Anda di halaman 1dari 30

KOGNITIF BAHASA MORAL DAN RELIGI

Mata Kuliah Manajemen Peserta Didik

Dosen Pengampu

Yasinta Mahendra, M.Pd

Di Susun Oleh :

Kelompok 10

Nama : Npm :

Ananda Restiana 1911030018

Ismi Nur Kholifah 1911030107

Salsabila Sofianti 1911030398

Semester : VI (Enam)

Kelas : E

Prodi : Manajemen Pendidikan Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTAN LAMPUNG

2022 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirahim

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Puji
syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan
Inayah-Nya serta kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa tetap menikmati
indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.

Penulis disini akhirnya dapat merasa bersyukur karena telah menyelesaikan


makalah kami yang berjudul “Kognitif Bahasa Moral dan Religi” sebagai tugas mata
kuliah Mata Kuliah Manajemen Peserta Didik.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan
kepada mahasiswa atau pun pembaca mengenai Kognitif Bahasa Moral dan Religi.
Makalah ini tentu dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari pihak-pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah Manajemen Peserta Didik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, penulis
berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun, karena demi
perbaikan makalah yang akan kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bandar lampung, 14 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................... i

KATAPENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi ....... 3


B. Tahapan Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi ........... 8
C. Karakteristik Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi.. 16
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat.
Kebanyakan perkembangan adalah pertumbuhan, meskipun pada akhirnya ia
mengalami penurunan (kematian). Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan
ini. Artinya, pengajaran untuk anak-anak harus dilakukan pada tingkat yang tidak
terlalu sulit dan terlalu menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan.
Peserta didik merupakan aset utama dalam misi memajukan bangsa.
Mereka perlu pendidikan yang benar supaya tidak menjadi generasi penerus yang
salah kaprah. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik,
namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai
dengan norma hukum dan agama.
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan
keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan
peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik.
Perkembangan harus diperhatikan sejak dini, baik itu dilakukan oleh
orangtua, guru, maupun masyarakat. Perkembangan seorang anak peserta didik
harus diperhatikan oleh seorang guru. Misalnya, dalam perkembangan kognitif,
bahasa, moral dan religi. Perkembangan kognitif, Bahasa, moral dan religi akan
berpengaruh pada perkembangan ditingkat dewasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perkembangan kognitif, bahasa, moral dan religi?
2. Bagaimana tahapan perkembangan kognitif, bahasa, moral dan religi?
2

3. Bagaimana karakteristik perkembangan kognitif, bahasa, moral dan religi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan kognitif, bahasa, moral dan
religi,
2. Untuk mengetahui tahapan perkembangan kognitif, bahasa, moral dan religi,
3. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan kognitif, bahasa, moral dan
religi.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi


1. Perkembangan Kognitif
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin “Cogitare” artinya
berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala
sesuatu yang berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan
pengetahuan faktual yang empiris.1 Dalam pekembangan selanjutnya, istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi, baik
psikologi perkembangan maupun psikologi pendidikan. Dalam psikologi,
kognitif mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku
mental manusia yang berhubungan dengan masalah pengertian, pemahaman,
perhatian, menyangka, mempertimbangkan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, membayangkan, memperkirakan, berpikir,
keyakinan dan sebaganya.
Dalam istilah pendidikan, kognitif didefinisikan sebagai satu teori di
antara teori-teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman.2 Dalam teori kognitif, tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan.
Perubahan tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh proses belajar dan
berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan
kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara
sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
2002). Hal. 579
2
Hendra Harmi. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Curup: LP2 STAIN, 2010). Hal. 70
4

untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan


pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan
memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas,
sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah
satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan,
yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan.
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif
seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat
mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat
menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung
menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara
bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky
berbeda dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep
sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam
proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya
terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari
disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami
bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli
psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah,
dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan
5

bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,


membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.3
2. Perkembangan Bahasa
Menurut Hildayani, Rini Bahasa adalah alat bantu manusia yang luar
biasa. Dengan bahasa kita dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan kita
kepada orang lain. Selain itu melalui bahasa pula kita dapat menyimpan ide
dan segala hal yang kita pelajari dimasa lampau. Penguasaan bahasa sebagai
alat komunikasi harus melalui proses perkembngan tersendiri. Bahasa bukan
hanya sekedar pengeluaran bunyi atau pembelajaran kata.4
Seorang ahli psikologi perkembangan dari Illinois State University
Laura E. Berk (1989) menyatakan bahwa perkembangan bahasa merupakan
kemampuan khas manusia yang paling kompleks dan mengagumkan.
Berbagai peneliti psikologi perkembangan mengatakan bahwa secara
umum perkembangan bahasa lebih cepat dari perkembangan aspek-aspek
lainya, meskipun kadang-kadang ditemukan juga sebagian anak yang lebih
cepat perkembangan motoriknya daripadi perkembangan bahasanya.
Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya maka para ahli psikologi perkembangan
mendefinisikan perkembangan bahasa sebagai kemampuan individu dalam
menguasai kosa kata, ucapan, gramatikal, dan etika pengucapannya dalam
kurun waktu tertentu sesuai dengan perkembangan umur kronologisnya.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang
berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kemampuan berbahasa. Bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang dan
masih sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta
mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari
tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa

3
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.96
4
Hildayani, Rini. Psikologi Perkembangan Anak. (Jakarta : Universitas Terbuka, 2004). Hal.11
6

merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti
halnya belajar hal yang lain, “meniru” dan “mengulang” hasil yang telah
didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Belajar bahasa yang
sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat anak mulai
bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan
penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komnikasi dengan cara lisan,
tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan
menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk
dapat memahami dan dipahami orang lain.5
D. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Moral
adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakukan, akhlak, kewajiban
dan sebagiannya (Purwadarminto, 1957:57).
Berikut ini beberapa Pengertian Moral Menurut para Ahli:
Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak
yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku .
Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara,
kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya.
Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang
berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah
dan baik buruknya tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral
adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai
dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi,

5
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,
2008). Hal.69
7

moral sangat berhubungan dengan benar salah, baik buruk, keyakinan, diri
sendiri, dan lingkungan sosial.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan seperti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang seharusnya
dilakukan dalam berinteraksi yang berlaku dalam kelompok sosial. 6
E. Perkembangan Religi
Religi : kata religi atau reliji, berasal dari kata religie (Bahasa Belanda),
atau religion (bahasa Inggris), masuk ke dalam perbendaharaan bahasa
Indonesia di bawah oleh orang-orang barat (Belanda dan Inggris) yang
menjajah Indonesia dan Nusantara dengan membawa dan sekaligus
menyebarkan agama Kristen dan Katholik. Kata religi atau religion itu sendiri
berasal dari bahasa Latin, yang berasal dari kata relegere atau relegare. Kata
relegare mempunyai pengertian dasar “berhati-hati”, dan berpegang pada
norma-norma atau aturan secara ketat. Dalam arti bahwa religi tersebut
merupakan suatu keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma hidup yang harus
dipegangi dan dijaga dengan penuh perhatian, agar jangan sampai
menyimpang dan lepas. Kata dasar relegare, berarti “mengikat”, yang
maksudnya adalah mengikatkan diri pada kekuatan gaib yang suci. Kekuatan
gaib yang suci tersebut diyakini sebagai kekuatan yang menentukan jalan
hidup dan yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Dengan demikian kata religi tersebut pada dasarnya mempunyai
pengertian sebagai “keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci,yang
menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia, yang
dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan-jalan dan aturan-aturan serta norma-
normanya secara ketat, agar tidak sampai menyimpang dan lepas dari
kehendak atau jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib yang suci
tersebut”.

