Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“HAKIKAT IBADAH DALAM ISLAM”

MAKALAH KELOMPOK

Di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Semester Genap

Kelompok 1:

1. Nur Avia Sani (200222272)


2. Armin (210222226)
3. Anugrah Hasana (210222224)

Dosen Pengampu :

Dr. Zulkarnain Mubhar, S.Th.I.,M.Th.I.

ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI


KATA PENGANTAR

Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW dan para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan baik sehingga akal dan fikiran
penyusun mampu menyelesaikan makalah AIK II ini, semoga kita termasuk umatnya yang kelak
mendapatkan syafa’at dalam menuntut ilmu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari
segi susunan serta cara penulisan makalah ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga
bermanfaat bagi penulis khususnya.

Sinjai, 19 Maret 2022

Penyusun
BAB 1

MAKNA IBADAH

A. Makna Ibadah.

Ibadah ( ‫ ) عبادة‬secara etimologi berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak,
atau pelayan. Jadi ‘ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau
merendahkan diri. Sedangkan secara terminologis, Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip beberapa
pendapat, antara lain; Mengesakan Allah, menta’zimkan-Nya dengan sepenuh-sepenuhnya
ta’zim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Ulama akhlak
mengartikan ibadah dengan mengerjakan segala taat badaniyah dan menyelenggarakan segala
syariat (hukum). Ulama fikih mengartikan ibadah dengan segala taat yang dikerjakan untuk
mencapai keridhaan Allah dan meng-harap pahala-Nya di akhirat.
Selanjutnya ulama tafsir, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa: Ibadah adalah suatu
bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa
pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia
tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa obyek yang
kepadanya ditujukan ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya.
Sedangkan. Abd. Muin Salim menyatakan bahwa: Ibadah dalam bahasa agama
merupakan sebuah konsep yang berisi pengertian cinta yang sempurna, ketaatan dan khawatir.
Artinya, dalam ibadah terkandung rasa cinta yang sempurna kepada Sang Pencipta disertai
kepatuhan dan rasa khawatir hamba akan adanya penolakan sang Pencipta terhadapnya.
Adapun pendapat lain mengenai ibadah adalah:
‫التقرب ألى هلل بامتثال أوامره واجتنا ب نواھیھ والعمل بما أذن بھ الشا رع وھي عامة وخاصة‬
“ Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”

Juga yang dikatakan ibadah adalah beramal dengan yang diizinkan oleh Syari’ Allah Swt.;
karena itu ibadah itu mengandung arti umum dan arti khusus. Ibadah dalam arti umum adalah
segala perbuatan orang Islam yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan
ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara
yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi
Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Haji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat.
Di sisi lain, dipahami bahwa ibadah adalah perbuatan manusia yang menunjukkan
ketaatan kepada aturan atau perintah dan pengakuan kerendahan dirinya di hadapan yang
memberi perintah. Adapun yang memberi perintah untuk beribadah, adalah tiada lain kecuali
Allah sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 21,

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang


yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa sasaran ibadah hanyalah kepada Allah swt.
Dengan kata lain, bahwa manusia beribadah adalah untuk mengabdikan dirinya kepada Allah
sebagai Tuhan yang telah menciptakan mereka.

Pengertian-pengertian ibadah dalam ungkapan yang berbeda-beda sebagaimana yang


telah dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan esensial, yakni masing-masing bermuara pada
pengabdian seorang hamba kepada Allah swt., dengan cara mengagungkan-Nya, taat kepada-
Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna kepada-Nya.
Makna pengabdian atau penghambaan yang akan dijelaskan adalah perkara yang
memuliakan manusia serta membedakan dengan hewan dan makhluk lainnya. Apa yang
difirmankan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam surat Adz-Dzaariyaat:56

Artinya: “Tiadalah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
ber’ibadah (mengabdi, menghamba) kepada-Ku”.

