Modul Pelatihan
Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
Pengembangan
Sumber Daya Manusia
Bidang Layanan Dasar di Desa
Modul Pelatihan
Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
Pengembangan
Sumber Daya Manusia Bidang
Layanan Dasar di Desa
MODUL PELATIHAN
PENYEDIA PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS DESA
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
BIDANG LAYANAN DASAR DI DESA
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
20. Program Inovasi Desa disingkat PID merupakan salah satu upaya Pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui peningkatan
kapasitas desa dalam mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan
desa secara berkualitas.
21. Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa disingkat P2KTD adalah lembaga
profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, dan Infrastruktur Desa.
22. Tim Inovasi Kabupaten adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati/Walikota untuk
melaksanakan kegiatan Inovasi dalam program Inovasi Desa di kabupaten/kota.
Pembentukan Tim Inovasi Kabupaten PID ditetapkan dengan Surat Keputusan
Bupati/Walikota dan berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran.
23. Kelompok Kerja Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa disingkat Pokja PPID
adalah tim yang dibentuk dibawah koordinasi Tim inovasi Kabupaten bertugas
merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan Inovasi melalui
pengelolaan pertukaran pengetahuan.
24. Kelompok Kerja Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa yang disingkat Pokja
P2KTD, adalah Tim yang dibentuk dibawah koordinasi Tim Inovasi Kabupaten
bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan Kegiatan
Peningkatan kapasitas P2KTD dalam upaya menyediakan kebutuhan desa akan
penyedia peningkatan kapasitas teknis yang profesional
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Alloh SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang telah
memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa Program Inovasi Desa (PID) TA 2017 telah hadir sebagai panduan
peningkatan kapasitas bagi Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas pembangunan Desa.
Modul Pelatihan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) diinisiasi
oleh Direktorat Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD),
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi. Modul pelatihan ini sebagai panduan dalam mendorong
peningkatan kualitas pemanfaatan Dana Desa dengan memberikan ruang kepada
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa terlibat dalam mendorong inovasi dalam
pelaksanaan pembangunan Desa khususnya di bidang pengembangan potensi ekonomi
lokal dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia serta infrastruktur Desa.
Melalui dukungan PKTD ini, Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan
pertukaran pengetahuan dalam peningkatan kualitas pembangunan.
Secara khusus modul pelatihan ini sebagai panduan bagi penyelenggara dalam
memfasilitasi proses pelatihan bagi P2KTD agar memahami secara filosofis, teknis serta
memandu proses pelaksanaan pendampingan teknis di Desa. Jika diperlukan
penambahan dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat diskusikan bersama
agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan P2KTD ini. Semoga Alloh SWT
senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Taufik Madjid
Daftar Isi
Daftar Istilah
Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan vii
Masyarakat Desa xi
Daftar Isi xiii
Pokok Bahasan 1
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran tentang Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa dalam Program Inovasi Desa, peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan latar belakang, tujuan, prinsip, ruang lingkup,
mekanisme dan komponen PID;
2. Menjelaskan kebijakan P2KTD.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Tanya Jawab, dan Pleno.
Media
Media Tayang 1.1.1: “Program Inovasi Desa”;
Media Tayang 1.1.2: “Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa
(P2KTD)”;
Lembar Informasi 1.1.1: “Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi
Desa”;
Lembar Informasi 1.1.2: “Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis
Desa dalam Program Inovasi Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Program Inovasi Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “kebijakan pembangunan desa” sebagai
landasan bagi P2KTD dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa;
2. Lakukan pemaparan tentang kebijakan umum Program Inovasi
Desa mencakup larat belakang, tujuan, prinsip-prinsip dan ruang
lingkupnya dengan menggunakan Media Tayang 1.1.1;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengajukan pendapat terkait hasil paparan yang telah dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang berkembang dalam tanya jawab.
5. Lakukan pembulatan atau penegasan terkait isu-isu krusial dalam
Program Inovasi Desa;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.2 Tata Kelola Desa
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang tata kelola desa, peserta
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan ruang lingkup tata kelola desa (Hakekat, Azas,
Kewenangan);
2. Menjelaskan siklus perencanaan dan penganggaran desa;
3. Menjelaskan proses pengambilan keputusan di desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 1.2.1: “Tata Kelola Desa”;
Lembar Diskusi Kelompok 1.2.1: Siklus Perencanaan dan
Penganggaran Desa”;
Lembar Diskusi Kelompok 1.2.1: “Perencanaan dan Penganggaran
Desa”;
Lembar Informasi 1.2.1: “Tata Kelola Desa dalam Perspektif Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Tata Kelola Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “tata kelola desa”;
2. Lakukan pemaparan secara ringkas dan jelas tentang hakikat,
azas, dan kewenangan desa berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan menggunakan Media
Tayang 1.2.1;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengajukan pendapat terkait hasil paparan yang telah dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang berkembang dalam tanya jawab;
5. Lakukan pembulatan atau penegasan tentang isu-isu krusial terkait
tata kelola Desa;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Rencana Pembelajaran
SPB
1.3 Kewirausahaan Sosial
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang kewirausahaan sosial, peserta
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep kewirausahaan sosial dalam P2KTD;
2. Menguraikan karakteristik kewirausahaan sosial;
3. Merefleksikan nilai-nilai kewirausahaan sosial dalam organisasi.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Film, dan Tanya Jawab.
Media
Media Tayang 1.3.1: “Konsep dan Karakteristik Kewirausahaan
Sosial”;
Media Tayang 1.3.2: “Film Grameen Bank – Muhaman Yunus”;
Lembar Informasi 1.3.1: “Kewirausahaan Sosial”.
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Kewirausahaan Sosial dalam Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembahasan tentang “kewirausahaan sosial dalam Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD)” dalam rangka
mendorong upaya perubahan masyarakat di Desa;
2. Awali dengan curah pendapat tentang pengertian kewirausahaan
sosial dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci sebagai
berikut:
a. Apa yang dimaksud kewirausahaan sosial?
b. Mengapa kewirausahaan sosial sangat penting bagi P2KTD?
c. Hal-hal apa saja yang menjadi tantangan dalam membangun
jiwa kewirausahaan sosial bagi P2KTD?
3. Gunakan kertas plano untuk mencatat hal-hal pokok yang
dikemukakan peserta;
4. Lakukan pembulatan atau penegasan tentang isu-isu krusial terkait
konsep kewirausahaan sosial bagi P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan.
Pokok Bahasan 2
PELUANG PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
Tujuan
Setelah pembelajaran kebijakan pengembangan sumber daya manusia
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan kebijakan Kementrian Desa dan Kementerian terkait
dalam pembangunan layanan dasar desa bidang PAUD dan
Posyandu;
2. Menjelaskan prioritas dan optimalisasi fungsi dan tugas pokok
Posyandu dan PAUD serta keterkaitan dengan mengatasi masalah
kesehatan dan pendidikan anak usia dini di desa
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 2.1.1: “Pokok-Pokok Kebijakan dalam Pengembangan
Sumber Daya Manusia Bidang Sosial Dasar”.
Lembar Informasi 2.1.2: “Pokok-Pokok Kebijakan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Bidang Layanan Dasar”
Alat Bantu
Flipt chart, Lembar Kerja Individu, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Kebijakan Pemerintah dalam Layanan Dasar Bidang
Posyandu dan PAUD
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari pokok
bahasan tentang “kebijakan pemerintah dalam layanan dasar
bidang Posyandu dan PAUD” sebagai perspektif yang akan
melandasi seluruh proses pembelajaran selanjutnya;
2. Membuka kelas dengan mengajukan pertanyaan pada peserta
kebijakan-kebijakan apa saja yang diketahui oleh peserta terkait
layanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan di desa (Posyandu
dan PAUD). Pelatih menuliskan di kertas plano kebijakan yang
disampaikan peserta, beserta pesan inti kebijakan tersebut;
3. Lakukan pemaparan tentang kebijakan pemerintah terkait
Posyandu dan PAUD di desa.
UU Desa no 6 thn 2016 tentang Desa Pasal 4, 74, 78
Permendes no 4 tahun 2017: Prioritas Penggunaan Dana Desa
tahun 2018
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Th 2015-2019
Rencana Strategis Kementrian Pendidikan tentang PAUD Th
2015-2019
Posisi Isu Strategis Kesehatan dan Pendidikan dalam Skala
Kewenangan Desa
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 60 tahun 2013
tentang pengembangan anak usia dini holistik-integratif
Perpu Kemendagri no 11 /2011 – Integrasi Posyandu dan
PAUD
10 Bidang Integrasi Posyandu
Prioritas dalam pembangunan layanan dasar Desa terkait
Posyandu dan PAUD
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 137
Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 PAUD
4. Membuka kesempatan pada peserta untuk bertanya, kemudian
memfasilitasi kesimpulan dari pendapat peserta dan menuliskan
poin-poin penting dari kebijakan tersebut.
5. Peningkatan kualitas layanan dan sumber daya manusia di Posyandu
dan PAUD di Desa ini akan dapat mempengaruhi peningkatan
Indeks Desa Membangun/Kemandirian Desa:Dari Desa yang
tertinggal menjadi Desa mandiri;
pendidikan pada tingkat yang paling kecil, yaitu Posyadu dan PAUD
sebagai layanan dasar di Desa”
11. Mintalah peserta untuk mengingat-ingat apa yang menjadi peran
dan tugas pokok Posyandu dan PAUD di Desa, kemudian
menuliskannya di lembar plano yang ada disampingnya. Pelatih
dapat menggunakan lembar pegangan pelatih tentang tugas
pokok Posyandu dan PAUD sebagai acuan untuk mengisi tugas
pokok Posyandu dan PAUD;
12. Mintalah peserta untuk membuat membaca fungsi dan tugas
Posyandu dan PAUD, kemudian memfasilitasi masukan peserta
dalam memahami peran dan fungsi Posyandu dan PAUD di Desa
dan mintalah peserta menuliskan kembali peran dan fungsi
Posyandu pada sisi plano disamping plano lingkaran;
13. Memfasilitasi peserta untuk menghubungkan masalah-masalah
atau isu pendidikan dan kesehatan yang ada di Desa peran dan
tugas pokok Posyandu dan PAUD dengan membuat garis
penghubung langsung berupa garis lurus dari titik tengah di
Posyandu dan PAUD menuju titik kertas isu yang disebutkan, bila
antara tugas pokok Posyandu dapat langsung memberikan
pelayanan untuk mengatasi isu tersebut. Misalnya: antara pos PAUD
dibuat garis lurus dengan isu gizi pada balita, dan pos PAUD dibuat
garis putus-putus pada isu kesehatan gigi orang dewasa;
14. Membuat garis putus-putus dari titik tengah di Posyandu dan
PAUD bila tugas pokok dapat memberikan layanan tidak langsung
atau berpeluang untuk memberikan layanan pada isu. Contoh:
“Di area isu bidang kesehatan tertulis bahwa dalam satu tahun
terakhir di Desa ditemui 4 kasus remaja perempuan dibawah 18
tahun yang hamil sebelum menikah”
Pelatih mengajukan pertanyaan pada peserta “Apabila di Desa
memiliki kasus kehamilan remaja dibawah usia 18 tahun,
apakah kasus tersebut juga dapat menjadi tugas pokok/utama
Posyandu?” Jawab: Ya atau Tidak?
“Apa bila Ya, pada poin tugas pokok Posyandu bagian mana
yang menjadi peran Posyandu untuk mengatasi hal tersebut?
Apa yang harus dilakukan sebagai contoh? “
“Apakah contoh yang diberikan sebagai bagian tugas Posyandu
secara langsung atau tidak langsung?”
“Berilah garis penghubung antara isu dengan garis tegas, bila
antara isu dan tugas Posyandu memiliki hubungan langsung
atau masuk sebagai tugas utama Posyandu”
Contoh Posyandu 2:
Posyandu memang memfokuskan pada keluarga berencana,
pasangan usia subur. Namun bila kasus kehamilan remaja
dibawah 18 tahun menjadi masalah utama di Desa, maka
Posyandu dapat memperluas cakupan dengan memberikan
edukasi pula pada remaja tentang kesehatan reproduksi
remaja. Ini bisa menjadi ide untuk merintis Posyandu remaja.
Pada Desa lain sudah mulai upaya pengembangan Posyandu
untuk memperluas cakupan seperti Posyandu remaja,
Posyandu lansia, Posyandu kesehatan jiwa.
Contoh PAUD 1:
Di Desa tersebut angka buta huruf masih tinggi, maka penting
bagi Desa untuk meningkatkan partisipasi anak usia 2-6 tahun
sejak dini ke PAUD untuk mencegah keberlangsungan buta
huruf pada generasi muda. Selain itu, keberadaan PAUD dapat
dioptimalkan untuk meningkatkan kepedulian membaca dan
minat belajar membaca pada yang lebih dewasa pula,
misalnya pos PAUD selain dijadikan taman bermain anak
namun juga dapat dijadikan sebagai pusat perpustakaan Desa
untuk warga.
Lembar pegangan ini adalah lingkup ragam kasus atau masalah bidang kesehatan dan
pendidikan yang menjadi prioritas Kementrian Kesehatan dan Pendidikan dengan
lingkup yang menjadi kewenangan di Desa berdasarkan Permendesa no 5 tahun 2015.
Panduan ini dapat menjadi acuan pelatih untuk dapat menggali atau memfasilitasi
peserta tentang ragam masalah atau kasus kesehatan dan pendidikan yang ada di Desa.
Gunakan panduan ini untuk memancing peserta bila respon peserta masih minim dalam
mendeteksi masalah-masalah atau kasus yang ada di Desa.
Isu Strategis Bidang Kesehatan di Desa Isu Strategis Bidang Pendidikan di Desa:
(sumber : Isu Strategis Nasional –sumber Sumber : Isu Strategis Nasional –sumber
Target Prioritas Kementrian Kesehatan RI) Target Prioritas Kementrian Pendidikan RI
A. Kesehatan Ibu dan Anak A. Partisipasi pendidikan anak usia dini
bagi : Anak laki-laki & perempuan
1. Kasus Kematian Ibu saat melahirkan i. Jumlah anak perempuan ikut di pos
PAUD
2. Kasus Kematian Bayi ii. Jumlah anak laki-laki ikut pos PAUD
3. Kasus Kematian bayi karena prematur iii. Apakah anak – anak yang penyandang
dissabilitas (cacat) dapat ikut bersekolah
di PAUD?
4. Kasus kematian bayi karena kurang gizi iv. Apakah anak-anak yang memiliki kondisi
khusus (anak berkebutuhan khusus
seperti: ADHD/Autis/HIV) dapat ikut
berpartisipasi /sekolah di PAUD?
5. Kasus Kematian Balita v. Apakah anak-anak yang berasal dari
kelompok khusus (misalnya suku tertentu
dapat ikut berpartisipasi /bersekolah di
PAUD?
6. Kasus Kematian Balita karena vi. Apakah anak-anak dari kelompok rentan
kecelakaan (anak jalanan, anak-anak yang ditinggal
orangtua sebagai TKI, anak yatim piatu,
dll) dapat ikut berpartisipasi/bersekolah
di PAUD?
B. Gizi Buruk C. Isu-Isu lain terkait Pendidikan (Renstra
Kemendikdud)
1. Bayi (Stunting/ Bayi Pendek –Bayi i. Literasi /keaksaraan
Wasting/Kelebihan Nutrisi
Isu Strategis Bidang Kesehatan di Desa Isu Strategis Bidang Pendidikan di Desa:
(sumber : Isu Strategis Nasional –sumber Sumber : Isu Strategis Nasional –sumber
Target Prioritas Kementrian Kesehatan RI) Target Prioritas Kementrian Pendidikan RI
2. Balita Stunting /Pendek atau Wasting ii. Pendidikan 9 tahun (lulus SMP) untuk
/Kelebihan Nutrisi perempuan & laki-laki
3. Gizi Buruk pada Wanita hamil iii. Akses Pendidikan Kejuruan/Teknis bagi
anak perempuan & laki-laki
4. Gizi Buruk pada Wanita Menyusui iv. Akses pengetahuan berkelanjutan
(Apakah Desa memiliki perpustakaan,
sarana /ruang bermain/belajar anak? )
5. Gizi buruk pada Remaja v. Sarana lapangan untuk aktivitas
fisik/taman bermain yang jaraknya
terjangkau
6. Gizi Buruk pada Lansia vi. Beasiswa Pendidikan
C. Kesetaraan Jender D. Isu lain bidang pendidikan yang
khas/spesifik di Desa, sebutkan :
1. Kasus kekerasan terhadap Perempuan
2. Kasus kekerasan terhadap Anak
3. Kasus – kasus khusus (disabilitas,
HIV/AIDS, penyakit menular Khusus
lainnya)
E. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
1. Diare
2. Sanitasi
F. Peningkatan Ekonomi
Rencana Pembelajaran
SPB Kondisi dan Tantangan
2.2 Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Posyandu
dan PAUD
Tujuan
Setelah pembelajaran tentang kondisi dan tantangan penyedia
peningkatan kapasitas teknis Posyandu dan PAUD, peserta diharapkan
dapat:
1. Identifikasi kondisi dan tantangan layanan dasar Posyandu dan
PAUD;
2. Menyebutkan contoh/model inovasi layanan dasar Posyandu dan
PAUD.
Waktu
6 JP (270 menit)
Metode
Curah pendapat, Sajian Video, Diskusi Kelompok dan Pleno.
Media
Media Tayang 2.2.1: “Kondisi dan Tantangan Layanan Dasar
Posyandu dan PAUD”;
Media Tayang 2.2.2: “Inovasi Posyandu dan PAUD”;
Lembar Kerja 2.2.1: “Matrik Analisis Kondisi Layanan Dsar Desa
(Posyandu dan PAUD) berdasarkan Katagori”;
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Identifikasi Kondisi dan Tantangan Posyandu dan PAUD
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pokok bahasan tentang “identifikasi kondisi dan tantangan
Posyandu dan PAUD”;
2. Pada sesi ini pelatih meminta kelas membagi dalam dua kelompok,
yaitu kelompok Posyandu dan kelompok PAUD. Setiap kelompok
diminta untuk menganalisis kondisi layanan Posyandu dan PAUD di
desa dan tantangan pelaksanaan Posyandu dan PAUD di desa
dengan menggunakan kertas plano dengan rincian pada contoh.
3. Mintalah kelompok untuk melakukan curah pendapat dengan
peserta bagaimana kondisi secara umum dan tantangan layanan
Posyandu dan PAUD di desa;
4. Poin-poin curah pendapat dituliskan pada plano dengan membuat
kategori;
5. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mendiskusikannya
dan menuliskan hasil telaahannya dalam Lembar Kerja 2.2.1;
6. Mintalah peserta untuk memaparkan hasil diskusi kelompok
Posyandu dan kelompok PAUD di kelas besar;
7. Menegaskan hasil diskusi kelompok dengan memberikan
penjelasan berupa paparan tentang tantangan umum Posyandu
dan PAUD di desa.
8. Sajian video dengan pesan ragam Posyandu dan PAUD yang
berhasil dan kurang aktif;
9. Lakukan pemaparan dengan menggunakan media tayang tentang
tantangan layanan Posyandu dan PAUD:
a) Desa belum memiliki layanan Posyandu dan PAUD Dirikan
layanan Posyandu dan PAUD, banyak terjadi di desa tertinggal.
Posyandu PAUD
Kondisi
Layanan
Dasar Desa
Tantangan Solusi Tantangan Solusi
Kategori
Belum
tersedia
layanan
Layanan
tersedia
namun
tidak aktif
Layanan
Tersedia
dan Aktif
layanan
d) Pelaporan :
– Pencatatan
– Pelaporan Data
ke Puskesmas
– Pelaporan Data
ke Desa
– Lokakarya
Bulanan
2.Layanan Kesehatan
Reproduksi
a.Keluarga Berencana
(Perempuan& laki-laki
Pasangan Usia Subur)
b.Layanan Kontrasepsi
(Perempuan& laki-laki
Pasangan Usia Subur)
c.Layanan khusus
-Calon Pasangan Usia
Subur
- Remaja Perempuan &
Laki-Laki
- Konseling Diskriminasi
atas layanan kesehatan
Reproduksi
-Konseling kasus
kekerasan pada anak-
anak, remaja perempuan,
-Konseling pernikahan
usia dini
3.Pelayanan Kesehatan
Universal
/Keikutsertaan BPJS
4.Pelayanan Sanitasi
/kontaminasi polusi
udara, air, dan tanah
5.Manajemen Posyandu
a)Administrasi/Pencatatan
Posyandu
b)SOP Posyandu
c)Pengelolaan Keuangan
d)Kerjasama pihak luar
e)Kepemimpinan
6.Bina Keluarga Remaja
8.Peningkatan Kualitas
Kader Posyandu
a) Pelatihan Dasar Bidan
b) Pelatihan Lanjut
c)Pelatihan Kader
9.Promosi Edukasi
Layanan Kesehatan
-Pengendalian Penyakit
Menular (TB, HIV)
-Pengendalian Penyakit
tidak Menular (Diabetes,
Tekanan Darah Tinggi, dll)
- Sanitasi dan Perilaku
Hidup Sehat
Rencana Pembelajaran
SPB Peluang Penyedia
2.3 Peningkatan Kapasitas
Teknis Bidang Layanan
Dasar Posyandu dan PAUD
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap pengembangan sumber daya
manusia bidang layanan dasar Posyandu dan PAUD;
2. Merumuskan strategi pengembangan penyedia peningkatan kapasitas
teknis dalam rangka menangkap peluang pengembangan sumber
daya manusia dibidang bidang layanan dasar Posyandu dan PAUD;
3. Mengidentifikasi peluang penyedia peningkatan kapasitas teknis
dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia bidang
ayanan dasar Posyandu dan PAUD;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Studi Kasus dan Diskusi Kelompok, Pleno.
Media
Media Tayang 2.3.1: “Peluang Penyedia peningkatan kapasitas teknis
Pengembangan sumber daya manusia di Desa”;
Lembar Kerja 2.3.1” “Analisis Kasus dan Peluang Penyedia peningkatan
kapasitas teknis Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang
Layanan Dasar di Desa”;
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Analisis Kebutuhan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Bidang Layanan Dasar Posyandu dan PAUD di Desa
1. Pelatih menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
pembelajaran tentang “analisis kebutuhan pengembangan sumber
daya manusia bidang layanan dasar di desa” dengan mengkaitkan
pembelajaran sebelumnya;
2. Mintalah kepada kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian
yang telah dilakukan sebelumya terkait studi kasus dengan
mempelajari kondisi layanan dasar di salah satu kabupaten yang
menggambarkan kondisi umum desa. Selanjutnya lakukan telaah
untuk mengidentifikasi kebutuhan penyedia peningkatan kapasitas
teknis pengembangan sumber daya manusia bidang layanan dasar
Posyandu dan PAUD di desa;
3. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk mendiskusi-
kan dan menuliskan hasilnya menggunakan Lembar Kerja 2.3.1;
4. Mintalah kepada beberapa perwakilan kelompok untuk memapar-
kan hasil kajiannya dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dan
memberikan masukan terhadap paparan yang dilakukan oleh
kelompok;
untuk Merespon Peluang di desa”, Hal ini terkait topik kegiatan atau
pembahasan sebelumnya;
15. Awali sesi ini dengan pemaparan tentang peran penyedia
peningkatan kapasitas teknis dengan beberapa poin penting
sebagai berikut:
d) Konsultansi:
P2KTD memberikan layanan jasa konsultansi atas kegiatan yang akan dilakukan
oleh Desa. Misalnya: Desa ingin mengembangkan inovasi di PAUD dengan
mengolah bahan-bahan lokal di desa. Maka, Desa dan P2KTD dapat bersepakat
memberikan pelayanan pada desa dalam bentuk konsultansi dalam kurun
waktu tertentu. Jasa yang dibayarkan adalah jasa konsultansi P2KTD kepada
Desa dapat berupa serangkaian kegiatan. Dalam pelaksanaannya, P2KTD
berperan sebagai konsultan, namun pelaksananya adalah Desa. Bentuk
kerjasama ini bisa dalam bentuk konsultasi satu kali atau beberapa kali sesuai
kesepakatan. Pada umumnya layanan konsultasi ini dapat dibuat sesuai
dengan bentuk yang ditawarkan oleh P2KTD. Konsultan dibayar sesuai dengan
jasa konsultansi yang ditawarkan dan dibeli.
e) Pendampingan/Asistensi:
P2KTD memberikan layanan pendampingan atau asistensi kepada Desa dalam
kurun waktu tertentu secara intensif (misalnya dalam waktu 6 bulan) dengan
bentuk kegiatan yang jelas dan indikator layanan yang jelas dan terukur.
Misalnya: dalam kurun waktu 3 bulan, Desa akan mempromosikan masalah gizi
secara intensif, kemudian desa meminta P2KTD untuk mendampingi para
penyuluh desa yang telah dilatih sebelumnya oleh P2KTD. Peluang kerjasama
dalam bentuk pendampingan/asistensi ini dapat disepakati area apa yang perlu
diasistensi/didampingi, misalnya: konsultan akan hadir secara berkala saat sesi
penyuluhan berlangsung dan langsung memberikan masukan kepada
penyuluh, atau melakukan refleksi dan pemberian materi-materi baru pada
penyuluh agar dapat memberikan penyuluhan dengan benar dan tepat.
Jenis layanan yang telah disediakan oleh pihak-pihak terkait, seperti
Kementerian Kesehatan, Kementrian Pendidikan, dan penyedia peningkatan
kapasitas teknis lainnya serta peluang layanan lainnya.
Desa/Kec/Kab :
Nama P2KTD :
No Aspek Isian
1. Deskripsi Masalah
Utama (hasil diskusi
kasus)
2. Metode Analisis Awal
4. Faktor–faktor
Pendukung
5. Faktor-Faktor
Penghambat
6. Peluang-peluang Inovasi
7. Rekomendasi untuk
Desa
8. Peluang Penyedia
peningkatan kapasitas
teknis yang dapat
diberikan
9. Informasi yang masih
perlu diketahui lebih
lanjut
10. Pihak-pihak yang perlu
digali informasi
tambahan
dst
dst
Demografi
Kab. Lebak) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah
Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten
Tangerang di utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di timur, Samudra
Hindia di selatan, serta Kabupaten Pandeglang di barat.
Kabupaten Lebak adalah kabupaten yang berada di provinsi Banten dengan luas
wilayah 3.426,56 Km². Secara geografis wilayah Kabupaten Lebak berada pada 105 25' -
106 30 BT dan 6 18' - 7 00' LS. Bagian utara kabupaten ini berupa dataran rendah, sedang
di bagian selatan merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Halimun di
ujung tenggara, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Sukabumi. Sungai Ciujung mengalir ke arah utara, merupakan sungai terpanjang di
Banten. Pegunungan dengan ketinggian 3 gunung masing-masing Gunung NyungCung
dengan ketinggian 1,045 dpl, Gunung Halimun 1,929, dpl , Gunung Endut 1,297 dpl.
Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 desa dan 5
kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Rangkasbitung, yang berada di bagian
utara wilayah kabupaten. Kota ini dilintasi jalur kereta api Jakarta-Merak. Jumlah
populasi mencapai 1.305.430 Jiwa, dengan 640 002 laki-laki dan 607 904 perempuan.
Kabupaten Lebak terdiri dari 28 kecamatan yang dibagi menjadi 340 desa dan
5 keluarahan, dibentuk berdasarkan undang-undang No.14 tahun 1950 dipimpin oleh
Bupati Tb. Surya Atmaja. Pada masa itu (1950) Kabupaten Lebak terdiri dari empat
Kewedanaan, 15 kecamatan, dan 130 desa.
Potensi Ekonomi
Potensi ekonomi di kabupaten Lebak yaitu Pertanian, pertambangan, perkebunan karet,
kelapa sawit, kakao, kopi robusta, aren, cengkeh, kelapa dalam, kelapa hybrid, lada,
pandan, teh, jambu mete, panili, jarak pagar, kapuk. Selain potensi perkebunan, terdapat
potensi perikanan yang sangat potensial. Lebak adalah usaha perikanan tangkap,
dimana potensi lestari untuk perikanan pantai sebesar 3.712,4 ton/tahun dan potensi
ZEE sebesar 6.884,84 ton/tahun. Ada juga potensi pariwisata seperti air terjun, arung
jeram, pemandian air panas, pantai bagedur, pantai Sawarna yang telah terkenal ke
mancanegera dan masih banyak lagi jenis pariwisata yang ada di Lebak.
No Keterangan Jumlah
1 Pendapatan Desa 956.859.000
2 Belanja Desa 926.491.500
A Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa . 519.257.500
Oleh karena itu, katanya, partisipasi anak pada PAUD harus mencapai 100 persen
tersebar di 345 desa/kelurahan di Lebak.
Ia menjelaskan pendidikan sejak dini memiliki harapan yang lebih besar untuk sukses
karena mereka akan mengalami perkembangan intelegensi dan kecerdasan sosial
yang jauh lebih baik. "Kami yakin jika 64 desa itu berdiri PAUD maka semua
desa/kelurahan di Lebak sudah terlayani," katanya.
Saat ini, jumlah PAUD di Kabupaten Lebak tercatat 579 unit, tersebar di 295
desa/kelurahan. Dari 579 pendidikan dini itu, melibatkan tenaga pengajar 1.230 orang
dengan jumlah siswa sebanyak 15.217 siswa.
Sebetulnya, ujar dia, pendidikan usia dini akan menjadikan anak-anak lebih siap untuk
mengikuti proses belajar pada tahap berikutnya. Pihaknya meminta anak usia di
bawah 7 tahun bisa mengikuti PAUD di semua desa/kelurahan di Lebak.
Ketua Bunda Kabupaten Lebak Ani Sumardi mengatakan pihaknya terus
mengoptimalkan sosialisasi ke seluruh kecamatan agar semua desa/kelurahan
terlayani pendidikan sejak dini. Pendidikan anak sejak dini, katanya, merupakan bagian
program Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya yang meluncurkan "Lebak Pintar". Pihaknya
berharap, semua elemen masyarakat mendukung PAUD guna mempersiapkan
generasi yang lebih baik untuk
ibu untuk datang ke Posyandu serta menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor
desa/keluarahan.
"Saat ini para kader Posyandu di Lebak berjalan aktif untuk menekan balita gizi buruk,"
katanya. Kokom (35), salah seorang kader Posyandu Cemara di Kampung Cihiyang,
Desa Rangkasbitung Timur, mengatakan hingga saat ini di wilayahnya yang
teridentifikasi sebagai penderita gizi buruk relatif kecil. Untuk mengantisipasinya, ia
setiap bulan selalu mengadakan pemeriksaan kesehatan, penimbangan berat badan
juga pemberian makanan tambahan.
"Kami terus bersama ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita menghimpun dana secara
swadaya untuk membeli makanan tambahan, berupa kacang hijau maupun sayuran,"
katanya. Berdasarkan data balita gizi buruk di Kabupaten Lebak pada Dinas Kesehatan
Provinsi Banten tercatat 772 orang, sebelumnya mencapai 1.250 orang.
Sumber: Antara News
LEBAK— Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih menjadi PR besar di
Indonesia. Permasalahan tersebut tidak hanya bisa diselesaikan oleh sektor kesehatan
namun juga stakeholder terkait seperti perguruan tinggi, lembaga swasta dan
masyarakat bahkan dukungan dari media.
Di awal tahun 2017 ini, Kemenkes bersama Global Alliance for Vaccine and Imunization
(GAVI) dan Perguruan Tinggi Kesehatan di 10 provinsi terpilih bekerjasama untuk
meningkatkan kemampuan mahasiswa dan kader posyandu melalui “Pengembangan
Model Pendampingan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Bekerja Sama dengan Institusi
Pendidikan Kesehatan dalam Upaya Peningkatan Cakupan dan Kualitas Pelayanan KIA
termasuk Imunisasi”.
Terdapat tiga kegiatan yang diusung dalam pengembangan model ini, antara lain
pembekalan mahasiswa, orientasi kader posyandu serta pendampingan mahasiswa
kepada ibu hamil dan ibu baduta. Ketiga kegiatan tersebut menjadi salah satu upaya
untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan pelayanan KIA di daerah-daerah fokus
imunisasi rendah dan jumlah kematian ibu serta kematian bayi yang masih tinggi.
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merupakan salah satu kabupaten dengan AKI yang
masih tinggi. Selain itu, kabupaten Lebak juga masih memiliki kantong-kantong
cakupan imunisasi yang rendah. Oleh karena itu peran kader posyandu dalam upaya
untuk menurunkan AKI, AKB serta meningkatkan cakupan imunisasi perlu untuk
ditingkatkan, termasuk pengetahuannya seputar KIA dan imunisasi.
Pada tanggal 1-2 Pebruari 2017 lalu dilaksanakan pertemuan orientasi kader
Posyandu di Kabupaten Lebak. Orientasi ini merupakan salah satu kegiatan yang
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang kesehatan ibu
dan anak termasuk imunisasi. Kegiatan ini melibatkan 200 orang kader posyandu yang
merupakan perwakilan dari empat puskesmas di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak , Sukirman, S.Sos, M.Si, dalam sambutannya
pada pembukaan Orientasi Kader mengatakan bahwa keberhasilan bidang kesehatan
di kabupaten Lebak sangat bergantung pada peran kader posyandu. Selain itu, Dinas
Kesehatan Kabupaten juga tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan lintas program,
lintas sektor, media, masyarakat termasuk kader Posyandu. “Upaya pelayanan
kesehatan saat ini dititikberatkan pada akar masalah kesehatan, yaitu keluarga.
Sehingga peran kader untuk melakukan pendekatan dan pendampingan keluarga
sangat penting”, tambahnya.
Selama dua hari pertemuan, kader posyandu diberikan materi terkait kesehatan ibu
dan anak termasuk imunisasi dan didampingi oleh fasilitator dan narasumber dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak , Puskesmas serta Poltekes Banten. Selain itu,
kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa yang nantinya bersama kader posyandu akan
melakukan pendampingan kepada ibu hamil dan ibu baduta. Pada kesempatan yang
sama juga dilakukan penandatangan komitmen bersama antara Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Poltekes Banten, Puskesmas, dan kader
Posyandu untuk bersama-sama meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KIA
termasuk imunisasi.
Semoga seiring dengan meningkatnya pengetahuan kader posyandu dan komitmen
bersama dari semua pihak dapat membantu untuk menurunkan AKI dan AKB di
Indonesia. (EW)
Banten Hits - Pemerintah Desa (Pemdes) Cilograng, Kecamatan Cilograng, Kabupaten
Lebak mengucurkan dana sebesar Rp69 juta untuk membangun Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu). Kepala Desa Cilograng Darya menjelaskan, pembangunan
posyandu yang berlokasi di Kampung Cibunar tersebut agar memudahkan
masyarakat mendapat pelayanan kesehatan, terutama bagi ibu hamil, menyusui dan
balita. "Jarak ke puskesmas memang lumayan jauh. Jadi, kalau sudah ada posyandu
masyarakat tidak harus pergi puskesmas untuk mendapat layanan kesehatan yang
bisa dilakukan di posyandu," ujar Darya, Rabu (5/9/2016). Pembangunan posyandu
yang ditargetkan selesai 45 hari ini juga bukti Desa Cilograng yang ingin
menyukseskan Lebak Sehat 2019 yang menjadi salah satu program Pemkab Lebak
bidang kesehatan."Saya berharap keberadaan posyandu bisa berdampak positif,
terutama terhadap pembangunan kesehatan masyarakat," katanya. "Ini sangat baik.
Karena jarak dari desa ke puskesmas memang jauh," kata Jumarta salah seorang
warga.(Nda)
http://warungbanten.desa.id/
https://bantenprov.go.id/read/berita-pimpinann/431/Posyandu-Di-Lebak-Berperan-
Atasi-Gizi-Buruk.html
https://lebakkab.bps.go.id/
http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/020914-orientasi-kader-
posyandu-di-kabupaten-lebak
http://www.kmpdeskablebak.info/index.php/posyandu
http://warungbanten.desa.id/2017/04/21/perdes-warungbanten-nomor-2-tahun-2017-
tentang-apbdes-warungbanten-tahun-anggaran-2017/
Pokok Bahasan 3
MEMBANGUN KAPASITAS
KELEMBAGAAN
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang analisis pasar, diharapkan
peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat, dan tahapan analisis pasar penyedia
peningkatan kapasitas teknis pengembangan sumber daya manusia
di bidang pelayanan dasar di Desa;
2. Mampu melakukan analisis pasar P2KTD dibidang pengembangan
sumber daya manusia dengan menggunakan pendekatan Rapid
Market Analysis (RMA).
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, Praktik RMA, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.1.1: “Analisis Potensi Pasar P2KTD”;
Lembar Kerja 3.1.1: “Matrik Analisis Potensi Pasar Penyedia
peningkatan kapasitas teknis Bidang Pengembangan Sumber Daya
Manusia”.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Analisis Potensi Penyedia
peningkatan kapasitas teknis Pengembangan Sumber Daya Manusia
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat analisis
potensi penyedia peningkatan kapasitas teknis pengembangan
sumber daya manusia”;
2. Pelatih memaparkan tujuan dan manfaat analisis poteni pasar P2KTD
khususnya dibidang pengembangan sumber daya manusia dengan
menggunakan media tayang yang tersedia;
3. Berikan kesempatan peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat,
mengkritisi dan saran atas pemaparan yang dilakukan;
4. Lakukan penegasan secara ringkas dan jelas terkait isu-isu penting
yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis potensi pasar
penyedia peningkatan kapasitas teknis bagi P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar selanjutnya.
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengembangan
organisasi P2KTD, diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat pengembangan organisasi;
2. Menguraikan kondisi internal dan ekternal organisasi dalam
mendukung Penyedia peningkatan kapasitas teknis ;
3. Merumuskan strategi peningkatan kapasitas SDM dalam mendukung
Penyedia peningkatan kapasitas teknis (pengembangan sumber
daya manusia bidang layanan dasar).
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, Praktik SWOT, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.2.1: “Pengembangan Organisasi P2KTD”;
Lembar Kerja 3.2.1: “Matrik Analisis SWOT Peningkatan Kapasitas
P2KTD”;
Lembar Kerja 3.2.2: “Matrik Aternatif Strategi Peningkatan Kapasitas
P2KTD”.
Lembar Informasi 3.2.1 “Pengembangan Organisasi dalam Mendukung
Penyedia peningkatan kapasitas teknis di Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Pengembangan Organisasi (P2KTD)
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat
pengembangan organisasi”;
2. Ajukanlah beberapa pertanyaan penggerak untuk menggali
pemahaman peserta tentang konsep pengembangan organisasi
P2KTD. “Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan organisasi dan
kenapa kita perlu melakukan pengembangan terhadap organisasi
tersebut?”.
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjawab dan
menanggapi pertanyaan tersebut. Selanjutnya catat hal-hal pokok
dari jawaban yang dilontarkan peserta.
4. Selanjutnya, bagi peserta kedalam kelompok diskusi dan setiap terdiri
dari 5 – 6 orang. Setiap kelompok mendiskusikan hal-hal sebagai
berikut:
Mengapa organisasi P2KTD perlu dikembangkan?
Apa tujuan pengembangan organisasi P2KTD?
Bagaimana langkah-langkah dan strategi pengembangan
organisasi P2KTD?;
5. Ajak peserta merumuskan kesimpukan tentang pengertian, tujuan
dan manfaat pengembangan organisasi;
6. Rumuskan secara Bersama-sama dengan peserta tentang langkah-
langkah dan strategi pengembangan organisasi untuk mendukung
P2KTD
7. Sepakati dan tegaskan kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah
dilakukan.
Faktor Eksternal
Kekuatan Organisasi Kode
1 S1
2 S2
3 S3
4 S4
5 S5
Kelemahan Organisasi
1 W1
2 W2
3 W3
4 W4
5 W5
Faktor Internal
Peluang Kode
1 Q1
2 Q2
3 Q3
4 Q4
5 Q5
Ancaman
1 T1
2 T2
3 T3
4 T4
5 T5
Internal Eksternal 1. 1.
2. 2.
3, 3,
4. 4.
5. 5.
PELUANG (O) (S – O) (W-O)
1. 1. 1.
2. 2. 2.
3, 3, 3,
4. 4. 4.
5. 5. 5.
ANCAMAN (T) (S – T) (W-T)
1. 1. 1.
2. 2. 2.
3, 3, 3,
4. 4. 4.
5. 5. 5.
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang strategi promosi penyedia
peningkatan kapasitas teknis, diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat promosi dalam penyelenggaraan
kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa;
2. Merumuskan strategi promosi P2KTD dalam penyediaan layanan
peningkatan kapasitas teknis di desa;
3. Mengembangkan media promosi dalam mendukung penyediaan
layanan peningkatan kapasitas teknis di desa.
Waktu
4 JP (180 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Diskusi Kelompok, dan Pleno.
Media
Media Tayang 3.3.1: “Strategi Promosi Penyedia peningkatan
kapasitas teknis ”;
Media Tayang 3.3.2: “Pengembangan Media Promosi P2KTD”;
Lembar Kerja 3.3.1: “Matrik Strategi Promosi”;
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Promosi dalam Penyelenggaraan
Peningkatan Kapasitas Teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat promosi
dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan kapasitas teknis di
desa”;
2. Meminta peserta untuk berpasangan dengan teman yang
bersebelahan (buzz group). Masing-masing pasangan diminta untuk
membahas pengertian, tujuan dan pendekatan promosi;
3. Fasilitasi proses pengungkapan hasil diskusi buzz group dalam pleno
kelas dengan menggunakan meta plan. Kelompokan jawaban
peserta berdasarkan pengertian tujuan dan pendekatan promosi.
4. Memaparkan Media Tayang 3.3.1 “Strategi Promosi Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa”;
5. Lakukan curah pendapat dengan peserta mengenai tujuan dan
manfaat promosi dalam Penyediaan layanan peningkatan kapasitas
teknis ;
6. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dalam promosi penyedia
peningkatan kapasitas teknis
7. Sepakati kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
Kepala Desa
Perangkat Desa
BPD
Tokoh masyarakat
Tokoh Agama
Masyarakat miskin
dan kelompok
rentan
Penyandang
disabilitas
Dst
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pelayanan pelanggan,
diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat pelayanan pelanggan dalam
penyediaan peningkatan kapasitas teknis di desa;
2. Mengidentifikasi karakteristik pelanggan;
3. Merumuskan strategi pelayanan pelanggan dalam mendukung
penyedia peningkatan kapasitas teknis bidang pengembangan
sumber daya manusia di desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Pemaparan, Curah Pendapat, Studi kasus, dan Diskusi Kelompok.
Media
Media Tayang 3.4.1: “Pelayanan Pelanggan”;
Lembar Kerja 3.3.1 : “Matrik Strategi Promosi”;
Lembar Kerja 3.3.2: “Lembar Kerja Studi Kasus”;
Lembar Informasi 3.3.1: “Memahami Perilaku Pelanggan”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Pelayanan Pelanggan dalam
Peningkatan Kapasitas teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat pelayanan
pelanggan dalam peningkatan kapasitas teknis di desa”;
2. Lakukan curah pendapat tentang tujuan dan manfaat pelayanan
pelanggan dengan menggali hal-hal sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud pelanggan?
b. Mengapa P2KTD perlu memahami pelanggan?
c. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam memahami
pelanggan?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat,
gagasan atau saran;
4. Catatlah hal-hal pokok yang muncul dalam curah pendapat;
5. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dalam pelayanan pelanggan
bagi P2KTD;
6. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran tentang dokumentasi kegiatan
peningkatan kapasitas teknis desa, peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat dan metode pendokumentasian
kegiatan peningkatan kapasitas teknis pengembangan sumber daya
manusia di desa;
2. Membuat pendokumentasian peningkatan kapasitas teknis
pengembangan sumber daya manusia di Desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Curah Pendapat, Pemaparan, Video/film, Pleno.
Media
Media Tayang 3.5.1 “Pendokumentasian Penyedia peningkatan
kapasitas teknis ”;
Lembar Kerja 3.5.1: “Outline Penyusunan Dokumentasi Pembelajaran
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Bidang Pengembangan
Sumber Daya Manusia di Desa”;
Lembar Informasi 3.5.1 “Dokumentasi Penyedia Peningkatan Kapasitas
Teknis Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan, Manfaat dan Teknik Pendokumentasian Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Teknis di Desa
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembelajaran tentang “tujuan, manfaat dan teknik
pendokomentasian kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa”;
2. Lakukan curah pendapat tentang tujuan dan manfaat pendokumen-
tasian penyedia peningkatan kapasitas teknis dengan menggali hal-
hal sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud pendokumentasian jsa layanan teknis?
b. Mengapa P2KTD perlu melakukan pendokumentasian kegiatan
peningkatan kapasitas teknis di desa?
c. Apa saja manfaat dari pendokumentasian yang dilakukan oleh
P2KTD?
d. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendokumen-
tasikan kegiatan peningkatan kapasitas teknis oleh P2KTD?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat,
gagasan atau saran terkait curah pendapat yang dilakukan;
4. Catatlah hal-hal pokok yang muncul dalam pembahasan tersebut;
5. Selanjutnya, paparkan beberapa teknik pendokumentasian penyedia
peningkatan kapasitas teknis P2KTD;
6. Buatlah penegasan terkait isu-isu krusial dari pendokumentasian
kegiatan peningkatan kapasitas teknis oleh P2KTD;
7. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.
JUDUL: ………………………………………..
A. Pendahuluan
(Jelaskan secara umum dasar pemikiran, dan kondisi umum kegiatan inovasi dan layanan
peningkagtan kapasitas teknis yang diberikan oleh P2KTD)
C. Solusi
(Jelaskan solusi yang diambil oleh Desa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut)
D. Manfaat
(Jelaskan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat setelah mendapatkan bantuan teknis
dari P2KTD berupa bimbingan, teknologi dan kegiatan pendukung lainnya)
F. Pendanaan
(Jelaskan jumlah dan sumber pendanaan tersebut)
G. Pelaku
(Jelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam program dan penerima manfaat dari kegiatan
tersebut)
H. Hasil
(Jelaskan perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai dampak (jangka pendek dab
jangka panjang) dari kegiatan atau solusi yang dipilih)
I. Pembelajaran
(jelaskan pembelajaran yang dapat diambil dari kegiatan tersebut)
J. Rekomendasi
(Uraikan saran dan masukan dari hasil intervensi yang telah dilakukan baik kepada para
pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat, swasta dan pihak lainnya)
SOLUSI
Kebijakan mendorong warga beternak kambing untuk mendukung biaya pendidikan anak.
MANFAAT
a. Meningkatkan pendapatan keluarga
b. Untuk cadangan biaya pendidikan anak sekolah
c. Investasi lebih aman, mudah didapat, mudah dipelihara, mudah dijual dan lebih aman
d. dibandingkan dengan ternak lainnya, karena tidak disukai pencuri
e. Sumber gizi keluarga berupa daging dan susu perah
f. Dapat digunakan sendiri bila ada hajatan atau keperluan lain Kotorannya menjadi pupuk
kompos tanaman
PELAKU
Pemerintah Desa
Warga Masyarakat
PNDANAAN
Pemerintah Desa
HASIL
a. Setiap Kepala Keluarga (KK) rata-rata memiliki 4 – 6 ekor kambing
b. Dusun Pondok Pande dikenal oleh desa-desa lain atau daerah lain yang ingin membeli
kambing;
c. Dusun Pondok Pande menjadi lokasi study banding bagi dusun dan desa lain terkait
dengan pengelolaan Ternak Kambing;
d. Anak putus sekolah sudah nol, dan umumnya anak tamat SD melanjutkan ke SMP, serta
anak yang tamat SMP melanjutkan ke SLTA, yang kuliah pun sudah banyak berkat Ternak
Kambing ini;
e. Peternak mampu melihat peluang sesuai potensi yang dimilikinya, akan mengembangkan
peluang ternak kambing perahan, kambing bibit ungul Otawa dan Batangan.
PEMBELAJARAN
a. Pemberian bantuan dan pengembangan produk di dusun dan desa harus disesuaikan
dengan potensi dan apa yang diminiti oleh masyarakat;
b. Sosialisasi sangat penting baik secara formal maupun informal di setiap pertemuan
warga;
c. Kesadaran an motivasi harus ditumbuhkan pada warga, tanpa motivasi dan kesadaran
yang tinggi, seberapapun besar bantuan yang diberikan kepada warga tidak akan
berkesinambungan;
d. Masyarakat perlu diberikan contoh dan praktek nyata untuk dapat memulai sebuah
kegiatan besar, dalam hal ini kades dan perangkat desa siap menjadi pionir dan
memberikan contoh beternak Kambing, hasilnya masyarakat mulai termotivasi dan
mengikuti program tersebut;
e. Kegiatan pengembangan ekonomi produktif dituntut untuk inovatif dan keberhasilannya
dapat membantu mengatasi permasalahan kebutuhan dasar termasuk masalah kesehatan
dan pendidikan;
f. Masyarakat peternak Kambing perlu diberikan pelatihan peningkatan kapasitas,
difasilitasi Jaringan pemasaran dan pengelolaan hasil ternak agar semakin berkembang;
g. Dusun Pondok Pande menjadi lokasi study banding bagi dusun dan desa lain terkait
dengan pengelolaan Ternak Kambing.
.
REKOMENDASI
a. Menumbuhkan motivasi dan semangat gotong royong masyarakat diperlukan integritas
dan jiwa kepedulian yang tinggi dari pemdes, sosialisasi terus dilakukan baik formal
maupun informal di setiap pertemuan warga;
b. Pemberian bantuan oleh siapapun kepada masyarakat harus disesuaikan dengan potensi
dan minat masyarakat. Bantuan selama ini ada beberapa yang salah sasaran, seperti
bantuan ternak diberikan kepada pedagang asongan dan pedagang kecil, maka
ternaknya tidak dapat dikembangkan karena mereka tidak dapat mengelolanya dengan
baik. Jadi bantuan Ternak diberikan kepada peternak supaya dapat merawat
mengelolanya dengan baik;
c. Produk-produk ekonomi produktif dan inovatif sangat bagus untuk dikembangkan di
desa untuk membantu pemecahan masalah yang dihadapi warga termasuk masalah
kesehatan dan pendidikan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat dan prinsip-pronsip pengelolaan
keuangan organisasi;
2. Menilai kondisi keuangan organisasi;
3. Menyusun rencana keuangan organisasi dalam mendukung kegiatan
penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis di desa.
Waktu
3 JP (135 menit)
Metode
Pemaparan, curah pendapat, praktek, pleno.
Media
Media Tayang 3.6.1: “Pengelolaan Keuangan”;
Lembar Kerja 3.6.1: “Formulir Identifikasi Kinerja Keuangan Organisasi”;
Lembar Kerja 3.6.2: “Menyusun Rencana Keuangan P2KTD”;
Lembar Informasi 3.6.1 “Mengelola Keuangan”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan, manfaat dan prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan P2KTD
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembelajaran tentang “Tujuan, Manfaat dan Prinsip-
prinsip Pengelolaan Keuangan P2KTD”;
a. Awali kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
sebagai berikut:
b. Apa yang Anda pahami tentang pengelolan keuangan P2KTD?
c. Mengapa P2KTD perlu memiliki kemampuan dalam mengelola
keuangan?
d. Bagaimana ruang lingkup pengelolaan keuangan P2KTD?
2. Lakukan tanya jawab dan curah pendapat, catat pendapat peserta
latih di kertas plano. Pelatih memberikan penegasan kembali dari
jawaban peserta;
3. Paparkan konsep dasar (tujuan, manfaat dan prinsip-prinsip dasar)
pengelolaan keuangan menggunakan media tayang yang telah
disediakan.
4. Setelah pemaparan, bandingkan dengan hasil curah pendapat
peserta mengenai definisi dan konsep dasar pengelolaan keuangan.
Berikan kesempatan pada peserta untuk sesi tanya-jawab;
5. Pelatih menutup sesi dengan menegaskan kembali konsep dasar dan
pengertian pengelolaan keuangan.
Biaya Total = biaya bahan langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung
Biaya yang dikeluarkan untuk satu unit pelatihan untuk 30 peserta selama 3 hari di desa
adalah Rp 13.910.000,- . Selanjutnya hitung dan kelompokkan satu persatu
hari membutuhkan 40 jam, maka biaya untuk menghitung biaya tenaga kerja langsung
per unit sebagai berikut:
Menghitung Biaya Tenaga Kerja Langsung per unit:
Waktu per unit produk x Biaya tenaga kerja langsung per Biaya TKL Per
jasa jam Unit
40 jam x Rp Rp 51.041,- Rp 2.041.640,-
Biaya tidak langsung adalah semua biaya lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan
usaha, misalnya sewa dan listrik.
Penyusutan adalah hilangnya nilai peralatan dan ini merupakan biaya pada usaha
Anda. Biaya total membeli peralatan dibagi jumlah tahun yang anda harapkan peralatan
tersebut dapat digunakan. Di dalam ragam usaha, biaya penyusutan cukup tinggi,
sehingga penting untuk memasukkan penyusutan ke dalam biaya tidak langsung. Biaya
penyusutan biasanya diberlakukan untuk biaya peralatan yang memiliki nilai tinggi dan
tahan untuk waktu yang lama
Maka, biaya total per unit atau biaya produksi jasa pelatihan selama tiga hari untuk 30
peserta adalah Rp 16.319.640,-
Asuransi pegawai
BPJS
Mobil /kendaraan
Promosi penjualan
Pokok Bahasan 4
RENCANA BISNIS DAN
TINDAK LANJUT
Tujuan
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang rencana bisnis penyedia
peningkatan kapasitas teknis , diharapkan peserta dapat:
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat rencana bisnis dalam penyeleng-
garaan kegiatan peningkatan kapasitas teknis di desa;
2. Menyusun rencana bisnis P2KTD dibidang pengembangan sumber
daya manusia bidang layanan dasar di desa dengan menggunakan
Bussiness Model Canvas.
Waktu
10 JP (450 menit)
Metode
Pemaparan, Studi kasus, Praktik Bussiness Model Canvas, dan Pleno.
Media
Media Tayang 4.1.1: “Analisis Potensi Pasar P2KTD”;
Lembar Kerja 4.1.1: “Matrik Business Model Canvas”;
Lembar Informasi 4.1.1 “Penerapan Bussiness Model Canvas dalam
Rencana Bisnis Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa”.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, dan infocus.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Tujuan dan Manfaat Rencana Bisnis dalam Penyelenggara-
an Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis P2KTD
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang ingin
dicapai dalam pembahasan tentang “tujuan dan manfaat rencana
bisnis penyedia peningkatan kapasitas teknis di desa” dengan
mengkaitkan hasil pembelajaran sebelumnya (PB 2 dan PB 3);
2. Pelatih memaparkan tujuan dan manfaat Rencana Bisnis dalam
pengembangan penyedia peningkatan kapasitas teknis berdasarkan
hasil analisis potensi dan peluang pasar khususnya dibidang
pengembangan sumber daya manusia di Desa dengan menggunakan
media tayang yang tersedia;
3. Berikan kesempatan peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat,
mengkritisi dan saran atas pemaparan yang dilakukan;
4. Lakukan penegasan secara ringkas dan jelas terkait isu-isu penting
yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyusunan rencana bisnis
layanan teknis bagi P2KTD;
5. Buatlah kesimpulan dari hasil pembahasan dengan mengkaitkan
kegiatan belajar selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menyusun Rencana
Kerja Tindak Lanjut (RKTL) paska pelatihan untuk mendukung peningkatan
kapasitas organisasi dalam memberikan penyedia peningkatan kapasitas
teknis kepada Desa.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
Media Tayang 4.2.1;
Lembar Kerja 4.2.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL);
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan WhiteBoard
Proses Pembelajaran
1. Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil dari
penyusunan RKTL kepada peserta;
2. Mintalah kepada masing-masing peserta untuk menyusun rencana
tindak lanjut pasca pelatihan bagi masing-masing P2KTD untuk
mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa atau secara tim
yang telah dibentuk di lokasi atau wilayah kerja masing-masing;
3. Diskusikan hasil reaksi masing-masing peserta dan buatlah
kesepakatan terkait rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam
rangka menindaklanjuti hasil pelatihan dengan menggunakan
Lembar Kerja 4.2.1;
4. Hasilnya rumusan RKTL kemudian ditempelkan di dinding untuk
dibahas dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapinya dan
kumpulkanlah gagasan pokok tentang tindak lanjut yang mungkin
dapat dilakukan baik secara individu maupun kelompok atau tim;
6. Tutup acara ini dengan permainan ringan untuk menyegarkan
suasana, untuk menimbulkan kesan yang positif pada akhir sesi
pelatihan;
7. Serahkan kembali kendali acara kepada panitia penyelenggara
untuk menutup secara resmi dan diakhiri dengan do’a.
