Anda di halaman 1dari 20

Komite Medik RSUD Bangil

RENJATAN KARDIOGENIK

PENGERTIAN
Renjatan kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung

DIAGNOSIS
Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardi, dan oliguria

Pemeriksaan fisik
1. Tanda – tanda gagal jantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti rupture septum interventrikel atau
muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut jantung rendah
karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak kongestif. Murmur :
regurgitasi akut aorta, mitral, stenosis aorta berat atau trombosis katup prostetik.

Elektrokardiografi
1. Tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage
2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia

Foto toraks
Opsifikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin kearah apeks paru. Kadang – kadang efusi
pleura

Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, dilatasi ventrikel kiri atau atrium kiri
atau arteri pulmonalis, Regurgitasi katup, Mikmosa atrium, Efusi perikard dengan temponade,
kardiomiopati hipertrofik, Perikarditis konstriktiva

DIAGNOSIS BANDING
 Syok hipovelomik
 Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
 Syok distributif (syok anafilaksasi, sepsis, toksik, overdosis obat
 Infark jantung kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKG, enzim jantung (CK-CKMB,
troponin T), angipgrafi koroner

TERAPI
1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat
2. Oksigen (40 – 50 %) sampai 8 liter / menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk : pasien
makin sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa di pertahankan ≥ 60 mmHg dengan
O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator
3. Infus emergensi
4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan di tatalaksana untuk dekompresi
dengan chest tube torakotomi
5. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
-1-
Komite Medik RSUD Bangil

6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin250 – 500 ml kecuali ada
edema paru akut. Jika terapi gagal pasang kateter Swan Ganz.
7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior.
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk mendapatkan
PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan vasopressor untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 100 mmHg. Depomin dimulai dengan 5
ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target mempertahankan terakanan darah atau sampai
15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmHg dengan dosis 0,1
– 30 ug/kgBB/menit
9. Jika tidak respons dengan dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2,5
– 20 ug/kgBB/menit. Atau Milrininon / Amrinon
10. IABP (Intra Aortic ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil menunggu
tindakan intervensi bedah
11. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasolidator untuk mengurangi afterload dan
memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada : hipertensi berat, edema paru,
dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual dan intravena
12. nitrogliserin pororal 0,4 – 0,6 mg tiap 5 -10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan nitropusid. Nitropusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit
bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai di dapatkan perbaikan klinis
atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke orga – oegan
vital.
13. Bila perlu : diberikan dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit
untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis
14. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
15. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan
terapi oksigen
16. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
17. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel atau korda tendinae

KOMPLIKASI
Gagal nafas

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

-2-
Komite Medik RSUD Bangil

RENJATAN ANAFILAKSIS

PENGERTIAN
Renjatan anafilaksasi adalah keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan
tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen
dengan antibody Ig E)

DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardi, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa :
 Reaksi sistemik ringan : rasa geli / gatal serta hangat, rasa penuh di mulut, dan tenggorokan,
hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, bersin – bersin,
onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen
 Reaksi sistemik sedang : seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus dan atau
edema saluran nafas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah,
gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafilaktif ringan
 Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang
bertambah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak nafas, sianosis,
henti nafas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit menelan, kejang perut
diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung,
koma.

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG

TERAPI
A. Untuk renjatan :
1. Adrenalin larutan 1 : 100, 0,3 – 0,5 ml subkutan / intramuskular pada lengan atas atau
paha. Bila renjatan anafilaksasi disebabkan sengatan serangga berikan suntikan adrenalin
kedua 0,1 – 0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan
dan kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa
5% 250 cc dimulai dengan kecepata 1 ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit
sesuai keadaan tekanan darah. Hati – hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau
gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniquet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1 – 2
menit setiap 10 menit
3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3 – 5 l/menit dengan sungkup atau kanul nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral
Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi :
a. IVFD Dekstrosa 5 % dalam 0,45 % NaCl 2 – 3 I/m² permukaan tubuh
b. Dopamin 0,3 – 1,2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik
c. Kortikosteroid 7 – 10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB
tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam

-3-
Komite Medik RSUD Bangil

B. Bila diserta spasme bronkus maka pada apsien di berikan


Inhalasi beta-2 agonis. Jika spasme brokus menetap aminofilin 4 – 6 mg/kgBB dilarutkan
dalam NaCl 0,9 % 10 ml diberikan perlahan – lahan dalam 20 menit, bila perlu dilanjutkan
dengan infus aminofilin 0,2 – 1,2 mg/kgBB/jam

C. Bila disertai edema hebat saluran nafas atas


Maka pada pasien di lakukan intubasi dan trakeostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

KOMPLIKASI
Renjatan ireversibel, kegagalan multi organ failure

PROGNOSIS
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

-4-
Komite Medik RSUD Bangil

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

PENGERTIAN
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes militus yang serius. Gambaran klinis utama
ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor
pencetus : infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaann obat golongan steroid,
penghentian atau pengurangan dosis insulin.

DIAOGNOSIS
Klinis :
 Keluhan poliuri, polidipsi
 Riwayat berhenti menyuntik insulin
 Demam / infeksi
 Muntah
 Nyeri perut
 Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
 Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)
 Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidaj dan bibir kering)
 Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis
Kadar glukosa : > 250 mg/dL
pH : < 7,35
HCO3 : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria

DIAGNOSIS BANDING
Ketosis diabetic, hiperglikemi, hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar state,
ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alcohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia,
ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis,
ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas
darah, EKG

Pemantauan :
 Gula darah : tiap jam,
 Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam, selanjutnya sesuai keadaan.
 Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk → diperiksa setiap 6 jam s.d. pH > 7,1 selanjutnya
setiap hari sampai stabil
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus

TERAPI

PRINSIP
-5-
Komite Medik RSUD Bangil

 Rehidrasi
 Regulasi cepat, glukosa darah dengan pemberian insulin kerja cepat
 Koreksi elektrolit dan asam basa
 Antibiotika yang adekuat
 Terapi Supportif

Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya di cabang dengan 3 way :


I. Cairan :
 NaCl 0,9% diberikan ± 1 – 2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1L pada jam kedua, lalu ± 0,5
L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya
sesuai kebutuhan.
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
 Jika Na+ > 155 mEq/L → ganti cairan dengan NaCl 0,45 %
 Jika GD < 200 mg/dl → ganti cairan dengan Dextrosa 5 %

II. Insulin (regular insulin = RI) :


 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
 RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
 RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9 %
 Jika Gd < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi → RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl
0,9 %
 Jika GD stabil 200 – 300 mg/dL selama 12 jam → RI drip 1 – 2 U/jam IV, disertai
sliding scale setiap 6 jam :
GD → RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200 – 250 5
250 – 300 10
300 – 350 15
> 350 20
 Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan
 Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari → dibagi
3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)

III. Kalium
 Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam.
Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi
pada EKG, dan jumlah urin cukup adekuat.
 Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5 → Drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0 – 4,5 → Drip KCl 50 mEq/6 jam
4,5 – 6,0 → Drip KCl 25 mEq/6 jam
> 6,0 → Drip dihentikan
 Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.

IV. Natrium Bikarbonat


Drip 100 mEq bila pH < 7,0 , disertai KCl 26 mEq drip.
50 mEq bila pH 7,0 – 7,1 , disertai KCl 13 mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

-6-
Komite Medik RSUD Bangil

V. Tatalaksana Umum
 Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
 Antibiotik adekuat
 Heparin : Bila ada KID satau hiperosmolar ( > 380 mOsm/L). Terapi disesuaiakan
dengan pemantauan klinis.
 Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, temperatur setiap jam,
 Kesadaran setiap jam,
 Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam,
 Produksi urin setiap jam, balans cairan,
 Cairan infus yang masuk setiap jam,
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia infark miokard akut, hipoglikemia,
hipokalemia, edema otak, hipokalsemia.

PROGNOSIS
Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

-7-
Komite Medik RSUD Bangil

HIPOGLIKEMIA
PENGERTIAN
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 md/dL, atau kadar glukosa darah <
80 mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
 Kelebihan obat / dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemia oral
 Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan
 Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
 Kegiatan jasmani berlebihan.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
 Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
 Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara
 Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
 Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Anamnesis :
 Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian
terakhir, perubahan dosis.
 Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
 Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
 Lama penderita DM, komplikasi DM
 Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll
 Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll

Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan
kesadaran, defisit neurologik fokal transien

Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum :


1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena
 Obat :
- (sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol,
- (kadang) : kinin, pentamidine
- (jarang) : salisilat, sulfonamid
 Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea) :
autoimun, sekresi insulin ektopik
 Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi
 Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagen, epinefrin
 Tumor non-sel β : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma
 Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