Arti ‘ibadah di sini adalah bahwa jin dan manusia dalam hidupnya harus tunduk dan patuh
terhadap aturan dan hukum-hukum Allah. Ini berarti, bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan
manusia adalah agar mereka:
Pertama, hanya setia kepada Allah saja dan tidak kepada yang lain, karena hanya Dia Yang Maha
Menghidupi dan Maha Memelihara. Kedua, agar mereka hanya mengikuti perintah-perintah
Allah saja dan tidak mendengarkan perintah siapa pun yang bertentangan dengan perintah-Nya.
Ketiga, hanya kepada satu Dzat saja mereka harus menyembah dan mendekatkan diri (taqarrub),
yaitu hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak kepada yang lain.
Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, perbuatan seorang hamba yang senantiasa
mengikuti aturan dan hukum Allah, serta yang melepaskan diri dari ikatan dan aturan hukum
yang lain yang bertentangan dengan hukum Allah, maka itulah yang disebut ‘ibadah. Dengan
demikian, ‘ibadah adalah perbuatan sepanjang hidup yang dijalani oleh seorang hamba dengan
mengikuti ramburambu atau aturan-aturan dan hukum Allah Ta ‘ala. Dalam hidup yang demikian
ini, maka tidur kita, bangun kita, makan dan minum kita, bahkan berjalan dan berbicara kita,
semuanya adalah ‘ibadah. Setiap perbuatan seorang hamba yang ta’at akan selalu
memperhatikan, mana yang dibolehkan oleh Allah dan mana yang tidak dibolehkan oleh Allah,
mana yang halal dan mana yang haram, apa yang diwajibkan dan apa yang dilarang, perbuatan
apa yang membuat-Nya suka kepada kita dan perbuatan apa yang membuat-Nya tidak suka
kepada kita. Allah memberitahukan, tujuan penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka,
akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah ,
maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak
beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain
apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya
menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah ).
BAB II
PEMBAGIAN IBADAH

B. Pembagian Ibadah.

Secara umum ibadah terbagi menjadi 2, yaitu:

1.‘Ibadah Mahdhah.
Yaitu ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah SWT. Semua perbuatan ibadah yang
pelaksanaannya diatur dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan sunnah.
Contoh, salat harus mengikuti petunjuk Rasulullah salallahu alaihi wassalaam dan tidak
dibenarkan untuk menambah atau menguranginya, begitu juga puasa, haji dan yang lainnya.
Dengan shalat lima kali sehari berarti memperingatkan kita, bahwa di mana pun dan kapan pun
kita berada adalah tetap budak Allah, dan hanya kepada-Nyalah kita harus menghamba. Dengan
shalat membawa manusia mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. ‘Ibadah mahdlah
ini dilakukan hanya berhubungan dengan Allah saja (hubungan ke atas/ Hablum Minallah), dan
bertujuan untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah Ta ‘ala. Ibadah ini hanya dilaksanakan dengan jasmani dan rohani saja,
karenanya disebut ‘ibadah badaniyah ruhiyah.

2.‘Ibadah Ghairu Mahdhah.


yaitu ibadah yang membutuhkan keterlibatan orang lain atau ‘ibadah yang tidak hanya
sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga menyangkut hubungan sesama makhluk
(Hablum Minallah Wa Hablum Minannas), atau di samping hubungan ke atas, juga ada hubungan
sesama makhluk. Hubungan sesama makhluk ini tidak hanya sebatas pada hubungan sesama
manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungan alamnya (hewan dan tumbuhan).
Contoh, zakat, infaq, sedekah, dll. Zakat menyadarkan kita akan kenyataan bahwa harta yang kita
peroleh adalah pemberian Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan sepenuhnya atas hasil usaha sendiri.
Jangan kita habiskan harta itu hanya untuk kepentingan kepuasan lahiriyah saja, tetapi haruslah
kita berikan juga hak Allah, mensucikan harta kita, membuktikan kepedulian kita kepada fakir
miskin.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4, antara lain:
A. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah
ini.
B. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul.
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang
menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut
bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
C. Bersifat rasional.
ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya,
dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk,
merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
D. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Para ulama menjelaskan bahwa ibadah mahdhoh jika dikerjakan tanpa tuntunan, jelas hal
ini adalah amalan yang sia-sia. Seperti shalat yg dilakukan diniatkan pada malam jumat kliwon,
ini jelas tidak ada tuntunan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫َو َر ٌّد َعلَ ْي ِه َأ ْم ُرنَا فَهُ لَي‬


‫ْس َع ِم َل َع ِم َل َم ْن‬

,”Barangsiapa melakukan suatu amalan tanpa tuntunan dari kami, maka amalan itu tertolak. ”
((HR. Muslim no. 1718).

Jadi harus perlu dasar dalam ibadah jenis ini. Sehingga ada kaedah dalam ibadah: “Hukum asal
ibadah itu terlarang, sampai ada dalil yang menuntunkannya.”
BAB III
TUJUAN DAN FUNGSI IBADAH.

C. Tujuan Dan Fungsi Ibadah.

1. Tujuan ibadah.

Tujuan ibadah adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal dan
mendekatkan diri serta beribadat kepada-Nya. Sesungguhnya ibadah dengan pengertian yang
hakiki itu merupakan tujuan dari dirinya sendiri. Dengan melakukan ibadah, manusia akan selalu
tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan
Allah, sehingga ia menyadari benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah. Jika hal
ini    benar-benar telah dihayati, maka banyak manfaat yang akan diperolehnya. Misalnya saja
surga yang dijanjikan, tidak akan luput sebab Allah tidak akan menyalahi janjinya. Jadi, tujuan
yang hakiki dari ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan  menunggalkan-Nya
sebagai tumpuan harapan dalam segala hal.
Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan kesadaran betapa hina dan
rendahnya semua makhluk-Nya. Orang yang melakukan ibadah akan merasa akan terbebas dari
beberapa ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan
seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta, pangkat,
kekuasaan dan sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya akan menjadi
merdeka kecuali dari Allah dalam arti sesungguhnya. Kemerdekaan sesungguhnya adalah
kemerdekaan hati.
2. Fungsi Ibadah.

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal
sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada
keimanan semata, melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang
dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang
nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya
bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk
mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah
kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun
sebagai bagian dari masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam, yaitu:

1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.

Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui


“muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah.
Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan
sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta
menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.Demikianlah ikrar seorang
muslim seperti tertera dalam Al-Quran surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: “Hanya Engkaulah
yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.” Atas landasan
itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.

2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya Dengan sikap ini, setiap
manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan
kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika
berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan
masyarakat.

Contohnya: Ketika Al-Qur’an berbicara tentang sholat, dalam surat

Al Ankabut ayat 45 yang artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab
(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”Dalam ayat ini
Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka
dengan sholat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan
tersebut.Ketika Al-Qur’an berbicara tentang zakat, dalam surat At Taubah ayat 103 yang artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Karena itu
Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan
bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:

ِ ‫كَ ُأ‬xx‫ب ِمنَ ِإلَ ْي‬


‫ ُل‬x ‫ا ا ْت‬xx‫وح َي َم‬ ِ ‫ا‬xxَ‫اَل ةَ َوَأقِ ِم ْال ِكت‬x ‫ۖالص‬ َّ ‫ا ِء َع ِن تَ ْنهَ ٰى‬x ‫ر ْالفَحْ َش‬x
َّ ‫اَل ةَ ِإ َّن‬x ‫الص‬ ۖ ‫نَع‬x ‫َص‬
ِ x‫ ِذ ْك ُر ۗ َو ْال ُم ْن َك‬x َ‫ ُر هَّللا ِ َول‬x َ‫ا يَ ْعلَ ُم َوهَّللا ُ َۗأ ْكب‬xx‫ُونَ َم‬ ْ ‫ت‬

“Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia
hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)
3. Melatih diri untuk berdisiplin.

Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin.
Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan
waktunya, berdiri, ruku,sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin.

Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan
maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak
menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka
ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah Swt.
BAB IV

HIKMAH DAN MAKNA IBADAH DALAM KEHIDUPAN

D. Hikmah Dan Makna Ibadah Dalam Kehidupan.

1. Hikmah Ibadah Dalam Kehidupan.

Ibadah adalah sesuatu perkara yang wajib ditunaikan oleh seorang hamba Allah di dunia baik
yang wajib maupun sunnah. Sebab di dalamnya terdapat hikmah-hikmah yang semestinya
diketahui oleh hamba-Nya. Hikmah-hikmah tersebut sebagai berikut:

1. Tidak menyekutukan Allah SWT.

Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah
kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-
sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain
yang dapat mengungguli-Nya.

2. Memiliki ketakwaan yang kuat.

Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah
merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan
keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang
dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu
kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu
kewajiban adakalanya muncul ketidakikhlasan, terpaksa dan ketakutan balasan pelanggaran
karena tidak menjalankankewajiban.

3. Senantiasa terhindar dari segala perbuatan maksiat.

Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh
kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas.
Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

4. Memiliki jiwa sosial yang tinggi


Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan
disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya.
Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan
orang-orang yang kekurangan, sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang
lain.

5. Selalu berbagi dengan orang lain (tidak kikir)

Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang
seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita
besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba
yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT,
iamenyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk
keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan
hartauntuk keperluan umat.

2. Makna Ibadah Bagi Kehidupan.

Makna spiritual ibadah kepada Allah memberikan dorongan semangat (spirit) bagi
seseorang untuk melakukan perbuatan ibadah yang mencakup semua aspek kehidupan dan
seluruh aturannya, seperti adab makan, minum, buang hajat sampai pada permasalahan
mendirikan negara, politik pemerintahan, manajemen ekonomi,persoalan hubungan antar
manusia.

Yusuf al-Qardhawi menyebutkan implikasi dari makna ibadah yang dilakukan seorang
Muslim adalah sebagai berikut:

1. Membentuk kehidupan dan perbuatan seorang Muslim untuk bercorak Rabbani(religius).

2. Menjadikan seorang Muslim dalam segala kehidupan dan perilakunya hanyakarena Allah
SWT.
3. Menjadikan niatnya untuk beribadah dengan khusyu’, ruhnya tenggelam dalam ibadah
kepada Allah yang mendorongnya untuk memperbanyak perbuatan yang bermanfaat
bagi orang lain.

4. Memberikan kepada seorang Muslim kesatuan niat dan tujuan dalam segala aspek
kehidupan hingga dirinya ridha kepada Allah dalam melaksanakan segala apa yang
diperintahkan dan terhadap apa yang dilarang kepadanya.
RANGKUMAN

Pengertian Ibadah secara etimologi berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba,
budak, atau pelayan. Jadi ‘ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau
merendahkan diri. Sedangkan secara terminologis

kita sebagai makhluk yang lemah harus mentaati peraturan beribadah kepada Sang Maha
Kuasa. Berbagai macam aturan telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadist. Sebagai manusia
kita tidak bisa mengetahui semua asal-usul peraturan ibadah tersebut. Ada peraturan yang bisa
dijangkau akal manusia dan ada pula yang tidak bisa di jangkau akal manusia. Sebagai makhluk
kecil di muka bumi sudah seharusnya manusia taat kepada semua aturan beribadah karena ibadah
adalah kewajiban bagi manusia. Beribadah memberikan manfaat yang sangat besar bagi mausia
meskipun terkadang tidak langsung bisa di rasakan di muka bumi.
DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an dan terjemahan

Azra, Azyumardi dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta:
Depag RI

Sahriansyah. 2014.Ibadah Dan Akhlak.Banjarmasin

Syakir Jamaluddin, M.A. 2015. Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta

Hana, Abu. 2012. Ibadah yang Benar dalam Islam.Jakarta

Kusnaedi, Dedy. 2009. Ibadah.Jakarta

S Fani. 2020 .Ibadah, Akhlak Dan Muamalah.Surabaya


Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.Ag. 2015.Kuliah fiqh ibadah.Yogyakarta

Rohmansyah, S.Th.I.,M.Hum. 2017. Fiqh Ibadah dan Mu’amalah.Yogyakarta

Ismail Muhammad Syah, 1992, Filsafat Hukum Islam.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai