DESA
PENDAMPING
DESA
(Kompetensi Umum)
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
(Kompetensi Umum)
PENDAMPING
DESA
MODUL PELATIHAN
PRATUGAS PENDAMPING
DESA (KOMPETENSI UMUM)
PENDAMPING
DESA
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2.
3.
4.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
5.
6.
7.
Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
8.
9.
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya
bahwa Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
telah hadir dihadapan pembaca. Secara umum modul pelatihan ini
dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga pendamping profesional di tingkat
Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung kebijakan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bidang pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan masyarakat
secara efektif dan bekelanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desapasal 128 huruf (2) dijelaskan bahwa secara teknis
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga Pendamping
Desa
(PD)
yangbertugasdiKecamatansecaraumumakan
bertugasuntukmendampingi pelaksanaanUndang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa.DalammenjalankantugasnyadiKecamatan,Pendamping
Desaakan
bekerjasamadenganCamatdanaparat
pemerintahandi
Kecamatanumumnya
sertapelakupelakupendampinganUndang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
diDesa,seperti PendampingLokalDesa,Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa(KPMD)dan kelembagaan masyarakat lainnya.
Peningkatan kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan Desa yang pada
akhirnya akan menentukan pencapaian tujuan dan target pelaksanaan
Undang-Undang Desa. Kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
yang dimaksud mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Daftar
Isi
Daftar Istilah
Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Daftar Isi
Panduan
Pelatih
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
vii
x
i
xii
i
xv
1
15
27
29
47
57
73
95
97
10
5
11
5
133
175
177
191
201
205
207
221
135
151
8.1.
8.2.
8.3.
8.4.
255
237
251
255
265
267
277
283
297
323
325
327
329
339
341
361
377
385
11.1.
11.2.
11.3.
11.4.
403
405
419
431
447
12.1.
12.2.
461
463
471
Daftar Pustaka
477
PENDAMPING
DESA
Panduan Pelatih
Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, Pemerintah, PemerintahProvinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
berkewajiban
untuk melakukan Pendampingan Desa dalam rangka
pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa. Salah satunya adalah
menyangkut kesiapan pemerintah baik dalam menyiapkan tata kelola dan
penyesuaian kerja birokrasi, maupun dalam melakukan pendampingan
masyarakat Desa. Pendampingan yang dilakukan pemerintah sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 2015 bertujuan; (a) Meningkatkan kapasitas,
efektivitas dan akuntabilitas Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
(b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa
dalam pembangunan desa yang partisipatif;
(c) Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor;dan
(d) Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
Peningkatan kapasitas pendamping desa menjadi salah satunya aspek
penting yang dapat membantu pencapai tujuan dan target pelaksanaan
Undang-Undang Desa secara optimal. Kapasitas pendampingan desa yang
dimaksud mencakup:
(1)
(3)
Desa
dalam
mendorong
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
(2)
(3)
(4)
(5)
Sasaran Pengguna
Secara
khusus
modul
pelatihan
ini
ditujukan
bagi
pendamping
di
(2)
Secara rinci tugas pokok Pendamping Desa yang terdiri dari PD-PMD,
dan PD-ID, diuraikan sebagai berikut:
Ruang Lingkup
Materi Pelatihan pratugas Pendamping Desa dirumuskan berdasarkan hasil
kajian terhadap kompetensi dasar yang harus dimiliki Pendamping Desa
sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi Pendamping Desa disusun sesuai tingkat
penguasaan kompetensi yang terdiri (K1) pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3)
Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001)
dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:
K2
(Sikap)
K3 (Keterampilan)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengetahuan;
Memahami;
Mengaplikasikan;
Menganalisis;
Mensintesis;
Mengevaluasi.
1.
2.
3.
4.
5.
Penerimaan
Menanggapi
Penilaian (valuing)
Mengorganisasikan
Karakterisasi
1.
2.
3.
4.
Meniru
Memanipulasi
Pengalamiahan
Artikulasi
2.
3.
4.
POKOK
BAHASAN
3
Dinamika
Kelompok dan
Pengorganisasian
Peserta
KOMPETENSI
P
PRETEST
1.1. Perkenalan
1.2. Ungkapan Harapan Peserta
Tatakelola Desa
& Kelembagaan
Desa
3
2
Pembangunan
Desa
Perspektif
Undang- Undang
Desa
6.
JP
Fasilitasi
Kerjasama Antar
Desa
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa
3
2
2
2
1
3
2
1
2
3
1
2
2
1
2
7.
8.
Pengarusutama
an Inklusi Sosial
Pendampingan
Desa
2
2
2
1
2
2
2
NO
1
9.
10.
11.
12.
POKOK
BAHASAN
4
8.3. Etika Kerja Pendamping Desa
8.4. Kerangka Kerja Pendamping Desa
Membangun Tim
Kerja di
Kecamatan
Fasilitasi
Peningkatan
Kapasitas
Pendamping Lokal
Desa
Supervisi
Pendamping
Lokal Desa
Rangkuman,
Evaluasi dan
Rencana Kerja
Tindak Lanjut
KOMPETENSI
P
6
2
7
2
JP
8
2
1
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
2
3
12
1
1
1
2
3
70
2.
POKOK
BAHASAN
3
PD - P
Fasilitasi
Pengelolaan
Keuangan Desa
PengembanganEko
no miDesa
KOMPETENSI
P
JP
8
2
2
2
3
2
3
Perdesaan
2.3. Pendirian BUMA Desa dan atau BUMDesa
Bersama.
NO
POKOK
BAHASAN
1
3.
3
Pengembangan
Paket
Pelatihan
Peningkatan
Kapasitas
4.
Fasilitasi
Pelayanan Sosial
Dasar
B.
1.
PD - TI
Kajian kebutuhan
prasarana desa
dan antar desa
4
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
TOR Pelatihan
Analisis Kebutuhan Pelatihan
Paket Modul Pelatihan
Media dan Alat Bantu Pelatihan
KOMPETENSI
P
5
2
2
2
2
6
2
2
3
3
JP
8
1
1
1
1
3
2
2
2
31
4
4
2
2
2
2
3
2
2.
Perencanaan
prasarana desa
dan antar desa
3
3
2
2
2
2
4
4
3.
Pelaksanaan
Sarana
Prasarana Desa
Pemanfaatan dan
Pemeliharaan
Sarana Prasarana
Desa
4.
5.
Peningkatan
Kapasitas
Kader
Teknikdan
PLD
Keterangan: 1 JP = 45 menit
31
Skema Pelatihan
TabelPenjelasan
Ikon
dan kain. Dalam beberapa kasus yang disajikan dapat diganti dengan
pengalaman atau tema yang diajukan langsung dari peserta.
Modul pelatihan iniakan efektif, jika diterapkan secara kreatif
tergantung pada kemampuan Anda sebagai pelatih dan pembimbing belajar.
Janganlah ragu untuk memodifikasi atau menyesuaikan dengan kebutuhan
pembelajaran di sekolah. Ingatlah
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
1
DINAMIKA KELOMPOK
DAN PENGORGANISASIAN
PESERTA
PENDAMPING DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
1.1
Bina Suasana,
Perkenalan dan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Saling mengenal antara pelatih dan peserta serta
peserta dengan peserta;
2. Membentuk kepengurusan kelas;
3. Mengungkapkan harapan dan kontrak belajar.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Permainan, refleksi diri, pengisian biodata peserta
Media
Lembar Permainan dan Lembar Informasi
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
|1
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
9.
Pada saat sesi perkenalan libatkanlah seluruh peserta melalui aktivitas permainan yang mendorong keterbu
yang diperlukan agar suasana mencair dan siap untuk mengikuti pelatihan. Namun, pembatasan waktu perl
Dalam pembahasan aturan main, pelatih jangan larut dengan suasana diskusi atau perdebatan panjang. Ing
:
:
:
Proses Permainan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10) Akhirilah permainan setelah melihat semua peserta sudah saling kenal;
(11) Ajaklah
dengan
peserta
(12) Selanjutnya
Bagaimana
Anda
masyarakat,
mengenalnya?
mengetahui
jika
kita
persoalan
tidak
Kontrak
Belajar
1. Waktu/Jadwal
2. Penggunaan HP
3. Merokok
4. Izin keluar kelas
5. Izin keluar tempat pelatihan
6. Ngantuk
7. Terlambat
8. Dan lain-lain
Lembar Kerja
1.1.1
: ........................................................
.......................
:
........................................................
: .......................
: ........................................................
.......................
:
........................................................
: .......................
: ........................................................
.......................
:
........................................................
.......................
Lembar Kerja
1.1.2
BIODATA PESERTA
Nama lengkap
Jenis Kelamin
Tempat tanggal Lahir
Status
Kawin /Tidak kawin *)
Agama
Alamat tempat tugas
Telp:
:
: Pria/ wanita *)
:
:
:
:
Fax:
Fax:
Pendidikan ( Lulusan):
SD, Tamat tahun:
SLTP, Tamat tahun:
SLTA, Tamat tahun:
9. Pelatihan yang pernah dikuti terkait dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa:
a.
b.
c.
d. e
(tahun
(tahun
(tahun
(tahun
(tahun
......)
......)
......)
......)
......)
Pembuat Biodata,
.
Tanda tangan dan Nama Terang
PENDAMPING
DESA
SP
B
1.1.
1
A.
Lembar Informasi
Panduan Memulai
Pelatihan
Kontrak Belajar dan Pemetaan
Harapan
Pengantar
Memulai proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh fasilitator bersama peserta untuk membangun kerangka
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak
dicapai serta kesiapan mental menghadapi berbagai aktivitas belajar sesuai
situasi dan rencana pelatihan yang telah ditetapkan. Memulai pelatihan
merupakan tema pokok dan hal prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator
untuk menelaah kembali kesesuaian materi pelatihan dengan kondisi dan
kebutuhan para peserta, bukan sepenuhnya dirumuskan secara sepihak
oleh fasilitator atau penyelenggara saja. Namun tidak berarti fasilitator tidak
menyiapkan rancangan pelatihan secara utuh. Hanya saja rancangan itu
perlu dikenalkan kepada peserta dan disesuaikan dengan harapan peserta.
Apabila rancangan pelatihan yang telah disusun oleh pelatih atau
penyelenggara benar-benar didasarkan atas asumsi dan pengalaman yang
telah teruji kehandalannya, maka biasanya tidak akan berbeda dengan
harapan yang dikemukakan peserta. Apalagi jika peserta telah memperoleh
informasi awal berkaitan dengan tujuan dan materi yang akan disampaikan
melalui pelatihan itu. Sekaligus bagi pelatih menegaskan kembali pokokpokok pikiran, tujuan dan pengalaman yang telah dirancang dengan
kebutuhan siswa agar proses belajar berjalan secara efektif.
Secara psikologis kegiatan ini sangat menentukan proses dan hasil
yang ingin dicapai selama pelatihan berlangsung, terutama menyangkut
kesiapan peserta dalam menerima materi, pemahaman harapan dan tujuan,
tingkat kesulitan yang akan dihadapi pada saat interaksi pembelajaran di
laksanakan. Bagi pelatih pengenalan yang menyeluruh tentang kesiapan
penyelenggaraan dan karakteristik kelompok sasaran akan menentukan
bentuk interaksi dan strategi pelatihan yang akan digunakan. Sedangkan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 9
PENDAMPING
DESA
B.
Perkenalan
(2)
(3)
C.
Harapan Peserta
PENDAMPING
DESA
akan berlangsung. Jika terdapat
kekhawatiran dari peserta dapat menjadi
catatan penting untuk perbaikan proses pembelajaran.
D.
Aturan Main
E.
Jadual Pelatihan
Hal lain yang perlu dikomunikasikan kepada peserta ialah waktu atau jadwal
belajar yang akan dilaksanakan. Biasanya jadwal pelatihan dirancang
berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan. Penentuan jadwal sangat
tergantung dari persiapan dan rancangan pelatihan itu sendiri. Jika sebelum
pelatihan, jadwal tersebut sudah didiskusikan tidak perlu lagi dibahas cukup
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 11
F.
MUSIKAL
Peraturan dirubah dalam bentuk musik
atau syair lagu baik digubah oleh
peserta maupun dengan melodi atau
lirik lagu terkenal yang mudah diingat
peserta. Atau Anda dapat merancang
peraturan disesuaikan dengan tema
atau lirik lagu tertentu.
MATEMATIKA-LOGIS
Peraturan diberi simbol berupa
nomor dan penyebutannya dilakukan
dengan menggunakan angka.
Misalnya: Anda telah melanggar
aturan nomor 3
INTERPERSONAL
Peserta bertanggung jawab
merumuskan peraturan pada awal sesi
pelatihan dan mengembangkan caracara yang unik dengan kerjasama
kelompok dan mengkomunikasikan
peraturan tersebut.
SPASIAL
Peraturan dituangkan dalam simbol
grafis yang mewakili apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan
pada saat pembelajaran. Misalnya:
tanda dilarang merokok dengan
menggambarkan
rokok
ditandai
KINESTETIS-JASMANI
Setiap aturan di kelas memiliki ciri
khusus. Peserta dapat menunjukkan
pemahamannya tentang peraturan itu
dengan memberikan isyarat tubuh.
INTRAPERSONAL
Masing-masing peserta bertanggung
jawab pada satu peraturan, mengetahui
seluk beluk peraturan, konsekuensi,
konsistensi, dan menterjemahkan dalam
tindakan.
NATURALIS
Setiap peraturan yang disepakati peserta
dihubungkan dengan sifat atau
karakteristik lingkungan alam atau benda
hidup lain, seperti tumbuhan dan binatang
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
1.2
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan Alur dan proses pelatihan bagi
pelatih (TOT) Pendamping Teknis Kabupaten;
2. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta;
3. Pembentukan Tim Pelatih.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Sumbang Saran
Media
Media Tayang, Lembar Kerja dan Lembar Informasi.
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Alur dan Proses Pelatihan
1.
2.
3.
4.
5.
Kegiatan 2: Pre-Test
6.
8.
9.
14. Berikan
kesempatan
kepada
peserta
memikirkan,
merefeksikan dan mempertimbangkan pilihan beberapa
PB/SPB yang dikuasainya Misalnya, teknik fasilitasi,
Pembagian Tim Pelatih sangat tergantung situasi dan kondisi peserta dan pola
masing-masing. Secara konsisten tim yang telah terbentuk sekaligus akan men
b.
c.
d.
e.
Nam
a
Potensi/
Kompete
nsi
Materi yang
Dikuasai
(PB/SPB)
PENDAMPING
DESA
SP
B
1.2.
1
A.
Lembar Informasi
Memahami
Karakteristik dan
Kemampuam Awal
Peserta
(Pembelajar)
Pengertian
Pembelajar, warga belajar atau peserta pelatihan adalah manusia dengan
segala fitrahnya memiliki perasaan dan pikiran serta keinginan atau
aspirasi. Pembelajar sebagai peserta pelatihan mempunyai kebutuhan dasar
yang perlu dipenuhi, kebutuhan akan rasa aman, dihargai, mendapatkan
pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya
sendiri sesuai dengan potensinya). Dalam perkembangan psikologis,
pembelajar memiliki tahapan tertentu yang menunjukkan potensi dan
kemampuan aktualnya. Bagi orang dewasa ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak, logis, terstruktur,
aktualisasi diri dan memecahkan masalah.
Pelatih juga harus memahami perkembangan intelektual pembelajar
sebagaimana diuraikan oleh Piaget menggambarkan fungsi intelektual
kedalam tiga persfektif, yaitu: (1) proses mendasar bagaimana terjadinya
perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibirium); (2) cara
bagaimana
pembentukan
pengetahuan;
dan
(3)
tahap-tahap
perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat
erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif.
Pembelajaran akan berhasil kalau penyusun silabus dan pelatih mampu
menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta
karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar mereka berada pada
B.
Potensi Pembelajar
Salah satu temuan yang menarik dikemukan oleh Howard Gardner (1995)
tentang kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences), diantaranya:
kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), logismatematis (kemampuan berfikir
PENDAMPING
DESA
C.
1.
Pengalaman
2.
Lingkungan
3.
PENDAMPING
4.
Genetika
5.
Gaya HIdup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan
lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat
perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah raga, obatobatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of
California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan
mendengarkan musik Mozart.
D.
Kecerdasan Majemuk
No
Kecerdasan
Penjelas
an
1.
Linguistik
No
Kecerdasan
Penjelas
2.
Matematis Logis
Kemampuan menggunakan
an angka dengan baik
(misalnya ahlimatematika, fisikawan, akuntan
pajak, dan ahli statistik). Melakukan penalaran
(misalnya, programmer, ilmuwan danahli logika).
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada
polahubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi
logis danabstraksi lain. Proses yang digunakan
dalam kecerdasan matematis-logis yaitu:
katagorisasi, pengambilan keputusan, generalisasi,
perhitungan dan pengujian hipotesis
3.
Spasial
4.
Kinestetis-Jasmani
5.
Musikal
6.
Interpersonal
No
Kecerdasan
7.
Intrapersonal
8.
Naturalis
9.
Spiritual
E.
Penjelasan
melakukan tindakan tertentu.
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak
berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan memahami diri secara akurat
mencakup kekuatan danketerbatasan. Kesadaran
akan suasana hati, maksud, motivasi,temperamen,
keinginan, disiplin diri, memahami danmenghargai
diri.
Keahlian mengenali dan mengkatagorikan spesies,
flora danfauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini
meliputi kepekaanpada fenomena alam. Misalnya
formasi awan dan gunung. Bagimereka yang
tinggal di daerah perkotaan,
kemampuanmembedakan benda mati seperti
mobil, rumah, dan sampulkaset (CD).
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu
yang bersifattransenden atau penyadaran akan
nilai-nilai akidah- keimanan,keyakinan akan
kebesaran Allah SWT. Kecerdasan ini
meliputiKesadaran suara hati, internalisasi nilai,
visioning, aktualisasi,keikhlasan, ihsan. Misalnya
menghayati batal dan haram dalamagama,
toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan
takdirbaik dan buruk. Mengaktualisasikan hubungan
dengan AlKhaliq berdasarkan keyakinannya.
(2)
tidak akan berulang lagi pada waktu lain. Misalnya petani sedang
menanam tanaman umur panjang atau seorang pengrajin sedang
membuat tenunan, dokumentasikan langkah-langkah dan kemahiran
dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM memungkinkan
seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan disket praktis
dan mudah ditelaah pelatih, petani, pedagang atau pengusaha kecil
dan peserta pelatihan lain.
(3) Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
2
PRESPEK
TIF UNDANGUNDANG DESA
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
SP
B
2.1
Rencana
Pembelajaran
Perubahan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
4. Mengungkapkan visi Undang-Undang Desa;
5. Menguraikan kerangka atau paradigmaDesa baru;
6. Menjelaskan arah perubahan Desa dalam mendorong
keberpihakan kepada masyarakat miskin, kelompok marjinal
dan berkebutuhan khusus.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi
Kelompok dan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Visi Undang-Undang Desa
1.
2.
3.
Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan bacaan tentang visi dan semangat Undang-Und
akan disampaikan pada sesi pembelajaran.
4.
5.
6.
8.
9.
pokok-pokok
pikiran
yang
pokok-pokok
perubahan
c.
d. mendorong
prakarsa,
gerakan,
dan
partisipasi
masyarakat Desa untuk pengembanganpotensi dan Aset
Desa guna kesejahteraan bersama.
e.
f.
serta
No
Unsur-Unsur
1.
Dasar Konstitusi
2.
Dasar hukum
3.
Visi-misi
4.
Asas utama
5.
Kedudukan
6.
Kewenangan
7.
Politik
8.
9.
Model pembangunan
10.
Karakter politik
11.
Demokrasi
12.
Inklusi Sosial
Desa Baru
Peran
Pendamping
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
No
1.
Memberikan pengakuan
dan penghormatan atas
Desa yang sudah ada
dengan keberagamannya.
2.
Memberikan kejelasan
status dan kepastian
hukum atas Desa dalam
sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.
3.
Melestarikan dan
memajukan adat, tradisi,
dan budaya masyarakat
Desa.
4.
Mendorong prakarsa,
gerakan, dan partisipasi
masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan
Aset Desa guna
kesejahteraan bersama.
5.
Membentuk Pemerintahan
Desa yang profesional,
efisien dan efektif,
terbuka, serta
bertanggung jawab.
6.
Meningkatkan pelayanan
publik bagi warga
masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum.
7.
Meningkatkan ketahanan
sosial budaya masyarakat
Desa.
8.
Memajukan
perekonomian
masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan
pembangunan
nasional.
Strategi/Upay
a Memperkuat
Desa
Peran
Pendamping
No
9.
Memperkuat masyarakat
Desa sebagai subjek
pembangunan.
Strategi/Upay
a Memperkuat
Desa
Peran
Pendamping
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
PENDAMPING
DESA
SP
B
2.1
A.
Lembar
Informasi
Paradigma Desa
Latar Belakang
Sejak kemerdekaan 1945, Republik Indonesia tidak pernah memiliki
kebijakan dan regulasi tentang desa yang kokoh, legitimate dan
berkelanjutan. Perdebatan akademik yang tidak selesai, tarik menarik politik
yang keras, kepentingan ekonomi politik yang menghambat, dan hasrat
proyek merupakan rangkaian penyebabnya. Prof. Selo Soemardjan, Bapak
Sosiologi Indonesia dan sekaligus promotor otonomi desa, berulangkali sejak
1956 menegaskan bahwa sikap politik pemerintah terhadap Desa tidak
pernah jelas.
Perdebatan yang berlangsung di sepanjang hayat selalu berkutat pada
dua hal. Pertama, debat tentang hakekat, makna dan visi negara atas Desa.
Sederet masalah konkret (kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan,
ketergantungan) yang melekat pada Desa, senantiasa menghadirkan
pertanyaan: Desa mau dibawa kemana? Apa hakekat Desa? Apa makna dan
manfaat Desa bagi negara dan masyarakat? Apa manfaat Desa yang hakiki
jika Desa hanya menjadi tempat bermukim dan hanya unit administratif
yang disuruh mengeluarkan berbagai surat keterangan?
Kedua, debat politik-hukum tentang frasa kesatuan masyarakat hukum
adat dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) serta kedudukan Desa dalam tata
negara Republik Indonesia. Satu pihak mengatakan bahwa Desa bukanlah
kesatuan
masyarakat
hukum
adat,
melainkan
sebagai
struktur
pemerintahan yang paling bawah. Pihak lain mengatakan berbeda, bahwa
yang disebut kesatuan masyarakat hukum adat adalah Desa atau sebutan
lain seperti nagari, gampong, marga, kampung, negeri dan lain-lain yang
telah ada jauh sebelum NKRI lahir.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 37
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
Dengan pengaturan seperti ini, diharapkan Desa akan layak sebagai tempat
kehidupan dan penghidupan. Bahkan lebih dari itu, Desa diharapkan akan
menjadi fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan
datang.
Disamping itu, Undang-Undang tentang Desa ini diharapkan mengangkat Desa
pada posisi subyek yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, karena akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan
konteks keragaman lokal, serta merupakan instrumen untuk membangun visi
menuju kehidupan baru Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera.
B.
Desa
Baru
UUD 1945 Pasal
18 B ayat 2 dan
Pasal
18 ayat
7
UU
No. 6/2014
Visi-misi
Tidak ada
Asas utama
Kedudukan
Desentralisasi-residualitas
Desa sebagai organisasi
pemerintahan yang berada
dalam sistem pemerintahan
kabupaten/kota (local state
government)
Delivery
kewenangan
dan program
Target: pemerintah
menentukan target-target
kuantitatif dalam
membangun Desa
Selain kewenangan asal
usul, menegaskan tentang
sebagian urusan
kabupaten/kota yang
diserahkan kepada Desa
Lokasi: Desa sebagai lokasi
proyek dari atas
Kewenangan
Politik tempat
Unsur-Unsur
Desa Lama
Posisi dalam
pembangunan
Obyek
Model
pembangunan
Government driven
development atau
community driven
development
Karakter
politik
Demokrasi
C.
1.
Desa Baru
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Subyek
Village driven development
Village driven development,
dengan penekanan pada
peningkatan kapasitas,
kepemilikan aset ekonomi dan
revitalisasi budaya Desa.
Desa Inklusif
Demokrasi menjadi asas, nilai,
sistem dan tatakelola. Membentuk
demokrasi inklusif, deliberatif dan
partisipatif
Penguatan Desa
Desa Maju, Kuat, Mandiri dan Demokratis
Desa harus semakin maju tetapi tidak meninggalkan tradisi, dan tetap
merawat tradisi tetapi tidak ketinggalan jaman. Desa maju juga paralel
dengan desa kuat dan desa mandiri. Desa kuat dan desa mandiri, keduanya
menjadi visi-misi UU Desa, merupakan dua sisi mata uang. Di dalam desa
kuat dan desa mandiri terkandung prakarsa lokal, kapasitas, bahkan pada
titik tertinggi adalah desa yang berdaulat secara politik. Konsep desa kuat
senantiasa diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan daerah kuat dan
negara kuat. Negara kuat bukan berarti mempunyai struktur yang besar dan
berkuasa secara dominan terhadap semua aspek kehidupan. Otonomi dan
kapasitas merupakan tolok ukur negara kuat. Negara otonom adalah negara
yang sanggup mengambil keputusan secara mandiri, sekaligus kebal dari
pengaruh berbagai kelompok ekonomi politik maupun kekuatan global.
Kapasitas negara terkait dengan kemampuan negara menggunakan alatalat kekerasan dan sistem pemaksa untuk menciptakan law and order
(keamanan, keteraturan, ketertiban, ketentraman, dan sebagainya),
mengelola pelayanan publik dan pembangunan untuk fungsi welfare
(kesejahteraan), serta melakukan proteksi terhadap wilayah, tanah air,
manusia, masyarakat maupun sumberdaya alam.
Desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik.
Dalam Desa kuat terdapat kemandirian Desa, dan dalam Desa mandiri
terdapat kandungan Desa kuat. Kapasitas Desa menjadi jantung
kemandirian Desa. Secara khusus dalam Desa kuat terdapat dua makna
penting. Pertama, Desa memiliki legitimasi di mata masyarakat Desa.
Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap institusi,
kebijakan dan regulasi Desa. Tentu legitimasi bisa terjadi kalau Desa
40| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
2.
3.
kabupaten/kota, yang
menerima
kewenangan dari bupati/walikota.
pelimpahan
sebagian
(sisa-sisa)
dari atas (Alessandro Colombo, 2012; Soetoro Eko ). Dengan kalimat lain,
subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan
kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal
kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi
dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai bagian dari tawarmenawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang berdaulat (mandiri)
dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak
mengurangi risiko-risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah
dari pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas sentral. Berangkat
dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan
otoritas sentral (pemerintah lebih tinggi) dan sekaligus memberi ruang pada
organisasi di bawah untuk mengambil keputusan dan menggunakan
kewenangan secara mandiri (Christopher Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996;
Andreas Fllesdal, 1999).
Sotoro Eko (2015) memberikan tiga makna subsidiaritas. Pertama,
urusan lokal atau kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal
lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini Desa, yang paling
dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah
lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang
kepentingan masyarakat setempat kepada Desa.
Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas
desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala Desa
menjadi kewenangan Desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU
No. 6/2014 subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal
berskala Desa menjadi kewenangan Desa. Penetapan itu berbeda dengan
penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim dikenal dalam asas
desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan asas rekognisi yang
menghormati dan mengakui kewenangan asal-usul Desa, penetapan ala
subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus memberi
batas- batas yang jelas tentang kewenangan Desa tanpa melalui mekanisme
penyerahan dari kabupaten/kota.
Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari
atas terhadap kewenangan lokal Desa, melainkan melakukan dukungan dan
fasilitasi terhadap Desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan
dan mendukung prakarsa dan tindakan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan
salah satu tujuan penting UU No. 6/2014, yakni memperkuat Desa sebagai
subyek pembangunan, yang mampu dan mandiri mengembangkan prakarsa
dan aset Desa untuk kesejahteraan bersama.
4.
Desa, sebagai kesatuan masyarakat hukum atau badan hukum publik juga
memiliki kewenangan meskipun tidak seluas kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah. Kewenangan Desa adalah hak Desa untuk mengatur,
mengurus dan bertanggung
jawab
atas urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat. Mengatur dan mengurus mempunyai
beberapa makna:
(1)
(2)
(3)
(4)
(2)
(3)
(4)
atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari
bupati/walikota.
Daftar Pustaka
Soetoro Eko., dkk. (2015).Regulasi Baru Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat
Undang- Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
, (2014). Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum
Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
2.2
Memahami
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang asas dalam konteks Undang-Undang Desa;
2. Menguraikan definisi desa berdasarkan Undang-Undang Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat.
Media
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
3.
4.
6.
7.
Buatlah kesimpulan
dilakukan.
dari
pembahasan
yang
telah
PENDAMPING
DESA
SP
B
2.
A.
Lembar
Informasi
Paradigma Desa
dalam Undang-
Pendahuluan
Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Definisi Desa dijelasakan
bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentangg Desa, membuka harapan
bahwa desa didudukkan kembali posisinya sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat sesuai hak asal usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community
dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat
yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian
rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya
melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah
dalam pelaksanaan hak asalusul, terutama menyangkut pelestarian sosial
Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian
adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hokum
adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan
asli.
Dengan demikian, kewenangan desa selain berupa urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa, juga
memperoleh kewenangan dari pemerintah tingkat atasnya (Pemerintah
Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/kota) untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan tertentu, yaitu penugasan. Pasal 22 UU. No.6 Tahun 2014,
Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa
meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
PENDAMPING
DESA
B.
PENDAMPING
dengan kesatuan masyarakat hukum yang disebut daerah. Kedua, desa atau
yang disebut dengan nama lain merupakan entitas yang sudah ada sebelum
NKRI lahir pada tahun 1945, yang sudah memiliki susunan asli maupun
membawa hak asal-usul. Ketiga, desa merupakan bagian dari keragaman
atau multikulturalisme Indonesia yang tidak serta merta bisa diseragamkan.
Keempat, dalam lintasan sejarah yang panjang, desa secara struktural
menerima
pelimpahan
sebagian
(sisa-sisa)
kewenangan
dari
bupati/walikota. Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua
bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan
dominasi dan menggantikan organisasi yang
kecil dan lemah dalam
menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial
yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan (dari bahasa
Latin, subsidium afferre) kepada organisasi yang lebih kecil dalam
pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih
kecil-bawah, ketimbang dipaksa dari atas (Alessandro Colombo, 2012).
Dengan kalimat lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang
alokasi atau penggunaan kewenangan dalam tatanan
politik, yang
notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral.
Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai
bagian dari tawar-menawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang
berdaulat (mandiri) dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity
juga hendak mengurangi risiko- risiko bagi subunit pemerintahan atau
komunitas bawah dari pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas
sentral. Berangkat dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan
pembatasan kekuasaan otoritas sentral (pemerintah lebih tinggi) dan
sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil
keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri (Christopher
Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996; Andreas Fllesdal, 1999).
Tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan
masyarakat setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh
organisasi lokal, dalam hal ini desa, yang paling dekat dengan masyarakat.
Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan
kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat
setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan
seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal
berskala desa menjadi kewenangan desa melalui undang-undang. Dalam
penjelasan UU No. 6/2014 subsidiaritas mengandung makna penetapan
kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa. Penetapan itu
berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim
dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan
asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal- usul
desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan
sekaligus memberi batas-batas yang jelas tentang kewenangan desa tanpa
melalui mekanisme penyerahan dari kabupaten/kota. Ketiga, pemerintah
tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari atas terhadap kewenangan
lokal desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap desa.
Pemerintah mendorong,
memberikan kepercayaan dan mendukung
prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan
C.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
e.
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
2.3
Kewenangan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa;
2. Menguraikan kewenangan lokal skala Desa.
3. Menguraikan
kewengan
berdasarkan
penugasan
pemerintah
baik
tingkat
Pusat,
Provinsi,
dan
Kabupaten/Kota.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Videografis, dan Diskusi.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
No
Jenis Kewenangan
Keterangan
No
Jenis Kewenangan
Keterangan
No
Jenis Kewenangan
Keterangan
PENDAMPING
DESA
SP
B
2.
3
Lembar
Informasi
Kewenangan
Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri
A. Pengantar
Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa,
diatur di Bab IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 (lima) pasal, yaitu pasal
18 sampai pasal 22. Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah di atas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2015 tentang
Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan Menteri ini menjadi
acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam
menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa.
Tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan
Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya
Peraturan tersebut, ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya
mengacu pada Permendagri No. 44 tahun 2016. Bacaan di bawah ini
merupakan ringkasan atas Permendagri tentang Kewenangan Desa
tersebut.
PENDAMPING
DESA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
(2)
a.
b.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
(2)
(3)
(4)
Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul diatur dan diurus oleh
Desa.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
(2)
(3)
(4)
b.
c.
d.
b.
c.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
meningkatkan
daya
Pemerintahan Desa;
e.
f.
guna
dan
hasil
guna
penyelenggaraan
b.
c.
d.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
g. pengisian jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat; dan
h. masa jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat.
Perincian kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan yang
ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa berlaku mutatis mutandis bagi Desa
Adat.
a.
b.
c.
jenis kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan
kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat;
(2)
(3)
(4)
(5)
pendanaan.
oleh
Bupati/Walikota
I.
J.
Pelaporan
K.
b.
c.
d.
L.
Pembiayaan
b.
c.
d.
e.
Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 71
M.
Ketentuan Lain
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
2.4
Trimatra
Pembangunan
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
Menguraikan
arah
kebijakan
pembangunan
dan
pemberdayaan masyarakat Desa mencakup Jaring Komunitas
Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar
Budaya Desa (LBD);
2.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Arah Kebijakan
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa (Tri Matra)
1.
2.
3.
dalam
proses
d. Bagaimana
dukungan
implementasi
kebijakan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di
tingkat pusat, daerah (provinsi dan Kabupaten/Kota)?
4.
5.
7.
Pembahasan materi ini terkait dengan tugas TAPM yang terdiri dari Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD),
penyelenggara dapat mengatur kegiatan belajar dengan dua cara. Pertama, peserta di setiap kelas dengan
8.
9.
kesimpulan
dari
Kebijakan
Pokok
Program
Bentuk
Kegiatan
Prose
s
Fasilita
Pemangk
u
Kepenting
Catatan
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
Kebijakan
Pokok
Program
Bentuk
Kegiatan
Prose
s
Fasilita
Pemangk
u
Kepenting
Catatan
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
Kebijakan
Pokok
Program
Bentuk
Kegiatan
Prose
s
Fasilita
Pemangk
u
Kepenting
Catatan
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
PENDAMPING
DESA
SP
B
2.
4
A.
Lembar Informasi
Kebijakan
Pembangunan dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Secara umum arah kebijakan dan strategi pembangunan Desa dan kawasan
perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan
transmigrasi serta kepulauan dan pulau kecil, sebagai berikut:
1.
Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum Desa termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografis Desa,
melalui strategi:
a.
b.
c.
d.
2.
b.
fasilitasi,
pembinaan,
maupun
pendampingan
dalam
pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit, kesempatan
berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; dan
PENDAMPING
DESA
c.
3.
f.
4.
mengembangkan
kewirausahaan;
pendidikan
berbasis
ketrampilan
dan
b.
c.
mengembangkan
kapasitas
dan
pendampingan
kelembagaan
kemasyarakat
an
desa
dan
kelembagaan adat secara berkelanjutan;
d.
e.
menguatkan
kapasitas
masyarakat
desa
dan
masyarakat
adat
dalam
mengelola
dan
memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan,
serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir
secara berkelanjutan; dan
5.
memastikan
berbagai
perangkat
peraturan
pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa,
dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP
Sistem Keuangan Desa;
c.
d.
mempersiapkan
Pemerintah
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota
dalam
mengoperasionalisasi
pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat
ditetapkan menjadi desa adat.
PENDAMPING
a.
DESA dan
melengkapi
mensosialisasikan
peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa;
b.
c.
6.
7.
b.
c.
d.
e.
f.
menjalankan
program-program
investasi
pembangunan perdesaan dengan pola shareholding
melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang
saham;
g.
b.
c.
B.
1.
2.
3.
C.
1)
mengembangkan
kewirausahaan;
2)
mendorong
kesehatan;
3)
mengembangkan
kapasitas
dan
pendampingan
lembaga
kemasyarakatan desa dan lembaga adat secara berkelanjutan;
4)
5)
6)
meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dan
kelembagaan
masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial,
lingkungan keamanan dan politik; (vii) meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring
pembangunan desa; dan
7)
peran
pendidikan
aktif
berbasis
masyarakat
keterampilan
dalam
pendidikan
dan
dan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
D.
Jenderal
Pembangunan
dan
(Karya
Desa).
Matra
ini
mempromosikan
1.
2.
3.
alam
lokal,
teknologi
lokal,
dan
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari
kerja budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan,
persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan
pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini
mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi
warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan
lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi),
tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar
Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena
kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan,
solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama.
Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan
Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan
baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan,
bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja
budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of
conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan
mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan.
Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa
tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen
untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD
dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan dapat
melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak
yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa.
E.
meningkatkan
kapasitas
warga
atau
masyarakat
desa
dalam
pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala
ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain:
1.
Peningkatan
investasi
ekonomi
desa
melalui
pengadaan,
pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan
peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
F.
Pembangunan
infrastruktur
transportasi
perdesaan
guna
mendukung peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu:
jalan, jembatan, tambatan perahu;
2.
3.
G.
2.
3.
keikutsertaan
pelaku
atau
pemanfaat
utama
pembangunan
(stakeholdersutama) dapat meningkatkan rasa kepemilikan dalam
proses pembangunan, penggunaan sumberdaya lebih baik untuk
memobilisasi sumberdaya lokal dalam mensubstitusi input dari luar
secara efektif dan efisien;
4.
H.
2.
3.
ekonomi desa seperti BUM Desa, koperasi dan lembaga ekonomi mikro
lainnya.
I.
Teknologi Tepat Guna Teknologi Tepat Guna (TTG) lahir sebagai jawaban
(respons positif) para ilmuan, peneliti, pemerintah dan masyarakat dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebutuhan, dan
tantangan hidup masyarakat. Tujuan Teknologi Tepat Guna: Menerapkan
konsep-konsep manajemen modern ke dalam praktek (dunia nyata dan
perilaku
masyarakat)
dalam
upaya
optimalisasi
hasil
produksi/pendapatannya. Teknologi tepat guna merupakan salah satu
alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Desa.
Teknologi tersebut harus berpotensi memenuhi kriteria, yaitu: (a)
mengkonversi sumberdaya alam, (b) menyerap tenaga kerja, (c) memacu
industri rumah tangga, dan (d) meningkatkan pendapatan masyarakat.
Secara nasional, bahwa untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,
mempercepat kemajuan desa dan menghadapi persaingan global dipandang
perlu
melakukan
percepatan
pembangunan
perdesaan
melalui
pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang yang didukung oleh
penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
Konferensi Nasional Teknologi Tepat Guna 2014 dilakukan dalam dua
kelompok Konferensi, yaitu Kelompok Kebijakan dan Kelembagaan serta
Kelompok Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna. Jumlah
peserta yang hadir sekitar 100 orang, berasal dari lembaga pemerintah
pusat dan daerah, peneliti dan akademisi dari perguruan tinggi, maupun
praktisi pengusaha kecil menengah dan lembaga swadaya masyarakat. Para
peserta Konferensi menyepakati pula hal-hal khusus di ranah Kebijakan,
Kelembagaan, serta Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat
Guna sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
sesuai kebutuhan
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
J.
2.
4.
5.
6.
Daftar Pustaka
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
3
TATA KELOLA
DAN
KELEMBAGAAN
DESA
PENDAMPING DESA
SP
B
3.1
Rencana
Pembelajaran
PENDAMPING
DESA
Kelembagaan
Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan
peran
utama
Kelembagaan
Pemerintahan Desa;
2. Menjelaskan hubungan kerja antar Lembaga
Pemerintahan Desa.
Waktu
45 menit (1 JP)
Metode
Pemaparan, curah pendapat
Media
Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
3.
4.
SP
B
3.1
A.
Lembar
Informasi
Kelembagaan
Pengantar
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6
Tahun 2014 tentang Desa, berkedudukan
sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan
sebagai
pemimpin
masyarakat.Meskipun
Kepala desa memperoleh banyak penugasan
dari pemerintah, tetapi harus ditegaskan bahwa
ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah.
Kepala
desa
adalah
pemimpin
masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh
mandat dari rakyat, yang harus mengakar
dekat
dengan
masyarakat,
sekaligus
melindungi, mengayomi dan melayani warga
masyarakat.Kepala desa berbeda dengan
camat maupun lurah.Camat merupakan pejabat
(2)
B.
Perangkat Desa
Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa;
pelaksana
kewilayahan;
dan
pelaksana
teknis.Perangkat desa bertugas membantu
dan bertanggungjawab kepada Kepala
C.
pemerintahan,
terutama
mengawal
permusyawaratan dalam musyawarah Desa.
berlangsungnya
forum
PENDAMPING
DESA
Definisi
BPD
UU No. 32/2004
Lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagai
unsur penyelenggara
pemerintahan desa
2.
Kedudukan
BPD
3.
Fungsi
hukum
4.
Fungs
i
politi
k
UU No. 6/2014
Lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis
Sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan
desa. BPD berwenang dan
ikut mengatur dan mengurus
desa.
Menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa
menampung dan
menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa;
melakukan pengawasan
kinerja Kepala Desa
Menyelenggarakan
musyawarah desa
D.
PENDAMPING
tahun sebelumnya.MusyawarahDESA
desa diselenggarakan BPD dengan sumber
pendanaan dari APBDesa.Musyawarah Desa sangat penting dalam
mewujudkan demokrasi berlandaskan
musyawarah
(deliberative
democracy) dimana keputusan-keputusan
E.
Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompokkelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat
(kelompoknya) secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah
yang akan menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa.
BPD bersama masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil
pembangunan yang dijadikan bahan pembahasan Musyawarah Desa.
(2)
(3)
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
3.
2
Musyawarah Desa
Sebagai Penggerak
Demokratisasi
Desa
Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
3.
Menguraikan
mekanisme
pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi
Media
Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, Bahan Presentasi, Film, dan LCD
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 105
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasanMusyawarah Desa Sebagai Penggerak
demokratisasi Desa.
2. Tanyakan kepada peserta apakah ada yang pernah terlibat
dalam musyawarah desa dan apa yang bisa dijelaskan
tentang musyawarah desa, siapa saja yang terlibat, apa saja
yang dibahas, bagaimana keterlibatan masyarakat, dan
bagaimana proses pengambilan keputusan.
3. Berikan tanggapan terhadap pendapat peserta dan berikan
penegasan dengan mengunakan media tayang tentang
Musyawarah Desa, dengan memberikan kesempatan tanya
jawab.
4. Menonton film pendek tentang musyawarah desa, dengan
meminta peserta untuk memberikan pengamatan terhadap
praktek musyawarah desa tersebut.
5. Membagi peserta ke dalam 3-4 kelompok, mendiskusikan hal
positif dan hal yang perlu ditingkatkan dari praktek
musyawarah desa dalam film tersebut terkait dengan :
Keterwakilan peserta
PENDAMPING
DESA
SP
B
3.
2
A.
Lembar Informasi
Musyawarah Desa
Sebagai Penggerak
Demokratisasi
Desa
B.
PENDAMPING
DESA
D.
1)
2)
Demokratis
Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan
kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan
pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan halhal yang bersifat startegis di desa.Musyawarah desa merupakan
representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan
pembangunan di desa.Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas,
kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis.
3)
Transparan
PENDAMPING
DESA
Akuntabel
Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan
harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis,
administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa.
E.
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya
mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat
strategis, pengawasan dan perlakuan yang sama dalam menyampaikan
aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam
penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong
terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses
berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari
musyawarah.
F.
Karakteristik Musyawarah Desa
Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu:
Pertama, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif.Artinya
seluruh elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas
kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.Mereka membangun aksi
kolektif untuk kepentingan desa.Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir
sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan modal.
Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau
demokrasi untuk semua.Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama,
suku, aliran, golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam
pembahasan hal-hal startegis di desa.
Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif.Artinya
Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi,
diskusi atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama.
Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif.
Artinya Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari
intervensi negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan
masyarakat.
dari
sebuah
musyawarah
desa,
2)
3)
4)
5)
6)
Adanya kebersamaan
7)
8)
9)
Menghindari celaan
H.
1) Pimpinan Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa
berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib
Musyawarah Desa.
2) Pendamping Desa
yang
benar
dan
lengkap
tentang
pokok
4) Pengaturan Pembicaraan
Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari
pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.Apabila peserta
menurut
pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari
pokok pembicaraan, kepada yang bersangkutan oleh pimpinan
Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara
kembali kepada pokok pembicaraan.
I.
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara
112| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
a.
c.
Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil
dalam Musyawarah Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah
1 (satu) orang dari jumlah peserta yang hadir.Jika dalam keputusan
tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara, diupayakan
agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.
d.
e.
f.
Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu
atau kesepakatan para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan
atau musyawarah secara intensif.Demikian halnya dalam Musyawarah
ditemukan jalan
atau semangat
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
3.3
Kepemimpinan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah Pengalaman, Pemaparan, Curah Pendapat, Studi
Kasus (muatan lokal), dan Analisis Sosial.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Hakekat Demokrasi dan Kepemimpinan
Desa
8.
9.
10. Lakukan
penggalian
terhadap
pengamatan
dan
pengalaman peserta tentang praktek kepemimpinan di
Desa yang selama ini dilaksanakan.
Pelatih dapat menggunakan cara lain dengan mengawali proses pelatihan dengan mendiskuskan tentang ke
membangun kehidupan yang demokratis.
Pelatih dapat menggunakan cara lain dengan menggunakan terstimoni dari peserta (jika peserta ada yang
menggunakan kartu permainan kepemimpinan Desa, dimana setiap peserta diminta untuk menuliskan satu
Cara lain dengan menggali pengalaman dari peserta tentang bagaimana mendorong kepemimpinan yang m
No
Unsur-Unsur
1.
Warga masyarakat
2.
Kepala Desa
3.
Badan
Permusyawaratan
Desa (BPD)
Lembaga Masyarakat
Desa
4.
Sebelum UU No. 6
Tahun 2014
Desa Baru
Sesudah UU No.
6 Tahun 2014
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
No
Aspek Fungsi
dan
Kewenangan
1.
Pemerintahan
Desa
2.
Pembangunan
Desa
3.
Pembinaan
Kemasyarakatan
Desa
4.
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa
Pola
Kepemimpinan
yang
Strategi
Peran
Pendamping
Catatan:
(1)
(2)
(3)
PENDAMPING
DESA
SP
B
3.
A.
Lembar Informasi
Tipologi Kepemimpinan
Desa
PENDAMPING
DESA
Desa harus tegas dan berwibawa agar orang yan dipengaruhinya dapat
menaruh hormat sebagai panutan dalam kehidupannya di desa. Demikian
juga Sears (Ibid,2005:4) menyatakan bahwa pemimpin adalah seseorang
yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan,
menyelesaikan perselisihan diantara anggota kelompok, memberi dorongan,
menjadi panutan, dan berada di depan dalam aktivitas kelompok.
Kemampuan memimpin pun tidak begitu saja muncul bagaikan
mimpin melainkan melalui proses sesorang dalam perkembangan
dilingkungannya maupun dalam keluarga sehingga tiap-tiap pemimpin
memiliki ciri sendiri-sendiri dalam seni memimpin. Untuk itu seorang Kepala
Desa harus memiliki pengalaman yang baik dalam kehidupan sehari-hari
dalam memiliki pengetahuan akan desa yang dipimpinnya sehingga
seseorang mampu memberikan seni memimpinnya dengan baik dihati
warganya. Selanjutnya, pemimpin akan lebih baik menggunakan
pendekatan emosional dibandingkan dengan melalui tindakan melalui
sistem atau dengan modal kekuasaan secara politik tanpa adanya modal
hubungan emosianal dengan orang atau kelompok yang dipimpinnya.
Kepemimpinan menunjukan kemampuan mempengaruhi orang- orang dan
mencapai melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan
dengan melalui penggunaan kekuasaan.
Kepemimpinan Desa yang salah satunya direpresentasikan oleh
seorang Kepala Desa dalam mengelola pemerintahannya harus mempunyai
visi dan misi yang jelas yang akan menjadi landasan hadirnya program
pembangunan yang mensejahterakan, adil dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, kepemimpinan yang terbangun di Desa sangat penting bagi pencapaian
harapan masyarakat ke depan.
B.
Situasi dan kondisi Pemerintahan Desa. Ada beberapa situasi dan kodisi
yang menyebabkan pemimpin pemerintahan harus otokrasi atau
demokratis, yaitu: faktor sifat dan bentuk negara, faktor geografis,
faktor masyarakat, faktor sejarah, efisiensi dan efektivitas, politik,
rezim yang sedang berkuasa. Situasi dan kondisi dapat menentukan
bagaimana seorang pemimpin pemeritahan di Desa seharusnya akan
bertindak, bahkan pada situasi dan kondisi tertentu dapat melahirkan
pemimpin Desa yang memiliki kemampuan mewujudkan cita-cita
masyarakatnya yang dipimpinnya.
2.
PENDAMPING
C.
1.
Fungsi Pelayanan
2.
Fungsi Pengaturan
3.
Fungsi Pembangunan
4.
Fungsi Pemberdayaan
D.
2.
Kepemimpinan
konservatif-involutif,
merupakan
model
kepemimpinan ini ditandai dengan hadirnya Kepala Desa yang bekerja
apa adanya (taken for granted), menikmati kekuasaan dan kekayaan,
serta tidak berupaya melakukan inovasi (perubahan) yang mengarah
pada demokratisasi dan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan tipe ini
pada umumnya hanya melaksanakan arahan dari atas, melaksanakan
fungsi Kepala Desa secara tekstual sesuai tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) Kepala Desa.
3.
Is
u
Pemerintahan
Desa
2.
Pembangunan
Desa
3.
Pembinaan
Kemasyarakat
an Desa
4.
Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa
Kepemimpinan
Regresif
Kepemimpina
n KonservatifKolutif
Cenderung
Kepemimpina
n InovotifProgresif
pemerintahan
Pembangunan
Desa harus sesuai
dengan
kemauannya.
Program
pembangunan
diarahkan untuk
kesejahteraan
dirinya sendiri,
contohnya proyek
jalan Desa
dibangun hanya
dari rumah Kepala
menjaga
ketentraman dan
ketertiban Desa
didasarkan model
penanganan oleh
dirinya sendiri.
Pemimpin tipe
regresif akan
mengontrol
kehidupan
masyarakat Desa
dan bila terdapat
masyarakat yang
dianggap
meresahkan maka
masyarakat akan
ditindak atau
diintimidasi
Melaksanakan
pembangunan
Desa sesuai
arahan
pemerintah
daerah.
Melaksanakan
pembangunan
Desa dengan
melibatkan
partisipasi
masyarakat mulai
dari
merencanakan,
melaksanakan
serta mengawasi
proyek
pembangunan.
akan menjaga
ketenteraman dan
ketertiban di Desa
secara prosedural
dan dilaksanakan
melalui koordinasi
dengan pihak
keamanan
melibatkan
seluruh unsur
masyarakat
secara bersamasama untuk
menjaga
ketentraman dan
ketertiban Desa
biasanya menolak
untuk adanya
pemberdayaan
masyarakat Desa
hanya akan
memberdayakan
keluarga, kerabat
atau warga
masyarakat
Lebih mendorong
pemberdayaan
Desa dengan
memunculkan
Pemerintahan Desa
adalah dirinya
sendiri, tidak ada
orang lain dan apa
yang diucapkan
olehnya dianggap
keputusan Desa
dan harus dipatuhi.
Kepemimpinan
regresif menolak
untuk transparan
dan tidak ada
mekanisme
pertanggungjawab
an kepada publik
Normatif dan
prosedural.
Pemerintahan
dijalankan sesuai
prosedur dalam hal
akuntabilitas yang
mementingkan
dokumen laporan
pertanggungjawaba
n. Isu transparansi
dijalankan hanya
sesuai aturan yang
diterbitkan
Desa sebagai
proses
menjalankan
pemerintahan
yang melibatkan
partisipasi/prakar
sa masyarakat
dan
mengedepankan
transparansi
serta
akuntabilitas
kinerjanya.
No.
Is
u
Kepemimpinan
Regresif
karena masyarakat
yang berdaya
dianggap
mengancam
posisinya
Kepemimpina
n KonservatifKolutif
yang
dapat
masyarakat.
Melakukan
kaderisasi dan
menyiapkan
Kader- kader
Desa (Kader
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa; KPMD)
serta membuka
akses untuk
peningkatan
kapasitas
masyarakat
Sumber: Buku Acuan Kepemimpinan Desa, Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
dalam
http://bpmpd.ntbprov.go.id/wpcontent/uploads/2016/06/BUKU-3_- KEPEMIMPINAN-DESA-rev.pdf.
E.
dikendalikan
olehnya
Kepemimpina
n InovotifProgresif
prakarsa-prakarsa
masyarakat. Istilah tersebut memiliki arti Kepala Desa bukan hanya milik
sebagian kelompok, keluarga ataupun dinasty tertentu tapi Kepala Desa
adalah milik seluruh masyarakat Desa.
Dalam
Akuntabel,
Hasil
Musdes
termasuk
tindaklanjutnya
harus
dipertanggung- jawabkan kepada masyarakat Desa. Kepemimpinan regresif
cenderung tidak akan menyampaikan keputusan musyawarah Desa,
kecenderungan untuk menolak mempertanggungjawabkan kinerjanya
kepada masyarakat. Pada kepemimpinan konservatif-involutif, Hasil
musyawarah Desa maupun tindak lanjutnya hanya akan disampaikan
kepada pengikutnya saja. Sedangkan kepemimpinan inovatif-progresif, Hasil
Musyawarah Desa serta tindak lanjut keputusan musyawarah akan
disampaikan kepada masyarakat dan dilakukan setiap saat.
F.
meminggirkan BPD, atau karena BPD pasif atau tidak paham terhadap
fungsi dan perannya. Fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala
Desa tidak dilakukan oleh BPD. Implikasinya kebijkan desa
menguntungkan kelompok Kepala Desa, kuasa rakyat dan demokrasi
desa juga lemah.
2.
4.
G.
Daftar Pustaka
Ahmad Riyadi (2007). Pengaruh Keteladanan Ahlak Orang Tua Terhadap
Ahlak Remaja Usia 12-15 Tahun di Desa Purwosari Sayung Demak.
http://library.walisongo.ac.id/ digilib/download.php?id
Mochammad Zaini Mustakim (2015) Buku 2: Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Inu Kencana (2003) Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT.
Refika.
Susandi, Wirjana R. Bernadine, dan Supardo Susilo, (2005). Kepemimpinan
(Dasa-dasar dan pengembangannya). Yogyakarta: Andi Offset.
http://spikir.blogspot.co.id/2014/05/peran-kepemimpinan-kepala-desadalam.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/1566/125
9 http://regulasidesa.blogspot.co.id/2016/03/normal-0-false-false-false-in-xnone-x.html
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
4
PEMBANGUNAN
DESA
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
4.
1
Dimensi
Pembangunan dalam
Kerangka Indeks Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Memetakan
aspek-aspekkelebihan, kelemahan,
peluang
dan tantangan dalam membangun keberdayaan masyarakat.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Analisis IDM, SWOT, Diskusi, Kerja Kelompok, dan
Pleno.
Media
Lembar
Informasi
4.1.2:
Peraturan
Menteri
Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa
Membangun.
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1.
2.
3.
Dalam sesi ini, pelatih dapat menggunakan beberapa kisah yang menarik seperti Salim Kancil atau contoh k
Cerita atau kasus dapat juga diganti dengan permainan yang relevan dan memudahkanpeserta untuk mema
4.
5.
Setelah
kelompok
telah
merumuskan
hasil
diskusinya,mintalah masing-masing kelompok memaparkan
hasil rumusannyadalam pleno secara bergantian.
7.
lain
untuk
menanggapi
8.
:
:
:
No
Aspek
IP
M
Dimensi
1. Ketahanan
Kesehatan
Pendidikan
Pelayana
n
Kesehata
Keberdayaan
masyarakat
untuk
kesehatan
Jaminan
Kesehata
Akses
pendidikan
dasar dan
menengah
Akses
pendidikan
non formal
Akses ke
pengetahuan
Modal Sosial
Memiliki
solidaritas
Memilik
i
tolerans
Rasa
aman
pendudu
Kesejahteraan
sosial
Pemukiman
Akses air
bersih dan air
minum layak
Akses ke
sanitasi
Akses ke listrik
Akses ke
informasi dan
komunikasi
2.
Ketahanan Ekonomi
Ekonomi
Keragaman
Kekuata
n
Analisis
SWOTPeluang
Kelemaha
n
Ancaman
No
Aspek
IP
M Dimensi
produksi
masyarakat
Desa
Tersedia
Kekuata
n
Analisis
SWOTPeluang
Kelemaha
n
Ancaman
pusat
pelayanan
perdaganga
Akses
distribusi/logist
ik
Akses ke
lembaga
keuangan/kredi
t
Lembaga
ekonomi
Keterbukaan
wilayah
3.
Ketahanan Ekologi
Kualitas
Ekologi
lingkungan
Potensi
rwan
bencana
dan
tanggap
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
PENDAMPING
DESA
SP
B
4.
A.
Lembar
Informasi
Pemberdayaan
dan Kemandirian
Latar Belakang
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal
1 ayat 12 bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Ilham Maulana dalam tulisannya Pemberdayaan Masyarakat Desa
Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa bahwa Pemberdayaan bisa
mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar
belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun
yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa
pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti mampu atau
mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu
mandiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pemberdayaan di pedesaan dan di
perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan
ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang
menghasilkan perilaku politik. Namun beberapa konsep pemberdayaan yang
telah dimutakhirkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan melalui nilainilai universal kemanusiaan yang luntur untuk di bangkitkan kembali, tujuan
dari pemberdayaan ini adalah perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih
baik. Praktiknya tetap saja memakai konsep kesadaran dan kemauan dari
dalam masyarakat itu sendiri, kemudian lebih dikenal dengan participatory
rural appraisal.
Banyak hal yang membuat masyarakat terpuruk dan terpaksa harus
hidup dalam standar kualitas hidup yang rendah, baik dari segi pendidikan,
pelayanan kesehatan dan ekonomi. Untuk mendorong dan membangkitkan
PENDAMPING
DESA
daya alam rawa untuk diisi dengan bibit ikan dalam jumlah puluhan ribu dan
lain-lain, untuk tipikal desa dataran rendah (pesisir), masyarakat desa bisa
mengakses dan mengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai BUMDesa,
praktiknya supaya tidak dikuasai oleh para tengkulak dari luar. Kemungkinan
BUMDesa tersebut juga bisa dilakukan di desa tipikal dataran tinggi, yaitu
dengan membuat dan menjalankan bursa komoditas sebagai BUMDesa yang
mempertahankan harga dan kualitas barang pertanian buah-buahaan dan
lain-lain. Selain itu juga peningkatan ekonomi pedesaan bisa dengan
memanfaatkan lahan yang kosong untuk kegiatan yang produktif.
Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang
harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa
juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang
memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union (CU) atau yang
lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng.
Arah pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih
cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan
unsur pemerintahan yang memang pro poor dengan kebijakan
pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan
masyarakat desa dalam alokasi anggaran. Sejauh ini, sejak amandemen UU
No.22 Tahun 1999 kepada UU No.32 Tahun 2004, hampir tidak ada desa
yang bisa membuat dan merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) untuk meningkatkan dan memajukan ekonomi desa.
Sementara dana Bangdes yang jumlahnya cukup sedikit dan selalu disunat
oleh oknum pemerintahan kecamatan dan kabupaten itu, tidak mampu
untuk mendongkrak perekonomian dan keberdayaan yang diinginkan oleh
warga. Awal tahun 2006 lahirlah kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan
jumlah dana yang cukup besar. Jika tidak didorong dengan kebijakan yang
memberdayakan, baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat, maka
ADD bisa membuang-buang uang dan tidak memberdayakan masyarakat
desa, melainkan memenjarakan Kepala Desa yang ikut menyunat dana ADD
tersebut.
B.
Keberdayaan Masyarakat
PENDAMPING
C.
pengusaha kecil
yang memungkinkan
Sektoral
Organisasi hirarkhis untuk
melaksanakan proyek
Menyeluruh
Organisasi belajar non-hirarkis
meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai
suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai
D.
Keberdayaan
terbentang
dari
level
psikologis-personal
(anggota
masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif.
Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan,
wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol
diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan
kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta
kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang
mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti
menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan,
kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan
pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat
untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dan pemerintahan.
Psikolog
Mengembangkan
is
pengetahuan, wawasan,
harga diri, kemampuan,
kompetensi, motivasi,
kreasi, dan kontrol diri.
Struktur
Membangkitkan
al
kesadaran kritis individu
terhadap struktur sosialpolitik yang timpang
serta kapasitas individu
untuk menganalisis
lingkungan kehidupan
yang mempengaruhi
dirinya.
Mengorganisir
masyarakat untuk
tindakan kolektif serta
penguatan partisipasi
dalam pembangunan
dan pemerintahan.
Sumber: diolah kembali dari C. Kieffer, Citizen Empowerment: A Development
Perspective, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, Terms of Empowerment:
Toward a Theory for Community Psychology, American Journal of Community
Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte,
Masyarakat
E.
Negara
A
T
R
K
O
Masyarakat Desa
F.
Pengembangan
partisipasi politik
(voice, akses,
kontrol dan
kemitraan).
Pemberdayaan
Masyarakat
Politik
Pembanguna
Pembangunan
dari bawah.
Pengentasa
n
kemiskinan
.
Penyediaan akses
masyarakat pada
layanan publik
(pendidikan,
Partisipasi masyarakat
Penguatan modal
sosial dan institusi
lokal.
Pemberdayaan
civil society
Kemandirian Masyarakat
G.
3.
1.
Desa Sangat Tertinggal : < 0,491
2.
Desa Tertinggal : > 0,491 dan < 0,599
Desa Berkembang : > 0,599 dan <
0,707 4.
Desa Maju : > 0,707 dan <
0,815
5.
Desa Mandiri : > 0,815
Klasifikasi status Desa berdasar Indeks Desa Membangun ini juga diarahkan
untuk memperkuat upaya memfasilitasi dukungan pemajuan Desa menuju
Desa Mandiri. Desa Berkembang, dan terutama Desa Maju, kemampuan
mengelola Daya dalam ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara
berkelanjutan akan membawanya menjadi Desa Mandiri.
IDM yang ada sekarang berdasarkan data PoDes dari BPS yang
diterbitkan setiap TIGA tahun sekali. saat ini Ditjen PPMD sedang melakukan
perbaikan IDM di mana dimensi sosial, ekonomi dan ekologi akan lebih
dipertajam dengan aspek Tri-Matra di dalamnya. Diharapkan ke depan entry
data IDM dapat dilakukan TAPM/PD/PLD sehingga tidak lagi tergantung pada
data dari BPS.
Daftar Pustaka
PENDAMPING
DESA
SP
B
4.
Rencana
Pembelajaran
Fasilitasi Evaluasi
Rencana
Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan berbagai tantangan/hambatan dalam
perencanaan pembangunan Desa (RPJM Desa dan RKP
Desa);
2. Menjelaskan berbagai tantangan dan hambatan
dalam penganggaran desa (APBDesa);
3. Memfasilitasi Tim Kecamatan (Camat) dalam
melakukan evaluasiPerencanaan Pembangunan Desa.
Waktu
12 JP (540 menit)
Metode
Curah pendapat, penugasan kelompok, testimoni, simulasi
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Dokumen-dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, Spidol,
2.
3.
4.
5.
Berikan penegasan.
7.
9.
Kegiatan
Perencanaan
Penyusunan
RPJM Desa
Penyusunan
RKP Desa
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa
menyepakati rancangan RPJM
Desa
1) Penyusunan
perencanaan
pembangunan desa melalui
Musdes,
2) Pembentukan tim penyusunan RKP
Desa,
3) Pencermatan pagu indikatif Desa
dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa
4) Pencermatan ulang dokumen RPJM
Desa
5) Penyusunan rancangan RKP
Desa dan rancangan daftar
usulan RKP Desa
6) Penyusunan RKP Desa melalui
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa
7) Penetapan RKP Desa
8) Perubahan RKP Desa
Penyusunan
APB Desa
Output
Pelaku
Ba
b
PENDAHULUAN
Cakupan
Materi
1.1.
LatarBelak
an g
1.2. Dasar
Hukum
1.3. Maksud
Dan Tujuan
1.4. Proses
Penyusunan
Hal-Hal yang
perlu
dicermati
Sudah/Belum
mengaitkan
dengan
perubahan
peraturan/Regu
la si:
UU No. 6/2014
dan Peraturan
turunannya
(PP 43, PP 47,
Permendagri
111,113, dan
114
tahun 2014,
Permendagri44/
2 016, dst
Sudah/Belum
mencantumkan
Peraturan (UU,
PP, Permen, dan
Perda) baru
yang terkait
Jelas/Rancu
antara Maksud
dan tujuan
penyusunan
dokumen RPJM
Desa dengan
Maksud dan
tujuan RPJM
Desa
Sudah/Belum
mencantumka
n Ketentuan
dan langkahtahap
kegiatan
Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok pikiran:
Memenuhi
dan/atau
menyesuaikan
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan yang
terbaru.
Perencanaan
pembangunan Desa
sebagai sarana
penting untuk
mewujudkan
pembangunan Desa
yang tepat, efektif,
terencana, dan
terukur.
Mencantumkan
UU No. 6/2014
PP 43/2014,
PP 60/2014
PP 47/2015
Permendagri
111,113, dan 114
tahun 2014
Permendagri44/2016,
dst
Menegaskan rumusan
Maksud dan Tujuan dari
Penyusunan dokumen
RPJM Desa
Menegaskan
pencantuman
langkah/tahap:
Persiapan
(Pembentukan Tim
Penyusun)
PKD
Penyusunan
naskah
No
2
Ba
b
KONDISI UMUM
DESA
Cakupan
Materi
2.1. Sejarah
Desa
Hal-Hal yang
Pokok-Pokok
perlu
Materi
dicermati
Sudah/Belum
Menambahkan/mencantu
mencantumkan mk an informasi tentang
peristiwaperistiwa-peristiwa
peristiwa
penting yang pernah
penting yang
terjadi
pernah terjadi
2.2. Kondisi
Desa
Sudah/belum
memadai
pemaparan
tentang
kondisi sosial
budaya
masyarakat
1. Sudah/Belu
m
menyesuaika
n struktur
pemerintah
an Desa
dengan
peraturan
yang baru
2. Sudah/Belu
m
menyajikan
informasi
tentang
syarat
minimum
bagi
penyelengg
ar aan
pemerintaha
n Desa
yang baik
3. Sudah/Belu
m
menyajikan
informasi
tentang
moderenisa
si
pengelolaan
kegiatan
pemerintah
Sudah/Belum
menyajikan
data dan
informasi
tentang aset
Sudah/Belum
2.3. Kondisi
Pemerintahan
Desa
ASET,
POTENSI, DAN
PERMASALAHA
N
3.1. Aset
3.2. Potensi
Menambahkan/mencantu
mk an informasi tentang
kondisi
sosial-budaya
masyarakat
1. Penyesuaian struktur
organisasi
pemerintahan Desa
sesuai UU No. 6/2014
dan peraturan
perundangan
turunannya.
2. Menyajikan data dan
informasi tentang
kondisi sarana dan
prasarana
pemerintahan Desa
(kantor,dll), hari
kerja/pelayanan
3. Menyajikan
informasi tentang
penggunaan
computer,
jaringan internet,
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
No
Ba
b
Cakupan
Materi
3.3.
Permasalahan
POKOK-POKOK
RENCANA
PEMBANGUNAN
JANGKA
MENENGAH
DESA
4.2.
Gambaran
KOndisi Desa
yang
diharapkan
4.3. Kebijakan
dan Strategi
Pembangunan
Desa
4.4. Program
Prioritas,
Sasaran, dan
Target Capaian
Hal-Hal yang
perlu
dicermati
mencantumkan
potensi ekonomi
dan sosialbudaya
Sudah/Belum
mencantumka
n data
permasalaha
n sosialbudaya,
lingkungan.
1. Apakah
rumusan
visi
realistis
dan
terukur?
2. Apakah
rumusan
misi sudah
mewakili
dan
mencermin
ka n
kebutuhan
empat
bidang
pembangun
a n Desa?
Jelas/Rancu
rumusan
Kebijakan dan
Strategi?
1. Apakah
program
prioritas
sudah
mengcover
empat
bidang
pembanguna
n Desa?
Pokok-Pokok Materi
Ekonomi
Sosial budaya
Menambahkan
datan tentang
permasalahan
Sosial (Pelayanan
dasar)
Ekonomi
Lingkungan
1. Visi:
Harus realistis
untuk diwujudkan
dalam rentang
waktu 6 tahun
2. Misi:
Mencakup dan menjadi
orientasi kegiatan
sesuai Bidang
Pembangunan Desa:
Pemerintahan
Pembangunan
Pemberdayaa
n
masyarakat
Pembinaan
kemasyarakat
Merumuskan secara
jelas:
1. Arah kebijakan:
2. Strategi/cara
mencapai
mewujudkan
rencana,
menekankan pada:
Efektivitas dan
efisiensi
Memastikan:
Keswadayaa
Program prioritas
mencakup empat
bidang pembangunan
Desa
Mengelompokkan
kegiatan sesuai
Program dan sub
program
No
Ba
b
Cakupan
Materi
Hal-Hal yang
perlu
dicermati
2. Apakah
program
prioritas
diurai dalam
sub program
yang sesuai?
3. Sudah/Belu
m
mencantumkan target
capaian
sesuai kurun
waktu
pelaksanaan
RPJM Desa?
Sudah/Belum
menegaskan
pesan tentang
kondisi/syarat
pencapaian
RPJM Desa
Pokok-Pokok
Materi
capaian yang terukur
PENUTUP
Kondisi dan
syarat
pencapaian
LAMPIRAN
Dokumen
administratif
Dokumen administratif:
Pembentukan
Tim Penyusun
Peaksanaan Musdes
Perencanaan
Pembangunan
Desa/Penyusunan
RPJM Desa
Penetapan
Rancangan RPJM
Desa menjadi
Perdes tentang
RPJM Desa
Dokumen
hasil PKD
Melengkapi:
Peta sosial Desa
Data inventarisasi
asset
Data
inventarisasi
potensi
Data hasil
identifikasi
Media Tayang
4.2.1.b Pencermatan Rencana Kerja Pembangunan
Desa
No
1
Aspe
k
Legalisasi/
Perdes
Naskah
Uraia
n
Penomoran
Konsideran
Redaksi
Kesepakata
n Bersama
BPD dan
Kades
Batang tubuh
Waktu
penetapa
n
dst
Bab I
Bab II
Hal-Hal yang
perlu
dicermati
Pokok-Pokok
Materi
Media Tayang
4.2.1.c Pencermatan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Desa
N
o
Aspek
Fok
us
Perdes
Penomoran
Konsideran
Redaksi Kesepakatan Bersama
BPD dan Kades
Batang tubuh
Format
Kode Rekening
Uraian
Penulisan angka pada kolom anggaran
Pengisian kolom keterangan
Hal-Hal yang
perlu
dicermati
Penulisan kode
rekening sesuai digit
Nomenklatur
pendapatan, belanja,
pembiayaan sesuai
ketentuan
Kegiatan
Perencana
an
Penyusunan
Tahap
Langkah
Kegiatan
Output
Pelaku
RPJM Desa
Penyusunan
RKP Desa
Penyusunan
APB Desa
Kegiatan
Penyusunan RPJM Desa
Penyusunan RKP Desa
Penyusunan APB Desa
Tantangan
Hambatan
Fokus
Evalua
si
Hasil
Evalua
si
Saran/Masukan/Rekomen
dasi
Kelayakan
Dokumen
Sub Aspek
10
Kelengkapa
n Dokumen
Perencana
an
Keabsahan
Dokumen
Perencanaa
n
2
Kualitas
Proses
20
Penyusuna
n
Indikator
Tersedia data
potensi, masalah
dan kebutuhan
desa hasil
pengkajian
keadaan desa /
Tersedia peta
sosial
Tersedia dokumen
RPJM Desa
(lengkap dan
dijilid)
Tersedia
dokumen
RKP
Desa TA yang
bersangkutan
Tersedia Perdes
tentang RPJM
Desa
Tersedian SK.
Kades tentang
RKP
Desa RPJM
Rancangan
Desa disusun
oleh Tim
Perumus/Penyusun
Rancangan RPJM
Desa disusun
sesuai
sistematika yang
ditetapkan
Rencana
kegiatan disusun
sesuai matrik
lampiran
Permendagri
No.66 Tahun
Narasi RPJM Desa
disusun secara
jelas, baik ide /;
substansi materi
maupun dari segi
bahasa.
30
30
10
30
60
40
Skor
Tertimba
ng
Bobo
t
%
Skor
Aspek
Bobot
No
Sub
Pembahasa
n
Rancangan RPJM
Desa dibahas
dalam
40
Indikator
Forum
Tersedia
Musrenbang
risalah /
notulensi hasil
pembahasan
Dilakukan
revisi/penyempurn
a an sesuai hasil
pembahasan
Penetapan
Ketepata
n
Perumusa
n
/ Kualitas
Proses
Pemikiran
Strategis
Kualitas
RPJM
Desa
20
20
Isi
20
40
Penetapan Perdes
tentang RPJM
Desa dilakukan
dalam forum
Rapat BPD
Draft RPJM Desa
dibagikan kepada
peserta Rapat
(BPD)
Terjadi
perubahan/
penyempurnaan
draft sesuai
keputusan Rapat
Tersedia risalah/
notulensi hasil
Rapat BPD
40
Visi
dirumuskan
secara tepat
dan jelas
Perumusan missi
konsisten dengan
rumusan visi
15
Tujuan
dirumuskan
secara terarah
dan jelas
Kebijakan
pembangunan
desa dirumuskan
secara jelas dan
terarah.
Rumusan
program tidak
rancu dengan
kegiatan
Perumusan
kegiatan
konsisten dengan
rumusan program
Materi RPJM desa
mencakup
semua urusan
wajib sesuai
20
10
30
20
15
20
15
15
10
Skor
Tertimba
ng
Sub
Aspek
Skor
Bobo
t
%
Sub
Aspek
Bobot
No
Kualitas
pelaksanaan
Musrenbang Pembahasan
20
Persiapan
Indikator
Tabel Rencana
Terdapat analisis
dan rumusan
yang jelas
tentang potensi
desa
Terdapat analisis
dan rumusan
yang jelas
tentang
permasalahan
Prioritas
pembangunan
dirumuskan
secara jelas dan
konsisten
Rencana
pelaksanaan
Musrenbang
diinformasikan
kepada
masyarakat luas
secara terbuka
30
30
20
Tersedia daftar
peserta yang
akan diundang
10
Tersedia jadual
dan agenda
acara
Tersedia
10
Tersedian
panduan fasilitasi
proses
Musrenbang dan
tatacara
pembahasan
30
Musrenbang
diikuti oleh
berbagai unsur
dan kelompok
masyarakat
Perempuan,
Keluarga Miskin
dan Kelompok
marjinal lainnya
terwakili secara
proporsional
20
bahan- bahan
(materi)
Musrenbang
Pelaksanaa
n
30
30
20
Skor
Tertimba
ng
Sub
Aspek
Skor
Bobo
t
%
Sub
Aspek
Bobot
No
Hasil
Keterpaduan
10
Keterpadua
n
Perencanaa
n
Indikator
Pembahasan
agenda dilakukan
secara terbuka
dan tidak
didominasi peserta
tertentu
Pengambilan
keputusan
dilakukan secara
demokratis
(terbuka dan
melibatkan
semua peserta)
Hasil / keputusan
Musrenbang jelas
dan diketahui
oleh peserta
30
Hasil /
keputusan
Musrenbang
ditetapkan
dengan Berita
Terjadi keselarasan
waktu
(pelaksanaan
Musyawarah
Desa/MD menyatu
dengan
Musrenbangdes
dan Musyawarah
Antar Desa/MAD
menyatu dengan
Musrenbang
Kecamatan)
Terjadi sinergi
kegiatan antar
Program
Nasional,Lokal
dan Desa sesuai
RKP Desa
50
Terjadi sinergi
antara Renja
dengan hasil
Musrenbang
Kecamatan (Hasil
Musrenbang
Kecamatan
sebagai salah satu
rujukan
penyusunan Renja
SKPD)
30
30
50
20
20
Skor
Tertimba
ng
Sub
Aspek
Skor
Bobo
t
%
Sub
Aspek
Bobot
No
Keterpadua
n Anggaran
Indikator
Terjadi sinergi
antara Jaring
Asmara dengan
hasil Musrenbang
Kecamatan
30
Terjadi
keterpaduan
anggaran yang
bersumber dari
swadaya,
ADD/APB Desa,
Program (BLM)
Ada dukungan
dana dari sumber
lain
Terdapat
40
kegiatan sesuai
RKP Desa yang
diserap /
dibiayai APBD
30
30
Total Nilai
Skor
Tertimba
ng
Sub
Aspek
Skor
Bobo
t
%
Sub
Aspek
Bobot
No
PENDAMPING
DESA
SP
B
4.
2
A.
Lembar Informasi
Pembangunan Desa
dalam Sistem
Pembangunan
Nasional
Latar Belakang
Reformasi tahun 1999 telah memberikan perubahan yang sangat mendasar
bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya
berbagai tuntunan masyarakat agar dilakukan perubahan yang mendasar
bagai penyelenggaraan pemerintahan yang selama masa orde baru
dirasakan tidak memihak pada rakyat. Berkaitan dengan kedudukan desa,
maka dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Dasar RI Tahun
1945 menyatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya
Pasal 18 B ayat (2) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa, Negara mengakui
dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan perubahan Pasal
18 tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, selanjutnya, diatur juga kewenangan Desa dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari pemerintah yang diakui
berdasarkan asas rekognisi dan subsidaritas.
Pembangunan nasional pada dasarnya adalah upaya pemenuhan
keadilan bagi rakyat Indonesia. Pembangnan dilaksanakan berdasar rencana
besar bangsa Indonesia melalui perencanaan Nasional, Provinsi, Kabupaten
dan Desa. Dalam melakukan perencanaan pembangunan dalam UU No 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 167
PENDAMPING
DESA
B.
Keberadaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 diganti dengan Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. kedudukan
Desa sendiri sudah dinyatakan dalam UU lain, yaitu UU No. 23 Tahun 2014
tentang Wilayah Negara. Pada Bab II (Pembagian Wilayah Negara) UU
tersebut dinyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah provinsi yang kemudian dibagi atas daerah kabupaten dan kota.
Daerah kabupaten dan kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi
atas kelurahan dan/atau desa. Klausul ini sejatinya menekankan pada hal
pembagian wilayah secara geografis saja, bukan menyangkut pembagian
pemerintahan. Pengaturan tentang kedudukan Desa, menjadikan Desa
tidak ditempatkan sepenuhnya sebagai subordinasi pemerintahan
kabupaten/kota.
Perubahan kedudukan Desa dari UU No. 22/1999, UU No. 32/2004 dan
UU No 6/2014 bertujuan agar Desa bukan lagi obyek pembangunan tetapi
menjadi subyek pembangunan. Konstruksi pemerintahan desa yang dianut
dalam UU Desa adalah konstruksi gabungan. Penjelasan Umum UU Desa
menyebutkan secara tegas: Dengan konstruksi menggabungkan fungsi
self-governing community dengan local self government, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari
wilayah desa ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa adat
Disamping menempatkan provinsi dan kabupaten/kota sebagai sasaran
pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah memandang bahwa desa sudah
saatnya melaksanakan otonominya. Otonomi yang dimaksud adalah
implementasi otonomi desa. Keseriusan ini ditandai dengan disahkannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Elemen penting otonomi Desa yakni kewenangan desa. Kewenangan desa
PENDAMPING
C.
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa
Dengan kewenangan yang besar terebut desa dalam perkembanganya
harus mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan di Desa. Sebenarnya pelibatan
masyarakat atau partisipasi pembangunan Desa sudah dimulai dari program
program pemberdayaan. Program program pemberdayaan tersebut
dijalankan karena ada pandangan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintahan Desa kurang efektif. Program yang pernah ada semisal
Program IDT, P3DT, PPK, PNPM PPK, PNPM mandiri Perdesaan merupakan
langakh awal dari upaya membangun Desa melalui masyarakat atau yang
lebih dikenal dengan Community Development. Pembangunan yang
berbasis masyarakat, dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi ini pada perkembanganya dirasa cukup efektif sebab
dengan melibatkan mereka, pembangunan semakin dekat dengan
kebutuhan. Dan ini adalah inti dari tujuan pembangunan itu sendiri.
