Anda di halaman 1dari 26

PERAN KEPALA MADRASAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS

MADRASAH di MI INTIBAHUL ISLAMIYAH PALEMBANG


PROPOSAL
Dosen pengampu :
DR. Ali Murtadho, M.S.I

Oleh :
Jesyca Tara Adella
NPM : 1911030324

Jurusan : Manajemen Pendidikan Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
2021 M / 1443
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Identifikasi Masalah................................................................................7
C. Rumusan Masalah ...................................................................................8
D. Batasan Masalah .....................................................................................8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................8
F. Definisi Konsep ......................................................................................9
G. Kerangka Teori .......................................................................................9
H. Tinjauan Pustaka.....................................................................................16
I. Metodologi Penelitian ............................................................................18
Outline Proposal ........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................23
Latar Belakang Masalah

Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan formal yang diselenggarakan

dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yakni mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadikan warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Ia adalah sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana

pengembangan siswa. Aktifitas di dalamnya adalah proses pelayanan jasa. Siswa datang

ke sekolah untuk mendapatkan pelayanan, sementara kepala sekolah, guru dan tenaga lain

adalah para profesional yang terus menerus berinovasi memberikan pelayanan yang

terbaik untuk kemajuan sekolah. Mengembangkan model pembaharuan adalah tugas yang

sulit karena proses pembaharuan adalah usaha yang multidimensional. Tidak ada satu

model pun yang dapat menjelaskan dengan sempurna betapa rumitnya pengembangan

sekolah. Yang akan diusulkan oleh para konsultan adalah kerangka kerja yang memberi

pedoman pada proses pembaharuan.

Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan "baru" dalam

manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based

management). Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah

berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators,

National Association of Elementary School Principals, and National Association of

Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school

1
2

based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh

ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas

keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara

mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena

terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan.Akibatnya,

peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkandengan rutinitas

urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. (Dharma 2003, hlm. 7)

Di Indonesia, Manajemen Berbasis Sekolah yang selanjutnya disingkat MBS

merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah

untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para siswa. Otonomi

dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para

staff, menawarkan partisipasi langsung ke kelompok-kelompok yang terkait, dan

meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan

semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah

juga berperan dalam menampung konsensus umum yang meyakini bahwa sedapat

mungkin seharusnya keputusan dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling alami

terhadap informasi setempat, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanan kebijakan,

dan yang terkena akibat-akibat kebijakan tersebut.

MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan

masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditujukan dengan

pernyataan politik dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut

diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang

berkualitas dan berkelanjutan. Dalam kerangka inilah, MBS tampil sebagai alternatif

paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep

yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan


3

sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar

dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang

erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. (E Mulyasa 2007, hlm. 11)

MBS digunakan di Indonesia karena beberapa alasan, antara lain pertama, sekolah

lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga

sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk

memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga,

keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat

menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. (Nurkholis 2003, hlm. 21)

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2001, hlm. 4) juga

menegaskan bahwa tujuan MBS adalah pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui

kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya

yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga,

meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan

kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Kementerian Agama melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

Agama pernah mengadakan studi kelayakan pada madrasah-madrasah di Indonesia.

Studi dilaksanakan di sebelas kabupaten pada delapan propinsi. Studi yang dilaksanakan

pada tahun 2002 itu menunjukkan, semua madrasah penting diteliti untuk mengetahui

kelayakan kesiapan melaksanakan MBS. (Suara Merdeka, 5 Januari 2004, hlm. 5)

Peningkatan mutu pendidikan di madrasah perlu didukung kemampuan manajerial

para kepala madrasah. Madrasah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu,

hubungan baik antar guru perlu diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang

kondusif dan menyenangkan. Demikian halnya penataan penampilan fisik danmanajemen

madrasah perlu dibina agar madrasah menjadi lingkungan pendidikan yang


4

dapat menumbuhkan kreatifitas, disiplin, dan semangat belajar siswa. Tidak hanya itu

saja, masyarakat pun perlu ditumbuh kembangkan-partisipasinya agar merasa memiliki

dan peduli dengan madrasah. Dalam kerangka inilah dirasakan perlunya implementasi

MBS atau di madrasah biasa disebut Manajemen Berbasis Madrasah, yang selanjutnya

akan disingkat menjadi MBM.

Dalam rangka mengimplementasikan MBM, perlu dilakukan pengelompokkan

madrasah berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi

lokasi dan kualitas madrasah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori

madrasah, yaitu baik, sedang dan kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan

ketinggalan. (E. Mulyasa 2007, hlm. 59)

Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen madrasah

untuk mengimplementasikan MBM berbeda satu kelompok madrasah dengan kelompok

lainnya. Perencanaan implementasi harus menuju pada variasi tersebut, dan

mempertimbangkan kemampuan setiap madrasah. Perencanan yang merujuk pada

kemampuan madrasah sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman

perlakuan (treatment) terhadap madrasah.

