Anda di halaman 1dari 15

PERANG SALIB DAN MASA KEMUNDURAN MONGOL

Makalah Sejarah Islam


Dosen Pengampu: Ika Purnama Sari, S.Pd, M.Si.

DISUSUN OLEH:
Ruth Febriana Siagian
Maldini Matori

Reguler D

FAKULTAS ILMU SOSIAL PENDIDIKAN SEJARAH


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kekuasaan Bani Abbasiyah didominasi oleh orang-orang Turki, Buwaihi dan Saljuk,
Otoritas kekuasaanya tidak mempunyai pengaruh politik sama sekali dan dapat dikatan hanya
sebagai boneka saja. Hal ini ditandai dengan melemahnya kepatuhan dinasti-dinasti kecil
yang berada dibawah taring kekuasannya. Perpecahan dikalangan umat islam membuka jalan
bagi rezim-rezim non-muslim seperti Mongol dan pasukan dari Negara-negara Eropa untuk
menguasai Negara Islam dan peradabannya. Perang salib menyebabkan banyak kerugian
dikalangan umat Islam terutama dalam aspek politik. Imeprium Islam dihancurkan secara
sistematik. Belum lagi kedatangan orang-orang Mongol yang membawa malapetaka dan
bencana terhadap umat Islam melalui pembantaian, sistem perbudakan dan bebean pajak
yang tinggi. Bahkan Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban islam yang sangat
kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan takut pula dibumi hanguskan oleh Hulagu Khan
dan pasukannya.
Perang salib merupakan peperangan yang pernah terjadi antara orang-orang Muslin dan
Kristen pada masa lalu. Perang tersebut disebut “Perang Salib” yang di klaim orang Kristen
sebagai perang suci karena ekspedisi militer Kristen, maka tanda salib sebagai atribut
pemersatu dan sebagai simbol perang suci dalam meyerang islam. Menurut analisa penulis,
penanda besar yang dipakai orang Kristen sepenuhnya dipahami sebagai emosi keagamaan
masyarakat Kristen. Dengan simbol Salib, orang Kristen akan memahami sesama orang
Kristen. Terbukti selama tiga periode peperangan itu, orang-orang Kisten dan orang-orang
Muslim menang dan kalah silih berganti di antara dua kelompok tersebut.
Perang Salib I dimulai ketika Paus Urbanus II yang terpilih pada tahun 1108 M. Dan menjadi
penguasa yang dipatuhi semua kaum Kristen, ia mengajak semua pemimpin Kuntuk
melakukan peperangan melawan kaum Muslimin untuk merebut Baitul Maqdis.2 Angkatan
pertama Perang Salib I bergerak dari Perancis dan Jerman pada awal tahun 1096 M.
Angkatan ini terdiri dari masyarakat jelata dan dipimpin oleh seorang pendeta bernama Peter.
Namun pasukan yang pertama ini tidak berpengalaman, setelah beberapa kali konflik dengan
penduduk Bulgaria dan Byzantium serta melakukan penjarahan selama di perjalanan,
pasukan yang tidak berpengalaman ini akhirnya dihancurkan oleh pasukan Kilij Arslan di
Asia Kecil. Angkatan pertama ini dikenal sebagai People’s Crusade atau Popular Crusade.
BAB II
PEMBAHASAN

Nama: Ruth Febriana Siagian


Nim: 3213321003

1.1. Pengertian Perang Salib


Perang Salib (The Crusades) merupakan perang selama dua abad yang terjadi sebagai reaksi
kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Perang
Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim.Sejak tahun 632
M hingga meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen
telah diduduki umat islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia. Perang Salib
adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara
berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13 yang diserukan oleh Paus dengan tujuan
untuk merebut kota tempat tuhan mereka berpijak. Disebut Perang Salib, karena ekspedisi
militer Kristen mempergunakan tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka
sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan
adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitulmaqdis (Yerusalem)
dari tangan orang-orang Islam. Bagi orang-orang Eropa, Perang salib dikaitkan dengan
kebangkitan kembali agama, dan bahkan dikaitkan dengan suatu gerakan kerohanian besar
dimana dunia Kristen Barat mengalami kesadaran identitas yang baru. Atas seruan Paus
Urabanus II, seluruh raja-raja Kristen di Eropa bersatu dan mengerahkan rakyatnya terlibat
dalam Perang Salib. Namun, bagi umat Islam pada umumnya.Perang Salib tidak lebih dari
suatu insiden perbatasan, suatu kelanjutan dari pertempuran-pertempuran yang telah
berlangsung di Suriah dan Palestina selama setengah abad belakangan. Pada hakikatnya,
Perang Salib bukanlah perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pertukaran ilmu pengetahuan antara tentara salib dengan tentara
muslim.

1. 2. Latar Belakang Terjadinya Perang Salib


Penyebab Perang Salib

Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Perang Salib. Penyebab Perang Salib diantaranya
adalah:

 Pengambilalihan Spanyol yang dikuasai oleh Dinasti Ummayah


Kaum Muslim berhasil menghancurkan berbagai penjajahan di berbagai wilayah yang dilakukan
oleh pihak yang berwajah topeng agama Kristen di berbagai tempat seperti di Afrika Utara dan
Syria. Selain itu, Islam juga berhasil menduduki dataran Eropa, khususnya Spanyol. Dinasti
Ummayah memiliki peran yang sangat penting, sehingga dapat merebut negara tersebut.
Rasa tidak terima datang dari Gereja-Gereja Eropa, sehingga mereka melakukan negosiasi untuk
merebut kembali Spanyol yang telah lama dilakukan oleh Dinasti Ummayah. Peperangan pun
terjadi di negara tersebut dan menewaskan banyak orang. Perebutan negara tersebut akhirnya
terjadi di tanah yang telah berhasil dikuasai Bani Ummayah selama kurang lebih tujuh abad
lamanya.

 Usaha Paus Urbanus II untuk mempersatukan gereja

Paus Urbanus memiliki otoritas tertinggi pada Gereja Eropa. Alexius Comnensu merasa geram
atas kekalahannya atas peperangan untuk menghancurkan Bani Saljuk sang penguasa Asia dan
juga Yerusalem. Ia pun menyampaikan keluhannya dan propagandanya kepada Paus Urbanus II.
Paus pun akhirnya memerintahkan kepada gereja-gereja di Eropa untuk mengumpulkan para
tokoh Kristen di kota Clermont.  Ia berpidato dan mengutarakan propagandanya untuk
menyatukan seluruh umat Kristen agar berperang melawan umat Islam.

Satu hal penting dari pidato yang disampaikan Paus, yakni janji kepada siapa saja yang ikut
angkat senjata maka akan diampuni segala dosanya. Dalam waktu yang teramat singkat, pasukan
yang beranggotakan ratusan ribu umat Kristen berhasil untuk dikumpulkan di Kota
Constantinopel. Terdapat tujuan licik dibalik perintah Paus, yakni ingin memperluas kekuasaan
agar seluruh gereja Romawi yang ada dapat tunduk pada kekuasaannya

 Isu larang peziarah Kristen untuk mengunjungi Yerusalem

Saat itu, para pemimpin umat Kristen mewajibkan umatnya yang ingin menghapus dosan supaya
datang langsung ke Baitul Maqdis untuk meminta pengampunan. Umat Kristen pun yang merasa
dirinya sangat berdosa segera pergi ke tempat tersebut untuk mensucikan diri. Pada umunya,
gerombolan umat yang datang kebanyakan diisi oleh para penjahat yang ingin bertaubat. Namun,
saat tiba di Palestina ternyata banyak dari mereka yang membawa peralatan yang kurang wajar,
seperti senjata, obor, dan garpu rumput. Mereka juga berbuat keonaran pada gerombolan mereka
sendiri atau warga Palestina yang lain.

Pemerintah Islam saat itu akhirnya mewajibkan seluruh umat Kristen agar tidak membawa
senjata, sehingga tidak membahayakan siapapun. Kabar yang berhembus justru berkebalikan
dengan apa yang dihimbau oleh pemerintah Islam. Kabar yang disebarkan justru menyatakan
bahwa adanya pelarangan peziarah untuk mengunjungi Yerusalem dan mereka tidak
diperbolehkan untuk datang ke kota itu sama sekali. Kabar burung tersebut pun menjadi pemicu
sebagian besar masyarakat Kristen untuk ikut serta dalam Perang Salib.

 Fitnah yang dihembuskan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab

Penyebab Perang Salib juga berasal dari fitnah yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Fitnah tersebut mulai dari pernyataan kekuasaan Bani Saljuk yang kejam.
Padahal tidak ditemukan kekejaman tersebut pada Bani Saljuk. Kabar tersebut dihembuskan oleh
beberapa orang dari Kaum Kristen sendiri yang iri akan kemajuan teknologi dalam pemerintahan
Islam saat itu. Ketidakseimbangan teknologi itu dijadikan sebuah siasat untuk melakukan
peperangan terhadap pemerintah Islam sebagai usaha merebut teknologi yang ada.

 Kepentingan politik dari Kaisar Bizantium

Alexis Commenus, Kaisar Bizantium, memanfaatkan semangat rakyat Eropa untuk


membalaskan dendamnya dan merebut kembali wilayah yang pernah dikuasainya. Hal ini karena
kekalahan Bizantium pada 1071 oleh DInasti Turki Seljuk yang telah membuat kerajaan tersebut
kehilangan wilayah kekuasaannya di Asia Kecil. Alexis Commenus pun mengirimkan pesan
kepada Paus Urbanus II agar bersedia menolong Bizantium. Commenus akan mengirimkan
banyak pasukan kerajaan sebagai gantinya untuk membantu Perang Salib.

Proses Perang Salib

 Perang Salib Pertama (1095 – 1101)

Bertempat di Konsili Piacenza pada Maret 1095, duta besar utusan Alexius Komnenus atau
Alexius I, Kaisar Bizantium, meminta bantuan untuk mempertahankan wilayahnya dari kaum
Turki Seljuk. Sementara itu Paus Urbanus II meminta seluruh umat Kristen untuk bergabung dan
berperang melawan Turki Seljuk dengan jaminan bahwa siapapun yang ikut serta dalam sejarah
Perang Salib dan mati maka akan masuk surga walaupun ia memiliki banyak dosa di masa lalu.
Tentara salib berhasil mengalahkan dua pasukan Turki di Dorylaeum dan Antiokhia dan merebut
Yerusalem pada 1099.

 Perang Salib Kedua (1145 – 1150)

Perang Salib kedua kembali terjadi setelah beberapa puluh tahun masa damai ketika Kristen dam
Muslim hidup berdampingan di Yerusalem. Pada saat itu tentara Islam pimpinan Imad ad-Din
Zengi merebut Aleppo dan Edessa. Kekalahan demi kekalahan yang dialami pihak Kristen
membuat Paus Eugenius III menyerukan untuk melakukan Perang Salib kembali pada 1 Maret
1145, yang didukung oleh para pengkhotbah terutama Bernardus dari Clairvaux. Pada tahun
1147 tentara Prancis dan Jerman dipimpin Raja Louis VII dan Konrad III menyerbu Yerusalem
tetapi tidak berhasil dan kembali ke negaranya dengan tangan kosong pada 1150.

 Perang Salib Ketiga (1188 – 1192)

Awal dari sejarah Perang Salib ketiga terjadi ketika Salahuddin Al Ayyubi atau Saladin berhasil
merebut Yerusalem pada 1187 setelah mengalahkan pasukan Salib di Pertempuran Hattin. Hal
itu membuat Paus Gregorius VIII kembali menyerukan Perang Salib yang ketiga. Seruan perang
disambut oleh Raja Richard I dari Inggris yang dikenal dengan Richard the Lionheart, Kaisar
Romawi Suci Frederick I dan Raja Phillip II dari Perancis. Ketika itu tentara salib berhasil
mengalahkan pasukan Muslim di dekat Arsuf dan mendekat ke Yerusalem, tetapi karena
persediaan makanan dan air yang tidak memadai maka pasukan Kristen gagal merebut
Yerusalem. Setelah gencatan senjata dengan Salahudin, Raja Richard meninggalkan peperangan
yang juga dikenal dengan sebutan Perang Salib Raja. Sedangkan Paus Gregorius VIII tidak
melihat akhir dari peperangan ini karena ia sudah meninggal dunia sebelumnya.

 Perang Salib Keempat (1202 – 1204)

Paus Innosensius III memulai Perang Salib keempat untuk menginvasi Tanah Suci lewat
kekuatan Mesir. Selain itu perang ini juga dimanfaatkan oleh Doge Enrico Dandolo dari Venesia
untuk memperluas kekuasaan Venesia di Timur Dekat sekaligus melepaskan diri dari kekuasaan
Bizantium. Tentara Salib mengadakan perjanjian dengan Dandolo tetapi mereka tidak memiliki
dana untuk membayar armada dan syarat – syarat dalam kontrak sehingga Dandolo meminta
untuk mengalihkan perang salib ke Bizantium menggunakan kota Zara sebagai jaminan awalnya.
Penyerbuan yang gagal karena campur tangan Paus Innosensius diulangi kembali pada April
1204. Kali ini mereka berhasil menjarah Konstantinopel, merampok gereja – gereja dan
membunuh banyak penduduk. Tentara Salib membagi kekaisaran menjagi beberapa wilayah
Latin dan koloni Venesia, dan Perang Salib keempat berakhir ketika Bizantium terbagi menjadi
dua bagian besar.

 Perang Salib Kelima (1217)

Dewan Keempat Lateran kembali menyusun rencana untuk memulihkan Tanah Suci pada tahun
1215. Pertama – tama pada tahun 1217 pasukan Perang Salib dari Hongaria dan Austria
bergabung dengan pasukan raja Yerusalem dan pasukan pangeran Antiokhia untuk merebut
kembali Yerusalem. Kemudian pasukan perang salib berhasil mengepung Damietta di Mesir
pada 1219, akan tetapi karena desakan seorang staf kepausan bernama Pelagius, mereka
mengambil resiko menyerang Kairo sehingga kalah oleh blokade pasukan Sultan Ayyubiyah Al-
Kamil dan mengadakan gencatan senjata.

 Perang Salib Keenam (1228 – 1229, 1239)

Kaisar Friedrich II yang berulangkali melanggar sumpah dalam sejarah Perang Salib dikucilkan
oleh Paus Gregorius IX di tahun 1228. Tetapi ia tetap melakukan pelayaran dari Brindisi dan
mendarat di Palestina. Dengan diplomasinya ia mendapatkan Yerusalem, Nazareth dan
Bethlehem dari Al-Kamil setelah berdiplomasi selama sepuluh tahun. Sebagai imbalan dari
kesepakatan tersebut, ia berjanji untuk melindungi Al-Kamil dari semua musuh termasuk dari
umat Kristen.

Masa tenang berlangsung selama beberapa tahun sampai Raja Thibaut I dari Navarre memenuhi
panggilan Paus Gregorius IX untuk mengumpulkan kembali para tentara salib di bulan Juli 1239
setelah berakhirnya gencatan senjata. Selain itu, Peter dari Dreux, Hugues IV dari Bourgogne
serta para bangsawan Prancis lain ikut berpartisipasi dan tiba di Akko pada September 1239.
Setelah mengalami kekalahan di Gaza pada bulan November, Thibaut kemudian mengatur
perjanjian dengan kaum Ayyubiyah dari Damaskus dan dengan kaum Ayyubiyah yang berasal
dari Mesir yang membuat sebagian bangsawan merasa tidak senang.

 Perang Salib Ketujuh (1249 – 1254)

Kembali terjadinya Perang Salib ketujuh berawal dari konflik dengan Mesir pada 1243 karena
adanya kepentingan kepausan yang diwakili para Templar atau Ksatria Salib. Setahun kemudian
Yerusalem diserbu oleh pasukan Khwarezm yang dipanggil oleh Al-Adil, anak Al-Kamil.
Tentara Salib yang bergabung dengan kaum Franka dan tentara bayaran dari Badui tetap
mengalami kekalahan dari Pasukan Baibars yang berasal dari suu Khwarezmian hanya dalam
waktu empat puluh delapan jam saja. Sehingga banyak ahli sejarah yang menganggap
pertempuran ini menjadi tanda kematian bagi negara – negara Kristen. Hingga 1254, Louis IX
dari Prancis tetap mengadakan perang salib melawan Mesir.

 Perang Salib Kedelapan (1270)

Louis IX mengatur Perang Salib kedelapan pada 1270 dengan berlawar dari Aigues- Mortes
untuk membantu sisa – sisa dari negara wilayah tentara Salib di Suriah. Akan tetapi perang justru
dialihkan ke Tunis, dimana Raja menghabiskan waktu dua bulan sebelum kematiannya. Ia
kemudian ditahbiskan menjadi seorang santo yaitu St. Louis, sesuai dengan nama kota di
Amerika yang mengambil namanya.

Sebagai akibat dari sejarah Perang Salib ini, kekuasaan Kristen di Suriah menjadi hilang
walaupun tetap diizinkan untuk hidup dengan damai di wilayah tersebut. Dengan pemaparan
singkat ini sudah jelas bahwa sejarah dari Perang Salib memiliki pengaruh yang besar pada Abad
Pertengahan di Eropa terutama dalam sejarah antara umat Islam dan Kristen, tidak hanya di
bidang agama saja tetapi juga di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, kedokteran,
arsitektur dan banyak lagi.

Dampak Perang Salib

Adapun yang menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib, ada tiga hal,
yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.

Faktor Agama

Sejak dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M,
pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk
menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah ke Baitul Maqdis. Umat Kristen merasa perlakuaan apara penguasa Dinasti Saljuk sangat
berbeda dari para penguasa islam lainnya yang pernah berkuasa di kawasan itu sebelumnya.

Faktor Politik

Ketika itu dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan Dinasti Fathimiyah di
Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan islam di Spanyol semakin goyang. Situasi
yang demikian, mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah
kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.

Faktor Sosial Ekonomi

Stratifikasi sosial masyarakat eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja,
kaum bangsawan, serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun merupakan mayoritas dalam
masyarakat, kelompok yang terakhir ini menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka
sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu, mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk
turut mengambil bagian dalam perang salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik apabila perang dapat di menangkan. Mereka menyambut seruan itu
secara spontan dengan melibatkan diri dalam perang tersebut.

Perang Salib memberi dampak kuat terhadapa Timur dan Barat. Selain kehancuran fisik, perang
ini juga meninggalkan perubahan positif meskipun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk
menguasai Dunia Islam gagal. Perang ini meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan Eropa pada masa selanjutnya. Dampak Perang Salib yang terjadi selama berabad-
abad diantaranya adalah:

 Hancurnya Peradaban Byzantium


Dampak paling menyedihkan adalah hancurnya Peradaban Byzantium yang telah dikuasai umat
Islam sejak Perang Salib keempat hingga masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Hal ini
menyebabkan seluruh kawasan pendukung kebudayaan Kristen Otrhodox menghadapi
kehancuran yang tidak terelakan. Dengan sendirinya, maka impian Paus Urban II untuk unifikasi
dunia Kristen di bawah kekuasan Paus menjadi sirna.

 Meningkatnya peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya


Eropa meraih kesuksean dengan melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu
berkembang pesat di dunia Islam. Hal ini turut berpengaruh terhadap peningkatan kualias
peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum Muslim berbagai
teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya
perubahan besar-besaran di Eropa. Peradaban Barat pun sangat diwarnai oleh peradaban Islam
dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan.

 Umat Islam kehilangan sebagian warisan kebudayaan


Bagi umat Islam sendiri, perang ini tidak memberikan kontribusi bagi pengembangan
kebudayaan. Kaum Muslim malah kehilangan sebagian warisan kebudayaannya. Peradaban
Islam pun telah diboyong dari Timur ke Barat. Perang ini pun mengembalikan Eropa pada
kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang yang mengilhami lahirnya masa
Renaisance. Meskipun kaum Muslim memenangi peperangan ini, tetapi kemenangan Tentara
Salib pada beberapa episode menjadi stasiun ekspedisi yang bermacam-macam. Hal ini
memugkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad
pertengahan.

 Kebudayaan Islam yang mempengaruhi kebudayaan Eropa


Kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa di bidang seni. Hal
tersebut dapat terlihat dari bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di
Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Model-model arsitektur Romawi juga adalah
hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.

 Penemuan benua Amerika


Perang Salib memberikan kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung dengan
ditemukannya benua Amerika. Selain itu, perang ini mengilhami rute perjalanan ke India yang
mengelilingi Tanjung Harapan. Penemuan dunia baru tersebut mempersiapkan mereka untuk
melakukan penjelajahan samudra di kemudian hari. Hal ini kemudian berlanjut dengan usaha
negara-negara Eropa untuk melaksanakan kolonialisasi di bebagai negara di Timur, termasuk
Indonesia.

 Banyaknya korban jiwa dari kedua belah pihak


Perang yang telah berlangsung selama berabad-abad ini memakan banyak korban jiwa dari kedua
belah pihak. Perang yang dilatarbelakangi oleh keinginan Kristen Eropa untuk menguasai Dunia
Islam ini telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera-putera terbaik
bagi dunia Islam. Bahkan, gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum Muslim oleh
Pasukan Salib selalu didahului oleh pembantaian masal. Hal ini kemudian merusak struktur
masyarakat yang dalam batas tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat
lain.

 Terputusnya jalur perdagangan Eropa dan Timur Tengah


Perang Salib memberi pengaruh pada terputusnya jalur perdagangan Eropa dan Timur Tengah.
Hal ini disokong dengan dikuasainya Konstantinopel. Pedagang Eropa pun mulai mencari jalan
lain untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung. 
MASA KEMUNDURAN BANGSA MONGOL

NAMA: MALDINI MATORI

NIM: 3211121018

1.Bangsa Mongol Dan Dinasti Khan


Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah
satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu'tashim betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu
membendung "topan" tentara Hulagho Khan. Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan
Hulagho Khan menancapkan kekuasaan di Banghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan
gerakan ke Syiria dan Mesir.  
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat
kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah
sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek
moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol.
Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai
anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka
mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala
kamhing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional,
yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka
maupun dengan hangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya
hangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani
menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada
pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang,
dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi
Bahadur Khan. la herhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi
meninggal, puteranya, Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam
waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan hangsa
Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada
tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa. la menetapkan suatu undang-
undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita
mempunyai kewajiban/yang sama dengan laki[1]-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi
dalam beberapa kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap
kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Dengan demikian bangsa Mongol mengalami
kemajuan pesat di bidang militer.
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan haik, Jengis Khan berusaha memperluas
wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan
pertama diarahkan ke kerajaan Cina. la herhasil menduduki Peking tahun 1215 M. Sasaran
selanjutnya adalah negeri-negeri Islam. Pada tahun 606 H/1209 M, tentara Mongol keluar dari
negerinya dengan tujuan Turki dan Ferghana, kemudian terus ke Samarkand. Pada mulanya
mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarizm, Sultan Ala al-Din di Turkistan.
Pertempuran berlangsung seimbang. Karena itu, masing-masing kembali ke negerinya.
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi
empat bagian kepada empat orang puteranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli. Chagatai
berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pemah ditaklukkan dan berhasil merebut
Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Sultan Khawarizm, Jalal al-Din berusaha keras
membendung serangan tentara Mongol ini, namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Kekuatannya
sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sultan melarikan diri. Di sebuah daerah
pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm.
Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap
kekuasaannya dengan lebih leluasa.
Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah
terpecah belah dan kekuatannya sudah lemah. Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. la
meninggal tahun 654 H/1256 M, dan digantikan oleh puteranya, Hulagu Khan.
Pada tahun 656 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah
satu pintu Baghdad. Khalifah al-Mu'tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 -
1258), betul-betul tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis
tersebut, wazir khilafah Abbasiyah. Ibn al Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu
khalifah. la mengatakan kepada khalifah. "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai.
Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr. putera khalifah.
Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali
kepatuhan, sebagaimana kakek- kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk.
Khalifah menerima usul itu. la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa
mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu
Khan.10 Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Kebe- rangkatan
khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang
terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang
dikatakan wazirya temyata tidak benar. Mereka semua. termasuk wazir sendiri. dibunuh dengan
leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan yang kejam ini. berakhirlah kekuasaan
Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-
kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut.
Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama
dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol
menyeberangi sungai Euphrat menuju Syria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260
M mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim
utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana
menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian
melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang
dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybras di ' Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan
Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan.
Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah
daerah yang ter1etak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz.
Umat Islam, dengan demi dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism.
Hulagu meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga ( 1265-1282 M) yang masuk
Kristen. Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder ( 1282-1284M), yang masuk Islam. Karena
masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya,
ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-
1291 M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di
antara mereka yang dibunuh dan diusir .
Selain Teguder, Mahmud Ghazan ( 1295-1304 M), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya
adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan -sebelumnya beragama
Budha, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula
orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali .
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban.
la seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastera. la amat gemar kepada kesenian terutama
arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi dan botani.
la membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk mazhab Syafi'i dan
Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. la wafat dalam
usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317 M),
seorang penganut syi'ah yang ekstrem. la mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat Zan jan. Pada
masa pemerintahan Abu Sa' id ( 1317-1335 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi
bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang
mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah
sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua
ditaklukkan oleh Timur Lenk.
2.Serangan Timur Lenk
Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa
kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan
Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia
memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan
Jengis Khan. 
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat
serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya
datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu
Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-
sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk,
yang berarti Timur si Pincang.
Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang Khakhrisyabz, "kota hijau", Uzbekistan), sebelah
selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H, dan
meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas,
keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan. Suku
Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi
gebernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia
sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu
binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan
dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di
kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya
bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat.
Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan
meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang
menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk
membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan
kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu
diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M,
Tughluq Temur mengangkat puteranya,Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur
Lenk menjadi wazirya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu
Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan
dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi
itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya
sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir
Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di
Transoxiana, pelanjut Jagatai dan turunan Jengis Khan, pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun
pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan
ekspedisi.
3.Dinasti Mamalik di Mesir
Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik memang didirikan
oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti
Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada
kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, al-
Malik al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada
masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun
dalam imbalan-imbalan material. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut
Kaspia. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan
militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri Laut).
Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan.
Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi
daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil
membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari
kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan
golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia
kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk
kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi
segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali
pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah
bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai
penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir
dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh
anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M
dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri
ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun
1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir
seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260
M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan
Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir
menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera
menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh
dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M. Ia adalah sultan terbesar
dan termasyhur diantara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki
dinasti Mamalik.
Sejarah dinasti yang berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Kerajaan
Usmani, ini dibagi menjadi dua periode. Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak
berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M. Kedua periode
kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai
kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M.
Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini
bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M)
menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat
tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan
oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting.
Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-
kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian,
dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn Jalut
menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa
dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam
negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk
memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani
Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai
khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulago di
Baghdad, berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu,
kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti
tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat
berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia
melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir
sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo, sebagai jalur perdagangan antara Asia dan
Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan
Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam
bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota,
baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan
perekonomiannya.
DAFTAR PUSTAKA
  Yatim,badri,Dr,M.A. Sejarah Peradaban Islam  Dirasah Islamiiyah Ii.Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2006
Ahmas syalabi, mausu’ah al-tarikh al-islami wa al-hadharah al-islamiyah,juz vII,(kairo:maktabah
al-nahdhah al-mishriyah,1979),hlm 745
hassan ibrahim hassan, tarikh al islami,juzz IV ,(kairo:maktabah al-nahdhad al
mishiriyah,1979),hlm 132.

Anda mungkin juga menyukai