Anda di halaman 1dari 4

Nama : Christine R Purba

Nim : 180200283 (Grup D)

RIWAYAT HUKUM PERBURUHAN

SETELAH INDONESIA MERDEKA

A. Pasca Proklamasi (1945-1958)


Pada masa pemerintahan Soekarno pasca proklamasi, peraturan
ketenagakerjaan yang ada cenderung memberi jaminan sosial dan
perlindungan kepada buruh, melalui Peraturan Perundangan
Ketenagakerjaan1, antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948
Tentang Kerja Buruh; 2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang
Kecelakaan Kerja; 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang
Pengawasan Perburuhan; 4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954
Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan; 5)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial; 6) Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1956 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO) Nomor 98 mengenai Dasar-dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama;dan 7) Permenaker No. 90 Tahun 1955 Tentang
Pendaftaran Serikat Buruh.

B. Orde Lama (1959-1966)


Pada masa ini, Kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan
dengan sistem yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain
dengan dibentuknya Dewan Perusahaan di perusahaan-perusahaan yang
diambil alih dari Belanda dalam rangka program nasionalitas, untuk

1
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm.12
mencegah meningkatnya pengambil alihan perusahaan Belanda oleh
buruh.2 Gerak politis ddan ekonomis buruh juga ditandai dengan
dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinngi Nomor 4 Tahun
1960 tentang pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di
perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital. Perbaikan
nasib buruh terjadi karena ada Gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-
serikat Buruh Seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SBIMM,SBIRBA.

C. Orde Baru
Pada masa ini, kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintahan
Orde Baru juga mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas
nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya
sejak awal Pelita III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan
dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila). Serikat Pekerja di
tunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 mengenai
Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding
Bersama, serta Peraturan Menakertranskop Nomor 8/EDRN/1974 dan
Nomor 1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di
Perusahaan Swasta dan pendaftaran Organisasi Buruh, terlihat bahwa pada
masa ini kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh
pemerintah. Peran Militer dalam prakteknya sangat besar3 misal dalam
penyelesaian perselisihan perburuhan.

D. Reformasi
Pada masa reformasi, peraturan terkait perburuhan dan ketenagakerjaan
mengalami perubahan secara dinamis. Apalagi, terjadi pergantian
pemerintahan dalam kurun yang singkat, mulai dari Pemerintahan
Presiden B.J. Habibie (1998-1999), Presiden Abdurrahman Wahid (1999-
2
Laurencius Arliman S, Perkembangan dan Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jurnal,
3
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
(Jakarta: Retika Aditama Press, 2012), hlm 21.
2001), Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), hingga Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memerintah pada rentang 2004-
2014.

Presiden Habibie pada awal kepemimpinannya meluncurkan Keputusan


Presiden Nomor 83 Tahun 1998 yang memberi perlindungan hak
berorganisasi. Selain itu, ada pula ratifikasi aturan ILO terkait usia
minimum untuk bekerja. Tidak ketinggalan, pada masa pemerintahan ini
juga diluncurkan perpu yang mengatur tentang pengadilan HAM.

Sementara itu, pada masa Pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid,


dilakukan perlindungan terhadap para pekerja atau serikat buruh. Upaya
perlindungan itu dilakukan dengan peluncuran UU nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja. Selain sebagai upaya perlindungan, UU ini juga
dipakai sebagai sarana untuk memperbaiki iklim demokrasi saat itu.

Selanjutnya, pada masa Pemerintahan Presiden Megawati, aturan hukum


perburuhan dan ketenagakerjaan di Indonesia mengalami perubahan
drastis. Alasannya adalah peluncuran UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Keberadaan UU ini menjadi pengganti dari 15 aturan
ketenagakerjaan yang sebelumnya telah ada.

Keberadaan UU Ketenagakerjaan tersebut juga menjadi landasan atas


keluarnya aturan perundang-undangan lain di masa Pemerintahan
Megawati. Terdapat 2 UU yang dibuat dengan berdasarkan UU
Ketenagakerjaan, yakni UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial serta UU Nomor 39 Tentang
Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, masalah perburuhan lebih


diperhatikan yaitu dengan adanya “PANCA KRIDA HUKUM
PERBURUHAN” yang menurut Prof. Iman Soepomo meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan dan perhambaan.
2. Membebaskan penduduk Indonesia dari rodi atau kerja paksa.
3. Membebaskan buruh Indonesia dari Poenale Sanksi.
4. Membebaskan buruh Indonesia dari rasa ketakutan akan kehilangan
pekerjaan secara semena-mena.
5. Memberikan kedudukan hukum yang seimbang (bukan sama) kepada
buruh dan memberi penghidupan yang layak bagi buruh.4

4
Muhammad Azhar, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan ( diterbitkan :
http://eprints.undip.ac.id/53755/1/BUKU_AJAR_HUKUM_KETENAGAKERJAAN.pdf,h hal.20 )

Anda mungkin juga menyukai