini. Banyak
program sudah masuk ke desa namun pendekatannya belum menyentuh pada akar
persoalannya.
BUM Desa apabila dikelola secara benar dan diadalamnya terdapat pengelola yang
mempunyai kemampuan, punya semangat, kreatif dan amanah maka tidak perlu
diragukan BUM Desa akan mampu menjawab permasalahan ekonomi yang ada di
masyarakat Desa.
Kotak 1:
Kesuksesan BUM Desa Bleberan Gunungkidul
Bersahaja, sedikit bicara namun sigap dalam berkarya. Itulah sosok Tri Harjono, Kepala
Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta yang sudah
17 tahun lamanya menjabat kepala desa. Karya nyata yang dihasilkannya selama
memimpin desa adalah BUM Desa yang sangat maju, balai dan kantor desa yang
megah, serta keindahan alam Air Terjun Sri Gethuk dan Gua Rancang Kencono yang
semakin dikenal luas sebagai obyek wisata. “Gempa bumi tahun 2006 silam mendorong
hati ini untuk lebih gigih memperjuangkan kepentingan rakyat. Setelah gempa kami
mulai bangkit dengan membangun kantor dan balai desa disini. Masyarakat dan
pamong secara swadaya bergotong-royong membangunnya. Lebih dari Rp. 450 juta
dana terserap untuk membangun gedung ini. Total tiga tahun anggaran sejak 2007-
2009 kantor dan balai desa ini baru selesai,” tutur Tri Harjono. Gempa bumi
menyebabkan hampir semua mata air di Bleberan yang semula melimpah mendadak
menghilang kering. ”Sumber mata air yang masih ada kami upayakan untuk dikelola.
Saya bentuk BUM Desa untuk mengelola SPAMDes hingga mencukupi kebutuhan air
warga masyarakat. BUM Desa kemudian juga mengelola pariwisata dan simpan
pinjam. Hasilnya hingga sekarang keuntungan dari SPAMDes lebih kurang Rp. 80 juta.
Dari pengelolaan pariwisata sampai tahun 2012 kemarin memberi kontribusi hingga
Rp 327 juta. Sedangkan dari simpan pinjam karena modalnya kecil pendapatannya
sekitar Rp. 2 jutaan” tutur Tri Harjono. Tri Harjono lebih lanjut membeberkan, “30 persen
kembali ke modal, 20 persen untuk pengembangan potensi wisata kami berikan ke
masing-masing pa dukuhan untuk membangun potensi wisata yang ada di dusun.
Kemudian 10 persen untuk honor pengelola, lima persen untuk pelatihan dan edukasi
pengurus agar lebih professional, lima persen untuk dana sosial. Jadi warga miskin yang
sakit, yang rumahnya rusak, janda tak mampu tetapi membiayai anak sekolah dan
sebagainya ada cadangan lima persen dana social tersebut.”Pengelolaan obyek wisata
air terjun Sri Gethuk dan Gua Rancang Kencono juga membuahkan hasil yang lumayan.
Walaupun tenaga kerja yang langsung terlibat hanya lebih kurang 24 orang, tetapi dari
sisi lapangan kerja terbuka luas. Warga yang membuka warung 53 orang dan
mempekerjakan lebih dari seratus orang. Kemudian bidang jasa lainnya, warga
mengembangkan industri rumah tangga membuat aneka makanan ringan yang
dititipkan ke warung-warung. Pemuda-pemudiKarang Taruna diberi pelatihan untuk
menjadi tenaga pemasaran obyek wisata. (Sumber: Suharyanto dan Hastowiyono,
Pelembagaan BUM Desa, FPPD Januari 2014, hal 41-51)
Kotak 2
Kepercayaan Masyarakat pada BUM Desa di Rokan Hulu
Peluang BUM Desa untuk mengembangkan usaha di pedesaan cukup besar, tetapi
beberapa BUM Desa mengalami kekurangan modal sehingga mereka mengajukan
pinjaman ke bank. Delapan BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu, Kepulauan Riau
melakukan hal ini untuk menambah modal usaha mereka. Tiga BUM Desa
mendapatkan pinjaman modal dari Bank Riau Kepri sebesar Rp 1,350 miliar.
Koordinator BUM Desa Rokan Hulu Syamzaimar, mengatakan, tiga BUM Desa yang
telah mencairkan pinjaman di Bank Riau Kepri yaitu BUM Desa Ngaso Kecamatan
Ujung batu sebesar Rp 500 juta, BUM Desa Rimba Makmur Rp 500 juta, dan BUM Desa
Tanjung Belit sebesar Rp 350 juta. Sementara lima BUM Desa lainnya telah mengajukan
pinjaman penambahan modal ke Bank Jawa Barat (BJB). Dana pinjaman untuk delapan
BUM Desa tersebut merupakan tindak lanjut dari perjanjian kesepakatan dua bank
daerah yaitu Bank Riau Kepri dan Bank Jawa Barat (BJB) dengan Pemerintah Kab.
Rokan Hulu.“Penambahan modal melalui kerjasama dengan Bank Riau Kepri dan BJB
dilakukan untuk memperkuat BUM Desa yang diandalkan sebagai penggerak ekonomi
masyarakat. Keterbatasan anggaran APBD Rohul belum memungkinkan untuk
membantu pinjaman modal bagi seluruh BUM Desa yang jumlahnya 52 unit. Sebagai
fasilitator, Pemerintah Kabupaten menandatangani kerjasama dengan Bank Riau Kepri
dan BJB agar unit usaha desa bisa mendapatkan pinjaman dan tambahan modal.
Ketika beberapa BUM Desa di Provinsi Riau mengajukan pinjaman ke bank-bank untuk
menambah modal, ada sejumlah BUM Desa yang tidak merasa perlu mengajukan
pinjaman ke bank karena telah memiliki cukup modal dari simpanan para anggota.
BUM Desa Koto Baru Kecamatan Kuntodarussalam misalnya, dana simpanan
anggotanya telah mencapai Rp. 1,8miliar. Begitu juga BUM Desa Marga Mulya,
simpanan anggota mencapai Rp. 1,6 miliar. Hal ini menunjukkan sudah banyak
masyarakat yang mempercayakan dananya disimpan di BUM Desa daripada harus
menanggung resiko ketika mengambil dana yang disimpan di bank yang ada di kota.
Terlebih lagi sistem penarikan dana simpanan di BUM Desa sama seperti system
pelayanan bank pada umumnya. (Sumber :Suharyanto Hastowiyono, Pelembagaan
BUM Desa, FPPD Januari 2014, hal 52-53)
BUM Desa merupakan sebuah badan yang didirikan oleh masyarakat desa dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
(1) BUM Desa bersifat terbuka, semua warga masyarakat desa bisa mengakses semua
kegiatannya.
(2) BUM Desa adalah bersifat sosial (social interpreunership), tidak semata-mata
mencari keuntungan.
(3) BUM Desa harus dikelola oleh pihak-pihak yang independen. Pengelola tidak
boleh dari unsur pemerintahan desa.
(4) BUM Desa tidak boleh mengambil alih kegiatan masyarakat desa yang sudah jalan
tetapi bagaimana BUM Desa mengkonsolidasikan dalam meningkatkan kualitas
usaha mereka.
BUM Desa merupakan salah satu lembaga Desa yang mawadahi kegiatan bidang
ekonomi. Sebagai sebuah lembaga maka BUM Desa harus mempunyai struktur
organisasi, aturan organisasi dan rencana kerja kegiatan. Sebagaimana dalam
Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 9 Organisasi pengelola BUM Desa
terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa, Pasal 10 (1) Susunan kepengurusan
organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari: a. Penasihat; b. Pelaksana Operasional; dan
c. Pengawas. (2) Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat
kekeluargaan dan kegotongroyonga, Pasal 11 (1) Penasihat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10huruf a dijabatsecara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan. (2)
Penasihat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berkewajiban: a. memberikan nasihat
kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa; b.
memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi
pengelolaan BUM Desa; dan c. mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM
Desa. (3) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. meminta
penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut
pengelolaan usaha Desa; dan b. melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat
menurunkan kinerja BUM Desa.
Apa yang dimaksud dengan Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari
organisasi Pemerintahan Desa?
Pengelola BUM Desa tidak boleh dari unsur pemerintahan Desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Pembangunan Masyarakat Desa. Hal ini
untuk menghindari adanya kepentingan dengan memanfaatkan jabatan dalam
pemerintahan desa. Kecuali untuk jabatan penasehat ex officio akan dibuat oleh
Kepala Desa.
Pengelola BUM Desa harus netral dan profesional dalam bekerja. Tidak boleh
ada intervensi dari pihak manapun yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
Pengelola BUM Desa harus transparan dan mempertanggungjawabkan kepada
pemerintahan desa dan masyarakat desa apa yang telah dikerjakan.
Kinerja pengelola BUM Desa harus dievaluasi kinerjanya, untuk melihat sejauh
mana kinerja mereka dalam mngembangkan BUM Desa. Evaluasi ini dapat dijadikan
dasar apakah pengelola BUM Desa layak untuk dipertahankan atau tidak.
F. Penguatan Kelembagaan
Kesepakatan tentang organisasi BUM Desa dituangkan dalam Anggaran Dasar dan
Rumah Tangga (AD/ART). Anggaran Dasar memuat paling sedikit rincian nama, tempat
kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.
Sedangkan, Anggaran Rumah Tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban
pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan. Oleh karena itu,
AD/ART sekurang-kurangnya berisi:
(1) Badan Hukum,
(2) Bentuk organisasi,
(3) Usaha yang dijalankan,
(4) Kepengurusan,
(5) Hak dan kewajiban,
(6) Permodalan,
(7) Bagi hasil laba usaha,
(8) Keuntungan dan kepailitan,
(9) Kerjasama dengan pihak ketiga,
(10) Mekanisme pertanggung jawaban,
(11) Pembinaan dan pengawasan masyarakat.
Selain adanya perangkat dalam BUM Desa dengan penguatan kelembagaan maka :
(1) Menjamin agar terjadi pembagian pekerjaan yang harus dilakukan dalam
pekerjaan dan unit tertentu pada BUM Desa.
(2) Mengatur pemberian tugas dan tanggung jawab yang berhubungan dengan
pekerjaan masing-masing.
(3) Mengkoordinasikan tugas-tugas BUM Desa yang beragam.
(4) Menyusun kelompok pekerjaan ke dalam unit atau bagian tertentu.
(5) Menetapkan hubungan antar individu, kelompok tugas,dan unit/bagian.
(6) Menetapkan jalur formal otoritas.
(7) Mengalokasikan dan mengerahkan sumber daya organisasi atau mengelola
usaha yang dijalankan.
Pembentukan BUM Desa harus melalui mekanisme seperti dalam proses perencanaan
desa lainnya yaitu dengan memalui musyawarah desa. Sebagaimana dalam Permendesa
PPDT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Pasal 5 (1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 disepakati melalui Musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingggal, dan Transmigrasi tentang
Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. (2)
Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi: a. pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial
budaya masyarakat; b. organisasi pengelola BUM Desa; c. modal usaha BUM Desa; dan
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. (3) Hasil kesepakatan
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Musyawarah desa merupakah salah satu wadah dan proses yang melibatkan
partisipasi masyarakat menentukan arah pembangunan desa. BUM Desa merupakan
salah satu instrumen bagi desa untuk melaksanakan kegiatan pembangunan menuju ke
titik sasaran sesuai dengan rencana pembangunan yang dituangkan dalam RPJM Desa
maupun RKP Desa. Musyawarah merupakan budaya yang tidak bisa dipisahkan dari
desa. Tradisi musyawarah inilah sebenarnya bentuk mengikat sebuah kebijakan yang
diputuskan secara bersama/partisipatif.
Dengan adanya musyawarah dalam pembentukan BUM Desa diharapan adanya
ikatan sosial diantara warga desa dalam mengembangkan dan memajukan BUM Desa.
BUM Desa nantinya bukan dinilai oleh masyarakat hanya milik pemerinthan desa atau
pengelola BUM Desa saja. Dengan adanya rasa memiliki maka sebagai warga desa
secara sadar dan memahami apa pentingnya membuat BUM Desa. Manfaat atau
tidaknya BUM Desa yang menilai dalah masyarakat desa sendiri.
BUM Desa bukan dibutuhkan hanya pelengkap desa untuk lomba desa atau
adanya intruksi dari pemerintahan yang lebih tinggi tetapi BUM Desa merupakan salah
satu lembaga yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk meningkatkan taraf
hidupnya. Dengan adanya musyawarah maka ketika dalam pembahasan diharapkan
adanya masukan-masukan bagaimana BUM Desa dapat menjadi salah satu sarana dalam
menjawab persolan ekonomi masyarakat desa.
Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP Desa
dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa]. Frasa “dapat mendirikan BUM Desa” dalam
peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan pengakuan dan
penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Interpretasi sistem hukum terhadap peraturan perundang-undangan tentang
Desa menghasilkan peta jalan (road map) pendirian BUM Desa. Pendirian BUM Desa
didasarkan atas prakarsa Desa yang mempertimbangkan: (a) inisiatif Pemerintah Desa
dan/atau masyarakat Desa; (b) potensi usaha ekonomi Desa; (c) sumberdaya alam di
Desa; (d) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan (e) penyertaan
modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang
diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.
Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis
dalam bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul
dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Didalam peraturan bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:
(1) Pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan
Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;
(2) Penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala
Desa di bidang pemerintahan Desa;
Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang mengembangkan
isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian, penetapan dan
pengelolaan BUM Desa setempat. Dilain pihak, dalam aras sistem teknokratik, peraturan
bupati/walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul
dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM Desa tersebut harus sinkron
dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga mencantumkan BUM Desa
dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan Desa (item: rencana kegiatan
pengembangan usaha ekonomi produktif).
BUM Desa dalam penyusunan rencana kerjanya yang perlu memperhatikan inovasi-
inovasi yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berkembang
dimasyarakat. BUM Desa harus mampu memberikan jawaban terhadap sektor riil yang
dijalankan oleh masyarakat ketika sedang mengalami keterpurukan. Oleh karena itu
BUM Desa harus berani mengembangkan kegiatan bukan hanya sekedar misalnya
Lembar Informasi
SPB
Tantangan Pengembangan
2.1.2
Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan
A. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi lokal merupakan proses pembangunan ekonomi
dimana stakeholders endogeneous(pemerintah, swasta, dan masyarakat) yang berperan
aktif dalam mengelola sumber daya lokal untuk menciptakan lapangan kerja dan
memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Prinsip penerapannya
adalah kerjasama stakeholders yang akan sangat menentukan keberlanjutan
pengembangan ekonomi lokal (Blakely, 1984 dalam Supriyadi, 2007). Berdasarkan fokus
penerapannya, tujuan pengembangan ekonomi lokal yaitu:
1. Membentuk jaringan kerja kemitraan antara pelaku ekonomi untuk pemanfaatan
potensi lokal dengan meningkatkan kapasitas pasar pada tingkat lokal, regional
dan global;
2. Meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan masyarakat)
dalam pengelolaan ekonomi lokal;
3. Terjadinya koloborasi antar aktor baik publik, bisnis dan masyarakat;
4. Secara kolektif akan mendorong kondisi yang nyaman dalam pertumbuhan
ekonomi dan ketenagakerjaan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tumbuh dan berkembangnya usaha
masyarakat dan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga berkurangnya
kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan serta mendukung kebijakan
pengentasan kemiskinan. Dalam proses implementasi perencanaan dan penerapan
pengembangan ekonomi lokal menggunakan prinsip pendekatan ekonomi, kemitraan,
dan kelembagaan.
