meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi GERMAS ini juga diikuti
dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan untuk program infrastruktur
dengan basis masyarakat.
Logo GERMAS yang terkesan sederhana ternyata memiliki makna yang dalam; mengetahui makna yang
ada di balik logo tersebut dapat menjadi awal untuk lebih memahami dan mengapresiasi Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat yang telah dicanangkan sejak tahun 2015 lalu. Pada logo tersebut terdapat tiga
buah bidang dengan warna biru turqoise yang merupakan lambang dari 3 Pilar Program Indonesia Sehat.
Ketiga pilar tersebut adalah Penerapan Paradiga Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan
Kesehatan Nasional.
Sedangkan bidang hijau terang dengan bentuk hati merupakan lambang dari semangat universal dan
tulus dari upaya membawa seluruh warga negara Indonesia untuk lebih sehat tanpa memandang
perbedaan suku bangsa, ras, strata sosial dan latar belakang budayanya.
Huruf K yang terdapat pada logo mewakili kata Kesehatan yang merupakan bidang dari Kementrian yang
bertanggung jawab atas GERMAS.
Bagian logo berbentuk lima ujung pada sebuah bidang bulat mewakili lima nilai Kemenkes; yaitu Pro
rakyat, Responsif, Efektif dan Bersih serta berlandaskan Pancasila.
Sedangkan garis menyerupai busur panah melambangkan tujuan dari Kemenkes Republik Indonesia
berupa mewujudkan negara Indonesia yang sehat.\
3.Tidak Merokok
7.menggunakan jamban
NAWACITA
Kementerian Kesehatan berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui agenda
prioritas Kabinet Kerja atau yang dikenal dengan Nawa Cita, sebagai berikut:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga Negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat dan terpercaya.
VISI
Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Visi tersebut
diwujudkan dengan 7 (tujuh) misi pembangunan yaitu:
MISI
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan
kepentingan nasional, serta
NILAI-NILAI
Pro Rakyat
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan
kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian,
seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi,
organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.
Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam
mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-
faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan penangnganan yang berbeda pula.
Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat
efisien.
Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
transparan, dan akuntabel.
BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004
dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan
sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS
Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[1]
Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT
Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.
PHBS
PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah
rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga yaitu :
PHBS di Sekolah
IMUNISASI
1. BCG
Vaksinasi BCG harus diberikan pada bayi sebelum berusia 3 bulan. Jika usia bayi sudah lebih dari 3 bulan,
dianjurkan untuk terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin. Vaksinasi BCG bisa diberikan jika uji tuberkulin
menunjukkan hasil negatif. Tempat penyuntikan vaksin BCG yang dianjurkan yakni pada lengan kanan
atas.
2. DTP
Vaksinasi DTP dianjurkan untuk diberikan sebanyak lima kali, masing-masing pada usia:
Baca Juga : 5 Gejala Difteri pada Anak yang Harus Segera Ditangani
3. Campak
Vaksinasi campak merupakan imunisasi dasar lengkap yang harus diberikan saat bayi berusia 9 bulan.
Vaksinasi diulang saat anak berusia 2 tahun dan saat masuk sekolah SD.
4. Cacar Air
Vaksinasi cacar air harus diberikan pada anak-anak yang belum pernah menderita cacar air, yakni pada
saat berusia 12 – 15 bulan.
5. Hepatitis B
Vaksinasi hepatitis B harus diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan, sebanyak 3 dosis:
Dosis pertama: Diberikan saat bayi baru lahir. Tepatnya sebelum bayi berusia 12 jam.
Jika bayi mendapatkan vaksin kombinasi yang mengandung hepatitis B, maka dapat diberikan 4 dosis.
Selain itu, bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B, perlu mendapatkan vaksin hepatitis B dosis
pertama sebelum usianya 12 jam ditambah dengan imunoglobulin hepatitis B pada saat bersamaan di
bagian paha yang berbeda (dilakukan setelah mendapat suntikan vitamin K1).
Pemberian vaksin selanjutnya dapat diberikan sesuai jadwal. Saat berusia 9-18 bulan, bayi yang lahir dari
ibu dengan hepatitis B perlu diperiksa antiHBs dan HbsAg.
6. Hib
Vaksin Hib dianjurkan untuk diberikan saat bayi berusia 2, 4, 6 bulan dan diulang pada usia 12 – 15 bulan
dengan dosis tergantung usia bayi (3 atau 4 dosis).
7. Flu
Vaksinasi flu dapat diberikan setiap tahun saat anak berusia 6 bulan hingga 8 tahun dalam 2 dosis
dasar/awal.
8. MMR
Interval antara dosis pertama dengan dosis kedua berjarak setidaknya 28 hari. Sehingga dosis kedua
dapat diberikan lebih cepat. Vaksinasi ini dapat diberikan bersama dengan vaksinasi lain.
9. Pneumokokus
Saat bayi berusia 2, 4, 6, dan 12 - 15 bulan, harus mendapatkan vaksinasi pneumokokus konjugasi secara
rutin.
Anak-anak perlu mendapatkan 4 dosis vaksinasi polio dengan jadwal pemberian dosis pertama saat lahir
dan dilanjutkan saat berusia 2, 4, 6 bulan. Kemudian, diulang saat berusia 18 bulan dan 4 – 6 tahun.
11. Rotavirus
Vaksinasi rotavirus terbagi menjadi 2 jenis yang diberikan sebanyak 2 atau 3 dosis, tergantung jenis
vaksin yang digunakan. Vaksin dapat diberikan dengan cara diminum (bukan disuntik) saat bayi berusia 2,
4 (dan 6 bulan jika diberikan 3 dosis). Dapat diberikan bersama vaksin lain.
32. Tanggal 15 Oktober : Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (HCTPS) se- Dunia
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
Kode etik perawat adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku
dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas serta fungsi perawat
adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap
kode etik sehingga kejadian akan pelanggaran etik dapat dihindarkan dan diminimalisasi. Demikian
kurang lebih yang dmaksud dengan makna definisi dan juga pengertian kode etik keperawatan.
Manfaat kode etik keperawatan yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan bagi status profesional
dengan cara sebagai berikut :
• Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan memahami dan
menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada perawat oleh masyarakat
• Menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian sebagai
landasan dalam penerapan praktek etikal
• Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi yaitu
hubungan perawat dengan pasien / klien sebagai advokator, perawat dengan tenaga profesional
kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor
dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan
Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu, keluarga dan masyarakat senantiasa dilandasi
dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
2. Tanggungjawab terhadap tugas
Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional
dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga dan masyarakat.
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan
kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang
bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar
tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran
politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas
keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalihtugaskan tanggungjawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
3. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan
lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan profesional secara sendiri-sendiri dan atau
bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang
bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku
dan sifat pribadi yang luhur.
Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan
serta menerapkan dalam kegiatan dan pendidikan keperawatan.
Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai
sarana pengabdiannya.
Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
Aborsi adalah tindakan untuk mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan yang pada dasarnya di larang di Indonesia. Dalam Kitab undang-
undang hukum pidana pengaturan mengenai aborsi masuk dalam bab kejahatan terhadap nyawa.
Meningkatnya Angka kematian Ibu karena praktek aborsi yang dilakukan dengan tidak aman dan tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang melakukan tindakan aborsi. Alasan tersebut yang
kemudian memunculkan adanya pengecualian larangan aborsi, yakni pada pasal 75 ayat (2) Undang-
undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan dengan
alasan kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaaan. Tindakan aborsi sebagaimana yang
dimaksud pada pasal 75 hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki sertifikat yang di
tetapkan oleh menteri, namun dalam hal ini pasal tersebut tidak menjelaskan mengenai kualifikasi siapa
saja Tenaga Kesehatan yang berwenang melakukan tindakan aborsi karena Tenaga Kesehatan dibedakan
menjadi beberapa macam berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Adapun tujuan dari skripsi ini
yaitu untuk mengetahui siapa saja tenaga kesehatan yang berwenang melakukan tindakan aborsi legal.
Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut digunakan pendekatan peraturan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual, yang dengan pendekatan tersebut dapat di tarik kesimpulan
bahwa tenaga kesehatan yang berwenang melakukan tindakan aborsi legal ialah dokter berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 3 Tahun 2016 Tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan
Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan
Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan memerlukan partisipasi aktif seluruh
komponen bangsa dalam penanganannya, termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat termasuk penanganan penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are considered to be within nursing’s scope of
diagnosis and treatment”. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna NAPZA
tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan. Dalam kaitan dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat diantaranya :
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction with other health team members”.
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini
dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Dan anggota tim kesehatan
lain bekerja sesuai kompetensinya masing-masing. Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi
rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi juga
rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based on the physician’s order”. Dalam fungsi
ini perawat bertindak membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter
memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi
kewenangan dokter dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider, edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia layanan keperawatan (praktisi). Perawat
baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
ketergantungan obat0obatan terlarang baik secara individu, keluarga, atau pun masyarakat. Peran ini
biasanya dilaksanakan oleh perawat di tatanan pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan
obat, unit pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk mencapai peran ini seorang perawat
harus mempunyai kemampuan bekerja secara mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang
ilmu dan kiat keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap empati dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan peran sebagai care giver, perawat menggunakan
metode pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan untuk membantu klien
mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat melakukan pendidikan kesehatan tentang
NAPZA dan dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok yang berada
di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran ini, perawat harus mempunyai keterampilan
dalam hubungan interpersonal yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyai
kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana
menempatkan pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat, karena sebenarnya yang
dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah akses terhadap layanan-layanan yang dapat membantu
mereka pulih dari kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa
pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman
kurungan. Namun sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22 tahun 1997
tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti
rehabilitasi atas perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih kurangnya batasan
antara pengguna dan pengedar di dalam UU Narkotika yang sekarang berlaku. Disinilah perawat harus
mengambil peranan sebagai protector dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan berupaya melindungi
klien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien, selalu “berbicara untuk pasien” dan
menjadi penengah antara pasien dengan orang lain, membantu dan mendukung klien dalam membuat
keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi
pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat memandang perawat sebagai seorang
tokoh yang dihargai, diangga orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini menjadikan
seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan
maupun di kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai seorang perawat memberikan
contoh hidup yang sehat. Namun tanpa disadari perawat merupakan salah satu profesi yang berpotensi
tinggi mendorong seorang perawat menjadi pengguna NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang
dimilikinya tentang obat-obatan dan kesempatan terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan
pelayanan. Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik yang menjurus
kepada penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan memandang perawat adalah orang
yang seharusnya bersih dari segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
Peserta Non-PBI berhak atas fasilitas kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 BPJS. Peserta BPJS PBI hanya berhak
untuk BPJS kelas 3.
Peserta BPJS Non PBI dapat memilih fasilitas kesehatan yang telah ditentukan dan sudah bekerjasama
dengan BPJS sesuai dengan domisili. Peserta BPJS PBI hanya dapat berobat di fasilitas tingkat 1
puskesmas kelurahan atau desa.
Program Non PBI dikhususkan untuk warga yang meliputi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), bukan
pekerja seperti pemilik perusahaan dan pekerja penerima upah. Peserta BPJS PBI hanya berhak
atas BPJS kelas 3.
Peserta BPJS Non PBI yang khusus mengambil kelas 1 dan kelas 2 dapat naik kelas perawatan apabila
kondisi kamar yang menjadi haknya di rumah sakit penuh. Peserta BPJS PBI dan non PBI yang
mengambil kelas 3 tidak bisa naik kelas ketika dirawat.
Anggota Non Penerima Bantuan Iuran harus membayar iuran bulanan meskipun anggota bersangkutan
berasal dari golongan pekerja menerima upah yang ditanggung sebagian oleh perusahaan peserta.
Sedangkan untuk anggota BPJS PBI, iuran bulanannya ditanggung oleh pemerintah, jadi tidak
perlu membayar iuran sendiri.
Peserta Non Penerima Bantuan Iuran mandiri yang mengambil kelas 1 dan kelas 2 wajib memiliki
rekening bank ketika mendaftar. Peserta BPJS Non Penerima Bantuan Iuran yang mengambil kelas
3 tidak perlu memiliki rekening bank.
Untuk menjadi peserta BPJS PBI dan berhenti menjadi anggota hanya dapat direkomendasikan oleh data
rekonsiliasi dari Kementerian Sosial atas referensi dari dinas sosial setempat, jika sesuai dengan kategori
miskin dan kurang mampu maka peserta akan didaftarkan menjadi peserta BPJS PBI Untuk peserta
Non Penerima Bantuan Iuran dapat mendaftarkan diri secara pribadi baik melalui perusahaan tempat
bekerja atau datang langsung ke kantor BPJS jika ingin menjadi peserta mandiri.