Disusun oleh:
Shintia Rahma
2011100269
Dosen Pengampu:
Andre Tiono Kurniawan, M.Pd.I
Islam sebagai studi agama tidak datang ke dalam “ruangan” dan kondisi yang kosong.
Islam hadir kepada suatu masyarakat yang sudah sarat dengan keyakinan, tradisi dan
praktik-praktik kehidupan. Masyarakat saat itu bukan tanpa ukuran moralitas tertentu,
namun sebaliknya, inheren di dalam diri mereka standar nilai dan moralitas. Namun
demikian, moralitas dan standar nilai tersebut, pada beberapa tataran, dianggap telah
mengalami penyimpangan (deviation) dan perlu diluruskan oleh moralitas baru.
Dalam konteks masyarakat seperti ini, Islam datang, memberikan koreksi dan
perbaikan terhadap praktik-praktik, nilai-nilai dan moralitas mereka.
ABSTRACT
Islam as a religious study does not come into empty "rooms" and conditions. Islam is
present in a society that is full of beliefs, traditions and practices of life. The societies
of that time were not without a certain measure of morality, but on the contrary,
inherent in them a standard of values and morality. However, these morality and value
standards are, at some level, considered to have undergone a deviation and need to be
corrected by a new morality. In the context of a society like this, Islam comes, provides
corrections and improvements to their practices, values and morality..
A. PENGERTIAN ISLAM
1
Lihat Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al’-A’lam, (Beirut: Dar al- Masyriq, 1975), h. 347
2
Az-Zamakhsyari, Azas al-Balaghah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.306.
3
Umais, Mu’jam al-Wasith, Jilid I (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1994), h. 446.
4
Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, Cet. I; Palembang: Universitas Brawijaya, 2001),h.500
5
.Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I (Cet. V; Jakarta: UI Press, 1979), h. 17.
B. UNIVERSALISME ISLAM
6
M. Habibullah, “Universalisme dan Kosmopolitanisme Dalam Budaya Islam,” Tajdid XI, no.
1(2012): 108–38. hal.110-111
7
Habibullah. Ibid. hal.1114
8
Ahmad Supriyadi, “Nasionalism Vs Universalism (Mencari Titik Temu Nasionalisme
danUniversalisme dalam Islam di Indonesia),” ADDIN Media Dialektika Ilmu Islam 2, no. 2 (2010):
69–85.hal.73.5
9
Rusmala Dewi, “Universalisme Islam dan Kosmopolitisme Peradaban,” NURANI, 13, no. 1 (2013):49–68.
hal.50
3. Tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati. Perhatian utamanya adalah untuk
kehidupan dunia dan dengan perantaraan perbuatan baik di dunia ini manusia dapat
memperoleh kesadaran tentang eksistensinya yang lebih tinggi. Dan islam bukan
hanya membahas tentang cara-cara peribadatan sebagai jalan mendekatkan diri
kepada Tuhan saja, akan tetapi islam lebih detail membahas semua problematika
manusia di dunia. Semuanya itu telah di atur di dalam kitab suci agama islam yaitu
Al-Qur’an, ia telah mengatur antara hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan manusia, kehidupan sosial dan politik, hukum warisan, mashlah wanita,
kesehatan, kebersihan hidup, pernikahan, peradilan, hukum dan adab makan dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Agama Islam hadir sebagai jalan tengah (tawassuf) dengan berbagai konsep yang
meneduhkan dalam bidang akidah,ibadah,akhlak,hubungan antar sesama umat
manusia dan perundang- undangan.10
Meskipun demikian, ekstremisme dalam beragama merupakan sebuah fenomena
yang sering terjadi dalam lintasan sejarah kehidupan umat Islam. Dalil-dalil dalam
Islam selalu menunjukkan seruan pada sikap i‘itidāl (sikap tengah-tengah,
moderasi), dan melarang sikap berlebih-lebihan yang dikenal dengan dengan ghuluw
(kelewat batas), fanatik, sok pintar, tashdīd (mempersulit).11 Dalam al-Qur’ān,
kata‘adl yang berarti “tengah” juga disebutkan dengan perkataan lain, yaitu al-wast}
dan al-qist} yang memiliki makna “tengah” atau mengambil sikap
tengah. Demikian pula terdapat kata al-wazn atau al-mīzān yang ber-
makna keseimbangan atau sikap yang berimbang.12
Ibn Taymīyah mengatakan bahwa dengan keadilan dan keseimbangan, peradaban
yang kukuh akan terwujud, sebab keadilan merupakan landasan moral yang sangat
kuat bagi pembangunan peradaban manusia di sepanjang sejarah, dan sebaliknya,
tanpa adanya keadilan maka akan muncul ancaman terhadap kelangsungan hidup
umat manusia.13
10
Iffati Zamimah, “Moderatisme Islam dalam Konteks Keindonesiaan (Studi
Penafsiran Islam Moderat M. Quraish Shihab)”, Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, Vol. 1, No. 1 (2018), 76.
11
Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem: Analisis dan Pemecahannya (Bandung: MIZAN,
1993), 17.
12
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: MIZAN,
1993), 57.
13
Ibn Taymīyah, Al-Amr bi al-Ma‘rūf wa al-Nah}y ‘an al-Munkar, ed. S{alāh} al-Dīn al-
Munajjad (Beirut: Dār al-Kitāb al-Jadīd, 1396), 40.
14
Seyyed Hossein Nasr & Huston Smith, Islam: Religion, History, and Civilization, (Lahore-Pakistan: Suhail
Academy, 2005), xi.
15
Ibid., xviii.
16
Bernard Lewis, The Arab in History, (New York: Harper & Row, Publisher, 1967), 113.
17
Husein Mu’nis, al-H}ad}ârah: Dirâsah fî Us}ûl wa ‘Awâmil Qiyâmihâ wa Tat}awwurihâ, (Kuwait: Serial
buku ‘Âlam al-Ma‘rifah, 1978), 13.
Apabila persatuan itu merupakan dasar bagi kebudayaan umat manusia. Tanpa persatuan,
kebudayaan tidak akan timbul. Islam bukan hanya menyatukan suku-suku yang berperang
dari suatu negeri, tetapi menegakkan persaudaraan semua bangsa di dunia ini, bahkan
menyatukan semua orang yang mempunyai perbedaan warna, ras, bahasa,batas geografi,
bahkan kebudayaan. Dengan itu, Islam telah meletakkan dasar bagi persatuan umat
manusia yang agama lain tidak pernah dapat melakukannya. Islam bukan hanya mengakui
persamaan hak manusia, baik sipil maupun politik, tetapi juga hak-hak rohaniah.
Kejayaan Umat Islam Fakta sejarah menunjukkan bahwa hanya berselang enam
dekade (enam puluh tahun) setelah Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah
SAW, bangsa Arab yang semula tidak diperhitungkan dalam kancah geopolitik dan
geoekonomi, tampil menjadi kekuatan baru di pentas dunia. Dalam waktu yang amat
singkat, mereka berhasil meruntuhkan hegemoni Persia dan Romawi, dua negara adidaya
yang ada saat itu, dan melebarkan jangkauan teritorinya hingga mencapai dua pertiga
belahan dunia. Bahkan, Napoleon Bonaparte, panglima militer Prancis yang ternama,
pun mengakui kehebatan kaum Muslimin dan menunjukkan kekagumannya kepada
sosok Nabi Muhammad, ‘Umar bin Khattab dan para jenderal Muslim lainnya 18 .
Peran Islam dalam perluasan wilayah kekuasaan sangat besar seperti dikemukakan
Albert Hourani dalam bukunya A History of The Arab Peoples yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Irfan Abu Bakar menjadi “Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim”
ia menyatakan : Keyakinan akan alam semesta yang Ilahiyyah dan misi komunitas telah
dikukuhkan dan dikuatkan oleh keberhasilan dan kekuasaannya di sepanjang jalan
sejarah Islam.19 Dalam masa seratus tahun sejak Nabi wafat, komunitas Islam lewat
berbagai ekspansi dan penaklukan, telah berubah menjadi suatu kemaharajaan yang tak
terpermanai luasnya di dunia ini. Hanya dalam sekejap, dunia Islam telah membentang
dari Arab ke belahan barat di Afrika Utara dan Spanyol, dan ke belahan timur sampai di
Indonesia. Di samping membangun lembaga-lembaga politik, sosial dan hukum, Islam
juga melahirkan suatu peradaban yang amat tinggi. Filsafat, matematika, geometri, optik,
ilmu alam dan ilmu sastra adalah sumbangan para sarjana muslim. Sementara Agama
Kristen (Barat), tengah sibuk sedang menempuh abad-abadnya yang gulita, peradaban
Islam semarak dan sedang mencapai puncaknya: dunia muslim telah menjadi ajang
pusat-pusat utama ilmu pengetahuan dan kebudayaan20. Bukan hanya secara militer,
umat Islam pada zaman kegemilangannya adalah pemegang supremasi di seluruh sektor
kehidupan dan peradaban umat manusia. Mereka unggul secara ekonomi, politik,
budaya, sains, teknologi, filsafat, seni, dan arsitektur. Pada zamannya, daulah Islamiyah
berperan laksana mercusuar di tengah kegelapan dunia, menjadi referensi dan benchmark
bagi umat-umat agama yang lain
18
Mohammad Arif Budiman, Revitalisasi Kekuatan Ekonomi Umat, Kompasiana,
http://www.kompasiana.com/moch_arif_budiman/revitalisasi-kekuatan-
ekonomiumat_552ac2056ea834ae4d552d0f
19
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam (Jakarta Paramadina, 1997), hal. 21
20
Maxime Rodinson, Islam dan Kapitalisme, ter. Asep Hikmat (Bandung, Iqra, 1982 ), hal. 25
KESIMPULAN
Studi tentang beragama terutama agama islam merupakan wadah untuk menyampaikan
berbagai macam hal tentang memprogram dan mengatur bertata kehidupan secara baik serta
sesuai yang akan dijalani pada kehidupan sehari-hari kepada seluruh lapisan masyarakat.
Mengingat agama bukan hanya milik masyarakat terpelajar atau cendekiawan, melainkan
milik seluruh lapisan makhluk hidup yang ada didalam semesta ini. Ditinjau dari segi
keutamaan umat yang beragama memiliki ciri yang khas yaitu patuh akan aturan atau anjuran
yang tercantum pada masing-masing agama tersebut meskipun demikian mempelajari tentang
studi agama harus didasari pemahaman secara mendalam tidak secara extrim.
Jadi pada intinya kita sebagai makhluk yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa yang
dipercayai oleh masing-masing agama bertujuan satu yakni selamat di dunia juga pula
diakhirat kelak nanti.
DAFTAR PUSTAKA