Perbedaan kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang berbeda

terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam

menyerap paradigma baru yang ditawarkan MBM. Misalnya, suatu madrasah mungkin

hanya memerlukan pelatihan untuk melaksanakan MBM, namun madrasah lain

barangkali memerlukan dukungan-dukungan tambahan dari pemerintah agar dapat

menerapkan paradigma baru tersebut. Dengan mempertimbangkan kemampuan

madrasah, kewajiban, dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBM, dapat

dibedakan antara satu madrasah dengan yang lain. Pemerintah berkewajiban melakukan

upaya-upaya maksimal bagi madrasah yang kemampuan menjalankan manajemennya

kurang untuk mempersiapkan pelaksanaan MBM. Namun demikian, untuk jangka


5

panjang MBM akan ditentukan oleh bagaimana suatu madrasah mampu menyusun

rencana madrasah, dan melaksanakan rencana tersebut (E. Mulyasa 2007, hlm. 60).

Kepala madrasah sebagai pemimpin di satuan pendidikan menjadi orang yang

paling bertanggungjawab mewujudkan misi MBM. Kepala madrasah merupakan motor

penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan madrasah. Begitu

besarnya peranan kepala madrasah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan,

sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat ditentukan oleh

kualitas kepala madrasah terutama dalam kemampuannya memberdayakan guru dan

karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif ( positif, menggairahkan, dan produktif).

Kepala madrasah merupakan manajer pendidikan professional yang direkrut

komite madrasah untuk mengelola segala kegiatan madrasah berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut oleh madrasah adalah pendidik professional

dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka berkerja berdasarkan pola kinerja

profesional yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung

keberhasilan pembelajaran peserta didik (Mulyasa 2003, hlm. 16-17). Dalam proses

pengambilan keputusan, kepala madrasah mengimplementasikan proses “bottom-up”

secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan

yang diambil beserta pelaksanaanya.

Sementara itu, menurut Wohlstetter dan Mohrman peran kepala madrasah dalam

MBM adalah sebagai designer, motivator, fasilatator, dan liason. (Mohrman, 1994).

Sebagai desainer kepala madrasah harus membuat rencana dengan memberikan

kesempatan untuk terciptanya diskusi-diskusi menyangkut isu-isu dan permasalahan di

seputar sekolah dengan tim pengambil keputusan sekolah. Tentu saja dalam hal iniharus

melibatkan berbagai komponen terkait keputusan secara demokratis.

Melalui paparan-paparan tersebut, dapat diketahui bahwa sebelum MBM

dilaksanakan di suatu madrasah. Maka perlu diadakan studi analisis kesiapan terlebih
6

dahulu, hal ini penting dilakukan agar dapat diketahui siap atau tidak siapnya madrasah

mengimplementasikan MBM. Hal tersebut tentunya akan berdampak positif ketika proses

implementasi MBM tengah dijalankan. Implikasi positif yang ditimbulkan tentunya

efektifitas dan efisiensi dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengawasan dan evaluasi dari pelaksanaan MBM itu sendiri

Mengingat kepala madrasah merupakan tokoh sentral dalam mendorong

perkembangan dan kemajuan madrasah, baik dalam MBM, pelaksanaan program-

program madrasah didukung oleh adanya kepemimpinan madrasah yang demokratis dan

profesional. Kepala madrasah dan guru-guru sebagai aktor utama dalam program

madrasah merupakan figur yang memiliki kemampuan dan integritas profesional.

Berkaitan dengan gagasan teoretis di atas, dan berdasarkan hasil observasi awal di

Madrasah Ibtidaiyah Intibahul Islamiyah Palembang, yang selanjutnya disingkat menjadi

MI Intibahul Islamiyah Palembang didapat gejala-gejala sebagai berikut :

1. Belum diketahui implementasi atau tidak MBM di MI Intibahul Islamiyah

Palembang.

2. Belum diketahuinya bentuk implementasi manajemen yang diterapkan di MI

Intibahul Islamiyah Palembang.

3. Belum diketahuinya pemahaman kepala madrasah, guru dan staff administrasi akan

MBM di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

4. Belum diketahuinya bagaimana potensi kepemimpinan kepala madrasah dalam

kesiapan implementasi MBM di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Merujuk kepada Pedoman Manajemen dan Tata Layanan Pendidikan Berbasis

Sekolah/Madrasah Tahun 2009, yang ditandatangani oleh Direktur Pembinaan TK dan

SD, bersama Direktur Pendidikan pada Madrasah Departemen Agama Republik

Indonesia. (Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional 2009a, hlm. 1-3).

