Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEARTH FAILURE (CHF)

Disusun oleh :
NAMA : SAFURAWATI
NIM : P00620219028
TINGKAT : 3A
MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
KELOMPOK : X
RUANGAN : IRNA 3B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLIKTEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAM BIMA
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi CHF
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung
(Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan
di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim,
2002).

2. Etiologi CHF
Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afterload.

3. Patofisiologi CHF
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang
nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan
beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume
darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot
jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh
yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf
adrenergik (Price, 2005).
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa
tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi
depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal
jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang
rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem
renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang
kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan
darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan
volume darah arteri yang efektif (Baughman, 2005). Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload
akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum
Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner)
selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas (Patric, 2005).
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel
(Ismir, 2010). Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter (Price, 2005). Keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung (Brunner Sudart, 2002 &
Fathoni, 2011). Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas
listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun (Gordon, 2004). WHO
menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli
sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup (Kabo & Karim, 2002). Curah jantung yang berkurang mengakibatkan
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang
dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Kabo & Karim, 2002)..
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.
4. Pathway CHF
CHF
Gagal pompa ventrikel Gagal pompa ventrikel
kiri kanan

Risiko penurunan
Forward failure Backward failure Tekanan diastole ↑
curah jantung

Suplai darah ke jaringan Renal flow ↓ LED ↑ Bendungan atrium kanan


Metabolisme anaerob RAA ↑ Tekanan pulmonal


↑ Bendungan vena
sistemik
Ketidakefektifan Tekanan kapiler paru ↑
perfusi jaringan perifer
Lien : Hepar :
Splenomegali Hepatomegali
Edema paru
Asidosis metabolik Aldesteron ↑

ADH ↑ Mendesak diafragma


ATP menurun ↓ Ketidakseimbangan
tekanan pulmonal

Fatigue Retensi Na + H2O


Ketidakefektifan Sesak napas Nyeri dada Nyeri akut
Gangguan pertukaran gas pola nafas

Cemas akan kondisi


Intoleransi aktivitas Kelebihan volume
cairan / hipervolemia

Ansietas
5. Manifestasi Klinis
a. Gagal jantung ventrikel kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi, yaitu :
1) Dispnu
2) Batuk
3) Mudah lelah
4) Kegelisahan dan kecemasan
b. Gagal jantung ventrikel kanan
1) Kongestif jaringan perifer dan visceral
2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan BB
3) Hepatomegaly, nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar
4) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen
5) Nokturia
6) Kelemahan

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efus
pleura yang menegaskan diagnose CHF.
b. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hiperartrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI, ekokardiogram.
c. Pemeriksaan lab. meliputi : elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium
yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K,
Na, Cl, Ureum, dan gula darah.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup :
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung,
dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus
dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat
memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan
perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

Terapi obat-obatan :
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007).
Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan
ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena
absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide
(bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi
kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat
tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan
kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide
memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan
intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan
dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007).
Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal
karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh
beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki
kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat
menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat
bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada
pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan
menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan
tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator
arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor
biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,
stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan
regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak
beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor
beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi
inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi
miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol
adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi
tak berat. Obatobatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta
memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan
khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay,
2007).
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada
keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat,
misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung
menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang leh tromus disalah
satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan
hidup penderita (Tjay, 2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga
mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obatobatan ini juga
dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat
antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan
keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif
dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila
AF tetap ada (Gibbs, 2000)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
2) Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pad aktivitas.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
2) Tanda :
a) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
b) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
c) Irama Jantung ; Disritmia.
d) Frekuensi jantung ; Takikardia.
e) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
f) posisi secara inferior ke kiri.
g) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
h) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
i) Murmur sistolik dan diastolic.
j) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
k) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
l) kapiler lambat.
m) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
n) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
o) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
p) khususnya pada ekstremitas.
c. Integritas ego
1) Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
2) Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
1) Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
2) Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).

