MODUL
PELATIHAN PENYEGARAN TPP
PENDAMPING DESA DAN
PENDAMPING LOKAL DESA
Modul
PelatihanPenyegaranPenda
mpingDesa dan Pendamping
Lokal Desa
TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki, Harbit Manika,
Mohamad Zaini, Nurul Hadi, Mohammad Arwani, Mulus Budianto, Mohammad Sabri, Panji
Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur Kholid, Muflihun.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. DESAadalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. KEWENANGAN DESA adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. PEMERINTAHAN DESA adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. PEMERINTAH DESA adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. BADAN PERMUSYAWARATAN DESA atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk
Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
6. LEMBAGA KEMASYARAKATAN adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan masyarakat.
7. MUSYAWARAH DESA atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
8. MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas,
program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
9. KESEPAKATAN MUSYAWARAH DESA adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah Desa
dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah
Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
10. PERATURAN DESA adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
11. PEMBANGUNAN DESA adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa
dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya
desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
13. RPJM DESA (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen perencanaan
untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan desa, arah kebijakan
keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program Satuan Kerja Perangkat (SKPD)
atau lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP DESA (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1
(satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat rancangan kerangka
ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan,
program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju,
baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan
RPJM Desa.
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya bahwa Modul Pelatihan
Penyegaran Bagi Pendamping Desa dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 telah hadir dihadapan pembaca. Secara umum modul pelatihan ini dimaksudkan
untuk menyiapkan tenaga pendamping profesional di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka
mendukung kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan masyarakat
secara efektif dan bekelanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desapasal 128 huruf (2) dijelaskan
bahwa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau
pihak ketiga. Khusus untuk Tenaga Pendamping Profesional diantaranya: Tenaga ahli
pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Profesional menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan pendampingan Desa yang pada akhirnya akan menentukan pencapaian tujuan dan
target pelaksanaan Undang-Undang Desa. Kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang
dimaksud mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-Undang Desa; (2) keterampilan
memfasilitasi pemerintah desa dalam mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3)
keterampilan tugas-tugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan (4) sikap kerja yang sesuai
dengan standar kompetensi pendamping khususnya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
sesuai tuntutan Undang-Undang Desa. Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari
komitmen, tanggung jawab dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola Desa yang mampu
mendorong kemandirian Pemerintah Desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.
Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah modul pelatihan penyegaran
Pendamping Desayang dapat memberikan acuan evaluasi dan refleksi kerja di lapangan dalam
rangka membangun kemandirian Desa. Harapan dari kehadiran modul pelatihan ini dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan kebutuhan, kondisi di daerah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Daftar Isi
Daftar Istilah x
Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan xii
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Daftar Isi
xv
Panduan Pelatih
xvii
Daftar Pustaka
Pokok Bahasan 1
DINAMIKA KELOMPOK DAN
PENGORGANISASIAN PESERTA
Pokok Bahasan 2
MANAJEMEN PENDAMPINGAN DESA
Lembar Informasi
SPB
Jati Diri Tenaga Pendamping
2.1.1 Profesional P3MD dan Kode
Etik Pendamping
Latar Belakang
Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan.Data Badan Pusat Statistik
tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia kebanyakan adalah penduduk
yang bermata pencaharian petani.Artinya data tersebut bisa dibaca bahwa kemiskinan lebih
banyak dijumpai di pedesaan yang nota bene masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbanyak.Kondisi tersebut boleh dikatakan belum pernah mengalami perubahan berarti dari
waktu ke waktu.Ironis, desa sebagai sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam
kemiskinan.Sejarah desa adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang
kaya.Kemiskinan pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem
tata kelola dan kebijakan yang tidak adil.Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai dari
sejak pemerintah kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah kepada
pengusaha-pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870.Di
masa kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut tata kelola pedesaan banyak
dipengaruhi peraturan yang diproduksi pemerintah kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi
desa yang menjadi amanat UU No.1 Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang
dimaksud dalam peraturan perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. UU No. 18
Tahun 1965 yang mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan
pemerintahan otonom.Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah menetapkan Undang-
undang No.19 Tahun 1965 tentang Desa Swapraja.Amanat Undang-undang ini menghadirkan
semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi, kemandirian dan kemerdekaan desa.Namun
sayang, implementasi amanat Undang-undang belum sempat terwujud Orde Baru sudah
mengambil alih kekuasaan. Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang
tersebut melalui ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan
seluruh Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang
desa yang menggantikan.Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit desa dan
pemilik modal.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah UU No.5
Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan otoritarian pemerintah
pusat yang memberangus kewenangan desa untuk bisa mengatur dan menguasai.Salah satu
amanatnya adalah menyeragamkan bentuk dan susunan desa.Akibatnya desa kehilangan karakter
social budayanya. Kebijakan Orde Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah
kebijakan ditetapkannya industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek
kebijakan revolusi hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara
nasional.Namun dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan
berkepanjangan.Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus oleh sikap
pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari pada keterlibatan sosial masyarakat
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan pembangunan yang
segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun harapan tinggal harapan.Pemerintahan
semasa reformasi masih belum menunjukkan kesungguhan niat politik untuk melakukan
perubahan desa. Dua produk hukum, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum
mampu menjawab hakekat kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan
terkecil bagian dari pemerintahan di atasnya.Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki
kewenangan mengatur kehidupannya sendiri.
Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan aktif masyarakat untuk
menggagas, merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan proses pembangunan.
Dalam UU Desa karakter ini jelas dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3).Di
samping itu karakter partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati
musyawarah desa sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa.Berikutnya
pemberdayaan memiliki karakter memampukan (empowering) masyarakat yang terlibat dalam
aktivitas pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau amanat pasal
pemberdayaan dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang menegaskan perlunya
para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat dan
aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun 2014). Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan
kapasitas pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa (Psl
129 at 1 C, PP. No 43 Tahun 2014).
Di samping itu pemberdayaan merupakan model pembangunan yang berkarakter
berkelanjutan (sustainable).Karakter ini mendorong pelaku pembangunan untuk tidak bersikap
pragmatis (aji mumpung) dalam merencanakan dan melakukan pembangunan.Pembangunan
berkelanjutan merupakan konsep yang menuntut kemampuan visioner, kemampuan melihat
manfaat pembangunan tidak saja untuk kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus
memenuhi kebutuhan jangka panjang.Di samping itu kerberlanjutan juga berarti sifat
pembangunan yang memperhatikan dampak kehancuran lingkungan.Artinya perencanaan
pembangunan perlu disertai dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya
alam dan lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar dilakukan terus
menerus untuk menghormati martabat manusia dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi
Dalam rangka menjaga perilaku Pendamping Profesional, sesuai norma moral maka secara
khusus ditetapkan standar normatif perilaku Pendamping Profesionalyang meliputi: Tata Perilaku
dan Etika Profesisebagai aturan nornatif sesuaiprinsip-
prinsipmoralyangadapadaBangsaIndonesia.Tata Perilaku merupakan nilai-nilai normatif yang
diatur dalam SPK; sedangkan Etika Profesi merupakan nilai-nilai normatif umum yang melekat
dalam diri seorang profesional.
c) KonflikKepentinganPribadi
d) Menerima Imbalan
Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menerima atau meminjam uang dan/atau barang
sebagai imbalan pengerjaan sesuatu atau kegiatan yang bersumber dari APBDes yang
berindikasikan dan berimplikasi pada penyalahgunaan posisi, tanggung jawab dan
profesionalitas.
SetiapPendamping
Profesionalharusmenyampaikanlaporansesuaidenganketentuan yangberlaku;
PermintaandatadaninformasiyangdibutuhkanolehmanajemenSatker/Pemerintahha
russegera dipenuhi;
Setiapperubahanalamat, nomor
handphonedannomorrekeningtabunganharusdiberitahukan secara
cepatdantertulis;
g) JabatanPublik
2. EtikaPendamping Profesional
7) Tidak
bertindaksebagaijurubayar,menerimatitipanuang,ataumerekayasapembayaranatau
administrasi atas pemerintah desa;
8) TidakmembantuataumenyalahgunakanAnggaranPendapatandanBelanjaDesa(APBDes
a) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok;
10) TidakMenjadi pengurus partai politik manapun dan/atau terlibat dalam kegiatan
partai politik yang dapat mengganggu kinerja
11) Tidak Terlibat kontrak dengan institusi lain, baik pemerintah maupun swasta yang
menyebabkan tidak maksimalnya pekerjaan sebagai pendamping profesional
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019 dan Rencana Kerja Pemerintah 2016
mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan melalui implementasi
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014tentang Desa.
Dalam rangka menjalankan urusan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
maka dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang mengamanatkan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemen Desa DPTT) untuk melaksanakan tugas
dan fungsi tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, maka Kemen Desa PDTTakan melaksanakan kegiatan
pendampingan melalui penyediaan tenaga pendamping profesional. Pasal 129 PP 43 Tahun 2014
sebagaimana sudah diubah dengan PP 47 Tahun 2015 menyatakan bahwa tenaga tenaga
pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 Ayat (2) terdiri atas: (a) tenaga
pendamping lokal desa yang bertugas di desa untuk mendampingi desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa, kerja sama desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang
berskala lokal desa; (b) tenaga pendamping desa yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, kerjasama desa, pengembangan
BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal desa; (c) tenaga pendamping teknis yang
bertugas di kecamatan untuk mendampingi desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan
sektoral; dan (d) tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas
tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
C. LANDASAN HUKUM
Seluruh kerja Pendamping Profesional harus mengacu dan berpijak pada regulasi dan kebijakan
Pemerintah, khususnya yang terkait dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Regulasi regulasi pokok yang menjadi rujukan utama dalam pelaksanaan pendampingan desa
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan
daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang
Pendampingan Desa;
8. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
9. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 01 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan tata Kerja Sekretariat Nasional Pendampingan Masyarakat Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, tahun 2016 dan aturan
perubahannya;
10. Permendesa No 8 Tahun 2016 tentang Dekon
11. Surat Ditjen PPMD Nomor 330/DPPMD.6/VII/2016 Tanggal 22 Juli 2016 tentang
Penetapan SOP HAP Tahun 2016
12. Kerangka Acuan Kerja / TOR PPA Konsultan Nasional Pengembangan Program (KN-PP);
13. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengendalian Pembangunan Desa (
KN-PPD);
14. Kerangka Acuan Kerja / ToR PPA Konsultan Nasional Pengembangan Kapasitas
Masyarakat Desa ( KN-PKMD);
15. Kerangka Acuan Kerja / ToR Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TAPM);
16. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Desa Pemberdayaan ( PDP );
17. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendampng Desa Teknik Infrastruktur (PD-TI);
18. Kerangka Acuan Kerja / ToR Pendamping Lokal Desa.
2. SEKRETARIAT PROGRAM
Sekretariat Program yang selanjutnya disebut (Sekpro), yang dipimpin oleh seorang Kepala
Sekretariat dibantu oleh beberapa Deputy, Tenaga Ahli, Staf Teknis dan staf administrasi, yang
mengkoordinasikan Konsultan Nasional dan Konsultan Pendampingan Program Provinsi.
6. CAMAT
Camat sebagai pemangku wilayah kecamatan yang dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat dibantu oleh kepala seksi yang membidangi pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa bertugas untuk mengkoordinasikan pendamping profesional
dengan stakeholder di wilayahnya.
7. KEPALA DESA
Kepala Desa/Nama Lain sebagai pemangku wilayah Desa dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, melakukan koordinasi dengan semua pihak termasuk pendamping
profesional di Desa dengan stakeholderlainnya
E. PENDAMPING PROFESIONAL
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, serta memastikan pengendalian program
dikelola dengan baik, maka organisasi TA PID terdiri dari beberapa bidang kerja, serta tenta-
tenaga ahli di masing-masing bidang kerja, sebagai berikut:
1. TAPP P3MD
a. Koordinator Program : 33 orang
b. TA Madya Infrastruktur Desa : 33 orang
c. TA Madya Pengembangan Kapasitas dan Kaderisasi : 33 orang
d. TA Madya Pengelolaan SDM : 33 orang
e. TA Madya Pengelolaan Keuangan Desa dan Pengembangan Ekonomi Lokal: 33 orang
f. TAMadya Penanganan Pengaduan dan Masalah : 33 orang
g. TA Madya Pelayanan Sosial Dasar : 33 orang
h. TAMadya Pengelolaan Sistem Informasi, Pendataan dan Komunikasi : 33 orang
2. TAPP PID:
a. TA Madya Pengembangan Kapasitas PID : 33 orang
b. TA Madya MIS PID : 33 orang
c. TA MAdya Pengelolaan Pengetahuan PID : 33 orang
1. TA P3MD
Sesuai dengan tugas dan fungsinya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM P3MD),
dibedakan atas:
a. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA-PMD);
b. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA-ID);
c. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif (TA-PP);
d. Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA-PED);
e. Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TA-TTG);
f. Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (TA-PSD).
