Anda di halaman 1dari 2

KASIH TANPA BATAS

Mencintai adalah sebuah kata yang sangat indah untuk diucapkan. Sebuah kata yang
dapat menyentuh hati setiap orang yang mendengarkannya. Kata mencintai ini juga dapat
menyatukan setiap perbedaan dan keunikan setiap orang. Suasana menjadi romantis ketika kata
mencintai dilantunkan. Namun, apakah kata mencintai ini dapat memiliki makna yang sangat
mendalam jika hanya diucapkan dibibir saja?. Paus Fransiskus baru saja mengeluarkan sebuah
ensiklik baru yaitu Fratelli Tutti (semua saudara). Dalam ensiklik baru ini Paus Fransiskus secara
tegas menyerukan agar cinta dibuktikan dalam aksi nyata. Dalam bab 2 dari ensiklik tersebut,
Paus membentangkan teks Lukas 10:25-37, yang menceritakan perumpamaan tentang orang
Samaria yang baik hati. Dalam perumpaan tersebut digambar secara jelas sebuah cinta sejati.
Cinta yang dipancarkan melalui tindakan. Cinta yang meruntuhkan sekat pemisah dalam
kehidupan sosial. Tindakan orang Samaria ini selain mengkritik sikap kaum Lewi dan imam, tapi
juga menunjukan sebuah cinta sejati. Cinta tanpa batas dan tanpa pamrih.

Yesus dalam Injil hari ini, membuat perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Bahwa KA
itu seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya. Otomatis sang
raja telah mengundang banyak orang. Namun, apa yang terjadi para undangan tidak hadir.
Mereka lebih mengutamakan kesibukan mereka masing-masing. Dan ini merupakan alasan
utama mereka. Meskipun demikian, sang raja tetap sabar, ia menyuruh para hambanya untuk
sekali lagi memberitahukan para undangan bahwa hidangan sudah disiapkan, tetapi tetap saja
para undangan tidak datang. Bahkan mereka menangkap dan membunuh para hamba tersebut.
Oleh karena para undangan tidak mengindahkan permintaan sang raja, maka sang raja menyuruh
orang-orang yang ada dipersimpangan jalan untuk hadir dalam perjamuan tersebut. Sampai
disini, kita merefleksikan bahwa di dalam KA suasannya seperti suasana perjamuan. Segala
sesuatu telah tersedia. Dan Allah sebagai pemilik Kerajaan mengundang kita agar mengambil
bagian dalam perjamuan-Nya. Dia mengundang manusia (kita) untuk mengalami atau merasakan
sukacita kekal. Sukacita yang tak dapat direbut kembali oleh apa atau siapapun. Namun, apakah
kita memiliki waktu dan bersedia hadir dalam perjamuan tersebut? Kita dapat membayangkan,
jika para tamu yang diundang sang raja tadi hadir dalam perjamuan nikah anaknya, pasti para
tamu akan dijamu dengan makanan yang lezat, akan mengalami sukacita dan akan diperlakukan
secara istimewa sebagai orang-orang yang terhormat. Demikian juga, jika kita menanggapi
udangan Allah, maka kita akan bersukacita, kita akan sejahtera secara jasmani dan rohani dan
kita menjadi pribadi-pribadi yang istimewa dihadapan-Nya. Sampai disini, kita dapat melihat
betapa Allah menghargai dan mengasihi kita. Dia menghendaki agar kita selalu bahagai dan
berkecukupan. Dan meskipun Dia pencipta dan mahakuasa, Dia sangat menghargai kita. Dia
telah menetapkan diri kita sebagai makhluk hidup yang sangat istimewa dari ciptaan lainnya.
Karena itu, Dia melantik kita juga sebagai rekan kerja-Nya untuk membangun dan menata dunia
ini. Privelese-privelese ini menegaskan kepada kita semua bahwa Allah sungguh mencintai kita.
Bagaimana tanggapan kita terhadap kasih Allah tersebut?
Penginjil mengingatkan kita bahwa Allah tidak pernah bosan untuk memanggil dan
merangkul kita di dalam kasih-Nya. Apapun bentuk tanggapan umat manusia, Dia tetap dengan
setia mengundang kita. Dia mengutus para hamba-Nya untuk mengundang umat manusia agar
mengambil bagian dalam perjamuan kudus-Nya. Allah menghendaki manusia selalu hidup dalam
kebenaran. Hidup yang dilandasi oleh kasih. Sebab, dengan hidup dalam kebenaran dan kasih
maka umat manusia akan selalu bersukacita. Singkatnya, bahwa Allah sangat mencintai umat
manusia.

Jika Allah sangat mencintai kita, maka bagaimana sikap atau tanggapan kita? Pada
bagian terakhir dalam Injil dicerita seseorang yang tidak memakai pakaian pesta. Dan raja
bertanya kepadanya “hai saudara bagaimana saudara masuk kemari tanpa mengenakan pakaian
pesta? Dan orang itu diam saja. Hal ini menyadarkan kita, bahwa Allah telah mencintai kita,
maka kitapun membalas cinta-Nya yaitu dengan menanggapi undangan-Nya. Sebab itu, kita
harus selalu siap untuk mengambil bagian dalam perjamuan-Nya. Kita harus siap untuk dipakai
oleh Allah menjadi penyalur kasih-Nya. Menjadi pewarta kabarsukacita bagi sesama.
Sebagaimana Allah mencintai dengan aksi, maka kitapun menyalurkan kasih melalui tutur kata
dan tindakan. Dengan demikian kita telah memenuhi undangan Allah. Amin!

Anda mungkin juga menyukai