Anda di halaman 1dari 54

EVIDENCE BASED PRACTICE

PENGARUH VIDEO KARTUN DAN VIDEO ANIMASI DAPAT


MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN PRE OPERASI PADA ANAK
USIA PRA SEKOLAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Kelompok 4
Femy Yulia Annisa 211FK04002
Eneng Rosmawati 211FK04006
Luthfianty Lathifah 211Fk04020
Milati Hanifah 211Fk04043
Annisa Nurjanah 211FK04067
Siti Nurhalimah 211FK04078
Yuni Yuliani 211FK04098

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT karena atas rahmat dan
kehendak-Nya kami masih di beri kesempatan, kekuatan, serta pikiran sehingga
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Evidence Based Practice :
PPengaruh Video Kartun Dan Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
Makalah ini kamu susun untuk melengkapi tugas stase pada Kepertawatan
Anak, selain itu untuk memahami dan mengetahui tentang bagaimana evidence
based practice Pengaruh Video Kartun Dan Video Animasi Dapat Menurunkan
Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
Dalam makalah ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan, dukungan, masukan, dan bimbingan kepada kami. Kami menyadari
bahwa makalah ini banyak kekurangan.
Dengan demikian kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan tugas keperawatan anak ini dan
semoga bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Bandung, November 2021

Tim Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah..........................................................................................3
BAB II KONSEP TEORI.........................................................................................5
2.1 Konsep Anak Prasekolah.............................................................................5
2.1.1 Definisi Anak Prasekolah.................................................................. 5
2.1.2 Ciri- ciri Anak Prasekolah................................................................. 5
2.1.3 Perkembangan Anak Usia Prasekolah............................................... 6
2.2 Pra Operasi.................................................................................................. 7
2.2.1 Pengertian.......................................................................................... 7
2.2.2 Gambaran pasien pre operasi.............................................................7
2.2.3 Persiapan pasien pre operasi.............................................................. 8
2.3 Kecemasan...................................................................................................8
2.3.1 Definisi Kecemasan........................................................................... 8
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Anak...................... 9
2.3.3 Tingkat Kecemasan............................................................................9
2.3.4 Penyebab Kecemasan...................................................................... 10
2.3.5 Alat Ukur Kecemasan......................................................................10
2.3.6 Penatalaksanaa Kecemasan..............................................................12
2.4 Terapi Bermain..........................................................................................13
2.4.1 Definisi Terapi Bermain.................................................................. 13
2.4.2 Tujuan Terapi Bermain....................................................................14
2.4.3 Prinsip Bermain di Rumah Sakit..................................................... 14
2.4.5 Tipe Permainan................................................................................ 15

II
2.4.6 Bentuk Permainan............................................................................16
2.4.7 Fungsi Terapi Bermain.................................................................... 17
BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE........................................................... 19
3.1 Step 0 : Cultive a Sprit Of Inguiry.............................................................19
3.2 Step 1 : Ask Clinical Questions In PICOT................................................19
3.3 Step 2 : Search For The Best Evidence..................................................... 22
3.4 Step 3......................................................................................................... 25
3.5 Step 4......................................................................................................... 40
3.6 Step 5 : Evaluation.....................................................................................45
3.7 Step 6 : Desemination................................................................................46
BAB IV PENUTUP............................................................................................... 47
4.1 Simpulan....................................................................................................47
4.2 Saran.......................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 48

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak usia prasekolah merupakan anak dengan usia 3 sampai 6 tahun
yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan sosial dan lingkungannya
sebagai tahap menuju perkembangan selanjutnya (Astarani, 2017).
Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan tertentu yang
mengharuskan anak dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
yang menyebabkan perubahan psikis pada anak (Nikmatur, 2013). Peralatan
medis yang terlihat bersih dan prosedur medis dianggap anak menyakitkan
dan membahayakan karena dapat melukai bagian tubuhnya. Pada saat di
rumah sakit, anak dihadapkan pada lingkungan yang asing, orang-orang yang
tidak dikenal, dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Selain itu, saat
anakdirawat di rumah sakit, anak cenderung merasa ditinggal oleh orangtua
dan keluarganya, dan serta merasa asing dengan lingkungan (Terri & Susan,
2017).
Berdasarkan data Survey Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun
2017jumlah anak usia prasekolah di Indonesia sebesar 20,72 % dari jumlah
total penduduk Indonesia, berdasarkan data tersebut diperkirakan 35 per 100
anak menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan.
Perasaan cemas dapat timbul karena menghadapi hal baru dan belum pernah
dialami sebelumnya, rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang
menyakitkan. Setiap anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan respon
negatif, kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian sehingga
membuat kondisi anak menjadi lebih buruk (Supartini, 2016).
Kecemasan yang terus menerus dapat menghasilkan hormon yang
menyebabkan kerusakan pada seluruh tubuh termasuk menurunkan
kemampuan sistem imun (Putra, 2017). Hal ini mengakibatkan pengobatan
yang harusnya mengobati penyakit tetapi malah menambah penyakit baru dan

1
menimbulkan trauma pada anak setiap diberikan tindakan medis. Di rumah
sakit anak akan berhadapan dengan petugas kesehatan yang tidak dikenali.
Anak harus menjalani prosedur yang tidak menyenangkan dan menimbulkan
rasa nyeri seperti disuntik dan diinfus. Anak menjadi tidak kooperatif saat
mendapatkan terapi di rumah sakit, anak menolak untuk berinteraksi dengan
petugas kesehatan, anak akan menunjukkan sikap marah, menolak makan,
menangis, berteriak-teriak, bahkan berontak saat melihat perawat atau dokter
datang menghampirinya. Anak beranggapan bahwa kedatangan petugas
kesehatan untuk menyakiti mereka. Situasi ini akan menghambat dan
menyulitkan proses terapi terhadap anak yang sakit (Andriana, 2018).
Faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah salah satunya usia dimana
usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif, pada anak
prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakit dan
pengalaman baru dengan lingkungan asing (Saputro, 2017).
Permainan akan membuat anak terlepas dari ketegangan, kecemasan dan
stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan (Supartini, 2016). Terapi bermain
diyakini m menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, kecemasan, frustasi
serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak
yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering
diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama ketika
menjalani terapi. Terapi bermain dapat mengurangi kecemasan anak di rumah
sakit dengan membantu diri mereka sendiri menghadapi stres, mengalihkan
pikiran mereka dari rasa sakit dan kesepian, meningkatkan intelektual dan
perkembangan motorik. kreativitas, dan pengembangan fungsi otak
(Davidson, 2017).
Permainan yang sesuai dengan anak usia prasekolah adalah lilin yang
dibentuk, alat-alat mewarnai, puzzle sederhana, manik-manik ukuran besar,
bola, gunting menggunting (Handajani, 2019). Nikmatur (2017) menuturkan
jenis permainan anak yang tepat dilakukan oleh anak usia prasekolah seperti

2
assosiative play, dramatic play, cooperative play, pararel play, dan skill play.
Terapi bermain yang dapat di berikan kepada anak usia prasekolah yakni bisa
dengan mewarnai untuk menurunkan stress akibat kecemasan saat pra oprasi
(Amallia, 2018)..
Kami mengambil terapi bermain video kartun dan video animasi
dikarenakan terapi video kartun dan video animasi sederhana. Selain itu,
dengan bermain mewarnai dapat membantu perkembangan psikososial pada
anak, meningkatkan hubungan anak dan keluarga dengan perawat,
meningkatkan imajinasi anak, bermain merupakan alat komunikasi yang
efektif antara perawat dan anak, dengan bermain dapat memulihkan perasaan
mandiri pada anak, dengan bermain anak merasa senang dan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.
Saat anak bermain, maka perhatiannya akan teralihkan dari kecemasan dan
meningkatkan motorik anak. Pemilihan terapi bermain mewarnai juga karena
tidak memerlukan tenaga yang berlebihan sehingga anak dapat santai dan
tidak mudah capek.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas kami merumuskan masalah
yaitu “ Bagaimana Evidence Based Practice Pengaruh Video Kartun Dan
Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada
Anak Usia Pra Sekolah?”
1.3 Tujuan Penulisan
Memenuhi tugas pada stase keperawan medikal bedah mengenai
evidence base practice Pengaruh Video Kartun Dan Video Animasi Dapat
Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini sekiranya dapat menambah wawasan mengenai pengaruh
Pengaruh Video Kartun Dan Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam makalah ini yaitu :

3
1. Memberikan pemahaman konsep teori dari Kecemasasn , terapi
bermain, pra operasi dan pra sekolah
2. Menampilkan tujuh tahapan dalam evidence based practice.
3. Memberikan beberapa referensi jurnal Pengaruh terapi bermain
Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia
Pra Sekolah
4. Memberikan pemahaman mengenai Pengaruh Terapi Bermain Dapat
Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah

4
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Anak Prasekolah

2.1.1 Definisi Anak Prasekolah

Anak usia prasekolah ialah anak 3 sampai 6 tahun yang memiliki


kemampuan berinteraksi dengan sosial dan lingkungan sebagai tahap
menuju perkembangan selanjutnya (Astarani, 2017). Anak prasekolah
merupakan anak berusia 3 sampai 5 tahun yang pada memiliki
kemampuan mengontrol diri, berinteraksi dengan orang lain dan sebagai
modal awal menuju tahap perkembangan sekolah (Alini, 2017).
Jadi, anak usia prasekolah adalah anak usia 3 sampai 6 tahun yang
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan sosial dan dan orang
lain, serta mengontrol dirinya sebagai modal awal menuju tahap
perkembangan sekolah.

2.1.2 Ciri- ciri Anak Prasekolah

Oktiawati (2017), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6


tahun) meliputi aspek fisik, sosial, emosional, dan kognitif anak yaitu :
1. Fisik : Anak memiliki penguasaan pada tubuhnya dan menyukai
kegiatan untuk dilakukan, seperti memberikan kesempatan
pada anak untuk lari, memanjat, dan melompat.
2. Sosial : Anak bermain dengan teman bergender sama dalam
kelompok bermain kecil dan tidak terorganisasi baik, oleh
karena itu dapat berganti-ganti sehingga anak menjadi
mandiri, agresif secara fisik dan verbal.