6
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung : Rosda 2009), h 76
8

Perkembangan spiritual atau Religi adalah perkembangan atau tah ap


seseorang membentuk kepercayaan baik berupa kepercayaan terhadap agama
ataupun adat. 7

B. Tahapan Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi


1. Perkembangan Kognitif
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi
sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh
mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai menginjak usia dewasa
mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu :
a) Tahap Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)
Tahap ini seperti Bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada
saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-
pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b) Tahap Pra-Operasional (Usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-
kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan
adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan
informasi indrawi dan tindakan fisik.
c) Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-
peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda.8 Tetapi dalam tahapan konkret-operasional
masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan
aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan
kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu

7
Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta: Kencana,
2005), hal 34
8
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Hal. 64
9

tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk


menyelesaikan masalah ini dengan baik.
d) Tahap Operasional Formal (Usia 11 tahun keatas)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis,
dan lebih idealistik.9
2. Perkembangan Bahasa
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan
perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan
bahasa dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap berikut ini :
a) Tahap pralinguistik atau meraban (0,3-1,0 tahun)
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk
ocehan yang mempunyai fungsi komunikatif. Pada umur ini anak
mengeluarkan berbagai bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain
yang ada di sekitarnya sebagai upaya mencari kontak verbal.
b) Tahap holofrastik atau kalimat sau kata (1,0-1,8 tahun)
Pada usia sekitar satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata.
Satu kata yang diucapkan oleh anak-anak harus dipandang sebgai suatu
kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai
cara untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu. Anak yang
menyatakan “mobil” dapat berarti “saya mau main mobil-mobilan”, “saya
mau ikut naik mobil sama ayah”, atau “saya minta diambilkan mobil
mainan”, dan sebagainya.
c) Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memilki banyak kemungkinan untuk
menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan
kalimat sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang
dirangkai secara tepat. Misalnya, anak mengucapkan “mobil-mobilan
siapa?” atau bertanya “itu mobil-mobilan milik siapa?”, dan sebagainya.

9
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Hal.101
10

d) Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)


Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang
kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin
kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak. Penambahan dan
pengayaan terhadapa sejumlah dan tipe kata secara berangsr-angsur
meningkat sejalan dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan
anak.
e) Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembvangkan struktur
tata bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan
kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan
kunjungsi. Perbaikan dan penghalusan ynag dilakukan pada periode ini
mencakup belajar mengenai berbagai kekecualian dari keteraturan tata
bahasa dan fonologis dalam bahasa terkait.
f) Tahap kompetensi lengkap (11,0 tahun-dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, perbendaharaan kata terus
meningkat, gaya bahasa mengalami perubahan, dan semakin lancar serta
fasih dalam berkomunikasi. Keterampilan dan performansi taat bahasa
terus berkembang ke arah tercapainya kompetensi berbahasa secara
lengkap sebagaiperwujudan dari kompetensi komunikasi.10

C. Perkembangan Moral

Di akhir tahun 1950-an, Lawrence Kohlberg mulai mengumpulkan


data yang berkaitan dengan pertanyaanpertanyaan tentang moral. Kohlberg
telah mengkaji hasil kerja terdahulu dari Jean Piaget dalam perkembangan
kognitif dan moral, serta menggunakannya sebagai landasan kajian selama
15 tahun tentang pertimbangan moral. Kajian Piaget terutama

10
Sunarto,H. dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: Rineka Cipta, 2013).
Hal. 159
11

menitikberatkan pada pengungkapkan tahapan kognitif. Kajian Kohlberg


juga mengacu pada suatu rentang perkembangan tahap-tahap dan
mengungkapkan bagaimana seseorang membentuk pemikiran mereka
tentang pertanyaan sosial dan moral sebagaimana mereka membentuk
struktur kesadaran dari hal yang paling nyata hingga bersumber kepada hal
yang paling abstrak.

