Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPARATOMI

OLEH
YUSTINA PRIMA MATUR
21203005

PPROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS
RUTENG
2022/2023

1
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka
selaput perut dengan operasi. (Lakaman 2011).
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dilakukan pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif
yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi. Tindakan
bedah yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi
adalah berbagai jenis operasi. Contohnya operasi uterus, operasi
ovarium, operasi ileus selain tindakan bedah dengan teknik sayatan
laparatomi dengan bedah digesif dan kandungan. (Smeltzert, 2001).
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional.
(Inayah, 2004). Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap
aliran normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap
rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik. (Barbara, 2004).
2. ETIOLOGI
Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50% - 70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital
juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
laparatomi dilakukan karena disebabkan oleh beberapa hal
(Smeltzer, 2012) yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.

2
3. Perdarahan saluran cerna.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Massa pada abdomen

3. PATHOFISIOLOGI
Menurut Dermawan, 2010, ketika peristaltik berhenti daerah usus
yang terlibat akan menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu
hari kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung dan usus
halus, secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam
kolon. Jika peristaltik berhenti, bagaimanapun akan banyak cairan
tertahan di dalam lambung dan usus kecil. Cairan yang tertahan ini
meningkatkan tekanan pada dinding mukosa dan jika tidak dikeluarkan
mengakibatkan iskemic nekrosis, invasi bakteri dan akhirnya peritonitis.
Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya
potassium dari sel mengakibatkan alkolosis hypokalemik. Ketika
obstruksi mekanik terjadi gelombang peristaltik sebelah proksimal dari
daerah obstruksi meningkat sebagai usaha untuk mendorong isi usus
melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising usus
yang tinggi.
Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan
menyebabkan ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada
diafragma. Tekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan retensia
urine. Konstipasi terjadi pada obstruksi mekanik karena sebagian dari
feses biasanya lewat daerah obstruksi. Jika peristaltik berhenti
sepenuhnya seperti pada ileus paralitik atau obstruksi organik yang
komplit, maka tidak terjadi defekasi sama sekali (obstruksi). Laparatomi
merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen yang
merupakan stressor pada tubuh.
Respon tersebut terdiri dari respon sistem saraf simpati dan respon
hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila
stres terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah maka

3
mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat sehingga shock akan menjadi
akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi karbohidrat dan lemak
dimetabolisme untuk memproduksi energi.
Protein tubuh dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan
digunakan untuk membangun sel jaringan yang baru. Pemulihan fungsi
usus, khususnya fungsi peristaltik setelah laparatomi jarang
menimbulkan kesulitan. Illues adinamik atau paralitik selalu terjadi
selama satu sampat empat hari setelah laparatomi, bila keadaan ini
menetap disebabkan karena peradangan di perut berupa peritonitis atau
abses dan karena penggunaan obat-obat sedatif (Sjamsuhidayat, 2003).
Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang
menandakan adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang
reseptor nyeri sehingga mengeluarkan zat kimia berupa histamin,
bradikimin, prostaglandin akibatnya timbul nyeri.

4. PATHWAY
(Trauma abdomen,Peritonitis,Perdarahan saluran pencernan,Sumbatan pada usus
halus dan usus besar,Masa pada abdomen)

Laparatomi

Insisi jaringan

Terputusnya inkontinuitas jaringan

Peradangan( kalor,dulor,rubor,tumor,fungsi laesa ) Nyeri akut

luka invasif post pembedahan pembatasan aktivitas

kelemaha n
Resiko infeksi
Hambatan Mobilitas fisik

4
5. MENIFESTASI KLINIS
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomi ileus
menurut (Dermawan, 2010).
1. Nyeri kram pada perut yang terasa seperti gelombang dan bersifat
kolik.
2. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi
fekal dan tidak dapat flatus (sering muncul).
3. Mual dan Muntah mengakibatkan dehidrasi dan juga dapat
mengalami syok.
4. Konstipasi mengakibatkan peregangan pada abdomen dan nyeri
tekan.
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Demam
8. Konstipasi
9. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
10. Kelemahan
11. Diaphoresis
12. Gangguan integument dan jaringan subkutan
13. Pucat
14. Lesu
15. Haus terus menerus
16. Mukosa mulut kering.
6. JENIS-JENIS LAPARATOMI
1. Mid-line incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm),
panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

5
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah 4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy.  Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam,
latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya
dilakukan hari ke 2 post operasi.(Smeltzer, 2012).
7. INDIKASI
1. Trauma abdomen
2. Peritonitis
3. Pendarahan saluran pencernaan
4. Sumbatan pada usus besar
5. Masa pada abdomen
8. KOMPLIKASI
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas
dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai
emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus
mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik
dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).

6
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ;
dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
a. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis
urine.
b. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
c. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
trauma saluran kencing.
2. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut
yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat,
dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang
ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau
digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli
terlebih dahulu.
3. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang
dimasukkan kedalam rongga peritonium.
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
a. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan,
bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill
kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran.
d. Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda
infeksi?  Bagaimana penyembuhan luka?
e. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.

7
f. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan
fasilitas ventilasi.
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian

10. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Menggurangi komplikasi akibat pembedahan, dengan perawatan pasca
operasi:
 Monitor kesadaran, TTV, CVP, intake ooutput
 Observasi dan catat produksi drain (warna dan jumlah produksi
drainage)
 Dalam mengatur dan mengerakan posisi pasien harus hati-hati
jangan sampe drain tercabut
 Perawatan luka operasi harus steril

B. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengakjian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, perkejaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggung jawab
Meliputi Nama, Umur, Hubungan dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
3. Alasan masuk RS
Alasan yang bisa menyebabkan kenapa pasien bisa masuk ke rumah
sakit (contoh : jatuh, sesak nafas dll)
4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit
b. Riwayat kesehatan sekarang
1. Waktu terjadinya sakit: Berapa lama sudah terjadinya sakit.

8
2. Proses terjadinya sakit: Kapan mulai terjadinya sakit, Bagaimana
sakit itu mulai terjadi.
3. Upaya yang telah dilakukan: Selama sakit sudah berobat kemana,
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi.
4. Hasil pemeriksaan sementara / sekarang: TTV meliputi tekanan
darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi. Adanya patofisiologi lain
seperti saat diauskultasi adanya ronky, wheezing.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1. Riwayat merokok, Anamnesa harus mencakup: Usia mulai merokok
secara rutin. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari. Usai
menghentikan kebiasaan merokok.
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi
4. Tempat tinggal
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien.
e. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik
tangga.
 Airway

Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan


otot–otot aksesoris pernapasan (retraksi otot interkosta)
 Breathing

Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,


takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan
ronkhi, pekak pada perkusi
 Circulation

9
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat
kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
b) Pola istirahat tidur
- Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
- Kualitas dan kuantitas jam tidur
c) Pola nutrisi – metabolic
- Berapa kali makan sehari
- Makanan kesukaan
- Berat badan sebelum dan sesudah sakit
- Frekuensi dan kuantitas minum sehari
d) Pola eliminasi
- Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
- Nyeri
- Kuantitas
e) Pola kognitif perceptual
Ada tidaknya gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman
(Panca Indra)
f) