Anda di halaman 1dari 20

DRAFT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

ANALISIS NILAI NILAI DALAM CERITA RAKYAT KALIMANTAN

Makalah Ini Disusun Untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah


Pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia
DOSEN PENGAMPUH :

SITI SULISTYANI PAMUJI S.Pd.,M.Pd

DISUSUN OLEH :
MARIA LUKMAN
1940602065

LOKAL : A2

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGUGURAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
CERITA RAKYAT KALIMANTAN SELATAN SERTA NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG. .3
A. Cerita Cupak dan Gurantang............................................................................................................3
B. Nilai Pendidikan Sosial dalam Cerita Rakyat Bakumpai.................................................................4
C. Nilai Pendidikan Moral dalam Cerita Rakyat Bakumpai.................................................................6
CERITA RAKYAT KALIMANTAN BARAT SERTA NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG.......8
A. Cerita Tiong Kandang......................................................................................................................8
B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kisah Tiong Kandang..............................................................8
CERITA RAKYAT KALIMANTAN UTARA SERTA NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG.....10
A. Cerita Lahai Bara (Busang Mayun)...............................................................................................10
B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kisah Busung Mayun............................................................10
CERITA RAKYAT KALIMANTAN TIMUR SERTA NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG.....14
A. Cerita Putri Aji Tatin.....................................................................................................................14
B. Nilai yang Terkandung dalam Kisah Busung Mayun.....................................................................14
CERITA RAKYAT KALIMANTAN TENGAH SERTA NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG..15
A. Cerita Ambun Dan Rimbun...........................................................................................................15
B. Nilai yang Terkandung dalam Kisah Ambun & Rimbun...............................................................19

2
CERITA RAKYAT KALIMANTAN SELATAN SERTA NILAI-NILAI YANG
TERKANDUNG

A. Cerita Cupak dan Gurantang

Dahulu kala hiduplah Cupak dan Gurantang, dua orang yang berbeda karakteristik atau
keperibadian, dan pernah sama-sama menjalin ikatan persaudaraan. Awalnya, mereka berdua
dipertemukan di “Gawah Senaru” yang sangat lebat, pada waktu mengembara tanpa tujuan.
Memang kebetulan, sebagaimana yang banyak terjadi di bumi ini, persaudaraan tersebut terikat
karena senasib dan sepenanggungan di tanah rantauan.
            Dalam perjalanan hidup mereka berdua, terlihat perbedaan yang mencolok dalam cara
bersikap. Cupak mewakili pribadi yang ingin menang sendiri, karena itu dia menyatakan diri
sebagai kakak, dan Gurantang pribadi yang apa adanya yang kemudian diangkat menjadi adik.
Dengan demikian, Cupak selalu diuntungkan dalam memenuhi kebutuhan setiap hari. Misalkan,
ketika dia lapar, maka dia meminta Gurantang untuk mencari makanan, setelah makanan telah
siap saji lantas kemudian mereka berdua berencana makan bersama-sama. Sebelum makan,
muncul sikap tamaknya si Cupak, dia meminta Gurantang mencari air minum dan sekembalinya
Gurantang mencari air minum, makanan sudah habis dilahap dan Cupak pura-pura tertidur.
Malah ketika terbangun dia menyalahkan Gurantang dan menuduhnya menghabiskan makanan
itu. Akhirnya mereka bertengkar, walaupun pada akhirnya mereka berdua menyalahkan anjing.
Sebenarnya, Cupak lah yang telah menghabiskan makanan tersebut.
Karena si Cupak adalah orang yang sangat perusak. Dia berbohong setelah menghabiskan
makanan. Dia juga berbohong memiliki kesaktian yang mandraguna dihadapan Datu Daha,
setelah mendengar anak sang Datu yaitu Sekar Ratna diculik oleh raksasa Gawah Senaru, konon
nama raksasanya adalah Genawa. Awalnya, Gurantang mengingatkan bahwa tidak boleh
berbohong kepada siapapun, apalagi kepada Raja, Namun dia ngotot dan meminta Gurantang
untuk diam kemudian berkata “Gurantang… la.. tedok bae, sik penting te besur kance maik
penindokte.”. Maksudnya adalah wahai Gurantang sudah diam saja kamu, yang penting itu kita
kenyang dan dapat tertidur lelap. Singkat cerita, Cupak meminta makanan dan sebilah keris sakti
pada kerajaan. Dia dan Gurantang langsung pergi ke hutan dan mencari raksasa tersebut. Mereka
pada akhirnya bertemu dengan raksasa tersebut, sontak saat itu si Cupak terlihat ketakutan ketika
berhadapan dengan raksasa kemudian berlari. Gurantanglah yang berkelahi dengan raksasa
kemudian mampu mengalahkannya. Akan tetapi secara tiba-tiba Cupak tampil ke depan dan
menancapkan keris ke raksasa, seakan-akan dia yang telah membunuhnya. Lalu, mereka mencari
sang putri kemudian menemukan putri Sekar Ratna yang disimpan oleh raksasa dalam sebuah
sumur tua, terjadilah dialog antara mereka berdua, akhirnya dengan argumentasi yang licik,
Cupak mengelabui Gurantang. Gurantang yang turun kedalam sumur, setelah sang putri berhasil
diangkat naik, Cupak mengubur hidup-hidup Gurantang dalam sumur tersebut.

3
 Asal dijanji kursi dan perak, demi dijanjikan makanan yang enak, kehidupan layak,
dinikahan dengan putri Sekar Nitra anak Datu Daha, dia rela menubur Gurantang dalam sumur
tua. Cupak melakukan penghianatan terhadap saudara seperjalananya dalam keadaan susah dan
senang.
            Dia tidak perduli dengan siapapun sanak dan handai tulan. Walaupun, akhirnya dia
membuat kompetisi dan menjanjikan siapa yang menang melawan dia perisean (tradisi adat
Sasak), akan medapatkan Sekar Nitra menjadi istrinya. Gurantang ternyata masih hidup dan
mengikuti kompetisi perisean tersebut. Nasib selalu adil, dia pun menang dan mendapatkan yang
selama ini menjadi haknya.

