PELATIHAN PENINGKATAN
KAPASITAS
PENDAMPING DESA DAN
PENDAMPING LOKAL DESA
Modul Pelatihan
Peningkatan Kapasitas
Pendamping Desa Dan
Pendamping Lokal Desa
TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki, Harbit
Manika, Mohamad Zaini, Nurul Hadi, Mohammad Arwani, Mulus Budianto, Mohammad
Sabri, Panji Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur
Kholid, Muflihun.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242 Web:
www.kemendesa.go.id
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
1. DESA adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. KEWENANGAN DESA adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat
Desa.
3. PEMERINTAHAN DESA adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. PEMERINTAH DESA adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. BADAN PERMUSYAWARATAN DESA atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
6. LEMBAGA KEMASYARAKATAN adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam
memberdayakan masyarakat.
7. MUSYAWARAH DESA atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8. MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA atau yang disebut
dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan
Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.
9. KESEPAKATAN MUSYAWARAH DESA adalah suatu hasil keputusan dari
Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita
20. ALOKASI DANA DESA, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan
yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
21. PROGRAM INOVASI DESA, selanjutnya disingkat PID, adalah Program yang
diselenggarakan Kementrian Desa PDTT untuk meningkatkan kualitas
penggunaan Dana Desa melalui berbagai kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa yang lebih inovatif dan peka terhadap
kebutuhan masyarakat Desa.
22. DANA OPERASIONAL KEGIATAN, selanjutnya disingkat DOK, adalah bantuan
pemerintah dalam bentuk anggaran kegiatan untuk pelaksanaan kegiatan PID.
23. BURSA INOVASI DESA, selanjutnya disingkat BID, adalah adalah kegiatan untuk
pameran kegiatan pembangunan masyarakat dan Desa yang telah dinilai inovatif
sekaligus sebagai ajang pertukaran pengetahuan bagi masyarakat dan Desa.
24. TIM INOVASI KABUPATEN, selanjutnya disingkat TIK, adalah Kelompok Kerja
dibentuk oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan kegiatan Inovasi dalam PID di
kabupaten/kota.
25. TIM PELAKSANA INOVASI DESA, selanjutnya disingkat TPID, adalah Tim
Pelaksana yang berkedudukan di Kecamatan dan terdiri dari perwakilan warga
desa yang memiliki minat besar dalam pengembangan kegiatan/ fasilitas/
sumberdaya manusia dan inovasi desa yang ada di wilayahnya,
mendokumentasikan, membagikan, serta mempromosikannya.
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya bahwa Modul
Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Pendamping Desa dalam rangka mendukung
pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah hadir dihadapan pembaca.
Secara umum modul pelatihan ini dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga pendamping
profesional di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung kebijakan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bidang
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan
masyarakat secara efektif dan bekelanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 128
huruf (2) dijelaskan bahwa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat
daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader
pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk Tenaga
Pendamping Profesional diantaranya: Tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang
bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Profesional menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan pendampingan Desa yang pada akhirnya akan menentukan
pencapaian tujuan dan target pelaksanaan Undang-Undang Desa. Kapasitas Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang dimaksud mencakup: (1) pengetahuan tentang
kebijakan Undang-Undang Desa; (2) keterampilan memfasilitasi pemerintah desa dalam
mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3) keterampilan tugas-tugas teknis
pemberdayaan masyarakat; dan (4) sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi
pendamping khususnya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sesuai tuntutan
Undang-Undang Desa. Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari
komitmen, tanggung jawab dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola Desa yang
mampu mendorong kemandirian Pemerintah Desa dan masyarakat melalui pendekatan
partisipatif.
Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah modul pelatihan
Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa yang dapat memberikan acuan evaluasi dan
refleksi kerja di lapangan dalam rangka membangun kemandirian Desa. Harapan dari
kehadiran modul pelatihan ini dapat memenuhi kebutuhan semua pihak dalam rangka
mendorong peningkatan kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sesuai
dengan kebutuhan, kondisi di daerah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Daftar Isi
Daftar Istilah x
Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan xii
Masyarakat Desa
Daftar Isi xv
Panduan Pelatih
xvii
Daftar Pustaka
Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. berkewajiban
untuk melakukan Pendampingan Desa dalam rangka pembangunan, pemberdayaan
masyarakat desa. Salah satunya adalah menyangkut kesiapan pemerintah baik dalam
menyiapkan tata kelola dan penyesuaian kerja birokrasi, maupun dalam melakukan
pendampingan masyarakat Desa. Pendampingan yang dilakukan pemerintah
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 2015 bertujuan; (a) Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan
akuntabilitas Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa; (b) Meningkatkan prakarsa,
kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif;
(c) Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan (d)
Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
Peningkatan kapasitas pendamping desa menjadi salah satunya aspek penting
yang dapat membantu pencapai tujuan dan target pelaksanaan Undang-Undang Desa
secara optimal. Kapasitas pendampingan desa yang dimaksud mencakup:
(1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-Undang Desa;
(2) keterampilan memfasilitasi Pemerintah Desa dalam mendorong tatakelola
Pemerintah Desa yang baik;
(3) keterampilan tugas-tugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan
(4) sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi pendamping dan tuntutan
Undang-Undang Desa.
Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari komitmen, tanggung
jawab dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola desa yang mampu mendorong
kemandirian pemerintah desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.
Modul Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa (PD) merupakan salah
satu bahan pelatihan bagi tenaga pendamping profesional yang bertugas di tingkat
Kabupaten/Kota dalam rangka mendampingi pelaksanaan Undang-Undang Desa.
Secara khusus, modul pelatihan ini disusun sebagai acuan bagi pelatih dalam
memfasilitasi kegiatan pelatihan Peningkatan Kapasitas bagi PD dalam pelaksanaan
Sasaran Pengguna
Secara khusus modul pelatihan ini ditujukan bagi pendamping desa di
Kabupaten/Kota dalam rangka memandu penyelenggaraan pelatihan. Namun, dalam
prakteknya, Modul pelatihan ini juga dapat dimanfaatkan bagi pemangku kepentingan
lain dalam memfasilitasi kebutuhan pelatihan bagi tenaga ahli dengan latar belakang
pendidikan dan kapasitas yang beragam mulai dari fasilitator, pemandu, petugas
lapang, kelompok perempuan dan kelompok masyarakat lain.
Harapan lain melalui modul pelatihan ini dapat memberikan kontribusi bagi para
penggerak pembangunan agar mampu memfasilitasi dan menyelenggarakan pelatihan
sederhana sesuai keterampilan yang dimilikinya. Bahkan beberapa komunitas dan
organisasi lain mendapatkan manfaat dari modul pelatihan ini terutama untuk melatih
para pendamping desa. Diharapkan Modul pelatihan ini dapat dibaca pula oleh
kalangan yang lebih luas baik pemerintah, kelompok masyarakat, lembaga pendidikan,
pusat pelatihan, LSM, serta lembaga lain yang memberikan perhatian terhadap
penguatan desa.
Ruang Lingkup
Materi Pelatihan Peningkatan Kapasitas dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap
kompetensi dasar yang harus dimiliki PD dan PLD sesuai kerangka acuan kerja yang
telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Selanjutnya hasil analisis terhadap kompetensi PD disusun sesuai tingkat
penguasaan kompetensi yang terdiri (K1) pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3)
Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001) dengan
indikator kedalaman materi sebagai berikut:
5. Mensintesis; 5. Karakterisasi
6. Mengevaluasi.
Skema Pelatihan
Modul pelatihan Peningkatan Kapasitas disajikan sesuai alur mekanisme pelatihan
pratugas Pendamping Desa mulai dari penyiapan GMT, MT, Pelatihan Pratugas Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM), Pelatihan Pratugas Pendamping Desa (PD) dan
Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa (PLD). Pelatihan pratugas diarahkan untuk
mempersiapkan pendamping baru dalam melaksanakan tugas pendampingan sesuai
dengan kewenangannya sekaligus memberikan pembekalan dalam menghadapi tugas-
tugas baru dalam memfasilitasi dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaan Undang-Undang Desa.
sebagai kreator, pemandu proses belajar peserta dan yang terpenting sebagai
‘pembelajar’ itu sendiri. Hal ini akan banyak belajar dari pengalaman dan pandangan
orang lain dalam menerapkan nilai yang terkandung dalam modul pelatihan ini. Oleh
karena itu, baca dan pahamilah dengan baik setiap langkah masing-masing pokok
bahasan dan uraian proses panduan. Jangan membatasi diri, kembangkan dan perkaya
proses secara kreatif serta memadukan dengan pengalaman peserta.
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi hambatan berkomunikasi;
2. Saling mengenal antar peserta, dengan fasilitator dan panitia.
Waktu
40 menit
Metode
Permainan
Media
Lembar permainan
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari subpokok bahasan
“Perkenalan”.
2. Mintalah setiap peserta menuliskan usia masing-masing pada metaplan dengan
angka yang besar agar bisa dilihat dari jarak jauh oleh pelatih dan peserta
lainnya. Minta juga agar semua buku catatan ditutup dan alat tulis yang lain
diletakkan (untuk mencegah peserta mencatat nama-nama peserta lain yang
tengah bicara).
3. Mintalah semua peserta berdiri dengan mengacungkan tulisan angka usia
masing-masing, membentuk lingkaran “U” dengan urutan dari yang tertua s/d
yang termuda searah jarum jam.
4. Lakukanlah perkenalan dimulai dari peserta pertama (tertua) dengan
menyebutkan nama panggilan dirinya dengan keras agar terdengar oleh semua
peserta: “BUDI...!”
5. Perkenalan dilanjutkan oleh peserta kedua dengan terlebih dahulu menyebutkan
nama peserta pertama (BUDI) kemudian disusul dengan menyebutkan nama
panggilan dirinya. Demikian seterusnya, setiap peserta menyebutkan nama
panggilan satu orang peserta sebelumnya sebelum meneriakkan nama dirinya.
6. Setelah semua peserta mendapatkan giliran perkenalan, maka lakukanlah uji
petik secara acak. Tunjuklah salah satu peserta agar menyebutkan nama peserta
lainnya secara acak, ke samping kiri atau ke samping kanan.
7. Terakhir, secara sukarela mintalah satu atau dua peserta yang dapat
menghafal/menyebutkan semua nama peserta dari yang tertua sampai yang
termuda.
Catatan:
Permainan lain dapat digunakan disesuaikan dengan situasi kelas.
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menuliskan kebutuhan dan harapan yang akan diwujudkan selama
pelatihan;
2. Menuliskan bentuk kontribusi yang akan diberikan dalam mewujudkan
harapan tersebut.
Waktu
25 menit
Metode
Curah pendapat, menyusun pohon harapan
Media
Metaplan
Proses Penyajian
1. Sampaikan tujuan sesi ini kepada peserta, dan tegaskan bahwa keseluruhan
proses yang akan dilalui peserta dalam keseluruhan pelatihan pratugas ini
menggunakan metode Pembelajaran Orang Dewasa (POD). Sebab itu hasil dan
keberhasilan proses pelatihan ini turut ditentukan oleh partisipasi aktif peserta.
2. Bagikanlah kertas metaplan masing-masing 1 (satu) lembar kepada setiap
peserta.
3. Minta peserta agar menuliskan SATU harapan mereka dari pelatihan ini secara
landscape dan dengan huruf kapital.
4. Minta peserta untuk menempelkan kertas harapan mereka pada kertas
plano/papan tulis yang tersedia di depan kelas.
5. Mintalah salah seorang peserta untuk menyusun kertas harapan yang telah
tertempel di depan kedalam bentuk pohon. Pilah antara harapan yang paling
mendasar (sebagai akar), batang harapan, dan daun-daun harapan.
6. Fasilitator menegaskan harapan peserta secara singkat, dengan menekankan
harapan peserta yang paling mendasar. Ingatkan kembali prinsip orang dewasa
yang harus dijaga sepanjang pelatihan demi terpenuhinya harapan-harapan
tersebut.
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan pelatihan;
2. Menjelaskan alur pelatihan.
Waktu
15 menit
Metode
Paparan
Media
Bahan tayang alur pelatihan
Proses Penyajian
1. Sampaikan kepada peserta tentang tujuan sesi ini. Ingatkan kepada peserta
tentang prinsip Pembelajaran Orang Dewasa yang digunakan dalam proses
pelatihan sepanjang beberapa hari ke depan.
2. Berikan penjelasan dengan mengacu pada media tayang tentang Tujuan Dan
Alur Pelatihan dan kaitannya dengan tugas dan fungsi Pendamping Desa.
3. Jelaskan dengan menggunakan media tayang tentang alur pelatihan yang akan
diikuti oleh Peserta.
4. Bila masih tersisa waktu, berikan kesempatan pada peserta untuk
mengkonfirmasi atau bertanya.
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal yang dapat mendukung kelancaran proses pelatihan;
2. Menjelaskan hal-hal yang perlu diatur selama proses pelatihan.
Waktu
10 menit
Metode
Curah pendapat
Media
Metaplan
Proses Penyajian
1. Tegaskan bahwa dalam pelatihan ini ada banyak unsur yang terlibat, mulai
Panitia, fasilitator, supervisor, dan unsur KPW.
2. Bagikan satu lembar kertas metaplan kepada setiap peserta. Mintalah mereka
untuk menuliskan aturan yang akan diberlakukan sepanjang pelatihan.
4. Pelatih mensortir (bila ada isian yang sama) dan mengklasifikasi setiap usulan.
Setelah itu bacakan usulan yang telah disortir dan diklasifikasi tersebut.
5. Pelatih menambahkan aturan yang belum tercakup dalam usulan peserta.
6. Sebelum sesi ditutup, lakukan review atas seluruh proses yang telah dilewati
dalam sesi-sesi di Pokok Bahasan 1 ini. Tegaskan tentang:
a) Komunikasi yang baik antar peserta, peserta dengan pelatih dan dengan
panitia;
b) Memegang teguh prinsip pembelajaran orang dewasa dan pentingnya bagi
mewujudkan harapan dalam pelatihan;
c) Tujuan pelatihan;
d) Komitmen bersama untuk mentaati aturan main pelatihan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Evaluasi dan Evaluasi tugas pokok fungsi yang telah dilakukan seorang tenaga
pendamping profesional P3MD dalam melaksanakan tugas pendampingan desa;
2. Evaluasi dan reflleksi perilaku, sikap dan jati diri yang harus di miliki sebagai
seorang tenaga pendamping profesional P3MD;
3. Mengetahui dan dapat menyebutkan kode etik tenaga pendamping profesional
serta sanksi yang harus ditanggung seorang pendamping profesional P3MD jika
melanggar kode etik.
4. Mampu menjaga dan menegakkan kode etik pendamping profesional P3MD.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 8.1.1;
Lembar Kerja 8.1.1: Matrik Diskusi Tupoksi TPP
Lembar Kerja 8.1.2 : Kode Etik Tanaga Pendamping Profesional
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami tugas pokok fungsi tenaga pendamping profesional
P3MD
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
subpokok bahasan tentang Jati Diri Pendamping Profesional P3MD dan
Kode Etik Pendamping;
2. Berikan kesempatan kepada peserta untuk membaca cepat tupoksi PD sesuai
posisi jabatannya dari SOP
3. Lakukan curah pendapat tentang tugas, pokok fungsi PD dengan
mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda lakukan dalam pelaskanaan tupoksi TPP?
b. Apa capaian dan hasil pelaksanaan Tupoksi?
c. Bagaimana peluang dan tantangan tupoksi dijalankan?
d. Bagiamana rencana perbaikan pelaksanaan Tupoksi?
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
5. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan gagasan utama
dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan dalam kartu,
kertas plano atau whiteboard;
6. Selanjutnya bagi peserta kedalam kelompok (4 sd 5 orang per kelompok),
pandulah peserta untuk diskusi kelompok terkait menganalisis
tentang titik kritis pelasaksanaan tupoksi dan strategi fasilitasi dengan
menggunakan Lembar Kerja 3.1.1;
7. Selanjutnya pleno hasil kelompok, berikan sessi perwakilan kelompok untuk
memaparkan hasil rumusan kelompok. Umpan balikkan.
8. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi dibantu dengan pemaparan media tanyang yang telah
disediakan.
Kegiatan 2: Perilaku, sikap dan jati diri tenaga pendamping profesional P3MD
9. Mulailah dinamika belajar dengan mendiskusikan secara berurutan beberapa
pertanyaan berikut;
a. Apa artinya sikap? Apa perilaku?
b. Sikap, perilaku itu sifat bawaan atau bisa dibentuk?
c. Kalau sikap dan perilaku merupakan sesuatu yang bisa dibentuk, bagaimana
caranya membentuk sikap seseorang?
10. Rangkumlah jawaban para peserta dalam kerangka pemahaman yang benar.
Jelaskan bahwa sikap merupakan bagian dari sifat seseorang yang bisa dibentuk.
Kaitkan penjelasan itu dengan pentingnya pendidikan karakter yang bertujuan
membangun integritas atau sikap-sikap ideal seseorang;
11. Jelaskan juga bahwa pendampingan pemberdayaan masyarakat desa merupakan
proses pendidikan bagi pendamping desa untuk belajar membangun integritas
atau sikap ideal dalam menjalankan perannya sebagai pendamping;
12. Bagilah selembar kertas kosong pada setiap peserta. Mintalah menjawab
pertanyaan berikut secara tertulis. Masing-masing peserta cukup memberikan
satu jawaban untuk setiap pertanyaan.
a. Peran penting apa saja yang bisa dilakukan PD dalam pemberdayaan
masyarakat desa?
b. Sikap ideal seperti apa yang seharusnya dimiliki PD dalam menjalankan peran
dan tanggungjawabnya sebagai pendamping desa?
13. Berikan kesempatan kepada setiap peserta untuk membacakan jawabannya.
14. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan tentang
materi dibantu dengan pemaparan media tanyang yang telah disediakan.
Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat memberikan tambahan
atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk analisis Tupoksi dan mengidentifikasi
rumusan strtaegi fasilitasinya;
(3) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.
Latar Belakang
Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data Badan Pusat
Statistik tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia kebanyakan adalah
penduduk yang bermata pencaharian petani. Artinya data tersebut bisa dibaca bahwa kemiskinan
lebih banyak dijumpai di pedesaan yang nota bene masih merupakan sektor penyerap tenaga
kerja terbanyak. Kondisi tersebut boleh dikatakan belum pernah mengalami perubahan berarti
dari waktu ke waktu. Ironis, desa sebagai sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam
kemiskinan. Sejarah desa adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang kaya.
Kemiskinan pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem tata
kelola dan kebijakan yang tidak adil. Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai dari sejak
pemerintah kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah kepada pengusaha-
pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870. Di masa
kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut tata kelola pedesaan banyak
dipengaruhi peraturan yang diproduksi pemerintah kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi
desa yang menjadi amanat UU No.1 Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang
dimaksud dalam peraturan perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. UU No. 18
Tahun 1965 yang mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan
pemerintahan otonom. Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah menetapkan Undang-
undang No.19 Tahun 1965 tentang Desa Swapraja. Amanat Undang-undang ini menghadirkan
semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi, kemandirian dan kemerdekaan desa. Namun
sayang, implementasi amanat Undang-undang belum sempat terwujud Orde Baru sudah
mengambil alih kekuasaan. Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang
tersebut melalui ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan
seluruh Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang
desa yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit desa dan
pemilik modal.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah UU No.5
Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan otoritarian pemerintah
pusat yang memberangus kewenangan desa untuk bisa mengatur dan menguasai. Salah satu
amanatnya adalah menyeragamkan bentuk dan susunan desa. Akibatnya desa kehilangan karakter
social budayanya. Kebijakan Orde Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah
kebijakan ditetapkannya industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek
kebijakan revolusi hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara
nasional. Namun dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan
berkepanjangan. Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus oleh sikap
pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari pada keterlibatan sosial masyarakat
desa. Pengetahuan dan keterampilan perempuan tani tidak lagi diperhitungkan. Kebiasaan
memanfaatkan pestisida dan teknologi pengolahan tanah menggerus tingkat kesuburan ternak.
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan pembangunan yang
segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun harapan tinggal harapan. Pemerintahan
semasa reformasi masih belum menunjukkan kesungguhan niat politik untuk melakukan
perubahan desa. Dua produk hukum, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum
mampu menjawab hakekat kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan
terkecil bagian dari pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki
kewenangan mengatur kehidupannya sendiri.
Sedang tujuan pendampingan Desa dalam meliputi: 1). Meningkatkan kapasitas, efektivitas
dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa; 2). Meningkatkan prakarsa,
kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; 3).
Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan 4). Mengoptimalkan aset
lokal Desa secara emansipatoris.
Untuk Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi: 1). Pendampingan masyarakat Desa
dilaksanakan secara berjenjang untuk memberdayakan dan memperkuat Desa; 2). Pendampingan
masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai
APB Desa, dan cakupan kegiatan yang didampingi; dan 3). Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan,
termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia dan manajemen.
Secara yuridis, landasan hukum pendampingan Desa, meliputi: Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan aktif masyarakat untuk
menggagas, merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan proses pembangunan.
Dalam UU Desa karakter ini jelas dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3). Di
samping itu karakter partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati
musyawarah desa sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa. Berikutnya
pemberdayaan memiliki karakter memampukan (empowering) masyarakat yang terlibat dalam
aktivitas pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau amanat pasal
pemberdayaan dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang menegaskan perlunya
para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat dan
aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun 2014). Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan
kapasitas pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa (Psl
129 at 1 C, PP. No 43 Tahun 2014).
Satker Ditjen PPMD mensupervisi dan mengawasi pengelolaan Pendamping Profesional secara
nasional dengan menerapkan standar kontrak kerja yang baku secara nasional untuk mengatur
hubungan legal administrasif, serta memberlakukan Tata Perilaku (Code of Conduct) dan Etika
Profesi, sebagai standar normatif dalam pengelolaan Pendamping Profesional.
Dalam rangka menjaga perilaku Pendamping Profesional, sesuai norma moral maka secara
khusus ditetapkan standar normatif perilaku Pendamping Profesional yang meliputi: Tata Perilaku
dan Etika Profesi sebagai aturan nornatif sesuai prinsip- prinsip moral yang ada pada Bangsa
Indonesia. Tata Perilaku merupakan nilai-nilai normatif yang diatur dalam SPK; sedangkan Etika
Profesi merupakan nilai-nilai normatif umum yang melekat dalam diri seorang profesional.
Aturan Normatif ini merupakan alat kendali diri (self control) bagi Pendamping Profesional
berunjuk kerja secara profesional sebagai pendamping masyarakat. Acuan standarisasi perilaku
Pendamping Profesional yang diberlakukan adalah Tata Perilaku dan Etika Profesi yang akan
disebut di bawah ini, sehingga pada saat dibutuhkan aturan normatif ini akan difungsikan sebagai
alat untuk jadi panduan penyelesaian terhadap segala tindakan yang secara logika-rasional
umum (common sense) dinilai menyimpang dari etika. Rincian Standar Normatif Perilaku
Pendamping Profesional adalah sebagai berikut:
Pendamping Profesional tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas atau berpartisipasi dalam
aktivitas yang melawan hukum, peraturan serta adat istiadat masyarakat setempat yang akan
berpengaruh buruk terhadap citra Satker/Pemerintah.
Data pribadi Pendamping Profesional yang diberikan kepada Satker/Pemerintah harus benar dan
dijamin kebenarannya sehingga secara yuridis tidak merugikan Satker/Pemerintah sebagai Pihak
Pemberi Kerja.
d) Menerima Imbalan
Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menerima atau meminjam uang dan/atau barang
sebagai imbalan pengerjaan sesuatu atau kegiatan yang bersumber dari APBDes yang
berindikasikan dan berimplikasi pada penyalahgunaan posisi, tanggung jawab dan
profesionalitas.
Setiap Pendamping Profesional harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta berada di
lokasi tugas secara purna waktu, sehingga tidak ada keluhan dari masyarakat atau pihak terkait
tentang sulitnya melakukan pertemuan dan koordinasi.
f) Laporan dan Akurasi Data
Setiap Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menduduki jabatan publik termasuk dalam
kepengurusan partai politik.
h) Fitnah, Hasutan, Propaganda Negatif
Setiap Pendamping Profesional harus menghindarkan diri dari penyebaran fitnah, hasutan,
propaganda dan tindakan-tindakan tersembunyi yang bertendensi negatif dan merugikan
kepentingan Satker/Pemerintah dan program.
5) Netral, tidak berpihak : Pendamping Profesional tidak boleh berpihak pada satu
kelompok atau golongan tertentu,
6) Tidak bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu suplier atau
berfungsi sebagai perantara;
7) Tidak bertindak sebagai juru bayar, menerima titipan uang, atau merekayasa
pembayaran atau administrasi atas pemerintah desa;
10) Tidak Menjadi pengurus partai politik manapun dan/atau terlibat dalam kegiatan
partai politik yang dapat mengganggu kinerja
11) Tidak Terlibat kontrak dengan institusi lain, baik pemerintah maupun swasta yang
menyebabkan tidak maksimalnya pekerjaan sebagai pendamping profesional
13) Tidak Melakukan perbuatan amoral yang dapat merugikan dan meresahkan
masyarakat;
Struktur, SOP
2.2
Pendampingan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1 Mengengetahui sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan beserta
berbagai perangkat Standar operating Prosedur yang ada;
2 Mengevaluasi dan merefleksikan sistem koordinasi yang harus dilakukan sebagai
pendamping Desa
3 Mengetahui berbagai perangkat Standar operating Prosedur (SOP) yang ada dalam
pelaksanaan kegiatan Pendampingan P3MD
4 Mengetahui cara kerja dalam Standar operating Prosedur (SOP)
5 Mampu Melaksanakan Standar operating Prosedur (SOP) dalam melaksanakan
kegiatan Pendampingan P3MD
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 2.2.1;
Lembar Informasi 3.2.1: Standar Operating Prosedure (SOP) Pembinaan dan
Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional
Alat Bantu
Flipt Chart, kertas plano, spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari kegiatan
pembelajaran tentang sistem organisasi dan pengelolaan pendampingan;
2. Pelatih meminta peserta melakukan pembacaan SOP Pembinaan dan
Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional secara cepat
3. Pelatih Memaparkan bahan Tayang Standar Operating Prosedur (SOP)
Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional
4. Pelatih membuka sesi Tanya Jawab, umpan balikkan;
Kegiatan 2 : Pendalaman SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional
5. Pelatih membagi peserta kedalam 3 kelompok besar ( 1 kelompok terdiri dari
10-13 orang) dan meminta kepada masing-masing kelompok untuk memilih
salah satu orang sebagaii ketua kelompok
6. Ketua kelompok diminta untuk membagi kelompoknya kedalam 3 sub kelompok
dan membagi bab yang ada dalam SOP kepada setiap sub kelompok untuk
membahas dan mendiskusikan
7. Hasil dari pembahasan dan diskusi sub kelompok dijadikan satu dan merupakan
produk kelompok yang akan dipresentasikan dalam Pleno.
8. Kelompok memaparkan Hasil pembahasan dan diskusi dalam Pleno;
9. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan, bertanya,
berpendapat dan masukan;
10. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan gagasan utama dari
hasil pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano
atau whiteboard;
11. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan tentang materi
yang telah dibahas dan mengkaitkan dengan subpokok bahasan selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019 dan Rencana Kerja Pemerintah 2016
mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan melalui implementasi
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam rangka menjalankan urusan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
maka dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang mengamanatkan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemen Desa DPTT) untuk melaksanakan tugas
dan fungsi tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, maka Kemen Desa PDTT akan melaksanakan kegiatan
pendampingan melalui penyediaan tenaga pendamping profesional. Pasal 129 PP 43 Tahun 2014
sebagaimana sudah diubah dengan PP 47 Tahun 2015 menyatakan bahwa tenaga tenaga
pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 Ayat (2) terdiri atas: (a) tenaga
pendamping lokal desa yang bertugas di desa untuk mendampingi desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa, kerja sama desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang
berskala lokal desa; (b) tenaga pendamping desa yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, kerjasama desa, pengembangan
BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal desa; (c) tenaga pendamping teknis yang
bertugas di kecamatan untuk mendampingi desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan
sektoral; dan (d) tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas
tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
Penyediaan tenaga pendamping profesional dilakukan melalui rekrutmen secara terbuka
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa.
Mengingat pentingnya pendampingan desa sebagai faktor penentu keberhasilan implementasi
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka Kemen Desa PDTT memandang perlu
untuk melakukan pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping profesional.
Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping profesional, maka
perlu disusun Standar Operasional Prosedur.
C. LANDASAN HUKUM
Seluruh kerja Pendamping Profesional harus mengacu dan berpijak pada regulasi dan kebijakan
Pemerintah, khususnya yang terkait dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Regulasi regulasi pokok yang menjadi rujukan utama dalam pelaksanaan pendampingan desa
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan
daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang
Pendampingan Desa;
8. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
9. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 01 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan tata Kerja Sekretariat Nasional Pendampingan Masyarakat Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, tahun 2016 dan aturan
perubahannya;
10. Permendesa No 8 Tahun 2016 tentang Dekon
11. Surat Ditjen PPMD Nomor 330/DPPMD.6/VII/2016 Tanggal 22 Juli 2016 tentang
Penetapan SOP HAP Tahun 2016
12. Kerangka Acuan Kerja / TOR PPA Konsultan Nasional Pengembangan Program (KN-PP);
13. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengendalian Pembangunan Desa (
KN-PPD);
14. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengembangan Kapasitas
Masyarakat Desa ( KN-PKMD);
15. Kerangka Acuan Kerja / ToR Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TAPM);
16. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Desa Pemberdayaan ( PDP );
17. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendampng Desa Teknik Infrastruktur (PD-TI);
18. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Lokal Desa.
2. SEKRETARIAT PROGRAM
Sekretariat Program yang selanjutnya disebut (Sekpro), yang dipimpin oleh seorang Kepala
Sekretariat dibantu oleh beberapa Deputy, Tenaga Ahli, Staf Teknis dan staf administrasi, yang
mengkoordinasikan Konsultan Nasional dan Konsultan Pendampingan Program Provinsi.
6. CAMAT
Camat sebagai pemangku wilayah kecamatan yang dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat dibantu oleh kepala seksi yang membidangi pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa bertugas untuk mengkoordinasikan pendamping profesional
dengan stakeholder di wilayahnya.
7. KEPALA DESA
Kepala Desa/Nama Lain sebagai pemangku wilayah Desa dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, melakukan koordinasi dengan semua pihak termasuk pendamping
profesional di Desa dengan stakeholder lainnya
E. PENDAMPING PROFESIONAL
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Fasilitiasi Pembangunan
Desa Partisipatif.
Semua tenaga ahli ini bertanggungjawab kepada Deputi Bidang Manajemen Data dan
Informasi.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, serta memastikan pengendalian program
dikelola dengan baik, maka organisasi TA PID terdiri dari beberapa bidang kerja, serta tenta-
tenaga ahli di masing-masing bidang kerja, sebagai berikut:
1. TAPP P3MD
a. Koordinator Program : 33 orang
b. TA Madya Infrastruktur Desa : 33 orang
c. TA Madya Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi : 33 orang
d. TA Madya Pengelolaan SDM : 33 orang
2. TAPP PID:
a. TA Madya Pengembangan Kapasitas PID : 33 orang
b. TA Madya MIS PID : 33 orang
c. TA MAdya Pengelolaan Pengetahuan PID : 33 orang
1. TA P3MD
Sesuai dengan tugas dan fungsinya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM P3MD),
dibedakan atas:
a. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA-PMD);
b. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA-ID);
c. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif (TA-PP);
d. Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA-PED);
e. Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TA-TTG);
f. Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (TA-PSD).
Pembinaan dan pengelolaan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat akan dilaksanakan oleh
Satker P3MD Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi.
e. Pendamping Desa
Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Pemerintah menyediakan Pendamping Desa yang berkedudukan di kecamatan, terdiri
dari :
1. Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
2. Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), untuk setiap Kecamatan 1 (satu) orang
Pembinaan, pengelolaan dan pengendalian PDP dilaksanakan oleh Satker P3MD Provinsi
melalui mekanisme dekonsentrasi.
BAB II TUPOKSI
1. Tugas Pendampingan
b) Terfasilitasinya reviu
dan evaluasi dokumen
RPJMDes, RKPDes,
APBDes dan laporan
pertanggung jawaban;
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
desa.
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di desa
dan/atau antardesa.
c) Terfasilitasinya peran
BPD dalam proses
penyusunan produk
hukum desa
b) Terfasilitasinya
kerjasama antardesa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat desa.
c) Pelatihan Tim
Penyusun RPJM Desa
dan RKPDesa;
d) Adanya dokumen
proses penyusunan
RPJM Desa dan
RKPDesa dan
memastikan dokumen
tersebut diperdeskan;
e) Terlaksananya
evaluasi dan
monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat desa;
f) Terselenggaranya
pelatihan peningkatan
kapasitas kinerja BPD.
b) Tersedianya jadwal
pelaksanaan kegiatan
pembangunan sarana
dan prasarana desa.
b) Terfasilitasinya proses
survey harga dan
lokasi, pengadaan
barang dan jasa serta
pengadaan tenaga
kerja setempat.
c) Tersedianya papan
informasi kegiatan.
d) Tersusunnya Perdes
tentang pengelolaan
dan pemeliharaan
3. TUGAS ADMINSTRATIF
Berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi dari aspek pembinaan dan
pengendalian pendamping profesional, maka Pendamping Desa berkewajiban
melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
c. Menyerahkan copy NPWP dan Polis Asuransi pribadi, dan bukti pembayaran
pajak Tahunan (SPT) kepada Satker P3MD Provinsi melalui TA Kabupaten;
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
1. Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelaporan kinerja tenaga pendamping
professional;
2. Menerapkan pelaporan kinerja dalam rangka pelaksanaan P3MD.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, dan Diskusi.
Media
Media Tayang 3.4.1;
Lembar Kerja 3.4.1: Matrik Diskusi;
Lembar Informasi 3.4.1: SOP Pelaporan Kinerja Pendamping Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
subpokok bahasan tentang pelaporan kinerja Pendamping Desa;
SPB
2.3.1 SOP Pelaporan Kinerja
Pendamping Desa
A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa ditempuh melalui upaya pendampingan. Pendampingan menjadi
salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya
melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta
memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Desa.
Bahwa untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pendampingan desa ini, perlu adanya standart
pelaporan yang akurat, tepat dan cepat, berjenang sesuai tingkatannya.
B. JENIS PELAPORAN
Salah satu kewajiban Pendamping Profesional yang sudah dikontrak oleh Satker P3MD Provinsi
adalah membuat Laporan, pengabaian terhadap laporan dapat dikenakan sanksi penundaan
pembayaran homorarium dan biaya operasioonal, sampai pada PHK. Dalam pelaksanaan
pendampingan desa yang dilakukan oleh Pendamping Profesional dalam hal ini Pendamping
Lokal Desa, Pendamping Desa, Tenaga Ahli Kabupaten, maupun yang dilakukan oleh Konsultan
Provinsi dan Konsultan Nasional, dibagi dalam beberapa jenis laporan yakni :
1. Laporan Bulanan Individual, baik pendamping professional maupun konsultan dalam
melaksanakan tugas pendampingannya terikat kontrak individual dengan Satker Provinsi
maupun PPA, maka sebagai pertanggungjawaban administrasi harus membuat laporan
bulanan individual yang memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi Laporan yang singkat padat dan akurat.
c. Lembar Waktu Kerja
d. Realisasi Kerja Bulan Berjalan
e. Rencana Kerja Bulan Yang Akan Datang
f. Bukti Kunjungan Lapangan baik Form Kunjungan
g. Bukti-bukti/dokumen lainnya yang diperlukan
2. Laporan Mingguan Pendampingan. Laporan ini memuat khusus terkait dengan laporan
pencairan dan penggunaan Dana Desa (DD) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Laporan melalui email kepada jenjang setingkat diatasnya, PLD ke PD, PD ke
TAPM, TAPM ke KPP Provinsi, KPP Provinsi ke KPP Pusat dan KPP Pusat ke MN-
P3MD, ke Koodinator;
b. Waktu Pelaporan Mingguan :
i. PLD ke PD pada setiap hari Senin
ii. PD ke TAPM pada setiap hari Selasa
iii. TAPM ke KPP Provinsi setiap hari Rabu
iv. KPP Provinsi ke Koordinator Pendampingan Regional (KPR) setiap hari
Kamis
v. Koordinator Koordinator Pendampingan Regional (KPR) ke Program Leader
P3MD Pusat dan Program Leader PID Pusat setiap hari Jum’at
vi. Program Leader P3MD dan Program Leader PID ke Koordinator
Operasional Program dan Kepala Manajemen Nasional Pengendali
Program Pendampingan Desa setiap Hari Senin
c. Format Laporan Mingguan sebagaimana terlampir
3. Laporan Bulanan Pendampingan, laporan ini memuat hal-hal apa saja yang terkait
dengan pendampingan sesuai levelnya masing masing, yang menggambarkan capaian
kinerja dan tupoksi pendampingan, data-data dana desa, data-data kegiatan prioritas
pembangunan, kegiatan pemberdayaan, kegiatan pelatihan, kegiatan pendampingan,
supervise, legislasi, kaderisasi dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan kegiatan
secara utuh beserta capaiannya dalam waktu sampai dengan bulan berjalan. Laporan
bulanan kegiatan pendampingan memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi laporan yang singkat padat dan akurat dengan sistematika sbb:
i. Pendahuluan
ii. Kegiatan pendampingan bulan berjalan
iii. Rencana kegiatan pendampingan bulan yang akan datang
iv. Kendala dan Masalah
v. Rekomendasi
vi. Penutup
c. Lampiran
i. Data Dasar/Data APBDes (bulanan)
ii. Data Dana Desa (Alokasi, Pencairan dan Penggunaan) (bulanan)
iii. Data Regulasi Desa (tiga bulanan)
Laporan kegiatan bulanan pendampingan bagi TA Kabupaten, KPP Provinsi, dan Manajemen
Nasional, disamping melaporkan kegiatan yang dilakukan secara mandiri, juga harus merekap
kegitan yang dilakukan oleh pendamping level di bawahnya.
4. Laporan Insidental, laporan yang dibuat atas dasar peristiwa tertentu seperti adanya
penyelewengan, force majoure atau peristiwa yang diluar rencana dan tidak diprediksi
sebelumnya, format laporan ini disesusikan dengan peristiwa yang terjadi.
C. JENJANG PELAPORAN
Pelaporan yang dibuat oleh pelaku pendampingan desa, dilakukan secara berjenjang dengan
tujuan utama adalah Pihak Pertama sebagai pihak yang memberi kerja. Namun juga ditujukan
kepada jajaran birokrasi pada levelnya masing-masing dengan tembusan kepada supervisornya.
Jenjang Pelaporan untuk Pendamping Profesional dan Konsultan dapat digambarkan dalam
bagan sebagai berikut :
KOORDINATOR
OPERASIONAL PROGRAM SATKER PUSAT
PROGRAM LEADER
KONSULTAN NASIONAL
P3MD dan PID PPA Pusat
KOODINATOR WILAYAH
SATKER
KPP PROVINSI PPA Provinsi
PROVINSI
SATKER TA KABUPATEN
KABUPATEN
SATKER
PD dan PDTI PROVINSI
CAMAT
D. WAKTU PELAPORAN
Pelaporan pendamping professional dan konsultan provinsi maupun konsultan nasional diatur
waktunya sebagai berikut :
1. Pendamping Lokal Desa dan Pendamping Desa/Pendamping Desa Teknik Infrastruktur
melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan individualnya ke Satker Provinsi dan
Camat paling lambat tanggal 3 setiap bulannya
2. Tenaga Ahli Kabupaten melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan individualnya
ke Satker Provinsi dan Satker Kabupaten paling lambat tanggal 5 setiap bulannya
E. PENUTUP
Demikian SOP Pelaporan Pendamping Profesional dibuat untuk bisa dilaksakan oleh seluruh
Tenaga Pendamping Profesional se wilayah Indonesia, sebagai alat ukur capaian kinerja
Pendamping dan alat pengendali bagi supervisor dan Satker P3MD, baik Kabupaten, Provinsi
maupun Pusat. Pengabaian atas Pelaporan Pendamping Profesional berakibat pada evaluasi
kinerja.
Hal hal yang belum diatur dalam SOP Pelaporan ini, dan dirasa perlu untuk dilaporkan, bisa
dilampirkan dalam laporan yang bersifat bulanan maupun insidensial.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dasar-dasar sistem pelaporan Tata Kelola Administrasi Keuangan
Desa dalam APB Desa;
2. Menjelasakan prinsip dan ketentuan pelaporan Sistim informasi Pembangunan
Desa;
3. Mampu mengimplementasikan Sistem Informasi Pembangunan Desa
secara berjenjang dilokasi tugas .
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Paparan, diskusi, praktek
Media
Media Tayang: paparan power point
Lembar Kerja: Panduan Monitoring Dana Desa basis Kab/Kec/Desa, format
APBDes
Lembar Informasi: Bahan Bacaan,
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 2:
6. Pelatih menjelaskan Sistem Informasi Pembangunan Desa dengan regulasi yang
mendasarinya dengan media tayang 8.3.1
7. Jelaskan secara singkat tentang beberapa hal berikut dari media tayang:
a. Jenis dokumen keuangan desa untuk dapat pencairan Dana Desa dari RKUD
(Lembar informasi :)
b. Proses Pelaporan perkembangan Jumlah Penyaluran Dan Desa (Agregasi )dari
11. Fasilitasi praktek pengisian format SIPD oleh peserta. Minta seluruh
peserta mempraktekkan.
12. Umpan balikkan hasil praktek ke peserta, berikan ke peserta kesempatan bertanya
dan berikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Kegiatan 4: Penegasan
13. Tegaskan dan simpulkan beberapa hal yang menjadi penting untuk diperhatikan
yaitu:
a. Proses transfer RKUD ke RKDesa dan persyaratan administratifnya
serta konsolidasi agregasinya.
b. Pelaporan Penggunaan sesuai dengan Bidang dan bidang Pembanggunan desa
ke dalam 4 bidang lokus Kab/Kec/Desa.
c. Monitoring dilakukan berkala sesuai dengan update Pelaporan di Desa dan
di agregasi di kabuapten.
Catatan: lembar kerja 8.3.1. dalam bentuk softcopy yang menjadi bagian dari modul ini.
SPB
Sistem Informasi
2.3.1.
Pembangunan Desa dan
Pelaporannya
Sistem Informasi Pembangunan Desa merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memantau
proses pelaporan sekaligus memberikan informasi Perencanaan Kegiatan desa bersumber
APBDes, pendanaan (7 Sumber Pendanaan) sampai dengan hasil-hasil kegiatan Pembangunan
Desa. Adapun fokus monitoring Keuangan APBN (Dana Desa) dapat disajikan secara detail beserta
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan yang dimaksud dapat dikategorikan sesuai dengan
Bidang dan Prioritas penggunaan Danana Desa. Untuk mengenal dan menjalanakan aplikasi,
silahkan berikut ini tatacaranya:
1. Dashboard
1.1. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
1.2. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa
1.3. Grafik Penggunaan Dana Desa sesuai Bidang dan Sub Bidang Pembanguan Desa per
Tahun Anggaran.
1.4. Data Kegiatan bersumber Dana Desa (APBN) per Tahun Anggaran
2. APBDesa
3. Untuk Desa yang sudah menggunakan SISKEUDES dapat melakukan ekport pada menu Laporan
Penganggaran:
dan pilih pada Laporan 1b- Ringkasan APBDes dan selanjutnya sesuai dengan
SISKEUDES Desa. pilih parameter yang sesuai, print to file di cek box, pilih ke file excel,
kemudian isikan sumber pendanaan secara manual sesuai kreteria kemudian di upload.
Sebagai catatan: untuk kegiatan-kegiatan diisikan nilai Sumary (Kode 3 Digit) dan untuk
Detai Rab dalam Laporan ini belum di perlukan (capture Data Keguiatan berdasar APBDes
SISKEUDES)
Berikut ini contoh upload format excel berdasar lembar kerja form APBdes
3. RKUD ke RK Desa
Pemantauan Transfer Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke RK Desa sesuai dengan kesiapan
Desa untuk mengakses Dana Desa. Pendamping dapat melaporkan progres ke dalam aplikasi
dengan melaukan Edit Data
Kegiatan Dana Desa adalah realisasi dari perencanaan berdasar APBDesa yang dilengkapi oleh
pendamping sesuai dengan Laporan progres Kegiatan berdasar LPJ. adapun kegiatan-kegiatan
yang memiliki nomenklatur yang perlu di sesuaikan dengan keperluan Kementrian Desa PDTT
akan disesuaikan dengan pilihan-pilih kegiatan untuk singkronisasi.
5. Profil Desa
Profil Desa memuat informasi terkait Desa menggunakan Dana Desa (APBN)
CATATAN:
Sistem Pelaporan Yang sedang Di Kembangkan P3MD Pusat
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Evaluasi dan Refleksi produk regulasi di Kabupaten dan
desa terkait implementasi undang undang desa
2. Mengidentifikasi dan Menjelaskan jenis-jenis Peraturan di
Kabupaten dan desa terkait implementasi undang undang
desa.
3. Memfasilitasi regulasi desa dalam mendukung pelaksanaan
implementasi undang undang desa.
Waktu
2 JPL 90 menit
Metode
Evaluasi-Refelktif, Pemaparan dan Curah Pendapat, diskusi
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi “Jenis Jenis Produk
Hukum Di Kabupaten dan Desa terkait P3MD”.
2. Ajaklah peserta untuk evaluasi dan merefleksikan kondisi regulasi desa saat ini
melalui pertanyaan;
Apakah dilokasi tugas anda sudah ada perbup tentang kewenangan desa?
Kalau belum ada, mengapa?
Apakah dilokasi tugas anda sudah ada perdes tentang kewenangan desa?
Kalau belum ada, mengapa?
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten untuk mengembangkan
regulasi P3MD, khussunya perbup kewenangan desa?
Bagaimana kondisi regulasi Desa saat ini dan apa akibatnya bagi masyarakat
Desa?
Mengapa regulasi desa belum berkembanga didesa anda?
Apa yang sudah Anda lakukan sebagai pendamping desa tentang advokasi
regulasi desa?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk tanggapan, umpan balik dan
diskusikan.
4. Berikan tanggapan atas pendapat peserta kemudian lakukan pemaparan tentang
(i) regulasi Desa menurut implementasi undang-undang desa, (ii) perbedaan
desa di bawah regulasi desa lama dan di bawah undang-undang desa dengan
mengacu pada media tayang
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan lakukan penegasan.
6. Mintalah masing-masing peserta berkumpul dalam tim kerja kelompok untuk
mendiskusikan pengalaman dan pengamatan nya tentang kebijakan di daerah
dan desa dalam mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desa. Diskusi dengan
format lembar kerja 2.1.1.
7. Berikan kesempatan dan waktu yang cukup kepada peserta untuk
mendiskusikannya dengan rekan sejawat di masing-masing Kabupaten/Kota;
8. Setelah diskusi, mintalah beberapa perwakilan kelompok untuk memaparkan
hasilnya dalam pleno secara bergantian;
9. Berikan kepada peserta lain untuk bertanya, mengkritisi dan memberikan saran
penyempurnaan;
10. Lakukan penegasan dan penyimpulan atas hasil pembahasan dikaitkan dengan
kegiatan belajar selanjutnya.
SPB
Fasilitasi Analisis dan
3.2
Pengembangan Regulasi Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dasar-dasar penyusunan peraturan di Desa, Menyebutkan
azas dan prinsip penyusunan peraturan di Desa.
2. Menjelasakani sistematika penyusunan peraturan di Desa, menganalisa
dokumen dan Menguraikan tahapan Penyusunan Peraturan di Desa.
3. Menyusun Aspek-aspek Analisis Peraturan Desa.
4. Memfasilitasi pengembangan Peraturan Desa,
Waktu
2 JPL 90 menit
Metode
Ceramah interaktif, brainstorming, diskusi kelompok mengisi lembar kerja,
paparan
Media
Media Tayang
Alat Bantu
Spidol, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai
bersama. Mengantar peserta memahami ruang lingkup pokok bahasan dengan
Tanya-jawab:
a. apa yang saudara ketahui tentang jenis peraturan di desa...?
b. mengapa perdes disusun?
c. Bagaimana menganalisa masalah di desa
12. Setelah selesai diskusi kelompok kurang lebih 30 menit, lalukan paparan hasil
diskusi kelompok dari masing-masing kelompok. Berikan kesempatan kelompok
lain untuk memberikan umpan balik, saran masukan dan rekomendasi.
13. Fasilitator memberikan catatn kritis dan meberikan kesimpulan dari proses
pemberlajaran.
15. Tutup dengan menyampaikan hal-hal yang menarik dalam proses pembelajaran,
kesimpulan dan sampaikan terimakasih atas proses pembelajaran bersama.
Daftar
Kewenangan
Desa atau
Perdes
Kewenangan
Desa:
ATAU ISUE
LAIN DI
DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelasakan pentingnya keterlibatan warga dalam penyusunan produk
hukum desa;
2. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;
3. Menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat dalam Musyawarah Desa;
4. Menguraikan mekanisme pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa;
Waktu
2 JPL 90 menit
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan speed reading
Media
Media Tayang
Lembar Kerja:
Lembar Informasi:
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Penyajian
1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin dicapai
bersama. Mengantar peserta memahami ruang lingkup pokok bahasan
dengan Tanya-jawab:
a. Bagaimana proses dan praktek penyusunan dan pemutusan produk hukum
di desa selama ini?
b. Apakah sudah ada pengaturan prosedur dan mekanisme penyusunanan
dan pemutusan produk hukum desa?
2. Menawarkan pilihan metode atau cara pembelajaran yang dianggap peserta
paling menarik/effektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
(Fasilitator/ pendamping menjelaskan berbagai pilihan metode dengan
menunjukkan kekurangan dan kelebihannya: curah pendapat, diskusi
kelompok, studi pribadi.
3. Memfasilitasi praktek pembelajaran peserta sesuai metode yang ditetapkan
bersama.
4. Memastikan fasilitasi praktek pembelajaran tetap berpusat pada tujuan
pembahasan sub pokok bahasan dengan menawarkan pertanyaan-
pertanyaan panduan.
a. Siapa yang bertanggungjawab dalam penyusunan dan pemutusan produk
hukum di desa?
b. Siapa saja yang dilibatkan dalam penyusunan dan pemutusan produk
hukum di desa?
c. Bagaimana proses dan tata cara penyusunan dan pemutusan produk
hukum desa?
d. Bagaimana keterlibatan masayarakat dalam penyusunan dan pemutusan
produk hukum di desa?
5. Fasilitasi proses review hasil pembahasan sub pokok bahasan dengan
memberikan kesempatan pada peserta untuk memaparkan temuannya.
11. Membagi peserta ke dalam 3-4 kelompok, mendiskusikan hal positif dan hal
yang perlu ditingkatkan dari praktek musyawarah desa tersebut terkait
dengan :
Keterwakilan peserta
Agenda yang dibahas
Keterlibatan masyarakat di dalam pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan
12. Minta satu atau dua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi dan
kemudian kelompok lain untuk memberikan tanggapan
13. Fasilitator memberikan tanggapan dan penegasan mengenai peran
Pendamping Desa dalam Musyawarah Desa.
1. Kewenangan Desa
Berbeda dengan kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting yang terkandung
dalam kewenangan desa: (1) Baik kewenangan asal usul maupun kewenangan lokal bukanlah
kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah, bukan juga merupakan sisa (residu) yang
dilimpahkan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No.
32/2004 dan PP No. 72/2005. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis
kewenangan itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-undang dan dijabarkan oleh
peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah dalam ini bukanlah perintah yang absolut
melainkan sebagai pandu arah yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list),
dan kemudian menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan desa
sebagai kewenangan desa. (2) Sebagai konsekuensi desa sebagai masyarakat yang
berpemerintahan (self governing community), kewenangan desa yang berbentuk mengatur
hanya terbatas pada pengaturan kepentingan lokal dan masyarakat setempat dalam batas-
batas wilayah administrasi desa. Mengatur dalam hal ini bukan dalam bentuk mengeluarkan
izin baik kepada warga maupun kepada pihak luar seperti investor, melainkan dalam bentuk
keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi anggaran dalam APB Desa, alokasi air
kepada warga, dan lain-lain. Desatidak bisa memberikan izin mendirikan bangunan, izin
pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan sebagainya. (3) Kewenangan
desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi kepada pelayanan warga dan
pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh desa melayani dan juga membiayai kegiatan
kelompok tani, melatih kader perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan hutan
rakyat bersama masyarakat, membikin bagan ikan untuk kepentingan nelayan, dan
sebagainya. (4) Selain mengatur dan mengurus, desa dapat mengakses urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk dimanfaatkan memenuhi kepentingan
masyarakat. Selain contoh di atas tentang beberapa desa menangkap air sungai Desa dapat
mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak termanfaatkan atau
tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Lahan sisa proyek
pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian jalan kabupaten/kota
merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam pohon di atas lahan itu
dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari bupati/walikota.
Prinsip-prinsip itu dapat digunakan untuk memahami jenis-jenis kewenangan desa yang
tertulis secara eksplisit dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada perubahan
pengaturan tentang kewenangan desa antara UU No. 32/2004 dengan UU No. 6/2014.
Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan
asal-usul desa, sedangkan UU No. 6/2014 menyatakan kewenangan beradasarkan hak asal-
usul. Pada dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang sama, hanya saja UU No.
32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan pemerintahan. Kedua, UU No. 32/2004
menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa, sedangkan No. 6/2014 menegaskan kewenangan
lokal berskala desa. Jenis kewenangan kedua inilah yang membedakan secara jelas dan tegas
antara kedua UU tersebut.
Tabel
Kewenangan desa menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014
UU No. 32/2004 UU No. 6/2014
Urusan pemerintahan yang sudah ada Kewenangan berdasarkan hak asal usul
berdasarkan hak asal-usul desa
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
peraturan perundangperundangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
diserahkan kepada desa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Kewenangan desa sebenarnya tidak hanya mencakup empat butir besar tersebut. Ada satu
jenis kewenangan lagi yang dimiliki oleh desa, yaitu kewenangan melekat atau sering disebut
sebagai kewenangan atributif yang tidak tersurat dalam UU No. 6/2014. Sebagai organisasi
pemerintahan, desa memiliki sejumlah kewenangan melekat (atributif) tanpa harus disebutkan
secara tersurat (eksplisit) dalam daftar kewenangan desa. Ada sejumlah kewenangan melekat
milik desa yang sudah dimandatkan oleh UU No. 6/2014, yakni: (1) Memilih kepala desa dan
menyelenggarakan pemilihan kepala desa. (2) Membentuk dan menetapkan susunan dan
personil perangkat desa. (3) Menyelenggarakan musyawarah desa. (4) Menyusun dan
menetapkan perencanaan desa.Menyusun, menetapkan dan melaksanakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa. (5) Menyusun, menetapkan dan melaksanakan peraturan desa.
(6) Membentuk dan membina lembaga-lembaga kemasyarakatan maupun lembaga adat. (7)
Membentuk dan menjalankan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
1 Pelayanan dasar Posyandu, penyediaan air bersih, sanggar belajar dan seni,
perpustakaan desa, poliklinik desa.
2 Sarana dan prasarana Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah,
sanitasi dan drainase, irigasi tersier, dan lainlain.
3 Ekonomi lokal Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, karamba ikan, lumbung
pangan, tambatan perahu, wisata desa, kios, rumah potong
hewan dan tempat pelelangan ikan desa, dan lain-lain.
4 SDA dan lingkungan Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, dll.
Daftar positif kewenangan desa juga bisa dijabarkan secara sektoral. Kewenangan lokal desa
secara sektoral ini meliputi dimensi kelembagaan, infastruktur, komoditas, modal dan
pengembangan. Pada sektor pertanian misalnya, desa mempunyai kewenangan mengembangkan
dan membina kelompok tani, pelatihan bagi petani, menyediakan infrastruktur pertanian berskala
desa, penyediaan anggaran untuk modal, pengembangan benih, konsolidasi lahan, pemilihan bibit
unggul, sistem tanam, pengembangan teknologi tepat guna, maupun diversifikasi usaha tani[.]
1
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1,
http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf, diakses 12nApril 2015
2
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3
Artinya hanya berlaku sesaat dan sekali saja yakni pada saat ditetapkannya produk hukum tersebut.
4
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hal. 99.
5
Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal. 3.
Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud akan
menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-undangan,
bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran perundang-undangan.
Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu gugat tetap
konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip kedaulatan parlemen
(parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian – seperti Inggris dan Perancis,
sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk parlemen – termasuk undang-undang
– dinyatakan tidak dapat diganggu-gugat.
Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau karena
kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus, sehingga
diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di Indonesia terdapat
hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap penduduk). Sungguhpun demikian,
bagi golongan tertentu, dalam hal ini misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat
tugasnya yang khusus yaitu bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata),
perlu bagi militer tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara
khusus, menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud,
antara lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk kalangan
militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang
bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.
Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362 dan
seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan militer
diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer yang
melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan hukum, yaitu
Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut yang digunakan atau
berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah ancaman hukuman dalam
Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi
dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat khusus mengesampingkan Undang-
Undang yang bersifat umum dalam persaingannya dengan Undang-Undang yang
bersifat umum tersebut.
Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het
recht), meliputi:
a. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang menunjukkan
tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu ketentuan hukum
atau perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah negara atau hanya
untuk sebagian wilayah negara.
b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu menyangkut
masalah atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah mengatur persoalan
perdata atau mengatur persoalan publik. Lebih sempit lagi, apakah mengatur
persoalan pajak ataukah mengatur persoalan kewarganegaraan, dan lain
sebaginya.
c. Lingkungan kuasa orang (personengebied, personal sphere), yaitu menyangkut
orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau hanya untuk
Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja, dan lain
sebagainya;
d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan sejak
kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau perundang-
undangan.
Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan
yang lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang baru, maka
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang berlaku. Dalam hal
ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud, tujuan maupun
maknanya.
Secara Normatif
d. Kekeluargaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. bhinneka tunggal ika.
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial
i. ketertiban dan kepastian hukum.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
HIERARKI PERATURAN
Peraturan Desa adalah
PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah
dibahas dan disepakati
bersama BPD.
Peraturan Bersama Kepala
Desa adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh dua atau
lebih Kepala Desa dan
bersifat mengatur.
Peraturan Kepala Desa
adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa
dan bersifat mengatur.
Bagan 1
Sedangkan Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi:
1) Peraturan Desa;
2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
3) Peraturan Kepala Desa.
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan
bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa
berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga
dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa,
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan
kewenangan desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan
yang bersifat konkrit, individual, dan final.
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan
Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah
produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan
5) diskriminasi terhadap suku, agama dan
12
kepercayaan, ras, antar golongan, serta gender.
12
Penjelasan Umum UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.
Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa untuk
mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan
Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap menetapkan
menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan
umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang
telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan dengan kepentingan
umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah
Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja
sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program
pembangunan antar-Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-
Desa, dan Kawasan Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah
tempat Desa tersebut berada; dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja
sama antar-Desa.
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut
sebelumnya perlu dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun
susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan
dengan peraturan bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama
bertanggung jawab kepada kepala Desa.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan
setelah dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan
penyelesaian melalui proses hukum.
Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan
Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama.
Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu
pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD
sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan
untuk dipersandingkan.
Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali
atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh
pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan
menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal
kesepakatan. Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak
diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.
Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan
Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
sejak diundangkan.
Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,
pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh
masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
2) Demokratis
Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan
Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan kewajibannya
untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan
hal-hal yang bersifat startegis di desa.Musyawarah desa merupakan representasi
keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di
desa.Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan
sosial yang lebih harmonis.
3) Transparan
Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung demi
kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa yang
tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip transparan
berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan dalam
mengakses informasi, memberikan informasi secara benar, baik dalam hal materi
permusyawaratan.
4) Akuntabel
Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus dikelola
secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau pemangku
kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
1) Pimpinan Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa.
2) Pendamping Desa
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau
pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang
dimusyawarahkan.Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.
4.1
Evaluasi Perencanaan Dan
Penganggaran Pembangunan
Desa (RPJM Des, RKP Des, APBDes)
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan berbagai isu yang muncul dalam perencanaan dan
penganggaran pembangunan desa;
2. Menjelaskan berbagai tantangan/ hambatan dalam perencanaan desa
(RPJM Desa dan RKP Desa);
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, penugasan kelompok, testimoni, simulasi
Media
Format evaluasi dokumen perencanaan dan penganggaran, Lembar
kerja, media fasilitasi.
Alat Bantu
Dokumen-dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, Spidol, laptop, dan LCD.
Proses Penyajian
Kegiatan 1 : Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan disampaikan;
Kegiatan 2: Curah pendapat menguraikan Isu-isu Perencanaan dan
Penganggaran evaluasi dan refleksi
2. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang perencanaan dan
penganggaran pembangunan Desa;
3. Bagikan kertas metaplan kepada setiap peserta. Minta peserta menuliskan isu-isu
yang muncul dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa;
4. Pandu peserta mengelompokkan isu-isu yang muncul;
5. Berikan penegasan.
Kegiatan 3: Curah pendapat tentang prinsip-prinsip perencanaan
6. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang prinsip-prinsip
perencanaan pembangunan Desa;
7. Pandu peserta merumuskan prinsip-prinsip perencanaan pembangunan Desa
(Media Fasilitasi 4.1.1);
Kegiatan 4: Curah pendapat tentang dokumen Perencanaan
8. Minta peserta menjelaskan tentang dokumen perencanaan;
9. Berikan penegasan.
Kegiatan 5: Diskusi kelompok tentang Evaluasi tahap Penyusunan Perencanaan
dan tititk kritisnya
10. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
11. Bagikan Lembar Kerja 4..1.2 dan minta kepada setiap kelompok
mendiskusikannya;
12. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok
lain menanggapi;
13. Berikan penegasan (Media Fasilitasi 4.1.2).
Kegiatan 6: Diskusi kelompok tentang identifikasi tantangan, hambatan dan
strategi fasilitasi dalam perencanaan dan penganggaran.
14. Minta kelompok sebelumnya untuk berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 4.1.3);
15. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok
lain menanggapi;
16. Berikan penegasan.
Kegiatan 9: Menutup Sesi
17. Sebelum sesi diakhiri, tutup dengan penegasan serta rangkuman atas (1) isu
perencanaan, (2) prinsip perencanaan, (3) tahapan perencanaan, (4) tantangan
dan hambatan dalam perencanaan dan penganggaran, (5) peran kecamatan, dan
(6) aspek-aspek kritis dalam evaluasi dokumen.
1.3. Maksud Dan Jelas/Rancu antara Maksud Menegaskan rumusan Maksud dan
dan tujuan penyusunan Tujuan dari Penyusunan dokumen
Tujuan
dokumen RPJM Desa RPJM Desa
dengan Maksud dan
tujuan RPJM Desa
1.4. Proses Sudah/Belum Menegaskan pencantuman
mencantumkan Ketentuan langkah/tahap:
Penyusunan
dan langkah-tahap Persiapan (Pembentukan Tim
kegiatan Penyusun)
PKD
Penyusunan naskah
Rancangan
Musdes
2 II 2.1. Sejarah Desa Sudah/Belum Menambahkan/mencantumkan
KONDISI UMUM mencantumkan peristiwa- informasi tentang peristiwa-
DESA peristiwa penting yang peristiwa penting yang pernah
pernah terjadi terjadi
• Konsideran
• Redaksi
Kesepakatan
Bersama BPD
dan Kades
• Batang tubuh
• Waktu
penetapan
• Dst
2 Naskah Bab I
Bab II
• Konsideran
• Batang tubuh
LEMBAR KERJA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa;
2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di Desa;
3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa.
Waktu
2 JPL (90 Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi
Media
Lembar curah pendapat dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan serta tujuan sub pokok bahasan yang
akan disampaikan.
2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta memimpin
menyanyikan lagu“DESA”karya Iwan Fals secara bersama-sama. Untuk
memudahkan proses, putarkan lagu dan tayangkan liriknya (Media Fasilitasi
5.1.1);
3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan topik:
Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini?
Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana pendapat
peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa?
4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat didayagunakan untuk
pengembangan ekonomi desa;
5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan potensi
ekonominya.
Dst.
4 PEMBANGUNAN DESA
Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan
dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan
Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan
September tahun berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa, dilakukan dengan
kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa;
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah Desa
dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
b. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
c. membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan.
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
a. kepala Desa selaku pembina;
b. sekretaris Desa selaku ketua;
c. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
d. anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader
pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
A. Pendahuluan
Sebelum UU Desa lahir, pemerintah memiliki dua konsep (pembangunan desa dan pembangunan
perdesaan) yang tidak dikonseptualisasikan dan dikonsolidasikan secara baik. Pembangunan desa
merupakan urusan internal desa, yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dan masyarakat
desa, yang ditopang dengan biaya APBDesa, swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah.
Namun pembangunan desa, yang pada umumnya bias pada pembangunan fisik, tidak dilandasi
dengan kewenangan desa yang jelas dan kemampuan fiskal yang memadai. Pada saat yang sama
banyak Kementerian/Lembaga mempunyai program-program pembangunan di desa (masuk ke
desa), yang hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan obyek penerima manfaat. Akibatnya
desa sebagai kesatuan masyarakat tidak pernah tumbuh menjadi entitas dan institusi yang kuat
dan mandiri dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan.
Karena bersifat mikro-lokal, pembangunan desa tidak dilembagakan ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang maupun Menengah Nasional. RPJMN 2004-2009 dan 2009-2014
tidak mengenal pembangunan desa, melainkan pembangunan perdesaan. Secara teoretis
pembangunan perdesaan (rural development) memadukan pendekatan ruang (spasial), sektoral
dan institusi (desa). Pembangunan perdesaan juga memasukkan dimensi pembangunan desa,
tetapi tidak menyentuh dimensi posisi dan hakekat penguatan desa, sebab pembangunan
perdesaan lebih banyak berbicara tentang aspek-aspek sektoral (pendidikan, kesehatan, pertanian,
energi, dan sebagainya) dalam ruang desa dan masyarakat desa.
Karena itu UU Desa tidak memakai lagi konsep pembangunan perdesaan, melainkan
mengedepankan pembangunan desa (dalam desa atau skala lokal desa) dan pembangunan
kawasan perdesaan (antardesa). Konsep kawasan perdesaan diambil dari UU No. 26/2007 tentang
Tata Ruang, yang menegaskan bahwa kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. UU Desa juga menegaskan bahwa pembangunan kawasan perdesaan
dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan,
dan pemberdayaan masyarakat desa di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan
partisipatif.
Pada dasarnya kawasan perdesaan merupakan sebuah ruang (spatial) atau area yang
mempunyai fungsi pelayanan, pemukiman, pembangunan dan pemberdayaan. Pengertian dan
praktik pembangunan kawasan perdesaan seperti ini tentu bukan hal baru, karena sudah lama
dijalankan oleh pemerintah. Tetapi UU Desa menambahkan aspek pemberdayaan masyarakat dan
yang lebih penting adalah pendekatan pembangunan partisipatif. Dengan lebih bersemangat, UU
Desa menyebut pembangunan desa sebagai “desa membangun” dan pembangunan kawasan
perdesaan sebagai “membangun desa”.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 138
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Apa visi, misi dan platform pembangunan kawasan perdesaan? Pertanyaan ini bisa dijawab
dengan spirit “membangun desa” dan pendekatan “pembangunan partisipatif” yang terdapat
dalam pengertian pembangunan kawasan perdesaan. “Membangun desa” adalah menghadirkan
negara ke ranah desa, bukan dalam pengertian negara melakukan campur tangan secara
berlebihan ke dalam desa seperti yang sudah terjadi di masa lalu, bukan pula negara
melaksanakan pembangunan kawasan perdesaan dari atas (top down) tanpa memperhatikan
partisipasi desa dan masyarakat desa.
Dalam konsep “membangun desa” terdapat perspektif pembangunan dan perspektif desa.
Melihat “membangun desa” dengan perspektif pembangunan melahirkan misi dan platform
pemerataan pembangunan yang menyentuh ranah perdesaan, desa dan masyarakat. Sedangkan
melihat “membangun desa” dengan perspektif desa berarti memperkuat desa dalam
memanfaatkan, mengakses dan memiliki ruang dan sumberdaya kawasan perdesaan. Dalam dua
perspektif itu terdapat misi dan platform pembangunan partisipatif dan pemberdayaan
masyarakat.
Perspektif “membangun desa” tersebut juga bermakna sebagai pengarustamaan desa
(village mainstreaming) dalam pembangunan kawasan perdesaan. Misalnya ada pertanyaan: apa
yang membedakan otoritas-peran Kementerian Desa dengan Kementerian lain (misalnya
Pertanian, UKM dan Koperasi, Perdagangan, Perindustrian, Pariwisata) dalam ekononomi lokal dan
pembangunan kawasan perdesaan? Berbagai Kementerian sektoral itu selain berkiprah dalam
ekonomi sektoral juga melakukan pemberdayaan masyarakat. Lantas, apa perbedaan
pemberdayaan masyarakat antara Kementerian Desa dengan Kementerian lain? Jawaban atas
pertanyaan ini adalah “pengarustamaan desa” yang menjadi cirikhas pembeda Kemendesa
dengan kementerian lain. Pengarustamaan desa berkayakinan, meskipun ujung dari
pembangunan kawasan perdesaan adalah ekonomi, tetapi aktor dan institusi juga penting untuk
diperhatikan agar kue pembangunan tidak secara timpang hanya dinikmati oleh investor besar
tetapi desa hanya terkena dampak buruh dan hanya menjadi penonton. Oleh karena itu
pembangunan kawasan perdesaan tidak hanya berbicara tentang lokasi, ruang, lokus,
perencanaan, produk dan komoditas unggulan, tetapi juga berbicara tentang eksistensi dan
partisipasi desa, pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat.
B. Memeratakan Pembangunan
Pembangunan kawasan perdesaan bukan hanya berbentuk kegiatan tetapi juga sebagai
pendekatan untuk mengimbangi pembangunan perkotaan. Mengapa demikian? Selama ini ada
ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan, karena pembangunan yang bias perkotaan (urban
bias). Kota merupakan pusat pemerintahan, pelayanan publik, industri, jasa, perdagangan,
keuangan dan pusat pertumbuhan. Sebaliknya desa merupakan ranah pertanian dan
perkampungan yang selalu identik dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan. Desa
menghadapi kekurangan input dan output pertumbuhan sehingga merupakan sumber dan hulu
kemiskinan. Desa menghadapi keterbatasan dalam hal infrastruktur, transportasi, komunikasi, dan
lain sebagainya yang membuat desa terisolasi dari kemajuan dan pertumbuhan. Karena
ketimpangan itu kota menjadi “daya tarik” dan desa menjadi “daya dorong” urbanisasi orang desa
ke kota. Secara demografis, urbanisasi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang
membuat pengurangan penduduk desa dan penambahan penduduk kota. Pada tahun 1995,
penduduk desa masih sebesar 64%, kemudian turun menjadi 58% pada tahun 2000, 52% pada
tahun 2005 dan menurun lagi menjadi 46% pada tahun 2010. Sebaliknya penduduk kota
mengalami peningkatan dari 36% pada tahun 1995 menjadi 54% pada tahun 2010. Saat ini ada
prediksi bahwa penduduk kota akan mencapai 68% pada tahun 2025. Fakta ketimpangan
pembangunan dan urbanisasi itu selalu menjadi pembicaraan publik, kajian akademik dan
perhatian pemerintah. Kini pemerintahan Jokowi-JK menaruh perhatian terhadap isu ketimpangan
pembangunan dan urbanisasi, yang mengedepankan resolusi membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat desa dan daerah. Pembangunan desa (desa membangun) melalui
dana desa dan pembangunan kawasan perdesaan (membangun desa).
Pembangunan kawasan perdesaan dalam konteks ini berarti menghadirkan negara ke ranah
perdesaan, melakukan pemerataan pembangunan, untuk mengurangi ketimpangan dan
urbanisasi. Pusat-pusat pertumbuhan (agroindustri, agrobisnis, agropolitian, agrowisata,
industrialisasi, minapolitan, dan sebagainya) yang berkala menangah dan besar merupakan
bentuk nyata pemerataan pembangunan. Arena ini akan mendatangkan dua keuntungan
langsung bagi masyarakat desa, yaitu lapangan pekerjaan dan kesempatan bisnis bagi pelaku
(wirausaha) ekonomi loka (setempat) yang berasal dari desa.
C. Memperkuat Desa
Memperkuat desa merupakan jantung membangun desa. Dalam formasi pembangunan
partisipatif, pembangunan kawasan perdesaan bukan hanya menempatkan desa sebagai lokasi
dan obyek penerima manfaat, tetapi juga memperkuat posisi desa sebagai subyek yang terlibat
mengakses dalam arena dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan.
Ada dua ranah yang menjadi arena partisipasi desa dalam pembangunan kawasan
perdesaan. Pertama, sumberdaya milik bersama (common pool resources) yang secara alamiah
(by nature) merupakan kawasan perdesaan dan dalam kehidupan sehari-hari menjadi sumber
kehidupan-penghidupan masyarakat setempat. Sumber-daya kategori ini antara lain meliputi
sungai, mata air, mineral nonlogam atuan (galian tambang C), pesisir dan lain-lain. Kedua,
kawasan yang sengaja disiapkan (by design) oleh pemerintah sebagai arena investasi
pembangunan kawasan perdesaan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta seperti
agropolitan, minapolitan, agroindustri, pertambangan dan sebagainya.
UU Desa mengharuskan ruang partisipasi desa (pemerintah desa dan masyarakat) dalam
dua ranah kawasan perdesaan itu. Dilihat dari perspektif desa, ada tiga platform penting
memperkuat desa dalam pembangunan kawasan perdesaan.
Pertama, kerjasama (kolaborasi) desa. Perspektif dan formasi “desa membangun” sangat
penting tetapi tidak cukup. Pola ini bisa menjebak desa tersilosasi dengan dunianya sendiri atau
seperti katak dalam tempurung. Karena itu kerjasama desa harus dibangun, yang didasarkan pada
kesamaan kepentingan dan tujuan. Kerjasama desa bisa berbentuk kerjasama antara satu desa
dengan desa lain maupun kerjasama desa dengan pihak ketiga. Kerjasama antardesa, baik yang
diwadahi dengan Badan Kerjasama Antar Desa maupun yang non-BKAD, membentang dari
kegiatan pembangunan desa hingga kegiatan bisnis untuk ekonomi produktif dengan skala yang
lebih besar-luas. Ada sejumlah desa bekerjasama membangun jalan poros desa dengan dana
desa, sejumlah desa menangkap air sungai untuk keperluan irigasi dan budidaya perikanan darat,
sejumlah desa membangun minapolitan secara bersama, sejumlah desa bersama warga petani
menanam sawit secara mandiri, sejumlah desa bersama perajin membangun pasar dan distribusi,
dan sebagainya. Kerjasama antardesa juga penting untuk keperluan proteksi, negosiasi dan
advokasi dalam dunia bisnis. Kolaborasi antara organisasi (asosiasi) pelaku ekonomi desa berskala
kecil-lokal dengan asosiasi desa menjadi jalan baik untuk proteksi, negosiasi dan advokasi.
Kedua, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Bersama sebagai lembaga ekonomi desa yang
berbasis pada kerjasama antardesa. Kenapa BUM Desa Bersama? Bukankah sudah ada koperasi
dan UMKM? Antara BUM Desa Bersama dengan koperasi dan UMKM mempunyai watak, konteks,
relevansi dan keterbatasan yang berbeda. Koperasi merupakan institusi ekonomi yang secara
swadaya (mandiri) berbasis dan digerakkan oleh anggota untuk kepentingan privat dan kolektif
anggota itu. UMKM berupakan bisnis privat, baik oleh seorang individu, keluarga maupun kongsi
beberapa orang, yang memberikan keuntungan privat dan lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Berbeda dengan koperasi dan UMKM, BUM Desa Bersama merupakan representasi desa yang
mempunyai otoritas langsung untuk memiliki dan mengelola sumberdaya publik (tanah desa,
dana desa, dana bergulir, hibah pemerintah, sumberdaya alam bersama) sebagai modal untuk
menjalankan bisnis. BUM Desa Bersama dapat menjadi wadah dan patron yang menyatukan
sekaligus melindungi banyak pelaku ekonomi kecil menjadi bisnis yang lebih besar, tanpa harus
mencaplok usaha bisnis yang sudah berkembang.
Ketiga, keterlibatan desa dalam bagi saham dan bagi hasil (shareholding) dalam investasi
pembangunan kawasan perdesaan. NAWACITA maupun RPJMN sudah mengamanatkan hal ini.
Selama ini investasi pembangunan kawasan perdesaan menempatkan desa sebagai pemangku
kepentingan (stakeholder) yang sebenarnya hanya menempatkan desa sebagai “teman diskusi”.
Sedangkan investor dari luar yang bertindak sebagai shareholder utama. Tetapi karena teori
stakeholding itu merugikan desa, maka sekarang berubah menjadi shareholding. Desa, maupun
orang desa, tidak hanya sebagai lokasi, buruh, dan penerima manfaat tetapi juga sebagai pemilik
atas investasi melalui bagi saham dan bagi hasil. Tanah desa maupun tanah warga tidak dibeli
habis oleh investor, melainkan disertakan sebagai modal/saham dalam investasi. Sebagai contoh,
Desa Panggungharjo Bantul membangun shareholding dengan swasta dalam bisnis SPBU. Desa
menyertakan tanah desa seluas 3000 meter untuk saham/modal yang dinilai sebesar 20% dari
total saham. Hasil ini dari investasi ini mendatangkan Pendapatan Asli Desa yang digunakan untuk
membiayai pemerintahan, pelayanan publik, sekaligus juga pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Pola shareholding berbasis desa itu memang tidak memberikan keuntungan langsung
kepada rakyat. Rakyat hanya memperoleh manfaat tidak langsung karena pelayanan yang
diberikan oleh desa. Karena itu perlu juga shareholding berbasis warga yang bisa dikonsolidasikan
oleh desa. Tanah warga merupakan saham yang disertakan untuk modal bisnis yang berkongsi
dengan perusahaan. Pola serupa ini sudah lama terjadi dalam perkebunan inti-plasma. Perusahaan
sebagai inti dan petani menjadi plasma. Tetapi skema inti-plasma ini mengandung dua masalah.
Pertama, inti-plasma bukan model bisnis shareholding yang sempurna, sebab perusahaan inti
memperoleh konsesi dari pemerintah untuk menanam kebun di tanah negara, tanah adat dan
tanah desa. Orang desa bukan sebagai shareholder yang menyertakan tanahnya secara mandiri
dan kuat. Pemerintah mengatur perusahaan inti itu untuk berbagai sebagian lahan kebun kepada
petani plasma. Dengan demikian petani plasma – yang sering mereklaim sebagai pemilik atas
tanah adat – hanya memperoleh residu dari bisnis itu. Kedua, dalam praktik pembagian lahan-
hasil dan proses bisnis tidak adil, yang merugikan para petani plasma. Ketiga, konsesi perkebunan
itu telah menciptakan aneksasi wilayah yurisdiksi desa menjadi yurisdiksi perkebunan.
D. Memberdayakan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dari bawah (bottom up) merupakan komponen penting pendekatan
pembangunan partisipatif dalam pembangunan kawasan perdesaan. Dalam konteks ini ada
pertanyaan penting: siapa yang disebut masyarakat, bagaimana memberdayakan masyarakat, dan
apa keterkaitan antara memberdayakan masyarakat dengan memperkuat desa?
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya merupakan sebuah teori canggih, tetapi dalam
praktik hanya berbentuk pengembangan kapasitas dan pembentukan kelompok masyarakat
(terdiri dari sejumlah orang) sebagai kanalisasi program pemerintah. Pembentukan kelompok ini
merupakan pendekatan usang sejak 1990-an, yang hanya mampu membuahkan institusi prematur
penerima manfaat proyek pemerintah. Setelah proyek berakhir kelompok masyarakat juga
berakhir.
Dalam pemberdayaan masyarakat yang lebih progresif, pembentukan kelompok oleh
pengelola program harus diakhiri. Ada agenda penting pemberdayaan masyarakat desa dalam
pembangunan kawasan pedesaan.
1. Pengorganisasian pelaku ekonomi desa (petani, nelayan, peternak, perajin dan lain-lain)
yang memiliki kesamaan kepentingan dan tujuan. Organisasi ini menjadi tempat untuk
pembelajaran, konsolidasi kepentingan dan tujuan, institusi bisnis, kerjasama ekonomi dan
yang lainnya.
2. Pengorganisasian kolaborasi antardesa yang memiliki potensi, kepentingan dan tujuan yang
sama, termasuk untuk membentuk BUM Desa Bersama. Pengorganisasian kolaborasi antara
desa, BUM Desa Bersama, dengan asosiasi pelaku ekonomi desa.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
Undang-Undang Nomor 41, tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Departemen Pertanian.
Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Nomor: 14/DPKP/ SK/07/2016
Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Perdesaan
KEBIJAKAN PROGRAM
INOVASI DESA
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan latar belakang dikembangkannya Program Inovasi Desa
2. Menyebutkan tujuan dari Program Inovasi Desa
3. Membuat point-point penting atas prinsip dan ketentuan dari Program Inovasi Desa
Waktu
2 JP ( 45 menit)
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan.
Media
Media Tayang 8.4.1;
Lembar Kerja 8.4.1: Matrik Diskusi;
Lembar Informasi 8.4.1: SOP Pelaporan Kinerja Pendamping Desa.
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
2. Pastikan peserta sudah memiliki buku Petunjuk Teknis Program Inovasi Desa dan
telah membaca buku petunjuk tersebut.
6. Jelaskan secara singkat tentang beberapa hal berikut ini dengan menayangkan
bebera media tayang:
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
7. Penegasan:
Program Inovasi Desa, bukan program yang berdiri sendiri, melainkan
berkolaborasi dengan pola pelaksanaan pembangunan di desa.
Pada setiap pelaksanaan tahapan PID dilakukan dengan menyisipkan pada
tahapan pelaksanaan pembangunan desa.
Kunci keberhasilan pelaksanaan PID adalah dengan menyiapkan pelaku
pembangunan di desa sebelum pelaksanaan dari setiap tahapan kegiatan.
Pelaksanaan PID tidak terpaku pada tahapan formal yang telah ditetapkan
dalam panduan, melainkan dilakukan fasilitasi diluar formal meeting
akanlebih efektif.
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Meta plan, Media tayang …., lembar kerja 1.2.1, format pencairan dana, dan panduan
DOK PID
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
2. Pastikan peserta sudah membaca panduan DOK PID
9. Tanyakan kepada kelompok, format mana yang belum bisa cara mengisi atau
menyiapkannya.
12. Berikan kesimpulan dan penegasan dari poses yang dicapai dalam sessi ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya
disebut UU Desa, memberikan kewenangan kepada Desa, antara lain
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal skala Desa.
Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas keuangan Desa melalui,
khususnya, melalui transfer Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Desa diharapkan meningkat kemampuannya untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya secara efektif, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa.
Kapasitas Desa dalam menyelenggarakan pembangunan dalam perspektif
“Desa Membangun” disadari masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu
tampak dalam kapasitas aparat Pemerintah Desa dan masyarakat, kualitas
tata kelola Desa, maupun sistem pendukung yang mewujud melalui
regulasi dan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa. Sebagai
dampaknya, kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian dan
pemanfaatan kegiatan pembangunan Desa kurang optimal dan kurang
memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
Desa.
Menanggapi kondisi di atas, Pemerintah melalui Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang selanjutnya
disebut Kementerian Desa PDTT, sesuai amanat UU Desa, menyediakan
tenaga pendamping profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD),
Pendamping Desa (PD), sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Kabupaten,
Provinsi dan Pusat, untuk memfasilitasi Pemerintah Desa melaksanakan
UU Desa secara konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga
pendamping profesional dengan demikian menjadi isu krusial dalam
pelaksanaan UU Desa. Penguatan kapasitas Pendamping Profesional dan
efektivitas pengelolaan tenaga pendamping menjadi agenda strategis
Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspek lain yang juga harus diperhatikan secara serius dalam pengelolaan
pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan,
dan up to date, mengenai kondisi objektif maupun perkembangan Desa-
Desa yang menunjukkan pencapaian pembangunan Desa. Ketersediaan
data sangat penting bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya
bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Pegelolaan
data dimaksud dalam skala nasional, dengan kondisi wilayah, khususnya
Desa-Desa di Indonesia yang sangat beragam, tentu memiliki tantangan
dan tingkat kesulitan yang besar.
Selain itu, PID juga memberi dukungan penguatan manajemen P3MD dan
pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.
Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah: a) inovasi/kebaruan
dalam praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini
dipetik dari realitas/hasil kerja Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan
secara meluas; dan b) dukungan teknis dari penyedia jasa layanan teknis
secara profesional. Kedua unsur itu diyakini akan memberikan kontribusi
signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui
pembangunan yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APB Desa), khususnya DD. Dengan demikian, PID diharapkan dapat
menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang
berkualitas, merangsang munculnya inovasi dalam praktik pembangunan,
dan solusi inovatif untuk menggunakan DD secara tepat dan seefektif
mungkin.
B. Dasar Pelaksanaan
PID diselenggarakan berdasarkan perjanjian pinjaman (Loan IBRD 8 217-ID)
antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia.
D. Para Pihak
Para Pihak yang terlibat dalam perancangan, pelaksanaan maupun
pemantauan program, meliputi Kementerian/Lembaga Pemerintah sebagai
berikut:
1. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, sebagai koordinator pemangku kepentingan antar pihak;
2. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
sebagai penanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan PID (Executing
Agency);
3. Kementerian Dalam Negeri, sebagai pembina Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Desa;
4. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, sebagai koordinator perencanaan program;
5. Kementerian Keuangan, sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia yang
menandatangani perjanjian pinjaman dengan Bank Dunia, Kementerian
Keuangan bertugas untuk memastikan bahwa seluruh pengaturan
terkait dengan prinsip dan prosedur penggunaan anggaran program
yang bersumber dari anggaran pemerintah sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
6. BPKP, adalah Auditor Pemerintah yang melakukan audit program dan
review Interim Financial Report (IFR) yang disampaikan oleh Executing
Agency; dan
7. Bank Dunia, sebagai mitra kerja dan lembaga donor dalam pembiayaan
PID.
E. Tujuan
PID bertujuan untuk meningkatkan kualitas penggunaan Dana Desa
melalui berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa yang lebih inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat Desa.
Dalam jangka menengah, upaya ini diharapkan mendorong produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi perdesaan serta membangun kapasitas Desa
yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi
masyarakat dan kemandirian Desa, sesuai dengan arah dan kebijakan dan
sasaran Kementerian Desa PDTT pada RPJMN 2015-2019.
F. Manfaat
Melalui pelaksanaan PID, Desa akan menerima manfaat, antara lain:
1. Fasilitasi dan pendampingan untuk saling bertukar pengetahuan dan
belajar kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang
inovatif dengan Desa lainnya;
2. Fasilitasi dan pendampingan untuk merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih
inovatif dan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat Desa;
3. Desa dapat memanfaatkan jasa layanan teknis untuk meningkatkan
kualitas kegiatan pembangunan dan pemberdayaan di Desa; dan
4. Desa memperoleh kesempatan dan akses untuk meningkatkan
kapasitas kegiatan perekonomiannya.
G. Penerima Manfaat
Penerima manfaat utama dari PID adalah Desa dan Penyedia Jasa
Layanan Teknis, sesuai dengan ketentuan program.
H. Ruang Lingkup
PID mencakup:
1. pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
a. penyediaan Dana Bantuan Pemerintah Pengelolaan Pengetahuan
dan Inovasi Desa;
b. peningkatan Kapasitas Penyedia Jasa Layanan Teknis; dan
c. pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Desa.
2. Program Penguatan P3MD dan PID
Program Penguatan P3MD dimaksudkan untuk meningkatkan
efektivitas pengelolaan pendampingan Desa, sedangkan PID untuk
meningkatkan kualitas penggunaan Dana Desa melalui berbagai
kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang lebih
inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat Desa.
3. Program Pengembangan Eksekutif (PPE)
PPE merupakan kegiatan peningkatan kapasitas untuk pejabat di
lingkungan Kementerian Desa PDTT terkait dengan visioning, decision
making, program manajemen dan mitigasi risiko.
4. Pilot Inkubasi Program Inovasi Desa
Pilot Inkubasi PID dimaksudkan untuk memberikan dana stimulan dan
technical assistant kepada Desa terpilih agar dapat mengembangkan
produktivitas perekonomiannya.
I. Lokasi
PID dilaksanakan di seluruh Kecamatan, pada 434 (empat ratus tiga puluh
empat) Kabupaten/Kota di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi (kecuali Provinsi
DKI Jakarta), sedangkan untuk PJLT akan dilaksanakan di 246 (dua ratus
empat puluh enam) Kabupaten (Lampiran tentang daftar lokasi dan
alokasi).
BAB II
RANCANGAN, PENGELOLAAN, DAN PENGENDALIAN
A. Komponen Pembiayaan
Dana pinjaman/loan IBRD 8217 ID difokuskan dan hanya dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan sesuai komponen, sebagai berikut:
1. komponen 1a. Hibah Inovasi Desa
Hibah Inovasi Desa berupa Dana Bantuan Pemerintah yang dialokasikan
di kecamatan sebagai biaya operasional dan kegiatan untuk mendorong
munculnya inovasi dalam pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan
Desa.
2. komponen 1b. Hibah Inkubasi Inovasi Desa
Hibah Inkubasi Inovasi Desa berupa Dana Bantuan Pemerintah yang
dialokasikan di 500 Desa terpilih, sebagai stimulan dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal desa.
3. komponen 2 – Bantuan Teknis dan Peningkatan Kapasitas
Penyediaan tenaga ahli untuk konsultan dan tenaga dukungan teknis
dan kegiatan peningkatan kapasitas untuk mendorong inovasi dalam
pembangunan dan pemberdayaan Desa dan peningkatan efektivitas
pengelolaan program pendampingan Desa.
4. komponen 3 - Penguatan Manajemen
Penguatan manajemen untuk mendukung penguatan kelembagaan
dalam pengelolaan PID, Pendampingan Desa, Pengawasan Pembangunan
Desa dan Pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Desa.
B. Kegiatan Prioritas
Mengacu pada komponen pembiayaan di atas, bidang kegiatan dan target
capaian PID ditetapkan sebagai berikut:
1.2 Penyedia Jasa Layanan Meningkatkan kapasitas Penyedia Jasa Layanan Teknis
Teknis (PJLT) yang profesional kepada Desa, melalui
penyediaan direktori dan peningkatan kapasitas PJLT
dalam bidang: i) pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan; ii) pengembangan sumber daya
manusia; iii) infrastruktur desa.
C. Daftar Larangan
Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam pelaksanaan PID antara lain:
1. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berkaitan dengan
politik praktis;
2. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang mempekerjakan anak;
dan
3. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berdampak merusak
lingkungan hidup.
D. Pengelolaan Program Inovasi Desa
Pengelolaan PID mengacu dan dikembangkan berdasar pada aspek-aspek
sebagai berikut.
1. Pokok-pokok Pengelolaan
a. PID dikelola oleh Satuan Kerja Direktorat Jenderal PPMD dan
dilaksanakan oleh 2 (dua) Project Implementing Unit (PIU) yang berada
dibawah Sekretariat Jenderal dan Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Direktorat Jenderal PPMD, Kementerian Desa
PDTT;
b. Mengacu secara konsisten pada kerangka kerja PID.
3. Manajemen Risiko
a. manajemen risiko bertujuan untuk mencegah hal-hal yang
berpotensi menghambat atau bahkan menghentikan pelaksanaan
program/kegiatan (risiko);
b. manajemen risiko dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi; dan
c. manajemenrisiko dilakukan melalui tahap/langkah: mengidentifikasi
(identify), mengkualifikasi (qualify), mengevaluasi (evaluate) dan
memitigasi (mitigate).
4. Pengawasan
a. pengawasan PID dilaksanakan sesuai struktur manajemen program
melibatkan partisipasi masyarakat, dan menerapkan transparansi;
b. pengawasan serta audit (internal oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Desa PDTT dan eksternal oleh BPKP) dilakukan untuk
memastikan risiko diminimalkan terutama untuk mencegah
penyimpangan/korupsi;
c. Tenaga Ahli di semua tingkatan memiliki tanggung jawab
pengawasan;
d. audit atas Laporan Keuangan disepakati oleh Satker Pusat dan
Bank Dunia yang akan dilaksanakan oleh BPKP; dan
e. Bank Dunia memberikan layanan pengawasan tambahan terutama
melalui Tim Kerja yang secara teratur melakukan reviu atas
pelaksanaan program dan pencapaian tujuan program dan melalui
Tim Fiduciary yang memperkuat kapasitas Pemerintah Indonesia di
bidang pengawasan keuangan dan pengadaan barang/jasa dan
penanganan pengaduan/masalah.
BAB III
PENGUATAN MANAJEMEN
A. Komponen Kegiatan
Penguatan manajemen dimaksudkan agar pengelolaan PID secara
terintegrasi dengan program prioritas Kementerian Desa PDTT. Selain itu,
penguatan manajemen juga dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya
integrasi seluruh lini dan unit kerja sehingga pelaksanaan Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Kebutuhan dan isu-isu di atas direspon PID melalui rangkaian kegiatan
program yang dikelompokkan sesuai komponen kegiatan yang diuraikan
dibawah ini.
B. Program Pengembangan Eksekutif (Executive Transformation Program)
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pejabat di
lingkungan Kementerian Desa, PDTT, dengan prioritas pada pejabat eselon
1 dan 2 meliputi:
1. Pelatihan dan/atau lokakarya di dalam dan/atau di luar negeri dalam
bentuk program pengembangan profesional bersertifikasi sesuai subyek
dan sumber daya yang dibutuhkan, yang berhubungan erat dengan
kapasitas dan prioritas Kementerian. Kegiatan ini akan dilaksanakan
melalui kerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga
penyelenggara pelatihan lokal maupun internasional.
2. Executive Coaching
Kegiatan ini dikhususkan untuk mengawal aplikasi hasil dari pelatihan
maupun lokakarya yang telah diikuti oleh para pejabat Kementerian
Desa, PDTT dengan coach atau pakar yang memiliki pengalaman dan
kapasitas dalam manajemen tingkat eksekutif.
3. Local dan International Knowledge Exchange
Kegiatan ini untuk meningkatkan peran global Kementerian Desa PDTT
dalam kerangka Kerjasama Selatan-Selatan, sebagai bentuk knowledge
exchange dan terciptanya jaringan kerjasama dalam pengembangan
Desa dengan negara lain. Kegiatan ini juga untuk meningkatkan
kapasitas staf Kementerian dalam merancang dan melaksanakan
program, serta mempromosikan Inovasi Desa.
BAB IV
PENGELOLAAN PENGETAHUAN DAN INOVASI DESA
A. Strategi Kegiatan
Strategi yang dikembangkan dalam rangka munculnya inovasi desa adalah
dengan mengoptimalkan di bidang: (i) Kewirausahaan dan Pengembangan
Ekonomi Lokal, (ii) Pengembangan Sumber Daya Manusia (pelayanan sosial
dasar, dan kewirausahaan sosial) dan (iii) Infrastruktur desa melalui:
Bagan 3. Akses pada Data Pembangunan Desa (Sistem Informasi Manajemen dengan
Kemampuan Pemantauan secara Langsung)
B. Komponen Kegiatan
1. Dana Bantuan Pemerintah Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
Dana Bantuan Pemerintah PPID merupakan dana operasional kegiatan
yang dialokasikan di kecamatan dan digunakan untuk membiayai berbagai
kegiatan pengelolaan pengetahuan. Kegiatan ini diharapkan dapat
mendorong munculnya inovasi dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa; khususnya terkait dengan peningkatan
kapasitas kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal, peningkatan
kualitas infrastruktur dan pengembangan kapasitas sumber daya
manusia. Penggunaan dana ini melalui proses pengelolaan
pengetahuan secara sistematis, terencana dan partisipatif, yang
meliputi proses: i) identifikasi, ii) validasi, iii) dokumentasi, iv) pertukaran
pengetahuan atau eksposisi dan, v) replikasi.
2. Pengembangan Kapasitas Penyedia Jasa Layanan Teknis (PJLT)
PJLT adalah organisasi atau lembaga yang memiliki keahlian tertentu dan
diakui secara profesional serta berkomitmen membantu desa dalam
meningkatkan kualitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Jenis layanan teknis yang disediakan PJLT meliputi tiga bidang
C. Target Pencapaian
Secara teknis target pencapaian ini akan dituangkan dalam petunjuk teknis
operasioanal pengelolaan pelaksanaan dan inovasi desa, adapun bidang-
bidang dalam target capaian ini adalah:
1. bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal;
2. bidang Sumber Daya Manusia;
3. bidang Infrastruktur;
4. program Pilot Inkubasi Inovasi Desa
Program Pilot ini direncanakan akan dikembangkan di 500 desa,
berkenaan pemilihan lokasi akan di tetapkan dan disusun petunjuk
teknis secara tersendiri; dan
5. bidang Manajemen Data dan Informasi Desa
Penyediaan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang dapat diakses
oleh berbagai pihak.
D. Lokasi Program
1. Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa dilaksanakan di seluruh
Kecamatan, di 434 Kabupaten /kota, di 33 Provinsi (kecuali Provinsi
DKI),
2. Untuk pengembangan kapasitas PJLT dilaksanakan di 246
Kabupaten/Kota yang disesuaikan dengan lokasi program prioritas
Kementerian Desa PDTT; dan
3. Program Pilot Inkubasi Inovasi Desa akan dilaksanakan di 500 Desa.
E. Pelaksana Program
PID dilaksanakan oleh Satker Ditjen PPMD, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, didukung oleh
Sekretariat Program, dan sejumlah tenaga ahli di tingkat pusat, provinsi,
TAPM dan TA PID di tingkat Kabupaten, TIK dan TPID. Pada setiap
Kabupaten lokasi akan disediakan Tenaga Ahli untuk Program Pilot
Inkubasi Inovasi Desa.
F. Mekanisme Keuangan
1. Pencairan Dana Bantuan Pemerintah PPID
Mekanisme ini akan diatur tersendiri dalam petunjuk teknis bantuan
pemerintah PPID.
G. Koordinasi
1. Program Inovasi Desa dikelola secara terpadu dengan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan, baik dari unsur pelaku pemerintah,
konsultan/pendamping, dan pelaku masyarakat.
2. koordinasi dilakukan sesuai jalur struktural (Pemerintah), fungsional
(Konsultan/Pendamping), maupun lintas jalur (struktural dan
fungsional).
3. koordinasi antar pihak terkait dilakukan secara berjenjang sesuai
tingkat pemerintahan dari tingkat nasional sampai kabupaten.
H. Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Program
1. pemantauan akan dilakukan secara periodik dengan pengawasan secara
melekat, fungsional dan eksternal. Pendekatan pemantauan dapat
dilakukan dengan pendekatan pemantauan (monitoring) partisipatif dan
studi berkelanjutan selama pelaksanaan program. Pemantauan dapat
dilakukan juga melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi dan atau
LSM lokal khususnya dalam proses pemantauan (monitoring) partisipatif.
2. evaluasi akan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak khususnya
dalam mendukung proses pengembangan dan keberhasilan Program
Inovasi Desa (PID). Evaluasi ini dilakukan secara menyeluruh baik
terhadap (i) kinerja pelaku program, (ii) operasional kegiatan dan (iii)
subtsansi PID yang diidasarkan atas Indikator Keberhasilan Program
3. pelaporan dilakukan secara periodik dan berjenjang. Laporan terdiri
dari laporan bulanan, laporan 6 (enam) bulanan, dan laporan akhir.
Pelaksanaan laporan akan dilakukan secara digital dan manual yang
akan dikoordinasikan oleh TA Nasional Bidang Monitoring dan Evaluasi
dan TA Inovasi Kabupaten bagian pendataan.
Penjelasan lebih lanjut tentang Program Inovasi Desa ini dituangkan
dalam Petunjuk Teknis dan Panduan.
BAB V
PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
(P3MD)
A. Gambaran Umum
Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD)
merupakan upaya untuk mendukung pelaksanaan UU Desa melalui
penyediaan pendampingan profesional bagi Desa. Saat ini telah tersedia
sekitar 30.000 (tiga puluh ribu) Pendamping di tingkat Kabupaten,
Kecamatan dan Desa yang didanai dari DIPA Ditjen PPMD (Rupiah Murni).
Untuk mengelola pendampingan ini dibutuhkan tim manajemen atau
tenaga ahli di tingkat Provinsi dan Pusat yang dikelola oleh Perusahaan
Penyedia Jasa Administrasi (PPA). Disamping itu, untuk mendukung
ketertiban dan kelancaran administrasi maka dibentuk Sekretariat Program
yang bertanggung jawab atas administrasi keuangan dan kepegawaian
program.
Sebagian dana pinjaman, yang bersumber dari IBRD Loan 8217-ID akan
digunakan untuk mendanai 1 (satu) PPA di tingkat Pusat dan 6 (enam) PPA
di tingkat Wilayah serta kontrak individu personil Sekretariat Program.
B. Komponen Kegiatan
Komponen kegiatan berupa pembiayaan atas Sekretariat Program (personil
dan operasional), PPA (kontrak perusahaaan) dan Tenaga Ahli (gaji,
tunjangan, biaya operasional), terdiri dari 1 (satu) PPA Pusat dan 6 (enam)
PPA Wilayah.
Di tingkat pusat akan disediakan 19 (sembilan belas) personil di Sekretariat
Program, 47 (empat puluh tujuh) Tenaga Ahli di bawah PPA Pusat dan 371
(tiga ratus tujuh puluh satu) Tenaga Ahli pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi
dibawah PPA Wilayah dan 2.604 (dua ribu enam ratus empat) Tenaga Ahli
di Kabupaten dan tenaga pendukung di kabupaten di bawah Satker
Dekonsentrasi Provinsi.
C. Target Pencapaian
Output yang diharapkan dari Sekretariat Program adalah tersedianya
dokumen anggaran, laporan disbursement, dokumen terkait Tenaga Ahli
dan Laporan program.
Output para PPA adalah terselenggaranya administrasi kepegawaian,
dukungan kebutuhan operasional dan penggajian atas para Tenaga Ahli.
Output dari para Tenaga Ahli dinyatakan dalam ToR masing-masing posisi,
antara lain berupa SOP, Modul Pelatihan, Laporan Supervisi, Data, Laporan
lainnya dan output lain sesuai bidang tugas dan tanggungjawabnya.
BAB VI
PENGELOLAAN KEUANGAN
A. Sumber Pembiayaan
Pembiayaan PID bersumber dari IBRD Loan 8217-ID.
B. Penganggaran
1. setiap pembiayaan PID dengan menggunakan Loan IBRD 8217-ID harus
dianggarkan melalui mekanisme penganggaran Pemerintah Republik
Indonesia dan dimasukkan ke dalam DIPA APBN.
2. untuk keperluan penganggaran Loan IBRD 8217-ID, Direktorat PMD
harus menyerahkan Annual Work Plan and Budget (AWPB) ke Bank
Dunia untuk mendapatkan persetujuan (No Objection Letter; NOL)
sebelum dituangkan ke dalam DIPA.
3. setiap revisi DIPA yang akan berakibat berubahnya kegiatan dan alokasi
anggaran di atas 15% maka Direktorat PMD harus menyampaikan revisi
AWPB terlebih dahulu ke Bank Dunia untuk mendapatkan persetujuan.
BAB VIII
PENGAMANAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN
(SOCIAL AND ENVIRONMENTAL SAFEGUARD)
Di Satker Pusat dan Provinsi juga akan ada penangung jawab terhadap
permasalahan ini. Program akan menyediakan Panduan Pengamanan Sosial
dan Lingkungan sebagai acuan para pelaksana kegiatan untuk menjamin
keterlibatan para pemangku kepentingan, khususnya kaum marjinal dan
masyarakat adat, kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus dan
rumah tangga miskin.
BAB IX PENUTUP
Pedoman Umum PID telah mencakup semua aspek penyelenggaraan PID dan
memuat pokok-pokok ketentuan yang selanjutnya diuraikan lebih rinci.
Pedoman Umum ini menjadi dasar dan rujukan bagi pengelola dan pihak-
pihak terkait dalam pengelolaan PID, guna menyusun dokumen-dokumen
teknis yang dipersyaratkan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan-
kegiatan PID, baik yang dituangkan sebagai Petunjuk Teknis, SOP, maupun
Kerangka Acuan Kerja.
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
ii. Mengidentifikasi kapan dan dimana sosialisasi hasil bursa inovasi dapat
dilakukan?
iii. Menyiapkan proses melakukan sosialisasi
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
2. Tayangkan video inovasi sebagai contoh bentuk tayangan saat bursa inovasi.
3. Minta peserta untuk mencatat point-point berikut:
4. Bagikan meta plan kepada peserta, Minta peserta untuk menuliskan langkah-
langkah mengadopsi atau mengadaptasi sebuah inovasi dikembangkan sisuatu
desa;
5. Minta 1-2 peserta untuk menyampaikan pemikiranya tenatng langkah
mengadopsi inovasi oleh desa;
6. Minta peserta lain untuk mengkritisinya
7. Buat simpulan bersama langkah-langkah memfasilitasi proses adaptasi inovasi
oleh desa, Gunakan lembar kerja 2.2.1 untuk memudahkan dalam menyusun
langkah fasilitasi adaptasi inovasi oleh desa
8. Setiap desa mungkin akan memerlukan cara agak berbeda dalam memfasilitasi
proses adaptasi inovasi.;
9. Pada tahap awal mengidentifikasi tokoh kunci yang mudah dan terbuka terhadap
inovasi sebagai mitra kerja.
10. Fasilitator menyimpulkan dan memberikan penegasan. Menutup sessi.
PB
Rencana Tindak Lanjut
6. Hasil Bursa Inovasi
A. Pendahuluan
Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa),
memberikan kewenangan kepada Desa, antara lain: kewenangan berdasarkan
hak asal usul dan kewenangan lokal skala Desa. Pemerintah berupaya
meningkatkan kapasitas keuangan Desa melalui, khususnya, melalui transfer
Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Diharapkan, Desa
meningkat kemampuannya untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya secara efektif, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa.
Namun disadari bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggarakan
pembangunan dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas.
Keterbatasan itu tampak dalam kapasitas aparat Pemerintah Desa dan
masyarakat, kualitas tata kelola Desa, maupun sistem pendukung yang
mewujud melalui regulasi dan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa.
Sebagai dampaknya, kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian dan
pemanfaatan kegiatan pembangunan Desa kurang optimal dan kurang
memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Menanggapai kondisi di atas, Pemerintah melalui Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (selanjutnya disingkat
Kementerian Desa,, PDTT), sesuai amanat UU Desa, menyediakan tenaga
pendamping profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping
Desa (PD), sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat,
untuk memfasilitasi Pemerintah Desa melaksanakan UU Desa secara
konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga pendamping profesional
dengan demikian menjadi isu krusial dalam pelaksanaan UU Desa. Penguatan
kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga
pendamping menjadi agenda strategis Pendampingan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspek lain yang juga harus diperhatikan secara serius dalam pengelolaan
pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan,
dan up to date, mengenai kondisi objektif maupun perkembangan Desa-Desa
yang menunjukkan pencapaian pembangunan Desa. Ketersediaan data sangat
penting bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi Pemerintah
dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Pegelolaan data dimaksud
dalam skala nasional, dengan kondisi wilayah, khususnya Desa-Desa di
Indonesia yang sangat beragam, tentu memiliki tantangan dan tingkat
kesulitan yang besar.
B. Tujuan
Tujuan umum kegiatan ini adalah;
1. Pengarusutamaan kegiatan-kegiatan inovasi yang dapat mendorong
efektivitas penggunaan atau investasi dana di Desa menuju peningkatan
produktivitas Desa melalui proses pengelolaan pengetahuan secara
sistematis, terencana dan partisipatif;
2. Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan dan pengelolaan program.
Proses pengelolaan pengetahuan secara sistematis meliputi proses identifikasi
inovasi, validasi, dokumentasi, proses pertukaran pengetahuan atau eksposisi
dan replikasi. Melalui proses ini diharapkan adanya bursa pengetahuan dan
inovasi desa pembangunan perdesaan.
C. Prinsip
Beberapa prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan Pengelolaan Pengetahuan
dan Inovasi Desa meliputi:
D. Sasaran
1. Terdokumentasi dan terdesiminasi 300 kegiatan inovasi Desa dalam bidang
kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal.
2. Terdokumentasi dan terdesiminasi 500 kegiatan inovasi Desa dalam bidang
sumber daya manusia.
3. Terdokumentasi dan terdesiminasi 500 kegiatan inovasi Desa dalam bidang
infrastruktur Desa Desa.
Selain itu, melalui Program Inovasi Desa yang dilakukan dengan strategi; (1).
Penyediaan dana hibah inovasi desa; (2). Pengelolaan penyedia layanan teknis;
(3).Pengelolaan dan akses pada data pembangunan desa, target pencapaian
yang diharapkan adalah:
a. Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal;
1) Berkembangnya usaha ekonomi Desa (BUMDesa dan BUMDesa
Bersama) yang berkelanjutan di 5000 Desa:
2) Berkembangnya produk unggulan di 5000 Desa
b. Bidang Sumber Daya Manusia;
1) Meningkatnya kualitas pelayanan di 10000 Posyandu
2) Meningkatnya kualitas pelayanan di 10.000 PAUD
3) Meningkatnya kapasitas pelaku BUMDesa dan BUMDesa Bersama,
Prudes dan Prukades di 5000 Desa
4) Meningkatnya kapasitas pengelola embung dan prasarana olah raga
Desa di 5000 Desa
c. Bidang Infrastruktur;
1) Meningkatnya dampak ekonomi pada 5000 embung desa atau bangunan
penampung air lainnya.
2) Meningkatnya dampak ekonomi pada 5000 prasarana olah raga Desa.
E. Ketentuan Dasar
1. Alokasi Bantuan Pemerintah DOK Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa
DOK Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (DOK PPID) dialokasikan
di setiap kecamatan yang besarnya ditentukan berdasarkan jumlah desa
dan tingkat kesulitan. (Daftar Lokasi dan alokasi di tetapkan oleh
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi)
2. Pencairan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah DOK PPID
a. DOK dikelola oleh Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yang
berkedudukan di Kecamatan
b. Pencairan dana dilakukan secara bertahap, dimana pengajuan pencairan
dana menyertakan rencana pengajuan dana tahap berikutnya dan
laporan perkembangan realisasi kegiatan serta bukti pengeluaran.
6. Sanksi
Sanksi adalah salah satu bentuk pemberlakuan kondisi yang dikarenakan
adanya pelanggaran atas peraturan dan tata cara yang telah ditetapkan
dalam program inovasi dan pengelolaan pengetahuan desa. Sanksi
bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab berbagai pihak
terkait dalam pengelolaan program. Sanksi dapat berupa:
a. Sanksi program dengan pemberhentian bantuan apabila kecamatan atau
desa menyalahi prinsip-prinsip dan menyalahgunakan dana atau
wewenang;
b. Sanksi hukum yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku bagi yang melakukan penyalahgunaan dana
dan wewenang.
1. Tugas TIK
TIK PID memiliki tugas sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi penyelenggaraan kegiatan
inovasi di kabupaten/Kota.
b. Melakukan pengendalian pelaksanaan kegiatan Inovasi di
Kabupaten/kota.
c. Memberikan dukungan terhadap pengelolaan pertukaran pengetahuan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Melakukan pembinaan terhadap penyedia jasa layanan teknis agar dapat
lebih professional dan mandiri serta memperhatikan aspek safeguard.
2. Susunan TIK
Susunan TIK PID terdiri atas Koordinator dan 2 (dua) Kelompok Kerja, yaitu
Kelompok Kerja (Pokja Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (Pokja
PPID) dan Pokja Penyedia Jasa Layanan Teknis (PJLT). Struktur Organisasi
TIK PID tercantum dalam lampiran 2 PTO PPID.
Pokja PPID bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan
kegiatan Inovasi melalui pengelolaan pertukaran pengetahuan dan memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Memberikan dukungan agar TPID bekerja dengan baik;
b. Mengidentifikasi, memvalidasi dan memverifikasi inovasi atau inovasi
desa agar sesuai dengan kaidah perundangan atau peraturan yang
berlaku dan safeguard;
c. Membantu cara pendokumentasian dan publikasi inovasi desa secara
efektif melalui berbagai media dan saluran/forum yang tersedia;
d. Memfasilitasi eksposisi bursa inovasi di tingkat Kabupaten/Kota;
e. Menjembatani, memberi arahan dan memfasilitasi desa/kecamatan yang
berminat mengadopsi atau mereplikasi inovasi desa dari lokasi lain
melalui instrumen pertukaran pengetahuan yang sesuai; dan
f. Menjalankan percontohan kegiatan inovatif yang disepakati/didanai.
1. Kriteria TPID:
a. Tidak terdaftar sebagai pengurus dari partai politik;
b. Memiliki dedikasi terhadap pembangunan desa dan kawasan;
c. Diutamakan masyarakat yang memiliki kreatifitas dalam proses-proses
kegiatan pembangunan desa; dan
d. Anggota TPID berasal dari tokoh masyarakat dengan mengutamakan
keterwakilan perempuan.
2. Tugas TPID:
a. Menerima dan menyalurkan dana operasioanl kegiatan inovasi dan
pengelolaan pengetahuan desa;
b. Memfasilitasi pertemuan-pertemuan musyawarah masyarakat; dan
c. Memfasilitasi tahapan pelaksanaan pengelolaan inovasi Desa
(identifikasi, dokumentasi, eskposisi dan replikasi).
3. Tim Pelaksana Inovasi Desa terdiri atas:
a. Ketua; bertugas untuk memimpin tim dalam mengelola pelaksanaan
kegiatan inovasi desa dan menandatangani dokumen pencairan DOK
PPID dan laporan pertanggungjawaban;
b. Bendahara; bertugas untuk mengadministrasikan pengelolaan dan
transaksi keuangan DOK PPID, serta membantu Ketua Tim dalam
menyiapkan laporan pertanggungjawaban;
c. Bidang Pengelolaan Inovasi desa; bertugas dalam fasilitasi tahapan
identifikasi Pendokumentasian, Promosi dan Penyebaran (Publikasi)
inovasi desa yang ada di desa-desa serta penyebaran inovasi desa dari
tempat lain yang telah direkomendasikan oleh Tim Inovasi Kabupaten;
dan
d. Bidang Verifikasi Inovasi; bertugas untuk memeriksa dan memberikan
rekomendasi kepada musyawarah antar desa bagi desa-desa yang
berminat melakukan replikasi kegiatan inovasi melalui APBDesa.
TIPS: Bagaimana Tim Pelaksana Inovasi Desa bekerja dalam pelaksanaan Inovasi Desa?
- Membantu Tim Inovasi Kabupaten dalam mengidentifikasi, memvalidasi,
mendokumentasikan inovasi desa di lingkup kecamatan dalam berbagai format;
- Membantu menyebarkan (mempublikasikan) inovasi desa dalam berbagai media dan
saluran/forum yang tersedia;
- Memfasilitasi desa/ kecamatan/ group/ pihak lain yang berminat mengadopsi atau
mereplikasi inovasi desa;
- Menguji kelayakan dan kesesuaian inovasi desa atau inovasi yang akan dikembangkan di
wilayahnya;
- Melaksanakan kegiatan inovasi yang disepakati/terdanai; dan
- Memonitor dan evaluasi kegiatan inovasi yang dijalankan.
- Melaporkan pelaksanaan kegiatan sebagai pertanggungjawaban
Orientasi
&
Persiapan
Rapat Pencairan
TPID DOK MAD 2
MAD 1
Pelaksanaan Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi:
Identifikasi
Dokumentasi
Eksposisi
Replikasi
4) Anak usia SD dan SMP yang tidak bersekolah, yaitu anak yang pada
saat pendataan berusia minimum 8 tahun dan maksimal 14 tahun
tidak bersekolah SD atau SMP, termasuk mereka yang masuk
kategori berkebutuhan khusus;
5) Anak usia SD atau SMP (8 s/d 14 tahun) yang putus sekolah,
termasuk yang berkebutuhan khusus.
6) Tingkat pendidikan pelaku pengembangan usaha ekonomi desa
7) Anak usia 3 s/d 6 tahun yang tidak terdaftar di PAUD
8) Jumlah pengangguran di Desa
9) Tingkat urbanisasi masyarakat
b. Bidang Infrastruktur:
1) Akses masyarakat dalam mendapatkan listrik (prosentase masyarakat
menggunakan listrik)
2) Akses masyarakat dalam mendapatkan air bersih (prosentase
masyarakat menggunakan air bersih)
3) Akses masyarakat dalam sanitasi (prosentase penggunaan jamban
atau MCK)
4) Akses masyarakat dalam irigasi pertanian dan perikanan
5) Akses masyarakat terhadap ruang public dan sarana olah raga
6) Akses prasarana terhadap perekonomian desa
7) Akses komunikasi dan informasi Desa
8) Keberadaan perumahan yang tidak layak huni (Jumlah rumah tidak
layak huni)
c. Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal
1) Data potensi unggulan Desa
2) Data kegiatan BUMDesa
3) Data kelompok usaha ekonomi masyarakat dan kewirausahaan
4) Akses masyarakat ke lembaga keuangan
B. Tahap Perencanan
1. Musyawarah Antar Desa I (MAD I)
a. TA Inovasi Kabupaten memfasilitasi proses pelaksanaan MAD I melalui
koordinasi dengan Camat. MAD I merupakan forum ditingkat kecamatan
yang terdiri dari minimal 6 orang perwakilan desa (Kepala Desa, Unsur
BPD dan tokoh masyarakat, min. 3 orang wakil desa adalah perempuan.
Musyawarah ini juga melibatkan perwakilan UPTD tingkat kecamatan
yang relevan (Puskesmas, UPTD Pendidikan, PU kecamatan, dll)
b. Tujuan MAD I:
1) Sosialisasi konsep program inovasi dan penggunaan Banmtuan
Pemerintah Dana Operasional Kegiatan Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa.
2) Diseminasi informasi kegiatan-kegiatan inovasi yang sudah
teridentifikasi sebelumnya, baik yang ada di lokasi dampingan
maupun tempat lain
3) Pembentukan Tim Pelaksana Inovasi Desa
4) Kesepakatan Pokok-pokok kegiatan yang akan dibiayai melalui dana
Inovasi (Kebijakan umum penggunaan dana diatur dalam Petunjuk
Teknis Penggunaan DOK PPID).
2. Rapat Tim Pelaksana Inovasi Desa (Rapat TPID)
Rapat TPID dilakukan untuk melakukan Perumusan Proposal dan
Penyusunan RAB Penggunaan Bantuan Pemerintah DOK PPID. Sebelum
merumuskan kegiatan dan RAB, Tim Pelaksana mendapatkan pelatihan
terlebih dahulu dari TA Inovasi Kabupaten. Tim Pelaksana Inovasi desa
mengadakan pertemuan untuk menyusun detail proposal kegiatan dan
Rencana Anggaran Biaya berdasarkan hasil keputusan MAD. Selanjutnya
Camat mengeluarkan surat penetapan (SPC) yang didasarkan atas Berita
Acara MAD dan hasil rapat perumusan kegiatan.
3. Forum Desa
Forum ini dilakukan melalui proses perencanaan desa secara reguler
sebagai media untuk pengarusutamaan replikasi program-program inovasi
dalam APBDes. Pengarusutamaan ini dilakukan melalui proses pengelolaan
inovasi dan peningkatan kapasitas pelaku masyarakat dan Desa dan
diharapkan kegiatan replikasi dapat dilakukan pada tahun berikutnya.
4. Pencairan Dana Bantuan Pemerintah PPID
Gambar 2: Alur Pencairan dan Penyaluran Dana
MEKANISME PENCAIRAN DAN PENYALURAN BANTUAN PEMERINTAH DOK PID
m
n
d
K
e
a
s
KPPN
5 SP2D 1. Surat Permintaan DOK PID
BANK 2. SPD
3 3. Proposal Kegiatan & RAB
6 4. Hasil verifikasi
Transfer
BANK Satker Kabupaten
Kecamatan Kabupaten
1. SPD
2 2. Proposal Kegiatan dan RAB
3. Hasil verifikasi
Keterangan:
Sebelum dilakukannya pencairan dan penyaluran maka Satker Provinsi
membuat Surat Nota Kesepahaman atau MOU dengan Satker Kabupaten
yang isinya berkenaan dengan perikatan dan tata cara Bantuan Pemerintah
DOK PPID.
Tahapan pencairan dana bantuan pemerintah PPID sebagai berikut:
a. Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yang telah dibentuk di tingkat
Kecamatan dan telah melakukan Perjanjian Kerjasama dengan
PPK/Satker P3MD Provinsi (lihat syarat untuk menjadi TPID)
mengajukan permohonan pencairan dana ke Satker Kabupaten melalui
TIK dengan dilampiri (1) Surat permintaan Dana (SPD) dan (2) Proposal
Kegiatan yang disertai RAB untuk diverifikasi.
b. Dokumen SPD dan proposal disertai RAB yang telah diverifikasi oleh TIK
dibantu TA Kabupaten, diserahkan ke Satker Kabupaten untuk
selanjutnya dibuatkan surat pengantar permintaan pencairan dana ke
Satker Provinsi.
c. Satker Kabupaten mengirimkan surat pengantar permintaan pencairan
dana secara kolektif, SPD, proposal kegiatan, RAB dan hasil verifikasi ke
PPK Satker P3MD Provinsi. Pengajuan awal maksimal 30% dari dana
DOK PPID dan permintaan dana tahap selanjutnya TPID wajib
menyerahkan RAB disertai Laporan Penggunaan Dana (LPD) sebelumnya
dan menyertakan kwitansi bermaterai dan data dukung (dokumen) asli.
d. Berdasarkan surat pengantar permintaan pencairan dana, SPD, proposal
kegiatan, RAB dan hasil verifikasi maka PPK Satker P3MD Provinsi
memproses pembayaran dengan menerbitkan SPM LS melalui Pejabat
Penerbit SPM yang ditujukan ke KPPN dengan catatan dokumen akan
diproses lebih lanjut oleh Satker P3MD Propinsi apabila sudah benar dan
lengkap.
Apabila terdapat kesalahan atau/dan kekurangan, dokumen akan
dikembalikan ke satker kabupaten guna dilengkapi atau di revisi.
Terhadap dokumen yang kurang lengkap atau/dan terdapat kesalahan,
Satker Kabupaten bersama dengan TIK segera melakukan perbaikan
untuk diserahkan kembali ke Satker P3MD Provinsi apabila sudah
dinyatakan lengkap dan benar oleh TIK.
5. Penyaluran Dana Bantuan Pemerintah PPID
a. Berdasarkan SPM yang diterima, KPPN menerbitkan SP2D LS ke Bank
Operasional KPPN.
b. Bank Operasional KPPN melakukan transfer ke Bank Satker Kabupaten.
Transfer yang diterima oleh Satker Kabupaten bukan merupakan
penerimaan APBD Kabupaten.
c. Satker Kabupaten maksimal 3 hari setelah dana masuk ke rekening
segera menyalurkan dengan melakukan transfer ke rekening bank TPID
sesuai dokumen-dokumen RAB dan atau RPD pada masing-masing TPID
di kecamatan.
C. Tahap Pelaksanaan
1. Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas dilakukan kepada TPID sebelum mereka
memfasilitasi dan mengelola Dana Bantuan Pemerintah PPID. Pelaksanaan
peningkatan kapasitas diawali dengan training pratugas. Selanjutnya dapat
dilakukan melalui on the job training maupun pendekatan peningkatan
kapasitas lainnya.
200| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
D. Tahap Pertanggungjawaban
TIPD menyampaikan laporan pertanggung jawaban dan penggunaan Dana
Bantuan Pemerintah PPID melalui Musyawarah Antara Desa Kedua (MAD
II). Laporan pertanggung jawaban ini selanjutnya disampaikan kepada TIK
yang ditembuskan kepada Satker Provinsi.
A. Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan PPID dilakukan secara berkala dan berjenjang:
1. Pelaporan TA Kabupaten ke Provinsi dilakukan setiap akhir bulan,
2. Pelaporan TA Provinsi ke Pusat dilakukan setiap 2 (dua) bulan dan ditujukan
kepada Koordinator Bidang Manajemen Data, Informasi dan Pengelolaan
Pengetahuan.
3. Pelaporan PPID dikoordinasikan oleh Koordinator Bidang Manajemen Data,
Informasi dan Pengelolaan Pengetahuan setiap 4 (empat) bulan.
B. Monitoring / Pemantauan
Pemantauan akan dilakukan secara periodik dengan pengawasan secara
melekat, fungsional dan eksternal. Pendekatan pemantauan dapat dilakukan
dengan pendekatan antara lain: monitoring partisipatif dan studi berkelanjutan
selama pelaksanaan program. Pemantauan dapat dilakukan juga melalui kerja
sama dengan Perguruan Tinggi dan atau LSM lokal khususnya dalam proses
monitoring partisipatif.
C. Evaluasi:
Evaluasi akan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak khususnya dalam
mendukung proses pengembangan dan keberhasilan program Inovasi Desa.
Evaluasi ini dilakukan secara menyeluruh baik itu kinerja pelaku program,
operasional kegiatan dan subtansi program Inovasi desa yang diidasarkan atas
Indikator Keberhasilan Program.
BAB V.
PENUTUP
PTO PPID ini sebagai pedoman semua pelaku kepentingan yang terlibat agar
memahami secara teknis, filosofis, serta memandu pendamping professional
dalam memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan PPID dari pusat hingga daerah.
Jika diperlukan penambahan dan pengayaan terkait isi dari PTO ini dapat
diskusikan bersama agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
Apabila terdapat perubahan kebijakan berkenaan dengan pelaksanaan PPID
pada Program Inovasi Desa, maka PTO ini akan dilakukan perubahan
berdasarkan perubahan kebijakan tersebut.
Pengelolaan
Inovasi Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
Tujuan
Waktu
Metode
Media
Alat Bantu
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi ini.
Catatan:
Inovasi perlu ditemukan dan perlu didokumentasikan karena:
Inovasi merupakan sebuah terobosan yang telah memberikan dampak hasil
yang baik, perlu didokumentasikan agar tidak hilang ketika pelaku-
pelakunya sudah tidak ada.
11. Jelaskan bahwa kegiatan identifikasi inovasi merupakan satu kegiatan dari
serangkaian kegiatan mengelola pengetahuan. Jelaskan dalam mengelola
pengetahuan ada beberapa tahapan langkah yaitu:
12. JIka kegiatan mengelola inovasi ini dapat dilakukan oleh desa dan didukung
oleh Kabupaten dalam mengelola pengetahuan maka dimungkinakn akan
memudahkan bagi desa dalam mengembangkan kegiatan pembangunan
yang lebih baik.
13. Berikan kesimpulan dan penegasan dari sessi ini.
7. Pengelolaan Inovasi
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan diagnosa yang dilakukan di sejumlah lokasi, banyak pengetahuan dan kegiatan inovatif
yang telah dilakukan atas inisiatif masyarakat, Pemerintah Desa maupun Kabupaten dalam menjawab
sebuah tantangan atau dalam menjalankan kegiatan pembangunan.
Pertukaran pengetahuan dan pembelajaran antar-desa maupun dengan kabupaten pun telah terjadi.
Inisiatif tersebut dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan mendapat dukungan dari berbagai
program.
Meski demikian, seiring berhentinya sebuah program, tidak sedikit inisiatif yang hilang. Untuk itu, perlu
ada sistem pengelolaan inisiatif yang memiliki nilai-nilai inovasi. Selain untuk menjamin keberlanjutan
inisiatif tersebut, pengelolaan yang baik dapat memungkinkan pihak lain mengakses informasi terkait
inisiatif atau inovasi tersebut, menjadikan inspirasi atau bahkan rujukan bagi penyelesaian masalah
mereka atau pengayaan kegiatan pembangunan yang lebih efektif dan inovatif.
Ilustrasi 1 – Inisiatif
yang inovatif terhenti di
satu atau beberapa lokus,
hanya diketahui kalangan
terbatas
Ilustrasi 2 – Melalui
pengelolaan yang
baik, inisiatif atau
praktik cerdas yang
memiliki nilai-nilai
inovasi tersebut dapat
diakses dan diketahui
berbagai pihak dari
berbagai lokus
2) Apa saja yang termasuk Kriteria Inovasi dalam model ini? Kriteria Inovasi adalah segala
bentuk inisiatif atau “gebrakan” dari masyarakat/ group/ satuan kerja, baik dalam
perencanaan dan pengembangan PSD sebagai akibat dari intervensi Generasi maupun
aktivitas lainnya yang:
a. Sangat Dibutuhkan (ada permintaan) di masyarakat
b. Terdefinisi dengan baik
c. Dapat direkam
d. Dapat/layak untuk dibagikan
e. Dapat diulang dan dikembangkan
f. Relevan
1) Apa itu Model Pengelolaan Inovasi di Tingkat Kabupatan? Sebuah model pengelolaan
inovasi serta upaya diseminasi, monitoring dan evaluasinya, yang dilaksanakan di tingkat
Kabupaten;
2) Apa tujuannya?
a. Mendorong Kabupaten mengelola inovasi, serta menjadikannya sebagai Aset
Daerah yang bermanfaat bagi percepatan pembangunan desa melalui
penggunaan dana desa yang lebih efektif dan inovatif;
b. Mendorong Kabupaten memiliki media dan forum komunikasi dan belajar melalui
pertukaran inovasi secara regular dan berkelanjutan.
3) Siapa yang mengelola model ini? Sebuah Tim Inovasi di Tingkat Kabupaten
1) Apa itu Model Pengelolaan Inovasi di Tingkat Kecamatan? Sebuah model pengelolaan dan
diseminasi inovasi yang dikelola dan dilaksanakan di tingkat Kecamatan.
2) Apa tujuannya?
a. Melanjutkan bahkan mengembangkan upaya-upaya inovatif yang lahir di
masyarakat untuk mencapai kemandirian desa melalui penggunaan dana desa
yang lebih efektif dan inovatif;
b. Mendokumentasikan praktik cerdas yang memiliki muataan inovasi dari setiap
desa dan menjadikannya sebagai Aset Kecamatan;
c. Menyediakan media pembelajaran atau forum pertukaran inovasi di tingkat
kecamatan untuk kemajuan bersama.
3) Siapa yang mengelola model ini? Sebuah Tim Pelaksana Inovasi Desa yang berkedudukan
di Kecamatan
Berikut ini adalah contoh beberapa instrumen dasar kegiatan peningkatan kapasitas bagi desa
yang dapat dimodifikasi dan digunakan sesuai kebutuhan dalam memfasilitasi kebutuhan
desa yang akan mereplikasi inovasi.
Kelompok Belajar Pertemuan kelompok secara regular dan memiliki kesamaan minat untuk saling belajar satu
dengan lain, misalkan sebulan sekali atau sesuai kesepakatan
Konferensi Mengirim perwakilan desa/ daerah untuk menghadiri pertemuan dimana sejumlah besar
peserta datang bersama-sama untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka tentang
topik/ tema khusus, terutama pengetahuan yang dimiliki desa/ daerah atau yang mungkin
dibutuhkan desa/ daerah.
Kunjungan pakar Mengirim atau mengundang praktisi atau pakar khusus dari sebuah desa/ kabupaten/
organisasi penyedia pengetahuan ke sebuah desa/ kabupaten/ organisasi yang
membutuhkannya untuk menilai kondisi riil saat ini dan memberikan bimbingan dalam
penyelesaian masalah atau tantangan yang dihadapi
Bincang Memfasilitasi perbincangan antara pihak yang memiliki pengetahuan dengan pihak yang
Pengetahuan membutuhkan (agen perubahan) guna menggali akar masalah dan membuka wawasan hingga
menghasilkan sebuah tindakan atau hasil nyata
Studi tur Kunjungan atau serangkaian kunjungan, baik oleh individu atau group, ke satu atau lebih desa/
kecamatan/ kabupaten atau tempat-tempat di kecamatan/ kabupaten yang sama, dengan
tujuan untuk mempelajari dan mendalami hal/ bidang khusus secara langsung dari sumbernya,
misalkan bagaimana satu hal dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil
Tandem Menggandeng desa/ lembaga dengan potensi sama, namun lebih matang dan berpengalaman,
untuk bermitra guna menghasilkan sesuatu yang menguntungkan kedua belah pihak
Workshop Kegiatan terstruktur untuk mendorong peserta memecahkan sebuah isu atau permasalahan
dengan cara bekerjasama. Dapat dilakukan di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi
Lampiran – Contoh-contoh materi yang dapat digunakan untuk sosialisasi, promosi, publikasi
atau pelatihan
1) Baliho/backwall 9) Buletin
2) Backdrop 10) Website
8) Infokit
Lampiran – Contoh-contoh kegiatan sosialisasi, promosi atau publikasi yang dapat dilakukan
6) Kontribusi konten atau pengisian acara di media massa lokasl: talkshow, running text, dll;
7) Kerjasama peliputan kegiatan dengan media local;
8) Penayangan dokumen inovasi pada website dan media tayang lain;
9) Kerjasama sosialisasi, promosi, publikasi dengan berbagai instansi;
10) Media field visit –mengundang media atau pihak tertentu ke salah satu desa innovator;
11) Dll
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menyusun Rencana
Kerja Tindak Lanjut (RKTL) untuk rencan kerja individu bagi Pendamping
Desa (PD & PLD) di wilayah kerja masing-masing.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
Media Tayang 8..1;
Lembar Kerja 8.1.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak Lanjut
(RKTL);
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan WhiteBoard
Proses Pembelajaran
1. Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil dari
penyusunan RKTL kepada peserta;
2. Mintalah kepada masing-masing peserta untuk menyusun rencana
tindak lanjut Kerja sesuai tupoksi secara individu dari kondisi
masing-masing lokasi atau wilayah kerja;
3. Diskusikan hasil rencana kerja dari masing-masing peserta dan
buatlah kesepakatan kelompok terkait rencana kegiatan yang akan
dilakukan dalam rencana kerjanya.
4. Hasilnya rumusan RKTL kemudian ditempelkan di dinding untuk
dibahas dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapinya dan
kumpulkanlah gagasan pokok tentang tindak lanjut yang mungkin
dapat dilakukan baik secara individu maupun kelompok atau tim;
6. Tutup acara ini dengan permainan ringan untuk menyegarkan
suasana, untuk menimbulkan kesan yang positif pada akhir sesi
pelatihan;
7. Serahkan kembali kendali acara kepada panitia penyelenggara
untuk menutup secara resmi dan diakhiri dengan do’a.
1.
2.
3.
dst.
Catatan:
(1) Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi
sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain tentang
rencana tindak lanjut kinerja Pendamping Desa (PD & PLD);
(2) Jelaskan rincian aktifitas proses yang perlu dilakukan di setiap aspek yang perlu
ditindaklanjuti;
Daftar Pustaka
Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Bappenas, edisi III (2011). Perkembangan Perdagangan dan Investasi, Jakarta.
Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport, Connecticut:
Greenwood Press.
Didin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Dwiyanto, Agus dkk., (2003). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta: Direkorat
Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama dengan KOMPAK.
Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman
Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Jakarta: Departemen Dalam Negeri.
M. Silahuddin, (2015). Buku 1: Kewenangan Desa dan Regulasi Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Osborne, David dan Ted Gaebler, (1996). Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan Di Desa, Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa,
Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa, Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa, Jakarta;
Said, Mas’ud, (2007). Birokrasi di Negara Birokratis, Malang: UMM Press.
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 900/5356/SJ. Nomor
959/KMK.07/2015. Nomor 49 Tahun 2015 tentang Percepatan, Penyaluran,
Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2015;
Sutoro Eko, (2015). Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat UU Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Syarief, Reza M. (2002). Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir : pada Diri dan
Organisasi Anda.Bandung: Asy Syamiamil Cipta Media.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);
Wahyuddin Kessa, (2015). Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.