Dalam pelaksanaan pembangunan, proses perencanaan menjadi kunci
dalam pelaksanaan pembangunan, nilai nilai partisipasi masyarakat dalam
pembangunan tidak menjadi hilang namun memperkuat Pemerintahan Desa
dalam menyusun perencanaan pembangunan. Ini sangat jelas terlihat dalam
Pasal 80 ayat 1 undang Undang Desa no 06 Tahun 2014 bahwa Perencanaan
Pembangunan
Desa
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
79
diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Dalam
menyusun pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah
perencanan pembangunan Desa.
Dalam undang Undang Desanomor 6 tahun 2014 ini upaya pemerintah
semakin nyata dalam memberikan kewajiban jelas bahwa perencanaan
pembangunan harus melibatkan masyarakat, dengan demikian masyarakat
diharapkan aktif terlibat dalam perencanaan pembangunan agar harapan
pembangunan ekonomi masyarakat dapat tercapai secara berkelanjutan.
Berikut dijelaskan perbedaan acuan rencana pembangun Desa sebelum dan
sesudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa.
D.
2.
3.
E.
Desa sekarang telah memiliki kewenang yang cukup besar, Pasal 1 ayat 1
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014, Desa adalah Desa
dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
2.
3.
Globalisasi,
proses
pembangunan
dituntut
untuk
mampu
mengantisipasi kepentingan nasional dalam kancah persaingan
global
Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Tahun 2015-2019.
Iis Mardeli (2015) Kedudukan Desa dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Atmajaya
Jogjakarta.
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
5.
Memfasilitasi
Kerjasama
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan kerjasama Antar-Desa;
2. Mengidentifikasi dukungan pemangku kepentingan di
tingkat Kecamatan dalam mendorong kerjasama
Antar-Desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pengalaman (sharing experience), Diskusi
kelompok dan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami KonsepKerjasama AntarDesa
1.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
9.
Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mendiskusikannya secara pleno dipandu oleh pelatih;
Buatlah catatan dari hasil diskusi dalam metaplan,
plano atau
whiteboard;
kertas
Aspek-Aspek
1.
Dasar Hukum
2.
Definisi/terminologi
3.
Tujuan
Mekanisme Pembentukan
5.
Kepengurusan
6.
Keanggotaan kerjasama
7.
Penetapan kerjasama
8.
Bidang Kerjasama
9.
Pelaksanaan Kerjasama
10.
Dll.
BKAD
sebelum
UU Desa
BKAD
Sesuda
h UUD
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
Kegiatan
Kerjasama
Antar- Desa
Manfaat
Peran
Pemangku
Kepentinga
n
Tahapan
Peran
Pendampi
ng Desa
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
proses
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
PENDAMPING
DESA
SP
B
5.
1
A.
Lembar Informasi
Latar Belakang
Kerjasama Antar Desamerupakan suatu rangkaian kegiatan bersama antar
Desa dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Badan Kerjasama Antar Desa merupakan kelembagaan kerjasama antarDesa yang menjalankan fungsi kerjasama desa dengan desa lain. Kerja
sama antar-Desa diatur dalam Undang-Undang Desa dan peraturanperaturan turunannya. Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa
lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antarDesa
meliputi:
c.
a.
oleh
Desa
untuk
b.
Kegiatan kemasyarakatan,
pelayanan,
pembangunan,
dan
pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
B.
Tujuan
Secara umum kerjasama antar-Desa dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerjasama dengan pihak ketiga dimusyawarahkan dalam
Musyawarah Desa. Kerjasama antar-Desa bertujuan:
a.
b.
PENDAMPING
DESA
c.
d.
C.
Prinsip-Prinsip
a.
b.
Kebersamaan;
c.
Kegotongroyongan;
d.
Partisipasif;
e.
Demokratis;
f.
Kesetaraan;
g.
Pemberdayaan;
h.
Berkelanjutan; dan
i.
Akuntabilitas.
D.
Ruang Lingkup
b.
c.
kesehatan;
d.
sosial budaya;
e.
pemanfaatan sumber
daya
teknologi
tepat guna
memperhatikan;
alam dan
dengan
g.
kelestarian lingkungan;
h.
tenaga kerja;
i.
pekerjaan umum;
j.
k.
E.
Pemerintah Desa;
b.
c.
d.
Dalam menjalankan perannya dalam mendorong kerjasama antarDesa, BKAD mempunyai tugas pokok, sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
F.
ruang lingkup;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
G.
Keanggotaan
Anggota BKAD terdiri atas masyarakat Desa yang dipilih dalam Musyawarah
Desa berdasarkan ketentuan yang berlaku. Anggotanya berjumlah 7 (tujuh)
atau 9 (sembilan) orang dari unsur Pemerintah Desa, Anggota Badan
Permusyawaratan
Desa,
Lembaga
Kemasyarakatan
Desa
dengan
memperhatikan keadilan gender. Unsur Pemerintah Desa dan anggota
Badan Permusyawaratan Desa masing-masing 1 (satu) orang sebagai
anggota. Sebanyak 5 (lima) orang anggota Badan Kerjasama sebagai
Desa
di
Kecamatan
yang
bertugas
Anggota Badan Kerjasama Desa yang bertugas sebagai Utusan Wakil Desa
ditetapkan dengan Surat Tugas Kepala Desa. Cara pemilihan anggota Badan
Kerjasama Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Dalam rangka optimalisasi peran Badan Kerjasama Desa, anggota Badan
Kerjasama Desa memiliki kualifikasi sebagai berikut :
jujur
bertanggungjawab
memiliki jiwa kader dan pengabdian kepada masyarakat
mempunyai pengalaman dalam berorganisasi
Masa jabatan anggota BKAD selama 6 (enam) tahun, dan dapat dipilih
kembali untuk paling lama 2 (dua) kali masa jabatan. Anggota yang berhenti
dan/atau diberhentikan sebelum masa baktinya berakhir maka diganti
keanggotaannya oleh Kepala Desa setelah berkonsultasi dengan Badan
Permusyawaratan Desa sebagai anggota penggantian antar waktu.
H.
Pengurus
I.
Fasilitasi penataan
diantaranya:
1.
dan
pembentukan
Badan
Kerjasama
Antar
Desa
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
J.
Pembiayaan
K.
d.
e.
f.
g.
i.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
5.
Fasilitasi Kerjasama
dengan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan bentuk kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga;
2. Mengidentifikasi
dukungan
Kecamatan
Kabupaten/Kota dalam mendorong kerjasama
dengan Pihak Ketiga.
dan
Desa
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pengalaman (sharing experience), Diskusi dan
Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang
diharapkan dari subpokok bahasan tentang fasilitasi
kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga dalam rangka
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;
2. Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman awal
tentang pokok-pokok kebijakan kerjasama pembangunan
Desa dengan Pihak Ketigamengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kerjasama Desa dengan
pihak ketiga?
b. Apa manfaat kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?
c. Bagaimana ruang lingkup kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?
d. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam
membangun kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?
kertas
PENDAMPING DESA
Kegiata
n
Kerjasa
ma Desa
dengan
Pihak
Ketiga
Manfaat
Peran/Dukung
an
Kabupaten/Ko
ta
Peran/Dukung
an
Kecamatan
Tahapan
Peran PD
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
SP
B
5.
A.
Lembar
Informasi
Kerjasama Desa
dengan
Latar Belakang
B.
Salah satu tugas dan peran penting pendamping desa adalah membantu
desa dalam membentuk dan memanfaatkan jaringan serta mengembangkan
kerjasama, baik kerjasama antar-Desa maupun dengan pihak ketiga guna
mewujudkan tujuan dari pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-undang Desa, khususnya berkaitan dengan:
PENDAMPING
DESA
1.
2.
3.
4.
C.
desa
serta
mengatasi
PENDAMPING
D.
2.
Pendamping
Desa
bersama-sama
dengan
pemerintah
desa
menganalisis dan menentukan jenis-jenis kegiatan dan program atau
kegiatan yang perlu dikerjasamakan dengan pihak lain dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan rasa aman
warga Desa;
3.
4.
(b)
(d)
(e)
(f)
5.
6.
7.
8.
9.
E.
Pendekatan kemitraan pemerintah desa-swasta-masyarakat (Public-PrivateCommunity Partnership)atau dikenal dengan Three Sector Partnership
merupakan model
operasional kerjasama strategis untuk mencapai
pembangunan secara berkelanjutan dimana tiga pihak secara bersamasama membangun komitmen, mengembangkan unit usaha/layanan yang
saling menguntungkan dan memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
masyarakat Desa.
Indikator keberhasilan pembangunan Desa akan sangat ditentukan
seberapa besar irisan peran masing-masing pihak sinergi dapat dilakukan
oleh tiga pihak pelaku pembangunan. Dalam kenyataannya sangat sulit
untuk mencantumkan seluruh bentuk kerjasama dalam dokumen
perencanaan Desa hingga rencana pembangunan daerah. Kerjasama
tersebut merupakan bentuk kesepamahan multipihak tidak hanya
pemerintah secara sepihak. Oleh karena itu,semua pihak perlu membangun
kebutuhan dan model pembangunan yang melibatkan para pemangku
kepentingan
lain
mulai
dari
tahapan
persiapan,
perencanaan,
pengembangan, pengelolaan dan pengawasannya.
Dalam kerangka tersebut, sektor swasta akan mendapatkan
keuntungan dalam jangka panjang dengan inklusifitas berimbang antara
rantai produsen dan konsumen, sektor publik akan mendapatkan
keuntungan dengan tambahan sumber daya dan nilai investasi serta
keterjaminan partisipasi dan kepemilikan para pihak; sedangkan masyarakat
di Desa akan memperoleh manfaat dengan perolehan keterampilan,
pengetahuan dan teknologi baru.
Model kerjasama dan kemitraan antara pemerintah Desa, swasta dan
masyarakat akan menjadi pendekatan terbaik untuk mencapai pertumbuhan
inklusif dan pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Program
pembangunan Desa yang baik tentunya akan mendorong formulasi dan
memfasilitasi terbangunnya kesepahaman, kesepakatan dan dukungan
bersama dari berbagai pihak khususnya sektor swasta dalam mendukung
pencapaian target sesuai rencana pembangunan Desa. Pada saat yang
Daftar Pustaka
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
5.
3
Teknik Fasilitasi
Peraturan
Tujuan
Setelah sesi ini, peserta dapat:
1.
Waktu
180 menit (4 JP)
Metode
Curah pendapat, simulasi, umpan balik, studi kasus
Media
Lembar simulasi, lembar umpan balik, lembar kasus.
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa (30 menit)
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari Sub
Pokok Bahasan Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala
Desa. Sampaikan kepada peserta proses yang akan dilalui
dalam sesi ini terdiri dari dua bagian, yaitu (i) strategi
fasilitasi penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa, dan (ii)
praktek/simulasi Penyusunan Peraturan Bersama Kepala
Desa.
2. Tanyakan apakah di antara peserta ada yang memiliki
pengalaman terlibat dalam proses penyusunan peraturan
bersama kepala Desa. Apabila ada, persilahkan salah seorang
di antara mereka untuk membagi pengalaman secara singkat
mengenai:
a. Bagaimana tahapan
Kepala Desa?
penyusunan
Peraturan
Bersama
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
6
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
6.1
Pemberdaya
an
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
3.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, dan Diskusi
Media
Alat Bantu
Kertas Plano, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan WhiteBoard
PENDAMPING DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Hakekat PemberdayaanMasyarakat
1. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Hakekat
Pemberdayaan Masyarakat, sampaikan tujuan, proses dan
hasil yang ingin dicapai;
2. Berikan penugasan kepada peserta untuk membaca cepat
selama 10 menit Lembar Informasi 6.1.1;
3. Lakukan curah pendapat diselingi tanya jawab dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kunci, sebagai berikut;
pikiran
penting
dari
curah
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
SP
B
6.1
A.
Lembar
Informasi
Pemberdayaan
Pengantar
Sebuah istilah tidak selalu memunculkan pemahaman yang tepat
terhadap makna atau pengertian yang dikandung di dalam istilah itu.
Perbincangan tentang pemberdayaan masyarakat pun tidak bebas dari
ketidakjelasan makna ini. Antara pembicara dan pendengar cukup saling
meyakinkan bahwa mereka sedang memperbincangkan makna
pemberdayaan masyarakat meskipun secara eksplisit makna itu tidak
terungkapkan. Sebagai contoh: antar pendamping masyarakat telah
sepakat bahwa jika ada proses partisipasi warga masyarakat maka ada
proses pemberdayaan masyarakat, sehingga pembicaraan tentang
pemberdayaan masyarakat cukup berputar-putar di pusaran diskusi tentang
partisipasi warga masyarakat.
Kesepakatan yang tak terungkapkan antara pembicara dan pendengar
ini menjadikan sebuah topik pembicaraan mengalir lancar tanpa perlu saling
menguji kebenaran dari sebuah ungkapan. Ungkapan-ungkapan tertentu
yang sebelumnya telah disepakati secara tak terungkapkan itu ternyata
pudar dan lenyap. Kondisi ini muncul pada saat sebuah proyek
pemberdayaan masyarakat dinyatakan berakhir. Gambaran bersama
tentang masyarakat yang berdaya seolah-olah runtuh, dan para
pendamping masyarakat harus mulai merekonstruksikan gambaran lama
dalam situasi yang baru, atau bahkan merumuskan hal yang berbeda sama
sekali.
Ketidaknyamanan komunikasi sedang dialami oleh para pendamping
yang bekerja di Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (PNPM- MPd). Sebelumnya, para pendamping dengan mudah
menggambarkan pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses
pembangunan partisipatif sebagaimana telah dirumuskan dalam Petunjuk
Teknis Operasional (PTO) PNPM MPd. Ketika Undang- Undang Desa lahir dan
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
logis dan rasional dari kondisi ketidakberdayan
yang secara konkret dialami
manusia- manusia desa di Indonesia.
Tulisan ini ditujukan untuk mematik diskusi dan refleksi kritis bagi para
pihak yang memiliki pengalaman nyata sebagai pekerja profesional di
bidang pemberdayaan masyarakat. Berbekal pengalaman dalam kerja-kerja
pemberdayaan masyarakat, seorang pendamping desa pada hakikatnya
mampu merumuskan dengan caranya
Definisi Desa itu secara jelas dan tegas menempatkan desa memiliki
wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakatnya. Posisi ini
ditegaskan lagi dengan konstruksi UU Desa secara prinsip menempatkan
Pasal 18B ayat 2 Undang- Undang Dasar 1945 sebagai dasar rumusan
pengaturan Desa. Dalam pasal dimaksud disebutkan bahwa Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang.
Posisi Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum
adat sebagai mandat konsitusi diturunkan dalam UU Desa melalui asas
rekognisi yaitu Negara mengakui dan menghormati desa-desa di Indonesia
dengan segala keunikannya masing-masing. Sebagaimana semboyan
Bhinneka Tunggal Ika menandaskan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari
beragam suku, ras, budaya dan juga agama harus tetap bersatu sebagai
sebuah bangsa. Kebersatuan sebagai sebuah bangsa dalam keberagaman
budaya dijaga dengan menempatkan kedaulatan hukum sebagai kedaulatan
negara. Dengan demikian, Desa berwenang mengatur dan mengurus urusan
masyarakat dalam batas wilayah administratifnya, sepanjang kewenangan
desa itu tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan
Republik lndonesia; serta substansi norma hukum dalam peraturan desa
sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan Republik Indonesia.
C.
D.
Mobilisasi-Partisipasi
Ketidakberdayaan
secara
sosial,
terkait
dengan
rumusan
kerja
pendampingan desa, akan sulit diurai jika menggunakan pola rekayasa
sosial berupa praktek mobilisasi
Keunggulan
dari
praktek
mobilisasi-partisipasi
dalam
proses
pembangunan desa ditunjukkan adalah kemudahan untuk memberikan
bukti berupa keberhasilan capaian output. Karenanya, dalam konteks
pencapaian keberhasilan pembangunan desa yang biasanya ditonjolkan
adalah capaian target-target akhir yang dapat diukur secara kuantitatif.
Ukuran keberdayaan masyarakat dibuktikan dengan hasil nyata dan konkret
tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia. Pelaksanaan
proyek akan diukur dari efektivitas dan efisiensi antara nominal dana
dengan output proyek yang harus dicapai. Waktu pelaksanaan proyek
menjadi sebuah komponen yang dikontrol secara ketat agar pencairan dana
dapat dilaksanakan dengan cepat dalam batas waktu tahun angaran. Dana
yang cepat tersalurkan kepada masyarakat sasaran program akan lebih
mempercepat keberdayaan. Proses penyaluran dana bagi masyarakat harus
benar tanpa masalah. Jikalau ada masalah muncul di dalam pelaksanaan
proyek maka proses penanganannya pun harus cepat, tepat dan tuntas.
UU Desa mencita-citakan desa yang kuat, maju, mandiri dan
demokratis. Cita-cita ini akan dapat dicapai oleh masyarakat sebuah desa
ketika mereka berdaulat secara politik. Dengan kuasanya, masyarakat desa
akan berdaya dalam mengelola dana desa, memanfaatkan sumberdaya
desa dengan teknologi tepat guna, mendorong pertumbuhan ekonomi di
desanya, menciptakan pelayanan dasar bagi seluruh warga desa secara
berkeadilan. Prasyarat yang dibutuhkan adalah kualitas perbincangan di
antara warga desa menjadi penting. Sebab, bukan sekedar kerumunan
orang yang sibuk bercakap-cakap dalam kontek keintiman secara sosial.
Yang dibutuhkan agar desa itu berdaya adalah berbincangan substansial
tentang ketidakberdayaan yang dialami secara bersama. Untuk itu,
pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pembelajaran sosial bagi
warga desa agar mereka paham tentang substansi pemberdayaan
masyarakat itu sendiri dan secara militan bekerja sukarela menghadirkan
desa yang berdaya itu ke dalam tindakan nyata.
E.
aktif dan sukarela. Calon- calon kader dicari, dibentuk, dilatih dan
dibelajarkan serta diorganisasilkan agar tetap terpelihara jiwa kadernya.
Dan kebanggaan bagi para kader desa adalah jika mereka berhasil
membangun desanya menjadi desa yang kuat, maju, mandiri dan
demokratis. Desa bukan lagi menjadi beban bagi Negara, tetapi desa yang
mandiri itu menjadi kekuatan utama yang menyokong tegaknya NKRI di
tengah arus besar globalisasi.
F.
Penutup
agar tumbuh dan berkembang sebagaimana diamantkan dalam UndangUndang Desa. Desa Membangun Indonesia demi tegaknya NKRI.
PENDAMPING
DESA
SP
B
6.
2
Rencana Pembelajaran
Penguatan
Kader
Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok dan Pleno
Media
Alat Bantu
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
2. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi yang akan dibahas yaitu Pengembangan Kader
Pemberdayaan Masyarakat (KPMD), sampaikan tujuan,
proses dan hasil yang ingin dicapai;
3. Sampaikan, bahwa materi yang disampaikan merupakan
upaya untuk memberikan pembekalan kepada peserta
tentang
bagaimana
memfasiltasi
masyarakat dalam
mengembangkan kader desa khususnya KPMD dalam rangka
implementasi Undang-Undang Desa;
4. Mintalah peserta untuk membagi diri dalam kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang.
5. Pelatih menampilkan media tayang tentang tema diskusi
(bahan paparan topik diskusi kelompok). Selanjutnya
mintalah kelompok untuk untuk mendiskusikan pokok-pokok
gagasan sebagai berikut;
PENDAMPING
DESA
SP
B
6.
A.
Lembar
Informasi
Kader
Pemberdayaan
Pendahuluan
Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi,
adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci)
dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi
mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah Orang
Kunci yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju
pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar
sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa. Kader-kader
Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD),
tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan;
pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan;
pengurus/anggota
kelompok
perajin;
pengurus/anggota
kelompok
perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki
dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua,
kaum muda maupun anak-anak.
Oleh karenanya, representasi warga yang tergabung sebagai kader
dalam
KPMD merupakan kumpulan orang yang diharapkan mampu
memegang perang penting melanjutkan misi rekognisi dan subsidiaritas
Desa. KPMD juga merupakan salah satu pelaku pendampingan dalam skala
lokal Desa yang aktif bekerjasama dengan pendamping profesional dan
pendamping dari unsur pihak ketiga (LSM, Ormas, Perusahaan, lembaga
donor dan seterusnya).
B.
Kedudukan KPMD
Dalam Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa Pasal 4,
menyebutkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping
yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader
PENDAMPING
DESA
SUBSTANSI
TUGAS
Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan
DAFTAR KEGIATAN
Tambatan Perahu
Jalan Pemukiman
Jalan Desa Antarpermukiman
Ke Wilayah Pertanian
Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro
Lingkungan Permukiman
Masyarakat Desa
Air Bersih Berskala Desa
Sanitasi Lingkungan
PENDAMPING
Sarana dan
Prasarana
Kesehatan
DESA
Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan
Sarana dan
Prasarana
Pendidikan dan
Kebudayaan
Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan
BIDAN
G
Sarana Dan
Prasarana
Ekonomi
SUBSTANSI
TUGAS
DAFTAR KEGIATAN
Pengembangan Dan
Pembinaan Sanggar Seni
Pengembangan usaha Pasar Desa
ekonomi produktif
Pembentukan Dan
serta pembangunan,
Pengembangan BUM Desa
pemanfaatan dan
Penguatan Permodalan BUM
pemeliharaan
Desa
Pembibitan Tanaman Pangan
Penggilingan Padi
Lumbung Desa
Pembukaan Lahan Pertanian
Pengelolaan Usaha Hutan Desa
Kolam Ikan Dan Pembenihan
Ikan
Kapal Penangkap Ikan
Gudang Pendingin (Cold
Storage)
Tempat Pelelangan Ikan
Tambak Garam
Kandang Ternak
Instalasi Biogas
Mesin Pakan Ternak
Sarana Dan Prasarana Ekonomi
Lainnya Sesuai Kondisi Desa
Lingkungan Hidup
Pelestarian
Penghijauan
Pembuatan Terasering
Pemeliharaan Hutan Bakau
Perlindungan Mata Air
Pembersihan Daerah Aliran
Sungai
Perlindungan Terumbu Karang
C.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Fasilitasi
ketahanan
masyarakat
desa
melalui
kewarganegaraan, serta pelatihan dan advokasi hukum;
(9)
penguatan
(2)
(3)
(4)
(5)
Mendampingi Masyarakat
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas untuk menumbuhkan dan
mengembangkan, serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya
gotong royong. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melibatkan unsur
masyarakat, yang meliputi: kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok
pengrajin; kelompok perempuan; kelompok pemerhati dan perlindungan
anak; kelompok masyarakat miskin; dan kelompok-kelompok masyarakat
lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. Pendamping
Desa bertugas melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan
Desa yang baru.
D.
Kriteria KPMD
dan
bertempat
tinggal
di
desa
yang
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
E.
Persiapan Pemilihan
(1)
(2)
Proses Pemilihan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
F.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.
G.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
PENGARUSUTAMAAN INKLUSI
SOSIAL
PENDAMPING DESA
migrasi |
237
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
7.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
Menjelaskan konsep
pembangunan desa;
dasar
inklusi
sosial
2.
dalam
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Permainan Inklusi sosial, refleksi permainan, curah
pendapat, tanya jawab
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1.
2.
3.
PENDAMPING DESA
Apa
yang
menyebabkan
termarjinalkan secara sosial?
seseorang
menjadi
b.
c.
5.
6.
7.
PENDAMPING
DESA
PB
7.1
A.
Lembar
Informasi
Pengarusutama
an Inklusi
Pengantar
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
menyusun
program
dan
kegiatan
B.
Pengertian
C.
(Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Laporan Baseline
- the SMERU Research Institute Maret 2016)
Studi Kasus 1: Keterlibatan Perempuan Minim
Jadi, perencanaan pembangunan hanya urusan laki2. Kalau
pelaksanaan baru melibatkan ibu2 kalau di Kalikromo ada
perempuan. Di sini juga mengumpulkan usulan dari warga dusun.
Hanya Dusun Kalikromo yang sudah dari awal melibatkan unsur
perempuan dari 9 dusun yang ada (Perempuan biasanya) hanya
ikut waktu kegiatan pembangunan. Nanti dibilang wong wedhok
(orang perempuan) kok ngeyel (tidak bisa diatur) Tidak (berani
tanya-tanya informasi atau usul pembangunan), karena dominan
masalah laki-laki pembangunan itu sih Kalau ibu-ibu saja (yang
bertanya ke kadus), tidak akan digubris karena kurang kuat! (FGD
Tata Kelola Desa Perempuan, Kec. Eromoko Kab. Wonogiri, 13
Oktober 2015).
(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute
Maret 2016)
Tingkat partisipasi masyarakat cenderung lebih tinggi apabila
pertemuan dan aktifitas diadakan dibawah level desa, yaitu di dusun, RW
atau RT. Hal ini karena selain disebabkan oleh akses juga secara kebiasaan
forum-forum tingkat tersebut dianggap lebih familiar dan akrab. Artinya bila
kegiatan diadakan pada level desa, partisipasi warga akan menciut. Hal
yang sama juga terjadi bagi kegiatan pembangunan dimana keterlibatan
masyarakat akan lebih tinggi apabila lokasi pembangunan berada di lokasi
disekitar tempat tinggal mereka.
Studi Kasus 2: Urunan Warga Marginal untuk Perbaikan Jalan
Di Desa Kelok Sungai Besar terdapat satu RT, yaitu RT 15, yang
letaknya jauh dari pusat pemerintahan Desa. Untuk sampai ke RT
15, harus melewati jalan perusahaan perkebunan dan wilayah
Desa Belanti Jaya, desa bentukan baru yang berasal dari
permukiman Transmigrasi. RT yang jumlah warganya kini sekitar
20-an KK ini, menghadapi permasalahan yang sejak dulu belum
pernah terselesaikan, yaitu kondisi jalan tanah merah yang
merupakan akses keluar masuk wilayah tersebut rusak berat,
apalagi saat hujan. Aliran listrik PLN pun belum masuk ke RT ini.
Usulan kepada desa sudah sering disampaikan, namun selalu
tidak mendapat prioritas.
Kepala Desa bukan tidak menyadari kondisi ini. Namun
terbatasnya anggaran dan letak yang terpisah membuat niat
untuk memperbaiki jalan masih terkendala. Beberapa kali
Musrenbangdes memang sudah direncanakan, sejak Kades Pak
Tar, terus kito. Pak RT boleh buka dokumen perencanaan desa,
semuanya ada. Tapi terkendala duitnya ndak ado, yang
ngabulkannya ndak ado. Disamping itu kendala yang lain karena
jalannya melalui jalan perusahaan perkebunan. Mudah-mudahan
Masyarakat kan tidak tau, awam, (jadi) kita lah yang mikirnya. Oh
di situ perlu jalan rabat beton, di situ jalan rabat beton. Mana yang
perlu, ada anggaran, kasih. Dari masyarakat tidak ada mikir, usul
(juga) tidak ada, yang penting makan." (Wawancara, laki-laki, 36,
kaur umum, Kecamatan Sungai Manau - Kabupaten Batanghari, 17
November 2015)
Situasi seperti ini diamini oleh salah seorang tokoh masyarakat
dari unsur guru yang menyatakan bahwa pemerintah desa tidak
secara murni melakukan penggalian gagasan. Menurutnya, ini
menjadi faktor lain yang menyebabkan Musrenbangdes tidak
dihadiri oleh warga, yaitu selain dianggap tidak punya hasil
(usulannya itu-itu saja), juga karena tidak diakomodirnya usulan
warga bila bertentangan dengan apa yang telah dirancang oleh
Pemerintah Desa.