B. Nilai Pendidikan Sosial dalam Cerita Rakyat Bakumpai


Tolong-menolong
Tolong-menolong atau bantu-membantu merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan
dalamkehidupan di masyarakat. Untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan saling
lengkap- melengkapi sesama manusia, maka manusia saling memerlukan satu sama lain.
Jadi antara konsep penting yang perlu ada dalam hubungan sesama manusia ialah tolong-
menolong. Tolong-menolong dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
“Untuk mengobati Ayahnya suatu hari si Gantang dan si Supak pergi ke hutan yang tidak jauh
dari tepi pantai untuk mencari dedaunan. Yang dipetik mereka adalah segala daun yang tumbuh
di ladang dan di tepi pantai....”
Kutipan di atas, menerangkan bahwa untuk mengobati ayahnya yang sedang sakit, maka si
Gantang dan si Supak pergi ke hutan untuk mencari dedaunan dengan tujuan dedaunan tersebut
dijadikan ramuan obat. Mereka berharap meskipun dedaunan yang mereka dapat itu tidaklah
terlalu membantu, namun mereka tetap terus berusaha agar ayah mereka dapat tertolong
meskipun dengan obat dari dedaunan yang sederhana. Dengan dedaunan tersebut Si Gantang dan
Si Supak berharap dapat dijadikan obat ramuan yang dapat menolong ayahnya yang sedang sakit
di rumah agar dapat sehat kembali. Dalam kutipan lainnya yaitu:
“Sesampainya di rumah, dedaunan itu diperlihatkan kepada Ibunya. Ibunya bertanya, “Untuk
apakah dedaunan itu dibawa ke rumah”. Si Supak menjawab, “Untuk mengobati Ayah yang
sedang sakit.”
Kutipan di atas menerangkan setelah mereka berhasil mencari dedaunan, maka si Gantang dan si
Supak segera pulang ke rumah. Setibanya di rumah mereka memperlihatkan dedaunan tersebut
kepada ibunya. Ibu bertanya kepada mereka, “untuk apa daun itu”, “untuk obat Ayah” jawab si
Supak. Dengan dedaunan tersebut Si Gantang dan Si Supak berharap dapat dijadikan ramuan
obat, sehingga dapat menolong ayahnya yang sedang sakit dirumah agar dapat sehat Kembali.

Keteguhan Hati

4
Keteguhan hati berkaitan juga dengan niat, keyakinan, yakin dengan apa yang akan dilakukannya
dan tidak ragu sedikitpun dalam melakukan sesuatu. Keteguhan hati adalah syarat utama agar
seseorang memiliki kedewasaan emosional dan menjadi syarat dalam menggapai keberhasilan,
karena dimulai dari keyakinan kita menjadi optimis untuk dapat berhasil dalammengerjakan
sesuatu.
Keteguhan hati dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Dari hari kehari penyakit yang diderita Ayah mereka semakin parah, segala macam obat sudah
dimakankan, semua tabib sudah dipanggil, tetapi penyakit ayah si Supak dan si Gantang tidak
sembuh juga.”
Kutipan di atas menerangkan Ayah sedang sakit parah, untuk menyembuhkan ayah mereka yang
sedang sakit, segala macam usaha sudah dicoba termasuk memanggil para tabib. Si Gantang dan
Si Supak terus berharap agar ayahnya dapat sembuh dari sakitnya, dan dengan keyakinan hati,
serta niat yang sungguh-sungguh, Si Gantang dan Si Supak mencari segala cara untuk mengobati
ayahnya, hingga Si Gantang dan Si Supak mencoba untuk memanggil Tabib dengan harapan
dapat membuat ayahnya sehat kembali.

Setia Kawan
Setia kawan merupakan perilaku yang selalu setia di saat susah maupun senang. Orang yang
selalu dapat dipercaya. Bentuk setia kawan dapat diwujudkan dengan rela berkorban untuk
teman atau sahabat tanpa mengharapkan imbalan. Setia kawan dapat kita lihat pada kutipan
berikut:
“Si Gantang dan Si Supak adalah dua bersaudara, kemanapun pergi mereka selalu berdua,
sifatnya yang lucu kadang membuat semua orang tertawa dibuatnya terutama Ayah dan Ibunya.”
Kutipan di atas menerangkan bahwa Si Gantang dan Si Supak adalah dua bersaudara, mereka
selalu berdua kemanapun mereka pergi, mereka juga lucu, semua orang selalu tertawa melihat
tingkah lakunya, terutama Ayah dan Ibu mereka. Sifat mereka yang seperti itu, dengan pergi
kemanapun bersama-sama, menumbuhkan sikap setia kawan. Dimana Si Gantang dan Si Supak
mengharapkan agar dapat merasakan suka dan duka bersama-sama, dan dapat berbagi
kebahagiaan kepada orang-orang yang ada disekitarnya, terutama ayah dan ibu Si Gantang dan
Si Supak.

Perjuangan Hidup
Perjuangan hidup merupakan suatu bentuk usaha untuk melakukan apa saja untuk dapat
melanjutkan hidup. Selalu bekerja keras dalam memenuhi setiap kebutuhan yang diperlukan.
Perjuangan hidup dapat dilihat pada kutipan berikut:

5
“Saat perut lapar mereka hanya makan buah-buahan saja, karena waktu itu musim buah. Ada
buah rambutan, duku.”
Kutipan di atas menerangkan bahwa ketika mereka merasa lapar mereka hanya makan buah-
buahan saja. Meskipun Si Supak dan Si Gantang hanya makan buah-buahan saja, Si Gantang dan
Si Supak Terus Berjuang untuk memenuhi Kebutuhan Hidup.

C. Nilai Pendidikan Moral dalam Cerita Rakyat Bakumpai


Pantang Menyerah
Pantang menyerah merupakan sikap yang suka bekerja keras, selalu bersemangat dan selalu
berjuang secara maksimal untuk mencapai apa yang diinginkan dan apa yang dicita-citakannya
bisa terwujud. Wujud pantang menyerah dapat dilihat pada kutipan berikut:
Selain itu, walaupun dalam keadaan sakit-sakitan, Ayahnya tetap dapat memberikan bimbingan
dan didikan kepada Si Gantang dan Si Supak. Ada yang menyebut ayahnya mengidap penyakit
rematik dan tekanan darah tinggi. Segala macam obat telah diminum, seperti daun seledri, daun
luntas dan buah mentimun, tetapi usaha itu belum juga berhasil.
Kutipan di atas menerangkan bahwa walaupun dalam keadaan sakit-sakitan, Ayah tetap
memberikan bimbingan dan didikan kepada Si Gantang dan Si Supak. Si Gantang dan Si Supak
tidak menyerah untuk mencari dedaunan dihutan guna, agar dapat dibuat ramuan obat yang dapat
menyembuhkan ayah mereka, Si Gantang dan Si Supak terus mencoba, namun usaha mereka
tidak memberikan hasil seperti yang mereka harapkan, yaitu untuk kesembuhan ayahnya yang
sedang sakit.

Semangat
Semangat adalah selalu berusaha dengan penuh motivasi tanpa kenal lelah untuk mendapatkan
hasil yang diharapkan. Menghilangkan rasa malas dalam diri dan menumbuhkan motivasi, serta
bekerja lebih keras dan penuh semangat untuk mancapai hasil yang diinginkan.
Semangat dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Pagi-pagi benar, matahari belum terbit, dengan membawa alat-alat perburuan, makanan dan
minuman yang sudah disiapkan sebelumnya, mereka pergi untuk menunggu binatang yang
kehausan untuk minum.”
Pada kutipan di atas menerangkan bahwa ketika hari masih pagi, dengan membawa alat berburu,
serta bekal yang sudah disiapkan, mereka (Si Gantang dan Si Supak) segera pergi ke hutan di
tepi sungai untuk menunggu binatang yang ingin minum di sungai (mengintai binatang
buruannya). Dengan semangat yang begitu besar Si Gantang dan Si Supak berharap mereka
pulang dapat membawa binatang buruan mereka untuk diberikan kepada ibu mereka.

6
Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban menanggung sesuatu. Bentuk tanggung jawab
adalah pertanggungjawaban atas kesalahan atau perbuatan yang disengaja atau tidak disengaja.
Dalam hal ini, siap menerima hukuman sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan yang
dilakukan.
Sikap bertanggungjawab dapat dilihat pada kutipan berikut:
Beberapa waktu yang lalu salah seorang temannya yang sedang bermain di tepi pantai, hampir
saja dimangsa buaya yang tiba-tiba muncul, untung saja ada rakit, sehingga ia berhasil
menyelamatkan diri dari serangan buaya. Walau banyak bahaya yang mengancam anak-anaknya,
Ibu Si Gantang dan Si Supak tidak dapat berbuat apa-apa, karena anak-anaknya tidak peduli lagi
dengan nasehatnya. Segala bahaya, baik itu yang berasal dari binatang di sungai maupun di darat
tidak dihiraukan, karena mereka belum banyak berakal. Walaupun demikian, tetap saja ibu si
Gantang dan si Supak merasa cemas terhadap mereka, karena biar bagaimanapun Si Gantang dan
Si Supak adalah anaknya dan tanggungjawabnya.
Pada kutipan di atas menerangkan tentang perasaan Ibu Si Gantang dan Si Supak. Ia merasa
cemas akan keselamatan anak-anaknya, karena anak-anaknya tidak mendengarkan apabila diberi
nasihat bahwa di luar sana banyak bahaya yang mengintai. Hal ini disebabkan karena anak-
anaknya yang belum matang berfikirnya. Sifat ibu Si Gantang dan Si Supak yang mencemaskan
anak- anaknya tersebut menggambarkan bahwa ibu Si Gantang dan Si Supak Memiliki Rasa
tanggungjawab yang tinggi kepada Si Gantang dan Si Supak. Karena Si Gantang dan Si Supak
adalah anak-anaknya yang ia besarkan dengan sepenuh hati.

7
CERITA RAKYAT KALIMANTAN BARAT SERTA NILAI-NILAI YANG
TERKANDUNG

A. Cerita Tiong Kandang


Dahulu kala ada seorang ibu yang mempunyai anak bernama Ajong Linggi. Kemudian Ajong
Linggi pergi berlayar untuk mencari rejeki. Tibalah ia disuatu tempat dan disana ia menikah
dengan puteri Saudagar Kaya. Di tempat istrinya tersebut ia menjadi saudagar yang kaya raya,
singkat cerita dengan keberhasilannya tersebut Ajong Kinggi sampai memiliki tujuh istri.
Suatu hari Ajong Linggi mengajak ketujuh istrinya menjenguk ibunya. Setelah sampai dan
melihat Ibunya ia enggan mengakui ibunya. Istri pertama yang mengenal ibunya mendesak
Ajong Linggi agar mengakui Ibunya. Tapi keenam istri yang lain menghasut Ajong Linggi.
Akkhirnya Ajong Linggi termakan Hasutan keenam istrinya dan tidak mau mengakui Ibunya.
Akhirnya Ibunya bersumpah “Jika Ajong Linggi bukan anaknya maka ia akan selamat sampai
di tujuan pulang , Jika memang anaknya maka kapal akan pecah di tengah lautan” . Perlahan
kapal Ajong Linggi menjauh dari sisi pantai meninggalkan Ibunya. Sampai di tengah lautan
muncul gelombang besar, angin maut , petir, dan hujan badai sehingga membuat kapal Ajong
Linggi pun hancur berkeping-keping.
Di dalam kapal Ajong Linggi terdapat berbagai macam harta benda, diantaranya ada kerungun
manuk (kandang burung) yang memuat berbagai jenis burung sepertt Kanagnk, tiung, dll. Semua
benda tersebut terlempar ke laut, termasuk kandang burung tadi. Kandang burung tersebut
terlempar tepat di sebuah sumber mata air. Lama kelamaan air laut mengering karena tertutup
Kandang Burung milik Ajong Linggi. Akhirnya di tempay dimana kandang berada
tumbuhlah MUNGGUK ( bukit/gunung). Oleh karena bukit tersebut berasal dari sebuah
kandang maka dinamakan “KIOGNK KANAGNK” (Tiong Kandang) . Karena bukit dipenuhi
oleh burung tiong maka akhirnya namanya lebih populer dengan nama Bukit Tiong Kandang.

B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kisah Tiong Kandang


Nilai-nilai moral yang berhubungan dengan diri sendiri terdapat dalam cerita ini ialah

Nilai kerja keras.


Sikap bekerja keras diartikan sebagai sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif
dan tidak suka berpangku tanggan, selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan suatu
pekerjaan, suka bekerja keras, tekun dan pantang menyerah, Zuriah (2008:82). Kutipan yang
berkaitan dengan kerja keras dalam cerita rakyat Dayak Taba terdapat dalam Kiong Kandang
seperti yang dideskripsikan sebagai berikut ;

8
“Pada zaman dahulu hiduplah seorang ibu yang mempunyai anak bernama Ajong Linggi. Ajong
Linggi pergi berlayar untuk mencari rejeki negeri seberang…Singkat cerita dengan
keberhasilannya tersebut Ajong Linggi sampai memiliki tujuh istri.
Kutipan dalan cerita Kiong Kandang menggambarkan kegigihan seorang pemuda yang bernama
Ajong Linggi yang pergi merantau ke negeri seberang untuk mencari rejeki, dan di sana ajong
Linggi bekerja keras hingga menjadi saudagar kaya dan mempersunting tujuh istri.
Bekerja keras merupakan kemampuan mencurahkan/mengarahkan seluruh usaha dan
kesungguhan yang dimiliki seseorang. Sikap bekerja keras yang tergambar dalam cerita Kiong
Kandang merupakan nilai moral yang patut dicontoh. Di dalam cerita ini digambarkan
bagaimana nasib Ajong Linggi berubah drastis dari rakyat jelata hingga menjadi saudagar kaya
raya.

