Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Fiqh dengan
Dosen Pengampu : Nurul Zaman, M.Pd.i

DISUSUN OLEH :
NUR AZMI (12110323338)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Fiqh dengan bahan kajian yang berjudul “Pernikahan”. Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing saya. Dan saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu selama pembuatan makalan ini berlangsung.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Saya mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat saya perbaiki. Karena saya sadar, makalah
yang saya buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Pekanbaru, 12 Maret 2022

Nur Azmi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1

C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian Nikah ............................................................................... 3

B. Dasar Hukum Nikah .......................................................................... 4

C. Rukun Nikah ..................................................................................... 6

D. Perempuan yang Dibolehkan untuk Dinikahi ..................................... 8

E. Perempuan yang Diharamkan untuk Dinikahi .................................... 9

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 11

A. Kesimpulan ..................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya hukum islam sudah mengatur tentang pernikahan
sesuai dengan ketentuan syari’at islam. Secara garis besar hukum islam
terbagi menjadi dua yaitu fiqih ibadah dan fiqih muamalah. Dalam fiqh
ibadah meliputi aturan tentang shalat, puasa, zakat, haji, nazar dan
sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya. Sedangkan fiqih muamalah ini mengatur hubungan
antara manusia dengan sesamanya seperti perikatan, sanksi hukum dan
aturan lain agar terwujud ketertiban dan keadilan baik secara perorangan
maupun kemasyarakatan.
Dalam ilmu fiqh membahas tentang pernikahan. Yang dimaksud
dengan nikah menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu nakaha
yankihu nikahan yang berarti kawin. Dalam istilah, nikah adalah ikatan
suami istri yang sah menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban
bagi suami istri. Dalam hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat
agama yang disyariatkan islam. Beberapa hukum tersebut dapat dipelajari
dalam al-Qur’an dan As-Sunnah. Faedah terbesar pernikahan ialah untuk
menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari
kebinasaan sebab seorang perempuan apanila ia sudah menikah maka
biaya hidupnya wajib ditanggung oleh suaminya. Demikianlah maksud
pernikahan sejati dalam islam. Selanjutnya akan dibahas di bab
pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari nikah ?
2. Apa dasar hukum nikah ?
3. Apa sajakah rukun nikah ?

1
4. Siapa sajakah perempuan yang dibolehkan untuk dinikahi ?
5. Siapa sajakah perempuan yang diharamkan untuk dinikahi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian nikah
2. Untuk mengetahui dasar hukum nikah
3. Untuk mengetahui rukun nikah
4. Untuk mengetahui siapa saja perempuan yang dibolehkan untuk
dinikahi
5. Untuk mengetahui siapa saja perempuan yang diharamkan untuk
dinikahi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah
Secara etimologi, kata kawin menurut bahasa sama dengan kata
“nikah”, atau kata, zawaj. Kata “nikah” disebut dengan an-nikh dan az-
ziwaj/az-zawj atau az-zijah. Secara harfiah, annikh berarti al-wath'u,
adh-dhammu dan al-jam'u. Alwath'u berasal dari kata wathi'a - yatha'u -
wath'an artinya berjalan di atas, melalui, memijak, menginjak,
memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh atau bersenggama. 1
Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah mengungkapkan menurut
bahasa, nikah berarti penyatuan. Diartikan juga sebagai akad atau
hubungan badan. Selain itu, ada juga yang mengartikannya dengan
percampuran.2 As Shan’ani dalam kitabnya memaparkan bahwa an-nikah
menurut pengertian bahasa ialah penggabungan dan saling memasukkan
serta percampuran. Kata “nikah” itu dalam pengertian “persetubuhan”
dan “akad”. Ada orang yang mengatakan “nikah” ini kata majaz dari
ungkapan secara umum bagi nama penyebab atas sebab. Ada juga yang
mengatakan bahwa “nikah” adalah pengertian hakekat bagi keduanya,
dan itulah yang dimaksudkan oleh orang yang mengatakan bahwa kata
“nikah” itu musytarak bagi keduanya. Kata nikah banyak dipergunakan
dalam akad. Ada pula yang mengatakan bahwa dalam kata nikah itu
terkandung pengertian hakekat yang bersifat syar’i. Tidak dimaksudkan
kata nikah itu dalam al-Qur’an kecuali dalam hal akad. 3 Dengan
demikian, kata ”nikah” secara bahasa berarti penyatuan, penggabungan
dan saling memasukkan serta percampuran.
1
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 1461.
2
Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul Ghofar, (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, cet. 10, 2002), h. 375.
3
Id al-Iman Muhammad ibn Ismail as-San’ani , Subul al-Salam Sarh Bulugh alMaram
Min Jami Adillati al-Ahkam, Juz 3, (Kairo: Dar Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960), h.
350.

3
Secara terminologi, menurut Sayuti Thalib, nikah ialah perjanjian
suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan. 4 Sedangkan Zahry Hamid merumuskan nikah menurut syara
ialah akad (ijab qabul) antara wali calon istri dan calon mempelai laki-
laki dengan ucapan tertentu dan memenuhi rukun serta syaratnya. 5 Dari
berbagai pengertian di atas, meskipun redaksinya berbeda akan tetapi ada
pula kesamaannya. Karena itu dapat disimpulkan bahwa nikah ialah
suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
lakilaki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan
cara yang diridhai Allah SWT.

B. Dasar Hukum Nikah


Pada dasarnya pernikahan merupakan suatu hal yang diperintahkan
dan dianjurkan oleh Syara'. Beberapa firman Allah yang bertalian
dengan disyari'atkannya pernikahan ialah:
1. Firman Allah ayat 3 Surah 4 (An-Nisa'): 3)
‫سآءِ َمثْن َٰى َوثُلَ ٰـثَ َو ُربَ ٰـ َع ۖ فَإ ِ ْن خِ ْفت ُ ْم‬
َ ِ‫اب لَكُم مِنَ ٱلن‬
َ ‫ط‬ ۟ ‫وا فِى ْٱليَت َ ٰـ َم ٰى َفٱن ِك ُح‬
َ ‫وا َما‬ ۟ ُ‫َوإِ ْن خِ ْفت ُ ْم أ َ اَّل ت ُ ْق ِسط‬
۟ ُ‫أ َ اَّل ت َ ْع ِدل‬
‫وا فَ ٰ َوحِ دَة‬
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
berlaku adil, maka (nikahlah) seorang saja (Q.S.An-Nisa': 3).6

4
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,( Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986), h.
47.
5
Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Nikah Islam dan Undang-Undang Nikah di
Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), h. 1.
6
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm. 115.

4
2. Firman Allah ayat 32 Surah 24 (An-Nur):
ْ َ‫مِن ف‬
ۗ ‫ض ِل ِه‬ ‫مِن ِعبَا ِدكُ ْم َوإِ َمائِكُ ْم ۚ إِ ْن يَكُونُوا فُقَ َراءيُ ْغنِ ِه ُم ا‬
ْ ُ‫ّللا‬ ‫َوأ َ ْن ِك ُحوا ْاْلَيَا َم ٰى ِم ْنكُ ْم َوال ا‬
ْ َ‫صالِحِ ين‬
‫ِيم‬
َ ‫عل‬ ْ َ‫علِيميُ ْغنِ ِه ُم ّللاا ُ م ِْن ف‬
َ ‫ض ِل ِه ۗ َوّللاا ُ َوا ِس ٌع‬ ‫َو ا‬
َ ‫ّللاُ َوا ِس ٌع‬
Artinya: Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di
antara kamu, dan orang-orang yang layak (bernikah) dari hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui (Q.S.An-Nuur': 32).
3. Firman Allah ayat 21 Surah 30 (Ar-Rum)
‫َوم ِْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَكُ ْم م ِْن أ َ ْنفُ ِسكُ ْم أ َ ْز َواجا ِلت َ ْسكُنُوا ِإلَ ْي َها َو َج َع َل بَ ْينَكُ ْم َم َوداة َو َر ْح َمة ۚ ِإ ان فِي‬
ٍ ‫ٰذَلِكَ ََل َيا‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم َيتَفَ اك ُرون‬

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dari dijadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir
(Q.S.Ar-Rum: 21).
Beberapa hadits yang bertalian dengan disyari'atkannya
pernikahan ialah, yang artinya :
Artinya: Dari Ibnu Mas'ud ra. dia berkata: "Rasulullah saw.
bersabda: "Wahai golongan kaum muda, barangsiapa diantara kamu
telah mampu akan beban nikah, maka hendaklah dia menikah,
karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat memejamkan
pandangan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa yang belum mampu (menikah), maka hendaklah dia

5
(rajin) berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu menjadi penahan
nafsu baginya". (HR. AlJama'ah). 7
Artinya: Dari Sa’ad bin Abu Waqqash, dia berkata:
“Rasulullah saw. pernah melarang Utsman bin mazh'un membujang.
Dan kalau sekiranya Rasulullah saw. mengizinkan, niscaya kami
akan mengebiri". (HR. Al Bukhari dan Muslim).

