Anda di halaman 1dari 15

3PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG


DI MASA COVID-19 DI KOTA MADIUN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh
DELLA SEPTI PRATIWI
NIM. 190111100251

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENIDIKAN


TINGGI
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS HUKUM
2021
A. Latar belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri
karena memerlukan manusia lain atapun mahkluk hidup lain untuk tetap
memenuhi kebutuhan hidupnya. Diantara Manusia yang satu dengan manusia
lainnya selalu tercipta interaksi dan hubungan timbal balik, antara lain dapat
berupa hubungan sosial ataupun hubungan hukum. Setiap hubungan hukum yang
diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya disatu pihak ada
hak dan dipihak lain melekat suatu kewajiban. Hubungan hukum yang tercipta
antara manusia yang satu dengan manusia lainnya contohnya adalah perjanjian.
hubungan hukum berupa perjanjian ini menimbulkan hak dan kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya. Hukum perjanjian
Indonesia saat ini menganut tradisi civil law yang berpedoman pada aturan yang
merupakan warisan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda, fakta lain yang
tampak adalah pengaruh Belanda yang telah menancapkan pilar-pilar ketentuan
yang mengikat antara masyarakat dengan penguasa maupun masyarakat dengan
masyarakat sendiri. Bukti lain keterkaitan akan hukum Belanda dengan Indonesia
adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk
Wetboek (BW) khususnya Buku III tentang Perikatan dan lebih khusus lagi diatur
dalam Bab II tentang Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.1 Menurut Prof.
Subekti, perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal,
dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut, yang
dinamakan perikatan. Perikatan (verbintenissen) adalah suatu perhubungan antara
dua orang atau dua pihak sehingga pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari
pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hubungan
antara perikatan dan perjanjian yaitu bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan,
perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, sumber lain
adalah undang-undang. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedang

1
Sunandar, Taryana. 2004. “Prinsip-prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak Dan
Penyelesaian Sengketa”. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 3

1
perjanjian adalah suatu hal yang konkret atas suatu peristiwa.2 Perjanjian
dimaknai sebagai “hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat yang menimbulkan akibat hukum.Sudikno Mertokusumo mengajukan 3
(tiga) asas hukum perjanjian, yaitu asas konsensualisme, suatu persesuaian
kehendak (berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian), asas kekuatan
mengikatnya suatu perjanjian (berhubungan dengan akibat perjanjian) dan asas
kebebasan berkontrak (berhubungan dengan isi perjanjian). Pada pelaksanaan
suatu perjanjian, asas kekuatan mengikat terkadang sukar untuk dilaksanakan bila
terjadi perubahan keadaan, dan perubahan tersebut sangat mempengaruhi
kemampuan para pihak yang terikat dalam perjanjian untuk memenuhi
prestasinya. Perubahan keadaan itu seringkali dapat menyebabkan salah satu atau
lebih pihak dalam perjanjian mengalami kerugian apabila perjanjian dilaksanakan.
Beberapa persoalan dalam perjanjian diantaranya diakibatkan oleh adanya
perubahan keadaan namun KUHPerdata sebagai ketentuan utama dalam hukum
perjanjian belum mengakomodasi hal ini. Dan hal tersebut sering dikaitkan
dengan keadaan di luar perkiraan/dugaan atau kehendak para pihak yang biasa
dikenal dengan keadaan memaksa (force majeure) atau juga dikenal dengan istilah
overmacht. Dalam KUH Perdata, menyatakan bahwa overmacht adalah “keadaan
di mana debitur terhalang memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu atau
melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian”. Pengertian ini kemudian
disesuaikan dengan terminologi yang digunakan, yaitu keadaan paksa. Keadaan
paksa diartikan sebagai “kejadian di luar kendali satu pihak”. Pengaruh mana
menunda atau menyebabkan pelaksanaan kewajiban suatu pihak dalam perjanjian
tersebut tidak mungkin dan sesudah timbul, pihak tersebut tidak dapat
menghindari atau mengatasi kejadian tersebut. Berdasarkan Pasal 1338
KUHPerdata, maka setiap perjanjian haruslah tunduk pada asas itikad baik
(bonafide/good faith) dalam pelaksanaannya, karena sifatnya yang mengikat
sebagaimana sebuah undang-undang. Namun ada pengecualian dari ketentuan
Pasal 1338 KUHPerdata ini. Pengecualian tersebut ditemukan dalam ketentuan

