Anda di halaman 1dari 16

JURNAL

ISLAM DAN STUDI AGAMA

Disusun oleh:

Shintia Rahma
2011100269

Dosen Pengampu:
Andre Tiono Kurniawan, M.Pd.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021
ABSTRAK

Islam sebagai studi agama tidak datang ke dalam “ruangan” dan kondisi yang kosong.
Islam hadir kepada suatu masyarakat yang sudah sarat dengan keyakinan, tradisi dan
praktik-praktik kehidupan. Masyarakat saat itu bukan tanpa ukuran moralitas tertentu,
namun sebaliknya, inheren di dalam diri mereka standar nilai dan moralitas. Namun
demikian, moralitas dan standar nilai tersebut, pada beberapa tataran, dianggap telah
mengalami penyimpangan (deviation) dan perlu diluruskan oleh moralitas baru.
Dalam konteks masyarakat seperti ini, Islam datang, memberikan koreksi dan
perbaikan terhadap praktik-praktik, nilai-nilai dan moralitas mereka.

Kata Kunci: Islam,Studi Agama,Masyarakat,Moralitas

ABSTRACT

Islam as a religious study does not come into empty "rooms" and conditions. Islam is
present in a society that is full of beliefs, traditions and practices of life. The societies
of that time were not without a certain measure of morality, but on the contrary,
inherent in them a standard of values and morality. However, these morality and value
standards are, at some level, considered to have undergone a deviation and need to be
corrected by a new morality. In the context of a society like this, Islam comes, provides
corrections and improvements to their practices, values and morality..

Keywords: Islam, Religious Studies, Society, Morality


PENDAHULUAN

Kelahiran Islam dalam konteks group) dengan tradisi patriarkal.


geografis terjadi pada kalangan Kelompok-kelompok keluarga itu
masyarakat Arab, sebuah kemudian mengelompok dalam
masyarakat yang dalam literatur sebuah suku dengan seorang kepala
sejarah Islam disebut sebagai yang diberi kewenangan dan
jahiliyah (time of tanggung jawab untuk menegakkan
ignorance). Dalam kaitan ini, M. konstitusi kesukuan.
Quraish Shihab memberi catatan Konteks sosiologis yang dihadapi
bahwa masyarakat jahiliyah Islam seperti di atas membuktikan
dimaksud merupakan masyarakat bahwa agama yang beresensi
yang pertama bersentuhan dengan kepasrahan dan ketundukan secara
Islam, serta masyarakat pertama total kepada Dzat Yang Maha
pula yang berubah pola pikir, sikap Kuasa tersebut keberadaannya
dan tingkah lakunya dalam tidak dapat dihindarkan dari
kaitannya dengan konteks kondisi sosial yang telah ada dalam
keislaman. Sebagian mereka hidup masyarakat. Namun demikian,
berpindah-pindah (nomads) dengan dalam perjalanannya, Islam selalu
profesi penggembala ternak, atau berdialog dengan persoalan-
kelompok yang disebut dengan persoalan yang dihadapi oleh
Badui Tradisional, dan sebagian masyarakat, seperti halnya dengan
lain pedagang dan seniman di kota- masyarakat Arab saat
kota perdagangan kecil, serta diturunkannya Islam tersebut.
sebagian sisanya menjalani Menurut Komaruddin Hidayat,
hidupnya dengan tidak terbatas Islam memiliki akar tradisi yang
pada satu usaha. Terutama terhadap paling kuat dan terus berkembang
kelompok masyarakat yang disebut dibanding agama lain. Di dalam
pertama, Ira M. Lapidus jantung tradisi itu terdapat al-
menjelaskan bahwa mereka hidup Qur’an yang memiliki daya gerak
dalam kelompok keluarga (kinship keluar (sentrifugal), merasuki dan
berdialog dengan berbagai budaya Sementara itu, kehadiran Islam
yang dijumpainya. Sebaliknya, yang senantiasa berdialog dengan
umat Islam yang tinggal dan persoalan yang dihadapi
tumbuh dalam berbagai asuhan masyarakat selanjutnya
budaya baru berusaha mencari mengantarkan diapresiasinya
rujukan pada al-Qur’an dan tradisi secara kritis nilai-nilai lokalitas
lama (sentripetal). Arus gerak dari budaya dan masyarakat beserta
sentrifugal dan sentripetal ini karakteristik yang mengiringi nilai-
senantiasa berlangsung sehingga nilai itu. Selama nilai tersebut
perjalanan sejarah tradisi Islam sejalan dengan semangat yang
selalu diwarnai oleh berbagai usaha dikembangkan oleh Islam, selama
pembaruan dan penyegaran secara itu pula diapresiasi secara positif
terus-menerus yang kadang-kadang namun kritis. Kondisi ini
melahirkan ketegangan di antara menyebabkan Islam dan pemikiran
usaha-usaha itu. Pentingnya upaya yang dikembangkan oleh suatu
pembaruan dalam pemahaman masyarakat di wilayah tertentu bisa
terhadap Islam ini diibaratkan oleh berlainan bentuk ekspresi dan
Amien Abdullah dengan kebutuhan karakteristiknya dari masyarakat di
menemukan “ventilasi” untuk wilayah yang lain. Dengan kata
sebuah ruangan agar tidak terjadi lain, ketika Islam normatif
“kepengapan”. Upaya yang terkait memasuki wilayah kesejarahan,
dengan kebutuhan untuk antara yang satu dengan yang lain
menemukan pemahaman baru akan berbeda eskpresinya. Sebagai
terhadap Islam ini tidak bisa contoh, pemikiran Islam yang
dipisahkan dari karakteristik Islam berkembang di Timur Tengah
sendiri sebagai agama yang terbuka dalam babakan sejarah yang
untuk didekati dengan berbagai panjang cenderung dikuasai oleh
macam pandangan yang mendudukkan
pemahaman (polyinterpretable Islam semata-mata sebagai norma.
religion), yang penjelasannya Kenyataan ini tidak dapat
secara panjang lebar dapat dipisahkan dari konteks ajaran
dijumpai pada bagian tertentu dari Islam yang formulasinya
buku ini. menggunakan instrumentasi Arab.
Kasus India menunjukkan hal yang
berbeda; sebagai bagian dari keagamaan dan politik signifikan.
masyarakat India secara umum, Kenyataan ini, menurut Azyumardi
Muslim di negara tersebut, akibat Azra, disebabkan oleh beberapa
dari kehidupannya yang masih sulit hal. Pertama, Islam di Indonesia
terhindarkan dari konflik antar sepanjang sejarahnya tidak pernah
agama dan atau kelompok mengalami ekstrimisasi
masyarakat, pola keberagamaannya sebagaimana yang dialami kaum
mengalami ekstremisasi. Kasus di Muslimin Timur Tengah.
dua negara tersebut berbeda dengan Perkembangan Islam di wilayah ini