C. Rukun Nikah
Untuk memperjelas makna “rukun nikah” maka lebih dahulu
dikemukakan pengertian “rukun” baik dari segi etimologi maupun
terminologi. Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan".8
Dalam terminologi fikih, rukun adalah sesuatu yang dianggap
menentukan suatu disiplin tertentu, di mana ia merupakan bagian integral
dari disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain rukun adalah penyempurna
sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.9 Bagi ummat
Islam, pernikahan itu sah apabila dilakukan menurut hukum pernikahan
Islam, Suatu akad pernikahan dipandang sah apabila telah memenuhi
segala rukun dan syaratnya sehingga keadaan akad itu diakui oleh hukum
syara'. Rukun akad pernikahan ada lima, yaitu:
1. Adanya calon suami;
2. Adanya calon Isteri;
3. Adanya wali;
4. Adanya dua orang saksi laki-laki; dan
5. Adanya Ijab dan Qabul. 10

7
Muhammad Asy Syaukani, Nail al–Autar, Beirut: Daar al-Qutub al-Arabia, Juz IV/III,
1973, hlm. 171.
8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2004, hlm. 966
9
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta:
Pilar Media, 2006, hlm. 25.
10
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995,
hlm. 40.

6
Syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus
diindahkan dan dilakukan." Adapun syarat nikah yaitu :
1. Syarat-syaratnya calon suami:
a. Beragama Islam.
b. Jelas ia laki-laki.
c. Tertentu orangnya.
d. Tidak sedang berihram haji/umrah.
e. Tidak mempunyai isteri empat, termasuk isteri yang masih dalam
menjalani iddah thalak raj'iy.
f. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan mempelai
perempuan, termasuk isteri yang masih dalam menjalani iddah
thalak raj'iy.
g. Tidak dipaksa.
h. Bukan mahram calon isteri.
2. Syarat-syaratnya calon istri:
a. Beragama Islam, atau Ahli Kitab.
b. Jelas ia perempuan.
c. Tertentu orangnya.
d. Tidak sedang berihram haji/umrah.
e. Belum pernah disumpah li'an oleh calon suami.
f. Tidak bersuami, atau tidak sedang menjalani iddah .dari lelaki
lain.
g. Telah memberi idzin atau menunjukkan kerelaan kepada wali
untuk menikahkannya.
h. Bukan mahram calon suami. 11
3. Syarat-syaratnya Wali:
a. Beragama Islam jika calon isteri beragama Islam.
b. Jelas ia laki-laki.

11
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, Jilid I, Bandung: CV Pustaka Setia,
1999, hlm. 64.

7
c. Sudah baligh (telah dewasa).
d. Berakal (tidak gila).
e. Tidak sedang berihram haji/umrah.
f. Tidak mahjur bissafah (dicabut hak kewajibannya).
g. Tidak dipaksa.
h. Tidak rusak fikirannya sebab terlalu tua atau sebab lainnya.
i. Tidak fasiq.
4. Syarat-syaratnya dua orang saksi laki-laki:
a. Beragama Islam.
b. Jelas ia laki-laki.
c. Sudah baligh (telah dewasa).
d. Berakal (tidak gila)
e. Dapat menjaga harga diri (bermuru’ah)
f. Tidak fasiq.
g. Tidak pelupa.
h. Melihat (tidak buta atau tuna netra).
i. Mendengar (tidak tuli atau tuna rungu).
j. Dapat berbicara (tidak bisu atau tuna wicara).
k. Tidak ditentukan menjadi wali nikah.
l. Memahami arti kalimat dalam ijab qabul. 12
5. Syarat-syaratnya Ijab dan Qabul.
Ijab akad pernikahan ialah: "Serangkaian kata yang
diucapkan oleh wali nikah atau wakilnya dalam akad nikah, untuk
menikahkan calon suami atau wakilnya".

D. Perempuan yang Dibolehkan untuk Dinikahi


Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara

12
Zahry Hamid, op. cit, hlm. 24-28. Tentang syarat dan rukun pernikahan dapat dilihat
juga dalam Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 1977, hlm. 71.

8
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu
yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu
(mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. An
Nisa' : 23).
Dari ayat di atas maka bisa disimpulkan bahwa saudara yang halal
untuk dinikahi adalah anak dari saudara ayah atau ibu yaitu sepupu, ayah
tiri yang telah diceraikan ibu, ayah angkat, atau saudara tiri, jadi saudara
yang masih memiliki hubungan darah dan halal untuk dinikahi hanyalah
sepupu, baik sepupu dekat atau sepupu jauh. Sebagaimana juga dikutip
dari konsultasisyariah.com mengatakan bahwa sepupu bukanlah
mahram, dan halal untuk dinikahi.

E. Perempuan yang Diharamkan untuk Dinikahi


Istilah larangan nikah dalam bab dua skripsi ini adalah orang-
orang yang tidak boleh melakukan nikah. Yang dibicarakan di sini ialah
perempuanperempuan mana saja yang tidak boleh dikawini oleh seorang
laki-laki; atau sebaliknya laki-laki mana saja yang tidak boleh mengawini
seorang perempuan. Keseluruhannya diatur dalam Al-Qur'an dan dalam
hadits Nabi. Mahram adalah orang yang tidak halal dinikahi ada 14
macam, yaitu :
1. Tujuh orang dari pihak keturunan

9
a. Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke
atas.
b. Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah.
c. Saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau seibu saja.
d. Saudara perempuan dari bapak.
e. Saudara perempuan dari ibu.
f. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
g. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
2. Dua orang dari sebab menyusu
a. Ibu yang menyusuinya
b. Saudara perempuan sepersusuan
3. Lima orang dari sebab pernikahan
a. Ibu istri (mertua)
b. Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
c. Istri anak (menantu)
d. Istri bapak (Ibu tiri)
e. Haram menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-
sama, yaitu dua perempuan yang ada hubungan mahram, seperti
dua perempuan yang bersaudara.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan nikah ialah
suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
lakilaki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan
cara yang diridhai Allah SWT. Adapun dasar hukum nikah yaitu firman
Allah Q.S. An-Nisa’/4: 3, Q.S. An-Nur/24:32, Q.S. Ar-Rum/30:21, (HR
.Al-Jama’ah), (HR. Al Bukhari dan Muslim). Rukun akad pernikahan
ada lima, yaitu: Adanya calon suami, adanya calon Isteri, adanya wali,
adanya dua orang saksi laki-laki; dan adanya Ijab dan Qabul. Perempuan
yang diharamkan untuk dinikahi ada 14 yaitu : Ibu dan ibunya (nenek),
ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas, anak dan cucu, dan
seterusnya ke bawah, saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau
seibu saja, saudara perempuan dari bapak, saudara perempuan dari ibu,
anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya, anak perempuan
dari saudara perempuan dan seterusnya, ibu yang menyusuinya, saudara
perempuan sepersusuan, ibu istri (mertua), anak tiri, apabila sudah
campur dengan ibunya, istri anak (menantu), istri bapak (Ibu tiri), haram
menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama, yaitu dua
perempuan yang ada hubungan mahram, seperti dua perempuan yang
bersaudara.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak.

11
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqih Munakahat. Jilid I, Bandung:
CV Pustaka Setia.
Al-Munawwir Warson Ahmad. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Yogyakarta: Pustaka Progressif.
Anshori Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia.
Yogyakarta: Pilar Media
As-San’ani ibn Ismail Muhammad Id al-Iman. 1960. Subul al-Salam Sarh
Bulugh alMaram Min Jami Adillati al-Ahkam, Juz 3. Kairo: Dar
Ikhya’ al-Turas al- Islami.
Asy Syaukani Muhammad. 1973. Nail al–Autar. Beirut: Daar al-Qutub al-
Arabia Juz IV/III
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hamid Zahry. 1978. Pokok-Pokok Hukum Nikah Islam dan Undang-
Undang Nikah di Indonesia. Yogyakarta: Bina Cipta.
Hamid Zahry. 1977. Tentang syarat dan rukun pernikahan
dapat dilihat juga dalam Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Kuzari Achmad. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Muhammad Kamil Syekh. 2002. Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul
Ghofa. Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Thalib Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia,( Jakarta: UI Press.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an. 1986. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI.

12

Anda mungkin juga menyukai