2
Panggabean, Henry Pandapotan. 2008. “Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-putusan
Hukum Perikatan”. Bandung: Alumni. Hlm. 71

2
yang mengatur tentang keadaan memaksa (overmacht) yaitu dalam Pasal 1244
dan Pasal 1245 KUHPerdata. Sistem hukum KUH Perdata tidak mengintrodusir
prinsip rebus sic stantibus dalam ranah hukum perjanjian namun lebih
mengedepankan aspek overmacht. Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata telah
menetapkan overmacht sebagai alasan hukum yang membebaskan debitur dari
kewajiban melaksanakan pemenuhan (nakoming) dan ganti rugi
(schadevergoeding) sekalipun debitur telah melakukan perbuatan yang melanggar
hukum atau onrechtmatig3

Sekarang ini seluruh belahan dunia digemparkan dengan adanya


pandemi Covid-19 atau dapat dikenal sebagai virus corona. Penyebaran
penyakit ini sangat cepat dan mudah sekali ditularkan dari satu orang ke
orang lain. Covid-19 merupakan virus yang sangat berbahaya bahkan virus
ini dapat mengakibatkan kematian. World Health Organization (WHO)
yang merupakan organisasi kesehatan dunia menetapkan status pandemi
dengan semakin merebaknya penyebaran virus Covid-19 ini. Oleh sebab
itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa pandemi corona ini
sebagai jenis penyakit yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan
terhadap masyarakatnya. Pemberlakuan physical distancing merupakan
langkah pemerintah terhadap pembatasan aktivitas seseorang yang
bertujuan untuk menekan penyebaran virus corona ini. Pemerintah
mengeluarkan sejumlah payung hukum diantaranya, Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial berskala Besar Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Hal itu
berimbas kepada terganggunya segala aktivitas masyarakat. Penetapan

3
Aminah. 2020. “Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian”. Jurnal Diponegoro
Private Law Review. Vol 7 (1). Hlm. 653

3
COVID-19 dengan status Global Pandemic oleh WHO, yang kemudian
diikuti oleh setiap negara di dunia, tak terkecuali Indonesia mengeluarkan
peraturan terakhir yakni Keppres No. 12 Tahun 2020 sebagai bencana
nasional memberikan perubahan pada segala aspek kehidupan, khususnya
dalam dunia usaha atau dunia bisnis.4 Penularan dan bahkan beresiko
kematian membuat hampir seluruh negara mengeluarkan berbagai
kebijakan sebagai upaya pengendalian penyebaran virus. Diperkirakan
bahwa banyak perusahaan atau orang pribadi sebagai subjek hukum, tidak
dapat menepati janjinya akibat global pandemic ini sehingga
mengakibatkan wanprestasi. Jadi implikasi COVID-19 dapat
dikategorikan sebagai force majeure dalam perjanjian karena hal tersebut
penting untuk menjaga situasi dan kondisi ekonomi agar tetap stabil.
Keadaan pandemi Covid-19 yang dapat dikualifikasikan sebagai force
majeure tentunya menimbulkan implikasi hukum terhadap kontrak
perjanjian yang sudah dibuat oleh para pihak. Dalam perjanjian hutang
piutang di masa COVID-19 ini belum dijumpai kebijakan khusus untuk
debitur yang wanprestasi akan dampak COVID-19, utamanya pada kota
Madiun. Kebijakan yang dimaksud yakni kebijakan seperti masih terdapat
denda untuk debitur yang membayar telat walaupun debitur itu sendiri
masih beritikad baik untuk memenuhi prestasinya di masa sulit sekarang
ini. Dan bahkan masih sering juga di jumpai di kota Madiun terhadap
bunga yang sangat besar diberikan kepada debitur padahal sudah jelas
keadaan saat ini sangatlah sulit untuk meningkatkan perekonomian.
Lembaga-lembaga yang tidak memberikan kebijakan khusus debitur di
masa COVID-19 tersebut kebanyakan lembaga-lembaga swasta yang
selalu memudahkan proses hutang piutang namun sangat menyiksa saat
pengangsurannya. Dan bahkan pemerintah sendiri sudah jelas
menerangkan bahwa pademi COVID-19 ini dikualifikasikan sebagai force
majeure yang dimana mengacu pada Pasal 1245 KUHPerdata, apabila

4
Desi Syamsiah. 2020. “Penyelesaian Perjanjian Hutang Piutang Sebagai Akibat Force Majeure
Karena Pandemic COVID-19”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol 4 (1). Hlm. 307

4
debitur terhalang untuk memenuhi kewajiban kontraktualnya karena force
majeure maka debitur tidak diwajibkan membayar ganti rugi, biaya,
denda, dan bunga yang besar.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam perlindungan hukum bagi


debitur yang wanprestasi di masa COVID-19 ini perlu diperhatikan lebih
lanjut, mengingat bahwa pandemi COVID-19 ini keadaan yang tidak
terduga atau terprediksi dan keadaan yang tidak diharapkan oleh semua
pihak yang menyebabkan lemahnya ekonomi serta berkaitan erat dengan
pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Apalagi bagi pelaku debitur yang
memiliki hutang piutang, penurunan omset atau pendapatan akibat
berkurangnya permintaan berdampak pada kemampuan membayar
angsuran kepada kreditur bahkan bisa juga mengakibatkan gagal
membayar. Jadi secara langsung maupun tidak langsung pandemi COVID-
19 ini membuat debitur mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban
pada kreditur. COVID-19 dikatakan sebagai force majeure dalam arti
pemenuhan prestasi oleh debitur tidak dapat dilakukan hanya untuk
sementara waktu saja yaitu selama terjadinya wabah pandemi COVID-19.
Hal ini harus mendapatkan perhatian khusus dalam penanganannya agar
debitur yang wanprestasi di masa COVID-19 ini dapat mendapatkan
kebijakan untuk meringankan tanggungannya. Oleh karena itu saya
tertarik membuat proposal penelitian berjudul “Perlindungan Hukum
Terhadap Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang Piutang Di
Masa COVID-19 Di Kota Madiun”.

B. Rumusan Permasalahan
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat digunakan sebagai sebab diperlukan
perlindungan hukum terhadap debitur wanprestasi di masa covid-19 di
kota Madiun?

5
2. Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak debitur
wanprestasi di masa covid-19 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2020 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang dapat digunakan
sebagai sebab diperlukan perlindungan hukum terhadap debitur
wanprestasi di masa covid-19 di kota Madiun.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh pihak debitur wanprestasi di masa covid-19 berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 dan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.

D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang mencakup
kegunaan secara teoritis dan secara praktis, yaitu :
1. Secara Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperdalam
pengetahuan mengenai keadaan yang dianggap sebagai force majeure.
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangaan Ilmu Hukum pada umumnya dan Perlindungan
Hukum terhadap debitur wanprestasi akibat covid-19.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan kontribusi
praktis yang dapat dijadikan acuan praktis bagi para pihak terkait masa
pandemi covid-19 dapat dikategori force majeure.

E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengamatan dan sepengetahuan dari peneliti, belum ada penelitian
secara khusus yang menganalisis “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur

6
Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang Piutang Di Masa COVID-19 Di Kota
Madiun”, terdapat kemiripan dengan penulisan sebagai berikut :
Nama : Putri Carera Santi Romauli Simamora
Judul Penelitian : “Dampak Pandemi Covid-19 Pada Pelaksanaan
Perjanjian Yang
Memuat Klausula Baku Force Majeure”
Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah masa Pandemi COVID-19 termasuk sebagai force majeure
sebagaimana yang dimuat dalam klausula baku suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pihak?
b. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan para pihak dalam
perjanjian pada masa Pandemi COVID-19 berkaitan dengan force majeure
yang tercantum dalam klausula baku?
Hasil Penelitian :
Munculnya Pandemi COVID-I9 yang menyebabkan berbagai implikasi
pada kehidupan sehari-hari yang salah satunya yaitu dalam pelaksanaan
perjanjian. Peraturan Perundang-undangan yang timbul akibat Pandeni
COVID- 19 ini menyebabkan dibatasinya pergerakan masyarakat, sehingga
mempengaruhi pelaksanaan perjanjian. Pandemi COVID-19 tergolong dalam
keadaan memaksa (force majeure) yang bersifat relatif dan temporer, maka
Pandemi COVID-19 berdampak pada perjanjian yang didalamnya terdapat
klausula force majeure, dalam hal klausula tersebut secara spesifik
mengkategorikan pandemi sebagai salah satu yang dikategorikan sebagai yang
tidak mencantumkan pandemi sebagai salah satu yang dikategorikan sebagai
keadaan kahar (force majeure). Kemudian upaya hukum yang dapat dilakukan
para pihak dalam perjanjian pada masa Pandemi COVID-19 berkaitan dengan
force majeure yang tercantum dalam klausula baku yaitu denpan melukukan
renegoisasi kontrak, dan restrukturisasi perjanjian kredit pada bidang
Perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan Nonbank. Hal ini guna menyikapi
keadaan baru yaitu keadaaan di tengah Pandemi COVID-19.

7
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara-cara ilmiah yang dipakai untuk memperoleh
data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan
dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.5 Metode penelitian
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a.) Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian
hukum sosiologis atau empiris dimana data-data yang diperoleh dari hasil
penelitian di analisis dari studi kepustakaan. Dalam penelitian ini akan
dikumpulkan melalui studi kepustakaan (data sekunder) yang ditunjang
oleh wawancara (data primer) dengan pihak-pihak terkait untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan.6 Dengan kata lain yaitu suatu
penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan yang
nyata terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan
menemukan fakta-fakta serta data yang dibutuhkan, kemudian setelah data
yang dibutuhkan terkumpul selanjutnya menuju kepada identifikasi
masalah,lalu yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.
Penelitian ini dilakukan secara khusus yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang
piutang di masa COVID-19 di kota Madiun.
b.) Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini
adalah pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata
atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Pendekatan ini di
maksudkan untuk memperoleh fakta tentang perlindungan hukum terhadap
debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang di masa COVID-19
di kota Madiun. Hasil dari pengumpulan dan penemuan data serta

5
Efendi, Jonaedi dan Ibrahim, Johnny. 2016. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris”.
Depok: Prenadademia Group. hlm. 3
6
Soekanto, Soerjono. 1993. “Pengantar Penelitian Hukum”. Jakarta : Universitas Indonesia Pres.
hlm. 10

8
informasi melalui studi lapangan tersebut maka dengan demikian
kebenaran dalam suatu penelitian mampu memberikan masukan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
c.) Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian
skripsi ini diperoleh dengan cara :
 Wawancara
Yakni suatu proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan oleh
pihak pewawancara dan pihak narasumber untuk memperoleh
informasi yang lengkap. Selanjutnya untuk memperoleh informasi
yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, penulis akan
melakukan wawancara terkait perlindungan hukum terhadap
debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang di masa
COVID-19 dengan debitur, kreditur, serta Ketua Pengadilan
Negeri Madiun sebagai narasumber.
 Observasi
Yang dilakukan dengan mengunjungi langsung ke tempat
penelitian. Dalam penelitian hukum ini akan dilakukan observasi
guna mendapatkan informasi mengenai perlindungan hukum
terhadap debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang di
masa COVID-19 di kota Madiun.
 Studi Kepustakaan
Untuk memperoleh bahan hukum yang diperlukan terkait
permasalahan yang sedang diteliti, maka diperlukan pengumpulan
data dengan cara studi pustaka atau studi dokumen. Studi dokumen
bagi penelitian hukum meliputi bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier. Data diperoleh dari peraturan perundang-undangan,
buku, dokumen resmi, publikasi, dan karya tulis ilmiah.
d.) Metode Analisis Data
Metode analisis data penelitian yang peneliti gunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang

9
mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga terkait
hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang
berkenaan objek penelitian. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok.7

G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, sistematika penyajian yang disusun oleh peneliti
diuraikan sebagai berikut:
a. BAB I : PENDAHULUAN, berisikan gambaran umum yang berisi
tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian seperti
jenis penelitian, metode penelitian, metode pendekatan, teknik
pengumpulan data, serta analisis data, dan yang terakhir sistematika
penulisan.
b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, berisikan mengenai dasar-dasar
teori, konsep, norma, doktrin yang relevan dengan masalah hukum
yang diteliti. Serta berisi analisis data yang berhubungan erat dengan
pembahasan penelitian ini dan sekaligus guna untuk menjawab
pertanyaan dari rumusan masalah.
c. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, akan
dipaparkan tentang penyajian dan analisis data yang merupakan
jawaban dari rumusan masalah, yaitu mengenai perlindungan hukum
terhadap debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang di masa
COVID-19 di kota Madiun.
d. BAB IV: PENUTUP, merupakan finishing dari penelitian ini dan akan
dikemukakan kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya,
7
Bachtiar S. Bachri. “Meyakinkan Validitas Data Melalui Tringulasi Pada Penelitian Kualitatif”.
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 (1). April 2015. Hlm. 50

10
serta saran-saran penulis yang mungkin berguna dan bermanfaat bagi
wawasan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sunandar, Taryana. 2004. “Prinsip-prinsip Unidroit Sebagai Sumber


Hukum Kontrak Dan Penyelesaian Sengketa”. Jakarta: Sinar Grafika, hlm.
3
2. Panggabean, Henry Pandapotan. 2008. “Peranan Mahkamah Agung
Melalui Putusan-putusan Hukum Perikatan”. Bandung: Alumni. Hlm. 71
3. Aminah. 2020. “Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan
Perjanjian”. Jurnal Diponegoro Private Law Review. Vol 7 (1). Hlm. 653.
4. Desi Syamsiah. 2020. “Penyelesaian Perjanjian Hutang Piutang Sebagai
Akibat Force Majeure Karena Pandemic COVID-19”. Jurnal Ilmu
Hukum. Vol 4 (1). Hlm. 307
5. Efendi, Jonaedi dan Ibrahim, Johnny. 2016. “Metode Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris”. Depok: Prenadademia Group. hlm. 3
6. Soekanto, Soerjono. 1993. “Pengantar Penelitian Hukum”. Jakarta :
Universitas Indonesia Pres. hlm. 10
7. Bachtiar S. Bachri. 2015. “Meyakinkan Validitas Data Melalui Tringulasi
Pada Penelitian Kualitatif”. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 (1).
Hlm. 50

PERUNDANG-UNDANGAN

1. Pasal 1338 KUHPerdata tentang persetujuan yang dibuat sesuai dengan


undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan dengan itikad baik.
2. Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata terkait tantang aturan-aturan
Force Majeur dalam KUHPerdata.
3. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19).

11
4. Keppres No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020
tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
6. Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam
penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana
nasional.

12
LAMPIRAN

 BUKU

 JURNAL

 JURNAL

13
14

Anda mungkin juga menyukai