4. Dll.
5.
6.
7.
8.
Catatan:
(1) Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi sesuai
kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain tentang rencana
tindak lanjut bagi P2KTD dalam mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa;
(2) Jelaskan proses atau langkah-langkah yang perlu dilakukan di setiap aspek yang
perlu ditindaklanjuti, seperti rapat internal, penyiapan dokumen pendukung
kelembagaan, konsultasi dengan pemerintah daerah, analisis dokumen
perencanaan Desa, kerjasama Pendamping Desa, berpartisipasi dalam bursa
inovasi dan lain-lain;
(3) Identifikasikan pemangku kepentingan yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam mendorong kegiatan tersebut baik internal maupun
eksternal;
(4) Identifikasikan potensi atau sumber daya pendukung disetiap aspek yang perlu
ditindaklanjuti;
(5) Tetapkan perkiraan waktu masing-masing tahapan yang telah direncanakan.
Pokok Bahasan 1
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DESA
A. Latar Belakang
Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa), memberikan
kewenangan, antara lain: kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
skala Desa, disamping meningkatkan kapasitas finansial Desa melalui, khususnya: Dana
Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD), agar Desa-Desa meningkat kemampuannya
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara efektif guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Namun demikian, disadari bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggarakan
pembangunan dalam perspektif “Desa Membangun”, masih terbatas. Keterbatasan itu
dapat dideteksi pada aras pelaku (kapasitas aparat Pemerintah Desa dan Masyarakat),
kualitas tata kelola Desa, maupun support system yang mewujud melalui regulasi dan
kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa. Hal itu, pada akhirnya mengakibatkan
kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian dan pemanfaatan kegiatan
pembangunan kurang optimal, sehingga kurang memberikan dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Merespon kondisi itu, Pemerintah sesuai amanat UU Desa, menyediakan tenaga
pendamping profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD),
sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Pusat, untuk memfasilitasi Pemerintah Desa
melaksanakan UU Desa secara konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga
pendamping profesional dengan demikian menjadi isu krusial dalam pelaksanaan UU
Desa. Penguatan kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga
pendamping menjadi agenda strategis Pendampingan Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).
Aspek lain yang juga harus diperhatikan secara serius dalam pengelolaan
pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan, dan up to
date, mengenai kondisi objektif maupun perkembangan Desa-Desa yang menunjukkan
pencapaian pembangunan Desa. Ketersediaan data sangat penting bagi semua pihak
yang berkepentingan, khususnya bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan
pembangunan. Pegelolaan data dimaksud dalam skala nasional, dengan kondisi wilayah,
khususnya Desa-Desa di Indonesia yang sangat beragam, tentu memiliki tantangan dan
tingkat kesulitan yang besar.
Koreksi atas kelemahan/kekurangan dan upaya perbaikan terkait isu-isudi atas
terus dilakukan Kemendesa PDTT secara pro aktif, salah satunya dengan meluncurkan
Program Inovasi Desa (PID). PID dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi
penguatan kapasitas Desa yang diorientasikan untuk memenuhi pencapaian target
RPJM Kemendesa PDTT-Program prioritas Menteri Desa PDTT, melalui peningkatkan
produktivitas perdesaan dengan bertumpu pada tiga bidang kegiatan utama:
1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha
masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa), Badan Usaha Milik antar Desa, Produk unggulan desa guna
mendinamisasi perekonomian Desa.
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas
perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek
maupun dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang
pendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak
hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga
pengurangan beban biaya, dan hilangnya potensi di masa yang akan datang.
Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas
SDM ini, juga untuk merangsang sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial
terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan
Desa, dan
3. Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang
memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
Selain itu, PID juga menjadi sarana memfasilitasi penguatan manajemen
Pendampingan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan
pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.
Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah inovasi/kebaruan dalam praktik
pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja
Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai
pengetahuan untuk ditularkan secara meluas. PID juga memberikan perhatian terhadap
dukungan teknis dari penyedia jasa teknis secara professional. Dua unsur itu diyakini
akan memberikan kontribusi signifikan terhadap investasi Desa, yaitu pemenuhan
kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang didanai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APB Desa), khususnya DD. Dengan demikian, PID diharapkan dapat
menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang berkualitas, merangsang
munculnya inovasi dalam praktik pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan
Dana Desa secara tepat dan seefektif mungkin.
PID adalah tindak lanjut dari dukungan Bank Dunia terhadap pelaksanaan Undang-
Undang Desa dan komitmen untuk mendukung program Kemendesa PDTT dalam
membangun Desa kreatif dan berinovasi untuk mendorong pengembangan ekonomi
B. Tujuan
Kegiatan PID bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa
dengan memberikan banyak referensi dan inovasi pembangunan desa dalam rangka
mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan, serta membangun
kapasitas desa yang berkelanjutan.
C. Sasaran
1. Menguatkan kepemimpinan dan pengelolaan PID berfokus pada hasil
2. Mengefektifkan pengelolaan program P3MD, PID dan Pengelolaan Data.
3. Meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan dalam mengelola pembangunan
dan kegiatan produktif yang didanai melalui Dana Desa.
4. Meningkatkan produktivitas ekonomi desa dan kawasan perdesaan
D. Prinsip-Prinsip Pengelolaan
Pengelolaan PID didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Taat hukum;
2. Transparansi;
3. Akuntabilitas;
4. Partisipatif;
5. Kesetaraan Jender.
E. Ruang Lingkup
Secara skematis ruang lingkup Program Inovasi Desa digambarkan sebagai berikut:
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) adalah organisasi atau lembaga
yang memiliki keahlian tertentu dan diakui secara profesional serta berkomitmen
membantu desa dalam meningkatkan kualitas pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa di bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal,
Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan Infrastruktur. Jenis layanan teknis yang
disediakan P2KTD meliputi tiga bidang kegiatan utama yang tidak dapat diberikan oleh
pendamping profesional dalam mendukung kemandirian desa, antara lain: (1)
Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal, (2) Pengembangan Sumber Daya
Manusia (pelayanan sosial dasar, dan kewirausahaan sosial) dan (3) infrastruktur desa.
P2KTD memberikan pelayanan dalam bentuk dukungan teknis berupa pelatihan,
konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, dan studi sesuai dengan kebutuhan Desa,
P2KTD dapat memfasilitasi Desa dalam mengidentifikasi, mengorganisir dan
memanfaatkan jaringan kerja yang mendukung meningkatkan produktivitas dan hasil
guna kegiatan di Desa. Program akan mendukung Pemerintah RI dalam identifikasi
F. Bidang Kegiatan
Bidang kegiatan Program Inovasi Desa, meliputi:
1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat,
maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa),
Badan Usaha Milik antar Desa, Produk unggulan desa guna mendinamisasi
perekonomian Desa;
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas
perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek maupun
dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya ditilik dari
aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga pengurangan beban biaya,
dan hilangnya potensi di masa yang akan datang. Disamping itu, penekanan isu
pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas SDM ini, juga untuk merangsang
sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial terkait pendidikan dan kesehatan
dasar dalam penyelenggaraan pembangunan Desa; dan
3. Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang
memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
G. Daftar Larangan
Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa antara
lain:
1. membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis.
2. Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang mempekerjakan anak.
3. Membiayai dan/atau mendukung kegiatan yang berdampak merusak lingkungan
hidup.
Lembar Informasi
SPB
Penyedia Peningkatan
1.1.2
Kapasitas Teknis Desa
dalam Program Inovasi
Desa
A. Dasar Pemikiran
Program Inovasi Desa merupakan salah satu upaya Kemendesa PPDT dalam
mempercepat penanggulangan kemiskinan di Desa melalui pemanfaatan dana desa
secara lebih berkualitas dengan strategi pengembangan kapasitas desa secara berke-
lanjutan khususnya dalam bidang pengembangan sumber daya manusia,
pengembangan sumber daya manusia: Pelayanan Sosial Dasar , serta Infrastruktur Desa.
Dana Desa menumbuhkan kebutuhan penyedia peningkatan kapasitas teknis
yang beragam yang tidak dapat dipenuhi oleh OPD terkait dan pemangku kepentingan
professional. Sementara itu, Desa memiliki keterbatasan dalam mengakses Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa professional yang berasal dari lembaga swadaya
masyarakat, Universitas, Asosiasi profesi dan perusahaan. Kondisi tersebut mendorong
kebutuhan pasar akan penyedia peningkatan kapasitas teknis dalam mendukung
pembangunan desa. Di sisi lain, lembaga Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa
yang profesional belum memanfaatkan peluang layanan ini karena keterbatasan
informasi serta kurangnya dukungan dari pemangku kepentingan terkait.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendekatkan kebutuhan desa dengan
pihak Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa dan menjamin tersedianya layanan
peningkatan kapasitas yang berkualitas diperlukan sistem layanan yang dapat diakses
dengan mudah oleh desa. Oleh karena itu, penyedia peningkatan kapasitas teknis yang
sudah ada perlu diorganisir dan diperkuat kapasitasnya agar dapat memberikan
pelayanan secara lebih berkualitas dan berkelanjutan sesuai kebutuhan Desa. Desa
diharapkan memiliki pilihan untuk mendapatkan penyedia peningkatan kapasitas teknis
yang berkualitas dalam mendukung pelaksanaan pembangunan Desa.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495). (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi
Nasional(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 97);
4. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 03 Tahun 2012, Nomor: 36
Tahun 2012 Tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah(Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 484);
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2012 Tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 338).
6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 161);
7. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemangku kepentinganan Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 160);
8. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 1359).
D. Pengertian
Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa
adalah lembaga profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, dan Infrastruktur Desa. P2KTD bersifat mendukung pendampingan teknis yang
dilakukan oleh OPD kabupaten/kota dan tenaga Pendamping Profesional.
F. Target Capaian
Dalam rangka mendukung Program Inovasi Desa (PID) perlu disediakan 2.604 P2KTD
meliputi bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, pengembangan
sumber daya manusia, dan infrastruktur desa yang diharapkan dapat mendampingi
14,000 desa.
G. Prinsip-Prinsip
Dalam menjalankan perannya, P2KTD bekerja atas dasar prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1. Profesional, memberikan pelayanan teknis berkualitas teknis sesuai standar
safeguard dan peraturan yang berlaku.
2. Tanggungjawab Sosial, pelayanan didasarkan atas komitmen menumbuhkan
kewirausahaan sosial (sosial entrepreneurship);
3. Inklusi Sosial (Social Inclusion), menghormati kesetaraan, berpihakan pada
perempuan, berkebutuhan khusus, dan mendorong kohesi sosial;
4. Ramah Lingkungan, mendorong penerapan teknologi yang tepat guna dan ramah
lingkungan;
5. Tata kelola, layanan teknis yang diberikan harus bersifat transparan, partisipatif,
dan akuntabel.
H. Pemangku Kepentingan
1. Satker Dekonsentrasi P3MD/PID Provinsi
Satker Dekonsentrasi P3MD/PID dalam Program Inovasi Desa memiliki tugas dan
tanggungjawab sebagai berikut:
(a) Mensosialisasikan P2KTD.
(b) Menyelenggarakan orientasi P2KTD.
(c) Menyelenggarakan orientasi Pokja P2KTD.
(d) Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan dan pengendalian P2KTD.
(e) Melaporkan kegiatan orientasi dan layanan teknis P2KTD.
(f) Melaporkan seluruh kegiatan yang terkait dengan penggunaan dana
dekonsentrasi P2KTD.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah kabupaten/kota melalui OPD terkait memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi pembentukan Pokja P2KTD;
(b) Melakukan sosialisasi P2KTD;
(c) Memberikan dukungan regulasi untuk keberlanjutan P2KTD;
(d) Menyelenggarakan rapat koordinasi P2KTD;
(e) Melakukan pembinaan dan pengendalian kepada P2KTD dalam memberikan
layanan teknis kepada desa;
(f) Melaporkan kegiatan P2KTD ke provinsi.
3. Pokja P2KTD
Pokja P2KTD merupakan struktur dibawah Tim Inovasi Kabupaten yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa.
Pokja P2KTD terdiri dari OPD terkait dan mempunyai tugas sebagai berikut:
(a) Melaksanakan identifikasi dan verifikasi P2KTD untuk kebutuhan direktori yang
meliputi: kriteria, pengumuman dan pendaftaran calon P2KTD. Kriteria P2KTD
Tenaga ahli PID Provinsi untuk peningkatan kapasitas program Inovasi Desa memiliki
tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
(a) Mengkoordinasikan identifikasi,verifikasi, dan publikasi direktori P2KTD.
(b) Membantu tugas-tugas Satker Dekonsentrasi Provinsi terutama dalam kegiatan
sosialisasi, publikasi P2KTD dan pelatihan.
(c) Melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap TAPM dalam seluruh proses
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
(d) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pelaksanaan
kegiatan P2KTD .
(e) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD
(f) Melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap PD dan PLD terkait dengan
P2KTD;
(g) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil pengembangan
kapasitas P2KTD termasuk penyediaan data dan informasi terkait P2KTD;
(h) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa memiliki tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
(a) Memfasilitasi kegiatan sosialisasi P2KTD di Kecamatan dan Desa;
(b) Memfasilitasi TPID dalam proses identifikasi, perumusan dan prioritas, serta
penetapan P2KTD sesuai kebutuhan Desa;
(c) Memfasilitasi forum Musyawarah Desa untuk pertanggungjawaban hasil kerja
P2KTD;
(d) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
I. Ruang Lingkup
Jenis layanan teknis yang disediakan P2KTD meliputi tiga bidang kegiatan utama dalam
mendukung kegiatan inovasi desa yang tidak dapat diberikan oleh pendamping
profesional dalam mendukung kemandirian desa. Bidang kegiatan dimaksud terdiri dari:
(1) Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, (2) Pengembangan Sumber Daya
Manusia, serta (3) Infrastruktur Desa. P2KTD memberikan pelayanan dalam bentuk
dukungan teknis berupa pelatihan, konsultasi, bimbingan teknis, mentoring, dan studi
sesuai dengan kebutuhan inovasi Desa. Layanan P2KTD dapat diberikan dalam tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan evaluasi.
J. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan P2KTD di dalam Program Inovasi Desa meliputi: (1) sosialisasi di
Provinsi dan Kabupaten, (2) Pembentukan Pokja P2KTD, (3) Pelatihan Pokja P2KTD-TIK
(4) Penyusunan direktori P2KTD, (5) Pemanfaatan P2KTD.
1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk memperkenalkan arti penting keberadaan P2KTD
kepada OPD Provinsi dan Kabupaten, calon-calon potensial P2KTD maupun kepada
Desa sebagai calon pengguna penyedia peningkatan kapasitas teknis . Secara khusus,
kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk: (a) mensosialisasikan program PID, (b)
menginfomasikan adanya kebutuhan pasar penyedia peningkatan kapasitas teknis
kepada lembaga penyedia jasa professional (LSM, Perusahaan, lembaga penelitian,
Universitas dan perusahaan, (c) menginfomasikan kepada desa mengenai keberadaaan
penyedia peningkatan kapasitas teknis untuk meningkatkan kualitas perencananaan
dan pelaksanaan pembangunan desa.
a. Sosialisasi di provinsi
Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan di provinsi dan akan difasilitasi oleh Satker Propinsi
dengan dibantu oleh tenaga ahli provinsi. Peserta sosialisasi terdiri dari OPD terkait dan
calon P2KTD dari provinsi dan kabupaten.
b. Sosialisasi di Kabupaten/kota
Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan di kabupaten/kota dan akan difasilitasi oleh Tim
Inovasi Kabupaten (TIK) dengan dibantu oleh tenaga ahli kabupaten. Peserta sosialisasi
terdiri dari OPD terkait, Camat, TPID, kepala desa dan BPD, perguruan tinggi, LSM,
organisasi profesi, organisasi sosial dan pihak swasta.
2. Pembentukan Pokja P2KTD - TIK
Pokja P2KTD dapat terdiri dari perwakilan OPD (Dinas PMD/Bappeda), OPD Teknis,
Asosiasi Profesi terkait. Susunan Pokja P2KTD Tim Inovasi Kabupaten terdiri dari :
a. Ketua Pokja: OPD yang membidangi bidang pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa
b. Koordinator bidang peningkatan ekonomi lokal dan kewirausahaan: OPD yang
membidangi bidang pengembangan ekonomi dan kewirausahaan, dan dibantu
oleh maksimal 2 orang anggota dari unsur perwakilan asosiasi dunia
usaha/perbankan.
c. Koordinator bidang PSDM: OPD yang membidangi bidang pendidikan atau
kesehatan, dan dibantu maksimal 3 orang anggota dari unsur OPD
Pendidikan/Kesehatan, asosiasi PAUD, Tim penggerak Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga (PKK) Kabupaten/Kota
d. Koordinator bidang Infrastruktur Desa: OPD yeng membidangi bidang dinas
pekerjaan umum, dan dibantu maksimal 3 orang anggota dari unsur asosiasi jasa
konstruksi, asosiasi profesi pemberdayaan masyarakat dan perwakilan dewan
inovasi sejauh tersedia di tingkat kabupaten.
Hasil verifikasi P2KTD yang memenuhi kriteria disusun dalam bentuk direktori sesuai
dengan 3 bidang kegiatan oleh masing-masing bidang Pokja P2KTD. Selanjutnya daftar
tersebut disahkan oleh BPMD Kabupaten.
5. Pemanfaatan P2KTD
Identifikasi Kebutuhan P2KTD ke Desa-Desa (TPID)
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kegiatan Desa yang membutuhkan
Penyedia peningkatan kapasitas teknis . Identifikasi dilakukan oleh TPID yang menangani
kegiatan P2KTD dengan mengecek APB Desa 2017 khususnya untuk bidang kegiatan
ekonomi lokal dan kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan
Infrastruktur. Kegiatan yang membutuhkan P2KTD adalah kegiatan yang tidak bisa
dilaksanakan oleh Kader Pembangunan Desa maupun oleh tenaga Pendamping
profesional karena membutuhkan keahlian khusus. Kegiatan penyedia peningkatan
kapasitas teknis yang dapat diberikan oleh P2KTD meliputi pelatihan, konsultasi,
bimbingan teknis, mentoring, studi kelayakan dan pengembangan jejaring sesuai
dengan kebutuhan inovasi Desa.
kegiatan yang akan mendapat layanan P2KTD ditetapkan dalam rapat TPID dengan
kriteria sebagai berikut: (a) Desa berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan replikasi;
(b) kegiatan inovasi yang selaras dengan kebijakan pemerintah; (c) kegiatan yang
memiliki dampak langsung terhadap masyarakat; (d) kegiatan yang pelaksanaannya
melibatkan masyarakat; (e) mendukung prioritas layanan sosial dasar khususnya PAUD
dan Posyandu.
Orientasi P2KTD
Orientasi P2KTD bertujuan untuk mempersiapkan P2KTD dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan ketentuan program inovasi desa. Penyelenggaraan orientasi dilaksanakan
di provinsi. Peserta orientasi P2KTD terdiri dari maksimal 6 orang per kabupaten yang
mewakili 6 P2KTD. Pemilihan peserta orientasi dilakukan oleh TIK- Pokja P2KTD
berdasarkan usulan TPID dengan mempertimbangkan penyedia peningkatan kapasitas
teknis yang paling banyak dibutuhkan oleh desa dalam skala kabupaten.
A. Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Definisi Desa dijelasakan
bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentangg Desa, membuka harapan
bahwa desa didudukkan kembali posisinya sebagai kesatuan masyarakat hukum adat
sesuai hak asal usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan
local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa
Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.
Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asalusul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat,
sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat
hokum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Dengan demikian, kewenangan desa selain berupa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa, juga memperoleh kewenangan dari
pemerintah tingkat atasnya (Pemerintah Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/kota)
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu, yaitu penugasan. Pasal 22 UU.
No.6 Tahun 2014, Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Penugasan
tersebut disertai dengan biaya.
C. Kelembagaan Desa
Pembagian tugas dan fungsi setiap lembaga desa ditujukan untuk mengefektifkan
pelaksanaan seluruh kewenangan desa, sehingga senantiasa dihindari kemungkinan
adanya tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga desa. Namun, mengingat
pelaksanaan kewenangan desa merupakan satu kesatuan sistemik yang terbagi habis ke
dalam tugas dan fungsi setiap lembaga desa, maka pasti akan terjadi hubungan kerja
antar lembaga-lembaga desa tersebut. Oleh karena itu, keberadaan lembaga desa
senantiasa berperan untuk melaksanakan kewenangan desa sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing, dan mengingat kewenangan desa merupakan suatu kesatuan
sistemik, maka pasti akan terjadi hubungan kerja antara lembaga-lembaga desa
tersebut, serta dihindari kemungkinan adanya tumpang tindih tugas antar lembaga-
lembaga desa tersebut.
Kepala desa/desa Adat sebagaimana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa,
berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin
masyarakat. Meskipun Kepala desa memperoleh banyak penugasan dari pemerintah,
tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala
desa adalah pemimpin masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat,
yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan
melayani warga masyarakat.Kepala desa berbeda dengan camat maupun lurah.Camat
merupakan pejabat administratif yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati/Walikota.Bupati/Walikota yang berwenang mengangat dan memberhentikan
Camat.
UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi
masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal
(local self government).Dalam rangka self governing community Kepala Desa (Kades)
sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan
dan pengawasan tetapi tidak memerintah.Sedangkan dalam rangka local self
government Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling
kecil dan paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masa jabatan kepala Desa diatur dalam Pasal 39 UU No. 6/2014 yakni;
(2) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan.
(3) Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan pelaksana
teknis. Perangkat desa bertugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas
nama Bupati/Walikota. Persyaratan pengangkatan perangkat desa:
(1) berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat;
(2) berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
(3) terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1
(satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
(4) syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
klaim atas identitas, sumberdaya, legitimasi dan hak. Tindakan negara menghadapi
klaim-klaim itu menjadi isu penting dalam pembicaraan tentang rekognisi.
Meskipun rekognisi lahir dari konteks multikulturalisme, tetapi ia terkait dengan
keadilan, kewargaan dan kebangsaan; bahkan mempunyai relevansi dengan
desentralisasi. Pada titik dasar, rekognisi terletak pada jantung kontestasi ganda di
seputar kewargaan, hak, politik identitas, klaim redistribusi material dan tuntutan akan
kerugian masa silam yang harus diakui dan ditebus (Janice McLaughlin, Peter Phillimore
dan Diane Richardson, 2011).
Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu bersifat
kontekstual, konstitusional, dan merupakan hasil dari negosiasi politik yang panjang
antara pemerintah, DPR, DPD dan juga desa. Sesuai amanat konstitusi negara (presiden,
menteri, lembaga-lembaga negara, tentara, polisi, kejaksaan, perbankan, dan lembaga-
lambaga lain), swasta atau pelaku ekonomi, maupun pihak ketiga (LSM, perguruan
tinggi, lembaga internasional dan sebagainya) wajib melakukan pengakuan dan
penghormatan terhadap keberadaan (eksistensi) desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum. Eksistensi desa dalam hal ini mencakup hak asal-usul (bawaan maupun prakarsa
lokal yang berkembang) wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata lokal,
lembaga-lembaga lokal, identitas budaya, kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun
kekayaan desa.
Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman desa,
kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan pemerintahan, namun UU
Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam bentuk alokasi dana dari APBN
maupun APBD. Di satu sisi rekognisi dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati
identitas, adat-istiadat, serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk
keadilan kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada desa merupakan resolusi
untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi, eksploitasi dan
marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa juga melakukan proteksi
terhadap desa, bukan hanya proteksi kultural, tetapi juga proteksi desa dari imposisi dan
mutilasi yang dilakukan oleh supradesa, politisi dan investor.
Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas subsidiaritas. Asas
subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang selama ini diterapkan dalam UU
No. 32/2004. Asas residualitas yang mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa
seluruh kewenangan dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
terakhir di tangan pemerintah kabupaten/kota. Dengan asas desentralisasi dan
residualitas itu, desa ditempatkan dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota, yang
menerima pelimpahan sebagian (sisa-sisa) kewenangan dari bupati/walikota.
Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk koeksistensi
manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi dan menggantikan
organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya,
tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah
memberikan bantuan (dari bahasa Latin, subsidium afferre) kepada organisasi yang lebih
kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih
kecil-bawah, ketimbang dipaksa dari atas (Alessandro Colombo, 2012). Dengan kalimat
lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan
kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal
di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi,
sering sebagai bagian dari tawar-menawar (bargaining) antara komunitas/otoritas yang
berdaulat (mandiri) dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak
mengurangi risiko-risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah dari
pengaturan yang berlebihan (overruled) oleh otoritas sentral. Berangkat dari ketakutan
akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan otoritas sentral (pemerintah
lebih tinggi) dan sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil
keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri (Christopher Wolfe, 1995;
David Bosnich, 1996; Andreas Føllesdal, 1999).
Tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat
setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini
desa, yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah
lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan
masyarakat setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan
seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala desa
menjadi kewenangan desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU No. 6/2014
subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal berskala desa menjadi
kewenangan desa. Penetapan itu berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau
pembagian yang lazim dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi.
Sepadan dengan asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal-
usul desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus
memberi batas-batas yang jelas tentang kewenangan desa tanpa melalui mekanisme
penyerahan dari kabupaten/kota. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan
(intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal desa, melainkan melakukan dukungan
dan fasilitasi terhadap desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan
mendukung prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan penting UU No.
6/2014, yakni memperkuat desa sebagai subyek pembangunan, yang mampu dan
mandiri mengembangkan prakarsa dan aset desa untuk kesejahteraan bersama.
E. Kewenangan Desa
Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, diatur di Bab
IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 (lima) pasal, yaitu pasal 18 sampai pasal 22.
Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerbitkan
Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan
Menteri ini menjadi acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam
menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa.
Tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Nomor
44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya Peraturan tersebut,
ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya mengacu pada Permendagri No.
44 tahun 2016. Bacaan di bawah ini merupakan ringkasan atas Permendagri tentang
Kewenangan Desa tersebut.
1. Ruang Lingkup
Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dimaksudkan dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas Desa dalam menata kewenangan Desa sesuai
asas rekognisi dan asas subsidiaritas dan pelaksanaan penugasan dari Pemerintah
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.
Tujuan penetapan Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dalam rangka
mendorong proporsionalitas pelaksanaan bidang kewenangan desa yang meliputi: (1)
penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (2) pelaksanaan Pembangunan Desa; (3)
pembinaan kemasyarakatan Desa; dan (4) pemberdayaan masyarakat Desa.
(1) Perincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan
berdasarkan hak asal usul lainnya dengan mengikutsertakan Pemerintah Desa.
(3) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menetapkan kewenangan hak asal usul lainnya dengan
memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan.
(4) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul diatur dan diurus oleh Desa.
Faktor kunci lain dalam pelaksanaan Musdes adalah peran Ketua Badan
Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pimpinan rapat, hal ini sebagaimana diatur dalam
Permen Desa, PDT dan Transmingrasi Nomor 2 tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib
dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Selain memimpin
penyelenggaran Musyawarah Desa, Ketua BPD bertugas menetapkan panitia,
mengundang peserta Musdes, serta menandatangi berita acara Musyawarah Desa.
Undang-Undang Desa mensyaratkan pelaksanaan Musyawarah Desa berlangsung
secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel. Beberapa tipe kepemimpinan
yang ada di Desa dalam pelaksanaanya tergambar dalam tindakan sebagai berikut;
Partisipatif. Musyawarah Desa yang diharapkan sebagaimana amanat Undang-
Undang Desa adalah adanya pelibatan masyarakat secara keseluruhan, bagi pemimpin
dengan tipe kepemimpinan regresif partisipasi masyarakat dalam Musdes tidak
diharapkan, bahkan pemimpin tipe ini cenderung menolak menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Kepemimpinan konservatif-involutif melaksanakan Musyawarah
Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, daftar peserta akan diseleksi terlebih dahulu
dipilih dari sekian calon peserta Musdes yang dapat dikendalikannya. Sedangkan
kepemimpinan inovatif-progresif dalam peleksanaan Musdes akan melibatkan setiap
unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempua, hingga
perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa.
Demokratis. Setiap orang dijamin kebebasan berpendapat serta mendapatkan
perlakuan yang sama dalam forum Musdes. Pada kepemimpinan regresif biasanya tidak
mengingginkan pendapat, masukan dari orang lain bila ada masyarakat yang kritis
cenderung akan di intimidasi. Kepemimpinan konservatif-involutif, cenderung akan
melakukan seleksi siapa yang diinginkan pendapatnya, masukan terutama dari atasan
akan lebih diperhatikan, dalam forum Musdes pendapat atau masukan cenderung di
setting atau diatur terlebih dahulu agar dapat menguntungkan dirinya. Pada
kepemimpinan inovatif-progresif, Setiap warga dijamin kebebasan berpendapatnya dan
mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan melindunginya dari ancaman dan
intimidasi.
Transparan. Peserta Musdes mendapatkan informasi secara lengkap dan benar
perihal hal-hal bersifat strategis yang akan dibahas. Pada kepemimpinan regresif
cenderung menolak untuk transparan, tidak akan memberikan informasi apapun kepada
masyarakatnya meskipun menyangkut kepentingan masyarakatnya sendiri. Sedangkan
kepemimpinan konservatif-involutif, transparansi akan dilakukan terbatas, informasi
hanya diberikan kepada pengikut atau pendukungnya saja. Tipe kepemimpinan inovatif-
progresif akan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakatnya, semakin luas
serta lengkap informasi yang disampaikan kepada masyarakat dianggap akan dekat
dengan kesuksesan program Desa.
Akuntabel, Hasil Musdes termasuk tindaklanjutnya harus dipertanggung-
jawabkan kepada masyarakat Desa. Kepemimpinan regresif cenderung tidak akan
menyampaikan keputusan musyawarah Desa, kecenderungan untuk menolak
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Pada kepemimpinan
Daftar Pustaka
Inu Kencana (2003) Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT. Refika.
Mochammad Zaini Mustakim (2015) Buku 2: Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna.
Soetoro Eko., dkk. (2015). Regulasi Baru Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat Undang-
Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);
http://spikir.blogspot.co.id/2014/05/peran-kepemimpinan-kepala-desa-dalam.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/1566/1259
http://regulasidesa.blogspot.co.id/2016/03/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
A. Pendahuluan
Angka pengangguran dan kemiskinan masih terbilang tinggi, salah satu penyebabnya
karena geliat kewirausahaan yang kurang memiliki kemanfaatan dan nilai sosial bagi
masyarakat banyak. Kewirausahaan yang berjalan selama ini hanya mampu menciptakan
lapangan kerja dan menciptakan hubungan dua arah antara penguasa dan pekerja.
Masyarakat hanya sekedar menjadi objek menjadi pelanggan atau konsumen.
Persaingan bisnis yang begituketat, membuat sebagian pengusaha mengabaikan nilai-
nilai sosial dan kemanusiaan.
Kondisi ini memunculkan pendekatan baru dalam dunia kewirausahaan yang
disebut dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship
merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang
kewirausahaan sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social
enterpreneur sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan
kemampuan kewirausahaanuntuk melakukan perubahan sosial, terutama meliputi
bidang kesejahteraan pendidikan dan kesehatan .
Perbedaan pokok antara business entrepreneur dengan social entrepreneur
terletak pada pemanfaatan hasil investasi dan pola hubungan antara pekerja dan pelaku
usaha, Business entrepreneur menggunakan keuntungan yang diperoleh dimanfaatkan
untuk ekspansi usaha dan pola hubungan di antara para pelaku sebagaia subjek dan
objek dari usahanya. Dalam Kewirausahaan sosial masyarakat berperan sebagai mitra
strategis usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi
dalam kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya
bersinergi dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan,
keadilan sosial dan pemerataan pendapatan. Social entrepreneur menggunakan
keuntungan yang didapat, sebagian atau seluruhnya, diinvestasikan kembal untuk
pemberdayaan masyarakat/para pelaku.
Kewirausahaan sosial menawarkan kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan
lapangan kerja, tetapi memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan
hanya berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat
luas. Oleh karenanya pendekatan ini dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat
penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.
Seorang wirausaha sosial mengembangkan usaha bukan hanya untuk
mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik.
Jadi yang terpenting adalah faktor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur
social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bagi kesejahteraan
masyarakat bukan pada penciptaan kekayaan pribadi. Mereka yang berjuang merajut
hidup demi dan atas nama kemaslahatan sosial. Mereka berikhtiar membentangkan
serangkaian tindakan untuk membantu penciptaan masyarakat sosial yang makmur dan
bermartabat.
Kegiatan yang dilakukan oleh wirausahawan sosial haruslah merupakan kegiatan yang
dapat bermanfaat secara sosial baik itu untuk kepentingan nirlaba maupun prolaba.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan
masyarakat dengan memberdayakan masyarakat termasuk masyarakat yang kurang
mampu secara finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama
menggerakkan usahanya agar menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha
atau keuntungannya dikembalikan kembali ke masyarakat untuk meningkatkan
pendapatannya. Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu
menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect untuk
menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan sosial.
Namun dalam tren global, dikotomi semacam itu kian kabur, sebab business
entrepreneur dan social entrepreneur sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang
sama, yaitu inovasi, manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi untuk mencapai
tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu
dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka
peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Seorang wirausaha sosial memainkan peran sebagai agen perubahan di sektor
sosial, seperti:
Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak
hanya nilai pribadi),
Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi sosial
tersebut.
Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan
sumberdaya yang bekerja samaMeski terbilang baru, namun geliat kewirausahaansosial
kini sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia.
Mulai dikenal secara luas sejak keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad
Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam
mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah
membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial.
Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman
tanpa jaminan. Grameen bank memberdayakan masyarakat kurang mampu secara
finansial, sehingga ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan
dampak tidak langsung sebagai multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha
Kecil Menengah Baru (UKM).
Di Indonesia, salah satu penggerak kewirausahaan sosial diantaranya Bambang
Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan mendirikan sebuah yayasan
yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I Sayogo dan Ir
Suradiman pada tahun 1967. Upaya yang dilakukannya melalui pemberdayaan
masyarakat miskin melalui kegiatan keuangan mikro dan usaha mikro dengan
mengutamakan pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial.
Nalacity Foundation, organisasi kewirausahaan sosial yang didirikan sebagai
bentuk kepedulian kepada kaum marjinal ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala,
Tangerang. Nalacity memberdayakan komunitas tersebut melalui kerajinan tangan
berupa jilbab. Produk yang dihassilkan dijual di Jakarta, dan keuntungan yang diperoleh
digunakan kembali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Sitanala. Ibu-ibu
yang menjadi penerima manfaat program dari Nalacity ini meningkat pendapatannya.
mereka bisa menghidupi keluarga dan menabung . Sebagian dari tabungan mereka
gunakan untuk mengembangkan usaha lainnya seperti pertanian, peternakan, dan bisnis
lainnya.
Selain Yayasan Bina Swadaya dan Nalacity Foundation, ada banyak organisasi atau
perseorangan yang memiliki perhatian di bidang kewirausahaan sosial seperti; Erie
Sudewo, dkk (Dompet Dhuafa), Tri Mumpuni, dkk (IBEKA), Rhenald Kasali, dkk (Rumah
Perubahan), Septi Peni Wulandani, dkk (Sinergi Kreatif). Kesemuanya memiliki perhatian
di bidang kewirausahaan sosial masing-masing dengan memberdayakan masyarakat
melalui optimalisasi potensi lokal masyarakat yang diberdayakan.
Ada tiga aspek penting dalam kewirausahaan sosial, yaitu:
1. Voluntary Sector bersifat suka rela.
2. Public Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
3. Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa
termasuk unsur kepentingan profit.
Kemampuan social-entreprenuers untuk memberikan nilai tambah baik kepada
lingkungan sosial-nilai dan ekonomi di lingkungan sekitarnya telah membuat kegiatan
seperti ini semakin mengambil peran vital dalam pembangunan nasional secara luas.
Berkembangnya social-entreprenuers dapat menciptakan kesempatan kerja dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, memberikan nilai inovasi dan kreasi baru
terhadap lingkungan sosial-ekonomi masyarakat, dapat menjadi modal sosial
Dalam buku The Power of Unreasonable People yang ditulis oleh direktur non eksekutif
SustainAbility, John Elkington dan Managing Director Schwab Foundation, Pamela
Hartigan, entrepreneur sosial berhasil menciptakan struktur yang termasuk dalam tiga
kategori atau model bisnis berbeda:
Pertama, model usaha "nirlaba pengungkit". Usaha jenis ini bisa kita lihat dalam
gerakan yang dilakukan oleh LSM, komunitas peduli, badan amal, dan sebagainya.
Model bisnis ini menggantungkan keberlangsungan pendanaan pada kedermawanan
orang lain, yang biasanya datang dari inidividu, yayasan atau pemerintah. Pendekatan
ini akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan model bisnis pro-laba karena akan
menghalangi peluang ekspansi, penghentian dana dari para filantropis akan mematikan
kinerja.
Kedua, usaha "nirlaba hibrida". Model bisnis ini mengalami eksperimentasi paling
besar yang merupakan penggabungan strategi nirlaba dan pendapatan yang dihasilkan
dalam satu kesatuan dan membentuk kekuatan hibrida. Usaha ini menyediakan
barang/jasa bagi penduduk yang tidak terjangkau oleh pasar pada umumnya., dimana
keuntungan bukan sesuatu yang harus dihindari. Organisasi jenis ini memiliki dua sisi,
seperti Waste Concern di Bangladesh yang merupakan prototipe usaha hibrida, memiliki
divisi nirlaba yang berfokus pada proyek percontohan energi bersih dan daur ulang,
sedangkan divisi pro-labanya berfokus pada bidang energi lestari, proyek limbah, dan
konsultan.
Ketiga, bisnis sosial, yaitu badan usaha pro-laba yang berfokus pada misi sosial.
Keuntungan dihasilkan, tetapi tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan
pengembalian finansial bagi pemegang saham melainkan untuk memberi keuntungan
secara finansial kepada kelompok berpenghasilan rendah serta menumbuhkan usaha
sosial dengan investasi ulang. Dengan kemandirian penghasilan tersebut, bisnis sosial
mampu menjangkau dan terus berekspansi hingga melayani lebih banyak orang.
Entrepreneur pendiri harus menerapkan peran kepemimpinan yang kuat, tetapi hal ini
eringkali menyulitkan susksesi. Hal tersebut dapat teratasi dengan inisiatif entrepreneur
sosial yang terlibat untuk menyalurkan visi dan misinya kepada generasi selanjutnya.
Terdapat kesamaan umum dari semua model kewirausahaan sosial, yaitu tentang
hal yang mendorong dan mendasari kewirausahaan sosial untuk menciptakan nilai
sosial, bukan untuk menciptakan kekayaan pribadi atau kekayaan para pemegang saham
(Zadek & Thake, 1997).
Kewirausahaan sosial juga ditandai oleh adanya suatu inovasi, atau penciptaan
sesuatu yang baru, bukan hanya melakukan replikasi semata terhadap praktik bisnis
yang sudah ada. Pemicu utama dari kegiatan kewirausahaan sosial adalah masalah sosial
aktual yang sedang ditanganinya, dimana organisasi mengambil keputusan dalam
pengelolaan sumber daya berdasarkan format yang paling efektif yang dibutuhkan
untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, kegiatan kewirausahaan sosial
tidak ditentukan oleh badan hukum, dimana suatu kegiatan dapat ditempuh melalui
berbagai kendaraan organisasi atau lembaga, baik melalui organisasi nirlaba, sektor
bisnis, maupun sektor pemerintah.
Mencetak entrepreneur. Sosiolog David McClelland menyebut, bila ingin menjadi negara
maju, maka 2 persen warga harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang
wirausaha member pekerjaan kepada 8 orang lainnya. seseorang yang dapat melihat
tantangan sebagai peluang dan memperjuangan penciptaan nilai multidimensi dalam
setiap bentuk usaha mereka. Tantangannya bagaimana mendorong para entrepreneur
yang sudah ada dan menciptakan entrepreneur baru agar menggunakan pendekatan
kewirausahaan sosial, tidak semata-mata bisnis tetapi juga mempunyai kepedulian sosial
untuk perubahan sosial. Entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme baru,
termasuk didalamnya technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan
menambah riwayat panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa
sedikitpun mendapat kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara.
(pendidikan untuk para pemimpin)
Dinamika permasalahan sosial. Permasalahan sosial semakin lama semakin
kompleks. Perkembangan penduduk memberikan tekanan pada pembukaan dan
pemanfaatan lahan yang cenderung eksploittaif menyebabkan semakin parahnya
kerusakan lingkungan. Sumberdaya alam yang sifatnya tetap dan sebagian tidak
terbarukan diperebutkan oleh lebih banyak populasi. Pada sisi lain tuntutan kebutuhan
manusia juga semakin tinggi dan lebih bervariasi, kesenjangan sosial ekonomi
masyarakat semakin tinggi sehingga menimbulkan banyak tekanan, pengangguran, dan
kemiskinan.
Teknologi. Daya saing perusahaan pada era globalisasi ini secara signifikan sangat
ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi. Teknologi
akan sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menguasai pasar,
menghasilkan laba, dan bertahan hidup. Teknologi yang ada sifatnya mudah usang
sebagai akibat dari inovasi yang semakin maju dan semakin cepat sehingga siapa pun
pengusaha atau perusahaan yang tidak secara cepat mengimbangi perkembangan
teknologi akan ditinggalkan pasar. Sebagai contoh produsen telepon seluler yang agak
lambat mengeluarkan modelnya akan ditinggalkan oleh konsumen (Nokia merupakan
pemimpin pasar dan yang lainnya, seperti Siemen, Motorola hanya sebagai pengikut
pasar). Perkembangan teknologi informasi mempengaruhi perubahan cara-cara
pemasaran yang selama ini dilakukan, dan pada saat ini merebak pemasaran yang
menggunakan jasa internet.
Mobilisasi sumberdaya. Kewirausahaan sosial sering menemui kesulitan dalam
memberikan kompensasi terhadap para pekerja secara kompetitif sebagaimana terjadi
pada pasar komersial. Bahkan, banyak para pekerja dari organisasi kewirausahaan sosial
Daftar Pustaka
Luthfi Destianto, Kewirausahaan Sosial: Solusi Kemiskinan di Indonesia-http://www.
kompasiana.com/luthfidestianto/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-
indonesia_552a44fd6ea8340f70552cfc
Faisal Afiff, . Mencermati Kewirausahaan Sosial, http://sbm.binus.ac.id/2015/02/28/men-
cermati-kewirausahaan-sosial-bagian-1/
Elkington John, Pamela H. 2008. “The Power of Unresonable People : How Social
Entrepreneur creates markets that changes the world”. Havard Business Press.
Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan”.
http://ashoka.org
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/02/13/social-entrepreneurship-
membangun-negara-dan-menye
Desti Wulandari - Kewirausahaan sosial (social entrepreneur), http://destiwd.blogspot.
co.id/2012/02/kewirausahaan-sosial-social.html?m=1
Lembar Informasi
SPB
Strategi Peningkatan
1.4.1
Kapasitas P2KTD dalam
Program Inovasi Desa
A. Dasar Pemikiran
Pengembangan kapasitas P2KTD bertujuan mendorong profesionalitas dan kemandirian
P2KTD dalam memberikan layanan kepada Desa. Pengembangan profesionalitas
diarahkan pada pengembangan kapasitas teknis agar memenuhi standar teknis yang
dipersyaratkan, sedangkan pengembangan kemandirian lembaga diarahkan untuk
menjamin keberlanjutan P2KTD. Pengembangan kapasitas ini dapat melibatkan
berbagai pihak yang berpengalaman dalam bidangnya, seperti Praktisi, Dunia Usaha,
NGO/LSM, lembaga penelitian, dan Universitas.
Pengembangan kapasitas P2KTD tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pemangku kepentingan saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan
kelembagaan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering dikenal dengan
sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi pencapaian, dan peraturan
operasional. Hal demikian mengisyaratkan adanya tingkat pengembangan kapasitas
(capacity development) yang berarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada
(existing capacity), dan pengembangan kapasitas yang mengedepankan proses kreatif
untuk membangun kapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.
Pengembangan kapasitas P2KTD merupakan suatu proses atau serangkaian
kegiatan untuk melakukan perubahan di berbagai tingkatan organisasi atau lembaga
yang meliputi pada individu, kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat
kemampuan penyesuaian P2KTD dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan.
Oleh karena itu, peningkatan kapasitas P2KTD dapat dilakukan dengan mempertimbang
kan peran dan kedudukan dalam program (PID), analisis lingkungan strategis,
mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan jasa layanan, isu-isu strategis
dalam masyarakat dan peluang yang dapat diperankan P2KTD, membuat formulasi
strategi dalam proses mengatasi masalah, serta merancang sebuah rencana aksi P2KTD
agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. Kemandirian P2KTD
Forum P2KTD dibentuk dalam rangka mendukung kemandirian P2KTD dalam bentuk
upaya memperkuat kerjasama antaranggota dan lembaga lainnya, memfasilitasi
peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bimbingan, promosi layanan teknis serta
dukungan pengelolaan sumber daya dan pendanaan bagi P2KTD.
lainnya. Contoh organisasi yang memiliki target capaian menjadi organisasi yang
berkualitas dan berintegritas, maka pada tingkatan ini perlu dibangun adanya
pengaturan sistem kediklatan yang baik sesuai dengan standarisasi manajemen kualitas
ISO 9001.
Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1) identifikasi
kebutuhan untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja ini memiliki kegiatan utama
yaitu mengenali alasan dan kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas; (2)
Menentukan tujuan, kegiatan utama yaitu melakukan konsultasi dengan stakeholder
utama untukmengidentifikasi isu utama pengembangan kapasitas; (3) memberikan
tanggung jawab, kegiatan utama menetapkan penanggungjawab kegiatan
pengembangan kapasitas, misalnya membentuk tim teknis atau satuan kerja; (4)
merancang proses pengembangan kapasitas, kegiatan utama yaitu menentukan
metodologi pemetaan sesuai permasalahan yang muncul dan membuat penjadwalan
kegiatan tentang proses pemetaan dan tahapan perumusan berikutnya tentang rencana
tindak pengembangan kapasitas; (5) pengalokasian sumber daya, mengidentifikasi
pendanaan kegiatan proses pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber
daya dengan membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang
dibutuhkan dan dapat disetujui oleh pihak berwenang
Fase Analisis. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1) mengidentifikasi
permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya berupa melakukan pemeriksaan
terhadap masalah untuk penyelidikan lebih lanjut; (2) analisis terhadap proses dalam hal
ini kegiatan utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan
kapasitas dengan proses kinerja system, organisasi dan individu; (3) analisis organisasi
dalam hal ini kegiatan utamanya berupa memilih organisasi untuk diselidiki lebih dalam
(pemetaan organisasional); (4) memetakan kesenjangan (gap) dalam kapasitas dalam hal
ini kegiatan utamanya berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal dengan
kenyataannya; (5) menyimpulkan kebutuhan pengembangan kapasitas yang mendesak
dalam hal ini kegiatan utamanya berupa menyimpulkan temuan dan mengumpulkan
usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan kapasitas.
Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat tiga langkah kerja yaitu: (1) perencanaan
tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan draf rencana tindak pengembangan
kapasitas; (2). membuatrencana jangka menengah, kegiatan utamanya berupa
pertemuan-pertemuan konsultatif; (3) menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya
berupa menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapan
implementasinya.
Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat lima langkah kerja, yaitu: (1)
pemrograman, kegitan utamanya berupa mengalokasikan sumber daya yang dimiliki
saat ini; (2) perencanaan program pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa
merumuskan kebijakan implementasi pengembangan kapasitas; (3) penyeleksian
penyedia layanan peningkatan kapasitas, kegiatan utamanya berupa mengidentifikasi
layanan dan produk luar terkait kebutuhan implementasi pengembangan kapasitas yang
akan dikerjanakan; (4) implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi
program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang ada dan jadwal
yang tersedia; (5) monitoring proses, kegiatan utamanya berupa melakukan monitoring
terhadap aktifitas-aktifitas pengembangan kapasitas.
Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat dua langkah kerja yaitu: (1) evaluasi dampak,
kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian pengembangan kapasitas, seperti
2. Persiapan
Kegiatan persiapan pelatihan meliputi: materi pelatihan, tenaga pelatih, dan
penyelenggaraan pelatihan.
a. Materi Pelatihan.
Materi pelatihan yang diharapkan sesuai dengan pengembangan kapasitas teknis,
Manajemen, pengenalan program Inovasi Desa, serta praktek P2KTD. Selain materi yang
bersifat generik, juga perlu disediakan materi yang bersifat pilihan sesuai kebutuhan
pengembangan kapasitas P2KTD. Tenaga ahli pelatihan pusat bertanggungjawab
mempersiapkan materi pelatihan yang terdiri dari Modul Pelatihan P2KTD untuk bidang
kewirausahaan, Modul Pelatihan untuk bidang PSDM, dan Modul Pelatihan bidang
Infrastruktur.
Pokja P2KTD dengan dibantu tenaga ahli Kabupaten melakukan seleksi peserta
pelatihan P2KTD yang meliputi bidang pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur desa. Seleksi
peserta pelatihan P2KTD dilaksanakan dengan memperhatikan minat dari P2KTD dan
kebutuhan desa akan Penyedia Peningkatan Kapasitas teknis. Pokja P2KTD dengan
dibantu dengan TA Kabupaten akan menyeleksi 36 peserta pelatihan P2KTD yang
berasal dari 12 P2KTD per Kabupaten (2 P2KTD bidang Kewirausahaan, 4 P2KTD bidang
peningkatan sumber daya manusia, dan 6 P2KTD bidang infrastruktur desa. Setiap
P2KTD dapat mengirimkan 3 orang peserta yang terdiri dari 2 orang Pengurus Lembaga
dan 1 orang Pelaksana. Kriteria pemilihan P2KTD sebagai berikut:
c. Tenaga Pelatih
Tenaga ahli pelatihan program inovasi di Jakarta bertanggung-jawab mempersiapkan
Master Trainer dan Trainer P2KTD untuk masing-masing bidang. Master Trainer dan
Trainer P2KTD harus memenuhi sejumlah kualifikasi minimal diantaranya, memiliki
pengalaman sebagai pelatih Nasional, dan memiliki pengetahuan yang memadai.
Master Trainer (MT) dan Trainer P2KTD dapat berasal dari NGO/LSM, Perguruan Tinggi,
Dunia Usaha yang telah berpengalaman dalam memberikan Penyedia Peningkatan
Kapasitas terkait dengan dibantu tenaga ahli pelatihan pada program. Kebutuhan
jumlah Master Trainer dan Trainer dapat dilihat dalam tabel dibawah ini
Tabel 2
Perkiraan Kebutuhan Pelatih P2KTD
d. Penyelenggaraan Pelatihan
Pelatihan Master Trainer dan TOT diselenggarakan oleh Satker Pusat, sedangkan untuk
pelatihan P2KTD diselenggarakan oleh Satker Dekonsentrasi di 33 Provinsi. Selain
pelatihan dasar, juga akan dilakukan pelatihan lanjutan dengan fokus pada kemandirian
P2KTD khususnya melalui pengembangan bisnis plan dan membangunan jaringan
kerjasama untuk keberlanjutan P2KTD. Tenaga ahli pengembangan kapasitas di setiap
provinsi juga bertanggungjawab untuk menemukan metode pengembangan kapasitas
yang sesuai dengan kebutuhan P2KTD.
3. Pelaksanaan
Dalam rangka pencapaian tujuan pelatihan, maka perlu dilakukan evaluasi khususnya
terhadap materi pelatihan, tenaga pelatih, pemahaman peserta, dan dukungan panitia
penyelenggara. Selain itu, Konsolidasi pelatih selama proses pelatihan berlangsung juga
penting dilakukan evaluasi untuk memastikan bahwa tujuan dan proses pelatihan
berjalan sesuai dengan rencana. Tenaga ahli pengembangan kapasitas bertanggung-
jawab untuk memastikan semua kegiatan pelaksanaan pelatihan berjalan dengan baik.
Kegiatan pelatihan dapat dibiayai oleh Pemerintah dalam hal ini Kemendesa PDTT
melalui APBN dan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas PMD atau sebutan lain melalui
APBD, dan swadaya P2KTD.
5. Pelaporan
Pelaporan kegiatan pengembangan kapasitas dibuat secara berkala dalam 3 (tiga) bulan,
dan disampaikan secara berjenjang.
Pokok Bahasan 2
PELUANG PENYEDIA
PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
UU Desa Pasal 74
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang
disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah.
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi
tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat Desa.
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
Pasal 4
1. Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk membiayai pelaksanaan program dan
kegiatan di bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
2. Prioritas penggunaan Dana Desa diutamakan untuk membiayai pelaksanaan
program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang.
Pasal 3
Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip:
a. Keadilan, dengan mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga Desa tanpa
membeda-bedakan;
b. Kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan Desa yang lebih
mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan
sebagian besar masyarakat Desa;
c. Kewenangan Desa, dengan mengutamakan kewenangan hak asal usul dan
kewenangan lokal berska
d. Partisipatif, dengan mengutamakan prakarsa dan kreatifitas Masyarakat;
e. Swakelola dan berbasis sumber daya Desa mengutamakan pelaksanaan secara
mandiri dengan pendayagunaan sumberdaya alam Desa, mengutamakan tenaga,
pikiran dan keterampilan warga Desa dan kearifan lokal; dan
f. Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik
geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi Desa yang khas, serta
perubahan atau perkembangan dan kemajuan Desa
Tujuan Global.
1. Tanpa Kemiskinan: Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh
penjuru dunia.
2. Tanpa Kelaparan: Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan,
perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan: Menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
4. Pendidikan Berkualitas: Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin pendidikan yang
inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi
semua orang.
5. Kesetaraan Gender: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu
dan perempuan.
6. Air Bersih dan Sanitasi: Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua orang.
7. Energi Bersih dan Terjangkau: Menjamin akses terhadap sumber energi yang
terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
8. Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak: Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan
produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.
9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur: Membangun infrastruktur yang berkualitas,
mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta
mendorong inovasi.
10. Mengurangi Kesenjangan: Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah
negara maupun di antara negara-negara di dunia.
11. Keberlanjutan Kota dan Komunitas: Membangun kota-kota serta pemukiman
yang inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan bekelanjutan.
12. Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab: Menjamin keberlangsungan
konsumsi dan pola produksi.
13. Aksi Terhadap Iklim: Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.
14. Kehidupan Bawah Laut: Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan
kehidupan sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan.
15. Kehidupan di Darat: Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan
keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara
berkelanjutan, mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah, memerangi
penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta
menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.
16. Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian: Meningkatkan perdamaian
termasuk masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses
untuk keadilan bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab
untuk seluruh kalangan, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan
inklusif di seluruh tingkatan.
17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan: Memperkuat implementasi dan menghidup-
kan kembali kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Dari 17 tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tersebut terdapat empat poin
penting yang menjadi perhatian khusus sektor kesehatan, yaitu:
1. Poin 2: Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi,
serta mendorong pertanian yang berkelanjutan.
2. Poin 3: Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi
semua orang di segala usia.
dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Republik lndonesia.
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur
Harapan Hidup, menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian Ibu,
menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita. Untuk mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan kesehatan, maka strategi pembangunan kesehatan 2005- 2025 adalah:
1) pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2) pemberdayaan masyarakat dan
daerah; 3) pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan; 4) pengembangan dan
dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; dan 5) penanggulangan keadaan
darurat kesehatan.
pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu
dan kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di Posyandu.
10. Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota masyarakat yang
bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan
Posyandu secara sukarela.
11. Kader Posyandu terlatih yang selanjutnya disebut kader terlatih adalah kader
Posyandu yang telah mengikuti pelatihan terkait bidang layanan Posyandu.
12. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini
Holistik- Integratif
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini
Holistik-Integratif mengamanatkan PAUD sebagai bagian dari program pengembang-
an anak usia dini untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak yang men-
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional PAUD
Peraturan ini mengatur standar-standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan PAUD, mulai dari standar tingkat pencapaian perkembangan; standar
isi, proses, dan penilaian; standar pendidik dan tenaga kependidikan; hingga
standar sarana prasarana, pengelolaan dan pembiayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 Tentang
Kurikulum 2013 PAUD
Peraturan ini memaparkan seluk-beluk Kurikulum 2013 PAUD, yang isinya mencakup
kerangka dasar kurikulum, struktur kurikulum, pedoman deteksi dini tumbuh kembang
anak, pedoman pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pedoman
pembelajaran, pedoman penilaian, dan buku-buku panduan pendidik.
Daftar Pustaka
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/2017/doc/INS-
HDR2016%20indonesia%20summary-final.pdf
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/RenstraKemdikbud2015-2019.pdf
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/panduan/PermenDesaPDTTrans%20Nomor%2022%
20Tahun%20%20%20%202016.pdf
Kemenkes RI. Profil kesehatan indonesia 2014 [Internet]. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2015 [cited 2016 Jul 26]
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf
http://kompak.or.id/userfiles/publication/download/Feb2017_brief-dana-desa-ID-
Final.pdf
Lembar Informasi
SPB
Kondisi dan Tantangan
2.2.1
Layanan Dasar di Desa
(Posyandu dan PAUD)
A. Pendahuluan
Di satu sisi arus globalisasi menuntut masyarakat untuk melakukan perubahan karena
besarnya arus informasi yang membuat beragam informasi tak terbendung dan menjadi
konsumsi pendidikan. Di sisi lain keberagaman arus informasi yang masuk juga bertemu
dengan keberagaman budaya dan kearifan lokal yang juga kaya penuh dengan nilai-
nilai edukatif.
Konsep dasar pendidikan anak usia pra sekolah, yang didominasi oleh dunia
bermain sambil belajar, memiliki peluang yang sangat besar dalam mengoptimalisasi
semangat mengedukasi pada anak-anak usia pra-sekolah. Pada beberapa beberapa pos
paud di area urban, beberapa bentuk pelayanan pendidikan anak usia dini memiliki
beragam pendekatan. Sayangnya, konsep pendidikan anak usia dini yang ada di desa ini
masih jauh dari inovasi. Masih minim bentuk-bentuk inovasi yang muncul di PAUD desa
yaang seusai dengan kebutuhan pendidikan anak usia dini. Hal ini ditandai dengan
masih banyak ditemui PAUD-PAUD desa yang sepi dan kurang diminati oleh warga,
kegiatan paud dengan frekuensi yang minim, pendekatan pendidikan anak usia dini
yang tidak memanfaatkan sumber daya dan kearifan lokal. Untuk itu penting bagi dunia
pendidikan dasar, khususnya pra-sekolah untuk menemukan beragam inovasi yang
dapat mendukung perbaikan dalam mendidik anak-anak.
Untuk itu, inovasi layanan dasar baik pendidikan prasekolah dan Posyandu di desa
ini sangat dibutuhkan selain untuk menjangkau masyarakat lebih banyak yang
mendapat merubah perilaku dan mengaksses lebih awal layanan kesehatan yang paling
dekat dengan masyarakat sehingga dapat mencegah tingkat penannganan dari sisi
kesehatan.
B. Tujuan
C. Tantangan Posyandu
Kondisi umum, potensi dan permasalahan kesehatan di Indonesia mengacu pada Rencana
Strategi Kementrian Kesehatan RI tahun 2015-2019
Gambaran kondisi umum, potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan
dipaparkan berdasarkan dari hasil pencapaian program kesehatan, kondisi lingkungan
strategis, kependudukan, pendidikan, kemiskinan dan perkembangan baru lainnya.
Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input dalam
menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan.
Kesehatan Ibu dan Anak. Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan,
namun masih jauh dari target MDGs tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan
disebabkan oleh antara lain kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai,
kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama
kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab
ini dapat diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care dilaksanakan dengan baik.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun,
terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per
1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang
melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207. per 1000 kelahiran hidup. Hal ini
diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada
usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah
kawin.
Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah
tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif tersebar
ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai. Demikian juga
secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK meningkat namun belum
diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan kesehatan ibu sebelum
hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting dalam penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan AKB (Angka Kematian Bayi).
Peserta KB cukup banyak merupakan potensi dalam penurunan kematian ibu,
namun harus terus digalakkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang.
Keanekaragaman makanan menjadi potensi untuk peningkatan gizi ibu hamil, namun
harus dapat dikembangkan paket pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang
tinggi kalori, protein dan mikronutrien.
Kematian Bayi dan Balita. Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal
(AKN) tetap sama yakni 19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca
Neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup,
angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian pada kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti
faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya.
Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk
hamil dan melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu
melindungi bayi dari infeksi.
Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama kematian adalah
infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat
ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
Usia Sekolah dan Remaja. Penyebab kematian terbesar pada usia ini adalah
kecelakaan transportasi, disamping penyakit demam berdarah dan tuberkulosis.
Masalah kesehatan lain adalah penggunaan tembakau dan pernikahan pada usia dini
(10-15 tahun) dimana pada laki-laki sebesar 0,1% dan pada perempuan sebesar 0,2%.
Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi remaja
usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,2% dan pada usia 16-18
tahun sebesar 31,2%. Sekitar separuh remaja mengalami defisit energi dan sepertiga
remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.
Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai dari
TK/RA sampai SMA/ SMK/MA, mengingat UKS merupakan wadah untuk
mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan strategis, karena
pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ungkit
lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib Puskesmas. Peningkatan
kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR) yang menjangkau remaja di sekolah dan di luar sekolah. Prioritas program UKS
adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi dini penyakit tidak
menular.
Usia Kerja dan Usia Lanjut. Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada
usia kerja, penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah
yang meninggal akibat kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10% selama 5 tahun
terakhir. Proporsi kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada umur 31-45 tahun. Oleh
karena itu program kesehatan usia kerja harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor
risiko sudah bisa dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah
mengembangkan pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja
sebagai salah satu bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan kelompok
pekerja rentan seperti Nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.
Gizi Masyarakat. Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat
ini, selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga
menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2010-2014, perbaikan status gizi masyarakat merupakan
salah satu prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight)
menjadi 15% dan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014.
Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan
dimana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari
36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%.
Riskesdas 2010 dan 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1% menjadi 10,2%. Stunting terjadi karena
kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang
mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan
berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan. Seribu hari pertama
kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa depannya, dan pada
periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang serius.
Permasalhan yang dihadapi lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi sangat
sulit diobati. Untuk mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen
global (SUN-Scalling Up Nutrition) dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus
kepada 1000 hari pertama kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2
tahun) dalam menyelesaikan masalah stunting secara terintergrasi karena masalah gizi
tidak hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga
oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Peningkatan gizi yang pertama, indikatornya ditunjukkan oleh angka kematian ibu dan
angka kematian bayi. Angka kematian ibu ditargetkan pemerintah akan menurun dari
3559/100.000 kelahiran menjadi 70/100.000 kelahiran di tahun 2030.
Tidak hanya terjadi pada usia balita, prevalensi obesitas yang meningkat juga
terjadi di usia dewasa. Terbukti dari perkembangan prevalensi obesitas sentral (lingkar
perut >90 cm untuk laki2 dan >80 cm untuk perempuan) tahun 2007 ke tahun 2013
antar provinsi. Untuk tahun 2013, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (39,7%) yaitu 2,5 kali
lipat dibanding prevalensi terendah di Provinsi NTT (15.2%). Prevalensi obesitas sentral
naik di semua provinsi, namun laju kenaikan juga bervariasi, tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta, Maluku dan Sumatera Selatan. Mencermati hal tersebut, pendidikan gizi
seimbang yang proaktif serta PHBS menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan di
masyarakat.
Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome).
Dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:
1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010),
346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.
4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Dalam rangka meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan
masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, maka ukuran yang
akan dicapai adalah:
1. Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah
memiliki jaminan kesehatan, dari 37% menjadi 10%
2. Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan dari 6,80
menjadi 8,00.
Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan yang terkait dengan layanan kesehatan
dasar di desa sebagai berikut:
Selama ini kematian ibu yang baru melahirkan dikarenakan kualitas pelayanan
kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor
determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan
dan perdarahan setelah melahirkan (post partum). Penyebab ini dapat diminimalisasi
apabila kualitas Antenatal Care dilaksanakan dengan baik. Selain itu, pemberian tablet
tambah darah, pemberian makanan tambahan, dan pengadaan kelas hamil juga telah
dicanangkan untuk mengurangi angka kematian ibu. Namun, pada kenyataannya, masih
jarang yang mengetahui tentang kelas hamil ini, sehingga masyarakat kurang teredukasi
tentang masalah kehamilannya, harus berbuat apa untuk memberdayakan dirinya
selama kehamilan, setelah melahirkan harus seperti apa. Masyarakat Amerika Serikat
sudah familiar dengan kelas kehamilan dan istilah doula (tenaga non medis pendamping
persalinan). Mungkin ini patut dicontoh, misalnya tidak hanya memberdayakan
puskesmas, tetapi juga harus ada kerja sama dengan pihak swasta. Dengan demikian,
ibu hamil tahu nutrisi apa yang dibutuhkan, gerakan-gerakan yang bermanfaat untuk
proses persalinan, sampai tentang ASI. Biasanya ibu-ibu minim sekali pengetahuan
tentang ASI, karena kelas hamil hanya membahas tentang kehamilan saja.
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000
kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi penurunan
dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita juga turun
dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada kelompok
perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5% dan Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti faktor kondisi ibu sangat
berpengaruh. Kembali lagi pada edukasi ibu selama hamil dan pemberian makanan
tambahan tinggi protein sangatlah penting.
Kejadian balita kurus (wasting) pada tahun 2013 sebesar 12,1%. Pemerintah
menargetkan persentase ini akan turun menjadi 5% pada 2025. Untuk gizi bayi pada
1000 hari pertama kehidupannya, nutrisi setelah lahir perlu diperhatikan, yaitu hanya ASI
selama 6 bulan pertama yang disebut ASI Eksklusif. Pemerintah menargetkan ASI Ekslusif
dan inisiasi menyusui dini menjadi 50% di tahun 2019.
Masih banyak hambatan untuk bisa ASI Eksklusif. Edukasi memang sangat
diperlukan, terutama bagi ibu hamil. Mereka harus tahu bahwa di balik ASI yang seolah-
olah tidak keluar di hari pertama bayi lahir sebenarnya ada kolostrum yang tak terasa
mengalir dalam jumlah yang sangat sedikit. Namun, bayi bisa bertahan selama 3 hari
tanpa tambahan makanan lain. Di sinilah lingkaran setan dimulai. Saat si ibu panik ASI
tidak keluar, kemudian bidan atau tenaga kesehatan lain yang biasanya ditarget oleh
perusahaan susu, menawarkan susu formula pada ibu. Pemerintah harus mengeluarkan
sanksi untuk tenaga kesehatan seperti ini. Dan peraturan di fasilitas kesehatan seperti
puskesmas atau rumah sakit harus disosialisasikan dengan baik agar menjadi fasilitas
yang ramah ibu dan ramah bayi. Jika bayi sudah tercemar susu formula, maka ASI tidak
terangsang keluar, dan inilah yang akan dijadikan alasan kebanyakan ibu tidak bisa
memberi ASI. Selain sanksi pada tenaga medis yang menghambat ASI eksklusif,
pemerintah juga harus mengeluarkan peraturan cara pembelian susu formula. Indonesia
patut mencontoh luar negeri, dimana susu untuk bayi harus diresepkan dokter.
Kehidupan yang sehat dinilai dari bebas penyakit menular maupun tidak menular. Untuk
penyakit menular, diprioritaskan pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis (TBC), malaria,
demam berdarah, influenza dan flu burung. Tingkat kasus penyakit HIV/AIDS terus
meningkat pada usia 15-49 tahun. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada
penduduk usia 15 – 49 tahun hanya 0,16% dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun
2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus meningkat manjadi 0,43%
pada 2013. Angka CFR AIDS juga menurun dari 13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85
% pada tahun 2013.
Pemerintah juga masih berjuang mengendalikan penyakit neglected diseases
seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. Angka kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio,
campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal
sudah sangat menurun. Pada tahun 2014 Indonesia sudah mendapat sertifikat bebas
polio.
Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jumlah kematian akibat rokok terus meningkat
dari 41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di 2007. Rokok telah menjadi gaya hidup
yang konsumtif. Bukan bagi orang kaya saja. Menurut survei ekonomi nasional 2006
disebutkan penduduk miskin menghabiskan 12,6% penghasilannya untuk konsumsi
rokok. Untuk masalah rokok ini kini ada kewajiban peringatan yang lebih menyeramkan
melalui visualisasi organ terinfeksi kanker di kemasan rokok. Beberapa public figure dan
cancer survivor dilibatkan dalam kampanye anti rokok agar banyak yang sadar. Peraturan
pemerintah seperti Pemda juga sudah dilibatkan untuk melarang merokok di ruang
publik.
Area prioritas dilaksanakan dengan pendekatan upaya promotif dan preventif tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi
dan kewenangannya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016 tentang Rencana
Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019
Adanya prioritas pada pengembangan Posyandu dengan target lansia menjadi prioritas
pada Kementrian kesehatan. Tujuannya meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia
untuk mencapai lanjut usia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdayaguna bagi
keluarga dan masyarakat. Tujuan Khusus dari Posyandu lansia:
1. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun lanjut usia :
2. Persentase puskesmas yang telah membina Posbindu lanjut usia yang terintegrasi
3. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lanjut usia :
4. Adanya sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan lanjut usia
5. Meningkatnya koordinasi dengan lintas program, lintas sektor, profesi/organisasi
profesi, organisasi masyarakat, dunia usaha, media massa dan pihak terkait lainnya.
6. Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat dan lanjut usia
dalam upaya peningkatan kesehatan lanjut usia
7. Meningkatnya peran serta lanjut usia dalam upaya peningkatan kesehatan
keluarga dan masyarakat:
- adanya kegiatan peningkatan pengetahuan lanjut usia tentang kesehatan
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat
- Kegiatan puskesmas mendukung kelompok lanjut usia agar aktif di setiap desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri no 19 tahun 2011, Pos Pelayanan Terpadu
atau Posyandu adalah suatu upaya kesehatan yang bersumberdayakan masyarakat yang
dijalankan dengan konsep dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai bentuk
pembangunan kesehatan yang memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Pada dasarnya, Posyandu merupakan suatu
wadah untuk membangun masyarakat di lingkup yang paing kecil yaitu desa.
Keberadaannya di setiap desa menjadi harapan pembangunan kesehatan, namun
sudahkah Posyandu dimiliki semua penduduk Indonesia?
Di Indonesia, kesehatan menjadi fokus utama pembangunan yang
diselenggarakan di Posyandu. Fasilitas ini menjadi suatu sarana penyebaran informasi
kesehatan bagi masyarakat mulai dari pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak,
perilaku hidup bersih dan sehat, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
serta berperan sebagai sarana pemberdayaan dan penggerakan masyarakat.
Kementerian Kesehatan menyebutkan terdapat 289.635 Posyandu di Indonesia pada
tahun 2014. Proporsi jumlah Posyandu di setiap desa/kelurahan hampir semuanya
melebihi angka 1 kecuali Papua dan Papua Barat. Pemerataan jumlahnya belum tercapai
dengan baik melihat jumlahnya yang terhitung banyak berada di DKI Jakarta
dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Indonesia masih memiliki angka kematian bayi dan angka kematian usia di bawah
lima tahun yang cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik, di Papua dan Papua Barat
angka kematian usia di bawah lima tahun melampaui angka 100 di tahun 2012.
Kebutuhan pelayanan kesehatan dasar yang dapat disediakan oleh salah satu upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat ini sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Pemerataan Posyandu sebagai lini pertama pembangunan kesehatan
masyarakat perlu dibenahi dan ditingkatkan kembali. Apalagi kegiatan Layanan masih
minim seperti Posyandu dan paud dilakukan hanya sekali sebulan dengan jumlah kader
dan kemampuan kader yang terbatas.
Belum Semua Penduduk Memperoleh Layanan Akses PAUD yang Berkualitas. Belum
semua anak usia PAUD memperoleh layanan pendidikan, sebagaimana ditunjukkan
dengan capaian APK PAUD yang baru sebesar 68,1% pada tahun 2014. Kualitas
penyelenggaraan PAUD pun masih harus ditingkatkan sejalan dengan peningkatan
akses, antara lain dengan Standarisasi layanan PAUD.
Peningkatan pendidikan keluarga belum seperti yang diharapkan saat ini program
keluarga yang dilaksanakan melalui pendidikan keorangtuaan baru berhasil menjangkau
45% kabupaten dan kota. Selain itu, capaian keberhasilan itu pun belum memadai
karena baru terbatas pada pemangku kepentingan untuk memberikan peningkatan
wawasan. Wawasan tentang pentingnya peran ayah dan bunda dalam mendidik anak
sedini mungkin, meningkatkan ketahanan pangan keluarga, mencegah perilaku
destruktif, dan memahami gizi dan pola hidup sehat. Program belum menyentuh sasaran
akhir serta belum meningkatkan peran orang tua dalam mencapai hasil belajar yang
optimal. Tantangan ke depan dalam penyediaan pelayanan PAUD yang berkualitas:
(1) meningkatkan akses PAUD terutama untuk masyarakat miskin;
(2) meningkatkan kompetensi guru, guru pendamping, dan pengasuh PAUD melalui
pendidikan dan pelatihan;
(3) memperluas pemenuhan standar pelayanan PAUD;
(4) meningkatkan koordinasi antarsektor dan pemberdayaan peran swasta dalam
penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif.
A. Pendahuluan
Tilaar seorang pakar pendidikan di Indonesia menyampaikan bahwa bangsa yang tidak
inovatif akan dilanda oleh gelombang globalisasi yang terus menerus berubah dengan
adanya ide-ide yang baru. Kemajuan ilmu pengetahuan khususnya teknologi informasi
dan komunikasi akan melahirkan berbagai jenis inovasi. Bangsa yang inovatif akan
menjadi bangsa yang unggul di dalam persaingan global.
Pola pikir inovatif merupakan landasan dari terbentuknya layanan yang inovatif di
bidang-bidang yang dikuasai. Lembaga yang inovatif memiliki sumber daya manusia
yang inovatif pula, individu tersebut memiliki kombinasi pengetahuan, keterampilan dan
sikap serta cara yang inovatif. Sosok individu yang memiliki pola pikir inovatif memiliki
sifat:
Empati – Seorang inovator berusaha memahami beragam hal dari perspektif atau
cara pikir orang lain. Mereka berupaya untuk memahami apa yang orang lain inginkan
dan rasakan. Mereka bersedia mengajukan pertanyaan untuk bisa memahami apa yang
sesungguhnya diperlukan untuk dapat membantu mempermudah dan memenuhi apa
yang diperlukan. Mereka lebih bersedia mendengarkan kebutuhan pelanggan atau
warga, bukan hanya sekedar untuk melaksanakan tugas namun ingin memberikan
kebutuhan pengguna layanan.
Penemu/pemecah masalah–Hampir semua inovasi dimulai dari pertanyaan-
pertanyaan kritis untuk mencari jawaban. Misalnya; Mengapa, Mengapa Tidak,
Bagaimana, Bagaimana yang lain, Seberapa mungkin, Bagaimana jika. Mereka memiliki
keinginan untuk menemukan opsi tambahan - dan kemudian menemukan bahkan
dengan porsi lebih. Sosok individu inovatif melihat masalah sebagai peluang dan
mengembangkan ide-ide pelayanan berbasis pada pemecahan masalah ini (bukan
hanya membentuk sebuah bisnis berdasarkan kemampuan dan kepentingan mereka
sendiri). Idealnya, mereka mampu menemukan cara untuk menggabungkan keduanya.
Pengambil risiko - Inovator menantang asumsi dan keyakinan yang ada dan
bersedia berurusan dengan ambiguitas dan ketidakpastian. Mereka bersedia mengalami
kegagalan - mereka menerimanya, mencoba untuk memahaminya, dan belajar darinya.
Dalam upaya untuk memberikan pelayanan terbaik, mereka melihat risiko sebagai
hambatan yang diperlukan untuk jalan yang lebih besar tetapi juga mampu
membedakan antara hal tersebut dan risiko yang tidak layak diambil.
Memiliki jaringan - "Peluang datang dari pikiran yang terhubung" Inovasi tidak
terjadi dalam situasi terisolasi, ide-ide yang dibagikan menghasilkan ide-ide baru dan
lebih baik. Inovator mengakui pentingnya jaringan dan secara aktif mencari koneksi,
kemitraan, sekutu dan mentor baru. Sosok inovator bersedia bekerja sama dan memeluk
konsep yang terbuka, berbagi pengetahuan dan kemitraan strategis. Mereka mampu
mengakses informasi, sumber daya dan penelitian.
Jeli - Praktek yang biasanya ditemukan pada orang-orang yang dianggap
"inovatif" adalah bahwa mereka terus-menerus melihat dunianya dan membuat koneksi.
Mereka sangat sadar terhadap lingkungan mereka-dan sengaja, sehingga
memungkinkan mereka melihat dan bertindak terhadap adanya peluang. Dalam
kewirausahaan, mereka tidak membiarkan diri mereka terjebak dalam operasional harian
bisnis sehingga mereka gagal melihat kecenderungan yang muncul atau risiko yang
akan datang.
Kreator - Banyak inovator memiliki ide-ide besar yang tidak pernah membuahkan
hasil. Wirausahawan inovator memiliki kemampuan untuk mengembangkan ide-ide
mereka menggunakan proses yang jelas dan terstruktur seperti penelitian, pengujian,
pembuatan prototipe dan memperhalus desain dan mengubah ide-ide mereka menjadi
bisnis yang menguntungkan.
Tahan banting - Inovator akan mengulangi proses kreatif mereka berulang-ulang
sampai tiba pada ide terbaik. Untuk hanya mencoba sesuatu dan menyerah saat gagal
tidak pernah mengantarkan pada inovasi. Wirausahawan inovatif mengakui bahwa dan
meluangkan waktu untuk menjadikan produk atau jasa mereka sesuai - bahkan jika itu
harus menunda keuntungan. Mereka tidak menyerah disaat pertama kali mereka
menghadapi hambatan atau kendala.
Reflektif - Inovator akan merefleksikan proses mereka untuk mengajukan
pertanyaan seperti: Apa yang berfungsi? Apa yang tidak? Apa yang bisa kita lakukan lain
kali? Jika kita mulai lagi, apa yang harus kita lakukan secara berbeda? Apa yang bisa kita
bangun? Wirausahawan inovator membangun refleksi ini pada setiap aspek bisnis
mereka dan berusaha untuk terus berkembang.
B. Konsep Inovasi
Inovasi menurut pendapat Bannet adalah segala pemikiran, ide-ide, perilaku atau
sesuatu yang baru, yang secra kualitatif berbeda dengan kondisi sebelumnya. Inovasi
adalah adalah suatu perubahan, pembaharuan, menciptakan sesuatu yang baru, yang
dilakukan secara sengaja, terencana untuk memperbaiki atau memecahkan masalah.
Ahli lain berpendapat bahwa inovasi adalah sebagai suatu usaha yang dilakukan secara
sengaja untuk meningkatkan praktik dalam mencapai tujuan dan selanjutnya dinyatakan
suatu pembaharuan adalah suatu inovasi dari suatu sistem dalam skala yang luas.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu
ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati
atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang
(masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa invensi atau penemuan, yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan
mencapai keuntungan atau kemajuan.
Kreativitas adalah kemampuan untuk merancang, membentuk, membuat atau
melakukan sesuatu dengan cara yang baru atau berbeda. Ini merupakan kemampuan
untuk menghasilkan solusi inovatif untuk kebutuhan/masalah dan untuk memasarkan-
nya. Sebagai bagian dari proses ini, penting untuk merencanakan desain terlebih dahulu
dengan membuat sketsa ide-ide atau membuat prototipe (atau model) ide tersebut.
Kreativitas seorang wirausahawan sosial biasanya menjadi pembeda antara keberhasilan
dan kegagalan dalam memberikan pelayanan.
Penemuan (invention) dapat meliputi penemuan-penemuan/penciptaan tentang
suatu hal yang sama sekali baru. Sedangkan discovery diartikan sebagai adaptasi dari
apa yang yang telah ada. Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang
sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui.
Inovasi merupakan bagian dari penyesuaian manusia dalam menghadapi
tantangan secara global untuk selalu dapat memperbaiki, menyelesaikan masalah, dan
meningkatkan kinerja. Seiring dengan kemajuan teknologi, penemuan-penemuan baru
terus berjalan untuk meningkatkan kinerja manusia. Berikut ini beberapa contoh inovasi
seiring dengan kemajuan teknologi yang berkembang meningkatkan efisiensi
penggunaan, mempercepat penyampaian tujuan atau meningkatkan kualitas
penggunaan:
Ciri-Ciri Inovasi :
King dan Anderson (1995) menjelaskan ciri inovasi, mencakup: (1) suatu inovasi adalah
hasil yang dapat dilihat, proses atau hasil dalam suatu organisasi. Suatu gagasan baru
yang memiliki titik permulaan bagi suatu inovasi, (2) suatu inovasi harus merupakan
suatu latar sosial baru yang diperkenalkan terhadap kelompok kerja, bidang atau seluruh
organisasi, (3) suatu inovasi harus bertujuan jangka panjang bukan sekedar bersifat
sesaat. Jika suatu pabrik mengurangi produksinya hal itu karena akan mempengaruhi
terhadap peralatan, staf dan bukan merupakan suatu inovasi, (4) suatu inovasi bukan
merupakan perubahan rutin. Rogers menguraikan ciri-ciri inovasi sebagai berikut:
(1) Adanya keuntungan relatif, yaitu sejauh mana satu inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu
inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya atau dari faktor sosial,
kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting.
Dengan semakin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
Dalam hal ini penggunaan kompor gas yang lebih hemat telah memberikan
keuntungan pada banyak pihak.
(2) Bersifat “kompatibel”, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman
lalu dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau
norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai
dengan norma yang ada di masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat
kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat
tersebut maka tentu saja penyebaran inovasi akan lambat, bahkan terhambat.
(3) Bersifat “kompleksitas”, yaitu suatu inovasi memiliki tingkat kesukaran untuk
memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya. Misalnya, penyuluh
kesehatan memberitahu masyarakat pedesaan untuk membiasakan memasak air
yang akan diminum. Sedangkan masyarakat tidak mengetahui tentang teori
penyebaran penyakit melalui kuman yang terdapat pada air minum, tentu saja
penyuluhan, ajakan atau imbauan tersebut sukar untuk diterima, sebelum
penyuluh kesehatan memberikan pengarahan tentang penyebaran berbagai
penyakit yang berasal dari air minum dan sanitasi yang tidak sehat.
(4) Bersifat “triabilitas”, yaitu suatu inovasi yang ada apakah dapat dicoba atau tidak
dalam kehidupan penerima. Suatu inovasi harus benar-benar dapat dicobakan
oleh penerima. Misalnya, penyebaran secara luas penggunaan bibit unggul padi
“gogo” akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu
untuk menanam dan dapat melihat hasilnya.
(5) Bersifat “observabilitas”, yaitu suatu inovasi benar-benar dapat diamati hasilnya
atau keuntungannya. Karena itu inovasi harus mudah diamati hasil yang
ditimbulkannya. Misalnya, untuk mengajak para petani yang tidak dapat membaca
dan menulis dalam belajar membaca dan menulis. Namun tindakan tersebut tidak
segera diikuti oleh para petani karena mereka tidak cepat melihat hasilnya secara
nyata.
C. Tujuan Inovasi
Tujuan utama inovasi mencakup perbaikan kualitas kehidupan manusia supaya
mencapai kehidupan lebih baik. Secara rinci tujuan inovasi, yaitu: (1) meningkatkan
kualitas; (2) menciptakan pasar baru; (3) memperluas jangkauan produk; (4) mengurangi
biaya tenaga kerja; (5) meningkatkan proses produksi; (6) mengurangi bahan baku; (7)
D. Tipe Inovasi
Ada 5 tipe inovasi menurut para ahli dari sisi bentuk inovasi yaitu:
1. Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang
secara substansial meningkat. Melibatkan peningkatan karakteristik fungsi juga,
kemampuan teknisi, mudah menggunakannya.
