KASUS EPILEPSI
DI SUSUN OLEH :
(SC119002)
PRODI S1 FARMASI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta
petunjuknya sehingga laporan FARMAKOTERAPI II yang berjudul " EPILEPSI "
dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Farmakoterapi II.Penulis makalah ini tak lepas dari bantuan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Ibu Apt. Andriani Noerlita S.Farm., M.Sc selaku dosen pengampu mata kuliah
Farmakoterapi II .
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Dasar Teori.........................................................................................
B. Definisi Epilepsi.................................................................................
C. Epidemologi Epilepsi.........................................................................
D. Faktor resiko Epilepsi........................................................................
E. Etiologi...............................................................................................
F. Patofisiologi.......................................................................................
G. Manifestasi klinis...............................................................................
H. Tanda dan gejala................................................................................
I. Komplikasi.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
A. Diagnosis............................................................................................
B. Tata laksana........................................................................................
C. Pemeriksaan diagnostic......................................................................
D. Diagnosis banding..............................................................................
E. Prognosis............................................................................................
F. Guideline terapi
G. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan...........................................
Kesimpulan...............................................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI EPILEPSI
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala
akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan.
Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau
fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum).
Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai
proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang
berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi
(EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai
adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau
for Epilepsy (IBE) atau epilepsi adalah Suatu serangan berulang secara
periodik dengan dan tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan kelebihan
neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang
diukur dengan elektro enselofogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan
kontraksi otot polos yang tidak terkendali (ISO FARMAKOTERAPI)
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan
oleh ILAE dan IBE yaitu:
Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya
bangkitan selanjutnya
Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif,
psikologi dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan .(Octaviana, 2008).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam
etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (Baiquni, 2010).
B. EPIDIMOLOGI EPILEPSI
. Setiap tahunnya 120/100.000 orang di Amerika Serikat datang ke perawatan
medis karena kejang yang baru diakui. 8% dari populasi umum memiliki setidaknya 1
kali kejang dalam seumur hidup. Tingkat kekambuhan kejang tak beralasan pertama
dalam 5 tahun berkisar antara 23% dan 80%. Anak -anak dengan kejang pertama
idiopatik dan elektroensefalogram normal (EEG) memiliki prognosis yang sangat
menguntungkan. Beberapa kejang terjadi sebagai peristiwa tunggal yang dihasilkan
dari penarikan depresan sistem syaraf pusat (SSP) (misalnya alkohol,barbiturat,dan
obat lain) atau selama penyakit neurologis akut atau kondisi toksik sistemik (misalnya
uremia atau eklamsia). epilepsi adalah gangguan kronis yang ditandai dengan kejang
yang tidak terulang. Kejadian epilepsi yang disesuaikan dengan usia adalah
44/100.000 orang per tahun. Setiap tahun,sekitar 125.000 kasus epilepsi baru terjadi
di Amerika Serikat,hanya 30% berada pada orang yang lebih muda dari 18 tahun pada
saat diagnosis. Ada distribusi bimodal dalam terjadinya kejang pertama,dengan satu
puncak terjadi pada bayi baru lahir dan anak-anak muda dan puncak kedua terjadi
pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun.
Faktor genetik
Cedera pada kepala
Masalah pada otak
Adanya penyakit akibat infeksi
Gangguan perkembangan otak dan kerusakan otak
Memiliki penyakit jantung dan demensia
D. ETIOLOGI
E. PATOFISIOLOGI
F. MANIFESTASI KLINIS
B. Parsial kompleks
2. Epilepsi generalisata
a. Absense
Biasanya diawali dengan aura
Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak matabergetar atau
berkedip cepat, tonus postural tidakhilang
(-) postictal confusion
“melamun”
b. Mioklonik
Fisiologi : gerakan involunter saat tidur
Patologi : berhubungan dengan penyakitdegeneratif SSP, anoksia
serebri
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatasdi beberapa otot atau
tungkai
Singkat
c. Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot wajah dan tubuh bagian atas
Fleksi lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
Menyebabkan henti nafas.
d. Atonik
Tonus otot hilang secara mendadak; postur tubuh lenyap
Pendek : head drops
Panjang : pasien kolaps
e. Klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dantunggal atau
multipel di lengan, tungkai, torsof.
f. Tonik-klonik
Spasme tonik
klonik otot
Inkontinensia urin dan alvi
Menggigit lidah
Pascaiktus
H. KOMPLIKASI
1. Gangguan psikiatrik
Penyakit epilepsi ternyata dapat meningkatkan resiko terjadinya
gangguan mood pada penderitanya. Pasien epilepsi akhirnya bisa saja
menjadi emosional dan labil dalam berbagai situasi. Selain itu hal ini juga
diperparah dengan adanya rasa cemas yang berlebih. Rasa cemas ini
akhirnya membuat pasien epilepsi menjadi gelisah di sepanjang waktu.
Umumnya dokter akan memberikan resep obat kepada pasien supaya
pasien menjadi tenang dan tidak mengalami serangan gejala. Namun
sebenarnya pemberian obat yang berlangsung lama dapat mengganggu
kesehatan mental pasien. Sebab penderita bisa saja mengalami depresi yang
diakibatkan sebagai efek samping dari pemakaian obat.
2. Gangguan kognitif
Pasien epilepsi terutama dengan usia anak-anak dapat mengalami
masalah dalam hal prestasi belajar. Sebab pada umumnya pasien epilepsi
mengalami abnormalitas kognitif bila dibandingkan dengan orang normal
pada usia yang sama.
Pasien epilepsi yang masih sekolah seringkali dijumpai mengalami
kekurangan dalam hal prestasi akademik. Demikian halnya dengan pasien
dewasa. Secara otomatis kariernya akan terganggu karena adanya gangguan
dalam hal kognitif. Oleh karena itu epilepsi perlu segera ditangani agar
gejalanya tidak mudah menyerang penderitanya.
3. Gangguan motorik
Gejala epilepsi cenderung menyerang otak di bagian mana saja.
Belahan otak yang ada pada seseorang terdiri atas bagian dominan dan
bagian yang tidak dominan. Jika pasien menderita gangguan epilepsi pada
belahan otak yang tidak dominan maka perkembangan motoriknya akan
terpengaruh. Hal ini terutama terjadi pada saat pasien berusia anak-anak.
Gejala epilepsi yang menyerang anak secara terus-menerus akan
membuatnya bertumbuh dengan mengalami gangguan pada kemampuan
motoriknya. Akibatnya anak kurang dapat menginterpretasikan sesuatu yang
ada di pikirannya.
4. Gangguan perilaku dan adaptasi sosial
Serangan dari gejala epilepsi dapat terjadi kapanpun dan di manapun.
Hal ini tentunya akan membuat pasien menjadi takut sehingga berdampak
pada rasa percaya diri yang dimilikinya. Pasien epilepsi bisa saja merasa
khawatir akan terserang gejala epilepsi saat sedang berada di kerumunan
masyarakat.
5. Bayi lahir cacat
Komplikasi epilepsi juga memberikan dampak yang berbahaya bagi
ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Penyakit yang diawali dengan
adanya gejala kejang ini dapat mengancam nyawa sang ibu serta dapat juga
berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Pada umumnya dokter akan
memberikan obat pada ibu hamil dalam mengatasi serangan gejala epilepsi.
Sayangnya pemberian obat bisa saja beresiko membuat janin yang
berada dalam kandungan ibu mengalami kecacatan. Namun ibu hamil tak
perlu khawatir dengan hal ini. Ibu hamil hanya perlu menjaga kesehatan diri
dan janin sesuai petunjuk dokter. Pada kenyataannya masih banyak dijumpai
ibu hamil yang menderita epilepsi namun masih dapat melahirkan bayinya
dengan sehat dan sempurna.
6. Kejang otot
Pasien epilepsi umumnya mengalami serangan gejala yang bervarian.
Namun kejang otot seringkali terjadi dan dialami oleh setiap penderita
epilepsi. Kejang otot merupakan hal yang sering terjadi dan dapat menyerang
pasien secara tiba-tiba tanpa melihat kondisi. Kejang otot yang dibiarkan saja
initentunya lama-kelamaan akan menjadi semakin parah sehingga hal ini
akan membuat pasien menjadi lebih menderita.
Otot akan menegang dengan sendirinya dan tanpa disadari. Saat
mengalami penyebab kejang tanpa demam terkadang pasien secara tidak
sadar menggigit lidah dan bibirnya sendiri. Tak jarang pula pasien yang
kemudian melakukan buang air besar dan kecil secara tanpa sadar saat
mengalami kejang otot. Gangguan ini tentu saja tidak boleh disepelekan
sebab bisa berdampak buruk bagi penderitanya baik secara fisik maupun
psikis
7. Kerusakan otak
Serangan epilepsi yang selalu hadir menyerang dapat menyebabkan
terganggunya beberapa sistem sel saraf padaotak. Kondisi ini bisa
mengakibatkan disfungsi pada beberapa bagian sel dalam otak. Hal ini akan
terjadi selama gejala menyerang pasien. Tentunya sel-sel saraf akan menjadi
normal kembali saat gejala kejang mulai mereda.
Namun serangan kejang yang sering terjadi sebenarnya dapat
membuat sel saraf pada otak mengalami penurunan fungsi. Akibatnya
keadaan otak akan semakin melemah secara signifikan. Oleh karena itu
pasien epilepsi terkadang mengalami penurunan kemampuan dan kecerdasan.
Terkadang pula pasien mengalami penurunan kemampuan fisik.
8. Gangguan irama jantung
Gejala epilepsi yang datang menyerang pasien dengan sewaktu-waktu
dapat mengganggu irama normal jantung. Jantung bisa saja berdetak terlalu
lambat atau bisa juga berdetak terlalu cepat. Jantung juga bisa mengalami
irama yang tidak teratur saat gejala kejang datang menyerang.
Hal ini umumnya disebsut dengan istilah aritmia. Detak jantung yang
tidak teratur pada dasarnya bisa menjadi hal yang serius serta beresiko
mengancam nyawa. Oleh karena itu lakukan pencegahan terhadap timbulnya
serangan gejala epilepsi agar organ jantung tetaplah sehat dan berjalan secara
normal sesuai dengan fungsinya.
9. Gangguan sistem reproduksi
PEMBAHASAN
A. DIAGNOSIS
B. TATA LAKSANA
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian obat anti
epilepsi, yang dapat diberikan secara monoterapi atau politerapi. Keuntungan
pengobatan monoterapi adalah efek samping yang timbul lebih sedikit serta
biaya yang jelas lebih murah. Hanya saja berdasarkan hasil studi yang ada,
pasien yang memberikan respon terapi yang baik berupa penurunan episode
kejang hanya 70% saja. Bila pasien tetap tidak merespon setelah pemberian
double terapi, pemberian triple terapi angka keberhasilan hanya < 5%.[2,13,16]
Terapi anti epilepsi diindikasikan pada epilepsi dengan episode kejang tanpa
provokasi lebih dari 1 kali. Pada pasien dengan episode kejang tanpa provokasi
hanya satu kali, pasien hanya dianjurkan untuk menghindari risiko terjadinya
kejang, contohnya minum alkohol dan kurang tidur. Pasien tidak perlu minum
obat anti epilepsi.[13]
Dalam memilih obat anti epilepsi, berikut adalah hal yang harus
dipertimbangkan:
Terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien epilepsi adalah berupa
terapi bedah dan non bedah.
Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan pada 20-30% pasien yang tidak memilki respon yang
baik dengan pemberian obat antiepilepsi. Terapi bedah diindikasikan pada pasien
tersebut bila bagian otak yang menyebabkan kejang dapat dioperasi tanpa
memberikan efek defisit neurologis yang berat. Dalam menentukan apakah
pasien layak operasi atau tidak perlu dilakukan serangkaian pemeriksaan dengan
video-EEG, pencitraan neuronal serta studi psikometrik.
Prosedur operasi bedah pada pasien epilepsi antara lain lobektomi dan
lesionektomi. Temporal lobektomi adalah prosedur operasi bedah yang paling
sering dilakukan pada pasien epilepsi. Pada pasien dengan indikasi operasi yang
tepat, lebih dari 80% kasus dapat bebas dari kejang setelah pembedahan,walau
beberapa tetap harus dibarengi dengan konsumsi obat anti epilepsi.
Diet ketat ini harus diinisiasi di Rumah sakit karena kemungkinan efek samping
gangguan metabolik yang ditimbulkan. Hambatan lainnya adalah diet ini amat
sulit untuk dilakukan, hanya 10% pasien yang berhasil menerapkan diet ini
setelah 1 tahun.
Selain diet, pasien juga dapat melakukan upaya modifikasi gaya hidup dengan
menjalankan pola hidup sehat, antara lain dengan menghindari konsumsi
alkohol, istirahat cukup, relaksasi dan teknik biofeedback.
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
DIAGNOSIS BANDING
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. X
Jenis Kelamin : -
No RM :-
Ruang :-
Umur : 8 th
BB/TB : 40 Kg
Tanggal MRS : -
Diagnosa : Epilepticus.
Alergi :-
SUBYEKTIF
OBYEKTIF
Farmakologi
-Diazepam suppositoria 10 mg (sebagai sedatif /penenang terhadap kejang ).
-Dilantin 100 mg : 3 x sehari .
Non farmakologi
-Perbanyak istirahat .
-Mengurangi stress.
-Makan teratur karena berat badan An .manis tergolong berlebih pada usianya
dianjurkan diet ketogenik yaitu membatasi jumlah lemak dan karbohidrat .
MONITORING:
-Konsumsi jangka panjang perlu dilakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah secara
berkala .
-Makan makanan yang rendah lemak serta karbohidrat dan porsi makanan yang dibatasi .
Penatalaksanaan Umum
TERAPI FARMAKOLOGI
-Perbanyak istirahat .
-Mengurangi stress.
-Makan teratur karena berat badan An .manis tergolong berlebih pada usianya
dianjurkan diet ketogenik yaitu membatasi jumlah lemak dan karbohidrat .
DRUG THERAPY PROBLEM (DTP)
Dosis : 10mg
Rute : rektal
Frekuensi pemberian :
Dosis :
Rute :
Frekuensi pemberian :
Indikasi terapi
Durasi terapi
Rute : oral
Frekuensi pemberian :
Dosis : 0,5mg/kg/hari
Rute : po
Frekuensi pemberian :
Indikasi terapi
Durasi terapi
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Epilepsi merupakan suatu serangan berulang secara periodik dengan atautanpa kejang.
2. Patofisiologi epilepsi karena ketidak seimbangan pengaruh eksitatori dengan inhobitori yang
di sebabkan oleh kurangnya transmisi inhobitori dan meningkatnya aksi eksitatori.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara et all. 2015 Pharmachotherapy Handbook. 9th Edition. The McGraw-Hill Companies
Inc.
Dewi Puspita Apsari, Dhiancinantyan W.B.P dan Made Krisna Adi Jaya, 2018, Modul
Praktikum Farmakoterapi III (Neurologi Dan Psikiatri), Program Studi Farmasi Klinis.
Institut Ilmu Kesehtan Medika Persada, Denpasar, Bali.
PCNE, 2010. Classification for Drug Relaeted Problems. Pharmaceutical Care Network Europe
Foundation.
Pierce, C.A., Voss, B.2015. Efficacy and Safty of Ibuprofen and Acetaminophen in Children and
Adults: a Meta Analysis and Qualitative Review. Journal Annals of Pharmacotherapy