Anda di halaman 1dari 711

PENDAMPING

DESA

ii| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

(Kompetensi Umum)

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | iii

PENDAMPING
DESA

iv| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

(Kompetensi Umum)

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | v

PENDAMPING
DESA

MODUL PELATIHAN
PRATUGAS PENDAMPING
DESA (KOMPETENSI UMUM)

PENGARAH:Eko Putro Sanjoyo(Menteri Desa,


Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia)
PENANGGUNG JAWAB: Ahmad Erani Yustika (Dirjen,
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa)
TIM PENULIS: Wahjudin Sumpeno,Nur Kholis, Rony Budi Sulistyo, Naeni

Amanulloh, Zaini Mustakim, Arbit Manika, M. Sabri, Achmad Maulani,


Arief Yudansa, Zulkarnaen, Ahmad Waidl, Iis Hadiman, Yose Dapa Billi,
Herawati, Ihsan Hajar, Y. Susilo, Fajar Argojati.
REVIEWER:Taufik Madjid, Muhammad Fachry, Sukoyo, Wahjudin Sumpeno
COVER &LAYOUT:Wahjudin
Sumpeno Cetakan Pertama,
Agustus 2016
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan
12740 Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id

vi| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

Daftar Istilah dan


Singkatan
1.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

2.

Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi


kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa,
dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa
berdasarkan
prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.

3.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan


kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

4.

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.

5.

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain


adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

6.

Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh


masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
pemerintah dalam memberdayakan masyarakat.

7.

Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

8.

Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah


musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan
unsur
masyarakat
yang
diselenggarakan
oleh
Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

9.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut


dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan,
dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | vii

10. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari


Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam
Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh
Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa.
12. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
13. Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan Desa.
14. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah
dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat
arah pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan
umum dan program dan program Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau
lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan disertai dengan
rencana kerja.
15. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari
RPJM Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan
mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan,
program prioritas pembangunan Desa, rencana kerja dan pendanaan
serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Desa maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah dan RPJM Desa.
16. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi
bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan
diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.
17. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli
Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang syah.
19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa,
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
20. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara
yang
diperuntukkan
bagi
Desa
yang
ditransfer melalui anggaran

pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk


membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaanmasyarakat Desa.
21. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | ix

Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya
bahwa Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
telah hadir dihadapan pembaca. Secara umum modul pelatihan ini
dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga pendamping profesional di tingkat
Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung kebijakan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bidang pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan masyarakat
secara efektif dan bekelanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desapasal 128 huruf (2) dijelaskan bahwa secara teknis
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga Pendamping
Desa
(PD)
yangbertugasdiKecamatansecaraumumakan
bertugasuntukmendampingi pelaksanaanUndang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa.DalammenjalankantugasnyadiKecamatan,Pendamping
Desaakan
bekerjasamadenganCamatdanaparat
pemerintahandi
Kecamatanumumnya
sertapelakupelakupendampinganUndang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
diDesa,seperti PendampingLokalDesa,Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa(KPMD)dan kelembagaan masyarakat lainnya.
Peningkatan kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan Desa yang pada
akhirnya akan menentukan pencapaian tujuan dan target pelaksanaan
Undang-Undang Desa. Kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
yang dimaksud mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-

Undang Desa; (2) keterampilan memfasilitasi pemerintah desa dalam


mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3) keterampilan tugastugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan (4) sikap kerja yang sesuai
dengan standar kompetensi pendamping khususnya Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat
sesuai
tuntutan
Undang-Undang
Desa.
Dalam meningkatkan kinerja

pendampingan tercermin dari komitmen, tanggung jawab dan keterampilan


untuk mewujudkan tatakelola Desa yang mampu mendorong kemandirian
Pemerintah Desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.
Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah modul
pelatihan PratugasTenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang dapat
memberikan acuan kerja di lapangan dalam rangka membangun
kemandirian Desa. Harapan dari kehadiran modul pelatihan ini dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak dalam rangka mendorong peningkatan
kapasitas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan kebutuhan,
kondisi di daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA

Prof. Dr. Ahmad Erani


Yustika

xii| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Daftar
Isi

Daftar Istilah
Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Daftar Isi
Panduan
Pelatih

Pokok Bahasan 1: Dinamika Kelompok dan


Pengorganisasian Peserta
1.1. Bina Suasana, Perkenalan dan Kontrak Belajar
1.2. Alur dan Proses Pelatihan

2.1.
2.2.
2.3.
2.4.

Pokok Bahasan 2: Prespektif Undang-Undang Desa


Perubahan Mendasar Desa
Memahami Desa
Kewenangan Desa
Trimatra Pembangunan Desa

vii
x
i
xii
i
xv
1
15
27
29
47
57
73

Pokok Bahasan 3: Tata Kelola dan Kelembagaan Desa


3.1. Kelembagaan Desa
3.2. Musyawarah Desa sebagai Demokratisasi Desa
3.3. Tata Kelola Pemerintahan Desa

95
97
10
5
11
5

Pokok Bahasan 4: Pembangunan Desa


4.1. Dimensi Pembangunan dalam Kerangka
Indeks Desa Membangun
4.2. Fasilitasi Evaluasi Rencana Pembangunan Desa

133

Pokok Bahasan 5: Fasilitasi Kerjasama Antar Desa


5.1. Fasilitasi Kerjasama Antar Desa
5.2. Fasilitasi Kerjasama dengan Pihak Ketiga
5.3. Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala Desa

175
177
191
201

Pokok Bahasan 6: Pemberdayaan Masyarakat Desa


6.1. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat
6.2. Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

205
207
221

135
151

Pokok Bahasan 7: Pengasrusutamaan Inklusi Sosial


7.1. Konsep Dasar dan Indikator Inklusi Sosial
7.2. Inklusi Sosial di Desa
7.3. Strategi Pemberdayaan Perempuan, Kelompok
Miskin, dan Berkebutuhan Khusus

8.1.
8.2.
8.3.
8.4.

Pokok Bahasan 8: Pendampingan Desa


Pokok-Pokok Kebijakan Pendampingan Desa
Tugas Pokok dan Fungsi Pendamping Desa
Etika Kerja Pendamping Desa
Kerangka Kerja Pendamping Desa

Pokok Bahasan 9: Membangun Tim Kerja di Kecamatan


9.1. Pemetaan Pemangku Kepentingan
9.2. Koordinasi Sektoral (SKPD/UPTD)
9.3. Kerjasama dan Jejaring
Pokok Bahasan 10: Fasilitasi Peningkatan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa
10.1.
Mengkaji Kebutuhan Peningkatan Kapasitas
Pendamping Lokal Desa
10.2.
Strategi Pengembangan Kapasitas Pendamping Desa
10.3.
Pendalaman Kurikulum dan Modul Pelatihan
Pendamping Lokal Desa
10.4.
Praktek Melatih

255
237
251
255
265
267
277
283
297
323
325
327
329

339
341
361
377
385

11.1.
11.2.
11.3.
11.4.

Pokok Bahasan 11: Supervisi Pendamping Lokal Desa


Konsep Supervisi
Teknik Supervisi
Penilaian Kinerja Pendamping Lokal Desa
Pembimbingan Kinerja Pendamping Lokal Desa

403
405
419
431
447

12.1.
12.2.

Pokok Bahasan 12: Rencana Kerja Tindak Lanjut


Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan
Rencana Kerja Tindak Lanjut

461
463
471

Daftar Pustaka

477

PENDAMPING
DESA

Panduan Pelatih

Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, Pemerintah, PemerintahProvinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
berkewajiban
untuk melakukan Pendampingan Desa dalam rangka
pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa. Salah satunya adalah
menyangkut kesiapan pemerintah baik dalam menyiapkan tata kelola dan
penyesuaian kerja birokrasi, maupun dalam melakukan pendampingan
masyarakat Desa. Pendampingan yang dilakukan pemerintah sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 2015 bertujuan; (a) Meningkatkan kapasitas,
efektivitas dan akuntabilitas Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
(b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa
dalam pembangunan desa yang partisipatif;
(c) Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor;dan
(d) Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
Peningkatan kapasitas pendamping desa menjadi salah satunya aspek
penting yang dapat membantu pencapai tujuan dan target pelaksanaan
Undang-Undang Desa secara optimal. Kapasitas pendampingan desa yang
dimaksud mencakup:
(1)

pengetahuan tentang kebijakan Undang-Undang Desa;


(2)

(3)

keterampilan memfasilitasi Pemerintah


tatakelola Pemerintah Desa yang baik;

Desa

dalam

mendorong

keterampilan tugas-tugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan


(4)

sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi pendamping dan


tuntutan Undang-Undang Desa.

Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari


komitmen, tanggung jawab dan keterampilan untuk mewujudkan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | xv

tatakelola desa yang mampu mendorong kemandirian pemerintah


desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.

xvi| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa merupakan salah satu


bahan pelatihan bagi tenaga pendamping profesional yang akan bertugas
atau ditempatkan
di tingkat Kecamatan dalam rangka mendampingi
pelaksanaan Undang-Undang Desa. Secara khusus, modul pelatihan ini
disusun sebagai acuan bagi pelatih dalam memfasilitasi kegiatan pelatihan
bagi Pendamping Desa dalam pelaksanaan Undang- Undang Desa untuk
tahun anggaran 2016. Calon pelatih kabupaten diharapkan memiliki
pengetahuan tentang tujuan, hasil dan alur mekanisme pelatihan termasuk
kompetensi
praktis
dalam
memfasilitasi
pelatihan
yang
akan
diselenggarakan di 7 (tujuh) hari efektif.

Mengapa Modul Pelatihan ini Dibutuhkan


Pelatihan pratugas Pendamping Desabebertujuan membantu memahami
kebijakan terkait pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sebagai
bagian dari mandat Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa PDTT dan mendukung
pelaksanaan Undang-undang Desa. Secara khusus, modul ini akan
melakukan transformasi tentang strategi dasar dalam mendorongDesa
mandiri melalui pendekatan Tri-Matra. Matra pertama adalah penguatan
kapasitas masyarakat Desa melalui peningkatan pengetahuan lokal desa
khususnya untuk perluasan akses masyarakat terhadap layanan dasar
(jaring komunitas wiradesa). Matra kedua adalah percepatan kesejahteraan
ekonomi masyarakat desa melalui penguatan kepemilkan aset produktif
oleh komunitas Desa (lumbung ekonomi desa). Matra ketiga adalah
reinternalisasi dan revitalisasi budaya Desa sebagai modal dasar dalam
pelaksanaan pembangunan partisipatif di Desa (lingkar budaya
desa).Sekaligus memberikan pengalaman dan keterampilan praktis yang
dibutuhkan dalam memfasilitasi implementasi Undang-Undang Desa. Oleh
karena, kebutuhan pengembangan kurikulum dan modul pelatihan pratugas
Pendamping Desa disusun dengan maksud menjadi panduan penyelenggara
pelatihan sangat penting, terutama untuk mensosialisasikan materi
(substansi) kebijakan dan meningkatkan kapasitas Pendamping Desa terkait
Undang-Undang Desa dan tugas pokoknya dalam mendampingi Pemerintah
Daerah di tingkat Kabupaten/Kota.
Modul pelatihan ini dirancang agak berbeda dari model lainnya
terutama aspek pengelolaan dan pendekatan yang digunakan agar selaras
dengan tujuan dan kebutuhan pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait
pelaskanaan Undang-Undang Desa. Salah satu aspek penting dengan
hadirnya modul pelatihan ini untuk memberikan pengalaman belajar bagi
pendamping Kabupaten/Kota berupa keterampilan memfasilitasi pelatihan
Pendamping Desa.

PENDAMPING

Diharapkan Pendamping DESA


Desa jugamemilki kapasitas personal yang
dibutuhkan dalam memfasilitasi pelatihan kepada pelaku di tingkat
Kecamatan dan Desa dengan dibekali wawasan prespektif Undang-Undang
Desa melalui pembelajaran kreatif (creative teaching skills). Disamping itu,
pelatih dapat mempelajari dengan mudah dan menerapkan sesuai dengan
kebutuhan tugas Pendamping Desa dan kondisi lokal yang dihadapi.

Maksud dan Tujuan


Maksud Pelatihan PratugasPendamping Desa, yaitu mempersiapkan tenaga
pendamping di tingkat Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan dalam
memfasilitasi kegiatan pelatihan pratugas Pendamping Desa Tahun
Anggaran 2016dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Secara umum modul pelatihan ini dimaksud memberikan panduan
dalam penyelengaraan pelatihan Pratugas bagi Pendamping Desadalam
rangka pelaksanaan Undang-Undang Desa.Secara khusus modul pelatihan
ini bertujuan;
(1)

Menyamakan persepsi dan konseppeningkatan kapasitas Pendamping


Desa dalam memfasilitasi masyarakat desa dalam mencapai
kesejahteraan dan kedaulatan Desa melalui pendekatan Tri-Matra;

(2)

Menyamakan persepsi dan konsep peningkatan kapasitas Pendamping


Desa dalam memfasilitasi pemangku kepentingan tingkat Kecamatan
dalam mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desa;

(3)

Menyelaraskan materi, modul dan metode pelaksanaan pelatihan


Pratugas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa di wilayah
kerjanya;

(4)

Melakukan pembagian tugas dan pelaksanaan pelatihan Pratugas


Pendamping Lokal Desa di masing-masing wilayah;

(5)

Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) pelaksanaan pelatihan


Pratugas Pendamping Lokal Desa.

Sasaran Pengguna
Secara

khusus

modul

pelatihan

ini

ditujukan

bagi

pendamping

di

Kecamatan dalam rangka memandu penyelenggaraan pelatihan. Namun,


dalam prakteknya, Modul pelatihan ini juga dapat dimanfaatkan bagi
pemangku kepentingan lain dalam memfasilitasi kebutuhan pelatihan bagi
tenaga ahli dengan latar belakang pendidikan dan kapasitas yang beragam
mulai dari fasilitator, pemandu, petugas lapang, kelompok perempuan dan
kelompok masyarakat lain.
Harapan lain melalui modul pelatihan ini dapat memberikan kontribusi
bagi para penggerak pembangunanagar mampu memfasilitasi dan
menyelenggarakan pelatihan sederhana sesuai keterampilan yang
dimilikinya. Bahkan beberapa komunitas dan organisasi lain mendapatkan
manfaat dari modul pelatihan ini terutama untuk melatih para pendamping
desa. Diharapkan Modul pelatihan ini dapat dibaca pula oleh kalangan yang
lebih
luas
baik
pemerintah,
kelompok
masyarakat,
lembaga
pendidikan,pusat pelatihan, LSM, serta lembaga lain yang memberikan
perhatian terhadap penguatan Desa.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | xvii

Peran Pendamping Desa


Modul pelatihan disusun berdasarkan kajian terhadap kurikulum sebagai
kerangka acuan bagi pengelola dalam penyelenggaraan pelatihan pratugas
bagi TAPM dalam melaksanakan tugas Pendampingan Desa dalam rangka
implementasi Undang-Undang Desa Tahun Anggaran 2016.
Secara umum cakupan tugas Pendamping Desa di tingkat Kecamatan,
meliputi peningkatan kapasitas pendampingan, fasilitasi dan dukungan
kepada pemangku kepentingan di tingkat Kecamatan pelaksanaan UndangUndang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Komposisi Pendamping Desa
meliputi:
(1)

Tenaga Pendamping (PD-PMD) yang bertugas meningkatkan kapasitas


tenagaPendamping Lokal Desa dalam rangka pengembangan kapasitas
dan kaderisasi masyarakat Desa;

(2)

Tenaga Pendamping Infrastruktur Desa (PD-ID) yang bertugas


meningkatkan kapasitas tenaga Pendamping Lokal Desa dalam rangka
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan Desa
berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;

Secara rinci tugas pokok Pendamping Desa yang terdiri dari PD-PMD,
dan PD-ID, diuraikan sebagai berikut:

Ruang Lingkup
Materi Pelatihan pratugas Pendamping Desa dirumuskan berdasarkan hasil
kajian terhadap kompetensi dasar yang harus dimiliki Pendamping Desa
sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi Pendamping Desa disusun sesuai tingkat
penguasaan kompetensi yang terdiri (K1) pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3)
Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001)
dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:

TabelCakupan Materi Berdasarkan Tingkat


Kompetensi
K1 (Pengetahuan)

K2
(Sikap)

K3 (Keterampilan)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahuan;
Memahami;
Mengaplikasikan;
Menganalisis;
Mensintesis;
Mengevaluasi.

1.
2.
3.
4.
5.

Penerimaan
Menanggapi
Penilaian (valuing)
Mengorganisasikan
Karakterisasi

1.
2.
3.
4.

Meniru
Memanipulasi
Pengalamiahan
Artikulasi

Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan


kedalamnya berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih
dalam memfasilitasikegiatan pembelajaran. Kisi-kisi materi pelatihan
pratugas Pendamping Desa diuraikan sebagai berikut:

Tabel Kisi-Kisi Materi Kompetensi Umum Pendamping Desa


NO
1
1.

2.

3.

4.

POKOK
BAHASAN

SUB POKOK BAHASAN

3
Dinamika
Kelompok dan
Pengorganisasian
Peserta

KOMPETENSI
P

PRETEST
1.1. Perkenalan
1.2. Ungkapan Harapan Peserta

1.3. Tujuandan Alur Pelatihan

2.1. Perubahan Mendasar Desa

2.2. Memahami Desa (Asas & Definisi)

2.3. Kewenangan Desa

2.4. Tri Matra Pembangunan Desa

Tatakelola Desa
& Kelembagaan
Desa

3.1. Kelembagaan Desa

3.2. Musdes sebagai Demokratisasi Desa


3.3. Tata Kelola Pemerintahan Desa

3
2

Pembangunan
Desa

4.1. Dimensi Pembangunan dalam


Kerangka Indeks Desa Membangun

Perspektif
Undang- Undang
Desa

4.2. Fasilitasi Evaluasi Rencana


Pembangunan Desa
5.

6.

JP

Fasilitasi
Kerjasama Antar
Desa

5.1. Fasilitasi Kerjasama Antar Desa

Pemberdayaan
Masyarakat
Desa

6.1. HakekatPemberdayaan Masyarakat


6.2. Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa

3
2

2
2

5.2. Fasilitasi Kerjasama dengan Pihak


5.3.
Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama
Ketiga
Kepala Desa

1
3

2
1

2
3

1
2

2
1
2

7.

8.

Pengarusutama
an Inklusi Sosial

Pendampingan
Desa

7.1. Konsep Dasar Dan Indicator Inklusi


Sosial
7.2. Inklusi Sosial di Desa
7.3.
Strategy
Pemberdayaan
Perempuan, Kelompok Miskin
dan berkebutuhan khusus

8.1. Pokok-Pokok Kebijakan


Pendampingan Desa

8.2. TugasPokok dan Fungsi Pendamping


Desa

2
2

2
1
2

2
2

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | xix

NO
1

9.

10.

11.

12.

POKOK
BAHASAN

SUB POKOK BAHASAN

4
8.3. Etika Kerja Pendamping Desa
8.4. Kerangka Kerja Pendamping Desa

Membangun Tim
Kerja di
Kecamatan

9.1. Pemetaan pemangku kepentingan


9.2. Koordinasi sektoral (SKPD/UPTD)
9.3. Kerjasama dan Jejaring

Fasilitasi
Peningkatan
Kapasitas
Pendamping Lokal
Desa

10.1. Mengkaji Kebutuhan


Peningkatan Kapasitas
Lokal Desa
10.2. Pendamping
Strategi Pengembangan

Supervisi
Pendamping
Lokal Desa

Rangkuman,
Evaluasi dan
Rencana Kerja
Tindak Lanjut

Kapasitas Pendamping Lokal


Desa
10.3. Pendalaman Kurikulum dan
Modul Pelatihan Pendamping
10.4. Praktek Melatih

KOMPETENSI
P

6
2

7
2

JP
8
2
1

2
2
2
2

2
1
1

2
2

11.1. Konsep Supervisi


11.2. Teknik Supervisi
11.3. Penilaian Kinerja Pendamping
Lokal Desa

2
1

11.4. Pembimbingan Kinerja


Pendamping Lokal Desa

2
3

12
1
1
1

2
3

12.1. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan


12.2. RencanaTindak Lanjut
POST TEST
JUMLAH JAM PELAJARAN KOMPETENSI UMUM

70

Kisi-kisi materi Kompetensi Khusus adalah sebagai berikut:


Tabel Kisi-Kisi Materi Kompetensi Khusus
NO
1
A.
1.

2.

POKOK
BAHASAN
3
PD - P
Fasilitasi
Pengelolaan
Keuangan Desa

PengembanganEko
no miDesa

SUB POKOK BAHASAN


4

KOMPETENSI
P

JP
8

1.1. Perencanaan Keuangan Desa


1.2. Pelaksanaan Keuangan Desa
1.3. Penatausahaan Keuangan Desa

2
2
2

3
2
3

1.4. Pelaporan Keuangan Desa

2.1. Pokok Kebijakan Pengembangan Ekonomi


Kawasan Perdesaan (Bumades dan BUM
Bersama)
2.2. Desa
Analisis
Pengembangan Ekonomi Kawasan

Perdesaan
2.3. Pendirian BUMA Desa dan atau BUMDesa
Bersama.

NO

POKOK
BAHASAN

SUB POKOK BAHASAN

1
3.

3
Pengembangan
Paket
Pelatihan
Peningkatan
Kapasitas

4.

Fasilitasi
Pelayanan Sosial
Dasar

B.
1.

PD - TI
Kajian kebutuhan
prasarana desa
dan antar desa

4
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.

TOR Pelatihan
Analisis Kebutuhan Pelatihan
Paket Modul Pelatihan
Media dan Alat Bantu Pelatihan

KOMPETENSI
P

5
2
2
2
2

6
2
2
3
3

JP
8
1
1
1
1

4.1. Pokok-Pokok Kebijakan Pelayanan Sosial


Dasar
4.2. Standar Pelayanan Minimal di Desa
(pendidikan, kesehatan)

4.3. Kajian Kebutuhan Pelayanan Sosial Dasar


4.4. Fasilitasi Pelayanan Sosial Dasar (Kerjasama
sector)
JUMLAH JAM PELAJARAN A.
PD-P
1.1. Profil Kebutuhan Sarana Prasarana Desa
1.2. Pengamanan Lingkungan Sosial Mitigasi
Bencana [LISOM]
1.3. Fasilitasi Penetapan Prioritas Usulan Sarana
Prasarana Desa

3
2

2
2
31

4
4

2
2

2
2

3
2

2.

Perencanaan
prasarana desa
dan antar desa

2.1. Penyusunan Desain Teknis Sarana Prasarana


2.2.
DesaPenyusunan Rencana Anggaran Biaya Sarana
Prasarana Desa

3
3

2
2

2
2

4
4

3.

Pelaksanaan
Sarana
Prasarana Desa

3.1. Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan


Sarana Prasarana Desa

3.2. Pelaksanaan Pekerjaan Sarana Prasarana


Desa

Pemanfaatan dan
Pemeliharaan
Sarana Prasarana
Desa

4.1. Konsep Pemanfaatan dan Pemeliharaan


Sarana Prasarana Desa

4.2. Tata Cara Pemanfaatan dan Pemeliharaan


Sarana Prasarana Desa
5.1. Merancang Program PeningkatanKapasitas
Kader Teknik

5.2. Pelaksanaan Program Peningkatan Kapasitas


Kader Teknik

5.3. Fasilitasi Sertifikasi Kader Teknik

4.

5.

Peningkatan
Kapasitas
Kader
Teknikdan
PLD

JUMLAH JAM PELAJARAN B. PD-TI

Keterangan: 1 JP = 45 menit

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | xxi

31

Sistematika Isi Modul


Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
mencoba melakukan inisiatif untuk menyusun modul pelatihan ini melalui
serangkaian kajian kebutuhan pelatihan dan lokakarya dengan melibatkan
pemangku kepentingan lain baik kalangan praktisi, aktivis, akademisi dan
peneliti.Sebagaimana diketahui, hasil analisis kebutuhan pelatihan
menunjukkan bahwa Pendamping Desa merupakan petugas yang baru dan
akan ditempatkan dengan latar belakang pengalaman, karakteristik wilayah,
dan kondisi sosial yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
panduan pelatihan standar bagi Pendamping Desa yang mampu
mempersiapkan kompetensinya sesuai tugas dan tanggung jawabnya dalam
memfasilitasi pemangku kepentingan tingkat Kecamatan melalui strategi
pendampingan dengan tema-tema pokoksesuai dengan regulasi dan
kebutuhan di lapangan.
Modul pelatihan ini telah mengalami berbagai perubahan melalui
proses perancangan, konsultasi, lokakarya, uji coba-revisi dan masukan dari
berbagai pihak bahkan langsung dari Pendamping Desa dalam menjalankan
tugasnya di lapangan. Hasil pelatihan awal akan memberikan gambaran
tentang kekuatan dan kelemahan modul ini. Oleh karena itu modul pelatihan
ini dapat diibaratkan sebagai buku berjalan yang memberikan peluang bagi
pembaca atau pengguna dalam memberikan warna dan penyesuaian sesuai
dengan kaidah pembelajaran dan kebutuhan.
Modul dirancang menggunakan standarformat yang dikembangkan
oleh ASTD (Association Sourcebook and Training Developmnet) yang
menyertakan pokok-pokok materi, panduan pelatih, lembar kerja dan media
(presentasi atau beberan atau bahan pemaparan) yang bermanfaat bagi
siapa saja yang akan melaksanakan pelatihan atau lokakarya sejenis. Modul
pelatihan dirancang dalam bentuk modul bagi pelatih atau Pendamping
Desa
sebagai
pendamping
profesional
tingkat
Kecamatan
agar
memudahkan dalam penerapan dan penyesuaian sesuai dengan kondisi
masing- masing wilayah kerja. Modul pelatihan ini terdiri dari 12 Pokok
Bahasan dan 32 Subpokok Bahasan yang membahas latar belakang,
kerangka isi, metode dan aplikasi praktis tentang bagaimana Peran
Pendamping Desa dalam mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desa
yang diberikan dalam kegiatan pelatihan pratugas.

Skema Pelatihan

Modul pelatihan pratugas Pendamping Desa disajikan sesuai alur


mekanisme pelatihan pratugas Pendamping Desa mulai dari penyiapan
GMT, MT, Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM),
Pelatihan Pratugas Pendamping Desa (PD) dan Pelatihan Pratugas
Pendamping Lokal Desa (PLD). Pelatihan pratugas diarahkan untuk
mempersiapkan
pendamping
baru
dalam
melaksanakan
tugas
pendampingan
sesuai
dengan
kewenangannya
sekaligus
memberikan

pembekalan dalam menghadapi tugas-tugas baru dalam memfasilitasi


dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Undang-Undang
Desa.

Cara Menggunakan Modul


Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam memahami dan
menggunakan Modul pelatihan ini. Dalam setiap bagian atau pokok bahasan
terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau modul dengan topik yang
beragam dan dapat dipelajari secara mandiri sesuai dengan materi yang
diperlukan.
Masing-masing
subpokok
bahasan
dalam
modul
ini
menggambarkan urutan kegiatan pembelajaran dan hal-hal pokok yang
perlu dipahami tentang materi yang dipelajari serta keterkaitannya dengan
topik lainnya.
Dalam setiap subpokok bahasan dilengkapi dengan panduan pelatih
yang membantu dalam mengarahkan proses, media dan sumber belajar,
lembar kerja, lembar evaluasi dan lembar informasi atau bahan bacaan.
Masing-masing disusun secara kronologis yang agar memudahkan bagi
pengguna dengan memberikan alternatif dalam memanfaatkan setiap
subpokok bahasan secara luas dan fleksibel.
Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan lembar informasi pendukung
yang dapat dibagikan secara terpisah dari panduan pelatihan agar dapat
dibaca peserta sebelum pelatihan di mulai. Pelatih juga diperkenankan
untuk menambah atau memperkaya wawasan untuk setiap subpokok
bahasan berupa artikel, buku, juklak/juknis dan kiat-kiat yang dianggap
relevan.
Disamping itu, pembaca di berikan alat bantu telusur berupa catatan
diberikan termasuk ikon-ikon yang akan memandu dalam memahami
karakteristik materi dan pola penyajian yang harus dilalukan dalam
pelatihan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | xxiii

TabelPenjelasan
Ikon

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan


Modul pelatihan ini tidak menguraikan materi pelatihan secara spesifik
sesuai dengan kurikulum pratugas Pendamping Desadilengkapi ragam
penugasan dan kasus tertentu tetapi lebih mengarah pada refleksi
pengalaman dan rencana tindak yang diperlukan. Modul ini dilengkapi
penjelasan bahan bacaan dan penerapan praktis yang lebih menonjolkan
kebermanfaatan dan keterpaduan dengan situasi yang dihadapi oleh
pendamping khususnya Pendamping Desadalam mendampingi program
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Modul pelatihan ini disusun
tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya rujukan yang wajib diikuti secara
ketat oleh peserta, tetapi hanya sebagai panduan kerja saja yang berisi
kerangka kebijakan, strategi umum dan eksplanasi metodologis yang dapat
membantu mencapai tujuan yang diharapkan oleh Pendamping Desa.
Modul pelatihan ini disusun berdasarkan kaidah-kaidah pendidikan
orang dewasa di mana pelatih bertindak sebagai fasilitator menjadi
pengarah atau pengolah proses belajar dan mengakumulasikan secara
partisipatif-kreatif dari pengalaman yang telah dimiliki peserta. Sebagai
suatu pengalaman, modul ini diperlakukan secara dinamis disesuaikan
dengan latar belakang, pengalaman dan kemampuan peserta.
Sebagian bahasan dalam modul pelatihan merupakan refleksi
pengalaman para pemangku kepentingan di tingkat Kabupaten/Kota yang
terlibat dalam pendampingan Desa. Penjelasan lebih diarahkan sebagai
petunjuk praktis dan teknis bagi pelatih yang akan menggunakannya untuk
keperluan pelatihan.Manfaat yang diharapkan dari modul ini, jika dipakai
sebagai alat untuk menggali pengalaman dan merefleksikannya dalam
kehidupan nyata dalam memperkuat kemandirian Desa.
Modul pelatihan ini menguraikan setiap subpokok bahasan/topik
secara generik agar dapat diterapkan dalam situasi dan kebutuhan yang
berbeda yang muncul dalam kegiatan pendampingan. Harapannya,
janganlah modul pelatihan ini dibaca layaknya buku biasa. Sebagian besar
materi pokok disajikan merupakan kerangka acuan dalam pelatihan tetapi
lebih sesuai sebagai bahan rujukan baik bagi pelatih atau penyelenggara
pelatihan. Bisa saja dilakukan modifikasi atau penyesuaian sesuai
kebutuhan di lapangan.
Proses kreatif sangat diharapkan untuk memperkaya dan
memperbaiki kualitas pelatihan yang dilaksanakan. Modul pelatihan ini lebih
efektif, jika digunakan sepanjang tidak menyalahi aturan atau prinsip-prinsip
dasar pendidikan partisipatoris. Anda dapat merubah atau memodifikasi
metode atau media yang digunakan secara efektif. Misalnya tidak
memaksakan harus menggunakan LCD atau video, jika di lapangan tidak
mungkin disediakan. Anda dapat menggantikannya dengan media atau
peralatan yang tersedia secara lokal seperti papan tulis, kertas lebar, tanah
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | xxv

dan kain. Dalam beberapa kasus yang disajikan dapat diganti dengan
pengalaman atau tema yang diajukan langsung dari peserta.
Modul pelatihan iniakan efektif, jika diterapkan secara kreatif
tergantung pada kemampuan Anda sebagai pelatih dan pembimbing belajar.
Janganlah ragu untuk memodifikasi atau menyesuaikan dengan kebutuhan
pembelajaran di sekolah. Ingatlah

xxvi| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

bahwa pelatihbukan untuk menjejalkan pengetahuan kepada orang lain


tetapi lebih sebagai kreator, pemandu proses belajar peserta dan
yang terpenting sebagai
pembelajar itu sendiri. Hal ini akan banyak belajar dari pengalaman dan
pandangan orang lain dalam menerapkan nilai yang terkandung dalam
modul pelatihan ini. Oleh karena itu, baca dan pahamilah dengan baik setiap
langkah masing-masing pokok bahasan dan uraian proses panduan. Jangan
membatasi diri, kembangkan dan perkaya proses secara kreatif serta
memadukan dengan pengalaman peserta.

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

1
DINAMIKA KELOMPOK
DAN PENGORGANISASIAN
PESERTA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | xxvii

PENDAMPING DESA

xxviii| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

Rencana
Pembelajaran

SP
B
1.1

Bina Suasana,
Perkenalan dan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Saling mengenal antara pelatih dan peserta serta
peserta dengan peserta;
2. Membentuk kepengurusan kelas;
3. Mengungkapkan harapan dan kontrak belajar.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Permainan, refleksi diri, pengisian biodata peserta

Media
Lembar Permainan dan Lembar Informasi

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

|1

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


sesi perkenalan antara pelatih, panitia dan peserta;

2.

Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal


dengan mengucapkan salam dan selamat datang;

3.

Jelaskan tentang latar belakang pelaksanaan pelatihan bagi


pelatih (trainining of trainers) kepada peserta pendamping
teknis kabupaten sebagai salah satu bentuk peningkatan
kapasitas Pendamping Desa dalam rangka implementasi
Undang-Undang Desa;

4.

Jelaskan secara singkat tentang tujuan, pokok bahasan,


agenda dan target pelatihan. Gunakan media yang telah
disediakan;

5.

Berikan kesempatan kepada panitia, penanggungjawab


atau penyelenggara untuk memberikan sambutan.

Kegiatan 2: Perkenalan dan Bina Suasana


6.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


sesi perkenalan dan bina suasana antara pelatih, panitia
dan peserta;

7.

Sebelum pelatihan, peserta diminta untuk mengisi formulir


biodata yang telah disediakan oleh panitia;

8.

Pada sesi awal, bersama-sama melakukan perkenalan


dengan permainan sebagai panduan gunakan lembar
permabinan dengan memilih salah satu skenario.

9.

Setelah pelatih, panitia dan peserta saling mengenal


lakukan refleksi atau menggali makna dari proses tersebut;

10. Buatlah penegasan dengan meminta peserta untuk


menjelaskan tujuan, makna dan manfaat perkenalan;
11. Buatlah kesimpulan dengan merangkum tujuan, makna,
dan manfaat perkenalan.

Kegiatan 3: Kontrak belajar


12. Setelah perkenalan, peserta diajak untuk menyepakati
aturan main dalam kelas dengan menggunakan Lembar
Kerja 1.1.1;
13. Mintalah salah seorang peserta untuk memandu membuat
kesepakatan tentang hal-hal penting yang harus dipatuhi
dan dihindari agar pelatihan berjalan dengan baik dan
lancer;

2| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

14. Hasil kesepakatan kemudian dituangkan dalam kertas plano


dan minta untuk dibacakan ulang agar mudah dipahami.
Jika ada yang keberatan atau perlu diklarifikasi maka
berikan kesempatan untuk disepakati kembali perubahan
tersebut;
15. Pelatih memberikan penegasan tentang makna dan tujuan
kontrak belajar selama pelatihan.

Kegiatan 4: Membentuk Organisasi Kelas


16. Setelah perkenalan, peserta diajak untuk membentuk
struktur organisasi kelas dengan menjelaskan tujuan,
proses dan hasil yang diharapkan;
17. Buatlah kesepakatan tentang struktur organisasi kelas dan
tugas tugas masing masing;
18. Mintalah peserta untuk mengisi kepengurusan kelas dengan
struktur yang telah disepakati (misalnya, ketua, sekretaris,
seksi materi, seksi evaluasi);
19. Hasil kesepakatan struktur organisasi kelas di tempel di
dinding;
20. Pelatih memberikan penegasan tentang makna dan tujuan
perkenalan dalam pelatihan dan tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh pengurus kelas.

Kegiatan 4: Gambaran Diri dan Pemetaan Harapan


21. Mintalah kepada peserta pelatihan untuk menuliskan nama
panggilan mereka, kemudian ditempelkan di peserta agar
mudah dibaca oleh peserta lain;
22. Peserta diminta untuk merefleksikan dirinya dengan
menggambar sketsa (tanpa kata atau tulisan) yang
menjelaskan tentang siapa dirinya: alasan menjadi pelatih,
cita-cita hidup dan hal yang positif tentang dirinya, motto
hidup. Gunakan media yang telah disediakan
23. Mintalah
seluruh
peserta
untuk
berdiri
dan
memperkenalkan
secara
singkat,
sekaligus
memperkenalkan dirinya. Setelah itu, mintalah peserta
untuk menempelkan gambar atau sketsa di dinding;
24. Peserta diberikan dua lembar metaplan dengan warna
yang berbeda, misalnya, merah dan putih;
25. Mintalah peserta untuk menuliskan pada dua lembar
metaplan tentang harapan setelah mengikuti pelatihan ini.
Misalnya merah untuk HARAPAN, dan warna putih untuk
KEKHAWATIRAN;

26. Setelah selesai menuliskan harapan dan kekhawatiran,


mintalah seluruh peserta untuk menempelkan pada kertas
plano atau flipchart yang telah disediakan;
27. Mintalah kepada salah seorang peserta untuk membacakan
dan mengelompokkan berdasarkan tema-tema besar yang
mungkin;
28. Selanjutnya jelaskan hasilnya kepada seluruh peserta.

Pada saat sesi perkenalan libatkanlah seluruh peserta melalui aktivitas permainan yang mendorong keterbu
yang diperlukan agar suasana mencair dan siap untuk mengikuti pelatihan. Namun, pembatasan waktu perl
Dalam pembahasan aturan main, pelatih jangan larut dengan suasana diskusi atau perdebatan panjang. Ing

Lembar Permainan 1.1.1

Permainan Zip Zap


Pokok Bahasan
Subpokok Bahasan
Tujuan
Waktu
Tempat
Peserta

:
:
:

Perkenalan dan Pengorganisasian Peserta


Perkenalan dan Struktur Organisasi Kelas
Pelatih, Panitia dan Peserta dapat saling mengenal
nama
cepat;
: dengan
Maksimal
15 menit
: Di dalam atau di luar ruangan
a.
: Semua umur (anak-anak, dewasa, orang tua)
b. Pria dan wanita

Proses Permainan:
(1)

Pelatih meminta seluruh peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran;

(2)

Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, manfaat, da aturan permainan


bahwa: ZIP berarti yang ditunjuk harus menyebutkan nama dan asal
peserta di sebelah kirinya sedangkan ZAP berarti yang ditunjuk harus
menyebutkan nama dan asal peserta di sebelah kanannya;

(3)

Untuk memperjelas aturan main, pelatih dapat memandu contoh


permainan sekali;

(4)

Mulailah permainan dengan mengucapkan ZIP ZAP berkali-kali,


kemudian menunjuk salah seorang peserta sambil mengucapkan ZIP
ZAP;

(5)

Bila yang ditunjuk tidak dapat menyebutkan nama sesuai perintah,


persilahkan dia saling berkenalan ulang;

(6)

Ulangi proses 4 dan 5 berkali-kali dengan menunjuk peserta yang berbeda;

(7)

Tingkat aturan, yakni:

(8)

ZIP berarti 2, 3, 4 dan seterusnya nama di sebelah kiri.


ZAP berarti 2, 3, 4 dan seterusnya nama di sebelah kanan.
Lakukan proses 4 dengan menggunakan aturan tersebut;

(9)

Pisahkan peserta yang tidak dapat menyebutkan nama sesuai


perintah. Setelah cukup 2,3 atau 4 orang, ajaklah peserta memberikan
hukuman;

(10) Akhirilah permainan setelah melihat semua peserta sudah saling kenal;

(11) Ajaklah

peserta merefleksikan permainan tersebut


menngunakan pertanyaan pemicu untuk memancing
memberikan komentar atau tanggapan;

dengan
peserta

(12) Selanjutnya

ajaklah peserta untuk menghubungkan makna


permainan tersebut dengan dunia nyata, dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana, kalau Anda sebagai pendamping tidak dikenal dalam


masyarakat?

Bagaimana
Anda
masyarakat,
mengenalnya?

mengetahui
jika
kita

persoalan
tidak

Kontrak
Belajar

1. Waktu/Jadwal
2. Penggunaan HP
3. Merokok
4. Izin keluar kelas
5. Izin keluar tempat pelatihan
6. Ngantuk
7. Terlambat
8. Dan lain-lain

Lembar Kerja
1.1.1

: ........................................................
.......................
:
........................................................
: .......................
: ........................................................
.......................
:
........................................................
: .......................
: ........................................................
.......................
:
........................................................
.......................

Lembar Kerja
1.1.2

Contoh Lembar Biodata


Peserta
Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

BIODATA PESERTA

Nama lengkap
Jenis Kelamin
Tempat tanggal Lahir
Status
Kawin /Tidak kawin *)
Agama
Alamat tempat tugas
Telp:

:
: Pria/ wanita *)
:
:
:
:

Fax:

7. Alamat tempat Tinggal:


Telp :

Fax:

Pendidikan ( Lulusan):
SD, Tamat tahun:
SLTP, Tamat tahun:
SLTA, Tamat tahun:

Sarjana Muda /D3, Tamat tahun:


Sarjana (S1), Tamat tahun:
Pasca Sarjana, Tamat tahun:

9. Pelatihan yang pernah dikuti terkait dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa:
a.
b.
c.
d. e

(tahun
(tahun
(tahun
(tahun
(tahun

......)
......)
......)
......)
......)

Pembuat Biodata,

.
Tanda tangan dan Nama Terang

PENDAMPING
DESA

SP
B
1.1.
1

A.

Lembar Informasi

Panduan Memulai
Pelatihan
Kontrak Belajar dan Pemetaan
Harapan

Pengantar
Memulai proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh fasilitator bersama peserta untuk membangun kerangka
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak
dicapai serta kesiapan mental menghadapi berbagai aktivitas belajar sesuai
situasi dan rencana pelatihan yang telah ditetapkan. Memulai pelatihan
merupakan tema pokok dan hal prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator
untuk menelaah kembali kesesuaian materi pelatihan dengan kondisi dan
kebutuhan para peserta, bukan sepenuhnya dirumuskan secara sepihak
oleh fasilitator atau penyelenggara saja. Namun tidak berarti fasilitator tidak
menyiapkan rancangan pelatihan secara utuh. Hanya saja rancangan itu
perlu dikenalkan kepada peserta dan disesuaikan dengan harapan peserta.
Apabila rancangan pelatihan yang telah disusun oleh pelatih atau
penyelenggara benar-benar didasarkan atas asumsi dan pengalaman yang
telah teruji kehandalannya, maka biasanya tidak akan berbeda dengan
harapan yang dikemukakan peserta. Apalagi jika peserta telah memperoleh
informasi awal berkaitan dengan tujuan dan materi yang akan disampaikan
melalui pelatihan itu. Sekaligus bagi pelatih menegaskan kembali pokokpokok pikiran, tujuan dan pengalaman yang telah dirancang dengan
kebutuhan siswa agar proses belajar berjalan secara efektif.
Secara psikologis kegiatan ini sangat menentukan proses dan hasil
yang ingin dicapai selama pelatihan berlangsung, terutama menyangkut
kesiapan peserta dalam menerima materi, pemahaman harapan dan tujuan,
tingkat kesulitan yang akan dihadapi pada saat interaksi pembelajaran di
laksanakan. Bagi pelatih pengenalan yang menyeluruh tentang kesiapan
penyelenggaraan dan karakteristik kelompok sasaran akan menentukan
bentuk interaksi dan strategi pelatihan yang akan digunakan. Sedangkan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 9

bagi peserta kegiatan ini akan mendorong kesiapan untuk menerima


pengalaman baru terutama bagi mereka yang belum memahami pokok
materi yang akan dipelajarinya.

10| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Cara yang dapat dilakukan dengan menggali pemahaman awal peserta


melalui pengukuran cepat terhadap pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman yang berkaitan dengan materi pelatihan yang akan diberikan.
Pada saat proses belajar berlangsung peserta dapat dilibatkan sebagai nara
sumber bagi sesama peserta.Pelatih juga dapat menentukan kedalam dan
keluasan bahan atau materi yang akan disampaikan, meskipun hal ini telah
disiapkan sebelumnya dalam rencana pelatihan. Paling tidak, asumsi yang
ditetapkan sebelum pelatihan itu berlangsung sesuai dengan kondisi
peserta.

B.

Perkenalan

Perkenalan dilakukan pada awal pelatihan untuk membantu peserta agar


saling mengenal satu dengan lainnya, membangun kebersamaan,
kepercayaan diri, dan mengembangkan suasana akrab selama pelatihan.
Perkenalan mendorong kesiapan belajar peserta dan memberikan gambaran
situasi yang akan dihadapi oleh peserta. Beberapa aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih metode perkenalan;
(1)

Kondisi awal menghadapi situasi baru;

(2)

Sejauhmana diantara peserta untuk saling mengenal satu dengan


lainnya;

(3)

Waktu dan lamanya pelatihan akan berlangsung.

Kondisi awal peserta akan menentukan persepsi dan respon terhadap


lingkungan yang baru. Jika peserta pelatihan sudah saling mengenal dan
pelatihan berlangsung hanya satu atau dua hari, mungkin perkenalan
dilakukan seperlunya dan bersifat penegasan atau pelatih sendiri yang
memperkenalkannya. Apabila peserta belum saling mengenal dan waktu
pelatihan cukup lama, perkenalan dapat dilakukan dalam beberapa kali
kegiatan dengan metode yang bervariasi. Dianjurkan pelatih mengikuti
proses perkenalan.

C.

Harapan Peserta

Kegiatan ini dilaksanakan untuk menggali maksud dan harapan peserta


dalam mengikuti pelatihan. Kegiatan ini memberikan kepada peserta untuk
membahas
tentang hasil yang diharapkan dan hal-hal yang perlu
dihindarkan selama mengikuti pelatihan. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui curah pendapat, diskusi kelompok atau memvisualisasikannya
dalam bentuk gambar. Harapan yang muncul dari peserta menjadi masukan
bagi pelatih atau tim penyelenggara untuk menegosiasikan hal apa saja
yang bisa diakomodir dan menyamakan persepsi tentang pelatihan yang

PENDAMPING

DESA
akan berlangsung. Jika terdapat
kekhawatiran dari peserta dapat menjadi
catatan penting untuk perbaikan proses pembelajaran.

Jika rancangan pelatihan yang disusun mencerminkan pengalaman


yang sudah teruji, maka biasanya harapan peserta tidak akan banyak
berbeda. Apabila peserta sebelumnya sudah memperoleh informasi yang
cukup mengenai apa dan untuk apa

pelatihan itu diselenggarakan. Pelatih dapat mengingatkan dan menegaskan


kembali tentang tema atau pokok bahasan yang akan dibahas.
Meskipun sebelum pelatihan telah dilakukan penjajakan kebutuhan
(training nedd assessment), pembahasan harapan penting dilakukan untuk
menyamakan persepsi pelatih dan peserta tentang tujuan pelatihan,
sehingga terjadi satu kesatuan pemahaman. Informasi yang diungkapkan
oleh peserta pada awal pelatihan akan bermanfaat sebagai alat ukur
(indikator) untuk menilai hasil belajar yang dilakukan setelah pelatihan
dengan melihat kembali harapan yang dapat dicapai atau tidak. Oleh karena
itu, harapan peserta yang ditulis bersama di tempelkan di depan kelas atau
dinding agar memudahkan seluruh peserta untuk melihat kembali pada
akhir pelatihan.

D.

Aturan Main

Dalam pembelajaran orang dewasa, aturan main sangat membantu pelatih


dalam memandu, mengatur dan mengelola proses belajar. Karena pada
topik-topik tertentu yang membutuhkan pendalaman, peserta antusias
dengan perdebatan dan cenderung sulit dikendalikan. Aturan main
ditetapkan untuk menjembatani kebutuhan pelatih, peserta dan
penyelenggara.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan membuat aturan atau tata tertib
sebagai pedoman yang disepakati oleh peserta dan pelatih dalam
pelaksanaan pelatihan. Aturan yang dibuat berguna untuk mengikat seluruh
peserta, pelatih dan panitia penyelenggara agar proses pelatihan dapat
berjalan dengan lancar serta mencapai tujuan pelatihan. Aturan main
penting untuk mengatasi konflik yang terjadi selama pelatihan berlangsung.
Aturan yang dikembangkan dalam kontrak belajar terkait dengan
kedisiplinan, kebersihan, kenyamanan, ruang, kesediaan alat-alat belajar,
waktu, tata cara diskusi, Pembuatan aturan main disesuaikan dengan lama
dan tujuan pelatihan serta dilaksanakan secara partisipatif dengan
menunjuk atau menawarkan kesediaan relawan sebagai penanggung jawab
terhadap kelancaran pelatihan.

E.

Jadual Pelatihan

Hal lain yang perlu dikomunikasikan kepada peserta ialah waktu atau jadwal
belajar yang akan dilaksanakan. Biasanya jadwal pelatihan dirancang
berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan. Penentuan jadwal sangat
tergantung dari persiapan dan rancangan pelatihan itu sendiri. Jika sebelum
pelatihan, jadwal tersebut sudah didiskusikan tidak perlu lagi dibahas cukup
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 11

ditampilkan saja kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Namun, jika


belum disepakati jadwal pelatihan perlu dibahas bersama-sama. Peserta
dapat mengubah dan menyesuaikan jadwal, sehingga diperoleh
kesepakatan. Penyepakatan jadwal pelatihan perlu mempertimbangkan
harapan peserta, sehingga dapat menilai apakah harapan peserta terlalu
tinggi, sulit dicapai dalam waktu pendek atau terlalu lama.

12| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

F.

Pemetaan Kemampuan Awal Peserta

Memahami kemampuan awal peserta menjadi bagian penting dari


keseluruhan proses pelatihan. Mengawali sesuatu dengan benar lebih
penting dari pada memperbaikinya pada saat proses berjalan. Pelatih harus
mempu mengidentifikasi kemampuan apa saja (pengetahuan, keterampilan,
pengalaman dan nilai-nilai) yang berkaitan dengan tema pelatihan. Hal ini
sangat penting untuk memahami kondisi dan kapasitas awal peserta
sehingga mempermudah dalam menetapkan mulai dari mana urutan
penyajian dimulai dan metode apa yang sesuai. Kemampuan awal digali
melalui pertanyaan pemicu atau permainan tentang topik yang akan
dibahas. Cara lain yang dapat ditempuh dengan meminta kepada beberapa
orang peserta menjadi nara sumber untuk menjelaskan pengalaman
tentang bidang dibahas. Keuntungan cara ini untuk menghindari

pengulangan yang tidak berguna dan membuat suasana menjemukan pada


saat memulai pelatihan karena peserta telah mengetahui banyak tentang
hal tersebut. Dari sisi waktu akan lebih efektif untuk membahas hal lain
yang belum dipahami peserta.
LINGUISTIK
Peraturan ditulis dan di temple di dalam
ruang kelas dengan menggunakan
papan tulis atau kertas plano. Cara ini
lazim di gunakan dalam setiap pelatihan

MUSIKAL
Peraturan dirubah dalam bentuk musik
atau syair lagu baik digubah oleh
peserta maupun dengan melodi atau
lirik lagu terkenal yang mudah diingat
peserta. Atau Anda dapat merancang
peraturan disesuaikan dengan tema
atau lirik lagu tertentu.

MATEMATIKA-LOGIS
Peraturan diberi simbol berupa
nomor dan penyebutannya dilakukan
dengan menggunakan angka.
Misalnya: Anda telah melanggar
aturan nomor 3

INTERPERSONAL
Peserta bertanggung jawab
merumuskan peraturan pada awal sesi
pelatihan dan mengembangkan caracara yang unik dengan kerjasama
kelompok dan mengkomunikasikan
peraturan tersebut.

SPASIAL
Peraturan dituangkan dalam simbol
grafis yang mewakili apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan
pada saat pembelajaran. Misalnya:
tanda dilarang merokok dengan
menggambarkan
rokok
ditandai
KINESTETIS-JASMANI
Setiap aturan di kelas memiliki ciri
khusus. Peserta dapat menunjukkan
pemahamannya tentang peraturan itu
dengan memberikan isyarat tubuh.

INTRAPERSONAL
Masing-masing peserta bertanggung
jawab pada satu peraturan, mengetahui
seluk beluk peraturan, konsekuensi,
konsistensi, dan menterjemahkan dalam
tindakan.
NATURALIS
Setiap peraturan yang disepakati peserta
dihubungkan dengan sifat atau
karakteristik lingkungan alam atau benda
hidup lain, seperti tumbuhan dan binatang

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 13

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SPB
1.2

Alur dan Proses Pelatihan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan Alur dan proses pelatihan bagi
pelatih (TOT) Pendamping Teknis Kabupaten;
2. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta;
3. Pembentukan Tim Pelatih.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Sumbang Saran

Media
Media Tayang, Lembar Kerja dan Lembar Informasi.

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 15

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Alur dan Proses Pelatihan
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Alur dan Proses
Pelatihan yang akan dilakukan dalam pembelajaran ini
dengan menekankan pada tugas dan peran Pendamping
Desa dalam memfasilitasi pelatihan partugas Pendamping
Lokal Desa di wilayah kerjanya;

2.

Lakukan pemaparan dalam pleno tentang alur dan proses


pelatihan sesuai dengan desain dan kerangka acuan (TOR)
yang telah ditetapkan. Gunakan lembar media yang telah
disediakan;

3.

Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk


mengajukan pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk
kelancaran kegiatan pelatihan;

4.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan
dengan menuliskan dalam kartu sebagai pegangan bagi
pelatih;

5.

Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan


kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.

Kegiatan 2: Pre-Test
6.

Pre test diselenggarakan sebelum rangkaian kegiatan pembukaan.


7.

Setiap peserta mendapatkan lembar pertanyaan dan


lembar
jawaban saat check in; pembagian lembar
pertanyaan dan lembar jawaban dilakukan secara langsung
kepada tiap peserta tanpa menunggu seluruh peserta
lengkap;

8.

Berikan instruksi dengan jelas bahwa lembar jawaban yang


sudah diisi harus dikembalikan pada panitia saat peserta
masuk ke ruang acara pembukaan;

9.

Seluruh lembar jawaban yang telah diisi direkapitulasi dan


hasilnya diserahkan kepada fasilitator.

Kegiatan 3: Mengidentifikasi Potensi dan Kemampuan


Awal Peserta
10. Lakukan penjelasan singkat tentang pokok bahasan yang
akan disampaikan. Kemudian tawarkan kepada peserta
untuk menjelaskan pengetahuan atau pengalaman tentang
topik-topik yang akan dipelajari dalam pelatihan ini sesuai
paparan alur dan proses pelatihan sebelumnya. Berikan
kepada peserta lain untuk

bercerita tentang pengalamannya dalam menyampaikan


beberapa topik yang ada dalam kurikulum;
11. Tanyakan kepada peserta apakah mereka pernah
mendengar
atau
memiliki
pengetahuan
tentang
pendampingan desa. Jika ada peserta yang tahu atau
pernah mendengar, berikan kesempatan kepada peserta
untuk menjelaskannya;
12. Pelatih mempersiapkan kertas lebar yang berisi matrik
pokok bahasan dan subpokok bahasan sesuai dengan
kurikulum. Pelatih dapat menggunakan Lembar Kerja 1.2.1
untuk memandu prosesnya dan ditempelkan didinding
agar dapat diamati oleh semua peserta;
13. Selanjutnya, bagikan kepada masing-masing peserta 2-3
kertas
metaplan
untuk
menuliskan
potensi
dan
kemampuan awal dibidang yang dipersyaratkan dalam
pelatihan ini. Peserta hanya diminta untuk menuliskan
nama lengkap dalam masing-masing kartu metaplan
dengan huruf capital agar mudah dibaca.

14. Berikan

kesempatan
kepada
peserta
memikirkan,
merefeksikan dan mempertimbangkan pilihan beberapa
PB/SPB yang dikuasainya Misalnya, teknik fasilitasi,

perencanaan pembangunan desa (RPJM Desa dan RKP


Desa), pengelolaan keuangan dan lain- lain. Atau
dengan melihat struktur materi yang tercantum
dalam silabus pelatihan.
15. Mintalah kepada peserta secara bergiliran untuk ke depan
dan menempelkan metaplan yang telah tertulis namanya
pada kertas plano sesuai dengan minat dan kemampuan
dalam melatih PB/SPB tersebut
16. Mintalah relawan untuk mengklarifikasi, mengelompokkan
dan mencatat nama-nama tersebut sesuai dengan PB/SPB
yang dikuasainya;
17. Lakukan penegasan dengan menjelaskan profil kemampuan
peserta terkait PB/SPB (Pelatihan Penyegaran Pendamping
Desa) yang akan dipelajari dalam pelatihan;

Kegiatan 4: Pembentukan Tim Pelatih


18. Menjelaskan mengenai tujuan, proses dan hasil yang
diharapkan dalam pembentukan Tim Pelatih yang akan
memfasilitasi proses pelatihan di tingkat kabupaten
dengan melibatkan pemangku kepentingan di tingkat
kecamatan. Pelatih juga mengkaitkan dengan pembahasan
tentang alur dan proses sebelumnya;

Pembagian Tim Pelatih sangat tergantung situasi dan kondisi peserta dan pola
masing-masing. Secara konsisten tim yang telah terbentuk sekaligus akan men

19. Mintalah kepada satu atau dua orang peserta untuk


menceritakan pengalamannya dalam membentuk tim di
tingkat kabupaten dalam penyelenggaraan pelatihan. Hal
ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memandu
pembentukan tim pelatih;
20. Pelatih dapat juga menawarkan tatacara pembentukan tim
kepada peserta untuk disepakati. Beberapa pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam pembentukan tim pelatih,
yaitu;
a.

Jumlah dan komposisi peserta pelatihan.

b.

Kompetensi pelatih yang akan memfasilitasi pelatihan.

c.

Bobot materi pelatihan (scope-sequence) sesuai silabus.

d.

Waktu dan Lokasi pelatihan.

e.

Pola penyelenggaraan pelatihan

21. Lakukan pembentukan tim yang dipandu oleh pelatih atau


peserta sesuai dengan kebutuhan di daerah masingmasing;
22. Selanjutnya, paparkan komposisi tim pelatih yang telah disepakati;
23. Berikan penegasan bahwa tim pelatih yang terbentuk
secara konsiten akan mengikuti proses pembelajaran yang
telah ditetapkan;
24. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.

Lembar Kerja 1.2.1

Pemetaan Kemampuan Awal


Peserta Pelatihan Pratugas
Pendamping Desa
No

Nam
a

Potensi/
Kompete
nsi

Materi yang
Dikuasai
(PB/SPB)

20| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
1.2.
1

A.

Lembar Informasi

Memahami
Karakteristik dan
Kemampuam Awal
Peserta
(Pembelajar)

Pengertian
Pembelajar, warga belajar atau peserta pelatihan adalah manusia dengan
segala fitrahnya memiliki perasaan dan pikiran serta keinginan atau
aspirasi. Pembelajar sebagai peserta pelatihan mempunyai kebutuhan dasar
yang perlu dipenuhi, kebutuhan akan rasa aman, dihargai, mendapatkan
pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya
sendiri sesuai dengan potensinya). Dalam perkembangan psikologis,
pembelajar memiliki tahapan tertentu yang menunjukkan potensi dan
kemampuan aktualnya. Bagi orang dewasa ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak, logis, terstruktur,
aktualisasi diri dan memecahkan masalah.
Pelatih juga harus memahami perkembangan intelektual pembelajar
sebagaimana diuraikan oleh Piaget menggambarkan fungsi intelektual
kedalam tiga persfektif, yaitu: (1) proses mendasar bagaimana terjadinya
perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibirium); (2) cara
bagaimana
pembentukan
pengetahuan;
dan
(3)
tahap-tahap
perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat
erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif.
Pembelajaran akan berhasil kalau penyusun silabus dan pelatih mampu
menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta
karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar mereka berada pada

tingkat maksimal. Dalam penyusunan silabus pelatihan, perlu dipahami


benar karakteristik dan tingkat kemampuan peserta atau pembelajar.
Dimana setiap orang memiliki keunikan dalam potensi dan kecerdasannya.

B.

Potensi Pembelajar
Salah satu temuan yang menarik dikemukan oleh Howard Gardner (1995)
tentang kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences), diantaranya:
kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), logismatematis (kemampuan berfikir

PENDAMPING
DESA

runtut), musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan


irama), spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas),
kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus),
intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan
rasa jati diri), kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain).
Di antara ketujuh macam kecerdasan tersebut, seorang pelatih ditunut
mampu meramu pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik
yang dipadukan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran, maka
akan dapat membantu peserta untuk melalukan eksplorasi dan elaborasi
dalam rangka membangun konsep, keterampilan dan perubahan perilaku
positif.

C.

Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan

Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat


dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan kecerdasan;

1.

Pengalaman

Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan


potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan
berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir
hingga masa kanak- kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari
ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang
kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan
frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan
besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.

2.

Lingkungan

Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk


potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan
tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan memperkuat
otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa
lingkungan yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel
otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.

3.

Kemauan dan Keputusan

Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya


nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan
sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam
22| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING

diri seseorang sejalan denganDESA


lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika
lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk
berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan
potensi intelektualnya.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 23

4.

Genetika

Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika


atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi
semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset
dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh
terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya
seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek
itu secara simultan.

5.

Gaya HIdup

Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan
lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat
perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah raga, obatobatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of
California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan
mendengarkan musik Mozart.

D.

Kecerdasan Majemuk

Gardner (1983) mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua


puluh tahun dengan menjelajahi berbagai disiplin ilmu seperti neoubiologi,
antropologi, psikologi, filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan majemuk
dikembangkan berdasakan hasil penelitian para pakar, salah satunya Jean
Piaget. Gardner akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan
bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan merupakan serangkaian
kemampuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada
pada setiap manusia tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda.
Berdasarlan kerangka yang dikemukakan Gardner, penulis mencoba
memetakan kemampuan manusia dalam sembilan kecerdasan dasar yang
komprehensif, masing- masing kecerdasan memiliki bentuk kemampuan dan
pola belajar tersindiri. Gardner terakhir memperkenalkan 8 kecerdasan dan
sebagai tambahan penulis melengkapi dengan 1 kemampuan dasar lain
yang sangat pokok yaitu kecerdasan spiritual (SQ) sebagaimana diuraikan
dalam tabel berikut;

Tabel Delapan Kecerdasan Majemuk menurut Gardner

No

Kecerdasan

Penjelas
an

1.

Linguistik

Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik


lisan (seperti bercerita, berpidato, orator atau
politisi) dan tertulis(seperti, wartawan, sastrawan,
editor dan penulis). Kecerdasan ini meliputi
kemampuan memanipulasi tata bahasa atau
struktur, fonologi, semantik dan pragmatik.
Penggunaan bahasa ini mencakup retorika,
mnemonik atau hafalan, eksplanasi, dan
metabahasa

No

Kecerdasan

Penjelas

2.

Matematis Logis

Kemampuan menggunakan
an angka dengan baik
(misalnya ahlimatematika, fisikawan, akuntan
pajak, dan ahli statistik). Melakukan penalaran
(misalnya, programmer, ilmuwan danahli logika).
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada
polahubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi
logis danabstraksi lain. Proses yang digunakan
dalam kecerdasan matematis-logis yaitu:
katagorisasi, pengambilan keputusan, generalisasi,
perhitungan dan pengujian hipotesis

3.

Spasial

4.

Kinestetis-Jasmani

Kemampuan mempersepsikan dunia spasialvisual secara akurat. Misalnya pemandu,


pramuka, pemburu.
Mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual
dalam bentuk tertentu. Misalnya dekorator interior,
arsitek, seniman dan penemu. Kecerdasan ini
meliputi kepekaan terhadap warna, garis, bentuk,
ruang dan hubungan antarunsur tersebut.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan
membayangkan,Mempresentasikan ide secara
visual atau spasial, dan mengorientasikan diri
secara tepat dalam matriks spasial.
Kemampuan menggunakan seluruh tubuh
untukmengekspresikan ide dan perasaan. Misalnya
sebagai aktor,pemain pantomim, atlit atau penari.
Keterampilanmenggunakan
tangan
untuk
menciptakan atau mengubahsesuatu. Misalnya
pengrajin, pematung, tukang batu, ahli
mekanik, dokter bedah. Kecerdasan ini meliputi
kemampuan fisik spesifik seperti koordinasi,
keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan,
kecepatan atau kemampuan menerimarangsangan
(proprioceptive) dan hal yang berkaitan
dengansentuhan (tactile dan Haptic)

5.

Musikal

Kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal


dengan cara
mempersepsikan, membedakan, mengubah dan
mengekspresikan. Misalnya penikmat musik,
kritikus musik,komposer, penyanyi. Kecerdasan ini
meliputi kepekaanterhadap irama, pola nada,
melodi, warna nada atau suara suatulagu.
Seseorang dapat memiliki pemahaman musik
figural atauatas-bawah (global, intuitif),
pemahaman formal ataubawah-atas (analisis,
teknis dan keduanya.

6.

Interpersonal

Kemampuan mempresepsikan dan membedakan


suasana hati,maksud, motivasi, serta perasaan
orang lain.
Kecerdasan inimeliputi kepekaan terhadap ekspresi
wajah, suara, gerakisyarat.Kemampuan
membedakan berbagai macam tandainterpersonal
dan kemampuan menanggapi secara efektiftanda
tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu.

No

Kecerdasan

7.

Intrapersonal

8.

Naturalis

9.

Spiritual

E.

Penjelasan
melakukan tindakan tertentu.
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak
berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan memahami diri secara akurat
mencakup kekuatan danketerbatasan. Kesadaran
akan suasana hati, maksud, motivasi,temperamen,
keinginan, disiplin diri, memahami danmenghargai
diri.
Keahlian mengenali dan mengkatagorikan spesies,
flora danfauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini
meliputi kepekaanpada fenomena alam. Misalnya
formasi awan dan gunung. Bagimereka yang
tinggal di daerah perkotaan,
kemampuanmembedakan benda mati seperti
mobil, rumah, dan sampulkaset (CD).
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu
yang bersifattransenden atau penyadaran akan
nilai-nilai akidah- keimanan,keyakinan akan
kebesaran Allah SWT. Kecerdasan ini
meliputiKesadaran suara hati, internalisasi nilai,
visioning, aktualisasi,keikhlasan, ihsan. Misalnya
menghayati batal dan haram dalamagama,
toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan
takdirbaik dan buruk. Mengaktualisasikan hubungan
dengan AlKhaliq berdasarkan keyakinannya.

Memetakan Kebutuhan Peserta

Menilai kebutuhan pembelajar merupakan langkah awal dalam mengenal


kompetensi yang akan dikembangkan melalui pelatihan tertentu. Tidak ada
satu tes pun di masyarakat yang dapat menghasilkan instrumen yang
komprehensif mengenai kecerdasan dan potensi pembelajar. Tidak
selamanya tes formal mampu memberikan informasi yang cukup mengenai
potensi dan kemampuan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan alat uji
sederhana yang telah tersedia selama ini yaitu observasi. Indikator
pengamatan yang baik dapat menunjukkan kecenderungan kecerdasan
seseorang terutama cara menggunakan waktu luang, minat terhadap suatu
objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol. Pengamatan dan penilaian
terhadap kemampuan awal peserta sangat diperlukan untuk menentukan ke
dalam dan keluasan materi yang akan disampaikan. Berikut beberapa teknik
dalam menggali kebutuhan pembelajar:
(1)

Checklist penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis


yang digunakan secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan
terutama untuk mengenal secara cepat kecerdasan masing-masing
individu. Checklist bukan tes untuk menguji kahandalan dan
kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya;

(2)

Dokumentasi. Catatan tertulis atau bentuk visual lain untuk


memperlihatkan kecerdasan majemuk. Dokumentasi foto sangat

bermanfaat untuk mengabadikan suatu perilaku tindakan dan bentuk


kecerdasan yang menonjol yang mungkin

tidak akan berulang lagi pada waktu lain. Misalnya petani sedang
menanam tanaman umur panjang atau seorang pengrajin sedang
membuat tenunan, dokumentasikan langkah-langkah dan kemahiran
dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM memungkinkan
seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan disket praktis
dan mudah ditelaah pelatih, petani, pedagang atau pengusaha kecil
dan peserta pelatihan lain.
(3) Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari

hasil pretest-posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan pelatihan.


Apakah kemampuan pembelajar lebih kuat dibidang visual melalui
presentasi atau dalam menyusun urutan logis kegiatan. Hal ini dapat
diukur melalui beberapa tes yang ada.
(4) Berdiskusi dengan kelompok. Jika pelatih ingin mengenal pembelajar

lebih dekat terkait dengan prestasi dan kecerdasan majemuk dapat


dilakukan melalui diskusi dengan kelompoknya. Misalnya tanyakan
kepada kelompok tani tentang kontribusi dan kemampuan yang
diberikan anggota bersangkutan dalam menerapkan teknologi
pertanian atau pasca panen.
(5) Berbicara dengan pembimbing atau pelatih lain. Kerapkali pelatihan

merupakan kegiatan serial dan bersambung untuk mengembangkan


berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang
beragam. Jika pelatih akan melatih penerapan rencana strategis desa,
maka perlu mendapat informasi tambahan dari pelatih atau ahli lain
yang pernah memberikan kemampuan sejenis untuk matematis-logis,
spasial dan naturalis dalam pelatihan yang berbeda;
(6) Berdiskusi dengan masyarakat dan organisasi lokal. Cara ini dilakukan

untuk mendukung penilaian lain terutama dalam mengembangkan


beberapa keterampilan dasar menyangkut kebiasaan dan pola hidup
masyarakat. Jika ingin mengetahui kemampuan berhubungan dengan
pemerintah, LSM, koperasi dan organisasi lainnya, dapat berdiskusi
dengan lembaga di mana peserta atau pembelajar terlibat dan
berhubungan aktif dengannya.
(7) Bertanya langsung kepada pembelajar. Orang dewasa yang sangat

tahu cara mereka belajar dan memecahkan masalah yang


dihadapinya
adalah
dirinya
sendiri.
Mereka
menggunakan
kemampuan belajarnya selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat
berdiskusi bersama pembelajar dan bertanya langsung tentang
kecerdasan yang paling berkembang atau melengkapinya dengan
karya, gambar dan foto pada saat menunjukkan kecerdasannya;
(8) Kegiatan khusus. pelatih dapat mengembangkan beberapa kegiatan

untuk menguji kecerdasan dengan memberikan wahana agar


pembelajar menunjukkan kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara
atau teknik tertentu untuk mengukur seluruh wilayah potensi dan
kebutuhan belajar peserta, misalnya dengan menggambar, bercerita,
menari, berhitung dan bermain peran, bernyayi, dan tugas tim.

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

2
PRESPEK
TIF UNDANGUNDANG DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 27

PENDAMPING DESA

28| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
2.1

Rencana
Pembelajaran

Perubahan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
4. Mengungkapkan visi Undang-Undang Desa;
5. Menguraikan kerangka atau paradigmaDesa baru;
6. Menjelaskan arah perubahan Desa dalam mendorong
keberpihakan kepada masyarakat miskin, kelompok marjinal
dan berkebutuhan khusus.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi
Kelompok dan Pleno.

Media

Media Tayang 2.1.1: Film Pendek Undang-Undang Desa;

Lembar Kerja 2.1.1: Matrik Diskusi Kerangka Desa Baru


dan Peran Pendamping;

Lembar Kerja 2.1.2: Matrik Diskusi Arah Perubahan Desa


dan Strategi Penguatan Desa;

Lembat Informasi 2.1.1: Paradigma Desa Baru.

30| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Visi Undang-Undang Desa
1.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


subpokok bahasan tentang Perubahan Desa sebagai
prespektif
yang
akan
melandasi
seluruh
proses
pembelajaran selanjutnya;

2.

Pada awal sesi ini pelatih menayangkan film pendek


tentang Undang-Undang Desa;

3.

Setelah penayangan film pendek, galilah pemahaman dan


pengalaman peserta tentang pokok-pokok pikiran tentang
visi Undang-Undang Desa dengan mengacu kepada Lembar
Informasi yang telah disediakan. Hal-hal penting yang perlu
digali bersama menyangkut hal-hal sebagai berikut:

Apa yang yang terjadi dengan Desa di masa lalu?

Bagaimana pengaturan Desa di masa lalu?

Mengapa lahir Undang-undang No. 6/2014 tentang Desa?

Apa visi baru yang dibawa oleh Undang-Undang Desa?

Bagaimana strategi umum (generik) untuk pencapaian


visi
Desa
(baik
aspek
kapasitas
masyarakat,
kepemilikan aset ekonomi lokal, dan revitalisasi budaya
Desa)?

Bagaimana perbedaan dan perubahan kebijakan dalam


Undang- Undang Desa jika dibandingkan dengan
pengaturan sebelumnya?

Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan bacaan tentang visi dan semangat Undang-Und
akan disampaikan pada sesi pembelajaran.

4.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan


mengaju- kan pendapat;

5.

Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;

6.

Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.

Kegiatan 2: Kerangka atau Paradigma Desa Baru


7.

Menjelaskan tentang tujuan, proses dan hasil yang


diharapkan dari topik tentang Kerangka Desa Lama dan
Desa Baru dengan mengkaitkan kegiatan belajar
sebelumnya;

8.

Selanjutnya dengan dipandu pelatih, peserta diajak untuk


mendikusikan tentang kerangka desa lama dan Desa baru
dengan merumuskan hal-hal pokok yang membedakan dari
kedua paradigma tersebut;

9.

Berikan kesempatan kepada peserta mengungkapkan


gagasan tentang perbedaan setiap aspek yang dibahas
dengan menggunakan Lembar Kerja 2.1.1;

10. Buatlah catatan berupa


dikemukakan peserta;

pokok-pokok

11. Berikan penegasan dengan memaparkan


pikirna
penting
tentang
kerangka
paradigamaDesa lama dan desa baru;

pikiran

yang

pokok-pokok
perubahan

12. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan


dan mengkaitkan dengan kegiatan selanjutnya.

Kegiatan 3: Arah Perubahan Desa Ke Depan


13. Menjelaskan tentang tujuan, proses dan hasil yang
diharapkan dari topik tentang Arah Perubahan Desa Ke
Depan dengan mengkaitkan kegiatan belajar sebelumnya;
14. Peserta diajak untuk mendikusikan baik secara pleno atau
berkelompok tentang arah perubahan Desa yang akan
datang mencakup pengaturan Desa sesuai UndangUndang Desa sebagai berikut:
a.

memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa


yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan
sesudahterbentuknya
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.

b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas


Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
demimewujudkan
keadilan
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.

32| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

c.

melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya


masyarakat Desa.

d. mendorong
prakarsa,
gerakan,
dan
partisipasi
masyarakat Desa untuk pengembanganpotensi dan Aset
Desa guna kesejahteraan bersama.
e.

membentuk Pemerintahan Desa yang profesional,


efisien dan efektif, terbuka, sertabertanggung jawab.

f.

meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat


Desa guna mempercepatperwujudan kesejahteraan
umum.

g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat


Desa guna mewujudkan masyarakatDesa yang mampu
memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari
ketahanan nasional.
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa
mengatasi kesenjangan pembangunannasional.
i.

serta

memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek


pembangunan.

15. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran yang


dikemukakan peserta dengan menggunakan Lembar Kerja
2.1.2;
16. Berikan penegasan dengan memaparkan pokok-pokok
pikiran penting tentang arah perubahan Desa sesuai
Undang-Undang Desa;
17. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.

Lembar Kerja 2.1.1

Matrik Diskusi Kerangka Desa Baru dan Peran


Pendamping

No

Unsur-Unsur

1.

Dasar Konstitusi

2.

Dasar hukum

3.

Visi-misi

4.

Asas utama

5.

Kedudukan

6.

Kewenangan

7.

Politik

8.

Posisi dalam pembangunan

9.

Model pembangunan

10.

Karakter politik

11.

Demokrasi

12.

Inklusi Sosial

Desa Baru

Peran
Pendamping

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Peserta melakukan diskusi dengan mengidentifikasi hal-hal apa saja


yang membedakan antara Desa lama dan Desa baru sesuai dengan
aspek aspek yang ditetapkan dalam format diskusi di atas;

(3)

Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan


pemahaman dan pengalamannya tentang kedua kerangka atau
paradigma tersebut;

(4)

Pelatih menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal yang


perlu penegasan dan kesepakatan bersama.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 33

Lembar Kerja 2.1.2

Matrik Diskusi Arah Perubahan


Desa dan Strategi
Penguatan Desa

No

Pengaturan Desa sesuai


amat UU Desa

1.

Memberikan pengakuan
dan penghormatan atas
Desa yang sudah ada
dengan keberagamannya.

2.

Memberikan kejelasan
status dan kepastian
hukum atas Desa dalam
sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia.

3.

Melestarikan dan
memajukan adat, tradisi,
dan budaya masyarakat
Desa.

4.

Mendorong prakarsa,
gerakan, dan partisipasi
masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan
Aset Desa guna
kesejahteraan bersama.

5.

Membentuk Pemerintahan
Desa yang profesional,
efisien dan efektif,
terbuka, serta
bertanggung jawab.

6.

Meningkatkan pelayanan
publik bagi warga
masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum.

7.

Meningkatkan ketahanan
sosial budaya masyarakat
Desa.

8.

Memajukan
perekonomian
masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan
pembangunan
nasional.

Strategi/Upay
a Memperkuat
Desa

Peran
Pendamping

No

Pengaturan Desa sesuai


amat UU Desa

9.

Memperkuat masyarakat
Desa sebagai subjek
pembangunan.

Strategi/Upay
a Memperkuat
Desa

Peran
Pendamping

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Peserta melakukan diskusi dengan merumuskan strategi atau upaya


apa saja yang dapat dilakukan untuk memperkuat kedudukan Desa ke
depan sesuai amanat Undang-Undang Desa;

(3)

Berdasarkan aspek-aspek tersebut bagiaman peran pendamping


dalam mendukung untuk mewujudkannya;

(4)

Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan


pemahaman dan pengalamannya tentang kedua kerangka atau
paradigma tersebut;

(5)

Pelatih menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal yang


perlu penegasan dan kesepakatan bersama.

PENDAMPING
DESA

SP
B
2.1

A.

Lembar
Informasi

Paradigma Desa

Latar Belakang
Sejak kemerdekaan 1945, Republik Indonesia tidak pernah memiliki
kebijakan dan regulasi tentang desa yang kokoh, legitimate dan
berkelanjutan. Perdebatan akademik yang tidak selesai, tarik menarik politik
yang keras, kepentingan ekonomi politik yang menghambat, dan hasrat
proyek merupakan rangkaian penyebabnya. Prof. Selo Soemardjan, Bapak
Sosiologi Indonesia dan sekaligus promotor otonomi desa, berulangkali sejak
1956 menegaskan bahwa sikap politik pemerintah terhadap Desa tidak
pernah jelas.
Perdebatan yang berlangsung di sepanjang hayat selalu berkutat pada
dua hal. Pertama, debat tentang hakekat, makna dan visi negara atas Desa.
Sederet masalah konkret (kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan,
ketergantungan) yang melekat pada Desa, senantiasa menghadirkan
pertanyaan: Desa mau dibawa kemana? Apa hakekat Desa? Apa makna dan
manfaat Desa bagi negara dan masyarakat? Apa manfaat Desa yang hakiki
jika Desa hanya menjadi tempat bermukim dan hanya unit administratif
yang disuruh mengeluarkan berbagai surat keterangan?
Kedua, debat politik-hukum tentang frasa kesatuan masyarakat hukum
adat dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) serta kedudukan Desa dalam tata
negara Republik Indonesia. Satu pihak mengatakan bahwa Desa bukanlah
kesatuan
masyarakat
hukum
adat,
melainkan
sebagai
struktur
pemerintahan yang paling bawah. Pihak lain mengatakan berbeda, bahwa
yang disebut kesatuan masyarakat hukum adat adalah Desa atau sebutan
lain seperti nagari, gampong, marga, kampung, negeri dan lain-lain yang
telah ada jauh sebelum NKRI lahir.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 37

Debat yang lain mempertanyakan status dan bentuk Desa. Apakah


Desa merupakan pemerintahan atau organisasi masyarakat? Apakah Desa
merupakan local self government atau self governing community? Apakah
Desa merupakan sebuah organisasi pemerintahan yang berada dalam
sistem pemerintahan kabupaten/kota?
Dua Undang-undang yang lahir di era reformasi, yakni UU No. 22/1999
dan UU No. 32/2004, ternyata tidak mampu menjawab pertanyaan tentang
hakekat, makna, visi,

38| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

dan kedudukan Desa. Meskipun frasa kesatuan masyarakat hukum dan


adat melekat pada definisi Desa, serta mengedepankan asas keragaman,
tetapi cita rasa Pemerintahan Desa yang diwariskan oleh UU No. 5/1979
masih sangat dominan. Karena itu para pemikir dan pegiat Desa di berbagai
tempat terus-menerus melakukan kajian, diskusi, publikasi, dan advokasi
terhadap otonomi Desa serta mendorong kelahiran UU Desa yang jauh lebih
baik, kokoh dan berkelanjutan.
Pada tahun 2005, pemerintah dan DPR mengambil kesepakatan
memecah UU No. 32/2004 menjadi tiga UU: UU Pemerintahan Daerah, UU
Pilkada Langsung, dan UU Desa. Keputusan ini semakin menggiatkan
gerakan pada pejuang Desa. Pada tahun 2007, pemerintah menyiapkan
Naskah Akademik dan RUU Desa. Baru pada bulan Januari 2012 Presiden
mengeluarkan Ampres dan menyerahkan RUU Desa kepada DPR, dan
kemudian DPR RI membentuk Pansus RUU Desa.
Baik pemerintah maupun DPD dan DPR membangun kesepahaman
untuk meninggalkan Desa lama menuju Desa baru. Mereka berkomitmen
untuk mengakhiri perdebatan panjang dan sikap politik yang tidak jelas
kepada Desa selama ini, sekaligus membangun UU Desa yang lebih baik,
kokoh dan berkelanjutan. Setelah menempuh perjalanan panjang selama
tujuh tahun (2007-2013), dan pembahasan intensif 2012- 2013, RUU Desa
akhirnya disahkan menjadi Undang-undang Desa pada Sidang Paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 18 Desember 2013. Mulai dari
Presiden, Menteri Dalam Negeri beserta jajarannya, DPR, DPD, para Kepala
Desa dan perangkat Desa, hingga para aktivis pejuang Desa menyambut
kemenangan besar atas kelahiran UU Desa. Berbeda dengan kebijakan
sebelumnya, UU Desa yang diundangkan menjadi UU No. 6/2014,
menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negara melindungi
dan memberdayakan Desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan
demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera.
Visi dan komitmen tentang perubahan Desa juga muncul dari
pemerintah, setelah melewati deliberasi yang panjang dan membangun
kompromi agung dengan DPR. Pidato Menteri Dalam Negeri, Gawaman
Fauzi, dalam Sidang Paripurna berikut ini mencerminkan visi dan komitmen
baru pemerintah tentang perubahan Desa:
Rancangan Undang-Undang tentang Desa akan semakin komprehensif dalam
mengatur Desa serta diharapkan akan mampu memberikan harapan yang
besar bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan Desa.
Rancangan Undang-Undang tentang Desa yang hari ini disahkan, diharapkan
dapat menjawab berbagai permasalahan di Desa yang meliputi aspek sosial,
budaya, ekonomi, serta memulihkan basis penghidupan masyarakat Desa dan
memperkuat Desa sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri. Desa
juga diharapkan dapat menjalankan mandat dan penugasan beberapa urusan

PENDAMPING

yang diberikan oleh pemerintah


provinsi, dan terutama pemerintah
DESA
kabupaten/kota yang berada diatasnya, serta menjadi ujung tombak dalam
setiap pelaksanan pembangunan dan kemasyarakatan. Sehingga, pengaturan
Desa juga dimaksudkan untuk mempersiapkan Desa dalam merespon proses
modernisasi, globalisasi dan demoktratisasi yang terus berkembang tanpa
kehilangan jati dirinya.

Dengan pengaturan seperti ini, diharapkan Desa akan layak sebagai tempat
kehidupan dan penghidupan. Bahkan lebih dari itu, Desa diharapkan akan
menjadi fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan
datang.
Disamping itu, Undang-Undang tentang Desa ini diharapkan mengangkat Desa
pada posisi subyek yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, karena akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan
konteks keragaman lokal, serta merupakan instrumen untuk membangun visi
menuju kehidupan baru Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera.

B.

Paradigama Desa Lama dan Desa Baru

Secara garis besar perubahan ditunjukkan dengan pembalikan paradigma


dalam memandang Desa, pemerintahan dan pembangunan yang selama ini
telah mengakar di Indonesia. Pembalikan itu membuahkan perspektif Desa
Lama yang berubah menjadi Desa Baru sebagaimana tersaji dalam tabel
berikut:

Tabel Desa Lama Vs Desa Baru


Unsur-Unsur
Desa
Lama
Dasar
UUD 1945 Pasal
18 ayat 7
konstitusi
Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No.
72/2005

Desa
Baru
UUD 1945 Pasal
18 B ayat 2 dan
Pasal
18 ayat
7
UU
No. 6/2014

Visi-misi

Tidak ada

Asas utama
Kedudukan

Desentralisasi-residualitas
Desa sebagai organisasi
pemerintahan yang berada
dalam sistem pemerintahan
kabupaten/kota (local state
government)

Negara melindungi dan


memberdayakan Desa agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan
demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan
menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera
Rekognisi-subsidiaritas
Sebagai pemerintahan
masyarakat, hybrid antara self
governing community dan local
self government.

Delivery
kewenangan
dan program

Target: pemerintah
menentukan target-target
kuantitatif dalam
membangun Desa
Selain kewenangan asal
usul, menegaskan tentang
sebagian urusan
kabupaten/kota yang
diserahkan kepada Desa
Lokasi: Desa sebagai lokasi
proyek dari atas

Kewenangan

Politik tempat

Mandat: negara memberi mandat


kewenangan, prakarsa dan
pembangunan
Kewenangan asal-usul (rekognisi)
dan kewenangan lokal berskala
Desa (subsidiaritas).
Arena: Desa sebagai arena bagi
orang Desa untuk
menyelenggarakan

Unsur-Unsur

Desa Lama

Posisi dalam
pembangunan

Obyek

Model
pembangunan

Government driven
development atau
community driven
development

Karakter
politik
Demokrasi

Desa parokhial, dan


Desa korporatis

C.
1.

Demokrasi tidak menjadi asas


dan nilai, melainkan menjadi
instrumen. Membentuk
demokrasi elitis dan
mobilisasi partisipasi

Desa Baru
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Subyek
Village driven development
Village driven development,
dengan penekanan pada
peningkatan kapasitas,
kepemilikan aset ekonomi dan
revitalisasi budaya Desa.
Desa Inklusif
Demokrasi menjadi asas, nilai,
sistem dan tatakelola. Membentuk
demokrasi inklusif, deliberatif dan
partisipatif

Penguatan Desa
Desa Maju, Kuat, Mandiri dan Demokratis

Desa harus semakin maju tetapi tidak meninggalkan tradisi, dan tetap
merawat tradisi tetapi tidak ketinggalan jaman. Desa maju juga paralel
dengan desa kuat dan desa mandiri. Desa kuat dan desa mandiri, keduanya
menjadi visi-misi UU Desa, merupakan dua sisi mata uang. Di dalam desa
kuat dan desa mandiri terkandung prakarsa lokal, kapasitas, bahkan pada
titik tertinggi adalah desa yang berdaulat secara politik. Konsep desa kuat
senantiasa diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan daerah kuat dan
negara kuat. Negara kuat bukan berarti mempunyai struktur yang besar dan
berkuasa secara dominan terhadap semua aspek kehidupan. Otonomi dan
kapasitas merupakan tolok ukur negara kuat. Negara otonom adalah negara
yang sanggup mengambil keputusan secara mandiri, sekaligus kebal dari
pengaruh berbagai kelompok ekonomi politik maupun kekuatan global.
Kapasitas negara terkait dengan kemampuan negara menggunakan alatalat kekerasan dan sistem pemaksa untuk menciptakan law and order
(keamanan, keteraturan, ketertiban, ketentraman, dan sebagainya),
mengelola pelayanan publik dan pembangunan untuk fungsi welfare
(kesejahteraan), serta melakukan proteksi terhadap wilayah, tanah air,
manusia, masyarakat maupun sumberdaya alam.
Desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik.
Dalam Desa kuat terdapat kemandirian Desa, dan dalam Desa mandiri
terdapat kandungan Desa kuat. Kapasitas Desa menjadi jantung
kemandirian Desa. Secara khusus dalam Desa kuat terdapat dua makna
penting. Pertama, Desa memiliki legitimasi di mata masyarakat Desa.
Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap institusi,
kebijakan dan regulasi Desa. Tentu legitimasi bisa terjadi kalau Desa
40| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

mempunyai kinerja dan bermanfaat secara nyata bagi masyarakat, bukan


hanya
manfaat secara administratif, tetapi juga manfaat sosial dan
ekonomi. Kedua,Desa memperoleh
pengakuan dan
penghormatan
(rekognisi) dan kepercayaan dari pihak

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 41

negara (institusi negara apapun), pemerintah daerah, perusahaan, dan


lembaga- lembaga lain. Jika mereka meremehkan Desa, misalnya
menganggap Desa tidak mampu atau Desa tidak siap, maka Desa itu masih
lemah. Rekognisi itu tidak hanya di atas kertas sebagaimana pesan UU
Desa, tetapi juga diikuti dengan sikap dan tindakan konkret yang tidak
meremehkan tetapi memercayai.
Rekognisi dan subsidiaritas merupakan solusi terbaik untuk menata
ulang hubungan Desa dengan negara, maka demokrasi merupakan solusi
terbaik untuk menata ulang hubungan antara Desa dengan warga atau
antara pemimpin Desa dengan warga masyarakat. Rekognisi, subsidiaritas
dan demokrasi merupakan satu kesatuan dalam UU Desa. Rekognisi dan
subsidiaritas, seperti halnya desentralisasi, hendak membawa negara, arena
dan sumberdaya lebih dekat kepada Desa; sementara demokrasi hendak
mendekatkan akses rakyat Desa pada negara, arena dan sumberdaya.
Tanpa demokrasi, rekognisi-subsidiaritas dan kemandirian Desa hanya akan
memindahkan korupsi, sentralisme dan elitisme ke Desa. Sebaliknya,
demokrasi tanpa rekognisi-subsidiritas hanya akan membuat jarak yang
jauh antara rakyat dengan arena, sumberdaya dan negara.

2.

Desa sebagai suatu Kesatuan Pemerintahan dan Masyarakat

Desa sebagai sebuah kesatuan organik, Desa memiliki masyarakat,


masyarakat memiliki Desa. Desa memiliki masyarakat berarti Desa ditopang
oleh institusi lokal atau modal sosial. Dalam UU Desa hal ini tercermin pada
asas kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara
masyarakat memiliki Desa bisa disebut juga sebagai tradisi berdesa, atau
masyarakat menggunakan Desa sebagai basis dan arena bermasyarakat,
bernegara, berpolitik atau berpemerintahan oleh masyarakat.
Desa sebagai basis sosial merupakan tempat menyemai dan merawat
modal sosial (kohesi sosial, jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan
sosial) sehingga Desa mampu bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik,
Desa menyediakan arena kontestasi politik bagi kepemimpinan lokal,
sekaligus arena representasi dan partisipasi warga dalam pemerintahan dan
pembangunan Desa. Dengan kalimat lain, Desa menjadi arena bagi
demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga.
Sebagai
basis
pemerintahan,
Desa
memiliki
organisasi
dan
tatapemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan
layanan dasar yang bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, Desa
sebenarnya mempunyai aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang,
sungai, pasar, lumbung, perikanan darat, kerajinan, wisata, dan
sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber penghidupan bagi
warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang identitas

ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: Desa cengkeh, Desa


kopi, Desa vanili, Desa keramik, Desa genting, Desa wisata, Desa ikan, Desa
kakao, Desa madu, Desa garam, dan lain-lain
Hakekat Desa sebagai basis kehidupan dan penghidupan itu ditemukan
dalam lintasan sejarah. Banyak cerita yang memberikan bukti bahwa Desa
bermakna dan bermanfaat bagi warga. Banyak peran dan manfaat Desa
bagi masyarakat di masa lalu,

seperti menjaga keamanan Desa, mengelola persawahan dan irigasi,


penyelesaian sengketa, pendirian sekolah-sekolah rakyat dan sekolah dasar,
dan masih banyak lagi. Dalam hal hukum dan keadilan, studi Bank Dunia
menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak memilih kepala Desa (42
persen) dan tokoh masyarakat (35 persen) ketimbang pengadilan (4 persen)
dalam menyelesaikan masalahnya (Bank Dunia, Justice for Poor, 2007).
Pengalaman ini yang menjadi salah satu ilham bagi Suhardi Suryadi dan
Widodo Dwi Saputro (2007) menggagas dan mempromosikan balai mediasi
Desa, sebagai salah satu alternatif yang paling layak untuk melibatkan
masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Gagasan tentang community justice sytem berbasis Desa ini memang
berasalan karena sejarah telah membuktikan bahwa Desa/masyarakat adat
memiliki akar sosial-budaya yang secara adil menyelesaikan sengketa
secara lokal.

3.

Desa Sebagai Masyarakat Berpemerintahan

Kedudukan (posisi) Desa dalam bangunan besar tatanegara Indonesia,


sekaligus relasi antara negara, Desa dan warga merupakan jantung
persoalan UU Desa. Jika regulasi sebelumnya menempatkan Desa sebagai
pemerintahan semu bagian dari rezim pemerintahan daerah, dengan asas
desentralisasi-residualitas, maka UU Desa menempatkan Desa dengan asas
rekognisi-subsidiaritas.
Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman
Desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan
pemerintahan, namun UU Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam
bentuk alokasi dana dari APBN maupun APBD. Di satu sisi rekognisi
dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati identitas, adat-istiadat,
serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk keadilan
kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada Desa merupakan
resolusi untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi,
eksploitasi dan marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa
juga melakukan proteksi terhadap Desa, bukan hanya proteksi kultural,
tetapi juga proteksi Desa dari imposisi dan mutilasi yang dilakukan oleh
supradesa, politisi dan investor.
Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas
subsidiaritas. Asas subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang
selama ini diterapkan dalam UU No. 32/2004. Asas residualitas yang
mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa seluruh kewenangan
dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan terakhir di
tangan pemerintah kabupaten/kota. Dengan asas desentralisasi dan
residualitas itu, Desa ditempatkan
dalam sistem pemerintahan
42| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

kabupaten/kota, yang
menerima
kewenangan dari bupati/walikota.

pelimpahan

sebagian

(sisa-sisa)

Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk


koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi
dan menggantikan organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan
fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat
dan lebih besar adalah memberikan bantuan kepada organisasi yang lebih
kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level
yang lebih kecil-bawah, ketimbang dipaksa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 43

dari atas (Alessandro Colombo, 2012; Soetoro Eko ). Dengan kalimat lain,
subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan
kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal
kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi
dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai bagian dari tawarmenawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang berdaulat (mandiri)
dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak
mengurangi risiko-risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah
dari pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas sentral. Berangkat
dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan
otoritas sentral (pemerintah lebih tinggi) dan sekaligus memberi ruang pada
organisasi di bawah untuk mengambil keputusan dan menggunakan
kewenangan secara mandiri (Christopher Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996;
Andreas Fllesdal, 1999).
Sotoro Eko (2015) memberikan tiga makna subsidiaritas. Pertama,
urusan lokal atau kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal
lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini Desa, yang paling
dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah
lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang
kepentingan masyarakat setempat kepada Desa.
Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas
desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala Desa
menjadi kewenangan Desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU
No. 6/2014 subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal
berskala Desa menjadi kewenangan Desa. Penetapan itu berbeda dengan
penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim dikenal dalam asas
desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan asas rekognisi yang
menghormati dan mengakui kewenangan asal-usul Desa, penetapan ala
subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus memberi
batas- batas yang jelas tentang kewenangan Desa tanpa melalui mekanisme
penyerahan dari kabupaten/kota.
Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari
atas terhadap kewenangan lokal Desa, melainkan melakukan dukungan dan
fasilitasi terhadap Desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan
dan mendukung prakarsa dan tindakan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan
salah satu tujuan penting UU No. 6/2014, yakni memperkuat Desa sebagai
subyek pembangunan, yang mampu dan mandiri mengembangkan prakarsa
dan aset Desa untuk kesejahteraan bersama.

4.

Kedaulatan, Kewenangan dan Prakarsa Lokal

Desa, sebagai kesatuan masyarakat hukum atau badan hukum publik juga
memiliki kewenangan meskipun tidak seluas kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah. Kewenangan Desa adalah hak Desa untuk mengatur,
mengurus dan bertanggung
jawab
atas urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat. Mengatur dan mengurus mempunyai
beberapa makna:

(1)

Mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa


yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mengikat kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya Desa menetapkan besaran
jasa pelayanan air minum yang dikelola BUMDesa Air Bersih; atau Desa
menetapkan larangan truck besar masuk ke jalan kampung.

(2)

Bertanggungjawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan


kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan masalah
yang muncul. Sebagai contoh, karena Posyandu merupakan
kewenangan lokal, maka Desa bertanggungjawab melembagakan
Posyandu ke dalam perencanaan Desa, sekaligus menganggarkan
untuk kebutuhan Posyandu, termasuk menyelesaikan masalah yang
muncul.

(3)

Memutuskan dan menjalankan alokasi sumberdaya (baik dana,


peralatan maupun personil) dalam kegiatan pembangunan atau
pelayanan, termasuk membagi sumberdaya kepada penerima manfaat.
Sebagai contoh, Desa memutuskan alokasi dana sekian rupiah dan
menetapkan personil pengelola Posyandu. Contoh lain: Desa
memberikan beasiswa sekolah bagi anak-anak Desa yang pintar
(berprestasi) tetapi tidak mampu (miskin).

(4)

Mengurus berarti menjalankan, melaksanakan, maupun merawat


public goods yang telah diatur tersebut. Implementasi pembangunan
maupun pelayanan publik merupakan bentuk konkret mengurus.

Kewenangan mengatur dan mengurus tersebut ditujukan kepada


urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Urusan
pemerintahan pada dasarnya mencakup tiga fungsi yang dijalankan oleh
pemerintah, yaitu: pengaturan (public regulation), pelayanan publik (public
goods) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Pengaturan
merupakan kegiatan mengatur (membuat peraturan tentang perintah yang
harus dijalankan dan larangan yang harus dihindari) tentang pemanfaatan
barang-barang publik seperti pendidikan, kesehatan, jalan, laut, sungai,
hutan, kebun, air, udara, uang dan lain-lain. Sedangkan pemberdayaan
adalah fungsi pemerintah memperkuat kemampuan masyarakat dalam
mengakses atau memanfaat- kan barang-barang publik tersebut serta
mengembangkan potensi dan aset yang dimiliki masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, apa yang disebut
urusan pemerintahan tersebut sudah diatur dan diurus oleh pemerintah,
bahkan sudah dibagi habis kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan UU No. 22/2014 dan undangundang sektoral lainnya. Apa yang disebut kepentingan masyarakat
setempat sebenarnya juga tercakup sebagai urusan pemerintahan. Tetapi
ada perbedaan khusus antara urusan pemerintahan dengan kepentingan
masyarakat setempat. Urusan pemerintahan berkaitan dengan pelayanan
publik kepada warga yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Sementara kepentingan masyarakat setempat adalah kebutuhan

bersama masyarakat yang terkait dengan penghidupan dan kehidupan


sehari-hari masyarakat, muncul dari

prakarsa masyarakat, berskala dan bersifat lokal (setempat), dan terkadang


belum tercakup dalam peraturan dan kebijakan pemerintah.
Karena kedudukan, bentuk dan sifat Desa berbeda dengan pemerintah
daerah, maka kewenangan mengatur dan mengurus yang dimiliki Desa
sangat berbeda dengan kewenangan pemerintah daerah. UU No. 6/2014
memang tidak memuat norma yang tersurat tentang prinsip dan ketentuan
tentang kewenangan Desa. Namun di balik jenis-jenis kewenangan yang
tersurat, ada makna dan nalar yang dapat dipahami. Berbeda dengan
kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting yang terkandung
dalam kewenangan Desa:
(1)

Baik kewenangan asal usul maupun kewenangan lokal bukanlah


kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah, bukan juga merupakan
sisa (residu) yang dilimpahkan oleh pemerintah kabupaten/kota
sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005.
Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis
kewenangan itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-undang
dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah
dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan sebagai pandu
arah yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list), dan
kemudian menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan
dengan peraturan Desa sebagai kewenangan Desa.

(2)

Sebagai konsekuensi Desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan


(self governing community), kewenangan Desa yang berbentuk
mengatur hanya terbatas pada pengaturan kepentingan lokal dan
masyarakat setempat dalam batas-batas wilayah administrasi Desa.
Mengatur dalam hal ini bukan dalam bentuk mengeluarkan izin baik
kepada warga maupun kepada pihak luar seperti investor, melainkan
dalam bentuk keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi
anggaran dalam APB Desa, alokasi air kepada warga, dan lain-lain.
Desa tidak bisa memberikan izin mendirikan bangunan, izin
pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan
sebagainya.

(3)

Kewenangan Desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi


kepada pelayanan warga dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai
contoh Desa melayani dan juga membiayai kegiatan kelompok tani,
melatih kader perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan
hutan rakyat bersama masyarakat, membikin bagan ikan untuk
kepentingan nelayan, dan sebagainya.

(4)

Selain mengatur dan mengurus, Desa dapat mengakses urusan


pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk
dimanfaatkan memenuhi kepentingan masyarakat. Selain contoh di
atas tentang beberapa Desa menangkap air sungai Desa dapat
mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak
termanfaatkan atau tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan
masyarakat setempat. Lahan sisa proyek pembangunan, tanggul dan
bantaran sungai, maupun tepian jalan kabupaten/kota merupakan
contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam pohon di

atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari
bupati/walikota.

Daftar Pustaka

Soetoro Eko., dkk. (2015).Regulasi Baru Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat
Undang- Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
, (2014). Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum
Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
2.2

Memahami

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang asas dalam konteks Undang-Undang Desa;
2. Menguraikan definisi desa berdasarkan Undang-Undang Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Curah Pendapat.

Media

Media Tayang 2.2.1:

Lembar Informasi 2.2.1: Pradigma Desa dalam Undang-Undang Desa.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 47

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Berikan penjelasan tentang tujuan, hasil, dan proses yang


diharapkan dari sesi Asas dan Definisi Desa.

2.

Tanyakan kepada peserta pengertian tentang Desa dan


asas apa saja yang ada di dalam UU Desa.

3.

Berikan tanggapan singkat terhadap jawaban peserta


dan jelaskan pengertian desa dan azas-azas yang ada
di dalam UU Desa dengan mengacu pada media
tayang tentang Asas dan Definisi Desa.

4.

Sebelum sesi ditutup, lakukan pendalaman pembahasan


mengenai azas subsidiaritas dan rekognisi, dan kemudian
beri penegasan sebagai berikut:
a.

Arti subsidiaritas sebagai penetapan kewenangan


berskala lokal dan pengambilan keputusan secara
lokal untuk kepentingan masyarakat desa.

b. Arti rekognisi sebagai bentuk pengakuan Negara


terhadap hak asal-usul desa.
5.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran yang


dikemukakan peserta;

6.

Berikan penegasan dengan memaparkan pokok-pokok


pikiran penting tentang arah perubahan Desa sesuai
Undang-Undang Desa;

7.

Buatlah kesimpulan
dilakukan.

dari

pembahasan

yang

telah

PENDAMPING
DESA

SP
B
2.

A.

Lembar
Informasi

Paradigma Desa
dalam Undang-

Pendahuluan
Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Definisi Desa dijelasakan
bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentangg Desa, membuka harapan
bahwa desa didudukkan kembali posisinya sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat sesuai hak asal usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community
dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat
yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian
rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya
melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah
dalam pelaksanaan hak asalusul, terutama menyangkut pelestarian sosial
Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian
adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hokum
adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan
asli.
Dengan demikian, kewenangan desa selain berupa urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa, juga
memperoleh kewenangan dari pemerintah tingkat atasnya (Pemerintah
Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/kota) untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan tertentu, yaitu penugasan. Pasal 22 UU. No.6 Tahun 2014,
Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa
meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat


Desa. Penugasan tersebut disertai dengan biaya.
Dalam setiap entitas pemerintahan, keberadaan setiap lembaga
pemerintahan merupakan prasyarat pokok dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang

PENDAMPING
DESA

menjadi kewenangan pemerintahan. Dengan kata lain, keberadaan setiap


lembaga pemerintahan merupakan implikasi dari adanya kewenangan
pemerintahan, karena kehadiran lembaga pemerintahan tersebut ditujukan
untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang menjadi tugas
pokok dan fungsi masing-masing lembaga pemerintahan tersebut. Hal yang
sama juga berlaku bagi Pemerintahan Desa, dimana keberadaan lembagalembaga desa senantiasa berperan untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan desa, sehingga keberadaan
lembaga desa perlu diatur
di dalam peraturan perundang-undangan.
Tatkala kewenangan-kewenangan desa diderivasi menjadi peran
lembaga- lembaga desa, maka kewenangan desa berubah menjadi tugas
dan fungsi setiap lembaga desa. Dengan kata lain, keberadaan setiap
lembaga desa merupakan amanah untuk melaksanakan kewenangan desa,
sebagaimana tercermin di dalam tugas dan fungsi setiap lembaga desa
tersebut.
Pembagian tugas dan fungsi setiap lembaga desa ditujukan untuk
mengefektifkan pelaksanaan seluruh kewenangan desa, sehingga
senantiasa dihindari kemungkinan adanya tumpang tindih tugas dan fungsi
antar lembaga desa. Namun, mengingat pelaksanaan kewenangan desa
merupakan satu kesatuan sistemik yang terbagi habis ke dalam tugas dan
fungsi setiap lembaga desa, maka pasti akan terjadi hubungan kerja antar
lembaga-lembaga desa tersebut. Oleh karena itu, keberadaan lembaga desa
senantiasa berperan untuk melaksanakan kewenangan desa sesuai dengan
tugas dan fungsinya masing-masing, dan mengingat kewenangan desa
merupakan suatu kesatuan sistemik, maka pasti akan terjadi hubungan
kerja antara lembaga-lembaga desa tersebut, serta dihindari kemungkinan
adanya tumpang tindih tugas antar lembaga-lembaga desa tersebut.

B.

Asas dan Prinsip Desa Sebagai Masyarakat Berpemerintahan

Kedudukan (posisi) desa dalam bangunan besar tatanegara Indonesia,


sekaligus relasi antara negara, desa dan warga merupakan jantung
persoalan UU Desa. Jika regulasi sebelumnya menempatkan desa sebagai
pemerintahan semu bagian dari rezim pemerintahan daerah, dengan asas
desentralisasi-residualitas, maka UU Desa menempatkan desa dengan asas
rekognisi-subsidiaritas. Rekognisi memang tidak lazim dibicarakan dalam
semesta teori hubungan pusat dan daerah; ia lebih dikenal dalam
pembicaraan tentang multikulturalisme. Dalam masyarakat multikultur,
senantiasa menghadirkan perbedaan dan keragaman identitas baik suku,
agama, warna kulit, seks dan lain-lain. Bahkan juga menghadirkan
pemilahan antara mayoritas versus minoritas, dimana kaum minoritas
sering menghadapi eksklusi secara sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Kaum minoritas merasa menjadi warga negara kelas dua yang tidak
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 51

PENDAMPING

memiliki hak dan kedudukan DESA


yang sama dengan kaum mayoritas. Karena
menghadapi eksklusi, kelompok atau komunitas yang berbeda maupun
kaum minoritas memperjuangkan klaim atas identitas, sumberdaya,
legitimasi dan hak. Tindakan negara menghadapi klaim-klaim itu menjadi isu
penting dalam pembicaraan tentang rekognisi.

50| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Meskipun rekognisi lahir dari konteks multikulturalisme, tetapi ia terkait


dengan keadilan, kewargaan dan kebangsaan; bahkan mempunyai relevansi
dengan desentralisasi. Pada titik dasar, rekognisi terletak pada jantung
kontestasi ganda di seputar kewargaan, hak, politik identitas, klaim
redistribusi material dan tuntutan akan kerugian masa silam yang harus
diakui dan ditebus (Janice McLaughlin, Peter Phillimore dan
Diane
Richardson, 2011).
Kontestasi klaim inilah yang menjadi salah satu alasan lahirnya konsep
desentralisasi asimetris di banyak negara, termasuk Indonesia, yang
melahirkan otonomi khusus bagi Aceh dan Papua serta keistimewaan bagi
Yogyakarta. Dengan kalimat lain, desentralisasi asimetris untuk tiga daerah
itu, yang berbeda dengan daerah-daerah lain, karena dilandasi oleh
rekognisi terhadap perbedaan dan keragaman. Dalam konteks multikultural
itu, beragam pengertian rekognisi hadir. Charles Taylor (1992), misalnya,
memahami rekognisi dalam dua pengertian: politik universalisme, yakni
proteksi terhadap otonomi individu, kelompok atau komunitas dengan cara
menjamin hak-hak mereka; serta politik perbedaan, yakni proteksi
terhadap identitas individu, kelompok atau komunitas dengan cara
menghormati dan membolehkan mereka melindungi budayanya.
Axel Honneth (1996) secara sederhana memahami rekognisi dalam dua
pengertian, yakni: (a) menghormati kesamaan status dan posisi; (b)
menghargai keberagaman atau keunikan. Tujuannya adalah untuk mencapai
keadilan sosial. Bagi Honneth, keadilan sosial harus memasukkan provisi
ruang bebas bagi setiap individu hadir dalam ruang publik tanpa rasa malu.
Lebih radikal lagi, Nancy Fraser (1996) melihat rekognisi dalam konteks
perjuangan politik untuk melawan ketidakadilan. Tujuan rekognisi bukan
sekadar memberikan pengakuan, penghormatan dan afirmasi terhadap
identitas kultural yang berbeda, tetapi yang lebih besar adalah keadilan
sosial ekonomi. Bagi Fraser, rekognisi harus disertai dengan redistribusi.
Rekognisi kultural semata hanya mengabaikan redistribusi sosial-ekonomi
sebagai obat ketidakadilan sosial dan perjuangan politik. Karena itu
rekognisi dimengerti untuk mencapai keadilan budaya (cultural justice), dan
redistribusi untuk menjamin keadilan ekonomi (economic justice).
Dalam belantara teori dan praktik rekognisi, desa dan desa adat,
hampir tidak dikenal. Rekognisi umumnya mengarah pada daerah-daerah
khusus (seperti Quebec di Canada maupun Wales, Skotlandia dan Irlandia
Utara di Inggris Raya), masyarakat adat (indigenous people), kelompokkelompok minoritas, Afro Amerika, gender, kelompok- kelompok budaya
atau identitas tertentu yang berbeda, dan sebagainya. Namun dalam
konteks Indonesia, desa atau yang disebut dengan nama lain, sangat
relevan bagi rekognisi. Pertama, desa atau yang disebut dengan nama lain,
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat merupakan entitas yang berbeda

dengan kesatuan masyarakat hukum yang disebut daerah. Kedua, desa atau
yang disebut dengan nama lain merupakan entitas yang sudah ada sebelum
NKRI lahir pada tahun 1945, yang sudah memiliki susunan asli maupun
membawa hak asal-usul. Ketiga, desa merupakan bagian dari keragaman
atau multikulturalisme Indonesia yang tidak serta merta bisa diseragamkan.
Keempat, dalam lintasan sejarah yang panjang, desa secara struktural

menjadi arena eksploitasi terhadap tanah dan penduduk, sekaligus


diperlakukan secara tidak adil mulai dari kerajaan, pemerintah kolonial,
hingga NKRI. Kelima, konstitusi telah memberikan amanat kepada negara
untuk mengakui dan menghormati desa atau yang disebut dengan nama
lain sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya.
Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu
bersifat kontekstual, konstitusional, dan merupakan hasil dari negosiasi
politik yang panjang antara pemerintah, DPR, DPD dan juga desa. Sesuai
amanat konstitusi negara (presiden, menteri, lembaga-lembaga negara,
tentara, polisi, kejaksaan, perbankan, dan lembaga- lambaga lain), swasta
atau pelaku ekonomi, maupun pihak ketiga (LSM, perguruan tinggi, lembaga
internasional dan sebagainya) wajib melakukan pengakuan dan
penghormatan terhadap keberadaan (eksistensi) desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum. Eksistensi desa dalam hal ini mencakup hak asal-usul
(bawaan maupun prakarsa lokal yang berkembang) wilayah, pemerintahan,
peraturan maupun pranata lokal, lembaga-lembaga lokal, identitas budaya,
kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun kekayaan desa. Konsep
mengakui dan menghormati berarti bukan campur tangan (intervensi),
memaksa dan mematikan institusi (tatanan, organisasi, pranata, kearifan)
yang sudah ada, melainkan bertindak memanfaatkan, mendukung dan
memperkuat institusi yang sudah ada. Ada beberapa contoh tindakan yang
bertentangan dengan asas pengakuan dan penghormatan (rekognisi)
seperti: pemerintah mengganti nagari atau sebutan lain dengan sebutan
desa; pemerintah maupun swasta menjalankan proyek pembangunan di
desa tanpa berbicara atau tanpa memperoleh persetujuan desa; pihak luar
membentuk kelompok-kelompok masyarakat desat anpa persetujuan desa;
penggantian lembaga pengelola air desa menjadi P3A kecuali subak di Bali;
penggantian sistem dan kelembagaan keamanan lokal menjadi polisi
masyarakat, pejabat menuding desa melakukan subversi ketika desa
membentuk Sistem Informasi Desa secara mandiri, dan lain-lain.
Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman
desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan
pemerintahan, namun UU Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam
bentuk alokasi dana dari APBN maupun APBD. Di satu sisi rekognisi
dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati identitas, adat-istiadat,
serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk keadilan
kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada desa merupakan
resolusi untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi,
eksploitasi dan marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa
juga melakukan proteksi terhadap desa, bukan hanya proteksi kultural,
tetapi juga proteksi desa dari imposisi dan mutilasi yang dilakukan oleh
supradesa, politisi dan investor.
52| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas


subsidiaritas. Asas subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang
selama ini diterapkan dalam UU No. 32/2004. Asas residualitas yang
mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa seluruh kewenangan
dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan terakhir di
tangan pemerintah kabupaten/kota. Dengan asas desentralisasi dan
residualitas
itu,
desa
ditempatkan
dalam
sistem
pemerintahan
kabupaten/kota, yang

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 53

menerima
pelimpahan
sebagian
(sisa-sisa)
kewenangan
dari
bupati/walikota. Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua
bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan
dominasi dan menggantikan organisasi yang
kecil dan lemah dalam
menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial
yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan (dari bahasa
Latin, subsidium afferre) kepada organisasi yang lebih kecil dalam
pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih
kecil-bawah, ketimbang dipaksa dari atas (Alessandro Colombo, 2012).
Dengan kalimat lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang
alokasi atau penggunaan kewenangan dalam tatanan
politik, yang
notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral.
Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai
bagian dari tawar-menawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang
berdaulat (mandiri) dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity
juga hendak mengurangi risiko- risiko bagi subunit pemerintahan atau
komunitas bawah dari pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas
sentral. Berangkat dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan
pembatasan kekuasaan otoritas sentral (pemerintah lebih tinggi) dan
sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil
keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri (Christopher
Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996; Andreas Fllesdal, 1999).
Tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan
masyarakat setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh
organisasi lokal, dalam hal ini desa, yang paling dekat dengan masyarakat.
Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan
kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat
setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan
seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal
berskala desa menjadi kewenangan desa melalui undang-undang. Dalam
penjelasan UU No. 6/2014 subsidiaritas mengandung makna penetapan
kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa. Penetapan itu
berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim
dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan
asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal- usul
desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan
sekaligus memberi batas-batas yang jelas tentang kewenangan desa tanpa
melalui mekanisme penyerahan dari kabupaten/kota. Ketiga, pemerintah
tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari atas terhadap kewenangan
lokal desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap desa.
Pemerintah mendorong,
memberikan kepercayaan dan mendukung
prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan

penting UU No. 6/2014, yakni memperkuat desa sebagai subyek


pembangunan, yang mampu dan mandiri mengembangkan prakarsa dan
aset desa untuk kesejahteraan bersama.
Kombinasi antara asas rekognisi dan subsidiaritas itu menghasilkan
definisi desa dalam UU Desa yang berbeda dengan definisi-definisi
sebelumnya: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat


setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

C.

Kewenangan Desa Dan Jenis-Jenis Kewenangan Desa

Kewenangan Desa, dalam posisi Desa sebagai bagian dari sistem


penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dan jajaran terdepan dalam
penyelenggaraan pemerintahan secara nasional, maka desa juga diberi
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Pemberian
kewenangan kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
tertentu merupakan konsekwensi dari keberadaan Desa sebagai sebuah
entitas pemerintahan. Dalam mengatur dan mengurus Desa, kewenangan
Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan adat istiadat Desa. Kewenangan Desa meliputi:
a.

kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b.

kewenangan lokal berskala Desa;

c.

kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d.

kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disisi lain, kewenangan desa tidak hanya diperoleh melalui pelimpahan


atau pemberian, karena desa memiliki kewenangan asli (indigenous
authority atau genuine authority) berdasarkan hak asal usul desa sesuai
sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat. Sistem nilai adat istiadat
masyarakat setempat merupakan salah satu faktor pengikat yang diakui
dan ditaati bersama oleh masyarakat setempat (selain faktor- faktor
lainnya). Dengan menyitir pendapat Prof. Dr. R. Van Dijk dalam bukunya
Pengantar Hukum Adat Indonesia (terjemahan Mr. A. Soehardi), Taliziduhu
Ndraha (1996: 4) menyatakan bahwa Adat istiadat merupakan semua
kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua lapangan hidup, jadi juga
semua peraturan tentang tingkah macam apapun juga, menurut mana
orang Indonesia biasa bertingkah laku.
Sistem nilai adat istiadat sebagai faktor pengikat yang mengatur sikap
dan perilaku masyarakat setempat inilah yang merupakan hak asal usul
desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Mengingat adanya
perbedaan sistem nilai adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia, maka
kewenangan asli desa senantiasa berbeda-beda antara desa-desa di

Indonesia, meskipun pada hal-hal tertentu adanya kesamaan nilai adat


istiadat antar suku-suku bangsa di Indonesia, seperti nilai-nilai perdamaian
dalam menyelesaikan masalah perdata dalam kehidupan masyarakat desa.

Kewenangan asli desa inilah yang merupakan kewenangan utama desa


dalam menyelenggarakan rumah tangga desa, sehingga kewenangan desa
yang bersifat pelimpahan atau pemberian dari pemerintah atasan, pada
dasarnya merupakan kewenangan tambahan, karena Pemerintahan desa
merupakan unit pemerintahan terendah dalam sistem pemerintahan secara
nasional.
Namun, mengingat adanya kecenderungan bahwa kewenangan asli
desa semakin berkurang (bahkan di beberapa desa di Indonesia cenderung
memudar) dalam mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat desa,
maka seakan-akan terlihat bahwa kewenangan desa yang diperoleh dari
pelimpahan atau penyerahan kewenangan dari pemerintah atasan menjadi
kewenangan utama Pemerintahan Desa. Pemahaman seperti ini dapat
dipahami, mengingat tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Pemerintahan
Desa lebih bersifat penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan secara
nasional, ketimbang penyelenggaraan urusan rumah tangga desa
berdasarkan sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat atau
berdasarkan hak asal usul desa.Dengan demikian, kewenangan Desa
meliputi:
a.

kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b.

kewenangan lokal berskala Desa;

c.

kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d.

kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan


lokal berskala diatur dan diurus oleh Desa. Pelaksanaan kewenangan yang
ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diurus
oleh Desa.Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Berdasarkan UU. Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Kewenangan
Desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas:
a.

sistem organisasi masyarakat adat;

b.

pembinaan kelembagaan masyarakat;

c.

pembinaan lembaga dan hukum adat;

d.

pengelolaan tanah kas Desa; dan

e.

pengembangan peran masyarakat Desa.

Demikianlah beberapa materi pokok yang berkenaan dengan Desa


dan Kewenangan Desa. Semoga bermanfaat bagi para peserta pelatihan
dan para pembaca lainnya.

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
2.3

Kewenangan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menguraikan kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa;
2. Menguraikan kewenangan lokal skala Desa.
3. Menguraikan
kewengan
berdasarkan
penugasan
pemerintah
baik
tingkat
Pusat,
Provinsi,
dan
Kabupaten/Kota.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Videografis, dan Diskusi.

Media

Media Tayang 1.3.1;

Lembar Kerja 1.3.1: Matrik Diskusi inventarisir Kewenangan


Desa menurut Asal-Usul menurut UU Nomor 6 Tahun 2014;

Lembar Kerja 1.3.2: Matrik Diskusi inventarisir Kewenangan


Lokal Berskala Desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014;

Lembar Kerja 1.3.3: Matrik Diskusi inventarisir Penugasan dari


Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota) menurut UU
Nomor 6 Tahun 2014;
LembarInformasi1.3.1: Kewenangan Desa dalam Tata
Kelola Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 57

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus

Proses Penyajian
1.

Menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan, proses dan


hasil yang ingin dicapai dalam pembahasan subpokok
bahasan tentang Kewenangan Desa;

2.

Pada subpokok bahasan ini pembelajaran lebih ditekankan


pada penggalian pemahaman dan penyamaan pandangan
tentang Tata Kelola Desa sebagai landasan dalam
memahami ruang lingkup peran dan kedudukan Desa
dalam kerangka pembangunan nasional;

3.

Lakukan penayangan videografik Undang-Undang Nomor 6


Tahun 2014 tentang Desa. Mintalah peserta untuk
mengamati pokok- pokok pesan dari videografik tersebut;

4.

Setelah melihat tayangan tersebut, mintalah peserta untuk


mengungkapkan kesan dan pendapatnya tentang hal-hal
sebagai berikut:

5.

Apa saja yang melatarbelakangi perubahan paradigma


tatakelola Desa?

Bagaimana hubungan pemerintah pusat, daerah dan


pemerintah Desa?.

Selanjutnya, mintalah peserta membentuk kelompok


dengan anggata 3-5 orang untuk mendiskusikan hal-hal
sebagai berikut:

Kewenangan Desa menurut asal usul;

Kewenangan lokal berskala Desa;

Kewenangan Desa berdasarkan penugasan dari


Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.

6.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk membahasnya


dalam kelompok dengan menggunakan lembar kerja (2.3.11.3);

7.

Hasil pembahasan masing-masing kelompok dicatat dan


dibahas dalam pleno. Pelatih meminta setiap kelompok
untuk memaparkan hasil diskusinya dengan membagi
sesuai topik (masing-masing satu topik);

8.

Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok


untuk menanggapi, memberikan kritik atau saran;

9.

Catatlah pokok-pokok pikiran penting dari hasil pembahasan;

10. Lakukan klarifikasi kepada seluruh peserta dan buatlah


kesimpulan tentang tatakelola Desa sebagai wujud dari
kewenangan asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa
dan tugas perbantuan dari pemerintah baik Pusat, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota.

Lembar Kerja 1.3.1

Matrik Diskusi inventarisir Kewenangan Desa


menurut Asal-Usul Menurut UU Nomor 6
Tahun 2014

No

Jenis Kewenangan

60| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Keterangan

Lembar Kerja 1.3.2

Matrik Diskusi inventarisir Kewenangan Lokal


Berskala Desa Menurut UU Nomor 6
Tahun 2014

No

Jenis Kewenangan

Keterangan

Lembar Kerja 1.3.3

Matrik Diskusi inventarisir Penugasan dari


Pemerintah (Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota) Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014

No

Jenis Kewenangan

62| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Keterangan

PENDAMPING
DESA

SP
B
2.
3

Lembar
Informasi

Kewenangan
Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri

A. Pengantar
Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa,
diatur di Bab IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 (lima) pasal, yaitu pasal
18 sampai pasal 22. Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah di atas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2015 tentang
Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan Menteri ini menjadi
acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam
menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa.
Tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan
Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya
Peraturan tersebut, ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya
mengacu pada Permendagri No. 44 tahun 2016. Bacaan di bawah ini
merupakan ringkasan atas Permendagri tentang Kewenangan Desa
tersebut.

B. Maksud, Tujuan Peraturan, dan Ruang Lingkup


Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dimaksudkan dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas Desa dalam menata
kewenangan Desa sesuai asas rekognisi dan asas subsidiaritas dan
pelaksanaan penugasan dari Pemerintah Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa. Tujuan penetapan


Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa adalah dalam rangka
mendorong proporsionalitas pelaksanaan bidang kewenangan desa yang
meliputi:

PENDAMPING
DESA

1.

penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

2.

pelaksanaan Pembangunan Desa;

3.

pembinaan kemasyarakatan Desa; dan

4.

pemberdayaan masyarakat Desa.

5.

Ruang lingkup dalam Permendagri No. 44/2016 adalah:

6.

Kewenangan Desa; dan

7.

Kewenangan Desa Adat.

C. Penataan Kewenangan Desa


Ketentuan tentang pelaksanaan kewenangan Desa dilaksanakan melalui
penataan kewenangan Desa, sebagai berikut.
(1)

Kewenangan Desa dilaksanakan melalui penataan kewenangan Desa.

(2)

Penataan kewenangan Desa meliputi:

a.

jenis dan perincian kewenangan Desa; dan

b.

kriteria kewenangan Desa.

D. Jenis dan Perincian Kewenangan Desa


Jeniskewenangan Desa meliputi:
a.

kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b.

kewenangan lokal berskala Desa;

c.

kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d.

kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masing-masing jenis di atas dirinci, sebagai berikut:

Kewenangan berdasarkan hak asal usul


(1)

Perincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit


terdiri atas:

a.

sistem organisasi masyarakat adat;

b.

pembinaan kelembagaan masyarakat;

c.

pembinaan lembaga dan hukum adat;

d.

pengelolaan tanah kas Desa; dan

64| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

e.

pengembangan peran masyarakat Desa.

(2)

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi
kewenangan
berdasarkan
hak
asal
usul
lainnya
dengan
mengikutsertakan Pemerintah Desa.

(3)

Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan,


Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kewenangan hak asal
usul lainnya dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan.

(4)

Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul diatur dan diurus oleh
Desa.

Kewenangan lokal berskala Desa


(1)

Perincian kewenangan lokal berskala Desa, paling sedikit terdiri atas:

a.

pengelolaan tambatan perahu;

b.

pengelolaan pasar Desa;

c.

pengelolaan tempat pemandian umum;

d.

pengelolaan jaringan irigasi;

e.

pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;

f.

pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan


terpadu;

g.

pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;

h.

pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;

i.

pengelolaan embung Desa;

j.

pengelolaan air minum berskala Desa; dan

k.

pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

(2)

Selain kewenangan di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat


melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal berskala
Desa lainnya dengan mengikutsertakan Pemerintah Desa.

(3)

Berdasarkan hasilidentifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal


berskala Desa di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
kewenangan lokal berskala Desa lainnya dengan memperhatikan
situasi, kondisi, dan kebutuhan.

(4)

Kewenangan Desa berskala lokal diatur dan diurus oleh Desa.

Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,


atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.

(1) Perincian Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah


Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa
meliputi:
a.

penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b.

pelaksanaan Pembangunan Desa;

c.

pembinaan kemasyarakatan Desa; dan

d.

pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Kewenangan penugasan sebagaimana dimaksud diurus oleh Desa


sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Kriteria Kewenangan Desa


Kriteria kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul, antara lain:
a.

merupakan warisan sepanjang masih hidup;

b.

sesuai perkembangan masyarakat;

c.

sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kriteria kewenangan lokal berskala Desa, antara lain:


a.

sesuai kepentingan masyarakat Desa;

b.

telah dijalankan oleh Desa;

c.

mampu dan efektif dijalankan oleh Desa;

d.

muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa;


dan

e.

program atau kegiatan sektor yang telah diserahkan ke Desa.

Kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah


Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota antara lain:
a.

sesuaikebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia di Desa;

b.

memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan akuntabilitas;

c.

pelayanan publik bagi masyarakat;

d.

meningkatkan
daya
Pemerintahan Desa;

e.

mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat; dan

f.

meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat.

guna

dan

hasil

guna

penyelenggaraan

Kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah


Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
a.

urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan;

b.

sesuai dengan prinsip efisiensi;

c.

mempercepat penyelenggaraan pemerintahan; dan

d.

kepentingan nasional yang bersifat khusus dan strategis.

F. Kewenangan Desa Adat


Penataan kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
Permendagri No. 44/2016 berlaku mutatis mutandis bagi penataan
kewenangan Desa Adat.
Jenis kewenangan Desa sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 6
Permendagri No. 44/2016 berlaku mutatis mutandis bagi jenis kewenangan
Desa Adat.Perincian kewenangan berdasarkan hak asal-usul Desa
Adat,meliputi:
a.

pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;

b.

pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;

c.

pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;

d.

penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di


Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi
manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;

e.

penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f.

pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat


berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan

g.

pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial


budaya masyarakat Desa Adat.
Penyelenggaraan hak asal usul Desa Adatdi atas paling sedikit
meliputi:

a.

penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;

b. pranata hukum adat;


c.

pemilikan hak tradisional;

d. pengelolaan tanah ulayat;


e. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa Adat;
f.

pengelolaan tanah kas Desa Adat;

g. pengisian jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat; dan
h. masa jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat.
Perincian kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan yang
ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa berlaku mutatis mutandis bagi Desa
Adat.

G. Kriteria Kewenangan Desa Adat


Kriteria kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal-usulantara
lain:

a.

adat istiadatdan hak tradisional yang masih hidup dan berkembang


dalam penyelenggaraan Desa Adat;

b.

hak sosial budaya masyarakat Desa Adat; dan

c.

sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kriteria kewenangan lokal berskala Desa, kriteria kewenangan yang


ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dan kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang- undangan berlaku
mutatis mutandis bagi Desa Adat.

H. Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Desa dan Desa Adat


Kewenangan Desa dan Desa adat dilaksanakan dimulai dari identifikasi dan
inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala Desa oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa dijadikan bahan bagi Bupati/Walikota
untuk
menyusun rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar
kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan
kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa
dan Desa Adat paling sedikit memuat:
(1)

jenis kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan
kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat;

(2)

kriteria kewenangan Desa dan Desa Adat;

(3)

mekanisme pelaksanaan kewenangan Desa dan Desa Adat;

(4)

evaluasi dan pelaporan pelaksananan kewenangan Desa dan Desa Adat;


dan

(5)

pendanaan.

Sebelum Peraturan Bupati/Walikota ditetapkan Permendagri No.


44/2016 juga mengatur tahapan konsultasi sebagai berikut:

(1) Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa


dan
Desa
Adat
sebelum
ditetapkan
dikonsultasikan kepada Gubernur.

oleh

Bupati/Walikota

(2) Gubernur dalam melakukan konsultasi atas Rancangan Peraturan


Bupati/Walikota tentang rincian daftar kewenangan Desa berkoordinasi
dengan Menteri.

(3) Hasil koordinasi Gubernur menjadi dasar diterbitkannya rekomendasi


Gubernur kepada Bupati/Walikota.

(4) Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar


kewenangan Desa dan Desa Adat paling lama tujuh hari setelah
mendapatkan rekomendasi.

Setelah Peraturan Bupati/Walikota terbit, langkah Pemerintah Desa adalah


sebagai berikut:
Berdasarkan Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar Kewenangan Desa
dan Desa Adat, Pemerintah Desa menetapkan Peraturan Desa tentang
kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala
Desa dan Desa Adat.Peraturan Desa sebagaimana dimaksud di atas sesuai
dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal Desa yang bersangkutan.

I.

Urusan yang Dilaksanakan Desa dan Desa Adat

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah


dapat ditugaskan sebagian pelaksanaannya kepada Desa dan Desa Adat.
Urusan pemerintahan konkuren yang ditugaskan kepada Desa dan Desa
Adat sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan Peraturan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tertentu setelah
berkoordinasi dengan Menteri.Untuk melaksanakan identifikasi dan
inventarisasi kewenangan pemerintah yang sebagian pelaksanaan
urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Menteri
membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah provinsi dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada
Desa dan Desa Adat. Penugasan oleh Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Desa ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi kewenangan
pemerintah daerah provinsi yang sebagian pelaksanaan urusannya akan
ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Gubernur membentuk kelompok
kerja. Kelompok kerja ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah Kabupaten/ Kota dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya
kepada Desa dan Desa Adat. Penugasan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada Desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi kewenangan
pemerintah kabupaten/kota yang sebagian pelaksanaan urusannya akan
ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Bupati/Walikota membentuk
kelompok
kerja.
Kelompok
kerja
ditetapkan
dengan
Keputusan
Bupati/Walikota.
Urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan yang menjadi
kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada
Desa dan Desa Adat. Tata cara pelaksanaan penugasan, pembentukan

kelompok kerja dan pendanaan untuk melaksanakan sebagian pelaksanaan


urusan pemerintahan konkuren yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada
Desa dan Desa Adat berlaku mutatis mutandis bagi urusan pemerintahan
umum
dan
tugas
pembantuan
yang
sebagian
pelaksanaannya
ditugaskan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota kepada Desa dan Desa Adat.

J.

Pelaporan

Bupati/Walikota melaporkan kepada Gubernur pelaksanaan penataan


kewenangan Desa dan Desa Adat di wilayahnya.Gubernur melaporkan
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa terhadap
pelaksanaan
penataan
kewenangan
Desa
dan
Desa
Adat
di
Kabupaten/Kota.Pelaporan dilakukan secara tertulis dan disampaikan paling
sedikit satu kali dalam satu tahun atau sesuai kebutuhan. Hasil pelaporan
dijadikan bahan Menteri untuk menyusun kebijakan terkait pelaksanaan
penataan kewenangan Desa.

K.

Pembinaan dan Pengawasan

Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa melakukan


pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan
Desa dan Desa Adat secara nasional. Gubernur melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa
Adat di Kabupaten/Kota.Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan
pengawasaan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa
Adat. Pembinaan dilakukan melalui:
a.

fasilitasi dan koordinasi;

b.

peningkatan kapasitas aparatur Pemerintah Desa;

c.

monitoring dan evaluasi; dan

d.

dukungan teknis administrasi.

Dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penataan dan pelaksanaan


kewenangan Desa dan Desa Adat, Bupati/Walikota dapat melimpahkan
sebagian tugas kepada Camat.

L.

Pembiayaan

Pembiayaan untuk pelaksanaanpenataan kewenangan Desa dan Desa


Adat dibebankan pada:
a.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; dan

c.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;

d.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;dan

e.

Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 71

M.

Ketentuan Lain

Hak-hak ulayat Desa diakui keberadaannya sepanjang kesatuan masyarakat


hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya masih hidup, sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengakuan
sebagaimana
dimaksud
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangan.Penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di Provinsi Aceh,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua,dan Provinsi Papua
Barat selain berpedoman pada Peraturan Menteri ini (Permendagri No.
44/2016), juga mempedomani ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang mengatur kekhususan daerah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat.Desa dapat
melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan asli Desa
sesuai dengan kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

72| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
2.4

Trimatra
Pembangunan
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menguraikan
arah
kebijakan
pembangunan
dan
pemberdayaan masyarakat Desa mencakup Jaring Komunitas
Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar
Budaya Desa (LBD);

2.

Merumuskan strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan


dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan Tri
Matra.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.

Media

Lembar Tayang 2.4.1; Arah Kebijakan


Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa.

Lembar Kerja 2.4.1: Matrik Diskusi Analisis Pokok-Pokok


Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa;

Lembar Informasi 2.4.1: Kebijakan Pembangunan dan


Pemberdayaan Masyarakat Desa;

Lembar Informasi 2.4.2: Permendesa PDTT No. 6/2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;

PENDAMPING
DESA

Lembar Informasi 2.4.3: Rencana Strategis


Kementerian Desa Pembangunan Daerah tertinggal
dan Transmigrasi.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Arah Kebijakan
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa (Tri Matra)
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Pokok-Pokok
Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa;

2.

Lakukan pemaparan tentang Arah Kebijakan Pembangunan


dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Tri Matra) dengan
menggunakan Media Tayang 2.4.1.

3.

Selanjutnya lakukan curah pendapat untuk menggali


pemahaman
tentang
kebijakan
Direktorat
Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kemendesa PDTT dengan mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang pokok-pokok kebijakan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa?
b. Apa yang anda pahami tentang Tri-Matra dalam
pembangunan dan pembedayaan masyarakat Desa?
c. Bagaimana
menerapkan
Tri-Matra
pendampingan di lapangan?

dalam

proses

d. Bagaimana
dukungan
implementasi
kebijakan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di
tingkat pusat, daerah (provinsi dan Kabupaten/Kota)?
4.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk berpendapat,


bertanya, dan mengkritisi beberapa isu yang berkembang
terkait pertanyaan di atas.

5.

Buatlah catatan dan resume dalam kertas plano atau


whiteboard terkait hal-hal pokok yang berkembang dalam
pembahasan,
kemudian
kaitkan
dengan
kegiatan
selanjutnya.

74| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Kegiatan 2: Menguraikan Pendekatan Tri Matra dalam


Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
6.

Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


kegiatan ini dikaitkan dengan kegiatan sebelumnya;

7.

Selanjutnya, mintalah peserta membentuk kelompok untuk


mendiskusikan tentang analisis kebijakan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa di bidang Jaring
Komunitas Wiradesa (Jamu Desa), Lumbung Ekonomi Desa
(Bumi Desa) dan Lingkar Budaya Desa (Karya Desa),
sebagai panduan gunakan Lembar Kerja 2.4.1 2.4.6:

Pembahasan materi ini terkait dengan tugas TAPM yang terdiri dari Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD),
penyelenggara dapat mengatur kegiatan belajar dengan dua cara. Pertama, peserta di setiap kelas dengan

8.

Berikan kesempatan selama 20 menit kepada kelompok


untuk mendiskusikannya dan mencatat hal-hal pokok sesuai
lembar kerja dalam kertas plano atau dibuat dalam bentuk
slide powerpoint untuk dipaparkan dalam pleno;

9.

Setelah kelompok telah merumuskan hasil diskusinya,


mintalah masing-masing kelompok memaparkan hasil
rumusannya dalam pleno secara bergantian.

10. Berikan kesempatan kelompok lain untuk menanggapi atau


mengkritisi substansi dari hasil rumusan kelompok yang
lain;
11. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan dalam pleno
dalam kertas plano atau whiteboard agar dapat
mendapatkan umpan balik dari peserta;
12. Tutuplah
dengan
penegasan
dan
pembelajaran yang telah dilakukan.

kesimpulan

dari

Lembar Kerja 2.4.1

Matrik Diskusi Analisis Kebijakan


Pembangunan dan Pemberdayaan di
Bidang Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu
Desa)
No

Kebijakan
Pokok

Program

Bentuk
Kegiatan

Prose
s
Fasilita

Pemangk
u
Kepenting

Catatan

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Matrik di atas digunakan untuk menganalisis pokok-pokok kebijakan


Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kementerian Desa PDTT dan implementasinya di bidang Jaring
Komunitas Wira Desa (Jamu Desa);

(3)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

Lembar Kerja 2.4.2

Matrik Diskusi Analisis Kebijakan


Pembangunan dan Pemberdayaan di
Bidang Lumbung Ekonomi Desa (Bumi
Desa)
No

Kebijakan
Pokok

Program

Bentuk
Kegiatan

Prose
s
Fasilita

Pemangk
u
Kepenting

Catatan

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Matrik di atas digunakan untuk menganalisis pokok-pokok kebijakan


Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kementerian Desa PDTT dan implementasinya di bidang
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa);

(3)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

Lembar Kerja 2.4.3

Matrik Diskusi Analisis Kebijakan


Pembangunan dan Pemberdayaan di
Bidang Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)
No

Kebijakan
Pokok

Program

Bentuk
Kegiatan

Prose
s
Fasilita

Pemangk
u
Kepenting

Catatan

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Matrik di atas digunakan untuk menganalisis pokok-pokok kebijakan


Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kementerian Desa PDTT dan implementasinya di bidang Lingkar
Budaya Desa (Karya Desa);

(3)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SP
B
2.
4

A.

Lembar Informasi

Kebijakan
Pembangunan dan
Pemberdayaan
Masyarakat

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

Secara umum arah kebijakan dan strategi pembangunan Desa dan kawasan
perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan
transmigrasi serta kepulauan dan pulau kecil, sebagai berikut:
1.

Pemenuhan

Standar
Pelayanan
Minimum Desa termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografis Desa,
melalui strategi:
a.

meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perumahan dan


fasilitas permukiman;

b.

meningkatkan ketersediaan tenaga pengajar serta sarana dan


prasarana pendidikan;

c.

meningkatkan ketersediaan tenaga medis serta sarana dan


prasarana
kesehatan;
meningkatkan
ketersediaan
sarana
prasarana perhubungan antar permukiman ke pusat pelayanan
pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan
ekonomi; dan

d.

meningkatkan ketersediaan prasarana pengairan, listrik dan telekomunikasi.

2.

Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa


termasuk di permukiman transmigrasi, melalui strategi:
a.

fasilitasi pengelolaan BUM Desa serta meningkatkan ketersediaan


sarana prasarana produksi khususnya benih, pupuk, pasca panen,
pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga
desa;

b.

fasilitasi,
pembinaan,
maupun
pendampingan
dalam
pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit, kesempatan
berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; dan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 79

PENDAMPING
DESA

c.

3.

Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan


pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk di
permukiman transmigrasi melalui strategi:
a.

f.
4.

mengembangkan
kewirausahaan;

pendidikan

berbasis

ketrampilan

dan

b.

memberi pengakuan, penghormatan, perlindungan,


dan pemajuan hak-hak masyarakat adat;

c.

mengembangkan
kapasitas
dan
pendampingan
kelembagaan
kemasyarakat
an
desa
dan
kelembagaan adat secara berkelanjutan;

d.

meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat


termasuk perempuan, anak, pemuda dan penyandang
disabilitas
melalui
fasilitasi,
pelatihan,
dan
pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
monitoring pembangunan desa;

e.

menguatkan
kapasitas
masyarakat
desa
dan
masyarakat
adat
dalam
mengelola
dan
memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan,
serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir
secara berkelanjutan; dan

meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW) di


desa.

Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan


berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan
dengan strategi:
a.

5.

meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam


pemanfaatan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Tepat Guna.

konsolidasi satuan kerja lintas Kementerian/Lembaga;


b.

memastikan
berbagai
perangkat
peraturan
pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa,
dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP
Sistem Keuangan Desa;

c.

memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana


Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan
bertahap;

d.

mempersiapkan
Pemerintah
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota
dalam
mengoperasionalisasi
pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat
ditetapkan menjadi desa adat.

Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Pembangunan Sumber Daya


Manusia, Keberdayaan, dan Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa
Penguatan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa melalui strategi:

PENDAMPING

a.

DESA dan
melengkapi
mensosialisasikan
peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa;

b.

Meningkatkan kapasitas pemerintah desa, Badan


Permusyawaratan Desa, dan kader pemberdayaan
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring
pembangunan
desa,
pengelolaan
keuangan desa serta pelayanan publik melalui
fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan;

c.

6.

7.

menyiapkan data dan informasi desa yang


digunakan sebagai acuan bersama perencanaan
dan pembangunan desa.

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup berkelanjutan,


serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan
transmigrasi melalui strategi:
a.

menjamin pelaksanaan distribusi lahan kepada


desa-desa dan distribusi hak atas tanah bagi petani,
buruh lahan, dan nelayan;

b.

menata ruang kawasan perdesaan untuk melindungi


lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan
produktif dan lahan konservasi;

c.

menyiapkan dan melaksanakan kebijakan untuk


membebaskan desa dari kantong-kantong hutan
dan perkebunan;

d.

menyiapkan kebijakan tentang akses dan hak desa


untuk mengelola sumber daya alam berskala lokal
termasuk pengelolaan hutan negara oleh desa
berorientasi keseimbangan lingkungan hidup dan
berwawasan mitigasi bencana untuk meningkatkan
produksi pangan dan mewujudkan ketahanan
pangan;

e.

menyiapkan dan menjalankan kebijakan-regulasi


baru tentang shareholding antara pemerintah,
investor, dan desa dalam pengelolaan sumber daya
alam;

f.

menjalankan
program-program
investasi
pembangunan perdesaan dengan pola shareholding
melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang
saham;

g.

merehabilitasi kawasan perdesaan yang tercemar


dan terkena dampak bencana khususnya di daerah
pesisir dan daerah aliran sungai.

Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan


transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota dengan strategi:
a.

mewujudkan dan mengembangkan sentra produksi,


sentra industri pengolahan hasil pertanian dan
perikanan, serta destinasi pariwisata;

b.

meningkatkan akses transportasi desa dengan


pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal/wilayah;

c.

mengembangkan kerjasama antar desa, antar


daerah, dan antar pemerintah-swasta termasuk
kerjasama
pengelolaan
BUMDesa,
(melalui
pembentukan lembaga BUM Desa Bersama atau
kerjasama antar 2 BUM Desa) dan membangun

82| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank


khusus untuk pertanian, UMKM, dan Koperasi;
d.

membangun sarana bisnis/pusat bisnis di perdesaan;


e.

mengembangkan komunitas teknologi informasi dan


komunikasi bagi petani untuk berinteraksi denga
pelaku ekonomi lainnya dalam kegiatan produksi
panen, penjualan, distribusi, dan lain-lain.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 81

B.

Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pemberdayaan


Desa

1.

Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa sesuai dengan kondisi


geografis Desa, melalui strategi: menyusun dan memastikan
terlaksananya NSPK SPM Desa (antara lain perumahan, permukiman,
pendidikan, kesehatan, perhubungan antar permukiman ke pusat
pelayanan pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan
ekonomi, pengairan, listrik dan telekomunikasi);

2.

Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi


masyarakat Desa, melalui strategi: (i) penataan dan penguatan
BUMDesa untuk mendukung ketersediaan sarana prasarana produksi
khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan perikanan
skala rumah tangga desa; (ii) fasilitasi, pembinaan, maupun
pendampingan
dalam
pengembangan
usaha,
bantuan
permodalan/kredit,
kesempatan
berusaha,
pemasaran
dan
kewirausahaan; dan
(iii) meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan
dan pengembangan Teknologi Tepat Guna Perdesaan;

3.

Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan


pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa untuk mendukung
peningkatan karakter jati diri bangsa melalui revolusi mental, dengan
strategi:

C.

1)

mengembangkan
kewirausahaan;

2)

mendorong
kesehatan;

3)

mengembangkan
kapasitas
dan
pendampingan
lembaga
kemasyarakatan desa dan lembaga adat secara berkelanjutan;

4)

menguatkan partisipasi masyarakat dengan pengarusutamaan


gender termasuk anak, pemuda,lansia dan penyandang disabilitas
dalam pembangunan desa;

5)

menguatkan kapasitas masyarakat desa dan masyarakat adat


dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lahan dan
perairan, serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir
secara berkelanjutan;

6)

meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dan
kelembagaan
masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial,
lingkungan keamanan dan politik; (vii) meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring
pembangunan desa; dan

7)

meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW) di


desa.

peran

pendidikan
aktif

berbasis

masyarakat

keterampilan

dalam

pendidikan

dan
dan

Tugas Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan


Masyarakat Desa

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa


mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar,
pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana

prasarana desa, dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa menjalankan
fungsi :
1.

perumusan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan


sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan
sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa;

2.

pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan


sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan
sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa;

3.

penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang


pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat
guna, danpembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan
masyarakat desa;

4.

pemberian Pembimbingan kinerja dan supervisi di bidang pembinaan


pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi
desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna,
dan pembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan
masyarakat desa;

5.

pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan pengelolaan


pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa,
pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna,
danpembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan
masyarakat desa;

6.

pelaksanaan administrasi Direktorat


Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan

7.

pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

D.

Tiga Pilar Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Jenderal

Pembangunan

dan

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak


dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan
utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut
juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi
peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama,
Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk
mengarusutamakan
penguatan
kapabilitas
manusia
sebagai
inti
pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan
yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini
mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan
rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga,
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 83

Lingkar Budaya Desa


pembangunan yang

(Karya

Desa).

84| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Matra

ini

mempromosikan

meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial,


ekonomi, budaya dan lain-lain.

1.

Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan


memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak
dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga
maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah
perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi
ketidakberdayaan,
kemiskinan
dan
bahkan
marjinalisasi.
Fakta
ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan
sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup
bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang
multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk
dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat
miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di
sini,
matra Jaring
Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu
mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai
aspekkehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan
moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan
dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui
pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah (non
formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai
media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat.
Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari
tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat
untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2.

Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa)

Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini


merupakan suatu
ikhtiar
untuk
mengoptimalisasikan
sumberdaya di
desa
dalam
rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep
Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk
melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas
kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang- cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak,

serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran


rakyat.
Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan
yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi
dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan
perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di
wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan
penumbuhan
aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi

sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi


kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa.
Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi
yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara
berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat
desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil
guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan.
Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas,
tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan
ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya
mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang
menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di
desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas
ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan
solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan
Usaha Milik Desa (BUM Desa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama,
atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga
ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam
menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU
Desa, misalnya pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan
pengelolaan oleh orang-orang Desa yang terujisecara nilai dan moral, serta
memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan
daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset
produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi
menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan
di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah
letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan
sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan
ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan
desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja
tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya
persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan
pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga,
terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga
meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik
secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan
untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang
kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga
(resilience) dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara

ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga


untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang
alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di
desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap
eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara
teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi

tepat guna berbasis sumberdaya


sumberdaya manusia lokal.

3.

alam

lokal,

teknologi

lokal,

dan

Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)

Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari
kerja budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan,
persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan
pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini
mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi
warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan
lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi),
tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar
Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena
kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan,
solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama.
Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan
Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan
baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan,
bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja
budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of
conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan
mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan.
Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa
tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen
untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD
dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan dapat
melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak
yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa.

E.

Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)

Pemberdayaan masyarakat Desa, dapat diartikan sebagai suatu proses yang


membangun
manusia
atau
masyarakat
melalui
pengembangan
kemampuan masyarakat di Desa, perubahan perilaku masyarakat, dan
pengorganisasian masyarakat. Tujuan utama dalam pemberdayaan
masyarakat, yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah
perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Prioritas
penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan
Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan

meningkatkan
kapasitas
warga
atau
masyarakat
desa
dalam
pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala
ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain:

1.

Peningkatan
investasi
ekonomi
desa
melalui
pengadaan,
pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan
peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan;

2.

Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa


atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga
ekonomi masyarakat Desa lainnya;

3.

Bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan


pangan Desa;

4.

Pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan


bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas
Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre);

5.

Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta dan ketersediaan


atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi di Desa;

6.

Dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/Pantai Desa dan


Hutan/Pantai Kemasyarakatan;

7.

Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan


dan pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

8.

Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan


analisis kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

F.

Infrastruktur Desa (ID)

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perdesaan nasional


dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
Pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap
pertama kepada pemerintah desa. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh
Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah disalurkan, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT)
bertugas mengawal prioritas penggunaan Dana Desaagar sesuai dengan
Peraturan Menteri yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun
2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, dana desa di
tahun 2016 ini digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan
kegiatan berskala lokal desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa. "Sesuai Permendes 21 tahun 2015, prioritas pertama
penggunaan dana desa yaitu untuk membangun infrastuktur antara lain
jalan, irigasi, jembatan sederhana, dan talud. Dalam tahap ini pembangunan
perdesaan meliputi pengembangan agroindustri padat karya, hingga
intervensi harga dan kebijakan propertanian. Program Pembangunan
Infrastruktur Perdesaan merupakan salah satu program pembangunan
infrastruktur untuk desa dan kawasan desa yang berbasis pada partisipasi
masyarakat.

Ruang lingkup pembangunan infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga


bagian, yaitu :
1.

Pembangunan
infrastruktur
transportasi
perdesaan
guna
mendukung peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu:
jalan, jembatan, tambatan perahu;

2.

Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi pertanian,


yaitu: irigasi perdesaan.

3.

Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan


kebutuhan dasar masyarakat, meliputi: penyediaan air minum,
sanitasi perdesaan.[4]

Dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan di kawasan


perdesaan ini merupakan program lanjutan dari program pembangunan
infrastruktur perdesaan sebelumnya, dengan pendekatan salah satunya
adalah keberpihakan pada yang miskin, yaitu orientasi kegiatan baik dalam
proses maupun pemanfaatan yang hasilnya diupayakan dapat berdampak
langsung pada penduduk miskin. Jenis-jenis infrastruktur tersebut menjadi
dasar dalam pengelompokan pembangunan infrastruktur yang dilakukan
melalui pendampingan Desa.

G.

Pembangunan Partisipatif (PP)

Pembangunan yang partisipatif merupakan kegiatan pembangunan yang


memadukan kebijakan pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Model
pembangunan partisipatif mengasumsikan bahwa, pertama masyarakat
dapat mengidentifikasi kebutuhan atau masalahnya sendiri; kedua,
masyarakat memiliki pengalaman melaksanakan kegiatan pembangunan;
ketiga, pembangunan bukan hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah
tetapi juga tugas dan tanggung jawab masyarakat. dalam proses
pembangunan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, perumusan
kebutuhan, perumusan masalah yang dihadapi, dalam pelaksanaan
kegiatan, pemantauan dan evaluasinya. Tujuan akhir pembangunan
partisipatif, meliputi:
1.

Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai hak terutama


untuk rakyat miskin dan inheren dalam strategi pembangunan dan
pemberdayaan yang berorientasi kepada orang miskin (pro-poor);

2.

Partisipasi seluruh pihak yang terlibat (stakeholders) terutama


ditujukan untuk meningkatkan akurasi informasi dan relevansi realitas
kehidupan yang diputuskan dan dibangun;

3.

keikutsertaan
pelaku
atau
pemanfaat
utama
pembangunan
(stakeholdersutama) dapat meningkatkan rasa kepemilikan dalam
proses pembangunan, penggunaan sumberdaya lebih baik untuk
memobilisasi sumberdaya lokal dalam mensubstitusi input dari luar
secara efektif dan efisien;

4.

Proses partisipasi meningkatkan ketrampilan, kapasitas dan jaringan


bagi partisipan sehingga mewujudkan pembangunan yang pro-poor,
berbasis civil society dan pemberdayaan

Pola pembangunan partisipatif juga mendorong keswadayaan


masyarakat. Swadaya masyarakat berupa bantuan atau sumbangan baik
dalam bentuk uang, material dan non fisik dalam bentuk tenaga dan
pemikiran dalam kegiatan pembangunan. Bentuk konkret swadaya
masyarakat diantaranya adanya gotong royong masyarakat, yaitu kegiatan
kerjasama masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang
diarahkan pada penguatan persatuan dan kesatuan masyarakat serta
peningkatan peran aktif masyarakat dalam pembangunan..

H.

Pengembangan Ekonomi Desa (PED)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi


sedang mendorong terbangunnya keterkaitan antara desa dan kota sebagai
bagian dari
strategi pengembangan kawasan pedesaan di Indonesia.
Mengacu pada Perpres 2/2015 tentang RPJMN 2015-2019, Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi membuat pemetaan tahapan-tahapan
prosesnya. Untuk 5.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang,
tahapannya adalah tahun 2015-2016 sebanyak 500 desa, kemudian 20162017 sebanyak 1.000 desa, lalu tahun 2017-2018 sebanyak 1.500 desa, dan
tahun 2018- 2019 sebanyak 2000 desa, sehingga dalam lima tahun total
5000 desa tertinggal dapat menjadi desa berkembang.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengembangkan ekonomi
kawasan perdesaan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.Pengembangan
ekonomi kawasan pedesaan akan dilakukan dengan mengembangkan
sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan,
serta membangun destinasi pariwisata. Selanjutnya, akses transportasi desa
dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal atau pun wilayah harus
terus ditingkatkan. Disamping itu, dikembangkan juga kerjasama antar
desa, antar daerah, dan antar pemerintah-swasta, termasuk kerjasama
pengelolaan BUM Desa serta mendorong pembangunan sarana bisnis atau
pun pusat bisnis di pedesaan.
Ruang lingkup pengembangan Ekonomi Perdesaan meliputi:
1.

Meningkatkan kegiatan ekonomi desa yang berbasis komoditas


unggulan,
melalui pengembangan rantai nilai, peningkatan
produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau;

2.

Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi,


pengolahan, dan pasar desa;

3.

Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha,


pemasaran dan informasi pasar. Mengembangkan lembaga pendukung

ekonomi desa seperti BUM Desa, koperasi dan lembaga ekonomi mikro
lainnya.

I.

Teknologi Tepat Guna (TTG)

Teknologi Tepat Guna Teknologi Tepat Guna (TTG) lahir sebagai jawaban
(respons positif) para ilmuan, peneliti, pemerintah dan masyarakat dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebutuhan, dan
tantangan hidup masyarakat. Tujuan Teknologi Tepat Guna: Menerapkan
konsep-konsep manajemen modern ke dalam praktek (dunia nyata dan
perilaku
masyarakat)
dalam
upaya
optimalisasi
hasil
produksi/pendapatannya. Teknologi tepat guna merupakan salah satu
alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Desa.
Teknologi tersebut harus berpotensi memenuhi kriteria, yaitu: (a)
mengkonversi sumberdaya alam, (b) menyerap tenaga kerja, (c) memacu
industri rumah tangga, dan (d) meningkatkan pendapatan masyarakat.
Secara nasional, bahwa untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,
mempercepat kemajuan desa dan menghadapi persaingan global dipandang
perlu
melakukan
percepatan
pembangunan
perdesaan
melalui
pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang yang didukung oleh
penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
Konferensi Nasional Teknologi Tepat Guna 2014 dilakukan dalam dua
kelompok Konferensi, yaitu Kelompok Kebijakan dan Kelembagaan serta
Kelompok Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna. Jumlah
peserta yang hadir sekitar 100 orang, berasal dari lembaga pemerintah
pusat dan daerah, peneliti dan akademisi dari perguruan tinggi, maupun
praktisi pengusaha kecil menengah dan lembaga swadaya masyarakat. Para
peserta Konferensi menyepakati pula hal-hal khusus di ranah Kebijakan,
Kelembagaan, serta Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat
Guna sebagai berikut:
1.

Mendorong pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna


untuk kemandirian masyarakat desa sesuai dengan amanat Undang
undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.

2.

Mendorong penguatan landasan hukum pengembangan dan


pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna dari semula, Instruksi Presiden
Nomor 3 tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi
Tepat Guna menjadi Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan dan
Penerapan Teknologi Tepat Guna. Kebijakan tersebut diperlukan
sebagai landasan strategis nasional agar teknologi tepat guna
Indonesia mampu berkontribusi mendukung Implementasi UndangUndang Desa No 6 Tahun 2014.

3.

Mendorong agar gerakan nasional pemanfaatan dan pemasyarakatan


Teknologi Tepat Guna untuk penanggulangan kemiskinan dapat
dimasukan dalam RPJMN.

4.

Mendorong adanya kebijakan finansial/perbankan yang berpihak


kepada UMKM, khususnya dalam hal kemudahan perolehan dan bunga
pinjaman, sehingga penyediaan, implementasi maupun scaling up dan

90| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

scaling down (fine tunning) Teknologi Tepat Guna


dan berkesinambungan.
5.

sesuai kebutuhan

Diusulkan adanya Program Aksi Nasional untuk Pengembangan


Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna dengan
melibatkan lebih banyak stakeholders (multipihak) secara sinergi,
didasari semangat kemitraan antara

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 91

pemerintah, lembaga litbang, universitas, swasta, dan masyarakat


(quadruple helix) dapat terbangun dan berkelanjutan.
6.

Mendorong pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk penanggulangan


kemiskinan dengan cara mengintegrasikan program pemerintah,
seperti: Pembangunan Wilayah Perbatasan, Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Lokal, Pengembangan Perdesaan dan lain lain.

Penguatan kelembagaan TTG meliputi:


1.

Diperlukan adanya lembaga yang dibentuk berdasarkan kebijakan


pemerintah dan berlandasan hukum, yang mampu berfungsi
menjembatani kepentingan masyarakat terhadap teknologi tepat guna;

2.

Memberikan arahan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun


lembaga intermediasi Teknologi Tepat Gunadalam bentuk Pos
Pelayanan Teknologi (Posyantek) di kecamatan dan Warung Teknologi
(Wartek) di desa, namun masih perlu dukungan kuat berbagai pihak
baik di level pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa;

3.

Telah terbentuk Forum Komunikasi Nasional Teknologi Tepat Guna dan


Forum Komunikasi Posyantek Nusantara sebagai ajang interaksi
penyedia teknologi, pengguna teknologi, pemerintah daerah maupun
lembaga intermediasi;

4.

Telah terbentukClearing House Teknologi Tepat Guna Isi dari Clearing


House ini adalah data dan informasi Teknologi Tepat Guna hasil litbang
lembaga riset, perguruan tinggi, maupun inovasi akar rumput yakni
hasil karya berbagai unsur masyarakat termasuk juga didalamnya
panduan atau pedoman pemanfaatan dan pemasyarakatan Teknologi
Tepat Guna. Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI sebagai
Clearring House: www.ttg; www.lipi.go.id. Jl. KS. Tubun No. 5 Subang
41213, email: ttg@mail.lipi.go.id.

Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna:


1.

Diperlukan revitalisasi pemahaman baru mengenai terminologi


teknologi tepat guna yang bukan terbatas pada alat (piranti keras dan
lunak) atau teknologi semata akan tetapi lebih merupakan sebuah
konsep pikir yang dimaknai sebagai pendekatan penerapan teknologi
secara komprehensif dengan mempertimbang- kan elemen teknologi,
sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengedepankan pencapaian
kesejahteraan masyarakat.

2.

Diperlukan pedoman teknis Implementasi Teknologi Tepat Guna di


masyarakat dengan mengapresiasi ke-khasan wilayah (secara sosial,
ekonomi dan lingkungan) sebagai tindakan pra-implementasi Teknologi
Tepat Guna perlu dilakukan penyiapan masyarakat pengguna sehingga
strategi implementasi akan selalu selaras dengan kebutuhan dan
kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

3.

Dalam melakukan pemasyarakatan teknologi tepat guna, mutlak harus


disertai dengan pendampingan untuk memastikan keberhasilan alih
teknologi sesuai dengan tujuan
Teknologi Tepat Guna
yakni
mensejahterakan masyarakat.

4.

Diperlukan langkah strategis Pemetaan Teknologi Tepat Guna secara


nasional untuk mengenali potensi dan kebutuhan masyarakat terhadap
Teknologi Tepat Guna untuk kemudian dibangun Data Base yang
mudah diakses oleh siapapun;

5.

Membangun jejaring multisektor untuk peningkatan akses masyarakat


ke dukungan teknologi, finansial, pasar, dan perlindungan hak
kekayaan intelektual. Contoh konkrit keberpihakan Pemerintah Daerah
yang layak diacu adalah Program Pemberdayaan Masyarakat
Perdesaan di Kabupaten Musi Banyuasin yang mengadopsi konsep
PNPM dan mengintegrasikan teknologi tepat guna di dalam sebuah
sistem yang mengarah pada pengejawantahan Undang Undang No 6
tahun 2014 tentang Desa;

6.

Dasar pemikiran dari segala tindak strategis, seyogyanya adalah


bagaimana membantu negara menyelesaikan permasalahan dengan
mengembangkan serta mengimplementasikan teknologi tepat guna
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

7.

Diperlukan lembaga inkubasi teknologi yang dapat membantu


masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Tepat Guna untuk
peningkatan kesejahteraan.

J.

Pelayanan Sosial Dasar (PSD)

Penyelenggaraan pelayanan sosial dasar dilakukan untuk mengupayakan


terpenuhinya kebutuhan dasar dan taraf kesejahteraan sosial masyarakat di
desa. Pelayanan sosial dasar dalam penyelenggaraan pembangunana dan
pemberdayaan desa dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dan pelayanan sektoral secara efektif dan efisien.
Berdasarkan isu-isu strategis yang harus ditangani, sasaran peningkatan
pelayanan sosial dasar ke depan diharapkan dapat memenuhi lima hal.
Pertama, terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dasar permukiman yang
memadai bagi masyarakat perbatasan. Kedua, terpenuhinya kebutuhan
pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat
perbatasan. Ketiga, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia (SDM)
masyarakat perbatasan. Keempat, tertatanya
sistem tata kelola
pemerintahan kawasan perbatasan. Kelima, meningkatnya kualitas
pelayanan serta sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan di kawasan
perbatasan. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan
peningkatan pelayanan sosial dasar meliputi peningkatan infrastruktur
dasar permukiman, peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan
kesehatan, serta peningkatan sistem tata kelola pemerintahan kawasan
perbatasan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan.
Ruang lingkup pelayanan sosial dasar di Desa, meliputi:
1.

Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam hal


perumahan,
sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase
lingkungan) dan air minum;

92| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

2.

Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam bidang


pendidikan dan kesehatan dasar (penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kesehatan serta tenaga pendidikan dan kesehatan).
Pemenuhan pelayanan pendidikan dan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 93

kesehatan merupakan upaya terhadap pencapaian target Millenium


Development Goals (MDG's);
3.

Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar dalam


menunjang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat perdesaan yang
berupa akses ke pasar, lembaga keuangan, dan toko saprodi
pertanian/perikanan;

4.

Meningkatkan kapasitas maupun kualitas jaringan listrik, jaringan


telekomunikasi, dan jaringan transportasi;

5.

Meningkatkan keberdayaan masyarakat adat, melalui penguatan


lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan hak-hak masyarakat adat
sesuai dengan perundangan yang berlaku;

6.

Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial


budaya masyarakat dan keadilan gender (kelompok wanita,
berkebutuhan khusus/difabel, pemuda, anak, dan TKI).

Daftar Pustaka

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20Tahun 2010 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna.
Hanibal Hamidi, (2015) Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa Direktur Pelayanan Sosial Dasar,
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa. Seminar Internasional Temu Ilmiah Nasional XV Fossei.Jogjakarta,
4 Maret 2015

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

3
TATA KELOLA
DAN
KELEMBAGAAN
DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 95

PENDAMPING DESA

96| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

SP
B
3.1

Rencana
Pembelajaran

PENDAMPING
DESA

Kelembagaan

Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan
peran
utama
Kelembagaan
Pemerintahan Desa;
2. Menjelaskan hubungan kerja antar Lembaga
Pemerintahan Desa.

Waktu
45 menit (1 JP)
Metode
Pemaparan, curah pendapat
Media

Media tayang 3.1.1:

Lembar Informasi 3.1.2: Kelembagaan Desa

Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, LCD

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Jelaskan jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan


dari subpokok bahasan Kelembagaan Desa.

2.

Ajukan pertanyaan terkait pemahaman peserta tentang


kelembagaan desa:

3.

Berikan tanggapan terhadap pendapat peserta dan


penjelasan
dengan
menggunakan
media
tayang
Kelembagaan Desa mengenai:

4.

Kelembagaan Desa dan unsurnya.

Fungsi utama unsur-unsur Kelembagaan Desa

Hubungan kerja antar unsur Kelembagaan Desa

Sebelum sesi ditutup, tegaskan pentingnya Pendamping


Desamemahami tugas dan fungsi utama unsur-unsur
Kelembagaan Desa sebagai dasar untuk menjalankan tugas
pendampingan

SP
B
3.1

A.

Lembar
Informasi

Kelembagaan

Pengantar
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6
Tahun 2014 tentang Desa, berkedudukan
sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan
sebagai
pemimpin
masyarakat.Meskipun
Kepala desa memperoleh banyak penugasan
dari pemerintah, tetapi harus ditegaskan bahwa
ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah.
Kepala
desa
adalah
pemimpin
masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh
mandat dari rakyat, yang harus mengakar
dekat
dengan
masyarakat,
sekaligus
melindungi, mengayomi dan melayani warga
masyarakat.Kepala desa berbeda dengan
camat maupun lurah.Camat merupakan pejabat

administratif yang berada di bawah dan


bertanggungjawab
kepada
Bupati/Walikota.Bupati/Walikota
yang
berwenang mengangat dan memberhentikan
Camat.
UU
Desa
mengkonstruksikan
pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi
masyarakat berpemerintahan (self governing
community) dengan pemerintahan lokal (local
self government).Dalam rangka self governing
community Kepala Desa (Kades) sebagai
pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati,
posisi
bupati
adalah
pembinaan
dan
pengawasan
tetapi
tidak
memerintah.Sedangkan dalam rangka local self
government
Kades
merupakan
kepala
pemerintahan organisasi pemerintahan paling
kecil dan paling bawah dalam pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masa jabatan kepala Desa diatur dalam
Pasal 39 UU No. 6/2014 yakni;
(1)

(2)

B.

Kepala Desa memegang jabatan selama 6


(enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
Kepala Desa dapat menjabat paling
banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara
berturut-turut atau tidak secara berturutturut.

Perangkat Desa
Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa;
pelaksana
kewilayahan;
dan
pelaksana
teknis.Perangkat desa bertugas membantu
dan bertanggungjawab kepada Kepala

Desa.Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan


dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.Persyaratan pengangkatan
perangkat desa:
(1)
(2)
(3)
(4)

berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang


sederajat;
berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua)
tahun;
terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Sebagaimana syarat perangkat desa diatas, rentang umur antara 20


tahun hingga 42 tahun bukanlah masa jabatan perangkat desa, melainkan
syarat atau batasan umur bagi seseorang yang melamar menjadi perangkat
desa. Artinya seseorang yang boleh melamar menjadi perangkat desa ketika
berumur antara 20 tahun hingga 42 tahun. Seseorang yang masih berumur
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 42 tahun, maka yang bersangkutan
tidak boleh mendaftar atau melamar menjadi perangkat desa.

C.

BPD dan Musyawarah Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi demokrasi


perwakilan desa, meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga legislatif
seperti DPR. Ada pergeseran (perubahan) kedudukan BPD dari UU No.
32/2004 ke UU No. 6/2014 (Tabel 1).Menurut UU No. 32/2004 BPD
merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa bersama pemerintah
desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa.Ini
artinya fungsi hukum (legislasi) BPD relatif kuat.Namun UU No. 6/2014
mengeluarkan (eksklusi) BPD dari unsur penyelenggara pemerintahan dan
melemahkan fungsi legislasi BPD.BPD menjadi lembaga desa yang
melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus juga menjalankan fungsi
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desa serta menyelenggarakan musyawarah
desa.Ini berarti bahwa eksklusi BPD dan pelemahan fungsi hukum BPD
digantikan dengan penguatan fungsi politik (representasi, kontrol dan
deliberasi).
Secara politik musyawarah desa merupakan perluasan BPD. Pada UU
No. 6/2014 tentang Desa, dalam Pasal 1 (ayat 5) disebutkan bahwa
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis. Pengertian tersebut memberi
makna betapa pentingnya kedudukan BPD untuk melaksanakan fungsi
100| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

pemerintahan,
terutama
mengawal
permusyawaratan dalam musyawarah Desa.

berlangsungnya

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 101

forum

PENDAMPING
DESA

Tabel Kedudukan dan fungsi BPD menurut UU 32/2004 dan


UU 6/2014
No Komponen
1.

Definisi
BPD

UU No. 32/2004
Lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagai
unsur penyelenggara
pemerintahan desa

2.

Kedudukan
BPD

3.

Fungsi
hukum

4.

Fungs
i
politi
k

UU No. 6/2014
Lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis

Sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan
desa. BPD berwenang dan
ikut mengatur dan mengurus
desa.
Menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa

Sebagai lembaga desa yang


terlibat melaksanakan fungsi
pemerintahan, tetapi tidak secara
penuh ikut mengatur dan
mengurus desa.
Membahas dan menyepakati
Rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa,

BPD sebagai kanal


(penyambung) aspirasi
masyarakat dan melakukan
pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Desa
(Perdes) dan Peraturan
Kepala Desa

menampung dan
menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa;
melakukan pengawasan
kinerja Kepala Desa
Menyelenggarakan
musyawarah desa

Kepala Desa dan perangkat desa merupakan unsur penyelenggara


pemerintahan desa yang bekerja setiap hari nonstop dan penuh waktu (full
time).Karena itu mereka memperoleh penghasilan tetap.Sedangkan BPD
berbeda dengan DPRD.BPD bersifat semi-relawan yang tidak bekerja penuh
waktu (full time) seperti Pemerintah Desa, sehingga hak yang diterima
adalah tunjangan.

D.

Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan


Desa

Sesuai dengan UU Desa pasal 54, Musyawarah Desa wajib diselenggarakan


oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk mendiskusikan dan memutuskan
hal-hal strategis desa. Ada hal strategis desa yang harus dibahas ketika
muncul dan atau dibutuhkan desa seperti pendirian/pembubaran BUMDesa,
pengelolaan/pelepasan/pemberian aset desa, kerja sama antar desa dan
pembahasan RPJMDesa. Ada masalah strategis yang harus dibahas secara
tahunan yaitu menetapkan prioritas belanja desa berdasarkan kebutuhan
masyarakat dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kegiatan

PENDAMPING

tahun sebelumnya.MusyawarahDESA
desa diselenggarakan BPD dengan sumber
pendanaan dari APBDesa.Musyawarah Desa sangat penting dalam
mewujudkan demokrasi berlandaskan
musyawarah
(deliberative
democracy) dimana keputusan-keputusan

penting menyangkut kehidupan warga desa tidak hanya diputuskan oleh


pemerintah desa melainkan oleh seluruh komponen masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) lebih
teknis, yaitu menindaklanjuti prioritas belanja yang telah ditetapkan oleh
Musyawarah Desa menjadi lebih rinci seperti perhitungan teknis, rencana
anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Karena itu
Musrenbangdes merupakan domain pemerintahan desa (kepala dan
perangkat desa), tentu saja dalam proses musrenbangdes pemerintahan
desa tetap melibatkan BPD dan perwakilan kelompok masyarakat untuk
menjamin
mandat
Musyawarah
Desa
diimplementasikan
dalam
perencanaan yang lebih teknis.
Sebelum UU 6/2014, Musrenbangdes dilaksanakan untuk menjaring
aspirasi masyarakat desa terhadap pembangunan/pelayanan yang akan
diselenggarakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ini dilakukan
karena desa dianggap tidak memiliki sumber daya untuk pembangunannya,
sehingga pembangunan akan dilakukan oleh SKPD. Dengan kata lain desa
dilihat sebagai pengusul dan penerima manfaat pembangunan.
UU Desa mengalokasikan sumber daya keuangan ke desa berdasarkan
prinsip pengakuan dan subsidiaritas.Dan MusDes merupakan kegiatan
tahunan bertujuan
untuk menetapkan prioritas belanja desa. Dengan
demikian, musdes akan efektif jika seluruh sumber pendanaan yang
signifikant bagi desa telah diketahui oleh desa yaitu setelah RKP (nasional)
dan RKPD/KUA PPAS (daerah) ditetapkan sebelum bulan juni. Berdasarkan
kedua informasi tersebut maka perkiraan dana yang akan diperoleh desa
bisa diketahui/diinformasikan kepada desa.
Tentu saja desa dapat mengusulkan program/kegiatan kepada SKPD.
Unsulan program tersebut dipisahkan dari program/kegiatan yang menjadi
kewenangan desa dan akan disampaikan oleh Desa dalam forum
Musrenbang
Kecamatan/Kabupaten
yang
diselenggarakan
oleh
Kabupaten/Kota.

E.

Peran BPD dalam Musyawarah Desa

BPD bertanggung jawab menyelenggarakan musyawarah desa. Tanggung


jawab itu mencakup tahap persiapan, pelaksanaan dan pasca musdes:
(1)

Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompokkelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat
(kelompoknya) secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah
yang akan menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa.
BPD bersama masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil
pembangunan yang dijadikan bahan pembahasan Musyawarah Desa.

102| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

(2)

Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah


desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 103

(3)

Tahap pasca musdes, BPD memastikan prioritas belanja yang


ditetapkan musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun
sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintahan desa.

Musyawarah desa melibatkan masyarakat yang diwakili oleh


perwakilan
kelompok dan tokoh masyarakat.Kelompok merujuk pada
kelompok-kelompok sosial yang ada di desa, bisa formal maupun informal
mencakup kelompok tani, kelompok perempuan, kelompok nelayan,
dll.Tokoh merujuk pada individu yang memiliki pandangan yang perlu
diperhatikan demi kemajuan desa seperti tokoh pendidikan, tokoh
keagamaan, tokoh adat, kader pemberdayaan desa dll.Dengan pengertian di
atas, memang ada resiko bahwa musyawarah desa akhirnya dapat dibajak
oleh kelompok elit desa.
Karena itu, adalah tugas BPD dan fasilitator pendamping desa untuk
menjamin kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan secara sosial dan
budaya, seperti perempuan, anak-anak dan berkebutuhan khusus tidak
tertampung kepentingannya dalam musyarawah desa. Ada dua cara untuk
menjamin ini terjadi. Pertama, melibatkan kelompok masyarakat miskin dan
terpinggirkan dalam musyawarah desa, baik dalam penilaian kebutuhan
maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap pelaksanaan
musyawarah. Kedua, kalau ada keterbatasan kelompok miskin terlibat
dalam proses karena keterbatasan akses, kapasitas dan apatisme, maka
BPD dan faslitator harus memperjuangkan kepentingan peningkatan
kesejahteraan kelompok miskin dan terpinggirkan. Ini dapat memanfaatkan
serangkaian metode dan alat untuk menjadikan prioritas belanja lebih
berpihak pada peningkatan kesejahteraan kelompok miskin dan
terpinggirkan[]

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
3.
2

Musyawarah Desa
Sebagai Penggerak
Demokratisasi
Desa

Tujuan
Setelah pelatihan sessi ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;

2.

Menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat


dalam Musyawarah Desa;

3.

Menguraikan
mekanisme
pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa;

Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, Penugasan Kelompok, Diskusi
Media

Media tayang 3.2.1:


Bahan bacaan 3.2.1:Musyawarah Desa Sebagai
Penggerak Demokratisasi Desa

Alat Bantu
Spidol, Kertas Plano, Bahan Presentasi, Film, dan LCD
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 105

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1. Jelaskan tujuan hasil dan proses yang diharapkan dari
subpokok bahasanMusyawarah Desa Sebagai Penggerak
demokratisasi Desa.
2. Tanyakan kepada peserta apakah ada yang pernah terlibat
dalam musyawarah desa dan apa yang bisa dijelaskan
tentang musyawarah desa, siapa saja yang terlibat, apa saja
yang dibahas, bagaimana keterlibatan masyarakat, dan
bagaimana proses pengambilan keputusan.
3. Berikan tanggapan terhadap pendapat peserta dan berikan
penegasan dengan mengunakan media tayang tentang
Musyawarah Desa, dengan memberikan kesempatan tanya
jawab.
4. Menonton film pendek tentang musyawarah desa, dengan
meminta peserta untuk memberikan pengamatan terhadap
praktek musyawarah desa tersebut.
5. Membagi peserta ke dalam 3-4 kelompok, mendiskusikan hal
positif dan hal yang perlu ditingkatkan dari praktek
musyawarah desa dalam film tersebut terkait dengan :

Keterwakilan peserta

Agenda yang dibahas

Keterlibatan masyarakat di dalam pengambilan keputusan

Proses pengambilan keputusan

6. Minta satu atau dua kelompok untuk mempresentasikan hasil


diskusi dan kemudian kelompok lain untuk memberikan
tanggapan
7. Pelatih memberikan tanggapan dan penegasan mengenai
peran Pendamping Desa dalam Musyawarah Desa.

PENDAMPING
DESA

SP
B
3.
2

A.

Lembar Informasi

Musyawarah Desa
Sebagai Penggerak
Demokratisasi
Desa

Pengertian Musyawarah Desa


Istilah musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa
Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan
mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan
kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan syuro,
rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kata Musyawarah
menurut
bahasa
berarti
"berunding"
dan
"berembuk".Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua
orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.Musyawarah
adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam
memecahkan suatu masalah.Cara pengambilan keputusan bersama dibuat
apabila keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau
masyarakat luas.
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi
untuk
mengambil
keputusan
atas
hal-hal
yang
bersifat
strategis.Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka
kerja demokratisasi dimaksudkan untukmengedepankan Musyawarah Desa
yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.Dengan
demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian
integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam UndangUndang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa
atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

B.

Dasar Pemikiran Muswarah Desa

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif


yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi
masyarakat lokal Indonesia.Salah satu model musyawarah desa yang telah
lama hidup dan dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat
Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.Dalam tradisi rapat desa selalu
diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap

PENDAMPING
DESA

aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat


terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di masyarakat.
Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa
tempat seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku,
Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan
tradisi musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak
melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan lainnya.

C. Tujuan Muswarah Desa


Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan
dalam pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai
sudut pandang.Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai
dengan standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh
dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat
pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa
dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehinggakeputusan
yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta
dengan penuh rasa tanggung jawab.Dengan demikian, pemaksanaan desa
sebagai self governing community (SGC) direpresentasikan oleh
Musyawarah Desa.

D.
1)

Prinsip-Prinsip Muswarah Desa


Partisipatif
Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap
kegiatan dan pengambilan keputusan strategis Desa.Partisipasi
dilaksanakan
tanpa memandang perbedaan gender (lakilaki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial
(tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa,
pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang
sangat teknis.

2)

Demokratis
Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan
kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan
pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan halhal yang bersifat startegis di desa.Musyawarah desa merupakan
representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan
pembangunan di desa.Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas,
kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis.

108| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

3)

Transparan

PENDAMPING
DESA

Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang


berlangsung demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu
masyarakat Desa harus mengetahui apa yang tengah berlangsung
dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 109

transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat


Desa, kemudahan dalam mengakses informasi, memberikan informasi
secara benar, baik dalam hal materi permusyawaratan.
4)

Akuntabel
Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan
harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis,
administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa.

E.
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya
mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat
strategis, pengawasan dan perlakuan yang sama dalam menyampaikan
aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam
penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong
terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses
berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari
musyawarah.

F.
Karakteristik Musyawarah Desa
Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu:
Pertama, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif.Artinya
seluruh elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas
kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.Mereka membangun aksi
kolektif untuk kepentingan desa.Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir
sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan modal.
Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau
demokrasi untuk semua.Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama,
suku, aliran, golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam
pembahasan hal-hal startegis di desa.
Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif.Artinya
Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi,
diskusi atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama.
Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif.
Artinya Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari
intervensi negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan
masyarakat.

G. Manfaat Muswarah Desa


Berikut diuraikan beberapa manfaat
diantaranya:
1)

dari

sebuah

Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)

musyawarah

desa,

2)

Masalah dapat segera terpecahkan

3)

Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan

4)

Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak

5)

Dapat menyatukan pendapat yang berbeda

6)

Adanya kebersamaan

7)

Dapat mengambil kesimpulan yang benar

8)

Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan

9)

Menghindari celaan

10) Menciptakan stabilitas emosi

H.

Tata Tertib Musyawarah Desa

Beberapa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam


Musyawarah Desa, yaitu peserta, undangan dan pendamping.
Digambarkan sebagai berikut:

1) Pimpinan Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa
berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib
Musyawarah Desa.

2) Pendamping Desa

110| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang


berasal dari satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping
profesional dan/atau pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi
jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat
memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang
dimusyawarahkan.Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi
pembicaraan;

yang

benar

dan

lengkap

tentang

pokok

(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang


sudah menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang
dapat berakibat pada tindakan melawan hukum.

3) Undangan, Peninjau dan Wartawan


Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah
Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa
atas undangan tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada
panitia.
Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan
pimpinan Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam
pengambilan keputusan Musyawarah Desa.Undangan disediakan
tempat tersendiri.Undangan harus menaati tata tertib Musyawarah
Desa.
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah
Desa tanpa undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.

4) Pengaturan Pembicaraan
Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari
pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.Apabila peserta
menurut
pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari
pokok pembicaraan, kepada yang bersangkutan oleh pimpinan
Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara
kembali kepada pokok pembicaraan.

5) Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib


musyawarah tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan.
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta agar undangan, peninjau,
dan/atau wartawan yang mengganggu

ketertiban Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan


apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan
dengan paksa
dari ruang musyawarah atas perintah pimpinan
Musyawarah Desa.
6) Menutup dan Menunda Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara
musyawarah apabila terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat
mengganggu kelancaran musyawarah. Lamanya penundaan acara
musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.

7) Risalah, Catatan dan Laporan Singkat


Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan
dan laporan singkat Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa
menyusun risalah untukdibagikan kepada peserta dan pihak yang
bersangkutan setelah acara Musyawarah Desa selesai.Risalah
Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui media
komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat
desa.

8) Penutupan Acara Musyawarah Desa


Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah
Desa.Penutupan dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu
dilakukan penyampaian catatan sementara dan laporan singkat hasil
Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa menyampaikan catatan
sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.Apabila seluruh
peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah
Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan
sementara diubah menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan
sebagai hasil Musyawarah Desa.Catatan tetap dan laporan singkat
ditandatangani
oleh
pimpinan
Musyawarah
Desa,
sekretaris
Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta
Musyawarah
Desa.Selanjutnya
jika
sudah
dicapai
keputusan
Musyawarah Desa, pimpinan Musyawarah Desa menutup secara resmi
acara Musyawarah Desa.

I.
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara
112| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara pengambilan keputusan tidak


terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

a.

Keputusan Berdasarkan Mufakat

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 113

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah


peserta yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan
gagasan, pendapat dan saran, kemudian dipandang cukup untuk
diterima oleh seluruh peserta musyawarah.
b.

Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak


Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan
berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian
sebagian peserta Musyawarah Desa yang tidak dapat dipertemukan
lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa yang lain.

c.

Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil
dalam Musyawarah Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah
1 (satu) orang dari jumlah peserta yang hadir.Jika dalam keputusan
tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara, diupayakan
agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.

d.

Berita Acara Penetapan Keputusan


Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah
untuk mencapai mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak
bersifat mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan
keputusan.Hasil keputusan Musyawarah Desa dituangkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa,
Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta Musyawarah Desa.

e.

Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa


Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya
menindak- lanjti hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama
atas kesepakatan yang dibuat.Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk
kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah
dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah
Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.

f.

Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu
atau kesepakatan para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan
atau musyawarah secara intensif.Demikian halnya dalam Musyawarah

Desa.Apabila terjadi perselisihan, maka perlu


keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan kekeluargaan[]

ditemukan jalan
atau semangat

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
3.3

Kepemimpinan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan tentang hakekat kepemimpinan Desa;

2.

Menjelaskan perbedaan pola kepemimpinan Desa


sebelum dan sesudah diberlakukannya UndangUndang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Curah Pengalaman, Pemaparan, Curah Pendapat, Studi
Kasus (muatan lokal), dan Analisis Sosial.

Media

Media Tayang 3.3.1:

Lembar Kerja 3.3.1: Matrik Diskusi Pola Kepemimpinan Desa


sebelum dan sesudah diberlakukannya Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa;

Lembar Kerja 3.3.2: Matrik Diskusi Peran Pendamping


dalam Memperkuat Kepemimpinan Desa;

Lembar Informasi 3.3.1: Tipologi Kepemimpinan Desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 115

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Hakekat Demokrasi dan Kepemimpinan
Desa
8.

Menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan, proses dan


hasil yang ingin dicapai dalam pembahasan subpokok
bahasan tentang Kepemiminan Desa;

9.

Pada subpokok bahasan ini pembelajaran lebih ditekankan


pada penggalian pemahaman dan penyamaan prespektif
tentang kepemimpinan Desa sebagai landasan dalam
mendorong pemerintahan Desa dan pelibatan masyarakat
sesuai semangat Undang-Undang Desa;

10. Lakukan
penggalian
terhadap
pengamatan
dan
pengalaman peserta tentang praktek kepemimpinan di
Desa yang selama ini dilaksanakan.

Pelatih dapat menggunakan cara lain dengan mengawali proses pelatihan dengan mendiskuskan tentang ke
membangun kehidupan yang demokratis.

11. Selanjutnya dapat ditelaah lebih lanjut tentang pokok-pokok


pikiran kepemimpinan Desa dengan menggunakan lembar
informasi yang telah disediakan. Hal-hal penting yang perlu
digali bersama diantaranya:

Apa yang yang terjadi dengan kepemimpinan Desa di


masa lalu?
Bagaimana pola kepemimpinan Desa di masa lalu?
Mengapa perlu perubahan dalam pola kepemimpinan di
Desa?
Bagaimana bentuk/sosok kepemimpinan Desa yang
tepat dengan konteks kekinian dan konteks lokal?
Bagaimana relasi yang demokratis antara
hubungan antara Kepala Desa, BPD dan
masyarakat untuk kedaulatan rakyat?

Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan bacaan tentang Ke


pembelajaran.
Daftar pertanyaan dalam langkah-langkah penyajian dalam panduan ini dapat

12. Berikan kesempatan kepada peserta mengungkapkan


gagasan tentang perbedaan demokrasi dan kepemimpinan
Desa
sebelum dan setelah diberlakukannya Undangundang Desa yang dibahas dengan menggunakan Lembar
Kerja 3.3.1;
13. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
14. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.

Kegiatan 2: Memperkuat Kepemimpinan Desa


15. Menjelaskan mengenai tujuan, proses dan hasil yang
diharapkan dari topik tentang Memperkuat Kepemimpinan
Desa yang akan disampaikan dengan mengkaitkan
pembelajaran sebelumnya;

Pelatih dapat menggunakan cara lain dengan menggunakan terstimoni dari peserta (jika peserta ada yang
menggunakan kartu permainan kepemimpinan Desa, dimana setiap peserta diminta untuk menuliskan satu
Cara lain dengan menggali pengalaman dari peserta tentang bagaimana mendorong kepemimpinan yang m

16. Bagilah peserta dalam empat kelompok, masing-masing


kelompok membahas satu tema, yaitu:
Kelompok 1: Pemerintahan
Desa; Kelompok 2:
Pembangunan Desa;
Kelompok 3: Pembinaan Kemasyarakatan
Desa; Kelompok 4: Pemberdayaan
Masyarakat Desa.
17. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok
untuk mendiskusikan tentang aspek-aspek penitng dalam
kepemimpinan Desa dikaitkan dengan aspek peran dan
kewenangan Desa sesuai dengan Undang-undang Desa;
18. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan peserta dalam metaplan dan ditempelkan
dalam format yang telah disediakan dengan menggunakan
Lembar Kerja 3.3.2;
19. Berikan penegasan dengan memaparkan pokok-pokok
pikirna penting tentang kerangka perubahan paradigam
Desa lama dan Desa baru;
20. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan;
21. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan tentang
materi yang telah dibahas.

Lembar Kerja 3.3.1

Matrik Diskusi Pola Kepemimpinan Desa sebelum


dan sesudah di berlakukannya Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa

No

Unsur-Unsur

1.

Warga masyarakat

2.

Kepala Desa

3.

Badan
Permusyawaratan
Desa (BPD)
Lembaga Masyarakat
Desa

4.

Sebelum UU No. 6
Tahun 2014

Desa Baru
Sesudah UU No.
6 Tahun 2014

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Pelatih bersama peserta melakukan diskusi dengan mengidentifikasi


hal-hal apa saja yang membedakan antara pola kepemimpinan
Desasebelum dan sesudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa baru sesuai dengan aspekaspek yang
ditetapkan dalam format diskusi di atas;

(3)

Memberikan kesempatan kedapa peserta untuk mengungkapkan


pemahaman dan pengalamannya tentang kedua kerangka atau
paradigma tersebut;

(4)

Pelatih menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal yang


perlu disepakati.

Lembar Kerja 3.2.2

Matrik Diskusi Peran Pendamping Desa dalam


Memperkuat Kepemimpinan
Desa

No

Aspek Fungsi
dan
Kewenangan

1.

Pemerintahan
Desa

2.

Pembangunan
Desa

3.

Pembinaan
Kemasyarakatan
Desa

4.

Pemberdayaan
Masyarakat
Desa

Pola
Kepemimpinan
yang

Strategi

Peran
Pendamping

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Kelompok melakukan diskusi dengan mengidentifikasi model dan pola


kepemimpinan yang diharapkan sesuai dengan peran dan kewenangan
Desa, tentukan alternatif strategi atau cara untuk mencapainya dan
kemukakan peran Pendamping Desa;

(3)

Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk


memaparlkan hasil diskusinya dalam pleno;

120| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
3.

A.

Lembar Informasi

Tipologi Kepemimpinan
Desa

Pengertian Kepemimpinan Desa


Berdasarkan kata dasar pimpin (lead) yang berarti bimbing atau tuntun,
yang mana didalamnya ada dua pihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yang
memimpin (imam) dan kemudian setelah ditambahkan awalan pe menjadi
pemimpin (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui
proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak
sesuai dalam mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya apabila ditambah
akhiran an menjadi pimpinan artinya orang yang mengepalai. Antara
pemimpin dan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cendrung
lebih otokratis, sedangkan pemimpin (ketua) cendrung lebih demokratis,
dan kemudian setelah dilengkapi dengan awalan ke menjadi
kepemimpinan (leadership) berarti kemapuan dan kepribadian seseorang
dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan
pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan
menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok, (Inu Kecana, 2003:1).
Kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan memberi
perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan
orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan
merupakan fenomena universal yang kompleks. Seorang pemimpin dalam
suatu organisasi tampil sebagai sosok yang mampu memimpin
bawahannya. Selain itu pemimpin juga harus tampil sebagai pribadi yang
mengayomi
bawahannya,
memotivasi
dan
mampu
menggerakan
bawahanuntuk mencapai cita cita organisasi dan untuk melaksanakan apa
yang diintruksikan oleh pimpinan lembaga.
Kepemimpinan
merupakan
kemampuan
seseorang
dalam
mempengaruhi orang lain dalam mencapai apa yang diinginkannya.
Sehingga proses mempengaruhi itu harus dimiliki oleh seorang figur Kepala
Desa dalam menjalankan roda pemerintahannya B.H. Raven dalam Susandi,

dkk (2005:4) mendefenisikan pemimpin sebagai seseorang yang


menduduki suatu posisi di kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dari
posisi tersebut dan mengkoordianasi serta mengarahkan kelompok untuk
mempertahankan diri serta mencapai tujuan. Sehingga seorang Kepala

PENDAMPING
DESA

Desa harus tegas dan berwibawa agar orang yan dipengaruhinya dapat
menaruh hormat sebagai panutan dalam kehidupannya di desa. Demikian
juga Sears (Ibid,2005:4) menyatakan bahwa pemimpin adalah seseorang
yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan,
menyelesaikan perselisihan diantara anggota kelompok, memberi dorongan,
menjadi panutan, dan berada di depan dalam aktivitas kelompok.
Kemampuan memimpin pun tidak begitu saja muncul bagaikan
mimpin melainkan melalui proses sesorang dalam perkembangan
dilingkungannya maupun dalam keluarga sehingga tiap-tiap pemimpin
memiliki ciri sendiri-sendiri dalam seni memimpin. Untuk itu seorang Kepala
Desa harus memiliki pengalaman yang baik dalam kehidupan sehari-hari
dalam memiliki pengetahuan akan desa yang dipimpinnya sehingga
seseorang mampu memberikan seni memimpinnya dengan baik dihati
warganya. Selanjutnya, pemimpin akan lebih baik menggunakan
pendekatan emosional dibandingkan dengan melalui tindakan melalui
sistem atau dengan modal kekuasaan secara politik tanpa adanya modal
hubungan emosianal dengan orang atau kelompok yang dipimpinnya.
Kepemimpinan menunjukan kemampuan mempengaruhi orang- orang dan
mencapai melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan
dengan melalui penggunaan kekuasaan.
Kepemimpinan Desa yang salah satunya direpresentasikan oleh
seorang Kepala Desa dalam mengelola pemerintahannya harus mempunyai
visi dan misi yang jelas yang akan menjadi landasan hadirnya program
pembangunan yang mensejahterakan, adil dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, kepemimpinan yang terbangun di Desa sangat penting bagi pencapaian
harapan masyarakat ke depan.

B.

VariabelPemerintahan dalam Kepemimpinan Desa

Kepemimpinan Desa merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pemerintahan


Desa, dimana memiliki beberapa variabel penting diantaranya:
1.

Situasi dan kondisi Pemerintahan Desa. Ada beberapa situasi dan kodisi
yang menyebabkan pemimpin pemerintahan harus otokrasi atau
demokratis, yaitu: faktor sifat dan bentuk negara, faktor geografis,
faktor masyarakat, faktor sejarah, efisiensi dan efektivitas, politik,
rezim yang sedang berkuasa. Situasi dan kondisi dapat menentukan
bagaimana seorang pemimpin pemeritahan di Desa seharusnya akan
bertindak, bahkan pada situasi dan kondisi tertentu dapat melahirkan
pemimpin Desa yang memiliki kemampuan mewujudkan cita-cita
masyarakatnya yang dipimpinnya.

2.

Orang banyak sebagai pengikut. Di Desa orang banyak yang dimaksud


dikenal dengan rakyat atau warga masyarakat yang mendapat
pelayanan dari Pemerintah Desa. Fokus perhatian terhadap orang yang
selama ini termarjinalkan baik secara sosial, ekonomi maupun politik

122| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING

DESA tentunya akan mempengaruhi kekuatan


yang jumlahnya cukup banyak,
dan pola kepemimpinan dan kepengitan yang dibangunnya.
Kepemimpinan di Desa harus mampu berada dalam posisi mengatomi
selurh komponen masyarakat dan memiliki kepekaan
terhadap

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 123

kelompok warga yang lemah atau sulit mengakses terhadap sumber


daya pembangunan.
3.

Penguasa Sebagai Pemimpin. Pemerintah Desa adalah pemegang


kekuasaan atau penguasa tetapi perlu diingat bahwa bagaimanapun
yang bersangkutan memiliki kekuasaan, namun tetap saja sebagai
manusia mempunyai jiwa, jiwa itulah yang memiliki rasa seperti iba,
kasih sayang, benci, dendam dan lain-lain.

C.

Fungsi Kepemimpinan Desa

Setiap lembaga pada intinya mempunyai fungsi masing masing, termasuk


pemerintahan mempunyai fungsi tersendiri. Maka dalam tulisan ini akan
kembali dijelaskan mengenai bagaimana fungsi pemerintah tersebut.
Demikian halnya Permintahan Desa memiliki peran yang sangat strategis
dalam
mengatur,
mengelola
dan
mempertanggungjawabkan
kepemimpinannya melalui fungsi-fungsi sebagai berikut:

1.

Fungsi Pelayanan

Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan terbaik kepada


masyarakat untuk memenuhi kebutuhan disemua sektor. Masyarakat tidak
akan mampu berdiri sendiri memenuhi kebutuhannya tanpa adanya campur
tangan Pemerintah Desa yang memberikan pelayanan dasar kepada
mereka. Fungsi pelayanan dalam Pemerintah Desa merupakan bagian
pokok dari peran yang bersifat umum dan harus dilakukan oleh seorang
pemimpin yang mendapat mandate dari rakyatnya.

2.

Fungsi Pengaturan

Pemerintah Desa memiliki fungsi pengaturan (regulating) untuk mengatur


seluruh pemangku kepentingan agar patuh dan setiap bidang atau unit kerja
dapat berjalan sesuai dengan kebijakan dalam bentuk Peraturan Desa yang
berdampak terhadap proses pembangunan dan pola pemberdayaan
masyarakat. Maksud dari fungsi ini adalah agar stabilitas warga terjaga,
nilai-nilai dan pertumbuhan ekonomi, sosial, politik dan budaya sesuai yang
diharapkan.

3.

Fungsi Pembangunan

Fungsi pembangunan dijalankan untuk mendorong perubahan sesuai


dengan harapan yang dicita-citakan bersama. Perubahan mengarah pada
visi dan strategi pembangunan yang terukur dengan berbabgai indikator
kemandirian Desa. Pada kondisi masyarakat melemah dan pembangunan
akan dikontrol ketika kondisi masyarakat membaik (menuju taraf yang lebih

sejahtera). Di beberapa situasi masyarkat yang terbelakang dan


berkembang menjalankan fungsi ini lebih gencar daripada daerah yang
lebih maju.

4.

Fungsi Pemberdayaan

Fungsi ini dijalankan jika masyarakat tidak mempunyai keterampilan untuk


bisa keluar dari zona nyaman (comfort zone). Contohnya masyarakat bodoh,
miskin, tertindas, dan sebagainya. Pemerintah wajib mampu membawa
masyarakat keluar dari zona ini dengan cara melakukan pemberdayaan.
Pemberdayaan dimaksud agar dapat mengeluarkan kemampuan yang
dimiliki oleh masyarakat sehingga tidak menjadi beban pemerintah.
Pemberdayaan dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM atau
masyarakat. Ketergantungan terhadap pemerintaha akan semakin
berkurang dengan pemeberdayaan masyarakat. Sehingga hal ini akan
mempermudah pemerintah mencapai tujuan negara.

D.

Tipe Kepemimpinan Desa

Kepemimpinan Kepala Desa dibagi menjadi tiga tipe Kepemimpinan, yakni:


1.

Kepemimpinan regresif, Kepemimpinan konservatif-involutif dan


Kepemimpinan inovatif-progresif. Kepemimpinan regresif dapat
dimaknai sebagai kepemimpinan yang berwatak otokratis, secara teori
otokrasi berarti pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang
oleh satu orang. Salah satu cirinya adalah anti perubahan, terkait
dengan perubahan tata kelola baru tentang Desa baik itu Musyarawah
Desa, usaha ekonomi bersama Desa dan lain-lain sudah pasti akan
ditolak. Desa yang parokhial (hidup bersama berdasarkan garis
kekerabatan, agama, etnis atau yang lain) serta Desa-Desa korporatis
(tunduk pada kebijakan dan regulasi negara) biasanya melahirkan
kepemimpinan seperti ini.

2.

Kepemimpinan
konservatif-involutif,
merupakan
model
kepemimpinan ini ditandai dengan hadirnya Kepala Desa yang bekerja
apa adanya (taken for granted), menikmati kekuasaan dan kekayaan,
serta tidak berupaya melakukan inovasi (perubahan) yang mengarah
pada demokratisasi dan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan tipe ini
pada umumnya hanya melaksanakan arahan dari atas, melaksanakan
fungsi Kepala Desa secara tekstual sesuai tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) Kepala Desa.

3.

Kepemimpinan inovatif-progresif, kepemimpinan tipe ini ditandai


dengan adanya kesadaran baru mengelola kekuasaan untuk
kepentingan masyarakat banyak. Model kepemimpinan ini tidak anti
terhadap perubahan, membuka seluas-luasnya ruang partisipasi
masyarakat, transparan serta akuntabel. Dengan pola kepemimpinan
yang demikian Kepala Desa tersebut justru akan mendapatkan
legitimasi yang lebih besar dari masyarakatnya. Aspek paling
fundamental dalam menjalankan kepemimpinan Desa adalah
Legitimasi, hal ini terkait erat dengan keabsahan, kepercayaan dan hak
berkuasa. legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap
kewenangan. Kewenangan untuk memimpin, memerintah, serta
menjadi wakil atau representasi dari masyarakatnya

Tabel Tipe Kepemimpinan Desa


No.
1.

Is
u
Pemerintahan
Desa

2.

Pembangunan
Desa

3.

Pembinaan
Kemasyarakat
an Desa

4.

Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa

Kepemimpinan
Regresif

Kepemimpina
n KonservatifKolutif
Cenderung

Kepemimpina
n InovotifProgresif
pemerintahan

Pembangunan
Desa harus sesuai
dengan
kemauannya.
Program
pembangunan
diarahkan untuk
kesejahteraan
dirinya sendiri,
contohnya proyek
jalan Desa
dibangun hanya
dari rumah Kepala
menjaga
ketentraman dan
ketertiban Desa
didasarkan model
penanganan oleh
dirinya sendiri.
Pemimpin tipe
regresif akan
mengontrol
kehidupan
masyarakat Desa
dan bila terdapat
masyarakat yang
dianggap
meresahkan maka
masyarakat akan
ditindak atau
diintimidasi

Melaksanakan
pembangunan
Desa sesuai
arahan
pemerintah
daerah.

Melaksanakan
pembangunan
Desa dengan
melibatkan
partisipasi
masyarakat mulai
dari
merencanakan,
melaksanakan
serta mengawasi
proyek
pembangunan.

akan menjaga
ketenteraman dan
ketertiban di Desa
secara prosedural
dan dilaksanakan
melalui koordinasi
dengan pihak
keamanan

melibatkan
seluruh unsur
masyarakat
secara bersamasama untuk
menjaga
ketentraman dan
ketertiban Desa

biasanya menolak
untuk adanya
pemberdayaan
masyarakat Desa

hanya akan
memberdayakan
keluarga, kerabat
atau warga
masyarakat

Lebih mendorong
pemberdayaan
Desa dengan
memunculkan

Pemerintahan Desa
adalah dirinya
sendiri, tidak ada
orang lain dan apa
yang diucapkan
olehnya dianggap
keputusan Desa
dan harus dipatuhi.
Kepemimpinan
regresif menolak
untuk transparan
dan tidak ada
mekanisme
pertanggungjawab
an kepada publik

Normatif dan
prosedural.
Pemerintahan
dijalankan sesuai
prosedur dalam hal
akuntabilitas yang
mementingkan
dokumen laporan
pertanggungjawaba
n. Isu transparansi
dijalankan hanya
sesuai aturan yang
diterbitkan

Desa sebagai
proses
menjalankan
pemerintahan
yang melibatkan
partisipasi/prakar
sa masyarakat
dan
mengedepankan
transparansi
serta
akuntabilitas
kinerjanya.

No.

Is
u

Kepemimpinan
Regresif
karena masyarakat
yang berdaya
dianggap
mengancam
posisinya

Kepemimpina
n KonservatifKolutif
yang
dapat

masyarakat.
Melakukan
kaderisasi dan
menyiapkan
Kader- kader
Desa (Kader
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa; KPMD)
serta membuka
akses untuk
peningkatan
kapasitas
masyarakat
Sumber: Buku Acuan Kepemimpinan Desa, Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
dalam
http://bpmpd.ntbprov.go.id/wpcontent/uploads/2016/06/BUKU-3_- KEPEMIMPINAN-DESA-rev.pdf.

E.

dikendalikan
olehnya

Kepemimpina
n InovotifProgresif
prakarsa-prakarsa

Kepemimpinan dalam Musyawarah Desa

Pasal 54 ayat (1) UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan


Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
itu antara lain; penataan Desa, perencanaan Desa, kerja sama Desa,
rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa,
penambahan dan pelepasan aset Desa serta kejadian luar biasa.
Selanjutnya, Permen Desa PDTT nomor 2 tahun 2015 tersebut juga
menyaratkan penyelenggaraan Musyawarah Desa dilaksanakan secara
partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan
kepada hak dan kewajiban masyarakat.
Penyelenggaraan Musyawarah Desa (Musdes) dilakukan dengan
mendorong partisipatif atau melibatkan seluruh unsur masyarakat baik itu
tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan petani, nelayan, perempuan
maupun masyarakat miskin. Setiap orang dijamin kebebasan menyatakan
pendapatnya, serta mendapatkan perlakuan yang sama. Penyelenggaran
Musdes dilakukan secara transparan, setiap informasi disampaikan secara
terbuka dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Terminologi Kepala Desa sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang Desa cukup jelas mengatakan Kepala Desa sebagai pemimpin

masyarakat. Istilah tersebut memiliki arti Kepala Desa bukan hanya milik
sebagian kelompok, keluarga ataupun dinasty tertentu tapi Kepala Desa
adalah milik seluruh masyarakat Desa.
Dalam

penyelenggaraan Musdes Kepala Desa harus senantiasa mengakomodir dan


memperjuangkan aspirasi masyarakatnya salah satunya dengan melibatkan
mereka secara penuh dalam forum Musdes.
Faktor kunci lainnya dalam pelaksanaan Musdes adalah peran Ketua
Badan Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pimpinan rapat, hal ini
sebagaimana diatur dalam Permen Desa, PDT dan Transmingrasi Nomor 2
tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan
Musyawarah
Desa.
Selain
memimpin
penyelenggaran
Musyawarah Desa, Ketua BPD bertugas menetapkan panitia, mengundang
peserta Musdes, serta menandatangi berita acara Musyawarah Desa.
Undang-Undang Desa mensyaratkan pelaksanaan Musyawarah Desa
berlangsung secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel.
Beberapa tipe kepemimpinan yang ada di Desa dalam pelaksanaanya
tergambar dalam tindakan sebagai berikut;
Partisipatif. Musyawarah Desa yang diharapkan sebagaimana amanat
Undang- Undang Desa adalah adanya pelibatan masyarakat secara
keseluruhan, bagi pemimpin dengan tipe kepemimpinan regresif partisipasi
masyarakat dalam Musdes tidak diharapkan, bahkan pemimpin tipe ini
cenderung menolak menyelenggarakan Musyawarah Desa. Kepemimpinan
konservatif-involutif melaksanakan Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau
aturan yang ada, daftar peserta akan diseleksi terlebih dahulu dipilih dari
sekian calon peserta Musdes yang dapat dikendalikannya. Sedangkan
kepemimpinan inovatif-progresif dalam peleksanaan Musdes akan
melibatkan setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat,
perwakilan perempua, hingga perwakilan masyarakat miskin dalam
Musyawarah Desa.
Demokratis. Setiap orang dijamin kebebasan berpendapat serta
mendapatkan perlakuan yang sama dalam forum Musdes. Pada
kepemimpinan regresif biasanya tidak mengingginkan pendapat, masukan
dari orang lain bila ada masyarakat yang kritis cenderung akan di intimidasi.
Kepemimpinan konservatif-involutif, cenderung akan melakukan seleksi
siapa yang diinginkan pendapatnya, masukan terutama dari atasan akan
lebih diperhatikan, dalam forum Musdes pendapat atau masukan cenderung
di setting atau diatur terlebih dahulu agar dapat menguntungkan dirinya.
Pada kepemimpinan inovatif-progresif, Setiap warga dijamin kebebasan
berpendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan
melindunginya dari ancaman dan intimidasi.
Transparan. Peserta Musdes mendapatkan informasi secara lengkap
dan benar perihal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas. Pada
kepemimpinan regresif cenderung menolak untuk transparan, tidak akan
memberikan
informasi
apapun
kepada
masyarakatnya
meskipun

menyangkut kepentingan masyarakatnya sendiri. Sedangkan kepemimpinan


konservatif-involutif, transparansi akan dilakukan terbatas, informasi hanya
diberikan kepada pengikut atau pendukungnya saja. Tipe kepemimpinan
inovatif-progresif
akan
membuka
akses
seluas-luasnya
kepada
masyarakatnya, semakin luas serta lengkap informasi yang disampaikan
kepada masyarakat dianggap akan dekat dengan kesuksesan program Desa.

Akuntabel,
Hasil
Musdes
termasuk
tindaklanjutnya
harus
dipertanggung- jawabkan kepada masyarakat Desa. Kepemimpinan regresif
cenderung tidak akan menyampaikan keputusan musyawarah Desa,
kecenderungan untuk menolak mempertanggungjawabkan kinerjanya
kepada masyarakat. Pada kepemimpinan konservatif-involutif, Hasil
musyawarah Desa maupun tindak lanjutnya hanya akan disampaikan
kepada pengikutnya saja. Sedangkan kepemimpinan inovatif-progresif, Hasil
Musyawarah Desa serta tindak lanjut keputusan musyawarah akan
disampaikan kepada masyarakat dan dilakukan setiap saat.

F.

Kepemimpinan dalam Pemerintahan Desa

Dalam Undang-Undang Desa, keberadaan Desa bukan


sekadar
pemerintahan Desa, bukan sekadar pemerintah desa, dan bukan sekadar
Kepala Desa. Namun Kepala Desa menempati posisi paling penting dalam
kehidupan dan penyelenggaraan desa. Ia memperoleh mandat politik dari
rakyat desa melalui sebuah pemilihan langsung. Karena itu semangat UU
No. 6/2014 menempatkan Kepala Desa bukan sebagai kepanjangan tangan
pemerintah, melainkan sebagai pemimpin masyarakat. Semua orang
berharap kepada Kepala Desa bukan sebagai mandor maupun komprador
seperti di masa lalu, sebagai sebagai pemimpin lokal yang mengakar
pada
rakyat. Artinya Kepala Desa harus mengakar dekat dengan
masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan melayani warga.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi demokrasi
perwakilan desa, meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga legislatif
seperti DPR. Ada pergeseran (perubahan) kedudukan BPD dari UU No.
32/2004 ke
UU
No.
6/2014 (Tabel 4.1).Dalam UU No. 32/2004 BPD
merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa bersama Pemerintah
Desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa. Hal
ini berarti fungsi hukum (legislasi) BPD relatif kuat. Namun UU No. 6/2014
mengeluarkan (eksklusi) BPD dari unsur penyelenggara pemerintahan dan
melemahkan fungsi legislasi BPD. BPD menjadi lembaga desa yang
melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus juga menjalankan fungsi
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desaserta menyelenggarakan musyawarah
desa. Ini berarti bahwa eksklusi BPD dan pelemahan fungsi hukum BPD
digantikan dengan penguatan fungsi politik (representasi, kontrol dan
deliberasi).
Secara empirik teradapat empat pola hubungan antara BPD dengan
Kepala Desa:
1.

Dominatif: ini terjadi bilamana Kepala Desa sangat dominan/berkuasa


dalam menentukan kebijakan desa dan BPD lemah,karena Kepala Desa

meminggirkan BPD, atau karena BPD pasif atau tidak paham terhadap
fungsi dan perannya. Fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala
Desa tidak dilakukan oleh BPD. Implikasinya kebijkan desa
menguntungkan kelompok Kepala Desa, kuasa rakyat dan demokrasi
desa juga lemah.
2.

Kolutif: hubungan Kepala Desa dan BPD terlihat harmonis yang


bersama-sama berkolusi,
sehingga
memungkinkan
melakukan
tindakan korupsi. BPD sebagai

alat legitimasi keputusan kebijakan desa. Implikasinya kebijakan


keputusan desa tidak berpihak warga atau merugikan warga, karena
ada pos-pos anggaran/keputusan yang tidak disetujui warga
masyarakat. Musyawarah desa tidak berjalan secara demokratis dan
dianggap seperti sosialisasi dengan hanya menginformasikan program
pembangunan fisik. Warga masyarakat kurang dilibatkan dan bilamana
ada keberatan dari masyarakat tidak mendapat tanggapan dari BPD
maupun pemerintah desa. Implikasinya warga masyarakat bersikap
pasif dan membiarkan kebijakan desa tidak berpihak pada warga desa.
3.

Konfliktual: antara BPD dengan Kepala Desa sering terjadi


ketidakcocokan terhadap keputusan desa, terutama bilamana
keberadaan BPD bukan berasal dari kelompok pendukung Kepala Desa.
BPD dianggap musuh Kepala Desa, karena kurang memahami peran
dan fungsi BPD. Musyawarah desa diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa dan BPD tidak dilibatkan dalam musyawarah internal
pemerintahan desa. Dalam musyawarah desa tidak membuka ruang
dialog untuk menghasilkan keputusan yang demokratis, sehingga
menimbulkan konflik.

4.

Kemitraan: antara BPD dengan Kepala Desa membangun hubungan


kemitraan.kalau benar didukung, kalau salah diingatkan, ini prinsip
kemitraan dan sekaligus check and balances. Ada saling pengertian
dan menghormati aspirasimasyarakat untuk melakukan check and
balances. Kondisi seperti ini akan menciptakan kebijakan desa yang
demokratis dan berpihak warga.

G.

Membangun Kepemimpinan di Desa

Legitimasi (persetujuan, keabsahan, kepercayaan dan hak berkuasa)


merupakan
dimensi paling dasar dalam kepemimpinan Kepala Desa.
Sebaliknya seorang Kepala Desa yang tidak legitimate entah cacat moral,
cacat hukum atau cacat politik -- maka dia akan sulit mengambil inisiatif dan
keputusan fundamental. Namun legitimasi Kepala Desa tidak turun dari
langit. Masyarakat Desa sudah terbiasa menilai legitimasi berdasarkan
dimensi moralitas maupun kinerja. Tanpa mengabaikan moralitas, kami
menekankan bahwa prosedur yang demokratis merupakan sumber
legitimasi paling dasar (Cohen, 1997).
Prosedur demokratis dan legitimasi ini bisa disaksikan dalam arena
pemilihan Kepala Desa. Legitimasi Kepala Desa (pemenang pemilihan
Kepala Desa) yang kuat bila ia ditopang dengan modal politik, yang berbasis
pada modal sosial, bukan karena modal ekonomi alias politik uang. Jika
seorang calon Kepala Desa memiliki modal sosial yang kaya dan kuat, maka
ongkos transaksi ekonomi dalam proses politik menjadi rendah. Sebaliknya
jika seorang calon Kepala Desa miskin modal sosial maka untuk meraih
kemenangan ia harus membayar transaksi ekonomi yang lebih tinggi, yakni
dengan politik uang. Kepala Desa yang menang karena politik uang akan

melemahkan legitimasinya, sebaliknya Kepala Desa yang kaya modal sosial


tanpa politik maka akan memperkuat legitimasinya.Legitimasi awal itu
menjadi fondasi bagi karakter dan inisiatif kepemimpinan Kepala Desa.

Kepala Desa hendaknya menjadi contoh pemimpin yang ditauladani


dimanaperilakunya patut ditiru atau dicontoh. Dalam bahasa Arab
keteladanan diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah, artinya teladan
adalah suatu keadaan seseorang dihormati oleh orang lain yang
meneladaninya. Kata uswah terdapat dalam Al-Quran dengan sifat
dibelakangnya dengan sifat hazanah yang berarti baik. Sehingga terdapat
ungkapan uswatun hazanah yang berarti teladan yang baik. Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keteladanan adalah hal-hal yang
dapat ditiru, diikuti, atau dicontoh dari seseorang (Ahmad Riyadi, 2007).
Keberhasilan atau kegagalan seorong pemimpin sangat tergantung
unjuk kemampuan atau kinerja ketika memberikan pelayanan kepada
masyarakatnya. Peningkatan Pembangunan di desa sangat ditentukan oleh
kinerja kepemimpinan di Desa. Dalam hal ini, sejauh mana Kepala
Desasecara efektif mampu merencanakan, menggerakan, memotivasi,
mengarahkan, mengkomunikasikan, pengorganisasian, pelaksanaan, dalam
kaitannya dalam manajemen berarti menjalankan kepemimpinan fungsi
manajemen atau sebagai manajer dalam menjalankan fungsi manajemen
pemerintahan dan pembangunan.
Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat
terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan
melaksanakan keputusan politik. Legitimasi erat kaitannya dengan
keabsahan, kepercayaan dan hak berkuasa dan merupakan dimensi paling
dasar dalam kepemimpinan Kepala Desa. Seorang Kepala Desa yang tidak
legitimate akan sulit mengambil inisiatif. Legitimasi secara prosedural
didapatkan melalui proses demokrasi, dan praktek demokrasi secara formal
dilakukan dengan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Legitimasi Kepala Desa
(pemenang pemilihan Kepala Desa) kuat bila ditopang dengan modal politik,
yang berbasis pada modal sosial, bukan karena modal ekonomi alias politik
uang. Jika seorang calon Kepala Desa memiliki modal sosial yang kaya dan
kuat, maka ongkos transaksi ekonomi dalam proses politik menjadi rendah.
Sebaliknya jika seorang calon Kepala Desa miskin modal sosial maka untuk
meraih kemenangan ia harus membayar transaksi ekonomi yang lebih
tinggi, yakni dengan politik uang. Kepala Desa yang menang karena politik
uang akan melemahkan legitimasinya, sebaliknya Kepala Desa yang kaya
modal sosial tanpa politik uang maka akan memperkuat legitimasinya.
Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 menyatakan
Kepala Desa berkewajiban antara lain; memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika; meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; menaati dan menegakkan
peraturan perundang-undangan; melaksanakan kehidupan demokrasi dan
130| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

berkeadilan gender; melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang


akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas
dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; menjalin kerja sama dan koordinasi
dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; menyelenggarakan
administrasi Pemerintahan Desa yang baik Kepala Desa atau pemimpin di
Desa lainnya juga harus tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku di
Indonesia termasuk tunduk pada Undang-Undang Desa sebagai aturan
yang

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 131

mengikat dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan Desa.


Kewajiban- kewajiban sebagaimana yang diamanahkan UndangUndang
Desa harus senantiasa diperhatikan serta dilaksanakan
Sanksi juga akan diberlakukan bagi Kepala Desa yang tidak
melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai Kepala Desa sebagaimana yang
telah diatur dalam konstitusi. Pasal 28 UndangUndang Desa menyatakan
Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi
administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis serta tindakan
pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian
tetap.

Daftar Pustaka
Ahmad Riyadi (2007). Pengaruh Keteladanan Ahlak Orang Tua Terhadap
Ahlak Remaja Usia 12-15 Tahun di Desa Purwosari Sayung Demak.
http://library.walisongo.ac.id/ digilib/download.php?id
Mochammad Zaini Mustakim (2015) Buku 2: Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Inu Kencana (2003) Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT.
Refika.
Susandi, Wirjana R. Bernadine, dan Supardo Susilo, (2005). Kepemimpinan
(Dasa-dasar dan pengembangannya). Yogyakarta: Andi Offset.
http://spikir.blogspot.co.id/2014/05/peran-kepemimpinan-kepala-desadalam.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/1566/125
9 http://regulasidesa.blogspot.co.id/2016/03/normal-0-false-false-false-in-xnone-x.html

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

4
PEMBANGUNAN
DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 133

PENDAMPING DESA

134| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
4.
1

Dimensi
Pembangunan dalam
Kerangka Indeks Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Mendeskripsikan Dimensi Pembangunan dalam kerangka Indeks Desa Membangun;

2.

Memetakan

aspek-aspekkelebihan, kelemahan,
peluang
dan tantangan dalam membangun keberdayaan masyarakat.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Analisis IDM, SWOT, Diskusi, Kerja Kelompok, dan
Pleno.

Media

Media Tayang 4.1.1;

Lembar Kerja 4.1.1: Matrik Diskusi Dimensi Pembangunan


dalam Indeks Desa Membangun;

Lembar Informasi 4.1.1: Pemberdayaan Masyarakat dan


Kemandirian Desa;

Lembar
Informasi
4.1.2:
Peraturan
Menteri
Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa
Membangun.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 135

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Dimensi
Pembangunan dalam kerangka Indeks Desa Membangun;

2.

Kemudian bawalah peserta untuk mengingat ulang (review)


pokok- pokok gagasan materi tentang visi Undang-Undang
Desa yang telah diberikan pada sesi sebelumnya;

3.

Berikan penjelasan umum tentang kenyataan ketimpangan


sosial ekonomi, budaya dengan memberikan contoh kasus
yang terjadi di Desa;

Dalam sesi ini, pelatih dapat menggunakan beberapa kisah yang menarik seperti Salim Kancil atau contoh k
Cerita atau kasus dapat juga diganti dengan permainan yang relevan dan memudahkanpeserta untuk mema

4.

Berikan penjelasan umum tentang kenyataan ketimpangan


sosial ekonomi, budaya dengan memberikan contoh kasus
yang terjadi di Desa;

5.

Selesai memberikan penjelasan umum, ajaklah peserta


dalam sebuah kelompok kecil, lalu kelompok memilih judul
disikusi dibawah ini :
a.

Mendeskripsikan Dimensi Pembangunan Desa


dengan
menggunakan
indikator
Indeks
Desa
Membangun;
b. Rumuskan
pemetaan
kelemahan
dan
tantangan
membangun keberdayaan masyarakat Desa.
6.

Setelah
kelompok
telah
merumuskan
hasil
diskusinya,mintalah masing-masing kelompok memaparkan
hasil rumusannyadalam pleno secara bergantian.

7.

Berikan kesempatan kelompok


rumusan kelompok yang lain;

lain

untuk

menanggapi

8.

Rumuskan atau rangkum hasil diskusi tentang analisis


keberdayaan masyarakat dan pemetaan tentang tantangan
dalam membangun keberdayaan masyarakat.

Lembar Kerja 4.1.1

Matrik Diskusi Analisis Dimensi Pembagunan Desa


dalam Indeks Desa Membangun
Desa
Kecamatan
Kabupaten

:
:
:

No
Aspek

IP
M

Dimensi

1. Ketahanan
Kesehatan

Pendidikan

Pelayana
n
Kesehata
Keberdayaan
masyarakat
untuk
kesehatan
Jaminan
Kesehata
Akses
pendidikan
dasar dan
menengah
Akses
pendidikan
non formal
Akses ke
pengetahuan

Modal Sosial

Memiliki
solidaritas
Memilik
i
tolerans
Rasa
aman
pendudu
Kesejahteraan
sosial

Pemukiman

Akses air
bersih dan air
minum layak
Akses ke
sanitasi
Akses ke listrik
Akses ke
informasi dan
komunikasi

2.

Ketahanan Ekonomi
Ekonomi
Keragaman

Kekuata
n

Analisis
SWOTPeluang
Kelemaha
n

Ancaman

No
Aspek

IP
M Dimensi
produksi
masyarakat
Desa
Tersedia

Kekuata
n

Analisis
SWOTPeluang
Kelemaha
n

Ancaman

pusat
pelayanan
perdaganga
Akses
distribusi/logist
ik
Akses ke
lembaga
keuangan/kredi
t
Lembaga
ekonomi
Keterbukaan
wilayah

3.

Ketahanan Ekologi
Kualitas
Ekologi
lingkungan
Potensi
rwan
bencana
dan
tanggap

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Matrik di atas, digunakan untuk menganalisis dimensi pembangunan


Desa dengan merujuk pada Indeks Desa Membangun (IDM) yang
menjelaskan aspek pengembangan, dimensi, dan indikator. Analisis
dilakukan untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi desa
ditinjau beberapa indikator IDM untuk menemukenali status
pencapaian dan permasalahan yang dihadapinya. Penjelasan lebih
rinci dapat dilihat dalam Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2016 tentang
Indeks Desa Membangun;

(3)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

140| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
4.

A.

Lembar
Informasi

Pemberdayaan
dan Kemandirian

Latar Belakang
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal
1 ayat 12 bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Ilham Maulana dalam tulisannya Pemberdayaan Masyarakat Desa
Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa bahwa Pemberdayaan bisa
mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar
belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun
yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa
pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti mampu atau
mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu
mandiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pemberdayaan di pedesaan dan di
perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan
ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang
menghasilkan perilaku politik. Namun beberapa konsep pemberdayaan yang
telah dimutakhirkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan melalui nilainilai universal kemanusiaan yang luntur untuk di bangkitkan kembali, tujuan
dari pemberdayaan ini adalah perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih
baik. Praktiknya tetap saja memakai konsep kesadaran dan kemauan dari
dalam masyarakat itu sendiri, kemudian lebih dikenal dengan participatory
rural appraisal.
Banyak hal yang membuat masyarakat terpuruk dan terpaksa harus
hidup dalam standar kualitas hidup yang rendah, baik dari segi pendidikan,
pelayanan kesehatan dan ekonomi. Untuk mendorong dan membangkitkan

kemampuan sebagai wujud pemberdayaan, perlu memunculkan kembali


nilai-nilai, kearifan lokal dan modal sosial yang dari dahulu memang sudah
dianut oleh leluhur kita yang tinggal di pedesaan dalam kegotongroyongan yang saat ini sudah mulai terkikis.
Salah satu contoh dengan gotong royong, masyarakat desa bisa dan
mampu mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) praktiknya bisa
memanfaatkan sumber

PENDAMPING
DESA

daya alam rawa untuk diisi dengan bibit ikan dalam jumlah puluhan ribu dan
lain-lain, untuk tipikal desa dataran rendah (pesisir), masyarakat desa bisa
mengakses dan mengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai BUMDesa,
praktiknya supaya tidak dikuasai oleh para tengkulak dari luar. Kemungkinan
BUMDesa tersebut juga bisa dilakukan di desa tipikal dataran tinggi, yaitu
dengan membuat dan menjalankan bursa komoditas sebagai BUMDesa yang
mempertahankan harga dan kualitas barang pertanian buah-buahaan dan
lain-lain. Selain itu juga peningkatan ekonomi pedesaan bisa dengan
memanfaatkan lahan yang kosong untuk kegiatan yang produktif.
Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang
harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa
juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang
memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union (CU) atau yang
lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng.
Arah pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih
cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan
unsur pemerintahan yang memang pro poor dengan kebijakan
pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan
masyarakat desa dalam alokasi anggaran. Sejauh ini, sejak amandemen UU
No.22 Tahun 1999 kepada UU No.32 Tahun 2004, hampir tidak ada desa
yang bisa membuat dan merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) untuk meningkatkan dan memajukan ekonomi desa.
Sementara dana Bangdes yang jumlahnya cukup sedikit dan selalu disunat
oleh oknum pemerintahan kecamatan dan kabupaten itu, tidak mampu
untuk mendongkrak perekonomian dan keberdayaan yang diinginkan oleh
warga. Awal tahun 2006 lahirlah kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan
jumlah dana yang cukup besar. Jika tidak didorong dengan kebijakan yang
memberdayakan, baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat, maka
ADD bisa membuang-buang uang dan tidak memberdayakan masyarakat
desa, melainkan memenjarakan Kepala Desa yang ikut menyunat dana ADD
tersebut.

B.

Keberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian


kekuatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan
kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon (1993) bahwa pemberdayaan
merupakan suatu aktvitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan
dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan
atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sulistiyani (2004)
menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari
kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari
pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
142| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING

DESAkemampuan, dan atau proses pemberian


memperoleh daya, kekuatan atau
daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada
pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian
pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk
memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada
individu
dan
masyarakat
lemah
agar
dapat
mengidentifikasi,
menganalisis,

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 143

menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan


sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan
sumber daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Ketidakberdayaan masyarakat secara sosial dan ekonomi menjadi salah
satu ganjalan bagi masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama
rendah dengan sesama saudaranya yang telah berhasil. Kondisi inilah yang
perlu dipahami dan dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan dan perencanaan penyusunan program, agar setiap kebijakan dan
program tentang pengaturan pengelolaan hutan yang diambil tetap
memperhatikan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitar
kawasan hutan lindung. Paradigma perencanaan pengelolaan hutan dan
pemberdayaan masyarakat yang sentralistik dimana program dirancang dari
atas tanpa melibatkan masyarakat, harus diubah kearah peningkatan
partisipasi masyarakat lokal secara optimal.
Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat
yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan
melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku
pemberdayaan. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah mereka
yang lemah dan tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan mengakses
sumberdaya produktif atau masyarakat yang terpinggirkan dalam
pembangunan.

C.

Arah Keberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan (masyarakat desa) dengan beberapa cara pandang.


Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi
berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyekpenerima manfaat
(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti
pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek(agen atau partisipan
yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan
berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik
(kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada
masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut
menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan pemerintahan.

Tabel Pergeseran Paradigma


Dalam Pembangunan
Masyarakat Desa
Paradigma Lama (Pembangunan)
Fokus pada pertumbuhan ekonomi

Paradigma Baru (Pemberdayaan)


Pertumbuhan yang berkualitas
dan berkelanjutan

Redistribusi oleh negara

Proses keterlibatan warga yang


marginal

Paradigma Lama (Pembangunan)


Otoritarianisme ditolerir sebagai
harga yang harus dibayar karena
pertumbuhan
Negara memberi subsidi pada

Paradigma Baru (Pemberdayaan)


dalam pengambilan keputusan
Menonjolkan nilai-nilai
kebebasan, otonomi, harga
diri,
dll. membuat lingkungan
Negara

pengusaha kecil

yang memungkinkan

Negara menyedian layanan


ketahanan sosial

Pengembangan institusi lokal


untuk ketahanan social

Transfer teknologi dari negara maju

Penghargaan terhadap kearifan dan


teknologi lokal; pengembangan
teknologi secara partisipatoris

Transfer aset-aset berharga pada


negara maju

Penguatan institusi untuk


melindungi aset komunitas miskin.

Pembangunan nyata: diukur dari


nilai ekonomis oleh pemerintah

Pembangunan adalah proses


multidimensi dan sering tidak nyata
yang dirumuskan oleh rakyat.

Sektoral
Organisasi hirarkhis untuk
melaksanakan proyek

Menyeluruh
Organisasi belajar non-hirarkis

Peran negara: produser,


penyelenggara, pengatur dan
konsumen terbesar

Peran negara: menciptakan kerangka


legal yang kondusif, membagi
kekuasaan, mendorong tumbuhnya
institusi-institusi masyarakat.

Sumber: diadaptasi dari A. Shepherd, Sustainable Rural Development (London:


Macmillan Press, 1998), hal. 17.

Pemberdayaan berkenaan dengan upaya memenuhi kebutuhan


(needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar
rumput sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara)
seperti demokrasi, desentralisasi, good governance, otonomi daerah,
masyarakat sipil, dan lain-lain. Pemberdayaan merupakan sebuah upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah-tengah scarcity dan constrain
sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada
persoalan struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll)
yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi
negara, dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, propoor untuk mengelola sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat,
seperti akan saya elaborasi kemudian, membutuhkan partisipasi (voice,
akses, ownership dan kontrol) dalam proses kebijakan dan pengelolaan
sumberdaya.
Pemberdayaan meliputi proses hingga visi ideal. Dari sisi proses,
masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara
kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan

meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai
suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai

kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap


lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara.
Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan
dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi
struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari
dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan intervensi dari luar.
Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat sipil,
organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas bukanlah
mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai
fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,
menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan
seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat
setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar
untuk tumbuh berkembang secara bersama-sama.

D.

Dimensi dan Tingkat Keberdayaan

Keberdayaan
terbentang
dari
level
psikologis-personal
(anggota
masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif.
Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan,
wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol
diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan
kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta
kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang
mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti
menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan,
kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan
pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat
untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dan pemerintahan.

Tabel Dimensi dan Level Pemberdayaan


Level/Dimensi
Personal

Psikolog
Mengembangkan
is
pengetahuan, wawasan,
harga diri, kemampuan,
kompetensi, motivasi,
kreasi, dan kontrol diri.

Struktur
Membangkitkan
al
kesadaran kritis individu
terhadap struktur sosialpolitik yang timpang
serta kapasitas individu
untuk menganalisis
lingkungan kehidupan
yang mempengaruhi
dirinya.

Mengorganisir
masyarakat untuk
tindakan kolektif serta
penguatan partisipasi
dalam pembangunan
dan pemerintahan.
Sumber: diolah kembali dari C. Kieffer, Citizen Empowerment: A Development
Perspective, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, Terms of Empowerment:
Toward a Theory for Community Psychology, American Journal of Community
Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte,

Masyarakat

Menumbuhkan rasa memiliki,


gotong rotong, mutual trust,
kemitraan, kebersamaan,
solidaritas sosial dan visi
kolektif masyarakat.

Community Empowerment: The Need for Political Analysis, Journal of Public


Health, No. 80, 1989; M. Zimmerman, Taking Aim on Empowerment Research: On
the Distinction Between Individual and Psychological Concept, American Journal of
Community Psychology, No. 18, 1990; J. Lord, Personal Empowerment and Active
Living In H. Quinney, L. Gauvin and A.E. Wall (Eds.), Toward Active Living (Windsor,
ON: Human Kinetics Publishers, 1994); dan Leena Rklund, From Citizen Participation
Towards Community Empowerment (Tampere: Tampere University, 1999).

E.

Tipologi Keberdayaan Masyarakat

Tipologi desa ditinjau dari aspek pemerintahan dan pembanguan dijelaskan


dalam IV kuadaran. Kuadran I (pemerintahan dan negara) pada intinya
hendak membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa, dengan bingkai
desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa, good governance desa
dan capacity building pemerintahan desa. Kuadran II (negara dan
pembangunan) berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan
pelalayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang
top down menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas
dan semakin dekat dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan.
Kudran III (pemerintahan dan masyarakat desa) hendak mempromosikan
partisipasi masyarakat dalam konteks pemerintahan desa, termasuk
penguatan BPD sebagai aktor masyarakat politik di desa. BPD diharapkan
menjadi intermediary antara masyarakat dengan pemerintah desa yang
mampu bekerja secara legitimate, partisipatif, dan bertanggungjawab.
Kuadran IV (pembangunan dan masyarakat desa) terfokus pada
civil
society maupun pemberdayaan modal sosial dan institusi lokal, yang
keduanya sebagai basis partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
pemerintahan.
Tipologi ini tidak dimaksudkan untuk membuat isu-isu pemberdayaan
terkotak- kotak, melainkan semua kuadran tersebut harus dikembangkan
secara sinergis dan simultan. Tetapi pemberdayaan yang berbasis
masyarakat dan berkelanjutan harus ditopang secara kuat oleh kuadran IV
(pembangunan dan masyarakat desa). Kuadran IV adalah pilar utama
pemberdayaan yang akan memperkuat agenda pembaharuan pemerintahan
dan pembangunan di level desa. Tipologi itu sangat membantu membangun
basis orientasi untuk beragam kajian keilmuan, pengembangan kurikulum
dan referensi bagi kebijakan pemerintah untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat desa.

Bagan Peta Pemberdayaan Masyarakat Desa


ARENA
Pemerintahan
Demokratisasi desa
Good governance
Otonomi desa.
Peningkatan
kapasitas
perangkat desa
Reformasi birokrasi

Negara
A
T
R

K
O

Masyarakat Desa

F.

Pengembangan
partisipasi politik
(voice, akses,
kontrol dan
kemitraan).
Pemberdayaan
Masyarakat
Politik

Pembanguna

Pembangunan
dari bawah.
Pengentasa
n
kemiskinan
.
Penyediaan akses
masyarakat pada
layanan publik
(pendidikan,
Partisipasi masyarakat
Penguatan modal
sosial dan institusi
lokal.
Pemberdayaan
civil society

Kemandirian Masyarakat

Dalam Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa


Membangun bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai.
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh
masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan
serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan
yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan
kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang
bersifat fisik/material.
Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah
proses belajar. Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara
bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang
bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Berkaitan
dengan hal ini,Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah
memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup
keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. Secara sosial,
masyarakat sekitar kawasan hutan lindung sampai saat ini tetap
teridentifikasi sebagai masyarakat marginal (terpinggirkan) dan tidak

memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang dapat diandalkan serta


tidak memiliki modal yang

memadai untuk bersaing dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat


pengusaha yang secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan, dan
kemampuan yang memadai.

G.

Indeks Desa Membangun dan Keberdayaan Masyarakat

Indeks Desa Membangun, atau disebut IDM, dikembangkan untuk


memperkuat upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa dan Kawasan
Perdesaan
sebagaimana tertuang dalam Buku Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2015 2019 (RPJMN 2015 2019), yakni
mengurangi jumlah Desa Tertinggal sampai 5000 Desa dan meningkatkan
jumlah Desa Mandiri sedikitnya 2000 Desa pada tahun 2019. Sasaran
pembangunan tersebut memerlukan kejelasan lokus (Desa) dan status
perkembangan- nya. Indeks Desa Membangun tidak hanya berguna untuk
mengetahui status perkembangan setiap Desa yang lekat dengan
karakteristiknya, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai instrumen untuk
melakukan targeting dalam pencapaian target RPJMN 2015 2019 dan
koordinasi K/L dalam pembangunan Desa.
IDM lebih menyatakan fokus pada upaya penguatan otonomi Desa.
Indeks ini mengikuti semangat nasional dalam upaya peningkatan kualitas
kehidupan Desa seperti yang dinyatakan sangat jelas dalam dokumen
perencanaan pembangunan nasional melalui optimalisasi pelaksanaan UU
No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa), serta komitmen politik
membangun Indonesia dari Desa melalui pembentukan kementerian Desa
(Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)
dalam kepemimpinan pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi Jusuf Kalla.
Banyak pihak telah memahami, UU Desa memberi inspirasi dan
semangat perubahan. Terkait Dana Desa misalnya, redistribusi asset negara
bersumber APBN itu membuktikan mampu menggerakan perubahan di
Desa. Pembangunan Desa tumbuh menjadi kehebatan dan semangat baru
dalam kehidupan Desa. Berdasar UU Desa tersebut, perubahan kehidupan
Desa digerakan dalam kerangka kerja: pengertian dan jenis Desa (yakni
Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain), tujuan
pengaturan, azas-azas, kedudukan, kewenangan, keuangan dan asset, tata
pemerintahan, kelembagaan masyarakat dan adat, pemberdayaan
masyarakat Desa, pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan, dan berikut
dukungan pendamping Desa dan sistem informasi Desa. Dalam kontekstual
relevansi itulah IDM dikembangkan.
Indeks Desa Membangun mengklasifikasi Desa dalam lima (5) status,
yakni: (i) Desa Sangat Tertinggal; (ii) Desa Tertinggal; (iii) Desa Berkembang;
(iv) Desa Maju; dan

(v) Desa Mandiri. Klasifikasi Desa tersebut untuk menunjukkan keragaman


karakter setiap Desa dalam rentang skor 0,27 0,92 Indeks Desa
Membangun. Klasifikasi dalam 5 status Desa tersebut juga untuk
menajamkan penetapan status perkembangan Desa dan sekaligus
rekomendasi intervensi kebijakan yang diperlukan. Status Desa Tertinggal,
misalnya, dijelaskan dalam dua status Desa Tertinggal dan Desa Sangat
Tertinggal di mana situasi dan kondisi setiap Desa yang ada di dalamnya
membutuhkan pendekatan dan intervensi kebijakan yang berbeda.
Menangani Desa Sangat Tertinggal akan berbeda tingkat afirmasi
kebijakannya di banding dengan Desa

Tertinggal. Dengan nilai rata-rata nasional Indeks Desa Membangun 0,566


klasifikasi status Desa ditetapkan dengan ambang batas sebagai berikut:

3.

1.
Desa Sangat Tertinggal : < 0,491
2.
Desa Tertinggal : > 0,491 dan < 0,599
Desa Berkembang : > 0,599 dan <
0,707 4.
Desa Maju : > 0,707 dan <
0,815
5.
Desa Mandiri : > 0,815
Klasifikasi status Desa berdasar Indeks Desa Membangun ini juga diarahkan
untuk memperkuat upaya memfasilitasi dukungan pemajuan Desa menuju
Desa Mandiri. Desa Berkembang, dan terutama Desa Maju, kemampuan
mengelola Daya dalam ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara
berkelanjutan akan membawanya menjadi Desa Mandiri.
IDM yang ada sekarang berdasarkan data PoDes dari BPS yang
diterbitkan setiap TIGA tahun sekali. saat ini Ditjen PPMD sedang melakukan
perbaikan IDM di mana dimensi sosial, ekonomi dan ekologi akan lebih
dipertajam dengan aspek Tri-Matra di dalamnya. Diharapkan ke depan entry
data IDM dapat dilakukan TAPM/PD/PLD sehingga tidak lagi tergantung pada
data dari BPS.

Daftar Pustaka

Hanibal Hamidi, dkk (2015)Indeks Desa Membangun 2015. Kementerian


Desa, Jakarta: Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Kesi Widjajanti (2011)Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi
Pembangunan.
Volume 12, Nomor 1, Juni, hlm.15-27 Fakultas Ekonomi Universitas
Semarang.
Sotoro Eko. (2002)Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang
diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember
2002;
Wahjudin Sumpeno (2012) Pembangunan Desa Terpadu Edisi Revisi, Banda
Aceh: Read Indonesia

150| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
4.

Rencana
Pembelajaran

Fasilitasi Evaluasi
Rencana

Tujuan
Setelah sesi ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan berbagai tantangan/hambatan dalam
perencanaan pembangunan Desa (RPJM Desa dan RKP
Desa);
2. Menjelaskan berbagai tantangan dan hambatan
dalam penganggaran desa (APBDesa);
3. Memfasilitasi Tim Kecamatan (Camat) dalam
melakukan evaluasiPerencanaan Pembangunan Desa.
Waktu
12 JP (540 menit)
Metode
Curah pendapat, penugasan kelompok, testimoni, simulasi
Media

Media Tayang 4.2.1:

Lembar Kerja 4.2.1: Format evaluasi dokumen


perencanaan dan penganggaran, Lembar kerja, media
fasilitasi.

Lembar Informasi 4.2.1: Rencana Pembangunan Desa


dalam Sistem Pembangunan Nasional.

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Dokumen-dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa, Spidol,

laptop, dan LCD.


Proses Penyajian
Kegiatan 1: Isu-isu Perencanaan dan
Penganggaran
1.

Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang


akan disampaikan;

2.

Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang


perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa;

3.

Bagikan kertas metaplan kepada setiap peserta. Minta


peserta
menuliskan
isu-isu
yang
muncul
dalam
perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa;

4.

Pandu peserta mengelompokkan isu-isu yang muncul;

5.

Berikan penegasan.

Kegiatan 2: Prinsip-prinsip perencanaan


6.

Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang


prinsip-prinsip perencanaan pembangunan Desa;

7.

Pandu peserta merumuskan prinsip-prinsip


perencanaan pembangunan Desa (Media Fasilitasi
4.2.1);

Kegiatan 3: Tahap Penyusunan Perencanaan


8.

Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

9.

Bagikan Lembar Kerja 4.2.1 dan minta kepada setiap


kelompok mendiskusikannya;

10. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil


diskusinya dan kelompok lain menanggapi;
11. Berikan penegasan (Media Fasilitasi 4.2.2).

Kegiatan 4: Diskusi kelompok tentang identifikasi


tantangan dan hambatan dalam perencanaan dan
penganggaran.
12. Minta kelompok sebelumnya untuk berdiskusi (gunakan
Lembar Kerja 4.2.2);

152| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

13. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil


diskusinya dan kelompok lain menanggapi;
14. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Peran Kecamatan


15. Minta peserta menjelaskan tentang peran Kecamatan
dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan
desa;
16. Berikan penegasan tentang peran Kecamatan;
17. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
18. Bagikan dokumen RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa
kepada setiap kelompok;
19. Minta setiap kelompok melakukan evaluasi dokumen
dimaksud (gunakan Lembar Kerja 4.2.3)
20. Minta kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya;
21. Memberikan kesempatan kepada kelompok lain
menanggapi;
22. Berikan penegasan (Media Tayang 4.2.3. a, b dan c).
23. Sebelum sesi diakhiri, tutup dengan penegasan serta
rangkuman atas (1) isu perencanaan, (2) prinsip
perencanaan, (3) tahapan perencanaan, (4) tantangan dan
hambatan dalam perencanaan dan penganggaran, (5)
peran kecamatan, dan (6) aspek-aspek kritis dalam
evaluasi dokumen.

Lembar Kerja 4.2.1

Matrik Diskusi Fasilitasi Tahap Penyusunan


Rencana Pembagunan Desa
No
1

Kegiatan
Perencanaan
Penyusunan
RPJM Desa

Tahap Langkah Kegiatan


a) Penyelarasan arah kebijakan
perencanaan pembangunan
kabupaten/ kota
b) Pengkajian keadaan desa
c) Musyawarah Desa Penyusunan
Rencana Pembangunan Desa
d) Penyusunan Rancangan RPJMDesa

Penyusunan
RKP Desa

Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa
menyepakati rancangan RPJM
Desa
1) Penyusunan
perencanaan
pembangunan desa melalui
Musdes,
2) Pembentukan tim penyusunan RKP
Desa,
3) Pencermatan pagu indikatif Desa
dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa
4) Pencermatan ulang dokumen RPJM
Desa
5) Penyusunan rancangan RKP
Desa dan rancangan daftar
usulan RKP Desa
6) Penyusunan RKP Desa melalui
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa
7) Penetapan RKP Desa
8) Perubahan RKP Desa

Penyusunan
APB Desa

Output

Pelaku

Media Tayang 4.2.1.a.


Pencermatan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa
No
1

Ba
b
PENDAHULUAN

Cakupan
Materi
1.1.
LatarBelak
an g

1.2. Dasar
Hukum

1.3. Maksud
Dan Tujuan

1.4. Proses
Penyusunan

Hal-Hal yang
perlu
dicermati
Sudah/Belum
mengaitkan
dengan
perubahan
peraturan/Regu
la si:
UU No. 6/2014
dan Peraturan
turunannya
(PP 43, PP 47,
Permendagri
111,113, dan
114
tahun 2014,
Permendagri44/
2 016, dst
Sudah/Belum
mencantumkan
Peraturan (UU,
PP, Permen, dan
Perda) baru
yang terkait

Jelas/Rancu
antara Maksud
dan tujuan
penyusunan
dokumen RPJM
Desa dengan
Maksud dan
tujuan RPJM
Desa
Sudah/Belum
mencantumka
n Ketentuan
dan langkahtahap
kegiatan

Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok pikiran:
Memenuhi
dan/atau
menyesuaikan
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan yang
terbaru.
Perencanaan
pembangunan Desa
sebagai sarana
penting untuk
mewujudkan
pembangunan Desa
yang tepat, efektif,
terencana, dan
terukur.
Mencantumkan
UU No. 6/2014
PP 43/2014,
PP 60/2014
PP 47/2015
Permendagri
111,113, dan 114
tahun 2014
Permendagri44/2016,
dst
Menegaskan rumusan
Maksud dan Tujuan dari
Penyusunan dokumen
RPJM Desa

Menegaskan
pencantuman
langkah/tahap:
Persiapan
(Pembentukan Tim
Penyusun)
PKD
Penyusunan
naskah

No
2

Ba
b
KONDISI UMUM
DESA

Cakupan
Materi
2.1. Sejarah
Desa

Hal-Hal yang
Pokok-Pokok
perlu
Materi
dicermati
Sudah/Belum
Menambahkan/mencantu
mencantumkan mk an informasi tentang
peristiwaperistiwa-peristiwa
peristiwa
penting yang pernah
penting yang
terjadi
pernah terjadi

2.2. Kondisi
Desa

Sudah/belum
memadai
pemaparan
tentang
kondisi sosial
budaya
masyarakat
1. Sudah/Belu
m
menyesuaika
n struktur
pemerintah
an Desa
dengan
peraturan
yang baru
2. Sudah/Belu
m
menyajikan
informasi
tentang
syarat
minimum
bagi
penyelengg
ar aan
pemerintaha
n Desa
yang baik
3. Sudah/Belu
m
menyajikan
informasi
tentang
moderenisa
si
pengelolaan
kegiatan
pemerintah
Sudah/Belum
menyajikan
data dan
informasi
tentang aset
Sudah/Belum

2.3. Kondisi
Pemerintahan
Desa

ASET,
POTENSI, DAN
PERMASALAHA
N

3.1. Aset

3.2. Potensi

Menambahkan/mencantu
mk an informasi tentang
kondisi
sosial-budaya
masyarakat

1. Penyesuaian struktur
organisasi
pemerintahan Desa
sesuai UU No. 6/2014
dan peraturan
perundangan
turunannya.
2. Menyajikan data dan
informasi tentang
kondisi sarana dan
prasarana
pemerintahan Desa
(kantor,dll), hari
kerja/pelayanan
3. Menyajikan
informasi tentang
penggunaan
computer,
jaringan internet,
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan

Menyajikan data hasil


pendataan/inventarisasi
asset yang dimiliki
Menambahkan data
potensi:

No

Ba
b

Cakupan
Materi

3.3.
Permasalahan

POKOK-POKOK
RENCANA
PEMBANGUNAN
JANGKA
MENENGAH
DESA

4.1. Visi dan


Misi

4.2.
Gambaran
KOndisi Desa
yang
diharapkan
4.3. Kebijakan
dan Strategi
Pembangunan
Desa

4.4. Program
Prioritas,
Sasaran, dan
Target Capaian

Hal-Hal yang
perlu
dicermati
mencantumkan
potensi ekonomi
dan sosialbudaya
Sudah/Belum
mencantumka
n data
permasalaha
n sosialbudaya,
lingkungan.
1. Apakah
rumusan
visi
realistis
dan
terukur?
2. Apakah
rumusan
misi sudah
mewakili
dan
mencermin
ka n
kebutuhan
empat
bidang
pembangun
a n Desa?

Jelas/Rancu
rumusan
Kebijakan dan
Strategi?

1. Apakah
program
prioritas
sudah
mengcover
empat
bidang
pembanguna
n Desa?

Pokok-Pokok Materi

Ekonomi
Sosial budaya

Menambahkan
datan tentang
permasalahan
Sosial (Pelayanan
dasar)
Ekonomi
Lingkungan
1. Visi:
Harus realistis
untuk diwujudkan
dalam rentang
waktu 6 tahun
2. Misi:
Mencakup dan menjadi
orientasi kegiatan
sesuai Bidang
Pembangunan Desa:
Pemerintahan
Pembangunan
Pemberdayaa
n
masyarakat
Pembinaan
kemasyarakat

Merumuskan secara
jelas:
1. Arah kebijakan:
2. Strategi/cara
mencapai
mewujudkan
rencana,
menekankan pada:
Efektivitas dan
efisiensi
Memastikan:
Keswadayaa
Program prioritas
mencakup empat
bidang pembangunan
Desa
Mengelompokkan
kegiatan sesuai
Program dan sub
program

No

Ba
b

Cakupan
Materi

Hal-Hal yang
perlu
dicermati
2. Apakah
program
prioritas
diurai dalam
sub program
yang sesuai?
3. Sudah/Belu
m
mencantumkan target
capaian
sesuai kurun
waktu
pelaksanaan
RPJM Desa?
Sudah/Belum
menegaskan
pesan tentang
kondisi/syarat
pencapaian
RPJM Desa

Pokok-Pokok
Materi
capaian yang terukur

PENUTUP

Kondisi dan
syarat
pencapaian

Menegaskan pesanpesan pokok:


Partisipasi efektif
warga
Transparansi
dan
akuntabilitas
Sosialisasi

LAMPIRAN

Dokumen
administratif

Dokumen administratif:
Pembentukan
Tim Penyusun
Peaksanaan Musdes
Perencanaan
Pembangunan
Desa/Penyusunan
RPJM Desa
Penetapan
Rancangan RPJM
Desa menjadi
Perdes tentang
RPJM Desa

Dokumen
hasil PKD

Melengkapi:
Peta sosial Desa
Data inventarisasi
asset
Data
inventarisasi
potensi
Data hasil
identifikasi

Media Tayang
4.2.1.b Pencermatan Rencana Kerja Pembangunan
Desa
No
1

Aspe
k

Legalisasi/
Perdes

Naskah

Uraia
n

Penomoran
Konsideran
Redaksi
Kesepakata
n Bersama
BPD dan
Kades
Batang tubuh
Waktu
penetapa
n
dst
Bab I
Bab II

Hal-Hal yang
perlu
dicermati

Pokok-Pokok
Materi

Media Tayang
4.2.1.c Pencermatan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Desa
N
o

Aspek

Fok
us

Perdes

Penomoran
Konsideran
Redaksi Kesepakatan Bersama
BPD dan Kades
Batang tubuh

Format

Kode Rekening
Uraian
Penulisan angka pada kolom anggaran
Pengisian kolom keterangan

160| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Hal-Hal yang
perlu
dicermati

Penulisan kode
rekening sesuai digit
Nomenklatur
pendapatan, belanja,
pembiayaan sesuai
ketentuan

Lembar Kerja 4.2.1

Matrik Diskusi Tahap Penyusunan


Perencancanaan
No
1

Kegiatan
Perencana
an
Penyusunan

Tahap
Langkah
Kegiatan

Output

Pelaku

RPJM Desa

Penyusunan
RKP Desa

Penyusunan
APB Desa

Lembar Kerja 4.2.2

Matrik Diskusi Tantangan dan Hamabatan


Perencancanaan
No
1
2
3

Kegiatan
Penyusunan RPJM Desa
Penyusunan RKP Desa
Penyusunan APB Desa

Tantangan

Hambatan

Lembar Kerja 4.2.3

Matrik Diskusi Evaluasi Rencana


Pembangunan Desa
Dokumen
1. RPJM Desa
2. RKP Desa
3. APB Desa

Fokus
Evalua
si

Hasil
Evalua
si

Saran/Masukan/Rekomen
dasi

Lembar Kerja 4.2.4

Kelayakan
Dokumen

Sub Aspek

10

Kelengkapa
n Dokumen
Perencana
an

Keabsahan
Dokumen
Perencanaa
n
2

Kualitas
Proses

20

Penyusuna
n

Indikator

Tersedia data
potensi, masalah
dan kebutuhan
desa hasil
pengkajian
keadaan desa /
Tersedia peta
sosial
Tersedia dokumen
RPJM Desa
(lengkap dan
dijilid)
Tersedia
dokumen
RKP
Desa TA yang
bersangkutan
Tersedia Perdes
tentang RPJM
Desa
Tersedian SK.
Kades tentang
RKP
Desa RPJM
Rancangan

Desa disusun
oleh Tim
Perumus/Penyusun
Rancangan RPJM
Desa disusun
sesuai
sistematika yang
ditetapkan
Rencana
kegiatan disusun
sesuai matrik
lampiran
Permendagri
No.66 Tahun
Narasi RPJM Desa
disusun secara
jelas, baik ide /;
substansi materi
maupun dari segi
bahasa.

162| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

30

30
10

30

60
40

Skor
Tertimba
ng

Bobo
t
%

Skor

Aspek

Bobot

No

Sub

Instrumen Evaluasi Rencana Pembangunan


Desa

Pembahasa
n

Rancangan RPJM
Desa dibahas
dalam

40

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 163

Indikator

Forum
Tersedia
Musrenbang
risalah /
notulensi hasil
pembahasan
Dilakukan
revisi/penyempurn
a an sesuai hasil
pembahasan
Penetapan

Ketepata
n
Perumusa
n
/ Kualitas
Proses
Pemikiran
Strategis

Kualitas
RPJM
Desa

20

20

Isi

20

40

Penetapan Perdes
tentang RPJM
Desa dilakukan
dalam forum
Rapat BPD
Draft RPJM Desa
dibagikan kepada
peserta Rapat
(BPD)
Terjadi
perubahan/
penyempurnaan
draft sesuai
keputusan Rapat
Tersedia risalah/
notulensi hasil
Rapat BPD

40

Visi
dirumuskan
secara tepat
dan jelas
Perumusan missi
konsisten dengan
rumusan visi

15

Tujuan
dirumuskan
secara terarah
dan jelas
Kebijakan
pembangunan
desa dirumuskan
secara jelas dan
terarah.
Rumusan
program tidak
rancu dengan
kegiatan
Perumusan
kegiatan
konsisten dengan
rumusan program
Materi RPJM desa
mencakup
semua urusan
wajib sesuai

20

10

30

20

15

20

15

15

10

Skor
Tertimba
ng

Sub
Aspek

Skor

Bobo
t
%

Sub

Aspek

Bobot

No

Kualitas
pelaksanaan
Musrenbang Pembahasan

20

Persiapan

Indikator

Tabel Rencana
Terdapat analisis
dan rumusan
yang jelas
tentang potensi
desa
Terdapat analisis
dan rumusan
yang jelas
tentang
permasalahan
Prioritas
pembangunan
dirumuskan
secara jelas dan
konsisten
Rencana
pelaksanaan
Musrenbang
diinformasikan
kepada
masyarakat luas
secara terbuka

30

30

20

Tersedia daftar
peserta yang
akan diundang

10

Tersedia jadual
dan agenda
acara
Tersedia

10

Tersedian
panduan fasilitasi
proses
Musrenbang dan
tatacara
pembahasan

30

Musrenbang
diikuti oleh
berbagai unsur
dan kelompok
masyarakat
Perempuan,
Keluarga Miskin
dan Kelompok
marjinal lainnya
terwakili secara
proporsional

20

bahan- bahan
(materi)
Musrenbang

Pelaksanaa
n

30

30

20

Skor
Tertimba
ng

Sub
Aspek

Skor

Bobo
t
%

Sub

Aspek

Bobot

No

Hasil

Keterpaduan

10

Keterpadua
n
Perencanaa
n

Indikator

Pembahasan
agenda dilakukan
secara terbuka
dan tidak
didominasi peserta
tertentu
Pengambilan
keputusan
dilakukan secara
demokratis
(terbuka dan
melibatkan
semua peserta)
Hasil / keputusan
Musrenbang jelas
dan diketahui
oleh peserta

30

Hasil /
keputusan
Musrenbang
ditetapkan
dengan Berita
Terjadi keselarasan
waktu
(pelaksanaan
Musyawarah
Desa/MD menyatu
dengan
Musrenbangdes
dan Musyawarah
Antar Desa/MAD
menyatu dengan
Musrenbang
Kecamatan)
Terjadi sinergi
kegiatan antar
Program
Nasional,Lokal
dan Desa sesuai
RKP Desa

50

Terjadi sinergi
antara Renja
dengan hasil
Musrenbang
Kecamatan (Hasil
Musrenbang
Kecamatan
sebagai salah satu
rujukan
penyusunan Renja
SKPD)

30

30

50

20

20

Skor
Tertimba
ng

Sub
Aspek

Skor

Bobo
t
%

Sub

Aspek

Bobot

No

Keterpadua
n Anggaran

Indikator

Terjadi sinergi
antara Jaring
Asmara dengan
hasil Musrenbang
Kecamatan

30

Terjadi
keterpaduan
anggaran yang
bersumber dari
swadaya,
ADD/APB Desa,
Program (BLM)
Ada dukungan
dana dari sumber
lain
Terdapat

40

kegiatan sesuai
RKP Desa yang
diserap /
dibiayai APBD

30
30

Total Nilai

Skor
Tertimba
ng

Sub
Aspek

Skor

Bobo
t
%

Sub

Aspek

Bobot

No

PENDAMPING
DESA

SP
B
4.
2

A.

Lembar Informasi

Pembangunan Desa
dalam Sistem
Pembangunan
Nasional

Latar Belakang
Reformasi tahun 1999 telah memberikan perubahan yang sangat mendasar
bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya
berbagai tuntunan masyarakat agar dilakukan perubahan yang mendasar
bagai penyelenggaraan pemerintahan yang selama masa orde baru
dirasakan tidak memihak pada rakyat. Berkaitan dengan kedudukan desa,
maka dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Dasar RI Tahun
1945 menyatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya
Pasal 18 B ayat (2) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa, Negara mengakui
dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan perubahan Pasal
18 tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, selanjutnya, diatur juga kewenangan Desa dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari pemerintah yang diakui
berdasarkan asas rekognisi dan subsidaritas.
Pembangunan nasional pada dasarnya adalah upaya pemenuhan
keadilan bagi rakyat Indonesia. Pembangnan dilaksanakan berdasar rencana
besar bangsa Indonesia melalui perencanaan Nasional, Provinsi, Kabupaten
dan Desa. Dalam melakukan perencanaan pembangunan dalam UU No 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 167

secara legal menjamin aspirasi masyarakat dalam pembangunan dalam


kesatuannya dengan epentingan politis (keputusan pembangunan yang
ditetapkan oleh legislatif) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan
pembangunan yang dirumuskan oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan
masyarakat ini dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif yang
secara
legal
menjamin
kedaulatan
rakyat
dalam
berbagai
program/proyek

168| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan


perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama
pembangunan antara masyarakat dan pemerintah.
Arah pendekatan dari Ditjen PPMD tentang pembangunan desa adalah
Tri-Matra Pembangunan Desa. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa. Pilar ini
diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia
sebagai inti pembangunan desa, sehingga desa menjadi subyek yang
berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa.
Pilar ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang
menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di
desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa. Pilar ini mempromosikan pembangunan
yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan
sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain

B.

Kedudukan Desa dalam Pembangunan Daerah

Keberadaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 diganti dengan Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. kedudukan
Desa sendiri sudah dinyatakan dalam UU lain, yaitu UU No. 23 Tahun 2014
tentang Wilayah Negara. Pada Bab II (Pembagian Wilayah Negara) UU
tersebut dinyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah provinsi yang kemudian dibagi atas daerah kabupaten dan kota.
Daerah kabupaten dan kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi
atas kelurahan dan/atau desa. Klausul ini sejatinya menekankan pada hal
pembagian wilayah secara geografis saja, bukan menyangkut pembagian
pemerintahan. Pengaturan tentang kedudukan Desa, menjadikan Desa
tidak ditempatkan sepenuhnya sebagai subordinasi pemerintahan
kabupaten/kota.
Perubahan kedudukan Desa dari UU No. 22/1999, UU No. 32/2004 dan
UU No 6/2014 bertujuan agar Desa bukan lagi obyek pembangunan tetapi
menjadi subyek pembangunan. Konstruksi pemerintahan desa yang dianut
dalam UU Desa adalah konstruksi gabungan. Penjelasan Umum UU Desa
menyebutkan secara tegas: Dengan konstruksi menggabungkan fungsi
self-governing community dengan local self government, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari
wilayah desa ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa adat
Disamping menempatkan provinsi dan kabupaten/kota sebagai sasaran
pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah memandang bahwa desa sudah
saatnya melaksanakan otonominya. Otonomi yang dimaksud adalah
implementasi otonomi desa. Keseriusan ini ditandai dengan disahkannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Elemen penting otonomi Desa yakni kewenangan desa. Kewenangan desa

PENDAMPING

merupakan hak yang dimiliki DESA


desa untuk mengatur secara penuh urusan
rumah tangga sendiri. Kewenangan ini diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kewenangan desa
tersebut meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan adat istiadat Desa.

C.

Kedudukan dan Kewenangan Desa

Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan


pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara bangsa ini terbentuk.
Struktur sosial desa, masyarakat adat dan lainnya telah menjadi institusi
sosial yang mempunyai posisi sangat penting. Desa harus memiliki status
yang jelas dalam ketatanegaraan Republik Indonesia karena desa
merupakan wujud bangsa yang kongrit.
Desa dalam sejarahnya telah ditetapkan dalam beberapa pengaturan
tentang Desa, dalam pelaksanaannya pengaturan mengenai Desa tersebut
belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat
Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga
ribu) Desa (www.forumdesa.org). Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 ini
disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan
masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18 B ayat (2) yang
berbunyi:
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.

Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 tersebut mengatur mengenai pengakuan


keberadaan kesatuan masyarakat adat, hal ini terpisah dari pengaturan
mengenai pembagian wilayah Indonesia berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan bahwa;
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang.

Berdasarkan pengaturan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 tersebut, maka


dapat dikatakan kedudukan desa berada diluar susunan NKRI yang hanya
dibagi-bagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah
kabupaten/kota. Artinya, desa diakui kemandiriannya berdasarkan hak asal
usulnya sehingga dibiarkan untuk tumbuh dan berkembang diluar susunan
struktur Negara. Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014,
mengatur bahwa:
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan definisi tersebut, Desa dipahami terdiri atas Desa dan


Desa adat yang menjalankan dua fungsi yaitu fungsi pemerintahan (local
self government) dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai
dengan hak asal-usul dan hak tradisional (self governing community).

Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 undang-undang


tersebut, sebagai berikut:
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan
Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara


Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian dalam
pasal 5 dinyatakan bahwa, Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.

Desa secara administratif berkedudukan dibawah Pemerintah


Kabupaten/Kota (local self governmen). Hal ini dapat dilihat dari kedudukan
Desa yang berada diwilayah Kabupaten/Kota dalam sistem pemerintahan
Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) UUD 1945, dimana
berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya dibagi atas dua pemerintahan
daerah otonom yaitu pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah Provinsi dibagi atas pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. Oleh
karena itu desa yang berkedudukan di Kabupaten/ Kota tidak dapat
ditafsirkan sebagai daerah otonom tingkat III atau suatu jenis pemerintahan
yang terpisah dari pemerintahan daerah Kabupaten/Kota, karena
berdasarkan UUD 1945 pasal 18 ayat (1) bahwa Indonesia hanya dibagi
dalam dua tingkatan pemerintah daerah yaitu Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
Untuk itu desa yang berkedudukan di Kabupaten/Kota dengan sendirinya
akan berada dibawah lingkup pemerintahan Kabupaten/Kota.
Kedudukan administrasi pemeritah desa yang berada di bawah
pemerintahan Kabupaten/Kota (local self governmen), tidak menghilangkan
hak dan kewenangan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat untuk
mengurus urusan masyarakat sesuai dengan asal-usul dan adat istiadat
yang masih hidup (self governing community). Oleh karena itu dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur kewenangan
urusan masyarakat sesuai dengan asal-usul dan adat istiadat yang masih
hidup (self governing community). Kewenangan khusus untuk mengurus
urusan masyarakat sesuai dengan asal-usul dan adat istiadat yang masih
hidup (self governing community) inilah yang akan membedakan desa dan
kelurahan.
Selanjutnya didalam penjelasan umum angka 2 huruf (b) ayat (1)
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, ketentuan dalam pasal 5 Undangundang Nomor 6 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Desa berkedudukan
di wilayah Kabupaten/kota tersebut diperkuat dengan asas rekognisi yaitu
pengakuan terhadap hak asal usul, dalam hal ini berarti Desa diakui
keberadaannya oleh negara sebagai suatu organisasi pemerintahan yang
sudah ada dan dilakukan dalam kesatuan masyarakat adat sebelum lahirnya
NKRI. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa sebagai kesatuan masyarakat
adat, desa diakui keberadaannya oleh Negara sebagai satuan pemerintahan
yang paling kecil dan terlibat bagi terbentuknya Negara, sehingga Desa
dibiarkan tumbuh dan berkembang diluar susunan Negara. Desa
mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama pentingnya dengan
kesatuan pemerintahan seperti kabupaten dan kota. Kesederajatan ini
mengandung makna, bahwa kesatuan masyarakat hukum atau sebutan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 171

nama lainya berhak atas segala perlakuan dan diberi kesempatan


berkembang sebagai subsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dengan tetap berada pada prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan pembangunan ayat 2. Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ayat 3. Pemerintah Desa

170| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa
Dengan kewenangan yang besar terebut desa dalam perkembanganya
harus mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan di Desa. Sebenarnya pelibatan
masyarakat atau partisipasi pembangunan Desa sudah dimulai dari program
program pemberdayaan. Program program pemberdayaan tersebut
dijalankan karena ada pandangan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintahan Desa kurang efektif. Program yang pernah ada semisal
Program IDT, P3DT, PPK, PNPM PPK, PNPM mandiri Perdesaan merupakan
langakh awal dari upaya membangun Desa melalui masyarakat atau yang
lebih dikenal dengan Community Development. Pembangunan yang
berbasis masyarakat, dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi ini pada perkembanganya dirasa cukup efektif sebab
dengan melibatkan mereka, pembangunan semakin dekat dengan
kebutuhan. Dan ini adalah inti dari tujuan pembangunan itu sendiri.
Dalam pelaksanaan pembangunan, proses perencanaan menjadi kunci
dalam pelaksanaan pembangunan, nilai nilai partisipasi masyarakat dalam
pembangunan tidak menjadi hilang namun memperkuat Pemerintahan Desa
dalam menyusun perencanaan pembangunan. Ini sangat jelas terlihat dalam
Pasal 80 ayat 1 undang Undang Desa no 06 Tahun 2014 bahwa Perencanaan
Pembangunan
Desa
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
79
diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Dalam
menyusun pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah
perencanan pembangunan Desa.
Dalam undang Undang Desanomor 6 tahun 2014 ini upaya pemerintah
semakin nyata dalam memberikan kewajiban jelas bahwa perencanaan
pembangunan harus melibatkan masyarakat, dengan demikian masyarakat
diharapkan aktif terlibat dalam perencanaan pembangunan agar harapan
pembangunan ekonomi masyarakat dapat tercapai secara berkelanjutan.
Berikut dijelaskan perbedaan acuan rencana pembangun Desa sebelum dan
sesudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa.

Tabel Rencana Pembangunan Desa sebelum dan sesudah di


sahkannya UU Desa

SEBELUM UU 6 TAHUN 2014

SESUDAH UU 6 TAHUN 2014

1. Acuan UU 32/2004 Tetang


Pemerintah Daerah;
2. UU 25/2004 Tentang SPPN;
3. PP 72/2005 Tentang Pemerintah Desa
4. Permendagri 66/2007
Tentang Perencanaan
Desa;

1. UU 6/2014 tentang Desa;


2. Permendagri 114/2014;
3. Memberi kewenangan kepada kepala
desa untuk mengurus rumah
tangganya sendiri membuat
perencanaan pembangunan sesuai
kewenangan (minimal 2
kewenanagan yaitu kewenagan

SEBELUM UU 6 TAHUN 2014


5. Musrembang Menyusun
RPJMDesa 5 tahunan dan RKP
Desa tahunan;
6. Perencanaan dan Usulan Program
pemerintah desa dan masysarakat
desa jarang diakomodir kebijakan
perencanaan pembangunan tingkat
daerah;

SESUDAH UU 6 TAHUN 2014


berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal
berskala desa);
4. Periode RPJM Des 6 tahun, dan RKP
Desa merupakan penjabaran
RPJMDes untuk jangka waktu 1
tahun

7. APBD letak banyak untuk


membiayai program/proyek
daerah dan desa hanya sebagai
lokus bukan sebagai

D.

Pembangunan Desa dalam Sistem Pembangunan Nasional

Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa memberikan


momentum dan peluang besar kepada Desa untuk menjadi Desa yang
Mandiri tanpa meninggalkan jati dirinya. Undang-Undang ini mengatur Desa
dan Desa Adat atau sebutan lain sesuai dengan Pasal 1 serta mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Undang-Undang Desa mendapat perhatian yang luar biasa karena
dipandang sebagai horizon baru pembangunan. Desa diletakkan sebagai
pusat arena pembangunan, bukan lagi semata lokasi keberadaan sumber
daya (ekonomi) yang dengan mudah dieksploitasi oleh wilayah lain (kota)
untuk beragam kepentingan. Dengan demikian hal ini diharapkan dapat
memperkecil kesenjangan antara desa-kota.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2015, tugas
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan
desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan
pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu
Presiden
dalam menyelenggarakan
pemerintahan
negara. Dalam
melaksanakan tugas itu, salah satu fungsi yang dijalankan oleh Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi adalah perumusan,
penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan desa dan
kawasan perdesaan, serta pemberdayaan masyarakat desa.
Tugas dan fungsi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi salah satunya dimaksudkan untuk
mendukung
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang
diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) ketiga periode 2015-2019 yang merupakan penjabaran dari Visi dan
Misi Presiden serta agenda Nawacita. Keselarasan agenda pembangunan
172| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

nasional dengan pembangunan desa memberi kepastian bagi tercapainya


tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 173

Pendekatan umum Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Transmigrasi, yaitu Tri-Matra Pembangunan Desa dimaksudkan untuk
memperkuat tugas dan fungsi Sekretariat dan seluruh Direktorat Jenderal.
Program unggulan ini didesain untuk mendorong integrasi, sinergi, dan
harmonisasi program di Pemerintahan (pusat hingga desa) dan masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan pemberdayaan masyarakat desa. Adapun
Tri-Matra Pembangunan dan Pemberdayaan Desa adalah sebagai berikut:
1.

Jaring Komunitas Wiradesa. Pilar ini bertujuan untuk memperkuat


kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan
dalam upaya untuk menegakkan hak dan martabatnya, memajukan
kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga
Desa.

2.

Lumbung Ekonomi Desa. Pilar ini merupakan pengejawantahan


amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD
1945 yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan
ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan
alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lumbung Ekonomi
Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan
kemandirian ekonomi Desa.

3.

Lingkar Budaya Desa. Pilar ini merupakan suatu proses


pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya (kolektivisme)
yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran
untuk melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan
spirit yang tertanam di desa. Pilar ketiga ini mensyaratkan adanya
promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan
komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang
perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi),
tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural.

Tiga Pilar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di atas


memiliki keterkaitan satu sama lain. Komitmen untuk menjalankan program
dan kegiatan dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan
dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan
dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa.

E.

Sinergi Pembangunan Pusat, Daerah dan Desa

Desa sekarang telah memiliki kewenang yang cukup besar, Pasal 1 ayat 1
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014, Desa adalah Desa
dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak


asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam

sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terkait


keselarasan antara rencana pembangunan Desa dengan rencana di atasnya
(pusat dan daerah) dihadapkan berbagai tantangan diantaranya:
1.

Pembangunan nasional (makro) semata-mata agregasi (gabungan) atas


pembangunan daerah/wilayah atau bahkan sekedar gabungan
pembangunan antar sektor semata.

2.

Pembangunan nasional adalah hasil sinergi berbagai bentuk keterkaitan


(linkages), baik keterkaitan spasial (spatial linkages atau regional
linkages), keterkaitan sektoral (sectoral linkages) dan keterkaitan
institusional (institutional linkages).

3.

Perubahan lingkungan strategis nasional dan internasional yang perlu


diperhatikan antara lain:

Demokratisasi, proses pembangunan dituntut untuk disusun secara


terbuka dan melibatkan semakin banyak unsur masyarakat

Otonomi Daerah, proses pembangunan dituntut untuk selalu sinkron


dan sinergis antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten

Kewenangan Desa, proses pembangunan harus memberikan


kepercayaan bagi Desa secara mandiri untuk memenuhi
kebutuhannya dengan tetap memper- timbangkan keselarasan dan
sinergi antara Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota.

Globalisasi,
proses
pembangunan
dituntut
untuk
mampu
mengantisipasi kepentingan nasional dalam kancah persaingan
global

Perkembangan Teknologi, proses pembangunan dituntut untuk selalu


beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat

Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Tahun 2015-2019.
Iis Mardeli (2015) Kedudukan Desa dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Atmajaya
Jogjakarta.

Wahjudin Sumpeno (2010) Perencanaan Desa Terpadu Edisi Revisi, Banda


Aceh. Read Indonesia.
http://afpmidpwjatim.blogspot.co.id/2016/04/perencanaan-pembangunandesa.html

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

FASILITASI KERJASAMA ANTAR


DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 175

PENDAMPING DESA

176| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
5.

Memfasilitasi
Kerjasama

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pokok-pokok kebijakan kerjasama Antar-Desa;
2. Mengidentifikasi dukungan pemangku kepentingan di
tingkat Kecamatan dalam mendorong kerjasama
Antar-Desa.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pengalaman (sharing experience), Diskusi
kelompok dan Pleno.

Media

Media Tayang 5.1.1

Lembar Kerja 5.1.1: Matrik Diskusi Badan Kerjasama


Antar Desa Sebelum dan Sesudah Undang-Undang
Desa;

Lembar Kerja 5.1.1: Matrik Diskusi Dukungan Pemangku


Kepenitngan di tingkat Kecamatan dalam mendorong
Kerjasama Antar-Desa;

Lembar Informasi 5.1.1: Kerjasama Desa dalam


Pelaksanaan Undang- Undang Desa.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 177

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami KonsepKerjasama AntarDesa
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari kegiatan pembelajaran tentang tentang
konsep kerjasama antar-Desa dalam rangka pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat;

2.

Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman awal


tentang pokok-pokok kebijakan kerjasama pembangunan
antardesa dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kerjasama antar-Desa?
b. Apa tujuan kerjasama antar-Desa?
c. Bagaimana ruang lingkup kerjasama antar-Desa?
d. Siapa yang terlibat dalam kerjasama antar-Desa?

3.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan


pendapat, kritik dan saran terkait pertanyaan tersebut;

4.

Selanjutnya, lakukan pembahasan tentang Badan Kerjasama


Antar Desa sebelum dan sesudah Undang-Undang Desa
dengan menggunakan Lembar Kerja 5.1.1;

5.

Buatlah catatan dari hasil curah pendapat dalam metaplan,


kertas plano atau whiteboard dengan menegaskan beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian dari peserta dengan
memaparkan tentang Badan Kerjasama Antar Desa dengan
menggunakan Media Tayang yang telah disediakan.

Kegiatan 2: Dukungan Pemangku Kepentingan di tingkat


Kecamatan dalam Mendorong Kerjasama Antar-Desa
6.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari kegiatan pembelajaran tentang tentang
dukungan pemangku kepenitngan dalam mendorong
kerjasama antar-Desa dalam rangka pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat dengan mengkaitkan hasil
pembahasan sebelumnya;

7.

Lakukan diskusi tentang bagaimana dukungan Pemerintah


Daerah (kabupaten/Kota) dalam mendorong kerjasama
Antar-Desa dengan menggunakan Lembar Kerja 5.1.2;

8.
9.

Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mendiskusikannya secara pleno dipandu oleh pelatih;
Buatlah catatan dari hasil diskusi dalam metaplan,
plano atau
whiteboard;

kertas

10. Buatlah penegasan bahwa pemerintah Kabupaten/Kota


memiliki
peran strategis dalam mendorong kerjasama
Antar-Desa sesuai dengan kewenangannya dengan tetap
berpegang pada prinsip keswadayaan dan prakarsa
kerjasama atas kebutuhan Desa dan antar-Desa;
11. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan
dengan mengkaitkan subpokok bahasan berikutnya.

Lembar Kerja 5.1.1

Matrik Diskusi Badan Kerjasama AntarDesa


Sebelum dan Sesudah UndangUndang Desa
No.

Aspek-Aspek

1.

Dasar Hukum

2.

Definisi/terminologi

3.

Tujuan

Mekanisme Pembentukan

5.

Kepengurusan

6.

Keanggotaan kerjasama

7.

Penetapan kerjasama

8.

Bidang Kerjasama

9.

Pelaksanaan Kerjasama

10.

Dll.

BKAD
sebelum
UU Desa

BKAD
Sesuda
h UUD

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan.

(2)

Lakukan kajian terhadap perbedaan kerjasama Antar-Desa sebelum


dan sesudah diberlakukannya Undang-undang Desa.

(3)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

180| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Kerja 5.1.2

Matrik Diskusi Fasilitasi Kerjasama AntarDesa


No.

Kegiatan
Kerjasama
Antar- Desa

Manfaat

Peran
Pemangku
Kepentinga
n

Tahapan

Peran
Pendampi
ng Desa

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan.

(2)

Lakukan kajian terhadap rencana kegiatan kerjasama Antar-Desa


dengan meninjau peran Pemangku Kepentingan seperti pemerintah
Kabupaten/Kota, swasta, LSM, organisasi profesi, lembaga penelitian
dan perguruan tinggi dalam mendukung kerjasama tersebut.

(3)

(4)

Rumuskan juga peran Pendamping Desa dalam memfasilitasi


kerjasama
Antar-Desa.

proses

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

182| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
5.
1

A.

Lembar Informasi

Kerjasama AntarDesa dalam


Pelaksanaan
Undang-Undang

Latar Belakang
Kerjasama Antar Desamerupakan suatu rangkaian kegiatan bersama antar
Desa dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Badan Kerjasama Antar Desa merupakan kelembagaan kerjasama antarDesa yang menjalankan fungsi kerjasama desa dengan desa lain. Kerja
sama antar-Desa diatur dalam Undang-Undang Desa dan peraturanperaturan turunannya. Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa
lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antarDesa
meliputi:

c.

a.

Pengembangan usaha bersama yang dimiliki


mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;

oleh

Desa

untuk

b.

Kegiatan kemasyarakatan,
pelayanan,
pembangunan,
dan
pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau

Bidang keamanan dan ketertiban.


Kerja sama antarDesa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala
Desa melalui kerjasama Desa dengan Desa dalam 1 (satu) Kecamatan; dan
Desa dengan Desa di lain Kecamatan dalam satu Kabupaten/Kota.

B.

Tujuan
Secara umum kerjasama antar-Desa dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerjasama dengan pihak ketiga dimusyawarahkan dalam
Musyawarah Desa. Kerjasama antar-Desa bertujuan:

a.
b.

mengelola, melindungi dan melestarikan aset Desa beserta hasil dari


kerjasama antar-Desa berbasis pemberdayaan masyarakat;

menjalankan kerjasama Desa dengan Desa lain;

PENDAMPING
DESA

c.

meningkatkan kepentingan Desa dengan Desa lain


dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
dan

d.

sebagai wadah kerjasama yang representatif mewakili


masyarakat
dalam
pengambilan
keputusan
pembangunan di tingkat Kecamatan.

C.

Prinsip-Prinsip

a.

Rekognisi yaitu pengakuan terhadap hak asal usul Desa

b.

Kebersamaan;

c.

Kegotongroyongan;

d.

Partisipasif;

e.

Demokratis;

f.

Kesetaraan;

g.

Pemberdayaan;

h.

Berkelanjutan; dan

i.

Akuntabilitas.

D.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kerjasama desa dan kerjasama antar-Desa dimaksudkan


untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kerjasama dengan pihak ketiga
dimusyawarahkan dalam musyawarah desa. Kerjasama antar-Desa dengan
pihak ketiga dapat dilakukan dalam bidang:
a.

peningkatan perekonomian masyarakat desa;

b.

peningkatan pelayanan pendidikan;

c.

kesehatan;

d.

sosial budaya;

e.

ketentraman dan ketertiban;


f.

pemanfaatan sumber
daya
teknologi
tepat guna
memperhatikan;

alam dan
dengan

g.

kelestarian lingkungan;

h.

tenaga kerja;

i.

pekerjaan umum;

j.

batas desa; dan

k.

lain-lain kerjasama yang menjadi kewenangan Desa.

184| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

E.

Badan Kerjasama Antar-Desa

Dalam melaksanakan kerjasama antar-Desa ini, jika dibutuhkan dapat


membentuk lembaga/badankerjasama antar-Desa yang pembentukannya
diatur melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Untuk pelayanan usaha
antar-Desa, dapat dibentuk BUM Desa yang kepemilikannya dimiliki oleh
dua Desa atau lebih yang melakukan kerjasama. Badan kerja Desa terdiri
dari:
a.

Pemerintah Desa;

b.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa;

c.

Lembaga Kemasyarakatan Desa;

d.

Lembaga Desa lainnya;


e.

Tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan


gender (PP Nomor 43 Tahun 2014).

Dalam menjalankan perannya dalam mendorong kerjasama antarDesa, BKAD mempunyai tugas pokok, sebagai berikut :
a.

Membantu Kepala Desa dalam merumuskan rencana dan program


kerjasama dengan desa lain;

b.

Membatu secara langsung pengelolaan, monitoring dan evaluasi


pelaksanaan kerjasama Desa dengan Desa lain;

c.

Lembaga yang melaksanakan kerjasama Antar-Desa;

d.

Memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan


Kerjasama Desa kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan
Desa.

Sedangkan fungsi pokok Badan Kerjasama Antar-Desa, diantaranya:


a.

Perumusan rencana kerjasama Desa dengan Desa lain dan/atau pihak


ketiga;

b.

Persiapan bahan rancangan peraturan bersama kerjasama Desa dengan


Desa lain;

c.

Penjabaran peraturan bersama kerjasama dengan Desa lain dalam


program dan rancangan kerja Badan Kerjasama Antar-Desa (BKAD);

d.

Pelaksanaan program dan rencana kerja;

e.

Penanganan masalah yang ditimbulkan akibat dari kerjasama dengan


Desa lain;

f.

Pelestarian, pengamanan dan pengembangan aset dan/atau hasil dari


kerjasama dengan Desa lain;

g.

Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kerjasama dengan


Desa lain.

F.

Tata Cara Kerjasama

Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) dibentuk melalui Musyawarah Desa.


Berdasarkan berita acara Musyawarah Desa, selanjutnya hasil
Musyawarah ditetapkan
dalam

Keputusan Bersama Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa tentang


pembentukan dan penetapan anggota BKAD disampaikan kepada Camat
sebagai laporan. BKAD berkedudukan sebagai lembaga yang akan
menjalankan kerjasama antar-Desa. BKAD sebagai lembaga yang
melaksanakan kerjasama Antar-Desa.
Rencana Kerjasama Desa dibahas dalam Rapat Musyawarah Desa dan
dipimpin langsung oleh Kepala Desa. Hasil pembahasan Kerjasama Desa
menjadi acuan Kepala Desa dan atau Badan Kerjasama Desa dalam
melakukan Kerjasama Desa. Rencana Kerjasama Desa membahas antara
lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Ruang lingkup kerjasama;


Bidang Kerjasama;
Tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerjasama;
Jangka waktu;
Hak dan kewajiban;
Pembiayaan;
Penyelesaian perselisihan;
Lain-lain ketentuan yang diperlukan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kerjasama antar-Desa


diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengacu pada
Undang-undang Desa. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sekurangkurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a.

ruang lingkup;

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

maksud dan tujuan;


tugas dan tanggung jawab;
pelaksanaan;
penyelesaian perselisihan;
jangka waktu;
bentuk kerjasama;
force majeur;
pembiayaan.

G.

Keanggotaan

Anggota BKAD terdiri atas masyarakat Desa yang dipilih dalam Musyawarah
Desa berdasarkan ketentuan yang berlaku. Anggotanya berjumlah 7 (tujuh)
atau 9 (sembilan) orang dari unsur Pemerintah Desa, Anggota Badan
Permusyawaratan
Desa,
Lembaga
Kemasyarakatan
Desa
dengan
memperhatikan keadilan gender. Unsur Pemerintah Desa dan anggota
Badan Permusyawaratan Desa masing-masing 1 (satu) orang sebagai
anggota. Sebanyak 5 (lima) orang anggota Badan Kerjasama sebagai

Anggota Badan Kerjasama Antar


sebagai Utusan Wakil
Desa.

Desa

di

Kecamatan

yang

bertugas

Anggota Badan Kerjasama Desa yang bertugas sebagai Utusan Wakil Desa
ditetapkan dengan Surat Tugas Kepala Desa. Cara pemilihan anggota Badan
Kerjasama Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Dalam rangka optimalisasi peran Badan Kerjasama Desa, anggota Badan
Kerjasama Desa memiliki kualifikasi sebagai berikut :

jujur
bertanggungjawab
memiliki jiwa kader dan pengabdian kepada masyarakat
mempunyai pengalaman dalam berorganisasi

mempunyai bakat kepemimpinan

mempunyai visi dan perspektif membangun masyarakat


mempunyai sifat kegotongroyongan, partisipatif, dan kebersamaan
mampu menjalin komunikasi dan fasilitatif
memiliki motivasi mengembangkan kelembagaan dan organisasi.

Masa jabatan anggota BKAD selama 6 (enam) tahun, dan dapat dipilih
kembali untuk paling lama 2 (dua) kali masa jabatan. Anggota yang berhenti
dan/atau diberhentikan sebelum masa baktinya berakhir maka diganti
keanggotaannya oleh Kepala Desa setelah berkonsultasi dengan Badan
Permusyawaratan Desa sebagai anggota penggantian antar waktu.

H.

Pengurus

Kepala Desa karena jabatannya sebagai penanggung jawab kerjasama Desa.


Badan Kerjasama Desa dalam menjalankan kegiatannya kerjasama Desa
dengan Desa lain dan/atau kerjasama desa dengan pihak ketiga dipimpin
oleh Kepala Desa. Pengurus disepakati melalui Rapat Pleno Anggota terpilih
Susunan Pengurus Badan Kerjasama Antar Desa terdiri dari Ketua,
Sekretaris, Bendahara dan Anggota.

I.

Badan Kerjasama Antar Desa

Fasilitasi penataan
diantaranya:
1.

dan

pembentukan

Badan

Kerjasama

Antar

Desa

Sosialisi dalam Forum Musyawarah Antar Desa, yang dibahas dalam


forum sosialisasi ini, antara lain: (a) Sosialisasi perlunya melakukan
kerjasama; (b) Identifikasi kelengkapan dokumen pembentukan
orgnisasi Kerjasama Antar Desa dan pembentukan BKAD adan
Kerjasama Antar Desa dan dokumen aturan dasar organisasi antar
desa; (c) Menyepakati kesepakatan untuk melakukan review proses
dan penataan legalitas dan dokumen administrasi Kerjasama Antar
Desa melalui Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa dan unit-unit
kerja Badan Kerjasama Antar Desa; (d) Menyusun RKTL tahapan

penataan kelembagaan BKAD dan menyepakati jadwal Musyawarah


Desa untuk menjelaskan rencana dilakukannya kerjasama antar desa;

2.

Musyawarah Desa Persetujuan Kerjasama Antar Desa, yang dibahas


dalam forum ini, antara lain: (a) Sosialisasi tujuan, manfaat dan
mekanisme pelaksanaan Kerjasama Antar Desa; (b) Pandangan umum
peserta musyawarah terhadap rencana kerjasama antar desa; (c)
Pernyataan persetujuan peserta musyawarah untuk melakukan
kerjasama antar desa; (d) Menetapkan bidang-bidang kegiatan apa
saja yang akan menjadi kegiatan Kerjasama Antar Desa, serta
sumberdaya apa saja yang akan dikerjasamakan pengelolaannya
melalui Kerjasama Antar Desa, dan (e) Penetapan Calon pengurus
Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD);

3.

Penyusunan Rancangan Perdes,Kepala Desa bersama tim menyusun


rencana peraturan desa tentang kerjasama antar desa untuk disahkan
dalam musyawarah desa dengan badan permusyawaratan desa.

4.

Penetapan Perdes tentang Kerjasama Antar Desa,Penetapan Peraturan


Desa tentang Kerjasama Desa dilakukan oleh Kepala Desa setelah
diterbitkan persetujuan oleh BPD. Mengacu pada ketentuan pasal 69
ayat (11) Undang- Undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Desa diundangkan dalam Berita Desa dan Lembaran Desa
oleh sekretaris Desa;

5.

Penetapan Surat Keputusan Kepala Desa tentang Pengurus Badan


Kerjasama Antar Desa, setelah terbit peraturan desa, maka kepada
desa segera menetapkan susunan pengurus BKAD;

6.

Penyiapan Dokumen antar Desa.Dokumen ini disiapan oleh tim kecil


yang merupakan perwakilan dari BKAD yang dibantu oleh pendamping
desa dan Pendamping Lokal Desa. Dokumen yang disiapkan terdiri dari:
(a) Rancangan Surat Keputusan Bersama Kepala Desa, untuk
melakukan Kerjasama Antar Desa dengan mendirikan BKAD; (b)
Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa Tentang Badan Kerjasama
Antar Desa; (c) Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga BKAD, dan (d) Rancangan SOP unit-unit kerja BKAD;

7.

Seleksi Calon Pengurus Harian BKAD.Seleksi dilakukan oleh Tim Seleksi


yang dibentuk oleh Kepala Desa. Tujuan seleksi adalah untuk
memastikan agar sumberdaya manusia yang akan diplih menjadi
pengurus harian BKAD memiliki kapasitas dan kompetensi sesuai
kriteria yang dibutuhkan;

8.

Perumusan Rencana Strategis Kegiatan BKAD. Rencana strategis Badan


Kerjasama Antar Desa (BKAD) adalah sebuah dokumen tertulis yang
memuat arah kebijakan pelaksanaan kerjasama antardesa melalui
BKAD selama masa kepengurusan.

J.

Pembiayaan

Kegiatan kerjasama antar-Desa yang akan membebani masyarakat dan


Desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa.
Segala kegiatan dan biaya dari bentuk Kerjasama antar-Desa wajib
dituangkan dalam APB Desa. Pembiayaan kegiatan dilaksanakan setelah

ditetapkan peraturan bersama Kepada Desa tentang perubahan APB Desa.


Perubahan APB Desa dengan persetujuan BPD.

K.

Berakhirnya Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan

Perubahan atau berakhirnya kerja sama antar-Desa harus dimusyawarahkan


dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama antar-Desa.
Perubahan atau berakhirnya kerja sama antar-Desa dapat dilakukan oleh
para pihak. Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama antar-Desa
atas ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan kesepakatan para
pihak. Kerja sama Desa berakhir apabila:
a.
b.

Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang


ditetapkan dalam perjanjian;

Tujuan perjanjian telah tercapai;


c.

Terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan


perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan;

d.

Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan


perjanjian;

e.

dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;

f.

Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g.

Objek perjanjian hilang;


h.

i.

Terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat


Desa, daerah, atau nasional; atau

Berakhirnya masa perjanjian.

Setiap perselisihan yang timbul dalam kerjasama desa diselesaikn


secara musyawarah dan dilandasi semangat kekeluargaan Apabila terjadi
perselisihan kerjasama antar desa dalam wilayah kecamatan yang
penyelesaiannya difasilitasi Camat. Apabila terjadi perselisihan kerjasama
antar desa dalam wilayah kecamatan yang berbeda penyelesaiaannya
difasilitasi Bupati/Walikota. Penyelesaian perselisihan bersifat final dan
dibuat berita acara dan ditanda tangani para pihak. Apabila penyelesaian
tidak tercapai maka ditempuh melalui jalur hukum.

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.

Idham Arsyad (2015) Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.


Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.

Wahjudin Sumpeno., dkk (2015) Modul Pelatihan Penyegaran Pendamping


Desa Dalam Rangka Pengkahiran dan Implementasi Undang-Undang
Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 191

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
5.

Fasilitasi Kerjasama
dengan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan bentuk kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga;
2. Mengidentifikasi
dukungan
Kecamatan
Kabupaten/Kota dalam mendorong kerjasama
dengan Pihak Ketiga.

dan
Desa

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pengalaman (sharing experience), Diskusi dan
Pleno.

Media

Media Tayang 7.1.1;

Lembar Kerja 7.2.1: Matrik Diskusi Dukungan


Kabupaten/Kota dalam mendorong Kerjasama Desa dengan
Pihak Ketiga;

Lembar Informasi 7.2.1: Membangun Jejaring dan Kerjasama.


Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang
diharapkan dari subpokok bahasan tentang fasilitasi
kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga dalam rangka
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;
2. Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman awal
tentang pokok-pokok kebijakan kerjasama pembangunan
Desa dengan Pihak Ketigamengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kerjasama Desa dengan
pihak ketiga?
b. Apa manfaat kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?
c. Bagaimana ruang lingkup kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?
d. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam
membangun kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga?

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan


pendapat, kritik dan saran terkait pertanyaan tersebut;
4. Buatlah catatan dari hasil curah pendapat dalam metaplan,
kertas plano atau whiteboard dengan menegaskan beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian dari peserta;
5. Selanjutnya, lakukan diskusi tentang bagaimana dukungan
Pemerintah Daerah (kabupaten/Kota) dalam mendorong
kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga. Diskusi dipandu dengan
Lembar Kerja 7.2.1;
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikannya
secara pleno dipandu oleh pelatih;
7. Buatlah catatan dari hasil diskusi dalam metaplan,
plano atau
whiteboard;

kertas

8. Buatlah penegasan dan kesimpulan dari pembahasan yang


telah dilakukan dengan mengkaitkan subpokok bahasan
berikutnya.

192| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING DESA

Lembar Kerja 5.2.1

Matrik Diskusi Dukungan


Kabupaten/Kota dalam Mendorong
Kerjasama Desa dengan Pihak Ketiga
No.

Kegiata
n
Kerjasa
ma Desa
dengan
Pihak
Ketiga

Manfaat

Peran/Dukung
an
Kabupaten/Ko
ta

Peran/Dukung
an
Kecamatan

Tahapan

Peran PD

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan.

(2)

Lakukan kajian terhadap bentuk kegiatan kerjasama Desa denganPihak


Ketiga serta meninjau peran strategis Pemerintah Daerah khususnya
Kabupaten/Kota dalam mendukung kerjasama tersebut.

(3)

Rumuskan juga peran TAPM dalam memfasilitasi Pemerintah


Kabupaten/Kota dalam mendorong kerjasama Desa dengan Pihak
Ketiga.

(4)

Hasilnya dituliskan dalam kertas plano atau dalam bentuk slide power
point untuk dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

194| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
5.

A.

Lembar
Informasi

Kerjasama Desa
dengan

Latar Belakang

Seiring dengan lahirnya Undang-undang Desa yang memberi ruang bagi


berkembangnya demokratisasi ekonomi dan politik di pedesaan, serta
memberi kewenangan yang seluas-luasnya bagi pemerintah desa dalam
melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, maka
kecenderungan pihak luar untuk terlibat dalam proses partisipasi dalam
membangun Desa sangat tinggi. Dalam konteks inilah, maka meningkatkan
kerjasama dengan pihak ketiga menjadi salah peluang besar yang harus
dimanfaatkan oleh Desa. Peran pendamping desa dalam memfasilitasi
proses kerjasama dengan pihak ketiga sangat penting agar kerjasama
tersebut didasari pada tujuan memandirikan dan mengembankan ekonomi
masyarakat Desa.
Secara normatif, kerjasama Desa dengan pihak ketiga telah diatur
dalam Undang- Undang Desa Nomor 6 tahun 2014. Desa dapat
mengembangkan kerjasama meliputi; pengembangan usaha bersama yang
dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing,
kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan
Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang keamanan dan
ketertiban
di
Desa.
Prinsipnya
kerjasama
dikembangkan
untuk
memanfaatkan potensi desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya
alama dan sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Desa. Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling
menguntungkan dan memandirikan masing-masing Desa.

B.

Peran Pendamping Desa

Salah satu tugas dan peran penting pendamping desa adalah membantu
desa dalam membentuk dan memanfaatkan jaringan serta mengembangkan
kerjasama, baik kerjasama antar-Desa maupun dengan pihak ketiga guna
mewujudkan tujuan dari pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-undang Desa, khususnya berkaitan dengan:

PENDAMPING
DESA

1.

Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa


untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan
bersama;

2.

Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

3.

memajukan perekonomian masyarakat


kesenjangan pembangunan nasional, dan

4.

memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

C.

Kerjasama dengan Pihak Ketiga untuk Pembangunan dan


Pemberdayaan Desa

desa

serta

mengatasi

Pertimbangan utama yang mendasari perlunya membangun kerjasama Desa


dengan Pihak Ketiga dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat, antara lain:
Pertama, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga di Desa atau
antardesa dirumuskan untuk mendorong kemandirian Desa dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti : pangan, energi, pendidikan dan
kesehatan. Kemandirian Desa tidak berarti desa terlepas kesalingketergantungannya dengan desa yang lain, melainkan terjadi net-benefit
yang dihasilkan dari pertukaran sumber daya dengan pihak ketigaya yang
memiliki kepedulian dan kepentingan yang sama dengan Desa.
Kedua,pengembangan potensi jaringan dan kemitraan yang saling
menguntung- kan di wilayah pedesaan ditekankan pada aspek
keberlanjutan, yakni: (1) Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan
sumber daya alam dilakukan dengan tidak merusak lingkungan dan
senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya. (2) Keberlanjutan
sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat pedesaan.
(3) Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada
terjaminnya peran masyarakat dalam pembangunan, dan jaminan akses
komunitas pada sumber daya alam, dan (4) keberlanjutan kelembagaan
mencakup institusi politik, institusi sosial- ekonomi dan institusi pengelola
sumber daya (diadapatasi dari Arif Satria; 2011).
Ketiga,pengembangan kerjasama dengan pihak lain atau pihak ketiga
hendaknya tidak membuat desa mengalami ketergantungan baru. Dalam
hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam proses kerjasama, yakni: (a)
Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang
dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan;
(b) Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan
serta untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa,
dan (c) pemerintah yang berfungsi untuk memberikan penguatan
kelembagaan sosial ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal
kepada pengusaha/swasta.
196| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING

DESA harus mampu mengidentifikasi dan


Keempat, Pendamping Desa
menjahit seluruh kekuatan sosial, ekonomi dan politik di wilayah perdesaan
untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemberdayaan. Jaringan
yang terbangun dengan pihak ketigapada dasarnya menjadi mitra strategis
Desa yang harus senantiasa dipelihara dan dikembangkan untuk kemajuan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Desa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 197

D.

Fasilitasi Kemitraan dengan Pihak Ketiga

Langkah-langkah fasilitasi kerjasama dengan pihak ketiga perlu didukung


dengan
kehadiran
Pendamping
Desa
dalam
membangun
dan
mengembangkan kemitraan, antara lain:
1.

Membantu aparat Pemerintahan Desa dalam mengidentifikasi pihak


ketiga (kelompok usaha, organisasi bisnis, dan perguruan tinggi) dan
potensi perannya masing-masing dalam proses pembangunan dan
pemberdayaan Desa;

2.

Pendamping
Desa
bersama-sama
dengan
pemerintah
desa
menganalisis dan menentukan jenis-jenis kegiatan dan program atau
kegiatan yang perlu dikerjasamakan dengan pihak lain dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan rasa aman
warga Desa;

3.

Pendamping Desa memfasilitasi proses Musyawarah Desa untuk


merumuskan peraturan Desa yang berkaitan dengan kerjasama
dengan pihak ketiga;

4.

Pendamping desa memfasilitasi Musyawarah Desa untuk membahas


kerjasama dengan pihak ketiga yang mencakup:
(a)

(b)

Identifikasi kebutuhan pembangunan Desa atau antardesa yang


akan dilaksanakan melalui skema kerjasama dengan pihak ketiga;

Pembentukan lembaga kerjasama dengan pihak ketiga.


(c)

Pelaksanaan program pemerintah dan pemerintah daerah yang


dapat dilaksanakan melalui skema kerjasama dengan pihak
ketiga; Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program
pembangunan antar desa;

(d)

Pengalokasian anggaran untuk pembangunan desa, antar desa


dan kawasan perdesaan;

(e)

Masukan terhadap program pemerintah daerah tempat desa


tersebut berada;

(f)

Kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan kerjasama dengan


pihak ketiga;

5.

Pendamping Desa menfasilitasi proses musyawarah aksi-refleksi


untuk melihat perkembangan dari kerjasama antar desa dan pihak
ketiga serta kinerja dari badan kerjasama antar desa.

6.

Melakukan pendekatan terhadap pihak ketiga di pedesaan dengan


membangun dialog yang efektif. Dialog yang dilakukan oleh
pendamping dengan kelompok sosial di pedesaan dalam kerangka
mengubah realitas pedesaan yang tidak mandiri dan tidak berdaya
menjadi mandiri dan berdaya. Dialog merupakan inti dari musyawarah
dengan komunitas pedesaan. Musyawarah yang dilakukan dengan
dasar-dasar dialog yang benar, maka akan menghasilkan keputusan
dan kesepakatan yang benar-benar;

7.

Mendorong pola atau model kerjasama dengan pihak ketiga yang


menempatkan Desa sebagai pelaku utama kemitraan;

8.

Mengambil peran mediasi dalam menjembatani permasalahan dan


kebutuhan pembangunan Desa dengan pihak ketiga terutama sumber
pendanaan, teknologi, sistem infomaasi dan pasar dengan
menempatkan
masing-masing
pihak
secara
setara,
saling
menguntungkan dan berkeadilan;

9.

Mendorong jaring usaha (business link) dengan pemasok, pasar dan


penyedia jasa lain dalam rangka pembangunan ekonomi dengan
mendayagunakan potensi lokal dengan memperkuat daya tawar Desa
terhadap produk unggulannya.

E.

Pendekatan Kemitraan Tiga Pihak

Pendekatan kemitraan pemerintah desa-swasta-masyarakat (Public-PrivateCommunity Partnership)atau dikenal dengan Three Sector Partnership
merupakan model
operasional kerjasama strategis untuk mencapai
pembangunan secara berkelanjutan dimana tiga pihak secara bersamasama membangun komitmen, mengembangkan unit usaha/layanan yang
saling menguntungkan dan memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
masyarakat Desa.
Indikator keberhasilan pembangunan Desa akan sangat ditentukan
seberapa besar irisan peran masing-masing pihak sinergi dapat dilakukan
oleh tiga pihak pelaku pembangunan. Dalam kenyataannya sangat sulit
untuk mencantumkan seluruh bentuk kerjasama dalam dokumen
perencanaan Desa hingga rencana pembangunan daerah. Kerjasama
tersebut merupakan bentuk kesepamahan multipihak tidak hanya
pemerintah secara sepihak. Oleh karena itu,semua pihak perlu membangun
kebutuhan dan model pembangunan yang melibatkan para pemangku
kepentingan
lain
mulai
dari
tahapan
persiapan,
perencanaan,
pengembangan, pengelolaan dan pengawasannya.
Dalam kerangka tersebut, sektor swasta akan mendapatkan
keuntungan dalam jangka panjang dengan inklusifitas berimbang antara
rantai produsen dan konsumen, sektor publik akan mendapatkan
keuntungan dengan tambahan sumber daya dan nilai investasi serta
keterjaminan partisipasi dan kepemilikan para pihak; sedangkan masyarakat
di Desa akan memperoleh manfaat dengan perolehan keterampilan,
pengetahuan dan teknologi baru.
Model kerjasama dan kemitraan antara pemerintah Desa, swasta dan
masyarakat akan menjadi pendekatan terbaik untuk mencapai pertumbuhan
inklusif dan pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Program
pembangunan Desa yang baik tentunya akan mendorong formulasi dan
memfasilitasi terbangunnya kesepahaman, kesepakatan dan dukungan
bersama dari berbagai pihak khususnya sektor swasta dalam mendukung
pencapaian target sesuai rencana pembangunan Desa. Pada saat yang

bersamaan. Masyarakat Desa akan mendorong praktek pengelolaan terbaik


dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat. Model kemitraan pembangunan tersebut akan
dikembangkan pada skala pengelolaan yang paling kecil, mulai dari skala
desa hingga tingkat kabupaten.
Salah satu bentuk kemitraan yang dibangun melalui kemitraan usaha
yang ditunjukkan pada kemampuan kerja sama yang lebih teratur dan
terarah, sehingga

pengembangan sistem agribisnis mempunyai daya guna yang lebih tinggi


dan berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan para pelaku
agribisnis di pedesaan. Dihasilkannya produk pertanian berdaya saing
tinggi, dapat dipandang sebagai interaksi sinergis dari komponen budaya
material, peran kewirausahaan dan kelembagaan (kemitraan yang
terbangun dengan baik). Struktur organisasi ekonomi masyarakat pedesaan
sangat rapuh dan hal itu tercermin dari posisi pelaku ekonomi pedesaan
yang tidak memiliki kekuatan memadai untuk melakukan bargaining
position dengan pelaku ekonomi di luar desa. Lemahnya bargaining position
tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kelemahan dalam
pengorganisasian kelompok tani, penguasaan permodalan usaha,
interdependensi yang sangat timpang antar pelaku ekonomi pedesaan
dengan luar pedesaan.
Pola keorganisasian kemitraan yang ada dewasa ini, yaitu program
pemerintah (inti-plasma), tradisional (patront client) dan pasar (rasional)
masih menempatkan petani pada posisi yang tereksploitasi secara sangat
tidak adil. Pola pemerintah menunjukkan terlalu dominannya intervensi
pemerintah dan pada umumnya menempatkan plasma pada posisi yang
lemah. Pola tradisional sulit menumbuhkan semangat dan kreativitas serta
mengembangkan diri, sedangkan pola pasar menyebabkan besarnya
ketergantungan petani terhadap usahawan dan dapat menimbulkan
konglomerasi. Bagi pengembangan agribisnis kecil masalah yang sering
dihadapi terutama adalah ketidakseimbangan rebut tawar (bargaining
position) dan adanya intransparansi bisnis. Oleh sebab itu peran pemerintah
selain sebagai regulator dan pemberi insentif, juga perlu diarahkan untuk
membantu pengembangan kegiatan kemitraan usaha agribisnis kecil.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.
BPD

Desa Cidenok (tt). Pembangunan Pertanian dan Perekonomian


Pedesaan
Melalui
Kemitraan
Usaha
Berwawasan
Agribisnis .
http://bpdcidenok.blogspot.co.id/2013/07/pembangunan-pertaniandan-perekonomian.htmldiakses
tanggal
8
Agustus 2016 9.00 WIB.

Hasyemi Rafsanzani, Bambang Supriyono, Suwondo (tt) Kemitraan Lembaga


Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Kepala Desa Dalam
Perencanaan Pembangunan Desa: Studi Kasus di Desa Sumber Ngepoh
Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Malang: Jurusan Administrasi
Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 4, Hal. 67-72 .

Idham Arsyad (2015) Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.


Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno., dkk (2015) Modul Pelatihan Penyegaran Pendamping
Desa Dalam Rangka Pengkahiran dan Implementasi Undang-Undang
Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
http://penabulufoundation.org/kemitraan-pemerintah-swastakomunitas/

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 201

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
5.
3

Teknik Fasilitasi
Peraturan

Tujuan
Setelah sesi ini, peserta dapat:
1.

Menyusun strategi fasilitasi penyusunan peraturan bersama kepala Desa;


2.

Mempraktikkan penyusunan peraturan bersama kepala Desa.

Waktu
180 menit (4 JP)

Metode
Curah pendapat, simulasi, umpan balik, studi kasus

Media
Lembar simulasi, lembar umpan balik, lembar kasus.

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan
Bersama Kepala Desa (30 menit)
1. Jelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari Sub
Pokok Bahasan Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala
Desa. Sampaikan kepada peserta proses yang akan dilalui
dalam sesi ini terdiri dari dua bagian, yaitu (i) strategi
fasilitasi penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa, dan (ii)
praktek/simulasi Penyusunan Peraturan Bersama Kepala
Desa.
2. Tanyakan apakah di antara peserta ada yang memiliki
pengalaman terlibat dalam proses penyusunan peraturan
bersama kepala Desa. Apabila ada, persilahkan salah seorang
di antara mereka untuk membagi pengalaman secara singkat
mengenai:
a. Bagaimana tahapan
Kepala Desa?

penyusunan

Peraturan

Bersama

b. Apa saja yang harus dipersiapkan dalam setiap tahap


penyusunan tersebut? Dan siapa saja yang terlibat dalam
persiapan setiap tahap penyusunan?
3. Berikan tanggapan singkat terhadap pendapat peserta dan
kemudian berikan penjelasan singkat dengan menggunakan
media tayang tentang kelengkapan dan tahapan penyusunan
Peraturan Bersama Kepala Desa.

Kegiatan 2: Simulasi Praktik Penyusunan Peraturan


Bersama Kepala Desa (150 menit)
4. Jelaskan kegiatan yang akan disimulasikan dari setiap
tahapan penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa
berdasarkan pembagian tugas tim, sebagaimana telah
diinformasikan sebelumnya.
Tahap Perencanaan akan disimulasikan melalui kegiatan
Musyawarah Desa untuk mendapatkan rekomendasi
masyarakat untuk penyusunan rancangan Peraturan
Bersama.
Tahap Penyusunan disimulasikan melalui dua kegiatan,
(i) mengkonsultasikan rancangan Peraturan Bersama
kepada masyarakat, (ii) mengkonsultasikan rancangan
Peraturan Bersama kepada Camat.
5. Beri kesempatan setiap kelompok untuk melakukan simulasi
selama masing-masing 30 menit.
6. Setelah masing-masing kelompok selesai praktik simulasi,
lakukan refleksi bersama terkait apa yang sudah baik dan apa
yang harus ditingkatkan dari simulasi tadi.

202| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING DESA

7. Berikan penegasan tentang titik-titik kritis dari setiap


tahapan dalam penyusunan peraturan bersama kepala Desa
yang harus diantisipasi oleh Pendamping Desa dalam
fasilitasi penyusunan peraturan bersama kepala Desa.

PENDAMPING
DESA

204| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

6
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 205

PENDAMPING DESA

206| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
6.1

Pemberdaya
an

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan hakekat pemberdayaan masyarakat;

2.

Merefleksikan kerja pemberdayaan masyarakat dalam


program
PNPM
Mandiri
Perdesaan
dalam
rangka
mendukung implementasi Undang-Undang Desa.

3.

Meneguhkan Komitmen sebagai Pendamping Desa sesuai


Citra Diri ideal seorang Community Organizer (CO)

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, dan Diskusi

Media

Media Tayang 6.1.1;

Lembar Informas6.1.1: Pemberdayaan Masyarakat

Alat Bantu
Kertas Plano, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan WhiteBoard

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 207

PENDAMPING DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Hakekat PemberdayaanMasyarakat
1. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Hakekat
Pemberdayaan Masyarakat, sampaikan tujuan, proses dan
hasil yang ingin dicapai;
2. Berikan penugasan kepada peserta untuk membaca cepat
selama 10 menit Lembar Informasi 6.1.1;
3. Lakukan curah pendapat diselingi tanya jawab dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kunci, sebagai berikut;

Apa yang Anda pahami tentang hakekat


pemberdayaan masyarakat desa?

Mengapa pemberdayaan masyarakat sangat penting


dilakukan dalam implementasi undang-undang desa?

Perubahan masyarakat yang seperti apa yang


diharapkan dari upaya pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan?

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan


pendapat, pandangan dan pengalamannya;
5. Catatlah beberapa pokok
pendapat yang dilakukan;

pikiran

penting

dari

curah

6. Bila masih ada peserta yang hendak bertanya, Pelatih


memberikan kesempatan sekali lagi kepada peserta, dan
selanjutnya diberikan penegasan akhir;
7. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.

Kegiatan 1: Refleksi Praktek


PemberdayaanMasyarakat
8. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi yang akan dibahas yaitu Refleksi Praktek
Pemberdayaan Masyarakat, sampaikan tujuan, proses dan
hasil yang ingin dicapai;
9. Sampaikan, bahwa materi yang disampaikan merupakan
upaya untuk memberikan pembekalan kepada peserta agar
tahu, paham dan terampil serta memiliki sikap keberpihakan
yang jelas pada proses kemandirian masyarakat. Ingatkan
kepada peserta bahwa selama ini telah melakukan upaya
membangun kesadaran kritis masyarakat agar desa berdaya
secara sosial, ekonomi dan politik.
10. Selanjutnya, bagilah peserta dalam 4 kelompok untuk
membahas topik
yang
berbeda.
Ajak
peserta
melakukan refleksi terhadap

PENDAMPING
DESA

pemberdayaan masyarakat desa yang selama ini dilakukan


melalui PNPM Mandiri Perdesaan. Topik yang akan dibahas
sebagai berikut;
Kelompok I membahas topik;
Bagaimana pola pemberdayaan masyarakat yang selama ini
dilakukan dapat dilanjutkan dan sesuai dengan tujuan atau
semangat Undang- Undang Desa?
Kelompok II membahas topik;
Bagaimana peran dan karakteristik pendampingan yang
mampu mendukung upaya pemberdayaan masyarakat?
Kelompok III membahas Topik;
Selain srategi pemberdayaan yang baik dan berkualitas,
faktor pendukung apa saja yang seharusnya ada, sehingga
kesejahteraan
dan kemandirian masyarakat dapat
diwujudkan.
Kelompok IV membahas Topik;
Menyikapi pengakhiran program PNPM Mandiri dan
Implementasi
UU
Desa,
aspek
pengetahuan
dan
keterampilan apa yang harus ditingkat- kan, dan komitmen
pendampingan seperti apa yang diperlukan untuk
mengujudkan kemandirian masyarakat?

11. Hasil diskusi kelompok di paparkan dalam pleno. Berikan


kesempatan kepada peserta dari kelompok lain untuk
memberikan tanggapan dan pendapatnya;
12. Buatlah catatan penting dari pembahasan yang telah
dilakukan;
13. Hasil pleno dituliskan pada kerta pada karton dan tempelkan
di dinding kelas sebagai spirit baru bagi pendamping desa
untuk mendorong percepatan kemandirian masyarakat.
14. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 209

PENDAMPING
DESA

SP
B
6.1

A.

Lembar
Informasi

Pemberdayaan

Pengantar
Sebuah istilah tidak selalu memunculkan pemahaman yang tepat
terhadap makna atau pengertian yang dikandung di dalam istilah itu.
Perbincangan tentang pemberdayaan masyarakat pun tidak bebas dari
ketidakjelasan makna ini. Antara pembicara dan pendengar cukup saling
meyakinkan bahwa mereka sedang memperbincangkan makna
pemberdayaan masyarakat meskipun secara eksplisit makna itu tidak
terungkapkan. Sebagai contoh: antar pendamping masyarakat telah
sepakat bahwa jika ada proses partisipasi warga masyarakat maka ada
proses pemberdayaan masyarakat, sehingga pembicaraan tentang
pemberdayaan masyarakat cukup berputar-putar di pusaran diskusi tentang
partisipasi warga masyarakat.
Kesepakatan yang tak terungkapkan antara pembicara dan pendengar
ini menjadikan sebuah topik pembicaraan mengalir lancar tanpa perlu saling
menguji kebenaran dari sebuah ungkapan. Ungkapan-ungkapan tertentu
yang sebelumnya telah disepakati secara tak terungkapkan itu ternyata
pudar dan lenyap. Kondisi ini muncul pada saat sebuah proyek
pemberdayaan masyarakat dinyatakan berakhir. Gambaran bersama
tentang masyarakat yang berdaya seolah-olah runtuh, dan para
pendamping masyarakat harus mulai merekonstruksikan gambaran lama
dalam situasi yang baru, atau bahkan merumuskan hal yang berbeda sama
sekali.
Ketidaknyamanan komunikasi sedang dialami oleh para pendamping
yang bekerja di Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (PNPM- MPd). Sebelumnya, para pendamping dengan mudah
menggambarkan pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses
pembangunan partisipatif sebagaimana telah dirumuskan dalam Petunjuk
Teknis Operasional (PTO) PNPM MPd. Ketika Undang- Undang Desa lahir dan

dinyatakan oleh Pemerintah sebagai landasan baru bagi pembangunan desa


di Indonesia, maka PNPM MPd pun dinyatakan berakhir. Tanpa prosedur yang
rigid, eks-pendamping PNPM MPd yang bekerja sebagai pendamping desa
akan
mengalami
kesulitan
ketika
diminta
menjabarkan
makna
pemberdayaan masyarakat desa. Konstruksi UU Desa tentang gambaran
realitas masyarakat desa itu tidak sesederhana di PTO PNPM MPd,
sehingga tidak mudah jika
harus

PENDAMPING
DESA

mendeskripsikan pemberdayaan masyarakat dengan cara menjelaskan


pasal dan ayat dalam UU Desa.
Ketidaknyamanan komunikasi ini berpotensi menghadirkan godaan
yaitu penyederhanaan urusan dan penyempitan wilayah kerja. Contoh:
pendampingan desa dibatasi pada urusan fasilitasi pembangunan desa.
Pembangunan desa lebih mudah diukur secara kuantitatif sehingga capaian
kerja pendampingan masyarakat desa juga mudah dibuktikan secara nyata.
Yang nyata itu artinya mudah dibuktikan dengan menggunakan panca
indera atau mudah diukur dan dihitung. Bandingkan dengan pemberdayaan
masyarakat yang maknanya samar-samar. Hal apa dari rumusan istilah
pemberdayaan masyarakat yang akan diukur, dihitung dan dibuktikan
melalui cerapan inderawi?
Makna yang samar-samar ini pun menghadirkan godaan untuk
memposisikan istilah pemberdayaan masyarakat itu cukup sebagai
pendekatan pembangunan. Niat baik dari Pemerintah untuk memposisikan
masyarakat desa sebagai subyek pembangunan desa itulah arti dari
pendekatan pemberdayaan. Yang penting adalah hadirnya niat baik
Pemerintah, dan bukan prosedur teknis. Karenanya, pelatihan masyarakat
menjadi media utama untuk memompa ungkapan perasaan tentang
keberpihakan kepada masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.
Ukuran keberhasilan menjadikan masyarakat desa sebagai subyek pun
harus nyata, yaitu jumlah kehadiran orang-orang desa di ruang-ruang
musyawarah. Semakin berjejal-jejal ruang-ruang musyawarah, semakin
pendekatan pemberdayaan masyarakat itu dinyatakan berhasil. Sesamar
apapun makna dari sebuah istilah, sejauh dapat memotivasi tindakan yang
dapat dirumuskan sebagai sebuah kerangka kerja yang terukur secara
kuantitatif maka sebuah pendekatan dapat dikatakan berhasil.
Sumberdaya, peluang, kesempatan dan waktu yang ada dalam sebuah
kerja pendampingan itu terbatas. Tuntutan dalam pemenuhan target
pendampingan yang aktualisasinya disederhanakan sebagai proses fasilitasi
pembangunan desa adalah kenyataan yang manusiawi. Tetapi, jika seorang
pendamping masyarakat desa dengan segala keterbatasan waktu, tenaga
dan
kesempatan
yang
dimilikinya
mampu
menumbuhkan
dan
menghidupkan sebuah sosok masyarakat desa yang berdaya secara
multidimensional (jadi tidak terbatas pada urusan pembangunan desa),
maka pemberdaya masyarakat mendapat penciriannya yang khas sebagai
sebuah profesi tertentu. Jika hanya terbatas pada urusan pembangunan
desa maka profesi yang tepat adalah tenaga ahli pembangunan desa atau
tenaga ahli pembangunan partisipatif. Profesi pemberdaya masyarakat
menuntut adanya spesifikasi tertentu yang khas sehingga kerja ini layak
disebut sebagai kerja profesional. Profesi ini haruslah memiliki unit
kompetensi yang spesifik dan khas sebagai paparan yang dijabarkan secara
212| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING

DESA
logis dan rasional dari kondisi ketidakberdayan
yang secara konkret dialami
manusia- manusia desa di Indonesia.

Tulisan ini ditujukan untuk mematik diskusi dan refleksi kritis bagi para
pihak yang memiliki pengalaman nyata sebagai pekerja profesional di
bidang pemberdayaan masyarakat. Berbekal pengalaman dalam kerja-kerja
pemberdayaan masyarakat, seorang pendamping desa pada hakikatnya
mampu merumuskan dengan caranya

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 211

sendiri deskripsi memberdayakan masyarakat desa sesuai kondisi desa-desa


yang didampinginya. Rumusan ini digali dari sumbernya yang asali yaitu
situasi ketidakberdayaan masyarakat desa itu sendiri. Dengan demikian,
kerja pendampingan desa akan dimulai dari adanya kejelasan dan ketepatan
bacaan atas kondisi-kondisi nyata dari situasi ketidakberdayaan masyarakat
desa yang didampinginya, dan adanya rumusan proses pemberdayaan
masyarakat yang disusun oleh masyarakat desa itu sendiri melalui sebuah
proses pembelajaran yang membumi dan mengakar dalam historisitas
warga desa sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat desa.

B. Konsekuensi dari Asas Rekognisi dan Subsidiaritas


Perbincangan tentang pendampingan desa dimulai dengan memahami
posisi desa dihadapan negara sebagaimana dimandatkan dalam UU Desa.
Definisi Desa dalam UU Desa adalah sebagai berikut:
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Definisi Desa itu secara jelas dan tegas menempatkan desa memiliki
wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakatnya. Posisi ini
ditegaskan lagi dengan konstruksi UU Desa secara prinsip menempatkan
Pasal 18B ayat 2 Undang- Undang Dasar 1945 sebagai dasar rumusan
pengaturan Desa. Dalam pasal dimaksud disebutkan bahwa Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang.
Posisi Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum
adat sebagai mandat konsitusi diturunkan dalam UU Desa melalui asas
rekognisi yaitu Negara mengakui dan menghormati desa-desa di Indonesia
dengan segala keunikannya masing-masing. Sebagaimana semboyan
Bhinneka Tunggal Ika menandaskan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari
beragam suku, ras, budaya dan juga agama harus tetap bersatu sebagai
sebuah bangsa. Kebersatuan sebagai sebuah bangsa dalam keberagaman
budaya dijaga dengan menempatkan kedaulatan hukum sebagai kedaulatan
negara. Dengan demikian, Desa berwenang mengatur dan mengurus urusan
masyarakat dalam batas wilayah administratifnya, sepanjang kewenangan
desa itu tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan
Republik lndonesia; serta substansi norma hukum dalam peraturan desa
sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan Republik Indonesia.

Asas pengaturan Desa lainnya yang penting untuk dicermati dalam


rangka pemberdayaan masyarakat desa adalah asas subsidiaritas. Secara
teoritik, asas subsidiaritas diartikan sebagai berikut :
masyarakat atau lembaga yang lebih tinggi kedudukannya harus memberi
bantuan kepada anggota-anggotanya atau lembaga yang lebih terbatas
sejauh mereka sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas mereka secara
memuaskan. Sedangkan apa yang dapat dikerjakan secara memuaskan oleh
satuan-satuan masyarakat yang lebih terbatas jangan diambil alih oleh satuan
1
masyarakat yang lebih tinggi.

Intisari asas subsidiaritas, dalam konteks pengaturan desa, adalah


bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya
sendiri bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik sejauh mereka mampu
mengatur dan mengurus, serta melarang pihak supra desa untuk
mengambil alih kewenangan desa itu tetapi justru mewajibkan supra desa
untuk menyokong (subsidium) jika desa tidak mampu. Asas subsidiaritas ini
dimaknai sebagai keberpihakan Negara dalam memperkuat Desa agar
berdaya dalam menggapai pertumbuhan dirinya secara efektif. Harapannya,
melalui penguatan kolektivitas komunitas desa ini, tercipta ruang kehidupan
yang menjadi pijakan hubungan pribadi antar warga desa sekaligus
penguatan atas bentuk-bentuk kegiatan sosial yang lebih tinggi sebagai
perwujud kepentingan bersama dalam kehidupan berdesa. Inilah semangat
sejatinya pembangunan Desa yang mengedepankan kebersamaan,
kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan
perdamaian dan keadilan sosial.
Terkait dengan pengaturan desa, asas subsidiaritas dapat diartikan
sebagai pengutamaan pengambilan keputusan, penyelesaian masalah
maupun pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam rangka urusan
masyarakat desa harus ditangani oleh Desa sebagai organisasi
pemerintahan yang paling bawah dan paling dekat dengan masyarakat.
Asas subsidiaritas ini menjamin bahwa penetapan urusan kepentingan
masyarakat setempat yang berskala lokal merupakan kewenangan desa.
Konsekuensi logis dari adanya asas rekognisi dan subsidiaritas
terhadap pengaturan Desa dalam UU Desa adalah sebagai berikut:
Pertama, kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul dan
kewenangan lokal berskala desa melekat dalam diri desa itu sendiri, bukan
sebagai pemberian atau limpahan dari pemerintah daerah kabupaten/kota;
Kedua, kewenangan Desa untuk mengatur dan mengurus urusan
masyarakat bersifat tunduk mutlak terhadap kedaulatan hukum negara, dan
apabila aturan rumusan peraturan desa bertentangan dengan kepentingan
umum dan peraturan hukum yang lebih tinggi maka bupati/walikota berhak
untuk membatalkan aturan desa dimaksud;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 213

Franz Magnis-Suseno, 1987, Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan


Modern, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 307

214| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Ketiga, supra desa (pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan


pemerintah daerah kabupaten/kota) tidak berhak mengatur secara detail
dan terperinci sebuah prosedur tindakan yang menurut UU Desa sudah
menjadi kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul maupun kewenangan
lokal berskala desa;
Keempat, kerja pendampingan desa adalah memfasilitasi desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum dalam mengelola kewenangannya secara
mandiri tanpa adanya prosedur teknis yang terperinci dan detail, tetapi
lebih bertumpu pada kemampuan pendamping desa untuk melakukan
pembacaan atas kondisi konkret dari Desa yang didampinginya dan
memfasilitasi adanya rumusan tindakan yang ditetapkan oleh Desa itu
sendiri.
Kelima, rumusan kerja pemberdayaan masyarakat dalam konteks
pelaksanaan UU Desa harus lebih spesifik beserta tolok ukur kinerja yang
khas sehingga kerja rumusan pemberdayaan masyarakat desa dapat
diturunkan ke dalam kerangka tindakan pendampingan desa yang konkret,
operasional dan terukur.

C.

Fenomena Ketidakberdayaan Masyarakat

Masih dalam alur pembacaan terhadap asas rekognisi dan asas


subsidiaritas, deskripsi pemberdayaan masyarakat dalam konstruksi
pengaturan UU Desa dimulai dari kemampuan pendamping desa dalam
memfasilitasi warga desa merumuskan situasi ketidakberdayaannya. Kerja
pemberdayaan masyarakat dimulai dari pembacaan terhadap situasi
ketidakberdayaan masyarakat.
Gambaran tentang ketidakberdayaan di desa, apabila dilihat oleh pihak
dari luar desa, dengan mudah menunjuk beberapa fenomena berikut ini: 1)
kelangkaan pangan dan kelaparan, ketiadaan permukiman yang memadai,
lingkungan yang tidak sehat, kerentanan atas penyakit dan kesulitan
memperoleh pengobatan; 2) kurangnya pengetahuan dan buta huruf,
ketidak-mampuan
mengemukakan
pendapat
dan
menyuarakan
kepentingan, 3) ketiadaan lapangan kerja dan penghasilan yang mencukupi,
pengangguran yang diliputi kecemasan akan masa depan diri dan keluarga;
4) kematian bayi dan ibu hamil yang kurang gizi dan sakit akibat lingkungan
yang tidak sehat, kelangkaan air bersih maupun pelayanan kesehatan,
menurunnya harapan hidup, atau 5) praktek politik uang dan
ketidakmampuan warga desa melakukan tawar- menawar dalam
memperjuangkan hak personal dan sosial demi kepentingan- kepentingan
serta perwujudan kebebasannya.

Bagi warga desa, yang mengalami secara konkret situasi


ketidakberdayaan sebagaimana digambarkan oleh pihak luar desa, belum
tentu melihat fenomena ketidakberdayaan itu sebagai beban masalah yang
menjadikannya hidup mereka sebagai sebuah penderitaan. Bahkan, lebih
sering warga desa itu menerima secara sukarela situasi yang didefinisikan
sebagai ketidakberdayaan itu. Ada prakondisi yang menjadikan tatanan
kehidupan di sebuah desa dipertahankan sebagai sebuah ikatan sosial yang
beku sehingga fenomena ketidakberdayaan itu dimaknai sebagai bagian
keniscayaan hidup bagi orang-orang yang tidak beruntung jika dilihat dari
garis nasib

dan takdir kehidupan. Penderitaan adalah keniscayaan hidup, suatu yang


wajar dalam kehidupan di dunia yang fana.
Waga desa yang tidakberdaya seringkali dipahami sebagai bersikap
apatis. Warga miskin, perempuan kepala keluarga, warga difabel,
masyarakat terasing dipandang sebagai pihak-pihak yang tidak
menyumbang apapu bagi kemajuan desanya. Namun, salah satu kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa warga desa itu, dengan segala
beban hidup yang dipikulnya, sejatinya secara terus-menerus berupaya
untuk keluar dari situasi ketidakberdayaan yang membelenggunya (the
origin of ethic survival). Dengan segala kekuatan yang dimilikinya, dia
berupaya menggerakan segala daya upaya untuk mengubah situasi
hidupnya dengan kekuatannya sendiri.
Apabila titik tolak pemberdayaan itu adalah pemosisian warga desa
sebagai subyek-subyek otonom, maka akan ditemukan sebuah kejelasan
dari wujud kehidupan di desa yaitu bahwa warga desa yang dipandang oleh
orang luar sebagai pihak yang tidak berdaya itu justru merupakan pusat
gerakan dari dinamika hidup keseharian itu sendiri. Warga desa adalah
jangkar dari tatanan antar hubungan, baik itu hubungan subjek dengan
alamnya untuk kepentingan kerja dalam rangka pemenuhan kebutuhan
material, maupun hubungan antar subjek di antara warga desa untuk
kepentingan pengembangan solidaritas dan penguatan ikatan sosial.
Akan tetapi, situasi ketidakberdayaan sereingkali menjadikan warga
desa sibuk dengan urusan bertahan hidup (survival). Kerja memenuhi
kebutuhan rumahtangga/keluarga telah menyita perhatian dan menguras
tenaga pada satu urusan bertahan hidup. Sekumpulan warga desa yang
hidup dalam rumah-rumah yang berhimpitan, lahir di desa itu sehingga
disebut penduduk asli, hidup bertetangga dan saling berkomunikasi tidak
menjamin adanya solidaritas sosial di antara warga desa. Bahkan, hidup
bersama sebagai tetangga di sebuah desa tak lebih dari kerumunan orang
yang hidup di desa. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Urusan
desa sebatas seremonial normatif, tetapi tidak ada kepentingan bersama
yang mengingat orang-orang didesa itu sebagai anggota dari sebuah
kesatuan masyarakat hukum.
Ketidakberdayaan yang semula bersifat personal menjadi bersifat
sosial yaitu sebagai sebuah ketidakberdayaan masyarakat. Kerumunan
individu di desa yang hidup dalam ketidakberdayaan tidaklah tepat dibaca
sebagai masyarakat desa yang tidak berdaya. Ketidakberdayaan
masyarakat desa menjadi lebih tepat jika dibaca sebagai kerumunan orang
yang hidup di sebuah wilayah bernama desa yang gagal secara sukarela
membentuk organisasi sosial bernama desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum. Hidup dalam sebuah kerumunan merupakan takdir sejarah karena
kebetulan orang-orang itu lahir, besar dan hidup di desa yang sama. Mereka

mau tidak mau harus sekarang bertetangga, saling berkomunikasi secara


akrab sebagai konsekuensi hidup bertetangga. Ditengah kerumusan warga
miskin ada pula warga desa yang mapan secara ekonomi, dan mereka pun
sibuk dengan urusan meningkatan pendapatan ekonomi dari peningkatan
keuntungan usaha ekonomi yang dimilikinya. Di tengah kerumusan warga
desa yang sebagian besar miskin ada pemerintahan desa dengan kepala
desa sebagai pemimpinnya. Kepala desa dan perangkat desa pun sibuk
dengan

urusan administrasi yang ditugaskan dari pemerintah kabupaten/kota.


Hubungan bermasyarakat yang mempertemukan mereka dalam hidup
bersama merupakan kepentingan teknis yang terkait erat dengan urusan
bertahan hidup secara personal.
Orang-orang yang hidup di desa, berdasarkan fakta yang ada, hidup
rukun tanpa konflik. Namun, ada hal yang tersembunyi yaitu secara
berlahan-lahan ikatan sosial di desa, yang pernah menjadikan para leluhur
itu hidup sebagai dalam sebuah kesatuan masyarakat hukum adat, menjadi
rapuh. Ujungnya, dalam situasi yang sangat kronis, warga desa tidak peduli
lagi dengan urusan hidup bersama di desa, sehingga desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum gagal dihadirkan dalam realitas hidup sehari-hari. Jika
dikaitkan dengan pengaturan UU Desa khususnya tentang kewenangan desa
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, maka
situasi ketidakberdayan masyarakat desa sebagai krisis sosial yang kronis
karena tidak ada lagi kepentingan bersama yang mengikat individu-individu
untuk peduli dengan urusan desa, akan melahirkan kekuasaan otoriter di
desa berupa dominasi elit desa atau bahkan dominasi kepala desa.
Ketidakpedulian mayoritas warga desa terhadap urusan- urusan desanya
merupakan pintu masuk persekongkolan kekuasaan desa yang otoriter
dengan kepentingan sekelompok orang yang berhasrat secara sepihak
menguasai sumberdaya desa. Jika dikaitkan dengan penyusunan peraturan
desa, maka norma hukum yang dirumuskan dalam peraturan desa hanya
menjadi dudukan hukum bagi kelompok kepentingan tertentu untuk
memperoleh keuntungan secara legal terhadap segala sumberdaya yang
ada di desa.
Ketidakberdayaan masyarakat itu setelah dilihat dengan sungguhsunguh dalam kehidupan senyatanya di desa sebenarnya sangatlah
sederhana. Tidaklah cukup melihat ketidakberdayaan dari aspek personal,
menjadi penting pula melihat ketidakberdayaan dari aspek sosial. Gambaran
ideal tentang manusia desa yang berdaya adalah adanya karakter manusia
merdeka dalam diri warga desa. Namun, manusia merdeka tidak identik
dengan manusia liberal individualistik. Konsepsi manusia merdeka ini
haruslah ditempatkan dalam konstruksi sosial politik sebagai daulat
rakyat. Warga desa berdaulat atas dirinya sendiri. Namun, warga desa yang
berdaulat itu harus memberikan tugas kepada orang lain untuk mengatur
dan mengurus dirinya. Demikian pula urusan yang akan diurus ikut
ditentukan oleh warga desa itu sendiri. Karenanya, dalam lingkungan
sebuah desa, kesamaan harkat dan kedudukan sama sebagai manusia
harus dihayati oleh seluruh warga desa. Ketidakberdayaan masyarakat desa
bersumber dari belum terjadinya kesamaan harkat dan kedudukan sama
sebagai manusia. Ketimpangan ini muncul karena warga desa tidak peduli
dengan urusan desanya sehingga tidak ada solidaritas dan gotong royong di

antara warga desa, ataupun masih ada sikap yang membeda-bedakan


individu maupun kelompok masyarakat berdasarkan status sosial
ekonominya.

D.

Mobilisasi-Partisipasi

Ketidakberdayaan
secara
sosial,
terkait
dengan
rumusan
kerja
pendampingan desa, akan sulit diurai jika menggunakan pola rekayasa
sosial berupa praktek mobilisasi

partisipasi. Mobilisasi-partisipasi merupakan sebuah pernyataan yang


saling bertentangan dari istilah kalimat itu sendiri. Mobilisasi adalah
tindakan individu- individu digerakkan oleh sebuah kuasa untuk mencapai
kepentingan dan tujuan tertentu. Sementara itu, partisipasi merupakan
peran aktif manusia individu sebagai subyek individual otonom di dalam
relasi-relasi sosial. Mobilisasi-partisipasi dapat diartikan sebagai tindakan
pemaksaan individu tertentu untuk bertindak secara otonom. Mungkinkah
tindakan otonom itu lahir dari sebuah pemaksaan? Penerapan prosedur
kerja secara rigid sebagai praktek mobilisasi partisipasi akan berwujud
dalam bentuk pengarahan dan penyeragaman tindakan-tindakan rakyat
desa. Melalui tindakan mobilisasi partisipasi skenario proyek didorong
masuk ke dunia tindakan masyarakat desa. Mobilisasi partisipasi ini
merupakan bentuk rekayasa sosial. Setiap sektor masyarakat dibongkar dan
disusun ulang (rekayasa) dengan teknik-teknik rasional beserta seperangkat
alat-alat kerja teknis.
Adanya dana pembangunan yang diberikan secara eksklusif kepada
masyarakat desa menjadi penggerak utama sebuah proses rekayasa sosial.
Tetapi,
kekuasaan
administrasi-birokrasi
juga
dibutuhkan
untuk
menghadirkan ketaatan terhadap prosedur-prosedur tindakan yang disebut
sebagai proses pemberdayaan masyarakat itu. Bersatunya kuasa modal dan
kuasa administratif menjadi motor penggerak mobilisasi-partisipasi.
Hasilnya adalah partisipasi yang bersifat semu. Karena, hadirnya warga
desa dalam forum musyawarah berhenti sebagai kerumunan orang yang
sekedar ditujukan untuk memenuhi prosedur yang telah ditetapkan agar
dana pembangunan dapat diterima oleh mereka. Warga desa yang
tidakberdaya ini secara diam-diam tetap berada dalam kondisi budaya
bisu. Sedangkan yang sejatinya berkuasa untuk memutuskan penggunaan
dana pembangunan itu tetaplah elit desa, khususnya kepala desa,
perangkat desa dan tokoh-tokoh masyarakat.
Praktek mobilisasi-partisipasi meninggalkan jejak sebuah realitas sosial
semu yang dicirikan oleh pencerabutan warga desa dari dunia nyatanya
untuk dikurung dalam dunia rekayasa dan ciptaan program yang terpisah
dari realitas keseharian. Kegagalan menumbuhkan kedaulatan rakyat akan
menuai apatisme dan depolitisasi massa yang akut, dan situasi ini
merupakan penanda krisis bagi kedaulatan NKRI.
Penetrasi modal masuk dalam bangunan politik desa dengan latar
belakang depolitisasi massa yang secara akut mendera warga desa. Gejala
penyakitnya adalah pemilihan kepala desa berbiaya tinggi sebagai dampak
politik uang. Seleksi kepemimpinan melalui pemilihan langsung tidak lagi
berlandaskan pada prinsip kesukarelaan para pemilih. Namun, suara pemilih
dalam praktek pemilihan kepala desa telah menjadi komoditi baru yang
dijual belikan. Politik yang idealnya merupakan darma bakti warga negara

dalam berbangsa dan bernegara melalui tindakan-tindakan sukarela, melalui


praktek politik uang justru mencederai watak dasar dari kedaulatahn rakyat
itu sendiri yaitu prinsip kesukarelaan. Ungkapan tentang mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan,
atau ungkapan mengutamakan kepentingan desa diatas kepentingan
pribadi dan golongan menjadi barang usang yang ditinggalkan warga
negara/warga desa.

Keunggulan
dari
praktek
mobilisasi-partisipasi
dalam
proses
pembangunan desa ditunjukkan adalah kemudahan untuk memberikan
bukti berupa keberhasilan capaian output. Karenanya, dalam konteks
pencapaian keberhasilan pembangunan desa yang biasanya ditonjolkan
adalah capaian target-target akhir yang dapat diukur secara kuantitatif.
Ukuran keberdayaan masyarakat dibuktikan dengan hasil nyata dan konkret
tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia. Pelaksanaan
proyek akan diukur dari efektivitas dan efisiensi antara nominal dana
dengan output proyek yang harus dicapai. Waktu pelaksanaan proyek
menjadi sebuah komponen yang dikontrol secara ketat agar pencairan dana
dapat dilaksanakan dengan cepat dalam batas waktu tahun angaran. Dana
yang cepat tersalurkan kepada masyarakat sasaran program akan lebih
mempercepat keberdayaan. Proses penyaluran dana bagi masyarakat harus
benar tanpa masalah. Jikalau ada masalah muncul di dalam pelaksanaan
proyek maka proses penanganannya pun harus cepat, tepat dan tuntas.
UU Desa mencita-citakan desa yang kuat, maju, mandiri dan
demokratis. Cita-cita ini akan dapat dicapai oleh masyarakat sebuah desa
ketika mereka berdaulat secara politik. Dengan kuasanya, masyarakat desa
akan berdaya dalam mengelola dana desa, memanfaatkan sumberdaya
desa dengan teknologi tepat guna, mendorong pertumbuhan ekonomi di
desanya, menciptakan pelayanan dasar bagi seluruh warga desa secara
berkeadilan. Prasyarat yang dibutuhkan adalah kualitas perbincangan di
antara warga desa menjadi penting. Sebab, bukan sekedar kerumunan
orang yang sibuk bercakap-cakap dalam kontek keintiman secara sosial.
Yang dibutuhkan agar desa itu berdaya adalah berbincangan substansial
tentang ketidakberdayaan yang dialami secara bersama. Untuk itu,
pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pembelajaran sosial bagi
warga desa agar mereka paham tentang substansi pemberdayaan
masyarakat itu sendiri dan secara militan bekerja sukarela menghadirkan
desa yang berdaya itu ke dalam tindakan nyata.

E.

Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa

Hal yang dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat desa ialah kemauan


dan tekad warga desa beserta para pemimpin desa untuk merajut kembali
ketahanan masyarakat desa melalui ikatan-ikatan norma sosial yang
diterima dan dilaksanakan secara sukarela oleh warga desa. Ada kejelasan
ikatan antara anggota sebuah kesatuan masyarakat hukum sebagai sebuah
solidaritas sosial yang diterima secara sukarela.
Intisari solidaritas sosial dalam konteks hidup masyarakat desa di
Indonesia adalah gotong royong. Semangat bergotong royong merupakan
pondasi bagi desa untuk berdaulat di bidang politik. Desa memiliki

kuasa/wewenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat. Dengan


demikian, keberlakuannya asas rekognisi dan asas subsidiaritas
mensyaratkan adanya soliditas masyarakat yang memiliki kehendak
bersama untuk bergotong royong. Selain gotong royong, keterlibatan
masyarakat dalam urusan desanya juga ditumbuhkan dengan semangat
kerja keras membangun desa untuk mewujudkan kemandirian desa di
bidang ekonomi. Sumberdaya desa dikelola
secara
mandiri
dalam
semangat gotong royong dan kerja keras, sehingga

terbuka peluang bagi desa untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyakat


desa. Kesejahteraan masyarakat tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan
ekonomi, tetapi juga aspek kebudayaan. Warga desa yang berkepribadian di
bidang kebudayaan memiliki komitmen yang kuat untuk memiliki integritas
diri (kehormatan dan harga diri sosial). Sikap diri ini penting untuk tumbuh
didalam diri warga desa agar kesepakatan tentang norma sosial atau
peraturan desa dijunjung bersama-sama dan ditaati secara bersama-sama.
Tanpa adanya integritas diri, maka norma sosial sebagai identitas kolektif
yang menandai seseorang sebagai anggota desa tertentu aka berhenti
sebagai barang yang adanya di konsepsi pikiran belaka tanpa pernah
diturunkan ke dalam tindakan-tindakan yang konkret.
Dengan
demikian,
pemberdayaan
masyarakat
dimulai
dari
pembongkaran diri secara personal untuk menuju pada pembaharuan diri
secara radikal (sampai ke akar masalah). Inilah yang dimaksud dengan
Revolusi Mental. Tranformasi sosial di desa dimulai dari individu-individu
yang berkomitmen untuk membangun desanya. Sebagai contoh: hadirnya
demokrasi di keseharian hidup orang desa dalam bentuk demokrasi
musyawarah mufakat mensyaratkan adanya keutamaan politik yang
dihayati oleh warga desa. Untuk itu, pendampingan desa memfokuskan diri
pada upaya membentuk, menumbuhkan dan membiakkan sosok warga
desa yang memiliki daya juang yang kuat dalam memberdayakan desanya.
Kata kuncinya adalah pendamping masyarakat desa harus melakukan
revolusi mental dengan mengubah diri dari penjaga praktek mobilisasipartisipasi menjadi guru bagi rakyat desa. Pendamping profesional adalah
guru yang ditugaskan oleh Negara untuk mendidik warga desa agar mereka
secara personal bersedia tampil sebagai penggerak desa. Sebagai
seorang guru, pendamping pun harus menghadirkan dalam dirinya militansi
dan komitmen untuk bersama-sama dengan warga desa mendayagunakan
sumberdaya yang ada di desa untuk sebesar-besarnya menciptakan
kemakmuran
bersama.
Secara
profesional,
seorang
pendamping
masyarakat desa harus mampu membuktikan diri bahwa dirinya memiliki
kapasitas dan kemampuan yang unggul sehinggal layak menjadi guru bagi
rakyat desa.
Transfomasi sosial membutuhkan adanya sekolah rakyat, media
pembelajarannya adalah kehidupan yang ada di desa itu sendiri. Namun,
pembelajaran sosial bagi warga desa tidak hanya berujung pada
ketrampilan teknis yang dibutuhkan untuk kepentingan survival dari aspek
ekonomi.
Lebih
daripada
itu,
pembelajaran
sosial
membentuk
watak/integritas warga desa yang paham substansi sekaligus bekerja keras
dalam mewujudkan cita-cita bersama. Inilah proses pembentukan kaderkader desa yang disebut sebagai kaderisasi masyarakat desa. Transformasi
sosial di desa membutuhkan adanya para penggerak desa yang bersifat

aktif dan sukarela. Calon- calon kader dicari, dibentuk, dilatih dan
dibelajarkan serta diorganisasilkan agar tetap terpelihara jiwa kadernya.
Dan kebanggaan bagi para kader desa adalah jika mereka berhasil
membangun desanya menjadi desa yang kuat, maju, mandiri dan
demokratis. Desa bukan lagi menjadi beban bagi Negara, tetapi desa yang
mandiri itu menjadi kekuatan utama yang menyokong tegaknya NKRI di
tengah arus besar globalisasi.

Negara bertanggungjawab memberikan ruang belajar bagi rakyat desa.


Karenanya, pendamping desa dikirim ke desa-desa untuk bertugas mendidik
rakyat desa agar mereka mampu mencapai cita-cita mewujudkan desa yang
kuat, maju, mandiri dan demokratis. Hasil dari proses belajar sosial adalah
kader-kader desa. Jiwa kader ini tumbuh dalam diri kepala desa, perangkat
desa, tokoh masyarakat, pemuda desa, aktivis perempuan di desa dll.
Kader-kader desa ini yang akan menata desanya sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki wewenang untuk mengatur dan
mengurus (Self Governing Community).
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses pembentukan desa
sebagai kekuatan sosial-politik yang digerakkan oleh pemimpin dan warga
desa yang berkarakter kader. Kata kunci dari keberlanjutan sebuah
bangunan sistem sosial ditentukan oleh adanya peran aktif dari bagian
sistem itu sendiri, yaitu sang pemimpin beserta anggotanya. Namun
demikian, dalam kerja pemberdayaan yang bersifat kolektif jarang terjadi
tindakan komunitas yang bersifat spontan, parsial bahkan individual.
Organisasi sosial maupun jaringan kerja sosial yang dibangun pemimpin dan
warga desa pun membutuhkan keterlibatan kelompok-kelompok eksternal
yang berjuang dalam garis pemberdayaan masyarakat.
Keterlibatan kelompok eksternal dalam kerangka pemberdayaan
masyarakat pada dasarnya menjadi kekuatan penyokong dalam
membongkar ketidakberdayaan masyarakat yang bersifat struktural.
Kelompok-kelompok eksternal ini akan menstimulasi, mendorong atau
memotivasi warga desa agar lebih mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui
proses dialog ketika berhadapan dengan kekuasaan yang berkepentingan
atas desa mereka.
Pemberdayaan masyarakat mensyaratkan adanya partisipasi publik
dalam menangani persoalan-persoalan lokal. Namun demikian, proses
pemberdayaan masyarakat tidak berhenti pada persoalan-persoalan lokal
yang murni bersifat publik. Negara (dalam hal ini: pemerintah) tetaplah
memainkan peranan penting. Peran pemerintah sangatlah strategis dalam
pemberdayaan masyarakat. Pemerintah mampu memberikan pelayanan
dalam skope yang luas sehingga banyak desa dapat diberdayakan. Para
pendamping harus mampu menjaling dukungan Pemerintah
Daerah,
khususnya memfasilitasi pemerintah daerah agar memberikan pelayanan
kepada desa sesuai dengan kepentingan bersama yang sudah dirumuskan
oleh desa- desa itu.
Pendamping juga memfasilitasi pemerintah daerah untuk merumuskan
peraturan ataupun kebijakan yang berorientasi pada pengutamaan
kepentingan desa. Selanjutnya, kader-kader di desa menjabarkan aturanaturan pemerintah daerah itu dalam rumusan peraturan desa. Gambaran
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 221

ideal desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adalah adanya ketaatan


secara sukarela terhadap aturan hukum. Ketaatan hukum menjadi budaya
yang ditumbuhkan dan diperkuat dalam jati diri pemimpin beserta warga
desa. Pendamping masyarakat desa menjadi penting untuk melakukan
kaderisasi secara spesifik berupa tenaga bantuan hukum di desa-desa (para
legal).

220| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Keterlibatan kelompok ekternal dalam pemberdayaan masyarakat desa


tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga kelompok masyarakat
lainnya seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi,
organisasi massa, media massa, atau swasta. Jaringan sosial dan kerjasama
desa dengan pihak ketiga menjadi penting untuk dikembangkan. Jaringan
sosial ini juga dibangun dengan mendorong kerjasama antar desa untuk
memfokuskan diri dalam urusan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa. Pendamping, dalam mendidik kader-kader desa, tidak
cukup membatasi kerja kader pada urusa desa tetapi juga urusan kerja
bersama dengan kader-kader desa lainnya maupun pihak ketiga.
Pemberdayaan masyarakat desa yang ditempuh melalui proses
pembelajaran sosial juga harus ditopang oleh pembelajaran yang nyata bagi
warga desa untuk menciptakan kesepakatan-kesepakatan sosial melalui
media komunikasi yang dikelola secara mandiri. Media komunikasi di desa
maupun di antar desa merupakan media aktualisasi perbincangan secara
luas, sehingga kesadaran masyarakat tentang arti penting membangun
desanya secara mandiri dapat ditumbuhkan dalam cakupan yang lebih luas.

F.

Penutup

Pemberdayaan masyarakat desa pada hakikatnya merupakan upaya


menstimulasi proses-proses sosial agar desa tumbuh dan berkembang
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwewenang mengatur dan
mengurus
urusan
masyarakatnya
secara
mandiri.
Keberhasilan
pemberdayaan masyarakat desa dapat diperhitungkan dari berjalan atau
tidak berjalannya proses-proses pengelolaan kehidupan sosial ekonomi di
desa dalam konstruksi aturan hukum Undang-Undang Desa. Pada konteks
ini, upaya mewujudkan pemberdayaan masyarakat desa tidak akan berhasil
apabila dioperasionalisasikan melalui praktek mobilisasi-partisipasi.
Sebaliknya, proses pembelajaran sosial sebagai media kaderisasi
masyarakat desa sangat penting untuk dilakukan dalam rangka melahirkan
kader-kader desa yang bersedia bekerja secara sukarela dan berkomitmen
tinggi terhadap kemajuan desanya.
Dinamika sosial di desa belumlah mencukupi jikalau tidak ditopang
oleh peran Negara secara nyata atau Negara Hadir dalam mewujudkan desa
yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Tranformasi sosial disokong oleh
Kehadiran Negara yang tata kelolanya sejalan dengan mandat UUD 1945.
Pada posisi ini, menjadi penting kiranya dalam proses pemberdayaan
masyarakat ini ada Gerakan Desa sebagai perwujudan kepedulian para
pihak yang berkentingan terhadap desa untuk bersama-sama dan
bergotong royong memfasilitasi, mendampingi, membantu, melindungi desa

agar tumbuh dan berkembang sebagaimana diamantkan dalam UndangUndang Desa. Desa Membangun Indonesia demi tegaknya NKRI.

222| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
6.
2

Rencana Pembelajaran

Penguatan
Kader
Pemberdayaa
n Masyarakat
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan kedudukan Kader Pemberdayaan Masyarakat


Desa (KPMD) dalam pembangunan desa;

2.

Merumuskan strategi pengembangan dan keberlanjutan


Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok dan Pleno

Media

Media Tayang 6.2.1;


Lembar Informasi 6.2.1: Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

Alat Bantu

Kertas Plano, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan WhiteBoard

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
2. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi yang akan dibahas yaitu Pengembangan Kader
Pemberdayaan Masyarakat (KPMD), sampaikan tujuan,
proses dan hasil yang ingin dicapai;
3. Sampaikan, bahwa materi yang disampaikan merupakan
upaya untuk memberikan pembekalan kepada peserta
tentang
bagaimana
memfasiltasi
masyarakat dalam
mengembangkan kader desa khususnya KPMD dalam rangka
implementasi Undang-Undang Desa;
4. Mintalah peserta untuk membagi diri dalam kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang.
5. Pelatih menampilkan media tayang tentang tema diskusi
(bahan paparan topik diskusi kelompok). Selanjutnya
mintalah kelompok untuk untuk mendiskusikan pokok-pokok
gagasan sebagai berikut;

Pentingnya keberadaan kader pemberdayaan


masyarakat desa dalam membangunkemandirian
masyarakat desa.

Kriteria kader pemberdayaan masyarakat desa.

Bagaimana cara mengembangkan kader


pemberdayaan masyarakat desa.

6. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mendiskusikan


dan mencatat hasil pembahasan selama 30 menit;
7. Setelah selesai, mintalah masing-masing perwakilan
kelompok untuk memparkan hasilnya dalam pleno;
8. Setelah seluruh kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, pelatih meminta peserta menanggapi; apakah
rumusan yang dihasilkan kelompok lain memiliki perbedaan
dan persamaan.
9. Buatlah kesimpulan dari hasil pemaparan kelompok yang
disepakati oleh seluruh peserta;
10. Buatlah penegasan dengan menjelaskan kepada peserta
tentang pentingnya pengembangan kader pemberdayaan
masyarakat dalam rangka mendorong kemandirian desa,
dengan menampilkan media tayang tentang pengembangan
KPMD (bahan paparan materi Pengembangan KPMD);
11. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
klarifikasi hal-hal yang membutuhkan pendalaman atau
penjelasan lebih lanjut;
12. Tutuplah sesi ini dengan mengucapkan salam.
224| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
6.

A.

Lembar
Informasi

Kader
Pemberdayaan

Pendahuluan
Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi,
adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci)
dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi
mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah Orang
Kunci yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju
pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar
sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa. Kader-kader
Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD),
tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan;
pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan;
pengurus/anggota
kelompok
perajin;
pengurus/anggota
kelompok
perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki
dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua,
kaum muda maupun anak-anak.
Oleh karenanya, representasi warga yang tergabung sebagai kader
dalam
KPMD merupakan kumpulan orang yang diharapkan mampu
memegang perang penting melanjutkan misi rekognisi dan subsidiaritas
Desa. KPMD juga merupakan salah satu pelaku pendampingan dalam skala
lokal Desa yang aktif bekerjasama dengan pendamping profesional dan
pendamping dari unsur pihak ketiga (LSM, Ormas, Perusahaan, lembaga
donor dan seterusnya).

B.

Kedudukan KPMD
Dalam Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa Pasal 4,
menyebutkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping
yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader

Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. KPMD


merupakan salah satu pendamping yang berasal dari individu potensial
sebagai bagian penting dari proses pemberdayaan masyarakat desa.

PENDAMPING
DESA

Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan


bahwa KPMD dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa
melalui Musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepada
Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu yang
dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan
dikemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi masyarakat Desa menjadi
sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan sebagai penyiapan
warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala
lokal dan institusi Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UndangUndang Desa agar terdapat sistem pendampingan internal Desa guna
menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis. UndangUndang
Desa
dan
peraturan-peraturan
dibawahnya
menegaskan
pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaan masyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itu
dijalankan secara melekat melalui strategi pendampingan pada lingkup
skala lokal Desa.
Identitas KPMD semakin jelas bahwa Undang-Undang Desa
mengarahkan representasi dari kelompok masyarakat Desa setempat untuk
giat melakukan pendampingan sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD versi Undang-Undang Desa
merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan
tindakan pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang
sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UndangUndang Desa adalah Kader Desa dan bukan Kader di Desa.

KPMD dan Pengorganisasian Pembangunan


Desa
BIDAN
G
Infrastruktur

SUBSTANSI
TUGAS
Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan

DAFTAR KEGIATAN
Tambatan Perahu
Jalan Pemukiman
Jalan Desa Antarpermukiman
Ke Wilayah Pertanian
Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro
Lingkungan Permukiman
Masyarakat Desa
Air Bersih Berskala Desa
Sanitasi Lingkungan

226| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING

Sarana dan
Prasarana
Kesehatan

DESA
Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan

Pelayanan Kesehatan Desa


Dalam Bentuk Pos Pelayanan
Terpadu Atau Bentuk Lainnya

Sarana dan
Prasarana
Pendidikan dan
Kebudayaan

Pembangunan,
pemanfaatan dan
pemeliharaan

Taman Bacaan Masyarakat


Pendidikan Anak Usia Dini
Balai Pelatihan/Kegiatan Belajar
Masyarakat

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 227

BIDAN
G
Sarana Dan
Prasarana
Ekonomi

SUBSTANSI
TUGAS

DAFTAR KEGIATAN

Pengembangan Dan
Pembinaan Sanggar Seni
Pengembangan usaha Pasar Desa
ekonomi produktif
Pembentukan Dan
serta pembangunan,
Pengembangan BUM Desa
pemanfaatan dan
Penguatan Permodalan BUM
pemeliharaan
Desa
Pembibitan Tanaman Pangan
Penggilingan Padi
Lumbung Desa
Pembukaan Lahan Pertanian
Pengelolaan Usaha Hutan Desa
Kolam Ikan Dan Pembenihan
Ikan
Kapal Penangkap Ikan
Gudang Pendingin (Cold
Storage)
Tempat Pelelangan Ikan
Tambak Garam
Kandang Ternak
Instalasi Biogas
Mesin Pakan Ternak
Sarana Dan Prasarana Ekonomi
Lainnya Sesuai Kondisi Desa

Lingkungan Hidup

Pelestarian

Penghijauan
Pembuatan Terasering
Pemeliharaan Hutan Bakau
Perlindungan Mata Air
Pembersihan Daerah Aliran
Sungai
Perlindungan Terumbu Karang

C.

Tugas dan Tanggung Jawab KPMD

Peran pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan (Fasilitator


Kecamatan misalnya) mempunyai tugas yang diamanatkan oleh
Permendesa No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa untuk melakukan
peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa dan
mendorong terciptanya kader pembangunan Desa yang baru. Tugas pokok
Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UndangUndang Desa dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat Desa. Pendamping Desa dalam melaksanakan tugasnya
menyelenggarakan fungsi:
(1)

Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa


dan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul;

(2)

Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun


secara partisipatif dan demokratis;

(3)

Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk


mewujudkan kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan
berpihak kepada kepentingan masyarakat desa;

(4)

Fasilitasi demokratisasi desa;

(5)

Fasilitasi kaderisasi desa;

(6)

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan


desa;

(7)

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan


(community center) di desa dan/atau antar desa;

(8)

Fasilitasi
ketahanan
masyarakat
desa
melalui
kewarganegaraan, serta pelatihan dan advokasi hukum;

(9)

Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan


mulai
dari
tahap
perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi
pembangunan desa yang dilaksanakan secara partisipatif, transparan
dan akuntabel;

penguatan

(10) Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa


secara partisipatif, transparan dan akuntabel;
(11) Fasilitasi pembentukan dan pengembangan Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa).
12. Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak
ketiga. 13. Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial
dan kemitraan.
Sebagai kader masyarakat peran dan tugasnya membantu pengelolaan
pembangunan di desa diharapkan tidak terikat oleh waktu. Jumlah KPMD
dengan kebutuhan desa dengan mempertimbangkan keterlibatan atau
peran serta kaum perempuan, kemampuan teknik, serta kualifikasi
pendampingan kelompok ekonomi dan sebagainya. Namun jumlahnya
sekurang-kurangnya dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan.
Berikut diuraikan secara rinci tugas KPMD dalam mendampingi
Pemerintah Desa dan masyarakat.

Mendampingi Pemerintah Desa


KPMD mendampingi Kepala Desa dalam hal pengorganisasian
pembangunan Desa. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melakukan
pengorganisasian terhadap:
(1)

Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan


lingkungan Desa antara lain: tambatan perahu; jalan pemukiman; jalan
Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian; pembangkit listrik
tenaga mikrohidro.

(2)

Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana


kesehatan antara lain: air bersih berskala Desa; sanitasi lingkungan;
pelayanan kesehatan Desa dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu atau

bentuk lainnya; dan sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai


kondisi Desa.

(3)

Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana


pendidikan dan kebudayaan yang meliputi: taman bacaan masyarakat;
pendidikan anak usia dini; balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat;
pengembangan dan pembinaan sanggar seni; dan sarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa.

(4)

Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,


pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang
meliputi: pasar Desa; pembentukan dan pengembangan BUM Desa;
penguatan permodalan BUM
Desa; pembibitan tanaman pangan;
penggilingan padi; lumbung Desa; pembukaan lahan pertanian;
pengelolaan usaha hutan Desa.

(5)

Pelestarian lingkungan hidup yang meliputi: penghijauan; pembuatan


terasering; pemeliharaan hutan bakau; perlindungan mata air;
pembersihan daerah aliran sungai.

Mendampingi Masyarakat
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas untuk menumbuhkan dan
mengembangkan, serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya
gotong royong. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melibatkan unsur
masyarakat, yang meliputi: kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok
pengrajin; kelompok perempuan; kelompok pemerhati dan perlindungan
anak; kelompok masyarakat miskin; dan kelompok-kelompok masyarakat
lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. Pendamping
Desa bertugas melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan
Desa yang baru.

D.

Kriteria KPMD

Kader pemberdayaan masyarakat desa memiliki peran penting dalam


proses pendampingan desa. Oleh karerna itu, KPMD haruslah orang yang
memiliki keriteria tertentu, sehingga menjadi dasar bagi masyarakat dan
[emerintah desa dalam menentukan KPMD. Kriteria KPMD sebagai berikut :
(1)

Warga desa setempat,


bersangkutan;

dan

bertempat

tinggal

di

desa

yang

(2)

Memiliki semangat dan motifasi yang tinggi;

(3)

Jujur, bertanggung jawab dan bersedia bekerja secara sukarela;

(4)

Mempunyai waktu yang cukup dan sanggup melaksanakan tugastugasnya;

(5)

Bisa membaca dan menulis;

(6)

Bukan kepala desa atau perangkat desa maupun suami/istrinya;

(7)

Bukan anggota BPD maupun suami/istrinya.

Menjadi seorang KPMD, tak perlu persyaratan pendidikan tertentu.


Siapapun orang di desa, bisa menjadi KPMD. Memang ada syaratnya, tapi
modal utama untuk menjadi KPMD adalah jujur, memiliki kemampuan dan
keinginan kuat untuk maju, memajukan masyarakat dan desanya. Modal
lainnya adalah bisa membaca dan menulis, mengenal desanya dengan baik,
supel/ pandai bergaul dan dikenal baik oleh masyarakatnya. Di beberapa
lokasi, ada KPMD yang hanya lulusan SD, karena dia dinilai warga memiliki
kemampuan tersebut.
Percaya diri juga menjadi modal penting bagi seorang KPMD. Sebab,
hampir setiap waktu KPMD harus melakukan sosialisasi dengan warga desa,
mulai dari para tetangga, tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama, hingga
Kepala Desa atau para pejabat lain di desa. Pada umumnya KPMD berasal
dari warga desa setempat. Tapi, tak menutup kemungkinan pendatang pun
bisa menjadi KPMD, asalkan bisa diterima oleh masyarakat di desa itu.
Pertama kali saya terpilih menjadi KPMD, sempat tidak percaya diri, karena
saya tidak lahir dan dibesarkan di desa ini. Apa lagi ada sebagian warga
yang menentang walaupun saya dipilih berdasarkan pemungutan suara,
bukan ditunjuk, ujar KPMD di Desa Poko, Kecamatan Pringkulu, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur. Untunglah, Kepala Desa dan ibunya selalu memberi
dukungan, sehingga dia bisa bangkit untuk menjalankan tugasnya.
Seorang warga desa juga bisa menadi KPMD selama dua atau tiga
periode. Faktor terpenting mereka bisa terpilih kembali adalah kepercayaan
masyarakat yang telah melekat. Saya senang bisa dipercaya sebagai kader
untuk kesekian kalinya. Saya belajar untuk berani berbicara di depan orang
banyak dan tambah percaya diri! ujar seorang KPMD.

E.

Proses Pemilihan KPMD

Pemilihan KPMD dilakukan melalui musyawarah desa. Pemilihan KPMD bisa


dilakukan pada saat ada musyawarah desa, misalnya pada saat
musyawarah
desa
perencanaan.
Pihak
pemerintah
Desa,
perlu
menginformasikan akan kebutuhan tenaga-tenaga potensial dari desa yang
siap bekerja membantu masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan
desa secara sukarela. Acuan proses pemilihan KPMD sebagai berikut:

Persiapan Pemilihan
(1)

mengidentifikasi kebutuhan KPMD dengan melakukan observasi dan


wawancara kepada tokoh-tokoh masyarakat, Kepala Desa, BPD atau
lembaga desa lainnya;

(2)

menginformasikan kebutuhan KPMD kepada semua orang dengan


secara lisan dan tertulis melalui pengumuman yang ditempel di papan

230| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

informasi. Nama-nama hasil identifikasi dan siapa saja yang berminat


dan mendaftarkan diri dicatat.

Proses Pemilihan
(1)

Pemilihan KPMD dilaksanakan pada saat Musdes;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 231

(2)

Sebelum proses pemilihan dilakukan, pendamping dalam pertemuan


musyawarah desa menginformasikan tentang kriteria, aspek
kerelawanan, kejujuran serta tugas dan tanggung jawab yang akan
diemban oleh KPMD;

(3)

Ajak peserta musyawarah desa untuk menentukan berapa jumlah


KPMD (minimal 2 KPMD, diharapkan untuk tiap-tiap dusun ada kader
dusun);

(4)

Ajak peserta untuk menentukan kriteria tambahan yang lebih


diutamakan yang berkaitan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan
kemasyarakatan;

(5)

Fasilitasi peserta musyawarah untuk memilih KPMD sesuai kriteria yang


telah ditentukan dan yang telah disepakati bersama;

(6)

Jumlah KPMD terpilih harus memperhatikan keseimbangan antara


kader laki-laki dan kader perempuan.

F.

Orientasi Baru KPMD

(1)

KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan


kapasitas teknokratis dan pendidikan politik. KPMD melakukan
pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical
citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan
bermartabat. Hal ini antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan
kader baru KPMD yang militan sebagai penggerak pembangunan desa
dan demokratisasi.

(2)

Pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik,


tetapi harus berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban
oleh KPMD sangat penting tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa.
Karena itu pendampingan oleh KPMD harus bersifat politik.

(3)

Para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi


pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi
ruang-ruang kosong baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD
memiliki orientasi untuk mengisi ruang kosong yang identik dengan
membangun jembatan sosial (social bridging) dan jembatan politik
(political bridging).

(4)

Pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan


oleh aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi
juga perlu melibatkan pendamping pihak ketiga (unsur organisasi
masyarakat sipil seperti NGOs lokal, perguruan tinggi, lembaga
internasional dan perusahaan).

(5)

Pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari


dalam
secara
emansipatif
oleh
kader-kader
desa
(KPMD).
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun
pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses
ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahuntahun, sebab akan menimbulkan ketergantungan yang tidak produktif
bagi KPMD. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh

pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan


kader desa yaitu KPMD yang piawai.

(6)

Pendampingan oleh KPMD melakukan intervensi secara utuh untuk


memperkuat village driven development dan mewujudkan desa
sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan
demokratis. KPMD serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa
bukanlah segmentasi yang berdiri sendiri, tetapi semuanya terikat dan
terkonsolidasi dalam sistem desa. Sistem desa yang dimaksud adalah
kewenangan desa, tata pemerintahan desa, serta perencanaan dan
penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan
desa untuk kesejahteraan warga.

(7)

Pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.

G.

Peningkatan Kapasitas KPMD

Pendamping Desa bertanggung jawab atas peningkatan kapasitas KPMD.


Untuk itu, Pendamping Desa perlu melakukan penjajakan kebutuhan
pelatihan bagi KPMD yang ada di wilayah kerjanya. Kaderisasi tidak identik
dengan pendidikan dan pelatihan, namun juga membuka ruang-ruang publik
politik dan mengakses pada forum musyawarah desa, yang membicarakan
dan memperjuangkan kepentingan warga.
Dalam konteks kaderisasi desa, kekhawatiran beberapa pihak tentang
potensi kegagalan dalam implementasi Undang-Undang Desa adalah titik
awal untuk merumuskan pola pembentukan dan pengembangan kader desa.
Di satu sisi, sikap negatif dapat diterima sebagai penanda kewaspadaan
terhadap peluang korupsi dana publik yang didistribusikan ke desa. Di sisi
yang lain, sikap negatif menjadi penanda untuk mengubah pola
pendampingan yang sebelumnya rata-rata kurang sensitif terhadap
eksistensi Kader Desa sebagai Orang Kunci dalam proses penguatan Desa
sebagai self governing community.
Keberadaan kader desa yang berasal dari warga desa itu sendiri
berkewajiban untuk melakukan upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan
sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat Desa.
Pengembangan kapasitas Kader Desa dapat diarahkan oleh para
pendamping profesional (eksternal) melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
(1)

Memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center)


dengan melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas
bersama dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa;

232| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

(2)

Memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai


desa, gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga,
taman dll untuk dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya
kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 233

(3)

Memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama;


tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani;
kelompok nelayan; kelompok perajin; kelompok perempuan; dan
kelompok masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pusat kemasyarakatan yang diorganisir oleh KPMD;

(4)

Memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai


motor penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara
sukarela terlibat dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa;

(5)

Memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk


membentuk pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan
dan kabupaten/kota;

(6)

Memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk


membuat kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan
ilmu keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu
untuk menunjang pengembangan konsep pembangunan nasional,
wilayah dan/atau daerah, pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan;

(7)

Memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil


dan menengah dengan melibatkan KPMD; dan

(8)

Kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan


pusat kemasyarakatan (community center) sesuai dengan kondisi lokal
desa dengan melibatkan KPMD.

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

PENGARUSUTAMAAN INKLUSI
SOSIAL

236| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Trans

migrasi |
237

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
7.

Konsep Dasar dan


Indikator

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan konsep
pembangunan desa;

dasar

inklusi

sosial

2.

Menguraikan tentang indikator inklusi sosial


dalam pembangunan di Desa.

dalam

Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Permainan Inklusi sosial, refleksi permainan, curah
pendapat, tanya jawab
Media

Media Tayang 7.1.1: Video Dewi dan Putri


Lembar permainan 7.1.1: Inklusi Sosial
Lembar Kerja 7.1.1:

Lembar Informasi 7.1.1: Pengarusutamaan Inklusi Sosial

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
1.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkandari


sub pokok bahasan Konsep Dasar dan Indikator Inklusi
Sosial.

2.

Tayangkan video mengenai inklusi sosial dengan judul


Dewi dan Putri yang mengisahkan ketimpangan di
Indonesia. Kemudian ajaklah peserta merefleksikan apa
yang dialami kedua tokoh dalam cerita terjadi dan
mengapa kondisi tersebut terjadi?

3.

Bagi kelompok menjadi dua. Jika terlalu besar bagi menjadi


3 (tiga kelompok) dengan masing-masing kelompok
beranggota maksimal 15 orang, dan lakukan hal-hal
sebagai berikut:
a.

Masing-masing peserta akan diberikan kertas label


pertama berisi status sosial warisan (ascribed status),
misalnya: anak kepala desa, anak penganggur,
anak petani, anak buruh,
keturunan keraton, keturunan pempimpin
adat,dll.

b. Minta peserta untuk membuat barisan sesuai urutan


dimulai dari yang paling berpengaruh/bergengsi
sampai yang paling pinggir. Setelah barisan terbentuk,
minta salah seorang peserta di masing-masing
kelompok untuk mencatat urutan dalam barisan
tersebut berdasar status sosial masing-masing.
c.

Masih dalam barisan, setiap peserta mendapat kertas


label kedua yang berisi status berdsar tingkat
pendidikan dan keahlian. Misalnya lulusan Perguruan
Tinggi, lulusan SD, lulusan SMP, lulusan SMA,
penjahit, tukang kayu, arsitek, pemain bola,
dst. Dengan label kedua ini, setiap peserta memiliki
kombinasi dua label.

d. Minta peserta untuk kembali membentuk formasi


barisan sesuai dengan kombinasi label yang mereka
terima. Minta salah seorang peserta untuk mencatat
formasi barisan tersebut berdasarkan kombinasi label
yang diterima.
e.

Masih dalam barisan, beri setiap peserta kertas label


ketiga yang menggambarkan statusnya saat ini.
Misalnya bapak/ibu rumah tangga, aktivis LSM,
tokoh
agama,
keturunan
pemimpin
adat,
keturunan etnik pendatang, keturunan etnik
pribumi, dlsb. Dengan kombinasi tiga label yang
setiap peserta miliki, minta mereka untuk membentuk

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 239

barisan dari yang paling berpengaruh sampai yang


paling pinggir. Minta salah seorang

240| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING DESA

peserta mencatat susunan barisan berdasar kombinasi


tiga label tersebut.
4.

Minta setiap kelompok untuk mendiskusikan pertanyaanpertanyaan berikut:


a.

Apa
yang
menyebabkan
termarjinalkan secara sosial?

seseorang

menjadi

b.

Mengapa setiap satu label ditambahkan, maka formasi


kelompok berubah?,Apa yang menyebabkan status
seseorang berubah?

c.

Apakah ada status yang secara konstan berada di


pinggir atau di pusat?

5.

Berdasar jawaban dari peserta, jelaskan secara singkat


tentang (1) bagaimana umumnya seseorang diperlakukan
secara sosial, keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan, dan dalam mengakses layanan dasar. (2)
Pengertian kelompok marjinal atau kelompok yang terkucil
(kelompok tereksklusi) dalam masyarakat beserta contohcontoh aktual dan berdasar permainan; dan (3) pengertian
inklusi
sosial
yakni
konsep
pendekatan
yang
memungkinkan seluruh komponen masyarakat, baik yang
paling berpengaruh maupun yang paling termarjinalkan
berpartisipasi dalam pembangunan.

6.

Berdasarkan pengalaman dalam permainan dan penjelasan


singkat, minta peserta untuk menyebut indikator inklusif
sosial.

7.

Berikan tanggapan atas jawaban peserta dan beri


penegasan dengan menggunakan menggunakan media
tayang mengenai Konsep Dasar dan Indikator Inklusi.

242| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

PB
7.1

A.

Lembar
Informasi

Pengarusutama
an Inklusi

Pengantar

Inklusi sosial adalah puncak untuk mengakhiri kemiskinan yang


ekstrim dan upaya mewujudkan kemakmuran bersama.
Inklusi sosial adalah hasil, sekaligus proses peningkatan
keterlibatan individu dalam kehidupan bermasyarakat

Kemiskinan adalah salah satu permasalahan utama dalam pembangunan


Indonesia. Namun, kemiskinan bukanlah label utama dari ketidakberdayaan
seseorang/kelompok masyarakat. Ras, etnis, jenis kelamin, agama, tempat
tinggal (isolasi geografis), status disable, usia, status HIVAIDS, orientasi
seksual atau penanda stigma lainnya, bisa menyebabkan seseorang atau
sekelompok masyarakat terkucilkan (tereksklusi) dari berbagai proses dan
peluang. Eksklusi ini bisa terjadi pada tataran sosial, politik maupun
ekonomi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, stigma negatif tersebut seringkali
menyebab- kan seseorang terdiskriminasi untuk mendapatkan layanan
dasar dan terkucilkan dalam relasinya dengan masyarakat lainnya.
Individu/kelompok ini misalnya: masyarakat adat (indigenous people) seperti
Suku Anak Dalam (Jambi, Sumatera Barat), Suku Sawang (Bangka Belitong),
Suku Talang Mamak (Riau) dll, kelompok agama lokal minoritas seperti
Kaharingan (Kalimantan), Dayak Losarang (Indramayu), Wetu Telu (NTB),
Marapu (Sumba), Penganut faham keagamaan minoritas seperti Ahmadiyah
dan Syiah, Orang yang terinfeksi HIV/AIDS, anak yang dilacurkan,
masyarakat penyandang disabilitas, transgender, masyarakat yang tinggal

di wilayah terpencil dll. Kelompok masyarakat ini hidup di tengah-tengah


masyarakat namun mengalami eksklusi dan diskriminasi karena dianggap
berbeda.Berdasarkan pengalaman, kelompok-kelompok tereksklusi di atas
seringkali mendapatkan hambatan dalam:

Mendapatkan identitas legal (KTP, akta kelahiran, Jamkesmas dll)

PENDAMPING
DESA

Berpartisipasi dalam ekonomi

Mengakses layanan kesehatan dasar

Mengakses layanan pendidikan dasar

Berinteraksi dengan masyarakat dan kesempatan untuk


berperan dalam masyarakat.

Eksklusi ini terjadi secara terus-menerus antar generasi sehingga


pihak-pihak yang mengeksklusi seringkali tidak menyadari dan
menganggap sebagai kewajaran. Misalnya menganggap wajar seorang Suku
Anak Dalam (SAD) tidak memiliki KTP dengan alasan mereka hidup
berpindah-pindah, wajar seorang waria dianiaya karena dianggap sebagai
sampah masyarakat; atau sudah semestinya seorang yang terinveksi
HIV/AIDS tidak terlayani kesehatan karena sepadan dengan perilakunya
yang dianggap menyimpang, wajar seorang tuna rungu tidak naik kelas
karena keterbatasan fisik yang dimiliki, bukan karena ketiadaan fasilitas dan
seterusnya. Stigma itu melekat pada seseorang sehingga kebutuhan dasar
mereka sebagai warga negara terabaikan.
Silver menegaskan dalam hasil studinya bahwa kelompok-kelompok di
atas umumnya adalah kelompok yang paling miskin dalam masyarakat.
Miskin secara ekonomi, politik dan sosial. Program penanggulangan
kemiskinan akan berhasil jika menargetkan kelompok tereksklusi ini sebagai
sasaran utama program.
Di Indonesia, pendekatan pemberdayaan telah menjadi instrumen
penting dalam perencanaan pembangunan maupun upaya penanggulangan
kemiskinan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam satu
dekade terakhir adalah melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM Mandiri). PNPM Mandiri tidak hanya diimplementasikan
berdasarkan kawasan kewilayahan (perdesaan, perkotaan, dan daerah
tertinggal), akan tetapi juga menyelesaikan isu-isu yang menjadi tantangan
dalam pembangunan yang inklusif. Salah satu program inklusi sosial
tersebut adalah PNPM Peduli. Program ini ditujukan untuk mendukung
kelompok-kelompok masyarakat yang mendapatkan stigma atau tereksklusi
sehingga tidak dapatmengambil peran ataupun mendapatkan hak-haknya
secara adil dalam proses pembangunan.
Program PNPM Mandiri Perdesaan memiliki capaian-capaian positifnya
tersendiri yang hendak dimajukan lebih jauh melalui program
Pendampingan Desa. Melalui Pendampingan Desa pengarusutamaan inklusi
sosial dilakukan lebih jauh dengan secara langsung mendekati masyarakat
yang selama ini tereksklusi atau terpinggirkan. Kelompok miskin,
penyandang disabilitas, perempuan, masyarakat adat, dan individu atau
kelompok sosial yang selama ini tersisih/terpinggirkan dilibatkan secara
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 243

PENDAMPING

langsung untuk merangkai DESA


dan
pembangunan dan pemberdayaan.

menyusun

program

dan

kegiatan

Namun harus dicatat bahwa pelibatan tersebut bukan dilakukan atas


dasar motifasi belas kasihan (charity). Pelibatan masyarakat terpinggir
melalui agenda inklusi sosial dalam Pendampingan Desa dilakukan sebagai
bentuk pengakuan (rekognisi) terhadap mereka yang terpinggir itus atas
hak dan kewajiban mereka selaku warga

244| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Negara dan warga masyarakat Desa. Aspirasi mereka dalam musyawarah


Desa, akses dalam memanfaatkan pelayanan dasar di Desa, pekerjaan yang
layak, jaminan rasa aman, akses terhadap fasilitas publik, adalah hak
mereka dan menjadi kewajiban Pemerintah Desa untuk menunaikannya.

B.

Pengertian

Bank Dunia mendefinisikan inklusi sosial sebagai proses meningkatkan


persyaratan bagi individu dan kelompok untuk mengambil bagian dalam
masyarakat. Inklusi sosial dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat
miskin dan terpinggirkan untuk mengambil keuntungan dari peluang
pembangunan global. Pendekatan ini memastikan setiap orang memiliki
kesempatan yang sama dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
kehidupan mereka dan bahwa mereka menikmati akses yang sama ke
pasar, layanan dan ruang politik, baik secara sosial dan fisik.
Dengan kata lain inklusi sosial merupakan upaya menempatkan
martabat dan kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai
kualitas hidup yang ideal. Pendekatan inklusi sosial mendorong agar seluruh
elemen masyarakat mendapat perlakuan yang setara dan memperoleh
kesempatan yang sama sebagai warga negara, terlepas dari perbedaan
apapun: agama, etnis, kondisi fisik, jenis kelamin, tingkat kesejahteraan
ekonomi, dan lain-lain. Inklusi sosial merangkul semua warga negara
Indonesia yang mengalami stigma dan marjinalisasi, dengan mengajak
masyarakat luas untuk bertindak inklusif dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi Pendamping Desa, upaya ini mestinya bukan ikhwal sederhana.
Para Pendamping yang bertugas di tingkat Kecamatan sendiri harus
memahami pijakan konstitusi, terkait Hak dan Kewajiban warga Negara
Indonesia yang telah menjadi ketentuan dalam UUD maupun peraturan
perundangan yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara secara
sektoral.
Selain pemahaman, kesadaran sosial Penamping Desa harus jauh lebih
maju dalam penerimaan terhadap kelompok-kelompok atau individu yang
tersisih tersebut. Kesadaran tersebut mesti tampil dalam sikap, yakni dalam
berinteraksi dengan pihak yang selama ini tersisih. Kesadaran ini
dibutuhkan agar agenda inklusi tidak semata- mata bersifat formal dan
artifisal (bersifat permukaan) belaka, melainkan tampil sebagai hal yang
memang penting dan harus dilakukan.
Inklusi sosial memerlukan pemahaman bahwa yang di dalam harus
berhenti mengucilkan mereka yang selama ini terpinggir. Seorang warga
Desa tidak dapat dikucilkan dari Musyawarah Desa, program dan kegiatan
Desa karena keadaannya. Penyandang disabilitas mesti mendapat jaminan
untuk mampu mengakses fasilitas publik dan memperoleh pelayanan dasar.

Melalui agenda inklusi sosial,


dorongan untuk berhenti mengucilkan
tersebut justru harus dilakukan lebih jauh dengan penerbitan kebijakan atau
peraturan Desa yang melindungi dan menarik ke dalam mereka yang
selama ini terpinggir.

PENYANDANG DISABILITAS INTELEKTUAL DI DESA REMBES BAKAL


MEMILIKI TEMPAT UNTUK SENTRA KEGIATAN EKONOMI
PRODUKTIF
Berikut ini adalah contoh inisiatif Kepala Desa dalam menyelenggarakan inklusi
sosial. Dalam contoh berikut, Kepala Desa menginisasi pembentukan Kelompok
Swadaya Masyarakat bagi penyandang disabilitas. (Diambil dan diolah
darihttps://kampungpeduli.com/2016/05/27/
penyandang-disabilitasintelektual-di-desa-rembes-bakal-memiliki-tempat-untuk-sentra- kegiatanekonomi-produktif/)
Perjuangan keras dari Kepala Desa Rembes, Bringin, Kabupaten Semarang
Ibu Nur Afifah untuk mensejahterakan warganya yang menyandang disabilitas
intelektual mulai membuahkan hasil. Setelah memotivasi warga agar peduli dengan
penyandang disabilitas yang terwujud dengan terbentuknya Kelompok Swadaya
Masyarakat Sinar
Kasih sebagai
wahana partisipasi
masyarakat,
kini
permohonannya kepada PT PTP Getas untuk memperoleh lahan sebagai sentra
kegiatan ekonomi produktif juga di kabulkan. Tanggal 26 Mei 2016 yang lalu, kepala
desa Rembes memperoleh panggilan dari Direksi PT PTP Getas dan diputuskan
bahwa permohonan lahan untuk Rumah Kreasi Sinar Kasih bagi penyandang
disabilitas Desa Rembes di kabulkan.
Dengan tersedianya lahan ini, rencana akan di bangun Rumah Kreasi Sinar
Kasih sebagai tempat berbagai kegiatan bimbingan dan sentra kegiatan ekonomi
produktif. Semoga ini menjadi awal yang baik, kebangkitan desa Rembes untuk
peduli kepada penyandang disabilitas dan mudah mudahan kita segera dapat
membangun Rumah Kreasi yang kita impikan.
Sebagai titik awal dan dalam rangka mendukung keberlanjutan KSM di
masa akan datang, KSM Sinar Kasih merintis kegiatan ekonomi produktif. Saat ini
sudah ada dua jenis usaha yang mulai di rintis, yaitu usaha batik dan kerajinan
bambu lidi. Di tahun akan datang juga direncanakan akan dilakukan budidaya ikan
lele. Terkait produk batik, selain batik ciprat KSM ini juga mengembangkan batik
jumput. Walaupun para pendamping hanya memperolah pelatihan batik ciprat,
ternyata mereka kreatif dengan mengembangkan batik jumput sendiri[]

C.

Inklusi Sosial Dalam Konteks Pelaksanaan Undang-Undang Desa

Kesadaran dan perhatian khusus untuk mendorong partisipasi kelompok


marjinal seperti kaum miskin, lansia dan difabel masih rendah bagi banyak
pemerintah desa. Alasan yang sering diungkapkan adalah aspirasi kaum
marjinal tersebut secara otomatis sudah tercermin dalam usulan-usulan
yang dibawa oleh para wakil dan tokoh yang hadir dalam musyawarah desa.
Di kasus yang lain, walaupun terdapat kehadiran kaum marjinal dalam
musyawarah desa, kehadiran mereka lebih untuk memenuhi daftar absensi
saja. Pemerintah desa mengaku sudah memberikan kesempatan kepada
mereka untuk bicara dalam forum musyawarah, namun kesempatan
tersebut tidak dimanfaatkan. Dalam hal keterlibatan perempuan, biasanya
kelompok perempuan hadir dalam musyawarah desa mewakili lembaga PKK
atau perkumpulan keagamaan. Meskipun demikian kualitas keterlibatan
mereka masih dinilai kurang dalam proses musyawarah dan wakil
perempuan terbatas pada elit-elit desa dan tidak aktif bersuara. DI tempat

lain, walaupun terdapat wadah pertemuan rutin perempuan yang terpisah


dengan laki-laki, penampungan aspirasi umumnya diwakili kepala
keluarga laki-laki

(Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Laporan Baseline
- the SMERU Research Institute Maret 2016)
Studi Kasus 1: Keterlibatan Perempuan Minim
Jadi, perencanaan pembangunan hanya urusan laki2. Kalau
pelaksanaan baru melibatkan ibu2 kalau di Kalikromo ada
perempuan. Di sini juga mengumpulkan usulan dari warga dusun.
Hanya Dusun Kalikromo yang sudah dari awal melibatkan unsur
perempuan dari 9 dusun yang ada (Perempuan biasanya) hanya
ikut waktu kegiatan pembangunan. Nanti dibilang wong wedhok
(orang perempuan) kok ngeyel (tidak bisa diatur) Tidak (berani
tanya-tanya informasi atau usul pembangunan), karena dominan
masalah laki-laki pembangunan itu sih Kalau ibu-ibu saja (yang
bertanya ke kadus), tidak akan digubris karena kurang kuat! (FGD
Tata Kelola Desa Perempuan, Kec. Eromoko Kab. Wonogiri, 13
Oktober 2015).
(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute
Maret 2016)
Tingkat partisipasi masyarakat cenderung lebih tinggi apabila
pertemuan dan aktifitas diadakan dibawah level desa, yaitu di dusun, RW
atau RT. Hal ini karena selain disebabkan oleh akses juga secara kebiasaan
forum-forum tingkat tersebut dianggap lebih familiar dan akrab. Artinya bila
kegiatan diadakan pada level desa, partisipasi warga akan menciut. Hal
yang sama juga terjadi bagi kegiatan pembangunan dimana keterlibatan
masyarakat akan lebih tinggi apabila lokasi pembangunan berada di lokasi
disekitar tempat tinggal mereka.
Studi Kasus 2: Urunan Warga Marginal untuk Perbaikan Jalan
Di Desa Kelok Sungai Besar terdapat satu RT, yaitu RT 15, yang
letaknya jauh dari pusat pemerintahan Desa. Untuk sampai ke RT
15, harus melewati jalan perusahaan perkebunan dan wilayah
Desa Belanti Jaya, desa bentukan baru yang berasal dari
permukiman Transmigrasi. RT yang jumlah warganya kini sekitar
20-an KK ini, menghadapi permasalahan yang sejak dulu belum
pernah terselesaikan, yaitu kondisi jalan tanah merah yang
merupakan akses keluar masuk wilayah tersebut rusak berat,
apalagi saat hujan. Aliran listrik PLN pun belum masuk ke RT ini.
Usulan kepada desa sudah sering disampaikan, namun selalu
tidak mendapat prioritas.
Kepala Desa bukan tidak menyadari kondisi ini. Namun
terbatasnya anggaran dan letak yang terpisah membuat niat
untuk memperbaiki jalan masih terkendala. Beberapa kali
Musrenbangdes memang sudah direncanakan, sejak Kades Pak
Tar, terus kito. Pak RT boleh buka dokumen perencanaan desa,
semuanya ada. Tapi terkendala duitnya ndak ado, yang
ngabulkannya ndak ado. Disamping itu kendala yang lain karena
jalannya melalui jalan perusahaan perkebunan. Mudah-mudahan

dengan adanya UU Desa ini, dutinya sudah lebih 1 milyar, di sini


bisa kebagian, (Wawancara, laki-laki, 37, kepala desa,
Kecamatan Mersam - Kabupaten Batanghari, 17 Oktober 2015).

Atas kondisi ini warga RT 15 menyepakati sebuah inisiatif untuk


memungut Rp 10/kg hasil produksi sawit tiap KK untuk kas
pemeliharaan jalan (iuran ini naik menjadi Rp 20/kg pada tahun
2015). Pada tahun 2014, kas tersebut digunakan untuk perbaikan
jalan dengan menghabiskan dana sebesar 26 Juta, dimana biaya
paling besar adalah untuk menyewa buldoser dan eskavator.
Memang di sini prioritas dari desa belum ada, semua masih
swadaya. Eskavator 1 jam sewanya Rp 500.000, kali 40 jam.
Berapa itu? Belum rollingnya, 1 jam sejuta. (Ketua RT 15, Desa
Kelok Sungai Besar). Meski upaya perbaikan telah dilakukan,
nyatanya jalan yang ada sekarang masih belum memiliki kualitas
yang baik.
(Dicuplik dari Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research
Institute Maret 2016)
Dalam penyusunan dokumen RPJMDesa dan RKPDesa, sebagian besar
desa yang pernah di kaji oleh SMERU (Sentinel Village 2016) sudah
melaksanakan rangkaian musyawarah tentang Perencanaan Pembangunan
Desa. Akan tetapi
pertemuan ditingkat RT hanya digunakan untuk
penggalian usulan-usulan sebagai masukan penyusunan RPJMDesa.
Sedangkan
dalam
proses
RKPDesa,
proses
penetapan
prioritas
pembangunan untuk berlangsung elitis dengan melibatkan beberapa orang
sebagai tim penyusun dan tidak melibatkan masyarakat. Hal yang serupa
juga dijumpai dalam penyusunan APBDesa yang biasanya dikerjakan oleh
aparat desa, antara lain Kepala Desa, Kaur Pembangunan, Bendahara Desa,
Sekdes dan Kaur Umum. Seringkali penyusunan anggaran tersebut hanya
melibatkan segelintir orang yang dianggap pemerintah desa sebagai orang
yang kooperatif. Walaupun hal ini tidak menyalahi aturan karena
Permendagri No.113 tahun 2015 hanya mensyaratkan bahwa pembahasan
dilakukan antara pemerintah desa dengan BPD, tidak ikut sertanya warga
masyarakat berpotensi terjadinya kasus penyalahgunaan wewenang. Secara
umum, pemerintah desa belum memfasilitasi proses dan pendekatan yang
lebih partisipatif.Proses penetapan prioritas ini berdampak pada penundaan
atau tidak dilaksanakannya kegiatan pembangunan yang menurut
masyarakat dianggap sangat dibutuhkan.
Studi Kasus 3:Rencana Desa Sudah Dikonsepkan dari Atas
Pelaksanaan kegiatan musrenbangdes di Desa Pinang Merah,
Kabupaten Merangin, dilakukan tanpa didahului musdus, namun
dengan mengundang seluruh warga desa (sekitar 200an KK).
Sayangnya, dari seluruh warga yang diundang, kehadiran peserta
musrenbangdes hanya sekitar 30 orang, sudah termasuk
pemerintah desa dan BPD. Menurut Kaur Umum desa setempat,
warga enggan hadir karena lebih mementingkan kegiatan
mendulang
emas
sebagai
tumpuan
ekonomi
ketimbang
berpartisipasi dalam pembangunan desa. Oleh sebab itu, ia
mengakui bahwa usulan-usulan kegiatan pembangunan telah

dirancang terlebih dahulu oleh Pemerintah Desa untuk didiskusikan


pada saat musyawarah.

Masyarakat kan tidak tau, awam, (jadi) kita lah yang mikirnya. Oh
di situ perlu jalan rabat beton, di situ jalan rabat beton. Mana yang
perlu, ada anggaran, kasih. Dari masyarakat tidak ada mikir, usul
(juga) tidak ada, yang penting makan." (Wawancara, laki-laki, 36,
kaur umum, Kecamatan Sungai Manau - Kabupaten Batanghari, 17
November 2015)
Situasi seperti ini diamini oleh salah seorang tokoh masyarakat
dari unsur guru yang menyatakan bahwa pemerintah desa tidak
secara murni melakukan penggalian gagasan. Menurutnya, ini
menjadi faktor lain yang menyebabkan Musrenbangdes tidak
dihadiri oleh warga, yaitu selain dianggap tidak punya hasil
(usulannya itu-itu saja), juga karena tidak diakomodirnya usulan
warga bila bertentangan dengan apa yang telah dirancang oleh
Pemerintah Desa.
Kebanyakan warga setuju-setuju saja. Seharusnya kita tahu dulu
dananya berapa, diminta usulannya apa, dan kebutuhannya apa.
(Tapi yang terjadi) Kades sudah merancang terlebih dahulu (usulan
kegiatannya) baru minta pendapat ke masyarakat. Di musyawarah,
keputusan (seolah-olah) sudah ada. Ada yang beda pendapat, tapi
kalo kades sudah ngomong itu dan sudah banyak yang setuju,
pendapatnya jadi tidak diterima. Kalau pun ada perdebatan itu
pasti di belakang, kan gak ada hasilnya. Depan setuju-setuju, di
belakang (baru bilang) tidak setuju. (Wawancara, laki-laki, guru,
Kecamatan Sungai Manau - Kabupaten Merangin, 20 November
2015).
(Dicuplik di Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa Laporan Baseline - the SMERU Research Institute
Maret 2016).

D.

Dasar Hukum Dan Tujuan Inklusi Sosial

Dalam konteks implementasi UU Desa, inklusi sosial dilakukan untuk


melibatkan
seluruh individu sebagai warga masyarakat Desa dalam
penyelenggaraan kehidupan berdesa, baik pembangunan maupun
pemberdayaan. Dalam UU Desa disebutkan salah satu tujuan pengaturan
Desa dilakukan untuk memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek
pembangunan (Pasal 4 huruf i). Artinya, seluruh unsur masyarakat Desa,
tanpa membedakan keadaan fisik, tingkat kesejahteraan ekonomi, jenis
kelamin, agama, maupun etnis, harus sama-sama mampu menjadi warga
Negara yang aktif dalam pembangunan.
Ketentuan terkait inklusi lebih eksplisit lagi diatur di Pasal 117 ayat (3)
PP No. 43 tahun 2014. Di situ daitur bahwa RPJMDesa disusun dengan
mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan
Kabupaten/Kota. Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud
dengan kondisi objektif Desa adalah kondisi yang menggambarkan
situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber
daya
alam,
maupun
sumber
daya
lainnya,
serta
dengan

mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, perlindungan terhadap


anak, pemberdayaan keluarga, keadilan bagi masyarakat miskin, warga
disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan
teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.

Agenda pemberdayaan Desa bahkan mendorong agar agenda inklusi


sosial masuk ke dalam proses perencanaan dan penganggaran. Ketentuan
tersebut termaktub di Pasal 127 PP 43 tahun 2014. Di situ diatur bahwa
pemberdayaan
masyarakat
Desa
dilakukan
dengan
menyusun
perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga
miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal.
Dengan mengacu pada perintah undang-undang di atas, maka mau tidak
mau agenda inklusi sosial harus menjadi perhatian serius baik bagi
Pemerintah Desa, Kecamatan, dan khususnya Pendamping Desa sebagai
pemberdaya masyarakat Desa.
Pada dasarnya, inklusi sosial tertuju bagi penguatan masyarakat Desa.
Masyarakat Desa yang hendak dicapai oleh UU Desa merupakan kesatuan
utuh dari seluruh
individu warga Desa yang memiliki kompetensi,
kesadaran utuh sebagai subjek, dan berdiri secara setara. Kemandirian dan
kesejahteraan Desa merupakan hasil atau resultante dari kemampuan
seluruh individu warga Desa. Di samping itu, inklusi sosial juga memiliki
dimensi tujuan yang lebih besar, di antaranya:
(1)
(2)
(3)
(4)

Pemenuhan Hak Asasi Manusia yang universal


Terlayaninya kebutuhan dasar (mampu mengakses, terpenuhi layanan
dasar minimum)
Partisipasi sosial penuh (melawan pengisolasian)
Pengakuan identitas dan dihormati dalam suatu kesatuan yang utuh
(memerangi stigma, kekhasan budaya adalah sah)

Tujuan di atas jelas bukan agenda sederhana yang dapat dicapai


dengan mudah dan cepat. Pemahaman konstitusi dan kesadaran
Pendamping Desa sangat menentukan, khususnya dalam peran dan fungsi
Pendamping Desa sebagai supervisor bagi Pendamping Lokal Desa.

E.

Langkah Umum Dan Indikator Inklusi Sosial

Inklusi sosial harus dipahami sebagai agenda panjang yang membutuhkan


perencanaan sistematik, terukur, namun sekaligus harus terbuka bagi
perbaikan. Untuk mencapai keberhasilan stakeholder baik di tingkat
Pemerintah Desa, Kecamatan, maupun SKPD terkait harus memiliki
kesamaan pemahaman terkait inklusi. Selain itu, penggangan jaringan dan
dukungan dari kalangan di luar pemerintah juga akan sangat menentukan.

INDIKATOR INKLUSI SOSIAL DI DESA


Modal sosial (kepercayaan, tingkat penerimaan);
Nilai kolektif yang berlaku di masyarakat;
Indikator penghinaan/mempermalukan (Reyles 2007);

Indeks keanekaragaman (misalnya keterwakilan perempuan,


kesetaraan gender, keterwakilan kelompok penyandang disabilitas, dll);
Indeks disparitas;
Indeks isolasi;
Indeks segregasi (perbedaan sebagai % dari 1 kelompok yang harus
bergerak untuk memiliki perwakilan yang sama).

Selain itu, masyarakat Desa dan komunikasi dengan individu atau


kelompok yang terpinggir merupakan faktor utama yang harus diperhatikan
dengan serius. Masyarakat atau warga Desa secara umum harus
mendapatkan informasi serta sosialisasi yang benar mengenai hak-hak
dasar setiap warga Desa. Agenda ini tidak melulu harus dilakukan secara
formal, karena bagi masyarakat Desa, individu atau kelompok yang
terpinggir sesungguhnya adalah tetangga mereka sendiri. Komunikasi
dengan interaksi dengan kelompok yang terpinggir juga harus dilakukan
dengan serius, hati-hati, dan menjaga agar jangan sampai memunculkan
efek psikologis yang negatif.
Secara umum, alat analisis dan langkah inklusi dapat digambarkan
sebagai berikut.

PEMETAAN WILAYAH

PROFIL SOSIAL

KOMUNIKASI &
INTERAKSI

KEBIJAKAN/PERAT
URAN
DESA

MENGGAL
ANG
DUKUNGA
N

(1)

Pemetaan Wilayahdimaksudkan sebagai kegiatan untuk menemukan


dan memetakan konsentrasi tempat tinggal Rumah Tangga Miskin,
penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok atau individu

250| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

termarjinalkan lainnya. Tujuannya adalah untuk menampilkan


gambaran lengkap mengenai dimana kelompok marjinal tersebut
tinggal, jumlahnya, jenis-jenis masalah, dan lain sebagainya. Pemetaan
itu dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat yang
marjinal dan dapat dilakukan beberapa kali sampai informasi

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 251

dinilai mencukupi. Format tabel berikut ini dapat membantu untuk


memetakan individu dan kelompok yang tereksklusi.

Tabel Faktor-Faktor Individu yang Tereksklusi


NAMA
INDIVIDU
/
KELOMPO
Contoh:
Kelompok Suku
Terpencil A

Akses terhadap
pelayanan
dasar
Tidak mendapatkan
akses ke sarana
dasar kesehatan
karena lokasi
tempat tinggal
sangat jauh dari
desa induk (sekitar
4 jam perjalanan)

FAKTOR
EKSKLUSI
Penerimaan
Sosial
Terdapat stigma yang
melekat bahwa orang
dari Suku A bodoh,
malas dan tidak
dapat dipercaya.
Masyarakat di desa
induk memiliki tabu
yang sangat kuat
apabila anggota
keluarga mereka
menikah dengan
orang dari Suku A

Regulasi dan
kebijakan
Dalam penyusunan
RPJMDes dan RKPDes
tidak melibatkan
anggota dari Suku A
dengan alasan jarak
yang sangat jauh.
Pemerintah Desa
merasa bahwa suara
mereka sudah
terwakilkan melalui
musyawarahmusyawarah yang

(2)

MenyusunProfil Sosial; hasil pemetaan wilayah database dilengkapi


dengan penjelasan akar masalah yang menyebabkan marjinalisasi.
Penjelasan tersebut dapat dibuat sebagai narasi yang disertai dengan
kata kunci utama, dan dapat pula disusun dalam bentuk pohon
permasalahan (problem tree). Profil sosial ini akan sangat membantu
bagi langkah-langkah selanjutnya, khususnya dalam membangun
komunikasi dengan kelompok marjinal dan merumuskan jalan keluar;

(3)

Komunikasi dan Interaksiadalah langkah untuk membangun


pemahaman, keakraban, dalam rangka mengembangkan keterlibatan
satu sama lain. Pendekatan dalam langkah ini harus dicermati dengan
baik dan disesuaikan dengan budaya setempat. Pada ujungnya, tujuan
dari langkah ini adalah untuk merumuskan jalan keluar bersama
langsung dari pihak yang termarjinalkan, selain mendorong agar
mereka mulai untuk terlibat aktif dalam kehidupan berdesa;

(4)

Menggalang Stakeholderdibutuhkan agar agenda inklusi menjadi


perhatian, dukungan, dan bantuan dari banyak pihak. Stakeholder
yang dimaksud diantaranya adalah Pemerintah Kecamatan, SKPD
terkait selaku pembina dan pengawas, pihak swasta, ormas, NGO,
maupun perguruan tinggi;

(5)

Kebijakan/Peraturan Desa. Langkah yang paling strategis dari siklus


inklusi sosial sesungguhnya adalah perlindungan kebijakan Desa. Desa
inklusif pada dasarnya bukan semata-mata desa yang secara sosiokultural telah berjalan secara inklusif, melainkan kehidupan di
dalamnya dinaungi secara politik melalui payung kebijakan. Payung
kebijakan ini harus ada bukan untuk fungsi simbolik, melainkan untuk
memberikan perlindungan dan jaminan dari proses inklusi dan keadaan
inklusif[.]

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
7.

Inklusi Sosial
dalam

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menguraikan contoh penerapan inklusi sosial di


lingkungan masyarakat di Desa;

2.

Mengidentifikasi pembelajaran
inklusi sosial di Desa;

3.

Menjelaskan faktor-faktor sukses dalam penerapan inklusi


sosial di Desa.

kunci

dalam

penerapan

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Paparan, curah pendapat

Media

Media Tayang 7.2.1:

Lembar Kerja 7.2.1: Matrik Diskusi Identifikasi Kondisi


Perempuan, Kelompok Miskin dan Berkebutuhan Khusus
di Desa;

Lembar Informasi 7.2.1:

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
252| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


sub pokok bahasan Bentuk-Bentuk Nyata Inklusi Sosial di
Desa, dan hubungannya dengan topik sebelumnya.

2.

Fasilitator membagi peserta kedalam tiga kelompok untuk


membahas pendekatan inklusi sosial di masyarakat
terhadapa isu berikut: (1) perempuan, (2) penyandang
disabilitas atau difabel, dan
(3) masyarakat miskin. Setiap kelompok membahas satu
isue yang berbeda dengan mengeksplorasi jawaban atas
pertanyaan berikut:
a.

Bagaimana posisi tiga subjek di atas (perempuan,


penyandang disabilitas, dan masyarakat miskin)
dalam konteks pembangunan dan ruang publik
selama ini?

b.

Apa yang dapat diupayakan oleh masyarakat


sehingga tiga subjek tersebut dapat memiliki peran
dan
penerimaan
yang
lebih
besar
diterima
kehadirannya di ruang publik?
Bagaimana upaya pemerintah, baik pusat maupun
daerah, termasuk juga pemerintah desa, dalam
menginklusi ketiga subjek di atas?
Apa langkah-langkah strategis yang bisa Anda lakukan
sebagai pendamping desa dalam meningkatkan
inklusi sosial? Berikan contoh-contoh konkrit.?

c.

d.

e.

Apa saja manfaat yang dapat


pembangunan bersifat inklusif?

dirasakan

ketika

3.

Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil


diskusi kelompok mereka.

4.

Berikan tanggapan dan ringkasan atas proses pewujudan


inklusi sosial. Titik tekan ringkasan tersebut adalah (1)
kehendak untuk merangkul atau menginklusi kelompokkelompok masyarakat marjinal harus ditumbuhkan dan
muncul dari dalam masyarakat, (2) harus ada respon dari
Pemerintah
(Kabupaten,
Kecamatan,
Desa)
berupa
kebijakan inklusif yang memberikan kesempatan setara
pada pro kelompok marjinal sebagai bagian warga Desa
dan warga Negara, (3) inklusi sosial terhadap kelompok
marjinal yang diimplementasikan melalui partisipasi dan
penyerapan aspirasi atau gagasan dari kelompok marjinal.

5.

Membuat
rangkuman
tentang
faktor-faktor
kunci
kesuksesan inklusi sosial di Desa yang dirumuskan pada
Lembar Kerja 7.2.1.

6.

Lakukan penegasan terhadap beberapa hal yang perlu


mendapatkan perhatian, di antaranya (1) kesadaran akan

hak partisipasi dalam masyarakat Desa,


kelompok masyarakat yang menjadi

(2)

adanya

PENDAMPING DESA

pioneer dalam pengarusutamaan inklusi sosial kelompok


marjinal dan dukungan pengembangan kapasitas, (3)
respon positif dari Pemerintah Desa.
7.

Berikan penegasan bahwa inklusi sosial merupakan bagian


dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
PendampingDesa mempunyai tugas mendorong terjadi
peningkatan
inklusi
sosial
dalam
setiap
tahapan
pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan)
maupun dalam penyusunan Peraturan Desa.

PENDAMPING
DESA

Lembar Kerja 7.2.1

Matrik Diskusi Indentifikasi Kondisi Perempuan,


Kelompok Miskin dan Berkebutuhan
Khusus di Desa
No

Posisi
dalam
Masyarak
at

Sasara
n

1.

Perempuan

2.

Kelompok
Miskin/Renta
n

3.

Berkebutuh
an Khusus

Permasala
han yang
dihadapi

Poten
si
yang
Dimili

Alternat
if
Gagasa
n

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 255

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
7.
3

Strategi
Pemberdayaan
Perempuan, Kelompok
Miskin, dan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menerapkan
faktor- faktor kunci penerapan inklusi sosial dalam perumusan
strategis pemberdayaan/inklusi sosial.

Waktu
2 JP ( 90 menit)

Metode
Paparan, curah pendapat, role play

Media

Media Tayang 7.3.1:


Lembar Kerja 7.3.1: Bermain Peran Inklusi Sosial di Desa
Lembar Informasi 7.3.1:

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sub


Pokok Bahasan Strategi Pemberdayaan Perempuan,
Kelompok Miskin dan Berkebutuhan Khusus;

2.

Lakukan Role play(lembar role play terlampir) dengan


melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

3.

4.

Bagi kelas secara merata kedalam kelompok


kelompok kecil dengan peran sebagai berikut: (a)
perangkat desa, (b) pemuka adat, (c) petani miskin,
(d) ibu-ibu istri petani miskin, (e) penyandang
disabilitas/difabel, (f) pendamping desa.

Bagikan lembaran kertas untuk masing-masing


peserta berdasarkan peran (lihat di lampiran). Minta
agar masing- masing kelompok tidak memberitahukan
perannya kepada kelompok lain dan arahkan agar
duduk terpisah. Tempatkan kelompok perangkat desa
di tengah-tengah kelompok lain.

Minta peserta untuk membaca peran dan berdiskusi


dalam kelompok masing-masing tentang kebutuhan
dan permasalahan yang dihadapi. Berikan batasan
waktu 5 menit.

Secara terpisah, minta kelompok pendamping desa


untuk berinteraksi dengan masing-masing kelompok
dan menjadi penghubung dengan perangkat desa.

Berikan waktu (15 20 menit) ke peserta untuk


memerankan perannya sesuai didalam petunjuk di
kartu. Pastikan agar setiap kelompok paham dengan
perannya.

Lakukan releksi atas role


pertanyaan sebagai berikut:

play

dengan

mengajukan

a.

Kelompok mana saja yang tidak mendapatkan akses


dari pengambilan keputusan? Faktor-faktor apa saja
yang membatasi?

b.

Bagaimana peran pendamping dalam meningkatkan


inklusi sosial?

c.

Tantangan-tantangan apa saja yang mungkin dihadapi


pendamping dalam usaha tersebut?

Bagi peserta dalam 3 kelompok dengan tugas setiap


kelompok untuk mendiskusikan strategi pemberdayaan
Perempuan/Kelompok Miskin/Berkebutuhan Khusus di Desa
(masing-masing satu isue) dengan panduan pertanyaanpertanyaan berikut:
a.

Mengapa
kelompok-kelompok
itu
sebagai marjinal? Apa Sebabnya?

dikategorikan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 257

b.

Bagaimana cara mengembangkan kesadaran hak


berpartisipasi dalam pembangunan desa pada
kelompok tersebut?

c.

Apa yang akan dilakukan terhadap Pemerintah Desa


terkait hak-hak kelompok marjinal tersebut?

d.

Apa yang akan dilakukan terhadap masyarakat Desa


terkait hak-hak kelompok marjinal tersebut?

5.

Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka


dan beri kesempatan kepada kelompok lain untuk
memberikan tanggapan;

6.

Buatlah catatan kritis terhadap hasil diskusi setiap


kelompok, berdasar pengertian inklusi sosial, indikator
inklusi sosial, dan mengingatkan peserta atas faktor kunci
keberhasilan upaya penerapan inklusi sosial;

7.

Lakukan
penegasan
terhadap
seluruh
simpulan
pembelajaran di dua sesi sebelumnya untuk mengingatkan
peserta terhadap pentingnya strategi yang relevan atau
sesuai dengan konteks marjinalisasi di masyarakat Desa
tempat peserta ditugaskan.

Lembar Kerja 7.3.1

Bermain Peran: Inklusi Sosial Di Desa


Potonglah kartu-kartu peran ini dan bagikan ke masing-masing kelompok
berdasarkan peran yang dimainkan. Minta peserta untuk tidak memberitahu
kelompok lain siapa mereka dan peran-peran apa saja yang tertulis.
Perangkat Desa

Tahun ini desa Anda mendapatkan sekitar 800


juta dari
DD dan ADD. Kelompok Anda sedang
melaksanakan Musyawarah Desa untuk
menyusun RKPDesa tahun ini. Kelompok Anda
berfikir bahwa kebutuhan infrastruktur untuk
jalan dan jembatan masih belum memadai.
Disamping itu, kebutuhan penganggaran untuk
pembiayaan operasional perangkat desa,
terutama untuk gaji bulanan, perlu ditambah
karena adanya beban kerja yang meningkat. Saat
ini pendukung utama kelompok Anda adalah
pemuka Adat dan kelompok Anda ingin
mendapatkan dukungan dari mereka supaya
tidak ada kecemburuan dan kecurigaan ditingkat
masyarakat.
Kelompok Anda akan menyetujui apa yang
diusulkan pemuka masyarakat. Sesuai
peraturan, kelompok Anda harus menentukan
kelompok siapa saja yang harus diundang untuk
----------------------------------------------------------------------------------------

Pemuka Adat

Kelompok Anda memiliki kedekatan inter-personal


dengan perangkat desa karena selama ini
dukungan diberikan untuk pembangunan sarana
pertemuan adat. Prioritas tahun ini adalah
menyelenggarakan festival adat sebagai bagian
dari perencanaan kedepan untuk menjadikan
desa Anda sekarang sebagai desa Adat supaya
kedudukan kelompok Anda menjadi lebih penting.
Kebutuhan dana diperkirakan sekitar 200 juta.
Anda berfikir bahwa festival ini merupakan
kesempatan yang strategis untuk
memperkenalkan tradisi adat dan budaya ke
masyarakat yang lebih luas untuk mendapatkan
pengakuan. Anda juga ingin membujuk kelompok
petani, perempuan dan penyandang kebutuhan
khusus untuk mendukung prioritas kelompok
Anda.
------------------------------------------------------------------------------------------

Petani miskin

Kelompok Anda mendengar bahwa desa Anda


mendapat dana desa sebesar 800 juta. Selama ini
kelompok Anda

Ibu-Ibu istri petani


miskin

hanya bisa bertanam padi sekali setahun karena


tidak ada
saluran irigasi. Ketika musim kering, petani hanya
bisa menanam palawija pada bulan-bulan
tertentu tetapi harus menghabiskan banyak
waktu untuk mengambil air dari sungai terdekat.
Di samping itu, beberapa tahun ini, kebutuhan
pupuk tidak terpenuhi karena ada kelangkaan
persediaan dan Anda ingin mengembangkan
pupuk kompos dari sampah dan kotoran ternak.
Akan tetapi, proposal yang kelompok Anda
sampaikan ke Dinas Pertanian belum mendapat
jawaban. Dengan adanya dana desa, kelompok
Anda berharap agar pemerintah desa akan
mengalokasikan dana untuk kebutuhan irigasi
dan fasilitas kompos tahun ini. Tetapi tidak ada
dari anggota kelompok Anda yang memiliki
kedekatan dengan perangkat desa.
Selama ini Kelompok Anda bertanggung jawab
untuk mengurus rumah tangga dan juga
membantu suami di sawah dan ladang. Setiap
pagi sampai menjelang sore, Kelompok Anda
harus bekerja di sawah dan ladang dengan
peralatan seadanya. Karena belum ada saluran
irigasi, Anda harus juga membantu suami untuk
mengambil air dari sungai untuk menyiram
tanaman apabila musim kering. Selama ini, Anda
sering melewatkan kegiatan posyandu yang
karena kesibukan di sawah dan ladang. Anda juga
berharap agar fasilitas PAUD dapat dibangun di
dusun Anda karena kelompok Anda tinggal
terpisah dengan desa induk dan dapat memakan
waktu 30 menit untuk berjalan mengantar anakanak Anda setiap hari. Anda tidak tahu pasti
berapa jumlah dana desa yang didapatkan tetapi
Anda mendengar dari suami Anda bahwa desa
mendapatkan 800 juta. Anda ingin berpartisipasi
dalam musyawarah desa tetapi seringkali malu
dan tidak punya waktu untuk ke kantor desa
dimana musyawarah tersebut dilaksanakan.

----------------------------------------------------------------------------------------Penyandang
Kebutuhan Khusus

Kelompok Anda mengalami keterbatasan untuk


bergerak dan tidak memungkinkan untuk
melakukan perjalanan jauh karena tidak ada
kendaraan serta kondisi jalan yang belum
memadai. Belum ada asosiasi penyandang
kebutuhan khusus di desa Anda. Anda ingin agar
pemerintah desa menganggarkan bantuan untuk
alat gerak jalan seperti kursi roda, tongkat

260| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

maupun alat pendengaran. Anda juga


menginginkan agar
jalan dimana Anda tinggal dapat diperkeras.
Selama ini prioritas pembangunan jalan di desa
dilaksanakan di desa induk dan dilokasi dimana
rumah-rumah perangkat desa berada. Anda tidak
tahu jumlah anggaran desa yang didapat tahun ini
tetapi sempat mendengar bahwa desa
mendapatkan ratusan juta. Kelompok Anda juga
tidak pernah diundang untuk pertemuan----------------------------------------------------------------------------------------Pendamping desa

Anda baru saja terseleksi sebagai pendamping


desa dan ditempatkan di desa A. Anda sudah
mengikuti pelatihan pra-tugas dan ditekankan
bahwa pembangunan desa harus bersifat inklusif
dan partisipatif. Saat ini Anda sedang
mendampingi masyarakat dalam mempersiapkan
musyawarah desa untuk penyusunan RKPDes.
Anda mendengar banyak tuntutan dari
masyarakat supaya pembangunan tidak hanya
untuk jalan, jembatan dan sarana prasarana
pertemuan Adat. Banyak tuntutan masyarakat
terkait kebutuhan seputar pertanian seperti
irigasi, pengadaan pupuk dan juga kesehatan dan
pendidikan seperti POSYANDU dan PAUD. Dalam
peran ini, Anda diharapkan untuk memfasilitasi
masyarakat agar pertimbangan yang dibuat
selama musyawarah desa bisa juga
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan

PENDAMPING
DESA

SP
B
7.

A.

Informasi

Lembar

Pemberdayaan
Perempuan:

Pengantar
Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa telah membuka pintu lebar bagi
penguatan partisipasi perempuan dalam ruang publik desa. Dalam UU
tersebut, keterlibatan perempuan merupakan syarat mutlak dalam proses
demokrasi Desa, misalnya dalam forum Musyawarah Desa yang
diselenggarakan sebagai forum pembahasan dan pengambilan keputusan
strategis Desa. Namun ke depan harus dipastikan agar keterlibatan
perempuan bukan semata-mata sekedar memenuhi standar prosedural
peraturan perundangan. Lebih dari itu, kontribusi besar perempuan baik
secara sosial maupun ekonomi selama ini dapat terlembaga dan terorganisir
lebih baik demi kepentingan masyarakat Desa. Ini merupakan salah satu
fungsi strategis bagi Tenaga Pendamping Profesional.
Untuk mencapai ke sana, agenda Pendampingan Desa mesti
memberikan perhatian khusus terhadap perempuan. Di antaranya dengan
mengembangkan strategi pemberdayaan perempuan sebagai implementasi
Undang-Undang Desa. Sebaik-baik strategi, bagaimanapun, harus
ditemukan dan dirumuskan dengan berangkat dari situasi dan kondisi lokal
yang dihadapi langsung oleh Pendamping Desa di lapangan. Dua tulisan
berikut merupakan contoh geliat perempuan Desa yang dengan berangkat
dari kebutuhannya mampu mengembangkan gerakan dan pengorganisasian
lebih maju. Kami menghadirkan dua tulisan yang semula terpisah di bawah
ini,
sebagai bahan belajar bagi para Pendamping Desa untuk
mengembangkan strategi pemberdayaan perempuan di Desa sebagai
bagian integral dari implementasi Undang- Undang Desa.

262| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

B.

Perspektif Pembangunan dari Poso


Mana yang lebih penting, membangun kantor desa atau kesehatan untuk
ibu hamil? Suara ibu Ostin dari Desa Masani terdengar bergetar saat
diskusi bersama dengan Kabag Pemdes Kabupaten Poso di kegiatan
Festival Sekolah Perempuan
bulan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 263

November 2015. Biar kantor desa bagus, tapi kalau banyak anak yang
busung lapar, atau putus sekolah, apa kira-kira gunanya sambungnya.
Pertanyaan seperti yang disampaikan ibu Ostin menjadi pembicaraan
penting di lingkaran anggota sekolah perempuan Mosintuwu hingga saat ini.
Kata pembangunan sangat sering terbatas pada ketersediaan infrastruktur
saja. Ukuran kemajuan diletakkan pada pembangunan fisik dan kehidupan
modern. Pembangunan dengan aliran dana yang besar berlomba-lomba
mengarahkan desa menjadi desa metropolitan. Hal-hal tentang kesehatan
masyarakat yang sangat sering menjadi perhatian nomor sekian
dibandingkan pembangunan jembatan. Demikian juga sangat sering
pendidikan anak di desa yang tidak lebih penting dibandingkan perbaikan
kantor desa. Belum lagi di desa-desa yang kaya sumber daya alam, masih
banyak anak busung lapar dan putus sekolah. Kenyataan desa-desa
ditinggalkan oleh anak muda untuk mencari pekerjaan sebagai buruh ,
pembantu, bahkan pekerja seks di kota tidak dilihat sebagai persoalan
serius.
Tak tinggal diam, perempuan di 40 desa di Kabupaten Poso yang
menjadi bagian dari kelas sekolah perempuan Mosintuwu bergerak
menyusun cara pandang baru tentang pembangunan. Pendidikan menjadi
penting untuk dimiliki semua orang dan semua kalangan agar bisa
membekali kebijaksaan dalam menyusun kehidupan. Kesehatan menjadi
prioritas agar masyarakat bisa menjalani kehidupan dengan baik. Ruang
publik diperlukan untuk membangun kreativitas masyarakat desa.
Membangun ekonomi solidaritas menjadi syarat keberlanjutan kehidupan di
dalam desa yang memelihara tanah dan menjaga keseimbangan dengan
alam.
Cara pandang baru atas pembangunan ini diterjemahkan oleh ibu-ibu
sekolah perempuan dalam wujud peta mimpi desa. Difasilitasi oleh Lian
Gogali, pendiri sekolah perempuan dan direktur Mosintuwu, ibu-ibu diajak
untuk melakukan refleksi atas kehidupan yang pernah ada di desa mereka
dan kehidupan yang ingin mereka ciptakan di desa.
Ibu Helpin, 45, dari Desa Tiu bercerita Dulu, di desa kami ada danau.
Sekarang sudah menjadi kolam. Banyak orang menjadi sarjana di desa ini
karena Danau yang kami sebut Danau Tojo . Hal ini dibenarkan oleh ibu
Jane, warga desa lainnya saat pertemuan di kelas Sekolah Perempuan.
Danau ini menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat karena kaya
dengan ikan dan lokasinya yang indah dan strategis. Dulu, setiap harinya
Danau Tojo dikunjungi oleh warga untuk memancing berbagai jenis ikan
yang ada di danau. Bahkan pada hari-hari libur, Danau Tojo dipenuhi oleh
warga yang ingin berekreasi di sekitar danau bersama keluarganya. Selain
piknik dan makan bersama dengan keluarga, dulu ada perahu yang biasa
digunakan oleh warga cerita ibu Jane. Danau Tojo juga mencari salah satu

PENDAMPING

DESA yang ada di desa. Namun, Danau Tojo


sumber air bagi persawahan hijau
sekarang tinggal kenangan. Danau itu berubah menjadi kolam kecil dengan
air yang secara perlahan surut . Surutnya air ini menurut ibu Helphin terjadi
seiring masuknya perkebunan kelapa sawit yang menyerap 15 liter air per
pohon setiap harinya . Selain itu pengelolaan danau yang tidak serius
menjadi penyebab danau menjadi kolam.

PENDAMPING DESA

Berdasarkan pengenalan mereka atas situasi ekonomi, sosial, budaya


di desa masing-masing, para perempuan membuat peta desa. Pada
awalnya, peta ini menggambarkan keadaan fisik dalam desa namun belum
menggambarkan kondisi sosial, ekonomi dan politik di dalam desa. Namun,
berdasarkan peta desa ini para ibu mengimajinasikan masa depan desa
mereka hingga 50 tahun ke depan.
Menggunakan metaplan, para perempuan desa menyusun mimpi
tentang bagaimana tanah di desa agar tidak terampas; agar sumber daya
alam dikelola dan dimiliki oleh masyarakat desa; agar alam yang dikelola
seimbang dengan kebutuhan manusia atau agar kebutuhan ekonomi yang
bersolidaritas dengan alam. Tidak lupa menyatakan mimpi agar tidak ada
lagi busung lapar atau kematian ibu hamil. Bermimpi pendidikan bisa
diakses oleh semua anak.
Kita tidak ingin desa kita tiba-tiba kosong karena semua anak pergi ke
kota untuk bekerja cerita ibu Fidar, anggota sekolah perempuan Mosintuwu
di Lore Selatan dalam presentasinya. Atau, anak-anak yang mau pulang ke
desa tapi ternyata tanah- tanah sudah tidak ada karena sudah dijual ke
orang lain atau perusahaan sambung ibu Silintowe dari Desa Pandayora.
Para perempuan menentukan sikap, mereka tidak mau menyerahkan
konsep desa membangun ditentukan oleh orang lain. Dalam konteks di
Kabupaten Poso, mereka juga tidak ingin kehadiran aparat keamanan
khususnya operasi teritorial dengan program pertanian atau munculnya
perusahaanlah yang menentukan bagaimana desa membangun. Melalui
peta mimpi desa, perempuan tidak takut memiliki harapan tentang desa
mereka, apalagi mewujudkannya.

C.

Perempuan Desa dan Pemdes Responsif Warga

Dulunya ketika musyawarah desa, perempuan selalu berada di belakang.


Tapi sekarang, perempuan selalu duduk paling depan dan sudah siap
dengan data dan gagasan yang akan mereka usulkan untuk desa, ungkap
Arif Machbub, Kepala Desa Gumelem Kulon, Banjarnegara, pada kegiatan
Refleksi Sekolah Perempuan di Banjarnegara, Sabtu (16/04).
Kegiatan yang diselenggarakan di aula kantor KPMD (Kantor
Pemberdayaan Masyarakat Desa) Banjarnegara ini mempertemukan kader
perempuan dari Desa Gumelem Kulon, Desa Gentansari, dan Desa
Jatilawang bersama kepala desa dan perangkatnya. Kegiatan ini juga
dihadiri oleh KPMD dan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah) Kabupaten Banjarnegara. Suasana haru terlihat ketika perwakilan
kader perempuan dari masing-masing desa mempresentasikan pengalaman
yang mereka dapatkan melalui Sekolah Perempuan.

Kami yang semula tidak tahu apa-apa tentang desa, yang biasanya
hanya disibukkan dengan urusan dapur. Sekarang ini bisa membuktikan
bahwa kami juga bisa mengambil peran untuk kemajuan desa kami, tutur
Sri Utami, kader perempuan dari Desa Gumelem Kulon.

PENDAMPING
DESA

Bukan hanya sekadar peran, kader-kader perempuan dari tiga desa di


Banjarnegara ini bahkan telah melakukan pendataan aset dan potensi
desanya. Memetakan tantangan dan peluang, melakukan survei
kesejahteraan dengan indikator lokal yang dibuat oleh desa, dan memiliki
mimpi besar untuk memajukan desanya.
Kader perempuan di Desa Jatilawang misalnya, data yang mereka buat
bisa menjadi acuan pemerintah desa dalam menentukan arah kebijakan di
desanya.
Data dan gagasan yang dibuat oleh kader perempuan di desa kami
telah masuk dalam RPJM Desa. Melalui data ini, pemerintah desa jadi bisa
menentukan program yang tepat sasaran sesuai dengan kondisi
masyarakat. Prioritas bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan
Jamkesda kami berikan pada masyarakat yang memang benar- benar miskin
sesuai dengan indikator lokal desa, ungkap Supriyanto, Kepala Desa
Jatilawang, menceritakan peran kader perempuan di desanya.
Ungkapan-ungkapan ini hanyalah potret kecil dari sekian banyak
pengalaman kader perempuan yang telah mengambil peran di desanya.
Kader perempuan tidak hanya mempesona dari penampilannya saja,
prestasi yang mereka tunjukan pun telah mempesona Andri Mukti Sasongko,
Kabid Pemerintahan dan Sosial Budaya, Bappeda Kabupaten Banjarnegara.
Kami sangat mengapresiasi peran para kader perempuan di tiga desa
ini. Desa jadi bisa menentukan arah kebijakan yang tepat, dan bisa
berkolaborasi dengan kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan di desa, kata Andri Mukti Sasongko.
Sebelumnya, Andri Mukti Sasongko juga menyampaikan, bahwa angka
kemiskinan di Kabupaten Banjarnegara masih tinggi. Tahun 2015, angka
kemiskinan di Banjarnegara hanya turun sekitar 0,96 persen. Karena itu
butuh strategi yang lebih baik dan peran berbagai pihak dalam
penanggulangan kemiskinan. Apalagi wilayah Kabupaten Banjarnegara
termasuk daerah rawan bencana alam.
Imam Purwadi, Kepala KPMD Kabupaten Banjarnegara, berharap
kegiatan sekolah perempuan bisa berlanjut di Banjarnegara. Sehingga kader
perempuan di Desa Gumelem Kulon, Desa Gentansari dan Desa Jatilawang,
bisa menjadi contoh positif bagi desa-desa lainnya.
Kami berharap kegiatan sekolah perempuan di Banjarnegara bisa
terus berlanjut, agar bisa menjadi contoh bagi desa-desa lainnya. Jika desa
merasakan kontribusi positif yang diberikan melalui kegiatan ini, desa pun
bisa menganggarkannya sendiri untuk kegiatan pendataan dan penggalian
gagasan di tingkat desa, ungkap Imam Purwadi. [Yudi Setiyadi]
Sumber:
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 265

Perspektif Pembangunan dari Poso diambil dan diadaptasi dari


http://perempuanposo.com/2016/08/23/perempuan-poso-dan-mimpi-desamembangun/
Perempuan Desa dan Pemdes Responsif Warga diambil dari
https://infest.or.id/2016/06/05/urun-daya-perempuan-desa-mendorong-pemdesresponsif- kebutuhan-warga/

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

8
PENDAMPINGAN
DESA

266| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Trans

migrasi |
267

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
8.

Pokok-Pokok
Kebijakan

Tujuan
Setelah
pembelajaran
ini
peserta
diharapkan
dapat
menguraikan pokok- pokok kebijakan Pendampingan Desa

sesuai Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 tentang


Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa;

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat dan Diskusi

Media

Media Tayang 8.1.1;

Lembar Informasi 8.1.1: Pokok-Pokok Kebijakan Pendampingan Desa;

Lembar Informasi 8.1.2:Standar Operasional Pendamping Desa

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Pokok-Pokok
Kebijakan Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses
dan hasil yang ingin dicapai;

Perlu diperhatikan bahwa pembahasan materi tentang Pokok- Pokok Kebijakan Pendampingan Desa dapat di
tersedia. Pelatih dapat menyajikannnya dengan cara yang berbeda misalnya dengan pemutaran film pendek
Cara lain dengan merubah pendekatan dari penyajian materi secara deduktif menjadi induktif dimana topik

2. Berikan penugasan kepada peserta untuk membaca cepat


selama 10 menit tentang Pemendesa PDTT No. 3 Tahun 2015
tentang Pendampingan Desa dan Panduan Pendampingan
Desa.
3. Lakukan curah pendapat diselingi tanya jawab dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kunci, sebagai berikut;

Apa
yang
Anda
pahami
tentang
pengertian
pendampingan desa sesuai Permendasa PDTT No. 3
Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa dan Panduan
Pendampingan Desa?

Mengapa pendampingan desa dibutuhkan


implementasi undang-undang desa?

Bagaimana cakupan dari pendampingan desa sesuai


Permendasa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang
Pendampingan Desa dan Panduan Pendampingan Desa?

dalam

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan


pendapat, pandangan dan pengalamannya;
5. Catatlah beberapa pokok
pendapat yang dilakukan;

pikiran

penting

dari

curah

6. Lakukan penegasan dengan memberikan paparan singkat


tentang pokok kebijakan Pendampingan Desa dengan
menggunakan media tayang yang telah disediakan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 269

PENDAMPING DESA

7. Bila masih ada peserta yang hendak bertanya, Pelatih


memberikan kesempatan sekali lagi kepada peserta, dan
selanjutnya diberikan penegasan akhir;
8. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.

PENDAMPING
DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 271

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.

A.

Lembar
Informasi

Pokok-Pokok
Kebijakan

Latar Belakang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melaui upaya
pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang
perlu dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan
sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa.
Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi UndangUndang Desa berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak
dimungkinkan lagi adanya pola-pola pendampingan desa yang bersifat
apolitis sebagai sekedar urusan penyelesaian urusan proyek pembangunan.
Ke depan dituntut adanya pendamping masyarakat desa yang mampu hadir
sebagai guru kader untuk melahirkan kekuatan rakyat desa sebagai benteng
NKRI. Pendamping masyarakat desa harus didudukkan sebagai bagian dari
upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sebagaimana
diwujudkan dengan mengimplementasikan Undang-Undang Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan.
Pendampingan masyarakat desa merupakan bagian utama dari proses
pengembangan kapasitas masyarakat desa. Core business pemberdayaan
masyarakat Desa adalah penguatan rakyat sebagai proses belajar sosial
yaitu learning by capacity dan learning by doing yang menyatu dalam
seluruh praktik pembangunan di tingkatan komunitas. Pemberdayaan

masyarakat merupakan varian dari proses reformasi tatanan ekonomi-politik


melalui sebuah proses transformasi sosial.
Pendampingan masyarakat merupakan sebuah proses kaderisasi desa.
Sebuah upaya menciptakan kader desa sebagai orang-orang kunci yang
mampu menggerakkan dinamika kehidupan di desa yang berdaulat di
bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang
budaya. Kader desa ini juga mampu hadir sebagai agen-agen perubahan
(the agent of changes) yang terdidik dan terlatih

PENDAMPING
DESA

untuk mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju


pencapaian cita-cita normatif.
Pendampingan masyarakat desa yang berkarakter politis ini diharapkan
mampu melahirkan partisipasi masyarakat yang bersifat substansial. Ukuran
partisipasi masyarakat desa tidak sekedar jumlah kehadiran orang-orang
dalam forum musyawarah atau sekedar perhitungan kehadiran orang dalam
kegiatan gotong- royong. Partisipasi masyarakat hendaknya dimaknai
secara baru dengan memfokuskan diri pada kemampuan rakyat untuk
menyampaikan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingannya secara
demokratis dalam ruang publik politik.

B.

Pengertian

Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan


pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian,
pengarahan dan fasilitasi Desa.

C.

Tujuan

Tujuan pendampingan Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:


(1)

Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan


desa dan pembangunan Desa;

(2)

Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa


dalam pembangunan desa yang partisipatif;

(3)

Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan

(4)

Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

D.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi:


(1)

Pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang


untuk memberdayakan dan memperkuat Desa;

(2)

Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang


didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan
cakupan kegiatan yang didampingi; dan

(3)

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah


kabupaten/kota,
dan
Pemerintah
Desa
melakukan
upaya
pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat
Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber
daya manusia dan manajemen.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 273

E.

Landasan Hukum

Landasan hukum pendampingan Desa,


meliputi:
(1)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

(2)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014


tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa;

(3)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014


tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;

(4)

Peraturan Menteri Dalam Negeri


Republik tentang Pedoman Teknis
Peraturan
Peraturan Desa;
Menteri Dalam Negeri

(5)

Indonesi Nomo 11 Tahu


a
r
1
n

201
4

Indonesi Nomo 11 Tahu


a
r
2
n

201
4

Republik tentang Pemilihan Kepala


Desa;
(6) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Indonesi Nomo 11 Tahu
Republik tentang Pengelolaan
a
r
3
n
Keuangan Desa;
(7) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Indonesi Nomo 11 Tahu
Republik
a
r
4
n
tentang Pedoman Pembangunan
Desa; Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
(8) Peraturan Menteri

201
4
201
4

dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa;

(9)

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan


Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa;

(10) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan


Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Pendampingan Desa;
(11) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha
Milik Desa;
(12) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa.

F.

Pengelolaan Pendampingan Desa

Pendampingan desa sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No. 6 Tahun


2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 serta
turunannya telah menegaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
dalam
memberdayakan
masyarakat

dilaksanakan melalui pendampingan. Pendamping- an desa dilaksanakan


oleh Pendamping Profesional, KPMD, dan Pihak Ketiga.

Bagan Pelaku Pendampingan Desa

Tenaga pendamping profesional terdiri atas:


(1)

Pendamping Desa yang berkedudukan di kecamatan;

(2)

Pendamping Teknis yang berkedudukan di kabupaten; dan

(3)

Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat berkedudukan dipusat dan di


provinsi.

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) berkedudukan di Desa.


Pendamping desa yang berkedudukan di desa selaku KPMD akan disiapkan
oleh desa melalui Musyawarah Desa. Pihak ketiga terdiri dari:
(1)

Lembaga Swadaya Masyarakat;

(2)

Perguruan Tinggi;

(3)

Organisasi Kemasyarakatan; atau

(4)

Perusahaan.

Pendampingan Desa oleh pihak ketiga dapat bersumber dari anggaran


non pemerintah atau lembaga swasta. Sementara pendamping desa yang
berkedudukan di kecamatan dan kabupaten dapat disediakan oleh
Pemerinta, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Tabel Kedudukan Pelaku Pendampingan


KEDUDUKAN

Pusat

PELAKU
PENDAMPINGAN
Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat

TUGAS
(Permendesa No. 3/2015
tentang Pendampingan
Desa)
Pasal 15-17

Provinsi

Tenaga Ahli Pemberdayaan


Masyarakat

Pasal 15-17

Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa

Pendamping Teknis
Pendamping Desa
KPMD

Pasal 13-14
Pasal 11-12
Pasal 18-19

G.

Kompetensi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dibutuhkan adanya para


pendamping masyarakat yang mampu:
(1)

Mendorong
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
dan
pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;

(2)

Mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara


berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan
sumber daya alam yang ada di Desa;

(3)

Menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas,


potensi, dan nilai kearifan lokal;

(4)

Menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada


kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan
kelompok marginal;

(5)

Mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas


penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;

(6)

dalam

Mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;

(7)

Mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa


yang dilakukan melalui musyawarah Desa;

(8)

Menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya


manusia masyarakat Desa;

(9)

Melakukan pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan; dan

(10) Melakukan
pengawasan
dan
pemantauan
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara
partisipatif oleh masyarakat Desa.

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
8.

Tugas dan
Fungsi

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.

Menjelaskan perubahan paradigma (kerangka kerja) tugas


dan kewenangan Pendamping Desa;
Menjelaskan Tugas dan Fungsi Pendamping Desa.

Waktu
2 JP (45 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat dan Diskusi

Media

Media Tayang 8.2.1;

Lembar Permainan 8.2.1: Gajah dan Semut

Lembar Kerja 8.2.1: Matrik Diskusi Perbedaan Peran


Pendamping sebelum dan sesudah UU Desa.

Lembar Informasi 8.2.1: Kerangka Acuan Kerja


Pendampingan Desa Pemberdayaan

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
278| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi


yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi yang akan dibahas yaitu Pokok-Pokok
Kebijakan Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses
dan hasil yang ingin dicapai;

2.

Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi


yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi yang akan dibahas yaitu Perubahan
Paradigma Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses
dan hasil yang ingin dicapai;

3.

Lakukan
permainan
Gajah
dan
menggunakan Lembar Kerja 8.2.1;

4.

Setelah
permainan
mengkaitkan dengan
dipelajari;

5.

Pelatih mengingatkan bahwa tugas pokok dan fungsi


Pendamping desa itu berbeda sebelum dan sesudah
diberlakukannya
UU
Desa.
Untuk
mengetahui
perbedaannya mintalah peserta untuk mendiskusikannya
dalam diskusi kelompok;

6.

Bagi peserta menjadi 4 kelompok untuk mengidentifikasi


perbedaan peran pendamping sebelum dan sesudah
diberlakukannya UU Desa. Sebagai panduan gunakan
Lembar Kerja 8.1.2.

7.

Berikan kesempatan kepada kelompok selama 15 menit


dan mencatat hal-hal pokok yang akan dipaparkan dalam
pleno untuk menjawaban pertanyaan sebagai berikut:

Semut

dengan

selesai
lakukan
refleksi
subpokok bahasan yang

dan
akan

a.

Siapa saja yang selama ini terlibat dalam


mendampingi PNPM Mandiri Perdesaan sebelum
diberlakukan Undang-undang desa?

b.

Menurut Permendasa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang


Pendampingan Desa, siapa saja yang dimaksud
dengan Pendamping Desa?

c.

Apa saja perbedaan peran Pendamping Desa sebelum


dan sesudah di berlakukannya UU Desa?

Materi pendampingan desa lebih diarahkan untuk melakukan refleksi terhadap kerja pendampingan yang te
Kemudian diarahkan untuk menerapkan hal-hal positif dalam menentukan strategi pendampingan desa ke d
Perlu juga peserta diajak untuk mendiskusikan tentang indikator

keberhasilan pendamping desa sebagai bagian penting dari tolok ukur keberha
Dalam diskusi kelompok, pelatih mengarahkan peserta untuk mencermati tenta

8.

Selanjutnya mintalah wakil dari masing-masing kelompok


untuk memaparkan hasil diskusinya dalam pleno;

9.

Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lainnya


untuk mengkritisi;

10. Buatlah catatan


dilakukan;

penting

dari

hasil

pembahasan

yang

11. Selanjutnya, pelatih memberikan penjelasan dan uraian


terkait dengan Pendamping Desa yang terdiri dari: (a)
tenaga pendamping profesional; (b) KPMD dan (c)
pendamping pihak ketiga dengan menggunakan media
tayang yang telah tersedia;
12. Buatlah penegasan dn kesimpulan tentang materi yang
telah dibahas.

280| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Permainan 8.2.1

Gajah dan Semut


Proses Permainan
(1)

Permainan ini dilakukan dalam dua babak dengan melibatkan seluruh


peserta dalam ruang kelas;

(2)

Permainan ini dilaksanakan kurang lebih 10 menit yang dipandu


langsung oleh pelatih.

Babak I
(3)

Semua peserta berdiri di depan kursinya masing-masing;

(4)

Kemudian pelatih minta kesepakatan, bila dikatakan Gajah...! semua


menjawab Besar....! dan kedua tangan memperagakan sebuah
lingkaran besar, dan bila dikatakan Semut....! semua menjawab
Kecil......! sambil menunjukkan ujung jari kelingkingnya;

(5)

Pastikan sampai semua peserta paham, bila perlu dicoba dulu;

(6)

Selanjutnya permainan dimulai, ulang beberapa kali, amati bersama,


apakah semua betul atau ada yang salah.

Babak II
(7)

Kemudian aturan main dibalik, apabila dikatakan Gajah....! semua


menjawab Kecil....! sambil menunjukkan ujung jari kelingking, bila
dikatakan Semut...! semua menjawab Besar...! sambil membuat
lingkaran besar;

(8)

Pastikan semua paham, boleh dicoba dulu;

(9)

Permainan dimulai, ulang beberapa kali. Amati bersama apakah semua


betul atau salah-salah. Biarkan mereka berkomentar;

(10) Setelah permainan lakukan tanya jawab pada peserta tentang makna
dari permainan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut;

Permainan apa yang baru saja dilakukan?

Bagaimana waktu melaksanakan permainan yang ke I? mudah


atau sulit? Mengapa demikian?

Apakah sesuatu yang sudah biasa itu mudah dilakukan?

Bagaimana waktu melakukan permainan yang ke II? Mengapa


pada permainan babak ke II banyak peserta yang salah?

Mengapa demikian? gali sampai mendapatkan jawaban: karena belum


biasa

Apakah sesuatu yang belum biasa itu sulit?

Apakah perubahan itu sulit? Apakah hal yang belum biasa itu bisa
diubah?, Jika bisa, bagaimana caranya;

(11) Pelatih menulis semua jawaban peserta di papan tulis

Hikmah Permainan
1.

Pelatih memberikan pengayaan bahwa berbagai macam cara dapat


dilakukan untuk berubah, pelatihan ini merupakan salah satu upaya
untuk melakukan perubahan. Dalam pelatihan peserta akan belajar
dari pengalaman. Belajar berarti melakukan perubahan baik
pemahaman, kepercayaan, kebiasaan, sikap/perilaku dan keterampilan.
Jelaskan bahwa kita mengubah apa yang kita lakukan, apa yang kita
pikir dan apa yang kita rasakan;

2.

Pada dasarnya perubahan bisa dilakukan, sepanjang terdapat:

Adanya niat/dorongan;

Mau belajar terus menerus;

Ada kesempatan;

Mau keluar dari kebiasan yang menghambat, dll

3.

Tanyakan kepada peserta : apakah sanggup ? Perhatikan jawaban


peserta apakah ada keikhlasan. Pelatih menekankan bahwa pelatihan
adalah proses perubahan dan untuk menerima perubahan itu yang
diperlukan adalah keikhlasan. Jadi marilah kita ikhlaskan waktu tenaga
dan fikiran kita untuk mensukseskan pelatihan ini dan kami sebagai
pelatih akan ikhlas juga memfasilitasi anda selama pelatihan.
Tegaskan: sanggup.?!, Ikhlas..?!

4.

Pelatih menutup materi ini dengan mengajak peserta untuk bertepuk


tangan bersama.

282| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Kerja 8.2.1

Matrik Diskusi Perbedaan Peran Pendamping Desa


Sebelum dan Sesudah UU Desa
Nama
Kelompok:
Tema Diskusi
:
No
1.

Aspek
Perbedaan
Regulasi

Pendamping
Sebelum UU
1.Desa

Pendamping
Sesudah UU
Desa

Catatan

2.
3
2.

Tujuan

1.
2.
3

3.

Output/Keluaran

1.
2.
3

4.

Pendekatan/Strategi

1.
2.
3

5.

Cakupan Tugas

1.
2.
3

6.

Sasaran Fasilitasi

1.
2.
3

dll

Catatan:
(1)

Format diatas hanya sebagai panduan saja, kelompok dapat


menyepakati hal-hal yang perlu dimasukkan dan disesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Kelompok mendiskusikan tentang perbedaan peran Pendamping


sebelum dan sesudah UU Desa dengan menggali beberapa aspek
telaahan;

(3)

Kelompok dapat merefleksikan hasil pengalaman dalam


mendampingi masyarakat dan menggunakan berbagai rujukan dan
peraturan yang berlaku;

(4)

Kelompok dapat menambah aspek telaahan, jika dipandang perlu;

(5)

Buatlah catatan penting dari hasil diskusi kelompok;

(6)

Hasil diskusi kelompok dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.
3

Rencana Pembelajaran

Etika Kerja Pendamping Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami etika kerja Pendamping Desa;
2. Menyepakati prinsip-prinsip Pendampingan Desa.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Pemaparan, Tanya Jawab dan Curah Pendapat

Media
Media Tayang 8.3.1:
Lembar Informasi 8.3.1: Etka Kerja Pendamping Desa

Alat Bantu
Flipt Chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
284| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
2. Memulai materi ini dengan mengingatkan kembali materi
yang sudah dibahas pada sesi sebelumnya, kaitkan dengan
judul materi
yang akan dibahas yaitu Etika Kerja
Pendampingan Desa, sampaikan tujuan, proses dan hasil
yang ingin dicapai;
3. Bagikan kepada masing-masing peserta 2 (dua) buah kartu
metaplan (merah dan hijau). Kartu merah menunjukkan
pernyataan yang tidak boleh dilakukan oleh pendampung
sedangkan kartu hijau menunjukkan pernyataan yang boleh
dilakukan oleh pendamping;
4. Pelatih membacakan lembar pernyataan etika sesuai dengan
media yang tersedia;
5. Pelatih menyebutkan satu persatu pernyataan untuk
dimintakan jawaban dari peserta untuk masing-masing
pernyataan, pelatih memberikan penjelasan;

Disarankan pelatih menyusun daftar pernyataan etika pendamping terkait dengan mendampingi masyaraka

6. Lakukan pemaparan dan penegasan tentang Struktur


Pemerintahan
dan
Struktur
Pendampingan
dalam
Pelaksanaan Undang-Undang Desa (termasuk Elemen dasar
Pemerintahan Desa);
7. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengajukan pendapat;
8. Buatlah catatan
dilakukan;

penting

dari

9. Buatlah penegasan tentang


Kompetensi Pendamping desa;

hasil

tugas

pembahasan
Pokok,

Fungsi

10. Pada akhir sesi tutuplah dengan mengucapkan salam.

yang
dan

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.3.
1

A.

Lembar Informasi

Etika Kerja Pendamping Desa

Pengantar
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kesejahteraan
masyarakatsangat tergantung pada kemampuan mereka mendapat akses
dan kemampuan untukdapat menggunakan pelayanan publik. Akan tetapi
permintaan akan pelayanan tersebut biasanya jauh melebihi kemampuan
pemerintah untuk dapat memenuhinya. Hal ini dikarenakan pemusatan
segala urusan publik hanya kepada negara dan urusan pelayanan publik
yang demikian kompleks mustahil dapat diurus secara menyeluruh oleh
institusi negara (sentralisasi). Oleh karena itulah kemudian dicetuskan ide
desentralisasi, yang mencoba menggugat kelemahan yang ada pada
diskursus sentralisasi tersebut. Kerangka desentralisasi melalui pemberian
otonomi kepada daerah untukmelaksanakan pemerintahan sendiri selain
dipandang positif dari sisi efektifitasmanajemen pemerintahan, pelaksanaan
desentralisasi juga dipandang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang
memungkinkan setiap warga Negara untuk menentukan sendiri nasib dan
mengapresiasikan keinginannya secara bebas (Setiyono, 2004: 205).
Mengingat tujuan kebijakan desentralisasi sendiri yaitu untuk menciptakan
suatu system pembagian kekuasaan antar daerah yang mapan dimana
pemerintah pusat dapat meningkatkan kapasitas, memperoleh dukungan
masyarakat, dan mengawasi pembagiansumber daya dengan adil.
Desentralisasi yang juga merupakan bentuk pelaksanaan daridemokrasi
lokal dengan memanfaatkan keefektifitasan pemerintah daerah pada
akhirnya juga diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah agar lebih
bertanggung jawab dalam mengelola dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang ada di daerah

B.

Pengertian Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan atau
watak, sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin mos atau mores
yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Kata tersebut terus berkembang
dan melahirkan katakata lain seperti morale atau moril, akan tetapi
maknanya bergeser dari makna awal, sebagai contoh kata moril biasa
diartikan dorongan yang kuat dari dalam hati atau semangat, kata lain
yang selalu berkaitan dengan kata etika adalah kata norma yang
berarti

PENDAMPING
DESA

sesuatu yang bisa menjadi alat ukur. Kemudian diadopsi dalam bahasa
Inggris yang bermakna kumpulan kaidah yang berhubungan dengan prilaku
manusia. Jadi norma adalah pedoman, haluan bagi prilaku manusia tentang
apa yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
berinter-aksi dengan sesamanya.
Etika merupakan seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, referensi,
penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan tugasnya, tapi juga
sekaligus berfungsi sebagai standar untuk menilai apakah sifat, perilaku,
tindakan atau sepak terjangnya dalam menjalankan tugas dinilai baik atau
buruk. Oleh karenanya, dalam etika terdapat sesuatu nilai yang dapat
memberikan penilaian bahwa sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk
Dengan demikian, etika dapat dibedakan dalam etika yang besifat
individu. Etika individu berupa tuntutan individu/diri seseorang untuk
melakukan perbuatan baik dan tidak melakukan perbuatan jelek/buruk.
Sedangkan, etika sosial berupa tuntutan kewajiban yang harus dilakukan
kelompok individu dalam suatu komunitas untuk memenuhi tuntutan nilainilai lingkungan sosial dimana mereka berada. Pemahaman sosial dewasa
ini tidak hanya berarti lingkungan masyarakat sekitarnya, tetapi lingkungan
dan hubungan sesama manusia, bangsa dan negara serta hubungan antar
negara dan bangsa yang dilandasi norma-norma baik yang disepakati antara
bangsa dan negara dalam hubungan bertetangga antar negara didunia.
Perbedaan yang tentang makna etika dapat dilihat dalam beberapa hal
:
(1)

Etika merujuk kepada disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang


dianut oleh manusia termasuk pembenarannya dan etika termasuk
kedalam salah satu cabang ilmu filsafat;

(2)

Dalam disiplin ilmu etika, dibahas masalah-masalah pokok yang terdiri


dari berbagai nilai, hukum/ kaidah yang mengatur tingkah laku
manusia yang memiliki profesi tertentu (kode etik); dan

(3)

Etika mempunyai arti sebagi ilmu tentang yang baik atau buruk, dalam
arti ini sama dengan filsafat moral dan dalam bahasa Arab yang biasa
disebut Akhlaq.

C.

Etika Birokrasi Pemerintahan

Herbert A. Simondalam Harbani Pasolongmengatakan bahwa birokrasi


sinonim dengan organisasi berskala besar yang memiliki prinsip-prinsip,
pembagian tugas yang jelas, pelimpahan wewenang, impersonalitas,
kualifikasi teknis, efisiensi. Sedangkan menurut
R.G. Francis dan R.C. Stone bahwa birokrasi mengacu pada model
pengorganisasian yang terutama dimana disesuaikan untuk menjaga
stabilitas dan efisiensi dalam organisasi besar dan kompleks.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 287

PENDAMPING

Birokrasi diisi oleh aparat DESA


pemerintah yang biasannya disebut pegawai
negeri. Pegawai negri yang baik harus memiliki atau memenuhi persyaratan
antara lain; Jujur, cakap, mengabdian kepada kepentingan umum, memiliki
pengetahuan mendalam tentang kondisi Negara, kemampuan untuk selalu
sibuk dan produktif. Sementara Peter

288| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Blau dalam Harbani Pasolong mengatakan bahwa birokrasi adalah organisasi


yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi sekaligus menyarankan
agar istilah ini digunakan secaranetral untuk mengacu kepada aspekaspek
administrasi dari organisasi. Dengan cara demikian diharapkan tujuantujuan organisasi dapat dicapai dengan stabil.
Pendapat lain, disampaikan oleh Peter Leonard yang mengatakan
bahwa administrasi sebagai bentuk organisasiyang rasional dan
melaksanakan tugas-tugas berdasarkan penerapan manajemen ilmiah.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa
administrasi negara adalah seluruh aktivitas pemerintah yang dilakukan
oleh aparaturnya/birokrasi untuk mencapai tujuan negara yang sudah
ditetapkan dalam berbagai proram dan kebijakan-kebijakan publik. Dengan
demikian tercapai tidaknya pelayanan publik tergantung profesionalitas dan
kompetensi birokrasinya. Terdapat beberapa azas dalam pelayanan publik
diantaranya:
(1)

Transparan, pelayanan terbuka secara umum untuk semua orang yang


memerlukan pelayanan dan mudah diakses;

(2)

Akuntabel, pelayanan yang dilakukan harus memenuhi syarat-syarat


yang dapat dipertanggung jawabkan, sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku;

(3)

Kondisional, layanan publik harus sesuai dengan kondisi dan


kemampuan pelanggan dan mengacu pada efektivitas dan efesiensi;

(4)

Partisipatif, berusaha mendorong peran serta masyarakat dengan


memper hatikan aspirasi dan harapan masyarakat pengguna jasa
layanan termasuk dengan tidak membeda-bedakan gender, status
ekonomi dan sosial masyarakat.

Etika diperlukan oleh penyelenggara pemerintahan dan negara


termasuk birokrasi agar mampu menjalankan fungsinya dengan tulus, jujur
dan berpihak pada kepentingan rakyat/masyarakat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dinegara demokrasi. Pelayan publik (public services)
merupakan kewajiban yang melekat dari lembaga pemerintah untuk
memberikan pelayanan. Namun pelayan publik yang dilakukan birokrasi
pemerintah sampai saat ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Disamping pelayanan publik kewajiban negara dan pemerintah memberi
kan perlindungan terhadap rakyat dan pembangunan untuk menjamin
rakyat/masyarakat terlindung dan terjamin dalam aktivitas sehari-hari
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Birokrasi pemerintah seringkali
terkontaminasi kekuasaan dalam menjalankan fungsinya, karena tidak
kompeten dan profesional serta sistem karir birokrasi yang bergantung pada
kekuasaan.
Rohr (1989), pakar masalah etika dalam birokrasi, yang menggunakan
etika dan moral dalam pengertian yang kurang lebih sama, meskipun untuk
kepentingan pembahasan lain, misalnya dari sudut filsafati, memang ada

perbedaan. Rohr menyatakan: For the most part, I shall use the words
ethics and morals interchangeably. Altough there may be nuances and
shades of meaning that differentiate these words, they are derived
etymologically from Latin and Greek words with the same meaning.
Berbagai kepustakaan dan kamus menunjukkan kata etika berasal dari
Yunani

ethos yang artinya kebiasaan atau watak; dan moral, dari kata latin mos
(atau mores
untuk jamak) yang artinya juga kebiasaan atau cara hidup.
Walaupun etika administrasi sebagai subdisiplin baru berkembang
kemudian, namun masalah kebaikan dan keburukan sejak awal telah
menjadi bagian dari pembahasan dalam administrasi. Misalnya, konsep
birokrasi dari Weber, dengan konsep hirarki dan birokrasi sebagai profesi,
mencoba menunjukan birokrasi yang baik dan benar. Begitu juga upaya
Wilson untuk memisahkan politik dari administrasi. Bahkan konsep
manajemen llmiah dari Taylor dapat dipandang sebagai upaya ke arah itu.
Cooper (1990) justru menyatakan bahwa nilai-nilai adalah jiwa dari
administrasi negara. Sedangkan Frederickson (1994) mengatakan nilai-nilai
menempati setiap sudut administrasi. Jauh sebelum itu Waldo (1948)
menyatakan siapa yang mempelajari administrasi berarti mempelajari nilai,
dan siapa yang mempraktikkan administrasi berarti mempraktikan alokasi
nilai-nilai.
Darwin (1999) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang
disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun
perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain masyarakat.
Selanjutnya Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi
Negara) adalah sebagai seperangkat
nilai yang menjadi acuan atau
penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua
pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai
pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi
sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi
publik dinilai baik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam
etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun,
bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya antara
lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal,
merytal system, responsible, accountable, dan responsiveness.

D.

Memahami Pelayanan Publik

Pelayanan publik Pelayanan publik pada dasarnya merupakan kegiatan yang


dilakukan seseorang atau kelompok orang dalam lingkungan organisasi
publik, untuk meberikan barang atau jasa publik secara langsung atau tidak
langsung kepada masyarakat atau publik yang memerlukannya. Monir
memberikan penekanan tentang pelayanan sebagai proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Sinambela
memberikan pemahaman tentang pelayanan publik sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memniliki

kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan


menawarkan kepuasan walaupun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara spesifik.
Pendapat lain disampaikan oleh Agung Kurniawan yang mengatakan
bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan
orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
publik itu dan harus dilayani. Jadi posisi masyarakat pada pelayanan publik
adalah sebagai pelanggan atau clien dan harus mendapat layanan yang
baik dari pemberi layanan atau birokrasi

pemerintan atau aparatur. Linsay dan Petrick dalam Linden (1997, 140)
membagi beberapa kelompok Pelanggan atai clien dalam;
(1)

Cliens ( who pay for the sevices);

(2)

Consumers (who use the services); dan

(3)

Constituents (who has vested interest in the service work).

Kutipan diatas menyatakan bahwa tiga kelompok pelanggan yaitu


pertama siapa yang membayar setiap produk layanan. Pembayar layanan
tidak selalu yang langsung menikmati hasil produk tersebut bisa saja produk
tersebut untuk dinikmati orang lain. Dalam arti hanya sebagai pemenuhan
kewajiban untuk memenuhi ketentuan aturan dalam rangka kelancara
kegiatan usahanya.
Pelayanan publik bersifat monopoli karena itu para pelaku layanan
memberikan layanan yang memuaskan pelnggannya jangan dibalik karena
monopoli masyarakat tidak dapat mencari layanan lain. Pelayanan yang
baik memperhatikan unsur-unsur tangible, reliability, responsivness,
courtecy, security, access and cominication (Daniel, 1996: 1-2). David
Osborne dan Ted Gaebler, 1992: 180) menyarankan agar dalam membuat
layanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dinyatakan
dalam ......the single best way to make public services provider respond to
the needs of their customers is to put resources in the customer hands and
let them choose. Cara terbaik dalam menyediakan layanan publik adalah
tahu dulu apa yang dibutuhkan publik, kemudian menyediakan apa yang
dibutuhkan masyarakat dan membiarkan mereka memilih pilihan layanan
tersebut.
Berkaitan dengan fungsi pemerintah tentang public services,
development, dan protective maka setiap pemerintah daerah baik ditingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki peran penting dalam beberapa
aspek kehidupan masyarakatnya yaitu:
(1)

Menjamin agar
menyangkut:

a.

Sebagai penduduk/masyarakat suatu daerah membutuhkan.

b.

kebutuhan

pelayanan

publik

dapat

dipenuhi

Ketersediaan tersediaan tempat tinggal yang layakKetersediaan prasarana dasar.

Ketersediaan tempat-tempat ibadah.

Ketesediaan tempat pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan


tempat berbelanja.

Tersedianya tempat kegiatan ekonomi masyarakat dan kegiatan


berusaha atau kegiatan yang berhubungan dengan menciptakan
lapangan kerja
untuk masyarakat, peluang usaha dan
memperoleh pendapatan, tersedianya lembaga keuangan rakyat,
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 291

sarana pemasaran produk/jasa masyarakat atau tempat transaksi


produk/jasa masyarakat dalam skala kota.

290| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

c.

Adanya regulasi hubungan yang pasti antara poin a dan b diatas


sehingga terwujud kesesuaian antar pelaku dan bisa berjalan
sebagai mana mestinya dalam koridor/tatanan hukum yang
berlaku dan memiliki kepastian.

(2)

Menjamin keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat yang


semakin heterogen dilihat dari sisi etnik/ras, agama, kultur (budaya)
sosial-ekonomi dan sebagainya;

(3)

Membangun sarana dan prasara publik yang dibutuhkan masyarakat


dalam memenuhi kebutuhan hidupnya;

(4)

Memelihara dan meningkatkan poin 1,2 dan 3 diatas sesuai dengan


kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

E.

Pentingnya Etika dalam Pelayanan Publik

Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan administrasi


dari politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator sungguh-sungguh
netral, bebas dari pengaruh politik ketika memberikan pelayanan publik.
Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi
politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada
keterlibatan para administrator dalam keputusan- keputusan publik atau
kebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian
khusus terhadap permainan etika yang dilakukan oleh para birokrat
pemerintahan. Penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparat
pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi,
ekonomi, dan prinsip- prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria
moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau
kepentingan umum (lihat Henry, 1995: 400).
Alasan mendasar mengapa pelayanan publik harus diberikan adalah
adanya public interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh
pemerintah karena pemerintahlahyang memiliki tanggung jawab atau
responsibility. Dalam memberikan pelayanan inipemerintah diharapkan
secara
profesional
melaksanakannya,
dan
harus
mengambil
keputusanpolitik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa
banyak, dimana, kapan, dsb.Padahal, kenyataan menunjukan bahwa
pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangankode etik atau moral
secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah
pihakyang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau
masyarakatnya, tidakselamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa
kepentingan pribadi, keluarga,kelompok, partai dan bahkan struktur yang
lebih tinggi justru mendikte perilaku seorangbirokrat atau aparat
pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki independensidalam
bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada otonomi dalam
beretika.Alasan lain lebih berkenaan dengan lingkungan didalam birokrasi

yang memberikanpelayanan itu sendiri. Desakan untuk memberi perhatian


kepada aspek kemanusiaan dalamorganisasi (organizational humanism)
telah disampaikan oleh Denhardt. Dalam literaturetentang aliran human
relations dan human resources, telah dianjurkan agar manajer
harusbersikap etis, yaitu memperlakukan manusia atau anggota organisasi
secara manusiawi.Alasannnya adalah bahwa perhatian terhadap manusia
(concern for people) danpengembangannya sangat

relevan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan


danpengembangan kelembagaan.
Alasan berikut berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik
yang terkadang begitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus.
Mempekerjakan pegawai negeri dengan menggunakan prinsip kesesuaian
antara orang dengan pekerjaannya merupakan prinsip yang perlu
dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan menghasilkan
ketidakadilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari daerah
tertentu yang relatif lebih maju. Kebijakan affirmative action dalam hal ini
merupakan terobosan yang bernada etika karena akan memberi ruang yang
lebih luas bagi kaum minoritas, miskin, tidak berdaya, dsb., untuk menjadi
pegawai atau menduduki posisi tertentu. Ini merupakan suatu pilihan moral
(moral choice) yang diambil oleh seorang birokrat pemerintah berdasarkan
prinsip justice as fairness sesuai pendapat John Rawls yaitu bahwa
distribusi kekayaan, otoritas, dan kesempatan sosial akan terasa adil bila
hasilnya memberikan kompensasi keuntungan kepada setiap orang, dan
khususnya terhadap anggota masyarakat yang paling tidak beruntung.
Kebijakan mengutamakan putera daerah merupakan salah satu contoh
yang populer saat ini. Alasan penting lainnya adalah peluang untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam
pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan public tidak
sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu
kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu
sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu
sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi
pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan
kepada keleluasaan bertindak (discretion). Dan keleluasaan inilah yang
sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah
untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang
ada.
Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia,
pelanggaran moral dan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan
publik (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan
atas kenyataan), desain organisasi pelayanan public (pengaturan struktur,
formalisasi, dispersi otoritas) yang sangat bias terhadap kepentingan
tertentu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan
kamuflase (mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, SDM,
informasi, dsb.), yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan,
tidak responsif, tidak akuntabel, tidak adil, dsb. Dan tidak dapat disangkal,
semua pelanggaran moral dan etika ini telah diungkapkan sebagai salah
satu penyebab melemahnya pemerintahan kita. Alasan utama yang
menimbulkan tragedi tersebut sangat kompleks, mulai dari kelemahan
aturan hukum dan perundangundangan kita, sikap mental manusia, nilai292| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

nilai sosial budaya yang kurang mendukung, sejarah dan latarbelakang


kenegaraan, globalisasi yang tak terkendali, sistim pemerintahan,
kedewasaan dalam berpolitik, dsb. Bagi Indonesia, pembenahan moralitas
yang terjadi selama ini masih sebatas lip service tidak menyentuh sungguhsungguh substansi pemenahan moral itu sendiri. Karena itu pembenahan
moral merupakan beban besar di masa mendatang dan apabila tidak
diperhatikan secara serius maka proses pembusukan terus terjadi dan
dapat berdampak pada disintegrasi bangsa.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 293

F.

Prinsip Etika Pelayanan Menurut ASPA

Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik adalah kode etik
yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration) yang telah
direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta penyempurnaan dari
para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para
anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek,
menaruh
perhatian,
keramahan,
cepat
tanggap,
mengutamakan
kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja profesional,
pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi,
kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk
kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya
dirahasiakan, dukungan terhadap sistim merit dan program affirmative
action.
Adapun bentuk dari Etika administrasi negara menurut American
society for Public Administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi
Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:
(1)

Pelayanan terhadap publik harus diutamakan;

(2)

Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja di dalam pelayanan


publik secara mutlak bertanggung jawab kepadanya;

(3)

Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan publik. Apabila


hukum atau peraturan yang ada bersifat jelas, maka kita harus mencari
cara terbaik untuk memberi pelayanan public;

(4)

Manajemen yang efesien dan efektif merupakan dasar bagi


administrator publik. Penyalahgunaan, pemborosan, dan berbagai
aspek yang merugikan tidak dapat ditolerir;

(5)

Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung,


diimplementasikan dan dipromosikan;

(6)

Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak


dapat dibenarkan;

(7)

Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan empathy


merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus
dipromosikan;

(8)

Kesadaran moral memegang peranan penting dalam memilih alternatif


keputusan;

(9)

Administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari


kesalahan, tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran.

Selanjutnya asas-asas etika itu dituangkan dalam sebuah kode etika


yang memuat 5 asas etika dan 7 asas mutu yang wajib di indahkan dan
dijalankan oleh para anggota perhimpunan yang menjadi administrator
negara, yaitu sebagai berikut :

(1)

Menunjukkan ukuran baku tertinggi tentang keutuhan watak pribadi,


kebenaran, kejujuran, dan ketabahan dalam semua kegiatan
umum, agar
supaya

membangkitkan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap pranatapranata negara


(2)

Menghindari sesuatu kepentingan atau kegiatan yang berada dalam


pertentangan dengan penuaian dari kewajiban-kewajiban resmi

(3)

Mendukung, melaksanakan, dan memajukan penempatan tenaga kerja


menurut penilaian kecakapan serta tata-acara tindakan yang tidak
membeda-bedakan guna menjamin kesempatan yang sama pada
penerimaan, pemilihan, dan kenaikan pangkat terhadap orang-orang
yang memenuhi persyaratan dari segenap unsur masyarakat

(4)

Menghapuskan semua pembedaan tak sah, kecurangan, dan salah


pengurusan keuangan negara serta mendukung rekan-rekan kalau
mereka berada dalam kesulitan karena usaha yang bertanggungjawab
untuk memperbaiki pembedaan, kecurangan, salah urus, atau salah
penggunaan yang demikian

(5)

Melayani masyarakat secara hormat, penuh perhatian, sopan, dan


tanggap dengan mengakui bahwa pelayanan kepada masyarakat
adalah di atas pelayanan terhadap diri sendiri

(6)

Berjuang
kearah
keunggulan
berkeahlian
perseorangan
dan
menganjurkan pengembangan berkeahlian dan termasuk mereka yang
berusaha memasuki bidang administrasi negara

(7)

Menghampiri tugas organisasi dan kewajiban-kewajiban kerja dengan


suatu sikap yang positif dan secara membangun mendukung tata
hubungan yang terbuka, daya cipta, pengabdian, dan welas asih

(8)

Menghormati dan melindungi keterangan berdasarkan hak-hak


istimewa yang dapat diperoleh dalam pelaksanaan kewajibankewajiban resmi

(9)

Menjalankan wewenang kebijaksanaan apapun yang dimiliki menurut


hukum untuk memajukan kepentingan umum atau masyarakat

(10) Menerima sebagai suatu kewajiban pribadi tanggung jawab untuk


mengikuti perkembangan baru terhadap permasalahan-permasalahan
yang muncul dan menangani urusan masyarakat dengan kecakapan
berkeahlian, kelayakan, sikap tak memihak, efisiensi, dan daya guna
(11) Menghormati, mendukung, menelaah, dan bilamana perlu berusaha
untuk menyempurnakan konstitusi-konstitusi negara serikat dan
negara bagian serta hukum-hukum lainnya yang mengatur hubunganhubungan diantara badan- badan pemerintah, pegawai-pegawai,
nasabah-nasabah, dan semua warga negara.

G.

Pendekatan dalam Etika Pelayanan Publik

Secara garis besar ada dua pendekatan yang dapat diketengahkan untuk
mewakili banyak pandangan mengenai administrasi negara yang berkaitan
dengan etika, yaitu
(1) pendekatan teleologi, dan (2) pendekatan deontologi.
Pendekatan teleologi. Pendekatan teleologi terhadap etika administrasi
berpangkal tolak bahwa apa yang baik dan buruk atau apa yang seharusnya
dilakukan oleh administrasi, acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan yang
akan diperoleh atau apa yang akan dihasilkan, yakni baik atau buruk dilihat
dari konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil. Dalam konteks
administrasi negara, pendekatan teleologi mengenai baik atau buruk ini,
diukur antara lain dari pencapaian sasaran kebijaksanaan-kebijaksanaan
publik (seperti pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan, kesempatan
untuk mengikuti pendidikan, kualitas lingkungan), pemenuhan pilihanpilihan masyarakat atau perwujudan kekuasaan organisasi, bahkan
kekuasaan perorangan kalau itu menjadi tujuan administrasi.
Pendekatan ini terdiri atas berbagai kategori, tetapi ada dua yang
utama. Pertama adalah ethical egoism, yang berupaya mengembangkan
kebaikan bagi dirinya. Yang amat dikenal disini adalah Niccolo Macheavelli,
seorang birokrat Itali pada abad ke -15, yang menganjurkan bahwa
kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar untuk seorang
administrator pemerintah. Kedua adalah utilitarianism, yang pangkal
tolaknya adalah prinsip kefaedahan (utility), yaitu mengupayakan yang
terbaik untuk sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini sudah berakar sejak
lama, terutama pada pandangan-pandangan abad ke-19, antara lain dari
Jeremy Bentham dan John Stuart Mills. Namun, di antara keduanya yaitu
egoism dan utilitarianism, tidak terdapat jurang pemisah yang tajam karena
merupakan suatu kontinuum, yang diantaranya dapat ditempatkan,
misalnya pandagan Weber bahwa seorang birokrat sesungguhnya bekerja
untuk kepentingan dirinya sendiri pada waktu ia melaksanakan perintah
atasannya, yang oleh Chandler (1994) disebut sebagai a disguise act of ego.
Namun, dapat diperkirakan bahwa dalam masa modern dan pasca
modern ini pandangan utilitarianism dari kelompok pandangan teleologis ini
memperoleh lebih banyak perhatian. Dalam pandangan ini yang amat pokok
adalah bukan memperhatikan nilai-nilai moral, tetapi konsekuensi dari
keputusan dan tindakan administrasi itu bagi masyarakat. Kepentingan
umum (public interest) merupakan ukuran penting menurut pendekatan ini.
Di sini ditemui berbagai masalah, antara lain:
(1)

Siapa yang menentukan apakah sesuatu sasaran, ukuran aatu hasil


yang dikehendaki didasarkan kepentingan umum, dan bukan
kepentingan si
pengambil keputusan, atau kelompoknya, atau
kelompok yang ingin diuntungkan

(2)

Dimana batas antara hak perorangan dengan kepentingan umum. Jika


kepentingan umum mencerminkan dengan mudah kepentingan
individu, maka masalahnya sederhana. Namun, jika ada perbedaan
tajam antara keduanya, maka akan timbul masalah yang lebih rumit.

(3)

Bagaimana membuat perhitungan yang tepat bahwa langkah-langkah


yang dilakukan akan menguntungkan kepentingan umum dan tidak
merugikan. Hal ini

penting karena kekuatan dari pendekatan (utilitarianism) ini adalah


bahwa dalam neracanya harus diperoleh manfaat yang sebesarbesarnya dan kerugian yang sekecil-kecilnya untuk kepentingan
masyarakat secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, efisiensi.
Salah satu jawaban yang juga berkembang adalah apa yang disebut
pilihan publik (public choice), suatu teori yang berkembang atas dasar
prinsip-prinsip ekonomi. Pandangan ini berpangkal pada pilihan-pilihan
perorangan (individual choices) sebagai basis dari langkah-langkah politik
dan administratif. Memaksimalkan pilihan-pilihan individu merupakan
pandangan teleologis yang paling pokok dengan mengurangi sekecil
mungkin biaya atau beban dari tindakan kolektif terhadap individu. Konsep
ini berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi pasar dan partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan sendirinya akan ada
konflik dalam pilihan-pilihan tersebut, dan bagaimana mengelola konflikkonflik itu merupakan tantangan pokok bagi administrasi dalam merancang
dan mengelola badan-badan dan program- program publik.
Tidak semua pihak merasa puas dengan pendekatan tersebut.
Munculnya pandangan mengenai etika administrasi menjelang akhir abad
ke-20 ini justru berkaitan erat dengan upaya mendudukan etika atau moral
sebagai prinsip utama (guiding principles) dalam administrasi. Hal ini
merupakan tema dari pendekatan yang kedua, yaitu pendekatan
deontologi.Pendekatan ini berdasar pada prinsip-prinsip moral yang harus
ditegakkan karena kebenaran yang ada dalam dirinya, dan tidak terkait
dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan atau tindakan yang
dilakukan. Asasnya adalah bahwa proses administrasi harus berlandaskan
pada nilai-nilai moral yang mengikat. Pendekatan ini pun, tidak hanya satu
garisnya. Yang amat mendasar adalah pandangan yang bersumber pada
falsafah Immanuel Kant (1724-1809), yaitu bahwa moral adalah imperatif
dan kategoris, yang tidak membenarkan pelanggaran atasnya untuk tujuan
apapun, meskipun karena itu masyarakat dirugikan atau jatuh korban.

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.

Rencana
Pembelajaran

Kerangka
Kerja

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapatpempraktekkan peranperan pendamping desa dalam asistensi, advokasi dan
pengorganisasian, fasilitasi, dan mediasi.

Waktu
10 JP ( 450 menit)

Metode
Curah Pendapat, permainan (game), diskusi kelompok, bermain
peran
(role play), paparan.

Media

Media Tayang 8.3.1:

Lembar Permainan 8.3.1: Membajak Sawah;

Lembar Simulasi 8.3.1: Fasilitasi Koordinasi Kegiatan


Sektoral dan Pihak ;

Lembar Simulasi 8.3.2: Fasilitasi Pertemuan Kader


Perempuan antar Desa;

Lembar Simulasi 8.3.1: Fasilitasi Sosialisasi Undang-Undang Desa;

298| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Kasus 8.3.1: Mediasi Sengketa Tapal Batas


di Sekitar Kecamatan;

Lembar Kasus 8.3.2: Mediasi Sengketa Tapal Batas


Desa Antar Kecamatan;

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 299

PENDAMPING
DESA

Lembar Kerja 8.3.1: Matrik Diskusi Analisis Kasus.


Alat Bantu
Flipt Chart, kertas plano, spidol, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pengertian Asistensi, Fasilitasi dan
Mediasi
1.

Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari


subpokok bahasanKeterampilan Pendamping;

2.

Bagilah peserta kedalam tiga kelompok. Mintalah setiap


kelompok untuk mendiskusikan pengertian asistensi,
advokasi dan pengorganisasian, fasilitasi, dan mediasi
(selama 20 menit), dengan ketentuan sebagai berikut:
Kelompok
asistensi;

pengertian

Kelompok

II

pengertian fasilitasi; Kelompok


III

: pengertian mediasi;

Advokasi dan pengorganisasian akan didiskusikan


tersendiri di Kegiatan 2. Berikan selembar kertas plano dan
spidol untuk masing- masing kelompok. Minta mereka
untuk menuliskan hasil diskusi mereka di kertas tersebut,
kemudian minta agar kertas tersebut ditempelkan di depan
kelas setelah diskusi kelompok selesai.

6.

3.

Mintalah setiap kelompok untuk membacakan hasil


diskusinya sebagaimana telah tertulis di kertas plano.

4.

Fasilitator memberikan tanggapan atas hasil diskusi setiap


kelompok, kemudian jelaskan pengertian masing-masing
konsep di atas dengan mengacu pada media tayang.

5.

Berikan penegasan terhadap (i) pentingnya pemahaman


peserta tentang konsep-konsep di atas dalam kapasitasnya
sebagai Pendamping Desa, (ii) pentingnya penguasaan
keterampilan asistensi, advokasi dan pengorganisasian,
fasilitasi, dan mediasi dalam menjalankan tugas dan fungsi
selaku Pendamping Desa.

Jelaskan bahwa

kegiatan-kegiatan selanjutnya akan menggunakan


metode permainan (game), bermain peran (role play),
dan diskusi kelompok. Mintalah peserta untuk
berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan tersebut.
Fasilitator memastikan agar dalam setiap kegiatan,
setiap peserta memiliki kesempatan yang
sama
dalam bermain peran dan permainan.

Role play akan dimulai dari advokasi dan


pengorganisasian, selanjutnya fasilitasi, dan mediasi.

Kegiatan 2 : Advokasi dan Pengorganisasian


7.

Mulailah kegiatan ini dengan curah pendapat, terkait apa


yang peserta ketahui hal-hal di bawah ini:
a.

Apa
yang
dimaksud
dengan
advokasi
pengorganisasian? Apa kaitan antara keduanya?

b.

Sebutkan peranpendamping
pengorganisasian dan advokasi?

c.

Apa
saja
ketrampilanyang
pengorgansiaian dan advokasi?

dan
dalam

dibutuhkan

dalam

8.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk berdiskusi,


saling bertanya dan menjawab. Berikan catatan
penting terkait proses diskusi tadi.

9.

Setelah itu lanjutkan proses penyajian ke tahapan diskusi


kelompok. Bagilah peserta kedalam tiga kelompok,
kemudian mintalah agar setiap kelompok:
a.

Menyusun
pengertian
pengorganisasian,

dan

contoh

b.

Menyusun
rencana
langkah
pengorganisasian dan advokasi.

c.

Menyusun skenario permainan kelompok tentang


membajak sawah, sebagaimana tertera di lembar
permainan (terlampir).

dan

tentang
strategi

10. Berikan waktu secukupnya bagi peserta untuk memainkan


roleplay
secara
bergiliran.
Setelah
masing-masing
memainkan roleplay, ajak peserta untuk merefleksikan:
a.

Apa yang dirasakan setelah melakukan permainan


tersebut ?

b.

Apa yang dibayangkan mengenai peran-peran dalam


system manusia dalam pengorganisaian dan advokasi
?

c.

Apa
yang
dibayangkan
mengenai
mesin dalam
sistem pemerintahan desa ?

d.

Bagaimana permainan tersebut jika dikaitkan


dengan pengorganisaisan dan advokasi pembangunan
desa?

e.

Sebagai Pendamping, Posisi Anda ada di mana dan


melakukan apa?

peran-peran

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 301

11. Berikan catatan tentang hasil refleksi peserta, kemudian


mintalah masing-masing kelompok untuk membacakan
hasil diskusi mereka.

300| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

12. Berikan tanggapan singkat dan penegasan atas hasil kerja


masing- masing kelompok dengan mengacu pada media
tayang tentang pengorgansiasian dan advokasi.

Kegiatan 3 : Fasilitasi
13. Berilah penjelasan bahwa kegiatan berikut nanti akan diisi
dengan bermain peran (role play) untuk mensimulasikan
kegiatan fasilitasi. Tekankan (i) agar setiap peserta
memainkan perannya dalam role play sebaik mungkin, (ii)
agar setiap peserta yang tidak tengah bermain peran
memperhatikan simulasi dengan secermat dan sebaik
mungkin.
14. Bagilah peserta kedalam tiga kelompok. Berilah tugas
kepada masing-masing kelompok untuk mensimulasikan
kegiatan-kegiatan di bawah ini:
Kelompok I : Fasilitasi Koordinasi Kegiatan Sektoral Desa
dengan Pihak Ketiga
Kelompok II : Fasilitasi pertemuan kader perempuan antar
desa untuk menyusun rancangan prioritas
program pemberdayaan perempuan yang
akan diusung sebagai program kerja di desa
masing-masing.
Kelompok III : Fasilitasi sosialisasi implementasi UU Desa.
15. Berikan kesempatan peserta untuk mempelajari lembar
simulasi
(terlampir)dan berbagi peran di kelompok masing-masing.
16. Persilahkan setiap kelompok untuk menampilkan simulasi
sesuai tema yang mereka terima. Satu per satu
persilahkan masing-masing kelompok untuk tampil di
depan. Beri waktu maksimal 20 menit untuk setiap sesi
penampilan simulasi.
17. Setelah ketiga kelompok menampilkan simulasi, beri waktu
15 menit kepada beberapa peserta untuk memberikan
komentar
tentang
proses
fasilitasi
yang
telah
disimulasikan.
18. Berikan tanggapan terhadap komentar peserta, kemudian
berikan penegasan dengan mengacu pada media tayang
tentang prinsip- prinsip dan ketrampilan dasar fasilitasi
yang harus dikembangkan peserta.

Kegiatan 4 : Mediasi

19. Ingatkan peserta tentang pengertian mediasi sebagaimana


telah didiskusikan dalam Kegiatan 1. Sampaikan
pentingnya penguasaan

teknik mediasi dalam pelaksanaanfungsi dan tugas


selaku Pendamping Desa.
20. Bagi peserta kedalam empat kelompok, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Kelompok I : Konflik tapal batas antar Desa antar
Kecamatan. Kelompok II

: Konflik tapal batas antar

Desa di satu Kecamatan. Kelompok III : Konflik tapal


batas antar Desa antar Kecamatan. Kelompok IV

Konflik tapal batas antar Desa di satu Kecamatan.


21. Berikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk
mempelajari kasus yang tersedia dalam lembar kasus
(terlampir). Mintalah setiap kelompok agar mengerjakan
tugas kelompok sebagaimana terlampir di bawah lembar
kasus dengan mengacu pada format lembar kerja
(terlampir, beri waktu selama 45 menit).
22. Mintalah dua kelompok untuk membacakan hasil
diskusinya. Berikan kesempatan kepada peserta dari
kelompok lain untuk memberikan tanggapan dan
pertanyaan singkat.
23. Berikan catatan terhadap hasil kerja masing-masing
kelompok. Tekankan catatan pada aspek-aspek (i)
pemetaan masalah, (ii) pemetaan stakeholder yang terlibat,
dan (iii) langkah-langkah mediasi, dan (iv) prinsip-prinsip
mediasi.

Kegiatan 5 : Penegasan Peran Pendampingan


24. Mintalah empat atau lima peserta untuk memberikan
refleksi terhadap keseluruhan proses yang telah dilakukan,
khususnya dari kegiatan 2 sampai kegiatan 4. Tekankan
refleksi tersebut pada empat hal berikut:

Perasaan peserta secara umum dalam melakonkan


peran dalam permainan atau role play.
Pengetahuan apa yang diperoleh melalui permainan
tersebut.

Apa sajakah yang masih perlu dikembangkan oleh


peserta dalam melakukan peran-peran pendampingan.

Sikap-sikap semacam apa yang harus dikembangkan


oleh Pendamping Desa dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai pendamping.

25. Berikan tanggapan atas refleksi peserta. Kemudian


sampaikan penjelasan dengan mengacu pada bahan
tayang tentang (i) prinsip- prinsip pendekatan terhadap
masyarakat, (ii) penguasaan teknis
302| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

peran-peran pendampingan, (iii) pentingnya


pengenalan stakeholder dalam setiap peran
yang telah dibahas di atas.
26. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
berikan tanggapan.
27. Tutup sesi ini dengan memberikan penegasan terhadap
poin penting tentang (a) asistensi, (b) advokasi dan
pengorganisasian, (c) fasilitasi, dan (d) mediasi.

Lembar Permainan 8.4.1

MEMBAJAK SAWAH
Bajak adalah alat tradisional untuk menyiapkan lahan sawah sebelum
ditanami. Teknologi itu tampak sederhana, namun sesungguhnya agar alat
tersebut dapat berjalan dengan baik, berbagai komponen dibutuhkan
bersama dan harus dioperasikan oleh orang yang terampil. Komponen bajak
terdiri dari:
a.

Alat bajak/luku;

b.

Pengait kunci kerbau/sapi;

c.

2 (dua) ekor Kerbau/sapi;

d.

Petani sebagai pengendali;

e.

Cemeti sebagai alat pengendali; dan

f.

Sawah.

Langkah permainan.
1.

Untuk permainan ini, formasi bajak sawah sedikit disesuaikan.

2.

Bagilah peserta sesuai dengan peran-peran di atas.

Alat bajak (luku) berada di depan peran pelaku dalam komponen


bajak sawah (2 orang)
Sapi (2 orang)

Pembajak (1 orang)

Cemeti (1 orang)

Peserta lain sebagai sawah

3.

Pembajak menjalankan alat bajaknya dengan menggunakan


cemeti, memerintahkan si cemeti untuk mengatur sapi agar berjalan,
bergerak lurus
belok kiri, belok kanan, putar balik, atau berhenti. Sementara
sawah akan menyibak ketika dilalui bajak.

4.

Selamat bermain.

Lembar Simulasi 8.4.1

Fasilitasi Koordinasi Kegiatan Sektoral dengan


Pihak Ketiga
Narasi Kegiatan
Seorang Pendamping Desa diundang oleh seorang Kepala Desa untuk
memfasilitasi koordinasi dengan calon investor yang akan menamkan modal
besar bagi pengembangan tanaman jagung untuk bioetanol. Kepala Desa
merasa tertarik dengan niat investasi tersebut namun merasa ragu karena
dalam RPJMDesa yang akan dikembangkan adalah tanaman sayur. Tujuan
koordinasi tersebut adalah untuk menyamakan pengertian dan kesepakatan
tentang masa depan investasi yang akan ditanamkan di Desa tersebut.

Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut

Fasilitator

Kepala Desa : 1 (satu) orang

Sekretaris Desa

Investor

Warga Desa
Desa.

: 1 (satu) orang

: 1 (satu) orang

: 1 (satu) orang
: sisa anggota kelompok berperan sebagai warga

(b) Tampilkan simulasi

Lembar Simulasi 8.4.3

Fasilitasi Pertemuan Kader Perempuan Antar


Desa

Narasi Kegiatan
Seorang Pendamping Desa diundang untuk memfasilitasi pertemuan kader
perempuan antar Desa. Tujuan forum tersebut adalah untuk menggali
gagasan program pemberdayaan perempuan yang akan diusung oleh
masing-masing peserta sebagai program prioritas di desa masing-masing.
Dalam memfasilitasi, PD memimpin acara, menggali pendapat peserta,
mempertemukan pendapat-pendapat yang berbeda, menarik kesimpulan
yang disepakati bersama. Sementara Kader Perempuan Antar Desa
memberikan pandangan dan pendapat, terjadi perdebatan dan
pertentangan. Kader Kecamatan memberikan pengantar mengenai maksud
dan tujuan dari pertemuan tersebut.

Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut

Fasilitator

Kader Perempuan Kecamatan : 3 orang

Kader Perempuan Antar Desa : sisa


anggota
(masing-masing berperan mewakili satu Desa)

(b) Tampilkan simulasi

: satu orang

kelompok

Lembar Simulasi 8.4.4

Fasilitasi Sosialisasi Implementasi UU


Desa
Narasi Kegiatan
Camat meminta Pendamping Desa untuk memfasilitasi pertemuan dengan
para perangkat Desa (Kepala Desa dan Sekretaris Desa). Tujuannya adalah
untuk mensosialisasikan pemahaman azas pengaturan Desa (rekognisi dan
subsidiaritas) serta kewenangan Desa. Dalam kegiatan tersebut, Kepala
Desa menyampaikan maksud pertemuan, kondisi Desa, program dan
kegiatan yang sudah disusun di desa. Investor mencoba meyakinkan
perangkat desa dan warga desa mengenai nilai ekonomi dari investasi yang
ia tawarkan. Warga Desa tidak menyetujui tawaran investor karena
bertentangan dengan program yang telah disepakati di dalam Musyawarah
Desa.

Langkah Simulasi
(a) Bagilah anggota kelompok ke dalam peran sebagai berikut

Fasilitator

: 1 (satu) orang

Camat

: 1 (satu) orang

Sekretaris Camat

Kepala Desa
: separuh dari sisa anggota kelompok (mewakili
desa-desa yang berbeda)

Sekretaris Desa
: separuh dari sisa anggota kelompok
(mewakili desa-desa yang berbeda, sesuai desa kepala Desa).

(b) Tampilkan simulasi

: 1 (satu) orang

Lembar Kasus 8.3.1

Mediasi Sengketa Tapal Batas Desa Di Sebuah


Kecamatan
Komisi I DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara (kukar) yang membidangi
Hukum dan Pemerintahan melakukan monitoring ke wilayah hulu pedalaman
sungai Belayan, yakni Desa Muara Ritan Kecamatan Tabang, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Desa Muara Ritan adalah salah satu
desa berada dalam wilayah Kecamatan Tabang, kecamatan yang letaknya
cukup jauh dari ibukota Tenggarong.
Desa Muara Ritan mulanya didiami mayoritas oleh suku dayak kenyah dan
kutai. Dalam perjalanan waktu suku-suku lain juga masuk dan bertempat
tinggal di desa Muara Ritan, akhirnya pada tahun 1972 pemerintah daerah
melakukan pemekaran dengan mendirikan desa Ritan Baru yang letaknya
berseberangan dengan desa Muara Ritan, dipisahkan oleh sungai Belayan.
Kurang lebih selama 43 tahun tidak ada gesekan yang berarti terkait tapal
batas antara dua desa itu. Seiring perkembangan jaman, perusahaan
masuk, jalan poros sudah terhubung, peluang potensi di desa meningkat,
harga tanah semakin tinggi, dan semakin sempinya mata pencarian
mengakibatkan kedua desa saling klaim tapal batas wilayah masing-masing.
Meskipun sengketa tapal batas ini sudah beberapa kali dimusyawarahkan
antara kedua desa, maupun oleh pihak Kecamatan dengan Pemkab Kukar
tapi sampai saat ini belum ada titik temu.
Dengan terbukanya akses di pedalaman Belayan, potensi Sumber Daya
Alam (SDA) yang begitu banyak, masuknya investor, makin luasnya lahan
sawit diiringi menyempitnya lahan pertanian lokal warga, potensi konflik
akan semakin besar.

Diadaptasi dari sumber:


http://humas.kutaikartanegarakab.go.id/read/news/2016/10055/tidak-jelastapal-batas- desa--wilayah-tabang-rawan-konflik-.html

Langkah Simulasi
1. Pahami peta masalah berdasar kasus di atas
2. Petakan peran-peran kunci dari kasus di atas;
3. Bagi peran di antara anggota kelompok untuk memainkan peran kunci
(usahakan seluruh anggota kelompok memiliki peran dalam simulasi);

4. Tentukan/rancang langkah-langkah mediasi;


5. Lakukan simulasi mediasi.

Lembar Kasus 8.4.5

Mediasi Sengketa Tapal Batas Desa Antar


Kecamatan

Sengketa batas desa yang terjadi antara Desa Tebang Kacang Kecamatan
Sungai Raya dengan Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang di
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, belum juga menemui titik temu.
Terkait dengan hal tersebut, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa
(31/3/2015), Kepala Bidang Pemerintahan Desa Pemkab Kubu Raya, Anna
Mahliana, SH, MSi, mengatakan Surat Keputusan (SK) Bupati Kubu Raya
nomor 367 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa sudah sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2006 tentang
Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Pada Permendagri 27 tahun 2006,
BAB V tentang Penyelesaian Perselisihan, pasal 9 menyebutkan perselisihan
batas desa antar desa dalam satu kecamatan diselesaikan secara
musyawarah yang difasilitasi oleh camat, sedangkan perselisihan batas
antar desa pada kecamatan yang berbeda diselesaikan secara musyawarah
yang difasilitasi oleh unsur pemerintah kabupaten/kota.
Apabila upaya musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dan keputusannya bersifat final, ujar Anna. Untuk itu ia
mempersilahkan jika ada pihak yang handak menggugat ke pengadilan tata
usaha negara karena menganggap SK 367 cacat hukum. Kalau ada
buktinya silahkan diajukan pemerintahan Kapupaten Kubu Raya ke PTUN,
jangan mengklaim tidak mendasar, ucapnya.
Ketua Tim Tapal Batas Desa Kabupaten Kubu Raya, A. Rani menegaskan
masih belum menemui titik temu. Ia mengaku sudah menghadap Asisten I
Sekda Kubu Raya, namun tidak ada solusinya. Saya sudah tahu kronologis
awalnya, yang jelas tidak ada kepedulian dari Kepala Desa Tebang Kacang
yang baru, Sutaji, terhadap kepentingan masyarakat banyak. Sehingga
dengan mudahnya orang luar mencaplok lahan di daerah Desa Tebang
Kacang. Dan lucunya surat keputusan (SK) sepihak bisa disetujui menjadi
suatu keputusan, paparnya.
Menurut Rani, berubahnya batas Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan
Sungai Ambawang melalui prosedur hukum yang betul betul riil. Tahun 1992
pemerintah melalui satelit TNI sudah menentukan batas Kecamatan Sungai
Ambawang dan Kecamatan Sungai Raya itu.
Sudah dipetakan berarti sudah ada perda, kenapa dengan mudah merubah
dan bikin peta baru yang saya lihat tidak ada berkesenambungan, apakah

ini dikatakan program pemerintah, ujarnya mempertanyakan. Ia


menyampaikan, data pendukung perbatasan desa yang ada di Kecamatan
Sungai Raya dengan desa lain di Kecamatan Sungai

Ambawang, adalah Sungai Ambawang tidak ada yang menandatangani dan


tidak ada sosialisasinya.
Berarti keputusan ini saya anggap sepihak. Saya sudah sampaikan kepada
kepala desa dan instansi yang berkompeten, saya sebagai pihak yang
mewakili masyarakat mau mengadu kemana, ujarnya. Apakah kami harus
memakai hukum rimba sementara kami berada di wilayah Republik
Indonesia. Ia menegaskan ini bukan jaman penjajah lagi, kalau tebang
kacang dikatakan kawasan penjajah berarti tidak ada pemerintah.
Peralihan tapal batas Desa Tebang Kacang, Pasak Piang dan batas
kecamatan saya anggap tidak sah dan cacat hukum, kalau ini program
pemerintah tentunya ada tim survey, jelasnya. Seharusnya ada
persetujuan dari tingkat satu, kalau saya lihat sengketa tapal batas ini ada
indikasi unsur kepentingan karena tidak ada produk hukum yang jelas.
Bayangkan SK yang diterbitkan dari pemerintah hanya tandatangan daftar
hadir, Supiansyah sebagai wakil kepala desa dan sekretaris
yang
menandatangani kesepakatan itu, ucap Rani.
Sementara itu, Camat Sungai Ambawang H.M. Jaini, Ssos, MSi
menjelaskan SK 367 tentang tapal batas desa, menyatakan bahwa
Pasak Piang tidak berbatasan langsung dengan Desa Tebang Kacang,
berbatasan langsung dengan Desa Bengkarek. Bergeser atau tidak
batas Desa dan kecamatan saya tidak tau, katanya.

juga
Desa
yang
tapal

Terkait kesepakatan, lanjut Jaini, harus menghadirkan kedua belah pihak,


tidak mungkin kabupaten menentukan begitu saja. Masalahnya, dimanamana kalau tanah sudah terbuka ada perusahaan masuk inilah yang
menjadi polemik, kalau tanah tidak digerak- gerakkan dan tidak ada
perusahaan masuk tidak ada polemik yang terjadi, sindir Jaini.
Ia juga menyebutkan kalau ada pihak yang merasa tidak puas atas SK 367
yang dikeluarkan pemerintah, silahkan ajukan kepada pemerintah
kabupaten, kalau ada ata- data baru.
SUMBER:
http://www.beritanda.com/index.php/nusantara/kalimantan/kalimantanbarat/5763- sengketa-batas-desa-di-kabupaten-kubu-raya-belum-adatitik-temu

Langkah Simulasi
1. Pahami peta masalah berdasar kasus di atas
2. Petakan peran-peran kunci dari kasus di atas;
3. Bagi peran di antara anggota kelompok untuk memainkan peran kunci
(usahakan seluruh anggota kelompok memiliki peran dalam simulasi);
310| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

4. Tentukan langkah-langkah mediasi;


5. Lakukan simulasi mediasi.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 311

Lembar Kerja 8.4.6

Matrik Diskusi Analisis Kasus


No

Pokok Masalah

Pemangk
u
Kepenting
an yang

Peran

Pengaru
h

Langka
h
Media
si

Catatan: mengkaji dengan mencermati hasil studi kasus yang telah


dilakukan di masing-masing kelompok dengan mengidentifikasi masalah,
pemangku kepentingan (peran dan pengaruh) serta memformulasikan
langkah mediasi yang diperlukan oleh Pendamping Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.4.
1

A.

Lembar Informasi

Kerangka Acuan
Kerja
Pendampingan
Desa

LatarBelakang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desamemandatkan bahwa
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,dan
PemerintahDaerahKabupaten/Kota memberdayakan
masyarakatDesadengan:a)
menerapkanhasilpengembanganilmupengetahuandanteknologi,
teknologitepatguna, dantemuan
baru
untuk
kemajuan
ekonomidan
pertanian masyarakatDesa;
b) meningkatkankualitaspemerintahandanmasyarakat
Desa melaluipendidikan,pelatihan,dan penyuluhan; dan
c)mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah adadi
masyarakat Desa.
Pendamping terdiri dari pendamping dari unsur pemerintah,
pendamping profesional, dan pendamping organik (skala lokal
Desa).
Seluruh pendamping bertugas untuk melaksanakan pendampingan Desa
sebagai operasionalisasi atas kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 112 ayat (4) Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 129 PP No. 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagaimana diubah dengan PP No. 47 Tahun 2015 memandatkanbahwa
PemberdayaanmasyarakatDesa dilaksanakan dengan pendampingan dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pemantauan
PembangunanDesa
danKawasan
Perdesaan.
SatuanKerja
PerangkatDaerah(SKPD)Kabupaten/Kota
memiliki
tanggungjawab
pendampingan Desa dalam rangka menuju Desa mandiri. Oleh karena
keterbatasan SKPD maka perlu dibantu oleh pendamping profesional di
Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
312| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Pendamping Desa (PD) yangbertugasdiKecamatansecaraumumakan


bertugas untukmendampingi pelaksanaanUndang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa.DalammenjalankantugasnyadiKecamatan,Pendamping
Desaakan
bekerjasamadenganCamatdanaparat pemerintahandi
Kecamatanumumnya
sertapelakupelakupendampinganUndang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
diDesa,seperti
PendampingLokalDesa,Kader
Pemberdayaan
Masyarakat

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 313

PENDAMPING
DESA

Desa(KPMD)dan kelembagaan masyarakat lainnya.


Kementerian
Desa,
PDT
dan
Transmigrasi
berwenang
menyelenggarakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa sebagaimana diamanatkan Perpres No. 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dimandatkan kepada Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan ketentuan
Pasal 105 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No. 6/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang bertugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat
guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan dimaksud, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
melalui
Direktorat
Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD)
melaksanakan kebijakan pendampingan di berbagai jenjang.

B.

TujuanPengadaanPendamping Desa (PD)

Pengadaan Pendamping Desa bertujuan untuk membantu Pemerintah


Kecamatan dalam penyelenggaraan pendampingan Desa berdasarkan
ketentuan perundang undangan yang berlaku dengan mengutamakan
fasilitasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan Desa, kerja sama Desa,
pengembangan BUM Desa/BUMDes Bersama, pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat.

C.

Komposisi Pendamping Desa (PD)

Padatahunanggaran2016,jumlahPendampingDesa
diKecamatanditetapkandenganketentuan sebagai
berikut:
1.

Setiap Kecamatan akan ditempatkan minimal 2 (dua) orang


Pendamping Desa yang terdiri dari 1 (satu) orang Pendamping Desa
Pemberdayaan dan 1 (satu) orang Pendamping Desa Teknik
Infrastruktur;

2.

Kecamatan yang memiliki jumlah Desa 1 (satu) s.d 10 (sepuluh),


ditempatkan 2 (dua) orang Pendamping Desa;

3.

Kecamatan yang memiliki jumlah Desa 11 (sebelas) s.d 20 (dua puluh),


ditempatkan 3 (tiga) orang Pendamping Desa;

PENDAMPING

4.

Kecamatan yang memilikiDESA


jumlah Desa 21 (dua puluh satu) s.d 40
(empat puluh), ditempatkan 4 (empat) orang Pendamping Desa;

5.

Kecamatan yang memiliki jumlah Desa lebih dari 40 (empat puluh),


ditempatkan 5 (lima) orang Pendamping Desa.

D.

Lingkup Kerja, Tugas Pokok, Output Kerja dan Indikator

1.

Lingkup kerja Pendamping Desa bertugas mendampingi pemerintah


Kecamatan,
pemerintah
Desa
dan
masyarakat
dalampenyelenggaraanpembangunanDesa,
pemberdayaan
masyarakat
Desa,
kerja
sama
antar
Desa,pengembanganBadanUsaha MilikDesa(BUMDesa)termasuk Badan
Usaha
Milik
Desa
Bersama
(BUMDesa
Bersama)danpembangunanyangberskalalokal Desa;

2.

Pendamping Desa bertugas mendampingi dan memberikan penguatan


kapasitas aparatur pemerintah Desa, Pendamping Lokal Desa (PLD) dan
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya;

3.

Secaragarisbesarrinciantugaspokok,outputkerja dan
OutputPendampingDesa adalah sebagai berikut:

No
1)

Tugas Pokok
Mendampingi
pemerintah Kecamatan
dalam implementasi
Undang- Undang No. 6
Tahun 2014 tentang
Desa.

Output Kerja
Proses Pelaksanaan
Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang
Desa terlaksana
dengan benar.

2)

Melakukan
pendampingan dan
pengendalian PLD
dalam menjalankan
tugas pokok dan
fungsinya.

Meningkatnya kapasitas
PLD dalam
memfasilitasi proses
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat di Desa.

Indikator Output
a) Terlaksananya
sosialisasi UndangUndang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa
dan peraturan
turunannya;
b) Terfasilitasinya reviu
dan evaluasi dokumen
RPJMDes, RKPDes,
APBDes dan laporan
a) pertanggung
Terlaksananyajawaban;

b)

c)
d)
3)

Fasilitasi Kaderisasi
masyarakat Desa dalam
rangka pelaksanaan UU
Desa.

Adanya sejumlah kader


pemberdayaan
masyarakat Desa yang
mendukung
pelaksanaan UndangUndang No. 6 tahun
2014 tentang Desa.

Indikator

a)

b)

pelatihan dan On the


Job Trainning (OJT)
bagi PLD;
Dokumentasi kegiatan
pengembangan
kapasitas dan
evaluasi kinerja PLD;
Tersedianya RKTL PLD
dan laporan kegiatan;
Terlaksananya
koordinasi yang baik
antara PD dengan
Rencana kegiatan
kaderisasi masyarakat
Desa di Desa dan/atau
antar Desa;
Terselenggaranya
kaderisasi masyarakat
Desa di Desa dan/atau
antar Desa;

No

4)

Tugas Pokok

Fasilitasi
Musyawarahmusyawarah Desa.

Output Kerja

Musyawarah Desa
berjalan sesuai aturan
dan perundang-undang
yang berlaku.

Indikator Output
c) Setiap Desa memiliki
kader Desa sesuai
kebutuhan.
a) Terselenggaranya

b)
5)

Fasilitasi
Proses pelaksanaan
penyusunan
penyusunan produk
produk
hukum Desa berjalan
hukum di Desa dan/atau sesuai ketentuan dan
antar Desa.
peraturan yang
berlaku.

a)

b)

c)

6)

7)

Fasilitasi kerjasama
antar Desa dan
dengan
pihak ketiga dalam
rangka pembangunan
dan pemberdayaan
masyarakat Desa.

Mendampingi Desa
dalam perencanaan,
pelaksanaan dan
pemantauan terhadap
pembangunan Desa
dan pemberdayaan
masyarakat Desa.

Proses fasilitasi
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa
berjalan dengan baik.

a)

Proses pelaksanaan
Pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat berjalan
sesuai aturan yang
berlaku.

a)

b)

b)
c)
d)

berbagai musyawarah
Desa, musrenbang dan
musyawarah antar
Desa
Masyarakat Desa
berpartisipasi aktif
dalam musyawarah
Terfasilitasinya
penyusunan Peraturan
Desa, peraturan
bersama kepala Desa
dan/atau surat
keputusan kepala Desa;
Masyarakat Desa
berpartisipasi aktif
dalam penyusunan
produk hukum di Desa
dan/atau antar Desa.
Terfasilitasinya peran
BPD
dalam
proses
penyusunan
produk
hukum desa
Terfasilitasinya
penyusunan rencana
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa;
Terfasilitasinya
kerjasama antar Desa
dan dengan pihak
ketiga dalam rangka
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat Desa.
Tersedianya dokumen
hasil Identifikasi
kebutuhan
pengembangan
kapasitas bagi
masyarakat Desa;
Tim Penyusun RPJM
Des dan RKP Des
terbentuk;
Pelatihan Tim
Penyusun RPJM Des
dan RKPDes;
Adanya dokumen
proses penyusunan
RPJM Desa dan

No

Tugas Pokok

Output Kerja

Indikator Output
e) Terlaksananya evaluasi
dan monitoring oleh
pemerintah dan
masyarakat Desa;
f) Terselenggaranya
pelatihan peningkatan
kapasitas kinerja BPD.

8)

Fasilitasi koordinasi
kegiatan sektoral di
desa dan pihak
terkait

Adanya koordinasi dan


sinkronisasi desa
dengan sektor dan
pihak terkait

Terfasilitasinya kegiatan
koordinasi dan sinkronisasi
pembangunan dan
pemberdayaan
masyarakat desa dengan
sektor dan pihak terkait.

9)

Fasilitasi
pemberdayaan
perempuan, anak dan
kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan masyarakat
marginal.

Meningkatnya akses
dan pelayanan dasar
bagi perempuan, anak
dan kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan
masyarakat marginal.

Terfasilitasinya
kegiatan- kegiatan
pemberdayaan
perempuan, anak, dan
kaum
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
miskin dan masyarakat
marginal;

E.

Kualifikasi Pendamping Desa Pemberdayaan

1.

Latar belakang pendidikan dari semua bidang ilmu minimal Diploma III
(D-III);

2.

Memiliki pengalaman kerja dalam bidang pembangunan Desa dan atau


pemberdayaan masyarakat minimal 4 (empat) tahun untuk D-III dan 2
(dua) tahun untuk Strata 1 (S-1);

3.

Memiliki pengetahuan dan kemampuan


pelaksanaan program dan kegiatan di Desa;

4.

Memiliki pengalaman dalam pengembangan kapasitas, kaderisasi dan


pengorganisasian masyarakat;

5.

Pengalaman dalam melakukan


kemasyarakatan di tingkat Desa;

6.
7.

fasilitasi

dalam

kerjasama

mengorganisasi

antarlembaga

Memahami sistem pembangunan partisipatif dan pemerintahan Desa;


Memiliki kemampuan memberikan pelatihan dan pembimbingan
mencakup
aspek fasilitasipenyelenggaraan pelatihan, fasilitasi
kaderisasi dan menguasai metodologi pendidikan orang dewasa;

8.

Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik secara lisan dan tulisan;

9.

Memiliki kemampuan
pemerintah Desa;

dan

sanggup

bekerjasama

dengan

aparat

10.

Mampu mengoperasikan komputer minimal program Office (Word,


Excel, Power Point) dan internet;

11.

Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan


siap bertempat tinggal di lokasi tugas;

12.

Pada saat mendaftar usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan
maksimal 50 (lima puluh) tahun; dan

13.

Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan/atau terlibat


dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.

F.

PengaturanKerja danPelaporan

1.

Seluruh Pendamping Desa (PD) bekerja di Desa-Desa dan Kecamatan di


bawah koordinasi Camat dengan supervisi dari TAPM kabupaten;

2.

Pendamping Desa (PD) membuat laporan tugas bulanan yang diketahui


Camat kepada Satker Provinsi melalui SKPD yang membidangi
pendampingan desa dan dikonsolidasikan oleh TAPM Kabupaten;

3.

Aturan kerja dan pelaporan secara teknis akan diatur melalui Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) Pendampingan Desa.

G.

HakHakPendamping Desa

1.

Pendamping Desa (PD) berhak mendapatkan honorarium/gaji, biaya


operasional dan asuransi sesuai ketentuanyangberlaku; dan

2.

Pendamping
(PD)berhakmendapatkancutikerjadanfasilitaslainsesuaiketentuan

Desa

dan peraturanyangberlaku.

H.

KontrakKerja danJangka Waktu

1.

KontrakkerjaPendamping
(PD)adalahkontrakindividusecaralangsungdenganSatker
pada
Provinsi;

2.

Jangkawaktukontrakindividusecaranormal
dihitung sesuaitahunanggaranpemerintah,yaknisejak
tanggal
1Januaris.d.31 Desemberpadatahunanggaran berjalan; dan

3.

Kontrak dapatdiperpanjang apabila memenuhi performa kinerjayang


baik berdasarkan standar evaluasi kinerja yang dilakukan oleh Satker
Provinsi.

I.

Penutup

Desa
Provinsi
BPMD

Demikiankerangka
acuaninidibuatuntukdipergunakansebagaipanduanpengadaandan
pembiayaanPendamping
Desa.Apabila
dalampelaksanaannyaterdapat
perubahankebijakanatau terdapat hal-hal yang belum diatur terkait dengan
kerangka acuan kerja Pendamping Desa (PD), makakerangkaacuan ini akan
dilakukan revisi sesuai peraturan yang berlaku.

PENDAMPING
DESA

SP
B
8.4.
2

A.

Lembar
Informasi

Kerangka Acuan
Kerja Pendampingan
Desa Teknik

LatarBelakang
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa memandatkan bahwa
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: a) menerapkan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna,
dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pengembangan potensi
Desa; b) meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan c) mengakui dan memfungsikan
institusi asli dan/atau yang sudah ada di masyarakat Desa.
Pendamping terdiri dari pendamping dari unsur pemerintah,
pendamping profesional, dan pendamping organik (skala lokal
Desa).
Seluruh pendamping bertugas untuk melaksanakan pendampingan Desa
sebagai operasionalisasi atas kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 112 ayat (4) Undang-undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 129 PP No. 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagaimana diubah dengan PP No. 47 Tahun 2015 memandatkan bahwa
Pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan dengan pendampingan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa
dan Kawasan Perdesaan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kabupaten/Kota memiliki tanggungjawab pendampingan Desa dalam rangka
menuju Desa mandiri. Oleh karena keterbatasan SKPD maka perlu dibantu
oleh pendamping profesional di Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
Pendamping Desa (PD) yang bertugas di Kecamatan secara umum
akan bertugas untuk mendampingi pelaksanaan Undang-undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa. Dalam menjalankan tugasnya di Kecamatan,
Pendamping Desa akan bekerjasama dengan Camat dan aparat
pemerintahan di Kecamatan umumnya serta pelaku-pelaku pendampingan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 319

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Desa, seperti


Pendamping Lokal Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan
kelembagaan masyarakat lainnya.

320| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Kementerian
Desa,
PDT
dan
Transmigrasi
berwenang
menyelenggarakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa sebagaimana diamanatkan Perpres No. 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dimandatkan kepada Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan ketentuan
Pasal 105 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi No. 6/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang bertugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat
guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan dimaksud, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
melalui
Direktorat
Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD)
melaksanakan kebijakan pendampingan di berbagai jenjang.

B.

Tujuan Pengadaan Pendamping Desa Teknik Infrastruktur

Pengadaan Pendamping Desa Teknik Infrastruktur bertujuan untuk


membantu Pemerintah Desa dalam fasilitasi pembangunan, pengelolaan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana Desa dalam penyelenggaraan
pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat.

C.

Komposisi Pendamping Desa Teknik Infrastruktur

Di setiap Kecamatan ditempatkan paling sedikit 1 (satu) Pendamping Desa


Teknik Infrastruktur.

D.

Lingkup Kerja, Tugas Pokok, Output Kerja dan Indikator

1.

Lingkup kerja Pendamping Desa Teknik bertugas mendampingi


pemerintah Kecamatan, pemerintah Desa dan masyarakat dalam
pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
Desa/antar Desa;

2.

Pendamping Desa Teknik bertugas mendampingi dan memberikan


penguatan kapasitas kepada pemerintah Desa, masyarakat Desa dan
kader teknik Desa
dalam pembangunan, pengelolaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana Desa/antar Desa;

3.

Secara garis besar rincian tugas pokok, output kerja dan Indikator
kinerja Pendamping Desa Teknik adalah sebagai berikut:

No
1)

Tugas Pokok
Memberikan pelatihan
dan bimbingan teknis
konstruksi secara
sederhana kepada
kader teknik dan
masyarakat sesuai
dengan kondisi
kekhususan setempat.

Output Kerja
Kader teknik dan tim
pelaksana kegiatan
Desa mampu
menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.

2)

Memberikan
bimbingan teknis
dalam pembuatan
Desain dan RAB sesuai
kondisi kekhususan
daerah setempat dan
memperhatikan
lingkungan hidup.

Tim pelaksana
kegiatan dan Kader
Teknik Desa mampu
membuat Desain dan
RAB.

3)

Fasilitasi pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa.

Proses fasilitasi
pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa
berjalan dengan baik.

a) Terfasilitasinya
pembentukan dan
pelatihan Tim
Pelaksana, Tim Lelang,
Tim Pemelihara, dan Tim
Monitoring;
b) Terfasilitasinya proses
survey harga dan lokasi,
pengadaan barang dan
jasa serta pengadaan
tenaga kerja setempat.
c) Tersedianya
papan informasi
kegiatan.
d) Tersusunnya Perdes
tentang pengelolaan
dan pemeliharaan
sarana prasarana Desa
(bekerjasama dengan
PD Pemberdayaan).

4)

Fasilitasi sertifikasi
infrastruktur Desa
hasil pelaksanaan
kegiatan
pembangunan Desa.
Fasilitasi koordinasi
pembangunan,
pengelolaan, dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa/antar
Desa dengan sektor
atau pihak lain yang
terkait.

Adanya jaminan
kualitas terhadap hasil
pembangunan sarana
dan prasarana Desa.

Semua infrastruktur
hasil kegiatan
pembangunan di Desa
di sertifikasi.

Adanya koordinasi
perencanaan,
pelaksanaan,
pengelolaan dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa/antar
Desa dengan sektor
atau pihak lain yang

a) Terlaksananya
koordinasi dan
sinkronisasi
pembangunan sarana
prasarana Desa/antar
Desa;
b) Tersedianya informasi
pembangunan sarana

5)

322| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Indikat
a) Tersedianya
or data
kader- kader teknik
Desa yang telah
terlatih;
b) Terlaksananya
pendampingan dalam
pelaksanaan
pembangunan,
pengelolaan dan
pemeliharaan sarana
prasarana Desa.
c) Tersedianya
Desain dan
RAB untuk setiap
kegiatan pembangunan
sarana prasarana Desa;
d) Tersedianya jadwal
pelaksanaan kegiatan
pembangunan sarana
dan prasarana Desa.

E.

Kualifikasi Pendamping Desa Teknik Infrastruktur

1.

Latarbelakangpendidikanbidangilmu Teknik Sipil minimal Diploma III (DIII);

2.

Memiliki pengalaman kerja dalam bidang pembangunan infrastruktur


Desa minimal 4 (empat) tahun untuk D-III dan 2 (dua) tahun untuk
Strata 1 (S-1);

3.

Memilikipengetahuandankemampuandalam
perencanaan,
pelaksanaan,
dan pemeliharaan kegiatan infrastruktur di Desa;

pengelolaan

4.

Memilikipengalamandalam pengembangan
kaderisasi danpengorganisasianmasyarakat;

5.

Memahami sistem pembangunan partisipatif dan pemerintahan Desa;

6.

Memiliki pengalaman memberikan pelatihan dan bimbinganteknis


konstruksi secara sederhana;

7.

Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik secara lisan dan tulisan;

8.

Memiliki
kemampuan
dan
sanggup
bekerjasamadenganaparatpemerintah Desa dan masyarakat Desa;

9.

Mampu mengoperasikan komputer minimal program Office (Word,


Excel, Power Point) dan internet;

10.

Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan


siap bertempat tinggal di lokasi tugas;

11.

Pada saat mendaftar usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan
maksimal50 (lima puluh) tahun; dan

12.

Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan/atau terlibat


dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.

F.

Pengaturan Kerja dan Pelaporan

1.

Seluruh Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) bekerja di DesaDesa dan Kecamatan di bawah koordinasi Camat dengan supervisi dari
TA-ID Kabupaten;
Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) membuat laporan tugas
bulanan yang diketahui Camat kepada Satker Provinsi melalui SKPD
yang membidangi pendampingan Desa dan dikonsolidasikan oleh TA-ID
Kabupaten;
Aturan kerja dan pelaporan secara teknis akan diatur melalui Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) Pendampingan Desa.

2.

3.

G.

kapasitas,

HakHak Pendamping Desa Teknik Infrastruktur

1.

Pendamping DesaTeknik Infrastruktur (PDTI) berhak


mendapatkan honorarium/gaji, biaya operasional dan asuransi sesuai
ketentuan yang berlaku;

dan
2.

Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) berhak mendapatkan cuti


kerja dan fasilitas lain sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

H.

Kontrak Kerja dan Jangka Waktu

1.

Kontrak kerja Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) adalah


kontrak individu secara langsung dengan Satker Provinsi pada BPMD
Provinsi;
Jangka waktu kontrak individu secara normal dihitung sesuai tahun
anggaran pemerintah, yakni sejak tanggal 1 Januari s.d. 31 Desember
pada tahun anggaran berjalan; dan
Kontrak dapat diperpanjang apabila memenuhi performa kinerja yang
baik berdasarkan standar evaluasi kinerja yang dilakukan oleh Satker
Provinsi;

2.

3.

I.

Penutup

Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk dipergunakan sebagai panduan


pengadaan dan pembiayaan Pendamping Desa Teknik Infrastruktur.Apabila
dalam pelaksanaannya terdapat perubahan kebijakan atau terdapat hal-hal
lain yang belum diatur terkait dengan kerangka acuan kerja Pendamping
Desa Teknik Infrastruktur (PDTI), maka kerangka acuan ini akan dilakukan
revisi sesuai peraturan yang berlaku.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 323

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

MEMBANGUN TIM KERJA


DI KECAMATAN

324| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Tran

smigrasi |
325

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
9.

Pemetaan
Pemangku

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta dapat:
1. Mengidentifikasi peran para pemangku kepentingan di
tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan UndangUndang Desa;
2. Menguraikan relasi antar pemangku kepentingan
hubungannya dengan peran Pendamping Desa;

dan

3. Memahami peta pemangku kepentingan di Kecamatan

Waktu
4 JP (180 menit)

Metode
Curah Pendapat dan Analisis Relasi.

Media

Media Tayang 9.1.1:

Lembar Informasi 9.1.1: Pemetaan Pemangku Kepentingan

Alat Bantu

Flipt Chart, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

PENDAMPING
PENDAMPING
DESA DESA

Proses
Penyajian
Kegiatan 1 : Diskusi kelompok identifikasi Pelaku Kunci
dan
Pemangku Kepentingan
1.

Menjelaskan tujuan, hasil, dan proses yang diharapkan dari


subpokok bahasanpemetaan pemangku kepentingan;

2.
3.

Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;


Minta setiap kelompok berdiskusi untuk mengidentifikasi
pelaku kunci dan pemangku kepentingan di Kecamatan
serta peran masing-masing dengan menggunakan Diagram
Veen (berikan penjelasan singkat bagaimana menggunakan
Diagram Veen);

Kegiatan 2: Diskusi Kelompok Menguraikan Relasi dan


Pengaruh Pemangku Kepetingan
4.

5.
6.
7.
8.

Minta setiap kelompok menguraikan relasi/hubungan antar


pemangku kepentingan dengan menggunakan Diagram
Veen yang telah dikerjakan pada kegiatan 2;
Minta setiap kelompok menguraikan hubungan pemangku
kepentingan dengan Pendamping Desa;
Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya;
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
menanggapi;
Sebelum sesi ditutup, beri penegasan tentang pemangku
kepentingan di Kecamatan beserta relasinya.

SP
B
9.

Rencana
Pembelajaran

Koordinasi
Sektoral

Tujuan

Setelah pembelajaran ini


peserta diharapkan dapat:
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 327

1. Mengidentifikasi
masalah
dan kebutuhan sektoral di
tingkatan kecamatan
2. Mengkoordinasikan
pemangku
kepentingan
ditingkat Kecamatan
Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Bermain peran.

Media

Media Tayang 9.2.1:

Lembar Informasi 9.2.2: PP No. 19/2008 Tentang Kecamatan

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan LCD

328| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Kegiatan 1: Diskusi kelompok identifikasi masalah dan


kebutuhan
sektoral
1.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


sub Pokok Bahasan Koordinasi Sektoral (SKPD/UPDT);

2.

Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok;

3.

Mintalah setiap kelompok mengidentifikasi masalah dan


kebutuhan sektoral di tingkat Kecamatan;

4.

Mintalah salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja


kelompoknya dan berikan kesempatan bagi kelompok lain
untuk memberikan tanggapan;

5.

Berikan penegasan
kebutuhan sektoral.

terkait

identifikasi

masalah

dan

Kegiatan 2: Sharing pengalaman dan curah pendapat


tentang strategi membangun koordinasi
6.

Mintalah beberapa peserta menceritakan pengalamannya


melakukan koordinasi lintas sektor di Kecamatan.

7.

Pandu peserta mengidentifikasi hambatan dan kendala


dalam melakukan koordinasi lintas sektor berdasarkan
pengalaman yang telah diceritakan;

8.

Bagikan kertas metaplan kepada setiap peserta.

9.

Minta peserta menuliskan strategi membangun koordinasi


lintas sektor di tingkat Kecamatan.

10. Pandu
peserta
merumuskan
strategi
membangun
koordinasi lintas sektor berdasarkan pendapat peserta yang
telah ditulis pada kertas metaplan;
11. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan.

SP
B
9.3

Rencana
Pembelajaran

Kerjasama dan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta
diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan
pentingnya
kerjasama
tim
dan
membangun
jejaring
dengan pihak lainnya;

2.

Merumuskan strategi
membangun jejaring
kerja
di
tingkat
Kecamatan;

Waktu
4 JPL (180 menit)

Metode
Permainan.

Media

Media Tayang 9.3.1:

Lembar Informasi 9.3.1:

Alat Bantu
Balon, spidol, laptop, dan LCD

Kegiatan 1: Permainan Kerjasama Tim


1.

menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


sub Pokok Bahasan Kerjasama dan Jejaring

2.

Bagi peserta menjadi 3 kelompok, usahakan


anggota masing-masing kelompok sama;

3.

Minta satu orang dari setiap kelompok sebagai pengamat;

4.

Minta peserta yang lain dari setiap kelompok membentuk


formasi barisan berjajar (satu peserta dengan yang lainnya
dalam setiap barisan dibatasi dengan balon yang telah
disiapkan);

5.

Minta 3 kelompok tersebut berlomba dengan cara berjalan


menuju garis finish yang telah ditetapkan.

6.

Minta pengamat dari masing-masing kelompok secara


bergantian mengungkapkan bagaimana kelompoknya
melakukan permainan itu serta hasilnya (gunakan Lembar
Kerja 9.3.1).

7.

Minta salah satu anggota dari setiap kelompok


mengungkapkan pengalamannya melakukan permainan
tadi.

8.

Catatlah hal-hal penting dari hasil pembahasan yang telah


dilakukan.

jumlah

Kegiatan 2: Membangun strategi kerjasama internal


9.

Mengacu catatan di atas, berikan penegasan tentang halhal pokok tentang keberhasilan kerjasama (faktor penentu
keberhasilan dan kegagalan);

10. Minta peserta mengemukakan bagaimana membangun


strategi kerjasama tim (internal);
11. Pandu peserta merumuskan strategi dimaksud;
12. Minta peserta menceritakan pengalamannya membangun
jaringan dengan pihak lain (eksternal);
13. Catat hal-hal penting dari cerita tersebut;
14. Pandu peserta memetakan pihak eksternal yang potensial
sebagai jejaring yang dapat mendukung tugas-tugas
Pendamping Desa;
15. Minta peserta merumuskan strategi membangun jejaring
dengan pihak eksternal;
16. Sebelum sesi ditutup, berikan penegasan dari kegiatan
seluruj kegiatan yang telah dilakukan.

PENDAMPING DESA

Lembar Kerja 9.3.1

Tabel Pengamatan Permainan


KELOMPOK: ...............................................

No
1

Fokus
Pengamatan
(Apa yang
Apakah ada peserta
dalam kelompok yang
berinisiatif mengatur
Tim/Kelompok sebelum
permainan dimulai?

Apakah ada
kesepakatan tentang
strategi/cara untuk
melakukan permainan

Bagaimana kekompakan
anggota dalam
Tim/kelompok?
Bagaimana kerjasama
antar anggota dalam
tim/kelompok?
Bagaimana hasil kerja
yang dilakukan
tim/kelompok?

Hasil
Pengamatan

332| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Penjelas
an
(Mengapa

PENDAMPING
DESA

PENDAMPING
DESA

PB
9.3.
1

Lembar
Informasi

Membangun Jejaring

Oleh
Maryanto

Dalam organisasi, jejaring kerja diperlukan bagi setiap manajemen pada


tingkatan apapun, baik tingkat atas, menengah, maupun supervisor. Oleh
karena itu mereka harus menguasai cara-cara berinteraksi untuk
menciptakan jejaring kerja dengan siapa saja, agar orang-orang dalam
organisasi memberikan respon positif, menghargai, mendukung, dan
membantu saat diperlukan.
Salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan
membangun jejaring kerja adalah dengan meniru bagaimana orang-orang
sukses berinteraksi dengan orang lain seperti di rumah, di kantor, dalam
rapat, dan di masyarakat luas. Tetapi, meniru bukan merupakan pekerjaan
yang mudah oleh karena diperlukan kecerdasan dalam mengidentifikasi
berbagai aspek terkait dengan proses interaksi, misalnya bagaimana cara
mengendalikan emosi, cara menghargai orang lain, cara berbicara, cara
merespon dan sebagainya.
Membangun jejaring kerja merupakan suatu seni sehingga tidak mudah
dibuat suatu pola hubungan yang baku, seperti dalam berinteraksi dengan
orang yang memiliki tipe kepribadian A akan berbeda jika berinteraksi
dengan orang yang memiliki tipe kepribadian B. Walaupun meniru cara
orang-orang sukses dalam berinteraksi bukan merupakan pekerjaan yang
mudah tetapi tetap dapat dilakukan, walaupun memerlukan waktu yang
lama.
Untuk membantu dalam meningkatkan kemampuan membangun
jejaring kerja, berikut kiat-kiat yang perlu diperhatikan.

1. Mengendalikan Emosi

Berikut
kiat-kiat
sederhana
untuk
dalammengendalikan emosi, yaitu:

meningkatkan

kemampuan

a. Mengenal perasaan diri sendiri


Mengenali dan mengetahui suasana hati kita sendiri berguna untuk

menentukan

PENDAMPING
DESA

perilaku yang pantas agar dapat menciptakan suasana yang menyenangkan


berbagai pihak. Pembicaraan penting dengan orang lain hanya akan
dilakukan pada waktu keadaan kita sehat, segar bersemangat dan senang,
karena perasaan sedih, galau, dan tidak menentu akan membentuk ekspresi
yang tidak menyenangkan bagi orang lain.

b. Berfikir positif
Kita sering berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak kita inginkan.
Untuk merespon situasi tersebut dapat dilakukan dengan mengatur
perasaan melalui cara berfikir positif, melihat permasalahan dari aspek yang
berbeda (orang lain), dan melihat permasalahan sebagai peluang. Cara lain
untuk mengembangkan pikiran positif adalah dengan menumbuhkan rasa
empati kepada orang lain, seperti dengan memahami keterbatasan
seseorang sehingga ia berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan.

c. Menerima ketidakberhasilan
Semua orang mengharapkan suatu keberhasilan, namun kenyataannya
setiap orang pernah mengalami kegagalan. Untuk itu kita perlu menyiapkan
perasaan agar tidak senang. Misalnya, Anda dropout dari perguruan tinggi,
tentunya Anda sedih, tetapi usahakan kesedihan tersebut cepat sirna dan
segeralah berusaha untuk tetap maju. Dalam kasus tersebut, Anda dapat
berfikir bahwa Anda telah mendapat ilmu, pengalaman, dan hidup itu tidak
hanya ditentukan oleh keberhasilan kuliah. Joseph Lin (2010) menyebutkan
bahwa Bill Gates dropout dari Harvard dan 2 tahun setelah itu ia
menemukan Microsoft dan menjadi orang terkaya di dunia. Masih banyak
orang-orang drop out tetapi bekerja keras dan meraih sukses besar dalam
hidupnya,seperti Steve Jobs, Mark Elliot Zuckerberg, Tom Hanks, Lady Gaga,
dan bahkan Thomas Alva Edison yang tidak pernah duduk diperguruan
tinggi, dsb.

2. Menghargai Orang Lain


Menghargai orang lain merupakan salah satu cara untuk membangun
hubungan baik dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai cara menghargai
orang lain secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
memberikan
penghargaan
ekstrinsik
dan
penghargaan
intrinsik.
Penghargaan ekstrinsik merupakan penghargaan yang dapat dilihat dengan
kasat mata seperti penghargaan finansial, kenaikan pangkat, perlindungan
keamanan, dsb. Sedangkan penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang
tidak berwujud seperti ucapan terima kasih, pujian, penghargaan atas ide
orang lain, yang pada umumnya tidak dapat dinilai dengan uang.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 335

PENDAMPING
DESA

a. Pernyataan terima kasih


Pernyataan terima kasih yang tulus iklas merupakan salah satu cara yang
paling mudah untuk menghargai perbuatan orang lain. Pernyataan terima
kasih juga menunjukkan sikap sopan, hormat dan perhatian kepada
orang lain, dan menunjukkan bahwa

336| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

perbuatan yang telah dilakukan benar-benar bermanfaat. Pernyataan terima


kasih hendaknya disampaikan sesegera mungkin setelah suatu kejadian
berlangsung, agar memberikan makna yang berarti.

b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) bukan sekedar hearing, merupakan salah satu
cara yang mudah untuk menghormati orang lain. Dengan mendengarkan,
pembicara merasa diperhatikan dan dihargai. Kita akan memperoleh simpati
dari orang lain dengan cara mendengarkan pembicaraan mereka, baik
pembicaraan melalui media elektronik maupun pembicaraan langsung.
Namun tidak semua orang bersedia untuk mendengarkan disebabkan
beberapa alasan (Bell 1992), yaitu: 1) sombong, 2) menganggap materi
pembicaraan tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini, 3) menganggap
rendah pembicara, 4) menganggap materi pembicaraan telah kadaluwarsa,
5) malas mendengarkan.

c. Memuji
Setiap manusia pada hakekatnya mempunyai sifat dasar senang dipuji.
Carnegie (1981) menyebutkan bahwa Lincoln (presiden AS) pernah memulai
satu suratnya dengan mengucapkan Setiap orang menyukai pujian. Pujian
tidak sama artinya dengan sanjungan. Pujian merupakan suatu pernyataan
yang jujur tentang suatu prestasi riil atau keadaan yang sebenarnya,
sedangkan sanjungan merupakan pernyataan yang berlebihan atas prestasi
yang dicapai, atau bukan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat
menyesatkan orang yang disanjung karena salah dalam mengevaluasi
dirinya.

d. Mengingat nama
Pada hakekatnya setiap orang di seluruh dunia senang disebut namanya
dengan benar. Mereka merasa dihormati dan diperhatikan. Menyebut nama
orang lain dengan benar merupakan cara penting untuk menghargai orang
lain. Orang-orang yang memperoleh sukses besar mengerti cara
menghargai orang lain, yaitu hanya dengan menyebut namanya dengan
benar. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghafal dan mengingat
nama-nama orang yang mereka temui. Carnegie (1981), menyebutkan
bahwa Franklin D. Roosevelf (presiden AS) tahu bahwa satu cara paling
sederhana, paling nyata dan paling penting dalam memperoleh kehendak
yang baik adalah dengan mengingat nama-nama orang, dan membuat
mereka merasa penting.

3. Mengkritik dengan Cara yang Elegan


Menyampaikan kritik merupakan bagian penting bagi kehidupan dalam
berorganisasi untuk menuju perbaikan. Yang perlu kita pikirkan adalah
bagaimana cara menyampaikan kritik agar tetap dapat menjaga jejaring
kerja yang kondusif. Berikut

disajikan cara-cara menyampaikan kritik.

a. Didahului dengan pujian


Awali dengan pujian, misalnya dengan cara menyampaikan keunggulankeunggul- an secara rinci dari bagian-bagian yang berkaitan dengan
substansi yang akan dikritik. Pujian yang terinci merupakan suatu
pembuktian bahwa Anda memperhatikan dan benar-benar tahu tentang apa
yang akan Anda sampaikan.

b. Menentukan apa yang mereka inginkan


Carilah apa yang mereka inginkan terkait dengan substasi kritik. Ingat,
orang yang telah dipenuhi keinginannya akan lebih mudah menerima
masukan.

c. Disampaikan dalam bentuk saran.


Kritik agar disampaikan dalam bentuk saran, atau dengan kalimat positif,
dimaksudkan agar kesalahan atau ketidak sesuaian terkesan tidak terlalu
besar.Jangan sekali-kali mengatakan Anda salah, dan kata-kata lain yang
sejenis.

d. Tidak menggunakan kata tetapi


Kritik yang baik tidak menggunakan kata tetapi atau kata lain yang
bermakna sama dengan tetapi.

e. Lengkapi dengan argumentasi


Argumentasi yang logis dan didukung dengan data dan bukti, dan disajikan
dalam diagram, gambar, tabel akan membantu dalam meyakinkan orang
lain dalam menerima ide Anda, dan jika mungkin tunjukkan referensinya.
Lengkapi dengan penjelasan tentang manfaat yang akan diperoleh jika
pendapat Anda diterima.

f.

Didasari dengan etika

Kritik disampaikan sesuai hati nurani dan bermaksud untuk memberikan


masukan
untuk meningkatkan kinerja, bukan untuk menunjukkan
kesalahan. Oleh karena itu, hendaknya kritik tidak mengarah pada individu
seseorang, tetapi ditujukan terbatas pada substansi yang dikritik,

dimaksudkan agar dapat pembicaraan lebih fokus / tidak menyimpang. Jika


ragu-ragu dengan materi kritik hendaknya jangan mengkritik.

g. Disampaikan dengan sepenuh hati


Penyampaian dengan jujur, dan penuh dengan kehangatan dan diekspresikan
dengan

baik, meyakinkan bahwa apa yang disampaikan akan memberikan manfaat


yang berarti, dan bukan untuk diri Anda sendiri. Jika ternyata pendapat
Anda benar, atau dengan kata lain mereka menerima saran, hendaknya
Anda tidak menonjolkan diri, sehingga hubungan baik tetap terjalin.

Diambil dan digubah dari http://www.bppk.depkeu.go.id/bdpimagelang

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

10
PENINGKATAN
KAPASITAS
PENDAMPING LOKAL
DESA

340| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal
342| Modul Pelatihan
Pratugas Desa
Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
10.
1

Mengkaji
Kebutuhan
Peningkatan
Kapasitas

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.
2.

Menjelaskan standar kompetensi Pendamping Lokal Desa


dalam mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desa;
memetakan kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping
Lokal
Desa sesuai dengan kebutuhan lapangan dan
tupoksinya;

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, Capacity Building Need
Assessment (CBNA) dan Pleno.

Media

Media Tayang 10.1.1:

Lembar Kerja 10.1.1: Instrumen Penilaian Diri Potensi dan


Kemampuan Awal Berdasarkan Standar Kompetensi
Pendamping Lokal Desa.

Lembar Kerja 10.1.2: Matrik Diskusi Profil Umum Potensi dan


Kemampuan Awal Berdasarkan Standar Kompetensi
Pendamping Lokal Desa.

Lembar Informas 10.1.1: Kajian Kebutuan Peningkatan


Kapasitas Pendamping Lokal Desa.

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Standar Kompetensi Pendamping
Desa
25. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang
diharapkan dari subpokok bahasan tentang Mengkaji
Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa
sebagai salah satu tugas Pendamping Desa di tingkat
Kecamatan
dalam
melakukan
bimbingan
kepada
Pendamping Lokal Desa;
26. Ajaklah peserta untuk lakukan curah pendapat atau
pengalaman tentang kondisi nyata di lapangan terkait
pelaksanaan Undang- Undang Desa dan mengkaji
permasalahan yang dihadapi Pendamping Lokal Desa dalam
mentransformasikan paradigma Desa baru;
27. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya,
mengajukan pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan
yang telah dilakukan;
28. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan
gagasan utama sebagai landasan untuk mengenal
kemampuan
pendamping
yang
diharapkan
sesuai
permasalahan yang dihadapi di
lapangan. Dari hasil
pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan dalam
kartu sebagai pegangan bagi pelatih;
29. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan
kesimpulan dengan melakukan pemaparan tentang Standar
Kompetensi Pendamping Lokal Desa berdasarkan kerangka
acuan (TOR) yang telah ditetapkan. Gunakan lembar tayang
yang telah disediakan;

Kegiatan 2: PemetaanPotensi dan Kemampuan Awal


Pendamping Lokal Desa
30. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan pemetaan Potensi dan kemampuan awal
Pendamping Lokal Desa serta mengkaitkan dengan
kegiatan sebelumnya.
31. Mintalah peserta untuk mengisi Instrumen Penilaian Diri (self
assessment) tentang potensi dan kemamuan awal
Pendamping Lokal Desa terkait tugas pokoknya dengan
menggunakan Lembar Kerja 10.1.1.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 343

32. Berikan kesempatan


kuesioner tersebut.

kepada

peserta

untuk

mengisi

33. Selanjutnya hasilnya dikumpulkan dan mintalah dua orang


relawan untuk membuat resume gambaran tingkat
kompetensi Pendamping Desa secara keseluruhan. Hasilnya
dipaparkan di dalam pleno untuk memperoleh tanggapan
dari peserta;

Hasil resume penilaian diri Pendamping Lokal Desa tidak hanya disajikan dalam bentuk matrik atau angka-a
memahaminya.

34. Berdasarkan profil hasil penilaian tersebut selanjutnya


pelatih bersama peserta dengan menggali hal-hal sebagai
berikut:
a.

Apa saja aspek-aspek pokok yang menjadi kelemahan


untuk setiap tugas pokok dan indikator Pendamping
Lokal Desa?

b.

Apa saja potensi personal yang dimiliki Pendamping


Lokal Desa yang diharapkan mampu mendorong
peningkatan kompetensi tugasnya?

35. Catatan tersebut kemudian dituliskan dalam Lembar Kerja


10.1.2. Hasilnya ditempelkan didinding agar dapat diamati
oleh semua peserta;
36. Pada akhir kegiatan ini lakukan penegasan dan kesimpulan
dengan menjelaskan profil potensi dan kemampuan awal
Pendamping
Lokal
Desasebagai
masukan
dalam
perumusan strategi peningkatan kapasitas.

Lembar Kerja 10.1.1

Instrumen Penilaian Diri


Potensi dan Kemampuan
Awal
Berdasarkan Standar Kompetensi Pendamping
Lokal Desa
Nama
Jabatan
Lokasi Tugas
Pendidikan

No

1.

:
:
:
: ..

Tugas
Pokok
Mendampingi
Desa dalam
perencanaan
pembangunan
dan keuangan
Desa.

Output Kerja

Perencanaan dan
penganggaran
Desa berjalan
sesuai aturan dan
ketentuan yang
berlaku.

Indikator

Terlaksananya
sosialisasi
Undang- Undang
No. 6
Tahun 2014
tentang Desa
dan peraturan
turunannya;
Terfasilitasinya
musyawarah
Desa yang
partisipatif
untuk
menyusun RPJM
Desa, RKP
Tersusunnya
Rancangan
Peraturan Desa
tentang
kewenangan
lokal berskala
Desa dan
kewenangan
Desa
berdasarkan hak
asal-usul dan
Peraturan lain
yang diperlukan;

Tingkat
Kompetensi/Kinerj
a 2 3 4 5 X
1

2.

Mendampingi
Desa dalam
pelaksanaan
pembangunan
Desa.

Pelaksanaan
pembangunan
Desa berjalan
sesuai aturan dan
ketentuan yang
berlaku.

Adanya
koordinasi
dengan PD dan
pihak terkait
mengenai
pembangunan
Desa;

No

Tugas
Pokok

Output Kerja

Indikator

Terfasilitasinya
kerjasama antar
Desa;

3.

Mendampingi
masyarakat
Desa dalam
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa.

4.

Mendampingi
Desa dalam
pemantauan
dan evaluasi
kegiatan
pembangunan
Desa.

Penyelengaraan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa dengan
melibatkan
kelompok
perempuan,
difabel/berkebutuha
n khusus,
kelompok
masyarakat miskin
dan marginal.
Proses
pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa berjalan
sesuai ketentuan
yang berlaku.

Terfasilitasinya
pelaksanaan
pembangunan
desa yang sesuai
dengan prinsip
tata kelola yang
baik.
Terfasilitasinya
ketersediaan
informasi publik
terkait
pembangunan
desa
Terlaksananya
kegiatan
peningkatan
kapasitas kader
desa,
masyarakat dan
kelembagaan
Desa.

Terlaksananya
peningkatan
kapasitas Badan
Permusyawarata
n Desa (BPD)
dalam
melakukan
pemantauan dan
evaluasi
pembangunan
Desa;
Terlaksananya
evaluasi
pembangunan
Desa melalui
musyawarah
Desa;
Masyarakat
terlibat dalam
pelaksanaan
evaluasi
kegiatan
pembangunan

Tingkat
Kompetensi/Kinerj
a 2 3 4 5 X
1

Tingkat Kompetensi:
Penilaian terhadap kompetensi Pendamping Lokal Desa mengacu pada
standar evaluasi kinerja dengan menggunakan skala nilai sebagai berikut:
1 = Kinerja Buruk (harus diperbaiki secepatnya)
2 = Kurang Baik (dapat diterima meskipun ada
kelemahan) 3 = Kinerja Cukup Baik
4 = Kinerja Baik
5 = Kinerja Sangat Baik
X = Tidak relevan/belum saatnya dinilai/tidak tahu

Lembar Kerja 9.1.2

Matrik Diskusi Profil Umum Potensi dan


Kemampuan Awal Berdasarkan Standar
Kompetensi Pendamping Lokal Desa
No.
1.

2.

4.

Tugas Pokok
Mendampingi
Desa
dalam
perencanaan
pembangunan
dan
keuangan
Mendampingi
Desa
dalam
pelaksanaan
pembangunan
Mendampingi
masyarakat Desa
dalam kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa.

Profil
Tingkat
Kompetens

Kelemahan

Potensi

Mendampingi
Desa dalam
pemantauan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa.

Catatan:
(a)

Profil Tingkat Kompetensi merupakan rata-rata setiap tugas pokok dari


jumlah populasi (Pendamping Lokal Desa).

(b)

Kelemahan merupakan catatan penting dari informasi atau data yang


terkumpul (melalui FGD) terkait aspek kompetensi Pendamping Lokal
Desa atau hal-hal yang dianggap lemah atau perlu mendapatkan
perhatian khusus.

(c)

Potensi merupakan catatan penting dari informasi atau data yang


terkumpul terkait aspek-aspek positif yang dimiliki Pendamping Desa,
seperti: pengalaman, prestasi akademis dan non akademis,
keterampilan dll.

PENDAMPING
DESA

SP
B
10.
1

A.

Lembar Informasi

Kajian
Kebutuhan
Peningkatan
Kapasitas

Pengertian
Sebelum tenaga pendamping bekerja dalam situasi tugas, maka perlu
dilakukan penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang dimulai
dengan penilaian atau analisis kebutuhan pendamping (AKP). Analisis
kebutuhan Pendamping Lokal Desasalah satunya terkait dengan kebutuhan
pelatihan yang dikenal dengan istilah Traianing Need Assessment (TNA).
Menzel dan Messina (2011:22) mengatakan, A TNA is only the first critical
stage in any training cycle. Thus, a TNA is quite simply a way of identifying
the existing gaps in the knowledge and the strengths and weaknesses in the
processes that enable or hinder effective training programs being
delivered. Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus
pelatihan. Dengan TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada
dalam pengetahuan dan kekuatan dan kelemahan dalam proses yang
memungkinkan atau menghambat program pelatihan. Analisis kebutuhan
pendamping memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan peningkatan
kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang paling baik didahului
dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis
kebutuhan pendamping akan menjadi masukan dalam perencanaan
pengembangan kapasitas Pendamping Lokal Desa.
Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan,
Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:
kinerja standar- kinerja aktual = kebutuhan pelatihan. Hal Ini berarti
perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya
merupakan kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit.
Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping
menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan
yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 351

sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan


organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan
rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat
ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan

350| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan


dihadapi pada masa yang akan datang.
Analisis kebutuhan pelatihan mengambil peran yang penting dalam
menyajikan informasi sebagai upaya sistematis untuk mengenai kebutuhan
Pendamping Desa dalam rangka perbaikan kinerja. Menurut Barbazette
(2006:5), analisis kebutuhan pelatihan dilakukan untuk meningkatkan
kinerja atau menutupi kinerja yang tidak memenuhi standar. Oleh karena
itu, analisis kebutuhan menjadi sumber informasi penting dalam perumusan
kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas Pendamping Desa.

B.

Tujuan

Tujuan penetapan kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Desa di


setiap wilayah kerja (Kabupaten/Kota) di dasarkan pada kerangka acuan
standar kompetensi Pendamping Lokal Desa yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
melalui Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan.
Secara umyum, tujuan penilaian kebutuhan penngkatan kapasitas
pendamping adalah mengumpulkan informasi untuk menetukan bentuk
pelatihan dan bimbingan yang di butuhkan bagi pendamping sesuai dengan
standar kompetensi yang dipersyaratkan. Secara khusus penilaian
kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa dilaksanakan
dengan tujuan sebagai berikut:
1.

Diperolehnya informasi tentang kemampuan baik pengetahuan, sikap


dan keterampilan yang dibutuhkan dalam tugasnya sebagai
Pendamping Lokal Desa;

2.

Dasar untuk menyelenggarakan


Pendamping Lokal Desa.

3.

Pedoman bagi Pendamping Lokal Desa untuk meningkatkan


kinerja dalam pelaksanaan tugas.

4.

Acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga terkait


dalam memfasilitasi peningkatan kompetensi Pendamping Lokal
Desa serta menjamin kualitas penyelenggaraan pelatihan dan
Pembimbingan kinerja sesuai dengan tugas pokoknya.

C.

pembinaan

profesi

dan

karier

Sasaran

Sasaran penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal


Desa, sebagai berikut:
1.

Terselenggaranya pembinaan, pengembangan dan pengendalian


Pendamping Lokal Desa secara efektif, efisien dan akuntabel;

2.

Tersedianya Pendamping Lokal Desa yang profesional;

3.

D.

Terselenggaranya kegiatan pelatihan dan Pembimbingan kinerja yang


berkualitas.

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dalam penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas


Pendamping Lokal Desa, sebagai berikut:
1.

Program pelatihan dan bimbingan (non-pelatihan) yang disusun sesuai


dengan kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap
Pendamping Lokal Desa;

2.

Menjaga dan meningkatkan motivasi Pendamping Lokal Desa dalam


mengikuti pelatihan dan bimbingan kinerja, karena program yang
diikutinya sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan tugas di
lapangan;

3.

Mencapai efektifitas pencapaian target kinerja Pendamping Lokal Desa


dalam rangka pencapaian tujuan dan standar kompetensi yang
ditetapkan;

4.

Efisiensi biaya pembinaan dan pengembangan Pendamping Lokal Desa


karena program yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan
demikian biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan dan bimbingan
kinerja tidak sia-sia;

5.

Menemukenali penyebab timbulnya masalah dalam pelaksanaan tugas


sebagai Pendamping Lokal Desa, karena pelaksanaan penilaian
kebutuhan yang tepat dan efektif, tidak saja akan menemukan
masalah yang ditimbulkan oleh diskrepansi kompetensi pendamping
dengan standar kompetensi dan tuntutan masyarakat sebagai
pengguna.

E.

Tahapan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kapasitas

Tahapan Analisis Kebutuhan Pendamping (AKP) atau Training Needs Analysis


(TNA) menurut Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987)
membagi dalam 5 (lima) proses penting yaitu :
(1)

Tahap 1: Persetujuan dan kesiapan manajemen dalam melakukan


analisis kebutuhan. Proses TNA dimulai ketika manajemen terutama
pimpinan organisasi mengizinkan penggunaan penilaian kebutuhan
yang sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan.
Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan
penjadwalan.

(2)

Tahap 2: Membaca lingkungan kerja organisasi. Tahapan ini melihat


permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan pekerjaan, tim kerja,
departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam pembacaan
lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah
dokumen organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada
pegawai tentang kinerja atau kesenjangan lain
yang dicari, dan
mengamati kinerja yang terjadi.

352| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

(3)

Tahap 3: Memfokuskan pada kesenjangan dan kebutuhan pelatihan.


Tahapan selanjutnya adalah memfokuskan permasalahan yang
didapatkan sebelumnya

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 353

dengan menghimpun semua permasalahan, menganalisa dan


menspesifikasikan jenis kesenjangan yang dapat diselesaikan melalui
kebutuhan diklat atau kebutuhan non diklat;
(4)

Tahap 4: Merencanakan untuk pelaksanaan pelatihan. Setelah


menetapkan kebutuhan diklat, selanjutnya merancang pelaksanaan
diklat. Proses ini bisa saja menggunakan tenaga konsultan/tenaga ahli
dalam memudahkan penentuan model dan jenis pelatihan yang akan
digunakan.

(5)

Tahap 5: Pelaporan Manajemen. Langkah terakhir dalam penilaian


kebutuhan pelatihan adalah untuk mempersiapkan laporan kepada
manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang pada setiap
kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap
permasalahan, strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau
mengembalikan kinerja ketingkat yang diinginkan, peringkat prioritas
pelatihan dan berbagai fakta tentang setiap detail dan strategi yang
dilakukan dalam pelaksanaan TNA.

Sumber: Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher
(1987:10)

F.

Instrumen Pengumpul Informasi dan Data

Menilai kebutuhan pendamping terkait dengan aspek komptensi mencakup


kemampuan menyerap pengathuan, mengembangkan keterampilan dan
beritindak benar. Kajian terhadap kemampuan belajar Pendamping Lokal
Desa dilakukan melalui pengenalan terhadap sejumlah tugas atau
kompetensi yang akan dikembangkan melalui berbagai pendekatan. Tidak
ada satu tes pun yang mampu menghasilkan instrumen yang komprehensif
mengenai kecerdasan dan potensi pembelajar. Tidak selamanya tes formal
mampu memberikan informasi yang cukup mengenai potensi dan
kemampuan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan alat uji sederhana

yang telah tersedia diantaranya observasi. Indikator pengamatan yang baik


dapat menunjukkan kecenderungan kemampuan seorang pendamping
terutama cara menggunakan waktu

luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol.
Pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan awal peserta sangat
diperlukan untuk menentukan ke dalam dan keluasan materi yang akan
disampaikan. Berikut beberapa teknik dalam menggali kebutuhan
pembelajar:
(9)

Checklist penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis


yang digunakan secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan
terutama untuk mengenal secara cepat kecerdasan masing-masing
individu. Checklist bukan tes untuk menguji kahandalan dan
kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya;

(10) Dokumentasi.

Catatan tertulis atau bentuk visual lain untuk


memperlihatkan kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dokumentasi
foto sangat bermanfaat untuk mengabadikan suatu perilaku tindakan
dan bentuk komptensi yang menonjol yang mungkin tidak akan
berulang lagi pada waktu lain. Misalnya seorang pendamping sedang
melakukan asistensi perencanaan, dokumentasikan langkah- langkah
dan kemahiran dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM
memungkinkan seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan
disket praktis dan mudah ditelaah oleh masyarakat.

(11) Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari

hasil pretest-posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan


pendampingan baik kepada masyarakat, Pemerintah Desa, UPTD
danpemnagku lainnya di tingkat Kecamatan. Apakah kemampuan
Pendamping Lokal Desa lebih kuat dibidang visual melalui pemaparan
atau dalam menyusun urutan logis kegiatan pendampingan dalam
rangka implementasi Undang-Undang Desa. Hal ini dapat diukur
melalui beberapa tes yang telah dikembangkan sebagai bagian dari
penilaian kinerja.
(12) Berdiskusi

dengan kelompok. Jika Pendamping Lokal Desa ingin


mengenal masyarakat lebih dekat terkait dengan potensi dan
keberhasilnannya
dapat
dilakukan
melalui
diskusi
dengan
kelompoknya. Misalnya tanyakan kepada kelompok tani tentang
kontribusi dan kemampuan yang diberikan anggota bersangkutan
dalam menerapkan teknologi pertanian atau pasca panen.

(13) Berbicara dengan pembimbing atau pelatih lain. Kerapkali pelatihan

merupakan kegiatan serial dan bersambung untuk mengembangkan


berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang beragam.
Jika pendamping akan melatih penerapan rencana pembangunan Desa,
maka perlu mendapat informasi tambahan dari ahli lain yang pernah
memberikan kemampuan sejenis untuk matematis-logis, spasial dan
naturalis dalam pelatihan yang berbeda;
(14) Berdiskusi dengan masyarakat dan organisasi lokal. Cara ini dilakukan

untuk mendukung penilaian lain terutama dalam mengembangkan


beberapa keterampilan dasar menyangkut kebiasaan dan pola hidup
masyarakat. Jika ingin mengetahui kemampuan berhubungan dengan
pemerintah, LSM, koperasi dan organisasi lainnya, dapat berdiskusi

dengan lembaga di mana peserta atau pembelajar terlibat dan


berhubungan aktif dengannya.

(15) Bertanya langsung kepada masyarakat. Orang dewasa yang sangat

tahu cara mereka belajar dan memecahkan masalah yang dihadapinya


adalah dirinya sendiri. Mereka menggunakan kemampuan belajarnya
selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat berdiskusi bersama
pembelajar dan bertanya langsung tentang kecerdasan yang paling
berkembang atau melengkapinya dengan karya, gambar dan foto pada
saat menunjukkan kecerdasannya;
(16) Kegiatan

khusus. pendamping dapat mengembangkan beberapa


kegiatan untuk menguji kecerdasan dengan memberikan wahana agar
pembelajar menunjukkan kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara
atau teknik tertentu untuk mengukur seluruh wilayah potensi dan
kebutuhan belajar peserta, misalnya dengan menggambar, bercerita,
menari, berhitung dan bermain peran, bernyayi, dan tugas tim.

G.

Pendekatan
Kapasitas

dalam

Analisis

Kebutuhan

Pengembangan

Sedarmayanti (2007) membagi pendekatan dalam analisis pengembangan


kapasitas dalam empat cara, yaitu: (1) performance analysis (analisis
kinerja), (2) task analysis (analisis tugas/pekerjaan), (3) competency study
(studi kompetensi) dan (4) training needs survei (survei kebutuhan
pelatihan). Masing-masing pendekatan diuraikan sebagai berikut:

1.

Analisis Kinerja

Analisis kinerja (Dessler, 2015:331) merupakan proses yang dilakukan


secara
terusmenerus
untuk
mengidentifikasi,
mengukur
dan
mengembangkan kinerja individu dan tim dan menyelaraskan kinerja
mereka dengan sasaran organisasi. Sementara Barbazatte (2006)
menyatakan bahwa analisis kinerja biasa disebut gap analysis, yaitu
melihat kinerja yang telah dilakukan pegawai dan melihat hasil pekerjaan
tersebut apakah telah sesuai dengan kinerja yang diinginkan. tujuan
melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi penyebab
kekurangan/kesenjangan kinerja dan tindakan korektif apa yang tepat untuk
mengatasinya.
Jika masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya
keterampilan, solusi berupa pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut
bukan disebabkan karena kurangnya keterampilan, maka solusi non
pelatihan apa yang lebih tepat. Dengan demikian analisis kinerja sebagai
salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan di mana identifikasi
pengembangan kapasitas yang dibutuhkan organisasi ditentukan
berdasarkan analisa kesenjangan antara target kinerja organisasi dengan
hasil kinerja individu. Apabila seorang pendamping tidak melakukan
pekerjaan seperti yang diharapkan sesuai standar yang telah ditetapkan,
maka perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan

apakah pegawai tersebut


melakukan tugasnya.

memiliki

pengetahuan

yang

cukup

untuk

2.

Analisis Tugas

Analisis tugas dilakukan untuk menemukan metode terbaik dalam


menyelesaikan tugas dengan konsistensi urutan berupa langkah-langkah
bagaimana tugas tersebut diselesaikan, seperti yang dikemukakan
Barbazette (2006:87), The purpose of task analysis is to find the best
method to perform a task and the best sequence of steps to complete a
specific task. Analisis tugas merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan
terhadap tugas yang dijalankan, berfokus pada kewajiban dan tugas di
seluruh organisasi itu untuk menentukan pekerjaan yang mana yang
membutuhkan pelatihan. Analisis tugas seharusnya memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk memahami persyaratan pekerjaan.
Selanjutnya Sedarmayanti (2007), task analysis berupa penetapan langkah
dalam mewujudkan :
(a)
(b)
(c)

Tugas yang harus dilaksanakan guna mewujudkan kinerja;


Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengerjakan
tugas dengan baik; dan
Skala prioritas kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan
guna merumuskan kurikulum pelatihan.

Langkah dalam menganalisis tugas menurut Kaswan (2011:74), sebagai


berikut:
(a)
(b)

(c)
(d)

Mendepskripsikan pekerjaan secara menyeluruh.


Mengidentifikasi tugas dengan mendeskripsikan dengan jelas mengenai:
Tugas-tugas utama dalam pekerjaan.
Bagaimana tugas itu harus dilakukan.
Bagaimana tugas itu dilakukan sehari-hari.
Mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan untuk melakukan pekerjaan.
Menentukan tugas, dan kapabilitas mana yang membutuhkan
pengembangan berupa pendidikan dan pelatihan.

Informasi atau instrumen yang dibutuhkan melakukan task analysis


menurut Barbazette (2006) diantaranya: observasi, wawancara informan
utama, wawancara pimpinan organisasi, Identifikasi dan analisis tugas
berdasar tugas sebenarnya, diskusi kelompok, validasi dengan observasi
akhir.

3.

Studi Kompetensi

Spencer dan spencer dalam Wibowo (2010:325) menyatakan bahwa


kompetensi
eruupakan
landasan
dasar
karakteristik
orang
dan
mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu cukup lama. Kompetensi pada hakikatnya
memiliki komponen knowledge, skill, dan personal attitude, dengan
demikian secara umum kompetensi dapat diartikan sebagai tingkat

pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam


menjalankan tugas yang dibebankannya didalam organisasi. Terdapat lima
lima kategori kompetensi, yang terdiri dari :

(a)

Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan


dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan Task
achievement ditunjukan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja,
memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli
pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.

(b)

Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan


dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan
memeuaskan kebutuhannya.

(c)

Personal attributemerupakan kompetensi karakteristik individu yang


meng- hubungkan bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan
berkembang.

(d)

Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan


dengan pengelolaan, pengawasan, dan pengembangan orang.

(e)

Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan


memimpin organisasidan orang untuk mencapai maksud, visi, dan
tujuan organisasi.

Dengan demikian, standar kompetensi merupakan kemampuan


seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau
tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. Mengaacu pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) rumusan kemampuan
kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian
serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Standar
kompetensi
kerja
dikembangkan
mengacu
pada
Permenakertrans No. 21/MEN/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI. Atas
dasar penetapan tersebut maka standar kompetensi yang dikembangkan
harus mengacu kepada Regional Model of Competency Standard (RMCS).
Prinsip yang harus dipenuhi dalam penyusunan standar dengan model RMCS
yang merefleksikan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia
usaha dan industri, maka harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:
(a)

Fokus kepada kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Dimana


kompetensi kerja yang berlaku dan diibutuhkan oleh dunia usaha/dunia
industri, dalam upaya melaksanakan proses bisnis sesuai dengan
tuntutan oprasional perusahaan yang dipengaruhi oleh dampak era
globalisasi;

(b)

Kompatibilitas. Memiliki kompatibilitas dengan standar yang berlaku di


dunia usaha/dunia industri untuk bidang pekerjaan yang sejenis dan
kompatibel dengan standar sejenis yang berlaku dinegara lain ataupun
secara internasional.

(c)

Fleksibilitas. Memiliki sifat generik yang mampu mengakomodasi


perubahan dan penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang diaplikasikan dalam bidang pekerjaan terkait;

(d)

Keterukuran. Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus


memiliki kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus
terfokus pada apa yang

diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat kerja, memberikan


pengarahan yang cukup untuk pelatihan dan penilaian, diperlihatkan
dalam bentuk hasil akhir yang diharapkan, selaras dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, standar produk dan jasa yang
terkait serta kode etik profesi.
(e)

Ketelusuran. Standar harus memiliki sifat ketelusuran yang tinggi,


sehingga dapat menjamin: ebenaran substansi yang tertuang dalam
standar, dapat tertelusuri sumber rujukan yang menjadi dasar
perumusan standar

(f)

Transferlibilitas. Terfokus pada keterampilan dan pengetahuan yang


dapat dialihkan kedalam situasi maupun di tempat kerja yang baru.
Aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, terumuskan secara
holistik (menyatu).

4.

Survei Kebutuhan Pelatihan

training needs survei adalah cara meminta anggota organisasi, kelompok


atau anggota masyarakat apa yang mereka lihat sebagai kebutuhan yang
paling penting dari organisasi, kelompok atau masyarakat. Hasil survei
kemudian memandu tindakan apa yang akan dilakukan dimasa depan. Cara
yang digunakan tergantung pada sumber daya (waktu, uang, dan
responden). Survei bisa dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada
orang organisasi, atau orang sekitar (pelanggan misalnya) yang
bersentuhan langsung dengan organisasi tersebut. menurut Sedarmayanti
(2006:175176) metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan kemampuan dan
keterampilan apa yang dibutuhkan. Pertanyaan ini untuk menentukan:
(a)

Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna melaksanakan


tugas jabatannya

(b)

Skala prioritas tentang kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan


guna merumuskan kurikulum pelatihan.

Karakteristik umum training needs survei menurut Berkowitz, Bill and


Nagy, Jenette (2014), sebagai berikut:
(a)

Memiliki daftar pertanyaan yang harus dijawab.

(b)

Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu.

(c)

Wawancara dilakukan secara pribadi, telepon,


tanggapan tertulis (misalnya, mail-in survei).

(d)

Hasil survei
digunakan.

ditabulasi,

diringkas,

atau

didistribusikan,

Daftar Pustaka

dengan

dibahas,

dan

Idris (tt). Analisis Kebutuhan Diklat (training Needs) dalam Berbagai


Pendekatan.
Jerold E. Kemp, Gary R. Morrison, Steven M. Ross (1994) Designing Effective
Instruction.
New York: Macmillan College Publishing Company

Arief S. Sadiman (1992/1993) Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa


Bahan Perkuliahan. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Allison Rosset and Joseph W. Arwady (1987) Training Needs Assesment.
New
Jersey:
Education Techology Publications, Inc
http://jadhie.blogspot.co.id/2011/12/standar-kompetensi-kerjanasional.html
https://edutrial.wordpress.com/2012/05/05/analisis-kebutuhan-diklattraining-needs- assessment/
http://bkd.jogjaprov.go.id/detail/konsepsi-analisis-kebutuhan-diklatakd/358

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 361

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
10.
2

Srategi
Pengembangan
Kapasitas Pendamping
Lokal
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merumuskan strategi peningkatan kapasitas
Lokal Desa sesuai dengan tupoksinya;
2. Merumuskan rencana kegiatan
Pendamping Lokal Desa.

Pendamping

pengembangan

kapasitas

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, Simulasi Rencana Pengembangan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa, dan Pleno.

Media

Media Tayang 10.2.1;

Lembar Kerja 10.2.1: Matrik Diskusi Alternatif Pengembagan


Kapasitas Pendamping Lokal Desa;

Lembar Kerja 10.2.2: Matrik Diskusi Rencana Pengembagan


Kapasitas Pendamping Lokal Desa;

Lembar Informasi 10.2.1: Pengembangan Pendamping Lokal Desa

362| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Strategi Pengembangan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Strategi
Pengembangan Kapasitas Pendamping Lokal Desa yang
difasilitasi oleh Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
(TAPM) di tingkat Kabupaten/Kota;

2.

Lakukan pemaparan dalam pleno tentang konsep dan


tahapan penyusunan Rencana Pengembangan Kapasitas
Pendamping Lokal Desa. Gunakan lembar tayang yang telah
disediakan;

3.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya,


mengajukan pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan
yang telah dilakukan;

4.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan
dengan menuliskan dalam kartu sebagai pegangan bagi
pelatih;

5.

Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan


kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.

dan

Kegiatan 2: Menyusun Rencana Pengembangan


Kapasitas Pendamping Lokal Desa
6.

Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


kegiatan penyusunan Rencana Pengembangan Kapasitas
Pendamping Lokal Desa serta mengkaitkan dengan kegiatan
sebelumnya;

7.

Bagilah peserta dalam 4 5 kelompok untuk menyusun


Rencana Pengembangan Kapasitas Pendamping Lokal Desa,
sebagai panduan gunakan Lembar Kerja 10.2.1-2;

8.

Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mendiskusikannya dalam kelompok. Hasilnya ditulis dalam
kertas plano dan di tempelkan di dinding agar dapat diamati
oleh peserta lain;

9.

Mintalah 1 atau 2 kelompok untuk memaparkan hasilnya


dalam pleno;

PENDAMPING

DESA kepada peserta lain untuk bertanya,


10. Berikan kesempatan
mengajukan pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan
yang telah dilakukan;

11. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan
dengan menuliskan dalam kartu sebagai pegangan bagi
pelatih;
12. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan
kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.

dan

Lembar Kerja 10.2.1

Matrik Diskusi Alternatif Kegiatan Pengembangan


Kapasitas Pendamping Lokal Desa
No.

Tugas Pokok

1.

Mendampingi
Pemerintah
Kecamatan dalam
implementasi UU
Desa

2.

Melakukan
pendampingan
dan pengendalian
PLD dalam
menjalanan tugas
dan fungsinya.
Fasilitasi
kaderisasi
masyarakat
Desa dalam
rangka
pelaksanaan UU
Fasilitasi
penyusunan
produk hukum di
Desa dan/atau
antar Desa.
Fasilitas
kerjasama
antardesa dan
dengan phak
ketiga dalam
rangka
pembangunan
dan
Mendampingi desa
dalam
perencanaan,
pelaksanaan dan
pemantauan
pembangunan dan
pemberdayaan
Fasilitasi
koordinasi
sektoral di Desa
dan pihak terkait.
Fasilitasi
pemberdayaan
perempuan,
anak dan kaum

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Permasalah
an
(kelemaha

Aternatif Solusi
Pelatihan
NonPelatihan

No.

Tugas Pokok
difabel/kebutuhan
khusus,
kelompokmiskin
dan masyarakat
marjinal.

Permasalah
an
(kelemaha

Aternatif Solusi
Pelatihan
NonPelatihan

Catatan:
(1) Permasalahan merupakan kesenjangan antara tujuan yang diharapkan

dengan kompetensi nyata yang ditunjukkan oleh Pendamping Lokal


Desa. Permasalahan dapat dirumuskan berdasarkan catatan kelemahan
yang dihadapi oleh Pendamping yang telah dianalisis pada kegiatan
sebelumnya.
(2) Alternatif

solusi merupakan pilihan yang diambil dalam rangka


pengendalian kinerja yang dilakukan dalam bentuk pelatihan atau nonpelatihan
seperti:
bimbingan
teknis,
asistensi,
konsultasi,
resutrukturisasi, rotasi, magang dan lain- lain.

Lembar Kerja 10.2.1

Matrik Diskusi Rencana Pengembangan


Kapasitas Pendamping Lokal
Desa
No.

A.

Kegiatan
Pegembang
an
Kapasitas
Pelatihan

Penanggu
ng
Jawab

Pemangku
kepenting
an lain
yang
Terlibat

Proses

Waktu

Ket.

1.
2.
3.
dst

B.

Non-Pelatihan
1.
2.
3.
dst

Catatan:
(1)

(2)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;
Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SP
B
10.

A.

Lembar
Informasi

Pengembangan
Kapasitas

Latar Belakang
Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pendamping saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan
kelembagan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering
dikenal dengan sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi
pencapaian, dan peraturan operasional. Hal demikian mengisyaratkan
adanya tingkat pengembangan kapasitas (capacity development) yang
berarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada (existing capacity),
dan pengembangan kapasitas yang mengedepankan proses kreatif untuk
membangun kapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.
Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan
sesuatu, atau serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel
pada diri individu, kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat
kemampuan penyesuaian individu dan organisasi dalam menghadapi
dinamika perubahan lingkungan. Oleh karena itu peningkatan kapasitas
pendamping dapat dilakukan melalui proses menganalisis lingkungan,
mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan pengembangan diri,
isu-isu strategis dalam masyarakat dan peluang yang dapat diperankan
pendamping, membuat formulasi strategi dalam proses mengatasi masalah,
serta merancang sebuah rencana aksi agar dapat dilaksanakan guna
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good
Governance bahwa peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek
yaitu. Pertama, pengembangan SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen
yang transparan, pemutusan pegawai secara profesional, dan updating pola
manajerial dan teknis. Kedua, pengembangan kelembagaan yang mencakup
pada aspek menganalisis postur struktur organisasi berdasarkan peran dan
fungsi, proses pengembangan SDM, dan gaya manajemen organisasi.
368| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Ketiga, pengembangan jejaring kerja (networking) yang dilakukan melalui


penguatan koordinasi, memperjelas fungsi jejaring, serta interaksi formal
dan informal antarkelembagaan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 369

PENDAMPING
DESA

B.

Tingkatan Pengembangan Kapasitas

Pengembangan kapasitas demikian menjelaskan adanya tingkatan yang


mencakup keseluruhan aspek berdasarkan analisis kebutuhan organisasi
atau dalam lingkup Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa dalam
bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Secara umum,
tingkatan pengembangan kapasitas diuraikan sebagai berikut:
Pertama, tingkat pengembangan sistem pendampingan. Pada
tingkatan ini, pengembangan kapasitas dilakukan terhadap kerangka kerja
yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan dan kondisi dasar yang
mendukung pencapaian tujuan kebijakan atau program tertentu. Ketika Tim
Pendamping Lokal Desa memiliki target capaian yang menjadi sasaran yang
hendak dicapai secara berkualitas dan berintegritas, maka pada tingkatan
ini perlu dibangun adanya pengaturan sistem pendidikan dan pelatihan
yang baik sebagaimana ditetapkan dalam standar kompetensi Pendamping
Lokal Desa.
Penerapan manajemen kualitas pelayanan yang diberikan oleh
pendamping merupakan langkah untuk terwujudnya pelayanan yang
mengedepankan
kepentingan
pengguna
yaitu
masyarakat
yang
didampinginya. Fokus pada pengguna mutlak dilakukan karena pelayanan
sangat tergantung pada keberadaan pengguna yang membutuhkan jasa
pelayanan. Dalam hal ini, Pendamping Lokal Desa memiliki pengguna bukan
sekadar kelompok, aparatur Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa,
tetapi juga pemangku kepentingan lain yang bergerak di bidang
pembangunan dan pemberdayaan Desa. Oleh karena itu, pengembangan
kapasitas Pendamping Lokal Desa tidak hanya berperan dalam pelatihan
saja lebih dari bagaimana mendorong kinerja, koordinasi dan mensertifikasi
seluruh pendamping di bidang pembangunan dan pemberdayaan Desa.
Kedua, tingkat pengembangan kelembagaan pendamping. Pada
tingkatan ini, pengembangan dilakukan untuk mengembangkan prosedur
dan mekanisme pekerjaan serta membangun hubungan atau jejaring kerja
pendamping dengan pemangku kepentingan lain. Dalam organisasi, jejaring
kerja jelas sangat dibutuhkan untuk setiap tingkatan manajemen yang biasa
dikenal dengan perencanaan, pengorganisasian, pembagian kerja,
pengawasan. Oleh karena itu, dalam setiap tahapan harus didukung adanya
penguasaan tentang cara-cara berinteraksi dengan orang lain untuk dapat
menciptakan jejaring kerja dengan siapa saja, agar mendapatkan respon
positif dalam organisasi. Hal ini penting dan tentu harus dilakukan oleh
seluruh Pendamping Lokal Desa agar target capaian organisasi tidak
mungkin dapat diselesaikan oleh seorang diri tetapi harus diselesaikan
dengan berkolaborasi untuk mencapai hasil yang sinergis. Jika kondisi
tersebut dapat terwujud, maka akan dapat menciptakan suasana kerja yang

PENDAMPING

kondusif dan terkuranginya DESA


ketegangan
menurunnnya tingkat produktivitas kerja.

atau

stres

yang

memicu

Dalam proses pengembangan kapasitas, salah satu cara yang cukup


efektif untuk meningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja dengan
meniru bagaimana orang-orang sukses berinteraksi dengan orang lain.
Namun perlu diketahui bahwa

proses meniru bukan merupakan perkerjaan yang mudah asal mengikuti,


tetapi butuh adanya kecerdasan dalam mengidentifikasi berbagai aspek
terkait dengan proses interaksi, misalnya bagaimana cara mengendalikan
emosi, cara menghargai orang lain, cara berbicara, cara merespon dan
sebagainya. Setidaknya membangun jejaring kerja merupakan suatu seni
sehingga tidak mudah dibuat suatu pola hubungan yang baku.
Ketiga, tingkat pengembangan individu. Pada tingkatan ini,
pengembangan diarahkan pada diskrepansi kompetensi teknis dan
kompetensi manajerial melalui pengelompokan pekerjaan sebagai
pendamping. Harus diketahui bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan
utuh yang menggambarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
yang dimiliki seseorang terkait dengan pekerjaannya sebagai Pendamping
Lokal Desa untuk dapat diaktualisasikan dalam bentuk tindakan nyata.
Secara umum, diskrepansi kompetensi ditelaah melalui proses analisis
kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa dengan
mengukur kompetensi pegawai yang ada dan membandingkannya dengan
standar kompetensi pekerjaan yang sudah baku. Dengan demikin
pelaksanaan kajian diperlukan suatu standar kompetensi yang berisi acuan
ideal tentang seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
seharusnya dimiliki seseorang Pendamping Lokal Desa untuk melakukan
pekerjaan tersebut secara efektif. Inilah yang kemudian disebut standar
kompetensi bidang keahlian sebagai refleksi atas kompetensi yang
diharapkan dimiliki seseorang yang berkerja dalam bidang tersebut.

C.

Pola Kerja Pengembangan Kapasitas

Peristilahan capacity building sesungguhnya berkembang mulai dari fase


1950-an dan 1960-an yang dimaksudkan untuk menyebut proses
pengembangan masyarakat yang berfokus pada peningkatan kapasitas
penguasaan teknologi di daerah pedesaan. Pada 1970-an, laporan badan
organisasi PBB menekankan pentingnya pembangunan kapasitas untuk
keterampilan teknis di daerah pedesaan, dan juga di sektor administrasi
negara berkembang. Pusatnya, pada 1990-an, UNDP menjadikan gerakan
capacity building sebagai konsep pembangunan untuk meningkatkan
kapasitas pemberdayaan dan partisipasi keseluruhan unit organisasi.
Dengan demikian, pola kerja pengembangan kapasitas sangat
menekankan adanya keterlibatan keseluruhan komponen organisasi secara
kesederajatan dan adanya dialog terbuka untuk bersepakat mencapai
tujuan sasaran organisasi. Sebuah proses kapasitas yang efektif harus
mendorong partisipasi oleh semua pihak yang terlibat. Jika stakeholder yang
terlibat dan keseluruhan anggota organisasi dalam proses perumusan target
capaian terlibat, tentu kesemuanya akan merasa memiliki organisasi dan
370| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

akan lebih bertanggung jawab atas hasil dan keberlanjutan capaian


organisasi. Keterlibatan keseluruhan komponen secara langsung jelas
sangat memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang cepat dan
efektif, sekaligus lebih transparan.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 371

Kebersamaan mengembangkan kapasitas juga pada akhirnya akan


mengevaluasi target capaian yang pernah ada pada masa sebelumnya, dan
memungkinkan adanya pembangun kapasitas untuk melihat sisi mana yang
membutuhkan penguatan, hal mana yang mesti diprioritaskan, dan
tentunya dengan cara apa pencapaian target akan dilakukan. Oleh karena
itu, pengembangan kapasitas yang tidak diawali adanya studi komprehensif
tentang kebutuhan organisasi dan penilaian kondisi yang sudah ada
sebelumnya, pada umumnya hanya akan membatasi pada pelatihan saja,
padahal sesuai tingkatan pengembangan harus mencakup keseluruhan
komponen organisasi. Perlu adanya evaluasi peningkatan kapasitas guna
mengontrol akuntabilitas kinerja organisasi melalui pengukuran berdasarkan
pada perubahan kinerja berbasis pengaturan kelembagaan, kepemimpinan,
pengetahuan, dan akuntabilitas.

D.

Kompetensi Pendamping Lokal Desa

Pendamping Lokal Desa yang berkualitas dan handal dicirikan antara lain
oleh kinerja yang tinggi, khususnya kompetensi teknis, kompetensi
berinteraksi dengan masyarakat, mengelola pemangku kepentingan dan
kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship), serta memiliki daya fisikal
handal. Sebelum dan selama berkiprah melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat, maka kompetensi tertentu yang dimiliki Pendamping Lokal
Desa perlu lebih ditajamkan dan ditingkatkan sedemikian rupa, sehingga
memiliki penampilan sederhana, low profile, berjiwa kritis, arif, terbuka,
berkepribadian tinggi, ramah, kooperatif, mampu bekerja dalam tim,
menghargai dan menghormati orang- orang lain, memiliki daya penguasaan
dan pengendalian diri yang kuat.
Merujuk pada gagasan Rotwell, maka Pendamping Lokal Desa dituntut
memiliki empat kompetenasi, yaitu:
1.

Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi


mengenai bidang yang menjadi tugas pokok dalam mendampingi
masyarakat;

2.

Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi


yang berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang
dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi atau tim kerja;

3.

Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan


komunikasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam pelaksanaan
tugas pokoknya;

4.

Kompetensi lntelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence)


yaitu kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke
depan.

Mengingat
masyarakat
senantiasa
dinamis
seiring
dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan

global, maka pengembangan kompetensi merupakan suatu hal yang harus


dilakukan
secara
terencana
dan
berkelanjutan.
Artinya
setiap
pengembangan kompetensi Pendamping Lokal Desa harus didasarkan pada
hasil analisis kebutuhan pekerjaan atau tugas dan analisis jabatan, sehingga
pengembangan kapasitas tepat sasaran dan berdayaguna dalam
meningkatkan kinerja.

Dengan demikian, pengembangan kompetensi Pendamping Lokal


Desa bukan sebagai beban organisasi, akan tetapi menjadi alat strategis
untuk meningkatkan kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan.
Pada hakekatnya, pengembangan kompetensi Pendamping Lokal Desa
dapat dikelompokkan dalam dua katagori, yaitu::
1.

Kompetensi
Umum
(General
Competency),artinya,
meskipun
pendamping memiliki posisi atau jabatan dan tugas pokoknya berbeda
dalam tingkatan organisasi, namun jenis kemampuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang bersifat dasar yang dibutuhkan akan
disamakan. Misalnya, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat,
Pendamping Lokal Desa, Pendamping Lokal Desa, dan KPMD tentunya
memiliki kebutuhan yang sama sebagai pendamping dalam hal teknik
fasilitasi.

2.

Kompetensi Khusus (Spesific Competency), artinya setiap unit atau


satuan kerja dalam organisasi tidak sama kebutuhan jenis keahliannya,
karena latar belakang teknis substantif (Technical Competence).
Misalnya pendamping bidang Pemberdayaan Masayarakat Desa akan
berbeda tuntutan kompetensinya dengan Pendamping Lokal Desa
Teknis (Infrastruktur Desa)

E.

Berorietasi pada Kualitas Layanan

Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa perlu dilakukan melalui


tindakan terkoordinasi, artinya seluruh elemen yang terlibat dalam
pembangunan dan pemberdayaan menjadi bagian dari proses pembelajaran
bagi Pendamping Lokal Desa. Hal ini juga terkait dengan peran
kelembagaan atau instansi pemerintah sebagai pemangku utama dalam
pengembangan masyarakat, khususnya yang terkait dengan dampak dari
UndangUndang Desa terhadap eksistensi Pendamping Lokal Desa. Oleh
karena itu, peningkatan kapasitas dilakukan dengan melakukan inventarisasi
dan mengkaji hal-hal sebagai berikut:
1.

Keberadaan program pelatihan atau Diklat pendamping;

2.

Keberadaan dan program pendamping dari kalangan aparat atau dinas


terkait;

3.

Keberadaan dan
programmnya

4.

Sarana dan dana yang tersedia bagi program pemberdayaan


masyarakat. Mengupayakan penggunaan Dana Desa atau Dana Alokasi
Desa dibangun dalam kerangka perubahan dan keberlanjutan bukan
proyek. Termasuk dana pendampingan yang bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK);

5.

Keberadaan dukungan dan kebijakan dari Pemerintah Daerah,


khususnya terkait dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota
bersangkutan.

status

dari

Pendamping

372| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lokal

Desa

beserta

Pada tahap selanjutnya disusun perencanaan umum untuk melakukan


kegiatan pembinaan dan pembimbingan bagi semua pendamping di tingkat
Kabupaten/Kota. Di sini keterlibatan unit teknis/SKPD terkait, lembaga
penelitian, dan perguruan tinggi mutlak diperlukan, khususnya untuk
mengukur kesenjangan kompetensi pendamping,

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 373

antara yang dimiliki sekarang dengan apa yang menjadi harapan


masyarakat, serta merancang materi pembelajaran (subject matters) untuk
peningkatan kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dari proses ini dihasilkan
rumusan tentang kompetensi baru yang perlu internalisasikan kepada
Pendamping Lokal Desa. Pada tahap ini diidentifikasi dan dipilah-pilah
materimateri pembelajaran yang diperlukan, diantaranya mencakup
kompetensi umum dan kompetensi khusus termasuk dalam keterampilan
sosial.
Secara lebih rinci rencana peningkatan kapasitas dijabarkan secara
rinci dalam bentuk kurikulum, berupa GBPP (Garis-garis Besar Program
Pembelajaran), TIU (Tujuan Instruksional Umum dan TIK (Tujuan Instruksional
Khusus), serta Kerangka Acuan dari program yang akan diselenggarakan.
Semua kegiatan ini dilandaskan kepada materi pembelajaran sesuai dengan
upaya peningkatan kompetensi khusus.
Efektivitas dan efisiensi proses belajar hendaklah dijadikan pedoman di
dalam upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas Pendamping Lokal Desa.
Oleh karena itu, semua pihak terkait, yakni SKPD, Pemerintah
Kabupaten/Kota, pakar perguruan tinggi, LSM dan sukarelawan terkait serta
lembaga penyandang dana (donor), perlu sepakat dan mendukung gagasan
pengembangan kapasitas yang lebih bersifat bottom-up program planning.

F.

Pemberdayaan Pendamping

Pemberdayaan pendamping sebagai bagian dari investasi SDM


(Empowerment of Human Resources), merupakan aspek manajemen yang
sangat strategis, karena pendamping diharapkan dapat menjadi penggerak
dan
daya
terhadap
sumber-sumber
lainnya
pembangunan
dan
pemberdayaan masyarakat di Desa. Apabila pendamping tidak dapat
menunjukkan daya dan memberikan daya terhadap sumber lainnya, maka
dapat dipastikan pembangunan dan pemberdayaan tidak berjalan secara
efektif dan efisien.
Dalam pemberdayaan pendamping ada dua istilah yang perlu dipahami
yaitu pemberdayaan dan pendamping. Dua kata ini memiliki makna
yang sangat strategis terkait upaya memperkuat posisi dan peran dalam
masyarakat. Pemberdayaan mengandung makna bahwa terjadi perubahan
dinamis dan berkelanjutan dari ketidakmampuan menuju kesuksesan atau
kemandirian. Sedangkan, kata pendamping bermakna subjek dan objek
yang memiliki peran, kemampuan (competency) dan mandat dalam
mendukung pembangunan dan pemberdayaan Desa.
Upaya peningkatan merupakan serangkaian tindakan sistematis dalam
membangun kepribadian pendamping yang mampu bertindak dan bekerja
secara profesional, adaptif, berjiwa sukarela, kreatif dan siap menghadapi

berbagai tantangan dan perubahan yang terjadi. Pendamping adalah mental


dan cara pandang bukan identitas yang melekat dalam diri seseorang yang
bersifat kontraktual, tetapi sebagai panggilan jiwa untuk bekerja bersama
masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan bersama.Cara pemberdayaan
pendamping, yaitu:

1.

Memberi Peran

Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam
melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam
lembaga tersebut. Seseorang yang diberi peran dalam pekerjaan akan
merasa ada perhatian khusus dari lembaga yang dapat mempengaruhi
psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai tuntutan agar
orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya.
Misal seorang guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap
waktu. Kondisi yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan
pemberian peran. Dan jangan sampai peran yang diberikan bertentangan
dengan kompetensi yang dimiliki dan kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu
pula peran yang diberikan tidak over load . Agar semua bisa teratasi dengan
baik diperlukan :
(a)

Rancangan beban tugas harus jelas dan pas.

(b)

Mempunyai tujuan peran yang jelas seperti program promosi

(c)

jabatan dan lain-lainnya.

(d)

Menerapkan manajemen kinerja yang efektif.

(e)

Merancang sesuai dengan kebutuhan tugas pendamping.

(f)

Menjelaskan keseluruhan kepada pemangku kepentingan.

(g)

Membuat struktur organisasi kerja yang jelas.

2.

Membentuk Kelompok Kerja

Memberdayakan pendamping dapat dilakukan dengan membentuk tim atau


kelompok kerja baik dilakukan secara fomal maupun non formal. Secara
formal kelompok dibentuk atas dasar tugas yang diberikan oleh organisasi
atau lembaga penyelenggara atau biasa disebut kelompok kerja. Sedangkan
pembentukan kelompok non formal dilakukan hanya kepada personal yang
mempunyai kepentingan bersama. Ada beberapa langkah dalam mebentuk
kelompok:
(a)

Storming, yaitu menghimpun pendapat


kelompok dan merumuskan bersama-sama.

(b)

Pembentukan diri, yaitu saling mengenali satu sama lain dan


mempelajari peran mereka dalam kelompok.

(c)

Norming, yaitu menentukan norma atau aturan-aturan yang ditetapkan.

(d)

Performing, yaitu
bersama-sama.

G.

menampilkan

kegiatan

dari

beberapa

yang

Pola Pengembangan Kapasitas Pendamping

sudah

anggota

disepakati

Penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan bagi pendamping


sifatnya sangat situasional. Artinya dirumuskan sesuai perhitungan
kepentingan organisasi dan

kebutuhan, penerapan prinsip belajar dapat berbeda dalam aksentuasi dan


intensitas, yang pada gilirannya tercermin pada penggunaan teknik dalam
proses pembelajaran.
Melaksanakan program pelatihan dan pengembangan pada prinsipnya
melaksanakan proses pembelajaran, artinya ada pelatih yang mengajarkan
suatu topik atau mata latih. Oleh karena itu, tepat tidaknya suatu teknik
fasilitasi tergantung pada pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti
penghematan dalam pembiayaan, materi dan fasilitas yang tersedia,
kemampuan peserta, kemampuan pelatih dan prinsip belajar yang
digunakan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
program pelatihan dan pengembangan antara lain :
(a)

On the job atau pelatihan dalam jabatan, merupakan teknik pelatihan


di mana para peserta dilatih langsung di tempat dia bekerja.
Sasarannya adalah meningkatkan kemampuan peserta latihan
mengerjakan tugasnya yang sekarang. Yang bertindak sebagai pelatih
bisa seorang pelatih formal, atasan langsung, atau rekan sekerja yang
lebih senior dan berpengalaman. Pelatihan dalam jabatan ini meliputi
empat tahap yaitu :

peserta pelatihan memperoleh informasi tentang pekerjaan yang


menjadi tanggung jawabnya dan hasil yang diharapkan,
kesemuanya dikaitkan dengan relevansi pelatihan dengan
peningkatan kemampuan peserta pelatihan yang bersangkutan.

pelatih mendemonstrasikan cara yang baik melaksanakan


pekerjaan tertentu untuk dicontoh oleh pegawai yang sedang
dilatih.

peserta pelatihan disuruh mempraktekkannya sendiri apa yang


telah didemonstrasikan pelatih.

pendamping menunjukkan kemampuan bekerja menurut cara yang


telah dipelajarinya secara mandiri.

(b)

Vestibule merupakan metode pelatihan untuk meningkatkan


keterampilan terutama yang bersifat teknikal, di tempat pekerjaan,
akan tetapi tanpa menggangu kegiatan organisasi sehari-hari. Hal ini
berarti organisasi harus menyediakan lokasi dan fasilitas khusus untuk
berlatih, sehingga tidak mengganggu pekerjaan yang sebenarnya.
Vestibulemerupakan bentuk pengembangan kapasitas yang dilakukan
dalam situasi tugas atau kerja. Misalnya di kantor, agar pelatihan tidak
mengganggu kegiatan administrasi sehari-hari, maka disediakan satu
ruang khusus yang digunakan berlatih, seperti
menata ruang
pelayanan atau pengaduan, menerima pengaduan dari masyarakat
langsung, kegiatan konsutasi, dan lain-lain.

(c)

Apprenticeship(magang), biasa dipergunakan untuk pekerjaan yang


membutuh- kan keterampilan (skill) yang relatif tinggi. Program ini
biasanya mengkombinasi- kan on the job training dengan pengalaman
sistem magang ini dapat mengambil empat macam kegiatan yaitu:

(d)

seorang pegawai belajar dari pegawai lain yang lebih


berpengalaman.

coaching dalam hal mana seorang pemimpin mengajarkan caracara kerja yang benar kepada bawahannya di tempat pekerjaan dan
cara-cara yang diajarkan atasan tersebut ditini oleh pegawai yang
sedang mengikuti latihan.

menjadikan pegawai yang dilatih sebagai asisten.

menugaskan pegawai tertentu untuk duduk dalam berbagai panitia,


sehingga yang bersangkutan mendapat pengalaman lebih banyak.

Classroom methods. Dirancang dalam bentuk pembelajaran di dalam


kelas
dengan menggunakan metode ceramah diskusi. Aktivitas
pembelajaran pada umumnya berjalan sepihak yang instruktur aktif
memberikan informasi atau pengetahuan kepada peserta. Banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan metode ini, diantaranya
adalah faktor peserta, bahan belajar, pelatih. Semakin banyak jumlah
peserta dalam suatu ruang belajar biasanya semakin kurang efektif
(satu kelas lebih dari lima puluh orang). Demikian juga dengan bahan
belajar, bila pelatih tidak menyediakan bahan belajar (hand out)
menyebabkan peserta kesulitan mengikuti jalannya pembelajaran. Hal
yang tidak kalah pentingnya adalah instruktur, untuk model kuliah
diperlukan pelatih yang benar-benar mampu menguasai kelas dengan
berbagai keahliannya.

Daftar Pustaka
D.S
usanto (2010). Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan
Kualitas
Sumberdaya
Manusia
Pendamping
Pengembangan
Masyarakat. Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari,
Vol. 08, No. 1.
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/artikel-bpsdm/35-capacity-buildingdan-strategi- peningkatan-kualitas-sdm-organisasi
http://drpriyono.blogspot.co.id/2012/03/bab-iii-pengembanganpemberdayaan- sdm.html

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
10.
3

Pendalaman
Kurikulum dan Modul
Pelatihan Pratugas
Pendamping Lokal

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan tujuan dan substansi isi/materi Modul Pelatihan


Pratugas Pendamping Lokal Desa sesuai dengan silabus
pelatihan yang telah ditetapkan;

2.

Mengidentifikasi kebutuhan dan tingkat kesulitan penerapan


metode dan media pembelajaran sesuai dengan tujuan setiap
PB/SPB dengan benar;

3.

Menguraikan struktuk modul pelatihan pratugas Pendamping


Lokal Desa.

Waktu
10 JP (450 menit)

Metode
Kajian Kurikulum dan Modul, Telusur Informasi dan Sumber
Belajar, Diskusi Kelompok, dan Pemaparan.

Media

Media Tayang10.4.1;

Lembar Kerja 10.4.1; Matrik Diskusi Pendalaman Kurikulum


Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa;

Lembar Kerja 10.4.2; Matrik Diskusi Pendalaman Modul


Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa;

378| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Lembar Informasi 10.4.1: Kurikulum dan Modul Pelatihan


Pratugas Pendampingan Desa.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Kurikulum Pelatihan
1.

Menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan, proses dan


hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan pendalaman GarisGaris Besar Program Pelatihan (GBPP) atau kurikulum
sebagai kerangka acuan materi dan pembelajaran dalam
Pelatihan Pratugas Pendampingan Desa;

Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan silabus pelatihan kepada peserta sebelum pemb
pada sesi pembelajaran. Daftar pertanyaan diskusi dalam pendalaman materi dapat disesuaikan sesuai dina

2.

a.

Pelatih memaparkan tentang kerangka umum kurikulum


Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Desa yang akan
dipelajari peserta dengan menjelaskan hal-hal pokok sebagai
berikut;

Maksud dan tujuan disusunnya kurikulum pelatihan.

3.

b.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) berupa uraian


tentang Standar Kompetensi yang dipersyaratkan.

c.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) berupa uraian


tentang Indikator Keberhasilan yang harus dicapai.

d.

Garis-Garis Besar Materi Pelatihan (GBPP), yang berisi


tentang struktur materi, metode, media dan alat bantu,
penilaian dan waktu.

Mintalah kepada peserta dalam kelompok untuk mendalami


kurikulum dengan menggunakan Lembar Kerja 10.3.1;

4.

Berikan kesempatan untuk mempelajarinya selama 30


menit. Kemudian buatlah catatan kritis terkait hasl
pendalaman yang telah dilakukan untuk dipaparkan dalam
pleno;

5.

Jika terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan penjelasan


khusus, peserta dapat bertanya dan mengklarifikasi
langsung kepada pelatih.

6.

Kemudian, mintalah masing-masing kelompok


memaparkan hasil pendalamannya dalam pleno;

untuk

7.

Berikan
kesempatan
kepada
kelompok
memberikan tanggapan, pendapat dan saran;

untuk

8.

Buatlah catatan penting dari proses pembahasan yang


dilakukan;

9.

Pada akhir sesi lakukan penegasan dan penyimpulan dengan


mengkaitkan dengan topik berikutnya.

lain

Kegiatan 2: Memahami Struktur Modul Pelatihan


10. Menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan, proses dan
hasil yang ingin dicapai dalam memahami struktur dan
anatomi Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Desa
sebagai panduan bagi pelatih dalam memfasilitasi pelatihan;

Disarankan pelatih atau penyelenggara membagikan bahan modul pelatihan pratugas Pendamping Lokal De
mempelajarinya dengan seksama dan memberikan catatan kritis yang akan disampaikan pada sesi pembela

11. Lakukan pemaparan secara garis besar tentang hasil


telaahan terhadap silbus yang telah dilakukan pada kegiatan
sebelumnya dikaitkan dengan pendalaman tentang struktur
modul pelatihan pratugas Pendamping Lokal Desa,
kemudian meminta kepada peserta untuk memberikan
komentar atau pengalamannya dalam mempelajari modul
pelatihan sejenis yang pernah disusun.
12. Selanjutnya untuk memberikan pemahaman yang utuh,
pelatih meminta peserta untuk menyimak paparan tentang
struktur dan anatomi modul pelatihan pratugas Pendamping
Lokal Desa yang akan ditelaah (didalami) peserta dengan
menjelaskan hal-hal pokok sebagai berikut;
380| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

a.
b.
c.

Maksud dan tujuan disusunnya modul pelatihan.


Manfaat modul pelatihan;
Kerangka umum (struktur) dan ruang lingkup modul
pelatihan;
d.
Sasaran pengguna;
e. Cara penggunaan modul pelatihan (termasuk ikon-ikon
dan petunjuk telusur yang digunakan);
f.
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian dari pelatih.
13. Mintalah kepada peserta dalam kelompok untuk mendalami
struktur
dan
kerangka
modul
pelatihan
pratugas
Pendamping Lokal Desa dengan menggunakan Lembar
Kerja 10.3.2;
14. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya selama 30
menit. Kemudian buatlah catatan kritis terkait hasl
pendalaman yang telah dilakukan untuk dipaparkan dalam
pleno;
15. Jika terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan penjelasan
khusus, peserta dapat bertanya dan mengklarifikasi
langsung kepada pelatih.
16. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
17. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan tentang
materi yang telah dibahas.

Lembar Kerja 10.3.1

Matrik Diskusi Pendalaman Kurikulum


Pelatihan Pratugas Pendampingan
Lokal Desa
NO

1.

2.

3.

4.

5.

6.
7.
8.

ASPEK PENDALAMAN

Keselarasan maksud dan


tujuan pelatihan dengan
standar kompetensi dan
indikator keberhasilan
belajar.
Upaya menerapkan
standar kompetensi
yang dipersyaratkan.

HAL-HAL YANG
PERLU
DIPERHATIKAN

SARAN

Ruang lingkup (keluasan


dan kedalaman) materi
sesuai dengan tujuan
dan tupoksi Pendamping
Lokal Desa.
Optimalisasi pemanfaatan
media, alat bantu dan
sumber belajar lain dalam
mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Peluang
untuk
diadaptasi
sesuai
dengan
kebutuhan
pelatihan.
Penilaian proses dan
hasil pembalajaran
Tingkat kesulitan dan
target pencapaian
tujuan
Dll.

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan


pemahaman dan pengalamannya tentang pendalaman terhadap
silabus pelatihan;

(3)

Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

382| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Kerja 10.3.2

Matrik Diskusi Pendalaman Modul Pelatihan


Pratugas Pendampingan Lokal
Desa
Judul Modul
Penulis
Tahun Terbit
Jumlah Hal
Penerbit
NO

:
:
:
:
:

ASPEK PENDALAMAN

1.

Sistematika atau struktur


modul pelatihan

2.

Tujuan dan perubahan


perilaku yang diharapkan.

3.

Alur penyajian proses atau


langkah-langkah
pembelajaran.
Materi dan bahan bacaan
dengan tujuan setiap
PB/SPB.
Media dan alat bantu
yang digunakan

4.
5.
6.
7.
8.

9.

Keterlibatan aktif peserta


dalam proses
pembelajaran.
Daya tarik penyajian desain
dan tata letak modul
pelatihan.
Kelengkapan pendukung
(panduan pelatih, lembar
media, lembar informasi.

Tingkat kesulitan dan


kemudahan dalam
menggunakan modul
pelatihan
10. Peluang untuk
menyesuaikan dengan
kebutuhan fasilitasi
dalam situasi yang
10. Dll.

HAL-HAL YANG
PERLU
DIPERHATIKAN

SARAN

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Pendalaman modul pelatihan lebih difokuskan pada penguasaan


substansi dan metodologi, bukan untuk memberikan resensi, penilaian
dan perubahan.

(3)

Peserta diberikan kesempatan kepada untuk mengungkapkan


pemahaman dan penguasaan tentang struktur modul pelatihan yang
dipelajarinya;

(4)

Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SPB
10.4

Rencana
Pembelajaran

Praktek

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mempersiapkan pelatihan pratugas Pendamping Lokal Desa
dalam rangka meningkatkan kemampuan fasilitasi pelatihan
melalui kegiatan praktek melatih;
2. Mempratekkan modul pelatihan Pratugas Pendamping Lokal
Desa dengan menggunakan pendekatan micro teaching;
3. Memberikan umpan balikberdasarkan saran atau masukan
positif dalam rangka memperbaiki keterampilan melatih
(training skills) dalam pelatihan pratugas Pendamping Lokal
Desa;

Waktu
10 JP (450 menit)

Metode
Peer Teaching, Observasi, dan Micro Teaching

Media

Media Tayang 10.4.1: Panduan Tugas Peserta dalam Peer-Teaching

Lembar Penilaian 10.4.1: Format Penilaian


Pembelajaran Mikro (Microteaching);

Lembar Penilaian 10.4.2: Format Pengamatan


Pembelajaran Mikro (Microteaching);

Lembar Informasi 10.4.1: Pembelajaran Mikro dalam


Meningkatkan Keterampilan Melatih

386| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Alat Bantu
Kertas Plano, plano, spidol, Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard

Proses
Pembelajaran
Kegiatan 1:
Persiapan
1.

Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan


dilakukan dalam sesi ini dengan menegaskan bahwa
kegiatan micro teaching merupakan bagian dari penerapan
pengalaman dalam situasi nyata pada saat Pendamping
Lokal Desa memfasilitasi kegiatan pelatihan Pendamping
Lokal Desa dan Kader Desa;

2.

Bagilah
peserta
dalam
beberapa
kelompok
untuk
membentuk peer teaching. Jumlah kelompok disesuaikan
dengan topik-topik yang akan diujikan dalam latihan micro
teaching;

3.

Selanjutnya,
mintalah
kepada
peserta
untuk
mengkompilasikan informasi, sumber belajar, catatan dan
hasil diskusi yang telah dilakukan pada sesi sebelumnya
sesuai silabus dan modul pelatihan pratugas pendampingan
desa untuk dipraktekkan dalam kegiatan micro teaching;

4.

Bagilah
peserta
dalam
beberapa
kelompok
untuk
membentuk Peer Teaching. Kemdian pilihlah satu topik
dalam silabus kemudian buatkan rencana pembelajaran.
Pelatih dapat mempersiapkan daftar topik yang harus
disimulasikan dalam micro teaching, kemudian diminta
peserta untuk memilihnya dengan cara diundi;

5.

Sesuai topik tersebut, berikan instruksi kepada kelompok


untuk mempersiapkan topik, materi termasuk, bahan
bacaan media dan
alat bantu, serta penilaian dengan
mempelajari silabus yang telah dibuat pada sesi
sebelumnya;

6.

Berikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan dan


melatih
kemampuan
mengajarnya
sesuai
rencana
pembelajaran yang telah disusun.

Kegiatan 2: Praktek Melatih


7.

Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari


kegiatan micro teaching ini dikaitkan dengan kegiatan yang
akan dilakukan;

8.

PENDAMPING

Pada tahapan DESA


ini masing-masing kelompok melakukan
praktik microteaching dalam bentuk peer teaching, yaitu
mempraktikkan apa

yang telah mereka persiapkan secara tertulis dalam


rencana pembelajaran;
9.

Selanjutnya, mintalah setiap kelompok untuk melakukan


praktek sesuai dengan tugasnya dengan cara peer teaching
di sini ialah melatih teman sejawatnya yang bertindak
sebagai peserta. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Kelompok lain sebagai peserta

1 tim berperan sebagai pelatih;

1 orang time keeper

2 orang berperan sebagai observer.

10. Ketika praktik micro teaching berlangsung, hendaknya


pelatih senantiasa mengontrol apakah semuanya sudah
berjalan pada jalur yang semestinya;
11. Pada saat micro teaching berlangsung, pengamat dari
kelompok lain yang ditunjuk dan pelatih melakukan kegiatan
pengamatan dan penilauan terhadap tim pelatih yang
sedang praktek melatih. Pelatih menggunakan Lembar
Penilaian 10.4.1 sedangkan pengamat melakukan penilaian
menggunakan Lembar Penilaian 10.4.2;
12. Disamping itu, pelatih, panitia dan peserta bersama-sama
dapat mendokumentasikan praktek pembelajaran dengan
memperguna- kan panduan pengamatan. Seiring dengan itu
dilakukan perekaman (ATR/VTR, kamera HP atau perekam
lain) sesuai dengan kebutuhan dan fasilitas yang tersedia;
13. Lakukan praktek micro teaching ini kepada semua kelompok
secara bergiliran;
14. Pengamat dan pelatih dapat memberikan
pengamatan kepada masing-masing kelompok.

catatan

Kegiatan 2: Umpan Balik


15. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan umpan balik ini dikaitkan dengan kegiatan pratek
melatih yang telah dilakukan sebelumnya;
16. Penilaian dilakukan dengan dua cara yaitu: Pertama,
penilaian harian dan penilaian penyelenggaraan pelatihan.
Penilaian harian digunakan untuk mengukur proses kegiatan
belajar harian yang dilakukan di setiap kelas. Pelatih dapat
menggunakan Lembar Penilaian (10.4.1).Kedua, penilaian
akhir pelatihan untuk mengukur kepuasan peserta terhadap
penyelenggaraan pelatihan secara keseluruhan dengan
menggunakan Lembar Penilaian (10.4.2);

17. Berikan kesempatan kepada masing-masing peserta


untuk mengisinya (selama 10 menit);

Evaluasi dilakukan untuk mengukur penguasaan terhadap materi pokok yang diberikan selama melakukan p
test dan post-test). Hasilnya dapat dijadikan bahan pertimbangan atau sebagai alat evaluasi terhadap perub

18. Setelah selesai ajaklah seluruh peserta untuk melakukan


curah
pendapat
terkait
dengan
aspek-aspek
penyelenggaraan pelatihan (pencapaian tujuan, substansi
isi pelatihan, proses metodologi, media dan sebagainya)
yang dianggap perlu untuk dievaluasi bersama;
19. Setelah mereka sepakati unsur-unsur pelatihan yang akan
dievaluasi. Tanyakan kepada peserta bagaimana cara
evaluasi dilakukan (lisan atau tertulis);
20. Jika mereka menyepakati secara lisan mintalah setiap
peserta menyampaikan penilaiannya secara berurutan dari
ujung kanan ke kiri dengan batas waktu (misalnya
maksimal 1 menit untuk 1 orang);
21. Jika mereka menyepakati secara tertulis, berikan waktu
kepada peserta selama 5-10 menit untuk menuliskan
evaluasi sekaligus masukan atau saran dari peserta;

Lembar Tayang 10.4.2

Tugas Peserta dalam Sesi Peer Teaching

Mempersiapkan materi, alat dan bahan yang diperlukan untuk


presentasi, sehari sebelumnya. Selama fase persiapan, pelajari kembali
prinsip-prinsip dasar POD, teknik fasilitasi, keterampilan-keterampilan
fasilitasi; dan menerapkannya dalam menetapkan tujuan sesi pelatihan,
perancangan metode, pemilihan media, serta keterampilan melatih.
Peserta membuat rencana tertulis tentang tujuan sesi pelatihan,
perancangan metode, pemilihan media; dan menyerahkannya kepada
pelatih.
Pada gilirannya, setiap peserta memberikan presentasi masing-masing
sekitar 10 menit
Mendengarkan dan merespons sesi playback dan umpan-balik
observer
dan
evaluator (5 menit)
Terlibat aktif dalam pembahasan pleno dan rangkuman pelatih.

Tugas Observer

Membaca dengan teliti setiap sikap dan keterampilan yang seharusnya


dikuasai oleh seorang pelatih yang baik.
Membaca lembar observasi.
Mencermati semua gerak-gerik presenter dan melakukan penilaian
selama teman sejawat, secara satu per satu, memberi dan
mempresentesikan sesi latihannya.
Mengisi lembar observasi dan memberi masukkan kepada presenter
hasil obeservasinya dalam sesi feedback.
Mengembalikan lembar observasi kepada pelatih

Tugas Time Keeper (selama Peer Teaching)

Setiap peserta dalam peer teaching akan mempresentasikan teknik


fasilitasi yang ia kembangkan sendiri; ada anggota peer teaching yang
dimintai sebagai time keeper.
Mempelajari alokasi waktu setiap peserta sebagai presenter dalam peer
teaching
Mengatur saat mulai dan berakhirnya sesi presentasi
Mengingatkan (tapi tidak mengganggu si presenter secara mencolok)
sisa waktu tersedia.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 391

Lembar Penilaian 10.4.1

Format Penilaian Pembelajaran Mikro


(Microteaching)
Nama Peserta
:
..
Pokok
Bahasan/SPB
:
.. Hari/Tanggal
:
..
Kompetensi
Dasar
.. Indikator :
..

No.
Komponen
1.
Keterampilan
mendesain rencana
pembelajaran
tentang topik terpilih
dalam modul
pelatihan pratugas
Pendampingan Desa
Keterampilan
2.
membuka Pelajaran

Aspek yang Dinilai


Kemampuan mencermati dan
merumuskan tujuan, standar
kompetensi, materi, metode,
kegiatan pembelajaran, sumber
dan penilaian
Menarik perhatian pembelajar,
menggunakan alat bantu, pola
interaksi yang bervariasi,
memberikan motivasi,
kehangatan, mengemukakan ide,
memberikan acuan, mengingatkan
kembali pelajaran yang lalu dan
menghubungkannya dengan
pelajaran yang baru sesuai
dengan rencana pembelajaran

3.

Keterampilan
menguasai dan
menjelaskan materi
yang dilatihkan

Penguasaan bahan materi tanpa


melihat modul pelatihan atau
bahan bacaan dan menyajikan
informasi lisan disampaikan
secara sistematis, menjelaskan
pesan materi secara terencana

4.

Keterampilan
pemakaian metode/
pendekatan dan
strategi
pembelajaran

Memakai metode dan strategi


pembelajaran nilai yang relevan
dengan materi pembelajaran

Nilai

5.

6.

Keterampil
an
penggunaa
n
Keterampilan
bertanya dan
menjawab

Menyiapkan dan menggunakan


media pembelajaran sesuai
dengan materi
Pertanyaan permintaan,
retoris, mengarahkan,
menggali,, teknik

No.

Komponen

7.

Keterampilan
mencatat proses
pembelajaran

8.

Keterampilan
mengelola kelas

9.

Performance
(Penampilan)

10.

Ketepatan
penggunaan bahasa

11.

Volume suara

12.

Keterampilan
menyimpulkan
dan
mengevaluasi
Keterampilan
mengakhiri/menut
up pelajaran

13.

Aspek yang Dinilai


bertanya sempit, pertanyaan
luas, kejelasan dan kaitan
pertanyaan, arah pertanyaan
menyeluruh, menjawab dengan
teliti dan tepat
Menyiapan dan menggunakan
format notulen, menggunakan
papan tulis, whiteboard, flipchart
atau potingan kartu, cara
menulis dengan jelas
(menggunakan huruf capital)
dan singkat.
Menciptakan
situasi
PAKEM
(Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan)
Kepantasan berpakaian, tampilan
fisik, tingkat percaya diri dan
kesiapan mental untuk melatih
Menggunakan bahasa Indonesia
yang baik atau bahasa yang
dimengerti, mudah dipahami
pembelajar
Tekanan dan nada suara
selama pembelajaran
Menyimpulkan dan
melakukan penilaian di
akhir pembelajaran
Meninjau kembali, membuat
ringkasan, dan membaca doa
Jumlah
Nilai ratarata
Simbol

392| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Nilai

Komentar dan Saran

Evaluator/Pelatih

(
..)
Catatan:
Nilai Rata-Rata =
(Jumlah/13) Skala Penilaian
= 70 100
80 >
=A

75 79,9
70 74,9

=B+
=B

Catatan: Lembar ini digunakan sebagai panduan penilaian yang dilakukan


oleh pelatih (evaluator) untuk memberikan penilaian terhadap penilaian
dilengkapi catatan atau saran kepada kelompok atau tim pelatih yang
sedang melakukan praktek melatih.

Lembar Penilaian 10.4.2

Format Pengamatan Pembelajaran Mikro


(Microteaching)
Nama Peserta
:
..
Pokok
Bahasan/SPB
:
.. Hari/Tanggal
:
..
Kompetensi
Dasar
.. Indikator :
..

No.
1.

2.

Aspek yang dinilai


Keterampilan
mendesain
Pembelajaran
Keterampilan
membuka pelajaran

3.

Keterampilan menguasai
dan menjelaskan materi

4.

Keterampilan
pemakaian
metode/pendekatan
dan
strategi

5.

Keterampilan
penggunaan media
pembelajaran
Keterampilan bertanya
dan menjawab

6.

7.

Keterampilan
mencatat proses
pembelajaran

8.

Keterampilan
mengelola kelas

Baik

Cukup

Kurang

Komentar

9.
10.

Performance
(Penampilan)
Ketepatan
penggunaan bahasa

No
.
11
.
12
.
13
.

Aspek yang dinilai

Baik

Cukup

Kurang

Komentar

Volume suara
Keterampilan
menyimpulkan dan
mengevaluasi
Keterampilan
mengakhiri/ menutup
pelajaran

Catatan: Lembar ini digunakan sebagai panduan pengamatan peserta


untuk memberikan catatan atau saran kepada kelompok atau tim pelatih
yang sedang melakukan praktek melatih. Pengamat memberi tanda
checklist () pada kolom dan memberikan komentar dan saran terhadap
penampilan teman anda yang sedang praktik.

Pengamat

(
..)

PENDAMPING
DESA

SP
B
10.
4
A.

Lembar Informasi

Pembelajaran Mikro
dalam Meningkatkan
Keterampilan
Melatih

Latar Belakang
Pembelajaran Mikro (Micro-Teaching) merupakan salah satu bentuk model
praktek kependidikan atau pelatihan melatih. Dalam konteks yang
sebenarnya, mengajar atau melatih (instructional) mengandung banyak
tindakan, baik mencakup teknis penyampaian materi, penggunaan metode,
pemanfaatan media, bimbingan belajar, memberi motivasi, mengelola kelas,
memberikan penilaian dan lain-lain. Kegiatan pembelajaran merupakan
serangkaian tindakan dan pengorganisasian pengalaman dan sumber daya
yang cukup kompleks, sehingga membutuhkan kepiwaian pelatih. Oleh
karena itu, penguasaan keterampilan dasar melatih bagi pelatih perlu
dipersiapkan melalui berbagai pengalaman dan penggunaan model
pembelajaran
termasuk
mengintegrasikannya
dalam
pembelajaran
masyarakat. Setiap komponen keterampilan dasar melatih perlu dikuasai
oleh pelatih secara terpisah (Isolated). Berlatih untuk menguasai
keterampilan dasar melatih seperti itulah yang dinamakan Micro-Teaching
(Pembelajaran Mikro).
Pembelajaran Mikro (Microteaching) mulai dikembangkan di Universitas
Stanford pada Tahun 1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi
para calon pelatih yang lebih efektif. Pembelajaran Mikro sebagai suatu
teknik latihan melatih yang didasarkan pada hal-hal berikut: (a) situasi
nyata yang dibuat secara semu, (b) konsentrasi pada keterampilan melatih,
(c) menggunakan Informasi, dan (d) Pengetahuan tentang tingkah laku
belajar sebagai umpan balik. Berdasarkan kemampuan peserta distribusi
latihan keterampilan dalam periode waktu tertentu.
Penggunaan Pembelajaran Mikro (Micro-Teaching) sebagai teknik dan
prosedur latihan melatih didasari oleh banyak hal. Penerapan pendekatan
pelatihan melatih secara tradisional dipandang kurang mampu membekali
Kesiapan
Mental,
Kemampuan
dan
Keterampilan
Melatih
Calon
Pelatih/Pendidik/Pengajar/Dosen untuk tampil di depan kelas (Real
396| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Classroom). Hal ini disebabkan pelatihan melatih dengan teknik tradisional


dilakukan secara langsung di ruang kelas. Cara ini diasumsikan bahwa
penguasaan teori, calon pelatih atau mahasiswa kepelatihan sudah
menguasai dan terampil melatihkan ilmunya kepada orang lain. Oleh karena
itu, para calon pelatih

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 397

PENDAMPING
DESA

langsung melatih di berbagai tempat untuk menjadi pelatih praktikan.


Pendekatan semacam ini ternyata kurang efektif dan kurang berhasil.

B.

Pengertian Pembelajaran Mikro

Microteaching berasal dari dua kata yaitu micro yang berarti kecil, terbatas,
sempit dan teaching berarti melatih. Jadi, Microteaching berarti suatu
kegiatan melatih yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau
segalanya dikecilkan. Dengan memperkecil jumlah peserta, waktu, bahan
melatih dan membatasi keterampilan melatih tertentu, akan dapat
diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon pelatih
secara akurat.
Microteaching atau pembelajaran mikro, dijelaskan oleh para ahli
dengan
berbagai pengertian. Mc. Laughlin dan Moulton (1975) yang
menjelaskan bahwa pembelajaran mikro pada intinya merupakan suatu
pendekatan atau model pembelajaran untuk melatih penampilan atau
keterampilan melatih pelatih melalui bagian demi bagian dari setiap
keterampilan dasar melatih yang dilakukan secara terkontrol dan
berkelanjutan dalam situasi pembelajaran.
Brown (1978), untuk menghasilkan calon pelatih yang profesional,
sebelum praktik melatih di kelas/sekolah/pusat pelatihan, calon pelatih
perlu dilatih mengembangkan keterampilan dasar melatih dengan diberikan
kesempatan mengembangkan gaya melatihnya sendiri dan Mengurangi
atau Menghilangkan kesalahan atau kelemahan yang masih ada.
Perlberg (1984) menjelaskan bahwa pembelajaran mikro pada
dasarnya adalah sebuah laboratorium untuk lebih menyederhanakan proses
latihan atau pembelajaran. Sementara itu Sugeng Paranto (1980)
menjelaskan bahwa pembelajaran mikro merupakan salah satu cara latihan
praktek melatih yang dilakukan dalam proses belajar melatih yang di
"mikro" kan untuk membentuk, mengembangkan keterampilan melatih.
Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran mikro dapat disimpulkan
sebagai upaya penyederhanaan pembelajaran dalam situasi yang terkontol.
Oleh karena itu, tidak semua keterampilan melatih dipraktikkan dalam satu
waktu, keterampilan melatih dapat dipraktikkan secara terpilah. Seperti
keterampilan membuka pelajaran berdiri sendiri, demikian juga pada latihan
berikutnya difokuskan pada keterampilan menjelaskan dan sebagainya.

C.

Tujuan Pembelajaran Mikro

Secara umum, pembelajaran mikro (micro teaching) bertujuan untuk


meningkatkan kemampuan personal dan tim melalui peer teaching dalam
pembelajaran atau kemampuan profesional pelatih dalam berbagai

PENDAMPING

DESA
keterampilan yang spesifik. Melalui
pembelajaran mikro, peserta dapat
berlatih berbagai keterampilan melatih dalam keadaan terkontrol untuk
meningkatkan kompetensinya.

Secara khusus, setelah mengikuti pembelajaran mikro, peserta


pelatihan diharapkan:
(1)

mampu menganalisis tingkah laku melatih peserta lain dan dirinya


sendiri;

(2)

mampu melaksanakan keterampilan khusus dalam pembelajaran nilai;

(3)

mampu mempraktekkan berbagai teknik melatih


pelatihan masyarakat secara benar dan tepat;

(4)

mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif, produktif dan


efesien dalam membangun karakter peserta didik;

(5)

mampu bersikap profesional kepelatihan.

D.

Dasar Hukum Penyelenggaraan Pembelajaran Mikro

terkait

materi

Penerapan praktek melatih melalui pembelajaran mikro telah dilaksanakan


cukup lama, bahkan pemerintah secara khusus mengembangkannya di
lembaga pendidikan, sekolah, perguruan tinggi keguruan, pusat dan balai
latihan. Berikut beberapa landasan hukum penyelenggaraan pembelajaran
mikro, diantaranya:
(1)

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional;

(2)

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pelatih dan Dosen;

(3)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan;

(4)

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Pelatih;

(5)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang


Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pelatih;

(6)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang


Progam Pendidikan Profesi Pelatih Pra-Jabatan.

E.

Karakteristik Pembelajaran Mikro

Berikut ini beberapa hal mendasar yang perlu dipahami tentang


pembelajaran mikro menyangkut, diantaranya:

1.

Microteaching is a real teaching

Pembelajaran mikro merupakan kegiatan belajar dan melatih yang


sebenarnya (real teaching) yang dilaksanakan dalam situasi semu (kuasi)
atau seolah-olah dalam situasi sesungguhnya. akan tetapi dilaksanakan
bukan pada kelas yang sebenarnya, melainkan dalam suatu kelas,
laoratorium atau tempat khusus yang dirancang untuk pembelajaran mikro.

2.

Microteaching lessons the complexities of normal classroom teaching

Sesuai dengan namanya pembelajaran mikro, maka latihan melatih


dilakukan secara terbatas (mikro) atau disederhanakan dalam setiap unsur
atau komponen pembelajaran.

3.

Microteaching focuses on training for the accomplishment of specific tasks

Latihan yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran mikro hanya


difokuskan pada jenis-jenis keterampilan tertentu secara spesifik, sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh setiap yang berlatih atau atas dasar saran
yang diberikan oleh pihak supervisor. Fokus keterampilan tersebut bisa
berupa kemampuan membuka pelajaran saja, maka keterampilan lainnya
tidak menjadi fokus latihan.

4.

Micro teaching allows for the increased control of practice

Pembelajaran mikro diarahkan untuk meningkatkan kontrol pada setiap jenis


keterampilan yang dilatihkan. Kontrol yang ketat, cermat dan komprehensif
relatif lebih mudah dilakukan dalam pembelajaran mikro, karena setiap
peserta yang berlatih hanya memfokuskan diri pada keterampilan tertentu
saja.

5.

Micro teaching greatly expands teh normal knowledge of results or


feedback dimension in teaching

Pembelajaran mikro diharapkan dapat memperluas wawasan dan


pemahaman yang terkait dengan pembelajaran, karena pihak-pihak yang
berkepentingan dan juga terlibat di dalamnya mendapatkan masukan dari
pihak lainnya. Perbandingan dengan pembelajaran biasa atau yang
sesungguhnya, maka perbedaannya dapat dilihat sebagaimana dalam tabel
berikut ini:
No
Pembelajaran Biasa
1. Waktu pembelajaran antara 35
s.d 40 menit

Pembelajaran Mikro
Waktu hanya 10 s.d 15 menit

2.

Jumlah siswa antara 30 s.d 35

Jumlah siswa 5 s.d 10


teman sejawat

3.
4.

Materi pembelajaran luas


Keterampilan
melatih
terintegrasi

Materi pembelajaran terbatas


Keterampilan
melatih terisolisasi

F.

Relevansi Pembelajaran Mikro dalam Pelatihan

Pembelajaran mikro merupakan bagian integral dari pelatihan bukan


sebagai pengganti praktik lapangan, melainkan bagian dari pemberian
pengalaman langsung

terkait penerampilan kompetensi agar menimbulkan, mengembangkan serta


membina keterampilan tertentu dalam menghadapi situasi kelas. Dengan
demikian, latihan praktik melatih tidak berhenti, ketika telah dikuasainya
komponen keterampilan mengelola proses belajar melalui micro teaching,
akan tetapi perlu diteruskan sehingga peserta dapat mempraktikkan
kemampuan melatih secara komprehensif dalam real class-room teaching.
Pendapat yang menyatakan bahwa melatih merupakan proses
menyampaikan atau mentransformasikan pengalaman kepada kelompok
sasaran sebagai warga belajar berasumsi bahwa melatih lebih dimaknai
sebagai perbuatan yang kompleks, yaitu penggunaan secara integratif
sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Pengintegrasian
keterampilan yang dimaksud dilandasi oleh seperangkat teori dan diarahkan
pleh suatu wawasan. Keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
mengembangkan sikap dan nilai-nilai pelatihan masyarakat, diantaranya:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan
Keterampilan

membuka dan menutup pelajaran;


menjelaskan materi yang perlu dikuasai;
bertanya tentang materi yang harus dikuasai;
memberi penguatan terhadap sikap dan perilaku positif;
menggunakan media pembelajaran;
membimbing diskusi kelompok kecil;
mengelola kelas;
mengadakan variasi; dan
melatih perorangan dan kelompok kecil.

G.

Strategi Pembelajaran Mikro

Pembelajaran mikro dalam kegiatan pelatihan partisipatif dititikberatkan


pada penugasan, diskusi, tanya jawab dan penyusunan desain arau rencana
pembelajaran/pelatihan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktik
melatih, baik di ruang kelas maupun di ruang microteaching. Jika tidak
tersedia fasilitas microteaching, penyelenggara dapat mendesain ruang
untuk keperluan praktek dalam kelas yang dapat mengakomodasikan
kebutuhan penerampilan dan pengamatan. Langkah- Langkah Pembelajaran
Mikro diuraikan sebagai berikut:
Langkah ke 1
Sebelum peserta diperkenalkan dengan microteaching beserta aspek
aspeknya, lebih dahulu diberikan kesempatan untuk melakukan kunjungan
ke pusat-pusat pelatihan masyarakat untuk:
(1)

Mengadakan observasi tentang proses/interaksi belajar melatih;

(2)

Hasil observasi didiskusikan seperlunya;


Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 401

(3)

Diperkenalkan dengan segala sesuatunya yang berkenaan dengan


pembelajaran mikro.

Jika kegiatan (1) dan (2) tidak memungkinkan untuk dilaksanakan oleh
peserta, maka sebagai penggantinya, pelatih, pembimbing dan
penyelenggara pembelajaran mikromemberikan pemantapan dan arahan
terkait dengan tugas dan kegiatan pelatih di sekolah dalam melatihkan
keterampilan kepada masyarakat.

Langkah ke 2
Setelah peserta mendapatkan pengenalan tentang kerangka acuan kegiatan
yang perlu dilakukan dalam pembelajaran mikro, Selanjutnya para peserta
dibimbing untuk mengenal komponen kurikulum dan silabus, serta
menyusun desain perangkat pembelajaran sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Materi pembelajaran yang akan dipraktekkan difokuskan
pada tema-tema pelatihan masyarakat yang tertera dalam silabus.

Langkah ke 3
Selanjutnya peserta diberikan tugas mempelajari berbagai komponen
keterampilan
melatih
yang
telah
dikembangkan
melalui
model
pembelajaran. Peserta diberikan kesempatan melatih kemampuan melatih
sebelum diterapkan dalam pembelajaran mikro.

Langkah ke 4
Tugas selanjutnya bagi peserta calon pelatih diberikan tugas merencanakan
atau membuat persiapan tertulis pembelajaran mikro dalam berbagai
bentuk keterampilan yang diisolasikan,, misalnya:
(1)

Keterampilan dalam set induction and closure;

(2)

Keterampilan dalam stimulus variation (variasi stimulus);

(3)

Keterampilan dalam questioning (keterampilan bertanya); dan lain-lain.

Langkah ke 5
(1) Pada tahapan ini masing-masing kelompok melakukan praktik
pembelajaran mikrodalam bentuk peer-teaching, yaitu mempraktikkan
bahan belajar yang telah dipersiapkan secara tertulis (pada langkah ke
3). Peer-teaching dimaksud melatih kepada peserta lain (sejawatnya)
yang bertindak sebagai siswa. Adapun rinciannya pembagian peserta
sebagai berikut:

5-8 orang berperan sebagai peserta;

1 orang berperan sebagai pelatih;

2 orang berperan sebagai observer.

(2) Ketika praktik pembelajaran mikroberlangsung, hendaknya pelatih atau


pembimbing mengontrol seluruh proses untuk memastikan agar
berjalan pada jalur yang semestinya (on the right track);
(3) Disamping observasi yang dilakukan pelatih atau pembimbing dengan
memper- gunakan panduan observasi, seiring dengan itu diadakan
perekaman (ATR/VTR atau perekam lain) sesuai dengan kebutuhan dan
fasilitas yang tersedia.

Langkah ke 6
(1) Apabila praktik pembelajaran mikrodilakukan dengan perekaman, maka
pada langkah ke 5 ini hendaknya dilakukan pemutaran kembali (play
back) dari rekaman itu, sehingga calon pelatih dapat mengobservasi
dirinya sendiri;
(2) Sesudah itu, pseserta diminta pendapatnya tentang praktik/latihannya
yang telah dilakukan, dengan pertanyaan dari pelatih dan pembimbing
serta pendapat dari peserta lainnya yang ikut bertindak sebagai
observer, lakukanlah diskusi untuk menelaah proses latihan;
(3) Pada akhir diskusi harus dicapai kesepakatan antara peserta dengan
pembimbing tentang segi-segi yang telah memuaskan dan segi-segi
yang belum memuaskan, hal ini sangat penting sebagai balikan yang
segera harus diperbaiki apabila diadakan praktik ulang (re-teach);
(4) Apabila praktik ulang tidak memungkinkan karena adanya rasa jenuh
yang dirasakan praktikan atau hal yang lain, maka sebagai solusinya
adalah melalui pemberian tugas atau memberi kesimpulan dari
kelebihan dan kekurangannya.

Langkah ke 7
Langkah ini menyerupai pada langkah ke 4, 5 dan 6, yakni perencanaan
kembali, praktik ulang dan perekaman/observasi serta diskusi. Langkah ini
dilakukan bila dianggap terdapat hal-hal yang segera harus diperbaiki.
Terdapat pula kemungkinan bahwa langkah-langkah ini ditangguhkan pada
kesempatan berikutnya atau cukup dengan memberikan catatan-catatan
kesimpulan dari hasil penampilannya. Yang diperlukan dalam microteaching
adalah adanya umpan-balik. Agar umpan-balik tersebut bersifat objektif,
maka diperlukan alat-alat pencatat yang bersifat akurat, misalnya ATR
(audio- tape-recorder) ataupun VTR (video-tape-recorder), dan bisa juga alat
perekam lain. Penggunaan tersebut menuntut pengaturan tempat duduk
yang khusus, agar dalam pengaturan peralatan tersebut tidak mengganggu
peserta dan pelatih yang sedang terlibat dalam interaksi belajar-melatih.

402| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

11
SUPERVI
SI PENDAMPING
LOKAL DESA

404| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Trans

migrasi |
405

PENDAMPING
DESA

SPB
11.1

Rencana
Pembelajaran

Konsep Dasar

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan konsep supervisi Pendamping Lokal Desa;

2.

Membedakan pendekatandalam supervisi Pendamping Lokal


Desa yang bersifat administratif, problem solving dan
transformatif;

3.

Menjelaskan pentahapan supervisi Pendamping Lokal Desa.

Waktu
2 JP (90menit)

Metode
Pemaparan, Membaca Cepat, Curah Pendapat, Diskusi
Kelompok, dan Pleno.

Media

Media Tayang 3.1.1;

Lembar Kerja 3.1.1: Matrik Diskusi Perbedaan Pendekatan


Administratif, Problem Solving dan Transformatif dalam
Supervisi Pendamping Lokal Desa;

Lembar Informasi 3.1.1: Supervisi Pendamping Lokal Desa.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep Dasar Supervisi
Pendamping Lokal Desa
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Konsep Supervisi
Pendamping Lokal Desa;

2.

Lakukan curah pendapat tentang konsep supervisi dengan


mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a.

Apa yang Anda pahami tentang pengertian supervisi?

b.

Mengapa supervisi perlu dilakukan?

c.

Siapa saja yang terlibat dalam supervisi?

3.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;

4.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan
dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano atau
whiteboard;

Dalam pembahasan pelatih perlu memberikan penekanan bahwa supervisi Pendamping Lokal Desa merupak
disupervisi dapatdi ketahui kekurangannya untuk diperbaiki.
Supervisi berfungsi meningkatkan kinerja Pendamping Lokal Desa dalam upaya mewujudkan proses pendam

5.

Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan


kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan
media tanyang yang telah disediakan.

Kegiatan 2: Pendekatan dalam Supervisi Pendamping


Lokal Desa
6.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari kegiatan belajar tentang pendekatan dalam
supervisi Pendamping Desa;

7.

Diawali dengan penjelasan umum tentang tiga pendekatan


penting dalam supervisi Pendamping Desa yang meliputi:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 407

a.

Pendekatan Administratif.

b.

Pendekatan Penyelesaian Masalah (Problem Solving).

c.

Pendekatan Transformatif.
8.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;

9.

Selanjutnya pandulan peserta untuk menganalisis tentang


perbedaan
ketiga
pendekatan
tersebut
dengan
menggunakan Lembar Kerja 11.1.1;

10. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan
utama
dari
pendekatan
dalam
supervisi
Pendamping Desa. hasil pembahasan yang dilakukan dengan
menuliskan dalam kartu, kertas plano atau whiteboard;
11. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan
kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan
media tanyang yang telah disediakan.

Kegiatan 2: Tahapan Supervisi Pendamping Lokal


Desa
12. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang
diharapkan dari kegiatan belajar tentang tahapan supervisi
Pendamping Lokal Desa;
13. Diawali dengan penjelasan umum dari pelatih tentang
tahapan supervisi Pendamping Desa yang meliputi:
a.

Persiapan.

b.

Perencanaan

c.

Pelaksanaan.

d.

Umpan Balik.
14. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;
15. Selanjutnya pandulah peserta untuk menganalisis tentang
rincian kegiatan dan output dari setiap tahapan supervisi.
Peserta diminta membentuk empat kelompok masingmasing kelompok diberikan kartu metaplan sebanyak 10-15
lembar dengan warna yang berbeda. Kelompok 1 metaplan
putih
(persiapan),
Kelompok
2
metaplan
merah
(Perencanaan),
kelompok
Tiga
metaplan
Kuning
(Pelaksanaan) dan Kelompok empat metaplan biru (Umpan
Balik). pendekatan tersebut dengan menggunakan Lembar
Kerja 11.1.2;
16. Berikan kesempatan kepada peserta dalam kelompok untuk
menuliskan kegiatan dan output dari setiap tahapan
supervisi

Pendamping Lokal Desa. Hasilnya kemudian di tempel di


papan tulis atau kertas plano sesuai dengan matrik yang
tertera dalam lembar kerja;
17. Lakukan pembahasan bersama terhadap hasil kerja setiap
kelompok dengan dipandu oleh pelatih. Jika ada beberapa
pengertian, istilah atau penjelasan yang memerlukan
klarifikasi dan kesepakatan, maka dikembalikan kepada
kelompok atau peserta untuk dimintai pendapatanya;
18. Pada akhir kegiatan ini, pelatih memberikan penegasan dan
kesimpulan tentang materi dibantu dengan pemaparan
media tanyang yang telah disediakan.

Lembar Kerja 11.1.1

Matrik Diskusi Perbedaan Pendekatan


Administratif, Problem Solving dan Transformatif
dalam Supervisi
Pendamping Lokal Desa
No

Uraia
n

1.

Tujuan Supervisi

2.

Hasil yang
diharapkan

3.

Perubahan Perilaku

4.

Metode/Teknik yang
digunakan

5.

Sasaran

6.

Peran Supervisor

7.

Kedudukan peserta
yang disupervisi

8.

Dll.

Administrati
f

Pendekat
an
Pemecahan
Masalah

Transformati
f

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengidentifikasi


ketiga pendekatan dalam supervisi Pendamping Lokal Desa;

(3)

Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

410| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Lembar Kerja 11.1.2

Matrik Diskusi Tahapan Supervisi Pendamping


Lokal Desa
No

Tahapan

1.

Persiapan

2.

Perencanaan

3.

Pelaksanaan

4.

Umpan Balik

Uraian
Kegiat
an

Outpu
t

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, peserta dapat


memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2)

Identifikasi kegiatan dan output dalam kertas metaplan sesuai dengan


penugasan masing-masing kelompok sesuai dengan tahapan supervisi
Pendamping Lokal Desa;

(3)

Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SP
B
11.

A.

Lembar Informasi

Supervisi Pendamping
Lokal
Desa

Latar belakang
Lahirnya Undang-undang Desa No 6 tahun 2014 menimbulkan kembali
harapan yang hampir pudar.Dalam implementasi Undang-undangDesa ini
membutuhkan keseriusan semua pihak agar bisa berjalan dengan baik,
khususnya Peran Pendamping Desa. KemampuanPendamping Desa untuk
melakukan supervisi akan menentukan arah pembangunan desa di masa
depan.
Pengawasan (supervisi) merupakan bagian akhir dari siklus fungsi
manajemen. Pengawasan mengandung tugas untuk mengendalikan suatu
proses atau laju suatu alur aktivitas, kegiatan atau pelaksanaan tugas.
Mengendalikan dapat artikan menahan suatu kegiatan dalam proses atau
tahapan apabila terdapat indikasi kesalahan atau penyimpangan agar
segera dapat dihentikan sejenak untuk menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan lebih lanjut. Tetapi apabila suatu proses ternyata terjadi
kesalahan atau penyimpangan agar segera dilakukan tindakan koreksi atau
perbaikan.Menjadi supervisor membutuhkan keahlian khusus, kalau tidak
apa yang telah direncanakan tidak akan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.

B.

Pengertian
istilah supervisi menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya
(morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu (semantik).
Secara morfologis, supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu
super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih
serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan,
dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan orang yang berposisi
diatas, pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi
merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih humanis, manusiawi.
Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak
412| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang


disupervisi
dapat
diketahui
kekurangannya
(bukan
semata-mata
kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Secara
sematik, Supervisi pendamping adalah pembinaan yang berupa bimbingan
atau tuntunan ke arah perbaikan situasi kehidupan masyarakat pada

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 413

PENDAMPING
DESA

umumnya
dan
peningkatan
pemberdayaan pada khususnya.

mutu

program

pembangunan

dan

Secara Etimologi, supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris


Supervision artinya pengawasan di bidang pembangunan dan
pemberdayaan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor. Dalam
program pemberdayaan, maka supervisi dilakukan oleh pimpinan atau
penyelia kepada timnya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian supervisi Pendamping Lokal Desa adalah
upaya sistematis yang dilakukan oleh TAPM kepada tenaga Pendamping
Lokal Desa agar mampu menjalankan tugas dan fungsinya membina secara
kontinu kelompok dampingannya, masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya, dalam memperbaiki proses fasilitasi, menstimulir, menyeleksi
pertumbuhan dan perkembangan kelompok bimbingannya dan merevisi
tujuan, program, metode, dan evaluasi.
Supervisi merupakan kegiatan pengawalan atau pembinaan yang
dimaksudkan untuk meluruskan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan agar
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan dan menentukan
tindakan koreksi yang perlu diambil bila terjadi penyimpangan dalam proses
yang sedang berjalan;
Monitoring adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan untuk
memastikan apakah input atau sumberdaya yang tersedia telah optimal
dimanfaatkan dan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah menghasilkan
output, outcome, benefit dan impact yang diharapkan.
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai efisiensi dan efektifitas suatu
kegiatan dengan menggunakan indikator-indikator tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini dilakukan secara sistematik dan obyektif serta terdiri
dari evaluasi sebelum kegiatan dimulai, saat kegiatan berlangsung, dan
sesudah kegiatan selesai.

C.

Tujuan

Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki kinerja. Tujuan umum Supervisi


adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada tenaga
Pendamping Lokal Desa agar mampu meningkatkan kualitas kinerjanya,
dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokoknya. Secara
operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari pendamping,
yaitu:
1.

Meningkatkan mutu kinerja pendamping

Membantu pendamping dalam memahami tujuan pemberdayaan


dan apa peran masyarakat dalam mencapai tujuan tersebut.

PENDAMPING

DESA
Membantu pendamping
dalam melihat secara lebih jelas dalam
memahami
keadaan
dan
kebutuhan
masyarakat
yang
didampinginya.

Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan


pemangku kepentingan yang terlibat dalam satu tim secara efektif,
bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai
satu dengan lainnya.

Meningkatkan
mutu
pendampingan
yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Meningkatkan kualitas pendampingan kepada masyarakat baik itu


dari segi strategi, keahlian dan perangkat fasilitasi.

Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi


yang dapat membantu pendamping dalam memfasilitas program
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi para


pengambil kebijakan untuk melakukan pembinaan dan reposisi
pendamping.

pada

akhirnya

2.

Meningkatkan mutu kinerja pendamping;

3.

Mengetahui tingkat kemajuan kegiatan pendampingan dalam rangka


pelaksanaan Undang-Undang Desa;

4.

Mengetahui permasalahan yang dihadapi di lapangan dan tindak


pemecahan masalah;

5.

Melakukan pencegahan secara dini akan kemungkinan terjadinya


penyimpangan lebih lanjut berdasarkan indikasi permasalahan yang
ada;

6.

Menyediakan umpan balik sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan


atau tindakan yang diperlukan dalam rangka penyempurnaan
penyelenggaraan pendampingan di masa mendatang;

7.

Menyediakan laporan berkala (bulanan, triwulan, dan tahunan);

8.

Membangun sikap mental Pendamping Lokal Desa yang transparan dan


akuntabel.

D.

Sasaran

Adapun sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi adalah


peningkatan kemampuan profesional Pendamping Lokal Desa. Sasaran
supervisi ditinjau dari objek yang disupervisi, ada tiga macam bentuk
supervisi :
a.

Supervisi kinerja, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada


masalah-masalah kompetensi, yaitu hal-hal yang berlangsung berada
dalam lingkungan nyata di masyarakat pada waktu pendamping
sedang dalam menjalankan tugasnya

b.

Supervisi Administrasi, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada


aspek- aspek administrasi atau tatalaksana yang berfungsi sebagai
pendukung dan pelancar terlaksananya program.

c.

Supervisi Lembaga, Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada


aspek- aspek kelembagaan. Supervisi ini dimaksudkan untuk
meningkatkan nama baik organisasi atau kinerja organisasi secara
keseluruhan.

E.

Prinsip-Prinsip

Secara sederhana prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut :


a.

Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif

b.

Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang


disupervisi.

c.

Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan


sebenarnya..

d.

Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.

e.

Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional,


bukan didasarkan atas hubungan pribadi semata.

f.

Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan,


kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.

g.

Supervisi harus mendorong kemandirian pendamping agar senantiasa


tumbuh sendiri tidak tergantung pada pihak lainnya.

Pendapat lain mengenai Prinsip-prinsip Supervisi, yaitu:


a.

Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan


kepada pendamping dan pemangku kepentingan lainnya untuk
mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari
kesalahan.

b.

Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya


bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa
dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan
dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.

c.

Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan


balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa.
Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang
disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.

d.

Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3


bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh
supervisor.

e.

Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya


mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan
yang disupervisi tercipta suasana kesetaraan dan kemitraan. Hal ini
bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan merasa segan
mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau
kekurangan yang dimiliki.

f.

Membuat catatan hasil supervisi sebagai bahan perimbangan bagi


pengambil kebijakan untuk perbaikan kinerja dan program.

g.

Supervisi harus berdasarkan kenyataan,

h.

Supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan pihak


yang disupervisi untuk melakukan self-evaluation

Karena prinsip-prinsip supervisi di atas merupakan kaidah-kaidah yang


harus dipedomani atau dijadikan landasan di dalam melakukan supervisi,
maka hal itu mendapat perhatian yang serius dari para supervisor, baik
dalam konteks hubungan timbal baik antara supervisor dan Pendamping
Lokal Desa, maupun di dalam proses pelaksanaan supervisi.

F.

Ruang Lingkup

Kegiatan supervisi dahulu banyak dilakukan dalam bentuk Inspeksi,


pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi masih serumpun
dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti
kegiatan yang dilakukan oleh atasan atau orang yang berposisi diatas,
pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Inspeksi: inspectie
(belanda) yang artinya memeriksa dalam arti melihat untuk mencari
kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut inspektur. Inspektur dalam hal
ini mengadakan:
a.

Controlling: memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana


mestinya

b.

Correcting: memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang


telah ditetapkan/digariskan

c.

Judging: mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan


sepihak

d.

Directing: pengarahan, menentukan ketetapan/garis

e.

Demonstration: memperlihatkan bagaimana bekerja dengan baik

Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dalam kegiatan sedangkan


Pengawasan melihat apa yang positif dan negatif. Adapun Supervisi juga
merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi.
Kegiatan supervisi bukan mencari-cari kesalahan, tetapi lebih banyak
mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang
disupervisi
dapat
diketahui
kekurangannya
(bukan
semata-mata
kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana yang masih lemah untuk
diupayakan ditingkatkan, dan melihat mana yang sudah baik untuk
ditingkatkan menjadi lebih optimal lagi melalui proses pembinaan secara
berkelanjutan.
Jika supervisi dilaksanakan oleh pimpinan atau penyelia program, maka
harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga pendamping. Pengawasan dan pengendalian
merupakan alat kontrol agar kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian
juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga

pendamping tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam


melaksanakan pekerjaannya di lapangan.
Supervisi di lapangan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
karakteristik organisasi yang dibangun. Supervisi dalam kegiatan
pendampingan Desa melibatkan banyak pihak baik yang bersifat struktural
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa serta secara
fungsional dilakukan oleh hirarki pendamping mulai dari

Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM), Pendamping Desa (PD) dan


Pendamping Lokal Desa (PLD). Kegiatan supervisi dilakukan oleh pemangku
kepentingan di pusat terhadap tim yang ada di provinsi, yang melakukan
supervisi atas pemangku kepentingan di tingkati Kabupaten/Kota, yang
kemudian melakukan supervisi atas orang yang ada di kecamatan, yang
melakukan supervisi atas tim pelaku di desa, yang melakukan supervisi atas
masyarakat yang ikut bekerja membangun desa. Aturan supervisi yang baik
hampir sama di semua tingkat, hanya berbeda para pemainnya.

E.

Tipe-tipe Supervisi

1.

Tipe Inspeksi

Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model


kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari
kesalahan orang lain, bertindak sebagai Inspektur yang bertugas
mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk
mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah
sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan
oleh atasannya.

2.

Tipe Laisses Faire

Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Jika dalam supervisi inspeksi
bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada
supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya
tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: pendamping diperbolehkan
untuk
menggunakan
bebrbagai
teknis
fasilitasi
kelompok
baik
pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat yang digunakan.

3.

Tipe Coersive

Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan
kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik,
meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang
disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Pendamping sama sekali tidak
diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini
mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat
awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada pendamping baru mulai
mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak
tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan
arah yang pasti.

4.

Tipe Training dan Guidance

Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang
positif dari supervisi ini, dimana pendamping selalu mendapatkan latihan
dan bimbingan dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dari sisi negatifnya
kurang adanya kepercayaan pada

pendamping bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu


diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.

5.

Tipe Demokratis

Selain kempemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan


kondisi dan situasi khusus. Dimana bentuk supervisi kepada pendamping
dilakukan
tidak
berdasarkan
kebutuhan
supervisor
tetapi
mempertimbangkan kebutuhan pendamping dalam melaksanakan tugasnya
dengan baik. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin atau
penyelianya saja, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para
anggota tim sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

PENDAMPING
DESA

SPB
11.2

Rencana
Pembelajaran

Teknik

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi teknik supervisi Pendamping Lokal Desa yang
sukses dan gagal;
2. Menjelaskan beberapa teknik supervisi disertai contoh-contoh
nyata di lapangan.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, dan Pleno.

Media

Media Tayang 11.2;

Lembar Kerja 11.2: Matrik Diskusi Analisis Teknik Supervisi


Pendamping Lokal Desa;

Lembar Informasi 3.2.1: Teknik Supervisi.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
420| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Supervisi Sukses dan Supervisi Gagal
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari kegiatan pembelajaran tentang Konsep
Supervisi Pendamping Lokal Desa dikaitkan dengan
pengalaman dalam mengelola supervisi yang sukses;

2.

Diawali dengan curah pendapat tentang teknik supervisi


Pendamping Lokal Desadengan mengajukan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a.

Apa yang Anda pahami tentang teknik supervisi?

b. Mengapa teknik supervisi perlu dikuasai oleh Pendamping


Desa?
c.

Bagaimana supervisi yang dianggap sukses dan gagal?

d. Bagaimana menentukan pilihan teknik supervisi sesuai


dengan kebutuhan tugas pokok Pendamping Lokal
Desa?
3.

Dalam membantu mengarahkan atas jawaban tersebut,


maka pelatih membagikan kepada peserta masing-masing
dua buah metaplan berwarna merah dan putih. Instruksinya
tuliskan untuk metaplan merah tentang supervisi yang gagal
dan kartu putih untuk supervisi yang sukses.

4.

Hasilnya kemduian ditempelkan di kertas plano. Mintalah


relawan dari peserta untuk membantu mengklarifikasi dan
mengelompokan dalam pleno.

5.

Lakukan penegasan tentang hal-hal penting yang perlu


dipahami tentang konsep dan keberhasilan supervisi dengan
mengakaitkan tugas Pendamping Lokal Desa;

Kegiatan 2: Teknik Supervisi


6.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari kegiatan pembelajaran tentang Teknik
Supervisi
Pendamping
Lokal
Desadikaitkan
dengan
pembelajaran sebelumnya;

7.

dan lakukan Berikan kesempatan kepada peserta untuk


memberikan tanggapan, bertanya, berpendapat dan
masukan;

8.

Mintalah peserta menginventarisi beberapa teknik yang


digunakan dalam kegiatan supervisi Pendamping Lokal Desa,
sebagai panduan gunakan Lembar Kerja 11.2.1.

PENDAMPING
DESA

Sebelum pembahasan tentang teknik supervisi, pelatih dapat memberikan bahan bacaan untuk dipelajari at
Perlu pengaturan waktu pada saat peserta diminta mempelajari berbagai rujukan dengan mengumpulkan ba

9.

Lakukan
pembahasan
secara
bersama-sama
untuk
menginventarisir teknik supervisi yang biasa digunakan
dalam melakukan pembinaan dan pengendalian Pendamping
Lokal Desa;

10. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan yang dilakukan
dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano atau
whiteboard;
11. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan
kesimpulan tentang materi yang telah dibahas
mengkaitkan dengan subpokok bahasan selanjutnya.

422| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

dan
dan

PENDAMPING
DESA

Lembar Kerja 11.2.1

Matrik Diskusi Analisis Teknik


Supervisi Pendamping
Lokal Desa
No.

Teknik
Supervi
si

Tujuan

Hasil

Proses Kelebiha Kelemaha


n
n

Catatan:
(1)

(2)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;
Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SPB
11.2

A.

Lembar
Informasi

Teknik

Teknik Supervisi dalam Pendampingan


Teknik supervisiadalah atat yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai
tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhirnya dapat melakukan perbaikan
program yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam pelaksanaan
supervisi, sebagai supervisor harus memahami dan terampil menggunakan
beberapa teknik dalam supervisi. Berbagai macam teknik dapat digunakan
oleh supervisor dalam membantu pendamping meningkatkan kinerjanya,
baik secara kelompok maupun secara perorangan ataupun dengan cara
langsung bertatap muka dan cara tak langsung bertatap muka atau melalui
media komunikasi.

B.

Teknik Supervisi yang bersifat kelompok


Teknik Supervisi yang bersifat kelompok adalah teknik supervisi yang
dilaksanakan dalam pembinaan pendamping secara bersamasama oleh
supervisor dengan sejumlah pendmaping dalam satu kelompok.

1.

Pertemuan Orientasi bagi pendamping baru


Pertmuan orientasi adalah pertemuan antar supervisor dengan supervisee
(khusunya pendamping baru) yang bertujuan mempersiapkan supervisee
memasuki suasana kerja yang baru. Pada pertemuan Orientasi supervisor
diharapkan dapat menyampaikan atau menguraikan kepada supervisee hal
hal sebagai berikut:
a.

Sistem kerja yang berlaku.

b.

Proses dan mekanisme administrasi dan organisasi.

c.

Biasanya diiringi dengan tanya jawab dan penyajian seluruh kegiatan


dan situasi yang terjadi di masyarakat.

d.

Sering juga pertemuan orientasi ini juga diikuti dengan tindak lanjut
dalam bentuk diskusi kelompok dan lokakarya.

PENDAMPING
DESA

e.

f.

Membangun kesan positif dalam kegiatan orientasi tugas.


g.

2.

Ada juga melalui perkunjungan ke lokasi tertentu yang


berkaitan atau berhubungan dengan tugasnya sebagai
pendamping.
Aspek lain yang membantu terciptanya suasana kerja
ialah bahwa pendamping baru tidak merasa asing tetapi
pendamping baru merasa diterima dalam sebuah tim
kerja.

Rapat Koordinasi

Rapat koordinasi adalah teknik supervisi kelompok yang dilakukan untuk


membicarakan proses pembelajaran, dan upaya atau cara meningkatkan
kompetensi pendamping. Tujuan teknik supervisi rapat sebagai berikut:
a.

Menyatukan ragam pandangan dari pendamping


tentang masalah dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

b.

Memberikan motivasi kepada pendamping untuk


menerima dan melaksanakan tugasnya dengan baik
serta dapat mengembangkan diri dan jabatannya secara
maksimal.

c.

Menyatukan pendapat tentang metode kerja


efektif guna pencapaian tujuan secara optimal.

d.

Membicarakan sesuatu melalui rapat atau pertemuan


yang bertalian dengan proses pembelajaran dan
pengendalian.

e.

Menyampaikan
informasi
baru
seputar
tugas
pendampingan, kesulitan dalam memfasilitasi kelompok,
dan cara mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam
masyarakat
secara
bersama
dengan
semua
pendamping.

yang

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu rapat


koordinasi, antara
lain:
a.

Tujuan yang hendak dicapai harus jelas dan konkrit.

b.

Masalah yang akan menjadi bahan rapat harus merupakan masalah


yang muncul dari kebutuhan pendamping yang dianggap penting.

c.

Masalah pribadi yang berhubungan dengan organisasi yang perlu


mendapat perhatian.

d.

Pengalaman baru yang diperoleh dalam rapat tersebut harus


membawa pendamping mengarah pada peningkatan kualitas
pendampingan dan penyelesaian tugas di lapangan.

e.

Partisipasi pada pelaksanaan rapat hendaknya dipikirkan dengan


sebaik baiknya.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 425

f.

PENDAMPING

Persoalan kondisi saranaDESA


dan prasarana, waktu, dan tempat rapat
menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan rapat.

426| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

3.

Studi Kelompok antarpendamping

Studi kelompok antara pendamping merupakan suatu kegiatan yang


dilakukan oleh sejumlah pendamping yang memiliki keahlian tertentu,
seperti pendamping infrastruktur, PMD, TTG dan sebagainya dan dikontrol
oleh supervisor agar kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan materi atau
yang akan dibahas. Topik yang akan dibahas dalam kegiatan ini telah
dirumuskan dan disepakati terlebih dahulu. Tujuan teknik supervisi studi
kelompok antarpendamping sebagai berikut:

4.

a.

Meningkatkan kualitas penguasaan materi dan


kualitas dalam memberi layanan kepada kelompok
atau masyarakat.

b.

Memberi kemudahan bagi pendamping untuk


mendapatkan bantuan dalam pemecahan masalah
dalam tugasnya.

c.

Bertukar pikiran, pengalaman dan berbicara dengan


sesama pendamping pada satu bidang kehalian atau
bidang keahlian yang serumpun.

Diskusi Terbatas

Diskusi terbatas adalah pertukaran pikiran atau pendapat melalui suatu


percakapan para pendamping tentang suatu masalah untuk mencari
alternatif pemecahannya. Diskusi merupakan salah satu teknik supervisi
kelompok yang digunakan supervisor untuk mengembangkan berbagai
keterampilan pada diri pendamping dalam mengatasi berbagai masalah
atau kesulitan dengan cara melakukan tukar pikiran antara satu dengan
yang lain. Melalui teknik ini supervisor dapat membantu pendamping untuk
saling mengetahui, memahami, atau mendalami suatu permasalahan,
sehingga secara bersamasama berusaha mencari alternatif pemecahan
masalah yang dihadapinya. Tujuan pelaksanaan supervisi melalui teknik
diskusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi pendamping dalam
pekerjaannya seharihari dan upaya meningkatkan profesionalistas melalui
diskusi.
Hal-hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai pemimpin diskusi
sehingga setiap anggota mau berpartisipasi selama diskusi berlangsung,
maka supervisor harus mampu:
a.

Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik;


b.

Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan


keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi;

c.

Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti


oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah
dalam pengajaran;

d.
e.

Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan


diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama;

Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya.

5.

Workshop

Workshop adalah suatu kegiatan belajar kelompok dalam situasi khusus


yang melibatkan sejumlah pendamping yang sedang memecahkan masalah
melalui dialog, diskusi dan bekerja secara kelompok. Hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh supervisor dalam pelaksanaan workshop, diantaranya:

6.

a.

Masalah yang dibahas bersifat life centred dan muncul


dari pendamping sebagai subjek;

b.

Selalu menggunakan secara maksimal aktivitas


mental dan fisik dalam kegiatan sehingga tercapai
perubahan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik.

Tukar Pengalaman (Sharing of Experiences)

Teknik perjumpaan dimana pendamping menyampaikan pengalaman


masing-masing dalam memfasilitasi masyarakat terkait isu-isu penting dan
tugas yang telah dilaksanakannya, saling memberi dan menerima
tanggapan dan saling belajar satu dengan yang lain. Langkah langkah
melakukan tukar pengalaman, antara lain :
a.
b.

e.

Menentukan tujuan yang akan dicapai.


Menentukan pokok masalah yang akan dibahas.
c.
Memberikan kesempatan pada setiap peserta
untuk menyumbangkan pengalaman mereka.
Mencatat hal-hal pokok yang dapat dijadikan pembelajaran dalam
situasi baru.
Merumuskan kesimpulan.

C.

Teknik Supervisi Individual

d.

Teknik individual dalam supervisi merupakan teknik pelaksanaan pembinaan


dan pengendalian yang digunakan supervisor kepada masing-masing
pendamping dalam rangka peningkatan kualitas kompetensi sebagai tenaga
pendamping. Teknik individual dalam pelaksanaan supervisi, diantaranya:

1.

Teknik Kunjungan Lapang

Teknik kunjungan (field visit) adalah suatu teknik kunjungan yang dilakukan
supervisor ke dalam satu lokasi pada saat pendamping sedang memfasilitasi
dan membimbing kegiatan di tingkat komunitas dengan maksud untuk
membantu pendamping menghadapi masalah atau situasi kesulitan selama
melaksanakan
tugasnya.
Kunjungan
dilakukan
supervisor
untuk
mengumpulkan informasi dan data tentang keadaan sebenarnya mengenai
kemampuan dan keterampilan pendamping di lapangan. Selanjutnya

dilakukan perbincangan untuk mencari pemecahan atas kesulitan yang


dihadapi oleh pendamping. Teknik kunjungan lapang dapat dilakukan
dengan tiga cara, yatiu:

a.

Kunjungan lapang tanpa diberitahu,

b.

Kunjungan lapang dengan pemberitahuan,

c.

Kunjungan lapang atas undangan pendamping,

d.

Kunjungan silang antara pendamping.

2.

Observasi

Teknik observasi dilakukan pada saat pendamping menjalankan tugasnya.


Supervisor mengobservasi dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan
data tentang segala sesuatu yang terjadi dalam pelaksanaan tugas setiap
pendamping yang disupervisi. Data ini sebagai dasar bagi supervisor
melakukan pembinaan terhadap pendamping yang diobservasi. Tentang
waktu supervisor mengobservasi kelas ada yang diberitahu dan ada juga
tidak diberi tahu sebelumnya, tetapi setelah melalui izin supaya tidak
mengganggu tugas rutinya. Selama berada di lapangan, supervisor
melakukan pengamatan dengan seksama, dan menggunakan instrumen
yang ada untuk memberikan catatan terhadap keadaan yang sedang
berlangsung ketika pendamping melaksanakan fasilitasi kelompok atau
kegiatan tertentu.

3.

Percakapan Pribadi

Percakapan pribadi merupakan dialog yang dilakukan oleh pendamping dan


supervisornya untuk membicarakan keluhan atau kekurangan yang
disampaikan oleh pendamping. Dimana supervisor dapat memberikan jalan
keluarnya. Dalam percakapan ini supervisor berusaha menyadarkan
pendamping akan kelebihan dan kekurangannya. mendorong agar yang
sudah baik lebih di tingkatkan dan yang masih kurang atau keliru agar
diupayakan untuk diperbaiki.

4.
Intervisitasi
Teknik ini dilakukan oleh pendamping yang bekerja dalam lokasi atau
kelompok masyarakat yang masih kurang maju dengan menyuruh beberapa
tenaga pendamping untuk mengunjungi lokasi dampingan yang maju dalam
pengelolaannya untuk mempelajari hal-hal potisif (best practices) agar
dapat dijadikan pembelajaran di lokasi tempat dia berkerja. Manfaat yang
dapat diperoleh dari teknik supervisi ini, setiap pendamping dapat
melakukan perbandingan dan belajar atas kelebihan dan kekurangan
berdasarkan pengalaman masingmasing. Setiap perdamping memiliki
kesempatan untuk memperbaiki kemampuannya dalam memberi layanan
kepada masyarakat.

5.

Seleksi Sumber Pembelajaran

Teknik pelaksanaan supervisi ini berkaitan dengan aspekaspek


pembelajaran pendamping. Dalam usaha memberikan pelayanan
profesional kepada pendamping, supervisor akan menaruh perhatian
terhadap aspekaspek proses pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang
efektif. supervisor harus mempunyai kemampuan menyeleksi berbagai
sumber materi yang dapat digunakan pendamping untuk meningkatkan
kompetensinya. Supervisor hendaknya memiliki kemampuan dalam
mengelola sumber belajar bagi pendaping dengan memberikan sejumlah
rujukan dan pengetahuan tertentu melalui studi literature, atau dengan
mengikuti perkembangan kepustakaan professional. Teknik ini digunakan
untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kompetensi pendamping
sebagai pembelajar. Teknik ini menitikberatkan kepada kemampuan
supervisor dalam menyeleksi bahan bacaan atau sumber rujukan baik yang
bersifat buku teks, panduan maupun online basis yang dimiliki oleh
pendamping pada saat melaksanakan tugas dan sesuai dengan kebutuhan
belajarnya.

6.

Menilai Diri Sendiri (Self Evaluation)

Pendamping dan supervisor secara bersama-sama membangun penilaian


diri untuk melihat kekurangan masing-masing agar dapat memberikan nilai
tambah pada hubungan antara pendamping dan supervisor. Penilaian diri
merupakan tugas yang tidak mudah, karena suatu pengukuran dilakukan
bukan terhadpa objek di luar dirinya tetapi kepada dirinya sendiri. Hal ini
membutuhkan kejujuran untuk mengenal secara mendalam hal-hal yang
menjadi kekuatan dan kelemahan untuk segera dilakukan perbaikan. Ada
beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri,
antara lain membuat daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan
kepada beberapa wakil masyarakat untuk menilai pekerjaan atau suatu
aktivitas yang telah dilakukan di masyarakat. Biasanya instrument penilaian
menggunakan pertanyaan yang tertutup maupun terbuka, tanpa perlu
menyebutkan nama responden.

7.

Diskusi Panel

Teknik ini dilakukan dihadapan pendamping oleh sejumlah pakar dari


bermacam sudut ilmu dan pengalaman terhadap suatu masalah yang telah
ditetapkan. Para ahli akan melihat suatu masalah itu sesuai dengan
pandangan ilmu dan pengalaman masing- masing sehingga pendamping
mempeoleh masukan secara komprehensif dalam menghadapi isu-isu
tertentu atau memecahkan suatu masalah. Melalui diskusi panel,

pendamping akan mendapat prespektif yang beragam dari berbagai sudut


pandang ahli untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

8.

Seminar

Seminar adalah suatu rangkaian kajian yang diikuti oleh suatu kelompok
untuk mendiskusikan, membahas dan memperdebatkan suatu masalah
yang berhubungan

dengan topik. Berkaitan dengan pelaksanaan supervisi, dalam seminar ini


dapat dibahas seperti bagaimana menyusun silabus sesuai standar isi,
bagaimana mengatasi masalah disiplin sebagai aspek moral sekolah,
bagaimana mengatasi anak anak yang selalu membuat keributan dikelas,
dll. Pada waktu pelaksanaan seminar kelompok mendengarkan laporan atau
ide menyangkut permasalahan pendampingan dari salah seorang
anggotanya.

9.

Simposium

Kegiatan mendatangkan seorang ahli bidang pembangunan dan


pemberdayaan masyarakat untuk membahas masalah di masyarakat terkait
implementasi Undang- Undang Desa. Simposium menyuguhkan pidatopidato pendek yang meninjau suatu topik dari aspek yang berbeda. Nara
sumber biasanya tiga orang, dimana pendamping sebagai pengikut
diharapkan dapat mengambil bekal dengan cara mencermati pidato yang
disajikan.

10. Demonstrasi
Demonstrasi dapat digunakan sebagai teknik supervisi untuk melihat
sejauhman kemampuan pendamping dalam menyajikan suatu proses atau
tahapan tertentu dari sesuai dengan tugasnya. Beberapa kompetensi dasar
perlu ditunjukkan kepada pihak lain atau supervisor untuk memastikan
pemenuhan standar kualifikasi atau kemampuan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya di lapangan. Misalnya supervisor
mendorong kepada pendamping untuk unjuk kemampuan dengan
mendemonstrasi- kan teknik-teknik fasilitasi dihadapan peserta lainnya.
Cara ini digunakan juga untuk memperbaiki secar langsung beberapa hal
yang ditunjukkan oleh pendamping yang tidak sesuai dengan ketentuan
atau prosedur yang telah ditetapkan

11. Buletin Supervisi


Suatu media yang bersifat cetak dimana disana didapati peristiwa di
masyarakat yang berkaitan dengan cara-cara fasilitasi, perkembangan
kelompok, kemajauan program, dan lain-lain. Buletin supervisi dapat
membantu pendamping untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
berdasarkan informasi dan perkembangan kegiatan yang telah dilakukan.

D.

Kelemahan dan Kelebihan

1. Kelemahan
430| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Perlu biaya, waktu, dan terkadang kurang efektif.

Tidak mencerminkan keadaan sehari-hari

Kurang demokratis

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 431

Mengganggu tugas di lapangan karane harus ditinggalkan

Supervisor atau penyelia merasa canggung dan kurang bebas

2. Kelebihan

Dapat mengetahui kelebihan yang dapat dikembangkan,


mengetahui kelemahan untuk perbaikan, memberikan saran
sesuai kebutuhan tugas pendamping.

Bantuan diberikan kepada pendamping dalam satu kali pertemuan,


pertukaran pikiran secara umum.

Hal-hal yang baik dapat dijadikan contoh, hal yang kurang dapat
didiskusikan

Mmberikan bimbingan actual.

Pendamping dapat menunjukan hasil usahanya

Melayani kebutuhan khusus setempat

PENDAMPING
DESA

Rencana Pembelajaran

SP
B
11.
3

Penilaia
n
KinerjaPendamping
Lokal
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1.

Menjelaskan konsep penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa;

2.

Mengidentifikasi indikator penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa;

3.

Merumuskan rencana peningkatan kinerja Pendamping Lokal Desa.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, simulasi Penilaian Kinerja
Pendamping Lokal Desadan Pleno.

Media

Media Tayang 11.3.1;

Lembar Kerja 11.3.1: Tabel Angket Penilaian Kinerja


Pendamping Lokal Desa (PD)

Lembar Kerja 11.3.2: Tabel Angket Penilaian Kinerja


Pendamping Lokal DesaTeknis Infrastruktur (PDTI);

Lembar kerja 11.3.3: Tabel Rekapitulasi Angket


Penilaian Kinerja Pendamping Lokal Desa (PD);

432| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

PENDAMPING
DESA

Lembar kerja 11.3.3: Tabel Rekapitulasi Angket


Penilaian Kinerja Pendamping Lokal DesaTeknis
Infrastruktur (PDTI);

Lembar Informasi 11.3.1: Standar Operasional Prosedur (SOP)


Penilaian KinerjaPendamping Profesional.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard

Proses Penyajian
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang Pengendalian
Kinerja
Pendamping
Lokal
Desa
dikaitkan
dengan
pembelajaran sebelumnya;

2.

Lakukan
curah
pendapat
tentang
teknik
Pendamping Lokal Desadengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a.

Apa yang Anda pahami


Pendamping Lokal Desa?

tentang

supervisi
beberapa

penilaiankinerja

b. Mengapa perlu Pendamping Desa perlu melakukan


penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa?
c.

Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam


melakukan penilaian kinerja Pendamping Lokal Desa?

3.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;

4.

Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah


dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting
tentang koneps penilaian kinerja dapat dituliskan di kertas
plano atau whiteboard;

5.

Mintalah peserta membentuk kelompok untuk membahas


secara mendalam tentang identifikasi indikator dan capaian
kinerja Pendamping Lokal Desa rencana peningkatan kinerja
Pendamping Lokal Desadengan menggunakan Lembar Kerja
11.3.1-2;

Dalam diskusi kelompok, peserta dapat mengidentifikasi dan mengukur capaian kinerja dengan menggunak
menggunakan laporan kemajauan kegiatan yang dapat menggambarkan kinerja Pendamping Lokal Desa pa

6.

Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk


mendiskusikannya. Hasilnya dituliskan dalam kertas plano
untuk dipaparkan dalam pleno;

7.

Setelah selesai mintalah masing-masing kelompok untuk


memapar- kan hasil diskusinya. Berikan kesempatan kepada
kelompok lain untuk menanggapi, bertanya dan memberikan
masukan;

8.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan setiap kelompok
dalam pleno dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano
atau whiteboard;

9.

Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan


kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.

dan

Lembar Kerja 11.3.1

Tabel Angket Penilaian Kinerja Pendamping Lokal


Desa

Nama PLD :

Smester (. - ) Tahun
201
Kec./Kab. :

KINERJA PENDAMPINGAN
1
2
3
4
5
6

Memfasilitasi pelaksanaan tahapan


Berpartisipasi aktif dalam pertemuan
dusun dan desa
Mendorong partisipasi perempuan dan
orang miskin dalam musdes
Mengawal usulan 4 bidang kewenangan
lokal bersekala desa hingga terdanai
Membimbing desa dalam membuat RPJM
Desa, RKP Desa dan APB Des
Membimbing pengadministrasian desa

Nila
i

KOMENTAR
KHUSUS NILAI
-

Memeriksa, mengoreksi dan


memvalidasi pembukuan dana desa
Membimbing pembuatan laporan
keuangan desa & LPJ Kegiatan DD

Melakukan cek administrasi desa secara


lengkap dan benar

Mendorong transparansi anggaran di


tingkat desa

10

KINERJA SUPERVISI
1

Melakukan kunjungan efektif ke dusun


dan desa di wilayah tugasnya

Mengisi buku bimbingan di desa


dengan lengkap & jelas

Mengidentifikasi kelemahan dan


kekuatan seluruh Kader Desa

Terampil memfasilitasi desa dalam


penyusun peta sosial desa

Terampil memfasilitasi desa dalam


penyusunan kalender musim

Terampil memfasilitasi desa dalam


pebuatan diagram kelembagaan

Terampil memfasilitasi desa dalam


penyusunan

KINERJA PENDAMPINGAN

Nila
i

skala prioritas

Mendampingi desa dalam setiap


musyawarah yg dilaksanakan di desa.
Memantau papan informasi desa selalu
terisi dan up date

10

Membantu penanganan masalah terkait


implementasi UU Desa

KOMENTAR
KHUSUS NILAI
1 dan 2
-

KINERJA KOORDINASI
1
2
3
4
5

Tingkat kehadiran dalam melaksanakan


tugas
Koordinasi/menjalin hubungan baik

dengan supervisor
Koordinasi/menjalin hubungan baik
dengan birokrasi dan tokoh
masyarakat
Bisa bekerja sama dalam satu tim kerja
yang efektif
Tidak melanggar kode etik sebagai
pendamping

KINERJA ADMINSTRASI
1
2
3
4
5

Membuat laporan akurat dan tepat


waktu
Laporan up date sesuai kondisi lapangan

Mengirim semua data yang diminta


supervisor
Melaporkan semua masalah yang timbul

dan upaya penanganannya


Aktif menulis pengalaman lapangan /
Good Practices

Nilai Rata-rata
Tangga
l
Penilaian
Tanda
tangan
penilai
Nama
Jelas
Penilai
Jabatan
Penilai
:

Lembar Kerja 3.3.3

Tabel Rekap Penilaian Kinerja Pendamping Lokal


Desa

PENDAMPING
DESA

SP
B
11.
3

A.

Lembar Informasi

Standar
Operasional
Prosedur (SOP)
Penilaian Kinerja
Pendamping

Pendahuluan
Pendampingan Desa yang dilaksanakan dalam rangka implementasi
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akan dinilai kinerjanya
secara rutin. Evaluasi kinerja Pendamping Lokal Desa Profesional merupakan
bagian dari rangkaian manajemen pengelolaan pendampingan Desa.
Mengingat kondisi rentang manajemen (span of management), Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi selaku pemberi kerja melalui Satker Provinsi
tidak dapat secara terus-menerus mengawasi kinerja pendamping
profesional dikarenakan lokasi tugas antara kedua pihak saling berjauhan.
Penilaian kinerja secara reguler yang dilakukan setiap smester
merupakan sarana untuk menilai unjuk kerja pendamping profesional dalam
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Hasil evaluasi kinerja adalah
simpul pendapat pemberi pekerjaan tentang kelayakan terhadap kontrak
kerja pendamping professional untuk dipertahankan, atau sebagai masukan
untuk mengambil langkah koreksi dan perbaikan implementasi kebijakan.
Penilaian akan dilakukan terhadap pendamping profesional agar dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan TOR.

B.

Tujuan
Penilaian kinerja pendamping profesional dilakukan dengan menggunakan
data faktual yang diperoleh dari beberapa sumber agar memberikan hasil
penilaian yang objektif sesuai dengan TOR.Penilaian kinerja ditujukan untuk
menilai tingkat pencapaian kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan
yang dicapai sebagai pendamping profesional. Hasil penilaian kinerja ini
438| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

diharapkan juga akan memberikan umpan balik (feed back) sebagai


masukan untuk pembimbingan dan peningkatan kapasitas pendamping
profesional.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 439

PENDAMPING
DESA

Tujuan penilaian kinerja pendamping profesional, adalah:


1.

Menilai kinerja pendamping profesional berdasarkan tugas pokok dan


fungsinya (Tupoksi);

2.

Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis
kebutuhan pelatihan pendamping;

3.

Menjadi alat menegakkan aturan pekerjaan;

4.

Menjadi dasar yang objektif untuk mempromosikan pendamping


tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten ke jenjang yang lebih tinggi;

5.

Menjadi dasar objektif untuk pemberian peringatan, prasyarat


melanjutkan kontrak, dan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

C.

Mekanisme Penilaian Kinerja

1. Mekanisme
Mekanisme penilaian kinerja pendamping professional disusun sebagai
berikut:
1.

Penilaian kinerja dilakukan secara hirarkis dari jenjang pemerintahan


tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga tingkat Pusat (Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi);

2.

Camat/Kasi yang membidangi pendampingan bertanggungjawab:

a)

Melakukan evaluasi kinerja terhadap PD;

b)

Melakukan evaluasi kinerja terhadap PLD;


c)

Bersama PD memfasilitasi Forum Konsultasi Masyarakat (FKM)


yang dituangkan dalam Berita Acara. FKM bertujuan untuk
memberi penilaian terhadap PLD. Peserta FKM terdiri dari Kades,
BPD, tokoh masyarakat dan tokoh perempuan yang dilakukan
pada setiap akhir periode evkin;

3.

Pemerintah Kabupaten/Kota melalui SKPD yang membidangi


pendampingan Desa dibantu Tenaga Ahli di Kabupaten secara kolektif
bertanggungjawab:

a)

Melakukan evaluasi kinerja PD;


b)

Mengirim hasil rekap evkin menilai dan mengirimkan rekap evkin


PD dan PLD kepada Satker P3MD Provinsi dan;

c)

Mendokumentasikan rekap evkin PD dan PLD yang bertugas di


wilayah kabupatennya.

4.

Pemerintah Provinsi melalui Sarker P3MD Provinsi bertanggungjawab:

a)

Melakukan evaluasi kinerja TA kabupaten;

b)

Menyusun daftar final dan menandatangani hasil Evkin;

5.

c)

Mengirim hasil rekap Evkin TA kabupaten, PD dan PLD kepada


Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa PDT dan
Transmigrasi dan;

d)

Mendokumentasikan rekap evkin TA, PD dan PLD yang bertugas di


wilayah propinsinya.

Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi:


a)

Melakukan review dan mengesahkan terhadap rekapitulasi


laporan evaluasi kinerja dan rekomendasi yang disusun oleh
pemerintah Provinsi. Review ini dimaksudkan untuk menghimpun
masukan dan pembelajaran (lesson learned);

b)

Menentukan tindak lanjut rekomendasi evaluasi kinerja yang


disampaikan Satker Provinsi;

c)

Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Evkin.

2.

Aspek Penilaian

Aspek penilaian dalam evaluasi kinerja pendamping profesional mencakup 4


(empat) aspek utama yaitu: kinerja pendampingan, kinerja supervisi, kinerja
koordinasi, dan kinerja administrasi.
a.

Kinerja Pendampingan

1)

Kewajiban Pendampingan.
Kinerja pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional
dalam bekerja sesuai Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional
berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu
pada:

2)

Etika profesi sebagai pendamping profesional;

Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam


asas-asas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
yakni, rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan,
gotong royong, kekeluarga- an, musyawarah, demokrasi,
kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan
keberlanjutan;

Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi


pendamping profesional.

Indikator Penilaian.
Kinerja pendampingan oleh pendamping profesional dinilai
berdasarkan pencapaian output sesuai dengan Tupoksi setiap
individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:

Konsistensi
dan
ketegasan
menerapkan etika profesi;

pendamping

profesional

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 441

Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi


pelaksanaan Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan
peraturan pelaksanaannya;

Kemampuan pendamping profesional untuk memfasilitasi


penggunaan data dalam pengambilan keputusan;

Kemampuan pendamping profesional untuk menganalisis


situasi untuk mengambil tindakan yang tepat dan
memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi.

b.

Kinerja Supervisi

1)

Kewajiban Supervisi
Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam
bekerja sesuai Tupoksi sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping
profesional berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan
mengacu pada:

2)

Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asasasas Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi,
subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, gotong royong,
kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;

Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi


pendamping profesional sebagai supervisor.

Indikator Penilaian
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan
pencapaian output sesuai dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk
setiap individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:

Kemampuan pendamping profesional dalam melakukan pelatihan


dan peningkatan kapasitas masyarakat;

Kemampuan pendamping profesional dalam memberikan


bimbingan kerja dan umpan balik;

Kemampuan pendamping profesional dalam memantau


pelaksanaan kegiatan;

Jumlahkunjungan lapangan dalam rangka supervisi pendampingan


sesuai wilayah tugasnya.

c.

Kinerja Koordinasi

1)

Kewajiban Koordinasi

Pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja


sama dengan pihak lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama
pendamping, lembaga lain dan tokoh masyarakat dalam setiap
kegiatan seperti: pendampingan masyarakat, supervisi, pelatihan,
penanganan masalah dan lain-lain.

2)

Indikator Penilaian
Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi
dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan indikator penilaian
sebagai berikut:

Kemampuan pendamping profesional dalam kerjasama dengan


SKPD Kabupaten/Kota, Camat, Kepala Desa, pendamping
profesional lainnya serta pemangku kepentingan terkait;

Kemampuan pendamping profesional memanfaatkan peluang


kerjasama dan koordinasi secara optimal;

Kemampuanpendamping profesional untukbekerja secara


sistematis dan
terkontrolsesuaistandarpelayananmaupunprosedurkerjasehinggapi
hak-pihak yang berkoordinasidapatbekerja sama secara baik;

Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi


kerjasama Desa dengan SKPD Kabupaten/Kota dan kerjasama Desa
dengan pihak lain;

Kepemimpinan pendamping profesional dalam pengelolaan


pekerjaan secara kolektif.

d.

Kinerja Administrasi

1)

Kewajiban Administrasi
Pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab
administrasi yang meliputi:

Lembar Waktu Kerja (LWK) sebagai bukti kehadiran di lokasi tugas

Laporan Individu (Rencana dan Realisasi Kegiatan Bulanan)

Form Kunjungan Lapangan

Laporan Kegiatan.

Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)

SPPD dan laporan hasil kunjungan (jika ada kegiatan kunjungan


lapangan)

2)

Indikator Penilaian

442| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Indikator kinerja administrasi, meliputi:

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 443

D.

Kepatuhan pendamping
maupun prosedur kerja;

profesional

pada

standar

pelayanan

Ketaatan dan kedisiplinan dari pendamping profesional dalam


menyusun dan menyampaikan laporan, dokumen dan bukti-bukti
administrasi kepada Satker Provinsi melalui supervisor secara
reguler;

Kemampuan pendamping profesional untuk menyusun laporan,


dokumen dan bukti-bukti administrasi secara benar sesuai dengan
format yang berlaku;

Akurasi pendamping profesional dalam pembuatan laporan,


dokumen administrasi secara lengkap sesuai ketentuan yang
ditetapkan;

Kemampuan pendamping profesional untuk menyampaikan


dokumen administrasi secara cepat dan tepat waktu sesuai jadwal
yang ditetapkan.

Siklus Penilaian Kinerja

Semua tenaga pendamping profesional, baik tingkat desa maupun tingkat


pusat akan dievaluasi kinerjanya dalam periode setiap 6 (enam) bulan sekali
oleh
supervisor
yang
membawahinya.
Supervisor
berkewajiban
mengirimkan hasil evaluasi kinerja (dalam bentuk soft copy dengan format
PDF yang sudah ditandatangani) kepada supervisor di atasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Camat
dengan
dibantu
koordinator
PD
mengirimkan rekapitulasi hasil evaluasi kinerja
PLD kepada SKPD Kabupaten/Kota yang
menangani
pendampingan
Desa
melalui
Koordinator TA Kabupaten/Kota maksimal
tanggal 5 bulan berikutnya dari setiap periode
evaluasi kinerja;
2. SKPD
Kabupaten/Kota
yang
menangani
pendampingan
Desa
dengan
dibantu
Koordinator TA Kabupaten/Kota mengirimkan
rekapitulasi hasil evaluasi kinerja PLD dan PD
kepada Satker Provinsi melalui TL Provinsi
maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dari
setiap periode evaluasi kinerja;
3. Satker P3MD Provinsi dengan dibantu Team
Leader (TL) Provinsi mengirimkan rekapitulasi
hasil
evaluasi
kinerja
PLD,
PD,
TA
Kabupaten/Kota yang sudah disahkan oleh
Satker propinsi kepada Satker P3MD Pusat
melalui KPW Pusat, maksimal tanggal 15 bulan
berikutnya dari setiap periode evaluasi kinerja.

E.

Sistem Penilaian Kinerja

Cara penilaian kinerja pendamping professional dilakukan dengan


menggunakan angket/format yang harus diisi oleh supervisor dan pejabat
yang membidangi pendampingan Desa sesuai jenjang penugasan para
pendamping professional. Format penilaian kinerja tersebut mengacu pada
indikator penilaian kinerja yang dirumuskan dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang hasilnya untuk mengukur capaian kinerja
sesuai
dengan
indikator
kinerja yang
ditetapkan. Penilai diminta
memberikan

angka (kuantitatif) untuk selanjutnya dikonversi dalam nilai kualitatif,


sejauhmana seorang pendamping professional telah melaksanakan
tugasnya.
Untuk memastikan apakah kompetensi tersebut tercapai atau tidak,
maka setiap kompetensi dasar yang terdiri dari berbagai macam indikator
kinerja disusun untuk mengetahui apakah seorang pendamping profesional
memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan. Setiap
pendamping profesional akan dinilai oleh supervisor (atasannya) dan oleh
SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan, serta Satker P3MD
Provinsi.
Untuk menentukan sejauhmana tugas dilaksanakan, maka pihak
penilai memberikan skor dari angka 1 (satu) sampai angka 5 (lima) untuk
setiap indikator yang dinilai.
Definisi skor dijelaskan sebagai berikut:
Skor 5 = kinerja sangat baik;
Skor 4 = kinerja baik;
Skor 3 = kinerja cukup baik;
Skor 2 = kinerja kurang baik (dapat diterima walaupun ada kelemahan);
Skor 1 = kinerja buruk (harus diperbaiki secepatnya);
X = tidak relevan atau belum saatnya untuk dinilai, atau tidak tahu.
Dalam memberikan penilaian, supervisor (PD, TA Kabupaten/Kota, TA
Provinsi dan TL Provinsi) kemudian menggabungkan nilai-nilai dari semua
penilai baik dari unsur pendamping maupun pihak SKPD Kabupaten/Kota
yang membidangi pendampingan dan Satker P3MD Provinsi dalam satu
tabel (Rekapitulasi Evaluasi Kinerja Kecamatan, Kabupaten/Kota maupun
Provinsi). Hasil penilaian akhir rata-rata akan digunakan untuk menentukan
kelayakan pendamping; misalnya layak untuk dilanjutkan, layak untuk
dipromosikan, atau kurang layak untuk dilanjutkan. Hasil
penilaian akhir rata-rata akan berupa nilai A sampai D. Tingkat
kehadiran kurang dari 25% (akumulatif selama 1 periode kinerja) akan
mendapatkan nilai D.
Nilai A, B, C, atau D ditentukan dengan skala skor sebagai
berikut:

Nilai A = 3,50 s.d. 5,00

Nilai B = 2,50 s.d. 3,49

Nilai C = 1,50 s.d. 2,49

Nilai D = 0,00 s.d. 1,49

Penilaian tingkat pencapaian kinerja dilakukan dengan sistem scoring


yang diuraikan dalam format peniaian (terlampir). Untuk menghitung nilai

rata-rata, nilai yang diisi dalam angket dijumlahkan dan kemudian dibagi
oleh jumlah indikator yang dinilai (kecuali yang diberitanda X).
Mengingat kondisi lapangan yang bervariasi antar Provinsi,
Kabupaten/Kota dan lokasi-lokasi kegiatan, maka pelaksanaan sistem
penilaian kinerja ini harus disesuaikan dengan keadaan daerah masingmasing. Oleh karena itu, panduan ini hanya menguraikan dan menjelaskan
kewajiban dan prosedur dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem
ini. Namun, dalam pelaksanaannya TL Provinsi, TA Provinsi dan

para TA Kabupaten/Kota serta PD dapat mengatur metode dan jadwal sesuai


situasi dan kondisi di lokasi masing-masing.
Masukan/penilaian dari masyarakat dituangkan dalam Berita Acara
Forum Konsultasi Masyarakat. Jika ada masukan dari masyarakat yang
perlu perhatian khusus maka supervisor segera menindaklanjuti atas
masukan tersebut dengan mengacu pada SOP pendampingan.

F.

Manajemen dan Administrasi Penilaian Kinerja

Satker Provinsi, menjadi tanggung jawab penuh TA Pengelolaan SDM (HRD)


tingkat Provinsi di bawah pengendalian TL Provinsi. Pengarsipan angket dan
rekapitulasi di kantor TL Provinsi juga menjadi tanggungjawab TA
Pengelolaan SDM (HRD) tingkat Provinsi. Sedangkan dokumen Berita Acara
hasil penilaian Forum Konsultasi Masyarakat (FKM) cukup didokumentasikan
oleh supervisor di tingkat kecamatan.
Sistem penilaian kinerja ini sangat tergantung pada format/angket
penilaian. Oleh karena itu dokumentasi penilaian harus dijaga dan
diarsipkan secara rapi agar dapat dipakai sebagai umpan balik,
pembimbingan, analisis kebutuhan pelatihan, promosi pendamping dan
pemberian sanksi. Dokumen-dokumen tersebut juga akan secara berkala
diperiksa oleh Satker P3MD Provinsi dan Tim Audit Konsultan Nasional,
Seknas dan Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa, Pembangunnan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

G.

Pihak yang Dinilai

Sistem penilaian kinerja ini digunakan untuk menilai para pendamping di


tingkat Desa, Kecamatan, Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota dan Provinsi oleh
supervisor dan Satker di masing-masing jenjang. Supervisor yang menjadi
atasan langsung bertanggungjawab atas penilaian pendamping di
bawahnya setiap 6 (enam) bulan.
Secara singkat, pihak yang akan dilibatkan untuk menilai setiap
pendamping profesional adalah:
a)

Pendamping Lokal Desa akan dinilai oleh:

1.

Pendamping Lokal Desa;

2.

Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa, dengan


masukan dari perwakilan masyarakat di tingkat Desa melalui
forum konsultasi masyarakat.

b)

Pendamping Desa akan dinilai oleh:

1.

Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota (secara kolektif);

2.

Camat/Kasi yang membidangi pendampingan desa;

3.

SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa,


dengan masukan dari perwakilan kelompok masyarakat di tingkat
Kecamatan.

c)

Tenaga Ahli di Kabupaten/Kota akan dinilai oleh:

1.

Team Leader Provinsi;

2.

SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi pendampingan desa;

3.

Satker P3MD Provinsi.

d)

Tenaga Ahli di Provinsi akan dinilai oleh:

1.

Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) Pusat;

2.

Satker P3MD Provinsi;

3.

Satker P3MD Ditjend PPMD Kemendesa, PDT dan Transmigrasi.

e)

Tenaga Ahli yang berkedudukan di pusat dan semua jajaran di Seknas/


Konsultan Nasional akan dinilai oleh Satker P3MD Ditjend PPMD
Kemendesa, PDT dan Transmigrasi sesuai dengan tupoksinya masingmasing.

H.

Penutup

Standar Operasional Prosedur (SOP) evaluasi kinerja pendamping


profesional ini merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi sebagai dokumen Pemerintah Republik
Indonesia. Dan SOP ini merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari
pengelolaan program secara umum, oleh karenanya semua pihak yang
berkepentingan harus menggunakan SOP ini dalam melakukan evaluasi
kinerja terhadap pendamping profesional.

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
11.

PembimbinganKine
rja Pendamping

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
1. Menjelaskan konsep dasar pembimbingan kinerja
meningkatkan kinerja Pendamping Lokal Desa.
2. Menerapkan
pembimbingan
kinerja
dalam
peningkatan kinerja Pendamping Lokal Desa.

Waktu
2 JP (90 menit)

Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, dan Diskusi.

Media

Media Tayang11.4.1;

Lembar Kerja 11.4.1: Matrik Diskusi Kerangka Kerja


Pembimbingan Kinerja Pendamping Lokal Desa;

Lembar Informasi 11.4.1: Kerangka Kerja


Pembimbingan Kinerja Pendamping Lokal Desa.

Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
448| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

untuk
rangka

PENDAMPING
DESA

Proses Penyajian
1.

Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang


diharapkan dari subpokok bahasan tentang pembimbingan
kinerjaPendamping Lokal Desa;

2.

Lakukan
curah
pendapat
tentang
teknik
Pendamping Lokal Desadengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a.

supervisi
beberapa

Apa
yang
Anda
pahami tentang
pembimbingan kinerjaPendamping Lokal Desa?

b. Mengapa perlu Pendamping Desa perlu


melakukan pembimbingan kinerja kepada Pendamping
Lokal Desa?
c.

Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam


melakukan pembimbingan kinerja kepada Pendamping
Lokal Desa?

3.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


tanggapan, bertanya, berpendapat dan masukan;

4.

Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah


dilakukan, jika diperlukan beberapa pokok pikiran penting
dapat dituliskan di kertas plano atau whiteboard;

5.

Mintalah
peserta
membentuk
kelompok
untuk
mendiskusikan tentang kerangka kerja pembimbingan
kinerja yang dapat dilakukan TAPM kepada Pendamping
Lokal Desa sesuai hasil kajian kebutuhan (TNA) yang telah
dilakukan pada pokok bahasan sebelumnya dengan
menggunakan Lembar Kerja 11.4.1;

Pelatih disarankan memberikan penjelasan awal tentang pembimbingan kinerja, salah satunya dengan men
mengelola cara kerja otaknya sehingga mampu menghasilkan performa yang lebih efektif, mampu menjadi

6.

Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk


mendiskusikannya. Hasilnya dituliskan dalam kertas plano
untuk dipaparkan dalam pleno;

PENDAMPING DESA

7.

Setelah selesai mintalah beberapa kelompok untuk


memaparkan hasil diskusinya. Berikan kesempatan kepada
kelompok lain untuk menanggapi, bertanya dan memberikan
masukan;

8.

Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan


gagasan utama dari hasil pembahasan setiap kelompok
dalam pleno dengan menuliskan dalam kartu, kertas plano
atau whiteboard;

9.

Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan


kesimpulan tentang materi yang telah dibahas.

450| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

dan

PENDAMPING
DESA

Lembar Kerja 11.4.1

Matrik Diskusi Kerangka Kerja


Pembimbingan Kinerja
Pendamping Lokal Desa

Nama
Pendamping :
Lokasi Tugas :
No.

Catatan Hasil
Supervisi/Penilai
an Kinerja

Jenis
Bimbinga
n KInerja

LangkahLangkah

Pihak
yang
Terlibat

Waktu

Catatan:
(1)

Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing


kelompok dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai
kebutuhan;

(2)

Lakukan review hasil kajian kebutuhan dan rencana kerja


pengembangan Pendamping Lokal Desa (non-training) serta hasil
pemantauan kinerja (catatan hasil supervisi atau hasil penilaian
kinerja) Pendamping Lokal Desayang telah dilakukan sebagai masukan
dalam mengidentifikasi kebutuhan pembimbingan kinerja sebagai alat
untuk mengembangkan dan memperbaiki kinerja;

(3)

Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.

PENDAMPING
DESA

SP
B
11.
4

A.

Lembar Informasi

Kerang
ka
KerjaPembimbinganKi
nerja Pendamping

Latar Belakang
Pembimbingan kinerja adalah suatu kegiatan yang diperuntukkan untuk
memberikan bantuan yang pada umumnya berupa nasehat dan tuntunan
untuk
menyelesaikan
persoalan/masalah
yang
bersifat
teknis.
Pembimbingan kinerja bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau kasus
yang terjadi dan dihadapi oleh pendamping sehingga penyelesaiannya
dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
Pembimbingan kinerjadilakukan untuk memberikan kesempatan dan
pengalaman kepada Pendamping Lokal Desa dalam menghadapi berbagai
persoalan terkait isu pembangunan dan pemberdayaan Desa. Setiap
pendamping tentunya memiliki cara yang berbeda-beda dalam memahami
berbagai situasi dalam tugas termasuk menemukan alternatif solusinya.
Selama ini, Pembimbingan kinerja dilakukan secara berjenjang dan
cenderung mengikuti mekanisme struktural dari atas ke bawah. Namun
terkadang persoalan yang dihadapi pendamping tidak hanya berkaitan
dengan tanggung jawab pekerjaan atau tugas manajerial saja tetapi juga
berbagai tantangan yang sangat kompleks dan harus diselesaikan melalui
cara-cara yang lebih kreatif dan inovatif, termasuk melibatkan pihak-pihak
yang dianggap mampu untuk menyelesaikannya.
Pembimbingan
kinerjaPendamping
Lokal
Desasebagai
langkah
penyiapan tenaga pendamping yang profesional dalam memberikan
dukungan
kepada
masyarakat
agar
mampu
membangun
kemandirian,karakter dan inisiatorpembangunan di tingkat Desa dan
Kabupaten/Kota serta mampu bekerja dalam Tim. Bimbingan dilakukan
untuk membantu Pendamping Lokal Desa agar mampu bekerja dalam Tim
sebagai kelompok kerja atau gugus tugas tertentu dengan tugas utama
membantu UPTD di tingkat Kecamatan, SKPD atau Dinas terkait dalam
452| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

mendorong pembanguan dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka


implementasi Undang-Undang Desa.
Sejalan dengan upaya tersebut, kemampuan profesional Pendamping
Lokal Desadalam
pelaksanaan
Undang-Undang
Desa
perlu
ditingkatkan secara terus-

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 453

PENDAMPING
DESA

menerus melaluibimbingan, konsultasi, asistensi dan pengarahan (coaching)


sesuai kebutuhan. Permasalahan mendasar yang masih dihadapi dalam
proses pendampingan antara lain (1) terbentuknya pandangan di
masyarakat bahwa hasil seleksi pendamping yang dilakukan oleh
pemerintah seolah-olah menggambarkan kompetensi secara utuh,;
(2) pola pelatihan tugas yang tidak terintegrasi dan terpisah-pisah baik
substani atau materi maupun satu kompetensi dengan kompetensi lainnya;
(3) pendampingan yang belum optimal berpusat kepada masyarakat
(community centered); (4) terbatasnya sumber daya yang tersedia; (5)
masih banyak pendamping yang berlatar belakang akademis dan belum
memiliki pengalaman kerja yang terbatas; dan (5) pembina atau para
pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
pendamping belum secara efektif membangun sikap sebagai pembelajar.
Guna menanggulangi permasalahan tersebut, Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai tugas dan
fungsinya perlu (1) menyusun panduan kinerja Pendamping Desa; (2)
melaksanakan Pembimbingan kinerja secara berjenjang di tingkat Desa,
Kabupaten/Kota; (3) menyebarluaskan penerapan metode Pembimbingan
kinerjaberdasarkan
nilai-nilai,
karakter
dan
profesionalitas
untuk
membentuk daya saing dan karakter pendamping; (4) mengupayakan
metodologi pelatihan yang tidak lagi berupa pelatihan kelas saja, namun
pelatihan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, kepribadian,
watak, budi pekerti, kecintaan terhadap masyarakat; (5) mengarahkan
kegiatan bimbingan berbasis masyarakat agar mampu mengelola berbagai
permasalahan dengan sumber daya yang dimilikinya.

B.

Tujuan

Secara umum tujuan pelaksanaan Pembimbingan kinerjabagi Pendamping


Lokal Desa diarahkan dalam pengembangan kompetensi dan tugas, yaitu:
1.

meningkatkan
kemampuan
Pendamping
mengorganisir
dukungan
pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat Desa;

Lokal
Desadalam
pembangunan
dan

2.

meningkatkan
keterampilan
Pendamping
Lokal
Desa
dalam
memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan di Desa dan
pihak lain dalam mendorong pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa;

3.

meningkatkan
keterampilan
pendamping
dalam
memecahkan
permasalahan yang dihadapinnya secara kreatif dan inovatif terkait
pelaksanaan tugas di lapangan;

C.

Prinsip-Prinsip

PENDAMPING

DESA
Pembimbingan kinerja dilaksanakan
dengan menerapkan prinsip-prinsip
seeprti berjenjang, berkelanjutan, komprehensif, implementatif dan
koordinatif.

1. Berjenjang

Pembimbingan kinerjaPendamping Lokal Desa dilaksanakan secara


berjenjang mulai dari tingkat Pusat, Provinsi atau regional (beberapa
provinsi), Kabupaten/Kota
dan Desa. Tim pembina/fasilitator pusat
melakukan Pembimbingan kinerja kepada tim pendamping di tingkat
Kabupaten/Kota. Tim Pembina/fasilitator Pusat bersama Provinsi melakukan
Pembimbingan kinerja kepada tim pengembang/Tenaga AhliKabupaten/Kota
dalam
hal
ini
TAPM.Selanjutnya,
tim
pengembang/Tenaga
AhliKabupaten/Kota melakukan Pembimbingan kinerja kepada kepada
Pendamping Desa di tingkat Kecamatan dan Pendamping Lokal Desa di
tingkat Desa.Pendampng Desa dalam pelaksanaan Pembimbingan
kinerjadapat bertindak sebagai pembimbing atau narasumber di lapangan.
Dalam hal tertentu, pemerintah pusat dan provinsi dapat melaksanakan
Pembimbingan
kinerjasecara
langsung
kepada
Tim
Pendamping
Kabupten/Kota, Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.

2. Berkelanjutan
Pembimbingan kinerjayang dilaksanakan oleh Tim Pembina/Tenaga Ahli baik
di tingkat Pusat, Provinsi/regional maupun Kabupaten/Kota, Pendamping
Desa kepada Pendamping Lokal Desa dilakukan secara sistemik, terusmenerus dan terencana. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan program
pendampingan dapat meningkat kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke
waktu.

3. Komprehensif
Pembimbingan kinerjaPendamping Lokal Desa dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dari semua komponen kompetensi, tugas dan indikator
kinerja. Dalam pelaksanaannya tidak hanya satu komponen tertentu tetapi
meliputi semua komponen dengan maksud agar permasalahan yang
dihadapi Pendamping Lokal Desa dalam tugas dapat diselesaikan dengan
baik, cepat dan tepat sasaran.

4. Implementatif
Pembimbingan kinerja Pendamping Lokal Desa dilaksanakan dengan
menekankan praktik pengarahan (coaching) sesuai dengan kebutuhan
pelaksanaan
kerja Pendamping Lokal Desadi Kecamatan. Substasi
Pembimbingan kinerja lebih diarahkan pada perbaikan kinerja dan
penyelesaian masalah yang dihadapi dan koordianasi lintas sektoral di
wilayah kerjanya masing-masing. Materi yang bersifat teoridiberikan hanya
untuk memperkuat pelaksanaan tugas lapangan dengan tetap mengacu

konteks regulasi daerah dan dukungan terhadap pelaksanaan UndangUndang Desa.

5. Koordinatif

Pembimbingan kinerja dilaksanakan secara koordinatif antara Tim


Pembina/Tenaga Ahli pusat, Tim Pembina/Tenaga Ahli tingkat provinsi dan
Tenaga Ahli kabupaten/kota dalam hal ini TAPM sesuai dengan keahliannya
serta pemangku kepentingan terkait. Hal ini dilakukan untuk memperlancar
dan menyamakan visi, misi, dan tujuan serta gerak langkah pendampingan
di tingkat Kecamatan yang difasilitasi Pendamping Lokal Desadapat
mempercepat pembangunan dan pemberdayaan Desa.

D.

Mekanisme Pembimbingan Kinerja

Agar memberikan hasil secara optimal pola Pembimbingan kinerja


Pendamping Lokal Desa yang difasilitasi Pendamping Desa dirancang
melalui pendekatan sistem, berjenjang dan berkelanjutan menggunakan
pola In-On-In. Pemilihan pola ini dimaksudkan untuk memantapkan
struktur pengembangan mutu pendamping pada tingkat lokaldengan
optimalisasipemberdayaan berbagai forum seperti rapat kerja, rapat
koordinasi, konsultasi, kunjungan lapang, supervisi pendamping, dan
Kelompok Kerja Pendamping (KKP).Dengan pemberdayaan berbagai forum
dan kelompok kerja pendamping tersebut, kegiatan Pembimbingan
kinerjadiharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi
pendamping secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan penyelesaian
tugas, pemecahan masalah dan kualitas pendampingan di masyarakat. Di
samping itu, kegiatan ini membantu TAPM dalam mendorong Tim kerjanya di
tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan dalam peningkatan kualifikasi, karir
dan persiapan Pendamping Lokal Desadalam menghadapi proses penilaian
kinerja.

E.

Jenis-Jenis Pembimbingan Kinerja

1.

Bimbingan Tugas

Bimbingan tugas, yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para


pendamping dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah
terkait tugas dalam mendampingi masyarakat. Adapun yang termasuk
masalah-masalah dalam tugas diantaranya, yaitu pengenalan job
description, pemilihan spesifikasi atau keahlian, cara belajar, penyelesaian
tugas-tugas dan latihan, pencarian serta penggunaan sumber informasi
pendukung, perencanaan tugas lanjutan, dan lain-lain. Dalam hal ini tugas
pembimbing diantaranya:
(a)

Memberikan bimbingan, arahan dan nasehat pada pendamping


mengenai berbagai masalah yang dihadapi selama melaksanakan
tugas, membantu pendamping dalam penyusunan rencana kerja.

(b)

Menyepakati rencana kerja mencakup tujuan, output, target kinerja dan


jadwal.

(c)

Menyepakati evaluasi kinerja pendamping, bentuk layanan dan laporan


hasil serta rekomendasi tingkat keberhasilan atau pencapaian target
kinerja untuk keperluan pengembangan karis atau penghargaan atas
prestasi yang dicapainya;

(d)

Membantu mengatasi masalah-masalah penyelesaian tugas organisasi


dengan memberikan saran, koreksi atau dukungan lainnya.

2.

Bimbingan Karir

Bimbingan karir merupakan upaya bantuan terhadap pendamping secara


personal agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia
kerjanya, mengembangkan masa depannya yang sesuai dengan bentuk
kehidupannya yang diharapkan. Melalui layanan bimbingan karir,
pendamping mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat
dan bertanggung jawab keputusan yang diambilnya sehingga mereka
mampumewujudkan dirinya secara bermakna.Bimbingan karir sangat
penting untuk mengarahkan para pendamping sesuai dengan potensi dan
minat yang dimilikinya. Pemilihan karir yang tepat pada siswa, akan
memberikan kepuasan dan akan meraih hasil yang maksimal.
Menurut Winkel (2005:114) bimbingan karir adalah bimbingan dalam
mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, dalam memilih lapangan kerja
atau jabatan/profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku
jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari
lapanan pekerjaan yang dimasuki. Dengan demikian, bimbingan karir juga
dapat dipakai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pendamping yang
harus dilihat sebagai bagaian integral dari program pelatihan yang
diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar dalam tugas.
Kekeliruan
dalam
mengarahkan
karir
pendamping
dalam
mengembangkan potensi dan mintanya, akan berdampak secara luas pada
kinerja dan kehidupan dalam masyarakat, yang kemungkinan akan
menurunkan prestasi bahkan frustasi dan gangguan psikologis, karena
ketidakmampuan beradaptasi, hasil yang diperoleh tidak maksimal,
tertutupinya bakat-bakat bawaan yang sebenarnya lebih dominan dan lainlain.

3.

Bimbingan Sosial

Bimbingan sosial merupakan upaya bantuan personal kepada pendamping


dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya secara
pribadi. Hal ini menyangkut masalah hubungan dengan sesama rekan kerja,
staf, tim kerja, atasan atau penyelia dan pemnagku kepentingan yang
terlibat dalam tugasnya sebagai pendamping. Bimbingan sosial diarahkan
untuk meningkatkan pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian
diri dengan lingkungan kerja dan masyarakat tempat dimana mereka
tinggal, dan penyelesaian konflik.
Bimbingan
sosial
bertujuan
membantu
pendamping
dalam
membangun sikap
dan kepribadian sebagai pendamping professional
dengan pemantapan pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan diri dan

usaha untuk menanggulanginya, kretivitas, produktif dan pengembangan


untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, serta kemampuan
mengambil keputusan.
Bimbingan
sosial
untuk
memantapkan
kepribadian
dan
mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah
dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian
pribadi yang seimbang dengan

memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragampermasalahan


yang dialami oleh individu.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang sosial misalnya:
pribadi bertanggung jawab, kurang menyenangi kritikan orang lain, kurang
memahami tata karma (etika) pergaulan; kurang berpartisipasi dalam
kegiatan sosial kemasyarakat, baik di kampus maupun dimasyarakat,
kurang termotivasi dengan tugas, tidak mau menerima tugas atau beban
tambahan, kurang sabar, senang berkonflik, rendah diri, etos kerja lemah,
tidak mampu menghadapi situasi kritis, dan lain-lain.

4.

Coaching

Coaching adalah pembinaan. Secara teoritis, coachingmerupakan


prosespengarahan yang dilakukan atasan atau senior untuk melatih dan
memberikanorientasi kepada bawahanya tentang realitas di tempat kerja
serta membantumengatasi hambatan
dalam mencapai prestasi kerja
secara optimal. Kegiatanini sangat tepat diberikan kepada pendamping baru
atau yang menghadapipekerjaan baru, pendamping yang sedang
menghadapi masalah prestasi kerja ataumenginginkan pembinaan kerja.
Tujuannya untukmemperkuat dan menambah kinerja yang telah berhasil
atau memperbaikikinerja yang bermasalah.
Coaching merupakan suatu cara sistematis untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan kapasitas setiap orang sehingga berhasil
mencapai
sasaran
kerjanya. Coaching dapat dilakukan kapan saja
supervisor merasa perlu, tidak bergantung pada jadwal yang ketat. Seorang
coach adalah fasilitator, bukan guru. Coach berperan menyediakan tools
dan memposisikan sebagai motivator yang mendukung tujuan pendamping
dalam melaksanakan tugasnya. Coach menjadi cermin, membantu dan
memberi saran kepada pendamping untuk melakukan pekerjaan yang
dibutuhkan atau menyelesaikan tugas atau proyek tertentu.
Manfaat coaching untuk meningkatkan thereshold competency (TC)
adalah kompetensi dasar yang dimilikiseseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya tetapi kompetensi ini belumsebagai keunggulan menjadi
Differentiating Competencies (DC) yaitukarakteristik yang dimiliki oleh
orang-orang yang berkinerja tinggi(high performer) dan yang tidak dimiliki
oleh orang-orang yangberkinerja rendah (low) atau kurang (poor).
Misalnyaseorang pendamping yang telah menguasai keahlian khusus
yangdibutuhkan untuk memelihara jaringan. Pendamping seperti ini bisa
dikatakan orang yangberkinerja tinggi sesuai kompetensi yang dimiliki.
Beberapa metode yang digunakan dalam coaching
diantaranya:

(a)

Transitional Coaching, merupkan model yang dirancang untuk


membantu pendamping dalam meraih karir baru, sekaligus mengatasi
tantangan yang muncul saat pendamping berakhir tugasnya, berganti
pekerjaan, beralih profesi, atau memasuki lingkungan kerja baru.

(b)

Developmental Coaching, dirancang untuk membantu pendamping


mengambil keputusan dalam proses pengembangan karir, dan
membantu mereka memasuki

pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar baik dalam tim
maupun dengan perubahan tugas/pekerjaan.
(c)

Remedial Coaching, merupakan metoda yang digunakan untuk


membantu pendamping memperbaiki performa atau kinerja ahgar
kembali ke jalur yang seharusnya, dengan menangani leadership style
issues yang sedang dihadapi saat ini.

5.

Counseling

Counseling adalah teknik untuk meningkatkan efektifitas perilaku dan sikap


mental agar sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Konseling dilakukan
apabila setelah coaching dilakukan tidak terjadi perubahan atau
peningkatan kinerja dari bawahannya. Konseling lebih mengarah pada
aspek psikologis dari individual, sehingga untuk melaksanakan konseling
seorang manajer/supervisor perlu dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan untuk memahami kebutuhanpsikologis tersebut.
Dalam kegiatan pengendlian counseling, mempunyai makna sebagai
hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang
(konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada waktu yang akan datang (Natawijaya, 1987).
Konseling dalam kerja pendampingan, meliputi:
(a)

Penempatan Kerja. Pelayanan penempatan memberikan bantuan


bagi para pendamping baru dengan menyediakan berbagai informasi
tentang analisis pekerjaan, serta aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik dari posisi tersebut. Dari pihak lembaga kerja, peranan
konselor
adalah
membantu
organisasi
memperolah
tenaga
pendamping yang cocok dengan keperluan sesuai dengan jenis, strata,
dan struktur pekerjaan yang ada. Dipandang dari pihak pendamping
dan pengguna, konselor berusaha membangun suasana the right man
on the right place, menempatkan pekerja secara tepat sesuai dengan
kondisi pribadinya, bakat, minat, serta bidang keahliannya. Layanan
penempatan seperti ini juga berlaku bagi para pendamping yang
menempati posisi baru dalam struktur atau penjajagan yang ada.

(b)

Penyesuaian Kerja. Kepada pendampingbaru atau pemula, konselor


memberikan layanan orientasi. Para pendamping baru perlu mendapat
persepsi yang tepat, wawasan yang memadai dan cara-cara yang
akurat tentang bidang kerja yang baru diampunya. Tema utamanya
adalah penyesuaian diri secara tepat dan cepat terhadap tuntutan
kinerja di tempat yang baru sebagai pendamping. Penyesuaian yang
seperti ini akan memberikan jaminan awal tentang keberhasilan kerja.

(c)

Kepuasan Kerja. Keadaan yang diharapkan adalah pendamping


merasa senang bekerja, merasa kerasan dan puas dengan kondisi yang
ada. Kondisi ini akan mengantarkan yang bersangkutan bertugas lebih
lanjut dengan semangat yang

cukup tinggi bahkan semakin tinggi. Keadaan ketidakpuasan yang


menimpa pendmaping pemula, perlu diberikan bantuan layanan
konseling untuk mengembalikan semangat kerja dan sikap positif
terhadap pekerjaan tersebut.
(d)

Kepindahan Kerja. Kepindahan pendamping krena rotasi atau mutasi


tidak hanya di latar belakangi oleh faktor ketidakpuasan dengan posisi
atau lokasi yang lama, ada kemungkinan mereka ingin pindah karena
berharap memperolah pengalaman baru atau alasan lainnya. Apapun
alasannya, proses mutasi atau rotasi sering kali memerlukan bantuan
konseling baik untuk penempatan maupun penyesuaian.

(e)

Pengentasan Masalah Lainnya. Masalah-masalah pribadi berkenaan


dengan keluarga, kesehatan, sikap, dan kebiasaan sehari-hari, hobi dan
waktu senggang, hubungan sosial kemasyarakatan, dan lain-lain
merupakan obyek kegiatan konseling yang dapat dilakukan oleh
atasannya. Apabila masalah ini dibiarkan membesar, akan
mempengaruhi hubungan kerja dan kinerja pendamping dengan tim
atau manajemen. Sebaliknya apabila masalah pribadi tersebut dapat
ditangani dengan baik, dampak positifnya terhadap hubungan kerja
dan kinerja pendamping akan dapat dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan.

6.

Mentoring

Mentoring merupakan sebuah metode yang bersifat pengalaman individual


yang mencoba membagikan pengetahuan dan ketrampilan serta
kompetensinya kepada seseorang yang mempunyai pengalaman kerja lebih
sedikit dengan situasi hubungan yang penuh kepercayaan dan
menguntungkan. Mentors adalah seseorang yang melalui tindakan dan
pekerjaannya membantu karyawan lain untuk memaksimalkan potensi yang
dimilikinya. Mentoring merupakan bentuk Pendampingan/Buddying pada
orang yang baru masuk bekerja atau orang yang akan menempati posisi
baru atau jabatan baru. Dalam program mentoring perusahaan memiliki
orang ahli atau orang-orang di dalam organisasi yang berpengalaman yang
dapat berbagi, membimbing dan memberikan umpan balik yang di sebut
Mentor, terhadap Mentee (orang yang di mentoring). Seorang Mentee dapat
belajar dan mempelajarinya dengan cara osmosis yaitu dengan cara
ditunjukkan dan dengan melakukannya.
Mentoring dianggap sebagai salah satu alat yang tepat bagi
pengembangan dan pemberdayaan personal karena merupakan cara yang
efektif dalam membantu pendamping untuk menemukan potensi diri serta
mengembangkan karirnya dengan lebih baik. Karakteristik mentoring yang
bersifat career-focused membuat aktivitas ini lebih efektif dibandingkan
coaching karena mentoring memungkinkan para mentee untuk
mengembangkan karirnya di luar area kerja yang selama ini ditekuni. Selain

itu, inti kegiatan mentoring bersifat sharing sehingga pengetahuan dan


pengalaman yang diperoleh jauh lebih beragam.
Menurut Dalton dalam Thompson Career Development Model, terdapat
empat tahapan dalam pendekatan mentoring, yaitu:

(a)

Tahap 1: dependence/ketergantungan. Profesional baru masih


tergantung pada mentor dan mengambil peran subordinat dimana
memerlukan supervisi yang dekat;

(b)

Tahap
2:
independence/mandiri.
Profesional
dan
mentor
mengembangkan hubungan yang lebih seimbang. Profesional
mengubah dari apprentice ke kolega dan membutuhkan sedikit
supervisi. Kebanyakan profesional akan
sampai tahap ini untuk
sebagian besar dalam kehidupan profesional mereka;

(c)

Tahap 3: supervising others/Supervisi orang lain. Menjadi mentor bagi


dirinya sendiri dan mendemostrasikan kualitas profesional sebagai
mentor;

(d)

Tahap 4:managing andsupervising others/mengatur dan mensupervisi


orang lain.

Daftar Pustaka
Gomes, Faustino Cardoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2003.
Sujoko Program Mentoring Dalam Kasus Penempatan Tenaga Kerja
Bermasalah Di Perpustakaan. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan
Kalijaga.
http://www.loop-indonesia.com/mentoring-di-tempat-kerja-apa-danmengapa-part-1/ http://www.kompasiana.com/marhaenii/mentoring-dalamperusahaanperlukah_5528bb68f17e61357f8b457b
http://evevacarol.blogspot.co.id/2013/01/konseling-kerja.html

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi | 461

PENDAMPING
DESA

Pokok Bahasan

12
EVALUASI PELATIHAN
DAN RENCANA KERJA
TINDAK LANJUT

462| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

PENDAMPING DESA

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal nsmigrasi |


dan Tra
463

PENDAMPING
DESA

Rencana
Pembelajaran

SP
B
12.

Evaluasi
Penyelenggaraan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merangkum kembali pokok-pokok isi materi pelatihan
pratugas Pendamping Desa mulai SPB 1 hingga SPB
11dengan benar;
2. Menilaipenyelenggaraan
kegiatan
pelatihan
pratugas
Pendamping Desadi wilayah kerja masing-masing.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Evaluasi .

Media

Media Tayang 12.1.1:

Lembar Kerja12.1.1: Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan


Pratugas Pendamping Desa.

Lembar Kerja12.1.2: Evaluasi Materi Pelatihan Pratugas


Pendamping Desa.

Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard

PENDAMPING
DESA

Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Resume Hasil Pelatihan

3.

1.

Sebelum kegiatan dimulai, pelatih atau penyelenggara


membagikan lembar penilaian penyelenggaraan kegiatan
dan materi pelatihan(Lembar Kerja 12.1.1 dan 12.1.2)
kepada peserta untuk diisi dan dan diserahkan kepada
panitia;

2.

Setelah mengisi lembar evaluasi pelatihan, selanjutnya


pelatihan menjelaskan kepada peserta tentang tujuan,
proses dan hasil dari penyusunan resume pokok-pokok isi
materi pelatihan pratugas Pendamping Desa;

Pelatih memberikan rangkuman dan menjelaskan tentang:


a. Rangkuman materi dan kaitan materi yang satu
dengan yang lainnya.
b. Tujuan pelatihan selama proses pelatihan.
c. Bagan proses pelatihan.
d. Penjelasan untuk memenuhi harapan yang belum
terpenuhi.
e. Penjelasan hasil evaluasi individu praktek melatih.
4.

Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan


materi yg belum jelas;

5.

Buatlah
pembulatan
dan
kesimpulan
akhir
dari
keseluruhan materi pelatihan pratugas Pendamping
Desa.

Kegiatan 2: Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan

6.

Mintalah kepada masing-masing peserta untuk curah


pendapat terkait proses penyelenggaraan pelatihan
pratugas
Pendamping
Desadengan
mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai berikut;
a. Apa yang Anda
pelatihan ini?

rasakan

setelah

Anda

mengikuti

b. Kebutuhan dan kemampuan (pengetahuan, sikap dan


keterampilan) apa saja yang dianggap perlu
ditingkatkan untuk mendukung penyelenggaraan
pelatihan pratugas Pendamping Desa?
c. Bagaimana upaya Anda sebagai pendamping untuk
memperbaiki dan meningkatkannya dan siapa saja
yang terlibat di dalamnya?
7.

Catatlah beberapa hal pokok yang dikemukakan oleh


peserta dalam metaplan agar mendapatkan reaksi dari
masing-masing peserta;
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi | 465

8.

Selanjutnya
paparkan
hasil
evaluasi
penyelenggaraanpelatihan
partugas
Pendamping
Desauntuk diberikan tanggapannya dari peserta;

9.

Diskusikan hasil reaksi masing-masing peserta terkait hasil


evaluasi tersebut dan buatlah kesepakatan bersama
terkait hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka
meningkatkan kapasitas sebagai Pendamping Desa;

10. Lakukan penegasan dan kesimpulan akhir ats keseluruhan


proses
penyelenggaraan
pelatihan
yang
telah
dilaksanakan.

Lembar Kerja 12.1.1

Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan Pratugas


Pendamping Desa

Petunjuk:
1. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban yang menurut Bapak/Ibu/Saudara
sesuai dengan pendapatnya;
2. Setelah diisi, harap dikembalikan kepada pelatih atau panitia penyelenggara.
No
1.

2.

3.

4.

Pernyata
an
Setelah mengikuti Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa. tujuan pelatihan yang telah dirumuskan, saya ;

a.

Mengetahui sekali

b.

Mengetahui

c.

Kurang mengetahui

d.

Tidak mengetahui

Hubungan Materi Pelatihan Pratugas Pendamping Desa,


dengan pengetahuan yang telah saya miliki adalah ;

a.

Seluruhnya baru

b.

Sebagian baru

c.

Sebagian ulangan

d.

Seluruhnya ulangan/tidak ada tambahan

Hubungan materi Pelatihan Pratugas Pendamping Desa,


dengan peran saya sehari-hari:

a.

Seluruhnya sesuai

b.

Sebagaian besar sesuai

c.

Sebagaian kecil sesuai

d.

Tidak ada yang sesuai

Cara penyajian materi oleh pelatih;

a.

Semua pelatih sangat jelas penyajian

b.

Sebagain besar pelatih jelas penyajian

c.

Sebagaian kecil pelatih yang tidak jelas penyajian

Jawaban

No

d.
5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pernyata
an
Semua pelatih tidak jelas penyampaian

Media belajar yang dipergunakan pelatih dalam penyampaian


materi;
a. Semua jelas

b.

Sebagian besar jelas

c.

Sebagian kecil jelas

d.

Semua tidak jelas

Alokasi waktu yang disediakan untuk peserta dalam proses


belajar untuk masing-masing Sub Pokok Bahasan (SPB)
dalam metode tanya jawab, diskusi, kerja kelompok dan
tugas-tugas lain
a. Terlalu lama

b.

Lama

c.

Cukup

d.

Kurang lama

Jumlah hari/waktu Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa, yang disediakan pada pelatihan ini ;

a.

Terlalu lama

b.

Lama

c.

Cukup

d.

Kurang lama

Metode belajar yang digunakan dalam proses belajar dari


masing- masing sub pokok bahasan (SPB) pada pelatihan
ini:
a. Tepat sekali

b.

Tepat

c.

Kurang tepat

d.

Tidak tepat

Isi materi yang disajikan dan dikemas dalam sub pokok


bahasan (SPB) pada pelatihan ini:

a.

Sangat bermanfaat

b.

Bermanfaat

c.

Kurang bermanfaat

d.

Tidak bermanfaat

Akomodasi yang disediakan untuk peserta pada


pelatihan ini;
a. Sangat memuaskan

Jawaban

No

11.

12.

13.

14.

15.

16.

b.

Memuaskan

c.

Kurang memuaskan

d.

Tidak memuaskan

Pernyata
an

Konsumsi yang disediakan untuk peserta pada


pelatihan ini;
a. Sangat memuaskan

b.

Memuaskan

c.

Kurang memuaskan

d.

Tidak memuaskan

Suasana pergaulan antara peserta dengan peserta pada


pelatihan ini;
a. Sangat akrab

b.

Akrab

c.

Kurang akrab

d.

Tidak akrab

Suasana pergaulan antara peserta dengan panitia


penyelenggara pada pelatihan ini;

a.

Sangat akrab

b.

Akrab

c.

Kurang akrab

d.

Tidak akrab

Suasana pergaulan antara peserta dengan pelatih


(sebagai tim/individu) pada pelatihan ini;

a.

Sangat akrab

b.

Akrab

c.

Kurang akrab

d.

Tidak akrab

Sikap pelatih dalam menyampaian materi pada


pelatihan ini;
a. Sangat menarik

b.

Menarik

c.

Kurang menarik

d.

Tidak menarik

Etika pelatih dalam menyampaian materi pada


pelatihan ini;

Jawaban

No

17.

a.

Sangat sopan

b.

Sopan

c.

Kurang sopan

d.

Tidak sopan

Pernyata
an

Sarana dan prasarana belajar yang disediakan oleh


panitia penyelenggara pada pelatihan ini;

a.

Sangat mendukung proses belajar

b.

Mendukung proses belajar

c.

Kurang mendukung proses belajar

d.

Tidak mendukung proses belajar

Saran-Saran

470| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Jawaban

PENDAMPING
DESA

SPB
12.2

Rencana
Pembelajaran

Rencana Kerja Tindak

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menyusun
Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) untuk persiapan
penyelenggaraan pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa di
wilayah kerja masing-masing.

Waktu
1 JP (45 menit)

Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.

Media

Media Tayang 12.2.1;

Lembar Kerja12.2.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak


Lanjut (RKTL);

Lembar
Kerja
12.2.1: Format
Laporan
Pelaksanaan PelatihanPendamping Lokal Desa.

Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop,dan
WhiteBoard
472| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

PENDAMPING
DESA

Proses Pembelajaran
1.

Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil


dari penyusunan RKTL kepada peserta;

2.

Mintalah kepada masing-masing peserta untuk menyusun


rencana tindak lanjut pelatihan pratugas Pendamping
Desaatau secara tim yang telah dibentuk di masingmasing lokasi atau wilayah kerja;

3.

Diskusikan hasil reaksi masing-masing peserta dan


buatlah kesepakatan kelompok terkait rencana kegiatan
yang akan dilakukan dalam rangka menindaklanjti hasil
pelatihan dengan menggunakan Lembar Kerja 12.2.1
termasuk dalam menyusun laporan kegiatan pelatihan
dengan menggunakan Lembar Kerja 12.2.2;

4.

Hasilnya rumusan RKTL kemudian ditempelkan di dinding


untuk dibahas dalam pleno;

5.

Berikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
menanggapinya dan kumpulkanlah gagasan pokok
tentang tindak lanjut yang mungkin dapat dilakukan baik
secara individu maupun kelompok atau tim;

6.

Tutup acara ini dengan permainan ringan untuk


menyegarkan suasana, untuk menimbulkan kesan yang
positif pada akhir sesi pelatihan;

7.

Serahkan
kembali
kendali
acara
kepada
panitia
penyelenggara untuk menutup secara resmi dan diakhiri
dengan doa.

Lembar Kerja 12.2.1

Matrik Diskusi: Rencana Kerja Tindak


Lanjut
Aspek penting yang Perlu
ditindaklanjuti

No.

Proses

1.

Pembentukan Tim Pelatih

2.

Dukungan
pemerintah
Kabupaten/Kota

3.

Dukungan masyarakat

4.

Kelompok sasaran (calon peserta)

5.

Ketersediaan fasilitas pendukung

6.

Waktu dan Tempat

7.

Pembiayaan

8.

Dll.

Pemangk
u
Kepenting

Potensi

Waktu

Catatan:
(1)

Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi
sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain
tentang rencana tindak lanjut penyelenggaraan pelatihan Pendamping
Lokal Desa;

(2)

Jelaskan proses yang perlu dilakukan di setiap aspek yang perlu


ditindaklanjuti;

(3)

Identifikasikan pemangku kepentingan yang terlibat baik secara


langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan pelatihan
Pendamping Lokal Desa;

(4)

Identifikasikan potensi atau sumber daya pendukung disetiap aspek


yang perlu ditindaklanjuti;

(5)

Tetapkan perkiraan
direncanakan.

waktu

masing-masing

tahapan

yang

telah

Lembar Kerja 12.2.2

Format Laporan Pelaksanaan


Pelatihan
BAB 1:

Pendahuluan
1. Latar Belakang.
2. Maksud dan Tujuan
3. Hasil yang diharapkan
4. Ruang Lingkup Materi
5. Pelaksana
6. Waktu dan tempat

BAB 2:

Pelaksanaan Pelatihan
1. Informasi Umum
(a) Peserta:menjelaskantentang peserta (jumlah,
posisi/jabatan,
komposisi
dll).
(b) Pelatih: menjelaskan tentang pelatih atau fasilitator
(jumlah, posisi/jabatan, komposisi, Tim Pelatih, dll).
(c) Materi Pelatihan dan Jam Pelajaran: menjelaskan tentang
keluasan dan kedalam materi pelatihan, jam pelajaran,
waktu hari pelatihan dan bobot materi.
2. Proses Pelatihan
(a) Metode: menjelaskan pendekatan/metode yang digunakan
dalam menyampaikan materi pelatihan;
(b) Media dan Sumber Belajar: menjelaskan tentang
pemanfaatan
media dan sumber belajar pendukung
pelatihan;
(c) Fasilitasi Proses: menyajikan data/informasi mengenai tata
urut penyajian materi dan proses interkasi pelatih dan
peserta;
(d) Dinamika Pembelajaran: menguraikan hasil analisis tentang
kondisi dan perubahan perilaku dalam setiap tahapan
pembelajaran.

BAB 3: Hasil Pelatihan


1. Kehadiran Peserta;
2. Partisipasi Peserta;
3. Capaian Belajar (tingkat pemahaman dan kompetensi peserta).
BAB 4: Permasalahan dan Tantangan
1. Permasalahan;
2. Tantangan.

BAB 5: Rekomendasi dan Kesimpulan


1. Rekomendasi: memaparkan secara singkat tentang pokokpokok pikiran penting berupa, tindak lanjut pasca pelatihan,
masukan dan saran dalam rangka perbaikan penyelenggaraan
pelatihan sebagai masukan kepada pemangku kepentingan
terkait;
2. Kesimpulan: resume tentang tujuan, proses, hasil dari
pelatihan yang telah dilaksanakan.
BAB 5:

Penutup
Lampiran :
Jadwal latihan
Hasil Rekapitulasi Evaluasi Peserta
Hasil Evaluasi Pelaksanaan Latihan
Foto dokumentasi Kegiatan

Daftar Pustaka
Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha
Kolektif Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Bappenas, edisi III (2011).Perkembangan Perdagangan dan
Investasi, Jakarta.
Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport,
Connecticut: Greenwood Press.
Didin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Dwiyanto, Agus dkk., (2003).Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta:
Direkorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama
dengan KOMPAK.
Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan,
Jakarta: LP3ES.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang
Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Jakarta:
Departemen Dalam Negeri.
M. Silahuddin, (2015). Buku 1: Kewenangan Desa dan Regulasi Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Mochammad Zaini Mustakim, (2015). Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Naeni Amanulloh, (2015). Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.

Nyoman Oka (2009).Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan


Fasilitator CLAPP (Community Learning And Action Participatory
Process), MITRA SAMYA dengan dukungan AusAID ACCESS.

Osborne, David dan Ted Gaebler, (1996).Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta:


Pustaka Binaman Pressindo.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54/2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan. Jakarta: Direktur jenderl Bina Pembangunan Deerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber
Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5864);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tatacara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi
Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1967);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak AsalUsul dan Kewenangan Berskala Lokal Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 158);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
RepublikIndonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib
dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


RepublikIndonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa
(Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 160);

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


RepublikIndonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan, danPembubaran Badan Usaha Milik Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015Nomor 161);
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan Di Desa, Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Kepala Desa, Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa, Jakarta;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa, Jakarta;
Said, Masud, (2007).Birokrasi di Negara Birokratis, Malang: UMM
Press.
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor: 900/5356/SJ. Nomor 959/KMK.07/2015. Nomor 49 Tahun 2015
tentang Percepatan, Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana
Desa Tahun 2015;
Sutoro Eko, (2015). Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat UU
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Syarief, Reza M. (2002). Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir :
pada Diri dan Organisasi Anda.Bandung: Asy Syamiamil Cipta Media.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
Wahyuddin Kessa, (2015). Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno, dkk., (2015) Modul Pelatian Penyegaran Pendamping
Desa dalam rangka Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan
Implementasi Undang-Undang Desa, Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno. editor(2016) Draft Buku Bantu Pengelolaan
Pembangunan Desa, Jakarta: PMK, Bappenas, Kemendesa PDTT,
Kemendagri, BPKP, PSF-World Bank dan KOMPAK.
480| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping
Desa

Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatihan untuk Pelatih Pendamping


Desa, Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno, (2012) Modul Pelatihan Harmonisasi dan Integrasi
Perencanaan Pembangunan Daerah, Banda Aceh: Kerjasama Bappeda
Aceh dan The World Bank.
Wahjudin Sumpeno, (2012) Modul Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah:
Pengelolaan Forum SKPD, Banda Aceh: Kerjasama BKPP Aceh dan The
World Bank.
Wahjudin Sumpeno, (2010) Panduan Penyusunan RPJM Desa Berbasis
Perdamaian, Banda Aceh: The World Bank.
Wahjudin Sumpeno, (2001) Perencanaan Desa Terpadu, Banda Aceh: Read
Indonesia.

482| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping


Desa

Anda mungkin juga menyukai