Mukhlis Mukhtar
Abstrct: This article outlines the problems and contextual expert understanding of textual
tradition and fiqh scholars about the Sunnah of the Prophet, (The criticism of the notion
of Shaykh Muhammad al-Ghazali). From the results obtained by the understanding that
assessment; Sheikh Muhammad Al-Ghazali was a productive scientist and muballiq. He
was very critical in exploring the teachings of Islam are not easily influenced by an
opinion that has been established and do not be fooled by the saheeh's a tradition, for his
understanding judged have a discrepancy with the main source of understanding the
Quran. Understand a verse or hadith textual understanding is absolutely necessary it's
just not just stop there. Therefore, understanding the contextual needs to be seen to be a
verse or hadith is not understood partially. In this case, the need for cooperation between
jurists and muhaddis in researching and examining a Nabawiyyah Sunnah, because a
series of narrators in the sanad is strong does not guarantee the validity of honor can
help her.
Kata Kunci: Tekstual, Kontestual, Pakar hadis, Pakar fikih, Sunnah Nabi.
akan mengambil satu atau dua topik saja peroleh siksa disebabkan tangisan
dalam pembahasan ini keluarga adalah orang kafir.18
Begitu pula Muhammad Al-Gazali
1. Masalah Ra’yu dan Riwayat
mengkritik adanya ulama yang mem-
Pedoman Muhammad Al-Gazali bolehkan melaksanakan shalat tahiyyat
untuk menilai suatu hadis dapat diterima masjid sementara khatib sedang ber-
atau tidak, ada lima persyaratan, tiga khotbah. Kebolehan itu bersifat khusus,
berkenaan dengan sanad dan dua dari dan semua orang yang sedang mendengar-
terakhir berkenaan dengan matn, yaitu: kan khutbah wajib meninggalkan kegia-
a) Periwatnya harus seorang yang dikenal tan lain.
sebagai penghafal yang cerdas dan 2. Sekitar Dunia Wanita
teliti sesuai dengan aslinya.
b) Memiliki integritas pribadi dan Dunia wanita banyak pula disoroti
ketaqwaan serta menolak setiap hadis oleh Muhammad Al-Gazali, dan pemaha-
palsu dan yang menyimpang. mannya pun sangat kontekstual. Misalnya
c) Kedua sifat di atas ini harus dimiliki pendapat yang menyatakan bahwa
oleh seluruh rangkaian periwayat “membiarkan wajah wanita dalam
hadis. keadaan terbuka adalah haram, sebab
d) Hadis tidak bersifat syadz yang demikian itu merupakan sumber
e) Harus bersih dari illat qadihah 15 kemaksiatan”.19
Pendapat ini dinilai Muhammad Al-
Menurut Muhammad Al-Ghazali, Ghazali tidak mendasar dan sesat, sebab
menemukan ‘illah dan keganjilan susunan dalam keadaan beribadah saja misalnya
matn hadis tidak hanya monopoli ulama shalat, haji, agama membiarkan wanita
hadis, tetapi ulama tafsir, ushul, kalam, membuka wajahnya. Apakah apa yang
fiqh, semua harus ikut bertanggung- dilakukan pada dua rukun Islam itu
jawab.16 Kerjasama dalam memeriksa dan
sebagai pembangkit nafsu. Ketika
menguji hadis Nabi saw. sangat diper-
pemahaman keliru ini dipraktekkan kaum
lukan. Oleh karena matn hadis ada yang wanita terpaksa mengenakan burqu’
berkenaan dengan aqidah, ‘ibadah dan (cadar).
mu’amalah. Mungkin juga sebuah hadis Dengan memakai pendekatan
berkaitan dengan urusan dakwah, perang
historis dan sosiologis, maka pemaha-
dan damai. mannya dapat dikontekstualkan.
Para fuqaha dalam hal memahami Seandainya semua wajah wanita
matn hadis berusaha menemukan hadis pada masa Rasul tertutup, mengapa kaum
yang lebih benar dan otentik dengan
muslim diperintah untuk menahan
meneladani metode sahabat dari pada pandangan mereka. Memang benar ada
sekedar riwayat yang tidak mendasar. sebagian wanita muslimah yang memakai
Misalnya, sikap Aisyah ketika mendengar cadar pada masa Nabi tetapi itu sudah
hadis yang mengatakan bahwa orang mati
merupakan tradisi mereka sejak masa
diazab karena tangisan keluarga ter- jahiliah atau sudah menjadi adat istiadat
hadapnya. Ia menolaknya dan bersumpah dan hal itu sama sekali tidak dapat
bahwa Nabi tidak pernah menyatakan hal dimasukkan sebagai ibadah karena tidak
itu, oleh karena bertentangan dengan
memiliki nas yang jelas.20
firman Allah “Tidaklah seseorang Dengan demikian Islam tidak men-
menanggung dosa orang lain” (Al-An’am: jadikan kaum wanitanya menjadi tidak
164).17 Menurut Aisyah yang dimaksud- luwes dalam berinteraksi dengan orang
kan dengan orang-orang yang mem- lain, selama kehormatannya tetap ter-
86 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 81-92
pelihara dengan baik. Dan harus ada hadis Nabi: “Pastilah gagal suatu
dibedakan antara adat istiadat dengan kaum yang menyerahkan urusan
ajaran agama. kepemimpinan kepada wanita”25
Mengenai emansipasi wanita, Menurut hemat penulis, Islam
Muhammad Al-Gazali berkomentar, saya mengakui wanita dapat menjadi
tidak menyukai rumah-rumah yang pemimpin minimal dalam rumah tangga
kosong dari ibu-ibu rumah tangga, namun suaminya. Ini berarti wanita juga
seorang wanita boleh saja beraktifitas di memiliki potensi untuk memimpin dan
dalam ataupun di luar rumahnya dengan pada saat wanita mempunyai kemampuan
tetap menjamin masa depan keluarga dan leadership yang lebih besar dari skala
rumah tangganya.21 Pada masa Nabi rumah tangga, maka wanita dapat saja
banyak wanita yang terlibat dalam tampil sebagai figur pemimpin yang
kegiatan-kegiatan sosial misalnya mereka potensial yang dapat melebihi kemam-
memberikan pelayanan medis dan mem- puan laki-laki yang tidak terdidik baik.
bantu menyiapkan perlengkapan perang. Bukankah dalam alquran Ratu Balqis
Adanya sebagian wanita muslim yang telah menunjukkan kecerdasan dan
hanya berdiam diri di rumah sebenarnya kearifannya dalam memimpin dan
lebih disebabkan oleh faktor budaya menyelidiki tawaran Nabi Sulaiman.
(cultur) suatu kaum. Di Indonesia saja Dalam soal kegagalan sebenarnya tidak
wanita yang tampil sebagai pejuang amat ada jaminan hanya laki-laki yang sukses.
banyak, bahkan ada daerah yang Seorang wanita yang teguh agamanya
menempatkan wanita sebagai tonggak pasti lebih baik daripada seorang laki-laki
utama rumah tangga. yang jelek akhlaknya.
Menurut M. Quraish Shihab, ajaran 3. Perihal Nyanyian
Islam pada hakikatnya memberikan
perhatian yang sangat besar dan Menurut Muhammad Al-Gazali
memberikan kedudukan terhormat kepada hadis ahad bersifat §anni, sedangkan
perempuan.22 Baik alquran maupun hadis hadis mutawatir bersifat qa¯’i. Prinsip-
selalu menempatkan perempuan sebagai prinsip akidah dan rukun-rukun Islam
komponen fungsional bagi kebangkitan harus ditetapkan secara mutawatir,
integrasi, eksistensi dan harmonitas adapun masalah fur’iyah tidak ada
masyarakat.23 Itu artinya, wanita bukan- salahnya hadis ahad dipakai. Pernyataan
lah ciptaan Tuhan yang kurang bahwa hadis ahad harus dianggap
bermartabat di banding kaum lelaki. mendatangkan kenyakinan ilmiah sama
Dalam sebuah hadis Nabi saw. seperti hadis mutawatir adalah keliru.26
bersabda: “Kaum wanita adalah mitra Perihal nyanyian, menurut Ibn
sejajar dengan kaum pria”24 Itulah Hazm ”menjual alat catur, seruling,
sebabnya rahasia dibalik ucapan Ibn gambus, ketipung dan sebagainya adalah
Hazm bahwa tidak ada larangan dalam halal.26 Semua hadis yang diriwayatkan
Islam seorang perempuan untuk berkenaan dengan pelarangan nyanyian
menduduki jabatan apapun kecuali adalah maudhu’.27 Tidak sedikit nyanyian
sebagai khalifah. Adapun ayat yang yang dinyanyikan dengan cara yang sehat
menyatakan bahwa laki-laki adalah yang kata-katanya mengandung nasehat
pemimpin bagi kamu wanita berada yang mulia. Menurut Imam Syafi’iy dan
dalam lingkup rumah tangga. Mungkin Muhammad Al-Gazali sebagaimana yang
saja ada orang mengatakan bahwa ucapan dinyatakan Dr. Ubadah-bahwa untaian
Ibn Hazm itu tidak mendasar mengingat syair (lagu) sama saja kedudukannya
dengan ucapan biasa. Yang baik adalah
87 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 81-92
baik, dan yang buruk adalah buruk pula. tradisi berpakaian arab bukan berarti
Demikian pula halnya mendengarkan adalah pakaian Islam. Yang penting dari
nyanyian ada yang mubah, ada yang cara berpakaian Islam adalah tidak
dianjurkan, ada yang wajib, yang makruh mengumbar nafsu, tidak terbuka aurat,
dan yang haram hukumnya.27 dan tidak menampakkan kesombongan
4. Etika Makan-Minum, Berpakaian, dan dan boros.
Membangun Rumah 5. Kerasukan Setan
Muhammad Al-Gazali mengeritik Muhammad Al-Ghazali tidak mem-
tulisan seorang ulama India yang percayai jika ada manusia yang dirasuki
membahas tentang etika makan-minum setan. Sebab setan tidak mempunyai
dalam Islam. Menurut ulama India itu, kekuatan yang dapat memaksa, setan
makanan harus diletakkan di atas tanah tidak mampu membuat rintangan nyata di
bukan di atas meja, dan ketika makan hadapan manusia, begitu juga setan tidak
harus duduk bersila, atau duduk di atas mampu mendorong-dorong manusia agar
satu kaki atau kedua kakinya, tidak boleh minum minuman keras. Setan hanya
bersandar di kursi. Sebelum makan memiliki cara-cara untuk menipu dan
didahului dengan niat untuk memperoleh mengelabui manusia saja, tak lebih dari
kekuatan dalam ketaatan kepada Allah, itu.30Agar manusia terhidar dari tipu
makanan di satu wadah harus dimakan muslihat setan, maka Allah dan Rasul-
bersama-sama, dan sebelum makan wajib Nya menuntun manusia agar memohon
baca basamalah.28 perlindungan kepada Allah saw. dari
Sebagian dari apa yang dikatakan ganggung setan-setan.
itu tidak benar. Etika makan sebetulnya Sikap seperti itu lebih baik dari
merupakan tradisi yang berlaku di setiap pada menyebar-luaskan pikiran tentang
bangsa dengan tetap memperhatikan kode adanya setan-setan yang menghuni jiwa
etik universal. Membaca basmala dan manusia atau pun upaya-upaya untuk
tujuan untuk makan dan minum memang mengusirnya dengan cara yang tak masuk
diharuskan untuk mencari keridhaan akal.
Allah. Dalam Surah An-Nur: 61 “Tidak 6. Memahami alquran Secara
ada salahnya jika kamu makan bersama-
sama atau sendiri-sendiri….29 Dan Serius Kebiasaan sedikit membaca
sebagai syarat kesehatan hendaknya alquran dan lebih banyak membaca hadis
setiap orang makan dengan menggunakan dapat memberikan gambaran tentang
tangan kanan, sebab Islam telah men- Islam yang kurang tepat. Misalnya, Ash-
jadikan tangan kiri untuk menghilangkan Shan’ani berpendapat bahwa nadzar
kotoran. Hal ini hanya menyangkut adalah haram karena tidak mendatangkan
dengan pembagian fungsional. Boleh kebaikan, dengan menun-juk sebuah hadis
makan dengan tangan kanan langsung yang diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa
atau dengan pakai sendok, selama itu Nabi melarang perbuatan nadzar.31
memenuhi syarat kesehatan. Menurut Menurut Muhammad Al-Ghazali,
hemat penulis memang jangan kita bagaimana mungkin Ash-Shan’ani meng-
menimbulkan kesan Islam tidak menerima haramkan semua jenis nazar sedangkan
kemajuan teknologi untuk kesehatan dan Allah telah menjelakan dalam Surah al-
peradaban Insan: 7.32 Dari ayat tersebut dapat
Dalam soal berpakaian, pertanyaan- difahami bahwa tidak semua jenis nadzar
nya adakah Islam mempunyai model itu tidak boleh.
pakaian tersendiri? jawabannya tidak ada,
88 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 81-92
kelainan seks atau gangguan kejiwaan, Ghazali, tetapi dia mengemas metodenya
karena dapat memutarbalikkan fitrah dalam bentuk yang lebih modern.43 Satu
manusia dan bahkan membuka pintu bagi hal lagi sikap Yusuf Qardhawi yang lebih
penyakit kelamin atau AIDS.38 menguntungkan dirinya sebagai pem-
Muhammad Al-Ghazali lebih memper- baharu adalah selalu bersikap hati-hati
timbangkan pendekatan moral dan dalam menerapkan metodenya. Kehati-
kesehatan dari pada mengikuti hawa hatian inilah yang membedakan Yusuf
nafsu yang tidak normal. Qardhawi dengan Muhammad Al-
Ghazali. Kehati-hatian tersebut tampak
C. Telaah Kritis terhadap Pemikiran
pada diri Yusuf Qardhawi ketika men-
Syaikh Muhammad al-Ghazali
jelaskan hubungan alquran dengan
Muhammad Al-Ghazali berpendapat sunnah.
bahwa alquran merupakan sumber Nama-nama pembaharu yang
pertama dan utama dalam Islam untuk sejalan dengan pemikiran Muhammad Al-
melaksanakan berbagai ajaran, baik ushul Ghazali di bidang hadis, antara lain
maupun yang furu’.39 Oleh karena itu Muhammad Abduh, Taha Husain,
alquran haruslah berfungsi sebagai Muhammad Husain Haikal, Maududi, dan
penentu hadis yang dapat diterima dan tokoh-tokoh Ikhwan al-Muslimin.
bukan sebaliknya. Hadis yang tidak
III. KESIMPULAN
sejalan dengan alquran haruslah
ditinggalkan sekalipun sanad-nya shahih. Dari uraian yang telah di-
Pendapat Muhammad Al-Ghazali kemukakan, maka dapat ditarik beberapa
dibantah oleh Imam Al-Jauza’i. Menurut- kesimpulan sebagai berikut:
nya, memposisikan hadis secara struktural 1. Muhammad Al-Ghazali adalah seorang
sebagai sumber ajaran Islam kedua atau ilmuan dan muballiq yang produktif.
secara fungsional sebagai bayan terhadap Beliau sangat kritis dalam menggali
alquran merupakan suatu keniscayaan, ajaran Islam tidak mudah terpengaruh
sehingga alquran lebih membutuhkan dengan suatu pendapat yang sudah
kepada hadis daripada sebaliknya.40 mapan dan tidak terkecoh dengan ke-
Ali Mustafa Yaqub menilai bahwa shahih-an sebuah hadis, selama
Muhammad Al-Ghazali dalam mengkritik pemahamannya dinilainnya memiliki
hadis, ia tidak mengikuti kriteria kejanggalan pemahaman dengan
penulisan ilmiah dan tidak pula mengikuti sumber utama yaitu alquran.
metodologi kritik hadis yang telah dirintis 2. Memahami suatu ayat atau hadis secara
oleh muhaddisin.41 tekstual mutlak diperlukan hanya saja
Penilaian yang sama disampaikan pemahamannya tidak hanya berhenti
oleh Yusuf Qardhawi. Ia mengatakan sampai di situ. Oleh karena itu,
bahwa Muhammad Al-Ghazali tidak pemahaman secara kontekstual perlu
memperdulikan takhrij al-hadis dalam dilihat agar ayat atau hadis tersebut
meneliti hadis. Sementara para ahli hadis tidak dipahami secara parsial. Dalam
menempatkan kegiatan takhrij al-hadis hal ini, perlunya kerjasama antara
sebagai langkah awal untuk melakukan fuqaha dan muhaddis dalam meneliti
penelitian hadis.42 dan memeriksa suatu Sunnah
Di sisi lain, pandangan Muhammad Nabawiyyah, sebab rangkaian
Al-Ghazali juga mendapat dukungan dari periwayat dalam sanad yang kuat
Yusuf Qardhawi. Pendekatan Yusuf tidak menjamin dapat menolong
Qardhawi berisi banyak elemen yang kevalidan matn-nya. .
sama dengan pendekatan Muhammad Al-
90 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 81-92
6 19
Lihat M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Lihat ibid., 52
yang Tekstual dan Kontekstual (Cet. I; 20
Lihat ibid., h. 55-56
Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 4 21
7
Lihat ibid., h. 60-61
Misalnya dalam kasus ketika Nabi 22
saw. memerintahkan sejumlah sahabatnya Lihat H.M. Quraish Shihab, Mem-
untuk pergi ke perkampungan Bani bumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu
Quraizhah. Sebelkum berangkat beliau dalam Kehidupan Masyarakat (Cet. VI;
Bandung: Mizan, 1994), h. 269.
berpesan: ال يصلين احدكم العصر اال في بني قريضة 23
Lihat H. Khaeriyah Husain Thaha,
Sebagian sahabat ada yang memahimya secara
Daur al-Um fi Tarbiyah al-A¯fal al-Muslim
teksttual sehingga mereka baru melakukan
diterjemahkan oleh Hosen Arjas Jamal,
shal;at Ashar setelah waktu Ashar berlalu
dengan judul Konsep Ibu Teladan: Kajian
karena merteka baru tiba di perkampungan itu
Pendidikanm Islam (Surabaya : Risalah Gusti,
setelah waktu Asahar berlalu. Sebagian tidak
1994), h. 12
memamahi secara tekstual tetapi kontekstual,
bahwa hadis itu dimnaknai sebagai pesan 24
Hadis dimaksud berbunyi : االنساء
Nabi agar mereka bergegas untuk dapat tiba
انما شقاءق الرجلLihat: Abu-Isa Muhammad bin
di sana pada waktu shaalat Ashar, sehingga
mereka boleh saja shalat Ashar diperjalanan Isa al-Turmuzi, Sunan al-Turmuzi, Jilid I
walaupu n belum tiba di tempat yang dituju. . (Beirut Dar al;-Fikr, 1400H./1980 M.), h. 75;
Lihat: Muhammad Qurasih Shihab, “Kata juga lihat Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam
Pengantar” terhadap buku Syaikh Muhammad Ahmad bin Hanbal, Jilid VI (Beir-t: Dar al-
Al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi saw. Fikr, t.th.), h.256 dan 377.
(Cet. VI; Bandung: Mizan, 1998) h. 8-9. 25
Hadis tersebut berunyi: لن يفلح القوم
8
Lihat Bustamin dan M. Isa H.A. لولهم الساء Lihat dalam: Muhammad bin
Salam, Metodologi Kritik Hadis (Cet. I;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 99 Ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah al-
9
Bukhari, ¢a¥i¥ al-Bukhari, Jilid IV, (Beirut:
Ibid. Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.), h. 236
10
Lihat: John L. Esposito, Ensiklopedi 26
Lihat Muhammad Al-Ghazali, op. cit.,
Oxford, Dunia Islam Modern Jilid II, (Cet. II; h. 80
Bandung : Mizan, 2002), h. 113. 27
Ibid., h. 88
Lihat M. Quraish Shihab, “Kata
11
28
Pengantar”, op. cit., h. 7 Ibid., h. 91
29
12
Lihat Muhammad Al-Ghazali, Al- Ibid., h. 95
30
Sunnah al-Nabawiyah bayna Ahl Fiqh wa Ahl Ibid., h. 108
¦adis, diterjemahna dengan judul Studi Kritis 31
Lihat: Departemnn Agama RI, op.cit.
atas Hadis Nabi saw.: antara Pemahanan
h.. 555, ... ليس عليكم جناح ان تاءكلوا جميعا او اشتاتا
tekstual dan kontekstual (Cet. VI; Bandung:
32
Mizan, 1998), h. 18 Lihat Muhammad Al-Ghazali, op.cit.,
13
Ibid. h. 120
33
14
Lihat Bustamin dan M. Isa H.A. Ibid., h. 131
Salam, op.cit., h. 104-105 34
يوفون بالنذر ويخافون يوما كان شره مستطيرا
15
Lihat: Muhammad Al-Ghazali, op. ….Mereka menunaikan nazar dan takut akan
cit., h. 26. suatu hari yang azabnya merata dimana-
16
Ibid., h. 27 mana…., Lihat: ibid.
35
17
Lihat : ibid, h. 29. وال تزرو وازرة وزر اخرى Lihat ibid., h. 152-153
36
dan seorang yang berdosa tidak akan memikul Lihat ibid., h. 163
37
dosa orang lain. Lihat ibid., h. 166
18
Ibid., h.30
92 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 81-92
38 41
Istilah fatalis atau predestination Lihat Muhammad Al-Ghazali, op.cit.,
bahwa perbuatan manusia telah ditentukan h. 192
dari azali oleh qada’ dan qadar Tuhan. Lihat 42
Muhammad Al-Ghazali,
Manusia mengerjakan perbuatannya dalam Dustur al-Wahdah al-Saqafiyah bayn al-
keadaan terpaksa. Paham ini sering disebut Muslimin (Damaskus: Dar al-Qalam, 1996), h.
pula dengan jabariyah artinya manusdia tidak 29
mempunyaiu kemerdekaan dalam menentukan 43
kehendaknya. Kebalikan dari paham ini Lihat Bustamin dan M. Isa H.A.
adalah qadariyah, bahwa manusia mempunyai Salam, op. cit., h. 2
44
kekuatan untuk meleksanakan kehendaknya. Lihat Ali Mustafa Yaqub, Kritik
Untuk lebih jelasnya lihat : Harun Nasution, Hadis (Cet. IV; Jakarta: Pustaka Firdaus,
Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa 2004), h. 92-93
Perbandingan ( Cet. V; Jakarta : UI Press, 45
Lihat Yusuf Qardhawi, Kayfa
1986 ) h. 31. Nata’amalu ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah
39
Lihat Muhammad Al-Ghazali, op. cit., (t.tp: Al-Mansurah, 1990), h. 161
h. 175 46
Ibid., h. 23
40
انى شيتم حركم نساؤكم حرث لكم فاءتوا
Lihat : Departemen Agama RI, op.cit., h. 54.