Kelompok :8
Anggota Kelompok : Daniel Stefanus 2019104713
Faisal Alghi Fari 2019104715
Fitzal Rahman 2019104413
A. PENGERTIAN AUDIT
Pengertian audit menurut Arens (2011:4) yaitu :
“Pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan
derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa audit adalah pengumpulan
serta pengevaluasian bukti-bukti atas suatu informasi untuk menentukan tingkat kesesuaian
dari informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, dan adanya pelaporan
dan mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak yang berkepentingan.
B. TUJUAN AUDIT
Menurut Arens, tujuan audit adalah untuk menyediakan pemakai laporan keuangan suatu
pendapat yang diberikan oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disajikan secara
wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan
yang berlaku. Pendapat auditor ini menambah tingkat keyakinan pengguna yang
bersangkutan terhadap laporan keuangan.
Mengacu pada pengertian diatas, adapun audit ditujukan untuk:
1. Memastikan kelengkapan (Completeness)
Audit dilakukan untuk memastikan bahwa semua transaksi yang terjadi telah dicatat atau
dimasukkan ke dalam jurnal dengan segala kelengkapannya.
2. Memastikan ketepatan (Accuracy)
Kegiatan audit juga bertujuan untuk memastikan semua transaksi dan saldo perkiraan
telah didokumentasikan dengan baik, perhitungannya benar, jumlahnya tepat, dan
diklasifikasikan berdasarkan jenis transaksi.
3. Memastikan Eksistensi (Existence)
Dengan adanya audit maka pencatatan semua harta dan kewajiban memiliki eksistensi
sesuai dengan tanggal tertentu. Dengan kata lain, semua transaksi yang dicatat sesuai
dengan kejadian yang sebenarnya.
4. Membuat Penilaian (Valuation)
Kegiatan audit juga bertujuan untuk memastikan bahwa semua prinsip akuntansi yang
berlaku umum telah diaplikasikan dengan benar.
5. Membuat Klasifikasi (Classification)
Audit bertujuan untuk memastikan bahwa semua transaksi yang dicatat dalam jurnal
diklasifikasikan sesuai jenis transaksinya.
6. Membuat Pisah Batas (Cut-Off)
Audit bertujuan untuk memastikan bahwa semua transaksi yang dekat tanggal neraca
dicatat dalam periode yang sesuai. Pencatatan transaksi di akhir periode akuntansi sangat
mungkin terjadi salah saji.
7. Membuat Pengungkapan (Disclosure)
Audit juga bertujuan untuk memasikan saldo akun dan persyaratan pengungkapan yang
berkaitan sudah disajikan dengan baik pada laporan keuangan serta terdapat penjelasan
yang wajar pada isi dan catatan kaki laporan yang dibuat.
C. JENIS-JENIS BUKTI AUDIT
1. Struktur pengendalian
Struktur pengendalian intern dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayai data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian intern merupakan
indikator utama yang menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena
itu, struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau
tidaknya informasi keuangan dipercaya.
2. Bukti fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan
persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan
langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling obyektif dalam
menentukan kualitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis
bukti yang paling dapat dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi perhitungan, dan
observasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik
berkaitan erat dengan keberadaan atau kejadian, kelengkapan dan penilaian atau alokasi.
3. Catatan akuntansi
Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk
membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek
yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi
merupakan obyek audit. Objek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat
dipercayanya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.
4. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung
dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang
berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat
tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara
langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi, yaitu:
a. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk
menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang dinyatakan.
b. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk
mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang dinyatakan
c. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk
memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuan terhadap informasi
yang dinyatakan.
Konfirmasi yang dilakukan auditor pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan:
a. Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien
b. Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan
c. Persediaan yang disimpan di gudang umum. Persediaan ini dikonfirmasikan ke
penjaga atau kepala gudang
d. Hutang lease dikonfirmasikan kepada lessor
5. Bukti dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit. Menurut
sumber dan tingkat kepercayaannya bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien
Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti,
dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya
kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen. Bukti dokumenter
banyak digunakan secara luas dalam auditing. Bukti dokumenter dapat memberikan bukti
yang dapat dipercaya (reliabel) untuk semua asersi.
