Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Lembaga Pembiayaan dan Aspek Hukumnya


Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Law and Business

Dosen Pengampu :
Drs Nahruddien Akbar M.CA.,CPA.,BKP.,CTA.,MM.,MH

Disusun Oleh :
Juliyawita Dwi Iswara (1910631030022)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
KARAWANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya
selaku penyusun Makalah Lembaga Pembiayaan dan Aspek dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan ini. Makalah ini adalah yang saya tujukan kepada Bapak selaku Dosen Mata Kuliah
Law and Business
Saya harap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Mata Kuliah
Law and Business. Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih perlu ditingkatkan lagi
mutunya dan informasinya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat saya harapkan.

Karawang, Februari 2022


A. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Berbeda dengan bank atau lembaga
keuangan bukan bank, lembaga pembiayaan tidak diperbolehkan untuk menghimpun
dana secara langsung dari masyarakat. Ketentuan tentang lembaga ini telah diatur dalam
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Pasal 1 ayat 2. Keputusan
Presiden tersebut menjelaskan pengertian mengenai lembaga pembiayaan yaitu “lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik secara langsung dari
masyarakat".Peranan lembaga pembiayaan yaitu, sebagai salah satu lembaga sumber
pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian
nasional serta menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan
aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau
pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor
permodalan.

B. Leasing sebagai Bentuk Perusahaan Pembiayaan


Leasing atau Sewa Guna Usaha, dimana leasing itu berasal dari kata lease (inggris)
yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), leasing
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa
guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala. Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap
berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa
bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung
untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi
barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Obyek kegiatan leasing meliputi
barang-barang modal pada sector transportasi, industry, kontruksi, pertanian,
pertambangan, perkantoran, kesehatan.

a. Jenis Leasing
Ada beberapa macam pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
a) Operating lessee adalah usaha leasing dimana pihak lessee hanya membayar sewa
pembiayaan (rental) sesuai perjanjian tanpa diikuti dengan pemilihan (hak opsi)
barang modal tersebut oleh lessee pada masa akhir perjanjian. Jenis barang modal
yang sering disewakan dengan cara ini yaitu barang yang memiliki nilai tinggi,
misalnya: alat-alat berat, traktor, mesin mesin dan sebagainya.
b) Financial lessee adalah usaha leasing dimana selain membayar sewa yang ditetapkan
pada akhir masa kontrak, pembiayaan lesse tersebut akan membeli barang-barang
modal tersebut berdasarkan sisa yang disepakati bersama.
c) Leverage lease adalah finance lease yang melibatkan selain lessor dan lessee. Juga
pihak ketiga yaitu Credit Provider, peran pihak ketiga ini adalah membiayai
sebagian barang modal yang akan disewakan, pihak lessor hanya akan membiayai
sebesar 20% sampai dengan 40% harga barang modal, sedangkan sisanya dibiayai
pihak ketiga tersebut.
d) Cross border lease adalah usaha leasing yang melewati batas wilayah suatu Negara.
Dalam model ini diperlukan suatu penanganan khusus meliputi aturan hukumnya,
perpajakan, akuntansi dan sebagainya. Contoh baranng modal yang bisa disewa
guna usahakan denganc ara ini adalah pesawat terbang

b. Mekanisme leasing secara sederhana adalah sebagai berikut:


 Perusahaan yang membeli barang modal atau property (lessee) mengadakan
perjanjian dengan penjual, yang direalisasi dalam akta jual beli.
 Pembayaran dilakukan dengan dana yang berasal dari lessor (leasing company).
 Sebelum pembayaran dilakukan, terlebih dahulu diadakan perjanjian antara lessor
dengan lessee. Kemudian setelah pembayaran dilakukan, dilanjutkan dengan
ditutupnya perjanjian leasing

c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian leasing, yaitu sebagai berikut.
 Nilai pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan untuk pengadaan/ pembelian barang
modal, yakni jumlah yang dibayar oleh lessor kepada lessee sehubungan dengan
penjualan tanah dan bangunan.
 Angsuran pokok pembiayaan, yakni bagian dari pembayaran sewa guna usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan.
 Security deposit, adalah jumlah yang diterima lessor dari lessee pada permulaan
masa sewa guna usaha sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran.
 Residual value, yakni nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang
telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha.
 Bunga, yaitu bagian dari pembayaran sewa guna usaha diperrhitungkan sebagai
pendapatan bagi lessor. yang Opsi, yaitu hak lessee untuk membeli kembali
barang modal berupa tanah dan bangunan yang di-lease-kan pada akhir masa
leasing.
 Masa sewa guna usaha yakni jangka waktu leasing yang dimulai sejak
penandatanganan akta perjanjian dan akan berakhir pada tanggal pembayaran
angsuran pokok pembiayaan terakhir.

d. Manfaat Leasing
Pembiayaan melalui leasing menciptakan beberapa keuntungan antara lain:
1. Menghemat Modal
2. Sangat luwes (flexible), Keluwesan ini menyangkut berbagai aspek antara lain
struktur kontrak, besarnya sewa, jangka waktu kontrak serta nilai sisa (residu)
3. Sebagai sumber dana, Sumber dana yang diciptakan leasing adalah dari jenis sale
and lease back
4. Menguntungkan cash flow, Keluwesan dalam penentuan besarnya sewa akan
menguntungkan cash flow lessee.
5. Menciptakan keuntungan dari pengaruh inflasi, Pembayaran sewa bersifat tetap
dan dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa (serta
residu) akan turun jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
6. Sarana kredit menengah dan panjang, Semakin sulitnya mencari kredit jangka
menengah dan panjang membuat leasing menjadi alternative pembiayaan.
7. Dokumentasi sederhana, Dokumentasi leasing biasanya sudah standar sehingga
untuk melakukan transaksi leasing berikutnya tinggal mengikuti dokumentasi
yang sudah ada.
Perjanjian leasing termasuk dalam perjanjian baku, yaitu suatu wujud kebebasan
individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya. Perjanjian
baku disebut juga kontrak standar/contract standard/standard agreement. Dikaitkan
dengan perjanjian leasing, antara lessor dan lessee maka harus dilakukan dengan
perjanjian tertulis. Mengenai perjanjian tertulis ini tidak ada ketentuan apakah harus
dengan bentuk akta otentik atau akta bawah tangan.
Dalam pengumuman No. 307/DJM/III/7/1974, Direktur Jenderal Moneter
menentukan bahwa di dalam perjanjian leasing sedikitnya harus dimuat keterangan rinci
mengenai objek perjanjian financial leasing, jangka waktu financial leasing, harga sewa
serta cara pembayarannya, kewajiban perpajakan, penutupan asuransi, perawatan barang
dan penggantian barang hilang/rusak. Namun, sebaiknya perjanjian leasing dibuat
lengkap antara lain meliputi: subjek perjanjian, objek perjanjian, jangka waktu, imbalan
jasa serta cara pembayaran, hak opsi bagi lessee, kewajiban perpajakan, asuransi,
tanggung jawab atas objek akibat lalai, rusak atau hilangnya objek perjanjian.
1. Leasing tidak Sama dengan Sewa Biasa
Leasing adalah sewa guna usaha, merupakan salah satu bentuk perusahaan
pembiayaan, yang sudah barang tentu tidak sama dengan sewa-menyewa biasa, karena
ciri/syarat leasing harus dipenuhi.
Adapun syarat dan ciri leasing antara lain adanya hak opsi bagi lessee, para pihak,
objek, cara pembayaran dan residual value. Barang-barang yang menjadi objek perjanjian
leasing di sini meliputi segala macam barang modal, mulai dari pesawat terbang hingga
mesin-mesin dan komputer untuk keperluan perkantoran. Dalam sewa-menyewa,
biasanya cara pembayaran dilakukan sekali untuk suatu periode tertentu, sedangkan
leasing cara pembayarannya dilakukan secara berkala dan bisa dilakukan setiap bulan,
setiap kuartal atau setiap setengah tahun sekali.
Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa, sedangkan perjanjian sewa-
menyewa tidak mengenal hal ini. Pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk
menentukan apakah dia ingin membeli barang modal tersebut dengan harga sebesar nilai
sisa ataukah mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian sewa-menyewa jika masa
sewa telah berakhir maka penyewa wajib mengembalikan barang tersebut kepada pihak
yang menyewakan. Dua pihak yang terlibat dalam perjanjian leasing adalah lessor dan
lessee. Dalam perjanjian sewa-menyewa, siapa saja boleh menjadi lessor, sedangkan pada
perjanjian leasing hanya perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari Kementrian
Keuangan saja yang menjadi lessor.
Sangat penting untuk diperhatikan dalam perbedaan ini adalah hak pemilikan
secara hukum, cara pencatatan dalam akuntansi dan besarnya rental. Pemilahan leasing
biasanya dibagi dalam dua kelompok. Dua kelompok utama leasing: finance lease (direct
finance lease dan sale and leasse back) dan operating lease.

2. Aspek Hukum Leasing


Bila dilihat dari aspek hukumnya, maka dalam leasing harus diperhatikan, antara lain
bentuk perjanjian leasing, isi perjanjian leasing, pentingnya jaminan dalam perjanjian
leasing dan bentuk kelalaian dari pihak lessee. Perjanjian leasing biasanya berbentuk
tertulis. Mengenai perjanjian tertulis ini, tidak ada ketentuan apakah harus dibuat dalam
bentuk akta otentik ataukah dalam bentuk akta di bawah tangan. Apabila ditinjau dari
sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, bukti yang paling kuat adalah dalam bentuk
otentik. Beda akta otentik dengan akta di bawah tangan, yakni merujuk pada Pasal 1870
KUHPerdata: akta otentik merupakan bukti kebenaran seluruh isi akta yang bersangkutan
sampai ada orang/pihak lain yang membuktikan kebalikannya (prima facie evidence).
Mengenai isi perjanjian leasing, maka harus disebutkan, antara lain objek, jangka
waktu, imbalan jasa leasing dan cara pembayaran, hak opsi, kewajiban perpajakan,
penutupan asuransi, tanggung jawab, akibat lalai dan kerusakan atau kehilangan barang.
Dalam suatu perjanjian finance lease, subjek-subjek yang terlibat adalah lessor dan
lessee. Pihak yang boleh menjadi lessor adalah hanya pihak yang dengan tegas diizinkan
untuk berusaha dalam bidang leasing Pihak yang boleh menjadi lessee adalah suatu badan
usaha atau perorangan yang mempunyai izin usaha.
Objek finance lease biasanya dibeli oleh lessor atas permintaan lessee. Sebelum
barang tersebut dibeli, lessee dan supplier telah mengadakan pembicaraan mengenai jenis
dan tipe barang, cara pengiriman barang, mengenai servis dan perawatan dan juga harga
barang, kemudian supplier mengirim barang ke lokasi di mana lessee bisa menggunakan
barang tersebut. Apabila supllier cedera janji, maka yang berhak menggugat adalah lessor
memberi kuasa kepada lessee untuk mewakilinya dimulai pada saat lessee menerima
barang sampai pada waktu yang telah disepakati bersama.
Jika terjadi kelalaian, maka lessor berhak untuk mengakhiri perjanjian tersebut,
tetapi lessee tidak bisa mengakhiri perjanjian leasing tersebut selama perjanjian masih
berjalan.
Imbalan jasa dalam perjanjian leasing biasanya meliputi:
 Biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk bisa mendapatkan barang yang dipesan
sesuai dengan permintaan lessee termasuk biaya pengangkutan, pemasangan, asuransi
dan lain-lainnya;
 Biaya bunga yang harus dibayar oleh lessor sesuai dengan penyediaan dana untuk
membeli barang tersebut;
 Spread atau margin yang merupakan keuntungan bagi lessor;
 Pajak yang mungkin timbul sehubungan dengan barang tersebut maupun dengan
adanya perjanjian leasing
Transaksi leasing merupakan suatu transaksi yang melibatkan sejumlah besar modal
dan kemungkinan terjadinya kelalaian oleh pihak lessee, maka untuk menjamin
kelancaran dan ketertiban pembayaran lease rental serta mencegah timbulnya kerugian
bagi lessor, maka lessor dapat meminta jaminan dari lessee sebagai berikut. (a) Jaminan
pribadi. (b) Jaminan perusahaan. (c) Cros guarantee. (d) Jaminan kebendaan. (e) Security
deposit. Jaminan pribadi merupakan jaminan yang dapat diberikan oleh para direksi
secara pribadi atau oleh pihak ketiga lainnya sebagai penjamin. Dalam anggaran dasar
(A(D) dari perusahaan penjamin biasanya disebutkan siapa-siapa yang berwenang untuk
mengikat perusahaan itu sebagai penjamin. Dalam suatu grup yang terdapat beberapa
perusahaan di dalamnya, maka di antara perusahaan tersebut bisa saling tanggung-
menanggung dalam pemberian jaminan.
Sering pula dimungkinkan adanya wanprestasi oleh lessee, untuk itu perlu
diperhatikan bentuk-bentuk kelalaian dari pihak lessee, sebagai berikut.
1. Lessee tidak membayar rental pada tanggal yang telah ditentukan atau baru
membayar beberapa hari setelah tanggal tertentu, ataupun ia melakukan pembayaran
tetapi tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan.
2. Lessee tidak bayar denda atas keterlambatannya membayar rental atau juga terlambat
membayar denda tersebut.
3. Lessee melakukan tindakan yang dilarang dilakukan olehnya seperti tertera dalam
perjanjian, misal melakukan sublease, penjaminan barang atau menghilangkan label
barang dan sebagainya.

C. Anjak Piutang
Factoring atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak
kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu
Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir dalam "Bank dan
Lembaga Keuangan lainnya" (2002) menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih
dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau
pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan
dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). Kemudian pengertian
anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 tanggal
20 Desember 1988 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Ada dua
biaya yang harus dibayar oleh perusahaan pengguna jasa anjak piutang:
a. Factoring Charge, yaitu biaya yang dikenakan oleh perusahaan anjak piutang kepada
perusahaan pengguna jasa atau nasabah sebagai biaya administrative. Besarnya
berkisar 0,5% sampai dnegan 2% dari jumlah piutang yang dijual kreditur kepada
perusahaan anjak piutang.
b. Intial Payment Charge (Bunga), yaitu biaya yang dikenakan pada dana yang telah
dibayarkan lebih dulu pada kreditur. Bunga dihitung untuk masa "pembelian"
piutang sampai piutang tersebut jatuh tempo. Besarnya bunga biasanya mengikuti
sukubunga yang berlaku. Namun dapat pula bervariasi tergantung volume transaksi,
rata-rata transaksi, profit, sifat debitur dan sebagainya
Adapun mekanisme perdagangan domestik dengan factoring adalah sebagai berikut:
pertama, penjual (klien) menyerahkan barang kepada pembeli (costumer). Lantas
pembeli menyerahkan invoice kepada penjual. Kemudian klien menyerahkan foto kopi
invoice kepada perusahaan factoring. Perusahaan factoring segera membayar sampai
80% dari nilai kepada pembeli, lalu pembeli membayar tagihan tadi kepada perusahaan
factor, dan perusahaan factor mengembalikan sisa pembayaran (refund) kepada penjual
sebesar 20% dari nilai invoice yang dikurangi fee yang telah disepakati bersama dalam
kontrak factoring.
a. Dari definisi diatas, setidaknya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
 Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor
sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga
pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
 Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan
yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
 Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien,
dan piutang tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring.
Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak
piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain halnya dengan
bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak
piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien
yang memiliki nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang ini
sebenamya diawali dari adanya transaksi jual beli barang atau jasa yang
pembayarannya secara kredit.
b. Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau pengurusan
piutang.
c. Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan berasal dari
transaksi perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri di antaranya:
 Piutang yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari
perusahaan yang belum jatuh tempo;
 Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo;
 Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.

Beberapa manfaat anjak piutang dalam peningkatan kemampuan usaha sebagai


berikut:
1. Menurunkan biaya produksi perusahaan.
2. Memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran di muka atau
advanced payment sehingga meningkatkan credit standing perusahaan klien.
3. Meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien, karena klien dapat
mengadakan transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik
perdagangan dalam maupun luar negeri.
4. Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui peningkatan
perputaran modal kerja.
5. Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit macet. Risiko
kredit macet dapat diambil alih oleh perusahaan anjak piutang.
6. Mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.
Tidak ada ketentuan mengenai bentuk perjanjian anjak piutang, tetapi secara logis
dengan objek pembiayaan berisiko tinggi, maka sebaiknya perjanjian anjak piutang
dibuat secara tertulis. Factoring agreement juga harus memuat secara tegas hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Kewajiban perusahaan anjak piutang adalah menerima
penawaran piutang dari klien yang timbul dari transaksi dagang dengan cara kredit. Klien
pada prinsipnya berhak atas pembayaran jumlah piutang yang dijual kepada perusahaan
anjak piutang, sebaliknya kewajiban klien harus menjamin keberesan semua peralihan
piutang secara yuridis kepada perusahaan anjak piutang. Perjanjian juga harus
menegaskan hak dari perusahaan anjak piutang untuk menagih langsung nasabah,
sebaliknya klien pun berkewajiban menjamin adanya pemberitahuan kepada nasabah
bahwa piutang telah dialihkan berdasarkan faktur barang dan nasabah wajib membayar
kepada perusahaan anjak piutang.
D. Kartu Kredit
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah
kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu
kredit, Sedangkan pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/52/PBI/2005, Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul
dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan
penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu
oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan
kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge
card) ataupun secara angsuran.
a. Pihak yang terlibat dalam usaha kartu kredit
1. Bank, lembaga keuangan atau lembaga pengelola yang menerbitkan kartu kredit
(issuer) bekerjasama dengan merchant.
2. Nasabah sebagai pemegang kartu kredit (cardholder).
3. Pedagang yang menerima pembayaran dengan kartu kredit (merchant).
b. Manfaat Kartu Kredit bagi Pemegang Kartu Kredit (Card Holder)
1. Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi-transaksi
berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
2. Terdapat berbagai penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain
point rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan
bunga cicilan 0%.
c. Resiko Kartu Kredit.
Walaupun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain
terdapat resiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya,
seperti:
 Resiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena pengguna yang sah
melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat
ini transaksi belanja dengan menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan
tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh pihak lain.
 Resiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi
karena pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada saat
jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah
jatuh tempo.
Usaha kartu kredit adalah salah satu kegiatan usaha lembaga pembiayaan berdasarkan
Keppers No. 61 Tahun 1988 Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 2 (1) butir e dan diatur lagi dalam
UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 Pasal 6 butir i. Menurut Kepmenkeu No.
448/KMK.017/2000, kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan
kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembayaran barang atau
jasa.
Antara pemegang kartu kredit dengan perusahaan yang bergabung terjadi suatu
perikatan dasar yang berdasarkan perusahaan berkewajiban menyerahkan barang atau
jasa yang diperjanjikan dan pemegang kartu berkewajiban membayar jumlah yang
disepakati. Berhubungan dengan pembayaran jumlah uang itu, mereka lebih lanjut
menyatakan kesepakatan, bahwa hal itu akan dilakukan dengan menggunakan kartu
kredit. Perjanjian pembayaran ini adalah perjanjian pembantu (hulp overeenkomst) yang
dibuat di atas perjanjian dasar dan bersifat accesoir terhadap perjanjian dasar.
E. Pembiayaan Konsumen
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen
(Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya
Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu
perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung
dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi.
Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan pembiayaan
konsumen (Customer Finance Company). Berdasarkan definisi pembiayaan konsumen di
atas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan
pembiayaan konsumen, yaitu:
a. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang
dapat diberikan kepada konsumen.
b. Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga,
komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.
c. Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran/berkala, biasanya dilakukan
pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung kepada konsumen.
d. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti
financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi).
Pembiayaan konsumen merupakan kegiatan yang mirip sewa guna usaha dengan hak
opsi, dengan tetap memperhatikan unsur risiko dan keamanan dalam pemberian
pembiayaan. Bedanya hanya pada besar kecilnya pinjaman.Si peminjam dalam
pembiayaan konsumen memiliki beberapa alasan kenapa ia meminjam, yaitu seperti
sebagai berikut:
 Tidak berorientasi pada jaminan.
 Tidak terlalu banyak persyaratan.
 Tidak mengganggu keuangan konsumen.
 Prosesnya cepat.
 Angsuran dapat dibayar melalui anggaran bulanan konsumen dan disesuaikan dengan
kemampuan serta angsuran bersifat tetap.
Perusahaan pembiayaan, yakni PT yang bergerak dalam bidang ini tentu akan
mengkaji pelbagai perhitungan dalam transaksi tersebut, akuntansi dan perpajakan.
Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen mirip juga dengan transaksi sewa guna
usaha dengan hak opsi untuk perorangan, yang meliputi sebagai berikut.
1. Permohonan, dilakukan oleh debitur di tempat dealer/supplier penyedia barang
keperluan konsumen yang telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
Berkas lampiran permohonan, antara lain: kopian KTP calon peminjam dan
suami/isteri, kartu keluarga, rekening koran tiga bulan terakhir, keterangan gaji, dan
keterangan bekerja.
2. Pemeriksaan lapangan, yakni pengecekan dari marketing department dengan cara
berkunjung ke tempat calon peminjam, ke tempat lain dan observasi umum/khusus
yang diperlukan.
3. Pembuatan customer profile, yakni berisi tentang nama calon debitur dan
isteri/suami, alamat dan nomor telepon, nomor KTP, pekerjaan, alamat kantor,
kondisi pembiayaan yang diajukan dan jenis barang kebutuhan konsumen.
4. Pengajuan proposal kepada kredit komite, proposal terdiri atas: tujuan, struktur, latar
belakang, analisis risiko dan saran kesimpulan pemberian fasilitas pembiayaan
konsumen.
5. Keputusan kredit komite, merupakan dasar bagi kreditor untuk melakukan
pembiayaan atau tidak.
6. Pengikatan, yang mungkin juga dilakukan dengan bawah tangan. Pengikatan
kontrak perjanjian meliputi perjanjian pembiayaan konsumen, dan jaminan bila ada.
7. Pemesanan barang kebutuhan konsumen, yakni kreditor memesan barang kepada
supplier, yang dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian dan bukti
pengiriman dan surat tanda penerimaan barang dan penerimaan pembayaran dari
debitur kepada kreditor dapat melalui supplier/dealer.
8. Pembayaran kepada supplier, setelah barang diserahkan oleh supplier kepada
debitur, maka supplier menagih kreditor; dengan melampirkan kuitansi penuh,
kuitansi uang muka dan/atau bukti pelunasan uang muka, bukti pengiriman dan surat
tanda penerimaan barang dan lain lain yang berhubungan dengan barang.
9. Penagihan/monitoring pembayaran.
10. Pengambilan surat jaminan; yakni jika semua kewajiban debitur telah lunas, maka
kreditor akan mengembalikan jaminan misal BPKB atau dokumen lainnya.
F. Modal Ventura (sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan berdasar
Kepmenkeu No. 448/ KMK.017/2000)

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture
Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan
modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee
Company)/Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk
penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan
berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing
disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada
perusahaan modal ventura, dan Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura
disebut Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee company.
Surat resmi, lembaga modal ventura baru ada di indonesia sejak adanya Keppres No. 61
Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan, yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan Tata cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

a. Jenis Modal Ventura


Jenis pembiayaan modal ventura dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:
 Conventional loan adalah Pinjaman jenis ini bisa diberikan tanpa jaminan dan
bisa pula disertai dengan jaminan.
 Conditional loan, dalam model ini, modal ventura turut menikmati laba, bila
proyek yang dibiayai mendapatkan keuntungan dan sebaliknya jika proyek yang
dibiayainya mengalami kerugian.
 Equity Investment, yaitu modal ventura yang menyertakan saham untuk
mendukung kegiatan perusahaan yang baru didirikan dan antara modal

b. Tujuan Pendirian Modal Ventura


Secara garis besar maksud dan tujuan pendirian modal ventura antara lain sebagai
berikut:
 Untuk pengembangan suatu proyek tertentu, misalnya proyek penelitian,
dimana proyek ini biasanya tanpa memikirkan keuntungan semata, akan tetapi
lebih bersifat pengembangan ilmu pengetahuan.
 Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan produk baru.
Pembiayaan untuk usaha ini baru memperoleh keuntungan dalam jangka
panjang.
 Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan pembiayaan dengan
mengambilalihkan kepemilikan usaha perusahaan lain lebih banyak diarahkan
untuk mencari keuntungan.
 Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan tujuan untuk
membantu para pengusaha lemah yang kekurangan modal, tetapi tidak punya
jaminan materil sehingga sulit memperoleh jaminan.
 Ahli teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih menggunakan
teknologi lama sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mutu
produknya.
 Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
 Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko kerugiannya
sangat besar.

REFERENCES
Taufiq, M. (2019). Aspek hukum dalam ekonomi.
https://repository.itbwigalumajang.ac.id
PRASETYO, E. G., Novera, A., & Mardiana, M. (2020). KEDUDUKAN HUKUM
SERTIFIKASI PENAGIHAN UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN
BERDASARKAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35/POJK. 05/2018
TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (Doctoral
dissertation, Sriwijaya University).
https://repository.unsri.ac.id
Panjaitan, T. (2020). KONSEP KONTRAK BAKU DALAM KEGIATAN LEMBAGA
PEMBIAYAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Jurnal Gagasan Hukum, 2(02), 135-158.
https://journal.unilak.ac.id
Purwaningsih, Endang. 2010.Hukum Bisnis. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai