DISUSUN OLEH:
Ruth Febriana Siagian
Maldini Matori
Reguler D
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kekuasaan Bani Abbasiyah didominasi oleh orang-orang Turki, Buwaihi dan Saljuk,
Otoritas kekuasaanya tidak mempunyai pengaruh politik sama sekali dan dapat dikatan hanya
sebagai boneka saja. Hal ini ditandai dengan melemahnya kepatuhan dinasti-dinasti kecil
yang berada dibawah taring kekuasannya. Perpecahan dikalangan umat islam membuka jalan
bagi rezim-rezim non-muslim seperti Mongol dan pasukan dari Negara-negara Eropa untuk
menguasai Negara Islam dan peradabannya. Perang salib menyebabkan banyak kerugian
dikalangan umat Islam terutama dalam aspek politik. Imeprium Islam dihancurkan secara
sistematik. Belum lagi kedatangan orang-orang Mongol yang membawa malapetaka dan
bencana terhadap umat Islam melalui pembantaian, sistem perbudakan dan bebean pajak
yang tinggi. Bahkan Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban islam yang sangat
kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan takut pula dibumi hanguskan oleh Hulagu Khan
dan pasukannya.
Perang salib merupakan peperangan yang pernah terjadi antara orang-orang Muslin dan
Kristen pada masa lalu. Perang tersebut disebut “Perang Salib” yang di klaim orang Kristen
sebagai perang suci karena ekspedisi militer Kristen, maka tanda salib sebagai atribut
pemersatu dan sebagai simbol perang suci dalam meyerang islam. Menurut analisa penulis,
penanda besar yang dipakai orang Kristen sepenuhnya dipahami sebagai emosi keagamaan
masyarakat Kristen. Dengan simbol Salib, orang Kristen akan memahami sesama orang
Kristen. Terbukti selama tiga periode peperangan itu, orang-orang Kisten dan orang-orang
Muslim menang dan kalah silih berganti di antara dua kelompok tersebut.
Perang Salib I dimulai ketika Paus Urbanus II yang terpilih pada tahun 1108 M. Dan menjadi
penguasa yang dipatuhi semua kaum Kristen, ia mengajak semua pemimpin Kuntuk
melakukan peperangan melawan kaum Muslimin untuk merebut Baitul Maqdis.2 Angkatan
pertama Perang Salib I bergerak dari Perancis dan Jerman pada awal tahun 1096 M.
Angkatan ini terdiri dari masyarakat jelata dan dipimpin oleh seorang pendeta bernama Peter.
Namun pasukan yang pertama ini tidak berpengalaman, setelah beberapa kali konflik dengan
penduduk Bulgaria dan Byzantium serta melakukan penjarahan selama di perjalanan,
pasukan yang tidak berpengalaman ini akhirnya dihancurkan oleh pasukan Kilij Arslan di
Asia Kecil. Angkatan pertama ini dikenal sebagai People’s Crusade atau Popular Crusade.
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Perang Salib. Penyebab Perang Salib diantaranya
adalah:
Paus Urbanus memiliki otoritas tertinggi pada Gereja Eropa. Alexius Comnensu merasa geram
atas kekalahannya atas peperangan untuk menghancurkan Bani Saljuk sang penguasa Asia dan
juga Yerusalem. Ia pun menyampaikan keluhannya dan propagandanya kepada Paus Urbanus II.
Paus pun akhirnya memerintahkan kepada gereja-gereja di Eropa untuk mengumpulkan para
tokoh Kristen di kota Clermont. Ia berpidato dan mengutarakan propagandanya untuk
menyatukan seluruh umat Kristen agar berperang melawan umat Islam.
Satu hal penting dari pidato yang disampaikan Paus, yakni janji kepada siapa saja yang ikut
angkat senjata maka akan diampuni segala dosanya. Dalam waktu yang teramat singkat, pasukan
yang beranggotakan ratusan ribu umat Kristen berhasil untuk dikumpulkan di Kota
Constantinopel. Terdapat tujuan licik dibalik perintah Paus, yakni ingin memperluas kekuasaan
agar seluruh gereja Romawi yang ada dapat tunduk pada kekuasaannya
Saat itu, para pemimpin umat Kristen mewajibkan umatnya yang ingin menghapus dosan supaya
datang langsung ke Baitul Maqdis untuk meminta pengampunan. Umat Kristen pun yang merasa
dirinya sangat berdosa segera pergi ke tempat tersebut untuk mensucikan diri. Pada umunya,
gerombolan umat yang datang kebanyakan diisi oleh para penjahat yang ingin bertaubat. Namun,
saat tiba di Palestina ternyata banyak dari mereka yang membawa peralatan yang kurang wajar,
seperti senjata, obor, dan garpu rumput. Mereka juga berbuat keonaran pada gerombolan mereka
sendiri atau warga Palestina yang lain.
Pemerintah Islam saat itu akhirnya mewajibkan seluruh umat Kristen agar tidak membawa
senjata, sehingga tidak membahayakan siapapun. Kabar yang berhembus justru berkebalikan
dengan apa yang dihimbau oleh pemerintah Islam. Kabar yang disebarkan justru menyatakan
bahwa adanya pelarangan peziarah untuk mengunjungi Yerusalem dan mereka tidak
diperbolehkan untuk datang ke kota itu sama sekali. Kabar burung tersebut pun menjadi pemicu
sebagian besar masyarakat Kristen untuk ikut serta dalam Perang Salib.
Penyebab Perang Salib juga berasal dari fitnah yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Fitnah tersebut mulai dari pernyataan kekuasaan Bani Saljuk yang kejam.
Padahal tidak ditemukan kekejaman tersebut pada Bani Saljuk. Kabar tersebut dihembuskan oleh
beberapa orang dari Kaum Kristen sendiri yang iri akan kemajuan teknologi dalam pemerintahan
Islam saat itu. Ketidakseimbangan teknologi itu dijadikan sebuah siasat untuk melakukan
peperangan terhadap pemerintah Islam sebagai usaha merebut teknologi yang ada.
Bertempat di Konsili Piacenza pada Maret 1095, duta besar utusan Alexius Komnenus atau
Alexius I, Kaisar Bizantium, meminta bantuan untuk mempertahankan wilayahnya dari kaum
Turki Seljuk. Sementara itu Paus Urbanus II meminta seluruh umat Kristen untuk bergabung dan
berperang melawan Turki Seljuk dengan jaminan bahwa siapapun yang ikut serta dalam sejarah
Perang Salib dan mati maka akan masuk surga walaupun ia memiliki banyak dosa di masa lalu.
Tentara salib berhasil mengalahkan dua pasukan Turki di Dorylaeum dan Antiokhia dan merebut
Yerusalem pada 1099.
Perang Salib kedua kembali terjadi setelah beberapa puluh tahun masa damai ketika Kristen dam
Muslim hidup berdampingan di Yerusalem. Pada saat itu tentara Islam pimpinan Imad ad-Din
Zengi merebut Aleppo dan Edessa. Kekalahan demi kekalahan yang dialami pihak Kristen
membuat Paus Eugenius III menyerukan untuk melakukan Perang Salib kembali pada 1 Maret
1145, yang didukung oleh para pengkhotbah terutama Bernardus dari Clairvaux. Pada tahun
1147 tentara Prancis dan Jerman dipimpin Raja Louis VII dan Konrad III menyerbu Yerusalem
tetapi tidak berhasil dan kembali ke negaranya dengan tangan kosong pada 1150.
Awal dari sejarah Perang Salib ketiga terjadi ketika Salahuddin Al Ayyubi atau Saladin berhasil
merebut Yerusalem pada 1187 setelah mengalahkan pasukan Salib di Pertempuran Hattin. Hal
itu membuat Paus Gregorius VIII kembali menyerukan Perang Salib yang ketiga. Seruan perang
disambut oleh Raja Richard I dari Inggris yang dikenal dengan Richard the Lionheart, Kaisar
Romawi Suci Frederick I dan Raja Phillip II dari Perancis. Ketika itu tentara salib berhasil
mengalahkan pasukan Muslim di dekat Arsuf dan mendekat ke Yerusalem, tetapi karena
persediaan makanan dan air yang tidak memadai maka pasukan Kristen gagal merebut
Yerusalem. Setelah gencatan senjata dengan Salahudin, Raja Richard meninggalkan peperangan
yang juga dikenal dengan sebutan Perang Salib Raja. Sedangkan Paus Gregorius VIII tidak
melihat akhir dari peperangan ini karena ia sudah meninggal dunia sebelumnya.
Paus Innosensius III memulai Perang Salib keempat untuk menginvasi Tanah Suci lewat
kekuatan Mesir. Selain itu perang ini juga dimanfaatkan oleh Doge Enrico Dandolo dari Venesia
untuk memperluas kekuasaan Venesia di Timur Dekat sekaligus melepaskan diri dari kekuasaan
Bizantium. Tentara Salib mengadakan perjanjian dengan Dandolo tetapi mereka tidak memiliki
dana untuk membayar armada dan syarat – syarat dalam kontrak sehingga Dandolo meminta
untuk mengalihkan perang salib ke Bizantium menggunakan kota Zara sebagai jaminan awalnya.
Penyerbuan yang gagal karena campur tangan Paus Innosensius diulangi kembali pada April
1204. Kali ini mereka berhasil menjarah Konstantinopel, merampok gereja – gereja dan
membunuh banyak penduduk. Tentara Salib membagi kekaisaran menjagi beberapa wilayah
Latin dan koloni Venesia, dan Perang Salib keempat berakhir ketika Bizantium terbagi menjadi
dua bagian besar.
Dewan Keempat Lateran kembali menyusun rencana untuk memulihkan Tanah Suci pada tahun
1215. Pertama – tama pada tahun 1217 pasukan Perang Salib dari Hongaria dan Austria
bergabung dengan pasukan raja Yerusalem dan pasukan pangeran Antiokhia untuk merebut
kembali Yerusalem. Kemudian pasukan perang salib berhasil mengepung Damietta di Mesir
pada 1219, akan tetapi karena desakan seorang staf kepausan bernama Pelagius, mereka
mengambil resiko menyerang Kairo sehingga kalah oleh blokade pasukan Sultan Ayyubiyah Al-
Kamil dan mengadakan gencatan senjata.
Kaisar Friedrich II yang berulangkali melanggar sumpah dalam sejarah Perang Salib dikucilkan
oleh Paus Gregorius IX di tahun 1228. Tetapi ia tetap melakukan pelayaran dari Brindisi dan
mendarat di Palestina. Dengan diplomasinya ia mendapatkan Yerusalem, Nazareth dan
Bethlehem dari Al-Kamil setelah berdiplomasi selama sepuluh tahun. Sebagai imbalan dari
kesepakatan tersebut, ia berjanji untuk melindungi Al-Kamil dari semua musuh termasuk dari
umat Kristen.
Masa tenang berlangsung selama beberapa tahun sampai Raja Thibaut I dari Navarre memenuhi
panggilan Paus Gregorius IX untuk mengumpulkan kembali para tentara salib di bulan Juli 1239
setelah berakhirnya gencatan senjata. Selain itu, Peter dari Dreux, Hugues IV dari Bourgogne
serta para bangsawan Prancis lain ikut berpartisipasi dan tiba di Akko pada September 1239.
Setelah mengalami kekalahan di Gaza pada bulan November, Thibaut kemudian mengatur
perjanjian dengan kaum Ayyubiyah dari Damaskus dan dengan kaum Ayyubiyah yang berasal
dari Mesir yang membuat sebagian bangsawan merasa tidak senang.
Kembali terjadinya Perang Salib ketujuh berawal dari konflik dengan Mesir pada 1243 karena
adanya kepentingan kepausan yang diwakili para Templar atau Ksatria Salib. Setahun kemudian
Yerusalem diserbu oleh pasukan Khwarezm yang dipanggil oleh Al-Adil, anak Al-Kamil.
Tentara Salib yang bergabung dengan kaum Franka dan tentara bayaran dari Badui tetap
mengalami kekalahan dari Pasukan Baibars yang berasal dari suu Khwarezmian hanya dalam
waktu empat puluh delapan jam saja. Sehingga banyak ahli sejarah yang menganggap
pertempuran ini menjadi tanda kematian bagi negara – negara Kristen. Hingga 1254, Louis IX
dari Prancis tetap mengadakan perang salib melawan Mesir.
Louis IX mengatur Perang Salib kedelapan pada 1270 dengan berlawar dari Aigues- Mortes
untuk membantu sisa – sisa dari negara wilayah tentara Salib di Suriah. Akan tetapi perang justru
dialihkan ke Tunis, dimana Raja menghabiskan waktu dua bulan sebelum kematiannya. Ia
kemudian ditahbiskan menjadi seorang santo yaitu St. Louis, sesuai dengan nama kota di
Amerika yang mengambil namanya.
Sebagai akibat dari sejarah Perang Salib ini, kekuasaan Kristen di Suriah menjadi hilang
walaupun tetap diizinkan untuk hidup dengan damai di wilayah tersebut. Dengan pemaparan
singkat ini sudah jelas bahwa sejarah dari Perang Salib memiliki pengaruh yang besar pada Abad
Pertengahan di Eropa terutama dalam sejarah antara umat Islam dan Kristen, tidak hanya di
bidang agama saja tetapi juga di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, kedokteran,
arsitektur dan banyak lagi.
Adapun yang menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib, ada tiga hal,
yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.
Faktor Agama
Sejak dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M,
pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk
menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah ke Baitul Maqdis. Umat Kristen merasa perlakuaan apara penguasa Dinasti Saljuk sangat
berbeda dari para penguasa islam lainnya yang pernah berkuasa di kawasan itu sebelumnya.
Faktor Politik
Ketika itu dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan Dinasti Fathimiyah di
Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan islam di Spanyol semakin goyang. Situasi
yang demikian, mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah
kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.
Stratifikasi sosial masyarakat eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja,
kaum bangsawan, serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun merupakan mayoritas dalam
masyarakat, kelompok yang terakhir ini menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka
sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu, mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk
turut mengambil bagian dalam perang salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik apabila perang dapat di menangkan. Mereka menyambut seruan itu
secara spontan dengan melibatkan diri dalam perang tersebut.
Perang Salib memberi dampak kuat terhadapa Timur dan Barat. Selain kehancuran fisik, perang
ini juga meninggalkan perubahan positif meskipun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk
menguasai Dunia Islam gagal. Perang ini meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan Eropa pada masa selanjutnya. Dampak Perang Salib yang terjadi selama berabad-
abad diantaranya adalah:
NIM: 3211121018