1. Tingkat Pre-Konvensional

Pada tingkatan ini anak peka terhadap peraturanperaturan yang


berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk, benar-salah,
tetapi mengartikannya dari aspek akibat-akibat fisik suatu tindakan, atau
dimensi enak-tidaknya akibat-akibat itu

Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke


Aplikasi (hukuman, ganjaran disenangi orang), atau dari sudut ada-
tidaknya kekuasaan fisik dari yang memberikan peraturan-peraturan atau
memberi penilaian baikburuk itu. Dalam tingkat ini dibagi dalam dua
tahap:

A. Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan

Akibat-akibat fisik tindakan akan menentukan baik-buruknya tindakan


itu, entah apa pun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Menghindari
hukuman dan tunduk pada kekuasaan (tanpa mempersoalkannya )
mempunyai nilai pada dirinya, bukan atas dasar hormat pada peraturan moral
yang mendasarinya, tetapi karena hukuman dan otoritas.

B. Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental

Tindakan benar adalah tindakan sebagai alat dapat memenuhi


kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi kebutuhan orang-
orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagaimana hubungan orang
12

di pasar. Unsur-unsur sikap adil, hubungan timbal balik, kesamaan dalam


ambil bagian terhadap kondisi yang sudah ada, tapi semuanya dimengerti
secara fisik dan pragmatis.Hubungan timbal balik antar manusia adalah soal
“kalau kamu menggarukkan pungggungku, saya akan garukkan
punggungmu “, sebagai hubungan pragmatis, bukan karena loyalitas
(kesetiaan), rasa terima kasih atau keadilan.

2. Tingkat Konvensional (Kebiasaan)

Pada tingkatan ini, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok


atau bangsa dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri,
tidak perduli apa pun akibat-akibat yang langsung dan yang kelihatan. Sikap
ini bukan hanya mau menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang
tertentu atau ketertiban sosial, tetapi sikap ingin loyal, sikap ingin menjaga,
menunjang dan memberi pembenaran pada ketertiban itu dan sikap ingin
mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang ada di
dalamnya. Pada tingkat kebiasaan ini terdapat dua tahap, yaitu:

A. Tahap 3: Orientasi masuk ke kelompok “anak baik”dan “anak manis”

Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan atau
membantu orang-orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Ada
banyak usaha menyesuaikan diri dengan gambarangambaran stereotipe yang
ada pada mayoritas atau dengan tingkah laku yang dianggap lazim “umum”.
Tingkah laku sering kali dinilai menurut intensinya.“ Dia bermaksud baik “
untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang berusaha untuk diterima oleh
lingkungan dengan bersikap “manis”.

B. Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Ada orientasi kepada otoritas, peraturanperaturan yang sudah pasti,


dan usaha memelihara ketertiban sosial. Tingkah laku yang benar berupa
13

kewajiban, menunjukkan rasa hormat kepada otoritas, dan memelihara


ketertiban sosial yang sudah ada demi ketertiban itu sendiri.

3. Tingkat Post-Konvensional (Post-Kebiasaan)

Pada tingkat ini, ada usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai
moral dan prinsip-prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari
otoritas Teori Pertimbangan Moral Kohlberg Model Pembelajaran Berbasis
Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi kelompok atau orang yang
memegang prinsip-prinsip tersebut dan terlepas dari apakah individu yang
bersangkutan termasuk kelompok-kelompok itu atau tidak. Tingkat ini
mempunyai dua tahap:

A. Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.

Biasanya dengan tekanan mementingkan kegunaannya (utilitaristis).


Tindakan benar cendrung dimengerti dari segi hak-hak individual yang
umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah dikaji dengan kritis dan
disetujui oleh seluruh masyarakat. Ada kesadaran yang jelas bahwa nilai-
nilai dan opini pribadi itu relatif dan oleh karenanya perlu adanya peraturan
prosedural untuk mencapai konsensus. Di samping apa yang telah disetujui
secara konstitusional dan secara demokratis, hak tak lain merupakan nilai-
nilai dan opini pribadi. Akibatnya ada tekanan pada pandangan legalistis,
tetapi juga menekankan bahwa hukum dapat diubah atas dasar rasional demi
kemaslahatan masyarakat (tidak secara kaku mau mempertahankannya
seperti dalam tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban). Di luar bidang
hukum, persetujuan bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat dari
kewajiban. Itulah moralitas “resmi” dari pemerintah dan konstitusi.

B. Tahap 6: Orientasi asas etika universal

Benar diartikan dengan keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-


prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman pada
14

kekomprehensipan logis, universalitas dan konsistensi.Prinsip-prinsip ini


bersifat abstrak dan etis (Golden Rule, hukum emas, imperatif kategoris) dan
bukan peraturan-peraturan moral yang kongkrit. Pada intinya itulah prinsip-
prinsip universal mengenai keadilan, pertukaran hak (reciprocity) dan
kesamaan hak asasi manusia dan penghormatan kepada martabat manusia
sebagai pribadi (person).

Keenam tahap di atas menghadirkan suatu pola pemikiran yang menyatu


pada setiap pengalaman seseorang dan pandangannya atas hal-hal yang
khusus tentang moral. Sekali pun setiap orang boleh menjadi mampu
mengingat kaidah umum (civic virtues) tertentu, tidak setiap orang akan
berpikir tentang isu-isu umum (civic issue) yang penting dengan cara yang
sama atau bertindak sesuai kaidah yang telah sama “dipelajari”. Oleh karena
itu, tidak hanya mengajar ketentuan moral yang berhubungan dengan situasi
tertentu, para guru juga perlu menolong siswa menguji alasan yang biasa
digunakan untuk mengatasi moral atau masalah moral yang ada. Para guru
membantu siswa menguji pertimbangan moral yang mereka miliki dan
pertimbangan orang lain dengan menyelenggarakan diskusi tentang situasi-
situasi dilema.Suatu diskusi tentang dilema moral menitikeratkan pada
perbedaan pertimbangan yang digunakan untuk mengatasi suatu masalah
dibanding pula pada tingkah laku yang disarankan dari karakter tokoh utama.
Peserta yang menyarankan tingkah laku sama sering memiliki alasan
berbeda untuk saran-saran mereka. Menguji perbedaan ini menjadi kunci
bagi penelitian Kohlberg dalam perkembangan moral. Tanggapan-
tanggapan dalam diskusi terhadap kasus “ Sebuah Surat Peringatan “ berikut
akan menunjukkan bagaimana tanggapan setiap individu dari perbedaan
tahap orientasi-orientasi tingkatan Kohlberg.11

11
Sarbaini,Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral, (Banjarmasin 2011) hal 21
15

D. Perkembangan Religi

1. Bayi dan toodler (1-3 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang


mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan
interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan
dengan lingkungan kususnya orangtua. Bayi dan toodler belum memiliki rasa
bersalah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan
ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat ibadah yang
mempengaruhi citra diri mereka.

1. Prasekolah

Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang
apa yang dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang
mereka lihat bukan pada apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang
terjadi berbeda dengan apa yang diajarkan.

2. Usia sekolah

Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan
dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa pubertas, anak akan
sering kecewa karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu
dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau
menerima keyakinan begitu saja.

Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan atau
melepas-kan agama yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang
tua. Remaja dengan orang tua berbeda agama akan memutuskan memilih
pilihan agama yang dianutnya atau tidak memilih satupun dari agama
orangtuanya.
16

4. Dewasa

Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat


keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu
kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik anakya.

5. Usia pertengahan

Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk


kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh
generasi muda. 12

C. Karakteristik Perkembangan Kognitif, Bahasa, Moral dan Religi


1. Perkembangan Kognitif
Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3,
yaitu:
1) Masa kanak-kanak awal
A. Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia
2 sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum
siap untuk terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang
mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap
kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau
kemampuan representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap
sensorimotor.
Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah
anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu

12
Hamid, Achir Yani Syuhaimie. Aspek Spiritual dalam Keperawatan.( Jakarta: Widya Medika . 1999)
hal 11
17

suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan


sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak
adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang
merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal
dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
B. Kemampuan yang mampu dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional.
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami.
Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase
fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir
secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi
perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak
berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan
dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan
anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya
sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk
membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab
itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi
secara baik.
Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:

1.) Berpikir Simbolik, yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan
peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik
(nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun.

2.) Berpikir egosentris, Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir
tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut
pandang sendiri. Oleh sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara
pandangnya di sudut pandang orang lain.
18

3.) Berpikir intuitif, Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk
menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi
tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir
secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir
secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan
mengetahui sesuatu.

Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak


awal. Model pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam
mengingat yaitu:
1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan
jangka panjang dan pemanggilan kembali di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari
penyimpanan ingatan.
Pada semua usia, mengenal dapat dilakukan lebih baik dari mengingat, akan
tetapi kedua kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal.
2) Masa kanak-kanak akhir
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar
disebutpemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought),
artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata
atau konkrit. Masa ini berlangsung pada masa kanak-kanak akhir. Dalam
upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari panca indera, karena ia mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran
anak berkembang secara berangsur-angsur. Jika pada periode sebelumnya,
daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode
ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan
19

objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar


berada pada stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi – operasi, yaitu :
1) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak
memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan
benda atau keadaan yang lain.
2) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui
hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan
benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui
suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi,
pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya
dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak
secara nyata.
3) Masa remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini,
idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan
mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak
mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan
pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi
20

konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan


operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang
memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja
mampu mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja,
kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara
bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional,
yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika
pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang
pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung
hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk
menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan
pendidikan yang terkumpul. Kemampuan yang dimiliki pada tahap
operasional formal ini, yaitu abstrak, fleksibel dan kompleks dan logis.13
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang dilingkungan
remaja dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi
lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat
dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa
yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau
bahasa itu. Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan
kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi
ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam
masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah.
Sebagaimana diketahui, dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang

13
Fatimah, E. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010). Hal. 94
21

terarah sesuai dengan kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan


memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi
juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk
perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya)
terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih
diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya.
Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang
bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang
dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama
secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan
sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara
anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan
penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari
masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak
menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang
kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih
baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak
remajanya juga berbahasa lebih baik.14

C. Perkembangan Moral
Berikut ini paparan mengenai karakteristik perkembangan moralitas dan
religius anak dan remaja:

1. Karakteristik perkembangan moralitas pada anak

Menurut Lawrance Kohlberg, ada tiga tingkat dan tahapan karakteristik


perkembangan moralitas pada anak, yaitu moralitas dengan paksaan

14
Sunarto,H. dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. Hal.177-178
22

(preconventional level), moralitas dari aturan-aturan (conventional level),


dan moralitas setelah konvensional (postconventional).
2. Karakteristik perkembangan moralitas pada remaja
Dalam moralitas terdapat nilia-nilai moral, yaitu seruan untuk berbuat
baik dan larangan berbuat keburukan. Seseorang dikatakan bermoral apabila
tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung
tinggi. Pada masa remaja, individu tersebut harus mengendalikan
perilakunya sendiri agar sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku
dimasnyarakat, yang mana sebelumnya menjadi tanggung jawab guru dan
orang tua.
D. Perkembangan Religi
1. Karakteristik perkembangan religius pada anak
Penanaman nilai-nilai keagamaan; menyangkut konsep tentang
ketuhanan, ritual ibadah dan nilai moral yang berlangsung semenjak usia
dini, akan mampu mengakar secara kuat dan membawa dampak yang
signifikan pada diri seseorang sepanjang hidupnya .15hal ini dikarenakan
pada masa ini, anak belum mempunyai kemampuan menolak ataupun
menyetujui setiap pengetahuan yang didapatkannya.
Tahapan-tahapan perkembangan keagamaan pada anak :
1. Masa anak-anak
a. Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya
b. Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan)
c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum dalam)
2. Masa anak sekolah
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif dan disertai pengertian
b. Pandangan ke-Tuhanan diterangkan secararasional
c. Penghayatan secara rohaniah makin mendalam

15
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak (Jakarta:Erlangga 1978) hal.26
23

2.Karakteristik perkembangan religius pada remaja


Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana dan apa yang
diperolehnya sejak masa anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan agama
yang diberikan kuat maka perkembangan religius remaja akan menjadi
positif dan boleh jadi semakin kuat. Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat
banyak kerancuan pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan
religius remaja tersebut akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama
pentingnya dengan moral.
Ahli umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat
bahwa pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua
tahapan yang secara kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda.
A. Masa remaja awal
1. Sikap negative disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat
kenyataan orang-orang yang beragama secara hipocrit.
2. Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak
membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran yang tidak
cocok
3. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic, sehingga banyak yang
enggan melakukan berbagai kegiatan ritual
B. Masa remaja akhir
1. Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan tercapainya
kedewasaan intelektual
2. Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks agama
yang dianutnya
3. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang. 16

16
Jayanto, Newi, Karakteristik Perkembangan Moralitas.(jakarta:2011), h 23-24
24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif seorang
anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan anak.
 Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat
berkomunikasi, baik alat komnikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun
menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi
di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami
orang lain
 Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan
seperti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang seharusnya dilakukan
dalam berinteraksi yang berlaku dalam kelompok sosial.
 Tahapan Perkembangan Kognitif
A. Tahap Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)
B. Tahap Pra-Operasional (Usia 2-7 tahun)
C. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)
D. Tahap Operasional Formal (Usia 11 tahun keatas)
 Tahapan Perkembangan Bahasa
A. Tahap pralinguistik atau meraban (0,3-1,0 tahun)
B. Tahap holofrastik atau kalimat sau kata (1,0-1,8 tahun)
C. Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0 tahun)
D. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)
E. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)
F. Tahap kompetensi lengkap (11,0 tahun-dewasa)
 Tahap Perkembangan Moral
Tingkat Pre-Konvensional
25

Dalam tingkat ini dibagi dalam 2 tahap


A. Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
B. Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental

Tingkat Konvensional (Kebiasaan)


Pada tingkat kebiasaan ini terdapat dua tahap, yaitu:
A. Tahap 3: Orientasi masuk ke kelompok “anak baik”dan “anak manis”
B. Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Tingkat Post-Konvensional (Post-Kebiasaan)


Tingkat ini mempunyai dua tahap:
A. Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.
B. Tahap 6: Orientasi asas etika universal
 Tahap Perkembangan Religi
Bayi dan toodler (1-3 tahun)
Pra Sekolah
Usia Sekolah
Dewasa
Usia Pertengahan
 Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu
Masa kanak-kanak awal
Masa kanak-kanak akhir
Masa remaja
 Karakteristik Perkembangan Moral
Karakteristik perkembangan moralitas pada anak
Karakteristik perkembangan moralitas pada remaja
 Karakteristik Perkembangan Religi
Karakteristik perkembangan religius pada anak
Karakteristik perkembangan religius pada remaja
26

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka
Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Elizabeth B. Hurlock, 1978. Perkembangan Anak Jakarta:Erlangga

Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung:


CV Pustaka Setia

Hendra Harmi. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Curup: LP2 STAIN

Hildayani, Rini. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka

Jayanto, Newi. 2011 Karakteristik Perkembangan Moralitas.Jakarta

Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. 2005. Kawasan dan Wawasan Studi
Islam. Jakarta: Kencana,

Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Sunarto,H. dan Agung Hartono. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta

Sarbaini,Model Pembelajaran .2011 Berbasis Kognitif Moral. Banjarmasin

Hamid, Achir Yani Syuhaimie.1999 Aspek Spiritual dalam Keperawatan.Jakarta: Widya


Medika
27

Anda mungkin juga menyukai