Maka dapat sepakati bahwa konsep MBS di sekolah umum maupun madrasah adalah
7

sama, tidak ada perbedaan satu sama lain. Dan yang berbeda hanya adaptasi penggunaan

kata sekolah atau madrasah saja.

Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Malik Fadjar, bahwa definisi

tentang sekolah dapat digunakan sebagai definisi madrasah. Perbedaannya lebih pada

hal muatan pelajaran agama Islam yang lebih banyak dari sekolah umum, sehingga

madrasah seringkali disebut sekolah agama. (Fadjar 1999, hlm.18). Dari pendapat-

pendapat tersebut, maka penulis memutuskan untuk menggunakan kata MBM untuk

mempermudah pembahasan penelitian ini.

Berlandaskan paparan-paparan tentang pentingnya potensi kepemimpinan kepala

madrasah dalam kesiapan implementasi MBM, dan gejala yang berkembang di wilayah

penelitian. Maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut menjaditema

penelitian tesis penulis yang berjudul, “Peran Kepala Madrasah dalam Mempersiapkan

Implementasi Manajemen Berbasis Madrasah di MI Intibahul Islamiyah Palembang”.

Identifikasi Masalah

Melalui penelaahan lebih lanjut dari gejala-gejala penelitian di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut.

Kepemimpinan kepala madrasah mampu mengembangkan MI Intibahul Islamiyah

Palembang baik pengembangan secara fisik berupa gedung dan sarana prasarana

masyarakat lingkungan sekitar. MI intibahul Islamiyah juga mampu menarik dan

mendapat bantuan dana bukan hanya dari Kementrian Agama, tapi juga dari Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Palembang. Padahal biasanya yang sering

mendapat bantuan dari Dinas Pendidikan Kota Palembang hanya sekolah umum.

Dunia Usaha dan Industri yang ada di sekitar MI Intibahul Islamiyah Palembang,

seperti PT Pertamina, PT. Hoktong, Bank Mandiri, dan lainnya sering kali memberikan
8

bantuan secara periodik kepada madrasah baik yang ditujukan untuk kebutuhan siswa

atau fasilitas madrasah.

Jumlah siswa yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, di antara 3 sekolah

umum pesaing memberikan gambaran bahwa madrasah ini menjadi pilihan favorit bagi

warga sekitar. Hal-hal tersebut menjadi identifikasi awal bagi penelitian ini dalamrangka

meneliti peran kepala madrasah dalam implementasi MBM di MI Intibahul Islamiyah

Palembang.

Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, agar penelitian ini lebih fokus dan tajam

pembahasannya. Maka dipandang perlu ditentukan rumusan masalah yang akan diteliti

dan dibahas. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana peran kepala madrasah dalam implementasi Manajemen Berbasis

Madrasah di MI Intibahul Islamiyah Palembang ?

2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat langkah-langkah kepala

madrasah dalam

Batasan Masalah

Adapun masalah yang diteliti dalam tesis ini hanya dibatasi pada analisis untuk

mendeskripsikan bagaimana peran kepala madrasah dalam implementasi Manajemen

Berbasis Madrasah di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian

Melalui paparan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran kepala madrasah dalam implementasi MBM di MI

Intibahul Islamiyah Palembang.


9

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat langkah-

langkah kepala madrasah dalam mempersiapkan implementasi Manajemen

Berbasis Madrasah di MI Intibahul Islamiyah Palembang

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Kegunaan teoritis, diharapkan dapat menjadi bahan penelitian dan pengkajian

lebih lanjut oleh berbagai pihak yang berminat mempelajari tentang manajemen

pendidikan.

2. Kegunaan praktis, diharapkan bermanfaat bagi kepala madrasah dan guru-guru

di MI Intibahul Islamiyah Palembang guna mempersiapkan diri dalam

implementasi MBM.

Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan rambu penelitian yang akan memandu penelitian di lapangan

penelitian. Agar orang lain yang berkepentingan dalam penelitian ini mempunyai persepsi

yang sama dengan peneliti, maka dipandang perlu menetapkan definisi operasional.

Implementasi MBM dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan ataupenerapan

konsep manajemen yang menggunakan karakteristik MBM.

Maka implementasi kepemimpinan kepala madrasah dalam MBM yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah peran kepala madrasah mempersiapkan implementasi MBM

di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Kerangka Teori
10

Sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1

Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk

bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi

pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah mutu, pemerataan,

relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi

pendidikan pada tingkat pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara

menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat

kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang

sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual.

MBM bertujuan untuk meningkatkan kinerja madrasah melalui pemberian

kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada madrasah yang dilaksanakan

berdasarkan prinsip-prinsip tata madrasah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan

akuntabilitas. Peningkatan kinerja madrasah yang dimaksud meliputi peningkatan

kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan (Depdiknas 2007a,

hlm. 16).

MBM merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif danproduktif.

MBM merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi

luas pada madrasah, dan pelibatan masayarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan

nasional. Otonomi diberikan agar madrasah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana,

sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap

terhadap kebutuhan setempat (Mulyasa 2003, hlm. 13).

MBM memiliki unsur pokok madrasah (constituent) memegang kontrol yang lebih

besar pada setiap kejadian di madrasah. Unsur pokok madrasah inilah yang kemudian

menjadi lembaga non-struktural yang disebut Komite Madrasah yang anggotanya terdiri

dari guru, kepala madrasah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.
11

Dalam implementasi MBM juga dihadapi beberapa masalah seperti berbagai pihak

terkait harus berkerja lebih banyak daripada sebelumnya, kurang efisien (dalam jangka

pendek karena salah satu tujuan MBM adalah terjadinya efisiensi pendidikan), kinerja

Madrasah yang tidak merata, meningkatkannya kebutuhan pengembangan staf, terjadinya

kebingungan karena peran dan tanggung jawab baru, kesulitan dalam melakukan

koordinasi dan masalah akuntabilitas (Jalal dan Supriadi.ed 2001, hlm. 161-163).

Masalah lain yang muncul adalah pada otoritas pengambilan keputusan. MBM

menginginkan dimilikinya otoritas dalam pengambilan keputusan, namun pemerintah

pusat atau daerah seringkali tetap menginginkan otoritas keputusan berada di pihaknya.

Penghambat lain yang sering muncul adalah kurangnya pengetahuan berbagaipihak

tentang bagaimana MBM dapat berkerja dengan baik. Juga masalah kekurangan

ketrampilan untuk mengambil keputusan, ketidak-mampuan dalam berkomunikasi,

kurangnya keterlibatan masing-masing pihak, dan keengganan para administrator dan

guru untuk memberikan kepercayaan kepada pihak lain dalam mengambil keputusan.

Karena itu dalam rangka mengimplementasikan MBM, perlu dilakukan

pengelompokan MBM berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan

kondisi lokasi dan kualitas madrasah. Dalam hal ini sedikitnya akanditemui tiga kategori

madrasah, yaitu baik, sedang dan kurang, yang tersebar di lokasi- lokasi maju, sedang,

dan ketinggalan (Mulyasa 2007, hlm. 59).

Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen madrasah

untuk mengimplementasikan MBM berbeda satu kelompok madrasah dengan kelompok

lainnya. Perencanaan implementasi harus menuju pada variasi tersebut, dan

mempertimbangkan kemampuan setiap madrasah. Perencanan yang merujuk pada

kemampuan madrasah sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman

perlakuan (treatment) terhadap madrasah. Kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan


12

MBM, seringkali disebabkan pengabaian analisis awal kesiapan madrasah dalam

mengimplementasikan MBM. Hal ini karena terbatasnya teori dan penelitian yang

merekomendasikan permasalahan ini.

Di lain sisi, karakteristik MBM seringkali tidak dipahami oleh stakeholders di

madrasah itu sendiri. Pemegang otoritas kekuasaan di madrasah seringkali

mempromosikan bahwa madrasah mereka sudah mengimplementasikan MBM, namun

ketika menjelaskan apa sajakah karakteristik dasar MBM itu mereka tidak tahu.

Sesungguhnya, MBM mempunyai karakteristik yang sudah harus dipahami sejak awal

dalam mengimplementasikannya. Ibrahim (2003, hlm. 49) mengatakan ada 4 (empat)

karakteristik yang harus dikembangkan madrasah jika ingin mengimplementasikan

pelaksanaan MBM, ia merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu

sama lain dan merupakan satu kesatuan sistem dalam menggerakkan implementasiMBM

di madrasah.

Empat faktor penting lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi MBM, di

madrasah yakni kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi, serta sistem

penghargaan (Mulyasa. 2003, hlm. 17).

Selain itu Nurkholis (2003 : hlm 134) memberikan beberapa poin yang sama dengan

Mulyasa, untuk diperhatikan sebelum implementasi MBM dilaksanakan yaitu:

1. Madrasah harus memiliki otonomi terhadap 4 hal, yaitu:

a. kekuasaan dan kewenangan.

b. pengembangan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan.

c. akses informasi ke segala bagian.

d. pemberian penghargaan.

2. Peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan

keputusan terhadap kurikulum dan instruksional dan noninstruksional.