kasus yang terjadi Indonesia; Islam pada umumnya berlangsung secara
yang berkembang di wilayah ini damai. Kedua, berkenaan dengan
bisa dikatakan pula sudah faktor pertama tadi, kaum
mengalami persemaian dan Muslimin Indonesia pada
sekaligus pembuahan dengan umumnya adalah orang-orang yang
budaya lokal. Hal ini secara akomodatif, kalau tidak cenderung
sederhana dibuktikan, misalnya, dapat dikatakan sinkretik, sehingga
oleh kasus tahlilan, tingkeban, dan ekstrimisme dan radikalisme tidak
lain-lain. Selain itu, respon kaum populer. Ketiga, Pancasila sebagai
Muslim Indonesia terhadap agama- dasar negara dan ideologi nasional
agama lain yang bersifat teduh, sejak awal kemerdekaan, secara
toleran, dan menjaga nilai esensial, dianggap tidak
harmonisasi sosial dapat dijadikan bertentangan dengan Islam, bahkan
alat pembukti ke sekian kali bagi sebaliknya, diyakini sesuai dengan
masalah karakteristik Islam di prinsip-prinsip ajaran
wilayah ini. Islam. Keempat, pemerintah
Sebagai bukti lebih jauh dari kasus Indonesia pada dasarnya adalah
Indonesia, eksistensi kelompok- pemerintah yang dapat
kelompok keagamaan sempalan dikategorisasikan sebagai soft
dan atau radikal tidak terlalu regime, yang lebih toleran dan jauh
mendapatkan tempat di kalangan tidak represif terhadap kelompok-
kaum Muslimin. Kelompok kelompok yang berpotensi menjadi
semacam tersebut jauh dari ekstrem dan radikal apabila
populer, apalagi untuk dapat dibandingkan dengan rezim-rezim
melakukan gerakan yang secara di Timur
Tengah. Kelima, perubahan politik dipahami secara awal oleh massa.
pemerintah bergerak dari Adapun faktor penyebab adalah
yang hostile menuju faktor yang “tersembunyi”, dan
perlakuan approachment kepada umumnya berkaitan dengan
gerakan Islam dan kaum Muslimin masalah-masalah hubungan sosial,
umumnya. Kebijakan pemerintah jarak sosial, dan struktur sosial
Indonesia yang suatu masyarakat. Dalam konteks
cenderung hostile tersebut terjadi konflik Maluku, agama bukan
sejak kebangkitan Orde Baru merupakan faktor penyebab yang
hingga akhir 80-an, namun berubah secara dominan menimbulkan
menjadi lebih dekat dengan kaum kasus itu, melainkan hanya sekadar
Muslim hingga sering disebut menjadi faktor pemicu yang
sebagai masa honeymoon sejak kemudian ditarik-tarik untuk masuk
awal 90-an. menjadi faktor penyebab.
Konflik agama jarang ditemukan di Adapun faktor penyebabnya secara
Indonesia karena model keislaman rinci adalah sebagai
di wilayah ini tidak eksplosif, tetapi berikut. Pertama, perebutan
lebih historis dan dimensi wilayah agama yang bercampur
kulturalnya matang. Apa yang dengan kecemburuan
terjadi dengan konflik sosial. Kedua, perebutan tambang
Maluku, sebagai contoh, sebetulnya emas di Malifut, sebuah kota yang
bukanlah konflik antar agama, akan menjadi kecamatan
melainkan konflik distribusi baru. Ketiga, perebutan kursi
kekuasaan di antara elemen-elemen gubernur. Bahkan secara eksplisit,
yang ada dalam masyarakat dalam perspektif Thoha Hamim,
tersebut. Meminjam perspektif konflik tersebut disebabkan oleh
Rosita S. Noer, ada perbedaan persaingan politik untuk menguasai
antara faktor pemicu (triggering jabatan birokrasi pemerintahan
factor) dan faktor penyebab. Yang dalam bentuk monopoli kekuasaan
disebut faktor pemicu adalah faktor dengan cara menutup akses bagi
yang menjadi “sebab awal” kelompok tertentu untuk memasuki
marahnya massa dan menimbulkan struktur kekuasaan (the structural
kerusuhan, serta sifatnya lebih pada obstruction), dan tidak berkaitan
permukaan saja dari apa yang langsung dengan perbedaan
denominasi agama masyarakat fundamental ajaran agama dalam
Maluku. kehidupan konkret sosial-
Perbedaan bentuk ekspresi dan kemasyarakatan.
karakteristik Islam antara satu
wilayah dengan yang lainnya
seperti di atas, selanjutnya,
membuka wacana mengenai
hubungan antara hal-hal yang
bersifat normatif dan historis dari
agama. Atas dasar itu, pemahaman
terhadap persoalan hubungan
antara normativitas dan historisitas
sangat penting dalam rangka
menguraikan esensi atau substansi
dari ajaran yang nota
benenya sudah terlembagakan,
apalagi dalam konteks saat ini.
Pentingnya hal demikian untuk
mengetahui penjabaran dari nilai-
nilai dasar dan asas-asas
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN ISLAM

Terdapat beberapa istilah dalam kamus tentang akar kata


Islam. Secara umum kata ini mempunyai dua kelompok makna dasar yaitu Selamat, bebas,
terhindar, terlepas dari, sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti; Tunduk, patuh, pasrah,
menerima. Kedua kelompok makna dasar ini saling terkait dan tidak terpisah satu sama
lain.1 Salima juga berarti murni seperti dalam ungkapan ‘salima lahu asy-sya’ artinya
sesuatu itu murni milik/untuknya.2 Artinya bebas dari persekutuan dengan orang lain.
Dalam kaitan ini aslama juga berarti memurnikan kepatuhan hanya kepada Allah swt.3
Adapun pengertian Islam secara terminologi akan kita jumpai rumusan yang berbeda- beda.
Dalam ensiklopedi Agama dan filsafat dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah yang
diperintahkan-Nya untuk mengajarkan tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya
kepada Nabi Muhammad saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut
kepada seluruh manusia dengan mengajak mereka untuk memeluknya.4 Harun Nasution
mengatakan bahwa Islam menurut istilah adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan
Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi mengenai
berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengandung
berbagai aspek itu adalah al-Qur’an dan Hadis.5
Kata Islam memiliki jaringan konseptual yang kaya, karena itu tidak berlebihan kalau di
dalam al-Qur’an, ia dipilih untuk menjadi nama agama (din) baru yang diwahyukan Allah
swt. melalui nabi Muhammad saw. dengan menyisihkan nama lain yang juga memiliki
makna yang serupa. Kata Islam ini kemudian digandengkan dengan kata din yang juga
memiliki makna konseptual yang luas, seperti dalam (QS. Ali-Imran/3:9).
Islam secara umum dipahami sebagai agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.,
beberapa penulis barat menyebutnya dengan muhammdanism, atau istilah yang sama sekali
tidak dikenal oleh kalangan umat Islam sendiri. Perkataan Islam berasal dari kata silm yang
berarti damai. Karena itu Islam mengandung makna masuk ke dalam suasana atau keadaan
damai dalam kehidupan individual maupun sosial.

1
Lihat Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al’-A’lam, (Beirut: Dar al- Masyriq, 1975), h. 347
2
Az-Zamakhsyari, Azas al-Balaghah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.306.
3
Umais, Mu’jam al-Wasith, Jilid I (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1994), h. 446.
4
Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, Cet. I; Palembang: Universitas Brawijaya, 2001),h.500
5
.Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I (Cet. V; Jakarta: UI Press, 1979), h. 17.

B. UNIVERSALISME ISLAM

Istilah universalisme berasal dari bahasa latin, universum yang berarti


“alam semesta” atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai the universe. Kata
ini dibentuk dari kata sifatt universalis yang berarti “umum, mencakup
semua, dan menyeluruh”. Dalam bahasa Inggris, kata latin universalis
menjadi universal. Kata universal ini dapat berarti konsep umum yang dapat
diterapkan pada kenyataan, misalnya konsep kemanusiaan yang dapat
diterapkan pada setiap manusia apapun status sosial, warna kulit, ras, dan agamanya.6

Istilah universalis atau universal inilah yang menjadi asal kata


universalisme yang mengusung paham universal, melihat bahwa semua
manusia itu sama dan sederajat. Sebagai manusia, semua orang mempunyai
tugas dan kewajiban yang karena itu pula, tiap manusia dituntut hidup,
berperilaku, dan bertindak sebagaimana layaknya manusia, yaitu manusia
yang mampu memanfaatkan akal dan budinya, serta hidup dengan
mempertimbangkan akal sehat; mampu mendengarkan bisikan suara hati;
melibatkan kehendak baik dalam mengambi keputusan; mengikutkan hati
dan perasaan dalam menikmati karya seni yang estetik.7
Maksud universalisme dalam Islam adalah umat Islam itu utuh dan
merupakan satu kesatuan walaupun berbeda-beda suku, bangsa dan bahasa.
Ataupun bisa dikatakan umat Islam mempunyai prinsip universal dimana
tidak ada batas-batas antara negara, suku dan bahasa.8 Islam tidak
membedakan warna kulit, bahasa, bangsa, pangkat, derajat. Inti ajaran Islam
bukanlah terletak pada kesukuan atau leluhur, melainkan keesaan Allah SWT
(tauhid) suatu implikasi yang sangat penting dari ajaran tauhid tersebut
adalah kesatuan umat manusia. Di segi hukum, ke universalan Islam itu juga
terlihat pada prinsip-prinsip hukum yang dimiliknya. Berdasarkan prinsip
kesatuan umat manusia tersebut, hukum Islam memberikan jaminan dan
perlindungan terhadap setiap orang, tanpa diskriminansi.
Keuniversalan Islam dapat dilihat dari ciri-cirinya, antara lain:
1) Agama Allah. Agama Islam bersumber dari Allah, berupa wahyu langsung
(al-Quran).
2) Mencakup aspek seluruh kehidupan, baik individu, masyarakat,
bernegara, dll.
3) Berlaku untuk semua umat sampai akhir zaman.
4) Sesuai dengan fitrah manusia.
5) Menempatkan akal pada tempat yang sebaik-baiknya.
6) Menjaga rahmat bagi alam semesta.
7) Berorientasi kedepan tanpa melupakan masa kini.
8) Menjanjikan al-Jaza’ (hari pembalasan).9

6
M. Habibullah, “Universalisme dan Kosmopolitanisme Dalam Budaya Islam,” Tajdid XI, no.
1(2012): 108–38. hal.110-111
7
Habibullah. Ibid. hal.1114
8
Ahmad Supriyadi, “Nasionalism Vs Universalism (Mencari Titik Temu Nasionalisme
danUniversalisme dalam Islam di Indonesia),” ADDIN Media Dialektika Ilmu Islam 2, no. 2 (2010):
69–85.hal.73.5
9
Rusmala Dewi, “Universalisme Islam dan Kosmopolitisme Peradaban,” NURANI, 13, no. 1 (2013):49–68.
hal.50

C. DIMENSI BARU DI KEDATANGAN ISLAM

Islam memberikan dimensi baru terhadap agama-agama lain:


1. Agama itu tidak lagi harus diterima sebagai dogma,tetapi islam diterima sebagai agama
yang menjadi pilihan Tuhan dengan perantaraan wahyu.

2. Tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati.


Perhatian utamanya adalah untuk kehidupan dunia dan dengan perantaraan perbuatan baik
di dunia ini manusia dapat memperoleh kesadaran tentang eksistensinya yang lebih tinggi.

3. Tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati. Perhatian utamanya adalah untuk
kehidupan dunia dan dengan perantaraan perbuatan baik di dunia ini manusia dapat
memperoleh kesadaran tentang eksistensinya yang lebih tinggi. Dan islam bukan
hanya membahas tentang cara-cara peribadatan sebagai jalan mendekatkan diri
kepada Tuhan saja, akan tetapi islam lebih detail membahas semua problematika
manusia di dunia. Semuanya itu telah di atur di dalam kitab suci agama islam yaitu
Al-Qur’an, ia telah mengatur antara hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan manusia, kehidupan sosial dan politik, hukum warisan, mashlah wanita,
kesehatan, kebersihan hidup, pernikahan, peradilan, hukum dan adab makan dan
masih banyak lagi yang lainnya.

D. ISLAM SEBAGAI JALAN TENGAH

Agama Islam hadir sebagai jalan tengah (tawassuf) dengan berbagai konsep yang
meneduhkan dalam bidang akidah,ibadah,akhlak,hubungan antar sesama umat
manusia dan perundang- undangan.10
Meskipun demikian, ekstremisme dalam beragama merupakan sebuah fenomena
yang sering terjadi dalam lintasan sejarah kehidupan umat Islam. Dalil-dalil dalam
Islam selalu menunjukkan seruan pada sikap i‘itidāl (sikap tengah-tengah,
moderasi), dan melarang sikap berlebih-lebihan yang dikenal dengan dengan ghuluw
(kelewat batas), fanatik, sok pintar, tashdīd (mempersulit).11 Dalam al-Qur’ān,
kata‘adl yang berarti “tengah” juga disebutkan dengan perkataan lain, yaitu al-wast}
dan al-qist} yang memiliki makna “tengah” atau mengambil sikap
tengah. Demikian pula terdapat kata al-wazn atau al-mīzān yang ber-
makna keseimbangan atau sikap yang berimbang.12
Ibn Taymīyah mengatakan bahwa dengan keadilan dan keseimbangan, peradaban
yang kukuh akan terwujud, sebab keadilan merupakan landasan moral yang sangat
kuat bagi pembangunan peradaban manusia di sepanjang sejarah, dan sebaliknya,
tanpa adanya keadilan maka akan muncul ancaman terhadap kelangsungan hidup
umat manusia.13

10
Iffati Zamimah, “Moderatisme Islam dalam Konteks Keindonesiaan (Studi
Penafsiran Islam Moderat M. Quraish Shihab)”, Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, Vol. 1, No. 1 (2018), 76.
11
Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem: Analisis dan Pemecahannya (Bandung: MIZAN,
1993), 17.
12
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: MIZAN,
1993), 57.
13
Ibn Taymīyah, Al-Amr bi al-Ma‘rūf wa al-Nah}y ‘an al-Munkar, ed. S{alāh} al-Dīn al-
Munajjad (Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd, 1396), 40.

E. AGAMA DAN PERADABAN MANUSIA


Islam dan peradaban merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Sejak
kehadirannya, Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang inheren dalam
dirinya. Peradaban Islam bersumber pada dîn (baca: agama) yang berasal dari wahyu
Allah. Itu sebabnya peradabannya biasa dikenal dengan istilah tamaddun atau
madaniyyah, karena bersumber dari dîn tersebut. Kemudian ekspresi tinggi tamaddun
Islam dalam sejarah peradaban manusia mendapat tempatnya di Yatsrib yang kelak
berubah menjadi Madinah. Jadi, kota Madinah adalah tempat dimana tamaddun atau
madaniyyah yang berasas pada dîn itu diproklamirkan kepada seluruh dunia,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Dan
madaniyyah, menurut Muhammad ‘Abduh memang lebih tepat digunakan untuk
menyebut peradaban Islam, karena aroma spiritual-agamanya (al-dîn) lebih terasa
dan menonjol.
Islam diakui secara jamak sebagai agama sekaligus peradaban (Islam is both a
religion and a civilization),14 karena Islam bukan hanya sebuah agama, melainkan
creator dan spirit yang hidup bagi sebuah peradaban besar dunia yang sejarahnya
terbentang luas lebih dari 14 abad. Dalam bahasa Nasr dan Smith, “Islam is not only
a religion; it is also the creator and living spirit of major world civilization with a
long history stretching over fourteen centuries.”15 Fakta ini diakui juga, misalnya,
oleh orientalis kontemporer sekelas Bernard Lewis. Ia mencatat bahwa: “Islam –the
offspring of Arabia and the Arabian Prophet—was not only a system of belief and
cult. It was also a system of state, society, law, thought and art, a civilization with
religion as its unifying eventually dominating, factor.”16 Artinya, Islam dan
peradaban merupakan satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan. Sejak
kehadirannya, Islam memang telah membawa konsep dan misi peradaban yang
inheren dalam dirinya. Karena Islam hadir membawa satu sistem yang menaungi
kebahagiaan individu dan masyarakat (alfard wa al-mujtama‘), maka tak heran jika
peradaban Islam tidak bisa lepas dari spiritnya, yaitu Islam. Dengan Islam sebagai
dîn dan madaniyyah atau h}ad}ârah (peradaban) itu, peradaban umat Islam menjadi
jelas maknanya, konsepnya, karakteristiknya, dan kontribusinya terhadap manusia
dan kemanusiaan. Namun demikian, hal di atas perlu dibuktikan dan dinarasikan
secara detail bagaimana sejatinya makna peradaban Islam (madaniyyah dan
h}ad}ârah) itu. Apakah dia memiliki konsep dan karakteristiknya sendiri atau sama
saja dengan peradaban yang dimiliki oleh bangsa dan agama lain? Dengan begitu,
apakah dia sudah dapat dikatakan sebagai peradaban yang kekal dan abadi? Dan
pertanyaan selanjutnya adalah apakah benar Islam dianggap memiliki andil yang
besar dalam peradaban dunia? Pertanyaanpertanyaan ini akan coba dijawab dalam
tulisan ini. Berikut ini akan diuraikan secara rinci tentang makna dan konsep
peradaban. Di samping itu, akan dilakukan komparasi dengan konsep peradaban
Islam, untuk memberikan distingsi lebih jelas tentang dua konsep peradaban itu
(peradaban Barat dan peradaban Islam). Dalam bahasa Arab, peradaban biasa
diderivasi dari kata h}ad}ârah. Dan h}ad}ârah ini diartikan dengan: “Peradaban,
dalam pengertian yang umum, adalah buah dari setiap usaha yang dilakukan oleh
manusia untuk memperbaiki kondisi hidupnya. Sama saja, apakah usaha yang
dilakukan untuk mencapai buah tersebut benar-benar yang dituju, atau tidak. Baik
buah tersebut dalam bentuk materi (mâddiyyah) atau imateri (ma‘nawiyyah).”17

14
Seyyed Hossein Nasr & Huston Smith, Islam: Religion, History, and Civilization, (Lahore-Pakistan: Suhail
Academy, 2005), xi.
15
Ibid., xviii.
16
Bernard Lewis, The Arab in History, (New York: Harper & Row, Publisher, 1967), 113.
17
Husein Mu’nis, al-H}ad}ârah: Dirâsah fî Us}ûl wa ‘Awâmil Qiyâmihâ wa Tat}awwurihâ, (Kuwait: Serial
buku ‘Âlam al-Ma‘rifah, 1978), 13.

F. ISLAM MENYATUKAN BANGSA-BANGSA DUNIA

Apabila persatuan itu merupakan dasar bagi kebudayaan umat manusia. Tanpa persatuan,
kebudayaan tidak akan timbul. Islam bukan hanya menyatukan suku-suku yang berperang
dari suatu negeri, tetapi menegakkan persaudaraan semua bangsa di dunia ini, bahkan
menyatukan semua orang yang mempunyai perbedaan warna, ras, bahasa,batas geografi,
bahkan kebudayaan. Dengan itu, Islam telah meletakkan dasar bagi persatuan umat
manusia yang agama lain tidak pernah dapat melakukannya. Islam bukan hanya mengakui
persamaan hak manusia, baik sipil maupun politik, tetapi juga hak-hak rohaniah.

Kejayaan Umat Islam Fakta sejarah menunjukkan bahwa hanya berselang enam
dekade (enam puluh tahun) setelah Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah
SAW, bangsa Arab yang semula tidak diperhitungkan dalam kancah geopolitik dan
geoekonomi, tampil menjadi kekuatan baru di pentas dunia. Dalam waktu yang amat
singkat, mereka berhasil meruntuhkan hegemoni Persia dan Romawi, dua negara adidaya
yang ada saat itu, dan melebarkan jangkauan teritorinya hingga mencapai dua pertiga
belahan dunia. Bahkan, Napoleon Bonaparte, panglima militer Prancis yang ternama,
pun mengakui kehebatan kaum Muslimin dan menunjukkan kekagumannya kepada
sosok Nabi Muhammad, ‘Umar bin Khattab dan para jenderal Muslim lainnya 18 .
Peran Islam dalam perluasan wilayah kekuasaan sangat besar seperti dikemukakan
Albert Hourani dalam bukunya A History of The Arab Peoples yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Irfan Abu Bakar menjadi “Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim”
ia menyatakan : Keyakinan akan alam semesta yang Ilahiyyah dan misi komunitas telah
dikukuhkan dan dikuatkan oleh keberhasilan dan kekuasaannya di sepanjang jalan
sejarah Islam.19 Dalam masa seratus tahun sejak Nabi wafat, komunitas Islam lewat
berbagai ekspansi dan penaklukan, telah berubah menjadi suatu kemaharajaan yang tak
terpermanai luasnya di dunia ini. Hanya dalam sekejap, dunia Islam telah membentang
dari Arab ke belahan barat di Afrika Utara dan Spanyol, dan ke belahan timur sampai di
Indonesia. Di samping membangun lembaga-lembaga politik, sosial dan hukum, Islam
juga melahirkan suatu peradaban yang amat tinggi. Filsafat, matematika, geometri, optik,
ilmu alam dan ilmu sastra adalah sumbangan para sarjana muslim. Sementara Agama
Kristen (Barat), tengah sibuk sedang menempuh abad-abadnya yang gulita, peradaban
Islam semarak dan sedang mencapai puncaknya: dunia muslim telah menjadi ajang
pusat-pusat utama ilmu pengetahuan dan kebudayaan20. Bukan hanya secara militer,
umat Islam pada zaman kegemilangannya adalah pemegang supremasi di seluruh sektor
kehidupan dan peradaban umat manusia. Mereka unggul secara ekonomi, politik,
budaya, sains, teknologi, filsafat, seni, dan arsitektur. Pada zamannya, daulah Islamiyah
berperan laksana mercusuar di tengah kegelapan dunia, menjadi referensi dan benchmark
bagi umat-umat agama yang lain
18
Mohammad Arif Budiman, Revitalisasi Kekuatan Ekonomi Umat, Kompasiana,
http://www.kompasiana.com/moch_arif_budiman/revitalisasi-kekuatan-
ekonomiumat_552ac2056ea834ae4d552d0f
19
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam (Jakarta Paramadina, 1997), hal. 21
20
Maxime Rodinson, Islam dan Kapitalisme, ter. Asep Hikmat (Bandung, Iqra, 1982 ), hal. 25

KESIMPULAN

Studi tentang beragama terutama agama islam merupakan wadah untuk menyampaikan
berbagai macam hal tentang memprogram dan mengatur bertata kehidupan secara baik serta
sesuai yang akan dijalani pada kehidupan sehari-hari kepada seluruh lapisan masyarakat.
Mengingat agama bukan hanya milik masyarakat terpelajar atau cendekiawan, melainkan
milik seluruh lapisan makhluk hidup yang ada didalam semesta ini. Ditinjau dari segi
keutamaan umat yang beragama memiliki ciri yang khas yaitu patuh akan aturan atau anjuran
yang tercantum pada masing-masing agama tersebut meskipun demikian mempelajari tentang
studi agama harus didasari pemahaman secara mendalam tidak secara extrim.
Jadi pada intinya kita sebagai makhluk yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa yang
dipercayai oleh masing-masing agama bertujuan satu yakni selamat di dunia juga pula
diakhirat kelak nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Deni Irawan, Islam dan peace


building,Yogyakarta,2014
Fitria khusno Amalia,Muhtar Solihin,
Badruzzaman M.Yunus,Nilai-
Nilai Ulul Azmi,Bandung,2017
Ali Nurdin,Model Moderasi Beragama,
Surabaya,2019
Nurcholish Madjid. Kaki Langit Peradaban
Islam.Jakarta Paramadina. 1997
Yayat Suryatna, Islam Agama Penguasa
Dunia ,cirebon,2019
Susiana,Fundametalisme
Islam,Pekanbaru,2012

Anda mungkin juga menyukai