Kebanyakan warga setuju-setuju saja. Seharusnya kita tahu dulu
dananya berapa, diminta usulannya apa, dan kebutuhannya apa.
(Tapi yang terjadi) Kades sudah merancang terlebih dahulu (usulan
kegiatannya) baru minta pendapat ke masyarakat. Di musyawarah,
keputusan (seolah-olah) sudah ada. Ada yang beda pendapat, tapi
kalo kades sudah ngomong itu dan sudah banyak yang setuju,
pendapatnya jadi tidak diterima. Kalau pun ada perdebatan itu
pasti di belakang, kan gak ada hasilnya. Depan setuju-setuju, di
belakang (baru bilang) tidak setuju. (Wawancara, laki-laki, guru,
Kecamatan Sungai Manau - Kabupaten Merangin, 20 November
2015).
(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute
Maret 2016).
D.
E.
PEMETAAN WILAYAH
PROFIL SOSIAL
KOMUNIKASI &
INTERAKSI
KEBIJAKAN/PERAT
URAN
DESA
MENGGAL
ANG
DUKUNGA
N
(1)
Akses terhadap
pelayanan
dasar
Tidak mendapatkan
akses ke sarana
dasar kesehatan
karena lokasi
tempat tinggal
sangat jauh dari
desa induk (sekitar
4 jam perjalanan)
FAKTOR
EKSKLUSI
Penerimaan
Sosial
Terdapat stigma yang
melekat bahwa orang
dari Suku A bodoh,
malas dan tidak
dapat dipercaya.
Masyarakat di desa
induk memiliki tabu
yang sangat kuat
apabila anggota
keluarga mereka
menikah dengan
orang dari Suku A
Regulasi dan
kebijakan
Dalam penyusunan
RPJMDes dan RKPDes
tidak melibatkan
anggota dari Suku A
dengan alasan jarak
yang sangat jauh.
Pemerintah Desa
merasa bahwa suara
mereka sudah
terwakilkan melalui
musyawarahmusyawarah yang
(2)
(3)
(4)
(5)
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
7.
Inklusi Sosial
dalam
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Mengidentifikasi pembelajaran
inklusi sosial di Desa;
3.
kunci
dalam
penerapan
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Paparan, curah pendapat
Media
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
252| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
b.
c.
d.
e.
dirasakan
ketika
3.
4.
5.
Membuat
rangkuman
tentang
faktor-faktor
kunci
kesuksesan inklusi sosial di Desa yang dirumuskan pada
Lembar Kerja 7.2.1.
6.
(2)
adanya
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
Posisi
dalam
Masyarak
at
Sasara
n
1.
Perempuan
2.
Kelompok
Miskin/Renta
n
3.
Berkebutuh
an Khusus
Permasala
han yang
dihadapi
Poten
si
yang
Dimili
Alternat
if
Gagasa
n
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
7.
3
Strategi
Pemberdayaan
Perempuan, Kelompok
Miskin, dan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menerapkan
faktor- faktor kunci penerapan inklusi sosial dalam perumusan
strategis pemberdayaan/inklusi sosial.
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Paparan, curah pendapat, role play
Media
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
3.
4.
play
dengan
mengajukan
a.
b.
c.
Mengapa
kelompok-kelompok
itu
sebagai marjinal? Apa Sebabnya?
dikategorikan
b.
c.
d.
5.
6.
7.
Lakukan
penegasan
terhadap
seluruh
simpulan
pembelajaran di dua sesi sebelumnya untuk mengingatkan
peserta terhadap pentingnya strategi yang relevan atau
sesuai dengan konteks marjinalisasi di masyarakat Desa
tempat peserta ditugaskan.
Pemuka Adat
Petani miskin
----------------------------------------------------------------------------------------Penyandang
Kebutuhan Khusus
PENDAMPING
DESA
SP
B
7.
A.
Informasi
Lembar
Pemberdayaan
Perempuan:
Pengantar
Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa telah membuka pintu lebar bagi
penguatan partisipasi perempuan dalam ruang publik desa. Dalam UU
tersebut, keterlibatan perempuan merupakan syarat mutlak dalam proses
demokrasi Desa, misalnya dalam forum Musyawarah Desa yang
diselenggarakan sebagai forum pembahasan dan pengambilan keputusan
strategis Desa. Namun ke depan harus dipastikan agar keterlibatan
perempuan bukan semata-mata sekedar memenuhi standar prosedural
peraturan perundangan. Lebih dari itu, kontribusi besar perempuan baik
secara sosial maupun ekonomi selama ini dapat terlembaga dan terorganisir
lebih baik demi kepentingan masyarakat Desa. Ini merupakan salah satu
fungsi strategis bagi Tenaga Pendamping Profesional.
Untuk mencapai ke sana, agenda Pendampingan Desa mesti
memberikan perhatian khusus terhadap perempuan. Di antaranya dengan
mengembangkan strategi pemberdayaan perempuan sebagai implementasi
Undang-Undang Desa. Sebaik-baik strategi, bagaimanapun, harus
ditemukan dan dirumuskan dengan berangkat dari situasi dan kondisi lokal
yang dihadapi langsung oleh Pendamping Desa di lapangan. Dua tulisan
berikut merupakan contoh geliat perempuan Desa yang dengan berangkat
dari kebutuhannya mampu mengembangkan gerakan dan pengorganisasian
lebih maju. Kami menghadirkan dua tulisan yang semula terpisah di bawah
ini,
sebagai bahan belajar bagi para Pendamping Desa untuk
mengembangkan strategi pemberdayaan perempuan di Desa sebagai
bagian integral dari implementasi Undang- Undang Desa.
B.
November 2015. Biar kantor desa bagus, tapi kalau banyak anak yang
busung lapar, atau putus sekolah, apa kira-kira gunanya sambungnya.
Pertanyaan seperti yang disampaikan ibu Ostin menjadi pembicaraan
penting di lingkaran anggota sekolah perempuan Mosintuwu hingga saat ini.
Kata pembangunan sangat sering terbatas pada ketersediaan infrastruktur
saja. Ukuran kemajuan diletakkan pada pembangunan fisik dan kehidupan
modern. Pembangunan dengan aliran dana yang besar berlomba-lomba
mengarahkan desa menjadi desa metropolitan. Hal-hal tentang kesehatan
masyarakat yang sangat sering menjadi perhatian nomor sekian
dibandingkan pembangunan jembatan. Demikian juga sangat sering
pendidikan anak di desa yang tidak lebih penting dibandingkan perbaikan
kantor desa. Belum lagi di desa-desa yang kaya sumber daya alam, masih
banyak anak busung lapar dan putus sekolah. Kenyataan desa-desa
ditinggalkan oleh anak muda untuk mencari pekerjaan sebagai buruh ,
pembantu, bahkan pekerja seks di kota tidak dilihat sebagai persoalan
serius.
Tak tinggal diam, perempuan di 40 desa di Kabupaten Poso yang
menjadi bagian dari kelas sekolah perempuan Mosintuwu bergerak
menyusun cara pandang baru tentang pembangunan. Pendidikan menjadi
penting untuk dimiliki semua orang dan semua kalangan agar bisa
membekali kebijaksaan dalam menyusun kehidupan. Kesehatan menjadi
prioritas agar masyarakat bisa menjalani kehidupan dengan baik. Ruang
publik diperlukan untuk membangun kreativitas masyarakat desa.
Membangun ekonomi solidaritas menjadi syarat keberlanjutan kehidupan di
dalam desa yang memelihara tanah dan menjaga keseimbangan dengan
alam.
Cara pandang baru atas pembangunan ini diterjemahkan oleh ibu-ibu
sekolah perempuan dalam wujud peta mimpi desa. Difasilitasi oleh Lian
Gogali, pendiri sekolah perempuan dan direktur Mosintuwu, ibu-ibu diajak
untuk melakukan refleksi atas kehidupan yang pernah ada di desa mereka
dan kehidupan yang ingin mereka ciptakan di desa.
Ibu Helpin, 45, dari Desa Tiu bercerita Dulu, di desa kami ada danau.
Sekarang sudah menjadi kolam. Banyak orang menjadi sarjana di desa ini
karena Danau yang kami sebut Danau Tojo . Hal ini dibenarkan oleh ibu
Jane, warga desa lainnya saat pertemuan di kelas Sekolah Perempuan.
Danau ini menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat karena kaya
dengan ikan dan lokasinya yang indah dan strategis. Dulu, setiap harinya
Danau Tojo dikunjungi oleh warga untuk memancing berbagai jenis ikan
yang ada di danau. Bahkan pada hari-hari libur, Danau Tojo dipenuhi oleh
warga yang ingin berekreasi di sekitar danau bersama keluarganya. Selain
piknik dan makan bersama dengan keluarga, dulu ada perahu yang biasa
digunakan oleh warga cerita ibu Jane. Danau Tojo juga mencari salah satu
PENDAMPING
PENDAMPING DESA
C.
Kami yang semula tidak tahu apa-apa tentang desa, yang biasanya
hanya disibukkan dengan urusan dapur. Sekarang ini bisa membuktikan
bahwa kami juga bisa mengambil peran untuk kemajuan desa kami, tutur
Sri Utami, kader perempuan dari Desa Gumelem Kulon.
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
8
PENDAMPINGAN
DESA
PENDAMPING DESA
migrasi |
267
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
8.
Pokok-Pokok
Kebijakan
Tujuan
Setelah
pembelajaran
ini
peserta
diharapkan
dapat
menguraikan pokok- pokok kebijakan Pendampingan Desa
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat dan Diskusi
Media
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Pokok-Pokok
Kebijakan Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses
dan hasil yang ingin dicapai;
Perlu diperhatikan bahwa pembahasan materi tentang Pokok- Pokok Kebijakan Pendampingan Desa dapat di
tersedia. Pelatih dapat menyajikannnya dengan cara yang berbeda misalnya dengan pemutaran film pendek
Cara lain dengan merubah pendekatan dari penyajian materi secara deduktif menjadi induktif dimana topik
Apa
yang
Anda
pahami
tentang
pengertian
pendampingan desa sesuai Permendasa PDTT No. 3
Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa dan Panduan
Pendampingan Desa?
dalam
pikiran
penting
dari
curah
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.
A.
Lembar
Informasi
Pokok-Pokok
Kebijakan
Latar Belakang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melaui upaya
pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang
perlu dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan
sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa.
Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi UndangUndang Desa berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak
dimungkinkan lagi adanya pola-pola pendampingan desa yang bersifat
apolitis sebagai sekedar urusan penyelesaian urusan proyek pembangunan.
Ke depan dituntut adanya pendamping masyarakat desa yang mampu hadir
sebagai guru kader untuk melahirkan kekuatan rakyat desa sebagai benteng
NKRI. Pendamping masyarakat desa harus didudukkan sebagai bagian dari
upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sebagaimana
diwujudkan dengan mengimplementasikan Undang-Undang Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan.
Pendampingan masyarakat desa merupakan bagian utama dari proses
pengembangan kapasitas masyarakat desa. Core business pemberdayaan
masyarakat Desa adalah penguatan rakyat sebagai proses belajar sosial
yaitu learning by capacity dan learning by doing yang menyatu dalam
seluruh praktik pembangunan di tingkatan komunitas. Pemberdayaan
PENDAMPING
DESA
B.
Pengertian
C.
Tujuan
(2)
(3)
(4)
D.
Ruang Lingkup
(2)
(3)
E.
Landasan Hukum
(2)
(3)
(4)
(5)
201
4
201
4
201
4
201
4
dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa;
(9)
F.
(2)
(3)
(2)
Perguruan Tinggi;
(3)
(4)
Perusahaan.
Pusat
PELAKU
PENDAMPINGAN
Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat
TUGAS
(Permendesa No. 3/2015
tentang Pendampingan
Desa)
Pasal 15-17
Provinsi
Pasal 15-17
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa
Pendamping Teknis
Pendamping Desa
KPMD
Pasal 13-14
Pasal 11-12
Pasal 18-19
G.
Kompetensi
Mendorong
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
dan
pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
dalam
(7)
(8)
(9)
(10) Melakukan
pengawasan
dan
pemantauan
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara
partisipatif oleh masyarakat Desa.
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
8.
Tugas dan
Fungsi
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Waktu
2 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat dan Diskusi
Media
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
278| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
3.
Lakukan
permainan
Gajah
dan
menggunakan Lembar Kerja 8.2.1;
4.
Setelah
permainan
mengkaitkan dengan
dipelajari;
5.
6.
7.
Semut
dengan
selesai
lakukan
refleksi
subpokok bahasan yang
dan
akan
a.
b.
c.
Materi pendampingan desa lebih diarahkan untuk melakukan refleksi terhadap kerja pendampingan yang te
Kemudian diarahkan untuk menerapkan hal-hal positif dalam menentukan strategi pendampingan desa ke d
Perlu juga peserta diajak untuk mendiskusikan tentang indikator
keberhasilan pendamping desa sebagai bagian penting dari tolok ukur keberha
Dalam diskusi kelompok, pelatih mengarahkan peserta untuk mencermati tenta
8.
9.
penting
dari
hasil
pembahasan
yang
(2)
Babak I
(3)
(4)
(5)
(6)
Babak II
(7)
(8)
(9)
(10) Setelah permainan lakukan tanya jawab pada peserta tentang makna
dari permainan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut;
Apakah perubahan itu sulit? Apakah hal yang belum biasa itu bisa
diubah?, Jika bisa, bagaimana caranya;
Hikmah Permainan
1.
2.
Adanya niat/dorongan;
Ada kesempatan;
3.
4.
Aspek
Perbedaan
Regulasi
Pendamping
Sebelum UU
1.Desa
Pendamping
Sesudah UU
Desa
Catatan
2.
3
2.
Tujuan
1.
2.
3
3.
Output/Keluaran
1.
2.
3
4.
Pendekatan/Strategi
1.
2.
3
5.
Cakupan Tugas
1.
2.
3
6.
Sasaran Fasilitasi
1.
2.
3
dll
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.
3
Rencana Pembelajaran
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami etika kerja Pendamping Desa;
2. Menyepakati prinsip-prinsip Pendampingan Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab dan Curah Pendapat
Media
Media Tayang 8.3.1:
Lembar Informasi 8.3.1: Etka Kerja Pendamping Desa
Alat Bantu
Flipt Chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
284| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
2. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Etika Kerja
Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses dan hasil
yang ingin dicapai;
3. Bagikan kepada masing-masing peserta 2 (dua) buah kartu
metaplan (merah dan hijau). Kartu merah menunjukkan
pernyataan yang tidak boleh dilakukan oleh pendampung
sedangkan kartu hijau menunjukkan pernyataan yang boleh
dilakukan oleh pendamping;
4. Pelatih membacakan lembar pernyataan etika sesuai dengan
media yang tersedia;
5. Pelatih menyebutkan satu persatu pernyataan untuk
dimintakan jawaban dari peserta untuk masing-masing
pernyataan, pelatih memberikan penjelasan;
Disarankan pelatih menyusun daftar pernyataan etika pendamping terkait dengan mendampingi masyaraka
penting
dari
hasil
tugas
pembahasan
Pokok,
Fungsi
yang
dan
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.3.
1
A.
Lembar Informasi
Pengantar
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kesejahteraan
masyarakatsangat tergantung pada kemampuan mereka mendapat akses
dan kemampuan untukdapat menggunakan pelayanan publik. Akan tetapi
permintaan akan pelayanan tersebut biasanya jauh melebihi kemampuan
pemerintah untuk dapat memenuhinya. Hal ini dikarenakan pemusatan
segala urusan publik hanya kepada negara dan urusan pelayanan publik
yang demikian kompleks mustahil dapat diurus secara menyeluruh oleh
institusi negara (sentralisasi). Oleh karena itulah kemudian dicetuskan ide
desentralisasi, yang mencoba menggugat kelemahan yang ada pada
diskursus sentralisasi tersebut. Kerangka desentralisasi melalui pemberian
otonomi kepada daerah untukmelaksanakan pemerintahan sendiri selain
dipandang positif dari sisi efektifitasmanajemen pemerintahan, pelaksanaan
desentralisasi juga dipandang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang
memungkinkan setiap warga Negara untuk menentukan sendiri nasib dan
mengapresiasikan keinginannya secara bebas (Setiyono, 2004: 205).
Mengingat tujuan kebijakan desentralisasi sendiri yaitu untuk menciptakan
suatu system pembagian kekuasaan antar daerah yang mapan dimana
pemerintah pusat dapat meningkatkan kapasitas, memperoleh dukungan
masyarakat, dan mengawasi pembagiansumber daya dengan adil.
Desentralisasi yang juga merupakan bentuk pelaksanaan daridemokrasi
lokal dengan memanfaatkan keefektifitasan pemerintah daerah pada
akhirnya juga diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah agar lebih
bertanggung jawab dalam mengelola dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang ada di daerah
B.
Pengertian Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan atau
watak, sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin mos atau mores
yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Kata tersebut terus berkembang
dan melahirkan katakata lain seperti morale atau moril, akan tetapi
maknanya bergeser dari makna awal, sebagai contoh kata moril biasa
diartikan dorongan yang kuat dari dalam hati atau semangat, kata lain
yang selalu berkaitan dengan kata etika adalah kata norma yang
berarti
PENDAMPING
DESA
sesuatu yang bisa menjadi alat ukur. Kemudian diadopsi dalam bahasa
Inggris yang bermakna kumpulan kaidah yang berhubungan dengan prilaku
manusia. Jadi norma adalah pedoman, haluan bagi prilaku manusia tentang
apa yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
berinter-aksi dengan sesamanya.
Etika merupakan seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, referensi,
penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan tugasnya, tapi juga
sekaligus berfungsi sebagai standar untuk menilai apakah sifat, perilaku,
tindakan atau sepak terjangnya dalam menjalankan tugas dinilai baik atau
buruk. Oleh karenanya, dalam etika terdapat sesuatu nilai yang dapat
memberikan penilaian bahwa sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk
Dengan demikian, etika dapat dibedakan dalam etika yang besifat
individu. Etika individu berupa tuntutan individu/diri seseorang untuk
melakukan perbuatan baik dan tidak melakukan perbuatan jelek/buruk.
Sedangkan, etika sosial berupa tuntutan kewajiban yang harus dilakukan
kelompok individu dalam suatu komunitas untuk memenuhi tuntutan nilainilai lingkungan sosial dimana mereka berada. Pemahaman sosial dewasa
ini tidak hanya berarti lingkungan masyarakat sekitarnya, tetapi lingkungan
dan hubungan sesama manusia, bangsa dan negara serta hubungan antar
negara dan bangsa yang dilandasi norma-norma baik yang disepakati antara
bangsa dan negara dalam hubungan bertetangga antar negara didunia.
Perbedaan yang tentang makna etika dapat dilihat dalam beberapa hal
:
(1)
(2)
(3)
Etika mempunyai arti sebagi ilmu tentang yang baik atau buruk, dalam
arti ini sama dengan filsafat moral dan dalam bahasa Arab yang biasa
disebut Akhlaq.
C.
PENDAMPING
(2)
(3)
(4)
perbedaan. Rohr menyatakan: For the most part, I shall use the words
ethics and morals interchangeably. Altough there may be nuances and
shades of meaning that differentiate these words, they are derived
etymologically from Latin and Greek words with the same meaning.
Berbagai kepustakaan dan kamus menunjukkan kata etika berasal dari
Yunani
ethos yang artinya kebiasaan atau watak; dan moral, dari kata latin mos
(atau mores
untuk jamak) yang artinya juga kebiasaan atau cara hidup.
Walaupun etika administrasi sebagai subdisiplin baru berkembang
kemudian, namun masalah kebaikan dan keburukan sejak awal telah
menjadi bagian dari pembahasan dalam administrasi. Misalnya, konsep
birokrasi dari Weber, dengan konsep hirarki dan birokrasi sebagai profesi,
mencoba menunjukan birokrasi yang baik dan benar. Begitu juga upaya
Wilson untuk memisahkan politik dari administrasi. Bahkan konsep
manajemen llmiah dari Taylor dapat dipandang sebagai upaya ke arah itu.
Cooper (1990) justru menyatakan bahwa nilai-nilai adalah jiwa dari
administrasi negara. Sedangkan Frederickson (1994) mengatakan nilai-nilai
menempati setiap sudut administrasi. Jauh sebelum itu Waldo (1948)
menyatakan siapa yang mempelajari administrasi berarti mempelajari nilai,
dan siapa yang mempraktikkan administrasi berarti mempraktikan alokasi
nilai-nilai.
Darwin (1999) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang
disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun
perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain masyarakat.
Selanjutnya Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi
Negara) adalah sebagai seperangkat
nilai yang menjadi acuan atau
penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua
pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai
pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi
sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi
publik dinilai baik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam
etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun,
bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya antara
lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal,
merytal system, responsible, accountable, dan responsiveness.
D.
pemerintan atau aparatur. Linsay dan Petrick dalam Linden (1997, 140)
membagi beberapa kelompok Pelanggan atai clien dalam;
(1)
(2)
(3)
Menjamin agar
menyangkut:
a.
b.
kebutuhan
pelayanan
publik
dapat
dipenuhi
c.
(2)
(3)
(4)
E.
F.
Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik adalah kode etik
yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration) yang telah
direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta penyempurnaan dari
para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para
anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek,
menaruh
perhatian,
keramahan,
cepat
tanggap,
mengutamakan
kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja profesional,
pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi,
kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk
kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya
dirahasiakan, dukungan terhadap sistim merit dan program affirmative
action.
Adapun bentuk dari Etika administrasi negara menurut American
society for Public Administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi
Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
Berjuang
kearah
keunggulan
berkeahlian
perseorangan
dan
menganjurkan pengembangan berkeahlian dan termasuk mereka yang
berusaha memasuki bidang administrasi negara
(7)
(8)
(9)
G.
Secara garis besar ada dua pendekatan yang dapat diketengahkan untuk
mewakili banyak pandangan mengenai administrasi negara yang berkaitan
dengan etika, yaitu
(1) pendekatan teleologi, dan (2) pendekatan deontologi.
Pendekatan teleologi. Pendekatan teleologi terhadap etika administrasi
berpangkal tolak bahwa apa yang baik dan buruk atau apa yang seharusnya
dilakukan oleh administrasi, acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan yang
akan diperoleh atau apa yang akan dihasilkan, yakni baik atau buruk dilihat
dari konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil. Dalam konteks
administrasi negara, pendekatan teleologi mengenai baik atau buruk ini,
diukur antara lain dari pencapaian sasaran kebijaksanaan-kebijaksanaan
publik (seperti pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan, kesempatan
untuk mengikuti pendidikan, kualitas lingkungan), pemenuhan pilihanpilihan masyarakat atau perwujudan kekuasaan organisasi, bahkan
kekuasaan perorangan kalau itu menjadi tujuan administrasi.
Pendekatan ini terdiri atas berbagai kategori, tetapi ada dua yang
utama. Pertama adalah ethical egoism, yang berupaya mengembangkan
kebaikan bagi dirinya. Yang amat dikenal disini adalah Niccolo Macheavelli,
seorang birokrat Itali pada abad ke -15, yang menganjurkan bahwa
kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar untuk seorang
administrator pemerintah. Kedua adalah utilitarianism, yang pangkal
tolaknya adalah prinsip kefaedahan (utility), yaitu mengupayakan yang
terbaik untuk sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini sudah berakar sejak
lama, terutama pada pandangan-pandangan abad ke-19, antara lain dari
Jeremy Bentham dan John Stuart Mills. Namun, di antara keduanya yaitu
egoism dan utilitarianism, tidak terdapat jurang pemisah yang tajam karena
merupakan suatu kontinuum, yang diantaranya dapat ditempatkan,
misalnya pandagan Weber bahwa seorang birokrat sesungguhnya bekerja
untuk kepentingan dirinya sendiri pada waktu ia melaksanakan perintah
atasannya, yang oleh Chandler (1994) disebut sebagai a disguise act of ego.
Namun, dapat diperkirakan bahwa dalam masa modern dan pasca
modern ini pandangan utilitarianism dari kelompok pandangan teleologis ini
memperoleh lebih banyak perhatian. Dalam pandangan ini yang amat pokok
adalah bukan memperhatikan nilai-nilai moral, tetapi konsekuensi dari
keputusan dan tindakan administrasi itu bagi masyarakat. Kepentingan
umum (public interest) merupakan ukuran penting menurut pendekatan ini.
Di sini ditemui berbagai masalah, antara lain:
(1)
(2)
(3)
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.
Rencana
Pembelajaran
Kerangka
Kerja
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapatpempraktekkan peranperan pendamping desa dalam asistensi, advokasi dan
pengorganisasian, fasilitasi, dan mediasi.
Waktu
10 JP ( 450 menit)
Metode
Curah Pendapat, permainan (game), diskusi kelompok, bermain
peran
(role play), paparan.
Media
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pengertian Asistensi, Fasilitasi dan
Mediasi
1.
2.
pengertian
Kelompok
II
: pengertian mediasi;
6.
3.
4.
5.
Jelaskan bahwa
Apa
yang
dimaksud
dengan
advokasi
pengorganisasian? Apa kaitan antara keduanya?
b.
Sebutkan peranpendamping
pengorganisasian dan advokasi?
c.
Apa
saja
ketrampilanyang
pengorgansiaian dan advokasi?
dan
dalam
dibutuhkan
dalam
8.
9.
Menyusun
pengertian
pengorganisasian,
dan
contoh
b.
Menyusun
rencana
langkah
pengorganisasian dan advokasi.
c.
dan
tentang
strategi
b.
c.
Apa
yang
dibayangkan
mengenai
mesin dalam
sistem pemerintahan desa ?
d.
e.
peran-peran
Kegiatan 3 : Fasilitasi
13. Berilah penjelasan bahwa kegiatan berikut nanti akan diisi
dengan bermain peran (role play) untuk mensimulasikan
kegiatan fasilitasi. Tekankan (i) agar setiap peserta
memainkan perannya dalam role play sebaik mungkin, (ii)
agar setiap peserta yang tidak tengah bermain peran
memperhatikan simulasi dengan secermat dan sebaik
mungkin.
14. Bagilah peserta kedalam tiga kelompok. Berilah tugas
kepada masing-masing kelompok untuk mensimulasikan
kegiatan-kegiatan di bawah ini:
Kelompok I : Fasilitasi Koordinasi Kegiatan Sektoral Desa
dengan Pihak Ketiga
Kelompok II : Fasilitasi pertemuan kader perempuan antar
desa untuk menyusun rancangan prioritas
program pemberdayaan perempuan yang
akan diusung sebagai program kerja di desa
masing-masing.
Kelompok III : Fasilitasi sosialisasi implementasi UU Desa.
15. Berikan kesempatan peserta untuk mempelajari lembar
simulasi
(terlampir)dan berbagi peran di kelompok masing-masing.
16. Persilahkan setiap kelompok untuk menampilkan simulasi
sesuai tema yang mereka terima. Satu per satu
persilahkan masing-masing kelompok untuk tampil di
depan. Beri waktu maksimal 20 menit untuk setiap sesi
penampilan simulasi.
17. Setelah ketiga kelompok menampilkan simulasi, beri waktu
15 menit kepada beberapa peserta untuk memberikan
komentar
tentang
proses
fasilitasi
yang
telah
disimulasikan.
18. Berikan tanggapan terhadap komentar peserta, kemudian
berikan penegasan dengan mengacu pada media tayang
tentang prinsip- prinsip dan ketrampilan dasar fasilitasi
yang harus dikembangkan peserta.
Kegiatan 4 : Mediasi
MEMBAJAK SAWAH
Bajak adalah alat tradisional untuk menyiapkan lahan sawah sebelum
ditanami. Teknologi itu tampak sederhana, namun sesungguhnya agar alat
tersebut dapat berjalan dengan baik, berbagai komponen dibutuhkan
bersama dan harus dioperasikan oleh orang yang terampil. Komponen bajak
terdiri dari:
a.
Alat bajak/luku;
b.
c.
d.
e.
f.
Sawah.
Langkah permainan.
1.
2.
Pembajak (1 orang)
Cemeti (1 orang)
3.
4.
Selamat bermain.
Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut
Fasilitator
Sekretaris Desa
Investor
Warga Desa
Desa.
: 1 (satu) orang
: 1 (satu) orang
: 1 (satu) orang
: sisa anggota kelompok berperan sebagai warga
Narasi Kegiatan
Seorang Pendamping Desa diundang untuk memfasilitasi pertemuan kader
perempuan antar Desa. Tujuan forum tersebut adalah untuk menggali
gagasan program pemberdayaan perempuan yang akan diusung oleh
masing-masing peserta sebagai program prioritas di desa masing-masing.
Dalam memfasilitasi, PD memimpin acara, menggali pendapat peserta,
mempertemukan pendapat-pendapat yang berbeda, menarik kesimpulan
yang disepakati bersama. Sementara Kader Perempuan Antar Desa
memberikan pandangan dan pendapat, terjadi perdebatan dan
pertentangan. Kader Kecamatan memberikan pengantar mengenai maksud
dan tujuan dari pertemuan tersebut.
Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut
Fasilitator
: satu orang
kelompok
Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut
Fasilitator
: 1 (satu) orang
Camat
: 1 (satu) orang
Sekretaris Camat
Kepala Desa
: separuh dari sisa anggota kelompok (mewakili
desa-desa yang berbeda)
Sekretaris Desa
: separuh dari sisa anggota kelompok
(mewakili desa-desa yang berbeda, sesuai desa kepala Desa).
: 1 (satu) orang
Langkah Simulasi
1. Pahami peta masalah berdasar kasus di atas
2. Petakan peran-peran kunci dari kasus di atas;
3. Bagi peran di antara anggota kelompok untuk memainkan peran kunci
(usahakan seluruh anggota kelompok memiliki peran dalam simulasi);
Sengketa batas desa yang terjadi antara Desa Tebang Kacang Kecamatan
Sungai Raya dengan Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang di
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, belum juga menemui titik temu.
Terkait dengan hal tersebut, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa
(31/3/2015), Kepala Bidang Pemerintahan Desa Pemkab Kubu Raya, Anna
Mahliana, SH, MSi, mengatakan Surat Keputusan (SK) Bupati Kubu Raya
nomor 367 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa sudah sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2006 tentang
Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Pada Permendagri 27 tahun 2006,
BAB V tentang Penyelesaian Perselisihan, pasal 9 menyebutkan perselisihan
batas desa antar desa dalam satu kecamatan diselesaikan secara
musyawarah yang difasilitasi oleh camat, sedangkan perselisihan batas
antar desa pada kecamatan yang berbeda diselesaikan secara musyawarah
yang difasilitasi oleh unsur pemerintah kabupaten/kota.
Apabila upaya musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dan keputusannya bersifat final, ujar Anna. Untuk itu ia
mempersilahkan jika ada pihak yang handak menggugat ke pengadilan tata
usaha negara karena menganggap SK 367 cacat hukum. Kalau ada
buktinya silahkan diajukan pemerintahan Kapupaten Kubu Raya ke PTUN,
jangan mengklaim tidak mendasar, ucapnya.
Ketua Tim Tapal Batas Desa Kabupaten Kubu Raya, A. Rani menegaskan
masih belum menemui titik temu. Ia mengaku sudah menghadap Asisten I
Sekda Kubu Raya, namun tidak ada solusinya. Saya sudah tahu kronologis
awalnya, yang jelas tidak ada kepedulian dari Kepala Desa Tebang Kacang
yang baru, Sutaji, terhadap kepentingan masyarakat banyak. Sehingga
dengan mudahnya orang luar mencaplok lahan di daerah Desa Tebang
Kacang. Dan lucunya surat keputusan (SK) sepihak bisa disetujui menjadi
suatu keputusan, paparnya.
Menurut Rani, berubahnya batas Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan
Sungai Ambawang melalui prosedur hukum yang betul betul riil. Tahun 1992
pemerintah melalui satelit TNI sudah menentukan batas Kecamatan Sungai
Ambawang dan Kecamatan Sungai Raya itu.
Sudah dipetakan berarti sudah ada perda, kenapa dengan mudah merubah
dan bikin peta baru yang saya lihat tidak ada berkesenambungan, apakah
juga
Desa
yang
tapal
Langkah Simulasi
1. Pahami peta masalah berdasar kasus di atas
2. Petakan peran-peran kunci dari kasus di atas;
3. Bagi peran di antara anggota kelompok untuk memainkan peran kunci
(usahakan seluruh anggota kelompok memiliki peran dalam simulasi);
310| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
Pokok Masalah
Pemangk
u
Kepenting
an yang
Peran
Pengaru
h
Langka
h
Media
si
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.4.
1
A.
Lembar Informasi
Kerangka Acuan
Kerja
Pendampingan
Desa
LatarBelakang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desamemandatkan bahwa
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,dan
PemerintahDaerahKabupaten/Kota memberdayakan
masyarakatDesadengan:a)
menerapkanhasilpengembanganilmupengetahuandanteknologi,
teknologitepatguna, dantemuan
baru
untuk
kemajuan
ekonomidan
pertanian masyarakatDesa;
b) meningkatkankualitaspemerintahandanmasyarakat
Desa melaluipendidikan,pelatihan,dan penyuluhan; dan
c)mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah adadi
masyarakat Desa.
Pendamping terdiri dari pendamping dari unsur pemerintah,
pendamping profesional, dan pendamping organik (skala lokal
Desa).
Seluruh pendamping bertugas untuk melaksanakan pendampingan Desa
sebagai operasionalisasi atas kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 112 ayat (4) Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 129 PP No. 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagaimana diubah dengan PP No. 47 Tahun 2015 memandatkanbahwa
PemberdayaanmasyarakatDesa dilaksanakan dengan pendampingan dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pemantauan
PembangunanDesa
danKawasan
Perdesaan.
SatuanKerja
PerangkatDaerah(SKPD)Kabupaten/Kota
memiliki
tanggungjawab
pendampingan Desa dalam rangka menuju Desa mandiri. Oleh karena
keterbatasan SKPD maka perlu dibantu oleh pendamping profesional di
Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
312| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
B.
C.
Padatahunanggaran2016,jumlahPendampingDesa
diKecamatanditetapkandenganketentuan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
PENDAMPING
4.
5.
D.
1.
2.
3.
Secaragarisbesarrinciantugaspokok,outputkerja dan
OutputPendampingDesa adalah sebagai berikut:
No
1)
Tugas Pokok
Mendampingi
pemerintah Kecamatan
dalam implementasi
Undang- Undang No. 6
Tahun 2014 tentang
Desa.
Output Kerja
Proses Pelaksanaan
Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang
Desa terlaksana
dengan benar.
2)
Melakukan
pendampingan dan
pengendalian PLD
dalam menjalankan
tugas pokok dan
fungsinya.
Meningkatnya kapasitas
PLD dalam
memfasilitasi proses
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat di Desa.
Indikator Output
a) Terlaksananya
sosialisasi UndangUndang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa
dan peraturan
turunannya;
b) Terfasilitasinya reviu
dan evaluasi dokumen
RPJMDes, RKPDes,
APBDes dan laporan
a) pertanggung
Terlaksananyajawaban;
b)
c)
d)
3)
Fasilitasi Kaderisasi
masyarakat Desa dalam
rangka pelaksanaan UU
Desa.
Indikator
a)
b)
No
4)
Tugas Pokok
Fasilitasi
Musyawarahmusyawarah Desa.
Output Kerja
Musyawarah Desa
berjalan sesuai aturan
dan perundang-undang
yang berlaku.
Indikator Output
c) Setiap Desa memiliki
kader Desa sesuai
kebutuhan.
a) Terselenggaranya
b)
5)
Fasilitasi
Proses pelaksanaan
penyusunan
penyusunan produk
produk
hukum Desa berjalan
hukum di Desa dan/atau sesuai ketentuan dan
antar Desa.
peraturan yang
berlaku.
a)
b)
c)
6)
7)
Fasilitasi kerjasama
antar Desa dan
dengan
pihak ketiga dalam
rangka pembangunan
dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Mendampingi Desa
dalam perencanaan,
pelaksanaan dan
pemantauan terhadap
pembangunan Desa
dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Proses fasilitasi
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa
berjalan dengan baik.
a)
Proses pelaksanaan
Pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat berjalan
sesuai aturan yang
berlaku.
a)
b)
b)
c)
d)
berbagai musyawarah
Desa, musrenbang dan
musyawarah antar
Desa
Masyarakat Desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
Terfasilitasinya
penyusunan Peraturan
Desa, peraturan
bersama kepala Desa
dan/atau surat
keputusan kepala Desa;
Masyarakat Desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di Desa
dan/atau antar Desa.
Terfasilitasinya peran
BPD
dalam
proses
penyusunan
produk
hukum desa
Terfasilitasinya
penyusunan rencana
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa;
Terfasilitasinya
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa.
Tersedianya dokumen
hasil Identifikasi
kebutuhan
pengembangan
kapasitas bagi
masyarakat Desa;
Tim Penyusun RPJM
Des dan RKP Des
terbentuk;
Pelatihan Tim
Penyusun RPJM Des
dan RKPDes;
Adanya dokumen
proses penyusunan
RPJM Desa dan
No
Tugas Pokok
Output Kerja
Indikator Output
e) Terlaksananya evaluasi
dan monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat Desa;
f) Terselenggaranya
pelatihan peningkatan
kapasitas kinerja BPD.
8)
Fasilitasi koordinasi
kegiatan sektoral di
desa dan pihak
terkait
Terfasilitasinya kegiatan
koordinasi dan sinkronisasi
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat desa dengan
sektor dan pihak terkait.
9)
Fasilitasi
pemberdayaan
perempuan, anak dan
kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan masyarakat
marginal.
Meningkatnya akses
dan pelayanan dasar
bagi perempuan, anak
dan kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan
masyarakat marginal.
Terfasilitasinya
kegiatan- kegiatan
pemberdayaan
perempuan, anak, dan
kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan masyarakat
marginal;
E.
1.
Latar belakang pendidikan dari semua bidang ilmu minimal Diploma III
(D-III);
2.
3.
4.
5.
6.
7.
fasilitasi
dalam
kerjasama
mengorganisasi
antarlembaga
8.
9.
Memiliki kemampuan
pemerintah Desa;
dan
sanggup
bekerjasama
dengan
aparat
10.
11.
12.
Pada saat mendaftar usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan
maksimal 50 (lima puluh) tahun; dan
13.
F.
PengaturanKerja danPelaporan
1.
2.
3.
Aturan kerja dan pelaporan secara teknis akan diatur melalui Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) Pendampingan Desa.
G.
HakHakPendamping Desa
1.
2.
Pendamping
(PD)berhakmendapatkancutikerjadanfasilitaslainsesuaiketentuan
Desa
dan peraturanyangberlaku.
H.
1.
KontrakkerjaPendamping
(PD)adalahkontrakindividusecaralangsungdenganSatker
pada
Provinsi;
2.
Jangkawaktukontrakindividusecaranormal
dihitung sesuaitahunanggaranpemerintah,yaknisejak
tanggal
1Januaris.d.31 Desemberpadatahunanggaran berjalan; dan
3.
I.
Penutup
Desa
Provinsi
BPMD
Demikiankerangka
acuaninidibuatuntukdipergunakansebagaipanduanpengadaandan
pembiayaanPendamping
Desa.Apabila
dalampelaksanaannyaterdapat
perubahankebijakanatau terdapat hal-hal yang belum diatur terkait dengan
kerangka acuan kerja Pendamping Desa (PD), makakerangkaacuan ini akan
dilakukan revisi sesuai peraturan yang berlaku.
PENDAMPING
DESA
SP
B
8.4.
2
A.
Lembar
Informasi
Kerangka Acuan
Kerja Pendampingan
Desa Teknik
LatarBelakang
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa memandatkan bahwa
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: a) menerapkan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna,
dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pengembangan potensi
Desa; b) meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan c) mengakui dan memfungsikan
institusi asli dan/atau yang sudah ada di masyarakat Desa.
Pendamping terdiri dari pendamping dari unsur pemerintah,
pendamping profesional, dan pendamping organik (skala lokal
Desa).
Seluruh pendamping bertugas untuk melaksanakan pendampingan Desa
sebagai operasionalisasi atas kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 112 ayat (4) Undang-undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 129 PP No. 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagaimana diubah dengan PP No. 47 Tahun 2015 memandatkan bahwa
Pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan dengan pendampingan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa
dan Kawasan Perdesaan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kabupaten/Kota memiliki tanggungjawab pendampingan Desa dalam rangka
menuju Desa mandiri. Oleh karena keterbatasan SKPD maka perlu dibantu
oleh pendamping profesional di Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
Pendamping Desa (PD) yang bertugas di Kecamatan secara umum
akan bertugas untuk mendampingi pelaksanaan Undang-undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa. Dalam menjalankan tugasnya di Kecamatan,
Pendamping Desa akan bekerjasama dengan Camat dan aparat
pemerintahan di Kecamatan umumnya serta pelaku-pelaku pendampingan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 319
PENDAMPING
DESA
Kementerian
Desa,
PDT
dan
Transmigrasi
berwenang
menyelenggarakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa sebagaimana diamanatkan Perpres No. 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dimandatkan kepada Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan ketentuan
Pasal 105 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No. 6/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang bertugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat
guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan dimaksud, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
melalui
Direktorat
Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD)
melaksanakan kebijakan pendampingan di berbagai jenjang.
B.
C.
D.
1.
2.
3.
Secara garis besar rincian tugas pokok, output kerja dan Indikator
kinerja Pendamping Desa Teknik adalah sebagai berikut:
No
1)
Tugas Pokok
Memberikan pelatihan
dan bimbingan teknis
konstruksi secara
sederhana kepada
kader teknik dan
masyarakat sesuai
dengan kondisi
kekhususan setempat.
Output Kerja
Kader teknik dan tim
pelaksana kegiatan
Desa mampu
menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
2)
Memberikan
bimbingan teknis
dalam pembuatan
Desain dan RAB sesuai
kondisi kekhususan
daerah setempat dan
memperhatikan
lingkungan hidup.
Tim pelaksana
kegiatan dan Kader
Teknik Desa mampu
membuat Desain dan
RAB.
3)
Fasilitasi pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa.
Proses fasilitasi
pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa
berjalan dengan baik.
a) Terfasilitasinya
pembentukan dan
pelatihan Tim
Pelaksana, Tim Lelang,
Tim Pemelihara, dan Tim
Monitoring;
b) Terfasilitasinya proses
survey harga dan lokasi,
pengadaan barang dan
jasa serta pengadaan
tenaga kerja setempat.
c) Tersedianya
papan informasi
kegiatan.
d) Tersusunnya Perdes
tentang pengelolaan
dan pemeliharaan
sarana prasarana Desa
(bekerjasama dengan
PD Pemberdayaan).
4)
Fasilitasi sertifikasi
infrastruktur Desa
hasil pelaksanaan
kegiatan
pembangunan Desa.
Fasilitasi koordinasi
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa/antar
Desa dengan sektor
atau pihak lain yang
terkait.
Adanya jaminan
kualitas terhadap hasil
pembangunan sarana
dan prasarana Desa.
Semua infrastruktur
hasil kegiatan
pembangunan di Desa
di sertifikasi.
Adanya koordinasi
perencanaan,
pelaksanaan,
pengelolaan dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa/antar
Desa dengan sektor
atau pihak lain yang
a) Terlaksananya
koordinasi dan
sinkronisasi
pembangunan sarana
prasarana Desa/antar
Desa;
b) Tersedianya informasi
pembangunan sarana
5)
Indikat
a) Tersedianya
or data
kader- kader teknik
Desa yang telah
terlatih;
b) Terlaksananya
pendampingan dalam
pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa.
c) Tersedianya
Desain dan
RAB untuk setiap
kegiatan pembangunan
sarana prasarana Desa;
d) Tersedianya jadwal
pelaksanaan kegiatan
pembangunan sarana
dan prasarana Desa.
E.
1.
2.
3.
Memilikipengetahuandankemampuandalam
perencanaan,
pelaksanaan,
dan pemeliharaan kegiatan infrastruktur di Desa;
pengelolaan
4.
Memilikipengalamandalam pengembangan
kaderisasi danpengorganisasianmasyarakat;
5.
6.
7.
8.
Memiliki
kemampuan
dan
sanggup
bekerjasamadenganaparatpemerintah Desa dan masyarakat Desa;
9.
10.
11.
Pada saat mendaftar usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan
maksimal50 (lima puluh) tahun; dan
12.
F.
1.
Seluruh Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) bekerja di DesaDesa dan Kecamatan di bawah koordinasi Camat dengan supervisi dari
TA-ID Kabupaten;
Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) membuat laporan tugas
bulanan yang diketahui Camat kepada Satker Provinsi melalui SKPD
yang membidangi pendampingan Desa dan dikonsolidasikan oleh TA-ID
Kabupaten;
Aturan kerja dan pelaporan secara teknis akan diatur melalui Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) Pendampingan Desa.
2.
3.
G.
kapasitas,
1.
dan
2.
H.
1.
2.
3.
I.
Penutup
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
PENDAMPING DESA
smigrasi |
325
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
9.
Pemetaan
Pemangku
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1. Mengidentifikasi peran para pemangku kepentingan di
tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan UndangUndang Desa;
2. Menguraikan relasi antar pemangku kepentingan
hubungannya dengan peran Pendamping Desa;
dan
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Curah Pendapat dan Analisis Relasi.
Media
Alat Bantu
PENDAMPING
PENDAMPING
DESA DESA
Proses
Penyajian
Kegiatan 1 : Diskusi kelompok identifikasi Pelaku Kunci
dan
Pemangku Kepentingan
1.
2.
3.
5.
6.
7.
8.
SP
B
9.
Rencana
Pembelajaran
Koordinasi
Sektoral
Tujuan
1. Mengidentifikasi
masalah
dan kebutuhan sektoral di
tingkatan kecamatan
2. Mengkoordinasikan
pemangku
kepentingan
ditingkat Kecamatan
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Bermain peran.
Media
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD
PENDAMPING
DESA
2.
3.
4.
5.
Berikan penegasan
kebutuhan sektoral.
terkait
identifikasi
masalah
dan
7.
8.
9.
10. Pandu
peserta
merumuskan
strategi
membangun
koordinasi lintas sektor berdasarkan pendapat peserta yang
telah ditulis pada kertas metaplan;
11. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan.
SP
B
9.3
Rencana
Pembelajaran
Kerjasama dan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta
diharapkan dapat:
1.
Menjelaskan
pentingnya
kerjasama
tim
dan
membangun
jejaring
dengan pihak lainnya;
2.
Merumuskan strategi
membangun jejaring
kerja
di
tingkat
Kecamatan;
Waktu
4 JPL (180 menit)
Metode
Permainan.
Media
Alat Bantu
Balon, spidol, laptop, dan LCD
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
jumlah
Mengacu catatan di atas, berikan penegasan tentang halhal pokok tentang keberhasilan kerjasama (faktor penentu
keberhasilan dan kegagalan);
PENDAMPING DESA
No
1
Fokus
Pengamatan
(Apa yang
Apakah ada peserta
dalam kelompok yang
berinisiatif mengatur
Tim/Kelompok sebelum
permainan dimulai?
Apakah ada
kesepakatan tentang
strategi/cara untuk
melakukan permainan
Bagaimana kekompakan
anggota dalam
Tim/kelompok?
Bagaimana kerjasama
antar anggota dalam
tim/kelompok?
Bagaimana hasil kerja
yang dilakukan
tim/kelompok?
Hasil
Pengamatan
Penjelas
an
(Mengapa
PENDAMPING
DESA
PENDAMPING
DESA
PB
9.3.
1
Lembar
Informasi
Membangun Jejaring
Oleh
Maryanto
1. Mengendalikan Emosi
Berikut
kiat-kiat
sederhana
untuk
dalammengendalikan emosi, yaitu:
meningkatkan
kemampuan
menentukan
PENDAMPING
DESA
b. Berfikir positif
Kita sering berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak kita inginkan.
Untuk merespon situasi tersebut dapat dilakukan dengan mengatur
perasaan melalui cara berfikir positif, melihat permasalahan dari aspek yang
berbeda (orang lain), dan melihat permasalahan sebagai peluang. Cara lain
untuk mengembangkan pikiran positif adalah dengan menumbuhkan rasa
empati kepada orang lain, seperti dengan memahami keterbatasan
seseorang sehingga ia berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan.
c. Menerima ketidakberhasilan
Semua orang mengharapkan suatu keberhasilan, namun kenyataannya
setiap orang pernah mengalami kegagalan. Untuk itu kita perlu menyiapkan
perasaan agar tidak senang. Misalnya, Anda dropout dari perguruan tinggi,
tentunya Anda sedih, tetapi usahakan kesedihan tersebut cepat sirna dan
segeralah berusaha untuk tetap maju. Dalam kasus tersebut, Anda dapat
berfikir bahwa Anda telah mendapat ilmu, pengalaman, dan hidup itu tidak
hanya ditentukan oleh keberhasilan kuliah. Joseph Lin (2010) menyebutkan
bahwa Bill Gates dropout dari Harvard dan 2 tahun setelah itu ia
menemukan Microsoft dan menjadi orang terkaya di dunia. Masih banyak
orang-orang drop out tetapi bekerja keras dan meraih sukses besar dalam
hidupnya,seperti Steve Jobs, Mark Elliot Zuckerberg, Tom Hanks, Lady Gaga,
dan bahkan Thomas Alva Edison yang tidak pernah duduk diperguruan
tinggi, dsb.
PENDAMPING
DESA
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) bukan sekedar hearing, merupakan salah satu
cara yang mudah untuk menghormati orang lain. Dengan mendengarkan,
pembicara merasa diperhatikan dan dihargai. Kita akan memperoleh simpati
dari orang lain dengan cara mendengarkan pembicaraan mereka, baik
pembicaraan melalui media elektronik maupun pembicaraan langsung.
Namun tidak semua orang bersedia untuk mendengarkan disebabkan
beberapa alasan (Bell 1992), yaitu: 1) sombong, 2) menganggap materi
pembicaraan tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini, 3) menganggap
rendah pembicara, 4) menganggap materi pembicaraan telah kadaluwarsa,
5) malas mendengarkan.
c. Memuji
Setiap manusia pada hakekatnya mempunyai sifat dasar senang dipuji.
Carnegie (1981) menyebutkan bahwa Lincoln (presiden AS) pernah memulai
satu suratnya dengan mengucapkan Setiap orang menyukai pujian. Pujian
tidak sama artinya dengan sanjungan. Pujian merupakan suatu pernyataan
yang jujur tentang suatu prestasi riil atau keadaan yang sebenarnya,
sedangkan sanjungan merupakan pernyataan yang berlebihan atas prestasi
yang dicapai, atau bukan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat
menyesatkan orang yang disanjung karena salah dalam mengevaluasi
dirinya.
d. Mengingat nama
Pada hakekatnya setiap orang di seluruh dunia senang disebut namanya
dengan benar. Mereka merasa dihormati dan diperhatikan. Menyebut nama
orang lain dengan benar merupakan cara penting untuk menghargai orang
lain. Orang-orang yang memperoleh sukses besar mengerti cara
menghargai orang lain, yaitu hanya dengan menyebut namanya dengan
benar. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghafal dan mengingat
nama-nama orang yang mereka temui. Carnegie (1981), menyebutkan
bahwa Franklin D. Roosevelf (presiden AS) tahu bahwa satu cara paling
sederhana, paling nyata dan paling penting dalam memperoleh kehendak
yang baik adalah dengan mengingat nama-nama orang, dan membuat
mereka merasa penting.
f.
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
10
PENINGKATAN
KAPASITAS
PENDAMPING LOKAL
DESA
PENDAMPING DESA
Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal
342| Modul Pelatihan
Pratugas Desa
Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
10.
1
Mengkaji
Kebutuhan
Peningkatan
Kapasitas
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, Capacity Building Need
Assessment (CBNA) dan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Standar Kompetensi Pendamping
Desa
25. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang
diharapkan dari subpokok bahasan tentang Mengkaji
Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa
sebagai salah satu tugas Pendamping Desa di tingkat
Kecamatan
dalam
melakukan
bimbingan
kepada
Pendamping Lokal Desa;
26. Ajaklah peserta untuk lakukan curah pendapat atau
pengalaman tentang kondisi nyata di lapangan terkait
pelaksanaan Undang- Undang Desa dan mengkaji
permasalahan yang dihadapi Pendamping Lokal Desa dalam
mentransformasikan paradigma Desa baru;
27. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya,
mengajukan pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan
yang telah dilakukan;
28. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama sebagai landasan untuk mengenal
kemampuan
pendamping
yang
diharapkan
sesuai
permasalahan yang dihadapi di
lapangan. Dari hasil
pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan dalam
kartu sebagai pegangan bagi pelatih;
29. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan
kesimpulan dengan melakukan pemaparan tentang Standar
Kompetensi Pendamping Lokal Desa berdasarkan kerangka
acuan (TOR) yang telah ditetapkan. Gunakan lembar tayang
yang telah disediakan;
kepada
peserta
untuk
mengisi
Hasil resume penilaian diri Pendamping Lokal Desa tidak hanya disajikan dalam bentuk matrik atau angka-a
memahaminya.
b.
No
1.
:
:
:
: ..
Tugas
Pokok
Mendampingi
Desa dalam
perencanaan
pembangunan
dan keuangan
Desa.
Output Kerja
Perencanaan dan
penganggaran
Desa berjalan
sesuai aturan dan
ketentuan yang
berlaku.
Indikator
Terlaksananya
sosialisasi
Undang- Undang
No. 6
Tahun 2014
tentang Desa
dan peraturan
turunannya;
Terfasilitasinya
musyawarah
Desa yang
partisipatif
untuk
menyusun RPJM
Desa, RKP
Tersusunnya
Rancangan
Peraturan Desa
tentang
kewenangan
lokal berskala
Desa dan
kewenangan
Desa
berdasarkan hak
asal-usul dan
Peraturan lain
yang diperlukan;
Tingkat
Kompetensi/Kinerj
a 2 3 4 5 X
1
2.
Mendampingi
Desa dalam
pelaksanaan
pembangunan
Desa.
Pelaksanaan
pembangunan
Desa berjalan
sesuai aturan dan
ketentuan yang
berlaku.
Adanya
koordinasi
dengan PD dan
pihak terkait
mengenai
pembangunan
Desa;
No
Tugas
Pokok
Output Kerja
Indikator
Terfasilitasinya
kerjasama antar
Desa;
3.
Mendampingi
masyarakat
Desa dalam
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa.
4.
Mendampingi
Desa dalam
pemantauan
dan evaluasi
kegiatan
pembangunan
Desa.
Penyelengaraan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa dengan
melibatkan
kelompok
perempuan,
difabel/berkebutuha
n khusus,
kelompok
masyarakat miskin
dan marginal.
Proses
pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa berjalan
sesuai ketentuan
yang berlaku.
Terfasilitasinya
pelaksanaan
pembangunan
desa yang sesuai
dengan prinsip
tata kelola yang
baik.
Terfasilitasinya
ketersediaan
informasi publik
terkait
pembangunan
desa
Terlaksananya
kegiatan
peningkatan
kapasitas kader
desa,
masyarakat dan
kelembagaan
Desa.
Terlaksananya
peningkatan
kapasitas Badan
Permusyawarata
n Desa (BPD)
dalam
melakukan
pemantauan dan
evaluasi
pembangunan
Desa;
Terlaksananya
evaluasi
pembangunan
Desa melalui
musyawarah
Desa;
Masyarakat
terlibat dalam
pelaksanaan
evaluasi
kegiatan
pembangunan
Tingkat
Kompetensi/Kinerj
a 2 3 4 5 X
1
Tingkat Kompetensi:
Penilaian terhadap kompetensi Pendamping Lokal Desa mengacu pada
standar evaluasi kinerja dengan menggunakan skala nilai sebagai berikut:
1 = Kinerja Buruk (harus diperbaiki secepatnya)
2 = Kurang Baik (dapat diterima meskipun ada
kelemahan) 3 = Kinerja Cukup Baik
4 = Kinerja Baik
5 = Kinerja Sangat Baik
X = Tidak relevan/belum saatnya dinilai/tidak tahu
2.
4.
Tugas Pokok
Mendampingi
Desa
dalam
perencanaan
pembangunan
dan
keuangan
Mendampingi
Desa
dalam
pelaksanaan
pembangunan
Mendampingi
masyarakat Desa
dalam kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa.
Profil
Tingkat
Kompetens
Kelemahan
Potensi
Mendampingi
Desa dalam
pemantauan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa.
Catatan:
(a)
(b)
(c)
PENDAMPING
DESA
SP
B
10.
1
A.
Lembar Informasi
Kajian
Kebutuhan
Peningkatan
Kapasitas
Pengertian
Sebelum tenaga pendamping bekerja dalam situasi tugas, maka perlu
dilakukan penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang dimulai
dengan penilaian atau analisis kebutuhan pendamping (AKP). Analisis
kebutuhan Pendamping Lokal Desasalah satunya terkait dengan kebutuhan
pelatihan yang dikenal dengan istilah Traianing Need Assessment (TNA).
Menzel dan Messina (2011:22) mengatakan, A TNA is only the first critical
stage in any training cycle. Thus, a TNA is quite simply a way of identifying
the existing gaps in the knowledge and the strengths and weaknesses in the
processes that enable or hinder effective training programs being
delivered. Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus
pelatihan. Dengan TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada
dalam pengetahuan dan kekuatan dan kelemahan dalam proses yang
memungkinkan atau menghambat program pelatihan. Analisis kebutuhan
pendamping memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan peningkatan
kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang paling baik didahului
dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis
kebutuhan pendamping akan menjadi masukan dalam perencanaan
pengembangan kapasitas Pendamping Lokal Desa.
Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan,
Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:
kinerja standar- kinerja aktual = kebutuhan pelatihan. Hal Ini berarti
perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya
merupakan kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit.
Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping
menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan
yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 351
PENDAMPING
DESA
B.
Tujuan
2.
3.
4.
C.
pembinaan
profesi
dan
karier
Sasaran
2.
3.
D.
Manfaat
2.
3.
4.
5.
E.
(2)
(3)
(5)
Sumber: Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher
(1987:10)
F.
luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol.
Pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan awal peserta sangat
diperlukan untuk menentukan ke dalam dan keluasan materi yang akan
disampaikan. Berikut beberapa teknik dalam menggali kebutuhan
pembelajar:
(9)
(10) Dokumentasi.
(11) Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari
G.
Pendekatan
Kapasitas
dalam
Analisis
Kebutuhan
Pengembangan
1.
Analisis Kinerja
memiliki
pengetahuan
yang
cukup
untuk
2.
Analisis Tugas
(c)
(d)
3.
Studi Kompetensi
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(b)
(c)
(d)
(f)
4.
(b)
(b)
Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu.
(c)
(d)
Hasil survei
digunakan.
ditabulasi,
diringkas,
atau
didistribusikan,
Daftar Pustaka
dengan
dibahas,
dan
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
10.
2
Srategi
Pengembangan
Kapasitas Pendamping
Lokal
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merumuskan strategi peningkatan kapasitas
Lokal Desa sesuai dengan tupoksinya;
2. Merumuskan rencana kegiatan
Pendamping Lokal Desa.
Pendamping
pengembangan
kapasitas
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, Simulasi Rencana Pengembangan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa, dan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Strategi Pengembangan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa
1.
2.
3.
4.
5.
dan
7.
8.
Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mendiskusikannya dalam kelompok. Hasilnya ditulis dalam
kertas plano dan di tempelkan di dinding agar dapat diamati
oleh peserta lain;
9.
PENDAMPING
dan
Tugas Pokok
1.
Mendampingi
Pemerintah
Kecamatan dalam
implementasi UU
Desa
2.
Melakukan
pendampingan
dan pengendalian
PLD dalam
menjalanan tugas
dan fungsinya.
Fasilitasi
kaderisasi
masyarakat
Desa dalam
rangka
pelaksanaan UU
Fasilitasi
penyusunan
produk hukum di
Desa dan/atau
antar Desa.
Fasilitas
kerjasama
antardesa dan
dengan phak
ketiga dalam
rangka
pembangunan
dan
Mendampingi desa
dalam
perencanaan,
pelaksanaan dan
pemantauan
pembangunan dan
pemberdayaan
Fasilitasi
koordinasi
sektoral di Desa
dan pihak terkait.
Fasilitasi
pemberdayaan
perempuan,
anak dan kaum
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Permasalah
an
(kelemaha
Aternatif Solusi
Pelatihan
NonPelatihan
No.
Tugas Pokok
difabel/kebutuhan
khusus,
kelompokmiskin
dan masyarakat
marjinal.
Permasalah
an
(kelemaha
Aternatif Solusi
Pelatihan
NonPelatihan
Catatan:
(1) Permasalahan merupakan kesenjangan antara tujuan yang diharapkan
A.
Kegiatan
Pegembang
an
Kapasitas
Pelatihan
Penanggu
ng
Jawab
Pemangku
kepenting
an lain
yang
Terlibat
Proses
Waktu
Ket.
1.
2.
3.
dst
B.
Non-Pelatihan
1.
2.
3.
dst
Catatan:
(1)
(2)
PENDAMPING
DESA
SP
B
10.
A.
Lembar
Informasi
Pengembangan
Kapasitas
Latar Belakang
Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pendamping saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan
kelembagan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering
dikenal dengan sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi
pencapaian, dan peraturan operasional. Hal demikian mengisyaratkan
adanya tingkat pengembangan kapasitas (capacity development) yang
berarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada (existing capacity),
dan pengembangan kapasitas yang mengedepankan proses kreatif untuk
membangun kapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.
Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan
sesuatu, atau serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel
pada diri individu, kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat
kemampuan penyesuaian individu dan organisasi dalam menghadapi
dinamika perubahan lingkungan. Oleh karena itu peningkatan kapasitas
pendamping dapat dilakukan melalui proses menganalisis lingkungan,
mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan pengembangan diri,
isu-isu strategis dalam masyarakat dan peluang yang dapat diperankan
pendamping, membuat formulasi strategi dalam proses mengatasi masalah,
serta merancang sebuah rencana aksi agar dapat dilaksanakan guna
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good
Governance bahwa peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek
yaitu. Pertama, pengembangan SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen
yang transparan, pemutusan pegawai secara profesional, dan updating pola
manajerial dan teknis. Kedua, pengembangan kelembagaan yang mencakup
pada aspek menganalisis postur struktur organisasi berdasarkan peran dan
fungsi, proses pengembangan SDM, dan gaya manajemen organisasi.
368| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
B.
PENDAMPING
atau
stres
yang
memicu
C.
D.
Pendamping Lokal Desa yang berkualitas dan handal dicirikan antara lain
oleh kinerja yang tinggi, khususnya kompetensi teknis, kompetensi
berinteraksi dengan masyarakat, mengelola pemangku kepentingan dan
kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship), serta memiliki daya fisikal
handal. Sebelum dan selama berkiprah melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat, maka kompetensi tertentu yang dimiliki Pendamping Lokal
Desa perlu lebih ditajamkan dan ditingkatkan sedemikian rupa, sehingga
memiliki penampilan sederhana, low profile, berjiwa kritis, arif, terbuka,
berkepribadian tinggi, ramah, kooperatif, mampu bekerja dalam tim,
menghargai dan menghormati orang- orang lain, memiliki daya penguasaan
dan pengendalian diri yang kuat.
Merujuk pada gagasan Rotwell, maka Pendamping Lokal Desa dituntut
memiliki empat kompetenasi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Mengingat
masyarakat
senantiasa
dinamis
seiring
dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan
Kompetensi
Umum
(General
Competency),artinya,
meskipun
pendamping memiliki posisi atau jabatan dan tugas pokoknya berbeda
dalam tingkatan organisasi, namun jenis kemampuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang bersifat dasar yang dibutuhkan akan
disamakan. Misalnya, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat,
Pendamping Lokal Desa, Pendamping Lokal Desa, dan KPMD tentunya
memiliki kebutuhan yang sama sebagai pendamping dalam hal teknik
fasilitasi.
2.
E.
2.
3.
Keberadaan dan
programmnya
4.
5.
status
dari
Pendamping
Lokal
Desa
beserta
F.
Pemberdayaan Pendamping
1.
Memberi Peran
Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam
melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam
lembaga tersebut. Seseorang yang diberi peran dalam pekerjaan akan
merasa ada perhatian khusus dari lembaga yang dapat mempengaruhi
psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai tuntutan agar
orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya.
Misal seorang guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap
waktu. Kondisi yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan
pemberian peran. Dan jangan sampai peran yang diberikan bertentangan
dengan kompetensi yang dimiliki dan kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu
pula peran yang diberikan tidak over load . Agar semua bisa teratasi dengan
baik diperlukan :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
2.
(b)
(c)
(d)
Performing, yaitu
bersama-sama.
G.
menampilkan
kegiatan
dari
beberapa
yang
sudah
anggota
disepakati
(b)
(c)
(d)
coaching dalam hal mana seorang pemimpin mengajarkan caracara kerja yang benar kepada bawahannya di tempat pekerjaan dan
cara-cara yang diajarkan atasan tersebut ditini oleh pegawai yang
sedang mengikuti latihan.
Daftar Pustaka
D.S
usanto (2010). Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan
Kualitas
Sumberdaya
Manusia
Pendamping
Pengembangan
Masyarakat. Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari,
Vol. 08, No. 1.
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/artikel-bpsdm/35-capacity-buildingdan-strategi- peningkatan-kualitas-sdm-organisasi
http://drpriyono.blogspot.co.id/2012/03/bab-iii-pengembanganpemberdayaan- sdm.html
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
10.
3
Pendalaman
Kurikulum dan Modul
Pelatihan Pratugas
Pendamping Lokal
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
3.
Waktu
10 JP (450 menit)
Metode
Kajian Kurikulum dan Modul, Telusur Informasi dan Sumber
Belajar, Diskusi Kelompok, dan Pemaparan.
Media
Media Tayang10.4.1;
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Kurikulum Pelatihan
1.
Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan silabus pelatihan kepada peserta sebelum pemb
pada sesi pembelajaran. Daftar pertanyaan diskusi dalam pendalaman materi dapat disesuaikan sesuai dina
2.
a.
3.
b.
c.
d.
4.
5.
6.
untuk
7.
Berikan
kesempatan
kepada
kelompok
memberikan tanggapan, pendapat dan saran;
untuk
8.
9.
lain
Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan modul pelatihan pratugas Pendamping Lokal De
mempelajarinya dengan seksama dan memberikan catatan kritis yang akan disampaikan pada sesi pembela
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
ASPEK PENDALAMAN
HAL-HAL YANG
PERLU
DIPERHATIKAN
SARAN
Catatan:
(1)
(2)
(3)
:
:
:
:
:
ASPEK PENDALAMAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
HAL-HAL YANG
PERLU
DIPERHATIKAN
SARAN
Catatan:
(1)
(2)
(3)
(4)
PENDAMPING
DESA
SPB
10.4
Rencana
Pembelajaran
Praktek
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mempersiapkan pelatihan pratugas Pendamping Lokal Desa
dalam rangka meningkatkan kemampuan fasilitasi pelatihan
melalui kegiatan praktek melatih;
2. Mempratekkan modul pelatihan Pratugas Pendamping Lokal
Desa dengan menggunakan pendekatan micro teaching;
3. Memberikan umpan balikberdasarkan saran atau masukan
positif dalam rangka memperbaiki keterampilan melatih
(training skills) dalam pelatihan pratugas Pendamping Lokal
Desa;
Waktu
10 JP (450 menit)
Metode
Peer Teaching, Observasi, dan Micro Teaching
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Kertas Plano, plano, spidol, Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard
Proses
Pembelajaran
Kegiatan 1:
Persiapan
1.
2.
Bagilah
peserta
dalam
beberapa
kelompok
untuk
membentuk peer teaching. Jumlah kelompok disesuaikan
dengan topik-topik yang akan diujikan dalam latihan micro
teaching;
3.
Selanjutnya,
mintalah
kepada
peserta
untuk
mengkompilasikan informasi, sumber belajar, catatan dan
hasil diskusi yang telah dilakukan pada sesi sebelumnya
sesuai silabus dan modul pelatihan pratugas pendampingan
desa untuk dipraktekkan dalam kegiatan micro teaching;
4.
Bagilah
peserta
dalam
beberapa
kelompok
untuk
membentuk Peer Teaching. Kemdian pilihlah satu topik
dalam silabus kemudian buatkan rencana pembelajaran.
Pelatih dapat mempersiapkan daftar topik yang harus
disimulasikan dalam micro teaching, kemudian diminta
peserta untuk memilihnya dengan cara diundi;
5.
6.
8.
PENDAMPING
catatan
Evaluasi dilakukan untuk mengukur penguasaan terhadap materi pokok yang diberikan selama melakukan p
test dan post-test). Hasilnya dapat dijadikan bahan pertimbangan atau sebagai alat evaluasi terhadap perub
Tugas Observer
No.
Komponen
1.
Keterampilan
mendesain rencana
pembelajaran
tentang topik terpilih
dalam modul
pelatihan pratugas
Pendampingan Desa
Keterampilan
2.
membuka Pelajaran
3.
Keterampilan
menguasai dan
menjelaskan materi
yang dilatihkan
4.
Keterampilan
pemakaian metode/
pendekatan dan
strategi
pembelajaran
Nilai
5.
6.
Keterampil
an
penggunaa
n
Keterampilan
bertanya dan
menjawab
No.
Komponen
7.
Keterampilan
mencatat proses
pembelajaran
8.
Keterampilan
mengelola kelas
9.
Performance
(Penampilan)
10.
Ketepatan
penggunaan bahasa
11.
Volume suara
12.
Keterampilan
menyimpulkan
dan
mengevaluasi
Keterampilan
mengakhiri/menut
up pelajaran
13.
Nilai
Evaluator/Pelatih
(
..)
Catatan:
Nilai Rata-Rata =
(Jumlah/13) Skala Penilaian
= 70 100
80 >
=A
75 79,9
70 74,9
=B+
=B
No.
1.
2.
3.
Keterampilan menguasai
dan menjelaskan materi
4.
Keterampilan
pemakaian
metode/pendekatan
dan
strategi
5.
Keterampilan
penggunaan media
pembelajaran
Keterampilan bertanya
dan menjawab
6.
7.
Keterampilan
mencatat proses
pembelajaran
8.
Keterampilan
mengelola kelas
Baik
Cukup
Kurang
Komentar
9.
10.
Performance
(Penampilan)
Ketepatan
penggunaan bahasa
No
.
11
.
12
.
13
.
Baik
Cukup
Kurang
Komentar
Volume suara
Keterampilan
menyimpulkan dan
mengevaluasi
Keterampilan
mengakhiri/ menutup
pelajaran
Pengamat
(
..)
PENDAMPING
DESA
SP
B
10.
4
A.
Lembar Informasi
Pembelajaran Mikro
dalam Meningkatkan
Keterampilan
Melatih
Latar Belakang
Pembelajaran Mikro (Micro-Teaching) merupakan salah satu bentuk model
praktek kependidikan atau pelatihan melatih. Dalam konteks yang
sebenarnya, mengajar atau melatih (instructional) mengandung banyak
tindakan, baik mencakup teknis penyampaian materi, penggunaan metode,
pemanfaatan media, bimbingan belajar, memberi motivasi, mengelola kelas,
memberikan penilaian dan lain-lain. Kegiatan pembelajaran merupakan
serangkaian tindakan dan pengorganisasian pengalaman dan sumber daya
yang cukup kompleks, sehingga membutuhkan kepiwaian pelatih. Oleh
karena itu, penguasaan keterampilan dasar melatih bagi pelatih perlu
dipersiapkan melalui berbagai pengalaman dan penggunaan model
pembelajaran
termasuk
mengintegrasikannya
dalam
pembelajaran
masyarakat. Setiap komponen keterampilan dasar melatih perlu dikuasai
oleh pelatih secara terpisah (Isolated). Berlatih untuk menguasai
keterampilan dasar melatih seperti itulah yang dinamakan Micro-Teaching
(Pembelajaran Mikro).
Pembelajaran Mikro (Microteaching) mulai dikembangkan di Universitas
Stanford pada Tahun 1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi
para calon pelatih yang lebih efektif. Pembelajaran Mikro sebagai suatu
teknik latihan melatih yang didasarkan pada hal-hal berikut: (a) situasi
nyata yang dibuat secara semu, (b) konsentrasi pada keterampilan melatih,
(c) menggunakan Informasi, dan (d) Pengetahuan tentang tingkah laku
belajar sebagai umpan balik. Berdasarkan kemampuan peserta distribusi
latihan keterampilan dalam periode waktu tertentu.
Penggunaan Pembelajaran Mikro (Micro-Teaching) sebagai teknik dan
prosedur latihan melatih didasari oleh banyak hal. Penerapan pendekatan
pelatihan melatih secara tradisional dipandang kurang mampu membekali
Kesiapan
Mental,
Kemampuan
dan
Keterampilan
Melatih
Calon
Pelatih/Pendidik/Pengajar/Dosen untuk tampil di depan kelas (Real
396| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
B.
Microteaching berasal dari dua kata yaitu micro yang berarti kecil, terbatas,
sempit dan teaching berarti melatih. Jadi, Microteaching berarti suatu
kegiatan melatih yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau
segalanya dikecilkan. Dengan memperkecil jumlah peserta, waktu, bahan
melatih dan membatasi keterampilan melatih tertentu, akan dapat
diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon pelatih
secara akurat.
Microteaching atau pembelajaran mikro, dijelaskan oleh para ahli
dengan
berbagai pengertian. Mc. Laughlin dan Moulton (1975) yang
menjelaskan bahwa pembelajaran mikro pada intinya merupakan suatu
pendekatan atau model pembelajaran untuk melatih penampilan atau
keterampilan melatih pelatih melalui bagian demi bagian dari setiap
keterampilan dasar melatih yang dilakukan secara terkontrol dan
berkelanjutan dalam situasi pembelajaran.
Brown (1978), untuk menghasilkan calon pelatih yang profesional,
sebelum praktik melatih di kelas/sekolah/pusat pelatihan, calon pelatih
perlu dilatih mengembangkan keterampilan dasar melatih dengan diberikan
kesempatan mengembangkan gaya melatihnya sendiri dan Mengurangi
atau Menghilangkan kesalahan atau kelemahan yang masih ada.
Perlberg (1984) menjelaskan bahwa pembelajaran mikro pada
dasarnya adalah sebuah laboratorium untuk lebih menyederhanakan proses
latihan atau pembelajaran. Sementara itu Sugeng Paranto (1980)
menjelaskan bahwa pembelajaran mikro merupakan salah satu cara latihan
praktek melatih yang dilakukan dalam proses belajar melatih yang di
"mikro" kan untuk membentuk, mengembangkan keterampilan melatih.
Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran mikro dapat disimpulkan
sebagai upaya penyederhanaan pembelajaran dalam situasi yang terkontol.
Oleh karena itu, tidak semua keterampilan melatih dipraktikkan dalam satu
waktu, keterampilan melatih dapat dipraktikkan secara terpilah. Seperti
keterampilan membuka pelajaran berdiri sendiri, demikian juga pada latihan
berikutnya difokuskan pada keterampilan menjelaskan dan sebagainya.
C.
PENDAMPING
DESA
keterampilan yang spesifik. Melalui
pembelajaran mikro, peserta dapat
berlatih berbagai keterampilan melatih dalam keadaan terkontrol untuk
meningkatkan kompetensinya.
(2)
(3)
(4)
(5)
D.
terkait
materi
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
E.
1.
2.
3.
4.
5.
Pembelajaran Mikro
Waktu hanya 10 s.d 15 menit
2.
3.
4.
F.
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
G.
(2)
(3)
Jika kegiatan (1) dan (2) tidak memungkinkan untuk dilaksanakan oleh
peserta, maka sebagai penggantinya, pelatih, pembimbing dan
penyelenggara pembelajaran mikromemberikan pemantapan dan arahan
terkait dengan tugas dan kegiatan pelatih di sekolah dalam melatihkan
keterampilan kepada masyarakat.
Langkah ke 2
Setelah peserta mendapatkan pengenalan tentang kerangka acuan kegiatan
yang perlu dilakukan dalam pembelajaran mikro, Selanjutnya para peserta
dibimbing untuk mengenal komponen kurikulum dan silabus, serta
menyusun desain perangkat pembelajaran sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Materi pembelajaran yang akan dipraktekkan difokuskan
pada tema-tema pelatihan masyarakat yang tertera dalam silabus.
Langkah ke 3
Selanjutnya peserta diberikan tugas mempelajari berbagai komponen
keterampilan
melatih
yang
telah
dikembangkan
melalui
model
pembelajaran. Peserta diberikan kesempatan melatih kemampuan melatih
sebelum diterapkan dalam pembelajaran mikro.
Langkah ke 4
Tugas selanjutnya bagi peserta calon pelatih diberikan tugas merencanakan
atau membuat persiapan tertulis pembelajaran mikro dalam berbagai
bentuk keterampilan yang diisolasikan,, misalnya:
(1)
(2)
(3)
Langkah ke 5
(1) Pada tahapan ini masing-masing kelompok melakukan praktik
pembelajaran mikrodalam bentuk peer-teaching, yaitu mempraktikkan
bahan belajar yang telah dipersiapkan secara tertulis (pada langkah ke
3). Peer-teaching dimaksud melatih kepada peserta lain (sejawatnya)
yang bertindak sebagai siswa. Adapun rinciannya pembagian peserta
sebagai berikut:
Langkah ke 6
(1) Apabila praktik pembelajaran mikrodilakukan dengan perekaman, maka
pada langkah ke 5 ini hendaknya dilakukan pemutaran kembali (play
back) dari rekaman itu, sehingga calon pelatih dapat mengobservasi
dirinya sendiri;
(2) Sesudah itu, pseserta diminta pendapatnya tentang praktik/latihannya
yang telah dilakukan, dengan pertanyaan dari pelatih dan pembimbing
serta pendapat dari peserta lainnya yang ikut bertindak sebagai
observer, lakukanlah diskusi untuk menelaah proses latihan;
(3) Pada akhir diskusi harus dicapai kesepakatan antara peserta dengan
pembimbing tentang segi-segi yang telah memuaskan dan segi-segi
yang belum memuaskan, hal ini sangat penting sebagai balikan yang
segera harus diperbaiki apabila diadakan praktik ulang (re-teach);
(4) Apabila praktik ulang tidak memungkinkan karena adanya rasa jenuh
yang dirasakan praktikan atau hal yang lain, maka sebagai solusinya
adalah melalui pemberian tugas atau memberi kesimpulan dari
kelebihan dan kekurangannya.
Langkah ke 7
Langkah ini menyerupai pada langkah ke 4, 5 dan 6, yakni perencanaan
kembali, praktik ulang dan perekaman/observasi serta diskusi. Langkah ini
dilakukan bila dianggap terdapat hal-hal yang segera harus diperbaiki.
Terdapat pula kemungkinan bahwa langkah-langkah ini ditangguhkan pada
kesempatan berikutnya atau cukup dengan memberikan catatan-catatan
kesimpulan dari hasil penampilannya. Yang diperlukan dalam microteaching
adalah adanya umpan-balik. Agar umpan-balik tersebut bersifat objektif,
maka diperlukan alat-alat pencatat yang bersifat akurat, misalnya ATR
(audio- tape-recorder) ataupun VTR (video-tape-recorder), dan bisa juga alat
perekam lain. Penggunaan tersebut menuntut pengaturan tempat duduk
yang khusus, agar dalam pengaturan peralatan tersebut tidak mengganggu
peserta dan pelatih yang sedang terlibat dalam interaksi belajar-melatih.
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
11
SUPERVI
SI PENDAMPING
LOKAL DESA
PENDAMPING DESA
migrasi |
405
PENDAMPING
DESA
SPB
11.1
Rencana
Pembelajaran
Konsep Dasar
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
3.
Waktu
2 JP (90menit)
Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi
Kelompok, dan Pleno.
Media
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep Dasar Supervisi
Pendamping Lokal Desa
1.
2.
b.
c.
3.
4.
Dalam pembahasan pelatih perlu memberikan penekanan bahwa supervisi Pendamping Lokal Desa merupak
disupervisi dapatdi ketahui kekurangannya untuk diperbaiki.
Supervisi berfungsi meningkatkan kinerja Pendamping Lokal Desa dalam upaya mewujudkan proses pendam
5.
7.
a.
Pendekatan Administratif.
b.
c.
Pendekatan Transformatif.
8.
9.
Persiapan.
b.
Perencanaan
c.
Pelaksanaan.
d.
Umpan Balik.
14. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
15. Selanjutnya pandulah peserta untuk menganalisis tentang
rincian kegiatan dan output dari setiap tahapan supervisi.
Peserta diminta membentuk empat kelompok masingmasing kelompok diberikan kartu metaplan sebanyak 10-15
lembar dengan warna yang berbeda. Kelompok 1 metaplan
putih
(persiapan),
Kelompok
2
metaplan
merah
(Perencanaan),
kelompok
Tiga
metaplan
Kuning
(Pelaksanaan) dan Kelompok empat metaplan biru (Umpan
Balik). pendekatan tersebut dengan menggunakan Lembar
Kerja 11.1.2;
16. Berikan kesempatan kepada peserta dalam kelompok untuk
menuliskan kegiatan dan output dari setiap tahapan
supervisi
Uraia
n
1.
Tujuan Supervisi
2.
Hasil yang
diharapkan
3.
Perubahan Perilaku
4.
Metode/Teknik yang
digunakan
5.
Sasaran
6.
Peran Supervisor
7.
Kedudukan peserta
yang disupervisi
8.
Dll.
Administrati
f
Pendekat
an
Pemecahan
Masalah
Transformati
f
Catatan:
(1)
(2)
(3)
Tahapan
1.
Persiapan
2.
Perencanaan
3.
Pelaksanaan
4.
Umpan Balik
Uraian
Kegiat
an
Outpu
t
Catatan:
(1)
(2)
(3)
PENDAMPING
DESA
SP
B
11.
A.
Lembar Informasi
Supervisi Pendamping
Lokal
Desa
Latar belakang
Lahirnya Undang-undang Desa No 6 tahun 2014 menimbulkan kembali
harapan yang hampir pudar.Dalam implementasi Undang-undangDesa ini
membutuhkan keseriusan semua pihak agar bisa berjalan dengan baik,
khususnya Peran Pendamping Desa. KemampuanPendamping Desa untuk
melakukan supervisi akan menentukan arah pembangunan desa di masa
depan.
Pengawasan (supervisi) merupakan bagian akhir dari siklus fungsi
manajemen. Pengawasan mengandung tugas untuk mengendalikan suatu
proses atau laju suatu alur aktivitas, kegiatan atau pelaksanaan tugas.
Mengendalikan dapat artikan menahan suatu kegiatan dalam proses atau
tahapan apabila terdapat indikasi kesalahan atau penyimpangan agar
segera dapat dihentikan sejenak untuk menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan lebih lanjut. Tetapi apabila suatu proses ternyata terjadi
kesalahan atau penyimpangan agar segera dilakukan tindakan koreksi atau
perbaikan.Menjadi supervisor membutuhkan keahlian khusus, kalau tidak
apa yang telah direncanakan tidak akan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
B.
Pengertian
istilah supervisi menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya
(morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu (semantik).
Secara morfologis, supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu
super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih
serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan,
dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan orang yang berposisi
diatas, pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi
merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih humanis, manusiawi.
Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak
412| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
umumnya
dan
peningkatan
pemberdayaan pada khususnya.
mutu
program
pembangunan
dan
C.
Tujuan
PENDAMPING
DESA
Membantu pendamping
dalam melihat secara lebih jelas dalam
memahami
keadaan
dan
kebutuhan
masyarakat
yang
didampinginya.
Meningkatkan
mutu
pendampingan
yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
pada
akhirnya
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
D.
Sasaran
b.
c.
E.
Prinsip-Prinsip
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
F.
Ruang Lingkup
b.
c.
d.
e.
E.
Tipe-tipe Supervisi
1.
Tipe Inspeksi
2.
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Jika dalam supervisi inspeksi
bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada
supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya
tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: pendamping diperbolehkan
untuk
menggunakan
bebrbagai
teknis
fasilitasi
kelompok
baik
pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat yang digunakan.
3.
Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan
kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik,
meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang
disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Pendamping sama sekali tidak
diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini
mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat
awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada pendamping baru mulai
mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak
tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan
arah yang pasti.
4.
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang
positif dari supervisi ini, dimana pendamping selalu mendapatkan latihan
dan bimbingan dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dari sisi negatifnya
kurang adanya kepercayaan pada
5.
Tipe Demokratis
PENDAMPING
DESA
SPB
11.2
Rencana
Pembelajaran
Teknik
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi teknik supervisi Pendamping Lokal Desa yang
sukses dan gagal;
2. Menjelaskan beberapa teknik supervisi disertai contoh-contoh
nyata di lapangan.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
420| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Supervisi Sukses dan Supervisi Gagal
1.
2.
4.
5.
7.
8.
PENDAMPING
DESA
Sebelum pembahasan tentang teknik supervisi, pelatih dapat memberikan bahan bacaan untuk dipelajari at
Perlu pengaturan waktu pada saat peserta diminta mempelajari berbagai rujukan dengan mengumpulkan ba
9.
Lakukan
pembahasan
secara
bersama-sama
untuk
menginventarisir teknik supervisi yang biasa digunakan
dalam melakukan pembinaan dan pengendalian Pendamping
Lokal Desa;
dan
dan
PENDAMPING
DESA
Teknik
Supervi
si
Tujuan
Hasil
Catatan:
(1)
(2)
PENDAMPING
DESA
SPB
11.2
A.
Lembar
Informasi
Teknik
B.
1.
b.
c.
d.
Sering juga pertemuan orientasi ini juga diikuti dengan tindak lanjut
dalam bentuk diskusi kelompok dan lokakarya.
PENDAMPING
DESA
e.
f.
2.
Rapat Koordinasi
b.
c.
d.
e.
Menyampaikan
informasi
baru
seputar
tugas
pendampingan, kesulitan dalam memfasilitasi kelompok,
dan cara mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam
masyarakat
secara
bersama
dengan
semua
pendamping.
yang
b.
c.
d.
e.
f.
PENDAMPING
3.
4.
a.
b.
c.
Diskusi Terbatas
c.
d.
e.
5.
Workshop
6.
a.
b.
e.
C.
d.
1.
Teknik kunjungan (field visit) adalah suatu teknik kunjungan yang dilakukan
supervisor ke dalam satu lokasi pada saat pendamping sedang memfasilitasi
dan membimbing kegiatan di tingkat komunitas dengan maksud untuk
membantu pendamping menghadapi masalah atau situasi kesulitan selama
melaksanakan
tugasnya.
Kunjungan
dilakukan
supervisor
untuk
mengumpulkan informasi dan data tentang keadaan sebenarnya mengenai
kemampuan dan keterampilan pendamping di lapangan. Selanjutnya
a.
b.
c.
d.
2.
Observasi
3.
Percakapan Pribadi
4.
Intervisitasi
Teknik ini dilakukan oleh pendamping yang bekerja dalam lokasi atau
kelompok masyarakat yang masih kurang maju dengan menyuruh beberapa
tenaga pendamping untuk mengunjungi lokasi dampingan yang maju dalam
pengelolaannya untuk mempelajari hal-hal potisif (best practices) agar
dapat dijadikan pembelajaran di lokasi tempat dia berkerja. Manfaat yang
dapat diperoleh dari teknik supervisi ini, setiap pendamping dapat
melakukan perbandingan dan belajar atas kelebihan dan kekurangan
berdasarkan pengalaman masingmasing. Setiap perdamping memiliki
kesempatan untuk memperbaiki kemampuannya dalam memberi layanan
kepada masyarakat.
5.
6.
7.
Diskusi Panel
8.
Seminar
Seminar adalah suatu rangkaian kajian yang diikuti oleh suatu kelompok
untuk mendiskusikan, membahas dan memperdebatkan suatu masalah
yang berhubungan
9.
Simposium
10. Demonstrasi
Demonstrasi dapat digunakan sebagai teknik supervisi untuk melihat
sejauhman kemampuan pendamping dalam menyajikan suatu proses atau
tahapan tertentu dari sesuai dengan tugasnya. Beberapa kompetensi dasar
perlu ditunjukkan kepada pihak lain atau supervisor untuk memastikan
pemenuhan standar kualifikasi atau kemampuan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya di lapangan. Misalnya supervisor
mendorong kepada pendamping untuk unjuk kemampuan dengan
mendemonstrasi- kan teknik-teknik fasilitasi dihadapan peserta lainnya.
Cara ini digunakan juga untuk memperbaiki secar langsung beberapa hal
yang ditunjukkan oleh pendamping yang tidak sesuai dengan ketentuan
atau prosedur yang telah ditetapkan
D.
1. Kelemahan
430| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
Kurang demokratis
2. Kelebihan
Hal-hal yang baik dapat dijadikan contoh, hal yang kurang dapat
didiskusikan
PENDAMPING
DESA
Rencana Pembelajaran
SP
B
11.
3
Penilaia
n
KinerjaPendamping
Lokal
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.
3.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, simulasi Penilaian Kinerja
Pendamping Lokal Desadan Pleno.
Media
PENDAMPING
DESA
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1.
2.
Lakukan
curah
pendapat
tentang
teknik
Pendamping Lokal Desadengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a.
tentang
supervisi
beberapa
penilaiankinerja
3.
4.
5.
Dalam diskusi kelompok, peserta dapat mengidentifikasi dan mengukur capaian kinerja dengan menggunak
menggunakan laporan kemajauan kegiatan yang dapat menggambarkan kinerja Pendamping Lokal Desa pa
6.
7.
8.
9.
dan
Nama PLD :
Smester (. - ) Tahun
201
Kec./Kab. :
KINERJA PENDAMPINGAN
1
2
3
4
5
6
Nila
i
KOMENTAR
KHUSUS NILAI
-
10
KINERJA SUPERVISI
1
KINERJA PENDAMPINGAN
Nila
i
skala prioritas
10
KOMENTAR
KHUSUS NILAI
1 dan 2
-
KINERJA KOORDINASI
1
2
3
4
5
dengan supervisor
Koordinasi/menjalin hubungan baik
dengan birokrasi dan tokoh
masyarakat
Bisa bekerja sama dalam satu tim kerja
yang efektif
Tidak melanggar kode etik sebagai
pendamping
KINERJA ADMINSTRASI
1
2
3
4
5
Nilai Rata-rata
Tangga
l
Penilaian
Tanda
tangan
penilai
Nama
Jelas
Penilai
Jabatan
Penilai
:
PENDAMPING
DESA
SP
B
11.
3
A.
Lembar Informasi
Standar
Operasional
Prosedur (SOP)
Penilaian Kinerja
Pendamping
Pendahuluan
Pendampingan Desa yang dilaksanakan dalam rangka implementasi
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akan dinilai kinerjanya
secara rutin. Evaluasi kinerja Pendamping Lokal Desa Profesional merupakan
bagian dari rangkaian manajemen pengelolaan pendampingan Desa.
Mengingat kondisi rentang manajemen (span of management), Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi selaku pemberi kerja melalui Satker Provinsi
tidak dapat secara terus-menerus mengawasi kinerja pendamping
profesional dikarenakan lokasi tugas antara kedua pihak saling berjauhan.
Penilaian kinerja secara reguler yang dilakukan setiap smester
merupakan sarana untuk menilai unjuk kerja pendamping profesional dalam
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Hasil evaluasi kinerja adalah
simpul pendapat pemberi pekerjaan tentang kelayakan terhadap kontrak
kerja pendamping professional untuk dipertahankan, atau sebagai masukan
untuk mengambil langkah koreksi dan perbaikan implementasi kebijakan.
Penilaian akan dilakukan terhadap pendamping profesional agar dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan TOR.
B.
Tujuan
Penilaian kinerja pendamping profesional dilakukan dengan menggunakan
data faktual yang diperoleh dari beberapa sumber agar memberikan hasil
penilaian yang objektif sesuai dengan TOR.Penilaian kinerja ditujukan untuk
menilai tingkat pencapaian kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan
yang dicapai sebagai pendamping profesional. Hasil penilaian kinerja ini
438| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
2.
Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis
kebutuhan pelatihan pendamping;
3.
4.
5.
C.
1. Mekanisme
Mekanisme penilaian kinerja pendamping professional disusun sebagai
berikut:
1.
2.
a)
b)
3.
a)
c)
4.
a)
b)
5.
c)
d)
b)
c)
2.
Aspek Penilaian
Kinerja Pendampingan
1)
Kewajiban Pendampingan.
Kinerja pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional
dalam bekerja sesuai Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional
berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu
pada:
2)
Indikator Penilaian.
Kinerja pendampingan oleh pendamping profesional dinilai
berdasarkan pencapaian output sesuai dengan Tupoksi setiap
individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:
Konsistensi
dan
ketegasan
menerapkan etika profesi;
pendamping
profesional
b.
Kinerja Supervisi
1)
Kewajiban Supervisi
Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam
bekerja sesuai Tupoksi sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping
profesional berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan
mengacu pada:
2)
Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asasasas Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi,
subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, gotong royong,
kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
Indikator Penilaian
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan
pencapaian output sesuai dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk
setiap individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:
c.
Kinerja Koordinasi
1)
Kewajiban Koordinasi
2)
Indikator Penilaian
Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi
dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan indikator penilaian
sebagai berikut:
d.
Kinerja Administrasi
1)
Kewajiban Administrasi
Pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab
administrasi yang meliputi:
Laporan Kegiatan.
2)
Indikator Penilaian
D.
Kepatuhan pendamping
maupun prosedur kerja;
profesional
pada
standar
pelayanan
E.
rata-rata, nilai yang diisi dalam angket dijumlahkan dan kemudian dibagi
oleh jumlah indikator yang dinilai (kecuali yang diberitanda X).
Mengingat kondisi lapangan yang bervariasi antar Provinsi,
Kabupaten/Kota dan lokasi-lokasi kegiatan, maka pelaksanaan sistem
penilaian kinerja ini harus disesuaikan dengan keadaan daerah masingmasing. Oleh karena itu, panduan ini hanya menguraikan dan menjelaskan
kewajiban dan prosedur dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem
ini. Namun, dalam pelaksanaannya TL Provinsi, TA Provinsi dan
F.
G.
1.
2.
b)
1.
2.
3.
c)
1.
2.
3.
d)
1.
2.
3.
e)
H.
Penutup
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
11.
PembimbinganKine
rja Pendamping
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
1. Menjelaskan konsep dasar pembimbingan kinerja
meningkatkan kinerja Pendamping Lokal Desa.
2. Menerapkan
pembimbingan
kinerja
dalam
peningkatan kinerja Pendamping Lokal Desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, dan Diskusi.
Media
Media Tayang11.4.1;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
448| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
untuk
rangka
PENDAMPING
DESA
Proses Penyajian
1.
2.
Lakukan
curah
pendapat
tentang
teknik
Pendamping Lokal Desadengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a.
supervisi
beberapa
Apa
yang
Anda
pahami tentang
pembimbingan kinerjaPendamping Lokal Desa?
3.
4.
5.
Mintalah
peserta
membentuk
kelompok
untuk
mendiskusikan tentang kerangka kerja pembimbingan
kinerja yang dapat dilakukan TAPM kepada Pendamping
Lokal Desa sesuai hasil kajian kebutuhan (TNA) yang telah
dilakukan pada pokok bahasan sebelumnya dengan
menggunakan Lembar Kerja 11.4.1;
Pelatih disarankan memberikan penjelasan awal tentang pembimbingan kinerja, salah satunya dengan men
mengelola cara kerja otaknya sehingga mampu menghasilkan performa yang lebih efektif, mampu menjadi
6.
PENDAMPING DESA
7.
8.
9.
dan
PENDAMPING
DESA
Nama
Pendamping :
Lokasi Tugas :
No.
Catatan Hasil
Supervisi/Penilai
an Kinerja
Jenis
Bimbinga
n KInerja
LangkahLangkah
Pihak
yang
Terlibat
Waktu
Catatan:
(1)
(2)
(3)
PENDAMPING
DESA
SP
B
11.
4
A.
Lembar Informasi
Kerang
ka
KerjaPembimbinganKi
nerja Pendamping
Latar Belakang
Pembimbingan kinerja adalah suatu kegiatan yang diperuntukkan untuk
memberikan bantuan yang pada umumnya berupa nasehat dan tuntunan
untuk
menyelesaikan
persoalan/masalah
yang
bersifat
teknis.
Pembimbingan kinerja bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau kasus
yang terjadi dan dihadapi oleh pendamping sehingga penyelesaiannya
dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
Pembimbingan kinerjadilakukan untuk memberikan kesempatan dan
pengalaman kepada Pendamping Lokal Desa dalam menghadapi berbagai
persoalan terkait isu pembangunan dan pemberdayaan Desa. Setiap
pendamping tentunya memiliki cara yang berbeda-beda dalam memahami
berbagai situasi dalam tugas termasuk menemukan alternatif solusinya.
Selama ini, Pembimbingan kinerja dilakukan secara berjenjang dan
cenderung mengikuti mekanisme struktural dari atas ke bawah. Namun
terkadang persoalan yang dihadapi pendamping tidak hanya berkaitan
dengan tanggung jawab pekerjaan atau tugas manajerial saja tetapi juga
berbagai tantangan yang sangat kompleks dan harus diselesaikan melalui
cara-cara yang lebih kreatif dan inovatif, termasuk melibatkan pihak-pihak
yang dianggap mampu untuk menyelesaikannya.
Pembimbingan
kinerjaPendamping
Lokal
Desasebagai
langkah
penyiapan tenaga pendamping yang profesional dalam memberikan
dukungan
kepada
masyarakat
agar
mampu
membangun
kemandirian,karakter dan inisiatorpembangunan di tingkat Desa dan
Kabupaten/Kota serta mampu bekerja dalam Tim. Bimbingan dilakukan
untuk membantu Pendamping Lokal Desa agar mampu bekerja dalam Tim
sebagai kelompok kerja atau gugus tugas tertentu dengan tugas utama
membantu UPTD di tingkat Kecamatan, SKPD atau Dinas terkait dalam
452| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
B.
Tujuan
meningkatkan
kemampuan
Pendamping
mengorganisir
dukungan
pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat Desa;
Lokal
Desadalam
pembangunan
dan
2.
meningkatkan
keterampilan
Pendamping
Lokal
Desa
dalam
memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan di Desa dan
pihak lain dalam mendorong pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa;
3.
meningkatkan
keterampilan
pendamping
dalam
memecahkan
permasalahan yang dihadapinnya secara kreatif dan inovatif terkait
pelaksanaan tugas di lapangan;
C.
Prinsip-Prinsip
PENDAMPING
DESA
Pembimbingan kinerja dilaksanakan
dengan menerapkan prinsip-prinsip
seeprti berjenjang, berkelanjutan, komprehensif, implementatif dan
koordinatif.
1. Berjenjang
2. Berkelanjutan
Pembimbingan kinerjayang dilaksanakan oleh Tim Pembina/Tenaga Ahli baik
di tingkat Pusat, Provinsi/regional maupun Kabupaten/Kota, Pendamping
Desa kepada Pendamping Lokal Desa dilakukan secara sistemik, terusmenerus dan terencana. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan program
pendampingan dapat meningkat kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke
waktu.
3. Komprehensif
Pembimbingan kinerjaPendamping Lokal Desa dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dari semua komponen kompetensi, tugas dan indikator
kinerja. Dalam pelaksanaannya tidak hanya satu komponen tertentu tetapi
meliputi semua komponen dengan maksud agar permasalahan yang
dihadapi Pendamping Lokal Desa dalam tugas dapat diselesaikan dengan
baik, cepat dan tepat sasaran.
4. Implementatif
Pembimbingan kinerja Pendamping Lokal Desa dilaksanakan dengan
menekankan praktik pengarahan (coaching) sesuai dengan kebutuhan
pelaksanaan
kerja Pendamping Lokal Desadi Kecamatan. Substasi
Pembimbingan kinerja lebih diarahkan pada perbaikan kinerja dan
penyelesaian masalah yang dihadapi dan koordianasi lintas sektoral di
wilayah kerjanya masing-masing. Materi yang bersifat teoridiberikan hanya
untuk memperkuat pelaksanaan tugas lapangan dengan tetap mengacu
5. Koordinatif
D.
E.
1.
Bimbingan Tugas
(b)
(c)
(d)
2.
Bimbingan Karir
3.
Bimbingan Sosial
4.
Coaching
(a)
(b)
pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar baik dalam tim
maupun dengan perubahan tugas/pekerjaan.
(c)
5.
Counseling
(b)
(c)
(e)
6.
Mentoring
(a)
(b)
Tahap
2:
independence/mandiri.
Profesional
dan
mentor
mengembangkan hubungan yang lebih seimbang. Profesional
mengubah dari apprentice ke kolega dan membutuhkan sedikit
supervisi. Kebanyakan profesional akan
sampai tahap ini untuk
sebagian besar dalam kehidupan profesional mereka;
(c)
(d)
Daftar Pustaka
Gomes, Faustino Cardoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2003.
Sujoko Program Mentoring Dalam Kasus Penempatan Tenaga Kerja
Bermasalah Di Perpustakaan. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan
Kalijaga.
http://www.loop-indonesia.com/mentoring-di-tempat-kerja-apa-danmengapa-part-1/ http://www.kompasiana.com/marhaenii/mentoring-dalamperusahaanperlukah_5528bb68f17e61357f8b457b
http://evevacarol.blogspot.co.id/2013/01/konseling-kerja.html
PENDAMPING
DESA
Pokok Bahasan
12
EVALUASI PELATIHAN
DAN RENCANA KERJA
TINDAK LANJUT
PENDAMPING DESA
PENDAMPING
DESA
Rencana
Pembelajaran
SP
B
12.
Evaluasi
Penyelenggaraan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merangkum kembali pokok-pokok isi materi pelatihan
pratugas Pendamping Desa mulai SPB 1 hingga SPB
11dengan benar;
2. Menilaipenyelenggaraan
kegiatan
pelatihan
pratugas
Pendamping Desadi wilayah kerja masing-masing.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Evaluasi .
Media
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard
PENDAMPING
DESA
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Resume Hasil Pelatihan
3.
1.
2.
5.
Buatlah
pembulatan
dan
kesimpulan
akhir
dari
keseluruhan materi pelatihan pratugas Pendamping
Desa.
6.
rasakan
setelah
Anda
mengikuti
8.
Selanjutnya
paparkan
hasil
evaluasi
penyelenggaraanpelatihan
partugas
Pendamping
Desauntuk diberikan tanggapannya dari peserta;
9.
Petunjuk:
1. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban yang menurut Bapak/Ibu/Saudara
sesuai dengan pendapatnya;
2. Setelah diisi, harap dikembalikan kepada pelatih atau panitia penyelenggara.
No
1.
2.
3.
4.
Pernyata
an
Setelah mengikuti Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa. tujuan pelatihan yang telah dirumuskan, saya ;
a.
Mengetahui sekali
b.
Mengetahui
c.
Kurang mengetahui
d.
Tidak mengetahui
a.
Seluruhnya baru
b.
Sebagian baru
c.
Sebagian ulangan
d.
a.
Seluruhnya sesuai
b.
c.
d.
a.
b.
c.
Jawaban
No
d.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pernyata
an
Semua pelatih tidak jelas penyampaian
b.
c.
d.
b.
Lama
c.
Cukup
d.
Kurang lama
a.
Terlalu lama
b.
Lama
c.
Cukup
d.
Kurang lama
b.
Tepat
c.
Kurang tepat
d.
Tidak tepat
a.
Sangat bermanfaat
b.
Bermanfaat
c.
Kurang bermanfaat
d.
Tidak bermanfaat
Jawaban
No
11.
12.
13.
14.
15.
16.
b.
Memuaskan
c.
Kurang memuaskan
d.
Tidak memuaskan
Pernyata
an
b.
Memuaskan
c.
Kurang memuaskan
d.
Tidak memuaskan
b.
Akrab
c.
Kurang akrab
d.
Tidak akrab
a.
Sangat akrab
b.
Akrab
c.
Kurang akrab
d.
Tidak akrab
a.
Sangat akrab
b.
Akrab
c.
Kurang akrab
d.
Tidak akrab
b.
Menarik
c.
Kurang menarik
d.
Tidak menarik
Jawaban
No
17.
a.
Sangat sopan
b.
Sopan
c.
Kurang sopan
d.
Tidak sopan
Pernyata
an
a.
b.
c.
d.
Saran-Saran
Jawaban
PENDAMPING
DESA
SPB
12.2
Rencana
Pembelajaran
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menyusun
Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) untuk persiapan
penyelenggaraan pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa di
wilayah kerja masing-masing.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
Lembar
Kerja
12.2.1: Format
Laporan
Pelaksanaan PelatihanPendamping Lokal Desa.
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard
472| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa
PENDAMPING
DESA
Proses Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
menanggapinya dan kumpulkanlah gagasan pokok
tentang tindak lanjut yang mungkin dapat dilakukan baik
secara individu maupun kelompok atau tim;
6.
7.
Serahkan
kembali
kendali
acara
kepada
panitia
penyelenggara untuk menutup secara resmi dan diakhiri
dengan doa.
No.
Proses
1.
2.
Dukungan
pemerintah
Kabupaten/Kota
3.
Dukungan masyarakat
4.
5.
6.
7.
Pembiayaan
8.
Dll.
Pemangk
u
Kepenting
Potensi
Waktu
Catatan:
(1)
Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi
sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain
tentang rencana tindak lanjut penyelenggaraan pelatihan Pendamping
Lokal Desa;
(2)
(3)
(4)
(5)
Tetapkan perkiraan
direncanakan.
waktu
masing-masing
tahapan
yang
telah
Pendahuluan
1. Latar Belakang.
2. Maksud dan Tujuan
3. Hasil yang diharapkan
4. Ruang Lingkup Materi
5. Pelaksana
6. Waktu dan tempat
BAB 2:
Pelaksanaan Pelatihan
1. Informasi Umum
(a) Peserta:menjelaskantentang peserta (jumlah,
posisi/jabatan,
komposisi
dll).
(b) Pelatih: menjelaskan tentang pelatih atau fasilitator
(jumlah, posisi/jabatan, komposisi, Tim Pelatih, dll).
(c) Materi Pelatihan dan Jam Pelajaran: menjelaskan tentang
keluasan dan kedalam materi pelatihan, jam pelajaran,
waktu hari pelatihan dan bobot materi.
2. Proses Pelatihan
(a) Metode: menjelaskan pendekatan/metode yang digunakan
dalam menyampaikan materi pelatihan;
(b) Media dan Sumber Belajar: menjelaskan tentang
pemanfaatan
media dan sumber belajar pendukung
pelatihan;
(c) Fasilitasi Proses: menyajikan data/informasi mengenai tata
urut penyajian materi dan proses interkasi pelatih dan
peserta;
(d) Dinamika Pembelajaran: menguraikan hasil analisis tentang
kondisi dan perubahan perilaku dalam setiap tahapan
pembelajaran.
Penutup
Lampiran :
Jadwal latihan
Hasil Rekapitulasi Evaluasi Peserta
Hasil Evaluasi Pelaksanaan Latihan
Foto dokumentasi Kegiatan
Daftar Pustaka
Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha
Kolektif Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Bappenas, edisi III (2011).Perkembangan Perdagangan dan
Investasi, Jakarta.
Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport,
Connecticut: Greenwood Press.
Didin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Dwiyanto, Agus dkk., (2003).Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta:
Direkorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama
dengan KOMPAK.
Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan,
Jakarta: LP3ES.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang
Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Jakarta:
Departemen Dalam Negeri.
M. Silahuddin, (2015). Buku 1: Kewenangan Desa dan Regulasi Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Mochammad Zaini Mustakim, (2015). Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Naeni Amanulloh, (2015). Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.