13

3. Adanya kepemimpinan madrasah yang kuat.

4. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan

dewan madrasah yang aktif dalam pengambilan keputusan madrasah.

5. Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-

sungguh.

6. Guideline dari Departemen Pendidikan Nasional, dalam hal ini Departemen

Agama.

7. Madrasah harus memiliki transparansi akuntabilitas.

8. Penerapan MBM harus diarahkan untuk pencapaian kinerja madrasah dan

lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.

9. Implemantasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBM.

Dari uraian-uraian tersebut maka peneliti akan mencoba mengidentifikasi apakah

MI Intibahul Islamiyah Palembang telah memiliki karakter-karakter yang tersebut dalam

rangka mengimplementasikan MBM. Sehingga bisa diidentifikasi kekuatan, kelemahan,

peluang dan tantangan dalam mengimplementasikan MBM di MI Intibahul Islamiyah

Palembang.

Pada akhirnya dapat ditentukan apakah MI Intibahul Islamiyah Palembang telah

memiliki kesiapan secara psikologis meliputi, budaya madrasah yang terbuka pada

sesuatu yang baru, tanggung jawab pengembangan madrasah tidak terfokus hanya kepada

kepala madrasah (Nurkholis 2003, hlm. 132), dan sosio-kultural masyarakat madrasah

mendukung implementasi MBM (Bryson 1999, hlm. 142).

Kesiapan secara teknis meliputi otonomi madrasah yang luas, sistem informasi

manajemen yang baik, adaya partisipasi dari stakeholders, dan ada dana yang siap

digunakan untuk implementasi MBM (Mulyasa 2003, hlm.11-20).


14

Sedangkan kesiapan profesional, meliputi kepemimpinan yang kuat, kerjasama

tim yang solid, serta adanya pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia tentang

MBM (Setiani 2005, hlm 1-2).

Paparan-paparan tersebut secara tegas menyatakan, bahwa analisis awal kondisi

madrasah dan unsur-unsur di dalamnya perlu dilakukan terlebih dahulu untuk

menentukan langkah yang tepat dalam implementasi MBM. Karena MBM bukanlah

konsep yang serampangan yang bisa diterapkan tanpa perencanaan yang matang. Ia juga

bukan konsep yang mapan yang bisa menyesuaikan dirinya sendiri dengan lokasi

implementasinya, tetapi ia merupakan konsep yang bisa digunakan sesuai dengan

kebutuhan pemakainya.

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas

secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam hal ini pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan

manusia agar mampu melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian

pada pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia dan pemanfaatan

kemampuan itu.

Menurut Effendi, “pengembangan sumber daya manusia termasuk di dalamnya

adalah peningkatan partisipasi manusia melalui perluasan kesempatan untuk

mendapatkan penghasilan, peluang kerja dan berusaha”.

Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada kepala

madrasah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan

kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai

tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban madrasahnya.

Kepala madrasah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling

berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan Supriadi

bahwa "erat hubungannya antara mutu kepala madrasah dengan berbagai aspek
15

kehidupan madrasah seperti disiplin madrasah, iklim budaya madrasah dan menurunnya

perilaku nakal peserta didik" (E. Mulyasa 2003, hlm 24)

Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan

secara mikro, yang secara lansung berkaitan dengan proses pembelajaran madrasah.

Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: "kepala

madrasah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi

madrasah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunakan serta

pemeliharaan sarana dan prasarana"(E. Mulyasa 2003, hlm 25)

Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin

kompleksnya tuntutan kepala madrasah, yang menghendaki dukungan kinerja yang

semakin efektif dan efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi

seni, dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah juga cenderung bergerak

maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan secara professional.

Menyadari hal tersebut, setiap kepala madrasah dihadapkan pada tantangan

untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana, dan

berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka inilah

dirasakan perlunya peningkatan manajemen kepala madrasah secara professional untuk

menyukseskan program-program pemerintah yang sedang digulirkan. Yakni otonomi

daerah, desentralisasi dan sebagainya, yang kesemuanya ini menuntut peran aktif dan

kinerja profesionalisme kepala madrasah.

Kepala madrasah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen

pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada manajemen pendidikan secara utuh dan

berorientasi kepada mutu. Startegi ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu

(MMT) atau Total Quality Manajement (TQM). Dalam konsep selanjutnya hal ini

disebut dengan effectife school atau site based management, dengan istilah yang lebih

populer Manajemen Berbasis Madrasah.


16

Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus

menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelanggan

dalam hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan,

pemerintah dan masyarakat.

Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan tinjauan pustaka penulis menemukan penelitian mengenai

Manajemen Berbasis Madrasah. Di antaranya yaitu tesis yang ditulis oleh Syarnubi Som

dengan judul “Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Pada MAN Di Sumatera

Selatan”. Selain itu tesis yang ditulis oleh H. Lukmansyah yang berjudul “ Penerapan

Manajemen Berbasis Sekolah Pada Pondok Pesantren Raudatul Ulum, PondokPesantren

Nurul Iman dan Pondok Pesantren Al Ittifaqiyah Ogan Ilir”. Litado Dewi Jusma juga

meneliti MBSdalam tesisnya yang berjudul “Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Di Sekolah Unggulan Menengah Atas (SMA) Negeri Lahat SumateraSelatan”.

Adapun materi dari penelitian yang telah ditulis oleh Syarnubi Som membahas

tentang perbedaan keempat MAN tersebut (MAN 3 Palembang, MAN 2 Palembang,

MAN Sekayu, MAN 1 Lubuk Linggau) dalam menerapkan MBS.

Dari sembilan madrasah yang ditunjuk untuk menyelenggarakan MBS, maka hanya

4 madrasah yang dijadikan objek penelitian dengan persentase eksploratif dan

menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket, dokumentasi dan wawancara.

Dari hasil pengolahan data yang menggunakan teknik-teknik tersebut, didapat persentase

yang beragam dalam melaksanakan penerapan MBS. Penerapan MBS pada MAN 2

Palembang 90 %, MAN 1 Lubuk Linggau 40 %, MAN 3 Palembang, 50 %, dan MAN

Sekayu 80 %. Secara murni masing-masing madrasah belum memiliki sumber dana

penunjang di luar dana Bantuan Operasional Sekolah, kecuali MAN 3 Palembang.


17

MAN 3 Palembang memiliki PSBB dan gedung serbaguna sebagai sumber dana alternatif

di luar dana dari pemerintah, hanya saja dana tersebut belum sepenuhnya difungsikan

untuk kesejahteraan guru dan pegawai di lingkungan MAN 3 Palembang.

Analisa pada tesis yang ditulis oleh Syarnubi Som menggunakan teknik analisis data

statistik inferensial, dengan menggunakan rumus ‘t” test. Dari hasil analisis ‘t” test

tersebut diketahui bahwa di antara sampe-sampel yang diteliti, tidak terdapat perbedaan

yang signifikan. Dengan interpretasi lebih lanjut, bahwa penerapan MBS belum

dilaksanakan secara optimal oleh masing-masing MAN.

Sedangkan tesis yang ditulis oleh H. Lukmansyah membahas tentang pertama,

apakah pondok-pondok pesantren telah menerapkan MBS ?. Yang kedua, bagaimana

penerapan nilai-nilai MBS pada Pondok Pesantren tersebut ?.

Hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum belum menerapkan Manajemen

Berbasis Sekolah. Penerapan Karakteristik dapat disimpulkan bahwa output pencapaian

akademik cukup baik berdasarkan hasil dokumentasi pencapaian nilai evaluasi murni

termasuk pencapaian pada non akademik. Dari sisi efektifitas proses belajar mengajar

santri ketiga pesantren telah memiliki proses belajar yang tinggi.

Kebutuhan tenaga kependidikan telah diupayakan semaksimal mungkin dan untuk

menunjang dan memperbaiki sarana dan prasarana. Selain itu kyai memiliki keluwesan

dan kewajaran yang dengan kritis pada pergantian dan pengangkatan seseorang menjadi

tenaga pengajar, harus didasarkan pada latar belakang pendidikan dan kompetensi. Kyai

tiga pondok pesantren tersebut mengadakan koordinasi dengan kepala madrasah, orang

tua / wali santri melalui rapat. Semua praktisi masyarakat cendrung belum dilibatkan,

masyarakat cendrung hanya sebagai kontrol moral. Proses pembelajaran didominasi

keputusan kyai, yang merupakan koordinator menyeluruh aktifitas di pondok pesantren

tersebut.
18

Litado Dewi Jusma juga membahas masalah Pelaksanaan MBS di Sekolah

Unggulan Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Lahat Sumatera Selatan. Penelitian ini

membahas mengenai pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, berupa perencanaan

program sekolah. Pengelolaan program sekolah, pengawasan pengelolaan program

sekolah dan evaluasi program sekolah.

Hasil analisis kualitatif yang dilakukan oleh Litado Dewi Jusma mengenai

pelaksanaan MBS tersebut, diketahui bahwa pelaksanaanya meliputi aspek : (1) bidang

perencanaan, (2) bidang ketenagaan, (3) hubungan kerjasama sekolah dengan

masyarakat, (4) akuntabilitas proses, (5) bidang kurikulum, (6) meningkatkan anggaran

biaya, (7) struktur pengambilan keputusan, dan (8) evaluasi.

Dari ketiga penelitian terdahulu, termaktub para peneliti cendrung mengkaji

bagaimana konsep-konsep MBM itu dilaksanakan oleh pihak sekolah ataupun madrasah

baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berbeda dari penelitian sebelumnya, maka

penelitian ini akan berkonsentrasi peran kepala madrasah dalam mempersiapkan

implementasi Manajemen Berbasis Madrasah. Hal ini menarik untuk diteliti, karena siap

atau tidak siapnya madrasah dalam melaksanakan MBM juga ditentukan pengetahuan dan

kemampuan kepemimpinan kepala madrasah sebagai figur penting di madrasah.

Metodologi Penelitian

Obyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Intibahul Islamiyah Plaju Palembang,

yang berlokasi di Jl. Kapten Robbani Kadir Lrg. Hikmah II Kelurahan Plaju Darat

Kecamatan Plaju Palembang. Penelitian ini dilakukan pada tahun pelajaran 2012/2013
19

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan pendekatan deskriptif analisis, dengan upaya penggalian pendeskripsian dalam

rangka menemukan paradigma baru tentang peran kepala madrasah dalam implementasi

MBM di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Dikatakan demikian karena jenis penelitian ini mempunyai ciri-ciri antara lain

setting yang aktual, peneliti adalah instrumen kunci, data bersifat deskriptif, menekankan

kepada proses, analisis datanya bersifat induktif, dan meaning (pemaknaan) tiap kejadian

adalah merupakan perhatian yang esensial dalam penelitian kualitatif (Bogdan dan Biklen

1998, hlm. 4-7).

Pada penelitian ini penulis akan mendeskripsikan hasil studi peran kepala madrasah

dalam implementasi Manajemen Berbasis Madrasah di MI Intibahul Islamiyah

Palembang.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Berupa data

pengetahuan kepala madrasah MI Intibahul Islamiyah Palembang tentang MBM, dan data

kualitatif tentang langkah-langkah kepala madrasah MI Intibahul Islamiyah Palembang

dalam mengimplementasikan MBM. Serta faktor-faktor pendukung implementasi MBM

di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan

kunci (key informan), informan awal dipilih secara purposif (purposive sampling).

Sedangkan informan selanjutnya ditentukan dengan cara “snowball sampling”, yaitu

dipilih secara bergulir sampai menunjukkan tingkat kejenuhan informasi. Bertindak

sebagai informan awal (sumber informasi) adalah Kepala MI Intibahul Islamiyah


20

Palembang. Sedangkan informan selanjutnya antara lain adalah Wakil Kepala Madrasah,

guru, dan anggota Komite Madrasah di MI Islamiyah Palembang.

Sedangkan yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang

didapat dari staff edukatif dan staff administrasi serta dokumen madrasah. Yang meliputi

data proses belajar mengajar, proses pengambilan keputusan, rapat-rapat dinas Kepala

Madrasah dan guru, rapat dengan Komite Madrasah dan masyarakat, sosialisasi dan

pengelolaan program, serta proses pengelolaan kelembagaan.

Serta data yang didapat dari karya orang lain misalnya literatur-literatur yang

berkaitan dengan MBM, administrasi pendidikan, manajemen pendidikan, manajemen

mutu terpadu, dan psikologi pendidikan sebagai penunjang dalam penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Pertama, observasi merupakan pengamatan langsung untuk memperoleh data awal berupa

otonomi pengelolaan madrasah, kepemimpinan, tugas dan tanggung jawab kepala

madrasah, guide lines dari Departemen Agama Kota Palembang atau Dinas Pendidikan

Nasional Kota Palembang, peran serta masyarakat, transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan dana, prestasi belajar siswa, dan sosialisasi MBM.

Kedua, wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai langkah-langkah

kepala madrasah dalam persiapan mengimplementasikan MBM di MI Intibahul

Islamiyah Palembang, dan faktor-faktor yang mendukung proses implementasi MBM di

MI Intibahul Islamiyah Palembang. Dengan menggali impormasi pengetahuan kepala

Madrasah tentang MBM. Wawancara ini ditujukan kepada Kepala Madrasah dan Wakil

Kepala Madrasah, para guru, dan Komite Madrasah.

Teknik Menjamin Keabsahan Data


21

Teknik menjamin keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi.

Trianggulasi menurut Iskandar (2008, hlm. 230) adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data dengan melakukan perbandingan berdasarkan informan dan waktu. Lalu didukung

dengan konfirmasi melalui observasi langsung.

Di penelitian tesis ini, untuk menjamin keabsahan data yang dikumpulkan. Maka

akan dilakukan trianggulasi antara informan kunci yaitu kepala madrasah dengan 3 (tiga)

informan pembanding (wakil kepala madrasah, guru dan anggota komite madrasah).

Hasilnya akan disajikan dalam bentuk matriks wawancara yang kemudian akan

dikonfirmasikan dengan hasil observasi langsung.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan-

keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami bukan saja oleh

orang yang mengumpulkan data tapi juga oleh orang lain. Proses analisis data inipeneliti

lakukan secara terus menerus, bersamaan dengan pengumpulan data dan kemudian

dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai dilakukan.

Di dalam melakukan analisis data peneliti mengacu kepada tahapan yang dijelaskan

Miles dan Huberman (1992, hlm. 22) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: reduksi data

(data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

(conclusion drawing/verivication), biasa dikenal dengan model analisis interaktif

(interactive model of analysis).

Analisis data model Miles dan Huberman ini dipergunakan untuk menganalisis

peran kepala madrasah dalam implementasi manajemen berbasis madrasah di MI

Intibahul Islamiyah. Serta faktor pendukung dan penghambat yang dapat membantu

dalam mengimplementasikan MBM di MI Intibahul Islamiyah Palembang.


22

Outline Proposal

Untuk memudahkan pembahasan dan penulisan proposal ini, maka perlu adanya uraian

sistematika pembahasan agar penulisannya sistematis dan terorganisir. Uraian tersebut

terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab saling terhubung satu sama lain dan

menjadi satu kesatuan dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini.

Bab pertama, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional,

kerangka teori dan kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, bab ini merupakan konsep MBM yang terdiri dari konsep dasar MBM,

karakteristik MBM, implementasi MBM, Faktor-faktor pendukung dan penghambat

implementasi MBM, dan Peran kepala madrasah dalam MBM.

Bab ketiga, bab ini mendeskripsikan kondisi objektif wilayah penelitian, yang

berisikan gambaran tinjauan historis MI Intibahul Islamiyah Palembang, kondisi sarana

dan prasarana pembelajaran, keadaan guru dan pegawai serta siswa di lingkungan MI

Intibahul Islamiyah Palembang, dan kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di

MI Intibahul Islamiyah Plaju Palembang.

Bab keempat, bab analisis data peran kepala madrasah dalam implementasi MBM,

dan Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat langkah-langkah kepala madrasah

dalam implementasi MBM di MI Intibahul Islamiyah Palembang.

Bab kelima, bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran yang terdiri dari

kesimpulan jawaban dari rumusan masalah, dan saran-saran yang direkomendasikan

kepada madrasah dan pihak yang terkait dengan penelitia


23

REFERENSI

Mulyana, Dedy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Remaja Rosda Karya.

Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Depdiknas.

Nasution, M. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nurkholis, 2007. Jurnal Hakikat Desentralisasi Model MBS. www.diknas.go.id

Sijak, Abu. 2006. “Standar Mutu Sekolah, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah”.
www.diknas.go.id.

Sukmadinata, Syaodih Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Suseno, Yahma Sumarno. 2002. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi,


Partisipasi, dan Kepuasan Kerja Kabupaten Grobogan. Surakarta : Tesis Pascasarjana
UMS

Rochaety, Ety. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta :
Gramedia

Suderajat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung :


Cipta Cekas Grafika

Tjiptono, Fandy. 2002. Total Quality Management (TQM). Yogyakarta : Andi Offset
Tangkilisan, Hessel N. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : Grasindo
Umar, Husein. 1999. Riset Strategi Perusahaan. Jakarta : PT SUN

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Undang –undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta :


Depdagri.

Yulk, Gary A. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi, terjemahan Yusuf Udaya.


Jakarta : Prenhallido

Zamroni, 2005. “Manajemen Berbasis Sekolah : Piranti Reformasi Sistem Pendidikan”.


www.diknas.go.id
24

Suseno, Yahma Sumarno. 2002. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi,


Partisipasi, dan Kepuasan Kerja Kabupaten Grobogan. Surakarta : Tesis Pascasarjana
UMS

Rochaety, Ety. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta :
Gramedia

Suderajat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung :


Cipta Cekas Grafika

Tjiptono, Fandy. 2002. Total Quality Management (TQM). Yogyakarta : Andi Offset

Tangkilisan, Hessel N. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : Grasindo

Umar, Husein. 1999. Riset Strategi Perusahaan. Jakarta : PT SUN

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Undang –undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta :


Depdagri.

Yulk, Gary A. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi, terjemahan Yusuf Udaya.


Jakarta : Prenhallido

Zamroni, 2005. “Manajemen Berbasis Sekolah : Piranti Reformasi Sistem Pendidikan”.


www.diknas.go.id

Anda mungkin juga menyukai