Nilai Saling Menghargai


Menghargai dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku yang menunjukan sikap menghormati dan
menghargai upaya orang lain, Zuriah (2008:83). Kutipan yang berkaitan dengan Sikap
menghargai dalam cerita rakyat Dayak Taba terdapat dalam cerita Kiong Kandang seperti yang
dideskripsikan sebagai berikut ;
“Pada suatu hari Ajong Linggi berencana mengajak ketujuh istrinya pulang ke tanah
kelahirannya dan menjenguk ibunya. Sesampainya di tanah kelahiran dan melihat kondisi ibunya
yang tua renda dan penampilan kumuh ia enggan mengakui ibunya. Istri pertama mendesak
Ajong Linggi agar mengakui wanita tersebut sebagai Ibunya. Akan tetapi keenam istri yang lain
menghasut Ajong Linggi agar tidak mengakui wanita tersebut sebagai ibunya, dan akhirnya
Ajong Linggi termakan hasutan keenam istrinya. Wanita tua itu kecewa dan dalam hati ia
bersumpah “Tuhan tunjukkanlah jika Ajong Linggi bukan anakku maka selamatlah dia pulang
sampai tujuan, jika Ajong Linggi adalah anakku maka datangkanlah malapetaka, buatlah kapal
tersebut pecah di tengah lautan”….Perlahan kapal Ajong Linggi menjauh dari sisi pantai
meninggalkan Ibunya. Sesampainya kapal tersebut di tengah lautan tiba-tiba muncul gelombang
yang sangat besar, badai dan pentir sehingga membuat kapal yang ditumpangi Ajong Linggi
porak poranda dan karam di tengah lautan…”
Kutipan yang terdapat di dalam cerita Kiong Kandang seperti kutipan di atas mengisahkan
seorang anak yang durhaka kepada orang tua. Seorang anak yang benama Ajong Linggi seorang
saudagar kaya raya yang tidak mengakui ibunya karena kondisinya yang tua renta dan
penampilan kumuh. Sikap yang tunjukkan oleh Ajong Linggi pada cerita tersebut meruapakan
sikap tercela yang harus dihindari. Keteladanan yang dapat dipetik dalam cerita Kiong Kandang
adalah seorang anak haruslah menghargai orang tuanya, apalagi seorang ibu yang telah
melahirkan dan membesarkan Ajong Linggi hingga menjadai saudagar kaya raya tidaklah boleh
durhaka kepada orang tua.

9
CERITA RAKYAT KALIMANTAN UTARA SERTA NILAI-NILAI YANG
TERKANDUNG

A. Cerita Lahai Bara (Busang Mayun)


Kisah Lahai Bara merupakan cerita asal usul kejadian tempat bernama pulau Hanyu atau Busang
Mayun. dikisahkan tentang pesan Raja Pare Anyi kepada Lahai Bara, putrinya yang akan
menjadi raja setelah dia meninggal.Paren Anyi adalah raja yang sangat bijaksana dan dicintai
rakyatnya. Ketika dia berpesan kepada Lahai Bara dan para bangsawan kerajaan, jika dia
meninggal untuk dimasukkan pada peti batu dan dihanyutkan di Sei. Kayan dan jangan
dikuburkan sebagaimana harusnya. LAhai Bara menerima sebagai perintah dan tanda baktinya
kepada ayahnya, akan tetapi tidak ada orang yang setuju Lahai Bara melaksanakan permintaan
itu. ketika Paren Anyi meninggal, kampung jadi sunyi dan semua prahu hilang dari pinggir
sungai. Hal itu tidak menyurutkan niat Lahai Bara untuk memenuhi permintaan terakhir
ayahandanya. Lahai Bara sadar sesuatu tengah terjadi. Dengan kesal diikatnya peti mati
ayahandanyadengan seutas tali, lalu diseretnya keluar rumah duka sambil membawa dayung, ia
mencari perahu. Lahai Bara berjalan dari sebelah barat tepi sungai Kayan yang melingkar berliku
sampai ke timur. Tanpa sadar ujung dayung yang dibawanya menggores tanah, menciptakan
garis sesuai arah langkanya garis tanah goresan ujung dayung itu pelan-pelan dialiri air, yang
semakin lama semakin besar dan dalam, hingga akhirnya daratan ditengahnya menjadi sebuah
pulau. Lahai Bara berdiri di pulau itu dengan heran. Keajaiban itu telah terjadi. Karana seperti
hanyut, maka disebutlah Busang Mayun atau Pulau Hanyu. Saat itu pulalah ia mendengar
ayahandanya. Ayahnya meminta mayatnya dibiarkan di sana. Tidak perlum di kubur. Lahai Bara
pun mengikuti pesan suara itu. penduduk melihat bahwa Lahai Bara sangat keras hati dan tidak
surut ketika niatnya dihalangi.

B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kisah Busung Mayun

Nilai Moral
“Lahai Bara sangat perduli dengan masyarakatnya segala keputusan dan perintahnya sangat
dihargai, karena semuanya untuk kepentingan orang banyak. Itu lah yang membuat orang-orang
senang dengan Lahai Bara”.
Kutipan diatas menunjukan dalam cerita Busang Mayun terdapat nilai moral dari tokoh Lahai
Bara yang menujukan kewibawaan seorang pemimpin dengan hati yang sangat baik dan ramah
sehingga masyarakatnya sangat senang dengan segala keputusan dan perintahnya, karena
semuanya itu untuk kepentingan orang banyak bukan untuk kepentingan diri sendiri. Pada waktu
itu kehidupan masyarakat yang dipimpin oleh Lahai Bara sangat sejahtera baik dari segi
kebutuhan hidup dan dalam pembangunan berjalan denga baik, dikarenakan masyarakatnya
sangat patuh akan perintah dari pemimpinnya.

10
“Kita tidak bisa hidup seperti ini, salah satu dari kita harus mencari daerah lain” dan saya harus
mengalah demi kebaikan dan demi ketenraman masyarakat”. Kata anak kedua dari Lahai Bara.
Kutipan tersebut mengandung nilai moral yang menunjukan rasa besar hati seorang adik kepada
kakaknya yang tidak ingin bersaing merebut jabatan dan lebih mementingkan kesejahteraan
masyarakatnya, sehingga ia mengabaikan kekerasan hatinya dan lebih memilih mengalah demi
kebaikan untuk masyarakatnya.
“Anak kedua Lahai Bara, memegang dayung dan ingin mencari perahu untuk menyelamatkan
diri dan peti ayahnya. Lalu ia menyeret dayung itu, dan berlari ingin menyelamatkan peti
ayahnya”.
Kutipan di atas menjelaskan hati seorang anak yang sangat mencintai ayahnya, sehingga dalam
kutipan menjelaskan bagaimana anak kedua dari Lahai Bara memegang dayung dan mencari
perahu untuk segera menyelamatkan petih ayahnya, anak kedua dari Lahai Bara ini sangat panik
sehingga membuat ia berlari untuk menyelamatkan peti ayahnya dimana pada waktu itu
pemukiman mereka dilanda banjir yang datang dengan tiba-tiba.

Nilai Adat-Istiadat
“Pada waktu kepemimpinannya masyarakat sangat sejahtera dan hidup damai, segala kebutuhan
dan keperluan dapat terpenuhi sehingga masyarakatnya tidak kesusahan, dibawah
kepemimpinannya. Mereka selalu bergotong royong dalam membangun desa mereka”.
Kutipan tersebut menunjukan masyarakat suku Dayak Kenyah pada waktu itu sudah mengenal
budaya gotong royong, gotong royong dalam membangun, baik itu dalam membangun rumah,
dan hal-hal yang melibatkan orang banyak. Masyarakat suku Dayak Kenyah dalam
bermasyarakat sangat membutuhkan sosok pemimpin yang bisa memimpin dan mengayomi
masyarakatnya, ditunjukan dalam cerita bahwa sosok Lahai Bara sangat disenangi oleh
masyarakatnya karena kepemimpinannya yang bagus dan selalu mengutamakan orang banyak
tidak mementingkan dirinya sendiri.
“Lalu masyarakat membuat peti dari batu dan menyimpan mayat Lahai Bara di dalam peti batu
itu”.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Masyarakat suku Dayak Kenyah pada zaman dahulu jika
memakamkan orang yang telah meninggal dunia tidak dikuburkan seperti biasanya melainkan
mayat itu disimpan dalam sebuah peti yang terbuat dari kayu, yaitu sebuah batang kayu yang
dilubangi lalu mayat didiamkan didalam lubang kayu itu, lalu petinya disimpan diatas pohon
kayu yang besar. Jika mayat telah membusuk dan telah menjadi tulang, tulangnya diambil oleh
keluarganya dan dikuburkan. Dalam cerita Busang Mayun ini, peti Lahai Bara dibuat dari batu
itu sebagai penghormatan masyarakat kepada Lahai Bara karena kepemimpinannya dalam
memimpin masyarakat sangat di senangi dan masyarakat sangat menghormati sosok seorang
Lahai Bara yang sangat berjasa dan yang telah lama memimpin masyarakat di tempat itu.
Masyarakat sangat kehilangan sosok seorang pemimpin seperti Lahai Bara sehingga mereka

11
memutuskan untuk mengenangnya dengan membuat peti yang terbuat dari batu, supaya tidak
mudah lapuk.
“Mereka menyusuri sungai untuk mencari daerah tempat tinggal mereka dengan menggunakan
perahu panjang”.
Adat istiadat maupun budaya masyarakat suku Dayak Kenyah pada zaman dahulu selalu
menggunakan perahu panjang jika mereka berpergian ketempat-tempat yang jauh dan membawa
orang banyak. Perahu panjang ini jika disebut dalam bahasa Dayak Kenyah Lebu’ Kulit adalah
“Alut Pasa”.
Perahu panjang ini adalah alat transportasi untuk berpergian kedaerahdaerah yang jauh,
bentuknya perahu panjang ini panjang dan kedua ujung perahu lancip, memuat sekitar dua puluh
orang. Pada waktu itu orang-orang hanya menggunakan dayung, hanya mengandalkan kekuatan
tangan untuk mendorong perahu dan mengarahkan perahu tersebut.
“Mereka menetap dan anak kedua dari Lai Bara menjadi pemimpin mereka dan mereka
bergotong royong membuat pemukiman di daerah itu”.
Adat-istiadat masyarakat suku Dayak Kenyah jika misalnya anak yang lahir dari pemimpin atau
disebut sebagai kepala suku sangat dihormati dan memiliki kelas yang tinggi berbeda dengan
masyarakat biasa. Jika ayahnya telah meninggal makan jabatan ayahnya tersebut akan diambil
atau diteruskan oleh anaknya. Begitu juga dengan anak dari Lai Bara yang otomatis diangkat
sebagai pemimpin masyarakatnya karena dilihat dari riwayat keluarganya.

Nilai Agama
“Melihat banjir itu semakin naik ia pun mulai panik dan berkata “Hentikanlah banjir ini ya dewa
air”.
Kutipan tersebut menunjukan zaman dulu telah mengenal kepercayaan, kepercayaan anak kedua
dari Lahai Bara dalam cerita Busang Mayun ini mempercayaai akan adanya dewa dalam cerita
menunjukan bahwa ia meminta pertolongan kepada dewa, sedangkan anak kedua dari Lahai Bara
ini memiliki kekuatan yang telah diwariskan dari keturunan ayahnya, meskipun ia memiliki
kekuatan tetapi ia tetap meminta pertolongan kepada dewa air, menunjukan bahwa ia lebih
mempercayai dewa air, dan dewa air itulah yang memberikan banjir itu itulah ia tidak bisa
melawan dewa. Dan hanya meminta pertolongan kepada dewa air. Budaya tersebut menunjukan
manusia meskipun memiliki kekuatan yang luar biasa masih ada yang bisa melebihi
kekuatannya, maka jangan selalu mengandalkan kekuatan yang ada pada diri kita karena masih
ada yang lebih berkuasa yaitu Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan seisi dunia ini.
“Sampai disinilah kita melihat jasat ayah saya dan akhirnya kita tidak akan pernah melihatnya
lagi, dan saya bersumpah demi Bungan Malan, kita tidak akan bisa pergi ke hulu sungai
melewati Pulau ini”.

12
Kutipan cerita Busang Mayun menunjukan kepercayaan masyarakat mempercayai adanya yang
lebih berkuasa, dewa atau yang dipercaya oleh masyarakat dalam cerita Buasang Mayun adalah
percaya kepada dewa Bungan Malan, Bungan Malan dipercaya adalah dewa yang dipercaya bisa
melindungi masyarakat suku Dayak Kenyah, memberikan rejeki dan sangat berkuasa di alam
semesta. Dalam kutipan menunjukan bahwa anak kedua dari Lahai Bara menggunakan nama
dewa Bungan Malan dalam bersumpah, menunjukan bahwa ia sangat meninggikan dan
mengandalkan dewa Bungan Malan agar sumpahnya itu dapat benar-benar terjadi.

Nilai Sosial
Nilai sosial dalam cerita Busang Mayun menunjukan suku dayak telah mengenal hidup bersosial
dengan sesama, ditunjukan dengan adanya aktivitas-aktivitas masyarakat secara bersama-sama
baik dalam membangun juga dalam berkomunikasi terhadap satu dengan yang lain. Kutipan-
kutipan yang menunjukan adanya nilai sosial dalam cerita Busang Mayun adalah sebagai berikut.
“Mereka selalu bergotong royong dalam membangun desa mereka. Lahai Bara sangat perduli
dengan masyarakatnya segala keputusan dan perintahnya sangat dihargai, karena semuanya
untuk kepentingan orang banyak. Itu lah yang membuat orang-orang senang dengan Lahai Bara”.
Kutipan tersebut menunjukan cerita Busang Mayun, masyarakat telah mengenal budaya gotong
royong, budaya gotong royong dimasyarakat suku Dayak Kenyah telah ada, dan terus berjalan
dari waktu-kewaktu gotong royong dalam membangun, dan berpartisipasi dalam segala hal yang
melibatkan banyak orang. Dalam cerita Busang Mayun menjelaskan bahwa kepemimpinan
seorang Lahai Bara membuat masyarakatnya sangat antusias dalam bergotong royong, karena
masyarakat sangat senang dengan kepemimpinan dari Lahai Bara, ia memimpin masyarakat
dengan baik dan selalu mementingkan kepentingan orang banyak dan tidak mementingkan
dirinya sendiri.

13
CERITA RAKYAT KALIMANTAN TIMUR SERTA NILAI-NILAI YANG
TERKANDUNG

A. Cerita Putri Aji Tatin


sejak tahun 1700 an di tanah Pasir sudah ada sistem pemerintahan kerajaan yang sangat teratur.
Di bawah pemerintahan kerajaan tersebut, rakyat hidup sejahtera. Kekuasaan raja yang
memimpin pada waktu itu sangat luas, membentang hingga ke bagian selatan. Daerah tersebut
merupakan sebuah teluk yang kaya akan hasil laut, dan pemandangan disana pun sangat indah.
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sepanjang teluk hidup
sebagai nelayan dan petani yang sangat makmur.
Sultan yang memerintah kerajaan pada waktu itu adalah Sultan Aji Muhammad. Sultan
mempunyai seorang putri bernama Aji Tatin. Putri tersebut menikah dengan Raja Kutai. Kepada
ayahnya, Aji Tatin meminta warisan untuk masa depannya. Sultan Aji Muhammad kemudian
memberikan wilayah teluk yang saat itu memang belum memiliki nama.
Pada suatu hari, ketika orang-orang yang bertugas mengumpulkan upeti dari rakyat untuk Aji
Tatin sedang naik perahu, datanglah angin topan yang dahsyat. Upeti dari rakyat yang sedang
mereka bawa saat itu berupa papan dengan jumlah yang sangat banyak. Karena merasa tidak
mampu untuk melawan badai, para pendayung perahu tersebut berusaha merapat ke pantai.
Namun, karena gelombang yang sangat besar dan angin topan tersebut, perahu pun terhempas ke
sebuah karang. Alat untuk mendayung (tokong/galah) pun patah dan perahu pun karam.
Panglima Sendong yang memimpin rombongan tersebut dan semua anak buahnya meninggal.

B. Nilai yang Terkandung dalam Kisah Busung Mayun.

Nilai Gemar Membaca


Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya (Kurikulum, 2010: 9-10).
Adapun wujud dari nilai gemar membaca dapat dilihat melalui cerita rakyat berikut.
“Putri Aji Tatin” dari Kalimantan Timur Waktunya banyak digunakan untuk belajar. Kadang
Permaisuri dan Raja kasihan melihatnya belajar terlalu giat (Ross, 2019: 196).
Kutipan di atas memperlihatkan Putri Aji Tatin yang gemar membaca karena banyak
menggunakan waktunya untuk belajar.

14
CERITA RAKYAT KALIMANTAN TENGAH SERTA NILAI-NILAI YANG
TERKANDUNG

A. Cerita Ambun Dan Rimbun


Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah
seorang janda bersama dua orang anak laki-lakinya yang sudah remaja. Anak pertamanya
bernama Ambun, sedangkan anak keduanya bernama Rimbun. Banyak orang di kampung itu
mengira mereka saudara kembar, karena wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Namun
sebenarnya mereka bukanlah saudara kembar, karena umur keduanya selisih satu tahun.
Ambun dan Rimbun adalah anak yang rajin dan hormat kepada orang tua. Setiap hari mereka
membantu ibunya mencari kayu bakar ke hutan dan menjualnya ke pasar. Pada suatu sore,
Rimbun melihat abangnya termenung seorang diri di beranda rumah mereka.
“Bang! Apa yang sedang Abang pikirkan” tanya Rimbun.
“Abang sedang memikirkan nasib keluarga kita. Kalau setiap hari hanya mencari kayu bakar,
kehidupan kita tidak akan pernah membaik,”keluh Ambun.
“Lalu, apa rencana Abang” tanya Rimbun.
“Abang akan pergi merantau untuk mengubah nasib keluarga kita. Banyak orang di kampung ini
kehidupannya menjadi lebih baik sepulangnya dari merantau,“ jelas Ambun.
“Wah, kalau begitu, Adik akan ikut Abang,”kata Rimbun.
“Jangan, Dik! Kamu di sini saja menemani ibu. Kalau Adik ikut, kasihan ibu ditinggal
sendiri,”cegah Ambun.
“Tidak, Bang! Adik harus ikut Abang,”tegas Rimbun bersikukuh ingin pergi merantau bersama
Abangnya.
“Baiklah, kalau begitu,“ kata Rimbun mengizinkan adiknya ikut serta.
Malam harinya, kedua kakak-beradik itu menyampaikan niat mereka kepada sang Ibu.
Mendengar hal itu, sang Ibu hanya terdiam. Ia bingung bagaimana menyikapi keinginan kedua
putranya. Menurutnya, apa yang dikatakan kedua putranya itu memang benar, bahwa merantau
dapat memperbaiki kehidupan keluarga mereka, tetapi di satu sisi, umur mereka masih sangat
muda.
“Bagaimana, Bu ? Apakah ibu mengizinkan kami pergi” Ambun kembali bertanya.
“Sebenarnya Ibu merasa berat mengizinkan kalian pergi. Ibu khawatir terhadap keselamatan
kalian berdua di rantau. Kalian masih terlalu muda untuk merantau,” jawab sang Ibu dengan
berat hati.