5
3. Emosional : Anak berekspresi dengan bebas dan terbuka, sehingga
sering memperlihatkan sikap marah dan iri hati untuk
mencari perhatian.
4. Kognitif : Sebagian anak menjadi senang berbicara, khususnya
dalam kelompok akan tetapi anak perlu di latih untuk
menjadi pendengar juga.

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Menurut Potts dan Mandleco (2012), perkembangan anak di bagi


menjadi lima yaitu :
1. Fisik : Anak mengalami kenaikan berat badan per tahun rata-rata
kg, anak menyukai kegiatan seperti berjalan, melompat,
dan sebagainya. Khusus pertumbungan tinggi badan anak
mengalami kenaikan rata-rata 6,75-7,5 meter setiap
tahunnya.
2. Motorik : Motorik kasar merupakan gerakan yang membutuhkan
keseimbangan dan koordinasi antara anggota tubuh dengan
menggunakan otot besar. Sedangkan, motorik halus
melibatkan penggunaan otot kecil seperti jari dan tangan
yang sering menumbuhkan kecermatan dan koordinasi
dengan tangan, keterampilan menggunakan alat untuk
suatu objek.
3. Psikososial : Anak mulai menggunakan bahasa sederhana dan
bertoleransi, dan mempunyai otonomi serta nisiatif
sehingga akan muncul rasa bersalah saat apa yang
dinginkan tidak di terima.
4. Moral : Anak berada pada tahap pre konvensional dimana
kesadaran dan penekanan membuat moral anak berada
pada orang lain dan anak akan mengobservasi untuk
menghindari hukuman.

6
5. Tugas Perkembangan Usia Prasekolah : Dimulai saat anak dapat
bergerak sambil berdiri sampai masuk sekolah. Dimana
anak akan berhubungan dengan luas, mempelajari peran,
memperoleh kontrol dan penguasaan diri, menyadari sifat
ketergantungan dan kemandirian, dan mulai membentuk
konsep diri.

2.2 Pra Operasi

2.2.1 Pengertian

Pre operasi adalah waktu dimulai ketika keputusan untuk informasi


bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan
adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Sehingga pasien
memerlukan pendekatan untuk mendapatkan ketenangan dalam
menghadapi operasi (Brunner & Suddarth, 2014).

2.2.2 Gambaran pasien pre operasi

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun


mental aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan
reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Majid, Judha, dan
Istianah (2011), alasan yang dapat menyebabkan kekhawatiran/
kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain: nyeri
setelah pembedahan, perubahan fisik, ruang operasi, peralatan
pembedahan dan petugas, mati saat di operasi/ tidak sadar lagi, dan
operasi gagal. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), beberapa hal yang
menyebabkan kecemasan sebelum pembedahan dan anestesi yaitu:
lingkungan yang asing, masalah biaya, ancaman akan penyakit yang
lebih parah, masalah pengobatan, dan pendidikan kesehatan.

7
2.2.3 Persiapan pasien pre operasi

Menurut Sjamsuhidajat, Prasetyono, dan Riwanto (2017), bahwa


persiapan pasien pre operasi meliputi persiapan fisik dan persiapan
mental, persiapan ini penting sekali untuk mengurangi faktor resiko yang
diakibatkan dari suatu pembedahan.
1) Persiapan fisik
Perawatan yang harus diberikan pada pasien pre operasi,
diantaranya keadaan umum pasien, keseimbangan cairan dan
elektrolit, status nutrisi, puasa, personal hygiene, dan pengosongan
kandung kemih.
2) Persiapan mental
Pasien secara mental harus dipersiapkan untuk menghadapi
pembedahan, karena selalu ada rasa cemas atau khawatir terhadap
penyuntikan, nyeri luka, anestesi, bahkan terhadap kemungkinan
cacat atau mati. Hubungan baik antara penderita, keluarga dan tenaga
kesehatan sangat membantu untuk memberikan dukungan sosial
(support system) dan pendidikan kesehatan.

2.3 Kecemasan

2.3.1 Definisi Kecemasan


Kecemasan ialah respon emosional terhadap sesuatu yang berbahaya,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, dialami
secara subjektif dan dalam hubungan interpersonal. Cemas merupakan
reaksi atas situasi asing dan ketidakpastian serta ketidakberdayaan yang
merupakan hal normal, namun bila semakin kuat dan terjadi lebih
seringmaka dapat menyebabkan gangguan psikologis yang disebabkan
karena adanya faktor stres, ketakutan(Astarani, 2017).

8
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Anak

Menurut Saputro (2017), faktor yang mempengaruhi kecemasan


anak usia prasekolah, yaitu :
1. Usia : Anak prasekolah belum mampu menerima dan
mempersepsikan penyakit dan pengalaman baru dengan lingkungan
asing.
2. Jenis Kelamin : Hal ini dapat mempengaruhi tingkat stress
hospitalisasi, dimana perempuan memliki tingkat kecemasan yang
lebih tinggi di bandingkan laki-laki, meskipun ada beberapa yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya.
3. Pengalaman terhadap Sakit dan Perawatan Hospitalisasi: Anak
yang berpengalaman hospitalisasi biasanya memiliki kecemasan yang
lebih rendah daripada yang belum pernah menjalani hospitalisasi.
4. Anak Terhadap Sakit : Semakin banyak keluarga yang menemani
anak akan mempengaruhi persepsi dan perilaku anak dalam
mengatasi hospitalisasi.

2.3.3 Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan di bagi menjadi tiga, yaitu (Saputro, 2017):


1. Kecemasan Ringan : Pada tingkat ini, mengalami ketegangan yang
menimbulkan kewaspadaan, sehingga ebih tanggap dan bersikap positif
pada minat dan motivasi. Tandanya berupa gelisah, mudah marah, dan
ingin di perhatikan.
2. Kecemasan Sedang : Pada tingkat ini, berfokus terhadap hal yang
penting saja, sehingga perhatian menjadi lebih selektif, tetapi dapat
melakukan hal yang terarah. Tandanya berupa suara bergetar, nada
suara yang berubah, gemetar, dan otot menegang.
3. Kecemasan Berat : Pada tingkat ini sangat mempengaruhi persepsi,
lebih berfokus pada hal yang spesifik dan tidak dapat berpikir tentang
lain. Perilaku yang di tunjukkan adalah mengurangi kecemasan dan

9
kurang fokus terhadap kegiatan lain. Tandanya berupa merasa terancam,
otot menegang, perubahan pada nafas, gastroinstertinal (mual, muntah,
ulu hati terbakar, diare, dan kehilangan napsu makan). Gangguan
kecemasan yang dialami anak di rumah sakit adalah panik, fobia,
obsesif-kompulsif, dan lainnya.

2.3.4 Penyebab Kecemasan

Menurut Hockenberry & Wilson (2011), beberapa penyebab


kecemasan, diantaranya:
1. Kecemasan Karena Perpisahan : Anak usia prasekolah memiliki
koping yang lebih baik dari usia toddler dimana anak dapat
mentolerir jika harus berpisah dengan orangtua meskipun dalam
waktu sebentar dan mulai belajar mempercayai oranglain selain
keluarga. Reaksi umum yang terjadi adalah menolak untuk makan,
mengalami kesulitan tidur, menangis, tidak kopoperatif terhadap
pengobatan.
2. Kehilangan Kontrol (Loss Of Control) : Anak usia prasekolah
kehilangan kontrol karena pembatasan aktivitas fisik yang
menyebabkan anak ketergantungan dengan bantuan dari orang.
Respon yang terjadi seperti malu, rasa bersalah, dan rasa takut.
3. Luka pada tubuh dan Sakit atau Nyeri : Reaksi anak terhadap luka
dan nyeri ialah menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi,
menggigit bibir, membuka mata lebar atau anak melakukan tindakan
agresif .
2.3.5 Alat Ukur Kecemasan
1. Zung Self Rating Anxiety Scale merupakan skala yang berfokus
pada kecemasan secara umum dan koping dalam mengatasi stres.
Skala ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 15 pertanyaan tentang
peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan tentang penurunan
kecemasan.

10
2. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) pertama kali
dikembangkan oleh Max Hamilton pada tahun 1956 untuk
mengukur semua tanda kecemasan psikis dan somatik. Terdiri
dari 16 item pertanyaan untuk mengukur kecemasan pada anak
dan orang dewasa. Masing-masing kelompok gejala diberi
penilaian angka (score) antara 0-3, yang artinya adalah :
Nilai
0 = Tidak Ada Gejala (Keluhan)
1 = Gejala Ringan
2 = Gejala Sedang
3 = Gejala Berat
Masing-masing nilai angka (score) dari ke 16 kelompok
gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Nilai (Score) :
Kurang Dari 14 = Tidak Ada Kecemasan
14 – 20 = Kecemasan Ringan
21 – 27 = Kecemasan Sedang
28 – 41 = Kecemasan Berat
42 – 56 = Kecemasan Berat Sekali
3. Preschool Anxiety Scale merupakan pegukuran skala kecemasan
khusus anak usia prasekolah yang di kembangkan oleh Spence Et
Al, terdiri dari 28 pertanyaan dan dilengkapi dengan bantuan
orangtua untuk mengisi lembar instrumen. Jumlah skor maksimal
pada skala SCAS Pre School adalah 112. Dua puluh delapan item
kecemasan tersebut memberikan ukuran keseluruhan kecemasan,
selain nilai pada 6 sub skala yang menekankan aspek tertentu dari
kecemasan anak seperti kecemasan umum, kecemasan sosial,
gangguan obsesif kompulsif, ketakutan cidera fisik, dan
kecemasan pemisahan. Hasil total kuesioner akan menjadi
kriteria tingkat kecemasan anak, dengan rentang skor :

11
Kurang dari 28 = Ringan
28-56 = Sedang
57-84 = Berat
Lebih dari 85 = Sangat Berat
Jumlah pertanyaan dalam instrumen ini terdiri dari 6 sub
skala kecemasan dan pada item pertanyaan seperti berikut :
1) Kecemasan umum (1,4,8,14, dan 28)
2) Kecemasan sosial (2,5,11,15,19, dan 23)
3) Gangguan obsesif kompulsif (3,9,18,21, dan 27)
4) Ketakutan cidera fisik (7,10,13,17,20,24, dan 26)
5) Kecemasan pemisahan (6,12,16,22, dan 25)

2.3.6 Penatalaksanaa Kecemasan

Menurut Hockenberry & Wilson (2016), penatalaksanaan kecemasan


anak adalah sebagai berikut :
1. Mencegah atau Meminimalkan Dampak Perpisahan
a. Partisipasi Orang Tua dalam proses perawatan dapat
membantu dalam proses pemulihan anak serta mendukung anak
untuk melalui krisis sehingga anak tidak merasa di kesepihan.
b. Memperbolehkan orangtua untuk tinggal bersama anaknya
selama 24 jam. Jika tidak mungkin dengan rooming in beri
kesempatan orangtua untuk melihat anaknya setiap saat.
c. Jika orangtua tidak bisa menemani anak maka anggota
keluarga lain yang dekat dengan anak untuk mengganti peran
orangtua.
d. Membuat ruang perawatan seperti suasana rumah dengan
dekorasi poster atau kartun bergambar sehingga anak merasa
senang dan nyaman.
2. Meminimalkan Kehilangan Kontrol dan Otonomi
a. Hindari pembatasan fisik jika anak kooperatif terhadap
petugas kesehatan.

12
b. Buat jadwal kegiatan untuk prosedur terapi, latihan, bermain
dan aktivitas lain dalam perawatan untuk menghadapi perubahan.
c. Mendorong kebebasan anak bergabung dalam rencana
keperawatan.
d. Memberitahukan anak alasan menjalanoi hospitalisasi sangat
berguna untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan anak.
3. Meminimalkan Rasa Takut terhadap Cedera Tubuh dan Rasa
Nyeri
a. Mempersiapkan anak dan orangtua untuk prosedur yang
mengakibatkan nyeri dengan memodifikasi tindakan untuk
meminimalkan cedera tubuh.
b. Lakukan aktivitas bermain untuk mengurangi stress dan
kecemasan.
c. Hadirkan orangtua pada saat dilakukan tindakan pada anak.

2.4 Terapi Bermain

2.4.1 Definisi Terapi Bermain

Terapi bermain adalah terapi untuk anak-anak yang menjalani rawat


inap. Ketika dirawat, anak akan mengalami perasaan tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan sakit dengan
bermain anak terlepas dari cemasdan stres yang di alami karena dapat
mengalihkan rasa sakit dan relaksasi (Supartini, 2016).
Bermain merupakan simulasi yang tepat untuk anak karena dapat
meningkatkan daya pikir anak untuk menggunakan emosi, sosial, fisik,
serta dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dan
pengetahuan serta keseimbangan mental anak. Jadi, terapi bermain
merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada anak ketika
dirawat dirumah sakit. Saat hospitalisasi, anak cenderung mengalami
stres yang berlebihan. Melalui terapi bermain anak dapat mengeluarkan

13
rasa takut, cemas yang mereka alami serta terapibermain sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembang anak (Andriana, 2017).

2.4.2 Tujuan Terapi Bermain

Menurut Astarani (2017), tujuan terapi bermain adalah untuk


menciptakan suasana aman dalam mengekspresikan diri, memahami
bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi
masalah mereka serta memberikan kesempatan bagi anak untuk
berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru. Tujuan terapi bermain di
lakukan saat hospitalisasi ialah untuk melanjutkan tumbuh kembang anak
secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga anak dapat
beradaptasi lebih efektif terhadap stres.

2.4.3 Prinsip Bermain di Rumah Sakit

Menurut Astarani (2017) prinsip-prinsip bermain di rumah sakit


yang perlu di perhatikan, sebagai berikut :
1. Waktu bermain : Waktu yang diperlukan untuk terapi bermain
pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu
tersebut dapat membuat kedekatan antara orang tua dan anak serta
tidak menyebabkan anak kelelahan akibat bermain.
2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecil perlu rasa aman dan yakin terhadap benda-benda yang
dikenalinya, Seperti boneka yang dipeluk anak untuk memberi rasa
nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari.
3. Sesuai kelompok usia : Perlu dibuatkan jadwal dan
dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain berbeda
antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Pada rumah
sakit yang ada tempat bermainnya perlu lebih diperhatikan agar
dapat dimanfaatkan dengan baik.

14
4. Tidak bertentangan dengan terapi : Terapi bermain harus
memperhatikan kondisi anak. Apabila anak harus tirah baring,
maka di pilih permainan yang dapat dilakukan diatas tempat tidur,
dan tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat
bermain khusus yang ada di ruang rawat.
5. Perlu keterlibatan orang tua dan keluarga : Keterlibatan orang
tua dibutuhkan dalam menjalani hospitalisasi, dengan keterlibatan
orang tua dapat mendorong ketrampilan dan kemampuan,
memberikan dukungan bagi perkembangan emosi anak. Selain itu,
terapi bermain dengan keterlibatan orang tua dapat memberikan
rasa tenang, nyaman, merasa disayang dan diperhatikan, sehingga
anak dapat lebih dapat mengelola emosinya dan memungkinkan
anak berespon lebih efektif terhadap situasi selama hospitalisasi.

2.4.5 Tipe Permainan

Menurut Astarani (2017), ada beberapa tipe permainan ditinjau dari


karakter sosial yaitu :
1. Permainan Pengamat : Tipe permainan ini, anak memperhatikan apa
yang dilakukan anak lain, tetapi tidak terlibat dalam aktivitas bermain
tersebut.
2. Permainan Tunggal : Tipe permainan ini, anak bermain sendiri
dengan mainan yang berbeda dengan mainan yang digunakan oleh anak
lain ditempat yang sama.
3. Permainan Paralel : Tipe permainan ini, anak bermain secara mandiri
diantara anak-anak lain.
4. Permainan Asosiatif : Tipe permainan ini adalah bermain bersama,
mengerjakan aktivitas serupa atau bahkan sama, tetapi tidak ada
organisasi, pembagian kerja, penetapan kepemimpinan atau tujuan
bersama.
5. Permainan Kooperatif : Tipe permainan ini, permainan bersifat
teratur, dan anak bermain dalam kelompok dengan anak lain.

15
2.4.6 Bentuk Permainan

Mildred Parten dalam NS Yuliani (2016) menjabarkan bentuk


permainan:
1. Unoccupied Play : Anak terlihat tidak bermain karena hanya
mengamati kejadian di sekitarnya. Apabila tidak hal yang menarik, maka
anak akan menyibukkan dirinya sendiri atau hanya berdiri di sudut,
melihat sekeliling ruangan atau melakukan beberapa gerakan tanpa tujuan.
Biasanya ini hanya di lakukan oleh bayi.
2. Solitary Play : Anak bermain sendiri dan tidak berhubungan dengan
permainan temannya karena tidak memperhatikan hal yang terjadi. Ketika
anak antusias dan tertarik sesuatu maka itu disebut bermain, walaupun
anak hanya menggoyangkan badan dan jarijarinyaa anak belum antusias
kepada lingkungan. Permainan ini dilakukan oleh bayi sampai umur 2
tahun.
3. Onlooker Play : Anak melihat atau memperhatikan anak lain bermain
dan mulai mengembangkan kemampuannya untuk memahami dirinya
merupakan bagian lingkungan. Meskipun anak sudah tertarik tetapi anak
belum memutuskan untuk bergabung. Anak masih mempertimbangkan
apakah akan bergabung atau tidak.
4. Parrarel Play : Anak bermain terpisah dengan temannya namun
memainkan permainan yang sama. Anak bahkan berada dalam kelompok
meskipun belum ada interaksi dan biasanya mulai tertarik, namun belum
nyaman untuk bermain bersama. Biasanya dilakukan oleh anak di masa
sekolah awal.
5. Associative Play : Anak berinteraksi sosial dengan sedikit atau tanpa
peraturan. Anak mulai melakukan interaksi dan bekerja sama. Sudah
mempunyai tujuan yang sama untuk di capai namun belum ada peraturan.
Contohnya anak melakukan permaian kejarkejaran, tetapi belum tampak
siapa yang mengejar siapa. Biasanya ini dilakukan oleh sebagian besar
anak usia prasekolah.

16
6. Cooperative Play : Anak memiliki interaksi sosial yang teratur dalam
permaian untuk mencapai tujuan. Contohnya, bermain sekolah-sekolahan,
membangun rumah-rumahan. Ini mendorong timbulnya kompetensi dan
kerjasama anak. Biasanya di lakukan oleh anak sekolah dasar.

2.4.7 Fungsi Terapi Bermain

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh


dengan stress, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah
sakit seperti ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas
kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak,
ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan
seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak
menyenangkan lainnya, sering kali dialami anak (Supartini, 2016).
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan
selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan. Permainan yang terapeutik didasari oleh pandangan
bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan
untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk
dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran anak,
mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan
bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit (Supartini, 2016).Menurut Supartini, Aktivitas bermain yang
dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan
keuntungan sebagai berikut:
1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan
perawat karena dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat
mempunyai kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan

17
menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan
alat komunikasi yang efektif antara perawat dank klien.
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan
perasaan mandiri pada anak.
3) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya akan
memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang
dan nyeri. Pada beberapa anak yang belum dapat mengekspresikan
perasaan dan pikiran secara verbal atau pada anak yang kurang dapat
mengekspresikannya, permainan menggambar, mewaranai atau
melukis akan membantunya mengekspresikan perasaan tersebut.
4) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan
anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.

18
BAB III

EVIDENCE BASED PRACTICE

3.1 Step 0 : Cultive a Sprit Of Inguiry

1. Bagaimana kecemasan pre operasi pada anak pra sekolah ?


2. Apa dampak yang akan terjadi apabila kecemsatan pre operasi tidak ditangani
dengan baik ?
3. Apa saja teknik nonfarmokologi yang dapat dilakukan dalam mengatasi
kecemasan ?
Bagaimana efektifitas dan penggunaan metode terapi bermain ?

3.2 Step 1 : Ask Clinical Questions In PICOT

Jurnal 1 Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini, Suhendar Sulaeman. Video Kartun Dan
Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak
Usia Pra Sekolah. Tahun 2019
P (Problem / Population) Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 responden
I (Intervention) Intervensi dalam penelitian ini adalah Terapi video
kartun dan animasi.
C (Comparison) -
O (Outcome) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
tingkat kecemasan anak sebelum dan setelah
diberikan intervensi video animasi (p value = 0,000)
dengan penurunan tingkat kecemasan pre operasianak
sebesar 4,70. Penurunan tingkat kecemasan pre
operasi menggunakan video animasi ini lebih besar
daripada pemberian video kartun. Kecemasan pada
anak timbul karena menghadapi sesuatu/lingkungan
yang baru dan belum pernah ditemui sebelumnya,
serta ketidaknyamanan/ketakutan terhadap sesuatu

19
karena merasa bahaya dan menyakitkan (Townsend,
2009 dalam Suprobo, 2017).
T (Time) 2019
Jurnal 2 Aprina, Novri Ardiyansa, Sunarsih.Terapi Bermain Puzzle pada Anak
Usia 3-6 tahun terhadap Kecemasan Pra Operasi Tahun 2019.
P (Problem / Population) Populasi dalam penelitian ini 30 responden
I (Intervention) Intervensi dalam penelitian ini adalah Terapi ermain
puzzle
C (Comparison) -
O (Outcome) Hasil penelitian diperoleh data rata-rata skor
kecemasan responden sebelum mendapat terapi
bermain puzzle adalah 64,30 dengan standar deviasi
(SD) 10,697, dan skor kecemasan terendah adalah 46
(cemas ringan) dan skor kecemasan tertinggi adalah
83 (cemas berat). Menurut Stuart, (2007) kecemasan
sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada masalah yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu terarah, kecemasan sedang juga dianggap
respon normal terhadap stresor yang dialami individu,
secara umum responcemas dimiliki semua individu,
kecemasan merupakan respon yang paling umum
yang menyatakan kondisi takut.
T (Time) 2020
Jurnal 3 Nadhya Ayuningtyas, Aprina, Anita. Pengaruh Biblioterapi “Teruslah
Semangat Nadi” terhadap Stres Hospitalisasi Anak Pra Operasi
P (Problem / Population) Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 responden
I (Intervention) Intervensi dalam penelitian ini adalah relaksasi
teruslah semangat nadi
C (Comparison) -
O (Outcome) Berdasarkan uji statistik, skor rata-rata stres

20
hospitalisasi responden sebelum dan sesudah
diberikan biblioterapi “Teruslah Semangat Nadi”
dengan uji t dependen nilai pvalue 0,000 (<α 0,05).
Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
biblioterapi “Teruslah Semangat Nadi” terhadap stres
hospitalisasi anak pra operasi.
T (Time) 2019
Jurnal 4 Diana Pefbrianti, Hamdan Hariawan, Setyo Kurniawan, Hery Sasongko ,
Galih Noor Alivian, Ah Yusuf. Intervensi Nonfarmakologik Untuk Menurunkan
Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Literature Review
P (Problem / Population) Problem dalam penelitian ini adalah Menurunkan
Kecemasan
I (Intervention) Intervensi dalam penelitian ini adalah terapi
nonfarmakologik
C (Comparison) -
O (Outcome) Secara umum semua intervensi nonfarmakologik
yang dilakuan review dapat menurunkan kecemasan.
Perbedaanya terdapat pada pelaksana dan alat dan
bahan yang dibutuhkan. Ada beberapa intervensi
yang harus dilakukan oleh orang yang terlatih. Ada
juga beberapa intervensi yang harus diberikan dengan
alat bantu serta bahan yang dibutuhkan.
Intervensi yang telah dijelaskan lebih ke arah
relaksasi dan distraksi. Relaksasi dapat diperoleh
pasien melalui intervensi minyak lavender, healing
touch, dan hand reflexology. Sedangkan distraksi
dapat diberikan melalui intervensi Wacky
Wednesday. Selain itu, menurunkan kecemasan juga
dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman
kepada pasien mengenai apa saja yang akan terjadi

21
dari preoperasi hingga post operasi melalui
pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
T (Time) 2019
Jurnal 5 Indarti , Ika Subekti Wulandari, Gatot Suparmanto. Pengaruh Terapi
Bermain Felt Puppets Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi
Sirkumsisi Pada Anak Usia Prasekolah Tahun 2020
P (Problem / Population) Populasi dalam penelitian ini sebanyak 22 responden
I (Intervention) Intervensi dalam penelitian ini adalah treapi bermain
felt
C (Comparison) -
O (Outcome) Hasil penelitian pada 22 responden sebelum diberikan
terapi bermain felt puppets menunjukkan bahwa
pasien mengalami cemas berat sebanyak 9 responden
(40,9%), setelah diberikan terapi bermain 11
responden tingkat kecemasan menjadicemas ringan
(50,0%). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi bermain felt puppets dalam
menurunkan tingkat kecemasan pre operasi
sirkumsisi pada anak usia prasekolah. Dengan nilai
Asymp. Sig. (2-tailed)= 0,000 sehingga p value <
0,05.
T (Time) 2020

3.3 Step 2 : Search For The Best Evidence

PICOT tersebut kami melakukan pengumpulan bukti – bukti dengan


pencarian jurnal secara online melalui situs google scholar (Google Cendekia)
dengan menggunakan kata kunci “terapi bermain ” “tingkat kecemasan” dan
“pre operasi pada adnak pra sekolah” kami menemukan 6407 jurnal terkait
terapi yang kami inginkan sesuai dengan kriteria inklusi. Namun hanya 5

22
jurnal saja yang kami pilih. Adapun kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebagai
berikut:
Kriteria Inklusi:
1. Jurnal yang dipublikasikan dalam rentang waktu 2016 – 2021.
2. Jurnal berbahasa Indonesia.
3. Jurnal yang dipilih adalah jurnal yang membahas terapi bermain untuk
menurunkan tingkat kecemasan pra operasi pada anak usia prasekolah
4. Populasi sampel adalah pasien pra operasi anak usia prasekolah.
Kriteria Ekslusi:
1. Jurnal yang membahas pemberian yeknik terapi bermain .
2. Jurnal yang dipublikasikan kurang dari tahun 2016.
3. Adapun hasil jurnal yang di pilih sesuai kriteria inklusi dan eklusi
sebagai berikut:
1. Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini, Suhendar Sulaeman. Video Kartun Dan
Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada
Anak Usia Pra Sekolah. Tahun 2019. Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 3, Nomor 1, Desember 2019 e-ISSN: 2581-1975 p-ISSN:
2597-7482
2. Aprina, Novri Ardiyansa, Sunarsih.Terapi Bermain Puzzle pada Anak
Usia 3-6 tahun terhadap Kecemasan Pra Operasi Tahun 2019. Jurnal
Kesehatan Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019 ISSN 2086-7751 (Print),
ISSN 2548-5695 (Online)
3. Nadhya Ayuningtyas, Aprina, Anita. Pengaruh Biblioterapi “Teruslah
Semangat Nadi” terhadap Stres Hospitalisasi Anak Pra Operasi. Jurnal
Kesehatan Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020 ISSN 2086-7751 (Print),
ISSN 2548-5695 (Online)
4. Diana Pefbrianti, Hamdan Hariawan, Setyo Kurniawan, Hery Sasongko ,
Galih Noor Alivian, Ah Yusuf. Intervensi Nonfarmakologik Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Literature Review
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 9 Nomor 2, April 2018 ISSN
2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778

23
5. Indarti , Ika Subekti Wulandari, Gatot Suparmanto. Pengaruh Terapi
Bermain Felt Puppets Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre
Operasi Sirkumsisi Pada Anak Usia Prasekolah Tahun 2020

24
3.4 Step 3

NO Judul, Penulis Desain Responden Metode Penelitian Hasil Kekurangan Kelebihan Masukan
(Tahun), Sumber Penelitian
1 Judul : quasi 30 pendekatan pre penelitian Dalam Di dalam jurnal Peneliti bisa
Video Kartun Dan eksperimen Responden and post-test menunjukkan penelitian ini ini responden melakukan
Video Animasi tal without control. bahwa ada video terpaku dapat memilih penelitian
Dapat Menurunkan Populasi yang perbedaan tingkat dengan jenis dengan bebas yang lebih
Tingkat digunakanadalam kecemasan anak animasi dan jenis video yang variatif
Kecemasan Pre penelitian ini sebelum dan setelah kartun yang akan di
Operasi Pada Anak adalah anak usia diberikan intervensi telah di berikan , pada
Usia Pra Sekolah pra sekolah yang video animasi (p sediakan , penelitian ini
Penulis: akan menjalani value = 0,000) tidak di juga
Ajeng Dwi operasi di RS dengan penurunan berikan merangkum dan
Retnani, Titin Islam A. Yani tingkat kecemasan kebebasan menjelaskan
Sutini, Suhendar Surabaya. Teknik pre operasianak dalam karakteristik
Sulaeman pengambilan sebesar 4,70. memilih dari total
Sumber : sampel Penurunan tingkat genre yang responden
https://scholar.goo menggunakan kecemasan pre lain
gle.c o.id/scholar purposive operasi
sampling menggunakan video
animasi ini lebih
besar daripada
pemberian video
kartun.
2 Judul : Quasy 30 one group Hasil penelitian Tidak Dalam Peneliti
Terapi Bermain Experiment Responden pretest-posttest diperoleh data terdapatnya penelitian ini menambahkan
Puzzle pada Anak Peneliti rata-rata skor karakteristik terdapat skala karakteristik
Usia 3-6 tahun menggunakan uji t kecemasan yang yang digunakan baik itu
terhadap dependent. responden sebelum disajikan sehingga tingkat
Kecemasan Pra menggunakan alat mendapat terapi penelaah dapat pendidikan ,
Operasi ukur kecemasan bermain puzzle memahami apa usia , jenis
Penulis: MYPAS (Modifiet adalah 64,30 yang di lakukan kelamin dlam
Aprina, Novri Yale dengan standar peneliti bentuk sajian
Ardiyansa, Preoperatif anxiety deviasi (SD) tabel data
Sunarsih scale) Skor 23-100 10,697, dan skor
Sumber : <30: tidak kecemasan terendah
https://scholar.goo cemas, 30-53: adalah 46 (cemas
gle.c o.id/scholar cemas ringan, ringan) dan skor
53-77: cemas kecemasan tertinggi
sedang 78-100: adalah 83 (cemas
cemas berat. berat).
3 Judul : quasi 30 rancangan Hasil uji statistik, Pada Pada penelitian Dilihat dari
Pengaruh experiment. Responden penelitian one skor rata-rata stres penelitian ini sangat baik , hasil
Biblioterapi group pre-test hospitalisasi ini , peneliti dengan penelitian ,
“Teruslah post-test. responden sebelum menggukana menunjukan sudah cukup
Semangat Nadi” Mengukur stres dan sesudah kuesioner kriteria hasil baik , akan
terhadap Stres hospitalisasi diberikan yang kurang anak dapat tetapi
Hospitalisasi Anak menggunakan biblioterapi tepat , mengunkapkan pemilihan
Pra Operasi instrument DASS “Teruslah Semangat kuesioner dan dapat kuesioner
Penulis: 21 (Depression Nadi” dengan uji t DASS 21 ini , menjelaskan harus lebih
Nadhya Anxiety Stress dependen nilai di tunjukan hasil dari terapi, tepat
Ayuningtyas, Scale) pvalue 0,000 (<α untuk menunjukan
Aprina, Anita 0,05). Maka dapat kecemasan tahap tahap
Sumber : disimpulkan bahwa kerja dalam
https://scholar.goo terdapat pengaruh penelitian ini
gle.c o.id/scholar biblioterapi
“Teruslah Semangat
Nadi” terhadap stres
hospitalisasi anak
pra operasi.
4 Judul : Literature Jurnal terapi intervensi Secara umum Pada Penelitian Peneliti lebih
Intervensi riview, mengenai nonfarmakologi di semua intervensi peelitian ini literature riview memperhatika
Nonfarmakologik edukasi dalam review ini nonfarmakologik tidak ini sudah cukup n ulang
Untuk preoperatif, yang yang dilakuan dijelaskan baik , dengan mengenai
Menurunkan pemberian dapat menurunkan review dapat sumber penyampaian sumber yang
Kecemasan Pada minyak kecemasan pada menurunkan sumber yang dan di gunakan
Pasien Preoperasi: lavender, pasien kecemasan. lebih jelas pengemasan dalam
Literature Review Wack pre operasi. Perbedaanya mengenai materi yang penelitian nya
Penulis: Wednesday, Intervensi terdapat pada jurnal yang cukup ringkas
Diana Pefbrianti, healing teresebut adalah pelaksana dan alat telah di ambil dan mudah
Hamdan Hariawan, touch, edukasi dan bahan yang untuk dipahami
Setyo Kurniawan, dan hand preoperatif, dibutuhkan. Ada dilakukan
Hery Sasongko , reflexology pemberian minyak beberapa intervensi literatur
Galih Noor lavender, Wack yang harus riview
Alivian, Ah Yusuf Wednesday, dilakukan oleh
Sumber : healing touch, orang yang terlatih.
https://scholar.goo dan hand Ada juga beberapa
gle.c o.id/scholar reflexology. intervensi yang
Edukasi harus diberikan
preoperatif dengan alat bantu
merupakan serta bahan yang
intervensi dibutuhkan.
Intervensi yang
telah dijelaskan
lebih ke arah
relaksasi dan
distraksi. Relaksasi
dapat diperoleh
pasien melalui
intervensi minyak
lavender, healing
touch, dan hand
reflexology.
Sedangkan distraksi
dapat diberikan
melalui intervensi
Wacky Wednesday.
Selain itu,
menurunkan
kecemasan juga
dapat dilakukan
dengan memberikan
pemahaman kepada
pasien mengenai
apa saja yang akan
terjadi dari
preoperasi hingga
post operasi melalui
pendidikan
kesehatan yang
diberikan kepada
pasien.
5 Judul : quasy 22 quasy experiment Hasil penelitian Kurangnya Penggunakan Peneliti
Pengaruh Terapi experiment responden dengan Pre and pada 22 responden tabel kalimat sudah melakukan
Bermain Felt post sebelum diberikan karakteristik di kemas publikasi
Puppets Dalam test without terapi bermain felt dal;am dengan sangat sehingga hasil
Menurunkan control group puppets penelitian baik , penelaah penelitian
Tingkat design dengan menunjukkan ini , tidak dan pembaca dapat ditelaah
Kecemasan Pre menggunakan bahwa pasien terdapat dapat mudah dengan sangat
Operasi Sirkumsisi pendekatan mengalami cemas ISSN memahaminya kongkkrit
Pada Anak Usia accidental berat sebanyak 9
Prasekolah sampling yang responden (40,9%),
Penulis: dilakukan pada setelah diberikan
Indarti , Ika pasien pre operasi terapi bermain 11
Subekti Wulandari, responden tingkat
Gatot Suparmanto. kecemasan
Sumber : menjadicemas
https://scholar.goo ringan (50,0%).
gle.c o.id/scholar Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa
ada pengaruh terapi
bermain felt
puppets dalam
menurunkan tingkat
kecemasan pre
operasi sirkumsisi
pada anak usia
prasekolah. Dengan
nilai Asymp. Sig.
(2-tailed)= 0,000
sehingga p value <
0,05.
PEMBAHASAN
Jurnal 1 Video Kartun Dan Video Animasi Dapat Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan anak
sebelum dan setelah diberikan intervensi video animasi (p value = 0,000) dengan
penurunan tingkat kecemasan pre operasi anak sebesar 7,20. Intervensi kombinasi
video kartun+video animasi ini memiliki penurunan tingkat kecemasan paling
besar daripada pemberian video kartun maupun video animasi.Intervesi ini
memiliki jenis video yang lebih bervariasi dan waktu penayangan yang lebih lama,
sehingga mampu lebih efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pre operasi
pada anak usia pra sekolah. Hal tersebut dikarenakan video kartun menayangan
tokoh kartun yang lucu dan disukai anak-anak sehingga membuat anak merasa
senang, terhibur dan melupakan rasa cemasnya menjelang operasi. Kemudian
penayangan video kedua yaitu video animasi tour area operasi dimana
memudahkan anak usia pra sekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi untuk
mendapatkan informasi ringan mengenai situasi dan kondisi ruang operasi atau
ruang perawatan berbasis menyenangkan, sekaligus menurunkan kecemasan pre
operasi anak dengan mengatasi ketidaktahuan dan kewaspadaan anak terhadap
ruang operasi/ruang perawatan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati, Syaiful &
Ratnawati (2019) yang menyatakan bahwa ada pengaruh audiovisual menonton
film kartun terhadap tingkat kecemasan saat prosedur injeksi pada anak
prasekolah. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wahyuningrum
(2015) yang menyatakan bahwa pemberian cerita melalui audiovisual efektif
dalam menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi.Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat dilakukan tindakan
invasif, kemungkinan besar tindakan yang dilakukan menjadi tidak maksimal dan
tidak jarang harus mengulangi beberapa kali sehingga akan menghambat proses
penyembuhan anak. Kondisi ini memper-sulit perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan (Supartini, 2014).

33
Koller, Goldman (2012) dalam studinya menyatakan bahwa pemberian cerita
melalui audiovisual guna menurun-kan kecemasan termasuk teknik distraksi
kecemasan dengan teknik audiovisual. Perhatian anak yang terfokus kepada cerita
audiovisual yang disimaknya mendis-traksikan atau mengalihkan persepsi
kecemasan anak dalam korteks serebral. Dengan intervensi audiovisual menonton
film kartun akan memberikan rangsangan distraksi berupa visual, auditory dan
tactile. Perasaan aman dan nyaman yang dirasakan anak akan merangsang tubuh
untuk mengeluarkan hormon endorphine.

Jurnal 2 Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-6 tahun terhadap Kecemasan
Pra Operasi
Menurunkan kecemasan dengan cara bermain diharapkan kecemasan anak
menurun. Anak-anak kecil umumnya berespon lebih baik terhadap permainan dan
anak-anak yang lebih besar berespon lebih baik terhadap film sebaya yang
dilihatnya (Bates & Brome, 1986 dalam Wong, 2009).
Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku bermasalah, dengan
menempatkan anak dalam situasi bermain. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain merupakan media
yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya dan mengenai waktu jarak serta suara (Wong, 2001
dalam Adriana, 2011).296 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 2, Agustus, hlm
291-297Terapi bermain diharapkan mampu menghilangkan batasan, hambatan
dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan
mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan dan anak yang sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah
diajak kerjasama selama masa perawatan (Mulyaman 2006 dalam Yusuf dkk,
2013). Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak untuk dapat
mengembangkan potensi kreativitas dari anak-anak itu sendiri. Untuk mengurangi
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi dapat dilakukan diantaranya
dengan relaksasi, terapi musik, aktivitas fisik, terapi seni dan terapi bermain.

34
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah
mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada
anak usia toddler. Anak juga sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian
juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin
meningkat. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada anak
misalnya, bermain puzzle, membacakan cerita/dongeng, alat gambar dan
permainan balok-balok besar.
Pemilihan permainan puzzle di dalam terapi permainan ini karena puzzle
merupakan salah satu permainan edukatif yang dapat mengoptimalkan
kemampuan dan kecerdasan anak. Bermain puzzle mengajarkan anak untuk
bersabar dan melatih keterampilan anak dalam menyusun puzzle untuk kembali
menjadi puzzle yang utuh. Menurut Soebachman (2012) bermain puzzle
merupakan permainan yang terdiri atas kepingan-kepingan dari satu gambar
tertentu yang dapat melatih tingkat konsentrasi. Bermain puzzle dapat dilakukan
oleh anak-anak hingga anak belasan tahun, tetapi tentu saja tingkat kesulitannya
harus di sesuaikan anak yang memainkanya. Bermain puzzle anak akan mencoba
memecahkan masalah yaitu menyusun gambar (Vernanda, Yunus, &
Rahmahtrisilvia, 2013).
Penelitan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kaluas (2015)
menunjukkan terapi bermain puzzle memiliki pengaruh yang signifikan untuk
menurunkan respon kecemasan anak prasekolah selama hospitalisasi dimana
didapat nilai mean sesudah pemberian terapi bermain puzzle yaitu 28,71. Terapi
bermain dengan puzzle sangat bermakna dalam mengurangi kecemasan pada anak
karena membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya, lambat
laun akan membuat mental anak terbiasa untuk bersikap tenang, tekun dan sabar
dalam menghadapi dan menyelesaikan sesuatu.

Jurnal 3 Pengaruh Biblioterapi “Teruslah Semangat Nadi” terhadap Stres


Hospitalisasi Anak Pra Operasi

35
Artikel Mommies Daily tahun 2019 menyebutkan bahwa Aktivitas belajar
membaca dan menulis dimulai pada usia 6-7 tahun, dan membaca merupakan
tugas perkembangan anak pada usia sekolah, yaitu sejak usia 6 tahun keatas. Jika
dilihat dari karakteristik responden, semakin tua usia anak, tingkat stres dan
keefektifan menghadapi suatu masalah individu akan semakin konstruktif.
Menurut peneliti, adanya hubungan antara antara usia dengan tingkat stres
hospitalisasi setelah diberikan biblioterapi dikarenakan semakin tua usia anak
maka kemampuan membaca akan semakin lancar sehingga kemampuan berfikir
dalam menyelesaikan masalah akan berkembang dan akan lebih mudah untuk
memahami kondisi yang dialami. Jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat stres
anak. sejalan dengan Wong (2009) bahwa tingkat perkembangan umur,
pengalaman sakit sebelumnya, perpisahan atau hospitalisasi, terdapatnya suport
system atau dukungan dari lingkungan sekitar, keahlian koping alami ataupun
yang didapat dan keseriusan diagnosa penyakit merupakan faktor penyebab
kecemasan anak.
Biblioterapi untuk anak atau terapi menggunakan buku untuk mendukung
kebutuhan anak dalam memproses pengalaman pribadi yang sulit seperti
pengalaman yang menyakitkan dan membingungkan anak (Austin, 2010). Seperti
yang dijelaskan Yontz-Orlando (2017), bahwa biblioterapi telah banyak
digunakan dalam meningkatkan koping menghadapi stressor, memperbaiki emosi,
dan meningkatkan kesehatan mental. Pemilihan bahan bacaan tergantung pada
tujuan dan tingkat intervensi yang diinginkan serta alur kisah juga seharusnya
realistis dan melibatkan kreativitas dalam menyelesaikan masalah. Secara garis
besar, bahan bacaan dapatdibedakan menjadi dua, yaitu didaktif dan imajinatif
(Suparyo, 2010).
Bahan bacaan didaktif memfasilitasi suatu perubahan dalam individu melalui
pemahaman diri yang lebih bersifat kognitif, pustakanya bersifat instruksional dan
mendidik, seperti buku ajar dan buku petunjuk, materi-materinya adalah
bagaimana suatu perilaku baru harus dibentuk atau dihilangkan, bagaimana
mengatasi masalah, relaksasi, dan meditasi. Bahan bacaan imajinatif atau kreatif

36
merujuk pada presentasi perilaku manusia dengan cara yang dramatis. Kategori
ini meliputi novel, cerita pendek, puisi, dan sandiwara (Suparyo, 2010).
Penelitian Apriliawati (2011) mengggunakan karakteristik responden berupa
usia, jenis kelamin, pengalaman dirawat, lama rawat, dan frekuensi membaca
dengan tingkatkecemasan anak. Berbeda pada penelitian ini tidak menggunakan
variabel confounding atau hanya menggunakan kriteria responden berupa usia dan
jenis kelamin dan one group, sehingga tidak diketahui apakah ada pengaruh diluar
variabel yang diteliti. Rancangan penelitian Apriliawati (2011) quasi
eksperimental dengan non-equivalent control group pre-test post-testdesign. Hasil
penelitian ini menunjukkan ratarata tingkat kecemasan anak yangmendapatkan
biblioterapi sebesar 29,27 dan rata-rata tingkat kecemasan anak yang tidak
mendapatkan biblioterapi sebesar 36,07. Dari hasil uji tdependen menunjuk
kanterdapat perbedaan bermakna antara tingkat kecemasan setelah diberikan
biblioterapi antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p-value=0,000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestiawati, dkk (2019) yang
berjudul Pengaruh biblioterapi terhadap stres hospitalisasi pada anak usia sekolah
di RSUD Panembahan Sinopati Bantul. Teknik analisa menggunakan uji beda
paired sampel t-test. Rata-rata stres hospitalisasi anak sebelum diberikan
biblioterapi adalah 10,50 dan setelah diberikan biblioterapi adalah 6,05, dengan
hasil uji bivariat didapatkan nilai p-value=0,0000<α 0,05 yang artinya ada
pengaruh biblioterapi terhadap stres hospitalisasi pada anak usia sekolah di RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Lestiawati (2019) menyatakan bahwa kemampuan
membaca menjadi salah satu keterampilan terpenting dalam perkembangan
kognitif anak usia sekolah dan menjadi alat paling berharga untuk menyelidiki
kemampuan anak. Melalui buku cerita dengan tema yang menghibur dapat
memberikan respon terhadap anak untuk mengamati, mendengarkan, dan
mengimajinasikan apa yang ia tangkap. Bercerita merupakan salah satu cara yang
efektif untuk menurunkan stres pada anak dan penting untuk kesejahteraan mental
dan emosional anak (Hartini & Prasiska, 2015).

37
Jurnal 4 Intervensi Nonfarmakologik Untuk Menurunkan Kecemasan Pada
Pasien Preoperasi: Literature Review

Secara umum semua intervensi nonfarmakologik yang dilakuan review dapat


menurunkan kecemasan. Perbedaanya terdapat pada pelaksana dan alat dan bahan
yang dibutuhkan. Ada beberapa intervensi yang harus dilakukan oleh orang yang
terlatih. Ada juga beberapa intervensi yang harus diberikan dengan alat bantu
serta bahan yang dibutuhkan. Intervensi yang telah dijelaskan lebih ke arah
relaksasi dan distraksi.
Relaksasi dapat diperoleh pasien melalui intervensi minyak lavender, healing
touch, dan hand reflexology. Sedangkan distraksi dapat diberikan melalui
intervensi Wacky Wednesday. Selain itu, menurunkan kecemasan juga dapat
dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada pasien mengenai apa saja yang
akan terjadi dari preoperasi hingga post operasi melalui pendidikan kesehatan
yang diberikan kepada pasien.
Relaksasi dan distraksi merupakan teknik nonfarmakologi yang dapat
meningkatkan self esteem dengan mempengaruhi status mental dan emosional
sehingga dapat menurunkan kecemasan (Anderson et al., 2015). Metode relaksasi
dengan healing touch dapat menurunkan kecemasan 20% lebih dibandingkan
sebelum diberikan intervensi tersebut (Mobini-Bidgoli et al., 2017). Hand
reflexology dengan dengan pendekatan relaksasi melalui pijatan juga menurunkan
kecemasan dari 57,54 menjadi 55,47.
Sedangkan melalui edukasi, kecemasan dapat menurun dari mean 3,5 menjadi
mean 0,7 (Guo, East and Arthur, 2012).Penjelasan tersebut lebih menekankan
bahwa semua intervensi yang direview menurunkan kecemasan. Tetapi,
pemberian edukasi merupakan intervensi yang bisa dilakukan oleh semua petugas
kesehatan tanpa perlu mengikuti pelatihan terlebih dahulu dan tidak
membutuhkan banyak alat dan bahan yang dibutuhkan. Menurunkan kecemasan
dengan pendidikan dapat dilakukan hanya deneg memberikan penjelasan kepada
pasien dan leaflet untuk dapat memperoleh informasi untuk bisa dibawa pulang.

38
Jurnal 5 Pengaruh Terapi Bermain Felt Puppets Dalam Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pre Operasi Sirkumsisi Pada Anak Usia Prasekolah

Kecemasan merupakan suatu keadaan serius yang terjadi pada pasien


preoperasi yang ditandai dengan perasaan takut, gelisah, serta menggambarkan
perasaan keragu-raguan, gelisah tegang, khawatir terhadap sesuatu yang
mengancam (Anggraeni, 2018). Menurut penelitian yang dilakukan (Muttaqin,
2009) kecemasan dapat disebabkan oleh berbagai hal yang tidak jelas, diantaranya
yaitu pasien yang akan dilakukan tindakan operasi karena pasien tidak tahu
konsekuensi yang akan terjadi saat dilakukan operasi dan takut terhadap prosedur
operasi. Kecemasan pada anak biasanya timbul karena ketakutan terhadap
kesakitan yang akan dirasakan oleh tubuhnya, kehilangan kontrol serta nyeri,
(Noverita, 2018)
Menurut (Farida, 2016) anak yang dirawat di rumah sakit cenderung merasa
tidak nyaman, prosedur tindakan membuat anak mengalami ketakutan tersendiri
sehingga mengakibatka kecemasan. Penggunaan terapi felt puppets dengan
bercerita akan memberikan pengalaman bagi anak, membangkitkan motivasi anak,
serta rasa ingin tahu isi cerita boneka tangan. (Sulianto, 2014) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa adanya terapi permainan boneka tangan dapat
membantu anak untuk menurunkanketegangan emosional anak.Menurut pendapat
peneliti tingkat kecemasan sebelum diberikan terapi bermain felt puppets (pre test)
menunjukkan distribusi tertinggi adalah cemas berat sebanyak 11 responden. Data
yang didapat dari kuisioner Zung-Self Rating Anxiety Scale (SAS) sebagian besar
anak anak mengalami kecemasan dengan tanda-tanda merasa gelisah atau gugup
dan cemas dari biasanya, anak merasa kedua kaki dan tangannya gemetar, anak
merasa tangan dingin dan sering basah oleh keringat, dan juga beberapa anak
merasakan jantung berdebar-debar. Setelah diberikan terapi bermain felt puppets
(post test)sebagian responden mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 11
responden. Berdasarkan nilai rata-rata pre test dan post test, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh terapi bermain felt pupets terhadap tingkat kecemasan

39
pre operasi sirkumsisi pada anak usia prasekolah di klinik dokter khitan Blora dr.
H. Hery Prasetyo.

3.5 Step 4

Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara


invasive dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian
yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan
dengan insisi yang merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai
keluhan dan gejala (Hidayat & Jong (2005), dalam Aprina, dkk (2017).
Reaksi pasien terhadap pembedahan didasarkan pada banyak faktor,
diantaranya ketidaknyamanan dan perubahan-perubahan yang diantisipasi baik
fisik, finansial, psikologis, spiritual, sosial atau hasil akhir pembedahan yang
diharapkan (Potter, 2006). Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi
emosional pada pasien, seperti ketakutan atau perasaan tidak tenang, marah, dan
kekhawatiran. Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul pada pasien
pra operasi adalah kecemasan (Muttaqin & Sari, 2009).
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu
lingkungan rumah, lingkungan permainan dan teman sepermainannya. Anak usia
prasekolah tersebut menunjukkan reaksi terhadap perpisahan yaitu dengan
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan anak di rumah sakit juga
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit
mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa
kehilangan kekuatan diri. Kehilangan di rumah sakit sering kali di persepsikan
anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu bersalah, atau
takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap

40
tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal iniberakibat
munculnya reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan
mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan
ketergantungan pada orang tua.
Anak kecil rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan perpisahan,
sebagai contoh anak yang dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) karena anak
mengalami urutan ketakutan perkembangan yaitu takut kehilangan ibu, takut
kehilangan cinta ibu, takut cidera tubuh, takut akan impulsnya dan takut akan
cemas hukuman (punishing unxiety) dari superego dan rasa bersalah. Sebagian
besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih
ketakutan-ketakutan tersebut (Kaplan dan sadock (1997, dalam Nursalam, 2005).
Tingkat kecemasan anak usia pra sekolah yang di rawat inap di rumah sakit
masuk dalam kategori tinggi, bahkan ada yang sangat tinggi. Tingkat kecemasan
ini harus segera mendapat penanganan agar anak tidak merasa stres berada di
rumah sakit. Sebab pikiran yang stres akan menyebabkan anak akan lama pulih
dari pengobatan yang sedang dijalani. Oleh karena itu bentuk terapi agar anak
merasa nyaman di rumah sakit dapat berupa dengan permainan.
Pengukuran skala kecemasan pada anak adalah modifikasi pengukuran
kecemasan pada orang dewasa disesuaikan dengan kondisi anak.hadapi
permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena
perawat berada di samping pasien selama 24 jam. Fokus intervensi keperawatan
adalah meminimalkan dukungan psikologis pada anak anggota keluarga. Salah
satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi dampak
hospitalisasi pada anak adalah dengan memberikan terapi bermain. Terapi
bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, hal ini
dilakukan untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan anak selama
prosedur berlangsung. Walaupun anak mengalami sakit dan atau dirawat, tugas
perkembangan tidaklah berhenti.
Hal ini bertujuan untuk melanjutkan tumbuh dan kembang selama perawatan
sehingga kelangsungan tumbuh kembang dapat berjalan, dapat mengembangkan
kreativitas dan pengalaman, anak akan mudah untuk beradaptasi terhadap stres

41
karena penyakit yang di rawat. Prinsip bermain di rumah sakit yaitu tidak banyak
mengeluarkan energi, mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang, kelompok
usia yang sebaya, permainan tidak bertentangan tentang pengobatan, melibatkan
orang tua atau keluarga. Salah satu alternatif untuk mengalihkan perhatian anak
yang dirawat di rumah sakit adalah diberikannya dukungan sarana bermain yang
dapat memfasilitasi anak untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan anak usia
prasekolah
yang dirawat di rumah sakit, karena anak usia prasekolah masih senang
bermain-main. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar, karena dengan
bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya dan mengenai waktu
jarak serta suara (Wong, 2001 dalam Adriana, 2011).
Dengan demikian, pemberian terapi bermain ini dapat menjadi sebuah terapi
untuk menurunkan tingkat kecemasan pra operasi pada anak prasekolah u .
Keefektifan terapi ini dapat terlihat dari beberapa jurnal berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitan menurut Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini,
Suhendar Sulaeman(2019) Video Kartun Dan Video Animasi Dapat
Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah. Pada penenilitan ini , peneliti meneliti mengenai pengaruh terapi
video kartun dan video animasi untuk melihat penurunan stingkat
kecemasan pre operasi pada anak usia pra sekolah. DidapatkanHasil
penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan anak
sebelum dan setelah diberikan intervensi video animasi (p value = 0,000)
dengan penurunan tingkat kecemasan pre operasianak sebesar 4,70.
2. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprina, Novri
Ardiyansa, Sunarsih (2019) melakukan penelitian di dapatkan 30 sample
dengan metode yang sama menggunakan one group pretest dan postest.
Rata-rata skor indeks kecemasan responden sebelum terapi bermain
puzzle adalah 64,30. Pada pengukuran rata-rata skor kecemasan setelah
terapi bermain puzzle didapatkan rata-rata kecemasan adalah 48,60. Nilai
perbedaan ratarata skor indeks kecemasan sebelum dan sesudah terapi

42
bermain puzzle adalah 15,7. Hasil uji statistik dengan uji t dependent
didapatkan hasil p-value sebesar 0,00>ɑ (0,05), maka dapat disimpulkan
ada pengaruh rata-rata tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan
terapi bermain puzzle.
3. Pada penelitian Indarti , Ika Subekti Wulandari, Gatot Suparmanto(2020)
Hal ini sejalan dengan hasil yang di dapatkan dalm penelitian ini hasil
penelitian yang dilakukan di klinik dokter khitan Blora dr. H. Hery
Prasetyo dengan jumlah responden sebanyak 22 diketahui bahwa
sebagian besar tingkat kecemasan setelah diberikan intervensi adalah
cemas ringan sebanyan 11 (50,0%), cemas sedang sebanyak 9 (40,9%),
cemas berat sebanyank 2 (9.1%), panik (0%). Hal ini sejalan dengan
penelitian (Noverita, 2018)dengan jumlah sampel sebanyak 75 anak usia
1-3 tahun sebelum diberikan terapi bermain yaitu paling banyak 65
responden (86,7%) dengan tingkat kecemasan sedang dan tingkat
kecemasan sedudah diberikan terapi bermain yaitu sebanyak 38
responden (50,7%) dengan tingkat kecemsan sedang, tingkat kecemasan
setelah diberikan terapi bermain menjadi menurun dikarenakan anak
merasa tenang, rileks, dan merasa senang karena diajak bermain. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi bermain terhadap
4. Pada penelitian menurut Diana Pefbrianti, Hamdan Hariawan, Setyo
Kurniawan, Hery Sasongko , Galih Noor Alivian, Ah Yusuf (2019) ,
penelitian ini menggunakan desain literature riview , ini juga mendukung
dangan 3 jurnal di atas , pada penelitian ini mendapatkan hasil
farmakologik yang dilakuan review dapat menurunkan kecemasan.
Perbedaanya terdapat pada pelaksana dan alat dan bahan yang dibutuhkan.
Ada beberapa intervensi yang harus dilakukan oleh orang yang terlatih.
Ada juga beberapa intervensi yang harus diberikan dengan alat bantu
serta bahan yang dibutuhkan. Intervensi yang telah dijelaskan lebih ke
arah relaksasi dan distraksi. Relaksasi dapat diperoleh pasien melalui
intervensi minyak lavender, healing touch, dan hand reflexology.
Sedangkan distraksi dapat diberikan melalui intervensi Wacky

43
Wednesday. Selain itu, menurunkan kecemasan juga dapat dilakukan
dengan memberikan pemahaman kepada pasien mengenai apa saja yang
akan terjadi dari preoperasi hingga post operasi melalui pendidikan
kesehatan yang diberikan kepada pasien. Relaksasi dan distraksi
merupakan teknik nonfarmakologi yang dapat meningkatkan self esteem
dengan mempengaruhi status mental dan emosional sehingga dapat
menurunkan kecemasan (Anderson et al., 2015). Metode relaksasi dengan
healing touch dapat menurunkan kecemasan 20% lebih dibandingkan
sebelum diberikan intervensi tersebut (Mobini-Bidgoli et al., 2017). Hand
reflexology dengan dengan pendekatan relaksasi melalui pijatan juga
menurunkan kecemasan dari 57,54 menjadi 55,47. Sedangkan melalui
edukasi, kecemasan dapat menurun dari mean 3,5 menjadi mean 0,7 (Guo,
East and Arthur, 2012).Penjelasan tersebut lebih menekankan bahwa
semua intervensi yang direview menurunkan kecemasan. Tetapi,
pemberian edukasi merupakan intervensi yang bisa dilakukan oleh semua
petugas kesehatan tanpa perlu mengikuti pelatihanterlebih dahulu dan
tidak membutuhkan banyak alat dan bahan yang dibutuhkan. Menurunkan
kecemasan dengan pendidikan dapat dilakukan hanya deneg memberikan
penjelasan kepada pasien dan leaflet untuk dapat memperoleh informasi
untuk bisa dibawa pulang.
5. Pada penelitian menurut Nadhya Ayuningtyas, Aprina, Anita (2019)
dengan judul Pengaruh Biblioterapi “Teruslah Semangat Nadi” terhadap
Stres Hospitalisasi Anak Pra Operasi. Pada penelitian ini menggunakan
metode penelitian one-group pre-post test design. Pada penelitian ini ,
peneliti mengajak anak unntuk membaca dan menjelaskan apa yang telah
dibaca , berbeda dengan 4 penelitian di atas yang mengajak anak bermain
menggunakan media , penelitian ini memberikan intervensi dengan
mengharapkan anak bisa memngungkapkan dan menjelaskan apa yang
telah di baca , dan didapatkan hasil berdasarkan uji statistik, skor rata-rata
stres hospitalisasi responden sebelum dan sesudah diberikan biblioterapi
“Teruslah Semangat Nadi” dengan uji t dependen nilai pvalue 0,000 (<α

44
0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh biblioterapi
“Teruslah Semangat Nadi” terhadap stres hospitalisasi anak pra operasi.
Dari kelima jurnal diatas penelaah menyimpulkan bahwa penelitian menurut
Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini, Suhendar Sulaeman (2019) mendaparkan hasil
yang sangat signifikan dan pada pemberian terapi ini menurut penelaah
memberikan intervensi yang effiien dengan diberikan nya beberapa pilihan video
animasi , sehingga anak pra sekolah dpat memilih dan lebih mudah menerima
terapi ini dengan baik .

3.6 Step 5 : Evaluation

Pengaruh terapi aktivitas bermain dari beberapa jurnal diatas menunjukan


keefektifitasannya dalam menurunkan tingkat kecemasan akibat pra operasi pada
anak usia prasekolah, jurnal-jurnal diatas melakukan intervensi kepada anak
prasekolah dengan tingkat kecemasan ringan, sedang dan berat. Hasil dari kelima
jurnal yang diteliti menunjukan tingkat keefektifitasan yang tinggi sebelum dan
sesuadah dilakukan metode terapi aktivitas bermain yang diterapkan oleh perawat
kepada anak prasekolah yang mengalami kecemasan akibat hospitalisasi.
Terapi bermain adalah suatu aktivitas bermain yang dapat mengubah tingkah
laku bermasalah, untuk menstimulasi perkembangan anak, membantu anak lebih
kooperatif, dan mendukung proses penyembuhan.
Hasil penelitian ini didukung Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini, Suhendar
Sulaeman(2019).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat
kecemasan anak sebelum dan setelah diberikan intervensi video animasi (p value
= 0,000) dengan penurunan tingkat kecemasan pre operasianak sebesar 4,70.
Penurunan tingkat kecemasan pre operasi menggunakan video animasi ini lebih
besar daripada pemberian video kartun. Kecemasan pada anak timbul karena
menghadapi sesuatu/lingkungan yang baru dan belum pernah ditemui sebelumnya,
serta ketidaknyamanan/ketakutan terhadap sesuatu karena merasa bahaya dan
menyakitkan (Townsend, 2009 dalam Suprobo, 2017).

45
3.7 Step 6 : Desemination

Oral presentasi, melalui :


1. Podcast
2. Panel presentasi
3. Presentasi pada konferensi local, regional dan nasional
4. Small Group Presentation
5. Community Meeting
6. Organization Bazed & Professional Continue Meeting
Publikasi khalayak umum, seperti :
1. Publishing: laporan dalam jurnal dan News Latter Professional
2. Poster

46
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Kecemasan preoperatif merupakan kondisi emosi yang tidak


menyenangkan yang dapat disebabkan oleh tindkan pembedahan yang akan
dilalui. Banya intervensi nonfarmakologi yang telah dikembangkan untuk
menurunkan kecemasan pasien preoperasi. Pemberian edukasi merupakan
cara yang paling sederhana untuk menurunkan kecemasan pasien preoperasi.
4.2 Saran
Perawat diharapkan dapat memberikan mengenai terapi pada pasien pre
operasi dengan baik , dengan pemberian terapi bermaini ini sehingga dapat
meningkatkan kualitas kenyamanan anak.

47
DAFTAR PUSTAKA

Ajeng Dwi Retnani, Titin Sutini, Suhendar Sulaeman. Video Kartun Dan Video
Animasi Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pada
Anak Usia Pra Sekolah. Tahun 2019. Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 3, Nomor 1, Desember 2019 e-ISSN: 2581-1975 p-ISSN:
2597-7482
Andriana, D. 2017. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Al-Ihsan. 2016. Terapi Bermain Origami Terhadap kecemasan Anak Usia
Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi. Jurnal Dunia
Keperawatan, Volume 6, Nomor 1, 63 – 70.
Alleviates Anxiety in Children during Induction of Anesthesia. International
Anesthesia Research Society, 115(5), 1168-1173
Aprina, Novri Ardiyansa, Sunarsih.Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-6
tahun terhadap Kecemasan Pra Operasi Tahun 2019. Jurnal
Kesehatan Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019 ISSN 2086-7751
(Print), ISSN 2548-5695 (Online)
Astarani, K. (2017). Hospitalisasi & Tempat Bermain pada Anak. Adjie Media
Nusantara, Nganjuk
Basford, Lynn dan Slevin. 2016. Teori & Pratek Keparawatan : Pendekatan
Integral Pada Asuhan Pasien. Alih bahasa Agung Maluyo. Jakarta :
EGC.
Brannon, L., Feist, J., & Updegraff, J. A. (2013). Health Psychology: An
Introduction to Behavior and Health, Eight Edition. USA: Wadsworth
Brown, J. (2012). Effects of Group Medical Play on Reducing Stress, Fear, and
Anxiety in Children. Master’s thesis The University of Alabama
Diana Pefbrianti, Hamdan Hariawan, Setyo Kurniawan, Hery Sasongko , Galih
Noor Alivian, Ah Yusuf. Intervensi Nonfarmakologik Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Literature Review

48
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 9 Nomor 2, April 2018
ISSN 2086-3098 (p) -- ISSN 2502-7778
Ekawati, D., Rosyidah, I., Sumarsono. (2017). Pengaruh Distraksi Menonton
Animasi Kartun terhadap Tingkat Stress Hospitalisasi pada Anak Saat
Dilakukan Injeksi Bolus. Skripsi. Stikes Insan Cendekia Medika
Jombang
Fatmawati, L., Syaiful, Y., & Ratnawati, D. (2019). Pengaruh Audiovisual
Menonton Film Kartun terhadap Tingkat Kecemasan saat Prosedur
Injeksi pada Anak Prasekolah. Jurnal Ilmiah Kesehatan (Journal of
Health Sciences), 12(2), 15-29
Gracia, Mia. (2015). Hypnosis In Destistry. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hockenberry, J. M. & Wilson D. (2010). Wong’s essentials of pediatric nursing.
Hockenberry, M., Wilson, D. 2017. Wong’s Nursing Care Of Infants And
Children, Ninth Edition. USA: Elsevier
Indarti , Ika Subekti Wulandari, Gatot Suparmanto. Pengaruh Terapi Bermain Felt
Puppets Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pre Operasi
Sirkumsisi Pada Anak Usia Prasekolah Tahun 2020
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Survey Kesehatan Nasional.
Mosby Elsevier, PhiladelphiaKoller & Goldman. (2012). Pediatric Psychosocial
Oncology: Textbook for Multidisciplinary Care, USA: SpringerLee,
J., Jihye L.S., Hyungsun L. S., & Jun-Rae L. (2012). Cartoon
Distraction
Nadhya Ayuningtyas, Aprina, Anita. Pengaruh Biblioterapi “Teruslah Semangat
Nadi” terhadap Stres Hospitalisasi Anak Pra Operasi. Jurnal
Kesehatan Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020 ISSN 2086-7751
(Print), ISSN 2548-5695 (Online)
Noorlaila, I. (2010). Panduan Lengkap Mengajar PAUD. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher
Oktiawati. 2017. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Tegal : CV Trans Info
MediaPotts, N. and Mandleco, B., 2017. Pediatric Nursing. Clifton
Park, N.Y.: Delmar Cengage Learning.

49
Papalia, D. E., Sally, W. O., & Ruth, D. F. (2010). Human Development
(Psikologi Perkembangan) Bag. I-IV. Jakarta: Salemba Humanika
Pelander & Leino. K. (2010). Empirical Studies: Children’s Best and Worst
Experiences during Hospitalization. Finland Scand Journal Caring Sci,
12(4), 347-356
Pontoh, B. I., Damajanti, H.C.P, & Ni Wayan, M., 2015. Hubungan Tingkat
Kecemasan dengan Perubahan Denyut Nadi Pada Pasien Ekstraksi
Gigi di Puskesmas Tuminting Manado, Jurnal e-GiGi, 3(1): 13-17
Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: Graha
Ilmu
Potter & Perry. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika
Priece & Moreno. (2012). At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketig

50

Anda mungkin juga menyukai