6. Bukti surat pernyataan
Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu
yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian
tertentu. Bukti surat pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi
klien maupun dari dari sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representation
letter atau representasi tertulis yang dibuat manajemen merupakan bukti yang berasal dari
organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hukum, ahli teknik yang berkaitan dengan
kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak
ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang reliable untuk semua asersi.
7. Perhitungan kembali
Bukti matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan
matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi
klien. Perhitungan tersebut misalnya:
a. Footing untuk meneliti penjumlahan vertical
b. Cross-footing untuk meneliti penjumlahan horizontal
c. Perhitungan depresiasi
Bukti matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan
perhitungan kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi. Bukti
matematis menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian
dengan biaya murah.
8. Bukti lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia,
sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang
ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat
maupun piutang yang sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan
merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti ini dapat
menghasilkan bukti yang berkaitan dengan semua asersi.
9. Bukti analitis dan perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan
anggaran atau standar prestasi, trend industry, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis
menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan
keuangan dan kewajaran hubungan antar pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan
bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding. Bukti analitis berkaitan
serta dengan asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau
pengalokasian.
Bukti analitis meliputi perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan
tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. Perbandingan in dilakukan
untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi dan untuk menilai penyebabnya
D. TAHAPAN AUDIT
1. Menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal.
Ada empat hal yang perlu dilakukan auditor dalam perencanaan audit awal, yaitu
sebagai berikut :
a. Memutuskan akan menerima klien baru atau melanjutkan klien lama untuk dilakukan
audit (membuat perikatan baru atau perikatan lama).
b. Mengidentifikasi mengapa klien menginginkan untuk dilakukan audit, karena
informasi ini akan mempengaruhi bagian dari proses perencanaan selanjutnya.
c. Memenuhi syarat-syarat penugasan yang ditetapkan oleh klien
d. Mengembangkan strategi audit secara keseluruhan dengan membentuk tim yang
memiliki keahlian khusus di bidangnya.
5. Menetapkan materialitas, dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko
inheren
a. Menetapkan materialitas
Materialitas menurut Arens & Loebbecke adalah “Jumlah atau besarnya
kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan
kondisi yang bersangkutan mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan
pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut”.
Planning Materiality (PM) ditentukan oleh auditor sebelum proses audit di
lapangan berjalan. Nilai PM dapat ditentukan dari Total Revenue ataupun Total
Assets. Biasanya suggested range untuk revenue adalah 0,5% s.d 1%. Sedangkan
untuk aset berkisar antara 1% s.d 5%.
Biasanya Revenue lebih sering dipakai sebagai acuan dalam PM. Dengan syarat
bahwa revenue komparatif antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya tidak
mengalami penurunan atau kenaikan yang signifikan. Bila revenue bersifat fluktuatif,
maka biasanya total asset yang digunakan. Selanjutnya, setelah menentukan PM,
auditor akan menentukan PAJE Scope, yaitu jumlah minimum dari salah saji yang
akan di sesuaikan yang berkisar 2% dari PM.
Sebagai contoh, PT ABC akan diaudit untuk tahun 2021. PT ABC memiliki total
pendapatan komparatif tahun 2020 dan 2021 berturut-turut sebesar Rp 2,5 M dan Rp
2,4 M. Maka planning materiality (PM) nya adalah 0,5% dari Rp 2,4 M yaitu Rp 12
juta. Ini berarti jumlah minimum akun dalam neraca yang harus di vouching adalah
yang memiliki saldo diatas 12 juta. Jika kurang dari itu dianggap tidak material.
Selanjutnya, bila auditor menemukan salah saji dalam laporan keuangan dan
harus disesuaikan, maka jumlah minimum yang harus disesuaikan adalah 2% dari Rp
12 juta yaitu Rp 240 ribu. Maksudnya, bila salah saji ditemukan dan adjustment yang
perlu dilakukan berjumlah kurang dari 240rb, maka tidak usah dilakukan adjustment,
tapi kalau jumlahnya diatas 240rb, harus dibuat adjustment nya.
c. IR (Inherent Risk)
Inherent risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor berupa munculnya salah
saji yang material pada laporan keuangan dikarenakan sifat alamiah dari akun,
maupun kelompok akun yang diuji. Dalam menilai besar atau kecilnya IR, auditor
belum memasukkan efektif atau tidaknya Sistem Pengendalian Internal entitas.
Besaran IR ditetapkan oleh auditor sendiri dengan memperhatikan beberapa
faktor, yaitu:
1) Sifat bisnis klien
Dalam menentukan besar kecilnya IR, auditor harus memperoleh pemahaman
yang memadai tentang entitas dan lingkungannya. Kondisi dari industri klien
akan dipengaruhi oleh pengaruh eksternal (bisa berupa kondisi industri serta
pesaing) serta pengaruh internal (bisa berupa metode pencatatan yang
digunakan).
2) Temuan audit dari audit sebelumnya
Dalam menentukan besar kecilnya IR, auditor akan memperhatikan temuan
audit di tahun sebelumnya. Pada umumnya, salah saji atau temuan yang
terjadi bersifat berulang. Hal ini dikarenakan manajemen terlambat atau tidak
merespon salah saji. Apabila hal demikian terjadi maka IR akan ditetapkan
oleh auditor lebih tinggi.
3) Sifat penugasan
Sifat penugasan berkaitan dengan berulangnya atau tidak berulangnya audit
dalam artian audit sering dilakukan. Dalam teori audit disebutkan bahwa:
“Mayoritas auditor akan menetapkan IR yang tinggi di awal penugasan dan
akan diturunkan di tahun-tahun selanjutnya.”
Hal ini dikarenakan, apabila auditor sering melakukan audit pada entitas maka
control dalam entitas akan semakin baik.
4) Pihak terkait
Dalam transaksi entitas terdapat dua pihak yang menjadi rekanan transaksi
entitas, yakni:
- Pihak independen (third party)
Merupakan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan
perusahaan terutama dalam hubungan kepemilikan istimewa (investor >
25%)
- Pihak non-independen (related parties)
Merupakan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan
terutama dalam hubungan kepemilikan istimewa (investor > 25%).
Dalam teori audit dikatakan bahwa:
“Semakin banyak transaksi dengan pihak non-independen maka auditor akan
menetapkan IR yang tinggi.”
5) Transaksi non rutin
Transaksi non rutin merupakan transaksi yang tidak umum terjadi sehingga
jarang ditemukan dalam pencatatan perusahaan. Contoh transaksi non-rutin
adalah extraordinary item. Dalam teori audit dikatakan bahwa:
“Semakin banyak transaksi dengan yang sifatnya non rutin maka auditor
akan menetapkan IR yang tinggi.”
d. CR (Control Risk)
Control Risk adalah risiko yang akan dihadapi auditor berupa munculnya
salah saji yang material pada laporan keuangan dipengaruhi oleh efektif atau
tidaknya Sistem Pengendalian Internal. Dalam menentukan besar atau kecilnya
CR, auditor akan menilai keefektifan dari Sistem Pengendalian Internal.
Sistem Pengendalian Internal merupakan faktor yang mempengaruhi besar
atau kecilnya CR, dimana SPI akan menyebabkan CR rendah ketika SPI di design
untuk mencapai tujuan entitas bisnis yakni:
1) Untuk mencapai kewajaran pelaporan keuangan
2) Untuk mencapai kepatuhan terhadap peraturan
3) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas operasi
6. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian
Pengendalian internal adalah cara-cara yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
melindungi aset-aset perusahaan. Dalam membentuk pengendalian internal biasanya
manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal
yang efektif:
a. Reliabilitas pelaporan keuangan
Manajemen bertanggung jawab kepada hukum maupun profesional untuk
memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan
pelaporan seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Tujuan
pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi
tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.
b. Efisiensi dan efektivitas operasi
Tujuan terpenting dalam pengendalian ini adalah memperoleh informasi keuangan
dan nonkeuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan
pengambilan keputusan.
c. Ketaatan pada hukum dan peraturan
Section 404 mengharuskan semua perusahaan publik mengeluarkan laporan
tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Auditor menggunakan penilaian resiko pengendalian dan hasil pengujian
substantif terkait untuk audit atas laporan keuangan. Auditor melakukannya dengan
menghubungkan penilaian risiko pengendalian dengan tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo untuk akun-akun yang dipengaruhi oleh jenis transaksi utama, serta
dengan empat tujuan audit penyajian dan pengungkapan.