Pembinaan dan pengelolaan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat akan dilaksanakan oleh
Satker P3MD Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi.
e. Pendamping Desa
Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014tentang Desa,
Pemerintah menyediakan Pendamping Desa yang berkedudukan di kecamatan, terdiri dari :
1. Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
2. Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), untuk setiap
Kecamatan 1 (satu) orang
Pembinaan, pengelolaan dan pengendalian PDP dilaksanakan oleh Satker P3MD Provinsi
melalui mekanisme dekonsentrasi.
BAB II TUPOKSI
1. PENDAMPINGDESA (PD)
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
desa.
b) Masyarakat desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di desa
dan/atau antardesa.
c) Terfasilitasinya peran
BPD dalam proses
penyusunan produk
hukum desa
b) Terfasilitasinya
kerjasama antardesa
c) Pelatihan Tim
Penyusun RPJM Desa
dan RKPDesa;
d) Adanya dokumen
proses penyusunan
RPJM Desa dan
RKPDesa dan
memastikan dokumen
tersebut diperdeskan;
e) Terlaksananya
evaluasi dan
monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat desa;
f) Terselenggaranya
pelatihan peningkatan
kapasitas kinerja BPD.
b) Tersedianya jadwal
pelaksanaan kegiatan
pembangunan sarana
dan prasarana desa.
3. TUGAS ADMINSTRATIF
c. Menyerahkan copy NPWP dan Polis Asuransi pribadi, dan bukti pembayaran
pajak Tahunan (SPT) kepada Satker P3MD Provinsi melalui TA Kabupaten;
d. MenyampaikandokumenrencanakerjaharianPendampingDesakepadaTenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM)untukdimintakan persetujuan;
Lembar Informasi
SPB
SOP Pelaporan Kinerja
2.3.1
Pendamping Desa
A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat Desa ditempuh melalui upaya pendampingan.Pendampingan menjadi
salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat.Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya
melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta
memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Desa.
Bahwa untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pendampingan desa ini, perlu adanya standart
pelaporan yang akurat, tepat dan cepat, berjenang sesuai tingkatannya.
B. JENIS PELAPORAN
Salah satu kewajiban Pendamping Profesional yang sudah dikontrak oleh Satker P3MD Provinsi
adalah membuat Laporan, pengabaian terhadap laporan dapat dikenakan sanksi penundaan
pembayaran homorarium dan biaya operasioonal, sampai pada PHK. Dalam pelaksanaan
pendampingan desa yang dilakukan oleh Pendamping Profesional dalam hal ini Pendamping
Lokal Desa, Pendamping Desa, Tenaga Ahli Kabupaten, maupun yang dilakukan oleh Konsultan
Provinsi dan Konsultan Nasional, dibagi dalam beberapa jenis laporan yakni :
3. Laporan Bulanan Pendampingan, laporan ini memuat hal-hal apa saja yang terkait
dengan pendampingan sesuai levelnya masing masing, yang menggambarkan capaian
kinerja dan tupoksi pendampingan, data-data dana desa, data-data kegiatan prioritas
pembangunan, kegiatan pemberdayaan, kegiatan pelatihan, kegiatan pendampingan,
supervise, legislasi, kaderisasi dan lain sebagainya yang bisa menggambarkan kegiatan
secara utuh beserta capaiannya dalam waktu sampai dengan bulan berjalan. Laporan
bulanan kegiatan pendampingan memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Surat Pengantar Laporan
b. Narasi laporan yang singkat padat dan akurat dengan sistematika sbb:
i. Pendahuluan
ii. Kegiatan pendampingan bulan berjalan
iii. Rencana kegiatan pendampingan bulan yang akan datang
iv. Kendala dan Masalah
v. Rekomendasi
vi. Penutup
c. Lampiran
i. Data Dasar/Data APBDes (bulanan)
ii. Data Dana Desa (Alokasi, Pencairan dan Penggunaan) (bulanan)
iii. Data Regulasi Desa (tiga bulanan)
iv. Data Progres Kegiatan Desa (bulanan)
v. Data Pelatihan dan Kegiatan Pengkaderan (tiga bulanan)
vi. Data Bumdes/Pengembangan Ekomomi Desa (tiga bulanan)
vii. Data Tahapan, Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan (bulanan)
viii. Data Kegiatan terkait TTG (tiga bulanan)
ix. Data Pengembangan Pelayanan Dasar (tiga bulanan)
x. Data Masalah dan Penanganannya (bulanan)
xi. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) (bulanan)
xii. Dan lain lain yang diperlukan (bila diperlukan)
C. JENJANG PELAPORAN
Pelaporan yang dibuat oleh pelaku pendampingan desa, dilakukan secara berjenjang dengan
tujuan utama adalah Pihak Pertama sebagai pihak yang memberi kerja.Namun juga ditujukan
kepada jajaran birokrasi pada levelnya masing-masing dengan tembusan kepada supervisornya.
Jenjang Pelaporan untuk Pendamping Profesional dan Konsultan dapat digambarkan dalam
bagan sebagai berikut :
KOORDINATOR
OPERASIONAL PROGRAM SATKER PUSAT
PROGRAM LEADER
KONSULTAN NASIONAL
P3MD dan PID PPA Pusat
KOODINATOR WILAYAH
SATKER PROVINSI
KPP PROVINSI PPA Provinsi
SATKER TA KABUPATEN
KABUPATEN
SATKER PROVINSI
PD dan PDTI
CAMAT
D. WAKTU PELAPORAN
Pelaporan pendamping professional dan konsultan provinsi maupun konsultan nasional diatur
waktunya sebagai berikut :
1. Pendamping Lokal Desa dan Pendamping Desa/Pendamping Desa Teknik Infrastruktur
melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan individualnya ke Satker Provinsi dan
Camat paling lambat tanggal 3 setiap bulannya
2. Tenaga Ahli Kabupaten melaporkan kegiatan pendampingan dan laporan individualnya
ke Satker Provinsi dan Satker Kabupaten paling lambat tanggal 5 setiap bulannya
3. KoordinatorProgram Provinsi (KPP) Provinsi melaporkan kegiatan pedampingan dan
laporan individualnya ke PPA dan Satket Provinsi paling lambat tanggal 10 tiap
bulannnya
4. Konsultan Nasional P3MD dan PID serta Koordinator Bidang Pendamping Regional
(KPR) Pusat menyampaikan laporan kegiatan pendampingan dan laporan individualnya
ke PPA dan Satker Pusat paling lambat tanggal 15 setiap bulannya
5. Program Leader menyampaikan laporan individualnya paling lambat tanggal 15 setiap
bulannya dan laporan kegiatan pendampingan paling lambat tanggal 20 setiap
bulannya
E. PENUTUP
Demikian SOP Pelaporan Pendamping Profesional dibuat untuk bisa dilaksakan oleh seluruh
Tenaga Pendamping Profesional se wilayah Indonesia, sebagai alat ukur capaian kinerja
Pendamping dan alat pengendali bagi supervisor dan Satker P3MD, baik Kabupaten, Provinsi
maupun Pusat. Pengabaian atas Pelaporan Pendamping Profesional berakibat pada evaluasi
kinerja.
Hal hal yang belum diatur dalam SOP Pelaporan ini, dan dirasa perlu untuk dilaporkan, bisa
dilampirkan dalam laporan yang bersifat bulanan maupun insidensial.
Lembar Informasi
SPB
Sistem Informasi
2.3.1.
Pembangunan Desa dan
Pelaporannya
Sistem Informasi Pembangunan Desa merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk memantau
proses pelaporan sekaligus memberikan informasi Perencanaan Kegiatan desa bersumber
APBDes, pendanaan (7 Sumber Pendanaan) sampai dengan hasil-hasil kegiatan Pembangunan
Desa. Adapun fokus monitoring Keuangan APBN (Dana Desa) dapat disajikan secara detail beserta
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan yang dimaksud dapat dikategorikan sesuai dengan
Bidang dan Prioritas penggunaan Danana Desa.Untuk mengenal dan menjalanakan aplikasi,
silahkan berikut ini tatacaranya:
1. Dashboard
1.1. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
1.2. Data Tematik Provinsi Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa
1.3. Grafik Penggunaan Dana Desa sesuai Bidang dan Sub Bidang Pembanguan Desa per Tahun
Anggaran.
1.4. Data Kegiatan bersumber Dana Desa (APBN) per Tahun Anggaran
2. APBDesa
Catatan:
1) input data diisikan oleh PLD;jika PLD kosong diisikan PD;dan jika PD kosongdiisikan oleh
TA Kab.
2) TA Kab bertugas meverifikasi, validasi data dan melaporkan secara berjenjang
3. Untuk Desa yang sudah menggunakan SISKEUDES dapat melakukan ekport pada menu Laporan
Penganggaran:
dan pilih pada Laporan 1b- Ringkasan APBDes dan selanjutnya sesuai dengan
SISKEUDES Desa. pilih parameter yang sesuai, print to file di cek box, pilih ke file excel,
kemudian isikan sumber pendanaan secara manual sesuai kreteria kemudian di upload.
Sebagai catatan: untuk kegiatan-kegiatan diisikan nilai Sumary (Kode 3 Digit) dan untuk
Detai Rab dalam Laporan ini belum di perlukan (capture Data Keguiatan berdasar APBDes
SISKEUDES)
Berikut ini contoh upload format excel berdasar lembar kerja form APBdes
3. RKUD ke RK Desa
Kegiatan Dana Desa adalah realisasi dari perencanaan berdasar APBDesa yang dilengkapi oleh
pendamping sesuai dengan Laporan progres Kegiatan berdasar LPJ. adapun kegiatan-kegiatan
yang memiliki nomenklatur yang perlu di sesuaikan dengan keperluan Kementrian Desa PDTT
akan disesuaikan dengan pilihan-pilih kegiatan untuk singkronisasi.
5. Profil Desa
Profil Desa memuat informasi terkait Desa menggunakan Dana Desa (APBN)
CATATAN:
Sistem Pelaporan Yang sedang Di Kembangkan P3MD Pusat
Pokok Bahasan 3
PENDALAMAN DAN PRAKTEK FASILITASI
REGULASI DALAM IMPLEMENTASI
UNDANG UNDANG DESA
Bahan Bacaan
PB
36| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
1. Kewenangan Desa
Berbeda dengan kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting yang
terkandung dalam kewenangan desa: (1) Baik kewenangan asal usul maupun
kewenangan lokal bukanlah kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah, bukan juga
merupakan sisa (residu) yang dilimpahkan oleh pemerintah kabupaten/kota
sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005. Sesuai dengan
asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis kewenangan itu diakui dan ditetapkan
langsung oleh undang-undang dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah. Peraturan
pemerintah dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan sebagai pandu arah
yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list), dan kemudian
menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan desa sebagai
kewenangan desa. (2) Sebagai konsekuensi desa sebagai masyarakat yang
berpemerintahan (self governing community), kewenangan desa yang berbentuk
mengatur hanya terbatas pada pengaturan kepentingan lokal dan masyarakat setempat
dalam batas-batas wilayah administrasi desa. Mengatur dalam hal ini bukan dalam
bentuk mengeluarkan izin baik kepada warga maupun kepada pihak luar seperti
investor, melainkan dalam bentuk keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi
anggaran dalam APB Desa, alokasi air kepada warga, dan lain-lain. Desatidak bisa
memberikan izin mendirikan bangunan, izin pertambangan, izin eksploitasi air untuk
kepentingan bisnis dan sebagainya. (3) Kewenangan desa lebih banyak mengurus,
terutama yang berorientasi kepada pelayanan warga dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai contoh desa melayani dan juga membiayai kegiatan kelompok tani, melatih
kader perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan hutan rakyat bersama
masyarakat, membikin bagan ikan untuk kepentingan nelayan, dan sebagainya. (4)
Selain mengatur dan mengurus, desa dapat mengakses urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk dimanfaatkan memenuhi kepentingan
masyarakat. Selain contoh di atas tentang beberapa desa menangkap air sungai Desa
dapat mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak
termanfaatkan atau tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat.
Lahan sisa proyek pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian jalan
kabupaten/kota merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam
pohon di atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari
bupati/walikota.
Prinsip-prinsip itu dapat digunakan untuk memahami jenis-jenis kewenangan desa yang
tertulis secara eksplisit dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada
perubahan pengaturan tentang kewenangan desa antara UU No. 32/2004 dengan UU
No. 6/2014. Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan asal-usul desa, sedangkan UU No. 6/2014 menyatakan kewenangan
beradasarkan hak asal-usul. Pada dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang
sama, hanya saja UU No. 32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan
pemerintahan. Kedua, UU No. 32/2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, sedangkan
UU No. 6/2014 menegaskan kewenangan lokal berskala desa. Jenis kewenangan kedua
inilah yang membedakan secara jelas dan tegas antara kedua UU tersebut.
Tabel
Kewenangan desa menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014
UU No. 32/2004 UU No. 6/2014
Urusan pemerintahan yang sudah ada Kewenangan berdasarkan hak asal usul
berdasarkan hak asal-usul desa
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
peraturan perundangperundangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
diserahkan kepada desa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Kewenangan desa sebenarnya tidak hanya mencakup empat butir besar tersebut. Ada
satu jenis kewenangan lagi yang dimiliki oleh desa, yaitu kewenangan melekat atau
sering disebut sebagai kewenangan atributif yang tidak tersurat dalam UU No. 6/2014.
Sebagai organisasi pemerintahan, desa memiliki sejumlah kewenangan melekat
(atributif) tanpa harus disebutkan secara tersurat (eksplisit) dalam daftar kewenangan
desa. Ada sejumlah kewenangan melekat milik desa yang sudah dimandatkan oleh UU
No. 6/2014, yakni: (1) Memilih kepala desa dan menyelenggarakan pemilihan kepala
desa. (2) Membentuk dan menetapkan susunan dan personil perangkat desa. (3)
Menyelenggarakan musyawarah desa. (4) Menyusun dan menetapkan perencanaan
desa.Menyusun, menetapkan dan melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa. (5) Menyusun, menetapkan dan melaksanakan peraturan desa. (6) Membentuk
dan membina lembaga-lembaga kemasyarakatan maupun lembaga adat. (7)
Membentuk dan menjalankan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
2. Kewenangan lokal berskala desa.
Kewenangan lokal terkait dengan kepentingan masyarakat setempat yang sudah
dijalankan oleh desa atau mampu dijalankan oleh desa, karena muncul dari prakarsa
masyarakat. Dengan kalimat lain, kewenangan lokal adalah kewenangan yang lahir
karena prakarsa dari desa sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kondisi lokal
desa. Kewenangan yang terkait dengan kepentingan masyarakat ini mempunyai
cakupan yang relatif kecil dalam lingkup desa, yang berkaitan sangat dekat dengan
kebutuhan hidup sehari-hari warga desa, dan tidak mempunyai dampak keluar
(eksternalitas) dan kebijakan makro yang luas. Jenis kewenangan lokal berskala desa ini
merupakan turunan dari konsep subsidiaritas, yang berarti bahwa baik masalah
maupun urusan berskala lokal yang sangat dekat dengan masyarakat sebaik mungkin
diputuskan dan diselesaikan oleh organisasi lokal (dalam hal ini adalah desa), tanpa
harus ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi. Menutut konsep subsidiaritas, urusan
yang terkait dengan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa desa dan
masyarakat setempat, disebut sebagai kewenangan lokal berskala desa.
Tabel Daftar positif kewenangan lokal berskala desa
No Mandat Pembangunan Daftar Kewenangan Lokal
1 Pelayanan dasar Posyandu, penyediaan air bersih, sanggar belajar dan seni,
perpustakaan desa, poliklinik desa.
2 Sarana dan prasarana Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah,
sanitasi dan drainase, irigasi tersier, dan lainlain.
3 Ekonomi lokal Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, karamba ikan, lumbung
pangan, tambatan perahu, wisata desa, kios, rumah potong
hewan dan tempat pelelangan ikan desa, dan lain-lain.
4 SDA dan lingkungan Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, dll.
Daftar positif kewenangan desa juga bisa dijabarkan secara sektoral. Kewenangan lokal desa
secara sektoral ini meliputi dimensi kelembagaan, infastruktur, komoditas, modal dan
pengembangan. Pada sektor pertanian misalnya, desa mempunyai kewenangan mengembangkan
dan membina kelompok tani, pelatihan bagi petani, menyediakan infrastruktur pertanian berskala
desa, penyediaan anggaran untuk modal, pengembangan benih, konsolidasi lahan, pemilihan bibit
unggul, sistem tanam, pengembangan teknologi tepat guna, maupun diversifikasi usaha tani [.]
1
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1,
http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf, diakses 12nApril 2015
2
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 39
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang-undangan hanya sah
secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang membuatnya.
3
Artinya hanya berlaku sesaat dan sekali saja yakni pada saat ditetapkannya produk hukum tersebut.
4
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hal. 99.
5
Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal. 3.
6
A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijaksanaan,
Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20 September 1993.
7
A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan,
Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17 Juni 1992, hal. 3.
8
Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
sebagaimana telah diubah berdasarkan UU No. 9 Tahun 2004.
40| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud akan
menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-undangan,
bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran perundang-undangan.
9
Di samping istilah Undang-Undang dalam arti materiil, dikenal juga istilah Undang-Undang dalam arti formal ( wet
in formele zin) yaitu keputusan yang dibuat bersama-sama antara Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
10
NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink bv., Groningen, 1974,
hal. 59.
11
SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta, 1987, hal. 94.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 41
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji oleh
siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang berwenang yang lebih
tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan perubahan hanyalah badan pembentuk
peraturan perundang-undangan itu sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.
Namun, dalam perkembangannya, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat
diganggu gugat tersebut sudah memiliki penyimpangan. Dalam hal ini konsep judicial
review meletakkan lembaga peradilan (misalnya Mahkamah Agung, atau Mahkamah
Konstitusi) dapat menjadi lembaga yang menguji konstitusionalitas peraturan
perundangan. Dalam konsep demikian badan pembentuk peraturan perundangan
menjadi positive legislator sedangkan lembaga pelaksana judicial review bertindak sebagai
negative legislator.
Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu gugat tetap
konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip kedaulatan parlemen
(parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian – seperti Inggris dan Perancis,
sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk parlemen – termasuk undang-undang
– dinyatakan tidak dapat diganggu-gugat.
Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau karena
kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus, sehingga
diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di Indonesia terdapat hukum
pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
berlaku umum (berlaku bagi setiap penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan
tertentu, dalam hal ini misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang
khusus yaitu bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus, menyimpang
dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara lain misalnya apa yang
dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan meninggalkan kesatuannya untuk
selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana melarikan diri dari pertempuran, dan lain
sebagainya. Oleh karenanya untuk kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat
umum.
Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri. Misalnya,
Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (Undang-Undang yang umum),
kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM menyimpang dari KUHP. Demikian
juga mengenai hubungan hukum yang khusus dengan hukum yang umum dalam bidang
perdata yaitu, antara hukum dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan
Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH
Perdata berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang
ditentukan menyimpang.
Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het recht),
meliputi:
a. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang menunjukkan tempat
berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu ketentuan hukum atau
perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah negara atau hanya untuk
sebagian wilayah negara.
b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu menyangkut masalah
atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah mengatur persoalan perdata atau
mengatur persoalan publik. Lebih sempit lagi, apakah mengatur persoalan pajak
ataukah mengatur persoalan kewarganegaraan, dan lain sebaginya.
c. Lingkungankuasa orang (personengebied, personal sphere), yaitu menyangkut orang
yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau hanya untuk Pegawai Negeri
atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja, dan lain sebagainya;
d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan sejak kapan
dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau perundang-undangan.
Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang baru, maka ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang berlaku. Dalam hal ini tentunya
apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud, tujuan maupun maknanya.
Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undanganterdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi:
1) Peraturan Desa;
2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
3) Peraturan Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati
hal yang bersifat strategismeliputi:
1) penataan Desa;
2) perencanaan Desa;
3) kerja sama Desa;
4) rencana investasi yang masuk ke Desa;
5) pembentukan BUM Desa;
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan dibiayai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan
yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi:
1) memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan
Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa;
2) memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa;
3) memberikan pedoman penyusunan perencanaan
pembangunan partisipatif;
4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan
Desa; dan
5) melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa.
Evaluasi disini termasuk juga melakukan pembatalan
terhadap Peraturan Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa
merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk
hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan
tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa; dan
5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan,
ras, antar golongan, serta gender.12
Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa untuk
mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan,
tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh
Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui
camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk
dievaluasi.Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu,
Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki
rancangan peraturan desa.Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap menetapkan
menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk mengetahui
bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk
diklarifikasi.Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk tim
klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.
Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum,
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota
menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan
dalam hal hasil klarifikasi bertentangan dengan kepentingan umum,dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan
Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan
Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.Kerja sama antar-Desa sendiri
meliputi:
1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa
untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
3) bidang keamanan dan ketertiban.
Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala
Desa.Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya, dantokoh
masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan organisasi,
tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan bersama
kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja samabertanggung jawab kepada kepala Desa.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam
satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat.Apabila
terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu
kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.Penyelesaian
perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani
oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian melalui
proses hukum.
Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan
Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa danusulan
BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka
didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa
usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.
Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa
dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak
diundangkan.
Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,
pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan
masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Beberapa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu
peserta, undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut:
1) Pimpinan Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa.
2) Pendamping Desa
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau
pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang
dimusyawarahkan.Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.
3) Undangan, Peninjau dan Wartawan
Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan
Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan
keputusan Musyawarah Desa.Undangan disediakan tempat tersendiri.Undangan
harus menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.
4) Pengaturan Pembicaraan
Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok
pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.Apabila peserta menurut
pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan,
kepada yang bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan
dan diminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.
56| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
5) Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah
tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah
Desa dapat meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang
mengganggu ketertiban Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan
apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan
paksa dari ruang musyawarah atas perintah pimpinan Musyawarah Desa.
Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA
PB LembarInforamsi
4 PEMBANGUNAN DESA
Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan
dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan
Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan
September tahun berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa, dilakukan dengan
kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa;
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah Desa
dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
b. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
c. membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan.
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
a. kepala Desa selaku pembina;
b. sekretaris Desa selaku ketua;
c. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
d. anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader
pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
(i) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke desa;
(ii) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
(iii) penyusunan rancangan RKP Desa; dan
(iv) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.
Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:
60| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA
a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan Masuk ke
Desa.
Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu indikatif
Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan informasi diterima kepala
Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap tahun berjalan.
Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:
rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota;
rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan
rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan
anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
b. Pencermatan Ulang RPJM Desa
Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan pembangunan
Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana tercantum dalam dokumen
RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun
rancangan RKP Desa.
c. Penyusunan Rencana RKP Desa
Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
1. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
2. pagu indikatif Desa;
3. pendapatan asli Desa;
4. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota;
5. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
6. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
7. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
8. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri rencana
kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya untuk
kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para kepala desa yang melakukan kerja
sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan prioritas
program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP Desa. Rancangan daftar
usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa.
Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa
yang dilampiri dokumen rancangan RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita
acara disampaikan oleh tim penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Rancangan
RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
A. Pendahuluan
Sebelum UU Desa lahir, pemerintah memiliki dua konsep (pembangunan desa dan pembangunan
perdesaan) yang tidak dikonseptualisasikan dan dikonsolidasikan secara baik. Pembangunan desa
merupakan urusan internal desa, yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dan masyarakat
desa, yang ditopang dengan biaya APBDesa, swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah.
Namun pembangunan desa, yang pada umumnya bias pada pembangunan fisik, tidak dilandasi
dengan kewenangan desa yang jelas dan kemampuan fiskal yang memadai. Pada saat yang sama
banyak Kementerian/Lembaga mempunyai program-program pembangunan di desa (masuk ke
desa), yang hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan obyek penerima manfaat. Akibatnya
desa sebagai kesatuan masyarakat tidak pernah tumbuh menjadi entitas dan institusi yang kuat
dan mandiri dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan.
Karena bersifat mikro-lokal, pembangunan desa tidak dilembagakan ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang maupun Menengah Nasional. RPJMN 2004-2009 dan 2009-2014
tidak mengenal pembangunan desa, melainkan pembangunan perdesaan. Secara teoretis
pembangunan perdesaan (rural development) memadukan pendekatan ruang (spasial), sektoral
dan institusi (desa). Pembangunan perdesaan juga memasukkan dimensi pembangunan desa,
tetapi tidak menyentuh dimensi posisi dan hakekat penguatan desa, sebab pembangunan
perdesaan lebih banyak berbicara tentang aspek-aspek sektoral (pendidikan, kesehatan, pertanian,
energi, dan sebagainya) dalam ruang desa dan masyarakat desa.
Karena itu UU Desa tidak memakai lagi konsep pembangunan perdesaan, melainkan
mengedepankan pembangunan desa (dalam desa atau skala lokal desa) dan pembangunan
kawasan perdesaan (antardesa). Konsep kawasan perdesaan diambil dari UU No. 26/2007 tentang
Tata Ruang, yang menegaskan bahwa kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. UU Desa juga menegaskan bahwa pembangunan kawasan perdesaan
dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan,
dan pemberdayaan masyarakat desa di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan
partisipatif.
Pada dasarnya kawasan perdesaan merupakan sebuah ruang (spatial) atau area yang
mempunyai fungsi pelayanan, pemukiman, pembangunan dan pemberdayaan. Pengertian dan
praktik pembangunan kawasan perdesaan seperti ini tentu bukan hal baru, karena sudah lama
dijalankan oleh pemerintah. Tetapi UU Desa menambahkan aspek pemberdayaan masyarakat dan
yang lebih penting adalah pendekatan pembangunan partisipatif. Dengan lebih bersemangat, UU
Desa menyebut pembangunan desa sebagai “desa membangun” dan pembangunan kawasan
perdesaan sebagai “membangun desa”.
Apa visi, misi dan platform pembangunan kawasan perdesaan? Pertanyaan ini bisa dijawab
dengan spirit “membangun desa” dan pendekatan “pembangunan partisipatif” yang terdapat
dalam pengertian pembangunan kawasan perdesaan. “Membangun desa” adalah menghadirkan
negara ke ranah desa, bukan dalam pengertian negara melakukan campur tangan secara
berlebihan ke dalam desa seperti yang sudah terjadi di masa lalu, bukan pula negara
melaksanakan pembangunan kawasan perdesaan dari atas (top down) tanpa memperhatikan
partisipasi desa dan masyarakat desa.
Dalam konsep “membangun desa” terdapat perspektif pembangunan dan perspektif desa.
Melihat “membangun desa” dengan perspektif pembangunan melahirkan misi dan platform
pemerataan pembangunan yang menyentuh ranah perdesaan, desa dan masyarakat. Sedangkan
melihat “membangun desa” dengan perspektif desa berarti memperkuat desa dalam
B. Memeratakan Pembangunan
Pembangunan kawasan perdesaan bukan hanya berbentuk kegiatan tetapi juga sebagai
pendekatan untuk mengimbangi pembangunan perkotaan. Mengapa demikian? Selama ini ada
ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan, karena pembangunan yang bias perkotaan (urban
bias). Kota merupakan pusat pemerintahan, pelayanan publik, industri, jasa, perdagangan,
keuangan dan pusat pertumbuhan. Sebaliknya desa merupakan ranah pertanian dan
perkampungan yang selalu identik dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan. Desa
menghadapi kekurangan input dan output pertumbuhan sehingga merupakan sumber dan hulu
kemiskinan. Desa menghadapi keterbatasan dalam hal infrastruktur, transportasi, komunikasi, dan
lain sebagainya yang membuat desa terisolasi dari kemajuan dan pertumbuhan. Karena
ketimpangan itu kota menjadi “daya tarik” dan desa menjadi “daya dorong” urbanisasi orang desa
ke kota. Secara demografis, urbanisasi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang
membuat pengurangan penduduk desa dan penambahan penduduk kota. Pada tahun 1995,
penduduk desa masih sebesar 64%, kemudian turun menjadi 58% pada tahun 2000, 52% pada
tahun 2005 dan menurun lagi menjadi 46% pada tahun 2010. Sebaliknya penduduk kota
mengalami peningkatan dari 36% pada tahun 1995 menjadi 54% pada tahun 2010. Saat ini ada
prediksi bahwa penduduk kota akan mencapai 68% pada tahun 2025.
Fakta ketimpangan pembangunan dan urbanisasi itu selalu menjadi pembicaraan publik, kajian
akademik dan perhatian pemerintah. Kini pemerintahan Jokowi-JK menaruh perhatian terhadap
isu ketimpangan pembangunan dan urbanisasi, yang mengedepankan resolusi membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat desa dan daerah. Pembangunan desa (desa
membangun) melalui dana desa dan pembangunan kawasan perdesaan (membangun desa).
Pembangunan kawasan perdesaan dalam konteks ini berarti menghadirkan negara ke ranah
perdesaan, melakukan pemerataan pembangunan, untuk mengurangi ketimpangan dan
urbanisasi. Pusat-pusat pertumbuhan (agroindustri, agrobisnis, agropolitian, agrowisata,
industrialisasi, minapolitan, dan sebagainya) yang berkala menangah dan besar merupakan
bentuk nyata pemerataan pembangunan. Arena ini akan mendatangkan dua keuntungan
langsung bagi masyarakat desa, yaitu lapangan pekerjaan dan kesempatan bisnis bagi pelaku
(wirausaha) ekonomi loka (setempat) yang berasal dari desa.
C. Memperkuat Desa
Memperkuat desa merupakan jantung membangun desa. Dalam formasi pembangunan
partisipatif, pembangunan kawasan perdesaan bukan hanya menempatkan desa sebagai lokasi
dan obyek penerima manfaat, tetapi juga memperkuat posisi desa sebagai subyek yang terlibat
mengakses dalam arena dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan.
D. Memberdayakan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dari bawah (bottom up) merupakan komponen penting pendekatan
pembangunan partisipatif dalam pembangunan kawasan perdesaan. Dalam konteks ini ada
pertanyaan penting: siapa yang disebut masyarakat, bagaimana memberdayakan masyarakat, dan
apa keterkaitan antara memberdayakan masyarakat dengan memperkuat desa?
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya merupakan sebuah teori canggih, tetapi dalam
praktik hanya berbentuk pengembangan kapasitas dan pembentukan kelompok masyarakat
(terdiri dari sejumlah orang) sebagai kanalisasi program pemerintah. Pembentukan kelompok ini
merupakan pendekatan usang sejak 1990-an, yang hanya mampu membuahkan institusi prematur
penerima manfaat proyek pemerintah. Setelah proyek berakhir kelompok masyarakat juga
berakhir.
Dalam pemberdayaan masyarakat yang lebih progresif, pembentukan kelompok oleh
pengelola program harus diakhiri. Ada agenda penting pemberdayaan masyarakat desa dalam
pembangunan kawasan pedesaan.
1. Pengorganisasian pelaku ekonomi desa (petani, nelayan, peternak, perajin dan lain-lain)
yang memiliki kesamaan kepentingan dan tujuan. Organisasi ini menjadi tempat untuk
pembelajaran, konsolidasi kepentingan dan tujuan, institusi bisnis, kerjasama ekonomi dan
yang lainnya.
2. Pengorganisasian kolaborasi antardesa yang memiliki potensi, kepentingan dan tujuan yang
sama, termasuk untuk membentuk BUM Desa Bersama.
Pengorganisasian kolaborasi antara desa, BUM Desa Bersama, dengan asosiasi pelaku
ekonomi desa.
3. Pengembangan kapasitas terhadap asosiasi/organisasi kolobarasi yang telah diorganisir.
Tentu pengembangan kapasitas tidak hanya berhenti pada pelatihan, misalnya pelatihan
tentang kapasitas wirasaha desa. Agenda ini mencakup tiga level: (a) sistem (visi, kebijakan,
aturan main yang dimiliki organisasi); (b) institusi (manajemen organisasi, SDM, keuangan,
bisnis yang dimiliki organisasi); (c) individu (komitmen, kemauan, kemampuan, motivasi
orang per orang dalam organisasi).
Pendekatan pengarusutamaan desa juga penting untuk diterapkan dalam pemberdayaan
masyarakat, untuk memastikan cirikhas Kementerian Desa. Artinya pemberdayaan masyarakat
tidak hanya secara sektoral dalam bentuk pelatihan para pekerja maupun pelatihan wirausaha
seperti yang dilakukan kementerian terkait, tetapi juga menghadirkan institusi desa ke dalam
ranah pemberdayaan masyarakat, atau merajut kolaborasi antara desa dengan asosiasi pelaku
ekonomi desa maupun kerjasama antara BUM Desa dengan institusi ekonomi lainnya.***
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
Undang-Undang Nomor 41, tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Departemen Pertanian.
Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Nomor: 14/DPKP/ SK/07/2016
Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pokok Bahasan 5
KEBIJAKAN PROGRAM
INOVASI DESA
Lembar Informasi
SPB
Kebijakan Program
5.
Inovasi Desa
BABI
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentangDesa,yangselanjutnya
disebutUUDesa,memberikankewenangan kepada Desa,antaralain
kewenangan berdasarkan hakasal usul dankewenangan lokal skala Desa.
PemerintahberupayameningkatkankapasitaskeuanganDesa melalui,
khususnya,melaluitransfer DanaDesadanAlokasiDanaDesa(ADD).
Desadiharapkan meningkatkemampuannyauntukmengaturdan mengurus
kepentinganmasyarakatnyasecara efektif,guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa.
Kapasitas Desa dalam menyelenggarakan pembangunan dalam perspektif
“DesaMembangun”disadarimasih memilikiketerbatasan.Keterbatasan itu
tampak dalamkapasitas aparatPemerintah Desadan masyarakat, kualitas
tata kelolaDesa,maupunsistempendukung yang mewujud melalui regulasi
dankebijakan Pemerintahyang terkaitdengan Desa. Sebagai
dampaknya,kualitas perencanaan,pelaksanaan, pengedalian dan
pemanfaatan kegiatanpembangunan Desakurang optimal dankurang
memberikan dampakterhadappeningkatankesejahteraanmasyarakat Desa.
Menanggapi kondisi diatas, Pemerintah melaluiKementerian Desa,
PembangunanDaerahTertinggal,dan Transmigrasi,yangselanjutnya disebut
KementerianDesaPDTT,sesuaiamanatUUDesa, menyediakan tenaga
pendampingprofesional,yaitu:PendampingLokalDesa(PLD), Pendamping
Desa (PD),sampaiTenaga Ahli(TA)ditingkatKabupaten, Provinsidan
Pusat,untukmemfasilitasi PemerintahDesamelaksanakan
UUDesasecarakonsisten. Pendampingandanpengelolaantenaga pendamping
profesional dengandemikian menjadiisu krusial dalam pelaksanaan UU
Desa.Penguatan kapasitas PendampingProfesional dan efektivitas
pengelolaantenaga pendampingmenjadi agendastrategis Program
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspek lainyang juga harusdiperhatikan secara serius dalampengelolaan
pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai,
menyakinkan, danup todate, mengenaikondisi objektifmaupun
perkembangan Desa-Desayang menunjukkanpencapaian pembangunan
Desa. Ketersediaandata sangat pentingbagi semua pihak yang
berkepentingan, khususnya bagi Pemerintah dalam merumuskan
kebijakanpembangunan. Pegelolaandata dimaksuddalamskala nasional,
dengan kondisiwilayah,khususnya Desa-Desa diIndonesia yang sangat
beragam, tentu memiliki tantangan dan tingkat kesulitan yang besar.
Koreksiataskelemahan/kekurangandanupayaperbaikanterkaitisu-isu
diatasterus dilakukanKementerianDesaPDTTsecaraproaktif,salah
satunyadengan meluncurkanProgramInovasiDesa,yangselanjutnya
disebutPID.PID dirancanguntukmendorongdan memfasilitasipenguatan
kapasitas Desa yang diorientasikan untuk memenuhi pencapaian target
RPJM,dan programprioritas Kementerian DesaPDTT,melalui peningkatkan
produktivitas perdesaan dengan bertumpu pada:
1. pengembanganekonomilokaldankewirausahaan,baikpadaranah
pengembangan usahamasyarakat,maupunusahayangdiprakarsai Desa
melaluiBadanUsaha MilikDesa(BUMDesa)danBadan Usaha Milik
DesaBersama(BUMDesaBersama),sertaProduk UnggulanDesa (Prudes)
danProdukUnggulanKawasanPerdesaan(Prukades)guna
menggerakkandan mengembangkan perekonomian Desa;
2. peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara
produktivitas perdesaandengankualitasSDMini, diharapkanterjadi
dalam jangka pendek maupun dampak signifikan dalam jangka
panjang melaluiinvestasidibidangpendidikandankesehatandasar.
Produktivitas perdesaan,dengandemikian,tidakhanya ditilikdari
aspek/strategi peningkatan pendapatansaja, tetapi jugapengurangan
beban biaya,danhilangnyapotensidimasayangakandatang.
Disampingitu, penekanan isupelayanansosialdasar(PSD)dalam
konteks kualitas SDM ini, juga untuk merangsang kepekaanDesa
terhadap permasalahan krusial terkait pendidikan dan kesehatan
dasardalam penyelenggaraan pembangunan Desa;dan
3. pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya
yang secaralangsungberpengaruhterhadap perkembangan
perekonomian Desa,danmemilikidampakmenguat-rekatkankohesi
sosialmasyarakat perdesaan.
Selain itu,PIDjugamemberidukunganpenguatanmanajemenP3MDdan
pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.
Halmendasardalamrancangbangun PIDadalah:a)inovasi/kebaruan dalam
praktik pembangunan dan pertukaranpengetahuan. Inovasi ini
dipetikdarirealitas/hasilkerjaDesa-Desadalammelaksanakan kegiatan
pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk
ditularkansecarameluas;danb) dukunganteknisdaripenyediajasa
layananteknis secara profesional.Kedua unsuritu diyakiniakan memberikan
kontribusisignifikanterhadappemenuhankebutuhan masyarakat melalui
pembangunan yang didanai dari Anggaran PendapatandanBelanjaDesa
(APBDesa), khususnyaDD.Dengan demikian, PID diharapkan dapat
menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang
berkualitas,merangsangmunculnya inovasi dalampraktik
pembangunan,dansolusiinovatif untukmenggunakanDD secara tepat dan
seefektif mungkin.
PIDdiselenggarakanoleh KementerianDesa PDTT dengandukungan
pendanaan dan perancangan program bersama dengan Bank Dunia,
melaluirestrukturisasi programyangsebelumnyadifokuskanpada
Pendampingan Desa dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa.
B.Dasar Pelaksanaan
PIDdiselenggarakanberdasarkanperjanjianpinjaman(LoanIBRD8217-ID)
antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia.
C.Prinsip Pengelolaan PID
Pengelolaan PID didasarkan pada prinsip-prinsip:
1.taat hukum;
2.transparansi;
3.akuntabilitas;
4.partisipatif
5.inklusif; dan
6.kesetaraan Jender.
D.Para Pihak
Para Pihak yangterlibatdalamperancangan,pelaksanaan maupun
pemantauan program,meliputi Kementerian/LembagaPemerintahsebagai
berikut:
1. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
A.Komponen Pembiayaan
Dana pinjaman/loan IBRD 8217 ID difokuskan dan hanya dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan sesuai komponen, sebagai berikut:
1.komponen 1a. Hibah Inovasi Desa
Hibah Inovasi Desa berupa Dana Bantuan Pemerintah yang
dialokasikan di kecamatan sebagai biaya operasional dan kegiatan
untuk mendorong munculnya inovasi dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan Desa.
2.komponen 1b. Hibah Inkubasi Inovasi Desa
HibahInkubasiInovasiDesaberupaDanaBantuanPemerintahyang
dialokasikan di500 Desa terpilih,sebagai stimulandalam rangka
pengembangan ekonomi lokal desa.
3.komponen 2 – Bantuan Teknis dan Peningkatan Kapasitas
Penyediaantenagaahliuntukkonsultandantenagadukunganteknis
dankegiatan peningkatankapasitasuntukmendoronginovasidalam
pembangunandan pemberdayaanDesadanpeningkatanefektivitas
pengelolaan program pendampingan Desa.
4.komponen 3 - Penguatan Manajemen
Penguatan manajemenuntukmendukung penguatankelembagaan dalam
pengelolaan PID, Pendampingan Desa, Pengawasan
Pembangunan Desa dan Pengembangan Sistem Informasi
Pembangunan Desa.
B.Kegiatan Prioritas
Mengacupadakomponenpembiayaandiatas,bidangkegiatandantarget
capaian PID ditetapkan sebagai berikut:
No Bidang Kegiatan Prioritas
1 PengelolaanPengetahuandanInovasiDesa
1.1 Bantuan Pemerintah 1. Menyediakandana untukoperasionaldan kegiatan
PPID inovasi dan pengelolaan pengetahuan Desadalam
bidang:i) pengembanganekonomi lokal dan
kewirausahaan;ii) pengembangansumberdaya
manusia; iii)infrastrukturdesa;
2. Pertukaran pengetahuan dan kegiatan inovasi
melalui bursainovasi desa.
2 PenguatanP3MDdanPelaksanaan PID
2.1 Penyediaan TA P3MD 1.Rekrutmen dan remunerasi TAP3MDdi Pusatdan
danPID Provinsi;
2.Rekruitmen dan remunerasi TA PID diPusat,
Provinsi danKabupaten
2.2 Peningkatan 1. Evaluasi kinerjaTenagaAhli Pusatdan Provinsi
manajemen 2. Rapatkoordinasi dan evaluasi diPusatdan Provinsi
pendampingan desa
C.Daftar Larangan
Hal-halyang dilaranguntukdilakukandalam pelaksanaanPID antaralain:
1. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berkaitan dengan
politikpraktis;
2. membiayaidan/ataumendukungkegiatanyangmempekerjakananak;
dan
3. membiayaidan/ataumendukungkegiatanyangberdampakmerusak
lingkunganhidup.
D.Pengelolaan Program Inovasi Desa
PengelolaanPIDmengacudandikembangkanberdasarpadaaspek-aspek
sebagai berikut.
1.Pokok-pokok Pengelolaan
a.PIDdikelola olehSatuanKerjaDirektoratJenderal PPMDdan
dilaksanakan oleh 2 (dua) Project Implementing Unit (PIU) yang
beradadibawahSekretariat JenderaldanDirektoratPemberdayaan
MasyarakatDesa, DirektoratJenderal PPMD,Kementerian Desa PDTT;
b. Mengacu secara konsisten pada kerangka kerja PID.
Bagan1.StrukturOrganisasi UK PID-P3D
2) TimPelaksana,merupakanunsurpelaksanadalamUKPID-3PD
yangmemiliki tugas:
a) melaksanakaninstruksidan/atauarahanMenteribaik yang
disampaikansecara langsung ataupunmelaluiSekjen/Irjen;
b) merumuskan isu-isu penting lintas unit eselon I terkait
dengan pelaksanaanprogram;
c) menyiapkanbahan-bahanyangdibutuhkanuntukdibahas
dalampertemuandanpembahasan Dewan Penasehat.
d) menyajikantelaahataskeadaan,perkembangan,dan
permasalahan pelaksanaanprogramdankegiatan di
lingkunganKementerian Desa PDTT;
e) memantaupelaksanaanprogramdankegiatanKementerian
terutama kegiatan prioritasyangmenentukanpencapaian
kinerjaKementerian; dan
f) melakukankoordinasi,harmonisasidansinergiantarunit
eselon1 Kementerian Desa PDTT.
b.Satker Direktorat Jenderal PPMD bertanggungjawab untuk:
1) merumuskan kebijakanoperasional PID;
2) mengeloladanmelaksanakankegiatanstrategisdalamPIDdan
PengelolaanPengetahuan Desa;
3) memantau danmengendalikankinerjaProgram;dan
4) membuat laporan kepada Menteri melalui Sekjen dengan
tembusan kepadaUKPID-P3Ddanpemangkukepentingan terkait.
c. Unitpelaksanaprogram,bertanggungjawabmelaksanakankegiatan
teknis implementasi PID, terdiri dari:
1) DirektoratPemberdayaanMasyarakatDesa,DirektoratJenderal
PPMD, bertindakselaku UnitPelaksana Programdi tingkat
nasional dan bertanggung jawabuntuk:
a) mengelolaadministrasi umum dan perencanaanteknisPID;
b) mengelolaanggaranuntukPID,termasukmengontrakpara
konsultandan PerusahaanPengelolaAdministrasi(PPA);
c) mengkoordinasikan pengelolaan dana dekonsentrasiPID dan
komponen programlainnya dengan satkerP3MDProvinsi,
sesuaiRKA DIPA Dekonsentrasi; dan
d) menjalankanregulasidanmengimplementasikankebijakan
terkaitpengelolaan aset-aset program.
2) SekretariatJenderalbertindaksebagaiUnitPelaksanaProgram,
bertanggungjawab untuk:
a) melakukansupervisi terhadap UKPID-P3D;
b) mengelolaadministrasi umum dan perencanaanteknisPPE;
c) mengelola anggaranuntukPPE,termasukmengontrakpara
konsultan, pakardan/atauLembagapenyedia jasa
peningkatankapasitas dari dalam dan/atau luar negeri
d) mengelolaprogrampengembangankapasitasuntukpejabat
pengawasan/audit;
e) mengembangkankegiatansosialisasidanpublikasiPIDdan
pelaksanaanPembangunanDesapada umumnya.
3) Dinas PMD Provinsimerupakan Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) Provinsiyang ditunjukuntukmelaksanakankegiatan PID
yangdianggarkan melalui DIPA Dekonsentrasi.
3.Manajemen Risiko
a. manajemen risiko bertujuan untuk mencegah hal-hal yang
berpotensi menghambat atau bahkan menghentikan
pelaksanaan program/kegiatan (risiko);
b. manajemen risiko dilakukan mulaidariperencanaan,pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi; dan
c. manajemen risiko dilakukan melalui tahap/langkah:
mengidentifikasi (identify), mengkualifikasi (qualify),
mengevaluasi (evaluate) dan memitigasi (mitigate).
4.Pengawasan
a. pengawasan PID dilaksanakan sesuaistrukturmanajemen program
melibatkan partisipasi masyarakat, dan menerapkan
transparansi;
b. pengawasan serta audit (internal oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian DesaPDTT dan eksternaloleh BPKP)
dilakukanuntuk memastikan risikodiminimalkan terutama
untukmencegah penyimpangan/korupsi;
c. Tenaga Ahli di semua tingkatan memiliki tanggung jawab
pengawasan;
d. audit atas Laporan Keuangan disepakati oleh Satker Pusat dan
Bank Dunia yang akan dilaksanakan oleh BPKP; dan
e. BankDunia memberikanlayananpengawasan tambahanterutama
melalui Tim Kerja yang secara teratur melakukan reviu
ataspelaksanaanprogram
danpencapaiantujuanprogramdanmelalui Tim Fiduciaryyang
memperkuat kapasitas Pemerintah Indonesia di
bidangpengawasan keuangandanpengadaan barang/jasadan
penanganan pengaduan/masalah.
5.Pengadaan Barang dan Jasa
a. pelaksanaanpengadaanbarangdanjasa diSatkerPusatdanSatker
DekonsentrasiProvinsi,yang bersumberdariLoanIBRD mengacu
kepada ketentuan pengadaan barang/jasa Bank Dunia.
b. pengadaan barang dan jasa di kelompok masyarakat dilaksanakan
secara swakelola dan pengadaan langsung dengan prinsip efisien,
ekonomis dan transparan.
A.Komponen Kegiatan
Penguatan manajemendimaksudkan agar pengelolaanPID secara terintegrasi
dengan program prioritas Kementerian Desa PDTT.Selain itu, penguatan
manajemenjuga dimaksudkan untukmendorong terwujudnya integrasi
seluruhlinidan unitkerjasehingga pelaksanaanPembangunan dan
PemberdayaanMasyarakat Desadapatberjalan secaraefektif dan efisien.
Kebutuhan dan isu-isu di atas direspon PID melalui rangkaian kegiatan
program yangdikelompokkansesuaikomponenkegiatan yangdiuraikan
dibawah ini.
B.Program Pengembangan Eksekutif (Executive TransformationProgram)
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pejabat di
lingkunganKementerianDesa,PDTT,denganprioritaspadapejabateselon
1 dan 2 meliputi:
1. Pelatihan dan/ataulokakarya didalamdan/atau diluar negeridalam
bentuk program pengembangan profesional bersertifikasi sesuai
subyek dansumberdaya yangdibutuhkan, yangberhubunganerat dengan
kapasitas dan prioritas Kementerian.Kegiatan ini akan dilaksanakan
melalui kerja sama dengan perguruan tinggi atau
lembagapenyelenggara pelatihan lokal maupun internasional.
2. Executive Coaching
Kegiatan ini dikhususkan untuk mengawal aplikasi hasil dari
pelatihan maupun lokakaryayangtelah diikutioleh parapejabat
Kementerian Desa, PDTTdengan coach ataupakar yangmemiliki
pengalaman dankapasitasdalammanajemen tingkat eksekutif.
3. Local danInternationalKnowledge Exchange
Kegiatan ini untuk meningkatkan peran global Kementerian Desa
PDTT dalamkerangka Kerjasama Selatan-Selatan,sebagaibentuk
knowledgeexchangedan terciptanyajaringan kerjasamadalam
pengembangan Desa dengan negaralain. Kegiatan ini juga untuk
meningkatkan kapasitasstaf Kementerian dalammerancangdan
melaksanakanprogram, sertamempromosikanInovasi Desa.
4. Menyelenggarakan kegiatan circular forum antar eksekutif atau
pimpinan lembagadalambentuk seminarinternaldi mana narasumbernya
adalahstaf yangtelahmengikutipelatihan atau kegiatan
eksternaldanpesertanya adalahstafdiunitnya yangterkait,
pimpinannya,maupun stafunitlainyangdiundang.Kegiatanini
menjadibentuk pelatihaninternalbagistaflainnya,diseminasi informasidan
pengetahuanbaru,sertamedia untuk menindaklanjuti rencanaaksi dari
tiap kegiatan.
C.PenyediaanTenagaAhliuntukKementerianDesa,PembangunanDaerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Program jugamenyediakansejumlah TenagaAhli untukmembantu
pimpinanKementerianDesa PDTT dalammelakukanpengawasandan
pengendalian dalam pelaksanaan program dan kegiatan PID.
A.Strategi Kegiatan
Strategi yang dikembangkan dalam rangka munculnya inovasi desa
adalah dengan mengoptimalkandibidang: (i)Kewirausahaandan
Pengembangan Ekonomi Lokal, (ii) Pengembangan Sumber Daya
Manusia (pelayanan sosial dasar, dan kewirausahaan sosial) dan
(iii) Infrastruktur desa melalui:
1. PenyediaandanaoperasionalkegiatanPengelolaanPengetahuandan
InovasiDesa
2. PengembanganKapasitas Penyedia Jasa Layanan
Teknis.
3. PengembanganSistemInformasiPembangunan
Desa.
Bagan 3. Akses pada Data Pembangunan Desa (Sistem Informasi Manajemen dengan
Kemampuan Pemantauansecara Langsung)
B.Komponen Kegiatan
1.Dana Bantuan Pemerintah Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
DanaBantuanPemerintahPPIDmerupakandana operasionalkegiatan
yangdialokasikan dikecamatandandigunakan untukmembiayai
berbagai kegiatan pengelolaanpengetahuan. Kegiatan
inidiharapkan dapat mendorong munculnya inovasi dalam
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakatDesa;
khususnya terkait dengan peningkatan kapasitas kewirausahaan
danpengembangan ekonomi lokal,
peningkatankualitasinfrastruktur danpengembangankapasitas
sumber dayamanusia. Penggunaandanaini melaluiproses
pengelolaan pengetahuan secara sistematis, terencana dan
partisipatif, yang meliputi proses:i)identifikasi, ii) validasi,
iii)dokumentasi, iv) pertukaran pengetahuan atau eksposisi dan, v)
replikasi.
2.Pengembangan Kapasitas Penyedia Jasa Layanan Teknis (PJLT)
PJLTadalah organisasiataulembagayang memilikikeahliantertentu
dan diakuisecara profesional sertaberkomitmen membantudesa
dalam meningkatkan kualitaspembangunan dan pemberdayaan
masyarakat
Desa.JenislayananteknisyangdisediakanPJLTmeliputitigabidangkeg
iatan utama yang tidak dapat diberikan oleh pendamping
profesional:(1)KewirausahaandanPengembanganEkonomiLokal,(2)
Pengembangan Sumber Daya Manusia (pelayanan sosial dasar,
84| Modul Pelatihan Pra Tugas Pendamping Desa
dan kewirausahaansosial)
dan(3)infrastrukturDesa.PJLTmemberikan
pelayanandalambentukdukunganteknisberupapelatihan,konsultas
i,
bimbinganteknis,mentoring,danstudisesuaidengankebutuhanDesa
.
PJLTdapatmemfasilitasiDesadalammengidentifikasi,mengorganisir
dan memanfaatkan jaringan kerja yang mendukung peningkatan
produktivitas dan hasil guna kegiatan di Desa. Program akan
mendukung Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam
mengidentifikasi
kebutuhandanmenginventarisasiketersediaan,pendaftaran,verifika
si dan sertifikasi PJLT.
3.Pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Desa (SIPD)
SIPD merupakansalahsatu upayauntuk pengelolaan,evaluasidan
analisa data Desa, yang ditujukan untuk mendukung
tujuan percepatanpembangunanDesa danproduktivitas
desaberbasispada pengelolaandata pembangunanDesa.
Pengelolaandanpengembangan SIPD akan terkoneksidengandata
dasaryang selama ini dihasilkan di Kementerian Desa PDTT dan
aplikasi pengolah data yang sudah berjalan diDesa.
Pengelolaandanpengendalian databertujuanuntuk
menyediakanmodel danplatformuntukmendukungpengolahan
data PID.
MelaluiSIPD,datapembangunandesaakandikumpulkan,dianalisa
dan disajikandengan mengacu kepadavariabelIndikatorKinerja
KeberhasilanProgramdataDesa (targetoutputdata).SIPDakan
menyajikan status danpeningkatan level Desa sebagaidampak
intervensi program terhadap Desa.
C.Target Pencapaian
Secara teknis target pencapaian ini akan dituangkan dalam petunjuk
teknis operasioanalpengelolaanpelaksanaan dan inovasidesa,adapun
bidang-bidang dalam target capaianini adalah:
1.bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi
Lokal;
2.bidang Sumber Daya
Manusia;
3.bidang
Infrastruktur;
4.program Pilot Inkubasi Inovasi Desa
D.Lokasi Program
1.PengelolaanPengetahuan danInovasiDesadilaksanakandiseluruh
Kecamatan, di 434 Kabupaten /kota, di 33 Provinsi (kecuali Provinsi
DKI),
2.Untuk pengembangan kapasitas PJLT dilaksanakan di 246
Kabupaten/Kota yang disesuaikan dengan lokasi program prioritas
Kementerian DesaPDTT; dan
3.Program PilotInkubasiInovasi Desaakandilaksanakandi500Desa.
E.Pelaksana Program
PIDdilaksanakanolehSatkerDitjenPPMD, KementerianDesa,
PembangunanDaerah Tertinggal,dan Transmigrasi,didukungoleh
SekretariatProgram,dan sejumlah tenaga ahlidi tingkatpusat,provinsi,
TAPMdan TAPIDditingkat Kabupaten,TIKdan TPID. Padasetiap
Kabupaten lokasiakan disediakanTenaga Ahliuntuk ProgramPilot
Inkubasi Inovasi Desa.
F.Mekanisme Keuangan
1.Pencairan Dana Bantuan Pemerintah
PPID
Mekanismeiniakandiaturtersendiridalampetunjukteknisbantuan
pemerintah PPID.
G.Koordinasi
1.Program Inovasi Desa dikelola secara terpadu dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan,baik dari unsur
pelaku pemerintah, konsultan/pendamping, dan pelaku
masyarakat.
2.
koordinasidilakukansesuaijalurstruktural(Pemerintah),fungsi
onal (Konsultan/Pendamping),maupunlintas
jalur(strukturaldan fungsional).
3.koordinasi antar pihak terkait dilakukan secara berjenjang
sesuai tingkat pemerintahan dari tingkat nasional sampai
kabupaten.
H.Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Program
1. pemantauan akan dilakukan secara periodik dengan
pengawasan secara melekat, fungsional dan eksternal.
Pendekatan pemantauan dapat dilakukan dengan
pendekatan pemantauan (monitoring) partisipatifdan
studiberkelanjutan selama pelaksanaan program.
Pemantauan dapat dilakukan juga melalui kerja sama
denganPerguruan Tinggi dan atau LSM lokal khususnya
dalam proses pemantauan (monitoring)partisipatif.
2.evaluasiakandilakukandengan melibatkanberbagaipihak khususnya
dalammendukungproses pengembangandankeberhasilanProgram Inovasi
Desa(PID). Evaluasiini dilakukansecara menyeluruhbaik
terhadap(i)kinerjapelaku program,(ii)operasionalkegiatandan(iii)
subtsansi PID yang diidasarkan atas Indikator Keberhasilan Program.
3.pelaporandilakukansecara periodikdanberjenjang.Laporanterdiri
darilaporanbulanan,laporan 6(enam)bulanan,danlaporanakhir.
Pelaksanaan laporanakandilakukan secaradigitaldan manualyang akan
dikoordinasikan olehTANasionalBidang Monitoringdan Evaluasi dan TA
Inovasi Kabupaten bagian pendataan.
PenjelasanlebihlanjuttentangProgramInovasiDesainidituangkan dalam
Petunjuk Teknis dan Panduan.
A.Gambaran Umum
ProgramPembangunan danPemberdayaanMasyarakatDesa (P3MD)
merupakan upaya untukmendukung pelaksanaanUU Desamelalui
penyediaan pendampinganprofesionalbagi Desa. Saatini telahtersedia
sekitar 30.000 (tigapuluh ribu)Pendamping ditingkat Kabupaten,
Kecamatan dan Desa yang didanai dari DIPA Ditjen PPMD (Rupiah Murni).
Untuk mengelola pendampingan ini dibutuhkan tim manajemen atau
tenaga ahlidi tingkat Provinsidan Pusat yangdikelola oleh Perusahaan
PenyediaJasaAdministrasi (PPA).Disampingitu,untukmendukung ketertiban
dan kelancaran administrasi maka dibentuk Sekretariat Program yang
bertanggungjawab atas administrasi keuangan dan kepegawaian program.
Sebagiandana pinjaman,yangbersumberdariIBRD Loan8217-ID akan
digunakanuntukmendanai1(satu)PPAditingkatPusatdan6(enam) PPAdi
tingkatWilayahsertakontrakindividupersonilSekretariatProgram.
B.Komponen Kegiatan
Komponen kegiatanberupapembiayaan atasSekretariatProgram(personil
danoperasional),PPA (kontrakperusahaaan)danTenagaAhli (gaji,
tunjangan,biaya operasional),terdiri dari1(satu) PPAPusatdan 6(enam) PPA
Wilayah.
Di tingkat pusat akan disediakan 19 (sembilan belas) personil di
SekretariatProgram, 47(empatpuluhtujuh)TenagaAhlidibawahPPA
Pusatdan371(tigaratustujuhpuluhsatu)TenagaAhlipada33(tiga
puluhtiga)ProvinsidibawahPPAWilayahdan2.604 (duaribuenamratus empat)
TenagaAhlidi Kabupatendantenagapendukungdikabupatendi bawah Satker
Dekonsentrasi Provinsi.
C.Target Pencapaian
Outputyangdiharapkan dari SekretariatProgram adalahtersedianya
dokumen anggaran, laporan disbursement, dokumenterkait Tenaga Ahli
dan Laporan program.
OutputparaPPA adalahterselenggaranyaadministrasikepegawaian,
dukungan kebutuhan operasional dan penggajian atas para Tenaga Ahli.
Outputdaripara Tenaga AhlidinyatakandalamToRmasing-masing posisi,
antara lain berupa SOP, Modul Pelatihan, Laporan Supervisi, Data,
Laporan lainnyadanoutputlainsesuaibidang tugasdan tanggungjawabnya.
D.Pelaksana dan Koordinasi antar Pihak
PelaksanaprogramadalahSatkerDitjen PPMDKementerianDesa,
PembangunanDaerahTertinggal,dan Transmigrasi.TenagaAhliP3MD dalam
menjalankan tugas saling berkoordinasi dan bekerjasama dengan Tenaga
Ahli Program Inovasi Desa serta dengan Instansi Pemerintah Pusat/
Daerah terkait,sebagaimana terdapat ddalamketentuan SOP Hubungan
Antar Pihak.
E.Mekanisme Keuangan dan Pertanggungjawaban
Mekanisme keuangan dan pertanggungjawaban untuk pembiayaan
kegiatanP3MDadalahmelaluiSatker PusatbaikuntukSekretariat Program,
PPA Pusat maupun PPA Wilayah.
F.Lokasi Kegiatan (Project)
Lokasi kegiatan (project) berkedudukan diPusat dan 33 (tigapuluh tiga)
Provinsi (kecuali DKI Jakarta).
G.Pemantauan (Monitoring) dan Evaluasi
A.Sumber Pembiayaan
BAB IX PENUTUP
Pedoman UmumPIDtelah mencakup semua aspek penyelenggaraanPIDdan
memuat pokok-pokok ketentuan yang selanjutnya diuraikan lebih rinci.
Pedoman Umum ini menjadi dasardan rujukan bagi pengelola danpihak- pihak
terkait dalam pengelolaanPID, guna menyusun dokumen-dokumen teknis yang
dipersyaratkansebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan- kegiatanPID,baik
yangdituangkansebagaiPetunjukTeknis,SOP,maupun Kerangka Acuan Kerja.
Pokok Bahasan 6
RENCANA TINDAK LANJUT HASIL
BURSA INOVASI DI DESA
Lembar Informasi
PB
Rencana Tindak Lanjut
6.
Hasil Bursa Inovasi
A.Pendahuluan
Undang-UndangNo.6/2014 tentangDesa(selanjutnyadisebutUUDesa),
memberikan kewenangankepada Desa, antara lain: kewenangan berdasarkan
hak asal usul dan kewenangan lokal skala Desa. Pemerintah berupaya
meningkatkan kapasitas keuangan Desa melalui, khususnya, melalui
transferDanaDesa (DD)danAlokasi DanaDesa(ADD). Diharapkan,Desa
meningkatkemampuannya untuk mengaturdanmenguruskepentingan
masyarakatnya secara efektif, gunameningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa.
Namun disadari bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggarakan
pembangunan dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas.
Keterbatasan itutampak dalam kapasitas aparat Pemerintah Desa dan
masyarakat,kualitastatakelolaDesa, maupunsistempendukung yang mewujud
melalui regulasi dan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa.
Sebagaidampaknya,kualitasperencanaan,pelaksanaan,pengedalian dan
pemanfaatan kegiatan pembangunanDesa kurang optimaldan kurang
memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Menanggapai kondisi di atas,Pemerintah melaluiKementerian Desa,
PembangunanDaerahTertinggaldanTransmigrasi (selanjutnya disingkat
Kementerian Desa,, PDTT), sesuai amanat UU Desa, menyediakan tenaga
pendampingprofesional,yaitu:PendampingLokalDesa (PLD),Pendamping Desa
(PD), sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat, untuk
memfasilitasi Pemerintah Desa melaksanakan UU Desa secara
konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga pendamping profesional
dengan demikianmenjadiisukrusialdalampelaksanaan UUDesa.Penguatan
kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga
pendamping menjadi agenda strategis Pendampingan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspeklainyangjugaharusdiperhatikansecaraserius dalampengelolaan
pembangunan Desaadalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan,
dan up to date, mengenai kondisi objektif maupun perkembangan Desa-Desa
yangmenunjukkanpencapaian pembangunan Desa.Ketersediaandatasangat
pentingbagisemuapihakyangberkepentingan,khususnya bagiPemerintah dalam
merumuskan kebijakan pembangunan. Pegelolaan data dimaksud dalam
skala nasional, dengan kondisi wilayah, khususnya Desa-Desa di Indonesia
yang sangat beragam, tentu memilikitantangan dan tingkat kesulitan yang
besar.
Koreksiataskelemahan/kekurangandanupayaperbaikan terkaitisu-isudi atas
terus dilakukanKementerian Desa,PDTT secara pro aktif,salah satunya
denganmeluncurkanProgram InovasiDesa(PID).PID dirancanguntuk mendorong
dan memfasilitasi penguatan kapasitas Desa yang diorientasikan untuk
memenuhi pencapaian targetRPJM,dan programprioritas Kementerian Desa
PDTT, melalui peningkatkan produktivitas perdesaan dengan bertumpu
pada:
1.Pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan , baik pada ranah
pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa
melaluiBadanUsahaMilikDesa (BUMDesa)danBadanUsahaMilikDesa
Bersama (BUMDesa Bersama), serta ProdukUnggulan Desa(Prudes) dan
Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades)guna menggerakkan dan
mengembangkan perekonomian Desa;
2.Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara
produktivitasperdesaandengankualitas SDMini,diharapkanterjadidalam
jangkapendekmaupundampaksignifikandalamjangkapanjangmelaluiinvestas
i di bidangpendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan,
dengan demikian, tidak hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan
pendapatan saja, tetapi juga pengurangan beban biaya, dan hilangnya
potensi di masa yang akan datang. Disamping itu, penekanan isu pelayanan
sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas SDMini, juga untuk
merangsangkepekaanDesa terhadap permasalahan krusial terkait
pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan
Desa, dan;
3.Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang
secaralangsung berpengaruh terhadapperkembangan perekonomian Desa,
danmemilikidampak menguat-rekatkan kohesi sosialmasyarakat perdesaan.
Selain itu, PID juga memberi dukunganpenguatan manajemen Program
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan
pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.
Halmendasardalamrancang bangun PIDadalah:a)inovasi/kebaruan dalam
praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari
realitas/hasilkerjaDesa-Desadalammelaksanakan kegiatanpembangunan
yangdidayagunakan sebagaipengetahuanuntukditularkansecarameluas; dan b)
dukungan teknis dari penyedia jasa layanan teknis secara professional. Dua
unsur itu diyakini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap
pemenuhankebutuhanmasyarakatmelaluipembangunan yangdidanaidari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), khususnyaDD. Dengan
demikian, PID diharapkan dapat menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap
layanan teknis yang berkualitas, merangsang munculnya inovasi dalam
praktik pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan Dana Desa
secara tepat dan seefektif mungkin.
PID diselenggarakan oleh Kementerian Desa, PDTT dengan dukungan
pendanaandanperancangan programbersamadenganBankDunia,melalui
restrukturisasi program yang sebelumnya difokuskan pada Pendampingan
Desa dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa.
Salah satu strategi yang dikembangkan PID adalahPengelolaan Pengetahuan
danInovasiDesaadalahsebagaibentukdukungankepadadesa-desaagar lebih
efektif dalammenyusun penggunaan DDsebagai investasi yang mendorong
peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat, maka
melaluikegiataninidisediakanbantuan pemerintahdalam bentukDana
Operasional Kegiatan (DOK)untuk pelaksanaan kegiatan.
B.Tujuan
Tujuan umum kegiatanini adalah;
1.Pengarusutamaan kegiatan-kegiatan inovasi yang dapat mendorong
efektivitas penggunaan atau investasi dana di Desamenuju peningkatan
produktivitas Desa melalui proses pengelolaan pengetahuan secara
sistematis, terencana dan partisipatif;
2.Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan dan pengelolaan program.
Prosespengelolaanpengetahuansecarasistematismeliputiprosesidentifikasi
inovasi, validasi, dokumentasi,proses pertukaran pengetahuan atau eksposisi
dan replikasi. Melalui proses ini diharapkan adanya bursapengetahuan dan
inovasi desa pembangunan perdesaan.
C.Prinsip
Beberapa prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan Pengelolaan Pengetahuan
dan Inovasi Desa meliputi:
1.Partisipatif– Dalamproses pelaksanaannya harusmelibatkan masyarakat,
termasuk kelompok miskin atau terpinggirkan dan kelompok disabilitas.
Masyarakat didorongberperan aktif dalam proses atau alur tahapan
program dan pengawasannyadengan memberikansumbangan tenaga,
pikiran, atau materil;
2.Transparansi dan Akuntabilitas – Masyarakat memiliki akses terhadap
segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan
kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun
administratif;
3.Kolaboratif – Semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan
pembangunandidesa didoronguntuk bekerjasamadanbersinergidalam
menjalankan kegiatan yang disepakati;
4.Keberlanjutan – kegiatan yang dilakukan memiliki potensi untuk
dikembangkandandilanjutkansecara mandiri,sertamendorongkegiatan
pembangunan yang berkelanjutan;
5.Keadilan dan Kesetaraan Gender – Masyarakat, baik laki-laki dan
perempuan,mempunyaikesetaraandalamperannya disetiaptahapan program
dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,serta memiliki
kesejajaran kedudukan.
D.Sasaran
1.Terdokumentasidanterdesiminasi300kegiataninovasiDesa dalambidang
kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal.
2.Terdokumentasidanterdesiminasi500kegiataninovasiDesa dalambidang
sumber daya manusia.
3.Terdokumentasidanterdesiminasi500kegiataninovasiDesa dalambidang
infrastruktur DesaDesa.
Selain itu, melalui Program Inovasi Desayang dilakukandengan strategi;(1).
Penyediaan dana hibah inovasi desa; (2).Pengelolaan penyedia layanan teknis;
(3).Pengelolaan dan akses pada data pembangunan desa,target pencapaian
yang diharapkan adalah:
a.Bidang Kewirausahaan dan PengembanganEkonomi Lokal;
1)Berkembangnya usaha ekonomi Desa (BUMDesa dan BUMDesa
Bersama) yang berkelanjutan di 5000 Desa:
2)Berkembangnya produk unggulan di5000 Desa
b.Bidang Sumber Daya Manusia;
1)Meningkatnya kualitas pelayanan di 10000 Posyandu
2)Meningkatnya kualitas pelayanan di 10.000 PAUD
3)Meningkatnya kapasitas pelaku BUMDesa dan BUMDesa Bersama,
Prudes dan Prukades di 5000 Desa
4)Meningkatnya kapasitas pengelola embung dan prasarana olah raga
Desa di 5000 Desa
c. Bidang Infrastruktur;
1)Meningkatnyadampakekonomipada5000embungdesaataubangunan
penampung air lainnya.
2)Meningkatnya dampak ekonomi pada 5000prasarana olah ragaDesa.
d.Ketentuan Dasar
1.AlokasiBantuanPemerintahDOKPengelolaanPengetahuandanInovasi
Desa
DOKPengelolaanPengetahuandanInovasiDesa(DOKPPID)dialokasikan
disetiapkecamatanyangbesarnyaditentukanberdasarkanjumlahdesa
dantingkatkesulitan.(DaftarLokasi danalokasi ditetapkanoleh Kementerian
Desa, PDTdan Transmigrasi)
2.Pencairan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah DOK PPID
a.DOK dikelola oleh Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yang
berkedudukan di Kecamatan
b.Pencairan dana dilakukan secara bertahap, dimana pengajuan
pencairandana menyertakanrencanapengajuan dana tahapberikutnya
dan laporan perkembangan realisasi kegiatanserta bukti pengeluaran.
3.Prioritas Penggunaan Bantuan Pemerintah DOK PPID
Penggunaan dana operasional meliputi:
a.Penyelenggaraan Bursa Inovasi Desa. Bursa Inovasi Desa adalah
kegiatanuntuk pamerankegiatanpembangunan masyarakatdanDesa yang
telah dinilai inovatif sekaligus sebagai ajang pertukaran
pengetahuan bagi masyarakat dan Desa. Pembiayaan kegiatan dalam
penyelenggaran Bursa Inovasi Desa meliputi:
1)Transportasi pelakuprogram tingkat Desa dan Kabupaten,
2)Biaya operasional penyelenggaraan Bursa,
3)Administrasi dan pelaporan kegiatan.
Secara teknis aturan pencairan dan penggunaan dana operasinal
kegiatanPPIDdiaturtersendirimelalui petunjukteknisbantuan pemerintah
PPID.
b.Kegiatandalamrangkaprosespengelolaanpengetahuan daninovasidi desa
dan kecamatan. Pembiayaan kegiatan yang dapat dilakukan
meliputi:
1)Peningkatan kapasitas TimPelaksana Inovasi Desa,
2)Operasional transportasi TimPelaksanaInovasi Desa,
3)Administrasi Keuangan dan Pelaporan,
4)Penyelenggaraan Musyawarah Antar Desa,
5)Dukungan kepada Desa yang akan melakukan replikasi seperti:
pelatihanteknis,lokakaryapembelajaraninovasi,pembiayaan tenaga
ahli/ pakar dan atau penyedia layanan teknis,
6)Pendokumentasiankegiatan yang dinilai inovatif (cetak, foto, video), dan
7) Diseminasiataupenyebarluasaninovasi(radio,sosialisasi,festival
inovasi).
Orientasi
&Persiapa
n
Pelaksanaan PeningkatanKapasitas
Rapat Pencairan
TPID DOK MAD2
Pelaksanaan Pengelolaan
MAD1 Pengetahuan dan Inovasi:
Identifikasi
Dokumentasi
Eksposisi
Replikasi
DIPA,JuknisDekon,ProgramSOP,
Juk nisPenggunaanDanaBantuan
SatkerPus at
/
Pemerintah DitjenPPMD
Satker Prinsi
ov
Provinsi
4 SPM
KPPN
1.SuratPermintaanDOKPID
5 SP2D 2.SPD
3.ProposalKegiatan&RAB
BANK 3 4.Hasil verifikasi
6
Kabupaten
Transfer
SatkerKabupaten
BANK 1.SPD
2 2.ProposalKegiatandanRAB
3.Hasil verifikasi
TimInovasiKabupaten
Kecamatan
Transfer 7
1.SPD
1 2.ProposalKegiatandanRAB
TimPelaksana InovasiDesa
BANK Keterangan:
GarisDokumen
GarisDana
Keterangan:
Sebelum dilakukannya pencairan danpenyaluran makaSatker Provinsi
membuat Surat Nota Kesepahaman atau MOU dengan SatkerKabupaten
yang isinya berkenaan dengan perikatandantata caraBantuan Pemerintah
DOK PPID.
Tahapan pencairandana bantuan pemerintah PPID sebagaiberikut:
a.Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yang telah dibentuk di tingkat
Kecamatan dan telah melakukan Perjanjian Kerjasama dengan
PPK/Satker P3MD Provinsi (lihat syarat untuk menjadi TPID)
mengajukan permohonan pencairandana ke Satker Kabupaten melalui
TIKdengan dilampiri(1)SuratpermintaanDana(SPD)dan(2)Proposal
Kegiatan yang disertai RAB untuk diverifikasi.
b.DokumenSPDdan proposaldisertaiRAByangtelahdiverifikasiolehTIK
dibantu TA Kabupaten, diserahkan ke Satker Kabupaten untuk
selanjutnya dibuatkan surat pengantarpermintaanpencairan danake
Satker Provinsi.
c. SatkerKabupatenmengirimkansuratpengantarpermintaanpencairan dana
secara kolektif,SPD,proposalkegiatan, RAB danhasilverifikasi ke
PPKSatkerP3MDProvinsi.Pengajuan awalmaksimal30%daridana DOK
PPID dan permintaan dana tahap selanjutnya TPID wajib
menyerahkanRABdisertaiLaporanPenggunaanDana(LPD) sebelumnya dan
menyertakan kwitansi bermateraidan data dukung (dokumen) asli.
d.Berdasarkan surat pengantar permintaan pencairan dana, SPD,
proposal kegiatan, RAB dan hasil verifikasi maka PPK SatkerP3MD
Provinsi memproses pembayaran dengan menerbitkan SPMLSmelalui
Pejabat Penerbit SPMyang ditujukan ke KPPN dengan catatan dokumen
akan diproses lebih lanjut oleh SatkerP3MD Propinsi apabila sudah
benar dan lengkap.
Apabila terdapat kesalahan atau/dankekurangan, dokumen akan
dikembalikan ke satker kabupaten guna dilengkapi atau di revisi.
Terhadap dokumenyang kurang lengkap atau/dan terdapat kesalahan,
SatkerKabupaten bersamadengan TIKsegeramelakukanperbaikan untuk
diserahkan kembali ke SatkerP3MD Provinsiapabila sudah dinyatakan
lengkap dan benar oleh TIK.
5.Penyaluran Dana Bantuan PemerintahPPID
a.BerdasarkanSPMyangditerima,KPPNmenerbitkanSP2DLSkeBank
Operasional KPPN.
b.BankOperasionalKPPNmelakukantransferkeBankSatkerKabupaten.
Transfer yangditerima oleh SatkerKabupaten bukan merupakan
penerimaan APBD Kabupaten.
c. SatkerKabupatenmaksimal3harisetelahdanamasukkerekening segera
menyalurkan dengan melakukan transfer ke rekening bank TPID sesuai
dokumen-dokumen RAB dan atau RPD pada masing-masing TPID di
kecamatan.
C.Tahap Pelaksanaan
1.Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas dilakukan kepadaTPIDsebelum mereka memfasilitasi
dan mengelola Dana Bantuan Pemerintah PPID. Pelaksanaan peningkatan
kapasitasdiawalidengan trainingpratugas.Selanjutnyadapat
dilakukanmelalui on the job training maupunpendekatanpeningkatan
kapasitas lainnya.