f. Higiene
1) Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
2) Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
1) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
2) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
1) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
2) Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
1) Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
2) Tanda :
a) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
b) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
c) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
d) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
e) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
f) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit
lecet.
k. Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
1) Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
2) Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
m. Pemeriksaan Fisik
1) (B1) Breath
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada rektraksi otot
– otot bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah suara nafas tambahan ronchi
atau wheezing.
2) (B2) Blood
Perlu dilakukan apakah ada penurunan kadar Hb, Ht, dan leukosit,
ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis, adanya suara
jantung P2, S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat  dilatasi bilik kiri
atau disfungsi otot papilaris.
3) (B3) Brain
Status mental dan emosi: Kaji apakah ada perubahan status mental pada klien,
disorientasi, kestabilan emosi.
Fungsi psikomotor: apakah pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas
atas dan bawah.
Psikosensori: apakah penglihatan mengalami gangguan, reflek pupil dan
kesimetrisan.
4) (B4) Bladder
Kaji apakah terjadi nokturia (rasa  ingin kencing di malam hari), terjadi
karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. Kaji pula
apakah perlu dilakukan pemasangan kateter terkait dengan kelelahan yang
dialami oleh klien ADHF.
5) (B5) Bowel
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) (B6) Bone
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul serta kelelahan dan
apakah mengalami gangguan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.
n. Riwayat psikologis.
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengenai penyakitnya
dan bagaimana hubungan pasien dengan orang lain serta semangat dan keyakinan 
pasien untuk sembuh.

2. Diagnose keperawatan
a. Resiko penurunan curah jantung
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler paru
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan diafragma terdesak karena
splenomegali dan hepatomegaly
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung
e. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan
f. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen

3. Perencanaan keperawatan
Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor TTV pasien
jantung b.d keperawatan diharapkan
2. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan curah jantung kembali
3. Evaluasi adanya nyeri dada
kontraktilitas, efektif dengan kriteria hasil:
(intensitas, lokasi dan durasi)
perubahan preload, 1. Tanda-tanda vital dalam
4. Monitor adanya perubahan
perubahan rentang normal (TD 120-
tekanan darah
afterload 80 mmHg, nadi 60-100
5. Auskultasi suara jantung klien
x/menit, RR 16-20
6. Anjurkan untuk istirahat
x/menit, suhu 36,5-37,5
7. Kolaborasi pemberian obat
C)
antiaritmia
2. Tidak ada edema paru,
8. Monitor Balance cairan
perifer dan tidak ada
asites
3. Tidak ada penurunan
kesadaran
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi, irama,
pertukaran gas keperawatan diharapkan kedalaman, dan upaya napas
berhubungan pola napas klien kembali 2. Monitor pola napas (seperti
dengan efektif dengan kriteria hasil: bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
peningkatan 1. Menunjukkan jalan Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
tekanan kapiler napas yang paten ataksik0
paru 2. Mendemonstrasikan 3. Monitor kemampuan batuk efektif
batuk efektif dan suara 4. Monitor adanya produksi sputum
napas yang bersih 5. Monitor adanya sumbatan jalan
(vesikuler), tidak ada napas
sianosis dan dyspnea 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Tanda-tanda vital dalam 7. Auskultasi bunyi napas
rentang normal (TD 120- 8. Monitor saturasi oksigen
80 mmHg, nadi 60-100 9. Monitor nilai AGD
x/menit, RR 16-20 10. Monitor hasil x-ray toraks
x/menit, suhu 36,5-37,5
C)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat status pernapasan
pola napas keperawatan diharapkan pasien
berhubungan pola napas klien kembali 2. Auskultasi suara napas
dengan diafragma efektif dengan kriteria hasil: 3. Kaji analisa gas darah
terdesak karena 1. Menunjukkan jalan 4. Bantu pasien dalam posisi
splenomegali dan napas yang paten semifowler
hepatomegali 2. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara 5. Kolaborasi pemberian O2
napas yang bersih
(vesikuler), tidak ada
sianosis dan dyspnea
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (TD 120-
80 mmHg, nadi 60-100
x/menit, RR 16-20
x/menit, suhu 36,5-37,5
C)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat keluhan pasien seperti
perfusi jaringan keperawatan diharapkan pusing, sulit tidur
perifer perfusi jaringaan perifer 2. Lakukan pengukuran dan catat suhu,
berhubungan meningkat dengan kriteria frekuensi nadi, laju pernapasan, dan
dengan hasil : tekanan darah setiap 4 jam (TTV)
menurunnya curah 1. klien tidak mengeluh 3. Pantau output urin
jantung pusing 4. Kolaboorasi pemberian makanan
2. TTV dalam batas kecil dan mudah dikunyah
normal
3. urine > 600ml/hr
1.
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. dentifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan keperawatan diharapkan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan iskemik nyeri klien dapat teratasi nyeri
jaringan dengan kriteria hasil: 2. Klasifikasi skala nyeri
1. Mampu mengontrol 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri 4. Berikan teknik non farmakologis
2. Melaporkan bahwa nyeri untuk mengurangi rasa nyeri
berkurang dengan (missal : teapi music, terapi pijat,
menggunakan aromaterapi, kompres hangat/dingin,
manajemen nyeri terapi bermain)
3. Mampu mengenali nyeri 5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
(skala, intensitas, 6. Ajarkan teknik non farmakologis
frekuensi, dan tanda untuk mengurangi rasa nyeri
nyeri) 7. Kolaborasi pemberian analgesic, jika
4. Menyatakan rasa perlu
nyaman setelah nyeri
berkurang
Hypervolemia Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa tanda dan gejala
berhubungan keperawatan diharapkan hypervolemia (missal ortopnes,
dengan gangguan keseimbangan cairan dispneu, edema, JVP/CVP
meknisme regulasi meningkat dengan kriteria meningkat, suara nafas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Terbebas dari edema 3. Batasi asupan cairan dan garam
2. Haluaran urin meningkat 4. Anjurkan melapor haluaran urin
3. Mampu mengontrol <0,5 mL/Kg/jam dalam 6 jam
asupan cairan 5. Ajarkan cara membatasi cairan
6. Kolaborasi pemberian diuretic
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kelelahan fisik dan
berhubungan keperawatan diharapkan emosional
dengan toleransi aktivitas 2. Monitor pola dan jam tidur
berkurangnya meningkat dengan kriteria 3. Sediakan lingkungan yang nyaman
suplai oksigen hasil: dan rendah stimulus (misal cahaya,
4. Kemampuan melakukan suara, kunjungan)
aktivitas sehari-harii 4. Berikan aktivitas distraksi yang
meningkat menenangkan
5. Pasien mampu 5. Anjurkan tirah baring
berpindah dengan atau 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
tanpa bantuan bertahap
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.

DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2014. Understanding Blood Pressure Readings. [serial online]
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBlood
Pressure/AboutHighBloodPressure/Understanding-Blood-PressureRead-
ings_UCM_301764_Article.jsp [22 maret 2017]

Baughman, D. C & Hackley, J. C. 2005. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC.

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta:EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). Oxford: Elcevier

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Outcome Classification (NOC). Oxford: Elcevier

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.

Fathoni M. 2011. Penyakit Jantung Koroner. Surakarta : Universitas Sebelas maret press.

Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure Management: digoxin and other
inotropes, beta blockers, and antiarrhythmic and antithrombotic treatment. BMJ

Gordon F. T. dan Douglas P.Z. 2004. What Causes Sudden Death in Heart Failure.
Circulation Research.

Herdman, T. Heather. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC
Ismir Fahri. 2010. Evaluasi Ekokardiografi pada Gagal Jantung Distolik. Available from:
http://www.kardiologi-ui.com/newsread.php?id=365 [22 maret 2017]

Karim S, Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta: Balai Penerbit FK UI..

Anda mungkin juga menyukai