Anda di halaman 1dari 31

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Aspek Keuangan Perusahaan

Deskripsi aspek keuangan perusahaan sampel dalam penelitian ini meliputi

deskripsi laba bersih, ekuitas, jumlah saham yang ditawarkan saat penawaran

perdana, total listed share, harga penawaran perdana dan harga saham penutupan.

5.1.1.1 Laba bersih

Laba bersih adalah salah satu unsur untuk menghitung ROE, yang

dibandingkan dengan ekuitas. Perusahaan yang memiliki laba bersih tinggi

dengan jumlah ekuitas yang relatif konstan berpeluang memiliki ROE yang tinggi.

Laba bersih perusahaan sampel pada periode terakhir sebelum melakukan

penawaran perdana dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 1.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata laba bersih

perusahaan sampel pada periode terakhir sebelum melakukan penawaran perdana

adalah Rp. 172.081.000.000,-. Perusahaan sampel yang memiliki laba bersih

tertinggi adalah PT. Salim Ivomas Pratama Tbk yang bergerak dalam sektor

pertanian. Jumlah laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 1.395.191.000.000,.

Perusahaan sampel yang memiliki laba bersih terendah adalah PT. Evergreen

Ivesco Tbk yang bergerak dalam sektor perdagangan, jasa dan investasi. Jumlah

laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 330.000.000,-.

55
56

5.1.1.2 Ekuitas

Ekuitas adalah salah satu unsur untuk menghitung ROE. ROE dihitung

dengan membagi laba bersih dengan ekuitas. Perusahaan yang memiliki laba

bersih tinggi dengan jumlah ekuitas yang relatif konstan atau ekuitas yang

meningkat, tetapi persentase peningkatan laba bersih lebih tinggi berpeluang

memiliki ROE yang tinggi. Ekuitas perusahaan sampel pada periode terakhir

sebelum melakukan penawaran perdana dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 2.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata ekuitas

perusahaan sampel pada periode terakhir sebelum melakukan penawaran perdana

adalah Rp. 915.923.000.000,-. Perusahaan sampel yang memiliki ekuitas tertinggi

adalah PT. Salim Ivomas Pratama Tbk yang bergerak dalam sektor pertanian.

Jumlah ekuitas yang dimiliki sebesar Rp. 9.739.076.000.000,-. Perusahaan sampel

yang memiliki ekuitas terendah adalah PT. Sidomulyo Selaras Tbk yang bergerak

dalam sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi. Jumlah ekuitas yang dimiliki

sebesar Rp. 118.431.000.000,-.

5.1.1.3 Jumlah Saham yang Ditawarkan

Jumlah saham yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah jumlah saham

yang ditawarkan oleh perusahaan pada saat melakukan penawaran umum perdana.

Jumlah saham yang ditawarkan adalah salah satu unsur untuk menghitung

persentase saham yang ditawarkan, yang dibandingkan dengan total listed share.

Jumlah saham yang ditawarkan perusahaan yang dijadikan sampel penelitian

dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 3.


57

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata saham yang

ditawarkan perusahaan sampel ketika IPO periode 2010-2014 ialah sebanyak

1.051.864.134 lembar saham. Jumlah saham tertinggi yang ditawarkan perusahaan

sampel ialah sebanyak 6.150.000.000 lembar saham, yaitu pada PT. Agung

Podomoro Land Tbk yang bergerak dalam sektor properti, real estat dan

konstruksi bangunan. Sedangkan jumlah saham terendah yang ditawarkan

perusahaan sampel ialah sebanyak 88.000.000 lembar saham, yaitu pada PT. Bali

Towerindo Sentra Tbk yang bergerak dalam sektor infrastruktur, utilitas dan

transportasi.

5.1.1.4 Total Listed Share

Total listed share atau jumlah saham yang beredar adalah salah satu unsur

untuk menghitung persentase saham yang ditawarkan. Total listed share

perusahaan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel

4.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata total listed

share perusahaan sampel yang melakukan IPO periode 2010-2014 ialah sebanyak

4.650.252.283 lembar saham. Perusahaan sampel dengan total listed share

tertinggi adalah PT. Agung Podomoro Land Tbk yang bergerak dalam sektor

properti, real estat dan konstruksi bangunan. Total listed share perusahaan ialah

sebanyak 20.500.000.000 lembar saham. Perusahaan sampel dengan total listed

share terendah adalah PT. Bali Towerindo Sentra Tbk yang bergerak dalam sektor

infrastruktur, utilitas dan transportasi. Total listed share perusahaan ialah

sebanyak 597.800.000 lembar saham.


58

5.1.1.5 Harga Penawaran Perdana

Harga penawaran perdana (offering price) dalam penelitian ini adalah

harga penawaran atas saham yang ditawarkan perusahaan di pasar perdana. Harga

penawaran di pasar perdana merupakan salah satu unsur untuk menghitung initial

return perusahaan. Harga penawaran perdana yang lebih rendah dibandingkan

dengan harga saham penutupan hari pertama di pasar sekunder akan memiliki

initial return yang positif atau mengalami underpricing. Harga penawaran

perdana perusahaan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada Lampiran

4 Tabel 5.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 5 diketahui bahwa rata-rata harga

penawaran perdana perusahaan sampel yang melakukan IPO periode 2010-2014

sebesar Rp. 1.057,- per lembar saham. Perusahaan sampel yang memiliki harga

penawaran perdana tertinggi adalah PT. Siloam Internasional Hospitals Tbk yang

bergerak dalam sektor perdagangan, jasa dan investasi. Harga penawaran perdana

perusahaan ialah sebesar Rp. 9.000,- per lembar saham. Perusahaan sampel yang

memiliki harga penawaran perdana terendah adalah PT. Star Petrochem Tbk yang

bergerak dalam sektor aneka industri. Harga penawaran perdana perusahaan ialah

sebesar Rp. 102,- per lembar saham.

5.1.1.6 Harga Saham Penutupan

Harga saham penutupan (closing price) dalam penelitian ini adalah harga

saham penutupan hari pertama di pasar sekunder atas saham yang ditawarkan

perusahaan. Harga saham penutupan adalah salah satu unsur untuk menghitung

initial return perusahaan. Harga saham penutupan yang tinggi dibandingkan harga
59

penawaran perdana, maka akan berdampak pada initial return perusahaan. Harga

saham penutupan perusahaan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada

Lampiran 4 Tabel 6.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 6 diketahui bahwa rata-rata harga saham

penutupan perusahaan sampel yang melakukan IPO periode 2010-2014 sebesar

Rp. 1.260,- per lembar saham. Perusahaan sampel yang memiliki harga saham

penutupan tertinggi adalah PT. Siloam Internasional Hospitals Tbk yang bergerak

dalam sektor perdagangan, jasa dan investasi. Harga saham penutupan perusahaan

ialah sebesar Rp. 10.050,- per lembar saham. Perusahaan sampel yang memiliki

harga saham penutupan terendah adalah PT. Star Petrochem Tbk yang bergerak

dalam sektor aneka industri. Harga saham penutupan perusahaan ialah sebesar Rp.

130,- per lembar saham.

5.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian

5.1.2.1 Reputasi Underwriter

Reputasi underwriter dalam penelitian ini didasarkan pada peringkat yang

terdapat dalam Fact Book 50 Most Active IDX Members. Reputasi underwriter

yang menjamin pelaksanaan IPO perusahaan sampel dapat dilihat pada Lampiran

4 Tabel 7.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 7 diketahui bahwa rata-rata reputasi

underwriter yang menjamin pelaksanaan IPO perusahaan sampel adalah 68 atau

menempati peringkat ke 17. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata underwriter

yang menjamin pelaksanaan IPO perusahaan untuk periode 2010-2014 memiliki

reputasi yang baik dengan indikator penilaian berdasarkan nilai transaksi


60

underwriter. Semakin tinggi nilai transaksi underwriter, maka semakin bereputasi

underwriter tersebut.

Skor reputasi underwriter tertinggi adalah 100 atau menempati peringkat

pertama yaitu PT. Credit Suisse Securities Indonesia yang menjamin pelaksanaan

IPO PT. Blue Bird Tbk yang IPO di tahun 2014. Skor reputasi underwriter

terendah adalah 40 atau menempati peringkat ke 31 yaitu PT. Ciptadana Securities

yang menjamin PT. Minna Padi Tbk dan PT. Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk.

yang IPO di tahun 2012.

5.1.2.2 Reputasi Auditor

Reputasi auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy. Penentuan

reputasi auditor menggunakan skala 1 untuk auditor yang bereputasi baik dan 0

untuk auditor yang bereputasi kurang baik. Auditor yang bereputasi baik adalah

auditor yang afiliasinya masuk dalam peringkat big four. Dengan demikian,

semakin tinggi peringkat afiliasi auditor dalam big four maka auditor dikatakan

semakin bereputasi.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 8 menunjukkan bahwa dari keseluruhan

sampel penelitian, terdapat 11 perusahaan atau sebesar 20,75% menggunakan

auditor yang afiliasinya masuk dalam peringkat big four saat melakukan IPO

periode 2010-2014. Sedangkan 42 perusahaan atau sebesar 79,25% menggunakan

auditor yang afiliasinya tidak termasuk dalam peringkat big four. KAP yang

paling banyak menangani perusahaan yang melakukan IPO di tahun 2010-2014

adalah KAP Aryanto, Amir Jusuf, Mawar & Saptoto yaitu sebanyak 9 perusahaan.

Disusul oleh KAP Purwantono, Suherman & Surja yang masuk dalam kategori
61

Big Four yang menangani 8 perusahaan IPO. Sedangkan KAP Tanudiredja,

Wibisana, Rintis & Rekan serta KAP Siddharta Widjaja & Rekan yang afiliasinya

masuk dalam peringkat big four tidak menangani perusahaan yang melakukan

IPO selama periode pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang

melakukan IPO periode 2010-2014 lebih banyak menggunakan jasa auditor yang

tidak bereputasi tinggi dibanding menggunakan auditor yang bereputasi tinggi.

5.1.2.3 Umur Perusahaan

Umur perusahaan diukur dari sejak perusahaan berdiri berdasarkan akte

pendirian sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan penawaran umum

perdana. Berdasarkan Tabel 9 Lampiran 4 menunjukkan bahwa rata-rata umur

perusahaan sampel adalah 16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 terbilang memiliki eksistensi

yang cukup lama sebelum melakukan IPO.

Perusahaan sampel yang memiliki umur tertinggi adalah PT. Bank Agris

Tbk yang bergerak dalam sektor keuangan dengan umur 41 tahun. PT. Bank Agris

Tbk berdiri pada tanggal 13 November 1973 dan melakukan IPO pada tanggal 22

Desember 2014. Perusahaan sampel yang memiliki umur terendah adalah PT.

Midi Utama Indonesia Tbk yang bergerak dalam sektor perdagangan, jasa dan

investasi serta PT. Star Petrochem Tbk yang bergerak dalam sektor aneka industri

dengan umur yaitu 3 tahun. PT Midi Utama Tbk berdiri pada tanggal 28 Juni 2007

dan melakukan IPO pada tanggal 30 November 2010. PT. Star Petrochem Tbk.

berdiri pada tanggal 19 Mei 2008 dan melakukan IPO pada tanggal 13 Juli 2011.
62

5.1.2.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan diindikasikan dengan total aktiva. Total aktiva yang

diperhitungkan adalah total aktiva perusahaan pada periode terakhir sebelum

melakukan penawaran perdana. Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 10 diketahui

bahwa rata-rata total aktiva perusahaan sampel pada periode terakhir sebelum

melakukan penawaran perdana adalah Rp. 2.704.772.000.000,-. Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-

2014 merupakan perusahaan besar yang memiliki total aktiva besar.

Perusahaan sampel yang memiliki total aktiva tertinggi adalah PT. BPD

Jawa Timur Tbk yang bergerak dalam sektor keuangan. Total aktiva yang dicapai

adalah sebesar Rp. 24.846.516.000.000,-. Perusahaan sampel yang memiliki total

aktiva terendah adalah PT. Sidomulyo Selaras Tbk yang bergerak dalam sektor

infrastruktur, utilitas dan transportasi. Total aktiva yang dicapai adalah sebesar

Rp. 143.361.000.000,-.

5.1.2.5 Return On Equity (ROE)

Return On Equity (ROE) diukur dengan membandingkan laba bersih

dengan ekuitas perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan

penawaran perdana. Angka ROE merupakan gambaran berapa yang bisa

perusahaan hasilkan untuk setiap rupiah yang ditanamkan investor pada suatu

perusahaan.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata ROE

perusahaan sampel pada periode terakhir sebelum melakukan penawaran perdana

adalah 21,74%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang melakukan
63

IPO periode 2010-2014 memiliki kemampuan menghasilkan laba sebesar 21,74%.

Perusahaan sampel yang memiliki ROE tertinggi adalah PT. Harum Energy Tbk

yang bergerak dalam sektor pertambangan. ROE perusahaan ialah sebesar

101,16%. Perusahaan sampel yang memiliki ROE terendah adalah PT. Evergreen

Invesco Tbk yang bergerak dalam sektor perdagangan, jasa dan investasi. ROE

perusahaan ialah sebesar 0,13%.

5.1.2.6 Persentase Saham yang Ditawarkan

Presentase saham yang ditawarkan diukur dengan membagi jumlah saham

yang ditawarkan pada saat IPO dengan total listed share perusahaan. Berdasarkan

Lampiran 4 Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata persentase saham yang

ditawarkan perusahaan sampel adalah 23,37%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-

rata perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 menjual atau

menawarkan sahamnya ke publik sebesar 23,37%, lebih kecil dibandingkan

dengan persentase saham yang dipegang oleh pemilik (owners).

Persentase saham tertinggi yang ditawarkan perusahaan sampel adalah

sebesar 52,53% yaitu pada PT. Bank Nationalnobu Tbk yang bergerak dalam

sektor keuangan. Perusahaan tersebut menawarkan sebanyak 2.155.830.000

lembar saham dari 4.104.371.700 lembar sahamnya yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Sedangkan, persentase saham terendah yang ditawarkan perusahaan

sampel adalah sebesar 7,96% yaitu pada PT. Blue Bird Tbk yang bergerak dalam

sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi. Perusahaan tersebut menawarkan

sebanyak 376.500.000 lembar saham dari 4.729.600.000 lembar sahamnya yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


64

5.1.2.7 Underpricing

Underpricing diindikasikan dengan initial return perusahaan yang

melakukan IPO. Initial return diukur dengan menghitung selisih antara harga

saham penutupan hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran

perdana dibagi dengan harga saham penawaran perdana.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata initial

return perusahaan sampel sebesar 32,75%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 memberikan keuntungan

kepada investor sebesar 32,75%.

Perusahaan sampel yang memiliki initial return tertinggi adalah PT.

Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk yang bergerak dalam sektor properti, real estat

dan konstruksi bangunan. Initial return perusahaan ialah sebesar 108,82%.

Perusahaan menawarkan sahamnya di pasar perdana dengan harga penawaran

Rp. 170,- per lembar saham dan harga saham penutupan hari pertama di pasar

sekunder sebesar Rp. 355,- per lembar saham. Sedangkan, perusahaan sampel

yang memiliki initial return terendah adalah PT. Trisula International Tbk yang

bergerak dalam sektor aneka industri. Initial return perusahaan ialah sebesar

1,67%. Perusahaan menawarkan sahamnya di pasar perdana dengan harga

penawaran Rp. 300,- per lembar saham dan harga saham penutupan hari pertama

di pasar sekunder sebesar Rp. 305,- per lembar saham.


65

5.1.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh

variabel-variabel independen yaitu reputasi underwriter, reputasi auditor, umur

perusahaan, ukuran perusahaan, ROE dan persentase saham yang ditawarkan

terhadap variabel dependen yaitu underpricing.

5.1.3.1 Pengujian Kualitas Data (Data Screening)

Data screening bertujuan untuk menghilangkan data yang dianggap tidak

normal dan data yang hilang (missing value). Data screening yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji

Kolomogorov Smirnov, uji outlier dan uji missing value.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui nilai residual tedistribusi

normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai

residual yang terdistribusi normal (Ghozali, 2001: 91). Dalam penelitian ini, untuk

menguji normalitas digunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov

(K-S) dengan tingkat signifikansi 5% atau 0,05. Hasil uji normalitas pada Tabel 1

Lampiran 5 menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal karena residualnya

(Asymp. Sig (2-tailed)) > 0,05 yaitu sebesar 0,200. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa model memiliki nilai residual yang terdistribusi normal.

b. Uji Missing Value

Uji missing value ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat nilai atau

data yang terlewat (hilang) dari sebuh isian kuesioner, test atau instrumen lainnya.

Dalam penelitian ini, uji missing value tidak dilakukan karena berdasarkan kriteria
66

sampel, perusahaan yang tidak memiliki data lengkap tidak dipilih sebagai

sampel.

c. Uji Outlier

Uji Outlier ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat data yang sangat

berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai

ektrim baik untuk sebuah variabel tunggu atau variabel kombinasi. Untuk

mendeteksi nilai outlier digunakan nilai Z. Untuk mendeteksi data dikategorikan

outlier, maka digunakan standar nilai Z > 2,5 atau Z < -2,5.

Berdasarkan hasil uji outlier, variabel yang mengandung data outlier

adalah variabel reputasi underwriter, umur perusahaan, ukuran perusahaan, ROE

dan persentase saham yang ditawarkan. Sebanyak 16 perusahaan sampel

dikeluarkan dari sampel penelitian karena memiliki data yang outlier. Setelah

observasi outlier dikeluarkan dari 69 perusahaan sampel, maka terdapat 53

perusahaan yang melakukan IPO dan mengalami underpricing yang dijadikan

sampel dalam penelitian ini.

5.1.3.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk memastikan bahwa model regresi telah

memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Uji asumsi klasik yang

digunakan dalam penelitian ini tediri dari uji heteroskedastisitas dengan

menggunakan uji Glejser, uji multikolinearitas dengan menggunakan Variance

Inflation Factors (VIF) dan uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin Watson

statistik.
67

a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar

variabel independen dalam model regresi (Ghozali, 2001: 95). Uji

multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan tolerance

value dan Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,10 dan

VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih

besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji

multikolinearitas pada Lampiran 5 Tabel 2 menunjukkan bahwa tolerance value

dari semua variabel independen lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari

10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam

persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2001: 125). Dalam penelitian ini, uji

heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yaitu dengan meregresi nilai

absolut residual terhadap variabel-variabel independen. Berdasarkan hasil uji

Glejser pada Lampiran 5 Tabel 3 diketahui bahwa tingkat signifikansi dari

masing-masing variabel bebas adalah di atas 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan mempengaruhi nilai
68

absolut. Sehingga dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya

heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji adanya korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya)

dalam model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem

autokorelasi (Ghozali, 2001: 135). Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW-test). Berdasarkan hasil

uji Durbin Watson pada Lampiran 5 Tabel 4 menunjukkan nilai DW sebesar

2,301. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel

N = 53 dan jumlah variabel independen 6 (K = 6) maka diperoleh nilai dU sebesar

1,317. Nilai DW 2,301 lebih besar dari dU sebesar 1,317 dan nilai (4-dU) yaitu

4 – 2,301 = 1,699 lebih besar dari 1,317. Selain itu, Nilai DW sebesar 2,301

dibandingkan dengan ketentuan nilai Durbin Watson yang terdapat dalam Algifari

(1997), yaitu jika nilai DW sebesar 1,55 hingga 2,46 berarti tidak ada

autokorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada

persamaan regresi dalam penelitian ini.

5.1.3.2 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil perhitungan koefisien regresi linear berganda dengan menggunakan

bantuan program SPSS Versi 23 for Windows berdasarkan data penelitian dapat

dilihat pada Tabel 5.1 sebagai berikut:


69

Tabel 5.1
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Unstandardized Coeffisients
Model t Signifikansi
B Std. Error
(Constant) 40,474 58,249 0,695 0,491
UR -0,645 0,305 -2,118 0,040
AR -12,879 10,794 -1,193 0,239
AGE 0,099 0,397 0,250 0,804
SIZE 3,899 4,152 0,939 0,353
ROE -0,467 0,201 -2,324 0,025
PSO -0,313 0,369 -0,848 0,401
R 0,575
R Square 0,330
Fhitung 3,783
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS, 2017

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan koefisien untuk persamaan regresi

sebagai berikut:

Y = a + b1UR + b2AR + b3AGE + b4SIZE + b5ROE + b6PSO + e

Y = 40,474 – 0,645X1 – 12,879X2 + 0,099X3 + 3,899X4 – 0,467X5 – 0,313X6 + 27,414


(58,249) (0,305) (10,794) (0,397) (4,152) (0,201) (0,369)

Berdasarkan persamaan regresi tersebut maka dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Nilai konstanta (a) sebesar 40,474 menunjukkan bahwa ketika semua

variabel konstan, maka initial return akan meningkat sebesar 40,474%.

Nilai koefisien reputasi underwriter adalah -0,645. Tanda negatif

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bertolak belakang antara

underpricing dengan reputasi underwriter. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi

reputasi underwriter maka underpricing akan semakin rendah. Selanjutnya, nilai

koefisien reputasi underwriter sebesar -0,645 mengandung makna bahwa ketika


70

variabel lain konstan, nilai underpricing perusahaan sampel akan menurun sebesar

0,645.

Nilai koefisien reputasi auditor adalah -12,879. Tanda negatif

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bertolak belakang antara

underpricing dengan reputasi auditor. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi

reputasi auditor maka underpricing akan semakin rendah. Selanjutnya, nilai

koefisien reputasi underwriter sebesar -12,879 mengandung makna bahwa ketika

variabel lain konstan, nilai underpricing perusahaan sampel akan menurun sebesar

12,879.

Nilai koefisien umur perusahaan adalah 0,099. Tanda positif menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang searah antara underpricing dengan umur

perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi umur perusahaan maka

underpricing akan semakin tinggi. Selanjutnya, nilai koefisien umur perusahaan

sebesar 0,099 mengandung makna bahwa ketika variabel lain konstan, nilai

underpricing perusahaan sampel akan meningkat sebesar 0,099.

Nilai koefisien ukuran perusahaan adalah 3,899. Tanda positif

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara underpricing dengan

ukuran perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi ukuran perusahaan maka

underpricing akan semakin tinggi. Selanjutnya, nilai koefisien ukuran perusahaan

sebesar 3,899 mengandung makna bahwa ketika variabel lain konstan, nilai

underpricing perusahaan sampel akan meningkat sebesar 3,899.

Nilai koefisien ROE adalah -0,467. Tanda negatif menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bertolak belakang antara underpricing dengan ROE. Hal
71

ini berarti bahwa semakin tinggi ROE maka underpricing akan semakin rendah.

Selanjutnya, nilai koefisien ROE sebesar -0,467 mengandung makna bahwa

ketika variabel lain konstan, nilai underpricing perusahaan sampel akan menurun

sebesar 0,467.

Nilai koefisien persentase saham yang ditawarkan adalah -0,313. Tanda

negatif menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bertolak belakang antara

underpricing dengan persentase saham yang ditawarkan. Hal ini berarti bahwa

semakin tinggi persentase saham yang ditawarkan maka underpricing akan

semakin rendah. Selanjutnya, nilai koefisien persentase saham yang ditawarkan

sebesar -0,313 mengandung makna bahwa ketika variabel lain konstan, nilai

underpricing perusahaan sampel akan menurun sebesar 0,313.

5.1.3.2.1Uji Kebaikan Model

Uji kebaikan model (goodness of fit) digunakan untuk mengukur ketepatan

fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual. Secara statistik uji kebaikan

model dapat dilakukan melalui pengukuran nilai koefisien determinasi (R2).

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap perubahan variabel dependen. Dengan melihat nilai R 2 dapat

diketahui besaran pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Semakin tinggi nilai R2 mengandung makna semakin besar kemampuan variabel

independen dalam menentukan perubahan variabilitas nilai variabel dependen.

Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada Lampiran 5 Tabel 7

diperoleh R2 sebesar 0,330. Hal ini berarti 33% variabel underpricing dapat

dijelaskan oleh ke enam variabel independen yaitu reputasi underwriter, reputasi


72

auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, ROE dan persentase penawaran

saham. Sedangkan 67% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan ke dalam model ini.

5.1.3.2.2Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis bertujuan untuk menguji apakah variabel independen

(reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan,

ROE dan persentase saham yang ditawarkan) mempunyai pengaruh terhadap

variabel dependen (underpricing).

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 menunjukkan

bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. Dari ke enam variabel independen yang dimasukkan

ke dalam model regresi, terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada

underpricing, yaitu reputasi underwriter dan ROE dengan tingkat kepercayaan

sebesar 95% atau (α) = 0,05. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yaitu reputasi

auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan dan persentase saham yang

ditawarkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada underpricing.

Penjelasan dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pengujian Hipotesis Pertama (H1)

Reputasi Underwriter Berpengaruh Negatif terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel reputasi underwriter sebesar 0,040 yang lebih

kecil jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara statistik reputasi

underwriter memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Tanda pada


73

koefisien regresi dari variabel reputasi underwriter adalah negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi reputasi underwriter yang menjamin IPO

perusahaan, maka underpricing akan semakin rendah dan sebaliknya. Dengan

demikian, H1 yang menyatakan reputasi underwriter berpengaruh negatif terhadap

underpricing memiliki cukup bukti untuk diterima.

2) Pengujian Hipotesis Kedua (H2)

Reputasi Auditor Berpengaruh Negatif terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel reputasi auditor sebesar 0,239 yang lebih besar

jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara statistik reputasi

auditor tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Dengan

demikian, H2 yang menyatakan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap

underpricing tidak dapat diterima atau ditolak.

3) Pengujian Hipotesis Ketiga (H3)

Umur Perusahaan Berpengaruh Negatif terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel umur perusahaan sebesar 0,804 yang lebih besar

jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara statistik umur

perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Dengan

demikian, H3 yang menyatakan umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap

underpricing tidak dapat diterima atau ditolak.


74

4) Pengujian Hipotesis Keempat (H4)

Ukuran Perusahaan Berpengaruh Negatif terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel ukuran perusahaan sebesar 0,353 yang lebih

besar jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara statistik ukuran

perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Dengan

demikian, H4 yang menyatakan umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap

underpricing tidak dapat diterima atau ditolak.

5) Pengujian Hipotesis Kelima (H5)

Return On Equity Berpengaruh Negatif terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel return on equity sebesar 0,025 yang lebih kecil

jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara statistik ROE memiliki

pengaruh signifikan terhadap underpricing. Tanda pada koefisien regresi dari

variabel ROE adalah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROE

perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan IPO, maka

underpricing akan semakin rendah dan sebaliknya. Dengan demikian, H5 yang

menyatakan ROE berpengaruh negatif terhadap underpricing memiliki cukup

bukti untuk diterima.


75

6) Pengujian Hipotesis Keenam (H6)

Persentase Saham yang Ditawarkan Berpengaruh Positif terhadap

Underpricing

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel 5.1 diketahui

bahwa nilai signifikansi variabel persentase saham yang ditawarkan sebesar 0,401

yang lebih besar jika dibandingkan dengan (α) = 0,05. Hal ini berarti secara

statistik persentase saham yang ditawarkan tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap underpricing. Dengan demikian, H6 yang menyatakan persentase saham

yang ditawarkan berpengaruh positif terhadap underpricing tidak dapat diterima

atau ditolak.

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negatif signifikan terhadap

underpricing. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi reputasi underwriter

yang melakukan penjaminan atas IPO perusahaan maka underpricing akan

semakin rendah dan sebaliknya.

Hubungan antara underwriter dengan underpricing dapat dilihat pada

Lampiran 4 Tabel 7 dan Lampiran 4 Tabel 13. Perusahaan dengan underpricing

yang diukur dengan initial return tertinggi menggunakan underwriter yang

memperoleh skor terendah. Sedangkan, perusahaan dengan initial return terendah

menggunakan underwriter yang memperoleh skor cukup tinggi. Hal ini

menunjukkan ketika perusahaan menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi


76

maka initial return perusahaan akan rendah. Demikian pula jika reputasi

underwriter yang melakukan penjaminan semakin rendah, maka tingkat initial

return perusahaan akan tinggi. Hal ini sangat boleh jadi disebabkan karena

underwriter yang bereputasi tinggi memiliki kepercayaan diri terhadap

kesuksesan penawaran saham perdana sehingga ada kecendurungan underwriter

lebih berani untuk memberikan harga tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas

penjaminannya.

Berdasarkan teori asimetri informasi (Jensen dan Meckling, 1976)

menjelaskan bahwa terdapat ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak-

pihak yang terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, underwriter dan

investor. Underwriter memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap

daripada emiten. Sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki

informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Underwriter yang

bereputasi tinggi dianggap mampu memprediksi harga saham di masa yang akan

datang dengan baik, sehingga akan mengurangi ketidakpastian yang diikuti

dengan tingkat underpricing yang rendah.

Temuan ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sandhiaji (2004),

Yasa (2008) dan Hapsari (2012) yang menemukan bahwa reputasi underwriter

berpengaruh negatif terhadap underpricing.

Penyebab terjadi persamaan hasil penelitian dengan temuan Sandhiaji

(2004) sangat boleh jadi dikarenankan oleh persamaan pengukuran variabel.

Variabel raputasi underwriter dalam penelitian ini diukur berdasarkan peringkat

underwriter yang terdapat dalam Fact Book 50 Most Active IDX Members. Hal ini
77

juga dilakukan dalam penelitian Sandhiaji (2004). Sementara itu, perbedaan

penelitian yang dilakukan Sandhiaji (2004) dengan penelitian ini adalah sektor

industri yang dikaji. Sandhiaji (2004) mengkaji perusahaan yang bergerak dalam

sektor manufaktur, sedangkan penelitian ini mengkaji semua sektor industri.

Penyebab terjadi persamaan hasil penelitian dengan temuan Yasa (2008)

dan Hapsari (2012) sangat boleh jadi dikarenakan oleh persamaan industri yang

dikaji. Industri yang dikaji dalam penelitian ini meliputi semua industri, sehingga

perusahaan sampel tidak diklasifikasikan berdasarkan industrinya masing-masing.

Hal ini juga dilakukan dalam penelitian Yasa (2008) dan Hapsari (2012).

Sementara itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lakukan oleh Yasa

(2008) dan Hapsari (2012) ialah menggunakan periode penelitian yang berbeda.

5.2.2 Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap

underpricing.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 8 diketahui bahwa perusahaan yang

melakukan IPO selama periode 2010-2014 lebih banyak menggunakan jasa KAP

yang afiliasinya tidak termasuk dalam peringkat big four. Tercatat sebanyak 42

perusahaan dari 53 perusahaan yang melakukan IPO atau sebesar 79,25% memilih

menggunakan jasa KAP yang afiliasinya tidak termasuk dalam peringkat big four.

Sedangkan perusahaan yang menggunakan jasa KAP yang afiliasinya masuk

dalam peringkat big four sebanyak 11 perusahaan atau sebesar 20,75%. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 lebih


78

banyak menggunakan auditor yang tidak memiliki reputasi tinggi ketimbang

menggunakan auditor yang bereputasi tinggi. Hal ini sangat boleh jadi

dikarenakan peranan auditor dalam pelaksanaan IPO perusahaan ialah sebatas

melaksanakan audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Penggunaan jasa

auditor yang afiliasinya termasuk dalam peringkat big four tentu saja akan

mengeluarkan biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan auditor yang

afiliasinya tidak termasuk dalam peringkat big four. Hal ini dapat menjadi

pertimbangan perusahaan agar dapat meminimalkan atau menekan biaya yang

dikeluarkan pada saat melakukan IPO.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hapsari (2012) yang menemukan bahwa reputasi auditor berpengaruh negatif

terhadap underpricing. Penyebab terjadinya perbedaan dalam hasil penelitian

sangat boleh jadi dikarenakan pengukuran variabel reputasi auditor yang berbeda.

Dalam penelitian Hapsari (2012), variabel reputasi auditor diukur berdasarkan

frekuensi auditor yang melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan.

Sedangkan dalam penelitian ini, variabel reputasi auditor diukur berdasarkan

peringkat big four yang bersumber dari Vault Rankings & Reviews - Most

Prestigious Accounting Firms.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kristiantari (2013) yang menemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh

terhadap underpricing. Penyebab terjadinya persamaan dalam hasil penelitian

sangat boleh jadi dikarenakan pengukuran variabel yang digunakan sama dan

industri yang dikaji sama, yaitu meliputi semua sektor industri.


79

5.2.3 Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

underpricing.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 9 dan Lampiran 4 Tabel 13 menunjukkan

bahwa meskipun perusahaan telah lama berdiri, tetapi tidak menjamin tingkat

underpricing yang dialaminya rendah. Demikian pula sebaliknya, perusahaan

yang baru saja berdiri tidak berarti akan mengalami underpricing dengan tingkat

yang tinggi. Selain itu, Tabel 9 Lampiran 4 juga menunjukkan bahwa rata-rata

perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 berumur 16 tahun dan

mengalami tingkat underpricing yang berbeda-beda, ada yang rendah dan ada

pula yang tinggi. Dengan kata lain, umur perusahaan tidak mempengaruhi initial

return perusahaan. Hal ini sangat boleh jadi dikarenakan informasi keuangan yang

disajikan dalam prospektus perusahaan ketika IPO berjangka waktu 5 tahun

terakhir atau sejak berdirinya perusahaan jika kurang dari 5 tahun, sehingga

berapapun usia perusahaan, investor hanya akan mengetahui informasi selama

jangka waktu yang terdapat dalam prospektus.

Selain itu, dalam dunia bisnis yang selalu dinamis, perusahaan yang lebih

muda belum tentu memiliki kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan

dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri. Ramadhani (2009)

menyatakan bahwa umur suatu perusahaan tidak selalu menjamin bahwa

perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang


80

sehat. Perusahaan dengan umur berapapun dapat mengalami kondisi keuangan

yang tidak sehat atau bahkan kebangkrutan. Hal ini terjadi karena adanya faktor-

faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan eksternal. Hasil

penelitian ini memberikan bukti bahwa umur perusahaan tidak menjadi

pertimbangan dalam menilai perusahaan yang melakukan IPO.

Temuan ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sandhiaji (2004) yang menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif

terhadap underpricing. Perbedaan dalam hasil penelitian sangat boleh jadi

dikarenakan oleh perbedaan sektor industri yang dikaji dan periode penelitian.

Dalam penelitian Sandhiaji (2004) mengkaji perusahaan yang bergerak dalam

sektor manufaktur pada periode 1996-2002, sedangkan dalam penelitian ini

mengkaji semua sektor industri pada periode 2010-2014.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kristiantari (2013) yang menemukan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh

terhadap underpricing. Persamaan dalam hasil penelitian sangat boleh dijadi

dikarenakan persamaan pengukuran variabel dan persamaan industri yang dikaji,

yaitu semua sektor industri. Perbedaan penelitian Kristiantari (2013) dengan

penelitian ini ialah menggunakan periode penelitian yang berbeda.

5.2.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

underpricing.
81

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 10 dan Lampiran 4 Tabel 13 menunjukkan

bahwa total aktiva yang besar tidak menjadi jaminan perusahaan akan mengalami

underpricing dengan tingkat yang rendah. Begitupula sebaliknya, perusahaan

yang memiliki total aktiva yang kecil tidak berarti akan mengalami tingkat

underpricing yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa total aktiva perusahaan

bukan menjadi pertimbangan investor dalam berinvestasi di pasar perdana. Hal ini

sangat boleh jadi dikarenakan total aktiva pada saat perusahaan melakukan IPO

belum dapat mencerminkan prospek saham perusahaan di masa yang akan datang.

Jumlah total aktiva pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan IPO bisa

saja dianggap sebagai syarat untuk memenuhi jumlah total aktiva yang harus

dimiliki perusahaan ketika hendak IPO.

Selain itu, ukuran suatu perusahaan yang diukur dengan besarnya total

aktiva yang dimiliki tidak dapat dijadikan jaminan atas seberapa besar laba yang

akan dihasilkan oleh perusahaan. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan

perusahaan kecil dalam hal ini yang memiliki total aktiva lebih kecil dapat

berkembang dengan cepat dan memberikan laba yang lebih besar dibanding

perusahaan besar.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hapsari (2012) dan Sandhiaji (2004) yang menemukan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Penyebab terjadinya

perbedaan hasil penelitian sangat boleh jadi dikarenakan oleh kondisi fundamental

perusahaan yang diteliti serta perbedaan periode penelitian.


82

Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyatmin dan

Sujadi (2006) yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh

terhadap underpricing. Penyebab terjadinya persamaan hasil penelitian sangat

boleh jadi dikarenakan oleh sektor industri yang dikaji sama, yaitu semua sektor

industri dan persamaan pengukuran variabel. Perbedaan penelitian yang dilakukan

oleh Suyatmin dan Sujadi (2006) dengan penelitian ini ialah menggunakan

periode penelitian yang berbeda.

5.2.5 Pengaruh Return On Equity terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa return on equity berpengaruh negatif signifikan terhadap

underpricing. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROE perusahaan yang

melakukan IPO maka underpricing akan semakin rendah dan sebaliknya.

Hubungan antara ROE dengan underpricing dapat dilihat pada Lampiran 4

Tabel 11 dan Lampiran 4 Tabel 13. Perusahaan dengan ROE tertinggi

memperoleh initial return yang cukup rendah atau di bawah rata-rata. Sedangkan,

perusahaan dengan ROE terendah memperoleh initial return yang cukup tinggi

atau di atas rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa ROE perusahaan yang tinggi

dapat mengurangi ketidakpastian di masa yang akan datang sehingga akan

menurunkan tingkat underpricing. Sedangkan, ROE perusahaan yang rendah

menunjukkan ketidakpastian yang tinggi di masa yang akan datang sehingga

tingkat underpricing akan meningkat.

Berdasarkan pada signalling theory (Kim dan Ritter, 1999) yakni untuk

mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan
83

dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan

memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi ROE suatu perusahaan berarti

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang tinggi

yang menunjukkan bahwa perusahaan berkualitas baik. ROE yang tinggi akan

mengurangi ketidakpastian di masa yang akan datang sekaligus mengurangi

ketidakpastian IPO sehingga akan mengurangi tingkat underpricing.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hapsari

(2012) yang menemukan bahwa ROE berpengaruh negatif terhadap underpricing.

Penyebab terjadinya persamaan hasil penelitian sangat boleh jadi disebabkan oleh

persamaan sektor industri yang dikaji. Sektor industri yang dikaji meliputi semua

sektor industri. Sementara itu, perbedaan penelitian Hapsari (2012) dengan

penelitian ini ialah menggunakan periode penelitian yang berbeda.

5.2.6 Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap Underpricing

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam peneitian ini

ditemukan bahwa persentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh signifikan

terhadap underpricing.

Berdasarkan Lampiran 4 Tabel 12 dan Lampiran 4 Tabel 13 menunjukkan

bahwa besarnya persentase saham yang ditawarkan tidak berarti perusahaan akan

mengalami underpricing yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, kecilnya persentase

saham yang ditawarkan tidak menjadi jaminan perusahaan akan mengalami

underpricing yang rendah. Selain itu, Lampiran 4 Tabel 12 juga menunjukkan

bahwa rata-rata perusahaan yang melakukan IPO periode 2010-2014 menawarkan

sahamnya kepada publik sebesar 23,37% dan mengalami tingkat underpricing


84

yang berbeda-beda, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi. Hal ini sangat

boleh jadi disebabkan karena kebanyakan perusahaan menawarkan sahamnya

untuk pertama kali kepada publik memang dalam jumlah yang lebih kecil jika

dibandingkan dengan jumlah saham yang dipegang oleh pemilik (owners)

sehingga dapat memperoleh pemegang saham minoritas. Perusahaan yang

melakukan penawaran perdana dianggap bertujuan untuk menghimpun dana dari

masyarakat, sehingga besar atau kecilnya persentase saham yang ditawarkan tidak

dapat menjadi ukuran seberapa besar return yang akan diperoleh investor atas

investasinya.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh

Handayani (2008) yang menemukan bahwa persentase saham yang ditawarkan

berpengaruh positif terhadap underpricing. Perbedaan hasil penelitian sangat

boleh jadi disebabkan oleh perbedaan sektor indsutri yang dikaji. Handayani

(2008) mengkaji perusahaan yang bergerak dalam sektor keuangan, sedangkan

dalam penelitian ini mengkaji semua sektor industri.

Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuroh (2013)

yang menemukan bahwa persentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh

terhadap underpricing. Persamaan hasil penelitian sangat boleh jadi disebabkan

oleh persamaan pengukuran variabel. Sementara itu, perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh Nuroh (2013) dengan penelitian ini ialah terletak pada perbedaan

sektor industri yang dikaji. Nuroh (2013) mengkaji perusahaan yang bergerak

dalam sektor perbankan, sedangkan penelitian ini mengkaji semua sektor industri.
85

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana penelitian hanya mengkaji

pengaruh variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran

perusahaan, return on equity dan persentase saham yang ditawarkan terhadap

underpricing. Dilihat dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0,330 yang berarti

bahwa variabel independen yang diteliti mempengaruhi variabel dependen sebesar

33%. Sedangkan 67% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model

penelitian. Hal ini berarti masih ada variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing.

Selain itu, penelitian ini lebih banyak menggunakan variabel bebas non-

keuangan dibandingkan dengan variabel bebas keuangan. Jenis industri juga tidak

dimasukkan sebagai salah satu variabel bebas dalam penelitian ini, sehingga

perusahaan sampel tidak diklasifikasikan ke dalam jenis industri masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai