Abstrak
School Base Management yang dikenal dengan Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan pemberian kekuasaan secara utuh kepada
kepala sekolah untuk mengelola sekolah. Manajemen tersebut melalui
tahapan-tahapan sesuai dengan kerjasama organisasi dan program
yang dibuat. Apabila dilaksanakan dengan baik maka tercapailah apa
yang diinginkan oleh suatu sekolah tersebut ada proses transisi dari
manajemen dengan sistem dikontrol oleh pusat menjadi menggunakan
MBS. Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi
“Learning Person” seseorang yang senantiasa berusaha menambah
pengetahuan dan keterampilannya.
Kata Kunci: School Base Management, Pengelolaan Pendidikan
A. Pendahuluan
Pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis,
bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari
Taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi).1 Pendidikan akan berhasil apabila
melalui manajemen yang baik dan terfokus untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diinginkan.
Menajemen adalah fungsi menajer (biasa dinamakan manajemen), untuk
menetapkan kebijakan (policy) mengenai apa macam produk yang akan dibuat,
baigamana pembiayaanya, memberikan servis dan memilih serta melatih
pegawai, dan lain-lain lagi menajemen bertanggung jawab dalam membuat
bagaimana pembiayaannya, memberikan servis dan memilih serta melatih
1
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009),
Edisi Revisi,h. 46
108
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
pegawai, dan lain-lain faktor yang mempengaruhi kegiatan suatu usaha. Lebih-
lebih lagi menajemen bertanggung jawab dalam membuat suatu susunan
organisasi untuk melaksanakan kebijakan itu.2 Dalam dunia pendidikan
menajemen lebih dikenal dengan administrasi. Namun, di dalam administrasi
pendidikan terdapat kegiatan menajemen.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengerahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material, yang
bersangkut paut dengan pencpaian tujuan pendidikan. Jadi, di dalam proses
administrasi penididikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan, diorganisasi dan dikoordinasi
secara efektif, dan semua materi yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efisien.3
Sementara itu, Menajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan
sebagai model menajemen yang memberikan otonomi kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan persfektif yang melibatkan langsung semua
warga sekolah dan masyarakat (stake holder) yang dilayani, dengan tetap selaras
dengan kebijakan nasional tentang pendidikan.4
Manajemen menurut bahasa berarti pemimpin, direksi, pengurus, yang
diambil dari kata kerja manage yang berati mengemudikan, mengurus, dan
memerintah5. Manajemen merupakan terjemahan secara langsung dari kata
management yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan,
pengertian yang sama dengan pengertian dan hakikat manajemen adalah al-
2
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998), cet.Ke- 8, h. 6
3
Ibid, h. 24
4
Bedjo Sujanto, Menajemen Pendidikan, Berbasis Sekolah, Model Pengelolaan Sekolah
di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2007), Cet. Ke-1, h. 30
5
Wojowarsito, Purwadarminta, Kamus lengkap Indonesia Inggris, (Jakarta: Hasta:
1974), h. 76
109
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
6
Ramayulis, ilmu pendidikan islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 260
7
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Haji Mas Agung, 1997), h. 78
8
Made pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: rineka cipta, 2004), Cet. ke-
2, h. 4
9
E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.
ke-7, h. 20
10
AW. Widjaya, Perencanaan sebagai Fungsi Manajemen, (Jakarta: Bina Aksara:
1987), h. 33
110
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
11
ST Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan (Educational Planning),
(Yogyakarta: Andi Offset, 1988), h. 39
12
M. Bukhari, DKK, Azas-Azas Manajemen, (Yogyakarta: Aditya Media, 2005), h. 35-
36
111
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
13
Ibid., h. 37
14
Djumransjah Indar, Perencanaan Pendidikan (Strategi dan Implementasinya),
(Surabaya: Karya Abditama, 1995), h. 12
112
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
anakibat yang timbul dari berbagai kekuatan, sehingga ia bisa mempengaruhi dan
sedikit banyak mengontrol arah terjadinya perubahan yang dikehendaki 15.
2. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi adalah sistem kerja sama sekelompok orang untuk mencapai
tujuan bersama. Langkah pertama dalam pengorganisasian diwujudkan melalui
perencanaan dengan menetapkan bidang-bidang atau fungsi-fungsi yang termasuk
ruang lingkup kegiatan yang akan diselenggarakan oleh suatu kelompok
kerjasama tertentu. Keseluruhan pembidangan itu sebagai suatu kesatuan
merupakan total sistem yang bergerak ke arah satu tujuan. Dengan demikian,
setiap pembidangan kerja dapat ditempatkan sebagai sub sistem yang mengemban
sejumlah tugas yang sejenis sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan yang
diemban oleh kelompok-kelompok kerjasama tersebut.
3. Penggerakan (actuating)
Fungsi actuating merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi
yang tidak dapat dipisahkan. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan ke dalam
fungsi ini adalah directing commanding, leading dan coordinating16. Tindakan
actuating sebagaimana tersebut di atas, dalam prosesnya juga memberikan
motivating, untuk memberikan penggerakan dan kesadaran terhadap dasar dari
pada pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu menuju tujuan yang telah ditetapkan,
disertai dengan memberi motivasi-motivasi baru, bimbingan atau pengarahan,
sehingga mereka bisa menyadari dan timbul kemauan untuk bekerja dengan tekun
dan baik.
Bimbingan menurut Hadari Nawawi berarti memelihara, menjaga dan
memajukan organisasi melalui setiap personal, baik secara struktural maupun
fungsional, agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan.
Dalam realitasnya, kegiatan bimbingan dapat berbentuk sebagai berikut :
a. Memberikan dan menjelaskan perintah
b. Memberikan petunjuk melaksanakan kegiatan
15
Piet A. Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1994), h. 299
16
Ibid., h. 74
113
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
17
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 36
114
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
sekolah.18 Meskipun sebagai guru yang mendapat tugas tambahan, kepala sekolah
merupakan orang yang paling betanggung jawab terhadap aplikasi prinsip-prinsip
administrasi pendidikan yang inovatif di sekolah. Sebagai orang yang mendapat
tugas tambahan berarti tugas pokok kepala sekolah tersebut adalah guru yaitu
sebagai tenaga pengajar dan pendidik, dalam suatu sekolah seorang kepala
sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang melaksanakan atau
memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi tertentu atau memberikan
bimbingan. Dengan kata lain kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai
tenaga kependidikan dan tenaga pendidik dan juga sebagai kepala sekolah.
Blumberg berpendapat bahwa kerja kepala sekolah adalah sebagai aktivitas
yang ditujukan untuk menjaga:
a. Menjaga agar segala sesuatu berjalan dengan aman.
b. Menangani dan menghindari konflik.
c. Menyembuhkan luka psikologis
d. Mengawasi kerja orang lain.
e. Menerapkan ide-ide pendidikan.19
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa kepala sekolah
mempunyai peranan penting dalam memajukan sekolahnya. Kepala sekolah
memberikan masukan-masukan atau ide-ide cemerlang yang dapat diterapkan
demi kepentingan dan kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
Dewasa ini satuan pendidikan atau sekolah pada semua jenjang dan jenis
dihadapkan pada persaingan mutu yang ketat dan manajemen sekolah yang
kompleks, sehingga pemahaman yang akurat tentang tujuan serta metode oleh
kepala sekolah untuk mencapai tujuan adalah amat vital. Kepala sekolah harus
mengenal kebutuhan para guru dan professional pendidikan lainnya dalam
melaksanaan tugas profesionalnya, kemudian setelah mengenal dengan baik, maka
kepala sekolah harus menyediakan kebutuhan tersebut untuk menyesuaikan
18
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan; Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Cet. ke-1, h. 145
19
Salfen Hasri, Sekolah Efektif dan Guru Efektif, (Makasar: Yayasan Pendidikan
Makasar, 2004), Cet. ke-2, h. 22
115
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
perilaku yang berorientasi pada tujuan.20 Tujuan yang dimaksud adalah untuk
peningkatan kualitas pendidikan lembaga yang dipimpinnnya.
Kunci utama dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah mutu para
gurunya. Dalam kaitan ini bukan hanya diperlukan suatu reformasi mendasar dari
pendidikan guru kita tetapi juga sejalan dengan penghargaan yang wajar terhadap
profesi guru sebagaimana Negara-negara industri maju lainnya. Hanya dengan
peningkatan mutu dan penghargaan yang layak terhadap profesi guru dapat
dibangun suatu system pendidikan yang menunjang lahirnya masyarakat
demokrasi, masyarakat yang disiplin, masyarakat yang bersatu penuh toleransi
dan pengertian serta yang dapat bekerjasama.21 Guru yang professional memiliki
cirri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan sebagai ahli dalam bidang mendidik dan mengajar
2. Memiliki rasa tanggung jawab, yaitu mempunyai komitmen dan kepedulian
terhadap tugasnya.
3. Memiliki rasa kesejawatan dan menghayati tugasnya sebagai suatu karir hidup
serta menjunjung tinggi kode etik jabatan guru.22
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan pada anak didiknya. Dengan kata lain, guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah maupun di
luar sekolah. 23 adapun pengertian guru dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Menurut Madyo Eko Susilo seperti yang dikutip oleh Ramayulis, guru adalah
seorang yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan secara sadar
terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik dari
aspek jasmani maupun rohaninya agar ia mampu hidup mandiri dan dapat
20
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2008), h.
171
21
HAR. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.
14
22
Piet A. Sahertian,Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Pengmbangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. ke-1, h. 2
23
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), Edisi Revisi, Cet. ke-3, h. 31-32
116
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
24
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 50
25
Departemen Agama RI, Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. ke-2, h. 3
26
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 165
27
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Edisi ke-2, Cet. ke-5, h. 19
28
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, (Padang: IAIN IB Press, 2003), h.
115
29
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), Cet. ke-19, h. 125
117
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
30
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 158
31
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_sekolah (Diakses Tanggal 20 Mei 2015)
118
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
bimbingan. Dengan kata lain kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai
tenaga kependidikan dan tenaga pendidik dan juga sebagai kepala sekolah.
Blumberg berpendapat bahwa kerja kepala sekolah adalah sebagai aktivitas
yang ditujukan untuk menjaga:
f. Menjaga agar segala sesuatu berjalan dengan aman.
g. Menangani dan menghindari konflik.
h. Menyembuhkan luka psikologis
i. Mengawasi kerja orang lain.
j. Menerapkan ide-ide pendidikan.32
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa kepala sekolah
mempunyai peranan penting dalam memajukan sekolahnya. Kepala sekolah
memberikan masukan-masukan atau ide-ide cemerlang yang dapat diterapkan
demi kepentingan dan kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
Berangkat dari diundangkannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah, maka di dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan di
daerah sudah seharusnya juga merujuk pada peraturan perundangan 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimaan telah dikemukakan di atas,
menejemen pendidikan yang tersentralisasi, kurang mampu mengembangkan
potensi yang ada di lingkungan masyarakat \sesuai dengan kebutuhan
daerah/lokal.
Berkaitran dengan pelaksanaan otonomi daerah yang makin besar sebagai
amanat UUD 1945 dan UU NO. 32 Tahun 2004, merupakan tantangan sekaligus
peluang bagi kreatif mengembangkan sekolah. Dengan MBS, maka kepala
sekolah dapat mengatur dan mengurus sekolah sesuai dengan kepentingan
masyarakat yang dilayaninya (Stakeholder), menurut prakarsa sendiri.
2. Kondisi Sebelum MBS
Manajemen sekolah dikelola oleh orang dinas. Orang dinas ada yang tidak
berkecimpung ke seolah sehingga kualitas pendidikan menurun karena terjadinya
32
Salfen Hasri, Sekolah Efektif dan Guru Efektif, (Makasar: Yayasan Pendidikan
Makasar, 2004), Cet. ke-2, h. 22
119
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
120
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
33
Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003)
34
Hasbullah, op.cit, h. 47
121
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
35
Ibid, h. 49-51
122
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
36
Ibid, h. 31
123
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
37
Djazuli, Fiqh Siyasah, (Bogor: Kencana, 2003), h., 84
124
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
38
Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, (Padang: IAIN Press, 2003), h. 52
39
Moch. I Dochi Anwar, Kepemimpinan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Angkasa, 1986), h. 3
40
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), Cet. ke-
2, h. 139
41
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya,
1998), h. 26
125
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
42
Ahmad Sabri, Administrasi Pendidikan, (Padang: IAIN Press, 2000), h. 22-23
43
Ngalim Purwanto, Op. Cit., h. 29
126
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
C. Kesimpulan
1. Manajemen tentunya tidak bisa lepas dengan empat komponen yang ada yaitu
(POAC) planning, organizing, actuating dan controlling.
2. Manajemen Berbasis Sekolah mampu meningkatkan kualitas pendidikan,
dalam hal ini kepala sekolah menjadi pemimpin dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah yang dimaksud. Pemberian kekuasaan secara utuh
sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika,
127
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
KEPUSTAKAAN
Departemen Agama RI, Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005),
Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
Hasri, Salfen, Sekolah Efektif dan Guru Efektif, Makasar: Yayasan Pendidikan
Makasar, 2004
128
JURNAL MENATA Volume 3, No 1, Januari-Juni 2020
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2012
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011
Tilaar, HAR, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
129