-8-
Komite Medik RSUD Bangil

TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop / permen gula murni (bukan pemanis
pengganti gula diet / gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat
 Hentikan obat hipoglikemik sementara,
 Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1 – 2 jam
 Pertahankan GD sekitar 200 mg.dL (bila sebelumnya tidak sadar)
 Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan Dextrosa 40 % sebanyak 2 flakon ( = 50 mL) bolus intravena,
2. diberikan cairan Dextrosa 10 % per infus, 6 jam per kolf,
3. Periksa GD sewaktu (Gds), kalau memungkinkan dengan glukometer :
 Bila GDS < 30/mg/dl → Bolus Dextrosa 40% 75 mL IV
 Bila GDs < 60 mg/dL → + bolus Dextrosa 40 % 50 mL IV
 Bila GDs < 100 mg/dL → + bolus Dextrosa 40 % 25 mL IV
4. Periksa GDS 1 jam setelah pemberian Dextrosa 40 % :
 Bila GDS < 60 mg/dL → + bolus Dextrosa 40 % 50 mL IV
 Bila GDS < 100 mg/dL → + bolus Dextrosa 40 % 25 mL IV
 Bila GDS 100 – 200 mg/dL → tanpa bolus dextrosa 40 %
 Bila GDS > 200 mg/dL → pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dextrosa 10 %
5. Bila Gds > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDS setiap 12 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL → pertimbangkan mengganti infus
dengan Dextrosa 5 % atau NaCl 0,9 %
6. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti :
adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagen 0,5 – 1 mg IV / IM (bila penyebabnya insulin)
7. Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12
jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5 – 2
g/kgBB IV setiap 6 – 8 jam. Cari penyebab lain penurunan kesadaran menurun

KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

-9-
Komite Medik RSUD Bangil

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

PENGERTIAN
 Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi.
 Renjatan (syok) septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90
mmHg atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat – obatan yang dapat
menurunkan TD
 Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan
kesadara, gangguan fungsi hati, ginjal, paru – paru, asidosis metabolik

DIAGNOSIS SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :
 Suhu badan > 38º C atau < 36º C
 Frekuensi denyut jantung > 90x / menit
 Frekuensi pernafasan > 24x/menit atau PaCO2 < 32
 Hitung leukosit > 12.000/mm³ atau < 4.000/mm³, atau adanya > 10 % sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal
(urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, foto toraks

TERAPI
 Eradikasi fokus infeksi
 Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil
antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati
Antimikroba detinitif di berikan bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba
dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme
 Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor / inotropik, dan transfusi
(sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respons secepatnya
- Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan
kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis
(respos terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan
isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan
perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan tekanan vena
jugularis, ronki, galop S3, dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan
CVP (dipertahankan 8 – 12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori
perhari.
- Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif,
hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernafasan
- Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai
tekanan darah sistolik > 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30
ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperto dopamin dengan dosis > 8 µg/kgBB/menit,
norepinefrin 0,03 – 1,5 µg/kgBB/menit, fenilefrin 0,5 – 8 µg/kgBB/menit, atau epinefrin
0,1 – 0,5 µg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat digunakan inotropik
- 10 -
Komite Medik RSUD Bangil

sepertidobutamin dengan dosis 2 – 28 µg/kgBB/menit, dopamin 3 – 8 mcg/kgBB/menit,


epinefrin 0,1 – 0,5 mcg/kgBB/menit.
- Transfusi komponen darah sesuai indikasi
- Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolik (secara
empiris dapat diberikan bila pH < 7,2 atau bikarbonat serum < 9 mEq/I, dengan disertai
upaya perbaikan hemodinamik)
- Nutrisi yang adekuat
- Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
- Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
- Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan
heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15 – 25 IU/kgBB/jam dengan
infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5 – 2 kali
kontrol atau antikoagulan lainnya

KOMPLIKASI
Gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

PROGNOSIS
Dubia ad malam

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

- 11 -
Komite Medik RSUD Bangil

GAGAL NAPAS
PENGERTIAN
Gagal napas adalah ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen (O2), dan
karbondioksida (CO2) darah arteri supaya tetap dalam batas normal.

Etiologi
 Penyakit saluran napas : bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis
 Penyakit paru parenkim : pneuminia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas
 Gangguan Hiperpermeabilitas : edema paru, ARDS
 Penyakit pembuluh darah : emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner
 Trauma : dada, leher, kepala
 Gangguan neoromuskular : poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma
 Obat – obat : barbiturat, narkotik, sedatif, obat – obat relaksasi
 Kelainan dinding dada : kifokoliasis, ankylosing spondylitis
 Lain – lain : hipotermia

DIAGNOSIS
Sesak nafas berat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardi, konstriksi pupil

Gagal napas tipe I


 PCO2 normal atau meningkat
 PO2 turun
 Umumnya kurus
 Warna kulit : pink puffer
 Hiperventilasi
 Pernapasan : purse – lips
Gagal napas tipe II
 PCO2 meningkat
 PO2 menurun
 Sianosis
 Umumnya kegemukan
 Hipoventilasi
 Tremor CO2
 Edema

DIAGNOSIS BANDING
Edema paru, ARDS

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Analisis gas darah
 Foto toraks
 Kateter Swan Ganz dengan monitor – tekanan kapiler paru (PCWP)
 EKG

TERAPI
Tahap I
 Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
 Bronkodilator nebulizer
- 12 -
Komite Medik RSUD Bangil

 Humidifikasi
 Fisioterapi dada
 Antibiotika

Tahap II
 Bronkodilator Paranteral
 Kortikosteroid
Tahap III
 Stimulan pernafasan
 Mini trakeostomi jika retensi sputum

Tahap IV
 Ventilasi mekanik

KOMPLIKASI
Mortalitas

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

- 13 -
Komite Medik RSUD Bangil

GAGAL GINJAL AKUT

PENGERTIAN
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus
secara mendadak dan cepat (hitungan jam – minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk
sisa nitrogen seperti ureum danm kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai
sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50 % atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan
kebutuhan akan dialisis.

DIAGNOSIS
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA :
1. Pre – renal : akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung dan
hipotensi oleh sebab lain)
2. Renal : akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia / toksin, iskemi ginjal, penyakit
glomerular)
3. Post-renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi prostat,
keganasan ginekologis)

Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urin < 100 mg/24 jam), oliguria (produksi urin < 400
ml/24 jam), poliuria (produksi urin > 3.500 ml/24 jam)

DIAGNOSIS BANDING
Episode akut pada penyakit ginjal kronik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis elektrolit, AGD, gula darah, DL, Elektrolit darah.

TERAPI
 Asupan nutrisi
- Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; kebutuhan
ditambah 15 – 20 % pada GGA berat (terdapat komplikasi / stres)
- Kebutuhan protein 0,6 – 0,8 gram/kgBB ideal / hari pada GGA tanpa komplikasi; 1 – 1,5
gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat
- Perbandingan karbohidrat dan lemak 70 : 30
- Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
 Asupan cairan → tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar tiap hari,
pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada
fasilitas.
 Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
- Bila akibat perdarahan diberikan transfusi darah PRC dan cairan isotonik, hematokrit
dipertahankan sekitar 30 %
- Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan yang kurang dapat diberikan cairan
kristaloid
 Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
 Hipervolemia : retriksi cairan (input < output)
 Fase anuria / oliguria : cairan seimbang : fase poliuria : 2/3 dari cairan yang keluar

Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300 – 500 ml
electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan.

- 14 -
Komite Medik RSUD Bangil

 Koreksi gangguan asam basa


 Koreksi gangguan elektrolit
- Asupan kalium dibatasi < 50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak mengandung
kalium. Obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti penghambat ACE dan
diuretik hemat kalium, dan cairan / nutrisi parenteral yang mengandung kalium
- Bila terdapat hipokelsemia ringan diberikan koreksi per oral 3 – 4 gram per hari
dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium
glukonas 10 % IV
- Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti aluminium
hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan makan
 Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamin dapat membantu pemeliharaan fase
nonoligurik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan
 Indikasi dialisis ;
- Oliguria
- Anuria
- Hiperkalemi (K > 6,5 mEq/I)
- Asidosis berat (pH < 7,1)
- Azotemia (ureum > 200 mg/dl)
- Edema paru
- Ensefalopati uremikum
- Perikarditis uremik
- Disnatremia berat (Na> 160 mEq/I atau < 115 mEq/I)
- Hipertermia
- Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

- 15 -
Komite Medik RSUD Bangil

HEMATEMESIS MELENA

PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Melena adalah buang air besar (BAB) berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Yang dimaksud saluran cerna atas (proksimal) adalah diatas ligamentum Treitz, mulai dari
jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esofagus.

DIAGNOSIS
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat makan obat
OAINS, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi / ulkus peptikum, riwayat sakit
kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan
kesadaran (prekoma / koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

DIAGNOSIS BANDING
Hemoptoe, hematochezia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, hemostasis lengkap atau masa pendarahan, masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit (Na,
K, Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase, albumin/globulin, SGOT, SGPT, petanda hepatitis
B dan C), endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati.

TERAPI
Non farmakologis
Tirah baring, puasa, diet hati / lambung, pasang NGT untuk dekompresi, pantau perdarahan

Farmakologis
 Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi
sampai dengan Hb 12 gr %
 Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran / hemacel)
atau NaCl 0,9 % atau RL
 Untuk penyebab non varises :
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor : sukralfat 3 – 4 x 1 gram atau teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injekksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
 Untuk penyebab varises :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 µg/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1
mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3
hari setelah skleroterapi / ligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik
turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20 % (setelah keadaan stabil → hematemesis
melena ( - )
3. Isosorbid dinitrat / mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
 Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
 Pada pasien dengan pecah varises / penyakit hati kronik / sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg

- 16 -
Komite Medik RSUD Bangil

Obat ini diberikan sampai tinja normal.

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum,
anemia karena perdarahan

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

- 17 -
Komite Medik RSUD Bangil

KRISIS HIPERTENSI

PENGERTIAN
Krisis Hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera
karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang
terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Dibagi menjadi dua :
1. Hipertensi emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif
2. Hipertensi urgency : Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ progresif dan tekanan darah perlu
diturunkan dalam beberapa jam.

DIAGNOSIS
 Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kebutuhan minum obat pasien, tekanan darah
rata – rata, riwayat pemakaian obat – obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal,
riwayat penyakit kronik lain, gejala – gejala serebral, jantung, dan gangguan penglihatan
 Pemeriksaan fisis : Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi perifer,
bunyi jantung, bruit dan abdomen, adanya edema atua tanda penumpukan cairan, funduskopi,
dan status neurologis.
 Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta, dan kerusakan organ target

DIAGNOSIS BANDING
Penyebab hipertensi emergency :
Hipertensi maligna terakselarasi dan papiledema
 Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan hipertensi
berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala.
 Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca
operasi bypass koroner
 Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen –
vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
 Akibat katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat dengan
MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian
mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis
 Eklampsia
 Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi
pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari jahitan vaskular
 Luka bakar berat
 Epistaksis berat
 Thrombotic thrombocytopenic purpura

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG, pemeriksaan khusus sesuai indikasi :
foto toraks, ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron, metanefrin/katekolamin, USG
abdomen, CT scan, dan MRI

TERAPI

- 18 -
Komite Medik RSUD Bangil

Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure 25 % (pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan
khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi > 220 /
130 mmHg) dalam waktu 2 jam, setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan
dapat dilanjutkan dalam 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan
darah pada hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

KOMPLIKASI
Kerusakan organ target

Hipertensi urgency :
Obat Dosis Awitan Lama
Kerja
Kaptopril 6,25 – 50 mg per oral atau sublingual bila 15 menit 4 – 6 jam
tidak dapat menelan
Klonidin Dosis awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,15 0,5 – 2 jam 6 – 8 jam
mg tiap jam dapat diberikan sampai dengan
dosis total 0,9 mg
Labetalol 100 – 200 mg per oral 1,5 – 2 jam 8 – 12 jam
Furosemid 20 – 40 mg per oral 0,5 – 1 jam 6 – 8 jam

Hipertensi emergency
Obat Dosis Awitan Lama
Kerja
Diuretik : 2 – 3 jam
Furosemid 20 – 40 mg, dapat diulang. Hanya 5 – 15 menit
diberikan bila terjadi retensi cairan
Vasodilator : 5 – 10
 Nitrogliserin Infus 5 – 100 mcg.menit. Dosis awal 2 – 5 menit menit
5 mcg/menit, dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3 – 5 menit

 Ditiazem Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB),


dilanjutkan infus 5 – 10 mg / jam

 Klonidin 6 ampul dalam 250 ml cairan infus,


 Nitroprusid dosis diberikan dengan titrasi
Infus 0,25 – 10 mcg/kgBB/menit, segera 1 – 2 menit
(maksimum 10 menit)

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Dokter UGD dan Dokter Umum
yang bekerja di bagian penyakit dalam.

UNIT YANG MENANGANI


 Bagian Ilmu Penyakit Dalam

- 19 -
Komite Medik RSUD Bangil

UNIT TERKAIT
 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan bagian
Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai