A. Defenisi halusinasi
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera
seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (stuart & laraia,2005: laraia,2009) halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi terbagi atas lima jenis yaitu halusinasi pendengaran, pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan. Dari lima jenis halusinasi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang paling banyak ditemukan yaitu pada 70% pasien selanjutnya 20%
halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan.
Halusinasi adalah merasakan segala sesuatu dalam keadaan sadar yang tampak
nyata, namun sebenarnya hanya diciptakan oleh persepsi pikiran sendiri (Berger,
2014).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007). Kesimpulan, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi
melalui pancaindera tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan
ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien.
B. Jenis - jenis dan Tanda Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau
kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk
kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri.
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kea rah tertentu
4) Menutup telinga
b. Data Subjektif
1) Mendengar suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap
3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
2. Halusinasi Penglihatan
Halusinasi pengelihatan adalah stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn
seperti melihat monster. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
2) Ketakutan Kepada sesuatu yang tidak jelas
b. Data Objektif
1) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
3. Halusinasi Penghidu
Halusinasi Penghidu adalah membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau
dimensia. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Menghidu sedang membaui bau-bauan tertentu
2) Menutup hidung
b. Data Subjektif
1) Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feses kadang-
kadang bau itu menyenangkan
4. Halusinasi Pengecap
Halusinasi pengecap adalah Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Sering meludah
2) Muntah
b. Data Subjektif
1) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
5. Halusinasi Perabaan
Halusinasi Perabaan adalah mengalami nyeri atau ketidak nyamanan
tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari
tanah, benda mati atau orang lain. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Menggaruk-garuk permukaan kulit
b. Data Subjektif
1) Menyatakan ada serangga di permukaan kulit.
2) Merasa tersengat listrik
C . Penyebab Halusinasi
2) Psiko logis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stres.
b. Faktor prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stresor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
3) Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap
stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
4) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stresor.
D. Tahapan halusinasi
FASE KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
FASE 1 Klien mengalami perasaan Di sini klien tersenyum
Comforting mendalam seperti ansietas, atau tertawa yang tidak
(Menyenangkan) kesepian, rasa bersalah dan sesuai, menggerakkan
takut serta mencoba untuk lidah tanpa suara,
berfokus pada pikiran yang pergerakan mata yang
menyenangkan untuk cepat, diam dan asyik
meredakan ansietas. sendiri.
FASE II Pengalaman sensori Terjadi peningkatan tanda-
Complementing menjijikkan dan menakutkan. tanda sistem saraf otonom
Klien mulai lepas kendali dan akibat ansietas seperti
mungkin mencoba untuk peningkatan tanda-tanda
mengambil jarak dirinya vital (denyut jantung,
dengan sumber yang pernapasan dan tekanan
dipersepsikan. darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan
untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
FASE III Klien berhenti menghentikan Klien sukar berhubungan
Controling perlawanan terhadap halusinasi dengan orang lain,
dan menyerah pada halusinasi berkeringat, tremor, tidak
tersebut. mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama
jika akan berhubungan
dengan orang lain.
FASE IV Pengalaman sensori menjadi Terjadi perilaku
Conquering mengancam jika klien kekerasan, agitasi,
(Panik) mengikuti perintah halusinasi. menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.
(Stuart dan Laraia, 2001)
E. Pohon Masalah
Resiko Perilaku
Kekerasan
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat. Masalah
utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh
klien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan
utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan
penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu
masalah yang lain, demikian seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari
beberapa masalah klien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama.
Adaptif
Maladaptif
2) Tindakan Keperawatan
a. Membantu Pasien Mengenali Halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang ini
halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat
halusinasi muncul.
c. Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut
meliputi :
1) Melatih Pasien Menghardik Halusinasi.
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan
halusinasinya. Kalau ini bisa dilakuka n, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan
tindakan meliputi :