Contoh produk barang:
Produk mainan anak model baru yang berasal dari modifikasi mainan tradisional.
Sejak Pos Kesehatan Wisata ini dibuka pada bulan mei 2012, pengunjung yang datang
sebanyak 22 orang & pada thn 2013 sebanyak 30 orang. Meskipun kunjungan ke Pos
Kesehatan Wisata masih sedikit, tetapi Pos Kesehatan ini sangat membantu dalam hal Promosi
Kesehatan. 2. Rumah Kesehatan Ibu dan Anak (R.K.I.A) Rumah Kesehatan Ibu & Anak
merupakan rumah yang diperuntukkan bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan secara
lengkap & komprehenship. Rumah K.I.A ini digagas oleh Tim Puskesmas Lembang dengan
berbagai bahan pertimbangan yaitu tingginya angka kematian ibu di Majene dalam 3 tahun
terakhir, mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan persalinan yang profesional &
hasil Riskesdas thn 2010 yang menyatakan bahwa persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan disarana kesehatan baru mencapai 55,4 %.
Sejak di bukanya Rumah K.I.A ini pada awal Februari 2012. Jumlah kunjungan persalinan
semakin hari semakin meningkat terlihat dengan data thn 2012 kunjungan pemeriksaan
kehamilan sebanyak 1605 orang & thn 2013 sebanyak 1569 orang. Sedangkan data persalinan
normal yag dilakukan di Rumah K.I.A pada thn 2012 sebanyak 143 dan thn 2013 sebanyak
200orang. Selain data tersebut di atas data kematian ibu diwilayah kerja Puskesmas Lembang
juga mengalami penurunan, berdasarkan data KIA thn 2012 kematian ibu sebanyak 3 orang &
thn 2013 kematian ibu nihil. Rumah K.I.A sangat membantu program pemerintah untuk
menurunkan angka kematian ibu & meningkatkan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan.
Selain berdampak pada IPM, pernikahan dini ini juga mengakibatkan tingginya angka
kematian ibu dan bayi. Berdasarkan dari dinas kesehatan, pada tahun 2011, sejumlah 5 orang
ibu yang melahirkan di bawah umur meninggal dunia pada saat persalinan. Tingginya angka
pernikahan dini salah satunya disebabkan oleh faktor budaya untuk segera menikahkan anak
perempuan.
Untuk itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso berinisiatif untuk membuat program
pendidikan kesehatan reproduksi yang melibatkan masyarakat, seperti tokoh agama, guru,
lembaga swadaya masyarakat, remaja dan melalui kerjasama dengan instansi pemerintah
lainnya untuk mengubah faktor budaya ini. Melalui program ini, dinas kesehatan juga
melibatkan umpan balik dari remaja dan sekolah, yang selama ini seringkali ditinggalkan dalam
program pemerintah, dan memberdayakan mereka untuk melakukan pendidikan sebaya.
Dua tahun setelah program ini dijalankan, berdasarkan survey dari Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB), angka pernikahan dini di kabupaten Bondowoso
menurun dari 50.9% (2011) menjadi 43.34% (2013). Selain itu, program ini berpotensi
keberlanjutan dengan adanya dukungan regulasi dan munculnya komunitas independen yang
aktif melakukan penyuluhan tentang pencegahan pernikahan dini.
Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Direkomendasikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Pinrang sebagai contoh manajemen pengaduan masyarakat yang dapat
direplikasi serta menjadi tempat study banding seluruh puskesmas di Kabupaten Pinrang.
Dengan demikian, penanganan pengaduan masyarakat ini menjadi satu elemen kunci
peningkatan pelayanan publik di Puskesmas Lampa Kabupaten Pinrang
Pelayanan Tumbuh Kembang Anak Puskesmas Tanah Garam Kota Solok dr. Afdhal Nama
Layanan Pelayanan Kesehatan Alamat Jl. Ki Hajar Dewantara No. 168 B , Sumatra Barat
Kota Solok rutin melakukan SDIDTK ( Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang)
di TK/PAUD 2 kali setahun, Posyandu setiap bulan, dipoli anak setiap hari kerja. Hasil kegiatan
ini sering ditemui kasus-kasus anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang, orangtua
mengeluh karena tindak lanjut untuk anak mereka belum ada. Solusi untuk rujukan hanya ke
RS, tapi di RSUD yang ada di Kota Solok belum ada pelayanan khusus untuk gangguan tumbuh
kembang. Ide pendirian dari Klinik Pelayanan Tumbuh Kembang Permata Hati ini berawal dari
dr.Sp.A yang peduli terhadap anak yang berkebutuhan khusus ini.
Pendirian Klinik Tumbuh Kembang ini didukung oleh Dinas Kesehatan, Lintas Sektoral.
Pelaksanaannya dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari dokter anak, dokter umum, fisioterapis,
bidan, perawat, tenaga refraksionis, tenaga gizi. Dinas kesehatan juga mendatangkan referal
dokter jiwa anak 1 kali sebulan, tenaga terapis bicara 1 kali seminggu. Kerjasama lintas sektoral
juga dilakukan diantaranya dengan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Kantor
Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. Kerjasama dengan Dinas
Pendidikan diarahkan untuk mendirikan sekolah inklusi.
Sumber dana berasal dari Dinas Kesehatan, pihak swasta, dana BOK puskesmas. Monitoring
Evaluasi bulanan dan tahunan dilakukan untuk menilai berjalannya klinik Pelayanan Tumbuh
Kembang. Seiring dengan berjalannya waktu klinik tumbuh kembang ini mulai dilirik oleh
instansi lain dan sudah dikunjung oleh 2 kabupaten/kota dan 2 rumah sakit. Harapannya
puskesmas lain dapat mendirikan klinik tumbuh kembang ini karena jangkauan puskesmas
lebih dekat ke masyarakat. Terapi anak berkebutuhan khusus ini membutuhkan waktu yang
lama bahkan sampai seumur hidup, kenyataan ini membuat orang tua putus asa sehingga anak
tidak lagi untuk terapi. Akibatnya terapi banyak yang tidak tuntas. Mengatasi kenyataan ini
puskesmas berencana untuk membangun komunikasi dengan orangtua dengan membentuk
persatuan orangtua anak berkebutuhan khusus. Langkah selanjutnya membentuk kelurahan
binaan dan Posyandu binaan penyantun anak berkebutuhan khusus.
Rumah Pemulihan Gizi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dr. Fita Yulia Kisworini, M.Kes Nama
Layanan Pelayanan Kesehatan Alamat Jalan Kenari No.56 Yogyakarta Link Website Telp
(0274) 515868
Maksud dan Tujuan
1. Menyediakan tempat penanganan komprehensif bagi balita gizi buruk/ kurang di Kota
Yogyakarta.
2. Menangani kasus balita gizi buruk secara komprehensif sesuai kewenangannya.
Operasional
1. Menerima balita dengan masalah gizi dari orangtua, masyarakat, Puskesmas, dan Paska
perawatan Rumah sakit.
2. Melaksanakan pemeriksaan sesuai permasalahannya.
3. Melaksanakan penanganan sesuai permasalahannya.
4. Melibatkan orangtua/keluarga dalam penanganan.
Pendanaan
1. APBD Kota melalui SKPD yang terlibat yakni: a. Dinas Kesehatan b. Bagian Kesmas dan PUG
c. Dinas Kesejahteraan Sosial d. BPBD
2. TP PKK Kota Yogyakarta.
3. IDAI Yogyakarta
4. Mitra Kerja yang mendukung
Tugas
1. Upaya Promotif berupa penyuluhan kepada masyarakat, orangtua balita antara lain
mengenai keberadaan RPG, pola asuh anak, psikologi dan tumbuh kembang anak.
2. Upaya Preventif : berupa demonstrasi pengasuhan anak antara lain dalam hal penyiapan
makanan anak, penyuapan makanan, pertolongan pertama pada penyakit.
3. Upaya Kuratif: berupa penanganan dan pengobatan sesuai instruksi dokter.
4. Upaya Rehabilitatif: berupa penatalaksanaan paska perawatan Rumah Sakit.
Posyandu Wijayakusumah merupakan Posyandu berbasis inovasi, lebih dari 15 inovasi yang
dinilai oleh tim verifikasi mulai dari tingkat kota, tingkat provinsi sampai menjadi delegasi Jawa
Barat pada Lomba Posyandu tingkat nasional, melalui berbagai tahapan menyisihkan lebih dari
3 ribu Posyandu tingkat kota Bandung dan tingkat Jawa Barat bersaing dengan sekitar 15 ribu
Posyandu.
Inovasi yang menonjol di Posyandu Wijayakusumah salah satunya adalah KaSaBa (Kader
Sayang Balita) merupakan program inovatif yang melayani pijat bayi sekaligus memberikan
pelatihan kepada orang tua bayi untuk memijat bayinya sendiri, bekerjasama dengan Rumah
Sakit Borromeus agar bayi selalu sehat, nyaman, dan meningkatkan kualitas penyerapan Air
Susu Ibu (ASI).
Selain melakukan pijat bayi di Posyandu, ada pula layanan online Kasaba di mana para kader
bisa dipanggil untuk melakukan pijat di rumah. Pada saat memberikan pelayanan, para kader
juga akan memberikan penyuluhan dan konsultansi mengenai kesehatan dasar bagi ibu dan
anak.
Sejalan dengan konsep smart city yang diusung pemerintah kota, Posyandu Wijayakusumah
juga sudah terkoneksi dengan e-Posyandu. Program ini merupakan portal database kesehatan
bayi dan balita se-Kota Bandung yang langsung terkoneksi ke Dinas Kesehatan untuk
memantau kualitas gizi bayi dan balita.
konsultansi bagi anak berkebutuhan khusus oleh psikolog yang didanai dari swadaya
masyarakat.
Dana swadaya
Tanpa dipungut biaya apapun untuk melakukan konsultasi, di meja lainnya warga juga bisa
mendapatkan pengetahuan tentang perlindungan ibu dan anak serta kesehatan reproduksi.
Ada pula meja layanan konsultansi ekonomi bagi dimana disediakan ruang pamer dan promosi
untuk warga yang memiliki karya untuk dijual untuk warga lainnya, tak jarang warga
memanfaatkan desk ini untuk berbagi informasi seputar bidang sosial dan ekonomi.
Inovasi lainnya yang dilakukan Posyandu Wijayakusumah adalah program Dana Sehat.
Program ini semacam dana asuransi kesehatan bagi warga. Dengan premi sebesar Rp500 per
jiwa, Posyandu ini telah memiliki dana kesehatan untuk masyarakat sebesar Rp15.250.000.
dengan anggota mencapai 80 persen dari jumlah penduduk sekitar.
Melalui dana swadaya masyarakat dan donasi, Posyandu Wijayakusumah juga memiliki fasilitas
ambulans yang tidak hanya digunakan untuk RW 13 saja, tetapi untuk siapapun yang
membutuhkan. Ambulans tersebut seringkali digunakan untuk mengantar jenazah dan untuk
keadaan darurat.
Penghargaan
Sehari sebelumnya dalam rangkaian Acara Puncak Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) XXIV
tahun 2017, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota
Bandung Ibu Atalia Ridwan Kamil menerima tanda penghargaan Manggala Karya Kencana.
Sebuah Tanda Kehormatan dan Penghargaan Bidang kependudukan keluarga berencana dan
pembangunan keluarga (KKBPK) yang merupakan penghargaan yang tertinggi dari
pemerintah pusat kepada sosok yang dinilai memiliki dedikasi tinggi terhadap program
kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga.
Sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/07/15/Posyandu-berbasis-inovasi-kota-
bandung-jadi-yang-terbaik-di-tingkat-nasional
Daftar Contoh-contoh Jenis Inovasi Layanan Kesehatan Dasar Posyandu dalam tautan
Youtube.com
Kategori Nama Akses tautan Youtube
Posyandu Dahlia : https://www.youtube.com/watch?v=24g-eugDtro
Posyandu Posyandu remaja https://www.youtube.com/watch?v=npVRuuTNLkw
Remaja akar tunas :
Posyandu remaja https://www.youtube.com/watch?v=CROAOiZOcbs
kesunean
Posyandu Posyandu https://www.youtube.com/watch?v=fu-R7S1NB8s
Perempuan perempuan kreatif
Manajemen Sistem informasi https://www.youtube.com/watch?v=O16HW36ZKew
Posyandu berbasis
Kepemimpinan
Kebijakan dalam pembelajaran dan profesionalisme guru.
Fokus inovasi dalam pendidikan ini menjadi bagian penting dari kajian inovasi
pendidikan bagi para guru, peminat dan pengkaji pentingnya pendidikan yang cerdas
dan tercerahkan yang berpangkal pada guru-guru dan tenaga kependidikan yang
inovatif.
Inovasi manajemen administrasi pendidikan merupakan bagian yang tak kalah
penting pula karena ini berkaitan dengan implementasi kurikulum yang berfokus pada
pendidikan anak, seperti guru, fasilitas, keuangan, hubungan sekolah dengan orang tua
murid dan masyarakat, perencanaan pengembangan sekolah, dan lain-lain. Inovasi
manajemen administrasi pendidikan ini menjadi menjadikan pelayanan pada
pendididikan anak, komunikasi orang tua, penguatan guru dapat terukur dan tertata
dengan baik.
merupakan bahan belajar yang dapat di share dan reuse oleh pengguna (guru, siswa dan
masyarakat) untuk dikembangkan.
Sedangkan arah pengembangan Rumah Belajar yaitu: 1. Layanan pendidikan dengan konsep
belajar sepanjang hayat; 2. Layanan pendidikan dengan konsep komputasi awan (edu cloud
computing); 3. Layanan pendidikan dengan fleksibilitas tinggi (demand scalable). Dengan
adanya Rumah Belajar ini guru, siswa dan masyarakat dapat terfasilitasi untuk mendapatkan
berbagai fasilitas dan sumber belajar yang berkualitas. Salah satu kebutuhan guru dalam
mempersiapkan kegiatan pembelajaran adalah merancang dan mengembangkan
pembelajaran. Portal Rumah Belajar memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengembangkan inovasi dan meningkatkan kreativitasnya dalam membuat rencana
pembelajaran, membuat materi ajar dan membuka kelas maya melalui fasilitas Kelas Maya
serta dilengkapi dengan sumber belajar untuk guru dan siswa dalam mendukung
terselenggaranya kelas maya. Dalam usulan inisiatif ini yang kami tonjolkan layanan
pengembangan profesi berkelanjutan yaitu: fasilitas peningkatan kapasitas SDM bidang
pendidikan dan atau dapat dimanfaatkan untuk bidang-bidang lain secara berkelanjutan.
3. Kantin Kejujuran
Kantin Kejujuran SMK Negeri 1 Lumajang Winhatno Hari Surya Nama Layanan Pelayanan
Pendidikan Alamat Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 161 Lumajang Link Website Telp
0334881866
Moralitas dan kejujuran seakan barang mewah dalam era globalisasi yang penuh dengan
tantangan dan persaingan tajam ini. Peran SMK yang dituntut menghasilkan manusia yang
berjiwa wirausaha khususnya peserta didik, sekaligus memiliki kejujuran bukanlah hal yang
ringan untuk diwujudkan. Kendala dunia pendidikan dalam menyiapkan SDM yang berkualitas
dan cukup kompleks, antara lain keterbatasan tenaga professional yang beriman, sumber dana,
dan kebijakan-kebijakan terpadu. Oleh sebab itu, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai
pranata utama dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) harus dikelola secara
professional yang beriman dan terpadu agar dapat berperan membentuk peserta didik (siswa)
menjadi asset bangsa, yaitu SDM yang memiliki keahlian professional, produktif dan mandiri
serta beriman khususnya mempunyai watak berjiwa wirausaha dalam menghadapi globalisasi.
Bertitik tolak dari potensi yang dimiliki serta untuk menghadapi tantangan masa depan yang
komplekini maka SMK Negeri 1 Lumajang membentuk dan menumbuhkan mental, sikap serta
perilaku yang jujur untuk itu diperlukan mengembangkan wirausaha yang berdasarkan
kejujuran dengan mendirikan Usaha Kantin Kejujuran SMK Negeri 1 Lumajang.
Daftar Pustaka
http://www.musirawaskab.go.id/berita/perpustakaan-terapung-dukung-mura-cerdas-
2021/
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/07/15/Posyandu-berbasis-inovasi-
kota-bandung-jadi-yang-terbaik-di-tingkat-nasional
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/04/12/7-inovasi-pendidikan-indonesia-
di-era-digital
http://repository.uinsu.ac.id/140/6/ISI%20INOVASI%20PENDIDIKAN.pdf
http://the-arinugraha-centre.blogspot.co.id/2012/01/karakteristik-keberhasilan-
dan.html
Kusmana, Suherli. (2010). Manajemen Inovasi Pendidikan. Pascasarjana Unigal Press
Sederhana, tapi kaya manfaat : https://www.youtube.com/watch?v=UZfAvhIV0RU
http://sinovik.menpan.go.id/uploads/unduhan/Buku_TOP_99_2014.pdf
http://sinovik.menpan.go.id/uploads/unduhan/Buku_TOP_99_2014.pdf
http://www.depkes.go.id/article/view/17042800002/kemenkes-menuju-top-40-inovasi-
pelayanan-publik.html
Lembar Informasi
SPB
Peluang Penyedia
2.3.1
Peningkatan Kapasitas
Teknis Pengembangan
Layanan Dasar
Pokok Bahasan 3
MEMBANGUN KAPASITAS
KELEMBAGAAN
Lembar Informasi
PB
Penerapan
2.3.1
Rapid Market Appraisal
(RMA) dalam Pengembangan
Kapasitas Teknis di Desa
A. Pendahuluan
Penilaian Pasar Secara Cepat atau Rapid Market Appraisal (RMA) merupakan salah satu
pendekatan atau cara yang dapat membantu P2KTD untuk mengenal lebih dalam
tentang potensi pasar terkait penyedia peningkatan kapasitas teknis yang dapat
diberikan berdasarkan informasi pasar itu. Melalui cara ini, P2KTD dapat belajar untuk
mengembangkan gagasan-gagasan baru, kemudian menguji tingkat kepatutan pasar
(marketability) dengan cara langsung dan menanyakan kepada konsumen tentang
pendapatnya tentang produk jasa baru yang akan ditawarkan. Pada akhirnya P2KTD
akan memiliki produk jasa baru untuk ditawarkan kepada Desa dengan tetap
memberikan kemungkinan untuk menghasilkan laba dari jasa yang akan ditawarkan.
P2KTD secara langsung akan memahami dan menyadaribetapa penting untuk
mendengarkan konsumen dan berhati-hati meneliti pasar potensialnya.
RMA merupakan cara yang dapat dilakukan oleh P2KTD untuk mengumpulkan
informasi pasar dan mengidentifikasikan serta mengembangkan produk penyedia
peningkatan kapasitas teknis atau memasarkan jasa baru kepada konsumen dalam hal
ini Desa. Konsumen merupakan sumber utama informasi yang dapat memabntu P2KTD
untuk menentukan permintaan pasar terhadap suatu produk jasa yang akan diberikan.
Permintaan pasar merupakan gambaran seberapa banyak orang yang tertarik atau mau
membeli dengan sejumlah harga tertentu terkait produk penyedia peningkatan
kapasitas teknis yang ditawarkan P2KTD.
Banyak P2KTD belum mencoba untuk menggunakan cara yang lebih terstruktur
dan sistematis dengan mempelajari pasarnya sama sekali. Kebanyakan organisasi atau
lembaga cenderung berorientasi dalam membuat produk jasa yang sama dengan
pesaingnya, dan semua berkompetisi untuk pangsa pasar yang semakin lama semakin
kecil. Beberapa organisasi atau lembaga layanan teknis bahkan tidak pernah berbicara
dengan konsumennya sama sekali, namun hanya menjual produk jasa melalui ”orang
tengah atau perantara”. Sesungguhnya konsumen diharapkan dapat memberikan
gagasan yang berharga kepada P2KTD tentang bagaimana memperbaiki suatu produk
layanan teknis baru dengan menjelaskan keunggulan dan spesifikasinya kepada calon
pengguna. Semakin puas konsumen pada produk layanan teknis yang diberikan P2KTD
maka akan semakin banyak gagasan yang dibeli oleh Desa.
Kajian Cepat terhadap Pasar (RMA) tumbuh dari keterbatasan yang dimiliki oleh
survei formal, yaitu dilakukan secara intensif dan dalam waktu relatif lama, yang di
Negara-negara berkembang jarang sekali memberikan hasil analisis yang sesuai
kebutuhan. Melakukan RMA untuk penyedia peningkatan kapasitas teknis merupakan
cara yang efisien untuk mendapatkan informasi yang lebih baik untuk arah kebijakan
yang relevan bagi P2KTD, khususnya intervensi mengenai jenis layanan teknis teknsi dan
kompensi yang dibutuhkan yang memiliki potensi pasar. Hal ini menghindari biaya,
keterlambatan, dan beban pengelolaan survei formal yang memerlukan tenaga ahli
dengan sejumlah alat analisis untuk mengidentifikasi kendala dan peluang, pengamatan
silang, dan perencanaan atau monitoring intervensi strategi.
permintaan dan untuk membantu mengubah pola pikir dari 'orientasi produksi' ke
'orientasi pasar', membantu perubahan perilaku 'pedagang perantara yang tidak
adil kepada petani' ke persepsi saling menguntungkan, dimana setiap pelaku pasar
memiliki peran dalam rantai pasar.
Daftar Pustaka
Tukan, C.M.J, J.M. Roshetko, S. Budidarsono, dan G.S. Manurung (2006). Market Chain
Improvement: Linking Farmers to Markets in Nanggung, West Java, Indonesia. Acta
Horticulturae.699: I International Symposium on Improving the Performance of
Supply Chains in the Transitional Economies.
Landell-Mills, N. (2002). Marketing Forest Environmental Services Who Benefits?,
Gatekeeper Series No. 104. International Institute for Environment and
Development (IIED), London.
Predo, C. (2002). Bioeconomic Modeling of Alternatives Land Uses For Grasslands Areas
and Farmers' Tree-Growing Decisions in Misamis Oriental, Philippines, Ph.D.
Dissertation, Los Baños, Laguna, Philippines. University of the Philippines at Los
Baños.
Roshetko, J.M. dan Yuliyanti. (2002). Pemasaran Untuk Hasil-Hasil Wanatani Di Tingkat
Petani. Dalam: J.M. Roshetko, Mulawarman, W.J. Santoso dan I.N. Oka. Wanatani
di Nusa Tenggara-Prosiding Lokakarya Wanatani Se-Nusa Tenggara, 11-14
November 2001. Denpasar, Bali. International Centre for Research in Agroforestry
(ICRAF) dan Winrock International.
Roshetko, J. M., E. Nugraha, J.C.M. Tukan, G. Manurung, C. Fay dan M. van Noordwijk,
(2002). Agroforestry for Livelihood Enhancement and Enterprise Development.
Manuscript. Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan Winrock International.
Betser, L. Dan Degrande, A. (2001) Marketing Surveys. Lecture note. In: Tree
Domestication in Agroforestry Module 2, Session 5. The World Agroforestry Center
(ICRAF). Nairobi.
ILO (International Labor Organization) (2000) Rapid Market Appraisal: A Manual for
Entrepreneurs. The FIT Manual Series. International Labor Organization. Geneva.
Arocena-Francisco, H., de Jong, W., Le Quoc Doanh, de Guzman, R.S., Koffa, S. Kuswanda,
M., Lawrence, A., Pagulon, A., Rantan, D., Widawati, E. (1999) 'Working Group 1
External factors affecting the domestication of agroforestry trees (economics and
policy)' dalam J.M. Roshetko and D.O. Evans. (eds), Domestication of agroforestry
trees in Southeast Asia. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports,
special issue 1999, pp 212-213.
Scherr, S.J. (1999). 'The economic context for agroforestry development: evidence from
Central America and the Caribbean', Outlook on Agriculture 28(3): 163-170. Scherr,
S.J. 1995. 'Economic factors in farmer adoption of agroforestry: Patterns observed
in western Kenya', World Development 23(5): 787-804.
Hammett, A.L. 1994. ‘Developing community-based market information systems'. dalam
J.B. Raintree and H.A. Francisco (eds), Marketing Multipurpose Tree Species in Asia.
Proceedings of an International Workshop, Baguio City, Philippines, 6-9 December
1993. Winrock International. Bangkok, Thailand. Pp 289-300.
Young Simon, 1994. Rapid Market Appraisal (RMA): A Tool for Market Systems Research
in Agricultural Development, Malakand Fruit and Vegetable Development Project
(MFVDP), Interco-operation
Lembar Informasi
SPB
Pengembangan Organisasi
3.2.1 Penyedia Peningkatan
Kapasitas Teknis Desa
A. Pendahuluan
Penguatan Kapasitas kelembagaan P2KTD, harus dipahami sebagai bagian dari proses
pengorganisasian penyelenggaraan pembangunan perdesaan secara lebih baik dalam
kesatuan sistem pembangunan di tingkat daerah, yang merupakan bagian dari kesatuan
sistem pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan yang baik, berbasis hak-hak
dasar dan berpihak kepada masyarakat perdesaan, memahami peraturan berupa sistem,
mekanisme dan prosedur yang memungkinkan P2KTD mampu menjalankan peran dan
fungsinya secara efektif dan akseptabel serta pelaksanaan kebijakan pembangunan
kawasan perdesaan sebagaimana amanat UU. No. 6/2014 Tentang Desa, Peraturan
Pemerintah No. 43/2014 Tentang Pelaksanaan UU. No. 6/2014, PP. No. 60/2014 Tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN serta Keputusan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 83/2017 Tentang Program Inovasi Desa.
Perlu dipahami bahwa pembangunan kawasan perdeesaan bersifat multi-
dimensional. Hal ini menyangkut hubungan yang bersifat lintas sektoral, lintas dinas,
lintas kepentingan dan lintas kewilayahan. Mempertemukan berbagai sektor dan
kepentingan menjadi esensi dari kegiatan yang diharapkan layanan dari P2KTD,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelaksanaan pembangunan desa,
meningkatkan kemandirian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penguatan kapasitas P2KTD juga terkait dengan kepentingan penataan peran,
fungsi dan pemanfaatan kelembagaan atau organisasi dalam memberi layanan teknis
didesa. Dengan demikian, maka erat kaitannya dengan kepentingan publik dan
perkembangan sosial masyarakat pada kawasan perdesaan. Oleh sebab itu, sensitivitas
terhadap sentimen publik, perkembangan sosial masyarakat dan politik pemerintahan
dituntut dalam segenap usaha dan kegiatan pengembangan dan penguatan kapasitas
organisasi P2KTD. Pemahaman dan kesadaran terhadap eksistensi P2KTD harus
tertanam dalam hati dan pikiran para pelaku yang berkompeten dan pelaku
pembangunan desa lainnya.
1. Dimensi Struktural.
Diperlukan struktur organisasi/lembaga yang sesuai untuk menjalankan tugas
pemberian Penyedia Peningkatan Kapasitas teknis sesuai mandat UU. No. 6 tahun 2014
Tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU. No.
6 Tahun 2014, PP. No.60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN
serta Kepmen No. 83 Tahun 2017 Tentang Program Inovasi Desa. Unsur struktural
kelembagaan yang harus ada, adalah keberadaan sistem, lembaga dan personil, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem.
Substansi penguatan kelembagaan P2KTD terkait dengan pelaku-pelaku (subyek) dan
bidang kerja/garapan (obyek). Kejelasan dalam pengelolaan tata hubungan antar pihak,
antar bidang dan antar unsur dengan tugas pokok, peran dan fungsinya penting
dilakukan, sehingga akseptabel bagi pelaksanaan peran dan fungsi P2KTD dalam
pembangunan desa.
b. Lembaga.
Pembangunan desa secara esensi menyangkut hak dasar dan peningkatan
kesejahteraan hidup warga pada kawasan perdesaan. Hal ini secara teknis memerlukan
intensitas pengorganisasian lintas sektoral, lintas pelaku dan lintas kepentingan.
Pembangunan kawasan perdesaan sebagai suatu sistem pelayanan kebutuhan warga
dan sub-sistem pembangunan daerah, memerlukan dukungan kelembagaan P2KTD
yang sesuai untuk menanganinya.
c. Personil
Diperlukan personil yang kompeten dan kapabel sesuai kemampuannya dan tanggung
jawab yang jelas dalam mengelolaan kegiatan pembangunan perdesaan secara pro-
poor, mengoperasikan lembaga sesuai dengan peran dan fungsinya serta menjalankan
sistem dengan baik sesuai kebijakan pemerintah daerah dan desa. Keberadaan personil
sangat menentukan bagaimana sistem dan struktur kelembagaan berjalan dan
berfungsi. Penguatan terhadap personil P2KTD diantaranya adalah upaya peningkatan
kemampuan kerja, keterampilan teknis, keahlian manajerial, pengetahuan/wawasan luas,
kesadaran dan sikap-pikir kritis, perhatian dan keberpihakan sebagai sikap dan daya
tanggap terhadap realitas sosial, serta keteguhan menjaga nilai etik, moral dan kaidah
konstitusional.
Penguatan kapasitas personil P2KTD juga dapat dilakukan dengan pendekatan
pembelajaran mengikuti berjalannya proses kerja, dengan menjalankan proses aksi-
refleksi atau sharing dan dialog berlandaskan aktifitas dan program kerja. Sharing dan
dialog dapat dilakukan berdasar wilayah kompetensi maupun bidang keahlian masing-
masing, dilakukan secara lintas bidang dan dapat diperkuat dengan keterlibatan pelaku-
pelaku lain yang kompeten di luar kelembagaan P2KTD.
2. Dimensi Kultural
Aspek kultural kelembagaan P2KTD yang dimaksud , adalah bangunan sikap, perilaku
dan kebiasaan dalam kegiatan teknis yang dalam pelayanan kepentingan warga tidak
dapat mengabaikan atau meninggalkan antara satu dengan lainnya. Program atau
kegiatan pembangunan desa. Hal ini menyangkut urusan yang saling berkaitan, baik
dalam teknis pembangunan desa maupun upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Bangunan kultural kelembagaan P2KTD terkait kesadaran sebagai basis
penyelenggaraan pembangunan, profesionalitas dan etos kerja personil sebagai
pelaksana kegiatan, diantaranya sebagai berikut:
b. Perspektif Paradigmatik
Sikap, perilaku dan tindakan kelembagaan dalam memberikan Penyedia Peningkatan
Kapasitas teknis sangat dipengaruhi oleh cara pandang, sikap pikir dan tindakan
personil. Pokok mendasar dalam penguatan kapasitas P2KTD terkait dengan bagaimana
pemahaman personil terhadap masalah pembangunan desa secara terpadu dan
berkelanjutan sesuai amanat UU. No. 6 tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah
No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU. No. 6 Tahun 2014, PP. No. 60 Tahun 2014
Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN serta Kepmen No. 83 Tahun 2017
Tentang Program Inovasi Desa.
Lembar Informasi
SPB
Promosi Layanan teknis
3.3.1
P2KTD
A. Pendahuluan
Promosi adalah suatu aktivitas komunikasi dari pemilik produk atau jasa yang ditujukan
kepada calon konsumen dengan tujuan supaya calon konsumen membeli/memakai
produk barang atau jasa yang ditawarkan. Proses ini merupakan bagian dari pemasaran
yang di dalamnya ada kegiatan mempengaruhi secara persuasif (membujuk) dengan
memperkenalkan kelebihan/kegunaan produk atau jasa dan dimana produk/jasa
tersebut dapat diperoleh.
B. Tujuan Promosi
Secara umum tujuan dari promosi penyedia peningkatan kapasitas teknis yaitu:
(1) menyebarkan informasi terkait produk atau layanan teknis yang dapat diebrikan
oleh P2KTD;
(2) memperoleh konsumen baru dan menjaga kesetiaan konsumen. Jadi konsumen
tetap setia untuk membeli dan menggunakan produk atau layanan teknis yang
ditawarkan oleh P2KTD;
(3) meningkatkan permintaan atas penyedia peningkatan kapasitas teknis dari P2KTD;
(4) memberi pembeda dan mengunggulkan produk P2KTD dibanding pesaing
lainnya;
(5) membentuk citra produk layanan teknis P2KTD dimata para konsumen.
C. Bauran Promosi
Bauran promosi adalah gabungan dari berbagai jenis promosi untuk produk dan jasa
yang sama supaya hasil dari kegiatan promosi yang dilakukan dapat membuahkan hasil
D. Promosi P2KTD
Dalam rangka promosi untuk memperkenalkan dan membujuk pemerintah desa dan
masyarakat agar mau membeli jasa/gagasan yang dikembangkan dibutuhkan proses
komunikasi. Proses komunikasi dimulai dari menyediakan informasi baik itu mengenai
gagasan sosial untuk mendorong perubahan sosial di tingkat desa maupun
menggunakan layanan teknis untuk mengimplementasikan gagasan sosial yang
direncanakan pihak desa/ditawarkan pihak luar.
Komunikasi dengan pelanggan bisa dilakukan dengan berbagai cara baik itu
melalui iklan, penjualan pribadi, pameran, pengumuman/pemberitaan melalui Humas,
dan pemasaran melalui internet. Dalam konteks mempromosikan gagasan sosial dan
penyedia peningkatan kapasitas teknis kepada desa cara komunikasi yang bisa
dilakukan melalui cara-cara yang lebih berorientasi pada ‘pembelajaran’ bukan dalam
konteks iklan produk komersial.
Pendekatan pemasaran sosial dengan cara (1) komunikasi yang lebih personal
(tatap muka) akan lebih efektif sehingga media yang dikembangkan sebagai alat bantu
Langkah strategi promosi dalam hal ini sama dengan langkah yang dilakukan pada
tahapan pengembangan strategi komunikasi , yaitu (1) Identifikasi khalayak sasaran; (2)
menentukan tujuan komunikasi; (3) mengembangkan pesan; (4) menyeleksi saluran
komunikasi; (4) menetukan biaya; (5) mengembangkan media komunikasi; dan (5)
mengukur hasil komunikasi/promosi.
Identifikasi Khalayak Sasaran
Dalam kerangkan promosi penyedia peningkatan kapasitas teknis , khalayak sasaran
primer adalah kepala desa dan jajaran pemerintahan desa sebagai penentu kebijakan
pembangunan dan penggunaan dana desa. Selain jajaran pemerintahan desa, BPD, dan
Komunitas desa menjadi khalayak sekunder mengingat mereka menjadi bagian dari
forum musyawarah yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran
pembangunan desa dalam forum musrenbang.
Menentukan Tujuan Komunikasi /Promosi
Tujuan Komunikasi/promosi harus spesifik dan bisa terukur serta berkaitan dengan
tujuan pengembangan gagasan sosial yang ditawarkan. Tujuan dari promosi yang
dilakukan P2KTD adalah gagasan sosial yang ditawarkan masuk ke dalam dokumen
perencanaan dan penganggaran desa, serta menerima P2KTD sebagai rekanan pemberi
penyedia peningkatan kapasitas teknis untuk mengimplementasikan gagasan tersebut.
Merancang Pesan
Tujuan komunikasi diturunkan ke dalam pesan-pesan khusus untuk setiap khalayak
sasaran. Pesan yang akan disampaikan bisa jadi umum untuk semua khalayak, akan
tetapi ada pesan-pesan untuk khalayak sasaran tertentu disesuaiken dengan tugas,
peran dan fungsi mereka dalam pembangunan desa.
Pesan yang disampaikan idealnya harus memenuhi prinsip AIDA, yaitu bisa memberikan
perhatian (attention) , menarik (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan
menghasilkan tindakan (action). Pesan yang efektif harus dapat menyelesaikan 4
masalah, yaitu bagaimana, apa, dimana, dan siapa.
Menyeleksi Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi bisa personal dan non personal. Saluran komunikasi personal
biasanya dilakukan melalui lobby, negosiasi, diskusi, obrolan dalam media sosial, dan
lainnya. Saluran komunikasi non personal dilakukan dengan melalui media massa, media
sebar, media baru berbasis internet seperti sosial media, blog, dan media lainnya.
Menetapkan jumlah anggaran promosi
Anggaran untuk promosi harus ditetapkan berdasarkan kemampuan lembaga (P2KTD)
dan berorientsi pada tujuan promosi. Anggaran yang tersedia akan menentukan jenis
media dan saluran yang akan digunakan .
Menentukan bauran promosi
Menentukan alat promosi yang akan digunakan yaitu advertising, personal selling, sales
promotion, atau public relation, atau bauran dari berbagai perangkat tersebut. Dalam hal
ini harus juga ditentukan media bantu yang akan digunakan misalnya poster, brosur,
dan lain-lain.
Mengukur hasil promosi
Mengukur hasil promosi sangat penting untuk dilakukan. Hasil pengukuran dapat
dijadikan acuan kebehasilan promosi yang dilakukan. Beberapa pertanyaan bisa menjadi
acuan dalam melakukan pengukuran hasil promosi :
Apakah mereka mengenal dan mengingat pesan-pesan yang diberikan?
Berapa kali melihat pesan tersebut?
Apa saja yang masih diingat?
Bagaimana sikap mereka terhadap produk/jasa?
Mempromosikan layanan teknis memang berbeda dengan mempromosikan
produk karena layanan tidak kasat mata dan hanya bisa diukur oleh kepuasan pelayanan
yang diberikan. Kepuasan dapat dibuktikan dengan memperlihatkan karya-karya yang
sudah dilakukan dan testimony dari berbagai pihak yang pernah mempunyai
pengalaman sebagai mitra kerja.
F. Kiat Promosi
Ada beberapa kiat yang bisa digunakan agar para pelanggan akan menggunakan jasa
yang diberikan secara berkelanjutan dan calon pelanggan percaya dan mtertarik
menggunakan jasa yang ditawarkan.
Selalu berikan pelayanan prima atau pelayanan yang terbaik kepada pelanggan . Buatlah
pelanggan merasa puas menggunakan jasa yang ditawarkan supaya pelanggan akan
memberikan rekomendasi kepada orang terdekatnya bahkan kepada orang yang baru
di kenal untuk menggunakan jasa P2KTD. Dengan begitu P2KTD akan merasa sangat
diuntungkan karena dapat menghemat cukup banyak biaya promosi.
2. Dapat dipercaya
Jika lembaga bergerak di bidang jasa, maka kepercayaan adalah hal yang sangat
penting. Maka dari itu buatlah hubungan yang erat dengan para pelanggan. Misalnya
saja dengan melakukan pendekatan secara personal agar dapat menanyakan kesan
mereka terhadap jasa yang pernah ditawarkan dan jangan lupa untuk menanyakan saran
supaya lembaga dapat lebih berkembang. Dengan begitu,P2KTD dapat mengetahui apa
yang diinginkan oleh pelanggan.
Pada era digital ini, penggunaan internet merupakan suatu hal yang sudah lazim di
masyarakat. Hampir rata-rata semua orang sudah memiliki akun jejaring sosial. Besar
kemungkinan bahwa pelanggan sudah lebih dulu masuk di jejaring sosial. Oleh karena
itu tidak ada salahnya jika P2KTD mulai merambah ke jejaring sosial. Karena hal ini dapat
digunakan sebagai media promosi bisnis layanan yang diberikan. Dengan menggunakan
metode tertentu, Anda dapat pula mencari tahu seberapa banyak rekomendasi dari
pengguna jejaring sosial terhadap jasa yang di tawarkan.
Contohnya saja jika lembaga adalah jasa perawatan hewan peliharaan (grooming,
tempat penitipan hewan, dan lain sebagainya) maka lembaga bisa menjadi salah satu
anggota dari perkumpulan pecinta anjing atau kucing. Di dalamnya, dengan
menggunakan beberapa teknik pendekatan, dapat mulai sedikit demi sedikit
menawarkan jasa yang diberikan. Atau ketika sumberdaya lembaga dapat dikategorikan
cukup maka dapat membentuk komunitas sendiri yang bersinergi dengan jasa yang
akan ditawarkan.
5. Melakukan kegiatan yang bersinergi dengan bidang layanan lembaga secara tulus
Jika lembaga melakukan segala aktifitas yang berhubungan dengan layanan teknis
lembaga, maka kerjakanlah secara tulus apalagi ketika jasa lembaga dapat digunakan
untuk membantu seseorang dalam mencapai tujuannya. Contohnya ketika lembaga
mempunyai bengkel mobil , dan memiliki rekan yang ingin memodifikasi mobilnya.
Suatu saat mobil tersebut mengikuti kejuaraan dan mendapatkan penghargaan, lalu
beritanya dimuat di media massa. Maka secara tidak terduga, bisa saja jasa lembaga
akan dimuat di media tersebut. Sehingga akan semakin banyak yang mengenal jasa
lembaga.
Ingatlah bahwa segala sesuatunya didasari oleh kepercayaan. Segala sesuatu yang
dilakukan itu diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik agar pelanggan
percaya kepada jasa yang ditawarkan. Karena pada dasarnya semua jenis bisnis memiliki
prinsip yang sama, yaitu bagaimana memberikan kepuasan kepada pelanggan supaya
mereka dapat merekomendasikan jasa pelayanan lembaga ke lingkungan mereka.
Daftar Pustaka
Strategi Komunikasi Pemasaran dalam Dunia Usaha https://modulmakalah.blogspot.
co.id/2017/03/Strategi.Komunikasi.Pemasaran.dalam.Menjalankan.Dunia.Usaha.ht
ml
Zahir, 5 Strategi Promosi dalam Bisnis Bidang Jasa, dalam ttps://zahiraccounting.
com/id/blog/5-strategi-promosi-pada-bisnis-di-bidang-jasa/
Lembar Informasi
SPB
Pengembangan Media
3.3.2
Promosi
A. Pendahuluan
Media promosi adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
informasi atau pesan mengenai produk yang ditawarkan kepada khalayak umum
(masyarakat). Dalam menjalankan promosi pemilihan media didasarkan kepada
beberapa pertimbangan yaitu: (1) jenis dan karakter produk yang dipasarkan; (2) perilaku
khalayak, dan (3) program promosi pesaing.
Pilihan Media Berdasarkan Produk. Misalnya: produk yang mempunyai tampilan
unik dan mampu membangkitkan emosional akan lebih pas bila dipromosikan dengan
iklan.
Pilihan media berdasarkan karakteristik khalayak. Dalam hal ini harus diketahui
saluran media yang biasa digunakan oleh khalayak sasaran dalam berkomunikasi,
misalnya apakah khalayak terbiasa menggunakan saluran media audio, visual, atau audio
visual.
Pilihan Media Berdasarkan Pesaing. Seringkali, perancang pilihan media diambil
untuk menanggapi promosi pesaing. Karena pesaing gencar memberikan hadiah kepada
pelanggannya, tentu perusahaan harus merespons dengan program yang seimbang
agar supaya tidak ditinggalkan oleh pelanggan.
Strategi media promosi dapat dikategorikan ke dalam dua saluran yaitu media online
dan media offline. Strategi promosi dengan cara online yaitu promosi dengan
memanfaatkan media digital untuk memperluas jaringan dan jangkauan pemassaran
yang luas dan tidak terjangkau dengan media offline. Strategi promosi offline adalah
promosi yang memanfaatkan sumberdaya media fisik untuk menyebarkan informasi
yang berhubungan dengan spesifikasi produk kepada konsumen yang berada pada area
Dalam era digital saat ini promosi tidak lagi dilakukan dengan cara-cara yang tradisional.
Teknologi komunikasi melalui internet semakin berkembang yang kemudian
mempengaruhi juga kepada strategi promosi yang bisa dilakukan. Dengan melalui
internet, promosi dapat menjangkau khalayak sasaran yang tanpa batas. Promosi online
dapat menggunakan beberapa media seperti berikut.
Website. Tingkat keberhasilan media ini tergantung kepada besaran traffic visitors
setiap harinya dan popularitas web yang dikembangkan.
Media Sosial seperti facebook, twitter, instagram, google+, dll. Sosial media yang
sebelumnya hanya dikenal sebagai alat komunikasi biasa, update status dan
lainnya, sekarang beralih dan semakin banyak yang menggunakan untuk membuat
fans page dengan kategori produk baik barang maupun jasa. Promosi sosial media
sangat tergantung kepada sumberdaya manusia yang dimiliki, banyaknya like,
komentar dan tweet dari khalayak. Namun seperti web tetap saja yang paling
berpengaruh adalah traffic visitors setiap harinya.
Adwords/PPC (Paid Per Click). Promosi langsung menggunakan layanan search
engine google, yaitu menempatkan promo pada hasil pencarian non-organik.
Kelebihan promosi ini adalah pasar tertarget sesuai dengan produk, dan bayar
promo hanya jika di klik oleh pengunjung. Kekurangannya traffic visitors minialis,
dan akan boros biaya jika iklan di-klik oleh pengunjung yang tidak potensial.
Kontrak iklan advertiser. Berdasarkan hasil riset media ini paling banyak digunakan
untuk promosi di internet. Hal ini disebabkan jika bisa memilih web publisher yang
bagsu dengan traffic yang tinggi yang ditampilkan dalam traffic visitors melalui
histats. Pemilik web akan mendapatkan limpahan traffic visitors instans, minimal
1000 sampai 4000 visitors per-hari. Ini dimungkinkan karena semakin banyak yang
mengunjungi web, maka order dan penjualan akan semakin tinggi. Produk baru
maupun produk lama akan mempunyai kesempatan yang sama dengan adanya
traffic visitors yang tinggi. Pemilihan web atau publisher menjadi penting dalam
hal ini, harus diperhatikan jumah traffic visitors yang bisa dilihat melalui histats.
Media offline sudah dikenal sejak lama sehingga disebut juga medi tradisional. Media
ini terdiri dari media yang berbentuk visual, audio dan audio-visual. Berikut media-media
tradisional yang bisa digunakan sebagai saluran promosi.
Media Cetak
Promosi melalui media cetak adalah cara promosi yang paling banyak digunakan.
Promosi jenis ini sangat mudah dijangkau oleh masyarakat kalangan atas hingga bawah.
Biaya untuk promosi menggunakan media cetak ini cukup terjangkau tetapi sangat
tergantung kepada jenis media, design, dan material kertas serta tinta yang digunakan.
Promosi ini biasanya dilakukan dengan membuat :
Poster, Media promosi cetak ini merupakan sarana komunikasi pemasaran yang
paling umum dan sering dijumpai di banyak tempat, terutama di tempat-tempat
umum dan strategis. Ukuran poster yang relatif besar berpotensi untuk menarik
perhatian pembaca dan mengarahkan mereka pada pesan merek. Poster harus
didesain semenarik mungkin agar menarik perhatian orang karena media ini
biasanya dibaca sambil lalu.
Banner, Berkembangnya mesin percetakan yang semakin maju dan canggih
semakin memudahkan orang dalam mencetak materi promosi dalam ukuran besar.
Banner umumnya dicetak dalam ukuran besar dan ditempatkan pada tempat-
tempat yang mudah dilihat orang. Bentuk banner dan teknik pemasangannya
bervariasi. Banner yang dipasang pada rangka berbentuk seperti huruf X mudah
dipindahkan dan dikenal dengan X-banner. Ukurannya pun bermacam-macam,
ada pula yang berukuran kecil dan biasa ditempatkan di meja, disebut dengan mini
X-banner.
Brosur (pamflet), Brosur berupa lembaran yang bisa dibaca lebih lama
dibandingkan dengan poster. Brosur umumnya dicetak dalam jumlah yang relatif
banyak, dicetak dengan kualitas yang bagus, dan diterbitkan secara tidak berkala
pada kesempatan tertentu, misalnya pada event pameran. Brosur yang berupa
lembaran satu muka atau bolak balik dan mempunyai lipatan disebut dengan
leaflet.
Flyer, Media yang satu ini sangatlah praktis dan cocok untuk menampilkan
informasi yang singkat namun padat. Ia berupa selebaran yang biasanya dibagikan
kepada khalayak dan berupa informasi tentang program promosi seperti diskon
atau kegiatan tertentu. Flyer yang merupakan satu lembar kertas tanpa lipatan
seringkali dicetak dalam jumlah yang banyak agar mudah menjangkau banyak
orang.
Kalender, Kita dapat menggunakan kalender sebagai media promosi cetak yang
cukup ampuh. Orang cenderung suka menyimpan kalender sebagai alat penunjuk
tanggal dan hari serta bulan sehingga media ini dapat menampilkan pesan-pesan
merek yang mempunyai umur panjang. Jumlah lembaran kalender bervariasi. Ada
kalender yang hanya berupa satu lembar mirip poster dan ada pula yang berupa
banyak lembaran.
Katalog, Katalog dapat menjadi alternatif pilihan media promosi cetak yang
mampu menampilkan banyak informasi. Media ini sangat cocok untuk produk
yang mempunyai banyak spesifikasi dan detail sehingga pembaca dapat
Media Elektronik
Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi
elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya. Contoh promosi
melalui media elektronik adalah iklan TV, radio dan film. Iklan bisa dimuat di berbagai
media termasuk radio. jasa iklan di radio mengeluarkan biaya cukup murah daripada
iklan televisi akan tetapi sehubungan dengan perkembangan zaman penggemar iklan
radio sudah mengurang, dikarenakan sudah kurang praktis dan kalah dengan media
yang lain
Televisi adalah media kedua yang bisa menampung iklan dalam jumlah yang
sangat banyak, televisi bisa menampung iklan cukup besar dengan syarat harga iklan
lumayan mahal, mahalnya iklan televisi dikarenakan iklan televisi mengeluarkan cukup
banyak waktu untuk pembuatannya pengiklanannya juga harus bergantian dengan
iklan-iklan yang lain, maka dari itu iklan televisi maksimal berdurasi 1 menit.
Maksud adalah promosi yang dilakukan melalui sebuah produk seperti tas, kaos, topi,
dll. Nah, biasanya ketika Anda mengikuti seminar, Anda akan mendapatkan sebuah tas
dengan logo sebuah perusahaan. Itu selain sebagai souvenir juga dapat dimanfaatkan
sebagai media promosi. Biasanya tas-tas semacam ini bisa dipesan di pabrik tas,
sehingga dapat memesan sesuai selera.
D. Evaluasi Promosi
Untuk melihat efektivitas promosi yang sudah dilakukan dapat dilakukan dengan melalui
proses evaluasi. Evaluasi pada dasarnya dapat dilihat dari tiga hal, yaitu :
Lembar Informasi
SPB
Memahami Karakteristik
3.4.1
Pelanggan
A. Kepuasan Pelanggan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pelanggan memiliki arti membeli atau
menggunakan barang secara tetap. Menurut Greenberg (2010:8), pelanggan atau
customer adalah individu atau kelompok yang terbiasa membeli sebuah produk atau
jasa berdasarkan keputusan mereka atas pertimbangan manfaat maupun harga yang
kemudian melakukan hubungan dengan perusahaan melalui telepon, surat, dan fasilitas
lainnya untuk mendapatkan suatu penawaran baru dari perusahaan. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa pelanggan adalah individu atau kelompok yang membeli atau
menggunakan sebuah produk atau jasa secara tetap yang kemudian melakukan
hubungan dengan perusahaan untuk mendapatkan suatu penawaran baru dari
perusahaan.
Kepuasan pelanggan adalah sebuah pendahuluan dari pembelian kembali
konsumen, loyalitas pelanggan, dan bertahannya konsumen yang akhirnya menguntung
kan organisasi. Kepuasan konsumen memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan
dimana salah satu yang penting yaitu memungkinkan tercapainya loyalitas pelanggan
(Lovelock et al 2005:395). Sementara Kotler & Keller (2013:194) mengartikan kepuasan
pelanggan sebagai tingkat keadaan perasaan seseorang yang merupakan hasil
perbandingan antara penilaian kinerja/hasil akhir produk dalam hubungannya dengan
harapan pelanggan.
Kepuasan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja yang dirasakan. Jika kinerja
produk atau jasa lebih rendah dari yang diharapkan, konsumen akan merasa tidak puas.
Jika kinerja produk atau jasa sesuai harapan maka konsumen akan merasa puas
(satisfied), dan jika kinerja produk atau jasa melebihi harapan maka konsumen akan
merasa sangat puas (delighted). Teori ini didukung oleh Service Quality Gap Model yang
menyatakan bahwa:
Customer satisfaction Expectation = Perception
Ketika konsumen membeli suatu produk atau jasa memiliki harapan mengenai
bagaimana produk atau jasa tersebut dapat berfungsi memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang dikehendakinya.
memperoleh keuntungan bagi perusahaan itu sendiri baik dari segi materi,
maupun dari sisi moral atau nama baik perusahaan dalam persepsi masyarakat.
Menurut Irawan (2009:37) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan, yaitu:
(1) Kualitas produk pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen
rasional selalu menuntut produk yang berkualitas pada setiap pengorbanan yang
dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini kualitas produk yang
baik akan membarikan nilai tambah di benak konsumen;
(2) Kualitas pelayanan kualitas pelayanan di bidang jasa akan membuat pelanggan
merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai
dengan yang mereka harapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan
kemungkinan untuk kembali membeli produk atau jasa yang sama. Pelanggan
yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk atau jasa
sebuah perusahaan;
(3) Emosional pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa
orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau
self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu;
(4) Harga produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
Elemen ini mempengaruhi konsumen dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya
semakin mahal harga suatu produk atau jasa, maka pelanggan atau konsumen
memiliki nilai ekspektasi yang lebih tinggi;
(5) Kemudahan pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan
efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
B. Perilaku Pelanggan
Pelanggan adalah orang atau organisasi yang membeli barang atau jasa untuk
dikonsumsi atau dijual kembali atau diolah menjadi barang lain lebih lanjut. Dengan
demikian yang disebut pelanggan tidak hanya meliputi pelanggan akhir, tetapi juga
pelanggan antara dan pelanggan industri. Untuk mencapai tujuannya setiap perusahaan
baik dagang, jasa maupun industri sudah tentu memerlukan kehadiran pelanggan.
Bahkan untuk mencapai tujuan tersebut, para pelaku bisnis rela mengeluarkan biaya
besar untuk menarik perhatian pelanggan seperti melakukan promosi dan riset
pelanggan dalam rangka menyusun strategi pemasaran yang tepat. Perilaku pelanggan
dalam membeli jasa sedikit berbeda dengan perilaku pelanggan dalam membeli produk
barang. Bila dibandingkan dengan produk barang, maka penilaian pelanggan terhadap
jasa cenderung lebih subjektif. Sebab karakteristik jasa bersifat abstrak, tidak bisa dilihat
secara kasad mata dan tidak ada tenggang waktu antara masa produksi dan masa
konsumsi. Pada saat jasa itu diproduksi maka pada saat yang sama jasa tersebut
dikonsumsi. Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang perilaku pelanggan, berikut
akan dikemukakan definisi perilaku pelanggan menurut beberapa penulis dalam
Sudarmiatin (2009:2).
Hawkins (1998) mengemukakan bahwa perilaku pelanggan (consumer behavior)
adalah studi terhadap individu, kelompok atau organisasi dan proses yang mereka
gunakan untuk memilih, mengamankan menggunakan dan menentukan produk, service
pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak proses tersebut pada
pelanggan atau masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: (1)
Perilaku pelanggan menyoroti perilaku baik individu maupun rumah tangga; (2) Inti dari
perilaku pelanggan adalah proses pengambilan keputusan pembelian barang atau jasa;
(3) Tujuan mempelajari perilaku pelanggan adalah untuk menyusun strategi pemasaran
yang berhasil.
Pada gambar tersebut dijelaskan tiga faktor yang mempengaruhi pilihan pelanggan
dalam membeli barang/jasa yaitu: (1) Pelanggan individual; (2) lingkungan; dan (3)
penerapan strategi pemasaran.
D. Pribadi Pelanggan
Faktor pribadi yang menjadi dimensi dalam perilaku pelanggan yaitu: motivasi,
pengamatan (persepsi), pembelajaran, dan sikap.
1. Motivasi
Istialh motivasi (Swasta dan Handoko, 2000: 77) merupakan dorongan kebutuhan dan
keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Perilaku
manusia sebenarnya hanyalah cerminan yang paling sederhana dari motivasi dasar
mereka, perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motif. Motivasi
mempunyai arti yang berbeda-beda, ada yang menyebut motif, kebutuhan, desakan,
keinginan, dan dorongan. Motivasi merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri
seseorang yang mempengaruhi perilaku mereka terhadap keputusan tentang produk
atau jasa yang akan dibeli untuk memenuhi kebutuhannya atau sesuatu yang membuat
seseorang untuk bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Keputusan yang
diambil pelanggan terhadap barang/jasa yang akan dipilihnya dipengaruhi oleh motivasi
pelanggan, kebutuhan yang ingin dipuaskan mendorongnya memilih barang/jasa yang
akan memberikan kepuasan dalam memenuhi keinginannya.
2. Pengamatan (persepsi)
3. Pembelajaran
4. Sikap
Sikap merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam perilaku pelanggan
karena sikap memberikan pengaruh terhadap keputusan yang diambil seseorang. Sikap
merupakan tanggapan seseorang terhadap rangsangan lingkungan yang dapat
membimbing tingkah lakunya. Sikap adalah hasil dari faktor genesis dan proses belajar
yang selalu berhubungan dengan suatu obyek atau produk. Menurut Swasta dan
Handoko (2000:93), sikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir (neural)
yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek, yang
diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung dan atau secara
dinamis pada perilaku.
1. Kompetensi Teknis
Jasa utama dari P2KTD adalah menunjukkan keahlian di bidang tertentu. Layanan atau
jasa yang banyak ditawarkan oleh P2KTD diantaranya adalah di bidang infrastruktur :
perencanaan bangunan, pembangunan infrastruktur dan pengelolaan atau
pemeliharaan, di bidang Kewirausahaan : konsultasi, pelatihan, teknologi terapan,
bimbingan teknis dan studi-studi, di bidang sumber daya manusia: konsultasi, pelatihan,
bimbingan, dan pendampingan. Kualitas layanan teknis akan sangat menentukan
keberhasilan lembaga atau organisasi yang berberan sebagai P2KTD tersebut.
2. Harga
Pelanggan P2KTD adalah desa. Pengukuran terhadap harga yang ditetapkan oleh P2KTD
tersebut dapat dilihat dari perbandingan biaya dan manfaat yang diterima. Biaya
tersebut diperhitungkan terhadap waktu dan tenaga yang dibutuhkan serta juga
mempertimbangkan kondisi dan kemampuan desa. Walaupun harga adalah salah satu
dari bauran pemasaran, namun dengan kualitas yang tinggi dan manfaat yang didapat
maka calon pelanggan (desa) cenderung berani membayar lebih tinggi, sepanjang biaya
yang ditawarkan masih dalam batas keterjangkauan desa.
3. Tempat
Konsep tempat dalam pemasaran jasa P2KTD adalah kantor. Kantor atau tempat dimana
P2KTD berada harus pasti dak tetap sehingga akan memudahkan desa jika ingin
berkunjung atau menghubungi P2KTD yang bersangkutan.
4. Promosi
Promosi merupakan bagian penting dari program pemasaran, dimana dengan promosi
para P2KTD dapat menginformasikan kepada pelanggan tentang tujuan, aktivitas, dan
menawarkan untuk memotivasi mereka agar tertarik dengan layanan teknisnya.
Kebanyakan dalam berkomunikasi dengan pasar menggunakan public relations,
marketing publications, dan advertising yang merupakan tipe utama dari program
komunikasi pemasaran formal.
5. Orang
Dalam hal ini yang dimaksud orang adalah karyawan ataupun orang-orang yang
menyediakan jasa. Untuk P2KTD orang-orang yang memberikan jasa adalah para tenaga
ahli yang ada sesuai dengan bidangnya.
6. Proses
Proses adalah gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur, jadwal
kegiatan, pekerjaan, mekanisme, aktivitas dan hal lain, dimana jasa dihasilkan dan
disampaikan kepada pelanggan.
7. Fasilitas Fisik
Fasilitas fisik diartikan sebagai lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung
berinteraksi dengan pelanggan. Fasilitas ini berhubungan dengan gedung, lokasi,
fasilitas penunjang penyedia peningkatan kapasitas teknis.
2. Pencarian Informasi
Tahap kedua dalam proses pembelian ini sangat berkaitan dengan pencarian informasi
tentang sumber-sumber dan nilainya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang
dirasakan. Sumber informasi pelanggan digolongkan ke dalam empat kelompok:
(1) Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan)
(2) Sumber komersial (iklan, pramuniaga, penyalur, kemasan, pajangan)
(3) Sumber publik (media massa, organisasi pelanggan)
(4) Sumber pengalaman (pemakaian produk, pengkajian)
3. Evaluasi Alternatif
Dalam tahap ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan
menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternative pembelian. Setelah tujuan
pembelian ditetapkan, pelanggan perlu mengidentifikasi alternatif pembeliannya.
Pengidentifikasian alternatif pembelian tersebut tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
sumbersumber yang dimiliki maupun kekeliruan dalam penelitian.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan untuk membeli disini merupakan proses dalam pembelian secara nyata. Jadi
setelah tahap-tahap tersebut, maka pelanggan harus mengambil keputusan apakah
membeli atau tidak. Bila pelanggan memutuskan untuk membeli, maka ia akan
menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merk,
penjual, outlet, kuantitas, waktu pembelian, cara pembayaran, dan sebagainya.
Setelah tahap yang ada dalam proses pembelian sampai pada tahap kelima adalah
bersifat operatif. Bagi perusahaan, perasaan dan perilaku setelah pembelian juga sangat
penting karena perilaku para pelanggan dapat mempengaruhi penjualan ulang dan juga
mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.
Daftar Pustaka
Kotler, Philip dan A.B Susanto (2000). Manajemen Pemasaran Jasa Di Indonesia, Analisis
Perencanaan, Implementasi dan pengendalian. (Edisi pertama), Jakarta: Salemba
Empat.
Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba
Empat.
Aviliani, R dan Wilfridus, L. (1997). Membangun Kepuasan Pelanggan Melalui Kualitas
Pelayanan. Usahawan, No.5
Freddy Rangkuti (2002). “Measuring Customer Satisfaction”. (cetakan ketiga). Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Rambat Lupiyoadi (2004). Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Pratek. Jakarta: PT
salemba Empat.
Fandy Tjiptono (2004). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia.
Wisnalmawati (2005). Pengaruh Persepsi Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Niat
pembelian Ulang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, No. 3 Jilid 10 2005
Nanang Tasunar (2006). Kualitas Layanan Sebagai Strategi Menciptakan Kepuasan pada
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Morodemak. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia,
Vol. V, No. 1 Mei 2006
Sunarto (2003). Perilaku Pelanggan. Yogyakarta: AMUS Jogyakarta dan CV Ngeksigondo
Utama.
http://digilib.unila.ac.id/8193/6/Bab%20II.pdf
Lembar Informasi
SPB
Dokumentasi Kegiatan
3.5.1
Penyedia peningkatan
kapasitas teknis
A. Pendahuluan
Istilah Dokumentasi dari kata document (Belanda), document (Inggris), documentum
(Latin). Sebagai kata kerja document berarti: menyediakan dokumen, membuktikan
dengan menunjukkan adanya dokumen; sebagai kata benda berarti: wahana (wahana =
kebenaran, alat pengangkut, angkutan, alat untuk mencapai tujuan) informasi, data yang
terekam atau dimuat dalam wahana tersebut beserta maknanya yang digunakan untuk
belajar, kesaksian, penelitian, rekreasi, dan sebaginya.
Ensiklopedi Umum (1977): Dokumen adalah surat, akta, piagam, surat resmi dan
bahan rekaman lain baik tertulis atau tercetak yang memberi keterangan untuk
penyelidikan ilmiah, dalam arti yang luas termasuk segala macam benda yang dapat
memberikan keterangan mengenai sesuatu hal. Dokumentasi dapat diartikan semua
tulisan yang dikumpulkan dan disimpan yang dapat digunakan bila diperlukan, juga
gambar dan foto. Mendokumentasikan: mengatur dan menyimpan tulisan atau gambar
atau foto sebagai dokumen. Dalam arti yang luas, segala macam benda yang dapat
memberikan keterangan, yang sifatnya tidak terbatas hanya tertulis atau tercetak saja.
Pendokumentasian kegiatan Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa yang
dimaksud sebagai berikut:
(2) Tulisan atau catatan penting yang berisi komunikasi tentang fakta, kenyataan, dan
peristiwa yang esensial terkaik pelaksanaan kegiatan dukungan layanan teknis
yang terjadi terjadi untuk suatu periode tertentu;
(3) Menyiapan dan memeliharan kejadian atau peristiwa yang diperhitungkan melalui
lembaran catatan dokumen sebagai bahan pembelajaran;
(4) Membuat catatan kegiatan layanan teknis yang otentik tentang kebutuhan
layanan, identifikasi masalah, merencanakan, menyelenggarakan dan meng-
evaluasi;
(5) Memantau catatan profesional dan data dari penerima manfaat atas jasa yang
diberikan P2KTD.
B. Tujuan
Pendokumentasian kegiatan penyedia peningkatan kapasitas teknis bertujuan:
(1) Mencatat seluruh fakta, kejadian, dan peristiwa terkait pemeberian penyedia
peningkatan kapasitas teknis yang dilakukan oleh P2KTD kepada Desa;
(2) Memberikan informasi terkait pengembangan model atau produk layanan teknis
kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk pelayanan terhadap pelanggan;
(3) Pembelajaran baik bagi pengembangan layanan teknis dan pengguna layanan
teknis;
(4) Memberikan informasi spesifik terkait penigkatan kapasitas dan kinerja penyedia
peningkatan kapasitas teknis yang diberikan;
(5) Kesinambungan dan sarana pembelajaran bagi organisasi, pelaksana dan
pemangku kepentingan lainnya;
(6) Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
C. Komponen Pokok
Terdapat tiga komponen penting yang berperan dalam pembuatan dokumentasi
kegiatan penyedia peningkatan kapasitas teknis , yaitu:
(1) Sarana komunikasi: Komunikasi yang baik antara P2KTD dengan klien atau
penggunan jasa akan diperoleh informasi yang akurat sehingga dokumentasi
kegiatan dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan komunikasi yang baik akan
memudahkan dalam proses pengumpulan data serta tercipta hubungan yang
harmonis antara P2KTD dan pengguna jasa, sehingga akan membantu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh penggunan jasa;
(2) Dokumentasi proses penyediaan layanan peningkatan kapasitas teknis: Proses
penyedia layanan peningkatan kapasitas teknis merupakan inti dari praktik yang
dilakukan P2KTD sebagai isi pokok dokumentasi layanan yang diberikan. Beberapa
tahap proses penyedia peningkatan kapasitas teknis meliputi beberapa
pengelompokan dokumentasi diantaranya: a) dokumentasi pengkajian kebutuhan
penyedia peningkatan kapasitas teknis, b) diagnosis permasalahan teknis yang
dihadapi Desa, c) perencanaan, pelaksanaan bimbingan, dan tindakan
professional, d) dokumentasi evaluasi P2KTD;
(3) Standar layanan P2KTD: Standar layanan merupakan gambaran dari kualitas,
karakteristik, sifat, dan kompetensi yang diharapkan dari beberapa aspek dalam
praktik P2KTD. Standar layanan teknis bagi pengguna jasa diperlukan oleh P2KTD
karena sebagai dasar menentukan arah atau petunjuk dalam dokumentasi
kegiatan serta dalam pembuatan format pencatatan yang tepat.
2. Kelengkapan
Informasi dalam entri yang dicatatkan atau dilaporan harus lengkap, mengandung
informasi singkat, lengkap tentang layanan teknis yang diberikan kepada klien. Data
yang singkat mudah di pahami. Catatan yang panjang sulit untuk dibaca. Catatan yang
singkat atau tidak jelas dapat memberikan kesan bahwa kegiatan layanan yang diberikan
P2KTD dilakukan dengan tidak professional, tergesa=gesa atau tidak lengkap.
3. Keterkinian
Mengentri data secara benar dan waktu yang tepat dalam memberikan jasa layannan
teknis kepada klien. Aktivitas atau temuan yang dilaksanakan pada saat bimbingan harus
dikomunikasikan pada waktu terjadinya sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang
sesuai dengan karakteristik masalah.
4. Organisasi
5. Keterbukaan
Komunikasi yang terbuka kepada klien dan masyarakat sangat penting untuk menjaga
kredibilitas P2KTD. Membantu mendorong perubahan yang lebih cepat, partisipasi
masyarakat dan perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual.
6. Metode Pencatatan
Kualitas dokumentasi secara konstan sesuai dengan standar dokumentasi dengan upaya
mereka untuk menemukan cara untuk membantu memperbaiki pencatatan informasi.
P2KTD dapat secara langsung terlibat dalam membantu permasalahan yang dihadapi
klien. Pendokumentasian yang baik kan memberikan rujukan berupa catatan dan
pembelajaran dalam memperbaiki hal-hal penting yang dihadapi klien. Berikut beberapa
metode pencatatan yang umum digunakan;
Dokumentasi naratif merupakan metode kuno untuk pencatatan layanan kepada
konsumen atau klien. Metode ini hanya menggunakan format seperti cerita untuk
mendokumentasikan informasi spesifik tentang kondisi klien dan kebutuhan layanan
teknis. Pencatatan naratif jarang menjadi metode pendokumentasian primer dan telah
digantikan dengan format lain seperti digital dan online.
Catatan sumber, catatan klien diatur sehingga setiap layanan atau bimbingan yang
diberikan P2KTD memiliki bagian yang terpisah untuk menjelaskan data.
Pencatatan dengan pengecualian adalah suatu pendekatan inovatif yang digunakan
untuk meringkas dokumentasi. Pencatatan dengan pengecualian mengurangi
pengulangan dan waktu yang digunakan dalam pencatatan.
Format lain untuk dokumentasi adalah pencetakan fokus. Format pencatatan ini
memungkinkan pendokumentasian segala situasi klien. Setiap entri termasuk data,
tindakan, dan respons dari pengguna jasa atau klien.
Model menejemen kasus dari pemberian penyedia peningkatan kapasitas teknis
memadukan pendekatan multidisiplin ilmu untuk mendokumentasikan layanan teknis di
bidang tertentu. Menggali permasalahan yang dihadapi oleh Desa kemudian
menguraikannya secara logis dan kritis sehingga menjadi acauan dalam perencanaan,
perbaikan dan pengambilan keputusan Hal ini menggambarkan kebuthan spesifik dari
setiap masasalah dan kondisi yang dihadapi klien.
What = Apa
Apa bentuk kegiatan Best Practice tersebut, apakah termasuk ke dalam kategori
kegiatan jenis kegiatan fisik/infrastruktur apa, misal bangunan Jalan, bangunan
Gedung PAUD, Jembatan, bangunan lainnya.
Where = Di mana
Di mana tempat kegiatan Best Practice berlangsung.
Dengan demikian, nama tempat harus dijelaskan secara detail. Mulai dari nama
dusun, RT/RW-nya, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi.
Jika perlu, dilengkapi pula dengan karakteristik masyarakat bersangkutan (profesi
umumnya, jumlah penduduknya, dan prosentase masyarakat/KK miskinnya).
Akurasi data sangat penting agar informasi diterima secara lengkap oleh khalayak,
sehingga memudahkan para peduli yang mungkin membaca tulisan ini turut
berpartisipasi di wilayah bersangkutan.
Why = Mengapa
Hal ini penting diketahui, agar khalayak mengerti faktor-faktor apa saja yang
memotivasi masyarakat hingga mencetuskan kegiatan tersebut, hingga akhirnya
masuk ke dalam kategori Best Practice.
Who = Siapa
Siapa saja para pelaku penggerak kegiatan Best Practice ini (masyarakat? Aparatur
Desa? Pemda? Tokoh masyarakat? Kelompok Peduli?) Setidaknya, jati diri “siapa”
ini ditulis lengkap dalam satu paragraf.
When = Kapan
Kapan periode pelaksanaan kegiatan. Ungkapkan pula mengenai proses dan
periode proses tersebut, mulai dari rembug, penyusunan PJM Pronangkis, hingga
pelaksanaan kegiatan. Yang lebih penting lagi, masih berlanjutkah kegiatan
tersebut? Bagaimana caranya masyarakat melestarikan tindak lanjut kegiatan?
How = Bagaimana
Ini berkaitan dengan kapan/periode di atas. Yaitu, bagaimana cara masyarakat me-
maintain (mengelola) setelah kegiatan rampung dilaksanakan, sehingga hasil
kegiatan tersebut terus lestari dan bertahan.
Demikian enam hal di atas adalah syarat standar tulisan Best Practice, yang wajib
dipenuhi. Namun, perlu diingat, bahwa detil/rinci, bukan berarti sangat panjang. Yang
diperlukan adalah kelugasan. Hindari bahasa “bunga” yang pengertiannya rancu, jadi
gunakan kata-kata yang maknanya jelas. Kata-kata “romantis” hanya boleh digunakan
untuk menggambarkan keindahan alam tempat berlangsungnya kegiatan.
G. Subtansi Tulisan
1. Realitas dilapang, merupakan kondisi riil peristiwa, atau kegiatan program yang
ada dan terjadi dilapang yang diungkapkan dengan jujur, utuh dan proporsional.
2. Inovasi, dan kreatifitas, perluasan daya upaya untuk memperkaya strategi,
metode, teknik, dan fasilitasi, dst untuk tetap menjamin tercapainya tujuan
pelaksanaan kegiatan secara optimal.
3. Peluang Keberlanjutan, pelaksanaan kegiatan secara terpola dan mampu
menjadi pranata sosial, secara nyata dan sengaja melibatkan secara aktif lembaga
masyarakat lain, aparat pemerintah, perusahaan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan.
4. Kemanfaatan optimal, pelaksanaan kegiatan nyata memberikan manfaat bagi
kelompok sasaran program; pengetahuan, kemudahan, kenyamanan, kelayakan
yang diperoleh keluarga miskin.
3. Membagi Keuntungan
Dalam sebuah bisnis, mengelola karyawan adalah hal yang sangat penting. Karena
dengan pengelolaan karyawan yang benar maka bisnis akan bisa berjalan dengan benar.
Akan tetapi ada juga orang yang berkat ,"di perusahaan saya mengelola karyawan tidak
penting, karena hanya saya sendirian yang mengerjakannya"
pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek). Fungsi Lembaga keuangan ini
menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar utang yang
bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang
membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi
arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor
dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga risiko dari para investor ini beralih pada
lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman
utang kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga
penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Lembaga keuangan adalah suatu
badan yang bergerak dibidang keuangan untuk menyediakan jasa bagi nasabah atau
masyarakat. Lembaga Keuangan memiliki fungsi utama ialah sebagai lembaga yang
dapat menghimpun dana nasabah atau masyarakat ataupun sebagai lembaga yang
menyalurkan dana pinjaman untuk nasabah atau masyarakat.
Daftar Pustaka
http://www.kumpulanmakalah.com/2015/05/konsep-dasar-manajemen-keuangan.html
http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-manajemen-keuangan-menurut-para-
ahli-terlengkap/
http://www.materiakuntansi.com/tujuan-manajemen-keuangan/
Pokok Bahasan 4
RENCANA BISNIS DAN
TINDAK LANJUT
A. Pendahuluan
Sejak munculnya praktik e-commerce, model bisnis menjadi salah satu konsep yang
paling menonjoldi antara konsep manajemen yang lain. Hadirnya e-commerce membuat
para praktisi bisnis mengubah total model bisnis lama menjadi model bisnis baru yang
lebih sesuai. Penyebab utama kepopuleran model bisnis adalah karena ditengarai
banyak organisasi yang tumbuh pesat karena kemampuannya menciptakan model bisnis
yang tepat.
Tulisan ini membahas penerapan model bisnis yang unik dan sederhana di
Indonesia, yaitu model bisnis kanvas, atau lebih dikenal dengan Business Model Canvas
(BMC). Konsep model bisnis yang dikembangkan oleh Alexander Osterwalder dan Yves
Pigneur, berhasil mengubah konsep model bisnis yang rumit menjadi sederhana.
Dengan pendekatan kanvas, model bisnis ditampilkan dalam satu lembar kanvas, berisi
peta sembilan elemen (kotak). Karena kesederhanaannya, metode kanvas dapat
mendorong sebanyak mungkin karyawan terlibat dalam pengembangan model bisnis
organisasinya.
Para akademisi menjelaskan pengertian model bisnis dalam tiga kelompok.
Pertama adalah model bisnis sebagai metode (cara), model bisnis dilihat dari aspek
komponennya, dan model bisnis sebagai strategi bisnis.
Model bisnis adalah jabaran strategi yang menyangkut berbagai aspek dalam
bisnis tersebut menjadi satu kesatuan strategi yang utuh untuk menghasilkan
keuntungan. Dulu kita mengenal model tradisional “Business Plan” yang membutuhkan
puluhan lembar untuk mendokumentasikan rencana bisnis. Pendekatan dokumen
“Business Plan” dianggap terlalu formal dan menghabiskan waktu yang lama dalam
pembuatannya. Saat ini telah ada model bisnis baru yang diperkenalkan oleh Alexander
Osterwalder yaitu “Business Model Canvas” berupa alat visual satu halaman yang
memungkinkan start-up tetap fokus pada penciptaan nilai, tidak lagi membuang-buang
waktu dalam berpuluh-puluh lembar.
menyusun model bisnis menggunakan pendekatan ini dimulai dari Customer Segment,
diikuti dengan Value Proposition, Channel, Customer Relationship, Revenue Streams, Key
Resources, Key Activities, Key Partners dan Cost Structure. Untuk mengembangkan BMC,
organisasi dapat mulai dari memotret kondisi saat ini, diikuti dengan analisis SWOT.
Hasil analisis SWOT dapat digunakan untuk merancang model bisnis perbaikan dan
prototipe model-model bisnis masa depan.
(1) Customer Segment. Dalam menjalankan roda bisnisnya, pertama-tama organisasi
harus menetapkan siapa yang harus dilayani. Organisasi dapat menetapkan untuk
melayani satu atau lebih segmen. Penetapan segmen ini akan menentukan
komponen lain dalam model bisnis. Siapa konsumen Anda? Seperti apa deskripsi
orang yang ingin masalahnya Anda pecahkan? Bagaimana karakteristik mereka?
Apa yang mereka pikirkan? Rasakan? Lakukan?;
(2) Value Proposition. Manfaat yang ditawarkan organisasi kepada segmen pasar yang
dilayani. Tentu saja, value proposition akan menentukan segmen pelanggan yang
dipilih atau sebaliknya. Value proposition juga akan mempengaruhi komponen lain
seperti Channel dan Customer Relationship. Solusi apa yang Anda tawarkan ke
konsumen Anda? Apa yang menarik dari solusi Anda? Apa yang membuat
konsumen mau memilih, membeli, dan menggunakan value Anda?;
(3) Channels. Sarana bagi organisasi untuk menyampaikan Value Proposition kepada
Customer Segment yang dilayani .Channel berfungsi dalam beberapa tahapan
mulai dari kesadaran pelanggan sampai ke pelayanan purna jual. Dua elemen lain
yang harus diperhitungkan secara cermat dalam membuat model Channel yaitu
Value Proposition dan Customer Segment. Bagaimana cara agar value/solusi
masalah Anda bisa sampai ke tangan konsumen?;
(4) Revenue Stream. Komponen yang dianggap paling vital. Umumnya organisasi
memperoleh pendapatan dari pelanggan. Meskipun demikian banyak organisasi
bisa membuka aliran masuk pendapatan dari kantong bukan pelanggan langsung.
Bagaimana cara bisnis menghasilkan uang dari valueyang ditawarkan?;
(5) Customer Relationship. Cara organisasi menjalin ikatan dengan pelanggannya.
Bagaimana cara Anda berinteraksi untuk menjaga loyalitas konsumen?;
(6) Key Activities. Kegiatan utama organisasi untuk dapat menciptakan Proposisi Nilai.
Apakah aktivitas kunci atau strategi kompetitif yang dilakukan untuk
menciptakan value proposition?;
(7) Key Resources. Smber daya milik organisasi yang digunakan untuk mewujudkan
proposisi nilai. Sumber daya umumnya berwujud manusia, teknologi, peralatan,
channel maupun brand. Apa saja sumber daya yang harus dimiliki perusahaan agar
dapat kompetitif dalam menciptakan value?;
(8) Key Partnership. Sumber daya yang diperlukan oleh organisasi untuk mewujudkan
proposisi nilai, tetapi tidak dimiliki oleh organisasi tersebut. Pemanfaatan Key
Partnershipoleh perusahaan dapat berbentuk outsourcing, joint venture, joint
operation, atau aliansi strategis. Siapa mitra yang mendukung organisasi agar
selalu kompetitif?, Pasokan atau sumber daya apa saja yang merekasediakan?,
Bagaimana mereka dapat membantu aktivitas bisnis Anda?, Bagaimana bentuk
kerjasamanya?;
(9) Cost Structure. Komposisi biaya untuk mengoperasikan organisasi mewujudkan
proposisi nilai yang diberikan kepada pelanggan. Struktur biaya yang efisien,
menjadi kunci besarnya laba yang diperoleh organisasi. Apa saja faktor – faktor
yang membentuk biaya yang harus dikeluarkan?.
Secara umum, BMC dikembangkan dengan mempertimbangkan 9 blok utama
yang harus diperhatikan dalam memetakan model bisnis. Kesembilan blok utama ini,
semua terangkum dalam satu canvas (1 halaman). Inilah yang juga membuat BMC
unggul karena dengan kesederhanaannya yang hanya terdiri dari 1 halaman ini,
ternyata powerful untuk memberikan pemahaman tentang model bisnis secara utuh.
Berikut gambar dari Business Model Canvas,
Secara sederhana, BMC terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: offering, customer, dan
infrastructure. Adapaun gambar pembagian hal tersebut ada di bagian berikut ini:
Perhatikan apakah bisnis yang dikelola menargetkan konsumen single atau multi-sided
market? Maksud multi-sided market, misalnya Facebook yang memiliki model bisnis
untuk melayani dua pihak: advertiser dan user. Multi-sided market umumnya memiliki
segmen tersendiri untuk setiap kategorinya.
Apa masalah yang dirasakan konsumen yang telah dipetakan? Apa masalah yang sedang
ingin mereka sembuhkan? Apa target yang sedang ingin mereka kejar? Apa needs yang
mereka perlukan untuk mencapai impian – impian mereka?
Satu hal yang perlu dilakukan adalah mengurangi asumsi apa yang dibutuhkan
konsumen dengan bertanya langsung kepada mereka. Buat pengamatan lapangan atau
wawancara langsung agar semakin dekat dengan konsumen.
Output: Pada bagian ini akan menghasilkan daftar target konsumen berdasarkan
segmen yang berbeda, ditambah penjelasan detil tentang karakteristik masing – masing
konsumen. Jika segmen cukup banyak, disarankan untuk membuat prioritas dalam
melayani konsumen. Coba tanyakan, “seandainya saya hanya bisa melayani 1 konsumen
saja, siapakah yang ingin saya layani?”
Output: Daftar solusi atau “obat” yang lebih baik atau kompetitif dari yang sudah ada
berdasarkan masalah atau kebutuhan konsumen
Output: Daftar dari revenue streams, yang berasal dari value proposition x yang
ditawarkan, dengan customer segmen y sebagai pihak yang bersedia membayar.
Output: Daftar elemen struktur biaya yang dikeluarkan untuk membiayai key
activities dalam menciptakan value proposition.
Pada akhirnya, SignifierGames.com memiliki hasil akhir BMC dalam kerangka kerja
berikut:,
bahwa Serious Game yang dibuat expert ini akan laku. Namun setelah dipelajari lagi,
ternyata yang lebih banyak mencari Serious Game ini adalah universitas swasta yang
memang sedang menjalin kerjasama dengan kampus besar seperti UI. Maka, kerjasama
tersebut dibundling dengan produk buku, games, dan workshop untuk universitas
tersebut. Sticky notes hijau menunjukkan ada beberapa tambahan/ perubahan dari BMC
sebelumnya.
Daftar Pustaka
http://teorisingkat.blogspot.co.id/2015/11/business-model-canvas.html
http://arryrahmawan.net/panduan-business-model-canvas/