Anda di halaman 1dari 21

Ilmu pengetahuan teknik

(Engineering sciences)

PUPUK DARI STRYFOAM

HESTI AULIA PRADHANI


ANDINI NURUL MAULYAH
MTSN 1 KOTA MAKASSAR

2021
FORM ABSTRAK

LOMBA KARYA ILMIAH REMAJA KE-50 TAHUN 2018

1. Objek penelitian berupa


JUDUL : Pupuk dari Stryfoam
o Manusia
o Hewan
BIDANG : Ilmu Pengetahuan Teknik o Tumbuhan
o Pembuatan Alat
KATEGORI : Engineering Sciences o Lain-lain

NAMA : Hesti Aulia Pradhani


2. Apa penelitian ini lanjutan dari
penelitian sebelumnya
Andini Nurul Maulyah
o Ya, dari tahun....
Tidak
SEKOLAH : MTSN 1 Kota Makassar

3. Metodologi penelitian yang


Penelitian ini dilakukan karena banyaknya sampah yang berserakan digunakan
tidak dimanfaatkan, terutama sampah stryfoam yang bisa diolah o Kualitatif
menjadi pupuk. Adapun tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk o Kuantitatif
o Analisis Wacana
meningkatkan produksi pupuk pada pertanian, membantu mengurangi
o .......
macam-macam penyakit pada tanaman, memperbaiki kondisi kimia,
fisika dan biologi tanah, mengurangi sampah stryfoam dan
memanfaatkan limbah styrofoam untuk dijadikan sebagai alternatif 4. Metode Penelitian
salah satu bahan pembuatan pupuk. Stryfoam merupakan salah satu o Wawancara
pilihan kemasan yang popular untuk digunakan sebagai kemasan o Kuisoner
makanan yang rentan rusak maupun makanan sekalipun. Stryfoam Studi Laboraturium
memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Pupuk organik o Observasi
adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman o Studi Literature
dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Catatan:
Dalam Permentan No.2/Pert/Hk/.060/2/2006, tentang pupuk organik Hapus yang tidak perlu
dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik yang
berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses
rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai
bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Dengan menganalisis bahan pupuk dari styrfoam yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pupuk dibandingkan pupuk biasa.
Penelitian ini direncanakan dalam masa tiga bulan bertempat di
laboraturium IPA MTSN 1 Kota Makassar.
Dalam analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan pupuk dari stryfoam ini ke salah satu
tanaman yang ada disekitar lingkungan. Lalu meneliti
perkembangan dan efek yang ditimbulkan pada tanaman yang
sudah diberi pupuk dari stryfoam dan membandingkannya
dengan tanaman yang diberi pupuk kimia dan juga
membandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk.
Semua data dimasukkan ke dalam Ms Excel, kemudian
membuat tabel dan grafik untuk membandingkan hasil tanaman
yang diberi pupuk dari stryfoam, pupuk berbahan kimia dan
tanaman yang tidak diberi pupuk

Kata Kunci : Pupuk, Stryfoam.


ISI PROPOSAL

Tidak ada ketentuan baku dalam format penulisan proposal dari panitia LKIR Ke-48
Tahun 2016. SIlahkan pergunakan kaidah penulisan proposal penelitian yang umum
dipergunakan (dapat berkonsultasi dengan guru pembimbing dari sekolah).
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stryfoam merupakan salah satu pilihan kemasan yang popular untuk
digunakan sebagai kemasan makanan yang rentan rusak maupun makanan
sekalipun. Stryfoam memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Hal inilah
yang menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi para penjual atau konsumen
makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini belum banyak yang sadar
bahaya pada penggunaan kemasan stryfoam.
Proses pembuatan stryfoam dibentuk dari molekul-molekul styrene. Ikatan
rangkap antara bagian CH2 dan CH dari molekul disusun kembali hingga
berbentuk ikatan dengan molekul-molekul styrene berikutnya dan pada akhirnya
membentuk polystyrene. Bilamana polystyrene dipanaskan dan udara ditiupkan
maka melalui pencampuran tersebut akan terbentuk stryfoam.
Stryfoam atau biasa dikenal dengan gabus putih yang umumnya digunakan
sebagai pembungkus alat elektronik atau makanan dan merupakan salah satu
bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak
rapuh dan lunak pada suhu dibawah 100 celcius. Penggunaan stryfoam dalam
bahan pembuatan pupuk membuat tanah menjadi subur. Selain menjadi bahan
dasar pembuatan pupuk stryfoam juga mulai diaplikasikan sebagai bahan batu
bata, pot bunga hingga rem sepeda.
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal
tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman.
Dalam Permentan No.2/Pert/Hk/.060/2/2006, tentang pupuk organik dan
pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik yang berasal dari tanaman
dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau
cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik
lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kabar
haranya; nilai C-organik itulah menjadi pembeda dengan pupuk organik maka
diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil
ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintetis atau alami, organik
atau mineral.
Masalah ini dihubungkan dengan kondisi saat ini jenis sampah stryfoam ini
tidak bisa terurai secara alami tapi bisa dengan teknologi zaman ini.
Perkembangan zaman sekarang tidak lagi mengandalkan peruraian sampah
stryfoam secara alami. Stryfoam terbuat dari bahan utama polystrene yaitu bahan
plastik yang cukup kuat yang disusun oleh erethylene dan benzene. Bahan ini
diproses secara injeksi kedalam sebuah cetakan dengan tekanan tinggi dan
dipanaskan pada sushu tertentu dan waktu tertentu.
Pembuatan pupuk organik adalah proses pembuatan yang lama Bahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Jadi kita harus memanfaatkan teknologi
zaman sekarang.
Solusinya kita harus tahu cara menguraikannya sampah stryfoam ini
dengan ukuran yang besar dan susah terurainya yakni diperlukan alat
perurai/pencacah stryfoam untuk menjadi halus. Bisa juga kita daur ulang menjadi
berbagai macam pupuk dan lain – lain.
Memperbaiki teknologi pengomposan dan menggunakan dekomposer
maka pembuatan pupuk organik dari bahan apapun bisa dipercepat.
Penelitian terhadulu yaitu Penelitian 1 (MP Teti Suryati 2014) Cara bijak
mengolah sampah menjadi kompos dan pupuk cair, Penelitian 2 (S Hadisuwito
2007) membuat pupuk kompos cairdan Penelitian 3 (S Hadisuwito 2012)
membuat pupuk organik cair.
Keunggulan dari judul saya yaitu penelitian ini untuk memanfaatkan
limbah stryfoam sebagai pembuatan pupuk dari bahan sampah stryfoam.
Pembuatan pupuk dari sampah stryfoam ini memiliki keunggulan tersendiri yaitu
mengurangi sampah stryfoam walaupun terurai sedikit demi sedikit, ramah
lingkungan karena biayanya murah dan mudah didapat dilingkungan tempat
tinggal, dan membuat tanah menjadi subur.
Kekurangan dari penelitian sebelumnya yaitu jenis pupuk ini digunakan
pada tanaman biayanya mahal. Jadi mencari jalan alternatifnya yakni sampah
stryfoam yang harganya murah dan dan ramah lingkungan untuk membuat
seseorang tertarik membuat pupuk dari stryfoam. Sifat stryfoam mempunyai berat
jenius yang relatif ringan, mampu menahan panas, dan tahan terhadap asam basa
dan zat korosif lainnya.
Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur
hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga
menjadi beban biaya bagi petani. Selain itu reaksi pada tanaman lambat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara kerja pembuatan pupuk dari stryfoam?
2. Bagaimanakah cara agar kualitas pupuk dari stryfoam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui cara kerja pada pembuatan pupuk dari stryfoam
2. Mengetahui kualitas pupuk dari stryfoam
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritas
a) Sebagai khazanah ilmu pengetahuan
b) Sebagai referensi pada penelitian
2. Manfaat praktis
a) Untuk meningkatkan produksi pupuk pada pertanian.
b) Untuk membantu mengurangi macam-macam penyakit pada tanaman.
c) Untuk memperbaiki kondisi kimia, fisika dan biologi tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stryfoam
1. Definisi stryfoam
Dalam (W Anggoro, 2014) tertulis bahwa, stryfoam adalah bahan yang sangat
banyak digunakan dalam kehidupan sebagai bahan pengemas makanan dan
minuman. Menurut (Denny Khirisna Maulana, 2018) stryfoam merupakan salah
satu pilihan yang paling populer untuk digunakan sebagai kemasan makanan
yang rentan rusak maupun makanan sekalipun. Adapun yang disampaikan oleh
(Ridho Esa Ramadhan, 2019) stryfoam adalah kemasan plastik yang biasanya
digunakan wadah makanan dan wadah pelindung alat elektronik. Styrofoam atau
plastik busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam berwarna
putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan (Khomsam, 2003).
Sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh
Perusahaan Dow Chemical untuk polystyrene foam. Oleh pembuatnya, Styrofoam
dimaksudkan untuk digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan, bukan untuk
kemasan makanan. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat
khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah,
mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang
tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi isolator
panas yang baik. Styrofoam juga berefek buruk bagi lingkungan karena tidak bisa
diuraikan oleh alam, akibatnya sampah bahan ini hanya akan menumpuk dan
mencemari alam. Saat ini beberapa perusahaan memang sudah melakukan daur
ulang styrofoamnamun sebenarnya yang dilakukan hanyalahmenghancurkan
styrofoam lama kemudian membentuknya menjadi baru untuk dipergunakan
kembali.
Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polystyrene dan 5-10% gas
sepertin-butana atau n-pentana. Bahan dasar Styrofoam adalah polystyrene.
Polystyrene merupakan suatau jenis plastik yang dibuat dari monomer styrene
melalui proses polimerisasi. Polystyrene ini bersifat sangat amorphous,
mempunyai indeks refraksi tinggi, dan sukar ditembus oleh gas, kecuali uap air.
Dapat larut dalam alkohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat
klorin. Polystyrene ini juga sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah, tetapi
cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polystyrene dicampur dengan seng
dan senyawa butadiene.Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat
jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Angka konduktivitas termal
Styrofoam rata-rata diperoleh sebesar 0,095 W/m °C. Dalam hal ini saya selaku
penulis menggunakan jenis Styrofoam bekas kemasan Pop mie.
Berarti dapat disimpulkan bahwa stryfoam adalah bahan yang sangat banyak
digunakan dalam kehidupan yang paling populer untuk digunakan wadah
makanan maupun alat elektronik.
2. Sifat stryfoam
a) Stryfoam memiliki sifat fisik yang relatif tahan bocor, ringan, praktis dan
dapat menjaga suhu makanan dengan baik. Hal ini yang membuat stryfoam
menjadi primadona sebagai pengemas makanan, apalagi didukung harga
stryfoam yang sangat murah yaitu hanya 1/3 – 1/2 kali kertas.
b) Stryfoam memiliki sifat yang berat jenisnya yang relative ringan dan
mudah larut dalam pelarut hidrokarbon aromatic dan berklor, seperti
benzene dan carbon tetrachloride.
c) Stryfoam memiliki sifat dapat memperlambat timbulnya panas hidrasi,
mempunyai titik leleh pada suhu 102-106C dan mengurangi beban gempa
yang berkerja lebih kecil karena berat struktur beton berkurang.
d) Tahan terhadap asam basa dan zat korosif lainyya.
3. Jenis-Jenis stryfoam
a) Beans
Bentuk styrofoam ini berupa butiran butiran atau gabus pasir, biasanya
dipakai untuk pengisi sofa, boneka dan sebagainya agar terasa empuk.
b) Box
Styrofoam ini merupakan wadah atau tempat untuk penyimpanan es, es
cream, susu murni, puding, ikan, sayuran, dll agar tetap awet dengan bantuan
ice gel atau ice pack.
c) Board
Styrofoam board merupakan styrofoam berbentuk lembaran.
d) Block
Styrofoam Block atau lebih dikenal dengan styrofoam balok ini memiliki
berbagai ukuran diantaranya seperti size: 600 x 120 x 61.5cm size : 600 x 100 x
61.5cm dan sebagainya.
4. Macam-Macam Limbah Stryfoam yang sering dijumpai
Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa limbah yang
sering ditemui pada tempat-tempat pembuangan yaitu :
a) Styrofoam Makanan
Styrofoam jenis ini merupakan styrofoam yang paling banyak ditemukan
pada TPS sekitar. Salah satu fungsi yang dapat menghangatkan makanan
merupakan salah satu alasan digunakannya styrofoam jenis ini.
b) Styrofoam Elektronik
Pada saat kita membeli alat alat elektonik biasanya kita juga akan
mendapatkan styrofoam sebagai penyangga alat elektronik tersebut agar
tidak terbentur atau rusak. Styrofoam dengan ukuran yang besar membuat
sampah anorganik ini menjadi salah satu sampah yang paling sering dilihat
pada tempat pembuangan sampah sekitar.
c) Styrofoam Mading
Styrofoam mading atau styrofoam berwarna banyak kita temukan pada
sekolah-sekolah. Pemakaian yang cenderung lama dan gampang rapuh
membuat styrofoam jenis ini selalu diganti dan dibuang begitu saja, ini
membuat penumpukan limbah styrofoam semakin banyak dan meningkat.
B. Pupuk
1. Definisi Pupuk Kompos
Pupuk kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan- bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan
aerobik atau anaerobic (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan
pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses
alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan
mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat
pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas
metana ke udara.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan
yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec
(Organik Dekomposer), SuperDec (Super Dekomposer), ActiComp (Activator
composer), BioPos, EM4 (Efective Microorganism 4), Green Phoskko Organik
Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan
cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki
keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan
murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehinggaproduksi tanaman
menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup
sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman,
serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan
sampah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pengomposan.
Menurut Unus (2002) banyak faktor yang mempengaruhi proses pembuatan
kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor -faktor tersebut antara lain :
a) Pemisahan bahan : bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk
didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk logam,
batu, maupun plastik. Bahkan, bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik
serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar
dibebaskan dari dalam timbunan bahan, misalnya residu pestisida.
b) Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat
dan baik pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang
lebih kecil dan homagen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan
substrat bagi aktivitas mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula
terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2
yang dihasilkan.
c) Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan
sumber nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% - 40% yang digunakan
akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2, kalau bandingan
sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N-
resio) = 10 : 1. Untuk proses pengomposa nilai optimum adalah 25 : 1,
sedangkan maksimum 10 : 1
d) Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, misalnya, kadar
air optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50 – 70%, terutama
selama proses fasa pertama. Kadang-kadang dalam keadaan tertentu, kadar
air bahan bisa bernilai sampai 85%, misalnya pada jerami.
Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain yang
pada pokoknya bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan kompos
dengan nilai yang baik, antara lain, homogenitas (pengerjaan yang dilakukan agar
bahan yang dikomposkan selalu dalam keadaan homogen), aeras i (suplai oksigen
yang baik agar proses dekomposisi untuk bahan -bahan yang memerlukan), dan
penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan, misalnya
untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka
kondisi saat proses harus diperhatikan. Kondisi optimum proses pengomposan
bisa dilihat pada Kondisi Optimum Proses Pengomposan Parameter Nilai C/N –
rasio bahan 30 – 35 : 1 C/P – rasio bahan 75 – 150 : 1 Bentuk / ukuran materi 1,3
– 3,3, cm untuk proses pabrik 3,3 – 7,6 cm untuk proses biasa sederhana Kadar air
bahan 50 – 60 % Aerasi 0,6 – 1,8 m3 udara/hari/kg bahan selalu proses termofilik,
sedang untuk proses selanjutnya makin berkurang Temperatur maksimum 55oC
Sumber: Unus, (2002)
2. Bahan Baku Kompos Sampah
Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena
selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba,
seperti bakteri dan jamur, berperan aktif (Unus, 2002). Dijelaskan lebih lanjut
agar peranan mikroba di dalam pengolahan bahan baku menjadi kompos berjalan
secara baik, persyaratan-persyaratan berikut harus dipenuhi :
a) Kadar air bahan baku : daun-daun yang masih segar atau tidak kering,
kadar airnya memenuhi syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun
yang sudah kering, yang kadar airnya juga akan berkurang, tidak memenuhi
syarat. Hal tersebut harus diperhatikan karena banyak pengaruhnya
terhadap kegiatan mikroba dalam mengolah bahan baku menjadi kompos.
Seandainya sudah kering, bahan baku tersebut harus diberi air secukupnya
agar menjadi lembab.
b) Bandingan sumber C (Karbon) dengan N (zat lemas) bahan : bandingan ini
umumnya disebut rasio/bandingan C/N. dengan bandingan tersebut proses
pengomposan berjalan baik dengan menghasilkan kompos bernilai baik
pula, paling tinggi 30, yang artinya kandungan sumber C berbanding
dengan kandungan sumber = 30 : 1. Sebagai contoh, kalau menggunakan
jerami sebagai bahan baku kompos, nilai rasio C/N -nya berkisar 15 – 25,
jadi terlalu rendah. Karena itu, bahan ba ku tersebut harus dicampur dengan
benar agar nilai rasio C/N -nya berkisar 30. Misalnya, lima bagian sampah
yang terdiri atas daun -daunan dari pekarangan dicampur dengan dua
bagian ko toran kandang, akan mencapai nilai rasio C/N mendekati 30, atau
lima bagi an sampah tersebut dicampur dengan lumpur selokan (lebih kotor
akan lebih baik) sebanyak tiga bagian, juga akan mencapai rasio C/N
sekitar 30. Sementara itu, untuk jerami, lima bagian jerami harus ditambah
dengan tiga bagian kotoran kandang, atau kalau tid ak ada dengan empat
bagian Lumpur sedotan sehingga nilai rasio C/N-nya akan mendekati.
2. Tempat Pengomposan
Tempat pengomposan tergantung kondisi serta luas lahan (pekarangan rumah)
yang dapat disiapkan untuk pembuatan kompos. (Wied, 2004). Dengan demikian,
bentuk tempat pengomposan dapat bermacam-macam, antara lain :
a) Berbentuk lubang dengan ukuran 100 x 75 x 50 cm atau 2,5 x 1 x 1 m
(panjang, lebar, dan tinggi), bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung kepada
lahan yang dapat digunakan sebagai tempat pembuatan kompos, serta
bahan baku yang akan dibuat atau diproses. Bentuk lubang mudah dibuat .
Selain itu, setiap bahan baku yang akan dimasukkan hanya tinggal
dijatuhkan ke dalamnya. Namun, kejelekan dari tempat berbentuk lubang
ini ialah kalau musim hujan akan tergenang air sehingga proses
pengomposan akan terhambat. Tambahan pula, bahan sukar untuk
dicampurkan sampai merata.
b) Berbentuk bak, baik dengan dinding yang terbuat dar i batu bata (tembok),
dari bambu, dari kayu ataupun dari bahan-bahan lainnya. Kebaikan dari
tempat ini ialah mudah untuk mencampurkan bahan, tidak tergenang air di
musim hujan. Adapun kejelekannya, memerlukan biaya yang cukup mahal
untuk membuat dinding.
c) Pada permukaan tanah saja, artinya timbunan bahan baku langsung
ditempatkan pada permukaan tanah tanpa lubang atau dinding. Dengan cara
ini pencampuran bahan baku agar rata mudah dilakukan. Selain itu, tidak
tergenang air, tetapi sangat mudah diganggu oleh binatang, misalnya ayam,
atau binatang lain, seperti tikus dan celurut yang senan g berdiam pada
timbunan sampah.
3. Lama Waktu Pengomposan
Lama waktu pengomposan adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam
proses pengkomposan sampai pengomposan selesai. Lama waktu pengomposan
tergantung pada karakteristik bahan yang akan dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan activator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu
beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Proses
pengomposan secara alami oleh agen decomposer atau juga disebut MOL
memerlukan waktu yang lama (enam bulan hingga setaun), sehingga saat ini
banyak dikembangkan produk agen decomposer yang diproduksi secara komersial
untuk meningkatkan kecepatan dekomposisi, meningkatkanpenguraian materi
organik,dan dapat meningkatkan kualitas produk akhir (Nuryanti et.al,2002).
Lama waktu pengomposan dapat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar kompos
menentukan nisbah C/N dan nilai pupuk kompos. Hasil akhir kompos hara
mengandung antara 30-60% bahan organik. Selain itu, diperlukan beberapa siklus
microorganisme untuk penyelesaian degradasi bahan kompos sehingga waktu
pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu
rendah. Nisbah C/N yang terlalu rendah atau kurang dari 30, kelebihan nitrogen N
yang tidak dipakai oleh microorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang
melalui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi. Kandungan C/N rasio
jika terlalu rendah akan menyebabkan kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai
oleh microorganisme yang tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui
volatisasi sebagai ammonia (Djurnani et al., 2009).
Lama waktu pengomposan dapat dipengaruhi oleh temperature. Pengomposan
secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup cepat selama 3-5
hari pertama dan temperature kompos akan mencapai 55-70°C. Kisaran
temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Kisaran temperature ini, mikroorganisme dapat tumbuh 3 kali lipat dibandingkan
dengan temperature yang kurang dari 55°C. Selain itu, pada temperature tersebut
enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. Penurunan
nisbah C/N juga dapat berjalan dengan sempurna. Kegagalan untuk mencapai
temperature termofilik dalam waktu 3 sampai 6 hari disebabkan timbunan terlalu
tipis untuk mempertahankan panas atau kelembapan atau nisbah C/N bahan
organik terlalu rendah atau hara yang dikandung kompos terlalu rendah.
Pendinginan merupakan indicator selesainya proses pengomposan, meskipun
bahan kompos telah dibalik dan disiram tidak timbul panas (Djurnani et al., 2009).
Berdasarkan kemampuan bertahan hidup, mikroba terbagi atas 3 kelompok, yaitu
psicrofilik (5-10°C), mesofilik (10/15°C – 40/45°c) dan Termofilik (45/50°C -
70°C). suhu yang berkisar antara 60°C dan 70°C merupakan kondisi optimum
kehidupan mikroorganisme tertentu dan membunuh bakteri pathogen yang tidak
kita kehendaki. Ukuran reactor kompos terutama tingginya mempengaruhi suhu
kompos. Semakin tinggi volume timbunan dibandingkan permukaan maka
semakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan bahan yang paling ideal
adalah 1,2 – 2m (Djurnani et al., 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 3 bulan dan bertempat di
Laboraturium IPA MTSN 1 Kota Makassar. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.
Tabel 1. Agenda Kegiatan Penelitian

Bulan
No Nama kegiatan
I II III
1. Pembuatan proposal
penelitian
2. Menyusun rancangan
penelitian, melakukan
percobaan
3. Penyelesaian tahap akhir
pengamatan,
pengumpulan data,
pembuatan laporan akhir.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut :
a) Saringan
b) Ember
c) Pisau
d) Stryfoam
e) Air sisa cucian beras
f) Decomposer
C. Cara Kerja Pembuatan Pupuk dari Stryfoam
1. Memotong kecil-kecil bahan (stryfoam) menggunakan pisau.
2. Memasukkan styrfoam yang sudah dipotong ke dalam ember beserta air
sisa cucian beras dan decomposer.
3. Selanjutnya menutup rapat ember dan menunggu sampai 3-4 hari
4. Setelah 3-4 hari buka dan cek aroma apakah sudah berubah seperti aroma
tape. Dan melanjutkan proses sampai 2 minggu.
5. Kemudian air disaring menggunakan saringan dan pupuk siap digunakan.
D. Analisis Data
Dalam analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan pupuk dari stryfoam ini ke salah satu tanaman yang ada disekitar
lingkungan. Lalu meneliti perkembangan dan efek yang ditimbulkan pada
tanaman yang sudah diberi pupuk dari stryfoam dan membandingkannya dengan
tanaman yang diberi pupuk kimia dan juga membandingkan dengan tanaman yang
tidak diberi pupuk. Semua data dimasukkan ke dalam Ms Excel, kemudian
membuat tabel dan grafik untuk membandingkan hasil tanaman yang diberi pupuk
dari stryfoam, pupuk berbahan kimia dan tanaman yang tidak diberi pupuk
DAFTAR PUSAKA

Abdulhalim, Riman, Irawan, D., Cakrawala, M. (2015). Pemanfaatan Limbah


Stryfoam dalam Pembuatan Material Dinding Bangunan. Widya Teknika
Vol.23 No.2; Oktober 2015 ISSN 1411 – 0660: 1 – 5

Anang, M. F. (2011). Peraturan Tentang Pupuk, Klasifikasi Pupuk Organik


dalam Peningkatan Produksi Pertanian. Kalimantan Tengah: Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya.

Anggoro, W. (2014). Karaskteristik Batako Ringan dengan Campuran Limbah


Stryfoam Ditinjau dari Densitas, Kuat Tekan dan Daya Serap Air.
Semarang: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang

Asriyanti, A. S. (2019). Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani melalui Pelatihan


Pembuatan Pupuk Organik Cair. Jurnal PPKM, Vol. 6, No. 2, 60 – 64
ISSN(print): 2354-869X | ISSN(online): 2614-3763

Esa, R. R. (2019). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dampak Penggunaan


Stryfoam Lampung : Studi Pada Pedagang Kaki Lima Desa Jatimulyo
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan

Hariady, S., Amien, M. F., Sukarmansyah. (2014) Kajian Eksperimental


Kemampuan Daya Hantar Kalor Campuran Styrofoam, Kulit Jengkol dan
Semen Putih Sebagai Alternatif Bahan Isolator. Jurnal Desiminasi
Teknologi, Volume 2, No. 2, Juli 2014

Juli, Y, P. (2014). Pengaruh Penggunaan Stryfoam sebagai Pengganti Agregat


Kasar. Jurnal Konstruksia | Volume 5 Nomer 2 | Agustus 2014

Khairunnisa, Sandra. (2016). Pengolahan Limbah Styrofoam Menjadi Produk


Fashion. e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.2 Agustus 2016 |
Page 258 | Page 259 ISSN : 2355-9349

Mahmudi, A., Londa, P. (2017). Optimasi Penerapan Teknologi Ekstrusi pada


Prototipe Mesin Daur Ulang Limbah Styrofoam. ROTASI – Vol. 19, No.
2, April 2017: 92−96

Nurul, R. L., Winarsih, Sri, Y, R. (2012). Pemanfaatan Sampah Organik sebagai


Bahan Pupuk Cair untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah
(Alternanthera ficoides) LenteraBio Vol. 1 No. 3 September 2012:139–
144
Winarno, H., Pujantara, R. (2015). Pengaruh Komposisi Bahan Pengisi Styrfoam
pada Pembuatan Batako Mortar Semen Ditinjau dari Karakteristik dan
Kuat Tekan. Jurnal SCIENTIFIC PINISI Vol.1 No.1 Oktober 2015

Winarsih, R. N. L., Sri Y. R. (2012). Pemanfaatan Sampah Organik sebagai


Bahan Pupuk Cair untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah
(Alternanthera ficoides). LenteraBio Vol. 1 No. 3 September 2012:139–
144
BIODATA PESERTA

Ketua Tim
Nama : Hesti Aulia Pradhani
Sekolah : Mtsn 1 Kota Makassaar
Alamat Sekolah : JL. A. P. Pettarani No 1 A, Mannuruki, Kota Makassar
Alamat Rumah : BTN Kampung Kalimata Blok B No 1
Tempat Lahir : Makassar FOTO
Tanggal Lahir : 2 Mei 2007
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas : VIII
Nomor HP : 082346384853
Email : hestiaulia24@gmail.com

Anggota Tim (bila tidak ada dapat dihapus)


Nama : Andini Nurul Maulyah
Sekolah : Mtsn 1 Kota Makassaar
Alamat Sekolah : JL. A. P. Pettarani No 1 A, Mannuruki, Kota Makassar
Alamat Rumah : JL Syekh Yusuf Kompleks Kodam Katangka Blok A No 19
Tempat Lahir : Makassar FOTO
Tanggal Lahir : 2 April 2007
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas : VIII
Nomor HP : 081524518241
Email : dinimaulyah@gmail.com

Data Guru Pembimbing


Nama : Dra. Kartini
Sekolah : Mtsn 1 Kota Makassar
Mata Pelajaran : IPA TERPADU
Alamat Rumah : Jl. Swadaya 3 No 27
Jenis Kelamin : Perempuan
Nomor HP : 085255484391
Email : drakartini69@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai