Anda di halaman 1dari 159

Al Islam dan Kemuhammadiyahan 2:

IBADAH,AKHLAK DAN
MUAMMALAH

Nama Mahasiswa
....................................................................................................
PRODI
....................................................................................................

DISUSUN OLEH:
Iwan Setiawan M.S.I. dan Tim AIK Unisa Yogyakarta

LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGAMALAM ISLAM


(LPPI)
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

1 | Buku Panduan Asrama


HALAMAN PENGESAHAN

MODUL
AIK 2: IBADAH, AKHLAK DAN MUAMMAAH

SEBAGAI BUKU PEGANGAN DALAM PELAKSANAAN


MATA KULIAH AIK 2:IBADAH, AKHLAK DAN
MUAMMALAH

Disetujui oleh Kepala LPPI Koordinator AIK

Dra Umu Hani EN M.Kes Iwan Setiawan,M.S.I.

2 | Buku Panduan Asrama


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................ 4
Daftar Isi ................................ 3
Visi dan Misi Unisa ................................ 5
BAB I Akhlak Manusia ................................ 36
BAB II Akhlak Berbusana ................................ 45
BAB III Thoharoh dan Sholat ................................ 52
BAB IV ZIS ................................ 78
BAB V Puasa ................................ 88
BAB VI Haji ................................ 95
BAB VII Muammalah . ................................ 105
BAB VII Khitbah dan Pra Nikah ................................ 115
BAB IX Nikah ................................ 134
BAB X Hukum Nikah ................................ 145

3 | Buku Panduan Asrama


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kami panjatkan


ke hadirat Alloh SWT dapat menyelesaikan buku modul AIK
II: Ibadah, Akhlak dan Muammalah sehingga dapat digunakan
mahasiswa dan mahasiswi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Buku modul ini berguna untuk memperkuat dasar keilmuan.
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang AIK II:Ibadah,
Akhlak dan Muammalah sehingga dapat menjadi pembekalan
dirinya dengan keilmuan untuk di kemudian hari mampu menjadi
profesional dalam melaksanakan tugasnya. Amien.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, 1 Oktober 2019

Penyusun

4 | Buku Panduan Asrama


VISI DAN MISI UNISA

Visi Perguruan Tinggi:


Menjadi universitas berwawasan kesehatan pilihan dan unggul
berbasis nilai-nilai Islam Berkemajuan.
Misi Perguruan Tinggi:
1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat berwawasan kesehatan
dan berdasarkan nilai-nilai Islam Berkemajuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Mengembangkan kajian dan pemberdayaan perempuan
dalam kerangka Islam berkemajuan.
Tujuan Perguruan Tinggi:
3. Menghasilkan lulusan berakhlak mulia, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi berwawasan kesehatan,
profesional, berjiwa entrepreneur, dan menjadi kekuatan
penggerak  (driving force) dalam memajukan kehidupan
bangsa.
4. Menghasilkan karya-karya ilmiah berwawasan
kesehatan yang menjadi rujukan dalam penyelesaian
masalah.
5. Menghasilkan karya inovatif dan aplikatif berwawasan
kesehatan yang berkontribusi pada pemberdayaan dan
pencerahan.
6. Menghasilkan model berbasis praksis pemberdayaan
perempuan berlandaskan nilai-nilai Islam Berkemajuan.
7. Menghasilkan pemikiran Islam Berkemajuan dan
sebagai penguat moral spiritual dalam implementasi
Caturdarma Perguruan Tinggi.

5 | Buku Panduan Asrama


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Muhammadiyah merupakan pendidikan Islam
modern yang mengintegrasikan agama dengan kehidupan
dan antara iman dan kemajuan yang holistik. Dari rahim
pendidikan Muhammadiyah diharapkan lahir generasi muslim
terpelajar yang kuat iman dan kepribadiannya, sekaligus mampu
menghadapi dan menjawab tantangan zaman. Inilah pendidikan
Islam yang berkemajuan. (Diktilitbang,2013:9) Pendidikan
yang berkemajuan inilah yang menjadi ruh bagi Mata Kuliah Al
Islam dan Kemuhammadiyahan ( AIK) Mata Kuliah yang wajib
diberikan kepada mahasiswa di PTMA seluruh Indonesia.
Adanya AIK harus menjadi bagian dari usaha perguruan
Muhammadiyah untuk mencapai visi dan misi perguruan
Muhamamdiyah. Visi Pendidikan Muhammadiyah sebagaimana
tertuang dalam Putusan Muktamar Muhammadiyah ke 46 tentang
Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah adalah “Terbentuknya
manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia,
berkemajuan dan unggul dalam ipteks sebagai perwujudan tajdid
dakwah amar ma’rufnahi munkar” (Berita Resmi, 2010 : 221)

B. Deskripsi MK
Pada MK ini mahasiswa belajar tentang Ibadah, Akhlak
dan Muamalah. Dalam MK ini mahasiswa akan mempelajari isi
perkuliahan yang meliputi: 1) Hakekat ibadah, macam-macam
ibadah (ibadah khas/mahdhah dan ibadah ‘am), fungsi, hikmah dan
makna spiritual ibadah dalam kehidupan sosial. 2) Hakikat akhlak,
kajian filosofis tentang akhlak, dan moral; akhlak individual dan
6 | Buku Panduan Asrama
akhlak sosial; akhlak terhadap Allah; akhlak terhadap lingkungan;
akhlak mahmudah dan akhlak; madzmumah, akhlak dan tasauf.
3) Pandangan Islam tentang, makna kehidupan; makna spiritual
kejayaan hidup; konsep, muamalah, ruang lingkup muamalah,
prinsip-prinsip bermuamalah; akhlak bermuamalah

C. Capaian Pembelajaran MK
1. Memahami dan menyadari hakikat, fungsi, hikmah, dan
nilai spiritual ibadah dan akhlak (S1, S7, PP1)
2. Mampu menganalisis dan menyadari urgensi prinsip
bermuamalah dan akhlak bermuamalah (S6, S7, PP1)
3. Mampu menjalankan peribadatan dan menghayati
hakikat, fungsi, hikmah dan nilai spiritual ibadah bagi
pembentukan akhlakul karimah dan amal shaleh dalam
kehidupan sosial (S6, KU1, KK1)
4. Mampu menerapkan akhlakul karimah terhadap
Allah, diri sendiri, sesama dan lingkungan serta
mampu menjalankan dan menghayati urgensi prinsip
bermuamalah dan akhlak bermuamalah (KU1, KK1

D. Bahan kajian

7 | Buku Panduan Asrama


MATERI 1
PENGANTAR IBADAH, AKHLAK DAN
MUAMMALAH

IBADAH
A. Pengertian Ibadah
Kata Ibadah berasal dari bahasa Arab ‫‘( ةدابع‬ibaadatan)
yang bisa diartikan taat, tunduk, patuh, hina dan pengabdian.
Sedangkan secara istilah ibadah adalah sebutan yang mencakup
seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah swt. baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.1
Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa ibadah adalah cinta
dan ketundukan yang sempurna.2 Cinta dan ketundukan
yang dimaksud disini adalah kepada Allah swt. Ibn Taymiyah
mengartikan ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan
yang di dalamnya terdapat unsur cinta (al-hubb). Dan unsur cinta
yang sangat tinggi adalah penghambaan diri.3 Oleh sebab itu
seseorang belum dikatakan beribadah kepada Allah kecuali bila
ia mencintai Allah swt melebihi dari cintanya kepada selain Allah
swt. Ia menempatkan cinta kepada Allah di atas segala-galanya.
Kenapa dia mencintai Allah lebih dari segala-galanya? Tidak lain
karena dia menyadari bahwa Allah-lah yang menciptakan alam
semesta dan seluruh isinya, serta Allah-lah yang mengelola dan
memelihara semuanya itu.4 Cintanya kepada Allah menjadikan
1 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang :CV. Bima Sakti,2003),
hlm. 80.
2 Yusuf Qaradhawi, Konsep Ibdah dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002),
hlm. 67.
3 Ibn Taimiyah, Al-‘Ubudiyyah, hlm. 44.
4 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2014), hlm. 25.
8 | Buku Panduan Asrama
ia semakin taat kepadaNya. Cintanya kepada Allah menjadikan
ia sadar untuk meninggalkan semua yang dilarangNya. Sejalan
dengan cintanya kepada Allah swt. seorang mukmin akan
mencintai Rasul dan jihad pada jalanNya. Inilah yang disebut
cinta uatama.5
Dari beberapa definisi tersebut diatas maka dapat dipahami
bahwa ibadah adalah “mendekatkan diri kepada Allah swt.
dengan melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan
olehNya.” (Himpunan Putusan Majelis Tarjih, 278). Sedangkan
ibadah menurut Ulama Fiqih adalah apa yang dikerjakan untuk
mendapatkan keridhaan Alla swt. dan mengharapkan pahalaNya
di Akhirat.6

B. Hakekat Ibadah
Menurut Sayyid Quthb, ibadah yang menjadi tujuan
keberadaan manusia atau yang merupakan tugas utama manusia
adalah lebih luas dan komprehensif dari pada sekedar pelaksanaan
simbo-simbol. Selama ini pemahaman terhadap konsep
ibadah selalu dikonotasikan hanya pada wilayah yang sempit.
Padahal hakekat ibadah bukan hanya sekedar menjalankan
semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Dengan
demikian, hakekat ibadah tercermin dalam masalah pokok
berikut:7 Pertama, mengokohkan konsep penghambaan kepada

5 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm. 25


6 Syakir Jamaluddin, Kuliah Fiqih Ibadah, (Yogyakarta: LPPI UMY,
2015), hlm. 50.
7 Sayyid Qutbh, Tafsir Fi Zilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an,
Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 49.
9 | Buku Panduan Asrama
Allah di dalam diri. Yakni, mengokohkan perasaan bahwa di sana
ada hamba dan ada Rabb (Tuhan); ada hamba yang beribadah
dan ada Rabb yang disembah. Selain itu, tidak ada penghambaan
apapun. Di sana tiada hal lain kecuali situasi dan pernyataan itu.
Maka, di alam ini hanya ada penyembah dan yang disembah,
hanya ada satu Rabb, dan semua makhluk merupakan hambaNya.
Kedua, menghadapkan diri kepada Allah dengan seluruh gerak
hati, gerak anggota badan, dan gerak kehidupan. Semua itu hanya
dihadapkan kepada Allah semata seraya melepaskan segala
perasaan lain dan melepaskan segala konsep kecuali konsep
penghambaan kepada Allah.
Dari sini Yusuf Qaradhawi mengemukakan bahwa ibadah
merupakan kewajiban dari apa yang disyariatkan Allah swt.
yang disampaikan oleh para rasulNya dalam bentuk perintah
dan larangan. Kewajiban itu muncul dari lubuk hati orang yang
mencintai Allah swt.8

C. Pembagian Ibadah
Setelah kita mengetahui definisi dan hekikat ibadah, pada
bagian ini akan diterangkan pembagian ibadah. Ibadah terbagi
ke dalam dua bagian yaitu: ibadah mahdhah (ibadah khusus) dan
ibadah ghairu mahdhah (ibadah umum).
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus adalah ibadah yang
yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-
perinciannya. Ibadah khusus ini sudah tercantum jelas di dalam

8 Yusuf Qaradhawi, Al-Ibadah fi Al-Islam, (Beirut: Muassah al-Risalah,


1979), hlm. 32-33.
10 | Buku Panduan Asrama
al-Qur’an dan Sunnah. Adapun jenis ibadah yang termasuk
mahdhah, adalah: Thaharoh: Wudhu, Tayammum, Mandi Besar,
Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Umrah dan seterusnya.
Ibadah mahdhah ini harus berdasarkan adanya dalil perintah,
baik dari al-Quran maupun al-Sunnah. Jadi keberadaan ibadah
mahdhah ini merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan
oleh akal atau logika. Tatacaranya harus mengikuti Al-Qur’an
dan apa yang telah dicontoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
ِ ‫ول إَِّل لِيطَاع بِِإ‬
‫ذن ٱللَّ ِه َولَو أَنـَُّهم إِذ ظَّلَ ُمواْ أَن ُف َس ُهم‬ ٍ ‫وما أَرسلنَا ِمن َّرس‬
َ ُ ُ َ ََ
ِ
‫ول لََو َج ُدواْ ٱللَّهَ تـََّوابا َّرحيما‬ُ ‫ٱلر ُس‬َّ ‫وك فَٱستَغ َفُرواْ ٱللَّهَ َوٱستَغ َفَر َلُ ُم‬
َ ُ‫َجاء‬
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.( Q.S An-Nisa 4:64)
Adapun dalil al-Qur’an tentang ibadah mahdhah, tentang
thaharah misalnya, firman Allah swt dalam QS. Al-Maidah [5]
ayat 6:
ِ ‫ٱغسلُواْ وجوه ُكم وأ‬ ِ َ‫ٱلصلَ ٰوِة ف‬
َّ ‫ين ءَ َامنُواْ إِ َذا قُمتُم إِ َل‬ ِ َّ
‫َيديَ ُكم‬ َ َ ُُ َ ‫ٰيَأَيـَُّها ٱلذ‬
‫ني َوإِن ُكنتُم ُجنُبا‬ ِ َ‫َرجلَ ُكم إِ َل ٱل َكعب‬ ِ ِ
ُ ‫ٱمس ُحواْ بُرءُوس ُكم َوأ‬ ِِ ِ
َ ‫إ َل ٱملََرافق َو‬
‫َحد ِّمن ُكم ِّم َن ٱلغَائِ ِط أَو‬ َ ‫فَٱطَّ َّهُرواْ َوإِن ُكنتُم َّم‬
َ ‫رض ٰى أَو َعلَ ٰى َس َف ٍر أَو َجاءَ أ‬
‫وه ُكم‬ِ ‫ٰلَمستم ٱلنِّساء فـلَم َِت ُدواْ ماء فـتـي َّممواْ صعِيدا طَيِّبا فَٱمسحواْ بِوج‬
ُُ ُ َ َ ُ ََ َ َ َ َ َ ُُ َ
‫يد لِيُطَ ِّهَرُكم‬
ُ ‫جع َل َعلَي ُكم ِّمن َحَرج َوٰلَ ِكن يُِر‬ ِ ُ ‫َيدي ُكم ِّمنه ما ي ِر‬
َ َ‫يد ٱللَّهُ لي‬ ُ َُ
ِ ‫وأ‬
َ
َّ
‫عمتَهُ َعلَي ُكم لَ َعل ُكم تَش ُكُرو َن‬ ِ ِ ِ
َ ‫َوليُت َّم ن‬
11 | Buku Panduan Asrama
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur. (Q.S Al Maidah 6:6)

2. Ibadah Ghairu Mahdhah


Ibadah ghairu mahdhah (umum) adalah segala perbuatan
baik yang dilakukan dengan niat semata-mata hanya untuk
mengharap ridha Allah swt. Adapun yang termasuk ibadah
ghairu mahdhah ini diantaranya adalah: berdakwah, melakkan
amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahi munkar
(mencegah perbuatan buruk), belajar/menuntut ilmu, bekerja,
tolong menolong dan lain sebagainya. Semua perbuatan baik
tersebut dinilai ibadah ghairu mahdhah ketika dilakukan dengan
niat semata-mata hanya mengahrap ridha Allah dan untuk
mendekatkan diri kepadaNya.
Adapun firman Allah terkait dengan ibadah ghairu mahdhah
tentang amar ma’ruf dan nahi munkar adalah misalnya QS. Ali
Imran ayat 104:
ِ ‫ولت ُكن ِّمن ُكم أ َُّمة يدعو َن إِ َل ٱخل ِري ويأمرو َن بِٱملعر‬
‫وف َويَ َنهو َن َع ِن ٱملن َك ِر‬ُ َ ُُ َ َ َ ُ َ ََ
ُ
‫ك ُه ُم ٱملفلِ ُحو َن‬َ ِ‫َوأ ُْوٰلَئ‬
ُ
12 | Buku Panduan Asrama
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma›ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.
Firman Allah swt di dalam QS. Al-A’raf [7] ayat 157:
‫ند ُهم ِف‬ َ ‫َّب ٱأل ُِّم َّي ٱلَّ ِذي َِي ُدونَهُ َمكتُوبًا ِع‬
َّ ِ‫ول ٱلن‬ َّ ‫ين يـَتَّبِعُو َن‬
َ ‫ٱلر ُس‬ َ ‫ٱلذ‬
ِ َّ
ِ ‫وف وينهىـٰهم ع ِن ٱملن َك ِر وُِي ُّل َلم ٱلطَّيِّب‬
‫ٰت‬ ِ ‫ٱلتَّورٰى ِة وٱ ِإل ِجن ِيل يأمرهم بِٱمل‬
َ ُ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ ‫عر‬ ُ َ ُُُ َ َ َ
ِ ٰ
‫صرُهم َوٱألَغلَ َل ٱلَِّت َكانَت َعلَيهم‬ ِ ِ ِ
َ ‫ض ُع َع ُنهم إ‬ َ َ‫ث َوي‬َ ‫َوُيَِّرُم َعلَيه ُم ٱخلَبَٰئ‬
ِ ‫فَٱلَّ ِذين ءامنواْ بِِه وعَّزروه ونَصروه وٱتـَّبـعواْ ٱلن‬
َ ِ‫ُّور ٱلَّذي أُن ِزَل َم َعهُ أ ُْوٰلَئ‬
‫ك‬ َ َُ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ
‫ُه ُم ٱملفلِ ُحو َن‬
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi
ُ
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan
yang ma›ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.

D. Fungsi Ibadah
Ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah tentu memiliki
fungsi yang penting bagi manusia. Fungsi ibadah ini sudah pasti
memberi dampak positif bagi yang menjalankan ibadah tersebut.

13 | Buku Panduan Asrama


Secara umum, fungsi ibadah dapat dibagi kedalam empat
bagian:
1. Untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa
ia sebagai manusia diciptakan oleh Allah khusus untuk
beribadah kepada diri-Nya. Hal inilah yang ditegaskan oleh
Allah dalam QS. Adz-Dzariyat [51] ayat: 56:
ِ ‫وما خلَقت ٱجلِ َّن وٱ ِإلنس إَِّل لِيعب ُد‬
‫ون‬ َُ َ َ ُ َ ََ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
2. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya
dapat dilakukan melalui muqarabah yaitu sikap merasa
selalu dalam pengawasan Allah SWT) dan khudlu yaitu sikap
tunduk kepada Allah SWT. Orang yang beriman dirinya akan
selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya
menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah
SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan
melupakan kewajibannya untuk beribadah pada pertolongan
Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah
[1] ayat 5:
‫ني‬ِ َ َّ‫اك نَعب ُد وإِي‬ ِ
ُ ‫اك نَستَع‬ َ ُ َ َّ‫إي‬
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan.

3. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan


kewajibannya. Dengan memiliki sikap ini, setiap manusia akan
memiliki kesadaran bahwa dia adalah anggota masyarakat
yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan

14 | Buku Panduan Asrama


memberi nasihat. Firman Allah dalam QS. Al-‘Ashr ayat 3:

َّ ِ‫اصواْ ب‬ ِ ِ َّٰ ْ‫إَِّل ٱلَّ ِذين ءامنُواْ وع ِملُوا‬


‫ٱلص ِرب‬ َ ‫اصواْ بِٱحلَ ِّق َوتـََو‬
َ ‫ٱلصل َٰحت َوتـََو‬ ََ ََ َ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Oleh karena itu, ketika berbicara tentang fungsi ibadah yang
ketiga ini, ibadah yang dilakukan bukan hanya akan berdampak
kepada diri sendiri akan tetapi juga memberikan pengaruh kepada
lingkungan atau masyarakat.
Misalnya tentang perintah mendirikan shalat. Firman Allah:
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih
besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa salah satu fungsi
sholat adalah untuk mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Perbuatan keji dan mungkar ini adalah suatu perbuatan yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain (lingkungan/masyarakat).
Maka dengan mendirikan sholat, diharapakan manusia dapat
mencegah dirinya dari perbuatan yang dapat merugikan tersebut.
Selain shalat, ibadah mahdhah seperti zakat juga memberi
dampak sosial yang sangat berarti. Firman Allah dalam QS. At-
Taubah 9: 103:
ِ ِِ ٰ ‫خذ ِمن أ‬
‫ك‬ َ ‫ص ِّل َعلَي ِهم إِ َّن‬
َ َ‫صلَ ٰوت‬ َ ‫ص َدقَة تُطَ ِّهُرُهم َوتـَُزِّكي ِهم بَا َو‬
َ ‫َمولم‬
َ ُ
‫يم‬ ِ ‫س َكن َّلم وٱللَّه َِس‬
ٌ ‫يع َعل‬ ٌ ُ َ ُ َ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
15 | Buku Panduan Asrama
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Dalam ayat tersebut di atas, zakat berfungsi untuk
membersihkan mereka yang menunaikan zakat dari kekikiran
dan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda.
Sifat kikir alias pelit adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan.
Biasanya orang yang memiliki sifat kikir tidak akan disukai
oleh orang-orang disekitarnya. Selain itu, zakat juga akan
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan
memperkembangkan harta benda mereka. Dengan berzakat
harta benda mereka sejatinya tidak akan pernah berkurang.
Justru Allah akan menambahnya berlipat-lipat. Orang yang
mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai
masyarakat. Zakat yang dikeluarkan akan membantu orang-
orang yang membutuhkan. Dengan zakat kemiskinan akan
terentaskan. Dengan zakat kebodohan akan dihapuskan. Zakat
yang dikelola dengan baik dapat mensejahterakan umat. Dengan
zakat banyak siswa dan mahasiswa yang mendapatkan beasiswa.
Dengan demikian, zakat bukan hanya berdampak positif kepada
pelaku zakat, akan tetapi juga memberikan dampak positih bagi
lingkungan dan masyarakat. Itu fungsi ibadah zakat.
4. Melatih diri untuk berdisiplin. Jika dicermati, setiap
ibadah yang Allah perintahkan menuntut pelaku ibadah
untuk disiplin. Misalnya, dalam pelaksanaan sholat, mulai
dari tatacara wudhu, rukun shalat dan ketentuan waktu
pelaksanaan shalatnya mengajarkan untuk disiplin. Begitu
pula dengan puasa. Puasa bukan hanya melatih kita untuk

16 | Buku Panduan Asrama


disimplin dalam mengatur pola makan, akan tetapi jauh dari
pada itu puasa dapat memberikan kesadaran untuk bisa ikut
merasakan beban dan penderitaan orang lain yang kekurangan
makanan. Dengan puasa akan tumbuh kesadaran empati
sosial, saling tenggang rasa dan menumbuhkan kekeluargaan
dalam bermasyarakat.

E. Prinsip Ibadah
Mengutip A. Azhar Basyir, Syakir Jamaluddin menjelaskan
enam pedoman dalam beribadah.9 Pedoman beribadah ini menjadi
prinsip yang bersifat final. Maksudnya tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Adapun keenam prinsip dalam beribadah tersebut adalah:
1. Hanya menyembah kepada Allah swt. Penyembahan ini
semata-mata sebagai wujud untuk mengesakan Allah swt.
Prinsip hanya menyembah Allah ini menjadi prinsip paling
utama.
Hal inilah yang ditegaskan Allah swt dalam firmanNya:
‫ني‬ِ َ َّ‫اك نَعب ُد وإِي‬ ِ
ُ ‫اك نَستَع‬ َ ُ َ َّ‫إي‬
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan.(Q.S Al Fatihah 1:5)

2. Tanpa perantara. Beribadah dengan prinsip tanpa perantara


ini menjadi prinsip kedua yang penting untuk diperhatikan.
Seorang yang hendak beribadah kepada Allah harus meyakini
bahwa Allah itu dekat, sehingga tidak perlu perantara siapa
dan apun. Mengenai hal ini Allah berfirman:
ِ ‫َّاع إِ َذا دع‬
‫ان‬ ِ ‫عوَة ٱلد‬ ِ ‫وإِ َذا سأَلَك ِعب ِادي ع ِّن فَِإ ِّن قَ ِر‬
ََ َ ‫يب َد‬
ُ ‫يب أُج‬
ٌ َ َ َ َ َ
9 Syakir Jamaluddin, Kuliah Fiqih Ibadah, hlm. 54-60.
17 | Buku Panduan Asrama
ِ ‫فَليستَ ِجيبواْ ِل ولي‬
ُ َ‫ؤمنُواْ ِب لَ َعلَّ ُهم ي‬
‫رش ُدو َن‬ َُ ُ َ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(Q.S Al Baqoroh 2: 186)
Allah juga menegaskan bahwa Ia selalu bersama hambaNYa
dimanpun hamba tersebut berada. Allah juga adalah Zat yang
Maha Melihat terhadap apapun yang dikerjakan oleh hamba-
hambaNya.
3. Harus Ikhlas. Prinsip harus ihklas ini maksudnya adalah
dalam beribadah motifnya murni hanya mengharapkan
ridha Allah swt. semata. Bukan karena ingin dipuji orang
lain. Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena
keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka
tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya.10
Di dalam al-Qur’an Allah swt. telah mengingatkan:
ِ ِِ ِ ِ
ْ‫ٱلصلَ ٰوةَ َويُؤتُوا‬
َّ ْ‫يموا‬
ُ ‫ِّين ُحنـََفاءَ َويُق‬ َ ‫َوَما أُمُرواْ إَِّل ليَعبُ ُدواْ ٱللَّهَ ُملص‬
َ ‫ني لَهُ ٱلد‬
‫ين ٱل َقيِّ َم ِة‬ ِ ِ‫ٱلزَك ٰوةَ و َٰذل‬
ُ ‫كد‬ َ َ َّ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
(Q.S Al Bayyinah 98: 5)

10 Syakir Jamaluddin, Kuliah Fiqih Ibadah, hlm. 56.


18 | Buku Panduan Asrama
Rasulullah saw. juga bersabda:
‫صا َوابـْتُغِ َي بِِه‬ ِ ِ
ً ‫إِ َّن اهللَ َعَّز َو َج َّل الَ يـَْقبَ ُل م َن الْ َع َم ِل إِالَّ َما َكا َن لَهُ َخال‬
ُ‫َو ْج ُهه‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal
perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridha
Allah”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

‫َصغَُر يَا‬
ْ ‫َصغَُر قَالُوا َوَما الش ِّْرُك اْأل‬
ْ ‫اف َعلَْي ُك ُم الش ِّْرُك اْأل‬
ُ ‫َخ‬ َ ‫ف َما أ‬َ ‫َخ َو‬ ْ ‫إِ َّن أ‬
ُ‫الريَاء‬
ِّ ‫ال‬َ َ‫ول اللَّ ِه ق‬
َ ‫َر ُس‬
Artinya: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan
terjadi pada kalian adalah syrik kecil”, para sahabat bertanya :
“Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab :
“Riya’”. (HR. Ahmad)

ٌّ‫س َعلَْي ِه أ َْمُرنَا فـَُه َو َرد‬ ِ


َ ‫َم ْن َعم َل َع َمالً لَْي‬
Artinya: “Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak
ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim)
Maka dari itu, dalam beribadah harus diniatkan semata-mata
hanya untuk mencari ridha Allah swt. bukan yang lain. Nabi
saw. juga menegaskan dalam hadisnya bahwa segala perbuatan
tergantung pada niatnya.
Rasulullah saw bersabda:
.‫ات َوإَِّنَا لِ ُك ِّل ْام ِر ٍئ َما نـََوى‬
ِ َّ‫ال بِالنـِّي‬
ْ ‫إَِّنَا اْأل‬
ُ ‫َع َم‬
Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa
yang dia niatkan.” (HR. Mutaffaq ‘Alaih)

19 | Buku Panduan Asrama


Ibn Qayyim juga berkata:
“… amalnya ikhlas karena Allah. Apabila dia mencintai maka
cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka bencinya juga
karena Allah. Apabila memberi maka pemberiannya itu karena
Allah. Apabila tidak memberi juga karena Allah…” (Lghatsat al-
Lahfan, hlm. 15)
Rasulullah saw. juga bersabda,
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan
kecuali yang ikhlas dan dilakukan demi mengharap wajah-Nya.”
(HR. Nasa’i dari Abu Umamah al-Bahili ra.)

4. Harus sesuai dengan tuntunan. Jangan beribadah tanpa ada


tuntunannya. Beribadah harus sesuai dengan cara yang telah
disyariaatkan Allah melalui al-Qur’an dan Sunnah. Bukan
beribadah dengan cara yang dibuat oleh manusia.
Allah swt berfirman:
‫ل أََّنَا إِ َٰلُ ُكم إِٰلَه َٰو ِحد فَ َمن َكا َن‬
ََّ ِ‫وح ٰى إ‬ ِ
َ ُ‫قُل إَّنَا أَنَا بَ َشر ِّمثلُ ُكم ي‬
ِ ِ ِِ ِ ‫يرجواْ لَِقاء ربِِّه فَليعمل عمال‬
َ ‫صٰلحا َوَل يُش ِرك بعبَ َادة َربِّه أ‬
‫َح َدا‬ َ ََ َ َ َ َ ُ َ
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: «Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa». Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya».(Q.S Al Kahfi 18:110)
Rasulullah saw. juga bersabda:

ٌّ‫س ِمْنهُ فـَُه َو َرد‬ ِ ِ َ ‫َح َد‬


َ ‫ث ف أ َْمرنَا َه َذا َما لَْي‬ ْ ‫َم ْن أ‬
Artinya: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam
20 | Buku Panduan Asrama
urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya,
maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan
Muslim no. 1718)

ٌّ‫س َعلَْي ِه أ َْمُرنَا فـَُه َو َرد‬ ِ


َ ‫َم ْن َعم َل َع َمالً لَْي‬
Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan
berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR.
Muslim no. 1718)
‫اب اللَّ ِه َو َخيـُْر ا ْلَُدى ُه َدى ُمَ َّم ٍد‬ ِ ِ ِ ْ ‫أ ََّما بـع ُد فَِإ َّن خيـر‬
ُ َ‫الَديث كت‬ َْ َ َْ
ٍ
ٌ‫ضالَلَة‬ َ ‫َو َشُّر األ ُُموِر ُْم َدثَاتـَُها َوُك ُّل بِ ْد َعة‬
Artinya: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan
adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek
perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap
(perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah,
setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i,
ِ ِ ْ ‫ ومن ي‬، ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫من يـه ِد اللَّه فَال م‬
‫َص َد َق‬َ ‫ إِ َّن أ‬، ُ‫ي لَه‬َ ‫ضل ْل فَال َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ ُ َْ ْ َ
ِ‫ وأَحسن ا ْل ْد ِي ه ْدي ُم َّم ٍد صلَّى اللَّه علَيه‬، ‫يث كِتَاب اللَّ ِه‬ ِ ‫ال ِد‬
َْ ُ َ َ ُ َ َ ََ ْ َ ُ َْ
‫ َوُك َّل بِ ْد َع ٍة‬، ٌ‫ َوُك َّل ُْم َدثٍَة بِ ْد َعة‬، ‫ َو َشَّر األ ُُموِر ُْم َدثَاتـَُها‬، ‫َو َسلَّ َم‬
‫ضاللٍَة ِف النَّا ِر‬ َ ‫ َوُك َّل‬، ٌ‫ضاللَة‬ َ
Artinya: “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan
oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya.
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah
(perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara

21 | Buku Panduan Asrama


agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya
di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
5. Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani. Jangan sampai
ibadah yang dilakukan berat sebalah. Mengejar kehidupan
akhirat secara total dengan melupakan dunia tidaklah baik,
apa lagi terlalu mengejar dunia dengan meniggalkan total
urusan akhirat. Semua harus dilakukan dengan seimbang. Hal
ini yang telah disinggung oleh Allah dalam firmanNya:
‫ٱألخَرِة َح َسنَة َوقِنَا‬
ِ ‫ول ربـَّنَا ءاتِنَا ِف ٱلدُّنيا حسنَة وِف‬
َ ََ َ َ َ ُ ‫َوم ُنهم َّمن يـَُق‬
ِ
‫اب ٱلنَّا ِر‬
َ ‫َع َذ‬
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: «Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan peliharalah kami dari siksa neraka».(Q.S Al Baqarah
2:201)
6. Mudah dan meringankan. Setiap ibadah yang disyariatkan
oleh Allah sudah pasti sesuai dengan kemampuan hambaNya.
Tidak mungkin ibadah yang disyariatkan oleh Allah adalah
sesuatu yang memberatkan, apa lagi diluar kemampuan
hambaNya.
Al-Baqarah [2]:286)
‫َوَما َج َع َل َعلَْي ُك ْم ِف الدِّي ِن ِم ْن َحَرٍج‬
Misalnya, orang yang sedang sakit dibolehkan untuk
melakukan shalat dengan duduk. Jika duduk tidak mampu,
maka shalat boleh dikerjakan dengan berbaring.

22 | Buku Panduan Asrama


Nabi saw. bersabda:
‫صل قائماً فإن مل تستطع فقاعداً فإن مل‬ ‫فمستلقيا‬
ِّ ‫فإن مل تستطع‬
 ‫جنب‬
ً ‫تستطع فعلى‬
Artinya: “ Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak mampu maka
shalatlah sambil duduk. Jika tidak mampu, shalatlah sambil
berbaring miring. Jika tidak mampu maka shalatlah sambil
berbaring terlentang.” (H.R Bukhari)
Begitupun dengan puasa. Jika sakit Allah mengizinkan untuk
berbuka dan menggantinya di hari yang lain.
Firman Allah swt.:
ِ ِ ِ
َ ‫يضا أ َْو َعلَى َس َف ٍر فَع َّدةٌ م ْن أَيَّ ٍام أ‬
‫ُخَر‬ ً ‫فَ َم ْن َكا َن مْن ُك ْم َم ِر‬
Artinya: “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain…” (QS Al-Baqarah [2]: 185).

AKHLAK
A. PENGERTIAN AKHLAQ
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah
bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat Berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq
(yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam
akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara
kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia).
Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang

23 | Buku Panduan Asrama


lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang
hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan
kepada kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis
seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma
yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga
norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan
dan bahkan dengan alam semesta sekalipun
Secara terminologis (isthilahan) ada beberapa definisi
tentang akhlaq. Penulis pilihkan tiga diantaranya :
1. Imam al-Ghazali :
“Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Ibrahim Anis :
“ Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3. Abdul Karim Zaidan
“ (Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam
dalam jiw, yang dengan sorotan dan timbangannya
seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau
buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau
meninggalkannya.
Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan
bahwa akhlaq atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan
lebih dahulu , serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Dalam
Mu’jam al Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr wa ru
24 | Buku Panduan Asrama
‘yah (tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan). Dalam
Ihya’ ‘Ulum ad-Din dinyatakan tashduru al-af al bi suhulah wa
yusr, min ghairi hajah ila fikr wa ru ‘yah (yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan). Sifat spontanitas dari
akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila
seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan
mesjid setelah dorongan dari da’i (yang mengemukakan ayat-
ayat dan hadist-hadits tentang keutamaan membangun mesjid
di dunia), maka orang tadi belum bias dikatakan mempunyai
sifat pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah
mendapat dorongan dari luar., dan belum tentu muncul lagi pada
kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperi itu, dia
tidak akan menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya
dalam jumlah sedikit. Tapi manakal tidak ada doronganpun
dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa
dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Contoh lain, dalam
menerima tamu. Bila seseorang membeda-bedakan tamu yang
satu dengan yang lain, atau kadangkala ramah dan kadangkala
tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat
memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlaq
memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu
haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak
memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari
luar.
Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlaq bersifat
netral, belum menunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umunya
apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan bersifat tertentu,
25 | Buku Panduan Asrama
maka yang dimaksud adalah akhlaq yang mulia. Misalnya bila
seseorang berlaku tidak sopan kita mengatakan padanya, “kamu
tidak berakhlaq”. Padahal tidak sopan itu adalah akhlaqnya.
Tentu yang kita maksud adalah kamu tidak memmiliki akhlaq
yang mulia, dalam hal ini sopan.
Di samping istilah akhlaq, juga dikenal istilah etika dan
moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan
buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedannya terletak pada
standar masing-masing. Bagi akhlaq standarnya adalah Al-
Qur’an dan Sunnah; bagi etika standarnya pertimbangan akal
pikiran; dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum
berlaku dimasyarakat.
Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah diatas
(akhlaq, etika dan moral) dapat dibedakan, namun dalam
pembicaraan sehari-hari, bahkna dalam beberapa literatur
keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih. Misalnya
judul buku Ahmad Amin, al Akhlaq, diterjemahkan oleh Prof.
Farid Ma’ruf dengan Etika (Ilmu Akhlaq). Dalam Kamus Inggris-
Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily, moral juga
diartikan akhlaq.

B. SUMBER AKHLAQ
Yang dimaksud dengan sumber akhlaq adalah yang menjadi
ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana
keseluruhan ajaran islam, sumber akhlaq adalah Al-Qur’an
dan Sunnah., bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat
sebagaimana konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan
Mu’tazilah.

26 | Buku Panduan Asrama


Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau
buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an
dan Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur,
pemaaf, pemurah dan jujur misalnya dinilai baik? Tidak lain
karena Syara’menilai sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya,
kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta
misalnya buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya demikian.
Apakah Islam menafikan peran hati nurani, akal, dan
pandangan masyarakat dalam menentukan baik dan buruk? Atau
dengan ungkapan lain dapatkah ketiga hal tersebut dijadikan
ukuran baik dan buruk?
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat
menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakanb oleh
Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya
(QS. Ar-Rum 30:30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada
kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya
selalu mendambakan dan merindkan kebenaran, ingin mengikuti
ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan didapat
kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak. Namun
fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan
baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan
dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang
perlu dipelihara dan dikembangkan. Betapa banyak manusia
yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi
melihaaat kebenaran. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak
dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah
manusia semata. Harus dikembangkan kepada penilaian Syara’.
Semua keputusan Syara’ tidak akan bertentangan dengan hati
nurani manusia, karena kedua duanya berasal dari sumber yang
sama yaitu Allah SWT.

27 | Buku Panduan Asrama


Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanya salah
satu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan
atau keburukan. Dan keputusannya bermula dari pengalaman
empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya.
Oleh sebab itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat
spekulatif dan subyektif.
Demikian tentang hati nurani dan akal pikiran. Bagaimana
dengan pandangan masyarakat? Pandangan masyarakat juga
bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk, tetapi sangat
relative, tergantung sjauh mana kesucian hati nurani masyarakat
dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang
hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikiran mereka sudah
dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji tentu tidak
bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah
yang bisa dijadikan ukuran.
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti
(tidak spekulatif), obyektif, komprehensif dan universal untuk
menentukan baik dan buruk hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah ,
bukan yang lain-lainnya.

C. RUANG LINGKUP AKHLAQ


Muhammad ‘Abdul Draz dalam bukunya Dustur al-Akhlaq
fi al-Isla membagi ruang lingkup akhlaq kepada lima
bagian :
1. Akhlaq Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Terdiri dari :
(a) yang diperintahkan (al-awamir), (b) yang dilarang
(an-nawahi), (c) yang dibolehkan (al-mubahat) dan (d)
akhlaq dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-
idhthirar).

28 | Buku Panduan Asrama


2. Akhlaq Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Terdiri
dari : (a) kewajiban timbal balik orang tua dan anak
(wajibat nahwa al-ushul wa al-furu’), (b) kewajiban
suami isteri (wajibat baina al-azwaj) dan (c) kewajiban
terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-aqarib).
3. Akhlaq Bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima’iyyah).
Terdiri dari : (a) yang dilarang (al-mahzhurat), (b) yang
diperintahkan (al-awamir) dan (c) kaedah-kaedah adab
(qawa’id al-adab).
4. Akhlaq Bernegara (akhlaq ad-daulah). Terdiri dari : (a)
hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-alaqah baina
ar-rais wa as-sya’b), dan (b) hubungan luar negeri (al-
alaqat al-kharijiyyah).
5. Akhlaq Beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). Yaitu
kewajiban terhadap Allah SWT (wajibat nahwa Allah

Dari sistematika yang dibuat oleh ‘Abdullah Draz di atas


tampaklah bagi kita bahwa ruang lingkup akhlaq itu sangat luas,
mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertical dengan
Allah SWT maupun secara horizontal sesame makhluk-Nya.
Berangkat dari sistematika di atas dengan sedikit modifikasi
penulis membagi pembahasan akhlaq dalam buku ini menjadi :
1. Akhlaq Terhadap Allah SWT
2. Akhlaq Terhadap Rasulullah saw
3. Akhlaq Pribadi
4. Akhlaq dalam Masyarakat
5. Akhlaq Bermasyarakat
6. Akhlaq Bernegara

29 | Buku Panduan Asrama


D. KEDUDUKAN DAN KEISTIMEWAAN AKHLAQ DA-
LAM ISLAM
Dalam keseluruhan ajaran islam akhlaq menempati
kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Hal itu dapat
dilihat dalam beberapa nomor berikut ini :
1. Rasulullah saw menempatkan penyempurnaan
akhlaq yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam.
Beliau bersabda :
2. “Seseungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia.” (HR. Baihaqi)
3. Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok agama
Islam sehingga Rasulullah saw pernah mendefinisikan
agama itu dengan akhlaq yang baik (husn al-khuluq).
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah saw:
“Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab:
(Agama adalah) khlaq yang baik.”
Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlaq yang baik
itu sebanding dengan pendefinisian ibadah haji dengan
wuquf di ‘Arafah. Rasulullah saw menyebutkan, “Haji
adalah Wuquf di ‘Arafah. Artinya tidak sah haji seseorang
tanpa Wuquf di Arafah
4. Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan
kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.
Rasulullah saw bersabda :
“Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan
timbangan (kebaikan) seseorang hamba mukmin nanti
pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik.” (HR.
Tirmidzi)

30 | Buku Panduan Asrama


Dan orang yang paling dicintai serta paling dekat dengan
Rasulullah saw nanti pada hari kiamat adalah yang paling baik
akhlaqnya. ‘Abdullah Ibn ‘Umar berkata :
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Maukah kalian
aku beritahukan siapa diantara kalian yang paling aku cintai
dan paling dekat tempatnya denganku nanti pada hari kiamat?”
Beliau mengulangi pertanyaan itu dua kali atau tiga kali. Lalu
sahabat-sahabat menjawab: “Tentu ya Rasulullah”. Nabi
bersabda : “Yaitu yang paling baik akhlaqnya diantara kalian.”
(HR. Ahmad)
5. Rasulullah saw menjadikan baik buruknya akhlaq
seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal itu
dapat kita perhatikan dalam beberapa hadist berikut ini :
a. Rasulullah saw bersabda :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ada-
lah yang paling baik akhlaqnya”. (HR. Tarmidzi)
b. Rasulullah saw bersabda :
“Rasa malu dan iman itu sebenarnya berpadu menja-
di satu, maka bilamana lenyap salah satunya hilang
pulalah yang lain”. (HR. Hakim dan Thabrani)
c. Rasulullah saw bersabda :
“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia ti-
dak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman!
Seorang sahabatnya bertanya: “Siapa dia (yang
tidak beriman itu) ya Rasulullah?” Beliau men-
jawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya”. (HR. Bukhari)
d. Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau

31 | Buku Panduan Asrama


diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada
hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamun-
ya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikianlah Nampak bagi kita dalam beberapa teks
hadist di atas bahwa Rasulullah saw mengaitkan antara
rasa malu, adab berbicara dan sikap terhadap tamu dan
tetangganya, misalnya dengan eksistensi dan kualitas
iman seseorang.
6. Islam menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti
dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. Misalnya
shalat, puasa, zakat, dan haji. Perhatikan beberapa nash
berikut ini :
a. Firman Allah SWT :
“… dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar” (QS. Al-‘Ankabut 29:45)
b. Sabda Rasulullah saw :
“Bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan mi-
num saja, tetapi puasa itu menahan diri dari per-
kataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau
menjahilimu maka katakanlah: Sesungguhnya aku
sedang berpuasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah)
c. Firman Allah SWT :
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mer-
eka”. (QS. At-Taubat 9:103)
d. Firman Allah SWT :
“(Muslim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-

32 | Buku Panduan Asrama


lumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan
birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh), ber-
buat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji…” (QS. Al-Baqarah 2:197)
Dari beberapa ayat dan hadizt di atas kita dapat melihat
adanya kaitan langsung antara shalat, puasa, zakat, dan haji
dengan akhlaq. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak
akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan
munkar. Sebab apalah arti shalatnya kalau dia tetap saja
mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-
benar berpuasa demi mencari ridha Allah SWT, di samping
menahan keinginannya untuk makan dan minum, tentu juga akan
menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan
yang tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela
itu dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali
hanya rasa lapar dan haus semata. Begitu juga dengan ibadah
zakat dan haji, dikaitkan oleh Allah SWT hikmahnya dengan
aspek akhlaq. Ringkasnya, akhlaq yang baik adalah buah dari
ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah
SWT tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji
7. Nabi Muhammad saw selalu berdoa agar Allah SWT
membaikkan akhlaq beliau. Salah satu doa beliau
adalah :
“(Ya Allah) tunjukilah aku (jalan menuju) akhlaq yang
baik, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat member
petunjuk (menuju jalan) yang lebih baik selain Engkau.
Hindarkanlah aku dari akhlaq yang buruk, karena
sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindarkan aku
33 | Buku Panduan Asrama
dari akhlaq yang buruk kecuali Engkau”. (HR. Muslim)
8. Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang
berhubungan dengan akhlaq, baik berupa perintah
untuk beraklaq yang baik serta pujian dan pahala yang
diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah
itu, maupun larangan berakhlaq yang buruk serta celaan
dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. Tidak
diragukan lagi bahwa banyaknya ayat-ayat Al-Quran
tentang akhlaq ini membuktikan betapa pentingnya
kedudukan akhlaq di dalam Islam.

E. Muammalah
Secara Etiomologi: Muamalah dari kata (‫ )العمل‬yang
merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan semua
perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah mengikuti
pola (‫اعلَة‬ ُ yang bermakna bergaul (‫)التـََّع ُامل‬. Secara Terminologi:
َ ‫)م َف‬
Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan
selain ibadah. Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit
dengan muamalah dalam arti luas ialah sama sama mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan
pengaturan harta.
Muamalah Dalam Arti Luas, yaitu aturan-aturan/ hukum
Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan
duniawi dalam pergaulan sosial. Muamalah Dalam Arti Khusus,
yaitu aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara
memperoleh dan mengembangkan harta benda
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-
hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan

34 | Buku Panduan Asrama


manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah
adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan
dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai
kebendaan, perkawinan, talak, sangsi-sangsi, peradilan dan
yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum
ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara
umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian
muamalah yaitu muamalah adalah semua transaksi atau
perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar
manfaat. Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami
bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun
tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara
manusia dengan alam sekitarnya
Muamalat merupakan bagian terbesar dalam aspek
kehidupan manusia. Oleh karenanya Islam menempatkan
bidang muamalat sedemikian penting, hingga Rasulullah SAW
mengatakan, ‘Agama adalah muamalah’. Berangkat dari hal itu
semua, Islam bersikap lebih longgar dalam masalah hukum pada
muamalah. Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa pada
dasarnya hukum dalam muamalah adalah mubah, hingga ada
dalil atau nash yang mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah
yang hukum asalnya adalah haram, kecuali ada perintah atau
tuntunan yang menganjurkan perbuatan ibadah tersebut.

35 | Buku Panduan Asrama


MATERI II
AKHLAK MANUSIA

A. Lima Ciri Akhlak Manusia


Di samping kedudukan dan keistimewaan akhlaq yang sudah
diuraikan dalam fasal sebelumnya maka akhlaq dalam Islam
paling kurang juga memiliki lima ciri-ciri khas yaitu (1) Rabbani
, (2) Manusiawi , (3) Universal , (4) Seimbang , (5) Realistik.
Berikut ini uraian ringakasan kelima cirri-ciri tersebut :
1. Akhlaq Rabbani
Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang
termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Di dalam Al-Qur’an
terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlaq,
baik yang teoritis maupun yang praktis. Demikian pula hadits-
hadits Nabi, amat banyak jumlahnya yang memberikan pedoman
akhlaq. Sifat rabbani dari akhlaq juga menyangkut tujuannya,
yaitu untuk memperoleh kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat
nanti.
Ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam
bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq
yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Akhlaq rabbani
lah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam
hidup manusia.
Al-Qur’an mengajarkan :
“Inilah jalan-Ku yang lurus; hendaklah kamu mengikutinya;
jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain, sehingga kamu bercerai
berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan kepadamu, agar
kamu bertaqwa.” (QS. Al-An’am 6: 153)

36 | Buku Panduan Asrama


2. Akhlaq Manusiawi
Ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntunan
fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan
terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Ajaran
akhlaq dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan
kebahagian dalam arti hakiki, bukan kebahagian semu. Akhlaq
Islam adalah akhlaq yang benar-benar memelihara eksistensi
manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlaq Universal
Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang
universal dan mencakup segala

B. Akhlak Manusia

1. Husnuzzan kepada Allah


Kata husnuzzan berarti berprasangka baik atau disebut juga
positive thinking. Lawan dari kata ini adalah su’uzzan yang
artinya berprasangka buruk atau disebut juga negative thinking.
Allah swt. menciptakan alam semesta seperti bumi, langit, laut,
dan segala isinya menjadi bukti dan wujud kekuasaan Allah serta
sebagai rahmat bagi makhluk hidup khususnya manusia. Rahmat
adalah karunia Allah yang dapat mendatangkan manfaat dan
nikmat. Manusia akan mendapat rahmat dan nikmat dari bumi,
laut, langit, dan segala isinya apabila manusia mau berusaha
untuk memanfaatkan serta menggali manfaat-manfaat tersebut.
Allah swt. tidak membeda-bedakan manusia, baik warna kulit
maupun suku atau bangsa sehingga siapa pun akan memperoleh
manfaat tersebut bila mau berusaha.
37 | Buku Panduan Asrama
Perhatikan firman Allah swt. Surah Al Jasiyah 45: 12-13.
ۡ َ ُ ۡ ُ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ َ َّ َ َّ ُ َّ
‫۞ٱلل ٱلِي سخر لكم ٱلحر لِ ج ِري ٱلفلك فِيهِ بِأم ِره ِۦ‬
َّ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ ۡ َ ۡ ُ َّ َ َ َ ۡ َ ْ ََُۡ َ
‫ولِ بتغوا مِن فضلِه َِۦ ولعلكم تشكرون وسخر لكم ما ِف‬
ۡ‫ٓأَليٰت ّل َِقوم‬َ َ َٰ َّ ُ ۡ ّ ٗ َ ۡ َ َ َّ
ٖ ٖ ‫ت َو َما ِف ٱلۡرض جِيعا مِن ۚه إِن ِف ذل ِك‬
ِ ِ ٰ ‫ٱلسمٰو‬
َ َّ َ
‫َي َتفك ُرون‬
Artinya:”Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya
kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan
supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-
mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berpikir.” (QS Al-Jasiyah: 12-13).
Ketidakberuntungan sebagian manusia dalam memperoleh
rahmat atau karunia Allah but karena Allah bend terhadapnya,
melainkan kualitas atau kemampuan untuk memperoleh kar
Allah belum dilakukan secara maksimal sehingga sikap sabar,
berdoa serta tawakal wajib dilakuka Berdosa hukumnya jika kita
berprasangka buruk terhadap Allah swt. harus berpikir positif dan
menganggap bahwa semua kejadian ada manfaatnya dan tidak
ada yang sia-sia (keterangan lebih lanjut lihat QS Ali Imran: 190-
191, QS Yusuf: 111, QS Taha: 54, dan QS Ar Ra’d: 3-4) Hikmah
dari sifat husnuzzan antara Iain adalah sebagai berikut.
1.Hidup menjadi tenang, tenteram, dan damai.
2.Hati menjadi bersih dan terhindar dari penyakit hati.
3.Menumbuhkan sikap tulus.
4.Tidak menimbulkan perselisihan atau perpecahan.
5.Mengingatkan manusia agar selalu berintrospeksi.
38 | Buku Panduan Asrama
6.Dapat memacu semangat untuk lebih kreatif.
7.Menumbuhkan rasa optimis dan tidak berputus asa.
8.Menambah keyakinan bahwa apa yang difirmankan
Allah itu benar.
9. Senantiasa bersyukur atas segala rezeki sekecil apa
pun.

2. Gigih dan Optimis


Sikap gigih atau kerja keras serta optimis termasuk di antara
akhlak mulia yakni percaya akan hasil positif dalam segala
usaha. Rasa yakin ini akan menimbulkan sugesti, percaya diri,
dan makin besarnya harapan. Besar harapan tersebut membawa
manusia pada sikap lapang dada dan lebih giat lagi berusaha.
Oleh karena itu, manusia harus optimis dan tidak boleh pesimis.
Perhatikan firman Allah swt Surah Ar Ra’du 13: 11 berikut.
‫ني يَ َد ِيه َوِمن َخ ِلف ِه َي َفظُونَهُ ِمن أَم ِر ٱللَّ ِه إِ َّن ٱللَّهَ َل‬ ِ َ‫لَهُ ُم َعقِّبَٰت ِّمن ب‬
‫يـُغَيـُِّر َما بَِق ٍوم َح َّ ٰت يـُغَيـُِّرواْ َما بِأَن ُف ِس ِهم َوإِ َذا أ ََر َاد ٱللَّهُ بَِقوم ُسوءا فَ َل َمَرَّد‬
‫لَهُ َوَما َلُم ِّمن ُدونِِه ِمن َو ٍال‬
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
3. Berinisiatif
Berinisiatif merupakan perilaku yang terpuji karena sifat
tersebut berarti mampu berprakarsa melakukan kegiatan yang

39 | Buku Panduan Asrama


positif serta menghindarkan sikap terburu-buru bertindak dalam
situasi sulit, bertindak dengan kesadaran sendiri tanpa menunggu
perintah, dan selalu menggunakan nalar ketika bertindak di
dalam berbagai situasi guna kepentingan masyarakat. Upaya
untuk menumbuhkan jiwa inisiatif agar mampu bersikap mandiri
dapat ditempuh melalui beberapa cara sebagai berikut.
1. Beramal atau bekerja sesuai keadaan, tabiat, bakat
masing-masing atau syaqilah (lihat Surah A1 Isra Ayat
84).
2. Tidak ikut-ikutan tanpa dasar, tanpa ilmu pengetahuan,
atau taqlid (lihat Surah A1 Isra Ayat 36)
3. Bekerja keras secara sungguh-sungguh (berjihad)
sehingga Allah memberi petunjuk atau jalan kemudahan
untuk mencapai cita-cita dan rida Allah, (lihat Surah An
Nisa Ayat 100).
4. Senantiasa menggunakan akal (lihat Surah Yunus Ayat
100), dan memperbaiki nafs (jiwa/diri) agar selalu
memiliki sifat kebiasaan (watak) dan perilaku ke arah
yang lebih baik sehingga Allah swt. berkenan mengubah
nasib (lihat Surah Ar Radu Ayat 11 dan Surah A1 Anfal
Ayat 53).
5. Berusaha menjadi pionir dan kreatif mencari ide atau
cara-cara baru dengan melakukan terobosan-terobosan
yang efektif dan efisien.
4. Rela Berkorban
Allah swt telah menciptakan manusia bersuku-
suku dan berbangsa-bangsa yang hidup terseba:
di muka bumi agar mereka saling mengenal.

40 | Buku Panduan Asrama


Firman Allah swt. Surah Al Hujurat 49: 13.

ْ‫َّاس إِنَّا َخلَ ٰقنَ ُكم ِّمن ذَ َكر َوأُنثَ ٰى َو َج َع ٰلنَ ُكم ُشعُوبا َوقـَبَائِ َل لِتـََع َارفُوا‬
ُ ‫ٰيَأَيـَُّها ٱلن‬
‫يم َخبِري‬ ِ ِ ِ َ ‫إِ َّن أَكرم ُكم ِع‬
ٌ ‫ند ٱللَّه أَت َقٰى ُكم إ َّن ٱللَّهَ َعل‬ ََ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Setiap manusia tentu memiliki perbedaan, baik secara fisik
maupun mental (kebudayaan). Perbedaan-perbedaan tersebut
bukan untuk dipertentangkan, tetapi harus dipahami sebagai
sunatullah.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Dalam


Berakhlak

1. Genetik / turunan
Akhlak: jati diri/karakter yang menyertai manusia di
manapun ia berada, oleh karenanya keteladanan orang tua (rumah
tangga) sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan akhlak
anak-anaknya. Di sadari atau tidak bahwa apa yang dilakukan
oleh orang tua (ayah, ibu, dan lainnya) telah menuntun kepada
sikap dan perilaku anak-anaknya. Dan ketahuilah bahwa proses
pendidikan lebih banyak dinikmati oleh anak melalui mata,
yakni mencapai 83%, dan hanya 11% melalui telinga atau
nasehat, sedangkan 6% lainnya melalui keterampilan. Dengan
demikian orang sering mengatakan buah tidak akan jauh jatuh
dari pohonnya.
41 | Buku Panduan Asrama
2. Sisi psikologis : Al-nafsiyah / kejiwaan
Secara psikologis bahwa yang turut mempengaruhi
pembentkan akhlak adalah berasal dari dalam diri anak itu
sendiri. Hal ini terbentuk oleh faktor pengalaman dan kesadaran
anak dalam kehidupan rumah tangga. Semakin baik kebiasaan
rmah tangganya dalam pergaulan keseharian, maka semakin baik
pula akhlak anak-anaknya, sebaliknya semakin rusak akhlak
dalam rumah tangganya, maka semakin banyak kecenderungan
memiliki akhlak yang buruk pula.
3. Faktor social / lingkungan : Syariah Ijmaiyah
Faktor lingkungan tidak kalah pentingnya dalam
pembentukan akhlak, semakin baik lingkungan hidup anak,
maka semakin baik pula kemungkinan akhlaknya. Pepatah klasik
mengatakan “bahwa dekat pandai besi maka akan kepercikan
apinya, dan dekat orang menjual minyak wangi maka akan
keciupan baunya.
4. Nilai Islami yang tertanam dalam dirinya
Gaya hidup seorang manusia / muslim yang dilandaskan
dengan al-qur’an dan as-sunnah, akan terbentuk akhlak yang
islami. Karena hal yang demikian itu akan menunjukkan apa
yang baik di mata Allah dan rasulnya, Baik dimata Allah adalah;
Takwa dan sabar kepada Allah - mengabdi, selalu tunduk dan
patuh kepada perintah-Nya, Berserah diri dan tawakkal kepada
Allah, pandai bersyukur, Ikhlas dalam semua peristiwa yang
terjadi dalam dirinya, serta khouf / takut dan Radja atau penuh
harap.
Sedangkan Akhlak baik untuk Rasullullah : Ikhlas dalam

42 | Buku Panduan Asrama


melakukan sesatu yang disunnahkan, beriman kepada Rasul,
selalu mengucapkan shalawat dan salam serta taat dan cinta kepada
Rasul, mempercayai kepada semua berita yang disampaikan
Rasul serta menghidupkan sunnahnya.
Faktor yang mempengaruhi seseorang berakhlak mulia:
1. Perintah Allah dan Rasulnya
2. Mengikuti sunahnya, karena tujuan diutusnya Rasulullah
saw. (QS. Al-Ahzab:21)
3. Sebagai bukti eksistensi keimanan
4. Sebagai kunci dakwah
5. Takut atas ancaman Allah (QS. as-Shaaf:2-3)
6. Sebagai kunci komunikasi untuk mendapatkan kepercayaan
7. Faktor-Faktor Yang Membuat Orang Enggan Berakhlak
Mulia
8. Tidak ada keinginan mempertebal iman
9. Sudah menjadi kebiasaannya di waktu kecil
10. Tertutupnya hati

43 | Buku Panduan Asrama


MATERI III
AKHLAK BERBUSANA

‫َّقو ٰى‬ ِ ِ ِ ٰ ‫يٰب ِن ءادم قَد أَنزلنا علَي ُكم لِباسا يـ ٰوِري س‬
َ ‫اس ٱلت‬
ُ َ‫وءَت ُكم َوريشا َولب‬ َ َُ َ َ ََ َ َ َ ََ
‫ٰت ٱللَّ ِه لَ َعلَّ ُهم يَ َّذ َّكُرو َن‬
ِ ‫ك ِمن ءاي‬ِٰ ِ
َ َ َ ‫ك َخري َذل‬ َ ‫َٰذل‬
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.(Q.S Al-A’raf 7:26)
Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan sejak telah
diberi anugerah oleh Allah SWT, yaitu rasa perlu mengenakan
pakaian. Dan telah diberikan pula, kepadanya kepandaian untuk
membuat pakaian.sebagai makhluk yang terhormat, manusia
dianugerahi jasa rasa kehormatan dan mengerti bagian tubuh
mana yang tidak patut diperhatikan. Dan karena itu, perlu ditutup
dengan apa yang kemudian disebut pakaian. Rasa malu (haya’)
dan rasa perlu menutup bagian tubuh yang tidak patut terlihat itu
sebenarnya akan tetap terpelihara, kalau saja tidak ada gangguan
dari luar dirinya, yang itu datangnya dari godaan setan.
َ َ َّ َ َ
‫ف َو ۡس َو َس ل ُه َما ٱلش ۡي َطٰ ُن ِلُ ۡب ِد َي ل ُه َما َما ُوۥرِ َي ع ۡن ُه َما مِن‬
ُ َ ۡ َّ َ َ َّ َ َ
‫ج َرةَ بَ َدت ل ُه َما َس ۡوَٰءت ُ َه َما‬ َ ‫ٱلش‬ ‫فلما ذاقا‬......... ‫َس ۡوَٰءت ِ ِه َما‬
َ ٓ َ َ َ ۡ ‫ان َعلَ ۡيه َما مِن َو َر ِق‬
‫ٱل َّنةِۖ َونادى ٰ ُه َما َر ُّب ُه َما أل ۡم‬
َ َۡ َ ََ
ِ ‫وطفِقا ي ِص‬
‫ف‬
َُ َ َ ٰ َ ۡ َّ َّ ٓ َ ُ َّ ُ َ َ َ َ َّ ِ َ ُ ۡ َ َ ُ َ ۡ َ
‫أنهكما عن ت ِلكما ٱلشجرة ِ وأقل لكما إِن ٱلشيطن لكما‬
ٞ ‫و ُّمب‬ٞ ّ ‫َع ُد‬
‫ني‬ ِ
44 | Buku Panduan Asrama
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya
untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari
mereka yaitu auratnya …….. keduanya telah merasai buah kayu
itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian
Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang
kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
berdua?” (Q.S. Al A’raf 7: 20-22)
Manfaat dari Pakaian:
1. Untuk menutup bagian tubuh yang tidak patut terlihat.
2. Hiasan dan keindahan yang tidak meninggalkan
kesusilaan agama
3. Menjaga kesehatan.

Tuntunan berpakaian adalah tuntunan kesopanan dan


menurut kebutuhan di dalam pergauan. Karena itu, patut atau
tidak patutnya pakaian adalah sangat tergantung keadaan yang
memakainya. Bagi wanita-wanita yang terhormat berbeda
keadaanya dengan wanita-wanita yang kebanyakan. Bagi wanita
yang sudah tua, berbeda keadaannya dengan gadis remaja. Bagi
wanita yang sedang bekerja di lading berbeda keadaannya dengan
wanita yang sedang dalam pertemuan. Allah berfirman:
‫ني َعلَي ِه َّن ِمن‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ‫ك وبـنَات‬ ِ ٰ ‫ٰيأَيـُّها ٱلنَِّب قُل ِّل‬
َ ‫ني يُدن‬
َ ‫ك َون َساء ٱملُؤمن‬ َ َ َ ‫َزوج‬ َ ُّ َ َ
ِ ِ
‫ين َوَكا َن ٱللَّهُ َغ ُفورا َّرحيما‬
َ ‫فن فَ َل يُؤ َذ‬
َ ‫عر‬
َ ُ‫َدن أَن ي‬ َ ‫َج ٰلَبِيبه َّن َذل‬
َٰ ‫ك أ‬ ٰ ِ ِ
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena

45 | Buku Panduan Asrama


itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.( Q.S Al Ahzab 33:59)
Dengan menggunakan ayat ini, jelaslah bahwa para istri
Nabi, puteri-puteri dan wanita-wanita Mukminin diperintahkan
memanjangkan selendang tutup kepalanya ke bawah, agar
segera dapat dikenal sebagai wanita baik-baik dan tidak akan
diganggung orang.
Adab Berpakaian:
1. Wajib menutup Aurat.
Dan yang dimaksud dengan aurat ialah anggota tubuh
yang wajib ditutupi, yang mana pemiliknya akan merasa
malu bila tersingkap atau terbuka. Dalilnya adalah
firman Allah:
‫اس‬ ِ ِ ِ ٰ ‫يٰب ِن ءادم قَد أَنزلنا علَي ُكم لِباسا يـ ٰوِري س‬
ُ َ‫وءَت ُكم َوريشا َولب‬ َ َُ َ َ ََ َ َ َ ََ
‫ٰت ٱللَّ ِه لَ َعلَّ ُهم يَ َّذ َّكُرو َن‬
ِ ‫ك ِمن ءاي‬ِٰ ِ
َ ‫َّقو ٰى َٰذل‬
َ َ َ ‫ك َخري َذل‬ َ ‫ٱلت‬
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat.(Q.S Al A’raf 7:26)
Dengan ayat ini, maka menutup aurat dengan pakaian adalah
perkara wajib. Bagian tubuh yang tidak patut terlihat bagi laki-
laki adalah bagian tubuh antara lutut dan pusat. “Apa yang di
atas kedua lutut dan dibawah bagian pusat adalah aurat,” (HR
Daruqutni). Bagian tubuh perempuan yang tidak patut terlihat
bagi perempuan adalah bagian seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan sebagian tangannya.”Anak perempuan jika sudah datang
46 | Buku Panduan Asrama
bulan, tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali mukanya dan kedua
tangannya sampai pergelangan tangan (HR Abu Dawud)
2. Hendaknya tebal dan tidak transparan sehingga
menampakan aurat atau warna kulit dan lekuk tubuh,
dan ini berlaku baik pakaian laki maupun wanita.
Ibnu Tamim menjelaskan, "Dibenci pakaian yang transparan
apabila sampai menggambarkan anggota badan". Imam al-
Marwadzi menceritakan, "Aku pernah disuruh oleh beberapa
orang tatkala aku sedang berada dirumahnya Abu Abdillah yakni
Imam Ahmad, untuk membeli sebuah pakaian untuk mereka.
Maka Imam Ahmad berpesan, "Jangan beli pakaian yang tipis
karena aku membenci pakaian yang transaparan baik untuk
mayit maupun orang yang masih hidup. Sesungguhnya paha
adalah aurat"

Perempuan mengenakan Jilbab


Dalam Islam pakaian untuk perempuan bernama jilbab.
Jilbab, berasal dari kata jalaba yang berarti memakai baju kurung.
Para ulama berbeda pendapat mengenai arti jilbab. Sebagian
ulama mengartikannya baju kurung; sedang ulama lainnya
mengartikannya baju wanita yang longgar yang dapat menutupi
kepala dan dada. Al-Asy’ary berpendapat bahwa jilbab ialah baju
yang dapat menutupi seluruh badan. Ulama lainnya berpendapat,
bahwa jilbab ialah kerudung wanita yang dapat menutupi kepala,
dada, punggung (Ibnu Manzur, Lisân al-‘Arab, entri. jalaba).
Menurut Ibnu Abbas, jilbab ialah jubah yang dapat menutup badan
dari atas hingga ke bawah (al-Qasimiy, XIII: 4908). Menurut al-
Qurtubiy, jilbab ialah baju yang dapat menutup seluruh badan
(al-Qurtubiy, VI: 5325).
47 | Buku Panduan Asrama
Dari penjelasan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
jilbab mempunyai dua pengertian:
1. Jilbab ialah kerudung yang dapat menutup kepala, dada
dan punggung yang biasa dipakai oleh kaum wanita
2. Jilbab ialah semacam baju kurung yang dapat menutup
seluruh tubuh, yang biasa dipakai kaum wanita.
Jika kedua pengertian tersebut digabungkan, maka yang
dimaksud dengan jilbab ialah pakaian wanita yang terdiri dari
kerudung dan baju kurung yang dapat menutup seluruh auratnya.
Atau dengan pengertian lain, jilbab adalah pakaian perempuan
Muslimah yang menutupi aurat; yaitu seluruh tubuh kecuali
wajah dan telapak tangan, yang terdiri dari kerudung dan sejenis
baju kurung. Oleh karena itu perlu diluruskan pandangan kita
selama ini di Indonesia, yang cenderung mempersempit makna
jilbab menjadi hanya sekedar penutup kepala saja.

Cadar dalam pandangan Muhammadiyah.


Tentang masalah cadar, telah dicantumkan pembahasannya
dalam Buku Tanya Jawab Agama Islam yang dikeluarkan oleh
Majelis Tarjih dan Tajdid, jilid 4 halaman 238, Bab Sekitar
Masalah Wanita.
Ringkasnya, cadar tidak ada dasar hukumnya baik dalam al-
Qur’an maupun Sunnah. Yang diperintahkan oleh syariat Islam
bagi wanita adalah memakai jilbab. Allah swt berfirman dalam
surat an-Nur (24) ayat 31:
‫ين ِزينَتـَُه َّن‬ ِ ِ ٰ ‫ت يغضضن ِمن أ‬ ِ ِ ِّ‫وقُل ل‬
َ ‫وج ُه َّن َوَل يُبد‬ َ ‫َبص ِره َّن َوَي َف‬
َ ‫ظن فـُُر‬ َ َ ُ َ َ‫لمؤمٰن‬ ُ َ
‫ين ِزينَتـَُه َّن إَِّل‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫إَّل َما ظَ َهَر م َنها َوليَض ِر‬
َ ‫بن بُ ُم ِره َّن َعلَ ٰى ُجيُوب َّن َوَل يُبد‬
‫لِبـُعُولَتِ ِه َّن‬
48 | Buku Panduan Asrama
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya
Ayat ini menurut penafsiran Jumhur ulama, bahwa yang
boleh nampak dari perempuan adalah kedua tangan dan wajahnya 
sebagaimana pendapat Ibnu Abbas ra. dan Ibnu Umar ra. (Tafsir
Ibnu Katsir vol. 6:51) Potongan ayat di atas juga dijelaskan oleh
hadis riwayat dari Aisyah ra: Artinya: “Telah menceritakan pada
kami Yakub bin Ka’ab al-Anthaki dan Muammal bin al-Fadhl bin
al-Harani keduanya berkata: Telah mengkabarkan pada kami
Walid dari Said bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Duraik
dari Aisyah bahwa Asma’ binti Abi Bakar menemui Rasulullah
saw dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah saw
berpaling darinya dan berkata: “Wahai Asma’, sesungguhnya
seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas
terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajah
dan kedua telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud]
Hadits ini dikategorikan mursal oleh Imam Abu Dawud
sendiri setelah akhir menuliskan riwayatnya dikarenakan
terdapat rawi yang bernama Khalid bin Duraik, yang dinilai oleh
para ulama kritikus hadits tidak pernah bertemu dengan Aisyah
ra dan Said bin Basyir yang dinilai dhaif (lemah) oleh para ulama
kritikus Hadits. Namun ia mempunyai  penguat yang ternilai
mursal shahih dari jalur-jalur lainnya yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud sendiri dalam al-Marasil (no. 460, cet. Dar al-Jinan,
Beirut) dari Qatadah di mana dalam jalur sanadnya tidak terdapat
Khalid bin Duraik dan Said bin Basyir.

49 | Buku Panduan Asrama


Riwayat tersebut adalah: Artinya: “Telah menceritakan
pada kami Ibnu Basyar, telah menceritakan pada kami Abu
Dawud, telah menceritakan pada kami Hisyam dari Qatadah
bahwasannya Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya seorang
perempuan jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat
dari dirinya kecuali wajahnya dan kedua (telapak) tangannya
sampai tulang pergelangan tangan (sendi).” [HR. Abu Dawud]
Juga jalur lain seperti dari ath-Thabrani dalam Mu’jam al-
Kabir (24/143/378) dan al-Ausath (2/230), al-Baihaqi (2/226),
dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (4/283). Selain
itu banyak riwayat-riwayat lain yang memperlihatkan bahwa
banyak dari para shahabiyat (sahabat perempuan) yang tidak
memakai cadar atau menutupi wajah dan tangan mereka. Seperti
kisah Bilal melihat perempuan yang bertanya kepada Nabi saw di
mana diceritakan bahwa pipi perempuan tersebut merah kehitam-
hitaman (saf’a al-khaddain).
Terkait dengan pakaian perempuan ketika shalat, sebuah
riwayat dari Aisyah ra menjelaskan bahwa ketika shalat para
perempuan pada zaman Nabi saw memakai kain yang menyelimuti
sekujur tubuhnya (mutallifi’at fi-murutihinna). Artinya: “Telah
menceritakan pada kami Abu al-Yaman, telah memberitahukan
pada kami Syu’aib dari az-Zuhri, telah mengkabarkan padaku
Urwah bahwasannya Aisyah berkata: “Pada suatu ketika
Rasulullah saw shalat subuh, beberapa perempuan mukmin
(turut shalat berjamaah dengan Nabi saw). Mereka shalat
berselimut kain. Setelah selesai shalat, mereka kembali ke rumah
masing-masing dan tidak seorangpun yang mengenal mereka.”
Dalam riwayat lain: “Kami tidak bisa mengenal mereka (para
perempuan) karena gelap.” [Muttafaq ‘alaihi]
50 | Buku Panduan Asrama
Imam asy-Syaukani memahami hadits ini bahwa para
sahabat perempuan di antaranya Aisyah ra tidak dapat mengenali
satu sama lain sepulang dari shalat subuh karena memang
keadaan masih gelap dan bukan karena memakai cadar, karena
memang saat itu wajah para perempuan biasa terbuka. Mengenai
pertanyaan, apakah jika tidak memakai cadar termasuk ingkar
sunnah, hemat kami tidak. Karena yang dimaksud dengan ingkar
sunnah adalah mereka orang-orang yang tidak mempercayai
sunnah Nabi dan hanya mengamalkan apa yang termaktub dalam
al-Qur’an saja.

51 | Buku Panduan Asrama


MATERI IV
THOHAROH DAN SHOLAT

THOHAROH
A. Kemudahan Syariat Islam
Syariat Islam dibangun atas ajaran yang ringan dan mudah.
Allah SWT memberikan keringan bagi hamba yang memiliki
udzur/kesulitan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan
udzur yang ada agar mereka dapat melaksanakan ibadah tanpa
mengalami kesulitan. Allah SWT berfirman:
‫َو َٰج ِه ُدواْ ِف ٱللَّ ِه َح َّق ِج َه ِاد ِه ُه َو ٱجتَبَٰى ُكم َوَما َج َع َل َعلَي ُكم ِف ٱلدِّي ِن‬
‫بل َوِف َٰه َذا لِيَ ُكو َن‬ ِ ‫ِمن حرج ِّملَّةَ أَبِي ُكم إِ ٰبرِهيم هو َسَّٰى ُكم ٱملسلِ ِم‬
ُ َ‫ني من ق‬ َ ُ ُ َُ َ َ ََ
ْ‫ٱلصلَ ٰوَة َوءَاتُوا‬
َّ ْ‫يموا‬ ِ ِ ‫يدا َعلَي ُكم َوتَ ُكونُواْ ُش َه َداءَ َعلَى ٱلن‬ ِ
ُ ‫َّاس فَأَق‬ ً ‫ول َشه‬ ُ ‫ٱلر ُس‬َّ
ِ ِ ٰ َ ‫صمواْ بِٱللَّ ِه هو مولَٰى ُكم فَنِعم ٱمل‬ ِ َ‫ٱلزَك ٰوَة وٱعت‬
َّ
َ ‫ول َون‬
ُ‫عم ٱلنَّصري‬ َ َ َ َ ُ ُ َ
78. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-
baik Penolong.(Q.S Al Hajj 22:78)

52 | Buku Panduan Asrama


Juga firman Allah SWT

ِ ِ ِ ِ ‫ي ِريد ٱللَّه بِ ُكم ٱليسر وَل ي ِريد بِ ُكم ٱلع‬


َ‫سر َولتُكملُواْ ٱلع َّدةَ َولتُ َكبـُِّرواْ ٱللَّه‬
َ ُ ُ ُ ُ ََ ُ ُ ُ ُ ُ
‫َعلَ ٰى َما َه َدىٰ ُكم َولَ َعلَّ ُكم تَش ُكُرو َن‬
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu (Al-Baqarah 185)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:

ِ ‫َطيعواْ وأ‬
َ ُ‫َنف ُقواْ َخريا ِّلَن ُف ِس ُكم َوَمن ي‬ ِ
‫وق‬ َ ُ ‫فَٱتـَُّقواْ ٱللَّهَ َما ٱستَطَعتُم َوٱمسَعُواْ َوأ‬
‫ك ُه ُم ٱملفلِ ُحو َن‬
َ ِ‫فس ِه فَأ ُْوٰلَئ‬
ِ َ‫ُش َّح ن‬
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
ُ
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah
nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.(Q.S. Taghabun 64:16)
Rasulullah Muhammad SAW bersabda
ِ ِ
ْ ‫ا َذا أ ََم ْرتُ ُك ْم بِأ َْم ٍر فَأْتـُْوا مْنهُ َما‬
‫استَطَ ْعتُ ْم‬
Jika Aku memerintahkan kalian maka lakukanlah semampu
kalian (HR Bukhari)
Dan juga sabda Beliau
ّ ‫ا َِّن‬
ٌ ْ ُ ‫ادل ِْي َن ي‬
‫س‬
Sesungguhnya agama itu mudah (HR Bukhari)

53 | Buku Panduan Asrama


B. Tata Cara Bersuci
Kesucian menjadi keniscayaan karena Allah mencintai
kesucian dan mencintai orang yang selalu mensucikan dirinya.
Rasulullah bersabda: “Wahai orang Anshar, sesungguhnya Allah
telah memuji kalian karena kesucian kalian. Apakah kesucian
kalian itu? Mereka menjawab “Berwudhu sebelum sholat, mandi
setelah junub dan beristinja’ dengan air,” Rasululah bersabda:
“Itulah kesucian kalian. Jaga dan laksanakanlah selalu oleh
kalian” (H.R. Hakim)11
Dalam Islam telah dijelaskan secara rinci tentang tata cara
bersuci, baik dalam keadaan yang normal ataupun dalam keadaan
yang tidak normal. Secara bahasa, thaharah berarti bersih dan
bebas.12 Dalam istilah ilmu fiqih, thaharah ialah bersih dari
najis baik yang nampak seperti kotoran manusia, hewan dan lain
sebagainya, maupun tidak nampak (hukmiyah) seperti hadats.13
Najis wajib disucikan dengan air, tisu dan semua benda yang
memiliki daya serap serta bukan benda yang bernilai seperti
makanan kering, emas, perak dan lain sebagainya. Sedangkan
hadats hanya bisa disucikan dengan wudlu, mandi (al-ghusl) dan
tayamum.14
a. Bersuci dari Najis atau Kotoran
Islam mengajarkan kebersihan dan kesucian dalam segala
hal, terlebih yang terkait dengan ibadah. Setiap ibadah harus
11 Jamal Elzaky,Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah,(Jakarta:-
Zaman,2013)h.68
12 Wahhah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul ISlami Wa Adillatuhu (Damaskus: Darul
Fikr, 2006), h. 238.
13 Ibid.
14 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Surabaya: Al-Hidayah, tt.), h. 5.
54 | Buku Panduan Asrama
dilakukan dengan badan, pakaian dan tempat yang suci dari

najis dan kotoran. Allah SWT. Berfirman:

ُّ ‫ني َوُِي‬
َ ‫ب ٱملُتَطَ ِّه ِر‬
‫ين‬ ُّ ‫إِ َّن ٱللَّهَ ُِي‬
َ ِ‫ب ٱلتـََّّٰوب‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS. Al-
Baqarah 2: 222)

Dalam hukum Islam, pada dasarnya semua barang atau benda


adalah suci selama tidak ada sebab dan dalil yang menunjukkan
benda itu najis. Benda-benda yang dianggap najis dan harus
dibersihkan adalah:
1. Darah Haid
2. Kencing Anak Laki-Laki
3. Air liur anjing15
4. Bangkai binatang darat yang berdarah. Sedangkan
bangkai binatang laut seperti ikan, semua bangkai
binatang darat yang tidak berdarah seperti belalang dan
mayat manusia adalah suci. Semua macam darah selain
hati dan limpa.
5. Segala macam nanah baik yang kental maupun cair, baik
yang masih basah atau sudah mengering.
6. Segala benda cair yang keluar dari dubur (anus) dan
qubul (kemaluan) selain mani.
7. Arak atau minuman yang memabukkan.
8. Bagian tubuh binatang yang diambil dari badannya
ketika masih hidup.
15 Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,Himpunan Putusan Tarjih,(Yogyakar-
ta:Suara Muhammadiyah,2011),h.51
55 | Buku Panduan Asrama
9. Beberapa benda yang najis dan haram dimakan
berdasarkan nash al-Qur’an adalah:
ۡ ُ ۡ َ َ ُ َّ َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ ۡ َ ّ ُ
‫ير‬
ِ ‫ِزن‬
ِ ‫ح ِرمت عليكم ٱلميتة وٱدلم ولم ٱل‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,16daging babi”
(QS. Al-Maidah: 3)
Darah yang masih menempel di dalam daging binatang
termasuk pula ikan pada dasarnya najis, karena termasuk bagian
dari darah yang mengalir.Sesuai dengan firman Allah QS. Al-
An’am: 145. Namun, karena hal tersebut sulit dihilangkan, maka
termasuk yang dimaafkan (ma’fu ‘anhu).
Dikecualikan dari hal tersebut hati dan limpa, keduanya suci
dan halal meskipun termasuk darah. Sesuai dengan sabda Nabi
saw.
“Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam
darah; ikan dan belalang, hati dan limpa.”(HR. Ibnu Majah)
Termasuk pula najis yang dimaafkan adalah percikan najis
yang sangat kecil seperti air kencing yang tidak terlihat dan tidak
diketahui, darah jerawat, bisul, darah nyamuk, serta air luka yang
sulit dihindari.
1. Tata Cara Bersuci dari Najis
Secara garis besar, najis dibagi menjadi tiga bagian.
Pertama, najis mughalladlah (berat) yaitu air liur anjing, maupun
kotoran anjing dan babi. Cara menyucikannya dengan membasuh
sebanyak tujuh kali dan salah satu dari ketujuh basuhan dicampur
dengan tanah dan debu. Nabi saw. bersabda:
16 Darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al-
An’am ayat 145.
56 | Buku Panduan Asrama
َّ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َْ ُ َْْ َََ َ ْ ُ َ َ َ ُ ُ ُ
‫ات‬
ٍ ‫سله سبع مر‬ ِ ‫ُطهور إناءِ أح ِدكم إذا ولغ فِيهِ الكب أن يغ‬
َ ُّ َّ ُ َ
‫اب‬ِ ‫أولهن بِالت‬
“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian
apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya
dicampur dengan tanah.”(HR. Muslim)

Kedua, najis mukhaffafah (ringan) yaitu kencing anak laki-


laki yang belum makan makanan selain susu dan belum berusia
dua tahun. Cara menyucikannya cukup dengan memercikkan
air di atasnya meskipun percikan air itu tidak sampai mengalir.
Adapun kencing bayi perempuan meskipun belum makan selain
susu berstatus sama dengan najisnya kencing orang dewasa. Nabi
Saw. bersabda:
“Dari Ummu Qais, sungguh ia telah datang kepada Rasulullah
Saw beserta anak laki-lakinya yang masih kecil yang belum
makan (selain susu). Sesampai di depan Rasulullah Saw, ia
mendudukkan anak itu di pangkuan beliau, lalu ia kencing di
pangkuannya, lalu beliau meminta air dan kemudian beliau
percikkan air itu pada kencing si bayi tersebut, tetapi tidak
membasuh kencing itu.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Tentang kencing bayi perempuan yang belum makan kecuali air
susu ibu, Nabi Saw. bersabda:

“Kencing bayi perempuan dibasuh dan kencing bayi laki-laki


cukup diperciki (dengan air).”(HR. At-Tirmidzi)
Ketiga, najis mutawassithah (sedang), yaitu najis selain dari
kategori kedua najis di atas. Najis jenis inilah yang paling

57 | Buku Panduan Asrama


sering dialami oleh manusia kebanyakan, termasuk para pasien
di rumah sakit. Cara menyucikannya adalah, kalau wujud, bau,
rasa dan warna najis itu sudah tidak ada atau sudah kering,
maka cukup dengan membasuh benda yang kena najis dengan
air. Jika bentuk, wujud, bau, rasa dan warna najis masih ada,
maka semuanya itu dibersihkan terlebih dahulu. Warna atau
bau yang sulit dihilangkan, maka cukup dengan menghilangkan
wujud dan rupanya saja.17

2. Alat-alat Bersuci
Usaha menyucikan semua jenis najis yang keluar dari
kemaluan bisa menggunakan air (istinja’) atau bersuci dengan
menggunakan benda padat yang bisa menyerap air atau kotoran
(istijmar). Setiap kotoran yang keluar dari kemaluan dan anus
(dubur) wajib dibersihkan dengan air atau batu18 atau benda keras
lainnya yang bisa menyerap kotoran, misalnya kertas koran,
tisu, kain dan sebagainya yang kering. Dengan demikian, tidak
diperbolehkan menggunakan benda atau tisu basah sekalipun
harum baunya. Tisu basah bisa digunakan sebagai proses akhir
bersuci baik istinja’ maupun istijmar. Jika bersuci dengan
menggunakan air, maka menggunakan sabun tentu lebih baik
agar diperoleh kebersihan yang maksimal lagi harum.
Masih ada pemahaman salah di tengah masyarakat tentang
penggunaan tisu untuk bersuci. Berbeda dengan tayamum
yang berfungsi sebagai pengganti wudlu, penggunaan tisu
bukanlah sebagai pengganti air, melainkan sebagai alternatif.
Artinya sekalipun ada air, akan tetapi jika seseorang lebih suka

17 Tim Pendampingan Manajemen Islami,F ikih Medis (Surabaya:Imti-


yaz,2012)h.5
18 Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid, h. 5.
58 | Buku Panduan Asrama
menggunakan tisu, maka bersuci itu dianggap sah. Jika digabung,
maka menggunakan tisu terlebih dahulu untuk membersihkan
kotoran yang menempel pada anggota badan baru kemudian
dengan air. Istijmar dengan tisu dan sejenisnya sebaiknya
dilakukan sebanyak tiga kali atau lebih berdasarkan hadits
berikut:
“Sungguh Rasulullah Saw telah melarang kami menghadap
kiblat ketika buang air besar dan kecil, bersuci dengan tangan
kanan, bersuci dengan kurang dari tiga batu dan bersuci dengan
kotoran ternak atau tulang.”(HR. Muslim)
Istijmar bisa juga dengan satu kali atau satu tisu tebal dengan
menggunakan pojok-pojok tisu untuk membersihkan najis. Atau
lebih dari tiga kali usapan dalam jumlah ganjil, misalnya lima,
tujuh dan sebagainya, seperti dianjurkan Nabi saw. bersabda:
“Apabila seseorang dari kalian ber-istijmar dengan batu, maka
hendaklah ia melakukannya dengan ganjil.”(Muttafaq ‘Alaih)
Penggunaan tisu untuk bersuci dilakukan sebelum kotoran
kering. Jika terlanjur kering dan keadaan memungkinkan, maka
harus disucikan dengan air terlebih dahulu, lalu dengan tisu
kering.
Sekalipun penggunaan tisu diperbolehkan, namun
penggunaan air lebih utama apalagi disertai dengan sabun
sehingga najis bisa bersih total dan bau tidak sedap juga dapat
hilang. Nabi SAW. tidak hanya menganjurkan kesucian, namun
juga keharuman. Islam melarang keras seseorang bertindak boros
dalam hal apapun. Oleh sebab itu, dilarang menggunakan air
atau tisu secara berlebihan sekalipun milik pribadi. Apalagi jika
fasilitas umum.

59 | Buku Panduan Asrama


C. Bersuci dari Hadats
Bersuci dari najis adalah bersuci untuk menghilangkan
kotoran yang bersifat fisik. Maka bersuci dari hadats adalah
bersuci dari kotoran yang bersifat non fisik atau bersuci yang
bersifat hukmiyah.
Bersuci dari hadats kecil, mandi menghilangkan hadats
besar, sedangkan tayamum untuk menghilangkan hadats kecil
bila tidak memungkinkan berwudlu serta untuk menghilangkan
hadats besar bila tidak memungkinkan mandi.19
1. Wudlu
Perbedaan antara najis dengan hadats adalah najis lebih
bersifat fisik (dhahir) dan cara membersihkannya dengan
cara sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan hadats
lebih bersifat kotoran batin dan cara menyucikannya
harus dengan wudlu, mandi dan tayamum (Pengganti
wudlu dan mandi). Wudlu untuk menghilangkan
hadats kecil, mandi untuk menghilangkan hadats
besar dan tayamum untuk mengilangkan hadats kecil
jika berhalangan berwudlu serta tayamum untuk
menghilangkan hadats besar jika tidak memungkinkan
untuk mandi.
Wudlu berasal dari kata wadla’a yang artinya bersih.
Maka secara bahasa wudlu adalah ista’mala al-maa’fii
a’dla’in makhsushatin (menggunakan air untuk
membersihkan anggota tubuh tertentu). Sedangkan
secara istilah adalah bersuci dengan menggunakan air
suci untuk empat anggota badan (muka, dua tangan,

19 Tim Pendampingan Manajemen Islami,h.6


60 | Buku Panduan Asrama
kepala dan dua kaki) berdasarkan aturan yang telah
ditentukan. Adapun membasuh dua telinga hanya
bersifat anjuran (sunnah). Wudlu dikerjakan setiap hari
oleh setiap muslim karena ia menjadi syarat sahnya
shalat.
Dalil tentang wajibnya wudlu terdapat dalam Q.S. Al-

ْ ُ ۡ َ ٰ َ َّ َ ۡ ُ ۡ ُ َ ْ ٓ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
Ma’idah/5: 6:

ِ ‫يأيها ٱلِين َءامنوا إِذا قمتم إِل ٱلصلوة ِ فٱغ‬


‫سلوا‬ ٰٓ
ْ ُ َ ۡ َ ۡ َ ُ ُ َ
‫ُو ُجوهك ۡم َ َوأيۡ ِديَك ۡم إِل ٱل َم َراف ِِق وٱمسحوا‬
َۡۡ َ ۡ َ ۡ ُ َ ُ ۡ َ ۡ ُ ُُ
ۚ‫ي‬
ِ ‫بِرءو ِسكم وأرجلكم إِل ٱلكعب‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kakimu
sampai mata kaki”.(Q.S Al-Maidah 5:6)

Demikian pula hadist Nabi saw.:


“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats
sampai ia berwudlu.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu
Daud dan Ahmad)
Hal-hal yang membatalkan Wudlu
Ada lima hal yang bias membatalkan wudlu, yaitu:
1. Keluarnya sesuatu dari dua lobang bawah yakni qubul (lobang
depan atau kemaluan) dam dubur (lobang belakang atau
pantat), baik karena berhadats kecil maupun berhadats besar
(junub). Yang termasuk hadats kecil yakni berak, kencing,
kentut, madzi,wadi dan istihadlhah. Istihadlhah adalah
darah yang keluar dari wanita secara terus menerus di luar

61 | Buku Panduan Asrama


waktu kelaziman darah haid dan nifas. Biasanya warnanya
kekuning-kuningan, dingin, cair (tidak kental) dan yang pasti
bukan darah haid. Menurut jumhur ulama bahwa wanita
yang istihadlah—berdasarkan riwayat al-Bukhari—wajib
berwudlu untuk setiap kali shalat, dan tidak wajib mandi
kecuali cukup sekali saja, yakni ketika haidnya berhenti.
Tetapi sebelum berwudlu, ia harus mencuci lebih dahulu pada
daerah istihadlhah sampai bersih.
2. Tidur nyenyak dalam keadaan berbaring (terlentang).
Bila dalam keadaan duduk, tidak mengapa. Hal ini pernah
diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik:
ِ ِ َّ ِ َّ َ ‫اهلل‬ِ ‫َكا َن أَصحاب رسوِل‬
َ‫صلى اهلل َعلَْيه َو َسلُ َم يـَْنتَظُرْو َن الْع َشاء‬ ُْ َ ُ َ ْ
‫ضئـُْو َن‬َّ ‫صلُّو َن َوالَ يـَتـََو‬ ِ َ‫اْالَ ِخرةَ ح َّت ت‬
َ ُ‫وس ُه ْم ُثَّ ي‬
ُ ُ‫ـخف ُق ُرء‬
ْ َ َ
“Suatu ketika para sahabat Rasulullah SAW menunggu
waktu shalat Isya yang akhir hingga kepala mereka terkantu-
kantuk kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu.”(HR.
Abu Daud dan Ahmad dari Anas dan Tirmidzi dari Syu’bah)

3. Menyentuh kemaluan tanpa alas atau pembatas. Menurut


mayoritas ulama seperti Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah
bahwa menyentuh kemaluan termasuk membatalkan wudlu.
Dasarnya adalah hadist Nabi saw:
َ َّ َ َ َّ َ ّ َ ُ َ َ ُ َ َ َّ َ ْ َ
‫من مس ذك َره فال يص ِل حت يت َوضأ‬
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah
ia shalat sampai ia berwudlu.”(HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i,
Abu Daud dan Ibn Majah, Malik dan Darimi, dari Busrah
binti Shafwan).

62 | Buku Panduan Asrama


Adapun pendapat Hanafiyah bahwa menyentuh kemaluan
tidak membatakan wudlu karena didasarkan pada jawaban
Rasulullah saw atas pertanyaan pada jawaban Rasulullah saw
atas pertanyaan seorang Badui bahwa “tidak (membatalkan),
karena kemaluan itu bagian dari kamu.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i,
Abu Daud, dari Talq bin Ali), ternyata tidak tepat karena sifatnya
kasusitik. Nabi saw menjawab pertanyaan orang Badui tersebut,
karena Nabi saw tidak ingin orang-orang yang baru selesai
berbaiat, mempunyai kesan pertama bahwa ajaran Islam ternyata
berat dan kaku. Inilah cara dakwah Nabi saw secara bertahap
(tadarujj) yang dimulai dari yang mudah-muda. Tetapi nanti
setelah mereka menerima jaran Islam secara mantap, barulah
Nabi saw mengajarkan syari’at Islam secara lengkap.

4. Hilang akal, seperti gila, pingsan atau mabuk.


5. Bersetubuh. Menurut Ibn Abbas bahwa (“saling
bersentuhan”) dalam QS. Al-Maidah/5: 6, secara bahasa
berarti: bersetubuh. Pendapat inilah yang dipilih oleh ahli
bahasa, ulama Hanafiyah dan Muhammadiyah. Hal ini
diperkuat oleh banyak riwayat yang menyatakan bahwa
Nabi saw pernah disentuh oleh istrinya saat sujud dalam
shalat (HSR. Al-Nasa’i, Ahmad, dari ‘Aisyah ra.) dan pernah
juga mencium istrinya lalu shalat tanpa berwudlu lagi (HR.
Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dari ‘Aisyah ra.).20

20 Syakir Jamaludin,Kuliah Fikih Ibadah,h.74


63 | Buku Panduan Asrama
MANDI
1. Kewajiban Mandi
Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) terdapat beberapa
hal yang menyebabkan seseorang wajib mandi. Mandi yang
dimaksud ialah mandi besar bukan mandi sebagaimana biasa
kita lakukan sehari-hari.
a. Keluar air mani. Jika seseorang mengeluarkan air mani
maka diwajibkan untuk mandi. Dasarnya ialah surat Al
Maidah ayat 6 : Karena ayat yang tersebut dalam penda-
huluan, “dan jika kamu junub, maka bersuci (mandi)-lah
kamu.” (Q.S Al Maidah 6
b. Bersetubuh. Jika seseorang bersetubuh maka wajib bag-
inya untuk mandi. Dasar dari penyimpulan demikian

َ‫ي ُش َعب َها ْالَ ْر َبعِ ُث َّم َج َه َد َها َف َق ْد َو َجب‬


ialah dari Abu Hurairah;
َ ْ ‫إ َذا َجلَ َس َب‬
ِ ِ
ُ ْ ُْ َْ َ
‫عليهِ الغسل‬
«Apabila seorang laki-laki duduk di antara dua paha
dan dua betis istrinya kemudian menyetubuhinya, maka
wajiblah mandi». (Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu
Hurairah).
c. Selesai haid. Jika wanita selesai haid maka diwajibkan
kepadanya untuk mandi. Demikian pula setelah selesai
nifas atau masa tertentu setelah melahirkan. Dasarnya
ialah Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 222

‫يض‬ِ ‫ِّساءَ ِف ٱمل ِح‬ َ ‫يض قُل ُه َو أَذى فَٱعتَ ِزلُواْ ٱلن‬ ِ ‫ك َع ِن ٱمل ِح‬ َ َ‫َويَس‍ٔلُ َون‬
َ َ
‫يث أ ََمَرُك ُم‬ُ ‫وه َّن ِمن َح‬
ُ ُ‫ت‬ ‫أ‬‫ف‬
َ ‫ن‬َ ‫ر‬ ‫ه‬َّ ‫ط‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ِ
‫إ‬َ‫ف‬ ‫ن‬َ ‫ر‬ ُ َ ٰ َّ ‫وه َّن َح‬
‫طه‬ ‫ي‬ ‫ت‬ ُ ُ‫قرب‬
َ َ‫َوَل ت‬
َ ‫ب ٱملُتَطَ ِّه ِر‬
‫ين‬ ُّ ‫ني َوُِي‬ ُّ ‫ٱللَّهُ إِ َّن ٱللَّهَ ُِي‬
َ ِ‫ب ٱلتـََّّٰوب‬
64 | Buku Panduan Asrama
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
«Haidh itu adalah suatu kotoran». Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.(Q.S Al Baqarah 2:222)

Hadits dari Aisyah r.a. bahwa Fatimah binti Abi Hubaisj


“berair merah” (Istilah), lalu menanyakan kepada Nabi
SAW. maka beliau SAW. bersabda: “Itulah darah penyakit,
bukan haid, kalau kau berhaid maka tinggalkanlah
shalat dan kalau kau sudah selesai maka mandilah, lalu
shalatlah”.(Diriwayatkan oleh Bukhari).21

TAYAMUM

1. Penggunaan Debu dan Penyebab Tayammum


Sebab-sebab orang boleh tayammum ialah karena bepergian,
kemudian tidak mendapat air, maka tayamumlah dengan debu
yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi. Dasarnya ialah
ayat dan hadits Amr yang telah dikutip dalam pendahuluan
bahasan tayammum diatas.
Jika Kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
air, maka bertayammumlah kamu dengan debu yang suci.
Demikianlah pula hadits Jabir berikut;

21 Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,Himpunan Putusan Tarjih,h.65

65 | Buku Panduan Asrama


ِِ ِ
ْ َّ‫اب َر ُجالً منَّا َح َجٌر فَ َش َّجهُ ِف َرأْسه ُث‬
‫احتـَلَ َم فَ َسأ ََل‬ َ ‫ص‬ َ َ‫َخَر ْجنَا ِف َس َف ٍر فَا‬
ِ ِ
ً‫صة‬ َ ‫ك ُر ْخ‬ َ َ‫صةً ِف التـَّيَ ُّم ِم فـََقالُْوا َمانَـج ُد ل‬ َ ‫ص َحبَهُ َه ْل تَـج ُد ْو َن ِل ُر ْخ‬ ْ َ‫ا‬
‫ات فـَلَ َّما قَ ِد ْمنَا َعلَى َر ُس ْوِل اهلل‬ ِ ِ
َ ‫ت تـَْقد ُر َعلَى الْ َماء فَا ْغتَ َس َل فَ َم‬ َ ْ‫َوأَن‬
ِ ِ
‫ال قـَتـَلُ ْوهُ قـَتـَلَ ُه ُم اهلل أَ الَ َسأَلُْوا‬َ ‫ك فـََق‬ َ ‫ُخِبُ بِذل‬ ْ ‫صلَى اهلل ُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أ‬ َ
ِ ِ ِ
‫الس َّؤ ُال اَّنَا َكا َن يَ ْكفْيه أَ ْن يـَتـَيَ َّم َم‬ ِ ِ ِ
ُّ ‫ا َذا َلْ يـَْعلَ ُم ْوا فَاَّنَا ش َفاءُ الْ َع ِّي‬
«Kami sedang dalam bepergian lalu seorang dari pada kami
terkena batu sehingga melukai kepalanya; kemudian ia bermimpi
(mengeluarkan air mani), maka ia bertanya kepada teman-
temannya; “apakah kamu berpendapat bahwa aku mendapat
kemurahan bertayammum?” Dijawab oleh mereka: “Kami tidak
berpendapat bahwa kami mendapat kemurahan, sedang kamu
kuasa memakai air”. Maka mandilah lalu ia meninggal dunia.
Tatkala kami datang kepada Nabi SAW. kami khabarkan yang
demikian itu, maka bersabda Nabi SAW.: “Mereka membunuh
dia. “Dikutuk Allah mereka” mengapa mereka tidak bertanya
sedang mereka tidak mengerti? Obat untuk kebodohan adalah
bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum”.
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Daraquthni).

SHOLAT
A. Arti dan Kedudukan shalat
Menurut bahasa, shalat berarti (do’a) atau rahmat. Shalat
dalam bahasa arti do’a bisa ditemukan dalam Q.S. Al-
Taubah/9: 103. Sedangkan shalat dalam arti rahmat bisa
ditemukan dalam Q.S. al-Ahzab/33: 43.
Adapun pengertian shalat menurut istilah adalah:

66 | Buku Panduan Asrama


ِ ِ
ْ ‫صةً ُم ْفتَتَ َحةً بِتَ ْكبِ ِْي اهلل َوُم‬
ً‫ـختَتَ َمة‬ َ‫ص‬ ْ ‫ض َّم ُن أَقـَْواالً َوأَفـَْعاالً َم‬
ُ ‫ـخ‬ َ َ‫عبَ َادةً تـَت‬
‫َّسلِْي ِم‬
ْ ‫بالت‬
ِ
“Suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu
yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam”
Makna secara luas Shalat adalah ibadah yang tersusun
dari beberapa perkataan dan perbatan yang dimulai degan
takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat
yang ditentukan.22
Di dalam Islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan
yang sangat istimewa, antara lain:
1. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan
oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima
Rasulullah saw pada malam Isra’-Mi’raj (Q.S. Al-
Israa’/17: 1).
2. Shalat merupakan tiang agama. Nabi saw bersabda:
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat
dan puncaknya adalah jihad.”(Hadis Hasan Sahih
Riwayat Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad, Al-
Bayhaqi dan Al-Tabrani, dari Mu’adz. Dalam riwayat
Al-Bayhaqi dan Al-Daylami ditakan bahwa: “shalat
adalah tiang agama.” Tetapi sanad hadis ini dla’if
karena terputus).
Sebagai tiang agama, maka shalat harus selalu ditegakkan
dan tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan bagaimanapun juga,
baik itu dalam keadaan sakit, musafir, atau bahkan saat perang.
(Q.S. 2: 238-239).

22 Sulaiman Rasjid,” Fiqih Islam”, Penerbit Sinarbaru AlGesindo, 2013, hal


: 53
67 | Buku Panduan Asrama
3. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab
pada hari kiamat. Nabi saw bersabda:
“Yang pertama kali dihisab (amalan) seorang hamba
pada hari Kiamat adalah shalatnya …” (HHR. Al-
Tirmidzi, Al-Nasa’i. Ibn Majah, Ahmad dan Al-Thabrani).
Dalam riwayat al-Thabrani selanjutnya disebutkan:

‫صلُ َح َسائُِر َع َملِ ِه َواِ ْن فَ َستَ ْد فَ َس َد َسائُِر َع َملِ ِه‬


َ ‫ت‬
ْ ‫صلُ َح‬
ِ
َ ‫فَا ْن‬
“maka jika shalatnya baik maka baiklah semua amalan,
namun jika shalatnya rusak maka rusaklah semua
amalannya.

Dijadikannya shalat sebagai standar awal dalam menilai


keseluruhan amal menunjukkan bahwa kualitas pelaksanaan
shalat seseorang dapat menunjukkan kualitas amalan orang
tersebut.
Itu pulalah sebabnya sehingga Nabi Ibrahim a.s. berdo’a
kepada Allah SWT
“ Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang
yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah
doaku.” (Ibrahim: 40)

B. Syarat Sah-nya Shalat


1. Suci dari hadas besar yakni: junub, nifas dan baru
melahirkan. Bersucinya dengan mandi. Dan suci dari
hadas kecil yakni hal-hal yang membatalkan wudhu
buang air kecil dan besar.23 QS Al-Maidah: ayat 6

23 Fiqih Sunnah
68 | Buku Panduan Asrama
ِ ‫ٱغسلُواْ وجوه ُكموأ‬ ِ َ‫ٱلصلَ ٰوِة ف‬
َّ ‫ين ءَ َامنُواْ إِ َذا قُمتُم إِ َل‬ ِ َّ
‫َيديَ ُكم‬ َ َ ُُ َ ‫ٰيَأَيـَُّها ٱلذ‬
‫ني َوإِن ُكنتُم ُجنُبا‬ ِ َ‫َرجلَ ُكم إِ َل ٱل َكعب‬ ِ ِ
ُ ‫ٱمس ُحواْ بُرءُوس ُكم َوأ‬ ِِ ِ
َ ‫إ َل ٱملََرافق َو‬
‫َحد ِّمن ُكم ِّم َن ٱلغَائِ ِط‬َ ‫رض ٰى أَو َعلَ ٰى َس َف ٍر أَو َجاءَ أ‬ َ ‫فَٱطَّ َّهُرواْ َوإِن ُكنتُم َّم‬
ْ‫ٱمس ُحوا‬ ِ ْ‫أَو ٰلَمستُم ٱلنِّساء فـلَم َِت ُدواْ ماء فـتـي َّمموا‬
َ َ‫صعيدا طَيِّبا ف‬ َ ُ ََ َ َ َ ََ ُ َ
ِ
‫جع َل َعلَي ُكم ِّمن َحَرج َوٰلَكن‬ ِ ِ ِ
َ َ‫يد ٱللَّهُ لي‬ ُ ‫بُِو ُجوه ُكم َوأَيدي ُكم ِّمنهُ َما يُِر‬
‫عمتَهُ َعلَي ُكم لَ َعلَّ ُكم تَش ُكُرو َن‬ ِ ِ ِ ‫يد لِيطَ ِّهرُك‬ ِ
َ ‫موليُت َّم ن‬
َ َ ُ ُ ‫يُر‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi
Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
2. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
Sesuai dengan firman Allah QS Al-Muddasssir 74: 4

َ َ‫َوثِيَاب‬
‫ك فَطَ ِّهر‬
“Dan bersihkanlah pakaianmu”
Nanah yang sedikit atau sukar memeliharanya
(menjaganya) seperti nanah bisul, darah khitan dan darah
berpantk yang ada di tempatnya, diberi keringanan untuk
dibawa salat

69 | Buku Panduan Asrama


3. Menutup aurat
Aurat ditutup dengan sesuatu yang menghalangii
terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat
samapai lutut, aurat perempuan seluruh badannya
kecuali muka dan dua telapak tangan. Seperti yang
diungkapkan dalam QS Al-A’raf 7:31
ِ
‫ٱشربُواْ َوَل‬ َ ‫يَٰبَِن ءَ َاد َم ُخ ُذواْ ِزينَتَ ُكم ِع‬
َ ‫ند ُك ِّل َمسجد َوُكلُواْ َو‬
ِ ُّ ‫تُس ِرفُواْ إِنَّهُ َل ُِي‬
َ ‫ب ٱملُس ِرف‬
‫ني‬
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

َ‫ت َي ۡغ ُض ۡض َن م ِۡن َأبۡ َصٰره َِّن َو َي ۡح َف ۡظن‬


Selain itu dalam QS. Annur 24:
ٰ َ‫َوقُل ّل ِۡل ُم ۡؤمِن‬
ِ َّ ِ
ۡ َ
ۖ‫ين زِينت ُه َّن إِل ما ظ َه َر مِن َها‬ َ َ َ َ ‫وج ُه َّن َو َل ُيب ِد‬
ۡ َ ‫فُ ُر‬
َ َ ۡ ُ َ َ َّ ُ ُ ٰ َ َ َّ ُ ُ َ ۡ ۡ َ ۡ َ
‫ين َزِين َت ُه َّن‬ َ ‫ضبن ِبم َ ِرهِن ع َجيوب ِ ِهنۖ ول يب ِد‬ ِ ‫و َّل‬
ٓ َ ٓ ٓ َ
‫إَِل َلِ ُ ُعول ِ ِه َّن أ ۡو َءابَا َئ ِ ِه ََّن أ ۡو َءابَا َءِ ُب ُع َول ِ ِه َّن أ ۡو أ ۡب َنائ ِ ِه َ َّن‬
َ ٓ ٓ َ ٓ
‫أ ۡو أ ۡب َناءِ َ ُب ُعول ِ ِه َّن أ ۡو أ ۡب َنائ َِ ِه َّن أ ۡو أ ۡب َناءِ ُب َ ُعول ِ ِه َّن أَ ۡو‬
َ َ َ َ ۡ َّ َ ۡ ٓ َ ۡ َّ َ ۡ
‫ت أيۡ َم ٰ ُن ُه َّن أ ِو‬ ۡ ‫ك‬
َ ‫إِخوٰن ِ ِهن أو ب ُِن إِخوٰن ِ ِهن أو ما مل‬
‫ِين‬
َّ
َ ‫ٱلط ۡفل ٱل‬ ّ ‫ٱلر َجال أو‬ ّ َ
‫ِن‬ ‫م‬ ‫ة‬
ِ َ ‫ني َغ ۡي أ ْول ۡٱل ۡر‬
‫ب‬ َ ‫ٱلتٰبع‬
ِ
َّ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّ‫ٱلن ِ َسآءِ َو َل يَ ۡض ۡب َن بأَ ۡر ُجلِهن‬ ّ
‫ت‬ِ ٰ ‫ر‬ َ ‫ع َع ۡو‬ ٰ ََ ْ ُ َ ۡ َ َۡ
‫لم يظهروا‬
َِ ِ ِ َ ْ ۖ
ً ‫ٱللِ َج‬ َّ ُ ُ‫ني مِن زينَتِه َّن َوت‬ ُۡ َ ََ ُۡ
‫ِيعا أيُّ َه‬ ‫وب ٓوا إِل‬ ۚ ِ ِ
َ ‫يف‬
ِ ‫ِلعلم ما‬
َ ُ ُۡ ۡ ُ ََ َ ُ ۡ ُۡ َّ
‫حون‬ ِ ‫ٱلمؤمِنون لعلكم تفل‬
70 | Buku Panduan Asrama
Artinya:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-
putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.

4. Mengetahui masuknya waktu shalat


Diantara syarat sah salat ialah mengetahui bahwa waktu
shalat sudah tida. Keterangannya telah tersebut dalam
pasal yang menerangkan waktu shalat.
5. Menghadap ke kiblat (ka’bah)
Selama dalam shalat, wajib menghadap ke kiblat. Kalau
salat berdiri atau shalat duduk menghadapkan dada.
Kalau shalat berbaring, menghadap dengan dada dan
muka. Kalau shalat menelentang, hendaklah dua tapak
kali dan mukanya menghadap ke kiblat, kalau mungkin
kepalanya diangkat dengan bantal atau sesuatu yang
lain.

71 | Buku Panduan Asrama


C. Rukun Shalat

1. Niat
Arti niat ada dua:
a. Asal makna niat adalah “menyengaja” suatu
perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini,
perbuatan dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri,
bukan dipaksa).
b. Niat pada Syara’ (yang menjadi rukun salat dan
ibadah yang lain yaitu menyengaja suatu perbuatan
karena mengikuti perintah Allah supaya diridhai-
Nya. Inilah yang dinamakan ikhlas. Maka orang
yang shalat hendaklah sengaja mengerjakan shalat
karena mengikuti perintah Allah semata-mata agar
mendaptakan keridhaan-Nya

D. Hukum Meninggalkan shalat


Bagi muslim yang sudah terkena kewajiban shalat karena
sudah baligh dan berakal, kemudian meninggalkan shalat dengan
sengaja, dihukum syirik dan kufur. Nabi saw. pernah bersabda:

‫الصالَِة‬
َّ ‫ي الش ِّْرِك َوالْ ُك ْف ِر تـَْرُك‬
َ َْ‫الر ُج ِل َوبـ‬
َّ ‫ي‬َ َْ‫بـ‬
“(Beda) antara seorang (mukmin) dan antara syirik dan kekafiran
ialah meninggalkan shalat.”(HSR. Muslim, Al-Tirmidzi, Al-
Nasa’i dan Ahmad dari Jabir ra.).

‫الصالَِة فَ َم ْن تـََرَك َها فـََق ْد َك َفَر‬


َّ ‫بـَيـْنـَنَا َوبـَيـْنـَُه ْم تـَْرُك‬
“(Beda) antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) itu, ialah:
meninggalkan shalat. Maka barangsiapa meninggalkannya,
sungguh ia telah kufur.” (HHR. Ahmad, Al-Bazzar dari Buraydah
ra.).
72 | Buku Panduan Asrama
Hadist di atas begitu tegas menyatakan bahwa orang yang
dengan sengaja meninggalkan shalat maka ia disamakan telah
melakukan tindakan kufur (kufur ‘amali), bukan kafir haqiqi
karena bukan dalam masalah aqidah. Bagi orang seperti ini harus
dinasehati dengan baik supaya mau segera bertaubat.

E. Sholat Wajib
Salat wajib adalah salat yang dikerjakan pada waktu
tertentu, sebanyak lima kali sehari. Salat ini hukumnya fardhu
‹ain (wajib), yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang
telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan
karena sebab tertentu.
Salat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun
Islam. Allah menurunkan perintah salat lima waktu ini ketika
peristiwa Isra› Mi›raj. Salat lima waktu tersebut adalah sebagai
berikut:[1]
2. Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu Shubuh diawali
dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang
melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika
terbitnya matahari.
3. Zuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Zhuhur diawali jika
matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan
berakhir ketika masuk waktu Ashar.
4. Asar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Ashar diawali jika
panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda
itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu
Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua
kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar
berakhir dengan terbenamnya matahari.
73 | Buku Panduan Asrama
5. Magrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu Magrib diawali
dengan terbenamnya matahari, dan berakhir dengan
masuknya w aktu Isya
6. Isya, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan
hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan
berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan
harinya.
Khusus pada hari Jumat, laki-laki muslim wajib
melaksanakan salat Jumat di masjid secara berjamaah (bersama-
sama) sebagai pengganti Salat Zhuhur. Salat Jumat tidak wajib
dilakukan oleh perempuan, atau bagi mereka yang sedang dalam
perjalanan (musafir).

F. Sholat Sunat (Thathowu)

1. Sholat Rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah penyerta
sholat farduu (yang berada sebelum dan setelah shalat
wajib) Adapun di dalam Himpunan Putusan Majlis Tarjih
Muhammadiyah, dinyatakan bahwa shalat sunat rawatib
itu terdiri atas: 
a. dua rakaat sebelum Shubuh (sholat fajar)
b. dua atau empat rakaat sebelum dan sesudah Zhuhur, 
c. dua rakaat sebelum Ashar, 
d. dua rakaat sebelum dan sesudah maghrib, 
e. dua atau empat rakaat sesudah Isya’ 

74 | Buku Panduan Asrama


2. Sholat Lail
Shalat Lail disebut juga shalat Tahajjud. Jika terdapat
kalimat “hajadarrajulu” maka artinya ada seorang
yang tidur di waktu malam. Namun jika ada kalimat
“hajjadarrajulu” maka artinya orang tersebut shalat di
waktu malam. Sedangkan istilah orang yang bertahajjud
itu bermakna bagi orang yang bangun tidur untuk
mengerjakan shalat. Dalam HPT (himpunan Putusan
Tarjih) cetakan ke 3 telah dimuat keputusan Muktamar
Tarjih di Wiradesa th. 1932 / 1972. Dalam Muktamar
diputuskan tentang shalat Lail berdsarkan dalil-dalil
yang lebih luas. Shalat Lail dapat dilakukan empat-empat
rakaat lalu tiga rakaat Witir. Dapa juga dilakukan dengan
dua-dua rakaat lalu tiga rakaat yang semuanya berjumlah
sebelas rakaat.
3. Sholat Dhuha
Dalam kitab HPT hasil putusan Muktamar Tarjih
Wiradesa dimuat tentang tuntunan shalat Tathawwu’
termasuk shalat Dhuha. Bunyi teksnya adalah: hendaklah
engkau kerjakan shalat Dhuha pada waktu matahari
meninggi dua rakaat, atau empat rakaat, atau delapan
rakaat singkat-singkat dengan salam pada tiap-tiap dua
rakaat.
4. Sholat Istikharoh
Shalat Istikharah artinya shalat meminta petunjuk yang
baik. Ketika seseorang akan mengerjakan suatu pekerjaan
yang penting, sedangkan ia masih ragu-ragu, apakah

75 | Buku Panduan Asrama


pekerjaan itu baik untuk dia atau tidak? Maka saat itulah
disunahkan baginya shalat dua rakaat (Istikharah) di
luar shalat fardhu. Sesudah itu berdoa meminta petunjuk
kepada Allah swt. atas pekerjaan/perkara yang masih
diragukannya tersebut.
5. Sholat 2 Sholat Id
Pada saat hari raya idul fitri dan idul adha kaum muslimin
dianjurkan untuk melakukan shalat id. Baik pria maupun
wanita semuanya dianjurkan oleh rasullah saw. untuk
mengerjakannya. Jumhur ulama bersepakat bahwa
hukum mengerjakan shalat idain adalah sunah muakkad.
Dalam rangka syiar agama Islam di hari raya rasulullah
menganjurkan kepada semua kaum muslimin keluar
mendatangi tempat shalat. Bahkan para wanita yang
meskipun dalam kondisi haid juga diperintahkan oleh
Rasululah untuk keluar menuju lapangan.
6. Sholat Sesudah Wudhu
Ialah shalat sunah dua rakaat yang dilaksanakan setelah
melakukan wudhu.
7. Sholat Tahiyatul Masjid
ialah shalat sunah dua rakaat tatkala memasuki Masjid.
Meskipun shalat tahiyatuul masjid dilaksanakan setiap
kali masuk masjid sebagai penghormatan terhadap rumah
Allah, akan tetapi ada keadaan yang membuka ruang
untuk menghalangi pelaksaannya, yaitu ketika seseorang
masuk masjid sedangkan di masjid tersebut sudah
diadakan shalat berjamaah, maka orang tersebut dilarang
melaksanakan shalat tahiyatul masjid.

76 | Buku Panduan Asrama


8. Sholat akan bepergian (shafar)
Dalam kitab HPT hal. 341 pada bagian shalat safar
disebutkan bahwa disunahkan bagi orang yang hendak
bepergian untuk mengerjakan shalat dua rakaat. Begitu
pula setelah kembali dari bepergian shalat dua rakaat di
Masjid sebelum duduk.
9. Sholat Gerhana
Shalat Gerhana adalah shalat sunah muakad yang
dikerjakan ketika sedang terjadi gerhana baik gerhana
matahari(kusuf) maupun gerhana rembulan (khusuf).
10. Sholat Mohon Hujan (Istisqo)
Shalat Istisqa’ ialah meminta hujan kepada Allah untuk
salah satu daerah ketika kekeringan terjadi dengan shalat,
dzikir, istigfar. Shalat Istisqa’ adalah sunah muakad yang
biasa dikerjakan Rasulullah saw, diumumkan kepada para
sahabat dan beliau keluar untuk mengerjakannya di tanah
lapang. Abdullah Ibnu Zaid berkata, “Rasulullah saw
keluar untuk meminta hujan, kemudian beliau menghadap
kiblat, mengubah posisi pakaiannya, kemudian shalat
dua rakaat dengan bacaan keras. Waktu shalat Istisqa’
sama dengan shalat hari raya, karena Aisyah ra. Berkata:
“Rasulullah saw. keluar untuk mengerjakan shalat Istisqa’
ketika sinar matahari telah terlihat. “(Diriwayatkan Abu
Daud dan al Hakim mensahihkannya)

77 | Buku Panduan Asrama


MATERI 5
IBADAH MALIAH
( ZAKAT, INFAK DAN SHODAQOH)

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur segala


aspek kehidupan manusia baik secara vertikal (hablumminallah)
maupun horisontal (hablumminannas). Islam juga menjamin
kehidupan manusia bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun
di akhirat. Kesempurnaan Islam tersebut telah dibuktikan dan
dirasakan ummat pada masa Rasulullah dan pada sahabatnya.
Bahkan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, ummat
Islam telah mampu mewujudkan keadilan dan kemakmuran
yang luar biasa sampai tak satupun ditemukan penduduk yang
kekurangan, sehingga khalifah saat itu mengalami kesulitan
untuk mendistribusikan zakat yang telah terkumpul. Petugas
Baitul Maal berkeliling negeri dan berseru “Manakah orang
miskin ? Manakah yang punya hutang ? Manakah anak
yatim yang terlantar ? Namun tak ditemukan satupun orang
miskin, orang yang mempunyai utang, dan anak yatim yang
terlantar. Suatu negeri yang tercatat dalam sejarah dengan tinta
emas sebagai negeri yang penuh berkah dan rahmat Allah.
Kondisi tersebut kontradiktif sekali dengan kondisi
ummat Islam sekarang yang tertinggal dalam segala bidang.
Bukan kesulitan menyalurkan zakat karena nggak ada lagi
orang yang membutuhkan, tapi justru karena banyaknya yang
membutuhkan sedang dana zakat yang tersedia sangat terbatas.
Namun bukan berarti tidak mungkin kemakmuran tersebut
terwujud kembali jika ada kesadaran dari seluruh ummat Islam
untuk merubah diri. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat Ar-ra’du : 12 yang artinya “Aku tidak akan mengubah
nasib suatu kaum sebelum mereka sendiri merubahnya”.
Salah satu sisi ajaran Islam yang selama ini belum
mendapatkan perhatian secara serius baik di kalangan ulama,

78 | Buku Panduan Asrama


umara, maupun masyarakat Islam adalah masalah zakat.
Sehingga selama ini orang beramai-ramai berzakat dan berinfaq
kalau bulan ramadhan dan setelah ramadhan jarang ada orang
berzakat dan panitia zakatpun yang biasanya juga dibentuk
menjelang ramadhan, setelah ramadhan dibubarkan

A. ZAKAT

Zakat secara bahasa(lughoh),berarti :tumbuh,berkembang


dan berkah dan dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan.
seorang yang membayar zakat karena keimananya niscaya akan
memperoleh kebaikan yang banyak.Allah SWT berfirman :
ِ ِِ ٰ ‫خذ ِمن أ‬
‫ك‬ َ ‫ص ِّل َعلَي ِهم إِ َّن‬
َ َ‫صلَ ٰوت‬ َ ‫ص َدقَة تُطَ ِّهُرُهم َوتـَُزِّكي ِهم بَا َو‬
َ ‫َمولم‬
َ ُ
‫يم‬ ِ ‫س َكن َّلم وٱللَّه َِس‬
ٌ ‫يع َعل‬ ٌ ُ َ ُ َ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.( Q.S At Taubah 9:103)

Menurut terminologi syari’ah (istilah syara’) zakat berarti


kewajiban atas harta atau kewajiban atas jumlah sejumlah harta
tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu. Zakat
juga berarti derma yang telah ditetapkan jenis, jumlah, dan waktu
suatu kekayaan atau harta yang wajib diserahkan. Atau  Zakat
adalah nama dari sejumlah harta tertentu yang telah mencapai
syarat tertentu (nishab) yang diwajibkan Allah SWT untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan persyaratan tertentu pula (QS. 9:103 dan QS. 30:39).
Ulama hanafiah mendefinisikan zakat dengan menjadikan
hak milik bagian harta tertentu dan harta tertentu untuk orang

79 | Buku Panduan Asrama


tertentu yang telah ditentukan oleh syari’ karena allah demikian
halnya menurut mazhab imam syafii zakat adalah sebuah
ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan secara
khusus. Sedangkan menurut imam hanbali zakat adalah hak yang
wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang
khusus pula, yaitu kelompok yang disyaratkan dalam alquran
zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk mensucikan atau
membersihkan harta dan jiwa pemberinya. Ibnu Taimiah berkata,
“Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya
akan bersih pula : bersih dan bertambah maknanya. Arti tumbuh
dan suci tidak dipakaikan hanya buat kekayaan, tetapi lebih dari
itu juga buat jiwa orang yang menzakatkannya, sesuai firman
Allah dalam surat At-Taubah ayat 103 yang artinya :“Pungutlah
zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan
mereka dengannya dan doakanlah mereka”.
Syarat-syarat wajib zakat meliputi:

Pertama Islam,zakat adalah sebuah ibadah dan hanya wajib


dilakukan setelah seseorang memeluk agama islam. Dengan
islamnya seseorang maka ia menjadi seorang wajib zakat yang
akan menghantarkannya mendapatkan penghormatan dari Allah
SWT.

Kedua Merdeka, kemerdekaan seseorang dari perbudakan adalah


nikmat Allah yang sangat besar, dengannya seseorang menjadi
mulia dan hidup sebagaimana layaknya dapat memiliki banyak
hal. Oleh karena itu, Allah membebankan kepada seseorang yang
merdeka jika memiliki harta benda yang mencapai nishab untuk
mengeluarkan zakatnya sebagai penghormatan untuk dirinya.

ulama berbeda pendapat untuk anak yang belum


Ketiga Baligh,
baligh  yang
memiliki harta wajib zakat, sebagian ulama tidak
mewajibkan anak yang belum baligh  untuk membayar zakat.
Dengan berpedoman kepada sabda Rasulullah SAW, “Hukum itu di
angkat dari tiga orang: anak-anak sampai ia baligh, orang yang tidur sampai
80 | Buku Panduan Asrama
ia bangun dan orang yang sakit ingatan sampai ia sembuh.”

Sebagian ulama yang lain mewajibkan anak yang belum baligh


membayar zakat dengan berpedoman kepada sabda Rasulullah
SAW, “Barang siapa yang di bawah tanggung jawabnya terdapat anak
yatim yang memiliki harta, maka perdagangkanlah harta tersebut, agar
tidak habis setiap tahun di keluarkan zakatnya” (HR. Turmudzi dan
Daruquthni)

Dengan di perkuat oleh Dr. Yusuf Qardhawi beliau mewajibkan


membayar zakat bagi nak balita yang memiliki harta wajib zakat,
dengan alasan bahwa hadits yang mengangkat kewajiban bagi
anak balita adalah umum untuk segala bentuk kewajiban ibadah.

Zakat juga termasuk dalam kategori ibadah karena merupakan


salah satu dari rukun islam ketiga yang telah diatur berdasarkan
Al-Quran dan As-Sunnah. Zakat juga mrupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia.

Dalam realitas fiqih, terdapat perbedaan pendapat fuqoha’ mengenai


hukum zakat, apakah termasuk “ibadah mahdhoh” atau kewajiban
yang berkaitan erat dengan harta. Dari perbedaan sudut pandang
inilah, terdapat ikhtilaf fiqhiyah  di kalangan ulama dalam  sub-
bahasan mengenai zakat.

Ibnu Rusd dalam Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa sebab


perbedaan pendapat mengenai wajib atau tidaknya zakat atas harta
anak kecil adalah disebabkan perbedaan pendapat mereka (ulama
madzhab seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad dan
yang lainnya) mengenai disyariatkannya zakat, apakah termasuk
ibadah mahdhoh  seperti shalat dan puasa, atau merupakan hak
wajib bagi fakir miskin yang terdapat pada harta kaum aghniya
(orang kaya). Dengan demikian, kelompok yang mengatakan
bahwa zakat adalah ibadah mahdhoh, maka baligh menjadi sebuah

81 | Buku Panduan Asrama


persyaratan. Sedangkan kelompok yang mengatakan bahwa
zakat merupakan hak wajib bagi fakir miskin atas harta kaum
aghniya, maka baligh bukan merupakan persyaratan. Demikian
juga halnya dengan perbedaan pendapat mengenai, apakah zakat
harus dengan bendanya, atau boleh dengan nilainya.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fiqih Zakat-nya berkesimpulan setelah


berdiskusi dengan panjang lebar bahwa anak kecil dan orang
gila wajib atas mereka zakat karena zakat merupakan hak
yang berkaitan dengan harta. Keberadaanya sebagai anak kecil
atau orang gila tidak dapat menggugurkan kewajiban tersebut.
Pendapat tersebut senada dengan pendapat Ibnu al-Qoyyim yang
beliau ungkap dalam kitab Zaadul Maad.

dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa zakat adalah


merupakan ibadah yang sekaligus juga muamalah. Zakat oleh para
ulama terdahulu selalu dibahas dalam bab Ibadah, maka oleh
karena itu kita sebagai umat muslim wajib mengeluarkan zakat.

1. Tujuan zakat (1):


Membersihkan
1. membersihkan jiwa orang yang memiliki kelebihan harta
dari kekikiran
2. membersihkan hati fakir miskin dari sifat iri dan dengki
3. membersihkan masyarakat dari benih perpecahan
4. membersihkan harta dari hak orang lain
Tujuan zakat (2):

Mengembangkan
1. mengembangkan kepribadian orang yang memiliki
kelebihan harta dari eksistensi moralnya
2. mengembangkan kepribadian fakir miskin
3. mengebangkan dan melipatgandakan nilai harta

82 | Buku Panduan Asrama


4. sarana jaminan social dalam islam
5. sarana mengurangi terjadinya kesenjangan social

Landasan kewajiban zakat:

1. QS. At-taubah 103:


ِ ِِ ٰ ‫خذ ِمن أ‬
‫ك‬ َ ‫ص ِّل َعلَي ِهم إِ َّن‬
َ َ‫صلَ ٰوت‬ َ ‫ص َدقَة تُطَ ِّهُرُهم َوتـَُزِّكي ِهم بَا َو‬
َ ‫َمولم‬ َ ُ
ِ ِ
‫يم‬
ٌ ‫يع َعل‬ ٌ ‫َس َكن َّلُم َوٱللَّهُ َس‬
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.( Q.S At Taubah 9:103)
2. hadis: “ Islam dibangun atas lima rukun : syahadah,
menegakkan solat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji
dan puasa di bulan ramadhan”
3. Ijma’ “ para ulama salaf (ulama klasik) ataupun ulama kholaf
( kontemperer) sepakat akan wajibnya zakat.

B. INFAQ
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan
sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi
syariat infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan/
penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam.
Jika zakat ada nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang yang
beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah,
apakah ia disaat lapang maupun sempit (QS.3:134). Jika zakat

83 | Buku Panduan Asrama


harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf), maka infaq
boleh diberikan kepada siapapun. Misalnya untuk kedua orang
tua, anak yatim, dan sebagainya (QS.2:215).

Dasar dari Infak:


ِ ‫ني َع ِن ٱلن‬
‫َّاس‬ ِ ‫ظو‬ ِِ ٰ ِ ِ َّ ‫ٱلَّ ِذين ي ِنف ُقو َن ِف‬
َ ‫ٱلعاف‬
َ َ َ ‫ني ٱلغَي‬
َ ‫ٱلسَّراء َوٱلضََّّراء َوٱل َكظم‬ َُ
‫ني‬ِِ ُّ ‫َوٱللَّهُ ُِي‬
َ ‫ب ٱملُحسن‬
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S Ali Imran 3:134)

ِ ِ ِ
َ ِ‫َقرب‬
‫ني َوٱليَٰتَ َم ٰى‬ َ َ‫يَس‍ٔلَُون‬
َ ‫ك َما َذا يُنف ُقو َن قُل َما أَن َفقتُم ِّمن َخري فَل َٰلول َدي ِن َوٱأل‬
‫فعلُواْ ِمن َخري فَِإ َّن ٱللَّهَ بِِه َعلِيم‬
َ َ‫ٱلسبِ ِيل َوَما ت‬
َّ ‫ني َوٱب ِن‬ ِ ‫وٱمل ٰس ِك‬
ََ َ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah:
“Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan
kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan
apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahuinya.(Q.S Al Baqarah 2: 215)
Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan
seseorang setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia 
kehendakinya. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya
untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya
diserahkan. Terkait dengan infaq ini rasulullah bersabda dalam
hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat
yang senantiasa berdoa setiap pagi dan sore: “ ya allah berilah
orang yang berinfaq, gantinya. Dan berkata yang lain :” ya allah
84 | Buku Panduan Asrama
jadikanlah orang yang menahan infaq, kehancuran.(HR.Bukhari)
Infaq terbagi menjadi dua macam: (1) Infaq wajib : seperti
zakat, nadzar. (2) Infaq sunah: seperti memberikan pertolongan
dan memberikan suatu barang. Ketentuan berinfaq yaitu Infaq
wajib : bentuk dan jumlah pemberiannya telah ditentukan.
Sedangkan Infaq sunah: tidak ada ketentuan dalam bentuk
dan jumlah pemberiannya, terserah kepada pertimbangan dan
keikhlasannya. Dan manfaat dari berinfaq yaitu untuk mengharap
ridha allah dan melatih diri.

C. SHADAQAH
Sedekah berasal dari kata shadaqah yang berarti benar.
Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan
imannya. Adapun secara  terminologi syariat shadaqah makna
asalnya adalah tahqiqu syai’in bisyai’i, atau menetapkan atau
menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela dan
tidak terikat pada syarat-syarat tetentu dalam pengeluarannya
baik mengenai jumlah, waktu, dan kadarnya. Atau pemberian
sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain,
terutama kepada orang-orang miskin setiap kesempatan terbuka
yang tidak ditentukan jumlah, jenis maupun waktunya. Sedekah
tidak terbata pada pemberian yang bersifat material saja tetapi
juga dapat berupa jasa yang bermanfaat  bagi orang lain. Bahkan
senyuman yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan
orang lain termasuk kategori sedekah. Shadaqah mempunyai
cakupan yang luas dan digunakan al-quran untuk mencakup
segala jenis sumbangan.
Shadaqah merupakan pemberian seorang muslim kepada
orang lain (baik muslim maupun non muslim). Sedekah berarti
85 | Buku Panduan Asrama
memberi derma, termasuk memberikan derma untuk mematuhi
hukum dimana kata zakat digunakan didalam al-quran dan sunah.
Kata zakat disebut pula sedekah karena zakat merupakan sejenis
derma yang diwajibkan sedangkan sedekah adalah sukarela. Zakat
dikumpulkan oleh pemerintah sebagai suatu  pungutan wajib,
sedangkan sedekah lainnya dibayar secara sukarela. Jumlah dan
nishab zakat ditentukan sedangkan jumlah sedekah yang lainnya
sepenuhnya tergantung keinginan yang menyumbag.
Pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq termasuk
juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja shadaqah
mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan infaq. Jika
infaq dikaitkan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih
luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Shadaqah ialah
segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh waktu dan
juga yang tidak terbatas pada materi tetapi tetapi juga dalam
bentuk non materi. Misalnya menyingkirkin rintangan di jalan,
menuntun orang buta, memberikan senyuman dan wajah yang
manis kepada sudaranya, menyalurkan syahwatnya kepada
istrinya. Dan shadaqah adalah ungkapan kejujuran (shiddiq)
iman seseorang.
Hadits   riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, rasulullah
mengatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta,
maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami
istri, atau melakukan kegiatan amr ma’ruf nahi munkar adalah
sedekah.
Dalam hadits rasulullah memberi jawaban kepada orang-
orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak
bershadaqah dengan hartanya, beliau bersabda:” setiap tasbih
adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid
86 | Buku Panduan Asrama
adalah shadaqah, setiap amr ma’ruf adalah shadaqah, nahi
munkar adalah shadaqah dan menyalurkan syahwat kepada istri
adalah shadaqah”.(HR. Muslim)
Zakat, infaq dan shadaqah merupakan kebuktian iman kita
kepada allah dan sesama muslim yang membutuhkannya. Kalau
kita melihat dari penggunaan ayat-ayat al-quran istilah shadaqah,
zakatdan infaq sebetulnya menunjuk kepada satu pengertian
yaitu sesuatu yang dikeluarkan. Zakat, infaq dan shadaqah
memiliki persamaan dalam peranannya memberikan kontribusi
yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan

87 | Buku Panduan Asrama


MATERI V
PUASA

Puasa menurut bahasa Arab adalah “ menahan dari segala


sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan
berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.24 Sedangkan
menurut Istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu
yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar
samapai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat”.
Hal tersebut disebutkan dalam QS Al-Baqoroh ayat 187:
‫ث إِ َ ٰل نِ َسائِ ُكم ُه َّن لِبَاس لَّ ُكم َوأَنتُم لِبَاس‬ ِّ َ‫أ ُِح َّل لَ ُكم لَيلَة‬
َّ ‫ٱلصيَ ِام‬
ُ َ‫ٱلرف‬
ِ
‫اب َعلَي ُكم َو َع َفا َعن ُكم‬ َ َ‫َّلُ َّن َعل َم ٱللَّهُ أَنَّ ُكم ُكنتُم َتتَانُو َن أَن ُف َس ُكم فـَت‬
ِ
‫ي لَ ُك ُم‬َ ََّ‫ٱشربُواْ َح َّ ٰت يـَتَبـ‬ َّ َ َ‫وه َّن َوٱبتـَغُواْ َما َكت‬
َ ‫ب ٱللهُ لَ ُكم َوُكلُواْ َو‬ ُ ‫فَٱلٔـَٰ َن بَٰشُر‬
‫ٱلصيَ َام إِ َل ٱلَّ ِيل َوَل‬ ِّ ْ‫َسوِد ِم َن ٱل َفج ِر ُثَّ أَِتُّوا‬ ِ
َ ‫ض م َن ٱخلَيط ٱأل‬
ِ ‫ط ٱألَبي‬
ُ َ ُ ‫ٱخلَي‬
ِ ِ َّ ‫لك ح ُد‬ ِِِ ِ ِ
‫ك‬ َ ‫وها َك َٰذل‬ َ ُ‫قرب‬َ َ‫ود ٱلله فَ َل ت‬ ُ ُ َ ‫وه َّن َوأَنتُم َٰعك ُفو َن ِف ٱملَ َٰسجد ت‬ ُ ‫تـُبَٰشُر‬
ِ ‫ي ٱللَّهُ ءَايَٰتِ ِه لِلن‬
٧٨١ ‫َّاس لَ َعلَّ ُهم يـَتـَُّقو َن‬ ُ َِّ‫يـُبـ‬
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu,
dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu
Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)

24 Sulaiman Rasjid,” Fiqih Islam”, Penerbit Sinarbaru AlGesindo, 2013, hal:


220
88 | Buku Panduan Asrama
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf
dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa
Puasa ada 4 macam:
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa qadla’,
puasa kafarat dan puasa nazar
2. Puasa sunat
3. Puasa makruh
4. Puasa haram, yaitu puasa pada hari Raya Idul Fitri, Hari
Raya Haji dan tiga hari sesuadah Hari Raya Haji, yaitu
tanggal 11,12 dan 13.

Penjelasan dari 4 macam jenis puasa tersebut diatas adalah


sebagai berikut:

1. Puasa Wajib
a. Puasa Ramadan yaitu puasa selama satu bula penuh
di bulan ramadhan. Puasa ini didasarkan pada firman
Allah SWT, hal tersebut diterangkan dalam QS
Albaqoroh 183-185:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan ....

89 | Buku Panduan Asrama


b. Puasa Qadla’ yaitu puasa yang dilaksanakan untuk
mengganti kewajiban puasa yang ditinggalkannya
pada bulan ramadhan. (QS. Al-Baqarah/2:183)
c. Puasa Kifarat (tebusan) ditujukan bagi :
1) Seorang muslim yang membunuh muslim lainnya
tanpa sengaja, apabila tak mampu membebaskan
seorang budak beriman dan tidak mampu memba-
yar diat/denda yang diserahkan kepada keluarga
(si terbunuh), maka wajib berpuasa 2 bulan ber-
turut-turut. (QS AL-Nisa 92)
2) Seorang suami yang mendzihar istrinya (men-
ganggap) istrinya sama dengan ibunya, yang be-
rarti haram ia nikahi) kemudian menarik kemba-
li ucapannya, apabila tak mampu membebaskan
budak mu’min maka wajib berpuasa 2 bulan ber-
turut-turut (QS al Mujadalah: 4)
3) Seorang yang melanggar sumpah, jika tak sang-
gup memberikan makan pada 10 orang faqir mi-
skin, maka wajib berpuasa 3 hari (QS.al Maidah:
89)
4) Puasa Nadzar (QS Maryam:26) yaitu puasa yang
kewajibannya ditimbulkan oleh diri sendiri. Mis-
alnya kita bernazar, bila saya diterima atau lulus
di sekolah/instansi ini, maka saya akan berpuasa
karena Allah sekian hari berturut-turut.

90 | Buku Panduan Asrama


2. Puasa Sunah
a. Puasa 6 hari di bulan Syawal
“barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian
mengikutinya dengan puasa 6 hari di bulan syawal,
maka puasanya seperti 1 tahun.” (HR.Al-Jama’ah
kecuali al Bukhari dan Abu Ayyub)
b. Puasa Senin dan Kamis
Puasa yang dituntunkan Rasulullah SAW untuk
dapat dijadikan amalan oleh umatnya sebagaimana
diterangkan dalam sebuah hadits:
“bahwasannya Nabi Muhammad SAW lebih
sering berpuasa hari senin dan kamis. Kemudian
dipertanyakan orang kepadanya tentang alasannya.
Maka jawab beliau: “sesungguhnya semua amal akan
dipersembahkan pada setiap hari senin dan kamis,
maka Allah pun berkenan mengampuni terhadap
dua orang yang bermusuhan, maka Allah berfirman
“Tangguhkanlah terhadap keduanya (HR Ahmad dan
Abu Hurairah)
c. Puasa Arafah.
Yaitu puasa pada hari Arafah pada tanggal 9 Dzlhijjah.
(HR Muslim dari Abu Qatadah) yang dilakukan
khusussnya bagi muslim yang sedang tida berhaji.
Sedangan bagi yang sedang menunaikan ibadah
haji, ibadah ini tidak ditntunkan, bahkan Rasulullah
melarang orang yang tengah berada di Arafah (Wukuf
di Arafah) melakukan puasa Arafah ini.25
d. Puasa Asyura.
Yaitu puasa pada hari kesepuluh (tanggal sepulluh)
bulan Muharram (HR.Muslim dari Abu Qatadah).
Puasa ini dulu dilakukan oleh Nabi Daud a.s dan
pengikutnya(umat yahudi). Nabi Muhammad saw
25 Mustafa Kamal Pasha dkk, Fikih Islam Sesuai dengan Putusan Majelis
tarjih, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002) hal: 159
91 | Buku Panduan Asrama
melanjutkan tradisi Nabi Daud a.s. tersebut sampai
datangnya kewajiban puasa Ramadhan, dan kemudian
berjanji akan beliau laksanakan kembali sebelum
wafatnya yakni pada tanggal 9 (Tasuai) dan (‘Asyura)
Muharram. (HR Muslim dari ibnu Abbas).
e. Puasa Sya’ban
Adalah termasuk puasa yang disunahkan oleh
Rasulullah saw tanpa ditunjuk secara pasti hari
pelaksanaannya serta berapa hari puasa tersebut
dikerjakan. Dalam beberapa hadits hanya ditunjukkan
bahwa pada setiap bulan Sya’ban Rasulullah saw lebih
banyak berpuasa. Dalam sebuah riwayat diterangkan
sebagai berikut :
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw melakukan
puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada
waktu bulan Ramadhan dan tidak pula aku melihat
suatu buan pun yag hari-harinya dipergunakan Nabi
saw untuk berpuasa kecuali pada bulan sya’ban (HR
Bukhari dan Muslim RA)
Adapun tentang puasa nisfu sya’ban yang sering
dikatakan mengandung kelebihan yang tertentu dari
pada hari-hari lainnya, sepanjang yang diketahui
pendapt tersebut tidak berdasarkan pada dalil atau
keterangan yang syahdari syara’.26
f. Puasa Nabi Daud
Atau puasa berselang yaitu sehari berpuasa sehari
berikutnya tidak, demikian seterusnya. Dasarnya
adalah riwayat Abdullah bin Amr yang menceritakan
bahwa dia sanggup berpuasa setiap hari terus
sepanjang hidup, tapi Nabi saw menyuruhnya untuk
berpuasa tiga hari selama sebulan yang nilainya
saa dengan puasa sepanjang masa (shaum ad-dahr).
Karena Abdullah bin Amr terus mengatakan bahwa

26 Ibid, hal : 161


92 | Buku Panduan Asrama
ia sanggup lebih dari itu maka Nabi Muhammad
bersabda:
“Berpuasalah satu hari dan berbukalah sehari,
demikian puasa Nabi Daud as, dan iu adaah seutama-
utamanya puasa. Lalu Abdullah berkata: Sungguh
saya sanggup lebih dari itu. Maka Nabi saw berkata
tidakada lagi yang lebih utama dari itu.” (HR
Jama’ah dari Abdullah bin Amr)
g. Puasa Makruh
1) Puasa sepanjang masa/seumur hidup (shaum al-
dahr) (HR al Bukhari-Muslim)
2) Puasa Wishal yaitu puasa terus menerus, misalnya
puasa selama dua hari berturut-turut tanpa sahur
dan buka (HR.al Bukhori-Muslim)
3) Puasa pada hari Jum’at atau Sabtu saja (HR.Ah-
mad)
4) Puasa sehari menjelang ramadlan (HR Jamaah,
dari Abu Hurairah)
h. Puasa Haram
1) Puasa pada 2 hari raya (‘idain) yaitu Iedul fitri dan
Iedul Adha (HR. Al-Bukhari Muslim)
2) Puasa pada hari Tasyrik 11,12,13 Dzulhijjah. (HT,
al Daruqutni)
3) Puasa sunat bagi wanita yang tidak diizinkan sua-
minya (HR. Al-Bukhari-Muslim, dari Abu Hurai-
rah)
4) Puasa yang dapat membinasakan jiwa (QS.
al-Baqarah:195 dan QS An-Nisa: 29)
D. Halangan Puasa
Secara garis besar halangan berpuasa dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Bagi orang yang sakit (termasuk haid) atau sedang
berpergian jauh (musafir), jika dia tidak kuat berpuasa,

93 | Buku Panduan Asrama


maka disunnahkan untuk membatalkan puasanya,maka
disunnahkan untuk membatalkan puasanya dan harus
meng-qadha/ mengganti puasanya pada hari lain.
Dasarnya adalah firman Allah SWT QS.AlBaqoroh ayat
184)
2. Bagi orang yang berat berpuasa, misalnya orang lanjut
usia, sakit mustahil sembuh, wanita hamil/menyusui
anaknya, amka boleh tidak puasa dengan syarat wajib
membayar fidyah yaiu memberi makan kepada seorang
miskin sebanyak 1 mud (=0,54 kg, yang biasa dibulatkan
menjadi0,6 kgatau ¾ liter per hari sesuai berapa hari
puasa yang ia tinggalkan. Dasar kewajiban membayar
fidyah adalah QS. Al Baqoroh 184.

94 | Buku Panduan Asrama


MATERI VI
HAJI
Dalam Islam, ibadah mempunyai kedudukan yang tinggi
di sisi Allah. Tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini
adalah untuk beribadah pada Allah (QS, Adzariyat 56) jadi ibadah
adalah seperti makanan bagi ruh. Dalam klasifikasinya ibadah
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ibadah mahdoh ( ibadah khusus)
dan ibadah (ghoiru mahdoh) ibadah khusus menurut para ulama
adalah segala sesuatu yang telah ditentukan ukuranya, sedangkan
ibadah umum menurut ibnu taimiyah 724 h ibadah umum adalah
segala perbuatan, perkataan yang dapat mendatangkan ridho dari
Allah, salah satu ibadah mahdoh dalam agama islam adalah haji.
Haji secara etimologis adalah bermaksud/sengaja, secara istilah
bermaksud ke ka’bah untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan
khusus, atau dengan kata lain, berziarah tempat tertentu, pada
waktu tertentu, dengan perbuatan tertentu (wahbah zuhaily, fiqh
Islam) berziarah artinya pergi, sedangkan tempatnya berada di
mekah, waktu tertentu bulan-bulan haji (syawal, dzulqo’dah,
dzulhijah)

Pembahasan Kedua : Keutamaan Haji


Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia,
dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan berkah
yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk segera
melaksanakannya. Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju
syurga dan membebaskan diri dari api neraka. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
“ Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. “
(HR. Bukhari dan Muslim)

95 | Buku Panduan Asrama


Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak
maksiat dan perbutan jelek, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam :
“Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan
senggama (diwaktu terlarang) dan tidak berbuat fasiq (maksiat),
maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan
oleh ibunya”.  (HR Bukhari dan Muslim )
Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan
di akhirat, begitu juga bisa menyelamatkan dari kefakiran,
sebagaimana hadist Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
“Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus
kefakiran dan dosa sebagaimana api menghilangkan karat dari
besi.” (HR. Tirmidzi  )
Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka
dia telah masuk dalam katagori jihad. Sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra bahwa
beliau bertanya Nabi saw :
“Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : “
Kalian  wajib berjihad yang tidak pakai perang, yaitu haji.”
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang  sangat rindu
hatinya untuk mengerjakan ibadah haji dengan membawa bekal,
meninggalkan keluarga dan negaranya, menjadi tamu Allah Yang
Maha Pengasih, seraya memakai ihram, mengucapkan talbiyah,
berdiri, berdo’a, berdzikir dan beribadah.

Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Hanya Sekali Seumur


Hidup
Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang

96 | Buku Panduan Asrama


agung dan salah satu rukunnya yang lima.  Hal itu berdasarkan
sabda Nabi saw :
“Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa
ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji” ( HR Bukhari dan
Muslim )
Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah
sekali seumur hidup sebagaimana yang diriwayatkan Imam
Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan
kami, beliau berkata: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah
telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!”
Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?”
Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya
tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian
tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah
apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang
sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya
yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku
memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai
dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari
s esuatu maka tinggalkanlah.”
Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah

َّ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ ۡ ْ ُّ َ َ
umrah sekali dalam hidupnya, Allah swt berfirman :

ِۚ‫وأت ِموا ٱلج وٱلعمرة ِل‬


“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah”
(QS. Al Baqarah 2 : 196)

97 | Buku Panduan Asrama


Pembahasan Keempat : Syarat-syarat Kewajiban Haji
Haji diwajibkan kepada :
1. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang
kafir, karena haji merupakan bentuk ibadah, sedang
ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir, karena
tidak sah niatnya
2. Aqil (berakal)
3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan
orang  yang kurang waras pikirannya, begitu juga tidak
diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist Ali
bin Abi Thalib bahwa Nabi saw bersabda :
“Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga
terbangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila (kurang
sehat akalnya) hingga ia berakal” (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Nasai)
1. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya
sebagai kemudahan baginya, karena dia sibuk melayani
tuannya, dan karena haji  membutuhkan harta sedangkan
hamba sahaya tidak mempunyai harta.
2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu,
Allah swt berfirman :
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.” (QS. Ali Imran : 97)
Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya
sah, dia dan walinya akan mendapatkan pahala, sebagaimana di
dalam hadist :

98 | Buku Panduan Asrama


“Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang
menggendong anaknya dan berkata, “Apakah bagi anak ini juga
memiliki keharusan haji?” beliau menjawab: “Ya, dan kamu
juga menjadapkan ganjaran pahala.” (HR. Muslim)
Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat
haji untuknya. Ini dilakukan ketika membayar ongkos haji.
Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali
tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah
haji anak kecil tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah
mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan ihram
dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji
tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia wajib
melaksanakan ibadah haji lagi. 

Pembahasan Kelima : Kriteria Mampu


Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur
dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji,  karena
badannya sehat, sebagaimana hadist Ibnu Abbas :
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata:
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah
diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji disaat dia
telah tua renta, dia tidak mampu untuk tetap bertahan
diatas kendaraan, apakah aku melaksanakan haji untuk
mewakilinya?’ Beliau menjawab: ‘Lakukankah haji
untuk (mewakilinya)” ( HR Bukhari dan Muslim )
2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan
pokoknya, seperti kebutuhan untuk menafkahi istri dan
anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya
yang menjadi sumber penghasilannya, seperti toko

99 | Buku Panduan Asrama


yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa memenuhi
kebutuhannya.
3. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang
mempunyai hutang, tidaklah ada kewajiban haji baginya,
karena membayar hutang merupakan kebutuhan dasar
dan merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus
dipenuhi dan tidak bisa ditolerir.
4. Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya
ke kota Mekkah, tentunya disesuaikan dengan
keadaannya. Misalnya  dari kendaraan seperti mobil,
kapal, dan pesawat, atau dari  makanan,m, minuman
serta tempat tinggal yang sesuai dengan keadaannya,
sebagaimana hadist Anas ra, beliau berkata :

Pembahasan  Keenam : Bersegera Melaksanakan Ibadah


Haji
Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu
melaksanakan ibadah haji, dan telah terpenuhi syarat-syaratnya,
maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji,
tidak boleh diundur-undur lagi. Allah swt berfirman : ”Berlomba-
lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan” (QS. Al Baqarah
: 148)
Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan
sesungguhnya dia tidak mengetahui barangkali di masa mendatang
keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi dengan sakit, atau
jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana
dalam hadist Ibnu Abbas : “Bersegeralah melaksanakan ibadah
haji ( yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu apa yang
akan di hadapinya (HR. Ahmad dan Baihaqi)

100 | Buku Panduan Asrama


Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan,
untuk mengundur-undur pelaksanakan ibadah haji, karena
jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka
hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya
untuk berbuat kebaikan. Dan telah diterangkan di atas tentang
kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji.
Dan selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik
ketika masih kecil, atau sudah tua, untuk selalu berbuat baik dan
menjauhi perbuatan buruk.
Adapun syarat haji bagi perempuan  adalah adanya muhrim
jika memang jaraknya di atas 80 km dari Mekkah. Adapun yang
dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang haram untuk
menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah)
atau karena sebab lain yang mubah, jika memang laki-laki tersebut
baligh dan berakal. Hal itu berdasarkan hadist Abu Hurairah
bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda  :“Tidak
halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk safar sejauh perjalanan sehari semalam kecuali
bersama mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim )
Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka
hajinya tetap sah, tetapi dia berdosa karena melanggar larangan.
Jika dia pergi  haji bersama rombongan perempuan dan aman dari
fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya. Adapun  perempuan
yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan
Mekkah tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka
muhrim bukanlah syarat didalam melaksanakan ibadah haji.

101 | Buku Panduan Asrama


Pembahasan Ketujuh : Adab-adab Haji
Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk
memperhatikan adab-adab di bawah ini :
1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.
Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum
meninggalkan rumahnya, untuk menghadirkan niat bahwa dia
keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah semata,
dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk
diberi gelar pak haji, atau agar orang sekitarnya melihat bahwa
dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah, sebagaimana hadist
Umat bahwasanya nabi shallallahu ‘alahi wassalam bersabda :
  “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi
tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa
niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena
seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
adalah kepada apa dia diniatkan” (HR Bukhari dan Muslim )

Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan


benar-benar dilaksanakan karena-Nya, maka akan mendapatkan
pahala di sisi Allah.
2. Mempelajari hukum-hukum tentang haji
Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari
hukum-hukum terkait dengan haji dan serta mengikuti nabi dalam
melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik perkataan
dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadist Jabir bahwasanya
nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Hendaknya kalian
mengambil manasik haji kalian dariku” (HR. Muslim)
Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum

102 | Buku Panduan Asrama


terkait dengan haji serta membaca buku yang lebih terperinci.
Kemudian memperbanyak di dalam menela’ahnya sehingga
dia bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna
dan lebih sesuai dengan sunnah. Begitu juga hendaknya dia
menghadiri kajian-kajian yang membahas tentang haji, sehingga
dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-hukum haji
dan tata cara pelaksanaannya.
Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari  orang-
orang yang mulia, mempunyai sopan-santun dan berakhlaq baik,
yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal profesional,
melaksanakan kewajibannya,  membantu orang-orang yang ikut
dengannya untuk bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-
baiknya.
Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai
rombongan haji, karena amalan-amalan haji tidak cukup hanya
berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada seorang ulama yang
berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui tentang hukum-
hukum haji. Jika tidak didapatkan seorang ulama atau penuntut
ilmu, maka paling tidak ada orang yang pernah melaksankan haji
yang berusaha untuk menyempurnakan ibadah haji ini.
1. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang
suka bermain-main. Yaitu orang-orang yang jika bergaul
dengan mereka akan menyebabkan terjatuh di dalam
maksiat, membuang-buang waktu dan banyak ngobrol.
2. Menghindari dari ahli bid’ah dan khurafat yang sering
memalingkan dari beribadah dan berdo’a kepada Allah
kepada berdo’a kepada selain-Nya serta lebih memilih

103 | Buku Panduan Asrama


untuk mencari bangunan–bangunan dari peninggalan
bersejarah untuk mengusap-usapnya dan mengusap-usap
Ka’bah serta Maqam Ibrahim yang sering menyebabkan
pertengkaran, padahal mestinya mereka menunaikan
ibadah haji ini dengan baik
3. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja
dan jangan berlebih-lebihan serta membebani diri di
dalam hidupmu dan dalam perjalanan hajimu. Serta
jangan berbangga-bangga dengan kehidupan yang serba
hedonis di dalam melaksanakan ibadah haji.
4. Jauhilah hal-hal yang melengahkan, seperti menonton
chanel-chanel Televisi yang berisi hiburan-hiburan, atau
mendengarkan musik dan hal-hal lain yang termasuk
katagori maksiat.
5. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama
perjalanan, dan selama pelaksanaan ibadah haji, serta
berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk mewujudkan
hal itu, sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu.
Dan hendaknya anda bisa bersabar untuk menjauhi dari
permusuhan dan perkelahian yang sering timbul pada
saat melakukan perjalanan dan pada saat terjadinya
desak-desakan.
6. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang,
dan berdo’a ketika keluar rumah dan ketika hendak
melakukan perjalanan. Hendaknya dia berdo’a ketika
keluar rumah, sebagaimana di dalam hadist Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdo’a :

104 | Buku Panduan Asrama


MATERI VII
MUAMMALAH

Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-


hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan
manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah
adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan
dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai
kebendaan, perkawinan, talak, sangsi-sangsi, peradilan dan
yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum
ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara
umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian
muamalah yaitu muamalah adalah semua transaksi atau
perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar
manfaat. Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami
bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun
tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara
manusia dengan alam sekitarnya

Prinsip-prinsip Dalam Mu’amalah


1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah,
kecuali yang ditentukan oleh al-qur’an dan sunnah
rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan luas
perkembangan bentuk dan macam muamalat baru sesuai
dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.

105 | Buku Panduan Asrama


2. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela , tanpa
mengandung unsur paksaan. Agar kebebasan kehendak
pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
3. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan
mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam
hidup masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk muamalat
dilakukan ats dasar pertimbangan mendatangkan
manfaat dan menghindari madharat dalam hidup
masyarakat.
4. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai
keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-
unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Bahwa segala bentuk muamalat yang mengundang
unsur penindasan tidak dibenarkan.
5. Tidak boleh jual-beli benda yang diharamkan (minuman
keras, obat-obat terlarang, daging babi, dan sebagainya).
Ini ditegaskan oleh Rasululah dalam haditsnya,
“Rasulullah SAW bersabda: Allah dan Rasul-Nya
melarang jual-beli khamr, bangkai, daging babi dan
berhala/patung yang disembah …”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
6. Tidak boleh menipu, seperti mempermainkan takaran
atau timbangan dan kualitas. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-Muthaffifin 1-6; “Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi (2) dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi (3) Tidakkah orang-orang itu
106 | Buku Panduan Asrama
yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan
(4) pada suatu hari yang besar (5) (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam (6)”.
(QS. Al-Muthaffifin : 1-6). Hal ini juga ditegaskan
kembali oleh Rasulullah SAW; “Barangsiapa yang suka
menipu, maka bukan termasuk umatku”. (HR. Tirmidzi
dari Abi Hurairah).
7. Tidak boleh melakukan suap atau sogok atau risywah.
Perbuatan sogok menyogok ini kita kenal dengan
korupsi. Korupsi termasuk perbuatan yang fasad. Fasad
menjadi kejahatan yang luar biasa. Sebab adanya fasad
dapat merusak tatanan kehidupan secara menyeluruh.
Bukan hanya keluarga, tapi juga bangsa atau khilafah.
Allah sangat melarang perbuatan ini. Dalam surat
Al-Baqarah ayat 188 dijelaskan, “Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS.Al-Baqarah:
188). Rasulullah SAW bersabda; “Allah melaknat orang
yang menyuap, yang menerimanya dan yang menjadi
perantaranya”. (HR. Ahmad).
8. Tidak boleh melakukan kegiatan riba. BUNGA termasuk
RIBA. Bermuamalah dengan orang lain, melalui jalur
perdagangan menjadi salah satu pintu rezeki dari Allah
kepada manusia. Akan tetapi dalam melakukan kegiatan
transaksi kita dilarang keras melakukan riba. Ayat-
107 | Buku Panduan Asrama
ayat tentang riba ini banyak disebutkan oleh Allah,
diantaranya surat ar-Rum ayat 39, An-Nisa ayat 161,
Ali Imran ayat 130-131, dan Al-Baqarah ayat 278-
279; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278)
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (279) ”(QS.
Al-Baqarah:278-279)

Jenis-Jenis Muamalah
Para Ulama Fiqh membagi jenis muamalah menjadi 2 jenis,
yaitu:

1. Muamalah yg hukumnya langsung ditentukan (ditunjuk)


oleh Nash (al-Qur`an dan al-Sunnah). Contoh persoalan
perdata: warisan, bilangan talak pernikahan, iddah,
khluk, rujuk, keharaman (jual) khamar (minuman keras),
keharaman riba, keharaman (jual) babi, keharaman (jual)
bangkai. Contoh persoalan pidana: hukum pencurian,
hukum perzinahan, hukum qazhaf (menuduh orang lain
berbuat zina), dll.
2. Muamalah yg tidak ditunjuk langsung oleh Nash,
tetapi diserahkan sepenuhnya kepada hasil ijtihad
para Ulama, sesuai dg kreasi para ahli dalam rangka
memenuhi kebutuhan umat manusia sepanjang tempat

108 | Buku Panduan Asrama


dan zaman, serta sesuai pula dg situasi dan kondisi
masyarakat itu sendiri. Contoh: menerapkan sistem jual
beli tanpa proses ijab dan qabul seperti transaksi jual
beli di supermarket, minimarket, swalayan, pasar, dll.
BAHASA umum yg digunakan oleh nash dalam sistem
jual beli adalah kerelaan antara pembeli dan penjual.

Macam-macam muamalah, antara lain :

1. Jual Beli
Adalah tukar menukar suatu barang dengan barang yang lain
dengan cara tertentu (akad).
2. Riba
Adalah satu macam cara memperoleh uang atau kekayaan
yang tidak halal.
Beberapa macam riba, seperti:
a. Riba Fadli, yaitu menukarkan dua barang yang sejenis
dengan tidak sama.
b. Riba Qardi, yaitu utang dengan syarat ada keuntungan
bagi yang memberi hutang.
c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat akad sebelum tim-
bang terima.
d. Riba Nasa’, yaitu disyaratkannya salah satu dari kedua
barang yang dipertukarkan ditangguhkan penyerahannya.
3. Salam
Adalah menjual sesuatu yang tidak dilihat zatnya, hanya
ditentukan dengan sifatnya dimana barang tersebut menjadi
tanggungan si penjual. Salam merupakan jual beli utang dari
pihak penjual, dan kontan/tunai dari pihak pembeli karena

109 | Buku Panduan Asrama


uangnya telah dibayarkan sewaktu akad. Contoh: Seorang
konsumen memesan 1 lusin seragam yang dibayar kontan
tetapi barangnya harus dibuat dahulu oleh si penjual.
4. Serikat/Perseroan
a. Serikat ‘Inan (Serikat Harta)
Artinya akad dari dua orang atau lebih untuk berserikat
harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud
mendapat keuntungan (tambahan).
b. Serikat Kerja
Adalah permufakatan kerja antara dua orang tenaga
ahli atau lebih agar keduanya sama-sama mengerjakan
pekerjaan itu. Penghasilan/upah ditentukan sewaktu akad
dan besarnya sesuai perjanjian bersama.
5. Qirad
Adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang
lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungannya sesuai
perdamaian (perjanjian) antara mereka sewaktu akad,
apakah dibagi dua atau dibagi tiga. Qirad berarti juga untuk
kemajuan bersama; perdagangan juga mengandung arti
tolong-menolong.
6. Musaqah (paroan kebun)
Adalah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada
tukang kebun untuk dipelihara, dan hasil kebun tersebut
dibagi dua menurut perjanjian keduanya sewaktu akad.
7. Muzara’ah dan Mukhabarah (paroan sawah atau ladang)
Muzara’ah adalah paroan sawah atau ladang, seperdua,
sepertiga, atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari

110 | Buku Panduan Asrama


petani (orang yang menggarap).
Mukhabarah adalah paroan sawah atau ladang, seperdua,
sepertiga, atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari
pemilik sawah atau ladang.
8. Mempersewakan
Adalah akad atas manfaat (jasa) yang dimaksud lagi diketahui,
dengan tukaran yang diketahui, menurut syarat-syarat yang
akan dijelaskan kemudian.
9. Ji’alah
Adalah meminta agar mengembalikan barang yang hilang
dengan bayaran yang ditentukan.
10. Utang Piutang
Adalah memberikan sesuatu kepada seseorang, dengan
perjanjian bahwa peminjam akan membayar sebesar yang
dipinjamnya.
11. Jaminan / Rungguhan
Adalah suatu barang yang dijadikan penguat kepercayaan
dalam utang piutang. Barang yang dijaminjan boleh dijual
jika hutang tak terbayar, hanya penjualan tersebut hendaknya
dengan keadilan (harga barang sesuai dengan harga yang
berlaku pada saat itu).
12. Hiwalah
Adalah memindahkan hutang dari tanggungan seseorang
kepada tanggungan yang lain.
13. Daman
Adalah menanggung (menjamin) hutang, menghadirkan
barang atau orang ke tempat yang ditentukan.
111 | Buku Panduan Asrama
14. Hajru
Adalah melarang/menahan seseorang untuk membelanjakan
(memperedarkan) hartanya. Yang berhak melarang adalah
wali atau hakim.
15. Balig
Anak-anak dianggap balig (dewasa) bila:
a. Telah berumur 15 tahun
b. Telah keluar mani
c. Telah haid bagi anak perempuan
Anak-anak telah dianggap pandai apabila mereka
sudah dapat mengatur hartanya dan tidak lagi menyia-
nyiakannya.
16. Wali Yatim
Wali anak yatim, kalau dia miskin, tidak ada halangan
baginya mengambil harta anak yatim yang dipeliharanya
sekedar untuk keperluan hidupnya sehari-hari.
17. Sulhu / Perdamaian
Adalah akad perjanjian untuk menghilangkan rasa dendam,
permusuhan, atau pembantahan.
18. Ikrar / Pengakuan
Adalah mengakui kebenaran sesuatu yang bersangkutan
dengan dirinya untuk orang lain. Saksi atas diri sendirilah
yang dimaksud dengan ikrar.
19. Berwakil
Adalah menyerahkan pekerjaan yang sedang dikerjakan
kepada orang lain.

112 | Buku Panduan Asrama


20. ‘Ariyah / Pinjam – Meminjam
Adalah memberikan suatu manfaat yang halal kepada orang
lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan
barangnya, agar barang tersebut dapat dikembalikan.
21. Hibah, Sedekah, dan Hadiah
a. Hibah
Adalah memberikan barang dengan tidak ada tukarannya
dan tidak ada sebabnya.
b. Sedekah
Adalah memberikan barang dengan tidak ada tukarannya
karena mengharapkan pahala di akhirat.
c. Hadiah
Adalah memberikan barang dengan tidak ada tukarannya
serta dibawa ke tempat yang diberi karena hendak
memuliakannya.
22. Wadi’ah / Petaruh
Adalah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar dia
dapat memelihara dan menjaganya sebagaimana mestinya.
23. Luqatah / Barang Temuan
Adalah barang-barang yang didapat dari tempat yang tidak
dimiliki oleh seorang pun.
24. Ihya-Ul Mawat (membuka tanah baru)
Adalah tanah yang belum pernah dikerjakan oleh siapapun,
berarti tanah itu belum dipunyai orang atau tidak diketahui
siapa pemiliknya.

113 | Buku Panduan Asrama


25. Syuf’ah
Adalah hak yang diambil dengan paksa oleh serikat lama dari
serikat baru.
26. Khasbu / Merampas
Adalah mengambil hak orang lain dengan cara paksa dan
aniaya.
27. Wakaf
Adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat
diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan.

114 | Buku Panduan Asrama


MATERI VIII
KHITBAH DAN PRA NIKAH

A. Pengertian Aqil Baligh


Aqil baligh merupakan satu fase dalam usia seseorang di
mana yang bersangkutan tidak bisa lagi menghindar dari tanggung
jawab dalam urusan ibadah. Orang yang sudah memasuki usia akil
baligh maka ia dikenai hukum untuk menjalankan semua perintah
Allah dan meninggalkan semu laranganNya. Baligh secara bahasa
artinya “sudah sampai” atau “sudah tiba saatnya”. Adapaun
secara istilah akil baligh adalah “seseorang yang sudah sampai
pada usia tertentu sehingga layak diberi beban tanggungjawab
(taklif) dalam urusan ibadah”. Ringkasnya, akil baligh adalah
orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik itu
yang berhubungan dengan perintah Allah maupun laranganNya.
Jika sebelum memasuki usia baligh yang bersangkutan belum
dituntut untuk menunaikan wajibannya dalam melaksanakan
ibadah seperti, shalat, puasa, dan seterusnya, karena memang
belum dianggap berdosa jika meninggalnya. Namun, ketika ia
sesudah masuk fase baligh, maka ia tidak lagi dapat menghindar
dari kewajibannya dalam menunaikan perintah-perintah agama
tersebut. Ketika seseorang telah memasuki usia baligh, dan
kemudian ia meninggalkan kewajibannya dalam hal ibadah,
maka ia dapat dihukumi berdosa, sebab yang bersangkutan sudah
memasuki beban kewajiban untuk menjalankan ibadah tersebut.
Baligh dalam hukum Islam bersifat anatomis biologis.
Adapaun yang dimaksud dengan anatomi bilogis yaitu datangnya
menstruasi bagi perempuan atau mimpi basah (ihtilam) bagi
lelaki. Keduanya terkait dengan isu reproduksi. Karenanya,
115 | Buku Panduan Asrama
baligh dengan pengertian seperti itu semestinya difahami sebagai
fase awal penanda kedewasaan fisik dan bukan fase penanda
kedewasaan sosial dan psikologis. (Lies Marcoes Natsir: Opini
2 Edisi 49).

B. Ciri-ciri Aqil Baligh


Untuk mengetahui apakah seseorang sudah memasuki usia
akil balig adalah dengan cara melihat ciri-cirnya. Ciri-ciri akil
baligh untuk perempuan dan laki-laki tentu berbeda. Dibawah ini
adalah ciri-ciri akil baligh:

Tanda Baligh Bagi Laki-laki


1. Ihtilam, yaitu keluarnya mani (seperma) baik karena mimpi
atau karena lainnya.
Adapun yangmenjadi dalil yang menjadi dasar adalah:
a. Firman Allah:
ِ َّ ِ َّ ِ ِ ِ َّ
‫ين‬
َ ‫ت أَْيَانُ ُك ْم َوالذ‬ َ ‫ين َآمنُوا ليَ ْستَأْذنْ ُك ُم الذ‬
ْ ‫ين َملَ َك‬ َ ‫يَا أَيـَُّها الذ‬
ِ ِ ‫ات ِمن قـب ِل‬ ٍ َ َ‫اللُم ِمْن ُكم ث‬
َ ‫صالة الْ َف ْج ِر َوح‬
‫ني‬ َ َْ ْ ‫الث َمَّر‬ ْ َ ُْ ‫َلْ يـَبـْلُغُوا‬
ِ ِ ‫تَضعو َن ثِياب ُكم ِمن الظَّ ِهريِة وِمن بـع ِد ص‬
ُ َ‫الة الْعِ َشاء ث‬
‫الث‬ َ َْ ْ َ َ َ ْ َ َ َُ
ٍ
‫اح بـَْع َد ُه َّن طََّوافُو َن‬ ٌ َ‫س َعلَْي ُك ْم َوال َعلَْي ِه ْم ُجن‬ َ ‫َع ْوَرات لَ ُك ْم لَْي‬
ِ ِ ٍ ‫علَي ُكم بـعض ُكم علَى بـع‬
ُ‫ك يـُبـَيِّ ُ اللَّهُ لَ ُك ُم اآليَات َواللَّه‬َ ‫ض َك َذل‬ َْ َ ْ ُ َْ ْ ْ َ
‫الُلُ َم فـَْليَ ْستَأْ ِذنُوا َك َما‬
ْ ‫ال ِمْن ُك ُم‬ ُ ‫يم * َوإِ َذا بـَلَ َغ األطْ َف‬ ِ ِ
ٌ ‫يم َحك‬ ٌ ‫َعل‬
‫ين ِم ْن قـَْبلِ ِه ْم‬ ِ َّ
َ ‫استَأْ َذ َن الذ‬
ْ
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan
orang-orang yang belum mencapai ”hulm” (ihtilaam)

116 | Buku Panduan Asrama


di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali
(dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh,
ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah
hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga ’aurat
bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani
kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah
sampai ”hulm” (ihtilaam/usia baligh), maka hendaklah
mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum
mereka meminta ijin” (QS. An-Nuur: 59).
Ayat di atas menjelaskan bahwa hulm (ihtilam) dijadikan
batas kewajiban bagi seorang anak untuk meminta ijin di
semua waktu ketika ia hendak memasuki kamar orang tuanya.
Ini adalah asal hukum dalam minta ijin (yaitu minta ijin
sebelum masuk). Berbeda halnya ketika ia belum mencapai
hulm, maka ia hanya dibebankan meminta ijin di tiga waktu
saja (sebalum subuh, tengah hari dan malam hari), dan tidak
mengapa baginya jika ia masuk (tanpa ijin) di selain tiga
waktu tersebut. Karena ketiga waktu itu merupakan waktu
dimana orang dewasa biasanya membuka auratnya. Ketika
seseorang sudah mencapai waktu ”hulm” (ihtilaam/usia
baligh), maka mereka harus meminta izin sebelum memasuki
tempat (kamar) orang dewasa (orang tua) merka.

117 | Buku Panduan Asrama


b. Dari Abu Sa’id Al-Khudriy ra., bahwasannya Rasulullah
saw. pernah bersabda :
‫ وميس من الطيب‬،‫ وسواك‬،‫غسل يوم اجلمعة على كل حمتلم‬
‫ما قدر عليه‬
Artinya: ”Mandi pada hari Jum’at (sebelum menunaikan
shalat Jum’at) adalah kewajiban bagi setiap orang yang
telah ihtilam; demikian pula bersiwak dan memakai
wewangian semampunya” [HR. Al-Bukhari no. 880 dan
Muslim no. 846-7].
c. Dari Ali bin Abi Thaalib ra, dari Nabi saw. beliau bers-
abda:
‫رفع القلم عن ثالثة عن النائم حىت يستيقظ وعن الصيب حىت‬
‫حيتلم وعن اجملنون حىت يعقل‬
Artinya: ”Diangkat pena (tidak dikenakan kewajiban)
pada tiga orang, yaitu : orang yang tidur hingga bangun,
anak kecil hingga ihtilam, dan orang gila hingga
berakal” (HR. Abu Dawud no. 4403 dan At-Tirmidzi no.
1423; shahih).
d. Dari Mu’adz ra.:
‫أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم بعثه إىل اليمن وأمره أن‬
‫يأخذ من كل حامل دينارا‬
Artinya: “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wa sallam mengutusnya ke Yaman dan memerintahnya
untuk mengambil dari setiap orang yang telah ihtilam
satu dinar” (HR. An-Nasa’i no. 2450, Al-Baihaqi dalam
Al-Kubra no. 19155, dan Ahmad no. 21532; shahih).

118 | Buku Panduan Asrama


Para ulama telah sepakat bahwa ihtilam merupakan tanda
kedewasaan bagi anak laki-laki dan perempuan. Al-Haafidh
Ibnu Hajar berkata:
‫وقد أمجع العلماء على أن االحتالم يف الرجال والنساء يلزم به‬
‫العبادات واحلدود وسائر األحكام‬
Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwasannya ihtilaam
pada laki-laki dan perempuan mewajibkan dengannya (untuk
diberlakukannya) ibadah, huduud, dan seluruh perkara
hukum” (Fathul-Baariy, 5/277).

2. Tumbuhnya Rambut Kemaluan


a. Dari ’Athiyyah, ia berkata:
‫عرضنا على النيب صلى اهلل عليه وسلم يوم قريظة فكان من‬
‫أنبت قتل ومن مل ينبت خلي سبيله فكنت ممن مل ينبت فخلي‬
‫سبيلي‬
Artinya: “Kami dihadapkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pada hari Quraidhah (peristiwa
pengkhianatan Bani Quraidhah), di situ orang yang
sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sedang orang
yang belum tumbuh dibiarkan. Aku adalah orang yang
belum tumbuh maka aku dibiarkan” (HR. At-Tirmidzi no.
1584, An-Nasa’i no. 3429, dan yang lainnya; shahih).
b. Dari Samurah bin Jundub, bahwasannya Nabi saw. bers-
abda:
‫اقتلوا شيوخ املشركني واستبقوا شرخهم‬
Artinya: ”Bunuhlah orang-orang tua dari kalangan
kaum musyrikiin dan biarkanlah syark”. [Abu Dawud no.

119 | Buku Panduan Asrama


2670 dan At-Tirmidzi no. 1583; dla’if]. Syarkh adalah
anak-anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya.
Ibn al-Qayyim berkata:
‫ويف هذا بيان أن اإلنبات علم على البلوغ وعلى أنه علم يف‬
‫حق أوالد املسلمني والكفار وعلى أنه جيوز النظر اىل عورة‬
‫األجنيب للحاجة من معرفة البلوغ وغريه‬
Artinya: ”Dan dalam hal ini terdapat penjelasan bahwa
tumbuhnya rambut kemaluan adalah tanda balighnya
seseorang, bagi anak-anak kaum muslimin dan orang-
orang kafir; dan juga menunjukkan bolehnya melihat
aurat orang lain bila diperlukan untuk mengetahui baligh
dan tidaknya seseorang serta untuk yang lainnya.27

3. Mencapai Usia Tertentu.


Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Di antara
pendapat-pendapat tersebut antara lain :
a. Madzhab Syafi’iyyah [Mughni-Muhtaaj 2/165, Raudla-
tuth-Thaalibiin 4/178, dan Al-Muhadzdzab 1/337-338],
Hanabilah [Al-Muharrar 1/347, Al-Furuu’ 4/312, Al-In-
shaaf 5/320, Al-Mubdi’ 4/332, dan Syarhul-Muntahaa
4/560]; pendapat yang dipilih Ibnu Wahb dari madzhab
Malikiyyah [As-halul-Madaarik 2/159 dan Mawaa-
hibul-Jaliil 5/59], Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-
Hasan dari Hanafiyyah, serta satu riwayat dari Abu
Hanifah [Al-Bahrur-Raaiq 3/96 dan Syarh Fathil-Qadiir
9/276] – yaitu lima belas tahun untuk laki-laki dan per-
empuan.

27 Lihat, Ibn al-Qayyim, Tuhfatul-Maulud bi Ahkaamil-Maulud, hlm. 210.


120 | Buku Panduan Asrama
b. Delapan belas tahun untuk laki-laki dan tujuh belas ta-
hun untuk perempuan [Al-Bahrur-Raaiq 3/96 dan Syarh
Fathil-Qadiir 9/276].
c. Madzhab Malikiyyah, ada beberapa pendapat. Ada yang
mengatakan delapan belas tahun untuk laki-laki dan per-
empuan [Ashalul-Madaarik 3/159], sembilan belas ta-
hun, tujuh belas tahun, dan enam belas tahun [Mawaa-
hibul-Jaliil 5/59 dan Haasyiyyah Ad-Dasuuqiy 3/293].
d. Ibnu Hazm berpendapat sembilan belas tahun [Al-Muhal-
la, permasalahan no. 119].
Adapun dalil yang dianggap paling shahih dan sharih oleh
ulama yang memberikan batasan usia yang dibawakan
dalam permasalahan ini adalah hadits yang dibawakan
oleh pendapat pertama (lima belas tahun). Dari Ibn ’Umar
ra. ia berkata:
.‫عرضين رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يوم أحد يف القتال‬
‫ وأنا‬،‫ وعرضين يوم اخلندق‬.‫ فلم جيزين‬.‫وأنا ابن أربع عشرة سنة‬
.‫ فأجازين‬.‫ابن مخس عشرة سنة‬
.‫ وهو يومئذ خليفة‬،‫ فقدمت على عمر بن عبدالعزيز‬:‫قال نافع‬
.‫ إن هذا حلد بني الصغري والكبري‬:‫ فقال‬.‫فحدثته هذا احلديث‬
.‫فكتب إىل عماله أن يفرضوا ملن كان ابن مخس عشرة سنة‬
.‫ومن كان دون ذلك فاجعلوه يف العيال‬
Artinya: ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam
menunjukku untuk ikut serta dalam perang Uhud, yang
ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak
memperbolehkan aku. Dan kemudian beliau menunjukku
kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu

121 | Buku Panduan Asrama


usiaku telah mencapai lima belas tahun. Beliau pun
memperbolehkanku”.
Naafi’ berkata: ”Aku datang kepada ’Umar bin ’Abdil-
’Aziz yang ketika itu menjabat sebagai khalifah, lalu aku
beri tahu tentang hadits tersebut. Kemudia ia berkata :
’Sungguh ini adalah batasan antara kecil dan besar’.
Maka ’Umar menugaskan kepada para pegawainya
untuk mewajibkan bertempur kepada orang yang telah
berusia lima belas tahun, sedangkan usia di bawahnya
mereka tugasi untuk mengurus keluarga orang-orang
yang ikut berperang” (HR. Al-Bukhari no. 2664, Muslim
no. 1868, Ibnu Hibban no. 4727-4728, dan yang lainnya).
Namun, hadits ini pun tidak menunjukkan secara sharih
bahwa usia lima belas tahun adalah batas usia baligh.
Hadits ini masih mengandung kemungkinan bahwa
pelarangan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam bukan
karena faktor baligh, namun karena masih kecilnya
Ibnu ’Umar sehingga tidak dipandang mempunyai
kemampuan/kecakapan untuk berperang. Ini terlihat dari
ijtihad ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang hanya menandakan
usia tersebut sebagai batas besar dan kecil untuk ikut
berperang. Bukan baligh dan tidak baligh.
Pendapat yang rajih dalam permasalahan ini adalah
tidak ada batasan usia tertentu untuk baligh. Dan inilah
pendapat yang dikutkan Ibn al-Qayyim ra., dimana beliau
berkata :
‫وليس لوقت االحتالم سن معتاد بل من الصبيان من حيتلم‬
‫الثنيت عشرة سنة ومنهم من يأيت عليه مخس عشرة وست‬
‫عشرة سنة وأكثر من ذلك وال حيتلم‬
122 | Buku Panduan Asrama
Artinya: ”Untuk waktu ihtilaam tidak ada batas usianya,
bahkan anak-anak yang berusia dua belas tahun bisa
ihtilaam. Ada juga yang sampai lima belas tahun, enam
belas tahun, dan seterusnya namun belum ihtilaam”
(Tuhfatul-Maudud, hlm. 208).
Kemudian beliau melanjutkan :
‫وقال داود وأصحابه ال حد له بالسن إمنا هو االحتالم وهذا‬
‫قول قوي‬
Artinya: ”Dawud (Adh-Dhahiriy) dan shahabat-
shahabatnya berkata : ’Tidak ada batasan tertentu
untuk usia baligh. Batas yang benar hanyalah ihtilam’.
Ini adalah pendapat yang kuat” (Tuhfatul-Maudud, hlm.
209).

Tanda-tanda baligh untuk perempuan


Adapun tanda balighnya anak perempuan hampir sama
sebagaimana tanda balighnya anak laki-laki. Bedanya yaitu
datangnya haidl (menstruasi) dan berkembangnya alat-alat
reproduksi. Jumhur ulama berpendapat bahwasannya haidl
merupakan tanda baligh bagi seorang wanita. Al-Haafidh berkata:
‫وقد أمجع العلماء على أن احليض بلوغ يف حق النساء‬
Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwasannya haidl
(menstruasi) merupakan tanda baligh bagi wanita” [Fathul-
Baariy, 5/277].
Menstruasi pertama bagi anak perempuan yang menjadi tanda
masuknya masa akil baligh bisanya sudah mulai datang pada usia
9 tahun. Dan peran serta orangtua/guru amatlah diperlukan untuk
melakukan pembimbingan dan pendampingan. Umur 9 tahun

123 | Buku Panduan Asrama


saat ini mungkin baru kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar. Namun tidak
semua perempuan sama. Ada juga sebagian perempuan yang
baru menapatkan menstruasi ketika mereka baru masuk kelas
menengah pertama, bisa kelas 1, 2 atau kelas 3. Namun menurut
penelitian rata-rata anak perempuan di Indonesia mengalami
menstruasi pada usia 11 tahun.
Sayyidah Aisyah ra. Berkata:
‫ي فَ ِه َي ْامَرآَةٌ – رواه الرتمذ‬ ِِ ِ ْ ‫ت‬ ِ َ‫إِ َذا بـلَغ‬
َ ْ ‫الَا ِريَةُ ت ْس َع سن‬ َ
Artinya: “Jika anak gadis telah mencapai umur 9 tahun, maka ia
termasuk perempuan (memasuki umur baligh).” (H.R. Tirmidzi)
Hadis ini menjelaskan bahwa ketika anak perempuan sudah
mencapai umur 9 tahun maka ia termasuk perempuan yang sudah
mulai memasuki usia baligh. Hadis ini tidak mengatakan bahwa
umur 9 tahun adalah umur di mana anak perempuan mengalami
menstruasi. Karena bisa jadi umur 9 tahun perempuan-
perempuan di zaman Nabi dengan perempuan di zaman sekarang,
khususnya di Indoneisa berbeda. Tidak semua anak perempuan
mengalami menstruasi pertama pada umur 9 tahun, bisa lebih
dari itu. Namun ada juga yang belum mencapai umur 9 tahun
sudah datang menstruasi pertama. Mengapa bisa demikian? Ada
dua faktor yang menyebabkan terjadinya menstruasi datang lebih
dini, yaitu faktor internal serta faktor eksternal. Faktor internal
biasanya terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal
yang dibawa sejak lahir. Kondisi ini kemudian dipicu pula oleh
faktor eksternal, seperti makanan, terutama makanan cepat saji
(junkfood) dan lingkungan yang modern. Di zaman sekarang
berbagai macam makanan cepat saji mudah sekali ditemukan.
Anak-anak sekolah tanpa terkontrol mudah sekali jajan

124 | Buku Panduan Asrama


sembarangan. Padahal makanan cepat saji tersebut tidak baik
untuk kesehatan. Selain itu, perkembangan teknologi (gadged),
juga tidak terbendung. Anak-anak yang masih usia dini dengan
mudah bisa mengakses situs-situs dewasa. Oleh sebab itu, peran
orang tua dan guru dalam mengawasi dan mendampingi anak-
anak ini sangatlah penting.
Bila seorang anak sudah mencapai ciri-ciri akil baligh
tersebut di atas, maka ia telah sampai pada usia akil baligh. Maka
wajib baginya mengerjakan semua ibadah dan seluruh amalan
wajib yang telah disyari’atkan dalam Islam melalui al-Qur’an
dan Sunnah. Sebaliknya, jika seorang anak belum mencapai
usia akil baligh, maka perintah yang diberikan hanyalah sebagai
pembiasaan dan menjadikannya suka untuk melaksanakan
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Perintah dalam
membiasakan anak-anak yang sebelum mereka mencapai usia
akil baligh ini penting agar kelak ketika mereka mencapai usia
akil baligh, mereka sudah terbiasa dengan ibadah dan amalan
wajib yang telah disyariatkan Allah swt. Untuk membiasakan
anak agar terbisa melakukan ibadah dan amalan wajib yang
disyari’atkan tidak harus menggu mereka datang menstruasi.
Pembiasaan dalam menjalankan ibadah dan amalan wajib yang
disyari’atkan bisa dimulai sejak usia dini.

C. Khitbah
1. Pengertian Khitbah
Dalam kitab Al-Khitbah Ahkam wa Adab karya Syaikh
Nada Abu Ahmad halaman 1, pada bab Definisi Khitbah (Ta’rif
Khitbah), diterangkan pengertian syar’i (al-ma’na asy- yar’i)

125 | Buku Panduan Asrama


dari khitbah sebagai berikut:
‫التماس اخلاطب النكاح من املخطوبة أو من وليها‬
“[Khitbah adalah] permintaan menikah dari pihak laki-laki
yang mengkhitbah kepada perempuan yang akan dikhitbah atau
kepada wali perempuan itu.” (Mughni Al-Muhtaj, 3/135).
Dari definisi tersebut diatas dapat dipahami bahwa
khitbah, meminang atau melamar adalah permintaan menikah,
baik dengan sindiran atau terang-terangan. Artinya permintaan
untuk menikahi wanita oleh laki-laki yang meminangnya.
(Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj- Pasal Khitbah). Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa khitbah ialah
kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara
seorang pria dengan seorang wanita. Adapun dalam pandangan
Islam, meminang sangat sederhana, sang lelaki melihat dulu
wanita yang akan dinikahi, dan bila setuju maka ia sendiri atau
wakil keluarga menanyakan persetujuan wanita dan keluarga
wanita tersebut.28
Firman Allah swt: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu...” (QS. Al-
Baqarah [2]: 235)
2. Hukum Khitbah
Hukum mengkhitbah dapat dibagi ke dalam dua hukum,
yaitu:

28 Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya Jawab Agama 1, (Yogya-


karta: Suara Muhammadiyah, 2015), hlm. 147.
126 | Buku Panduan Asrama
1. Hukumnya boleh, ketika mengkhitbah wanita yang tidak
bersuami atau tidak sedang ‘iddah (talak raj’i- yang
mungkin akan rujuk). Dan diperbolehkan meminang
wanita yang sedang menjalani ‘iddah karena wafatnya
suami atau iddah talak tiga (talak Ba’in),29 namun wajib
menggunakan ungkapan sindiran atau Ta’ridh. Dalam
Tafsir Ath-Thabari’ dijelaskan bahwa boleh melakukan
pinangan secara sindiran kepada wanita yang ditinggal
mati oleh suaminya.30
Demikian pula ketetapan bagi wanita yang ditalak ba’in
(terakhir) bahwa ia dapat dilamar dengan sindiran,
sebagaimana yang disabdakan Nabi kepada Fatimah
binti Qais ketika ia dicerai oleh suaminya, Abu Umar
bin Hafsh dengan talak tiga. Beliau menyuruhnya untuk
menjalankan iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum seraya

29 Talak ba’in adalah talak yang dijatuhkan suami, dan mantan suami tidak
boleh merujuk kembali, kecuali dengan pembaruan akad nikah dengan
seluruh syarat dan rukunya. Talak ba’in dibagi menjadi dua: talak ba’in
sughra dan talak ba’in kubra. Talak ba’in sughra adalah talak yang di-
jatuhkan suami pada istrinya (talak 1 dan 2) yang telah habis masa iddahn-
ya. suami boleh rujuk lagi dengan istrinya, tetapi dengan aqad dan mahar
yang baru. sedangkan talak ba’in kubra adalah talak yang dijatuhkan sua-
mi pada istrinya bukan lagi talak 1 dan 2 tetapi telah talak 3. dalam hal ini,
suami juga masih boleh kembali dengan istrinya, tetapi dengan catatan,
setelah istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai secara wajar. oleh
karena itu nikah seseorang dengan mantan istri orang lain dengan maksud
agar mereka bisa menikah kembali (muhallil) maka ia dilaknat oleh Ra-
sulullah SAW. dalam salah satu haditsnya. * Talak dua: pernyataan talak
yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan suami rujuk den-
gan istri sebelum selesai masa iddah * Talak tiga: pernyataan talak yang
bersifat final. Suami dan istri tidak boleh rujuk lagi, kecuali sang istri
pernah dikawini oleh orang lain lalu diceraikan olehnya.
30 Ibn Katsir, Tafsir Ibn al-Katsir, hlm. 148.
127 | Buku Panduan Asrama
bertutur kepadanya, “Jika engkau telah halal, beritahu
aku.” Setelah ia halal, Usamah bin Zaid, budak beliau,
melamarnya, dan beliau pun menikahkan Fatimah dengan
Usamah.31
2. Hukumnya haram, ketika meminang wanita yang
mempunyai suami atau sedang menjalani ‘iddah talak
raj’i, atau wanita yang sudah bertunangan dengan laki-
laki lain. Maksudnya adalah pinangan yang pertama dari
seorang laki-laki telah diterima oleh wanita (janda) atau
wali dari wanita (gadis). Ibn Katsir menjelaskan bahwa
wanita yang ditalak raj’i, maka tidak diperselisihkan lagi
bahwa ia tidak boleh dilamar, baik secara terus terang
maupun sindiran.32

3. Jenis Khitbah
Dalam Islam dikenal ada dua metode dalam menyampkain
khitbah, yaitu tashrih dan ta’ridh.
a. Tashrih
Adapun yang dimaksud dengan tashrih adalah ungkapan
yang jelas dan tegas. Khitbah jenis ini menggunakan
ungkapan yang tidak perlu ditafsirkan apapun kecuali
hanya khitbah. Ungkapannya cukup jelas dan langsung
bisa dipahami. Contohnya seperti kalimat berikut ini: aku
pinang engaku untuk untuk kujadikan istriku, atau bila
masa iddahmu sudah selesai aku ingin menikahimu. Para
ulama sepakat bahwa haram hukumnya menikahi wanita
yang belum habis masa iddahnya. Allah berfirman: “…

31 Ibn Katsir, Tafsir Ibn al-Katsir, hlm. 148.


32 Ibn Katsir, Tafsir Ibn al-Katsir, hlm. 148.
128 | Buku Panduan Asrama
dan janganlah kamu ber›azam (bertetap hati) untuk
beraqad nikah, sebelum habis ‹iddahnya. (QS. Al-
Baqarah [2]: 235)
b. Ta’ridh
Adapun yang dimaksud dengan ta’ridh adalah
penyampaian khitbah dengan menggunakan kata sindiran
(ta’ridh) atau kiasan. Karena menggunakan kata sindiran
maka bisa ditafsirkan (dipahami) menjadi khitbah atau
juga bisa ditafsirkan sesuatu yang lain diluar khitbah.
Para ulama sepakat bahwa boleh melakukan khitbah
secara sindiran kepada wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya atau wanita yang ditalak bain. Contoh khitbah
dengan sindiran seperti kalimat berikut ini: sesungguhnya
aku ingin nikah, semoga Allah memudahkanku untuk
mencari wanita shalihah.
Islam membolehkan mengkhitbah dengan sindiran. Firman
Allah swt: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-
wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu...” (QS. Al-
Baqarah [2]: 235)
4. Tata Cara Khitbah
Adab dan tata cara meminang/melamar dalam Islam Menurut
Nabi saw. adapun adab dan tata cara mengkhitbah menurut
Islam adalah:
1. Melihat calon/ wanita yang hendak dikhitbah.
Melihat yang dimaksudkan disini adalah melihat diri
wanita yang ingin dinikahi dengan tetap berpanutan pada

129 | Buku Panduan Asrama


aturan syar’i. ”Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah
bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang
perempuan. Lalu rasulullah Saw. Bersabda,”Pergilah
untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat
itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina
kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya,
kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan
kerukunannya dengan perempuan itu. (HR. Ibnu Majah:
dishohihkan oleh Ibnu Hibban, dan beberap hadits sejenis
juga ada misalnya diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Imam
Nasai))
2. Tidak melamar wanita yang telah dilamar Lelaki lain
(meskipun belum memberi jawaban).
Meminang/melamar ini berarti melamar secara resmi.
Dari Abu Hurairah, Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang
telah dipinang saudaranya”(HR. Ibnu Majah)
3. Merahasiakan khitbah (tidak mengumumkan ke orang
banyak)
Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda,”Kumandangkanlah pernikahan dan
rahasiakanlah peminangan (khitbah).”
4. Wanita yang dilamar terbebas dari segala mawani`
(pencegah) dari sebuah pernikahan.
Misalnya wanita itu sedang menjadi istri seseorang. Atau
wanita itu sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya,
namun masih dalam masa `iddah. Selain itu wanita yang

130 | Buku Panduan Asrama


dilamar tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang
masih menjadi mahram bagi seorang laki-laki. Maka di
dalam Islam tidak dikenal ada seorang laki-laki meminang
adiknya sendiri, atau ibunya sendiri atau bibinya sendiri.
5. Wanita melamar laki-laki Secara syar’i dibolehkan.
”Dari Tsabit, ia berkata,”Kami duduk bersama dengan
Anas bin Malik yang disebelahnya ada seorang anak
perempuannya. Lalu Anas berkata,” datanglah seorang
perempuan kepada Nabi SAW, lalu ia menawarkan dirinya
kepada beliau, kemudian perempuan itu berkata,”Wahai
Rasulullah maukah tuan mengambil diriku? Kemudian
anak perempuan Anas menyeletuk,”Betapa tidak malunya
perempu itu!” Lalu Anas menjawab,”Perempuan itu lebih
baik daripada kamu”. Ia menginginkan rasulullah, karena
itu ia menawarkan dirinya kepada beliau”. (HR. Ibnu
Majah).
5. Hikmah Khitbah
Adapun hikmah dari adanya khitbah adalah untuk lebih
menguatkan ikatan perkawinan yang dilakukan setelahnya,
karena dengan khitbah, pasangan yang menikah telah saling
mengenal sebelumnya. Hal ini dapat disimak dari sepotong
hadits Nabi dari al-Mughirah bin al-syu’bah menurut yang
dikeluarkan al-Thirmizi dan al-Nasaiy yang bunyinya:Bahwa
Nabi berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang
perempuan: “melihatlah kepadanya karena yang demikian akan
lebih menguatkan ikatan perkawinan”. (al-Shan’aniy III,113)
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa khitbah merupakan
jalan untuk saling mengenal bagi pasangan yang akan menikah.
131 | Buku Panduan Asrama
Dengan khitbah, masing-masing pihak dapat saling mempelajari
akhlak, tabiat, dan kecondongan dalam garis yang dibenarkan
agama. Sehingga, dapat ditemukan kompromi yang dapat
menjadikan hubungan pernikahan sebagai sebuah ikatan yang
kekal, memberikan ketenangan pada masing-masing pihak
karena mereka dapat hidup bersama dengan kesejahteraan dan
kedamaian, kesenangan dan kecocokan, ketentraman dan rasa
cinta.
Sabda Nabi saw.:
‫َحد‬ ِ‫عن جا بِر قَال قال ر سول اهلل صل ا هلل عليه و سلم أ‬
ُ ‫بأ‬ َ َ‫ط‬ ‫خ‬ ‫ذا‬ ْ َ َْ
‫ُكم الْ َم ْر أَةَفان استطاء أن ينظر منها اىل ما يدعوه اىل نكاحها فليفعل‬
‫قال فخطبت جارية من بىن سلمة فكنت أختبئ هلا حتت الكرب حىت‬
‫رأيت منها بعض ما دعاىن اىل نكاحها فتزوجتهاز‬
Artinya: Dari mughirah bin syu’bah, ia pernah meminang seorang
perempuan, lalu Rasulallah bertanya kepadanya:“Sudahkah kau 
lihat dia?” Ia menjawab:“belum”, sabda Nabi: “Lihatlah dia
terlebih dahulu agar nantinya kamu bisa hidup bersama lebih
langgeng”.
Di dalam hadits lain disebutkan:

‫ إذا خطب أحدكم‬,‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬,‫وعن جابرقال‬
‫املرأة فإن استطاع أن ينظر منها إىل مايدعوه إىل نكاحها فاليفعل‬
‫قالفخطبت جارية من نيب سلمة فكنت أختبئ هلا حتت الكرب حىت‬
‫رأيت منها بعض ما دعاين إىل نكاحها فتزوجتها‬
Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah
bersabda: jika seseorang meminang perempuan, maka jika

132 | Buku Panduan Asrama


mampu hendaknya ia melihatnya sehingga ia menginginkan
untuk melihatnya, maka lakukanlah sehingga engkau melihatnya
sesuatu yang menarik untuk menikahinya maka nikahilah”.
Dari beberapa keterangan di atas maka dapat diringkas
beberapa hikmah dari disyari’atkan khitbah ini, yaitu:
1. Cara untuk saling mengenal antara calon pasangan
suami dan istri.
2. Supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan
yang akan menjadi pendamping hidupnya.
3. Cara untuk saling memantapkan calon mempelai untuk
hidup mangarungi bahtera rumah tangga.
4. Untuk mempererat hubungan antara keluarga calon
mempelai agar saling mengenal.
5. Jalan untuk menuju kesepakatan kedua calon mempelai
untuk menuju pembentukan mahligai kehidupan rumah
tangga yang bahagia.
6. Agar tidak ada penyesalan dikemudian hari pada saat
akad pernikahan berlangsung.

133 | Buku Panduan Asrama


MATERI IX
NIKAH

A. ISLAM MENGANJURKAN PERKAWINAN


Dalam Hal ini Al-Qur’an S. Adz-Dzariyat: 49 mengajarkan
: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasang, supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”.
Dalam S. Yasin: 36 dinyatakan pula: “Maha Suci Tuhan
yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka, maupun dari
apa yang mereka tidak ketahui”.
Dengan hidup berpasang-pasang itulah keturunan manusia
dapat berlangsung, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an
S. An-Nisa’: 1 yang menyatakan: “Hai sekalian umat manusia,
bertaqwalah kamu kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri (Adam) dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya (Hawa); dan daripada keduanya Allah memperkembang-
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..”
Al-Qur’an S. An-Nahl: 72 menegaskan pula: “Allah
menjadikan isteri bagi kamu dari jenis kamu sendiri, dan dari
isteri-isteri kamu itu Dia menjadikan anak-anak dan cucu-cucu
bagi kamu.......”
Dari dua ayat terakhir tersebut kita peroleh penegasan
bahwa diantara tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk
mendapatkan keturunan.
Kecuali untuk keturunan, perkawinan akan dapat
menimbulkan ketenganan hidup manusia dan menumbuhkan
rasa kasih sayang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an
S. Ar-Rum: 21yang menegaskan: “Dan diantara tanda-tanda
kekuasanNya, Dia menciptakan untuk kamu isteri-isteri dari

134 | Buku Panduan Asrama


jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya rasa kasih sayang diantara kamu....”
Oleh karena perkawinan merupakan tuntutan naluriah
manusia untuk berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan
untuk memperoleh ketenanganhidup serta menumbuhkan dan
memupuk rasa kasih sayang insani, maka Islam menganjurkan
agar orang menempuh hidup perkwaninan; sengaja membujang
tidak dibenarkan.
Al-Qur’an S. An-Nur: 32 memerintahkan: “Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian , lak-laki yang tidak beristeri dan
perempuan yang tidak bersuami diatara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-
laki maupun perempuan; bila mereka miskin, Allah akan memberi
kecukupan dengan karunia-Nya dan Dia maha mengetahui
perikeadaan hamba-hamba -Nya.”
Perintah mengawinkan perempuan tak bersuami dengan
laki-laki tak beristeri itu tertuju kepada suluruh umat Islam,
tidak hanya kepada keluarga atau wali masing-masing yang
bersangkutan. Hal iniberarti bahwa untuk terselenggaranya
perkawinan yang diperintahkan itu kaum muslimin berkewajiban
untuk bantu-membantu, baik secara moril maupun materiil.
Hadits Nabi riwayat Bukhari-Muslim dari Abdullah bin
Mas’ud r.a. memerintahkan: “Wahai para pemuda semuanya,
barang siapa diantara kamu telah mampu memikul biaya
perkawinan, hendaklah kawin; sebab perkawinan itu lebih mampu
menundukkan mata dan lebih mampu menjaga kehormatan,
barang siapa belum berkemampuan hendaklah berpuasa, sebab
puasa itu baginya merupakan perisai yang mampu menahan diri
dari perbuatan zina.”

135 | Buku Panduan Asrama


Dalam hadits tersebut Nabi mengajarkan bahwa perkawinan
merupakan jalan untuk menyalurkan naluriah manusawi, untuk
memenuhi tuntutan nafsu syahwatnya dengan tetap terpelihara
keselamatan agama yang bersangkutan. Apabila nafsu syahwatnya
telah mendesak, padahal kemampuan kawin belum cukup supaya
menahan diri dengan jalan berpuasa mendekatkan diri kepada
Allah agar mempunyai daya tahan mental dalam mengadapi
kemungkinan-kemungkinan godaan setan yang menarik-narik
untuk berbuat serong.
Hadits Nabi riwayat Al-Baihaqi mengajarkan: “Apabila
seseoarng telah melakukan perkawinan, berarti telah
menyempurnakan separoh agamanya (karena telah sanggup
menjaga kehormatannya), maka bertaqwalah kepada Allah dalam
mencapai kesempurnaan pada separoh yang masih tinggal.”
Hadits Nabi riwayat At-Thabrani dari Abi Najih
memperingatkan “Barang siapa telah berkelapangan untuk
melakukan perkawinan tetapi tidak mau juga kawin, tidak
tergolong umat untukku.”
Hadits riwayat Bukhari dari Anas bin Malik r.a.
menceriterakan bahwa ada tida orang sahabat yang merasa amat
kecil ibadahnya dibanding dengan ibadah Nabi, padahal beliau
telah memperoleh ampunan Allah; untuk daoat mendekati nilai
ibadah Nabi itu, mereka bermaksud menghabiskan sisa hidupnya
untuk beribadah kepada Allah, yang satu akan menghabiskan
waktu malamnya untuk shalat, yang satu lagi akan menjauhkan
diri dari wanita, tidak akan kawin selamanya;setelah mendengar
ada percakapan para sahabat demikian itu Nabi mengatakan:
“Apakah kamu yang mengatakan demikian dan demikian? Demi
Allah, aku adalah orang yang paling takut dan taqwa kepada
136 | Buku Panduan Asrama
Allah diantara kamu, tapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat
dan tidur, akupun mengawini perempuan-perempuan, barang
siapa tidak senang mengikuti sunnahku maka tidak termasuk
golonganku.”
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Aisyah r.a.
mengajarkan: “Nikah adalah sebagian dari sunnahku (cara yang
kutempuh); barang siapa yang tidak mau melaksanan sunnahku,
bukanlah golonganku.”
Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi tersebut diatas
dapat kita peroleh kepastian bahwa Islam menganjurkan
perkawinan, Islam memandang perkawinan mempunyai nilai
keagamaan sebagai ibadah kepada Allah, mengikuti sunnah
Nabi, guna menjaga keselamatan hidup keagamaan yang
bersangkutan; dari segi lain, perkawinan dipandang mempunyai
nilai kemanusiaan untuk memenuhi naluriah hidupnya, guna
melangsungkan kehidupan jenis, mewujudkan ketenteraman
hidup dan menumbuhkan serta memupuk rasa kasih sayang
dalam hidup bermasyarakat. Oleh karenanya, sengaja hidup
membujang tidak dapat dibenarkan.
Larangan hidup membujang diperoleh dari ujung hadits Nabi
yang mengatatakan: “......barang siapa tidak sengan mengikuti
sunnahku, tidak termasuk golonganku” dan “..... barang siapa
tidak mau melaksanakan sunnahku, tidak termasuk golonganku”.
Ada lagi hadits Nabi yang dengan tega mengatakan: “Laa
rahbaniyyata fil Ilsam”(Tiada kependetaan dalam Islam).

B. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN


Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi tersebut diatas kita
dapat memperoleh kesimpulan bahwa tujuan perkawinan dalam

137 | Buku Panduan Asrama


adalah memenuhi tuntutan naluriah hidup manusi, berhubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya
Hukum Islam mengatur agar perkawinan itu dilakukan
dengan akad atau perikatan hukum antara pihak-pihak
yang bersangkutan dengan disaksikan dua orang laki-laki.
Dengan demikian dapat diperoleh suatu pengerian,
perkawinan menurut hukum Islam adalah “suatu akad atau
perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin atara laki-laki
dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup
berkeluarga, ytang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang
dengan cara yang diridloi Allah.”
Apabila pengertian tersebut kita bandingkan dengan yang
tercantum dalam pasal 1 Undang-undang Perkawinan yang
baru (Undang-undang No.1/1974), maka pada dasarnya antara
pengertian perkawinan menurut hukum Islam dan menurut
Undang-undang tidak terdapat perbedaan prinsipil; sebab
perngertian perkawinan menurut Undang-undang ialah “ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagi
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

C. HUKUM MELAKUKAN PERKAWINAN


Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan kawin, namun
apabila ditinjau dari keadaan yang melaksanakannya, perkawinan
dapat dikenal hukum wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.
1. Perkawinan yang wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah
mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah

138 | Buku Panduan Asrama


mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan
memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan
serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin, akan
mudah tergelincir untuk berbuat zina.
Alasan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib,
padahal bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya
akan terjamin dengan jalan kawin, maka bagi orang
itu melakukan perkawinan hukumnya adalah wajib.
Qa’idah fiqhiyah mengatakan: “sesuatu yang mutlak
diperlakukan untuk menjalankan suatu kewajiban,
hukumnya adalah wajib”; atau dengan kata lain: “apabila
suatu kewajiban tidak akan terpenuhi tanpa adanya
suatu hal, maka hal itu wajib pula hukunya”. Pentrapan
qa’idah tersebut dalah masalah perkawinan, apabila
seseorang hanya dapat menjaga diri dari perbuatan zina
dengan jalan perkawinan, maka baginya perkawinan itu
wajib hukumnya.
2. Perkawinan yang sunnat
Perkawinan hukumnya sunnat bagi orang yang telah
berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan dan memikul
kewajiban-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila
tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat
zina.
Alasan hukum sunnat ini diperoleh dari ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi sebagaimana telah
disebutkan dalam hal Islam menganjurkan perkawinan

139 | Buku Panduan Asrama


diatas. Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa berasalan
ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi itu , hukum
dasar perkawinan itu adalah sunnat.
Ulama’ madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum asal
perkawinan adalah mubah. Ulama’-ulama’ madzhab
Dhahiri berpendapat bahwa perkawinan wajib dilakukan
orang yang teah mampu tanpa dikaitkan adanya
kekhawatiran akan berbuat zina apabila tidak kawin.
3. Perkawinan yang haram
Perkawinan hukunya haram bagi orang yang belu m
berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup
perkawinan, hingga apabila kawin juga akan berakhir
menyusahkan isterinya.
Hadits Nabi mengajarkan agar orang jangan sampai
berbuat yang berakibat menyusahkan dri dan orang lain.
Al-Qurthubi, salah seorang ulama terkemuka dalam
madzhab Maliki berpendapat bahwa apabila calon
suami menyadari tidak akan mampu memenuhi
kewajiban nafkah dan membayar mahar (mas kawin)
untuk seseorang kecuali apabila ia menjelaskan
perikeadaannya itu kepada calon isteri; atau ia bersabar
sampai merasa akan dapat memenuhi hak-hak isternya,
barulah ia boleh melakukan perkawinan.
Al-Qurthubi mengatakan juga bahwa orang yang
mengetahui pada dirinyaterdapat penyakit yang dapat
menghalangi kemungkinan melakukan hubungan
dengan calon isteri harus memberi keterangan kepada
calon isteri, agar pihak isteri tidak akan merasa tertipu.
140 | Buku Panduan Asrama
Catatan
Apa yang dikatakan Al-Qurthubi itu amat penting artinya
bagi sukses atau gagalnya hidup perkawinan. Dalam bentuk
apapun, penipuan itu harus dihindari; bukan saja mengenai cacat
atau penyakit yang dialami calon suami, tetapi juga mengenai
nasab keturunan, kekayaan, kedudukan atau pekerjaan jangan
sampai tidak dijelaskan, agar tidak berakibat pihak isteri merasa
tertipu.
Hal yang disebutkan calon suami itu berlaku juga bagi calon
isteri. Calon isteri yang tahu bahwa ia tidak akan memenuhi
kewajiban-nya terhadap suami, karena adanya kelainan atau
penyakit, harus memberikan keterangan kepada calon suami,
agar jangan sampai terjadi pihak suami merasa tertipu.
Bahkan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada diri
calon isteri, yang apabila diketahui oleh pihak calon suami,
mungkin akan mempengaruhi maksud untuk mengawini,
misalnya giginya palsu sepenuhnya, rambutnya habis tidak
mungkin akan tumbuh lagi hungga terpaksa memakai rambut
palsu atau wig dan sebagainya hars dijelaskan kepada calon
suami, untuk menghindari jangan sampai akhirnya pihak suami
merasa tertipu.

1. Perkawinan yang makruh.


Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang
mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya
tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan
terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai
kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-
kewajibannya terhadap isterinya, meskipun tidak akan
141 | Buku Panduan Asrama
berakibat menyusahkan pihak isteri; misalnya calon
isteri tergolong orang kaya atau calon suami belum
mempunyai keinginan untuk kawin.
Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu
perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi
semangat beribadah kepada Allah dan semangat bekerja
dalam blang ilmiah, hukumnya lebih makruh daripada
yang telah disebutkan diatas.
2. Perkawinan yang mubah
Perkawinan yang hukunya mubah bagi orang yang
mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa
khawatir akan berbuat zina dan andaikata kawinpun
tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajiban
terhadap isteri. Perkawinan sekedar untuk memenuhi
syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina
keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama
Catatan
Pada umumnya perkawinan anak-anak dibawah umur
yang dilakukan walinya digolongkan sebagai perkawinan yang
mubah; sebab tidak ada nash Al-Qur’an atau sunnah Rasul yang
melarangnya.
Meskipun demikian, para fuqaha’ memberikan hak kepada
anak-anak yang bersangkutan, setelah dewasa nanti untuk
melangsungkan perkawinan yang pernah dilaksanakan oleh
walinya itu atau merusaknaya dengan jalan fasakh.
Hak ini disebut hak khiyar. Hak khiyar hak tersebut dilakukan
guna menjamin adanya suka rela pihak pihak yang bersangkutan
atas perkawinan yang dilaksanakan walinya pada waktu merka
masih kanak-kanak.

142 | Buku Panduan Asrama


Menurut hemat kami sejalan dengan tujuan perkawinan
menurut ajaran Islam dan untuk kebaikan pihak-pihak yang
berkepentingan langsung, atas dasar pertimbangan “mashlahah
mursalah”, perkawinan anak-anak dibawah umur itu tidak usah
terjadi; dengan jalan undang-undang, penguasa dapat membuat
aturan untuk menutup pintu terjadinya perkawinan anak-anak itu,
misalnya dengan diadakan batas umur bagi calon-calon suami
dan isteri, yang penyimpangannya diperlikan izin dari pengadilan
seperti yang dilakukan oleh undang-undang Perkawinan yang
baru (Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Perkawinan No.1 Thn 1974).

D. PERINSIP-PERINSIP PERKAWINAN DALAM ISLAM


Perkawinan dalam Islam ditandai dengan perinsip-
perinsip sebagai berikut:
1. Pilihan jodoh yang cepat
2. Perkawinan didahului dengan peminangan
3. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-
laki dan perempuan
4. Perkawinan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak
yang bersangkutan
5. Ada persaksian dalam akad nikah
6. Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu
7. Ada kewajiban membayar mas kawin atas suami
8. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah
9. Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami
10. Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan
rumah tangga

143 | Buku Panduan Asrama


E. MEMILIH JODOH YANG TEPAT
Islam mengajarkan agar perkawinan dilakukan untuk
mencapai tujuan sebagaimana disebutkan di atas . Oleh karena
itu Islam memberi pedoman memilih jodoh yang tepat.
Hadits Nabi riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah
mengajarkan: “Perempuan dinikahi pada umumnya atas
pertimbangan empat faktor; kekayaannya, pangkatnya (status
sosial), kecantikannya dan kekuatan agamanya; pilihlah
perempuan yang kuat agamanya kamu pasti beruntung”.
Hadist Nabi riwayat Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amr lebih
tegas lagi mengajarkan: “Jangan kamu mengawini perempuan
karena kecantikannya, sebab kecantikannya itu mungkin akan
menjerumuskan kepada kerendahan budi; jangan pula kamu
mengawininya karena kekayaannya; sebab kekayaan itu mungkin
akan menariknya kepada perbuatan tidak pantas; tetapi kawinilah
perempuan atas dasar pertimbangan kekuatan agamaanya;
sungguh budak perempuan yang beragama, meskipun terpotong
telinganya dan berkulit hitam, lebih utama dikawini (daripda
perempuan merdeka yang tidak kuat agamanya).”
Kepada para wali yang akan mencarikan jodoh bagi
perempuan dibawah perwaliannya, hadits Nabi riwayat Turmudzi
dari Abi Hatim Al-Muzani mengajarkan: “apabila datang
kepadamu laki-laki yang kamu rasakan mantap karena kekuatan
agama dan kebaikan akhlaknya, nikahkanlah dia dengan anak
perempuanmu; apabila kamu tidak menerimanya, akan terjadi
bencana kerusakan aas bumi.”
Yang dimaksud dengan bencana dan kerusakan dalam hadits
tersebut bahwa hilangnya perhatian masyarakat terhadap nilai-
nilai agama dan moral dalam kehidupan masyarakat.
Pernah seorang datang kepada sahabat Hasan bin ‘Ali,

144 | Buku Panduan Asrama


untuk minta nasehat dengan siapakah dia harus menikahkan
anak perempuannya. Sahabat Hasan menasehatkan agar ia
mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki yang
bertaqwa kepada Allah, sebab laki-laki yang bertaqwa itu apabila
senang kepada istrinya akan menghormatinya dan apabila pada
suatu ketika marah kepadanya tidak akan menganiaya.
Dari hadits-hadits tersebut daat diperoleh kesimpulan ,
bahwa memilih jodoh yang tepat menurut ajaran-ajaran Islam
adalah pilihan atas dasar pertimbangan kekuatan jiwa agama
dan akhlak. Hal ini dapat kita mengerti apabila kita ingat bahwa
perkawinan bukan semata-mata kesenangan duniawi, tetapi juga
sebagai jalan untuk membina kehidupan uang sejahtera lahir batin
serta menjaga keselamatan agama dan nilai-nilai moral bagi anak
keturunan. Hal ini berlaku bagi calon suami maupun calom isteri.
Meskipun demikian perlu dicatat bahwa Islam bukannya
tidak memberi tempat sama sekali kepada pertibangan faktor-
faktor lain. Islam hanya menekankan agar pertimbangan
faktor agama dan akhlaq memperoleh prioritas, kemudian baru
pertimbangan faktor-faktor lain. Sudah tentu akan amat ideal
apabila seseorang menemukan jodoh yang agamanya kuat,
cantik, kaya dan keturunan serta pangkatnya baik.
Catatan
(1) Faktor cinta sebelum kawin tidak pernah disinggung
dalam ajaran Islam. Dalam praktek, cinta sebelum kawin sering
penuh dengan rahasia, sebab buasanya orang yang sedang
berusaha menutup kekuarangannya yang satu terhadap yang
lain; sering pula orang yang sedang bercinta tidak mempunyai
pertimbangan netral obyektif, seperti yang dikatakan pepatah:
“cinta itu buta” Oleh karena itu pertimbangan cnta sebelum
kawin tidak mutlak untuk suksesnya hidup perkawinan.
145 | Buku Panduan Asrama
(2)Untuk mengambil sesuatu keputusan apakah yang
diinginkan menjadi jodoh seseorang akan membawa kebaikan di
belakang hari atau tidak , harus dimohonkan petunjuk dari Tuhan
Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang gaib. Jalannya
dengan shalat istikharah (shalat minta pilihan)
Orang laki-laki yang berhasrat akan meminang seorang
perempuan untuk menjadi isteri hendaklah terlebih dahulu mohon
petunjuk Tuhan dengan shalat istikharah, yang inti doanya setelah
shalat adalah apabila maksdunya mengawini perempuan yang
dituju itu akan membawa kebaikan dalam hidup keagamaan,
keduaniaandan keakheratannyam mohon dimudahkan jalannya;
sebaliknya apabila maksudnya mengawini perempuan yang
dituju kan mendatangkan keburukan dalam hidup keagamaan,
keduniaan dan keakheratannya mohon dipalingkan hatinya
daripadanya dan mohon agar masing-masing diberi ganti yang
lebih baik.
Shalat istikharah dilakukan dua raka’at, boleh siang atau
malam, disertai dengan hati yang khusu’ dan benar-benar
netral menyerah sepenuhnya kepada Tuhan, bukan merupakan
permohonan berhasilnya keinginan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Misal berdo’a kepada Tuhan agar keinginannya
kawin dengan perempuan dimaksud dapat terlaksana. Permohonan
seperti itu bukan istikharah namanya , tetapi do’a kabul.
Bertanya tentang nasib dimasa yang akan datang tidak dapat
tijukan kepada sesama manusia; dukun, kiyai, penulis ramalan
primbon dan sebagainya; nasib seseorang adalah hal yang gaib
dan yang pasti mengetahuinya hanyalah Tuhan saja.

146 | Buku Panduan Asrama


F. AKAD NIKAH DAN UNSUR-UNSURNYA
Akan nikah adalah perkatan hubungan perkawinan antara
mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan yang dilakukan
didepan dua orang saksi laki-laki dengan menggunakan kata-
kata ijab-kabul; ijab diucapkan pihak perempuan, yang menurut
kebanyakan fuquha’ dilakukan oleh walinya (wakilnya), dan
kabul adalah pernyataan menerima dari pihak mempelai laki-laki.
Maskawin tidak mesti sudah ada dalam akad nikah, meskipun
biasanya disebut dalam akad dan disertakan pula barangnya.
Dari pengertian akad nikah tersebut kita ketahui adanaya
empat unsur akad nikah, yaitu:
1. Mempelai laki-laki dan perempuan
2. Wali mempelai perempuan.
3. Dua orang saksi laki-laki
4. Ijab dan Kabul.

G. SYARAT-SYARAT SAHNYA PERKAWINAN


Syarat-syarat sahnya perkawinan adalah:
1. Mempelai perempuan halal dinikah oleh laki-laki yang
akan menjadi suaminya.
2. Dihadiri dua orang saksi laki-laki
3. Ada wali mempelai perempuan yang melakukan akad.
Syarat ketiga ini dianut kaum Muslimin di Indonesia
dan merupakan pendapat Syafi’i, Ahmad bin Hambal,
Ishaq bin Rahawaih, Hasan Basri, Ibnu Abi Laila da
Ibnu Syubrumah.

147 | Buku Panduan Asrama


Perempuan yang haram dinikahi
Al-Qur’an S. An-Nisa’: 22-24 menyebutkan macam-
macam perempuan yang haram dinikah laki-laki sbb.:ibu tiri
(janda ayah), ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi
(saudara perempuan Ayah), , bibi (saudara perempuan ibu),
kemenakan (anak perempuan saudara laki-laki), kemenakan (anak
perempuan saudara perempuan), ibu susuan, saudara perempuan
sesusuan, mertua (ibu isteri), anak tiri apabila ibunya sudah
dicampuri (sebelum ibunya dicampuri apabila berpisah, anak tiri
dapat dikawini), menantu (isteri anak kandung)., mengumpulkan
dua perempuan bersaudara sebagai isteri dan perempuan yang
dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki lain.
Daru ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, perempuan yang
haram dinikahi itu dapat dibagi dua; haram untuk selamanya dan
haram untuk sementara.

a. Haram dinikah untuk selamanya.


Sebab-sebab perempuan haram dinikah selamanya ada
tiga macam:
i. karena hubungan nasab
ii. karena hubungan susuan
iii. karena hubungan semenda
iv. karena sumpah li’an

i. Perempuan haram dinikah karena hubungan nasab


a) Ibu; yang dimaksud adalah perempuan yang
mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan lurus ke atas, yaitu ibu, nenek dari
garis ayah atau ibu dan seterusnya ke atas.
b) Anak perempuan; yang dimaksud adalah
perempuan yang mempunyai hubungan
148 | Buku Panduan Asrama
darah dalam gatis keturunan lurus kebawah,
yaitu anak perempuan, cucu perempuan (dari
anak laki-laki maupun perempuan), piyut
perempuan dan seterusnya ke bawah.
c) Saudara perempuan kandung (seayah dan
seibu), seayah saja atau seibu saja.
d) Bibi, yaitu saudara perempuan ayah atauibu,
kandung, seayah atau seibu dan seterusnya ke
atas, yaitu saudara kakek atau nenek, saudara
kakek buyut atau nenek buyut dsb.
e) kemenakan perempuan, yaitu anak saudara
laki-laki atau perempuan dan seterusnya ke
bawah

ii. Perempuan haram dinikah karena hubungan su-


suan.
a) Ibu susuan; ibu yang menyusui seorang anak
dipandang sebagai ibu anak yang disusuinya
b) Nenek susuan; yaitu ibu dari ibu susuan dan
ibu dari suami ibu susuan(suami ibu susuan
dipandang seperti ayah sendiri anak susuan).
c) Bibi susuan; yaitu saudara perempuan dari ibu
susuan atau suami ibu susuan dan seterusnya
ke atas
d) Kemenakan perempuan susuan, yaitu cucu-
cucu dari ibu susuan sebab mereka itu
dipandang anak dari saudara-saudara sendiri.
e) Saudara perempuan sesusuan, baik seayah
seibu, seayah saja atau seibu saja; yang disebut
saudara perempuan sesusuan kandung adalah
yang disusui ibu susuan dari suaminya (ayah
susuan), baik disusui bersama-sama dengan
anak susuan, sebelumnya atau sesudahnya;
yang disebut saudara perempuan sesusuan

149 | Buku Panduan Asrama


seayah adalah yang disusui oleh isteri dari
ayah susuan; yang dimaksud dengan saudara
perempuan sesusuan seibu ialah disusui oleh
ibu susuan dari laki-laki lain.
Beberapa Catatan
1. mengenai larangan menikah karena hubungan susuan
ini ada qa’idah berasal dari hadits Nabi riwayat Ahmad,
Bukhari Muslim, Abu Dawud, Nasai dan Ibnu Majah
dari ‘Aisyah yang mengatakan: “Diharamkan karena
hubungan susuan apa yang diharamkan karena hubungan
nasab.”
2. Yang dimaksud dengan susuan disini adalah susuan
yang merupakan pemberian makan kepada anak yang
memang masih memperoleh makanan dari air susu.
Oleh karena itu susuan yang dimaksud adalah susuan
yang mengenyangkan
3. Mengenai beberapa bilangan susuan yang berakibat
haram dinikahi, di kalangan yang berakibat haram
dinikah, di kalangan fuquha’ terdapat perbedaan
pendapat. Para Ulama’ madzhab Hanafi dan Maliki
tidak memperhatikan bilangan sedikit atau banyak,
asalkan benar-benar menyusu kenyang menyebabkan
haram dinikah. Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, Dawud Dhahiri
dan Ibnu Mundzir membatasi bilangan susunan paling
sedikit tiga kali kenyang. Imam syafi’i, ibnu Hamz,
Imam Ahmad dalam salah satu riwayat membatasi
sekurang-kurangnya lima kali susuan kenyang.

150 | Buku Panduan Asrama


Diantara tiga pendapat tersebut, yang lebih kuat ditinjau
dari segi dalilnya ialah pendapat Ulama madzhab Hanafi dan
Maliki, tetapi yang sampai sekarang dianut dikalangan umat
Islam di Indonesia adalah pendapat ketiga.

iii. Perempuan haram dinikah karena hubungan


smenda.
a) Mertua, yaitu ibu kanding isteri, demikian
pula nenek ister dari garis ibu atau ayah
dan seternya ke atas. Haram nikah dengan
mertua dst. keatas itu tidak disyaratkan harus
telah terjadi persetubuhan antara suami isteri
bersangkutan. Dengan terjadinya akad nikah
telah mengakibatkan haram nikah dengan
mertua dst. ke atas tersebut.
b) anak tiri, dengan syarat telah terjadi
persetubuhan antara suami dengan ibu anak.
Apabila belum pernah terjadi persetubuhan,
tiba-tiba suami isteri bercerai, karena talak atau
kematian, maka dimungkinkan perkawinan
antara seorang laki-laki dengan anak tirinya.
c) Menantu, yaitu isteri anak, isteri cucu (dari
anak laki-laki maupun perempuan) dan
seternya ke bawah, tanpa syarat setelah terjadi
persetubuhan antara suami isteri.
d) Ibu tiri, yaitu janda ayah tanpa syarat pernah
terjadi persetubuhan antara suami isteri,
dengan terjadinya akad nikah antara ayah
dengan seorang perempuan telah berakibat
haram nikah antara anak dan ibu tiri.

iv. Kawin setelah sumpah li’an


Apabila seorang suami menuduh isternya berbuat
zona tanpa saksi yang cukup, maka sebagai
gantinya adalahsuami mengucapkan persaksian
151 | Buku Panduan Asrama
kepada Allah bahwa ia dipihak yang benar dalam
tuduhannya itu, sampai empat kali , dan yang
kelimanya ia mengatakan bersedia menerima
la’nat Allah, apabila ternyata ia berdusta
dalam tuduhannya itu; isteri yang dituduh zina
akan bebas dari hukuman zina apabila iapun
menyatakan persaksian kepada Allah bahwa
suaminya berdusta, sampai empat kali dan yang
kelimanya iapun menyatakan bersedia meneria
la’nat Allah apabila ternyata suaminya benar.
Ketentuan tersebut diperoleh dari Al-Qur’an S.
An-Nur: 6-9 Setelah suami isteri mengucapkan
sumpah li’an(sumpah la’nat) itu , maka terjadilah
perceraian antara mereka yang berakibat haram
nikah antara mereka berdua selamanya.

b. Haram nikah untuk sementara


i. Mengumpulkan antara dua orang perepuan
bersaudara menjadi isteri seseorang; apabila dengan
jalan pergantian, setelah berpisah dengan salah
seorang saudara, lalu ganti mengawini saudaranya
diperbolehkan. Hal ini sering terjadi seseorang
yang kematian isternya lalu ganti mengawini adik
iparnya. Kecuali larangan mengumpulkan dua orang
Perempuan bersaudara menurut ketentuan Al-Qur’an,
hadits Nabi mengajarkanpula bahwa tidak boleh
seseorang mengumpulkan antara seorang perempuan
dengan bibinya (saudara ayah atau ibu); demikian
pula antara seorang perempuan dengan kerabatnya
yang jika di perkirakan salah satunya laki-laki tidak
dibolehkan kawin dengan yang lain; misalnya antara
seorang perempuan dengan kemenakannya, seorang
perempuan dengan cucunya dan sebagainya.
152 | Buku Panduan Asrama
i. Perempuan dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki
lain, sebagaimana ditentukan dalam surat An-Nisa’:24
ii. Perempuan sedang dalam menjalani masa ‘iddah,
baik ‘iddah kematian maupun ‘iddah talak
iii. Perempuan yang telah ditalak tiga kali tidak
halal dikawin lagi dengan bekas suaminya yang
mentalaknya, kecuali setelah kawin lagi dengan laki-
laki lain , kemudia bercerai dan telah habis masa
‘iddahnya.
iv. Perkawinan orang yang sedang ihram, baik melakukan
akad nikah untuk diri sendiri atau bertindak sebagai
wali atau wakil orang lain. Hadits Nabi riwayat
Muslim dari ‘Utsman bin ‘Affan mengajarkan: “Orang
yang sedang menjalani ihram tidak boleh menikah,
tidak boleh dinikahkan dan tidak boleh meminang.”
Nikah orang yang sedang menjalani ihram apabila
terjadi juga, dipandang batal, tidak mempunyai akibat
hukum.
v. Kawin dengan pezina, baik antara laki-laki baik-baik
dengan perempuan pelacur atau perempuan baik-
baik dengan laki-laki pezina,tidak dihalalkan, kecuali
setelah masing-masing menyatakan bertaubat.
Al-Qur’an S. An-Nur: 3 mengajarkan bahwa laki-laki
pezina tidak pantas kawin kecuali dengan perempuan pelacur
atau perempuan musyrik, demikian pula perempuan pelacur
tidak pantas dikawini kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki
musyrik.
Apabila pezina benar-benar bertaubat, mohon ampun kepada
Allah, menyesali perbuatannya dimasa lampau, dan berjanji
tidak akan kembali lagi berbuat zina, diikuti dengan ketaatan

153 | Buku Panduan Asrama


menjalankan aturan-aturan Allah, pasti Allah akanmenerima
taubatnya dan akan memasukkan ke dalam golongan orang-
orang saleh.
Al-Qur’an S. Al-Furqan: 68-70 menyebutkan beberapa
sifat orang-orang saleh; tidak musryik, tidak membunuh
tanpa alasan yang sah dan tidak berzina. Orang-orang yang
berbuat demikian akan menanggung dosa, dilipatgandakan
siksanya di hari Qiyamat dan akan kekal menderita siksaan;
kecuali orang-orang yang mau bertaubat, beriman dan beramal
saleh; Allah akan menggantikan keburukan mereka dengan
kebaikan; karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.

Perkawinan perempuan hamil karena zina


Sehubungan dengan perkawinan laki-laki dan perempuan
pezina ini baik kita bicarakan masalah perkawinan perempuan
hamil karena hubungan zina, baik dengan laki-laki yang
mengakibatkan kehamilan atau dengan laki-laki lain.
Kebanyakan fuqaha’ berpendapat bahwa perkawinan laki-
laki dengan wanita zina dibolehkan; sebab ia tidak tersangkui
kepada hak orang lain, bukan isteri dan bukan pula orang
yang sedang menjalani ‘iddah. Ada lagi sebagian fuqaha’ yang
berpendapat laon, wanita zina tidak boleh dikawini.
Untuk lebih jelas dapat diadakan perincian kemungkinan-
kemungkinan sbb:
a. Wanita zina kawin dengan laki-laki kawan berzinanya
sebelum nampak hamil akibat zina yang dilakukan
b. Wanta zina kawin dengan laki-laki kawan berzinanya
dalam keadaan hamil akibat zina yang dilakukan.
Dalam macam kemungkinan tersebut,

154 | Buku Panduan Asrama


menurut pendapat kebanyakan fuquha’, laki-laki
kawan berzina boleh mengawininya seketika,
tanpa menanti ada atau tidak tanda-tanda
kehamilan pada kemungkinan pertama, dan tanpa
menanti kelahiran anak pada kemungkinan kedua;
suami dibolehkan mengadakan persetubuhan
sesdah akad terjadi.

c. Wanita zina kawin dengan laki-laki lain, bukan kawan


berzinanya, padahal ia dalam keadaan hamil dari zina.

Pada kemungkinan ketiga inipara fuqaha’ berseliih


pendapat. Menurut pendapat Abu Hanifah, Muhammad
bin Hasan dan Syafi’i perkawinan wanita hamil dari
zina dengan laki-laki bukan kawan berzinanya itu boleh
dilakukan seketika, sebab wanita itu tidak disebutkan
dalam Al-Qur’an termasuk wanita yang haram dinikahi.
Oleh karenanya termasuk wanita yang halal dinikah
dengan ketentuan Al-Quran, yaitu yang mengatakan bahwa
selain yang tidak disebutkan sebelumnya, halal dikawini
(An-Bisa’:23). Tetapi suami tidak boleh menggaulinya
hingga perempuan itu melahirkan kandungannya, dengan
alasan hadits Nabi riwayat Abu Dawud dan Turmudzi
dari Ruwaifi’i bin Tsabit Al-Anshari yang mengajarkan:
“Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan
Hari akhir menyiramkan airnya pada tanaman orang
lain.”
Abu Yusuf, Zufar, Malik dan Ahmad bin Hambal
berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak sah, untuk
menghormat kandungan yang tidak berdosa. Ditambah
lagi denan alasan bahwa tujuan akad nikah adalah untuk

155 | Buku Panduan Asrama


memungkinkan hubungan kelamin secara halal; padahal
para fuqaha’ sepalat bahwa hubungan kelamin dalam
keadaan ini dilarang; oleh karenanya akad nikah yang
menjadi jalan untuk hubungan kelamin itu dilarang
pula. Dengan demikian menurut pendapat yang akhir
ini, perkawinan dapat dilakukan setelah perempuan
bersangkutan melahirkan. Pendapat ini apabila dianut
akan lebih menjamin terpeliharanya nilai-nilai akhlaq
dalam masyarakat.

d. Wanita zina kawin dengan laki-laki bukan kawan ber-


zinanya, tetapi tidak dalam keadaan hamil.
Pada kemungkinan keempat ini, menurut pendapat Abu
Hanifah dan Abu Yusuf perkawinan dibolehkan dan suami
boleh pula mengumpulinya setelah akad nikah terjadi.
Menurut pendapat Muhammad bin Hasan, perkawinan
dibolehkan tetapi makruh mengadakan hubungan
kelamin sebelum meyakinkan kekosongan rahimnya
dengan mens satu kali; sebab ada kemungkinan wanita
itu dalam keadaan hamil, tetapi belum nampak.
Menurut pendapat Malik dan Ahmad, Perkawinan
tersebut hanya dipandang sah setelah wanita bersangkutan
menjalani ‘iddah (tiga kali suci bagi yang masih dapat
mengalami haid atau tifa bulan lagi yang sudah tidak
dapat lagi atau sama sekali tidak pernah mengalami haid).

ii. (Mengawini wanita musyrik


iii. Para fuquha; sepakat bahwa laki-laki muslim haram
mengawini perempuan musyrik, sesuai ketenan Al-
Qur’an S. Al-Baqarah: 221, kepercayaan syirik adalah
156 | Buku Panduan Asrama
yang mempertuhan selain Allah, apapun agamanya
kecuali Yahudi dan Nasrani. Para penganut agama
Yahudi dan Nasrani disebut dalam Al-Qur’an dengan
nama ahli kitab. Laki-laki muslim menurut ketentuan
dalam Al-Qur’an S. Al-Maidah: 5 dibolehkan kawin
dengan ahli kitab; tetapi apabila kita perhatikan
pula ayat-ayat lain, kebolehan ini tidak jadi mutlak,
melainkan dengan syarat bahwa suami yang beragama
Islam itu tidak dikhawatirkan akan terdesak mengikuti
agama isteri, atau tidak dikhawatirkan akan sanggup
mendidik anak-anaknya mengikuti agama ayah,
disebabkan lemah iman atau lemah kedudukannya
dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga.
Sedang wanita Muslimah sama sekali tidak boleh
kawin dengan laki-laki non-muslim. Al-Qur’an S. Al-
Baqarah: 221 melarang wali menikahkan perempuan
beragama Islam dengan laki-laki musyrik. Al-Qur’an
S. Al-Mumtahanah: 10 menegaskan bahwa perempuan
muslimah tidak halal kawin dengan laki-laki kafir.

157 | Buku Panduan Asrama


DAFTAR PUSTAKA

PP Muhammadiyah. Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah.


Suara Muhammadiyah
PP Muhammadiyah. Adabul Mar’af fil Islam (Yogyakara: Suara
Muhammadiyah, 2015)
PP Muhammadiyah, Adabul Mar’ah Fil Islam
LPPI Unisa Yogyakarta, Modul Ibadah, Akhlak dan Muammalah
(Yogyakarta:UNISA,2019)
PP Aisyiyah, Kitab Tuntunan Shalat Berdasarkan Keputusan
Majelis Tarjih.
Yunahar Ilyas. 1999. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY

158 | Buku Panduan Asrama

Anda mungkin juga menyukai