15
“Iya, Bu! Tapi, kami berdua bisa jaga diri dan saling menjaga,” sahut Rimbun.
“Baiklah, kalau memang kalian bersikukuh akan pergi, Ibu mengizinkan. Tapi Ibu berpesan,
kalian harus menghormati orang lain dan jangan berpisah. Kalaupun harus berpisah, hendaknya
kalian saling mengabari,” ujar sang Ibu.
“Terima kasih, Bu!” ucap keduanya serentak dengan perasaan gembira.
Ambun dan Rimbun segera menyiapkan segala keperluan mereka, termasuk celana dan baju
mereka yang terbuat dari kulit kayu. Sementara sang Ibu sibuk menyiapkan makanan untuk bekal
mereka di jalan. Ia memasak empat belas buah ketupat dan empat belas butir telur ayam untuk
mereka berdua. Masing-masing mendapat tujuh buah ketupat dan tujuh biji telur ayam. Setelah
itu, ia mengambil beberapa butir beras dan mencelupkannya ke dalam air, lalu mengoleskannya
di ubun-ubun mereka seraya berdoa:
“Semoga Ranying Hatalla Langit (semoga Tuhan melidungi kalian berdua).“
Saat tengah malam, perempuan paruh baya itu membuka sebuah peti besi kecil berisi dua bilah
dohong (keris pusaka) yang bentuk dan ukurannya sama. Yang satu berlilitkan kain merah dan
yang satunya lagi berlilitkan kain kuning. Yang berlilitkan kain merah diserahkan kepada
Ambun, sedangkan yang berlilitkan kain kuning diberikan kepada Rimbun.
“Senjata pusaka ini adalah peninggalan almarhum ayah kalian. Tapi, ingat! Senjata ini hanya
boleh kalian gunakan jika dalam keadaan mendesak,” pesan sang Ibu seraya mencium kening
kedua putra tercintanya.
“Baik, Bu! Kami akan selalu mengingat pesan Ibu,” kata Ambun dan Rimbun serentak.
Keesokan harinya, Ambun dan Rimbun bersiap-siap untuk berangkat dan berpamitan kepada
sang Ibu tercinta. Suasana haru pun menyelimuti hati sang Ibu dan kedua putranya itu. Air mata
sang Ibu tidak dapat dibendung lagi. Demikian pula kedua orang kakak-beradik itu. Mereka tidak
kuat menahan rasa haru.
“Berangkatlah, Nak! Nanti kalian kemalaman di jalan. Jika sudah berhasil, cepatlah kembali
menemani Ibu di sini!” pesan sang Ibu.
“Baik, Bu! Kami akan segera kembali jika sudah berhasil,” jawab keduanya serentak.
Usai mencium tangan sang Ibu, keduanya pun pergi meninggalkan kampung halaman mereka.
Sang
Ibu berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangan mengiringi kepergian kedua putranya.
Setelah keduanya menghilang di tikungan jalan kampung, barulah ia masuk ke dalam rumah.
Ambun dan Rimbun berjalan mendaki gunung, menuruni lembah, dan menyeberangi sungai.
Mereka berjalan mengikuti arah matahari terbenam. Saat malam tiba, mereka berhenti untuk
beristirahat Ketupat dan telur pemberian sang Ibu mereka makan sedikit-sedikit. Ketika matahari
mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tidak
terasa, sudah berhari-hari mereka berjalan.

16
Ketika memasuki hari ketujuh, Rimbun mendadak jatuh sakit, karena kelelahan berjalan jauh.
Melihat kondisi adiknya itu, Ambun menjadi panik. Ia pun mencoba mengobati adiknya dengan
memberinya minuman dari berbagai macam air akar-akaran. Namun, tidak satu pun yang mampu
menyembuhkannya. Tidak terasa air matanya pun bercucuran membasahi pipinya. Ia sangat
menyesal dan merasa bersalah karena telah mengizinkan adiknya ikut serta. Beberapa saat
kemudian, Rimbun akhirnya meninggal dunia.
“Rimbun… Adikku! Jangan tinggalkan Abang…!” teriak Ambun memecah kesunyian di tengah
hutan.
Namun apa hendak diperbuat, adik tercintanya benar-benar telah menghembuskan nafas
terakhirnya. Dengan diselimuti perasaan sedih, Ambun segera menggali lubang untuk kuburan
adiknya. Setelah menguburkan jazad adiknya, Ambun mencabut dohong adiknya. Mata dohong
itu ditancapkan di bagian kepala, sedangkan warangkanya ditancapkan di bagian kaki kuburan
itu. Sementara kain berwarna kuning pembungkus dohong itu diikatkan pada nisannya.
Setelah itu, Ambun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri hutan lebat. Saat hari menjelang
siang, perutnya terasa lapar. Ia pun membuka bungkusan makanannya di bawah
sebuah pohon besar dan tinggi. Setelah bungkusan itu terbuka, barulah ia menyadari ternyata
bekalnya sudah habis. Hatinya pun mulai cemas. Ia lalu memanjat pohon besar dan tinggi
tempatnya berteduh itu. Sesampainya di atas, ia melihat kepulan asap tidak jauh dari tempatnya
berada.
“Wah, pasti ada orang di sana,” pikirnya dengan perasaan gembira.
Tanpa berpikir panjang, ia segera turun dari atas pohon lalu berjalan menuju ke arah kepulan
asap.
Setelah beberapa lama berjalan, terlihatlah sebuah rumah di tengah hutan. Saat menghampiri
rumah itu, ia melihat seorang nenek sedang mengumpulkan kayu bakar di samping rumahnya.
Agar nenek itu tidak terkejut, ia pun mendehem.
“Hemm, sedang apa, Nek” tanya Ambun.
“Mengumpulkan kayu bakar,” jawab nenek itu.
“Siapa engkau ini anak muda” Kenapa bisa sampai ke tempat ini”“ nenek itu balik bertanya.
“Saya Ambun, Nek,” jawab Ambun, lalu ia menceritakan semua peristiwa yang dialaminya
hingga sampai di tempat itu.
“Nenek berduka cita atas meninggalnya adikmu,” kata nenek itu dengan perasaan haru.
Oleh karena merasa kasihan, perempuan tua itu mengizinkan Ambun untuk tinggal bersamanya.
Setiap hari Ambun membantunya untuk mencari kayu bakar. Si Nenek pun sangat menyayangi
Ambun seperti cucunya sendiri.
Pada suatu hari, sambil mengumpulkan kayu bakar, nenek itu bercerita kepada Ambun bahwa
sebenarnya ia adalah bagian dari keluarga Kerajaan Sang Sambaratih. Ia diusir karena

17
pernikahannya dengan almarhum suaminya yang berasal dari rakyat biasa. Meskipun dikucilkan
dari istana, nenek malang itu masih mendapat perhatian dari sebagian keluarga istana. Hampir
setiap minggu ada pengawal istana yang mengantarkan makanan untuknya.
Suatu hari, datanglah dua orang utusan dari istana Sang Sambaratih membawa makanan untuk si
Nenek. Sebelum kembali ke istana, kedua utusan tersebut memberitahukan kepadanya
bahwa raja akan mengadakan sayembara memetik bunga melati. Barang siapa yang dapat
melompat dari halaman rumah istana sampai ke atap istana untuk mengambil bunga melati, dan
menyerahkannya kepada putri raja, maka dia akan dijadikan menantu raja. Akan tetapi jika
gagal, maka dia akan mendapat hukuman gantung.
Si Ambun yang mendengar kabar itu, hampir semalaman tidak dapat memejamkam matanya. Ia
ingin sekali mengikuti sayembara itu. Keesokan harinya, Ambun menemui si Nenek.
“Nek, bolehkah Ambun mengikuti sayembara itu” tanya Ambun.
“Oh jangan, Cucuku! Kamu akan dihukum gantung jika gagal memetik bunga melati itu,” cegah
si Nenek.
“Nenek tidak usah khawatir. Ambun pasti dapat mengatasinya,” kata si Ambun seraya
memperlihatkan senjata dohongnya.
“Benda apa ini, Cucuku”“ tanya si Nenek penasaran.
“Senjata pusaka peninggalan ayahku, Nek. Senjata ini dapat menolong jika diperlukan,” jelas
Ambun.
Si Nenek pun yakin dan percaya dengan kata-kata Ambun, dan mengizinkannya untuk mengikuti
sayembara tersebut. Keesokan harinya, Ambun sudah bersiap-siap berangkat menuju istana
untuk mengikuti sayembara tersebut.
“Maaf, Nek! Ambun ada satu permintaan,” kata Ambun.
“Apakah itu, Cucuku”“ tanya si Nenek penasaran.
“Bersediakah Nenek menyaksikan sayembara itu. Jika seandainya Ambun gagal, Nenek dapat
menyaksikan Ambun menjalani hukuman gantung, dan saat itu adalah pertemuan terkahir kita,”
bujuk Ambun.
Oleh karena sayang kepada Ambun, nenek itu pun memenuhi keinginan Ambun. Maka
berangkatlah mereka berdua menuju istana. Selama dalam perjalanan, si Nenek senantiasa
diselimuti perasaan cemas. Sementara si Ambun meminta kepada si Nenek untuk mendoakannya
agar dapat meraih kemenangan.
Setibanya di halaman istana, penonton sudah penuh sesak dan para peserta sudah bersiap-siap
mengikuti sayembara. Peserta sayembara tersebut terdiri dari delapan orang, yaitu
tujuh pangeran dari kerajaan bawahan Kerajaan Sang Sambaratih, dan si Ambun sendiri. Satu
per satu pangeran tersebut mengeluarkan kesaktiannya, namun tak seorang pun yang berhasil
melompat ke atap istana dan memetik bunga melati. Kini giliran Ambun yang akan

18
memperlihatkan kesaktiannya. Ketika Ambun memasuki arena, para penonton bertepuk tangan
disertai dengan suara ejekan. Mereka meragukan kemampuan Ambun. Jangankan Ambun yang
hanya orang kampung, para pangeran saja tidak satu pun yang berhasil melalui ujian itu. Namun
dengan penuh percaya diri, Ambun tetap tenang dan berkonsentrasi penuh. Saat mengambil
ancang-ancang, dengan suara nyaring Ambun berteriak memanggil ayahnya sambil mencabut
dohong pusaka yang terselip dipinggangnya.
Dengan secepat kilat, Ambun melejit ke atas atap memetik bunga melati itu dan
menyerahkannya kepada tuan putri yang duduk di samping raja. Seketika itu pula suara tepuk
tangan dan teriakan penonton bergemuruh bagaikan membelah bumi. Suara teriakan penonton
bukan lagi suara ejekan, melainkan suara kekaguman melihat kesaktian Ambun. Raja yang
menyaksikan peristiwa itu langsung berdiri sambil bertepuk tangan dengan penuh kekaguman.
Sementara ketujuh pangeran tersebut merasa tidak puas. Mereka pun menyatakan perang kepada
raja Sang Sambaratih. Namun atas bantuan Ambun dengan senjata dohongnya, ketujuh pangeran
tersebut dapat dikalahkan.
Akhirnya, Ambun dinikahkan dengan putri raja. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan
meriah selama tujuh hari tujuh malam. Seminggu setelah pernikahan mereka, raja Sang
Sambaratih menyerahkan kekuasaannya kepada Ambun, karena sudah tua. Sejak dinobatkan
menjadi raja, Ambun berusaha mencari ibunya.
Pada suatu hari, Ambun bersama beberapa orang pengawalnya menyusuri jalan yang pernah
dilaluinya ketika ia berangkat merantau. Setelah tujuh hari tujuh malam berjalan, ia pun
menemukan ibunya. Alangkah bahagianya sang Ibu saat melihat anaknya kembali dan berhasil
menjadi raja. Namun, di satu sisi, sang Ibu tetap bersedih karena kehilangan Rimbun anak
bungsunya.
Oleh karena tidak ingin melihat ibunya bersedih, Ambun bersama ibu dan para pengawalnya
pergi mencari kuburan Rimbun. Setelah menemukan kuburan Rimbun, ibunya meminta Ambun
mencari Danum Kaharingan Belom (air kehidupan) untuk menghidupkan kembali adiknya.
Ambun segera memerintahkan sebagian pengawalnya untuk menggali kuburan itu, dan
memerintahkan sebagian yang lain untuk mencari Danum Kaharingan Belom (air kehidupan)
di Bukit Kamiting.
Menjelang sore, pengawal yang diutus ke Bukit Kamiting telah kembali dengan membawa
Danun Kaharingan Belom. Ambun segera meneteskan air kehidupan itu ke tulang-tulang adiknya
yang sudah terpisah-pisah. Tidak lama kemudian, tulang-tulang itu menyusun diri. Daging dan
kulitnya pun kembali seperti semula. Akhirnya Rimbun hidup lagi. Keluarga Ambun kini telah
berkumpul kembali. Setelah itu, Ambun mengajak keluarganya hidup bersama di istana Kerajaan
Sang Sambaratih dengan penuh kebahagiaan.

B. Nilai yang Terkandung dalam Kisah Ambun & Rimbun

19
Nilai Agama
“Ambun dan Rimbun” dari Kalimantan Tengah Begitu gilirannya tiba, Ambun berdoa.
“Ia memohon pada Tuhan agar bisa melakukannya” (Ross, 2019: 175).
Kutipan di atas memperlihatkan sikap religius Ambun yang berdoa terlebih dahulu sebelum
memulai sesuatu.

Nilai Tanggung Jawab


“Abang sedang memikirkan nasib keluarga kita. Kalau setiap hari hanya mencari kayu bakar,
kehidupan kita tidak akan pernah membaik,”keluh Ambun.
Dalam kutipan diatas, Ambun memiliki rasa tanggung jawab dalam memperbaiki dan
memberikan kehidupan yang lebih layak untuk keluarganya.

20

Anda mungkin juga menyukai