1. Prinsip ekonomi
Mulai dengan kebutuhan pasar.
Menfokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang produksinya
dijual ke daerah luar(economic base) dan multiplier effect di daerahnya kuat.
Data BPS pada Maret 2016 menunjukkan dari total 250 juta penduduk Indonesia,
28,51 juta orang (11,13%) merupakan penduduk miskin. Rasio Gini berada di angka
0,397. Gini rasio di daerah perkotaan adalah 0,410 dan di wilayah perdesaan 0,327.
Rasio (Koefisien gini) adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur kesenjangan
distribusi pendapatan di suatu negara. Koefisioen Gini 0 menunjukkan kesetaraan
sempurna, sementara koefisien 1 menunjukkan ketidaksetaraan sempurna.
Laporan Bank Dunia yang dirilis pada Desember 2015 mengklaim bahwa hanya 20
persen penduduk terkaya di Indonesia yang telah menikmati hasil pertumbuhan
ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa 80 persen penduduk (atau 200 juta secara absolut)
masih tertinggal. Antara tahiun 1990an dan 2000an setelah China, Indonesia mengalami
kenaikan tertinggi dalam ketidaksetaraan distribusi pendapatan dengan kenaikan
tertinggi di antara negara-negara di Asia.
Di Indonesia rasio Gini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas. Tren rasio
Gini di tahun 2000an terjadi di tengah boom komoditas. Sementara rasio Gini stabil
setelah harga komoditas turun pada tahun 2011. Kenaikan atau penurunan harga
komoditas tampaknya sangat mempengaruhi 20 persen penduduk Indonesia dimana
turunnya harga komoditas melemahkan pendapatan dan daya beli kelompok ini.
Tingkat ketidaksetaraan yang tinggi di masyarakat merupakan ancaman karena
tidak hanya membahayakan kohesi sosial namun juga membahayakan stabilitas politik
dan ekonomi. Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa negara-negara dengan distribusi
kekayaan yang lebih setara cenderung tumbuh lebih cepat dan lebih stabil
dibandingkan dengan negara-negara yang menunjukkan tingkat ketidaksetaraan yang
tinggi.
Tingkat ketidaksetraan bukan hanya terjadi antara penduduk tetapi juga antar
wilayah. Pulau Jawa masih menjadi pusat perekonomian, di Pulau Jawa khususnya
wilayah Jabodetabek, menyumbang 60 persen terhadap total perekonomian Indonesia.
Investasi langsung juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang akhirnya menyebabkan
ketidaksetaraan antara Jawa dan pulau-pulau terluar.
Pembangunan masih fokus di Pulau Jawa dan Sumetra . Berdasarkan Produk
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2016, konstribusi pembentukan PDB Nasional masih
didominsai daerah –daerah di Pulau Jawa yang mencapai 58,4 persen. Sedangkan
daerah-derah di Kawasan Timur Indonesia masih sangat rendah, seperti Papua hanya
menyumbang 2,5 persen. Selama 35 tahun (1978 – 2013) kontribusi dalam
pembentukan PDB Nasional dari wilayah-wilayah di Indonesia tidak ada perubahan
yang signifikan.
Kesenjangan lain adalah kesenjangan kehidupan di desa dengan di kota,
pedesaan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi cermin kemiskinan. Data BPS pada
Maret 2017 menunjukkan penduduk miskin di desa mencapai 13,93 persen sedangkan
di kota 7,72 persen. Indeks kedalaman kemiskinan di desa pun tercatat meningkat,
meningkat pula indeks keparahan kemiskinannya.
persoalan ekonomi dan sosial. Kondisi lingkungan dan sumberdaya sekarang ini sudah
banyak berubah dan mengalami degradasi. Akibat berbagai kerusakan hutan,
pencemaran, pertambangan yang tidak ramah lingkungan, memunculkan dampak
negatif berupa bencana alam dan hilangnya berbagai potensi sumberdaya alam. . Pada
akhirnya keadaan ini menyulitkan kehidupan masyarakat terutama untuk menggeluti
peluang-peluang kerja dan usaha.
Mata pencaharian utama penduduk desa ada di sektor pertanian dalam arti luas
yaitu perkebunan, pertanian, pertanian tanaman pangan dan holtikultura, peternakan,
kehutanan, perikanan dan produk turunannya. Oleh karena itu pertanian menjadi sektor
penting dalam struktur perekonomian desa dan perekonomian nasional. Data susenas
2003 pangsa tenaga kerja di perdesaan pada sektor pertanian mencapai 67,7 persen.
Secara nasional, meski sektor pertanian menampung 46,3 persen dari 90.8 juta
penduduk yang bekerja, sumbangannya dalam bentuk PDB hanya 15,0 persen.
Pengembangan ekonomi perdesaan pada sektor-sektor pertanian menjadi
tantangan yang harus menjadi perhatian bersama. Komoditas yang dihasilkan masih
banyak yang bernilai ekonomi rendah dan kurang memperhatikan kualitas. Upaya-
upaya untuk beralih ke komoditas bernilai ekonomi tinggi masih terbatas, serta belum
dioptimalkannya pertanian lahan kering yang kebutuhan investasinya relatif lebih kecil.
Komoditas yang dikembangkan juga masih dalam skala kcil sehingga sulit untuk
mencukupi pasar yang lebih luas apalagi ke pasar global.
Produksi pasca panen masih sangat terbatas dan seragam, tidak kreatif. Secara
umum, masyarakat perdesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama, sehingga
transaksi jual beli barang atau produk antar sesama penduduk di suatu desa relatif kecil.
Bahan mentah menjadi menumpuk yang pada akhirnya menurunkan harga jual dan
pada akhirnya banyak yang membusuk dan mengalami kerusakan.
Pengembangan ekonomi mestinya dikembangkan dari hulu ke hilir dari
pengembangan komoditas, bahan mentah sampai ke pengembangan produksi. Hal ini
tidak hanya berpotensi mengalihkan surplus tenaga kerja di sektor pertanian primer
yang kurang produktif, tetapi juga meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan.
Dalam model rantai pasok dari produksi, pemasaran distribusi yang terjadi di desa
pada umumnya dikuasai oleh beberapa gelintir orang kaya. Baik sebagai rentenir
’penyokong modal kerja’ maupun berkuasa atas rantai pemasaran dan distribusi produk
desa. Bukan rahasia jika rantai ini sulit ditembus karena seperti dunia mafia. Manakala
hasil tanaman atau tangkapan melimpah, maka harga akan anjlok. Pada saat harga
produk di pasar melonjak, masyarakat yang berproduksi di desa tidak ikut menikmati
lonjakan harga. Kemampuan berproduksi di desa tidak lalu menjadikan warga desa
berdaya secara ekonomi.
Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas. Modal masih
menjadi hambatan bagi petani-petani kecil yang sulit untuk mengakses pinjaman dari
lembaga-lembaga keuangan formal yang mempunyai syarat tertentu untuk dipenuhi.
Menurut Pasaribu, Sahat, dkk (2007) kelembagaan keuangan yang ada di daerah seperti
Bank Pembangunan Daerah (BPD), dari cabang-cabang bank pemerintah di daerah
serta lembaga perkreditan (BPR dan sejenisnya) yang berada di daerah dinilai masih
belum memberikan fasilitas pelayanan pembiayaan yang memadai bagi pembangunan
sektor pertanian.
Meskipun sekarang sudah banyak program kredit di sektor pertanian yang
ditawarkan oleh pemerintah baik melalui skema subsidi bunga (KKP-E, KPEN-RP, dan
KUPS) maupun skema penjaminan (KUR), namun penyerapan pada sebagian skema
kredit tersebut masih terhitung rendah dan tidak sebanding dengan peran dan
kontribusi peran kontribusi yang selama ini diberikan sektor pertanian pada negara.
Di samping itu dengan kemampuan ekonomi yang terbatas keuangan usaha juga
seringkali tumpang tindih dengan keuangan rumah tangga. Pengelolaan keuangan
yang dilakukan pada umumnya tradisional dan seperti gali lubang tutup lubang. Hal ini
juga makin sulit dengan perputaran pada komoditas pertanian yang berjangka panjang
karena hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada masa tanam. Dengen
terbatasnya modal maka pengadaan dan penyaluran sarana produksi juga tebatas baik
dari segi kuantitas maupun kualitas. padahal sarana produksi sangat dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada akhirnya produktivitas yang dihasilkan tidak
dapat maksimal dan masih di bawah produktivitas potensial.
Persoalan lain adalah luas lahan pertanian yang hanya 60 juta Ha, yaitu 33 persen
dari luas daratan. Luas lahan yang terbatas ini makin lama juga semakin berkurang.
Persoalan lain adalah adanya desakan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non
pertanian akibat tekanan penduduk dan industrialisasi. Petani pada umumnya
mempunyai lahan kurang dari 0,5 Ha atau petani gurem, bahkan banyak petani yang
tidak mempunyai lahan sama sekali. Alih fungsi ini menyebabkan beberapa persoalan
diantaranya merusak sistem irigasi yang sudah terbangun dan menyebabkan tekanan
pada pembukaan lahan baru dengan tebang bakar yang menyebabkan banyak
kerusakan lingkungan. Tingkat kesuburan lahan di berbagai wilayah juga berbeda.
Kesuburan tanah pertanian saat ini ditenggarai juga menunjukkan degradasi. Hal ini
diakibatkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia dan pengolahan tanah yang tidak
tepat.
Kondisi ini pada akhirnya semakin menurunkan produktivitas ekonomi desa dan
meningkatkan rumah tangga petani gurem. Kalau kondisi ini tidak dibenahi, sangat sulit
menurunkan kemiskinan di perdesaan dan mengendalikan migrasi penduduk ke kota-
kota besar yang akhirnya juga akan berdampak buruk pada permasalahan di perkotaan.
pertanian adalah bagian yang penting dalam pengembangan komoditas
pertanian. Indonesia yang mempunyai dua musim harus menjamin ketersediaan air di
musim kemarau apalagi pada saat ini dimana musim kemarau bisa lebih panjang dan
lebih panas yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan pemanasan global. Pengairan
lahan pertanian saat ini dipasok secara tradisional, pengembangan irigasi skala desa,
dan skala regional dengan mengembangkan waduk yang lebih besar. Menurut
kementrian PUPR, di Indonesia saat ini memiliki 230 bendungan yang menyuplai irigasi
baru sekitar 11% dari 7,3 ha lahan irigasi. Sedangkan pada skala lokal masih dibutuhkan
berbagai infratruktur yang bisa menampung persediaan air untuk pengairan lahan
tanaman.
Pada sisis lain penghubung antara pusat komoditas pertanian dengan pasar
masih sangat dibutuhkan. Berdasarkan data dari Bank Dunia memperlihatkan bahwa
investasi penghubung ini telah melambat secara tajam. Jalan penghubung antara desa
dan pasar sangat dibutuhkan di daerah pedesaan untuk mendukung intensifikasi
pertanian.
Proses pengembangan komoditas dan produksi pasca panen masih
dikembangkan secara tradisional dan masih banyak yang tidak tepatguna . Teknologi
tepatguna dibutuhkan untuk deversifikasi budidaya dan peningkatan kualitas dan
kuantitas komoditas yang dihasilkan serta pengolahan bahan mentah menjadi bahan
baku dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Dengan kuantitas dan kualitas komoditas
yang ada saat ini serta kurang beragamnya jenis produksi pasca panen sulit untuk
menembus pasar yang lebih besar. Komoditas yang dihasilkan saat ini oleh masyarakat
hanya mampu menjawab pasar dalam lingkungan terbatas di sekitar mereka. Pada sisi
produksi pasca panen usaha di desa masih usaha mikro belum sampai pada usaha kecil
apalagi usaha skala besar. Saat ini ada 99,8 persen unit usaha di desa adalah usaha
mikro dan hanya satu persen yang merupakan usaha kecil. Usaha mikro kecil adalah
usaha yang serba terbatas, cenderung hanya mampu bertahan hidup. Kemampuan
berinvestasi dan mengembangkan skala usaha sangat terbatas bahkan nyaris tidak
mungkin.
Ketidakmampuan masyarakat desa dalam pengembangan eknonomi dan usaha
di desa tidak terlepas dari persoalan kualitas sumberdaya manusia yang ada dan
kapasitas kelembagaan ekonomi desa. Dari sisi sumberdaya manusia kurangnya
kemampuan ini diakibatkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat desa dalam
pengembangan ekonomi lokal dan dunia usaha baik itu dalam kegiatan teknis maupun
di dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini juga disebabkan oleh tidak adanya
lembaga yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi untuk memperjuangkan petani
dan pelaku usaha di desa untuk bisa menjangkau berbagai sumberdaya termasuk
modal dan akses pasar. Daya saing produk pertanian dan kebijakan yang mendukung
belum sepenuhnya mendorong kekuatan untuk memasuki pasar global.
dalam skala yang lebih besar; membentuk cluster usaha yang saling berkaitan dari mulai
hulu sampai hilir.
Perlu dorongan untuk pengembangan inovasi dalam bidang agribisnis pada
berbagai rantai pasok mulai dari hulu (pasokan masukan), budi daya (on farm), hilir
(pengolahan) dan jasa penunjang. Permintaan produk pertanian yang berskualitas
diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan
kemampuan ekonomi masyarakat. Produk agro industri diduga akan semakin banyak
dan beragam karena dimungkinkannya peluang pasar bagi produk tersebut. Harus
dipastikan ketersediaan irigasi, embung dan sistem penyediaan air lainnya untuk
menjamin keberlanjutan pasokan komoditas pertanian. Untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas dibutuhkan teknologi yang tepatguna dari hulu sampai hilir.
Perlu dilakukan deversifikasi budi daya dan pengolahan hasil pertanian sehingga
komoditas yang dihasilkan berkualitas dan mempunyai nilai tambah ekonomis,
menghindari penumpukan, busuk dan kerusakan lainnya. Ketersediaan bahan baku dan
daya saing produk menjadi kata kunci untuk menghasilkan produk strategis. Dengan
bebasnya arus barang keluar dan masuk pasar di kawasan Asia Tenggara, maka kekuatan
daya saing harus cukup lentur untuk bertahan dan/atau meningkatkan kekuatan di
pasar.
Pengembangan inovasi harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan , baik
di wilayah daratan maupun di wilayah pesisir sehingga akan tetap berkelanjutan.
Pemilihan teknologi, jenis komoditas, pupuk, dan bebagai kegiatan pendukung lainnya
harus dipastikan tidak akan merusak lingkungan. Konsep green bussiness, selain menjaga
kelestarian lingkungan supaya sumberdaya yang ada dapat tetap digunakan secara
berkelanjutan, juga menjadi standar yang ditetapkan oleh banyak negara dan kelompok
masyarakat tertentu. Saat ini komoditas dan produk yang dikembangkan dengan
konsep green bussines mempunyai pangsa pasar yang menjanjikan.
Peningkatan kapasitas dalam pengembangan komoditas pertanian dan usaha
berbasis pertanian dan non petanian. Pengembangan kapasitas bisa dilakukan dengan
mendorong budaya kewirausahaan pada berbagai komunitas di desa termasuk
kelompok pemuda, difabel, dan perempuan. Komunitas warga didorong untuk menjadi
kelompok-kelompok tani dan kelompok produksi dan kelompok usaha lainnya.
Kelompok tersebut merupakan ’ sosial’ utama untuk menguatkan usaha-usaha individu
warga desa. Kelompok-kelompok tersebut bisa ditingkatkan kapasitasnya melalui
berbagai pelatihan, bertukar pengalaman dengan pihak lain dan praktek langsung
dalam kerja-kerja yang dilakukan dalam kegiatan kelompok.
Pengembangan dan pemantapan kelembagaan sosial ekonomi lokal dibutuhkan
untuk menjadi jembatan antara petani dengan para pelaku usaha lainnya dan
pemerintah lokal. Fungsi lembaga adalah (1) mempermudah akses petani dan pelaku
usaha ke sumberdaya produktif untuk pengembangan usaha seperti lahan, permodalan,
informasi, dan teknologi; (2) memperjuangkan petani dan pelaku usaha lainnya supaya
produk yang dihasilkan dapat diterima pasar, baik itu pasar lokal maupun global..; (3)
memfasilitasi peningkatan kapasitas mayarakat dalam peningkatan komoditas pertanian
dan kewirausahaan; (4) promosi komoditas dan produk yang dihasilkan masyarakat
melalui berbagai format media termasuk e-commerce; (5) memfasilitasi kerjasama
dengan wilayah lain sehingga skala ekonominya memadai.
Pengembangan komoditas unggulan perlu dikembangkan dalam kerangka
kerjasama masyarakat dan kerjasama antar desa – dikenal dengan kawasan perdesaan.
Kerjasama antar desa ini merujuk pada kegiatan bersama beberapa desa dalam satuan
karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan yang sama, bukan dalam batasan
administratif. Hal ini penting untuk dipahami untuk memenuhi tiga tujuan. Pertama,
untuk menjaga dan memelihara sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Kedua untuk menemukan aspek ekonomi dari areal produksi atau memenuhi skala
ekonomi usaha pertanian yang optimal dan pada akhirnya akan menumbuhkan
kerjasama antar desa dan semangat gotong royong. Ketiga membuat masyarakat
mempunyai posisi tawar lebih baik untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan bernilai skala ekonomis, ekologis dan sosial, maka upaya ini akan mempunyai
aspek berkelanjutan.
Lembar Informasi
SPB
Peluang Penyedia
2.3.1
Peningkatan kapasitas
Teknis Pengembangan
Eekonomi Lokal dan
Kewirausahaan
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia diperkirakan akan mengalami banyak
kerugian karena belum siap melakukan era perdagangan bebas (ekonomi global). Untuk
dapat mengambil peluang, manfaat, dan keterlibatan dalam ekonomi global tersebut,
maka bangsa Indonesia membutuhkan strategi pembangunan wilayah yang diarahkan
pada terjadinya pemerataan (equity), mendukung pertumbuhan (efficiency) dan
keberlanjutan (suistainability). Prinsip yang dapat dijadikan indikator dalam
pengembangan wilayah tersebut adalah daya saing, produktivitas, dan efisiensi.
Sehingga paradigma pembangunan yang dilakukan harus lebih diorientasikan pada
pembangunan spasial pada tingkat wilayah dan lokal dengan lebih mengutamakan
kapasitas ekonomi lokal (local economic development).
Adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa membuka peluang Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Desa untuk melakukan kerjasama pengembangan produk dan jasa
langsung dalam pengembangan ekonomi desanya. Selain itu, pemerintah desa
mempunyai wewenang dalam membuat kebijakan pengembangan ekonomi lokal yang
langsungmenyentuh kebutuhan dasar masyarakat yang didasarkan pada
pengembangan sektor-sektor unggulan yang memiliki nilai kompetitif dan berorientasi
global di masing-masing wilayahnya. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya polarisasi
yang mencolok antara wilayah maju dan wilayah yang kurang berkembang.
Konsep pengembangan wilayah yang berbasis ekonomi lokal merupakan konsep
pembangunan yang didasarkan pada kapasitas lokal yang semakin berkembang
(endogeneous development). Kemitraan merupakan prinsip utama dalam implementasi
pengembangan ekonomi lokal. Adanya kerjasama pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat sangat menentukkan keberhasilan dan keberlanjutan ekonomi lokal dalam
suatu wilayah.
mempunyai pengetahuan yang lebih baik mengenai pilihan produk yang ditawaran,
sehingga daya saing semakin ketat.
Disamping dinamika sosial yang beragam, produk-produk yang laku di pasaran
juga rawan peniruan. Dalam situasi sekarang pengembangan produk berdaya saing
harus berkelanjutan, inovasi dan kreatifitas penciptaan produk-produk baru atau
pengembangan yang sudah ada harus terus menerus dilakukan. Produk berdaya saing
harus memiliki keunikan yang tidak dapat ditiru oleh saingannya. Hal ini lebih jauh
mengindikasikan bahwa kreativitas menjadi angat penting dalam meningkatkan dan
mempertahankan daya saing suatu produk
Dalam dunia perdagangan, segala jenis produk yang diciptakan melalui pemikiran
kreatif harus mampu mengungguli produk-produk lain, baik produk sejenis, maupun
produk lain yang berada di pasar. Contoh yang menarik dalam dekade terahir antara lain
adalah produk telpon seluler sebagai salah satu produk kreatif. Adopsi telpon seluler
yang sangat cepat, yang disertai dukungan internet, secara dramatis telah mengubah
pola komunikasi masyarakat.. Persaingan keunggulan kompetitif sangat nyata di dunia
industri, antara lain industri otomotif, dirgantara, dan industri persenjataan. Para pemikir
dan perancang teknologi di negaranegara industri berlomba-lomba menciptakan
produk yang tidak dapat disaingi atau ditiru, memiliki nilai jual tinggi, dapat disesuaikan
setiap saat, dan selalu lebih baik dari produk alternatif lain.
Produk berdaya saing tinggi dapat diciptakan bila didukung faktor-faktor sebagai
berikut: (a) ketersediaan dan kecukupan sumber daya atau bahan baku, (b) proses
produksi terarah dengan tujuan yang jelas, (c) keterampilan manajerial dan kemampuan
strategis, dan (d) merupakan output sesuai dengan tujuan.
Keempat faktor di atas dikelompokkan sebagai faktor internal yang menempatkan
proses produksi dalam pandangan kelompok perekayasa produk berdaya saing tinggi
tersebut. Namun demikian, guna mempertahankan keberlanjutan daya saing suatu
produk, dibutuhkan pandangan dan pendapat “pihak luar” yang secara objektif
diharapkan dapat memberikan penilaian atas produk berdaya saing tinggi tersebut.
Pemanfaatan jagung dan padi menjadi berbagai produk yang memiliki daya saing
tinggi.
Jagung dan padi adalah sumber utama karbohidrat. Jagung merupakan penyumbang besar
dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dan pakan ternak. Jagung juga dapat
menghasilkan minyak masak, gula, ethanol, bahan obat alternatif (sutra jagung untuk obat
herbal), bahan kerajinan dan ornamen, dan lain-lain). Padi dapat diolah menjadi berbagai
produk pangan dan non-pangan. Beras juga telah diolah menjadi panganan kue-kue dan
berbagai makanan ringan. Keripik beras (rice crispy), bihun dan mie beras, minyak goreng,
bahan kosmetik, dan berbagai bahan industri lainnya, berkembang sebagai produk
keunggulan kreatif yang berwawasan pasar dan kebutuhan konsumen masa depan
yang diinginkan. Lokasi strategis juga turut mengurangi biaya promosi dan
publikasi.
3. Mengembangkan sistem informasi dan distribusi yang mendukung kelancaran
proses pemasaran.
4. Mengembangkan hubungan baik dengan para agen pengecer (vendor).
5. Memberikan keuntungan berganda kepada konsumen. Sebagai contoh
perusahaan makanan siap-saji (fast food) memberikan pelayanan cepat,
lingkungan bersih, dan makanan panas.
6. Memberikan pelayanan berkualitas untuk memperoleh loyalitas konsumen
Peningkatan daya saing sektor pertanian tidak dapat diatasi secara parsial, tetapi
membutuhkan pendekatan multisektor dalam perspektif multidisiplin guna
meningkatkan pemahaman permasalahan dan meningkatkan efektifitas pendekatan dan
strateginya. Budaya, sikap, dan tindakan, merupakan faktor-faktor yang sangat
berpengaruh dalam perilaku sosial individu dan masyarakat yang berkaitan dengan
proses adopsi-inovasi. Penelitian-penelitian yang disponsori FAO (Villarreal, 2000)
menunjukkan bahwa budaya suatu masyarakat mampu menghambat upaya
pengembangan sektor pertanian berkelanjutan dan kertahanan pangan, sekaligus
menyangkut perbedaan peran gender dalam rumah tangga dan komunitas setempat.
D. Peran Pemerintah
Penerapan model cluster yang dilaksanakan dalam pengembangan ekonomi lokal terkait
dengan beberapa pendekatan, antara lain (Munir, 2007:25-26): (1) Pengembangan
network atau jaringan. (2) Mengembangkan upaya pemasaran bersama klaster. (3)
Menyediakan informasi yang spesifik untuk klaster. (4) Mendukung riset bersama. (5)
Mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan. (6) Pemerintah daerah berkolaborasi
secara regional, menjadi fasilitator dari networking antar industri, dan katalis yang
menjalin tiap pelaku ekonomi untuk bekerjasama. Dilihat dari beberapa pendekatan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan ekonoomi lokal
menggunakan pendekatan yang terakhir. Peran Pemerintah dalam hal ini sebagaimana
pendapat Cornelis dan Miar (2005:84), sebagai fasilitator untuk memfasilitasi dan
memberdayakan masyarakat di Desa termasuk para pengusaha/pengrajin yang belum
berdaya menuju ke tingkat lebih berdaya, dan yang sudah berdaya dikembangkan
kearah yang lebih maju serta diharapkan mampu mengangkat para pengusaha yang
belum berdaya tersebut dan tentunya harus ada peran aktif serta partisipasi masyarakat
didalamnya serta dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Dalam perencanaan sentra usaha atau kluster industri, perlu dipertimbangkan tiga
faktor utama, yaitu: (1) implementing agent, (2) supporting institution dan (3) facilitator.
Pertama, implementing agent adalah pemerintah daerah dalam hal ini OPD yang
bertanggung jawab atas perkembangan sentra ekonomi, sehingga program dan
kegiatan bagi pelaku ekonomi yang telah dibentuk dapat berkesinambungan dan tidak
bersifat insidentil. Hal ini penting mengingat fenomena yang ada saat ini, yaitu
pembentukan sentra-sentra tanpa disertai adanya program lanjutan, seakan-akan
dengan diresmikannya sebuah sentra maka semua hal akan berjalan lancar dengan
sendirinya. OPD juga bertanggung jawab untuk melakukan monitoring dan evaluasi agar
perkembangan sentra dapat dipantau. Kedua, Supporting Institution adalah dukungan
kelembagaan yang dalam terkait masalah kepastian hukum, aparatur dan pelayanan,
keuangan daerah dan peraturan daerah. Di dalamnya telah mencakup segala aspek yang
dibutuhkan bagi perkembangan sentra ekonomi masyarakat, seperti kemudahan
perijinan, pelayanan sertifikasi HAKI, pelayanan penyediaan dan lain sebagainya. Ketiga,
Facilitator adalah orang atau pihak ketiga yang bersifat professional maupun organic
yang dapat mengakselerasi berbagai pihak serta dijadikan tempat bertanya bagi para
anggota sentra. Orang tersebut bisa berasal dari aparatur atau pihak ketiga, yang
menguasai seluk beluk permasalahan usaha dan dapat mencarikan solusi terbaik bagi
perkembangan ekonomi.
klaster kopi termasuk peningkatan kualitas biji kopi, alternative diversikasi, peningkatan
ketrampilan dan teknologi, perluasan pasar, penguatan posisi tawar petani, serta
peningkatan pendapatan petani. Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal di
Kabupaten Tanggamus telah mengupayakan pemanfaatan sumberdaya lokal yakni kopi,
bahkan telah menjadi komoditas unggulan. Selain itu, dalam upaya pendekatan telah
tepat karena menggunakan pendekatan pengembangan ekonomi lokal melalui
kemitraan yakni dengan terbentuknya KPEL. Pelibatan pihak ketiga dilakukan untuk
mendorong peningkatan kapasitas ekonomi lokal dimana publik, bisnis, LSM, bersama
secara kolektif menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan
ketenagakerjaan.
Kopi selain sebagai sebagai komoditas unggulan, juga menjadi klaster ekonomi
yang mampu menjadi multiplier effect bagi pengembangan ekonomi setempat. Hal
tersebut terbukti dengan adanya diversifikasi produk bji kopi menjadi bubuk kopi. Para
petani kopi telah bekerjasama dengan perusahaan lokal, seperti PT. Nestle Indonesia,
yang merupakan perusahaan internasional terbesar pengolah biji kopi. Hasil tersebut
secara tidak langsung telah meningkatkan pendapatan petani kopi sebelumnya dan
peningkatan lapangan kerja.
Daftar Pustaka
Antonius Tarigan (2005) Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21:
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Tanggamus. Jakarta: Yayasan
Sugijanto Soegijoko-URDI.
Arif Daryanto (2009) Posisi Daya Saing Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Seminar
Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani, 14
Oktober 2009. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Devaney, Tim, and Tom Stein., (2012) Don’t Innovate, Imitate. Readwrite Newsletter.
http://readwrite.com/2012/08/14/dont-innovate-imitate.
Ery R. Supriyadi (2007) Telaah Kendala Penerapan dan Pengembangan Ekonomi Lokal:
Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL. Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota, Vol 18 No. 2 Agustus 2007 Hal 103-123.
Riyadi dan Dedi Supriadi Bratakusumah. (2004) Perencanaan Pembangunan Daerah.
Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Yulita Indah Prasetiari (2012) Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal: Implementasi
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Berbasis Pemberdayaan Di Kabupaten
Sidoarjo. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 183-194.
http://onlyone-deny.blogspot.co.id/2012/01/critical-riview-konsep-pengembangan.
html
Pokok Bahasan 3
MEMBANGUN KAPASITAS
KELEMBAGAAN
Lembar Informasi
PB
Penerapan
2.3.1
Rapid Market Appraisal
(RMA) dalam Pengembangan
Penyedia peningkatan
kapasitas Teknis di Desa
A. Pendahuluan
Penilaian Pasar Secara Cepat atau Rapid Market Appraisal (RMA) merupakan salah satu
pendekatan atau cara yang dapat membantu P2KTD untuk mengenal lebih dalam
tentang potensi pasar terkait penyedia peningkatan kapasitas teknis yang dapat
diberikan berdasarkan informasi pasar itu. Melalui cara ini, P2KTD dapat belajar untuk
mengembangkan gagasan-gagasan baru, kemudian menguji tingkat kepatutan pasar
(marketability) dengan cara langsung dan menanyakan kepada konsumen tentang
pendapatnya tentang produk jasa baru yang akan ditawarkan. Pada akhirnya P2KTD
akan memiliki produk jasa baru untuk ditawarkan kepada Desa dengan tetap
memberikan kemungkinan untuk menghasilkan laba dari jasa yang akan ditawarkan.
P2KTD secara langsung akan memahami dan menyadaribetapa penting untuk
mendengarkan konsumen dan berhati-hati meneliti pasar potensialnya.
RMA merupakan cara yang dapat dilakukan oleh P2KTD untuk mengumpulkan
informasi pasar dan mengidentifikasikan serta mengembangkan produk penyedia
peningkatan kapasitas teknis atau memasarkan jasa baru kepada konsumen dalam hal
ini Desa. Konsumen merupakan sumber utama informasi yang dapat memabntu P2KTD
untuk menentukan permintaan pasar terhadap suatu produk jasa yang akan diberikan.
Permintaan pasar merupakan gambaran seberapa banyak orang yang tertarik atau mau
membeli dengan sejumlah harga tertentu terkait produk penyedia peningkatan
kapasitas teknis yang ditawarkan P2KTD.
Banyak P2KTD belum mencoba untuk menggunakan cara yang lebih terstruktur
dan sistematis dengan mempelajari pasarnya sama sekali. Kebanyakan organisasi atau
lembaga cenderung berorientasi dalam membuat produk jasa yang sama dengan
pesaingnya, dan semua berkompetisi untuk pangsa pasar yang semakin lama semakin
kecil. Beberapa organisasi atau lembaga layanan teknis bahkan tidak pernah berbicara
dengan konsumennya sama sekali, namun hanya menjual produk jasa melalui ”orang
tengah atau perantara”. Sesungguhnya konsumen diharapkan dapat memberikan
gagasan yang berharga kepada P2KTD tentang bagaimana memperbaiki suatu produk
penyedia peningkatan kapasitas baru dengan menjelaskan keunggulan dan
spesifikasinya kepada calon pengguna. Semakin puas konsumen pada produk penyedia
peningkatan kapasitas yang diberikan P2KTD maka akan semakin banyak gagasan yang
dibeli oleh Desa.
Kajian Cepat terhadap Pasar (RMA) tumbuh dari keterbatasan yang dimiliki oleh
survei formal, yaitu dilakukan secara intensif dan dalam waktu relatif lama, yang di
Negara-negara berkembang jarang sekali memberikan hasil analisis yang sesuai
kebutuhan. Melakukan RMA untuk penyedia peningkatan kapasitas teknis merupakan
cara yang efisien untuk mendapatkan informasi yang lebih baik untuk arah kebijakan
yang relevan bagi P2KTD, khususnya intervensi mengenai jenis penyedia peningkatan
kapasitas teknsi dan kompensi yang dibutuhkan yang memiliki potensi pasar. Hal ini
menghindari biaya, keterlambatan, dan beban pengelolaan survei formal yang
memerlukan tenaga ahli dengan sejumlah alat analisis untuk mengidentifikasi kendala
dan peluang, pengamatan silang, dan perencanaan atau monitoring intervensi strategi.
Daftar Pustaka
Tukan, C.M.J, J.M. Roshetko, S. Budidarsono, dan G.S. Manurung (2006). Market Chain
Improvement: Linking Farmers to Markets in Nanggung, West Java, Indonesia. Acta
Horticulturae.699: I International Symposium on Improving the Performance of
Supply Chains in the Transitional Economies.
Landell-Mills, N. (2002). Marketing Forest Environmental Services Who Benefits?,
Gatekeeper Series No. 104. International Institute for Environment and
Development (IIED), London.
Predo, C. (2002). Bioeconomic Modeling of Alternatives Land Uses For Grasslands Areas
and Farmers' Tree-Growing Decisions in Misamis Oriental, Philippines, Ph.D.
Dissertation, Los Baños, Laguna, Philippines. University of the Philippines at Los
Baños.
Roshetko, J.M. dan Yuliyanti. (2002). Pemasaran Untuk Hasil-Hasil Wanatani Di Tingkat
Petani. Dalam: J.M. Roshetko, Mulawarman, W.J. Santoso dan I.N. Oka. Wanatani
di Nusa Tenggara-Prosiding Lokakarya Wanatani Se-Nusa Tenggara, 11-14
November 2001. Denpasar, Bali. International Centre for Research in Agroforestry
(ICRAF) dan Winrock International.
Roshetko, J. M., E. Nugraha, J.C.M. Tukan, G. Manurung, C. Fay dan M. van Noordwijk,
(2002). Agroforestry for Livelihood Enhancement and Enterprise Development.
Manuscript. Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan Winrock International.
Betser, L. Dan Degrande, A. (2001) Marketing Surveys. Lecture note. In: Tree
Domestication in Agroforestry Module 2, Session 5. The World Agroforestry Center
(ICRAF). Nairobi.
ILO (International Labor Organization) (2000) Rapid Market Appraisal: A Manual for
Entrepreneurs. The FIT Manual Series. International Labor Organization. Geneva.
Arocena-Francisco, H., de Jong, W., Le Quoc Doanh, de Guzman, R.S., Koffa, S. Kuswanda,
M., Lawrence, A., Pagulon, A., Rantan, D., Widawati, E. (1999) 'Working Group 1
External factors affecting the domestication of agroforestry trees (economics and
policy)' dalam J.M. Roshetko and D.O. Evans. (eds), Domestication of agroforestry
trees in Southeast Asia. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports,
special issue 1999, pp 212-213.
Scherr, S.J. (1999). 'The economic context for agroforestry development: evidence from
Central America and the Caribbean', Outlook on Agriculture 28(3): 163-170. Scherr,
S.J. 1995. 'Economic factors in farmer adoption of agroforestry: Patterns observed
in western Kenya', World Development 23(5): 787-804.
Hammett, A.L. 1994. ‘Developing community-based market information systems'. dalam
J.B. Raintree and H.A. Francisco (eds), Marketing Multipurpose Tree Species in Asia.
Proceedings of an International Workshop, Baguio City, Philippines, 6-9 December
1993. Winrock International. Bangkok, Thailand. Pp 289-300.
Young Simon, 1994. Rapid Market Appraisal (RMA): A Tool for Market Systems Research
in Agricultural Development, Malakand Fruit and Vegetable Development Project
(MFVDP), Interco-operation
A. Pendahuluan
Penguatan Kapasitas kelembagaan P2KTD, harus dipahami sebagai bagian dari proses
pengorganisasian penyelenggaraan pembangunan perdesaan secara lebih baik dalam
kesatuan sistem pembangunan di tingkat daerah, yang merupakan bagian dari kesatuan
sistem pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan yang baik, berbasis hak-hak
dasar dan berpihak kepada masyarakat perdesaan, memahami peraturan berupa sistem,
mekanisme dan prosedur yang memungkinkan P2KTD mampu menjalankan peran dan
fungsinya secara efektif dan akseptabel serta pelaksanaan kebijakan pembangunan
kawasan perdesaan sebagaimana amanat UU. No. 6/2014 Tentang Desa, Peraturan
Pemerintah No. 43/2014 Tentang Pelaksanaan UU. No. 6/2014, PP. No. 60/2014 Tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN serta Keputusan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 83/2017 Tentang Program Inovasi Desa.
Perlu dipahami bahwa pembangunan kawasan perdeesaan bersifat multi-
dimensional. Hal ini menyangkut hubungan yang bersifat lintas sektoral, lintas dinas,
lintas kepentingan dan lintas kewilayahan. Mempertemukan berbagai sektor dan
kepentingan menjadi esensi dari kegiatan yang diharapkan layanan dari P2KTD,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelaksanaan pembangunan desa,
meningkatkan kemandirian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penguatan kapasitas P2KTD juga terkait dengan kepentingan penataan peran,
fungsi dan pemanfaatan kelembagaan atau organisasi dalam memberi layanan teknis
didesa. Dengan demikian, maka erat kaitannya dengan kepentingan publik dan
perkembangan sosial masyarakat pada kawasan perdesaan. Oleh sebab itu, sensitivitas
terhadap sentimen publik, perkembangan sosial masyarakat dan politik pemerintahan
dituntut dalam segenap usaha dan kegiatan pengembangan dan penguatan kapasitas
organisasi P2KTD. Pemahaman dan kesadaran terhadap eksistensi P2KTD harus
tertanam dalam hati dan pikiran para pelaku yang berkompeten dan pelaku
pembangunan desa lainnya.
1. Dimensi Struktural.
Diperlukan struktur organisasi/lembaga yang sesuai untuk menjalankan tugas
pemberian penyedia peningkatan kapasitas teknis sesuai mandat UU. No. 6 tahun 2014
Tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU. No.
6 Tahun 2014, PP. No.60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN
serta Kepmen No. 83 Tahun 2017 Tentang Program Inovasi Desa. Unsur struktural
kelembagaan yang harus ada, adalah keberadaan sistem, lembaga dan personil, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem
Substansi penguatan kelembagaan P2KTD terkait dengan pelaku-pelaku (subyek) dan
bidang kerja/garapan (obyek). Kejelasan dalam pengelolaan tata hubungan antar pihak,
antar bidang dan antar unsur dengan tugas pokok, peran dan fungsinya penting
dilakukan, sehingga akseptabel bagi pelaksanaan peran dan fungsi P2KTD dalam
pembangunan desa.
b. Lembaga
Pembangunan desa secara esensi menyangkut hak dasar dan peningkatan
kesejahteraan hidup warga pada kawasan perdesaan. Hal ini secara teknis memerlukan
intensitas pengorganisasian lintas sektoral, lintas pelaku dan lintas kepentingan.
Pembangunan kawasan perdesaan sebagai suatu sistem pelayanan kebutuhan warga
dan sub-sistem pembangunan daerah, memerlukan dukungan kelembagaan P2KTD
yang sesuai untuk menanganinya.
c. Personil
Diperlukan personil yang kompeten dan kapabel sesuai kemampuannya dan tanggung
jawab yang jelas dalam mengelolaan kegiatan pembangunan perdesaan secara pro-
poor, mengoperasikan lembaga sesuai dengan peran dan fungsinya serta menjalankan
sistem dengan baik sesuai kebijakan pemerintah daerah dan desa. Keberadaan personil
sangat menentukan bagaimana sistem dan struktur kelembagaan berjalan dan
berfungsi. Penguatan terhadap personil P2KTD diantaranya adalah upaya-upaya
peningkatan kemampuan kerja, keterampilan teknis, keahlian manajerial,
pengetahuan/wawasan luas, kesadaran dan sikap-pikir kritis, perhatian dan
keberpihakan sebagai sikap dan daya tanggap terhadap realitas sosial, serta keteguhan
menjaga nilai etik, moral dan kaidah konstitusional.
Penguatan kapasitas personil P2KTD juga dapat dilakukan dengan pendekatan
pembelajaran mengikuti berjalannya proses kerja, dengan menjalankan proses aksi-
refleksi atau sharing dan dialog berlandaskan aktifitas dan program kerja. Sharing dan
dialog dapat dilakukan berdasar wilayah kompetensi maupun bidang keahlian masing-
masing, dilakukan secara lintas bidang dan dapat diperkuat dengan keterlibatan pelaku-
pelaku lain yang kompeten di luar kelembagaan P2KTD.
2. Dimensi Kultural
Aspek kultural kelembagaan P2KTD yang dimaksud , adalah bangunan sikap, perilaku
dan kebiasaan dalam kegiatan teknis yang dalam pelayanan kepentingan warga tidak
dapat mengabaikan atau meninggalkan antara satu dengan lainnya. Program atau
kegiatan pembangunan desa. Hal ini menyangkut urusan yang saling berkaitan, baik
dalam teknis pembangunan desa maupun upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Bangunan kultural kelembagaan P2KTD terkait kesadaran sebagai basis
penyelenggaraan pembangunan, profesionalitas dan etos kerja personil sebagai
pelaksana kegiatan, diantaranya sebagai berikut:
b. Perspektif Paradigmatik
Sikap, perilaku dan tindakan kelembagaan dalam memberikan penyedia peningkatan
kapasitas teknis sangat dipengaruhi oleh cara pandang, sikap pikir dan tindakan
personil. Pokok mendasar dalam penguatan kapasitas P2KTD adalah terkait dengan
bagaimana pemahaman personil terhadap masalah pembangunan desa secara terpadu
dan berkelanjutan sesuai amanat UU. No. 6 tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU. No. 6 Tahun 2014, PP. No.60
Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN serta Kepmen No. 83 Tahun
2017 Tentang Program Inovasi Desa.
A. Pendahuluan
Promosi adalah suatu aktivitas komunikasi dari pemilik produk atau jasa yang ditujukan
kepada calon konsumen dengan tujuan supaya calon konsumen membeli/memakai
produk barang atau jasa yang ditawarkan. Proses ini merupakan bagian dari pemasaran
yang di dalamnya ada kegiatan mempengaruhi secara persuasif (membujuk) dengan
memperkenalkan kelebihan/kegunaan produk atau jasa dan dimana produk/jasa
tersebut dapat diperoleh.
B. Tujuan Promosi
Secara umum tujuan dari promosi penyedia peningkatan kapasitas teknis yaitu:
menyebarkan informasi terkait produk atau penyedia peningkatan kapasitas
yang dapat diebrikan oleh P2KTD;
memperoleh konsumen baru dan menjaga kesetiaan konsumen. Jadi konsumen
tetap setia untuk membeli dan menggunakan produk atau penyedia
peningkatan kapasitas yang ditawarkan oleh P2KTD;
meningkatkan permintaan atas penyedia peningkatan kapasitas teknis dari
P2KTD;
memberi pembeda dan mengunggulkan produk P2KTD dibanding pesaing
lainnya;
membentuk citra produk penyedia peningkatan kapasitas P2KTD dimata para
konsumen.
C. Bauran Promosi
Bauran promosi adalah gabungan dari berbagai jenis promosi untuk produk dan jasa
yang sama supaya hasil dari kegiatan promosi yang dilakukan dapat membuahkan hasil
maksimal. Bauran promosi dapat menggunakan beberapa pendekatan salah satunya
dengan media promosi yang tepat diantaranya:
Iklan adalah bentuk promosi bersifat masal dan nonpersonal. Oleh karena
sirkulasinya luas maka biaya per-unit menjadi lebih murah. Tetapi karena bersifat
non personal maka iklan tidak mampu responsive. Oleh karena itu iklan tidak
diharapkan sebagai media komunikatif interaktif.
Penjualan Personal adalah aktivitas penjualan yang bersifat promosional. Karena
bersifat personal, promosi ini sangat efektif membina komunikasi dua arah dengan
audiens.
Promosi Penjualan adalah bentuk promosi personal maupun nonpersonal untuk
mendongkrak penjualan dalam jangka pendek. Promosi penjualan memang
dirancang dengan berbagai cara (personal maupun non personal) untuk
mendorong penjualan pada saat-saat tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan sampel, ikut serta dalam pameran yang sesuai dengan target pasar.
Publisitas adalah bentuk promosi yang lebih banyak dilakukan oleh masyarakat.
Audiens sering berpendapat bahwa informasi produk dari sumber non-produsen
tentu akan lebih fair atau jujur.
Identitas Produk adalah desain produk yang bersifat khas yang mempunyai daya
tarik tersendiri. Identitas produk adalah bentuk penampilan promosi produk secara
konkrit menunjukkan kelebihan-kelebihan yang ada.
Public relation (humas) yaitu mengupayakan produk yang dijual dapat diterima
oleh calon konsumen dan personal selling yaitu promosi dengan tatap muka
langsung. Contoh kehumasan yang bisa dilakukan untuk mempromosikan
penyedia peningkatan kapasitas adalah lobby dan negosiasi.
D. Promosi P2KTD
Dalam rangka promosi untuk memperkenalkan dan membujuk pemerintah desa dan
masyarakat agar mau membeli jasa/gagasan yang dikembangkan dibutuhkan proses
komunikasi. Proses komunikasi dimulai dari menyediakan informasi baik itu mengenai
gagasan sosial untuk mendorong perubahan sosial di tingkat desa maupun
menggunakan penyedia peningkatan kapasitas untuk mengimplementasikan gagasan
sosial yang direncanakan pihak desa/ditawarkan pihak luar.
Komunikasi dengan pelanggan bisa dilakukan dengan berbagai cara baik itu
melalui iklan, penjualan pribadi, pameran, pengumuman/pemberitaan melalui Humas,
dan pemasaran melalui internet. Dalam konteks mempromosikan gagasan sosial dan
penyedia peningkatan kapasitas teknis kepada desa cara komunikasi yang bisa dilakukan
melalui cara-cara yang lebih berorientasi pada ‘pembelajaran’ bukan dalam konteks
iklan produk komersial.
Pendekatan pemasaran sosial dengan cara (1) komunikasi yang lebih personal
(tatap muka) akan lebih efektif sehingga media yang dikembangkan sebagai alat bantu
digunakan untuk membantu menjelaskan informasi agar mudah dipahami oleh
pemerintah desa dan pihak-pihak terkait di masyarakat; (2) menggunakan pendekatan
lobby dan negosiasi; (3) menciptakan hubungan baik dengan berbagai pihak yang bisa
mempengaruhi keputusan/kebijakan desa.
Komunikasi yang dilakukan tidak bisa disamakan antara satu desa dengan desa
lainnya. Mengingat karakteristik personal, sosial dan budaya masing-masing wilayah
berbeda. Artinya pemahaman terhadap khalayak sasaran menjadi bagian yang penting
dalam kerangka mempromosikan gagasan sosial dan penyedia peningkatan kapasitas
yang bisa diberikan.
Jika hubungan baik antara P2KTD dengan pemerintah dan komunitas yang ada di
desa sudah terbina, inisiatif komunikasi bisa jadi bukan dari pihak P2KTD saja akan tetapi
juga dari pihak pemerintah desa atau komunitasnya. Jalinan hubungan akan bertambah
baik ketika sudah pihak desa sudah mempunyai pengalaman yang positif pasca layanan
yang diberikan dan mereka akan bersedia menggunakan kembali penyedia peningkatan
kapasitas yang dibutuhkan pada kegiatan/program lainnya.
Langkah strategi promosi dalam hal ini sama dengan langkah yang dilakukan pada
tahapan pengembangan strategi komunikasi , yaitu (1) Identifikasi khalayak sasaran; (2)
menentukan tujuan komunikasi; (3) mengembangkan pesan; (4) menyeleksi saluran
komunikasi; (4) menetukan biaya; (5) mengembangkan media komunikasi; dan (5)
mengukur hasil komunikasi/promosi.
Identifikasi Khalayak Sasaran
Dalam kerangkan promosi penyedia peningkatan kapasitas teknis, khalayak sasaran
primer adalah kepala desa dan jajaran pemerintahan desa sebagai penentu kebijakan
pembangunan dan penggunaan dana desa. Selain jajaran pemerintahan desa, BPD, dan
Komunitas desa menjadi khalayak sekunder mengingat mereka menjadi bagian dari
forum musyawarah yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran
pembangunan desa dalam forum musrenbang.
Menentukan Tujuan Komunikasi /Promosi
Tujuan Komunikasi/promosi harus spesifik dan bisa terukur serta berkaitan dengan
tujuan pengembangan gagasan sosial yang ditawarkan. Tujuan dari promosi yang
dilakukan P2KTD adalah gagasan sosial yang ditawarkan masuk ke dalam dokumen
perencanaan dan penganggaran desa, serta menerima P2KTD sebagai rekanan pemberi
penyedia peningkatan kapasitas teknis untuk mengimplementasikan gagasan tersebut.
Merancang Pesan
F. Kiat Promosi
Ada beberapa kiat yang bisa digunakan agar para pelanggan akan menggunakan jasa
yang diberikan secara berkelanjutan dan calon pelanggan percaya dan mtertarik
menggunakan jasa yang ditawarkan.
1. Berikan pelayanan prima
Selalu berikan pelayanan prima atau pelayanan yang terbaik kepada pelanggan . Buatlah
pelanggan merasa puas menggunakan jasa yang ditawarkan supaya pelanggan akan
memberikan rekomendasi kepada orang terdekatnya bahkan kepada orang yang baru
di kenal untuk menggunakan jasa P2KTD. Dengan begitu P2KTD akan merasa sangat
diuntungkan karena dapat menghemat cukup banyak biaya promosi.
2. Dapat dipercaya
Jika lembaga bergerak di bidang jasa, maka kepercayaan adalah hal yang sangat
penting. Maka dari itu buatlah hubungan yang erat dengan para pelanggan. Misalnya
saja dengan melakukan pendekatan secara personal agar dapat menanyakan kesan
mereka terhadap jasa yang pernah ditawarkan dan jangan lupa untuk menanyakan saran
supaya lembaga dapat lebih berkembang. Dengan begitu,P2KTD dapat mengetahui apa
yang diinginkan oleh pelanggan.
Pada era digital ini, penggunaan internet merupakan suatu hal yang sudah lazim di
masyarakat. Hampir rata-rata semua orang sudah memiliki akun jejaring sosial. Besar
kemungkinan bahwa pelanggan sudah lebih dulu masuk di jejaring sosial. Oleh karena
itu tidak ada salahnya jika P2KTD mulai merambah ke jejaring sosial. Karena hal ini dapat
digunakan sebagai media promosi bisnis layanan yang diberikan. Dengan
menggunakan metode tertentu, Anda dapat pula mencari tahu seberapa banyak
rekomendasi dari pengguna jejaring sosial terhadap jasa yang di tawarkan.
Contohnya saja jika lembaga adalah jasa perawatan hewan peliharaan (grooming,
tempat penitipan hewan, dan lain sebagainya) maka lembaga bisa menjadi salah satu
anggota dari perkumpulan pecinta anjing atau kucing. Di dalamnya, dengan
menggunakan beberapa teknik pendekatan, dapat mulai sedikit demi sedikit
menawarkan jasa yang diberikan. Atau ketika sumberdaya lembaga dapat dikategorikan
cukup maka dapat membentuk komunitas sendiri yang bersinergi dengan jasa yang
akan ditawarkan.
5. Melakukan kegiatan yang bersinergi dengan bidang layanan lembaga secara tulus
Daftar Pustaka
Strategi Komunikasi Pemasaran dalam Dunia Usaha https://modulmakalah.blogspot.
co.id/2017/03/Strategi.Komunikasi.Pemasaran.dalam.Menjalankan.Dunia.Usaha.ht
ml
Zahir, 5 Strategi Promosi dalam Bisnis Bidang Jasa, dalam ttps://zahiraccounting.
com/id/blog/5-strategi-promosi-pada-bisnis-di-bidang-jasa/
Lembar Informasi
SPB
Pengembangan Media
3.3.2
Promosi
A. Pendahuluan
Media promosi adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
informasi atau pesan mengenai produk yang ditawarkan kepada khalayak umum
(masyarakat). Dalam menjalankan promosi pemilihan media didasarkan kepada
beberapa pertimbangan yaitu: (1) jenis dan karakter produk yang dipasarkan; (2) perilaku
khalayak, dan (3) program promosi pesaing.
Pilihan Media Berdasarkan Produk. Misalnya: produk yang mempunyai tampilan
unik dan mampu membangkitkan emosional akan lebih pas bila dipromosikan dengan
iklan.
Pilihan media berdasarkan karakteristik khalayak. Dalam hal ini harus diketahui
saluran media yang biasa digunakan oleh khalayak sasaran dalam berkomunikasi,
misalnya apakah khalayak terbiasa menggunakan saluran media audio, visual, atau audio
visual.
Pilihan Media Berdasarkan Pesaing. Seringkali, perancang pilihan media diambil
untuk menanggapi promosi pesaing. Karena pesaing gencar memberikan hadiah kepada
pelanggannya, tentu perusahaan harus merespons dengan program yang seimbang
agar supaya tidak ditinggalkan oleh pelanggan.
Strategi media promosi dapat dikategorikan ke dalam dua saluran yaitu media online
dan media offline. Strategi promosi dengan cara online yaitu promosi dengan
memanfaatkan media digital untuk memperluas jaringan dan jangkauan pemassaran
yang luas dan tidak terjangkau dengan media offline. Strategi promosi offline adalah
promosi yang memanfaatkan sumberdaya media fisik untuk menyebarkan informasi
yang berhubungan dengan spesifikasi produk kepada konsumen yang berada pada area
tertentu, sesuai dengan karakteristik media offline yang mempunyai batasan
dibandingkan dengan media online.
Dalam era digital saat ini promosi tidak lagi dilakukan dengan cara-cara yang tradisional.
Teknologi komunikasi melalui internet semakin berkembang yang kemudian
mempengaruhi juga kepada strategi promosi yang bisa dilakukan. Dengan melalui
internet, promosi dapat menjangkau khalayak sasaran yang tanpa batas. Promosi online
dapat menggunakan beberapa media seperti berikut.
Website. Tingkat keberhasilan media ini tergantung kepada besaran traffic visitors
setiap harinya dan popularitas web yang dikembangkan.
Media Sosial seperti facebook, twitter, instagram, google+, dll. Sosial media yang
sebelumnya hanya dikenal sebagai alat komunikasi biasa, update status dan
lainnya, sekarang beralih dan semakin banyak yang menggunakan untuk membuat
fans page dengan kategori produk baik barang maupun jasa. Promosi sosial media
sangat tergantung kepada sumberdaya manusia yang dimiliki, banyaknya like,
komentar dan tweet dari khalayak. Namun seperti web tetap saja yang paling
berpengaruh adalah traffic visitors setiap harinya.
Adwords/PPC (Paid Per Click). Promosi langsung menggunakan layanan search
engine google, yaitu menempatkan promo pada hasil pencarian non-organik.
Kelebihan promosi ini adalah pasar tertarget sesuai dengan produk, dan bayar
promo hanya jika di klik oleh pengunjung. Kekurangannya traffic visitors minialis,
dan akan boros biaya jika iklan di-klik oleh pengunjung yang tidak potensial.
Kontrak iklan advertiser. Berdasarkan hasil riset media ini paling banyak digunakan
untuk promosi di internet. Hal ini disebabkan jika bisa memilih web publisher yang
bagsu dengan traffic yang tinggi yang ditampilkan dalam traffic visitors melalui
histats. Pemilik web akan mendapatkan limpahan traffic visitors instans, minimal
1000 sampai 4000 visitors per-hari. Ini dimungkinkan karena semakin banyak yang
mengunjungi web, maka order dan penjualan akan semakin tinggi. Produk baru
maupun produk lama akan mempunyai kesempatan yang sama dengan adanya
traffic visitors yang tinggi. Pemilihan web atau publisher menjadi penting dalam
hal ini, harus diperhatikan jumah traffic visitors yang bisa dilihat melalui histats.
Media offline sudah dikenal sejak lama sehingga disebut juga medi tradisional. Media
ini terdiri dari media yang berbentuk visual, audio dan audio-visual. Berikut media-media
tradisional yang bisa digunakan sebagai saluran promosi.
Media Cetak
Promosi melalui media cetak adalah cara promosi yang paling banyak digunakan.
Promosi jenis ini sangat mudah dijangkau oleh masyarakat kalangan atas hingga bawah.
Biaya untuk promosi menggunakan media cetak ini cukup terjangkau tetapi sangat
tergantung kepada jenis media, design, dan material kertas serta tinta yang digunakan.
Promosi ini biasanya dilakukan dengan membuat :
Poster, Media promosi cetak ini merupakan sarana komunikasi pemasaran yang
paling umum dan sering dijumpai di banyak tempat, terutama di tempat-tempat
umum dan strategis. Ukuran poster yang relatif besar berpotensi untuk menarik
perhatian pembaca dan mengarahkan mereka pada pesan merek. Poster harus
didesain semenarik mungkin agar menarik perhatian orang karena media ini
biasanya dibaca sambil lalu.
Banner, Berkembangnya mesin percetakan yang semakin maju dan canggih
semakin memudahkan orang dalam mencetak materi promosi dalam ukuran besar.
Banner umumnya dicetak dalam ukuran besar dan ditempatkan pada tempat-
tempat yang mudah dilihat orang. Bentuk banner dan teknik pemasangannya
bervariasi. Banner yang dipasang pada rangka berbentuk seperti huruf X mudah
dipindahkan dan dikenal dengan X-banner. Ukurannya pun bermacam-macam,
ada pula yang berukuran kecil dan biasa ditempatkan di meja, disebut dengan mini
X-banner.
Brosur (pamflet), Brosur berupa lembaran yang bisa dibaca lebih lama
dibandingkan dengan poster. Brosur umumnya dicetak dalam jumlah yang relatif
banyak, dicetak dengan kualitas yang bagus, dan diterbitkan secara tidak berkala
pada kesempatan tertentu, misalnya pada event pameran. Brosur yang berupa
lembaran satu muka atau bolak balik dan mempunyai lipatan disebut dengan
leaflet.
Flyer, Media yang satu ini sangatlah praktis dan cocok untuk menampilkan
informasi yang singkat namun padat. Ia berupa selebaran yang biasanya dibagikan
kepada khalayak dan berupa informasi tentang program promosi seperti diskon
atau kegiatan tertentu. Flyer yang merupakan satu lembar kertas tanpa lipatan
seringkali dicetak dalam jumlah yang banyak agar mudah menjangkau banyak
orang.
Kalender, Kita dapat menggunakan kalender sebagai media promosi cetak yang
cukup ampuh. Orang cenderung suka menyimpan kalender sebagai alat penunjuk
tanggal dan hari serta bulan sehingga media ini dapat menampilkan pesan-pesan
merek yang mempunyai umur panjang. Jumlah lembaran kalender bervariasi. Ada
kalender yang hanya berupa satu lembar mirip poster dan ada pula yang berupa
banyak lembaran.
Katalog, Katalog dapat menjadi alternatif pilihan media promosi cetak yang
mampu menampilkan banyak informasi. Media ini sangat cocok untuk produk
yang mempunyai banyak spesifikasi dan detail sehingga pembaca dapat
mendapatkan informasi yang lengkap tentang produk yang ditawarkan. Dengan
katalog, pembaca umumnya membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk
memutuskan produk yang akan dibelinya.
Kartu Nama, Walau teknologi canggih seperti ponsel pintar dapat menyimpan
berbagai informasi dengan mudah, namun kartu nama masih tetap diperlukan.
Ibaratnya, kartu nama adalah duta bisnis yang mencerminkan dan mewakili
perusahaan sobat. Informasi yang harus ada dalam kartu nama yaitu nama
perusahaan dan kontak yang bisa dihubungi.
T-shirt, Kaos atau T-shirt merupakan media promosi cetak yang populer dan
sangat mudah diterima oleh khalayak. Umumnya, orang secara suka rela memakai
kaos promosi karena dapat dipakai dalam banyak kesempatan, terutama dalam
situasi yang tidak formal. Nah, dengan menampilkan logo merek pada kaos, maka
secara langsung ataupun tidak, kita telah mempromosikan merek pada banyak
orang.
Media Elektronik
Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi
elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya. Contoh promosi
melalui media elektronik adalah iklan TV, radio dan film. Iklan bisa dimuat di berbagai
media termasuk radio. jasa iklan di radio mengeluarkan biaya cukup murah daripada
iklan televisi akan tetapi sehubungan dengan perkembangan zaman penggemar iklan
radio sudah mengurang, dikarenakan sudah kurang praktis dan kalah dengan media
yang lain.
Televisi adalah media kedua yang bisa menampung iklan dalam jumlah yang
sangat banyak, televisi bisa menampung iklan cukup besar dengan syarat harga iklan
lumayan mahal, mahalnya iklan televisi dikarenakan iklan televisi mengeluarkan cukup
banyak waktu untuk pembuatannya pengiklanannya juga harus bergantian dengan
iklan-iklan yang lain, maka dari itu iklan televisi maksimal berdurasi satu menit.
Maksud adalah promosi yang dilakukan melalui sebuah produk seperti tas, kaos, topi,
dan lainnya. Pada umumnya ketika ketika mengikuti seminar, peserta akan mendapatkan
sebuah tas dengan logo sebuah perusahaan. Souvenir juga dapat dimanfaatkan sebagai
media promosi. Biasanya tas-tas semacam ini bisa dipesan di pabrik tas, sehingga dapat
memesan sesuai selera.
D. Evaluasi Promosi
Evaluasi Berbasis Pola Efek Pengaruh. Kampanye program promosi tidaklah begitu
saja langsung saat yang bersamaan memberikan pengaruh. Selalu ada tenggang
waktu antara eksekusi program dengan hasil kinerja program.
Evaluasi Berbasis Metodologi. Penentuan saat atau waktu evaluasi akan
memberikan inforamsi yang berbeda. Metode evaluasi dapat dilakukan sebelum
(pra-test), pada saat (pro-test) atau sesudah (post-test) program promosi
dilaksanakan.
A. Kepuasan Pelanggan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pelanggan memiliki arti membeli atau
menggunakan barang secara tetap. Menurut Greenberg (2010:8), pelanggan atau
customer adalah individu atau kelompok yang terbiasa membeli sebuah produk atau
jasa berdasarkan keputusan mereka atas pertimbangan manfaat maupun harga yang
kemudian melakukan hubungan dengan perusahaan melalui telepon, surat, dan fasilitas
lainnya untuk mendapatkan suatu penawaran baru dari perusahaan. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa pelanggan adalah individu atau kelompok yang membeli atau
menggunakan sebuah produk atau jasa secara tetap yang kemudian melakukan
hubungan dengan perusahaan untuk mendapatkan suatu penawaran baru dari
perusahaan.
Kepuasan pelanggan adalah sebuah pendahuluan dari pembelian kembali
konsumen, loyalitas pelanggan, dan bertahannya konsumen yang akhirnya menguntung
kan organisasi. Kepuasan konsumen memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan
dimana salah satu yang penting yaitu memungkinkan tercapainya loyalitas pelanggan
(Lovelock et al 2005:395). Sementara Kotler & Keller (2013:194) mengartikan kepuasan
pelanggan sebagai tingkat keadaan perasaan seseorang yang merupakan hasil
perbandingan antara penilaian kinerja/hasil akhir produk dalam hubungannya dengan
harapan pelanggan.
Kepuasan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja yang dirasakan. Jika kinerja
produk atau jasa lebih rendah dari yang diharapkan, konsumen akan merasa tidak puas.
Jika kinerja produk atau jasa sesuai harapan maka konsumen akan merasa puas
(satisfied), dan jika kinerja produk atau jasa melebihi harapan maka konsumen akan
merasa sangat puas (delighted). Teori ini didukung oleh Service Quality Gap Model yang
menyatakan bahwa:
Customer satisfaction Expectation = Perception
Ketika konsumen membeli suatu produk atau jasa memiliki harapan mengenai
bagaimana produk atau jasa tersebut dapat berfungsi memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang dikehendakinya.
memperoleh keuntungan bagi perusahaan itu sendiri baik dari segi materi,
maupun dari sisi moral atau nama baik perusahaan dalam persepsi masyarakat.
Menurut Irawan (2009:37) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan, yaitu:
(1) Kualitas produk pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen
rasional selalu menuntut produk yang berkualitas pada setiap pengorbanan yang
dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini kualitas produk yang
baik akan membarikan nilai tambah di benak konsumen;
(2) Kualitas pelayanan kualitas pelayanan di bidang jasa akan membuat pelanggan
merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai
dengan yang mereka harapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan
kemungkinan untuk kembali membeli produk atau jasa yang sama. Pelanggan
yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk atau jasa
sebuah perusahaan;
(3) Emosional pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa
orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau
self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu;
(4) Harga produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
Elemen ini mempengaruhi konsumen dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya
semakin mahal harga suatu produk atau jasa, maka pelanggan atau konsumen
memiliki nilai ekspektasi yang lebih tinggi;
(5) Kemudahan pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan
efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
B. Perilaku Pelanggan
Pelanggan adalah orang atau organisasi yang membeli barang atau jasa untuk
dikonsumsi atau dijual kembali atau diolah menjadi barang lain lebih lanjut. Dengan
demikian yang disebut pelanggan tidak hanya meliputi pelanggan akhir, tetapi juga
pelanggan antara dan pelanggan industri. Untuk mencapai tujuannya setiap perusahaan
baik dagang, jasa maupun industri sudah tentu memerlukan kehadiran pelanggan.
Bahkan untuk mencapai tujuan tersebut, para pelaku bisnis rela mengeluarkan biaya
besar untuk menarik perhatian pelanggan seperti melakukan promosi dan riset
pelanggan dalam rangka menyusun strategi pemasaran yang tepat. Perilaku pelanggan
dalam membeli jasa sedikit berbeda dengan perilaku pelanggan dalam membeli produk
barang. Bila dibandingkan dengan produk barang, maka penilaian pelanggan terhadap
jasa cenderung lebih subjektif. Sebab karakteristik jasa bersifat abstrak, tidak bisa dilihat
secara kasad mata dan tidak ada tenggang waktu antara masa produksi dan masa
konsumsi. Pada saat jasa itu diproduksi maka pada saat yang sama jasa tersebut
dikonsumsi. Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang perilaku pelanggan, berikut
akan dikemukakan definisi perilaku pelanggan menurut beberapa penulis dalam
Sudarmiatin (2009:2).
Hawkins (1998) mengemukakan bahwa perilaku pelanggan (consumer behavior)
adalah studi terhadap individu, kelompok atau organisasi dan proses yang mereka
gunakan untuk memilih, mengamankan menggunakan dan menentukan produk, service
pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak proses tersebut pada
pelanggan atau masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: (1)
Perilaku pelanggan menyoroti perilaku baik individu maupun rumah tangga; (2) Inti dari
perilaku pelanggan adalah proses pengambilan keputusan pembelian barang atau jasa;
(3) Tujuan mempelajari perilaku pelanggan adalah untuk menyusun strategi pemasaran
yang berhasil.
Pada gambar tersebut dijelaskan tiga faktor yang mempengaruhi pilihan pelanggan
dalam membeli barang/jasa yaitu: (1) Pelanggan individual; (2) lingkungan; dan (3)
penerapan strategi pemasaran.
Faktor pertama pelanggan individual artinya pilihan untuk membeli barang/jasa
dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri pelanggan seperti kebutuhan, persepsi,
sikap, kondisi geografis, gaya hidup dan karakteristik kepribadian individu.
Faktor kedua, yaitu lingkungan artinya pilihan pelanggan terhadap barang/jasa
dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya. Ketika pelanggan membeli barang/jasa
mereka didasari oleh banyak pertimbangan misalnya karena meniru desa tetangga,
karena tetangganya telah membeli lebih dulu, dan sebagainya. Dengan demikian,
interaksi sosial yang dilakukan oleh kepala desa atau perwakilannya akan turut
mempengaruhi pilihan produk yang akan dibeli.
Faktor ketiga, yaitu penerapan strategi pemasaran ini merupakan stimuli
pemasaran yang dikendalikan oleh pemasar/pelaku bisnis. Dalam hal ini pemasar
berusaha mempengaruhi pelanggan dengan menggunakan stimuli pemasaran seperti
iklan, dan sejenisnya agar pelanggan bersedia memilih produk yang ditawarkan. Strategi
pemasaran yang lazim dikembangkan oleh pemasar biasanya berhubungan dengan
produk yang ditawarkan, harga jual produknya, strategi pemasaran yang dilakukan dan
dan bagaimana pemasar melakukan distribusi produk kepada pelanggan. Strategi
pemasaran tersebut biasa disebut bauran pemasaran (marketing mix). Marketing mix
merupakan elemen pengendalian organisasi yang dapat memberikan kepuasan atau
sebagai sarana komunikasi dengan pelanggan. Marketing mix jika diterapkan dalam
bidang jasa, maka ada penambahan unsur people, process dan physical evidence dari
unsur product, price, place dan promotion. Oleh karena, karakteristik jasa biasanya
diproduksi dan dikonsumsi secara simultan (bersama-sama), maka pelanggan sering
bertanya langsung kepada pemberi jasa tentang proses pemberian jasa tersebut.
Selanjutnya pemasar harus mengevaluasi strategi pemasaran yang dilakukan
dengan melihat respon pelanggan untuk memperbaiki strategi pemasaran di masa
depan. Sementara itu pelanggan individual akan melakukan evaluasi pembelian yang
telah dilakukannya. Jika pembelian yang dilakukan mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginannya, dengan kata lain mampu memuaskan kebutuhannya, maka di masa yang
akan datang akan terjadi pembelian berulang. Bahkan lebih jauh dari itu pelanggan yang
merasa puas akan menyampaikan kepuasannya itu kepada orang lain, dan inilah yang
disebut sebagai pengaruh dari mulut ke mulut (word of mouth communication).
D. Pribadi Pelanggan
Faktor pribadi yang menjadi dimensi dalam perilaku pelanggan yaitu: motivasi,
pengamatan (persepsi), pembelajaran, dan sikap.
1. Motivasi
Istialh motivasi (Swasta dan Handoko, 2000: 77) merupakan dorongan kebutuhan dan
keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Perilaku
manusia sebenarnya hanyalah cerminan yang paling sederhana dari motivasi dasar
mereka, perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motif. Motivasi
mempunyai arti yang berbeda-beda, ada yang menyebut motif, kebutuhan, desakan,
keinginan, dan dorongan. Motivasi merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri
seseorang yang mempengaruhi perilaku mereka terhadap keputusan tentang produk
atau jasa yang akan dibeli untuk memenuhi kebutuhannya atau sesuatu yang membuat
seseorang untuk bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Keputusan yang
diambil pelanggan terhadap barang/jasa yang akan dipilihnya dipengaruhi oleh motivasi
pelanggan, kebutuhan yang ingin dipuaskan mendorongnya memilih barang/jasa yang
akan memberikan kepuasan dalam memenuhi keinginannya.
2. Pengamatan (persepsi)
3. Pembelajaran
4. Sikap
Sikap merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam perilaku pelanggan
karena sikap memberikan pengaruh terhadap keputusan yang diambil seseorang. Sikap
merupakan tanggapan seseorang terhadap rangsangan lingkungan yang dapat
membimbing tingkah lakunya. Sikap adalah hasil dari faktor genesis dan proses belajar
yang selalu berhubungan dengan suatu obyek atau produk. Menurut Swasta dan
Handoko (2000:93), sikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir (neural)
yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek, yang
diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung dan atau secara
dinamis pada perilaku.
1. Kompetensi Teknis
Jasa utama dari P2KTD adalah menunjukkan keahlian di bidang tertentu. Layanan atau
jasa yang banyak ditawarkan oleh P2KTD diantaranya adalah di bidang : perencanaan
bangunan, pembangunan dan pengelolaan atau pemeliharaan, di bidang
Kewirausahaan : konsultasi, pelatihan, teknologi terapan, bimbingan teknis dan studi-
studi, di bidang sumber daya manusia: konsultasi, pelatihan, bimbingan, dan
pendampingan. Kualitas penyedia peningkatan kapasitas akan sangat menentukan
keberhasilan lembaga atau organisasi yang berberan sebagai P2KTD tersebut.
2. Harga
Pelanggan P2KTD adalah desa. Pengukuran terhadap harga yang ditetapkan oleh P2KTD
tersebut dapat dilihat dari perbandingan biaya dan manfaat yang diterima. Biaya
tersebut diperhitungkan terhadap waktu dan tenaga yang dibutuhkan serta juga
mempertimbangkan kondisi dan kemampuan desa. Walaupun harga adalah salah satu
dari bauran pemasaran, namun dengan kualitas yang tinggi dan manfaat yang didapat
maka calon pelanggan (desa) cenderung berani membayar lebih tinggi, sepanjang biaya
yang ditawarkan masih dalam batas keterjangkauan desa.
3. Tempat
Konsep tempat dalam pemasaran jasa P2KTD adalah kantor. Kantor atau tempat dimana
P2KTD berada harus pasti dak tetap sehingga akan memudahkan desa jika ingin
berkunjung atau menghubungi P2KTD yang bersangkutan.
4. Promosi
Promosi merupakan bagian penting dari program pemasaran, dimana dengan promosi
para P2KTD dapat menginformasikan kepada pelanggan tentang tujuan, aktivitas, dan
menawarkan untuk memotivasi mereka agar tertarik dengan penyedia peningkatan
kapasitasnya. Kebanyakan dalam berkomunikasi dengan pasar menggunakan public
relations, marketing publications, dan advertising yang merupakan tipe utama dari
program komunikasi pemasaran formal.
5. Orang
Dalam hal ini yang dimaksud orang adalah karyawan ataupun orang-orang yang
menyediakan jasa. Untuk P2KTD orang-orang yang memberikan jasa adalah para tenaga
ahli yang ada sesuai dengan bidangnya.
6. Proses
Proses adalah gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur, jadwal
kegiatan, pekerjaan, mekanisme, aktivitas dan hal lain, dimana jasa dihasilkan dan
disampaikan kepada pelanggan.
7. Fasilitas Fisik
Fasilitas fisik diartikan sebagai lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung
berinteraksi dengan pelanggan. Fasilitas ini berhubungan dengan gedung, lokasi,
fasilitas penunjang penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis.
dorongan untuk menuju suatu obyek tertentu untuk memenuhi dorongan tersebut.
Sedangkan stimuli ekstern diperoleh pelanggan apabila seseorang mendapatkan
informasi dari lingkungannya.
2. Pencarian Informasi
Tahap kedua dalam proses pembelian ini sangat berkaitan dengan pencarian informasi
tentang sumber-sumber dan nilainya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang
dirasakan. Sumber informasi pelanggan digolongkan ke dalam empat kelompok:
(1) Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan)
(2) Sumber komersial (iklan, pramuniaga, penyalur, kemasan, pajangan)
(3) Sumber publik (media massa, organisasi pelanggan)
(4) Sumber pengalaman (pemakaian produk, pengkajian)
3. Evaluasi Alternatif
Dalam tahap ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan
menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternative pembelian. Setelah tujuan
pembelian ditetapkan, pelanggan perlu mengidentifikasi alternatif pembeliannya.
Pengidentifikasian alternatif pembelian tersebut tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
sumbersumber yang dimiliki maupun kekeliruan dalam penelitian.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan untuk membeli disini merupakan proses dalam pembelian secara nyata. Jadi
setelah tahap-tahap tersebut, maka pelanggan harus mengambil keputusan apakah
membeli atau tidak. Bila pelanggan memutuskan untuk membeli, maka ia akan
menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merk,
penjual, outlet, kuantitas, waktu pembelian, cara pembayaran, dan sebagainya.
Setelah tahap yang ada dalam proses pembelian sampai pada tahap kelima adalah
bersifat operatif. Bagi perusahaan, perasaan dan perilaku setelah pembelian juga sangat
penting karena perilaku para pelanggan dapat mempengaruhi penjualan ulang dan juga
mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.
Daftar Pustaka
Kotler, Philip dan A.B Susanto (2000). Manajemen Pemasaran Jasa Di Indonesia, Analisis
Perencanaan, Implementasi dan pengendalian. (Edisi pertama), Jakarta: Salemba
Empat.
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba
Empat.
Aviliani, R dan Wilfridus, L. (1997). Membangun Kepuasan Pelanggan Melalui Kualitas
Pelayanan. Usahawan, No.5
Freddy Rangkuti (2002). “Measuring Customer Satisfaction”. (cetakan ketiga). Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Rambat Lupiyoadi (2004). Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Pratek. Jakarta: PT
salemba Empat.
Fandy Tjiptono (2004). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia.
Wisnalmawati (2005). Pengaruh Persepsi Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Niat
pembelian Ulang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, No. 3 Jilid 10 2005
Nanang Tasunar (2006). Kualitas Layanan Sebagai Strategi Menciptakan Kepuasan pada
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Morodemak. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia,
Vol. V, No. 1 Mei 2006
Sunarto (2003). Perilaku Pelanggan. Yogyakarta: AMUS Jogyakarta dan CV Ngeksigondo
Utama.
http://digilib.unila.ac.id/8193/6/Bab%20II.pdf
Lembar Informasi
SPB
Dokumentasi Kegiatan
3.5.1
Penyedia peningkatan
kapasitas Teknis
A. Pendahuluan
Istilah Dokumentasi dari kata document (Belanda), document (Inggris), documentum
(Latin). Sebagai kata kerja document berarti: menyediakan dokumen, membuktikan
dengan menunjukkan adanya dokumen; sebagai kata benda berarti: wahana (wahana =
kebenaran, alat pengangkut, angkutan, alat untuk mencapai tujuan) informasi, data yang
terekam atau dimuat dalam wahana tersebut beserta maknanya yang digunakan untuk
belajar, kesaksian, penelitian, rekreasi, dan sebaginya.
Ensiklopedi Umum (1977): Dokumen adalah surat, akta, piagam, surat resmi dan
bahan rekaman lain baik tertulis atau tercetak yang memberi keterangan untuk
penyelidikan ilmiah, dalam arti yang luas termasuk segala macam benda yang dapat
memberikan keterangan mengenai sesuatu hal. Dokumentasi dapat diartikan semua
tulisan yang dikumpulkan dan disimpan yang dapat digunakan bila diperlukan, juga
gambar dan foto. Mendokumentasikan: mengatur dan menyimpan tulisan atau gambar
atau foto sebagai dokumen. Dalam arti yang luas, segala macam benda yang dapat
memberikan keterangan, yang sifatnya tidak terbatas hanya tertulis atau tercetak saja.
Pendokumentasian kegiatan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa yang
dimaksud sebagai berikut:
(2) Tulisan atau catatan penting yang berisi komunikasi tentang fakta, kenyataan, dan
peristiwa yang esensial terkaik pelaksanaan kegiatan dukungan layanan teknis
yang terjadi terjadi untuk suatu periode tertentu;
(3) Menyiapan dan memeliharan kejadian atau peristiwa yang diperhitungkan melalui
lembaran catatan dokumen sebagai bahan pembelajaran;
(4) Membuat catatan kegiatan layanan teknis yang otentik tentang kebutuhan
layanan, identifikasi masalah, merencanakan, menyelenggarakan dan meng-
evaluasi;
(5) Memantau catatan profesional dan data dari penerima manfaat atas jasa yang
diberikan P2KTD.
B. Tujuan
Pendokumentasian kegiatan penyedia peningkatan kapasitas teknis bertujuan:
(1) Mencatat seluruh fakta, kejadian, dan peristiwa terkait pemeberian penyedia
peningkatan kapasitas teknis yang dilakukan oleh P2KTD kepada Desa;
(2) Memberikan informasi terkait pengembangan model atau produk penyedia
peningkatan kapasitas kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk pelayanan
terhadap pelanggan;
(3) Pembelajaran baik bagi pengembangan penyedia peningkatan kapasitas dan
pengguna penyedia peningkatan kapasitas;
(4) Memberikan informasi spesifik terkait penigkatan kapasitas dan kinerja penyedia
peningkatan kapasitas teknis yang diberikan;
(5) Kesinambungan dan sarana pembelajaran bagi organisasi, pelaksana dan
pemangku kepentingan lainnya;
(6) Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
C. Komponen Pokok
Terdapat tiga komponen penting yang berperan dalam pembuatan dokumentasi
kegiatan penyedia peningkatan kapasitas teknis, yaitu:
1. Sarana komunikasi: Komunikasi yang baik antara P2KTD dengan klien atau
penggunan jasa akan diperoleh informasi yang akurat sehingga dokumentasi
kegiatan dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan komunikasi yang baik akan
memudahkan dalam proses pengumpulan data serta tercipta hubungan yang
harmonis antara P2KTD dan pengguna jasa, sehingga akan membantu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh penggunan jasa;
2. Dokumentasi proses penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis: Proses
penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis merupakan inti dari praktik yang
dilakukan P2KTD sebagai isi pokok dokumentasi layanan yang diberikan. Beberapa
tahap proses penyedia peningkatan kapasitas teknis meliputi beberapa
pengelompokan dokumentasi diantaranya: a) dokumentasi pengkajian kebutuhan
penyedia peningkatan kapasitas teknis, b) diagnosis permasalahan teknis yang
dihadapi Desa, c) perencanaan, pelaksanaan bimbingan, dan tindakan professional,
d) dokumentasi evaluasi P2KTD;
2. Kelengkapan
Informasi dalam entri yang dicatatkan atau dilaporan harus lengkap, mengandung
informasi singkat, lengkap tentang penyedia peningkatan kapasitas yang diberikan
kepada klien. Data yang singkat mudah di pahami. Catatan yang panjang sulit untuk
dibaca. Catatan yang singkat atau tidak jelas dapat memberikan kesan bahwa kegiatan
layanan yang diberikan P2KTD dilakukan dengan tidak professional, tergesa=gesa atau
tidak lengkap.
3. Keterkinian
Mengentri data secara benar dan waktu yang tepat dalam memberikan jasa layannan
teknis kepada klien. Aktivitas atau temuan yang dilaksanakan pada saat bimbingan harus
dikomunikasikan pada waktu terjadinya sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang
sesuai dengan karakteristik masalah.
4. Organisasi
5. Keterbukaan
Komunikasi yang terbuka kepada klien dan masyarakat sangat penting untuk menjaga
kredibilitas P2KTD. Membantu mendorong perubahan yang lebih cepat, partisipasi
masyarakat dan perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual.
6. Metode Pencatatan
Kualitas dokumentasi secara konstan sesuai dengan standar dokumentasi dengan upaya
mereka untuk menemukan cara untuk membantu memperbaiki pencatatan informasi.
P2KTD dapat secara langsung terlibat dalam membantu permasalahan yang dihadapi
klien. Pendokumentasian yang baik kan memberikan rujukan berupa catatan dan
pembelajaran dalam memperbaiki hal-hal penting yang dihadapi klien. Berikut beberapa
metode pencatatan yang umum digunakan;
Dokumentasi naratif merupakan metode kuno untuk pencatatan layanan kepada
konsumen atau klien. Metode ini hanya menggunakan format seperti cerita untuk
mendokumentasikan informasi spesifik tentang kondisi klien dan kebutuhan layanan
teknis. Pencatatan naratif jarang menjadi metode pendokumentasian primer dan telah
digantikan dengan format lain seperti digital dan online.
Catatan sumber, catatan klien diatur sehingga setiap layanan atau bimbingan yang
diberikan P2KTD memiliki bagian yang terpisah untuk menjelaskan data.
1. What = Apa
Apa bentuk kegiatan Best Practice tersebut, apakah termasuk ke dalam kategori
kegiatan jenis kegiatan fisik/ apa, misal bangunan Jalan, bangunan Gedung PAUD,
Jembatan, bangunan lainnya.
2. Where = Di mana
Di mana tempat kegiatan Best Practice berlangsung.
Dengan demikian, nama tempat harus dijelaskan secara detail. Mulai dari nama
dusun, RT/RW-nya, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi.
Jika perlu, dilengkapi pula dengan karakteristik masyarakat bersangkutan (profesi
umumnya, jumlah penduduknya, dan prosentase masyarakat/KK miskinnya).
Akurasi data sangat penting agar informasi diterima secara lengkap oleh khalayak,
sehingga memudahkan para peduli yang mungkin membaca tulisan ini turut
berpartisipasi di wilayah bersangkutan.
3. Why = Mengapa
Ini juga penting diketahui, agar khalayak mengerti faktor-faktor apa saja yang
memotivasi masyarakat hingga mencetuskan kegiatan tersebut, hingga akhirnya
masuk ke dalam kategori Best Practice.
4. Who = Siapa
Siapa saja para pelaku penggerak kegiatan Best Practice ini (masyarakat? Aparatur
Desa? Pemda? Tokoh masyarakat? Kelompok Peduli?) Setidaknya, jati diri “siapa”
ini ditulis lengkap dalam satu paragraf.
5. When = Kapan
Kapan periode pelaksanaan kegiatan. Ungkapkan pula mengenai proses dan
periode proses tersebut, mulai dari rembug, penyusunan PJM Pronangkis, hingga
pelaksanaan kegiatan. Yang lebih penting lagi, masih berlanjutkah kegiatan
tersebut? Bagaimana caranya masyarakat melestarikan tindak lanjut kegiatan?
6. How = Bagaimana
Ini berkaitan dengan kapan/periode di atas. Yaitu, bagaimana cara masyarakat me-
maintain (mengelola) setelah kegiatan rampung dilaksanakan, sehingga hasil
kegiatan tersebut terus lestari dan bertahan.
Demikian enam hal di atas adalah syarat standar tulisan Best Practice, yang wajib
dipenuhi. Namun, perlu diingat, bahwa detil/rinci, bukan berarti sangat panjang. Yang
diperlukan adalah kelugasan. Hindari bahasa “bunga” yang pengertiannya rancu, jadi
gunakan kata-kata yang maknanya jelas. Kata-kata “romantis” hanya boleh digunakan
untuk menggambarkan keindahan alam tempat berlangsungnya kegiatan.
G. Subtansi Tulisan
1. Realitas dilapang, merupakan kondisi riil peristiwa, atau kegiatan program yang
ada dan terjadi dilapang yang diungkapkan dengan jujur, utuh dan proporsional.
2. Inovasi, dan kreatifitas, perluasan daya upaya untuk memperkaya strategi,
metode, teknik, dan fasilitasi, dst untuk tetap menjamin tercapainya tujuan
pelaksanaan kegiatan secara optimal.
3. Peluang Keberlanjutan, pelaksanaan kegiatan secara terpola dan mampu
menjadi pranata sosial, secara nyata dan sengaja melibatkan secara aktif lembaga
masyarakat lain, aparat pemerintah, perusahaan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan.
4. Kemanfaatan optimal, pelaksanaan kegiatan nyata memberikan manfaat bagi
kelompok sasaran program; pengetahuan, kemudahan, kenyamanan, kelayakan
yang diperoleh keluarga miskin.
5. Partisipasi KK miskin (PS-2), keluarga miskin (PS-2) tergambarkan dengan jelas
partisipasi aktif, posisi, kontribusi, dan perannya dalam pelaksanaan kegiatan.
6. Kualitas tulisan, mengunakan kalimat efektif, fokus pada tema, padat isi, alur
runut, uraian lengkap, jelas dan informatif, mudah untuk dipahami oleh pembaca
dari kalangan manapun.
Daftar Pustaka
http://www.p2kp.org/pustaka/files/pedoman/jul10/POB_Pengelolaan_best_practice_020710.pdf
https://kotakubengkulu.wordpress.com/2016/03/08/ini-jalanku-mana-jalanmu/
adalah mengandung resiko, pemberi pinjaman pertama kali menarik laba dan harus
dibayar sekalipun perusahaan tidak ada laba atau dalam kondisi merugi.
Kedua sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui :
a. Pendanaan ekuitas (modal sendiri). Dapat diperoleh dari tabungan individu, teman
dan atau saudara, investor perorangan lain, perusahaan-perusahaan besar,
perusahaan modal ventura, dan penjualan saham.
b. Pendanaan dari utang (pinjaman). Dapat diperoleh dari teman atau saudara,
investor perorangan lainnya, para pemasok bahan baku pemberi pinjaman
berbentuk asset, bank-bank komersial, program-program yang didukung oleh
pemerintah, lembaga-lembaga keuangan swadaya masyarakat, perusahaan-
perusahaan besar dan perusahaan modal ventura.
3. Membagi Keuntungan
Dalam sebuah bisnis, mengelola karyawan adalah hal yang sangat penting. Karena
dengan pengelolaan karyawan yang benar maka bisnis akan bisa berjalan dengan benar.
Akan tetapi ada juga orang yang berkat ,"di perusahaan saya mengelola karyawan tidak
penting, karena hanya saya sendirian yang mengerjakannya"
Memang benar, jika hanya mengerjakan sendiri maka mengelola karyawan
memang tidak penting. Bisnis yang seperti ini disebut self employee. Bisa tidak kita
menjadi kaya dari self employee? Jawabannya bisa. Apakah bisa menjadi kaya raya?
Jawabannya tidak. Jika anda ingin menjadi kaya raya, maka bisnis anda harus memiliki
karyawan. Nah, ketika kita sudah memiliki karyawan ini maka mengelola karyawan
menjadi sangat penting. Mengelola 10 karyawan tentu berbeda dengan mengelola 100
karyawan. Mengelola 1000 karyawan tentu berbeda dengan mengelola 10.000
karyawan.
Jika organisasi telah memiliki karyawan yang banyak maka pengontrolan karyawan
menjadi sangat penting. Tentu lebih kompleks? Jawabannya iya. Akan tetapi dengan
banyaknya karyawan ini, sebenarnya bisnis malah bisa kita tinggalkan, asalkan cara
mengelolanya benar. Bisa dikatakan, jika memiliki usaha yang besar dan pengelolannya
benar maka perusahaan akan bisa jalan sendiri, sementara kita bisa jalan-jalan.
Setiap orang yang membangun bisnis, tentunya dia ingin kaya raya. Untuk
mencapai tujuan ini setiap pengusaha memiliki cara yang berbeda-beda. Secara umum
ada dua macam; Pertama, pengusaha mengusahakan agar karyawan adalah orang yang
digaji saja, sementara jika ada keuntungan yang besar maka itu menjadi milik
pengusaha. Kedua, pengusaha membagi keuntungan dengan karyawan, jadi jika
keuntungan besar maka karyawan juga mendapat bagian keuntungan.
Cara pertama memang kelihatan logis, karena dengan mendapat keuntungan
yang besar tanpa berbagi dengan karyawan, maka pengusaha memliki kuntungan besar.
Akan tetapi dalam prakteknya cara kedua malah lebih efektif. Dengan berbagi
keuntungan dengan karyawan maka karyawan akan lebih merasa memiliki bisnis.
Sehingga karyawan akan bekerja dengan setulus hati dan sepenuh jiwa.
Cara berbagi dengan karyawan ternyata pengontrolan karyawan akan jauh lebih
mudah. Jika karyawan hanya menjadi orang yang digaji, maka tingkat kehilangan barang
di perusahaan lebih tinggi, tetapi jika karyawan mendapatkan bagian dari keuntungan
maka tingkat kehilangan barang akan menurun. Kenapa? Karena biasanya pencurian
terbesar dilakukan oleh orang dalam alias karyawan sendiri. Jika karyawan hanya
menjadi orang yang digaji, ketika temannya mencuri maka dia akan santai-santai saja.
Akan tetapi, jika dia mendapat bagian keuntungan, maka dia akan bertindak tegas jika
temannya mencuri, karena hal ini akan mengurangi keuntungan buat dia.
Seringkali mobil kantor cepat rusak. Akan tetapi jika karyawan bisa menganggap
bahwa itu mobil dia sendiri maka mobil tidak lebih cepat rusaknya. Mobil akan lebih
awet. Dengan adanya profit sharing ini maka pengontrolan akan jauh lebih baik.
Alangkah lebih baik lagi jika para karyawan yang memiliki level tinggi mereka
mendapatkan bagian saham. Dengan cara seperti ini maka mereka akan bertindak
seolah-olah mereka memiliki perusahaan. Akan tetapi, pembagian saham ini jangan
dilakukan pada saat awal perusahaan berdiri. Pembagian saham ini sebaiknya dilakukan
ketika perusahaan sudah terbukti untung. Cara membagi keuntungan usaha yang
seperti ini akan menjadikan karyawan termotivasi dan organisasi juga menjadi untung.
diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan
ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis koperasi diInggris), Credit Union
, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi , asuransi , dana pensiun ,
dan bisnis serupa lainnya. Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam 2
kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank (asuransi,
pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek). Fungsi Lembaga keuangan ini
menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar utang yang
bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang
membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi
arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor
dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga risiko dari para investor ini beralih pada
lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman
utang kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga
penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Lembaga keuangan adalah suatu
badan yang bergerak dibidang keuangan untuk menyediakan jasa bagi nasabah atau
masyarakat. Lembaga Keuangan memiliki fungsi utama ialah sebagai lembaga yang
dapat menghimpun dana nasabah atau masyarakat ataupun sebagai lembaga yang
menyalurkan dana pinjaman untuk nasabah atau masyarakat.
Daftar Pustaka
http://www.kumpulanmakalah.com/2015/05/konsep-dasar-manajemen-keuangan.html
http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-manajemen-keuangan-menurut-para-
ahli-terlengkap/
http://www.materiakuntansi.com/tujuan-manajemen-keuangan/
Pokok Bahasan 4
RENCANA BISNIS DAN
TINDAK LANJUT
A. Pendahuluan
Sejak munculnya praktik e-commerce, model bisnis menjadi salah satu konsep yang
paling menonjoldi antara konsep manajemen yang lain. Hadirnya e-commerce membuat
para praktisi bisnis mengubah total model bisnis lama menjadi model bisnis baru yang
lebih sesuai. Penyebab utama kepopuleran model bisnis adalah karena ditengarai
banyak organisasi yang tumbuh pesat karena kemampuannya menciptakan model bisnis
yang tepat.
Tulisan ini membahas penerapan model bisnis yang unik dan sederhana di
Indonesia, yaitu model bisnis kanvas, atau lebih dikenal dengan Business Model Canvas
(BMC). Konsep model bisnis yang dikembangkan oleh Alexander Osterwalder dan Yves
Pigneur, berhasil mengubah konsep model bisnis yang rumit menjadi sederhana.
Dengan pendekatan kanvas, model bisnis ditampilkan dalam satu lembar kanvas, berisi
peta sembilan elemen (kotak). Karena kesederhanaannya, metode kanvas dapat
mendorong sebanyak mungkin karyawan terlibat dalam pengembangan model bisnis
organisasinya.
Para akademisi menjelaskan pengertian model bisnis dalam tiga kelompok.
Pertama adalah model bisnis sebagai metode (cara), model bisnis dilihat dari aspek
komponennya, dan model bisnis sebagai strategi bisnis.
Model bisnis adalah jabaran strategi yang menyangkut berbagai aspek dalam
bisnis tersebut menjadi satu kesatuan strategi yang utuh untuk menghasilkan
keuntungan. Dulu kita mengenal model tradisional “Business Plan” yang membutuhkan
puluhan lembar untuk mendokumentasikan rencana bisnis. Pendekatan dokumen
“Business Plan” dianggap terlalu formal dan menghabiskan waktu yang lama dalam
pembuatannya. Saat ini telah ada model bisnis baru yang diperkenalkan oleh Alexander
Osterwalder yaitu “Business Model Canvas” berupa alat visual satu halaman yang
memungkinkan start-up tetap fokus pada penciptaan nilai, tidak lagi membuang-buang
waktu dalam berpuluh-puluh lembar.
menyusun model bisnis menggunakan pendekatan ini dimulai dari Customer Segment,
diikuti dengan Value Proposition, Channel, Customer Relationship, Revenue Streams, Key
Resources, Key Activities, Key Partners dan Cost Structure. Untuk mengembangkan BMC,
organisasi dapat mulai dari memotret kondisi saat ini, diikuti dengan analisis SWOT.
Hasil analisis SWOT dapat digunakan untuk merancang model bisnis perbaikan dan
prototipe model-model bisnis masa depan.
(1) Customer Segment. Dalam menjalankan roda bisnisnya, pertama-tama organisasi
harus menetapkan siapa yang harus dilayani. Organisasi dapat menetapkan untuk
melayani satu atau lebih segmen. Penetapan segmen ini akan menentukan
komponen lain dalam model bisnis. Siapa konsumen Anda? Seperti apa deskripsi
orang yang ingin masalahnya Anda pecahkan? Bagaimana karakteristik mereka?
Apa yang mereka pikirkan? Rasakan? Lakukan?;
(2) Value Proposition. Manfaat yang ditawarkan organisasi kepada segmen pasar yang
dilayani. Tentu saja, value proposition akan menentukan segmen pelanggan yang
dipilih atau sebaliknya. Value proposition juga akan mempengaruhi komponen lain
seperti Channel dan Customer Relationship. Solusi apa yang Anda tawarkan ke
konsumen Anda? Apa yang menarik dari solusi Anda? Apa yang membuat
konsumen mau memilih, membeli, dan menggunakan value Anda?;
(3) Channels. Sarana bagi organisasi untuk menyampaikan Value Proposition kepada
Customer Segment yang dilayani .Channel berfungsi dalam beberapa tahapan
mulai dari kesadaran pelanggan sampai ke pelayanan purna jual. Dua elemen lain
yang harus diperhitungkan secara cermat dalam membuat model Channel yaitu
Value Proposition dan Customer Segment. Bagaimana cara agar value/solusi
masalah Anda bisa sampai ke tangan konsumen?;
(4) Revenue Stream. Komponen yang dianggap paling vital. Umumnya organisasi
memperoleh pendapatan dari pelanggan. Meskipun demikian banyak organisasi
bisa membuka aliran masuk pendapatan dari kantong bukan pelanggan langsung.
Bagaimana cara bisnis menghasilkan uang dari valueyang ditawarkan?;
(5) Customer Relationship. Cara organisasi menjalin ikatan dengan pelanggannya.
Bagaimana cara Anda berinteraksi untuk menjaga loyalitas konsumen?;
(6) Key Activities. Kegiatan utama organisasi untuk dapat menciptakan Proposisi Nilai.
Apakah aktivitas kunci atau strategi kompetitif yang dilakukan untuk
menciptakan value proposition?;
(7) Key Resources. Smber daya milik organisasi yang digunakan untuk mewujudkan
proposisi nilai. Sumber daya umumnya berwujud manusia, teknologi, peralatan,
channel maupun brand. Apa saja sumber daya yang harus dimiliki perusahaan agar
dapat kompetitif dalam menciptakan value?;
(8) Key Partnership. Sumber daya yang diperlukan oleh organisasi untuk mewujudkan
proposisi nilai, tetapi tidak dimiliki oleh organisasi tersebut. Pemanfaatan Key
Partnershipoleh perusahaan dapat berbentuk outsourcing, joint venture, joint
operation, atau aliansi strategis. Siapa mitra yang mendukung organisasi agar
selalu kompetitif?, Pasokan atau sumber daya apa saja yang merekasediakan?,
Bagaimana mereka dapat membantu aktivitas bisnis Anda?, Bagaimana bentuk
kerjasamanya?;
(9) Cost Structure. Komposisi biaya untuk mengoperasikan organisasi mewujudkan
proposisi nilai yang diberikan kepada pelanggan. Struktur biaya yang efisien,
menjadi kunci besarnya laba yang diperoleh organisasi. Apa saja faktor – faktor
yang membentuk biaya yang harus dikeluarkan?.
Secara umum, BMC dikembangkan dengan mempertimbangkan 9 blok utama
yang harus diperhatikan dalam memetakan model bisnis. Kesembilan blok utama ini,
semua terangkum dalam satu canvas (1 halaman). Inilah yang juga membuat BMC
unggul karena dengan kesederhanaannya yang hanya terdiri dari 1 halaman ini,
ternyata powerful untuk memberikan pemahaman tentang model bisnis secara utuh.
Berikut gambar dari Business Model Canvas,
Secara sederhana, BMC terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: offering, customer, dan
infrastructure. Adapaun gambar pembagian hal tersebut ada di bagian berikut ini:
Perhatikan apakah bisnis yang dikelola menargetkan konsumen single atau multi-sided
market? Maksud multi-sided market, misalnya Facebook yang memiliki model bisnis
untuk melayani dua pihak: advertiser dan user. Multi-sided market umumnya memiliki
segmen tersendiri untuk setiap kategorinya.
Apa masalah yang dirasakan konsumen yang telah dipetakan? Apa masalah yang sedang
ingin mereka sembuhkan? Apa target yang sedang ingin mereka kejar? Apa needs yang
mereka perlukan untuk mencapai impian – impian mereka?
Satu hal yang perlu dilakukan adalah mengurangi asumsi apa yang dibutuhkan
konsumen dengan bertanya langsung kepada mereka. Buat pengamatan lapangan atau
wawancara langsung agar semakin dekat dengan konsumen.
Output: Pada bagian ini akan menghasilkan daftar target konsumen berdasarkan
segmen yang berbeda, ditambah penjelasan detil tentang karakteristik masing – masing
konsumen. Jika segmen cukup banyak, disarankan untuk membuat prioritas dalam
melayani konsumen. Coba tanyakan, “seandainya saya hanya bisa melayani 1 konsumen
saja, siapakah yang ingin saya layani?”
Output: Daftar solusi atau “obat” yang lebih baik atau kompetitif dari yang sudah ada
berdasarkan masalah atau kebutuhan konsumen
Output: Daftar dari revenue streams, yang berasal dari value proposition x yang
ditawarkan, dengan customer segmen y sebagai pihak yang bersedia membayar.
Output: Daftar elemen struktur biaya yang dikeluarkan untuk membiayai key
activities dalam menciptakan value proposition.
Pada akhirnya, SignifierGames.com memiliki hasil akhir BMC dalam kerangka kerja
berikut:,
bahwa Serious Game yang dibuat expert ini akan laku. Namun setelah dipelajari lagi,
ternyata yang lebih banyak mencari Serious Game ini adalah universitas swasta yang
memang sedang menjalin kerjasama dengan kampus besar seperti UI. Maka, kerjasama
tersebut dibundling dengan produk buku, games, dan workshop untuk universitas
tersebut. Sticky notes hijau menunjukkan ada beberapa tambahan/ perubahan dari BMC
sebelumnya.
Daftar Pustaka
http://teorisingkat.blogspot.co.id/2015/11/business-model-canvas.html
http://arryrahmawan.net/panduan-business-model-canvas/