Anda di halaman 1dari 2

“RUU Minerba Tetap Mengabaikan Hak-Hak Rakyat ”

Siaran Pers, Rabu, 28 September 2005


JATAM-AMAN-Pokja PA-PSDA-ICEL-WALHI

Jakarta—Organisasi non pemerintah yang bekerja pada Sumber Daya Alam


pada hari ini menyelenggarakan debat publik RUU) Pertambangan Mineral
dan Batubara (Minerba). Debat publik ini bertujuan memberikan ruang bagi
masyarakat terkena dampak pertambangan untuk membuktikan bahwa industri
pertambangan telah mengabaikan hak-hak dan menghancurkan wilayah hidup
mereka hampir tiga dekade lamanya. Mereka juga menantang penyelenggara
negara untuk mendengarkan suara-suara dari komunitas-komunitas terpencil
dan diabaikan tersebut untuk menunda pembahasan RUU Minerba.

Selain mengundang para pejabat pemerintahan, para anggota DPR RI,


akademisi, serta ormas, debat publik ini juga dihadiri oleh masyarakat
korban pertambangan skala besar seperti Newmont batu Hijau (Sumbawa), PT
Inco (Sorowako), PT Newcrest (Halmahera Utara), Kideco Jaya Agung
Kaltim), PT Indo Muro Kencana (Kalimantan Tengah), PT Newmont Minahasa
Raya (Sulut) dan Marmer di Molo Timor.

Perwakilan-perwakilan masyarakat tersebut menyatakan bahwa mereka tak


pernah memberikan persetujuan dan mendapatkan konsultasi mengenai
persetujuan saat perusahaan melakukan pertambangan di wilayah mereka.
Bahkan setelah pertembangan beroperasi pengingkaran hak terjadi terus
menerus bahkan lebih jauh dari itu. Wilayah kelola mereka hancur,
lingkungan mereka tidak sehat dan warga mereka semakin miskin hingga
perusahaan menutup tambangnya.

Kalangan Ornop memandang bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh


pemerintah masih tidak berubah paradigmanya dari kebijakan yang
dikeluarkan di masa orde baru. Saat ini pemerintah mempercepat
keluarnya produk kebijakan yang tidak dibutuhkan oleh publik, tetapi
sangat menguntungkan pebisnis. Beberapa diantaranya UU No 22 tahun 2001
tentang Migas, UU No 19 tahun 2004, Perpres No 36 tahun 2005 hingga
Raperpres Penggunanan hutan dan RUU Minerba. Negara melupakan konstituen
utamanya yaitu rakyat demi menunjukan dedikasi terhadap pemodal. Itulah
sebabnya mengapa keluarnya produk kebijakan yang terkait dengan
ekstraksi bahan tambang dan energi tak luput dari ramainya isu suap,
seperti yang terjadi pada UU No 19 tahun 2004 bahkan RUU Minerba.

Debat publik kali ini sekaligus sebagai informasi dan indikator penting
bagi rakyat apakah penyelenggara negara masih menempatkan mereka sebagai
konstituen utama negara. Sepanjang umur industri pertambangan, rakyat
dibiarkan melindungi dirinya sendiri dan melakukan produktivitasnya
tanpa bantuan dari pemerintah. Penyelenggara negara lebih memilih
bergandengan tangan dengan pemodal dan berseberangan dengan rakyat.

Masyarakat korban dan potensial korban pertambangan bersama Ornop yang


bekerja dengan mereka, menuntut dilakukannya:

1) DPR RI menunda pembahasan RUU Minerba hinga selesainya “masa


transisi” dengan rentang waktu yang jelas.

2) DPR RI dan Pemerintah melakukan Percepatan pembahasan dan


pengesahan RUU Pengelolaan Sumber daya Alam (RUU PSDA).
3) Dalam masa transisi Indonesia harus melakukan upaya-upaya:

a) Penataan ulang perijinan dengan melakukan pembatalan ijin pasif


dan berpotensi merusak lingkungan, menimbulkan sengketa sosial dan
merugikan negara, melakukan assasement terhadap pertambangan yang sedang
berjalan menggunakan standar-standar tertinggi yang telah diatur dalam
peraturan lingkungan hidup;

b) Melakukan mandatori resolusi konflik untuk menyelesaikan ratusan


kasus sengketa sosial pertambangan;

c) Menyusun kebijakan pengelolan mineral termasuk mineral


reserve(pencadangan mineral).

4) Memperbaiki subtansi RUU Minerba dengan memasukkan prinsip-


prinsip pengelolaan sumber daya alam khususnya prinsip pengakuan hak-hak
masyarakat adat/lokal termasuk prinsip Free, Prior, Informed Consent,
mewajibkan penutupan tambang dan paska tambang yang adil. Pemerintah
juga harus melakukan konsultasi publik yang mencukupi, khususnya di
daerah-daerah pertambangan dan potensial tambang. [selesai].

Kontak Media: yevi, hp. 0815 6022 337

Anda mungkin juga menyukai