Anda di halaman 1dari 3

A.

Perspektif Biologis
Faktor hereditas memiliki peran terhadap perilaku yang ada pada setiap individu,
sehingga itu dalam perspektif biologis melihat adanya gangguan dalam diri individu dari
bagaimana kondisi otak maupun tubuh dan hal yang bersifat genetik. Selain itu, hal ini
juga menjadi penentu mengapa individu mengalami gangguan dan disertai pengobatan
yang disesuaikan dengan gangguannya. Gangguan yang terjadi dalam diri individu
ditentukan dengan melihat pada bagian mana dari individu yang mengalami kerusakan
contohnya pada otak akan dilihat apakah ada kerusakan pada anatomi otak atau zat kimia
yang kurang atau berlebih dibagian tertentu pada otak (Wilmshurst, 2018).
Proses belajar individu dan ingatan seseorang berhubungan dengan banyaknya
neuron baru yang terbentuk di sel induk, stimulus yang didapatkan individu juga
berhubungan dengan pembentukkan neuron ini. Di sisi lain aktivitas neurotransmiter pada
tiap individu memeberikan peran penting dalam mengatur psikologis dan memori
individu, di mana perubahan yang terjadi pada neurotransmiter ini dapat memberikan
dampak berupa gangguan seperti depresi bahkan sampai membuat invidu mengalami
kehilangan ingatan dan kesulitan berekspresi (Wade & Tavris, 2008). TOKOH
B. Perspektif Psikoanalisa
Freud dengan teorinya psikodinamika yang melihat kepribadian dapat terbagi
menjadi id, ego, dan super ego dengan adanya ketiga hal ini maka individu perlu
menyeimbangkan ketiganya. Ketika dalam prosesnya individu tidak mampu menyesuaikan
insting dasarnya atau id dengan norma yang berlaku maka ego akan melakukan
mekanisme pertahanan diri. Di sisi lain perspektif psikoanalisa lebih menekankan
pengalaman masa lalu seseorang sebagai penyebab mengapa seseorang mengalami
masalah atau gangguan (Wade & Tavris, 2008).
C. Perspektif Behavioristik
Dalam perspektif ini lingkungan dijadikan sebagai hal yang paling mempengaruhi
individu dalam proses belajarnya, salah satu tokoh yang menjelaskan tentang psikologi
belajar adalah Ivan Pavlov yang dikenal dengan teori kondisioning klasik di mana proses
belajar yang terlihat dari respon individu terhadap suatu stimulus yang tidak dikondisikan
sebelumnya dan jika kemudian ketika dipasangkan dengan hal yang tidak berkaitan secara
terus-menerus maka akan menunjukkan respon yang sama ketika hanya diberikan stimulus
yang tidak berkaitan tersebut. Adanya respon yang muncul ini dapat dijelaskan sebagai
proses belajar dan juga memperlihatkan bagaimana respon individu terhadap benda, suatu
peristiwa, emosi, dan lainnya (Wade & Tavris, 2008).
Pemasangan stimulus ini dapat menjadikan individu mengalami suatu kendala atau
bahkan gangguan dalam kesehariannya. Di mana jika seseorang misalnya memasangkan
suatu stimulus netral seperti benda, aktivitas, dan peristiwa yang bersifat netral atau tidak
memiliki keterkaitan erat dengan suatu hal yang tidak menyenangkan menurut dirinya,
sehingga menghasilakn individu tersebut mengembangkan keinginan untuk menghindari
stimulus netral tersebut yang semakin lama akan memunculkan perilaku menyimpang atau
perilaku yang bermasala (Mash & Wolfe, 2016).
D. Perspektif Humanistik-Eksistensial
E. Perspektif Kognitif
Proses mental lebih ditekankan dalam perspektif kognitif dalam melihat bagaimana
individu menyelesaikan masalah, melihat suatu peristiwa, dan banyak hal lainnya yang
terjadi dalam hidupnya (Wade & Tavris, 2008). Jean Piaget adalah salah satu tokoh yang
menjelaskan bagaimana individu atau dalam kasus ini adalah anak-anak yang memiliki
keterbatasan dalam mengasumsikan suatu hal dikarenakan adanya perbedaan dalam tiap
tahap perkembangan, keterbasan logika dan mengasumsikan sesuatu inilah yang
mempengaruhi cara berpikir dan memahami diri sendiri. Pada akhirnya pemikiran
individu yang tidak sesuai dengan keadaan atau kenyataan yang ada dapat mengarahkan
individu tersebut pada perilaku bermasalah atau mengalami gangguan (Wilmshurst, 2018).
F. Perspektif Social Learning Cognitif
Perilaku belajar dan proses mendapatkan suatu pengetahuan terjadi dikarenakan
adanya aktivitas berupa observasi atau mengamati yang kemudian proses berpikir individu
menjadi sebagai penerjemah dari aktivitas tadi. Penelitian yang dilakukan oleh Albert
Bandura mengenai perilaku anak-anak yang mengikuti tindakkan orang dewasa yang
dilihatnya dari film dan bahkan mampu meniru tindakkan tersebut sama persis dengan
tindakan yang dilihatnya. Cara berpikir yang berbeda dalam mengartikan suatu peristiwa
atau hal yang diamati dapat memberikan respon perilaku yang berbeda meskipun hal yang
diamati adalah hal yang sama (Wade & Tavris, 2008).
G. Perspektif Sosikultural
Perspektif ini berfokus pada bagaimana budaya dapat mempengaruhi perilaku
individu dan juga bagaimana peran individu dan hubungan dirinya dengan orang lain
maupun kelompok dapat memunculkan perilaku tertentu. Milgram menjelaskan bahwa hal
ini juga ditunjukkan dari eksperimen yang dilakukannya tentang bagaimana sikap patuh
seseorang terhadap orang lain yang memiliki peran sebagai guru, perilaku individu ini
terjadi karena adanya anggapan bahwa sosok guru ini memiliki kendali yang lebih dari
dirinya meskipun perilaku ini terjadi mungkin dikarenakan adanya rasa takut akan
hukuman yang diberikan atau mungkin saja muncul karena adanya rasa hormat atau
mendapatkan keuntungan atas perilakunya (Wade & Tavris, 2008).
H. Perspektif Biopsikologi (Diatesis Stres)

Daftar Referensi

Mash, E, J., & Wolfe, D, A. (2016). Abnormal Child Psychology (6th ed.). Boston: Cengage
Learning.

Wade, C., & Tavris, C. (2008). Psikologi (Jilid 1). Jakarta: Penerbit Erlangga

Wilmshurst, L. (2018). Abnormal Child Psychology. In Abnormal Child and Adolescent


Psychology. https://doi.org/10.4324/9781315660271-2

Anda mungkin juga menyukai