2.Pelaksanaan Kegiatan DalamRangka PPID
a.Pelaksanaan kegiatan pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa
dilakukan melalui proses:
1)Identifikasi
Tim pelaksana inovasi desa melakukan kunjungan lapangan untuk
melakukan assessment/ penilaian kegiatan-kegiatan inovasi di
bidang infrastruktur,kewirausahaandanpengembanganekonomi lokal
dan pengembangan sumber daya manusia.Kunjungan ke desa sebagai
forum konsultasi dengan para pelaku program yang
berpotensi dinilai sebagai program inovasi. Kriteria program inovasi
mengacu padaKetentuan Dasarkegiataninovatif sebagaimana yang
tercantum dalam Petunjuk Teknis ini Bab I; Kebijakan Pokok.
2)Dokumentasi
Hasil identifikasi dari masing-masing desa terutama yang masuk
kriteriakegiataninovatifdidokumentasikan dalambentukmedia visual/
video, album photo, artikel/ tulisandan media cetaklainnya.
Selanjutnya dilakukan proses analisa sesuai dengan kearifan lokal
untuk disusun sebagai daftarinovasi desadi wilayah lokasi sasaran.
Daftar inovasi desadianalisa lebih lanjut oleh tim inovasi kabupaten.
3)Pameran/eksposisi kegiatan inovasi yang sudah dilakukan.
Inovasidesayang sudahdirekomendasikanolehtiminovasi kabupaten
digunakan sebagai bahan untukpameran/eksposisi
kegiataninovasi.Pamerankegiataninovasidilakukan diKecamatan
denganmelibatkanseluruhdesadan dilaksanakansebelumdesa- desa
menetapkan APBDes. Kegiatan eksposisi ini dapat berupa festival
desa,“talk show”, lokakarya dengan praktisi program inovasi,
promosimelaluiradioatauTV.Sebisamungkinhasildariinovasi desa juga
dapat mengikuti event pameran/Festival yang ada di wilayah
kabupaten.
4)Replikasi
Replikasi akan dilakukan oleh desa-desa yang berminatdan
berkomitment. Untuk mendukung replikasi ini beberapa kegiatan
antara lain: mengundang pakar ahli, lembaga penyedia layanan
teknisataupraktisiinovasiyangrelevan,workshop,training,dan lain-lain.
b.Secara paralel, Tim Pelaksana juga memfasilitasi kepada desa-desa
berkomitmen dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan-kegiatan
inovasidiluarkegiatan-kegiatanyangselamainisudah biasa dilakukan
melalui APBDes atau swadaya masyarakat.
Contoh:
Beberapa instrumen dasar pertukaran inovasi desa yang dapat
dimodifikasi dan digunakan sesuai kebutuhan;
Kelompok Pertemuankelompoksecararegulardanmemilikikesamaan
Belajar minat untuk saling belajar satu dengan lain, misalkan
sebulan sekali atau sesuai kesepakatan
Workshop Kegiatanterstrukturuntukmendorongpesertamemecahkan
sebuah isuataupermasalahandengancara bekerjasama.
Dapatdilakukanditingkatkecamatan, kabupaten, bahkan
provinsi
D.Tahap Pertanggungjawaban
TIPD menyampaikanlaporan pertanggung jawaban dan penggunaan Dana
BantuanPemerintahPPIDmelaluiMusyawarahAntaraDesaKedua(MAD II).
Laporan pertanggung jawaban ini selanjutnya disampaikan kepadaTIK yang
ditembuskan kepada Satker Provinsi.
BAB IV. PELAPORAN,MONITORINGDAN EVALUASI
A.Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan PPIDdilakukan secaraberkaladan berjenjang:
1.Pelaporan TA Kabupaten ke Provinsi dilakukan setiap akhir bulan,
2.Pelaporan TA Provinsi ke Pusat dilakukan setiap 2 (dua) bulan dan
ditujukan kepada Koordinator Bidang Manajemen Data,Informasi dan
Pengelolaan Pengetahuan.
3.Pelaporan PPID dikoordinasikan oleh Koordinator Bidang Manajemen Data,
Informasi dan Pengelolaan Pengetahuansetiap 4 (empat) bulan.
B.Monitoring / Pemantauan
Pemantauan akandilakukan secaraperiodik dengan pengawasan secara
melekat, fungsional dan eksternal.Pendekatan pemantauandapat dilakukan
dengan pendekatan antara lain: monitoring partisipatif danstudi
berkelanjutan selama pelaksanaan program. Pemantauan dapat dilakukan
juga melalui kerja samadengan Perguruan Tinggidanatau LSM lokal khususnya
dalam proses monitoring partisipatif.
C.Evaluasi:
Evaluasiakandilakukan denganmelibatkanberbagaipihakkhususnya dalam
mendukung prosespengembangan dankeberhasilan program Inovasi Desa.
Evaluasi ini dilakukan secara menyeluruh baik itukinerjapelakuprogram,
operasionalkegiatandansubtansiprogramInovasi desayangdiidasarkanatas
Indikator Keberhasilan Program.
BAB V.
PENUTUP
PTOPPIDinisebagaipedomansemua pelakukepentingan
yangterlibatagar memahami secara teknis, filosofis, sertamemandu
pendamping professional dalam memfasilitasi proses pelaksanaan
kegiatan PPIDdari pusat hingga daerah. Jika diperlukan
penambahan dan pengayaan terkait isi dari PTOini dapat
diskusikan bersama agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
dengantujuanyangdiharapkan.
Apabila terdapat perubahan kebijakanberkenaan denganpelaksanaan
PPID pada Program Inovasi Desa, makaPTO iniakandilakukan
perubahan berdasarkan perubahan kebijakan tersebut.
Pokok Bahasan 7
Pengelolaan
Inovasi Desa
Lembar Informasi
PB
Pengelolaan Inovasi
7.
MODEL PENGELOLAAN INOVASI
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan diagnosa yang dilakukan di sejumlah lokasi, banyak pengetahuan dan kegiatan
inovatif yang telah dilakukan atas inisiatif masyarakat, Pemerintah Desa maupun Kabupaten
dalam menjawab sebuah tantangan atau dalam menjalankan kegiatan pembangunan.
Pertukaran pengetahuan dan pembelajaran antar-desa maupun dengan kabupaten pun telah
terjadi. Inisiatif tersebut dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan mendapat
dukungan dari berbagai program.
Meski demikian, seiring berhentinya sebuah program, tidak sedikit inisiatif yang hilang. Untuk
itu, perlu ada sistem pengelolaan inisiatif yang memiliki nilai-nilai inovasi. Selain untuk
menjamin keberlanjutan inisiatif tersebut, pengelolaan yang baik dapat memungkinkan pihak
lain mengakses informasi terkait inisiatif atau inovasi tersebut, menjadikan inspirasi atau
bahkan rujukan bagi penyelesaian masalah mereka atau pengayaan kegiatan pembangunan
yang lebih efektif dan inovatif.
Ilustrasi 2 – Melalui
pengelolaan yang
baik, inisiatif atau
praktik cerdas yang
memiliki nilai-nilai
inovasi tersebut dapat
diakses dan diketahui
berbagai pihak dari
berbagai lokus
2) Apa saja yang termasuk Kriteria Inovasi dalam model ini? Kriteria Inovasi adalah segala
bentuk inisiatif atau “gebrakan” dari masyarakat/ group/ satuan kerja, baik dalam
perencanaan dan pengembangan PSD sebagai akibat dari intervensi Generasi maupun
aktivitas lainnya yang:
a. Sangat Dibutuhkan (ada permintaan) di masyarakat
b. Terdefinisi dengan baik
c. Dapat direkam
d. Dapat/layak untuk dibagikan
e. Dapat diulang dan dikembangkan
f. Relevan
1) Apa itu Model Pengelolaan Inovasi di Tingkat Kabupatan? Sebuah model pengelolaan
inovasi serta upaya diseminasi, monitoring dan evaluasinya, yang dilaksanakan di
tingkat Kabupaten;
2) Apa tujuannya?
a. Mendorong Kabupaten mengelola inovasi, serta menjadikannya sebagai Aset
Daerah yang bermanfaat bagi percepatan pembangunan desa melalui
penggunaan dana desa yang lebih efektif dan inovatif;
b. Mendorong Kabupaten memiliki media dan forum komunikasi dan belajar
melalui pertukaran inovasi secara regular dan berkelanjutan.
3) Siapa yang mengelola model ini? Sebuah Tim Inovasi di Tingkat Kabupaten
1) Apa itu Model Pengelolaan Inovasi di Tingkat Kecamatan? Sebuah model pengelolaan
dan diseminasi inovasi yang dikelola dan dilaksanakan di tingkat Kecamatan.
2) Apa tujuannya?
a. Melanjutkan bahkan mengembangkan upaya-upaya inovatif yang lahir di
masyarakat untuk mencapai kemandirian desa melalui penggunaan dana desa
yang lebih efektif dan inovatif;
b. Mendokumentasikan praktik cerdas yang memiliki muataan inovasi dari setiap
desa dan menjadikannya sebagai Aset Kecamatan;
c. Menyediakan media pembelajaran atau forum pertukaran inovasi di tingkat
kecamatan untuk kemajuan bersama.
3) Siapa yang mengelola model ini? Sebuah Tim Pelaksana Inovasi Desa yang
berkedudukan di Kecamatan
Berikut ini adalah contoh beberapa instrumen dasar kegiatan peningkatan kapasitas bagi desa
yang dapat dimodifikasi dan digunakan sesuai kebutuhan dalam memfasilitasi kebutuhan desa
yang akan mereplikasi inovasi.
Kelompok Pertemuan kelompok secara regular dan memiliki kesamaan minat untuk saling belajar satu
Belajar dengan lain, misalkan sebulan sekali atau sesuai kesepakatan
Konferensi Mengirim perwakilan desa/ daerah untuk menghadiri pertemuan dimana sejumlah besar
peserta datang bersama-sama untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka tentang
topik/ tema khusus, terutama pengetahuan yang dimiliki desa/ daerah atau yang mungkin
dibutuhkan desa/ daerah.
Kunjungan pakar Mengirim atau mengundang praktisi atau pakar khusus dari sebuah desa/ kabupaten/
organisasi penyedia pengetahuan ke sebuah desa/ kabupaten/ organisasiyang
membutuhkannya untuk menilai kondisi riil saat ini dan memberikan bimbingan dalam
penyelesaian masalah atau tantangan yang dihadapi
Bincang Memfasilitasi perbincangan antara pihak yang memiliki pengetahuan dengan pihak yang
Pengetahuan membutuhkan (agen perubahan) guna menggali akar masalah dan membuka wawasan hingga
menghasilkan sebuah tindakan atau hasil nyata
Studi tur Kunjungan atau serangkaian kunjungan, baik oleh individu atau group, ke satu atau lebih desa/
kecamatan/ kabupaten atau tempat-tempat di kecamatan/ kabupaten yang sama, dengan
tujuan untuk mempelajari dan mendalami hal/ bidang khusus secara langsung dari sumbernya,
misalkan bagaimana satu hal dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil
Tandem Menggandeng desa/lembaga dengan potensi sama, namun lebih matang dan berpengalaman,
untuk bermitra guna menghasilkan sesuatu yang menguntungkan kedua belah pihak
Workshop Kegiatan terstruktur untuk mendorong peserta memecahkan sebuah isu atau permasalahan
dengan cara bekerjasama. Dapat dilakukan di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi
Lampiran – Contoh-contoh materi yang dapat digunakan untuk sosialisasi, promosi, publikasi
atau pelatihan
1) Baliho/backwall 9) Buletin
2) Backdrop 10) Website
3) Spanduk 11) Cerita bergambar
4) Banner 12) Infografik
5) Brosur/flier 13) Videografik/animasi/dokumenter
6) Poster 14) Buku Pembelajaran
7) Press release 15) Dll
8) Infokit
Lampiran – Contoh-contoh kegiatan sosialisasi, promosi atau publikasi yang dapat dilakukan
Pokok Bahasan 8
RENCANA KERJA TINDAK LANJUT
Daftar Pustaka
Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Bappenas, edisi III (2011). Perkembangan Perdagangan dan Investasi, Jakarta.
Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport, Connecticut:
Greenwood Press.
Didin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Dwiyanto, Agus dkk., (2003). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta: Direkorat
Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama dengan KOMPAK.
Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman
Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Jakarta: Departemen Dalam Negeri.
M. Silahuddin, (2015). Buku 1: Kewenangan Desa dan Regulasi Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Mochammad Zaini Mustakim, (2015). Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Naeni Amanulloh, (2015). Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Nyoman Oka (2009). Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan Fasilitator CLAPP
(Community Learning And Action Participatory Process), MITRA SAMYA dengan
dukungan AusAID ACCESS.
Osborne, David dan Ted Gaebler, (1996). Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54/2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Jakarta: Direktur
jenderl Bina Pembangunan Deerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539).
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5864);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tatacara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1967);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak AsalUsul dan Kewenangan Berskala Lokal Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 158);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa (Berita
Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 160);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 11
PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA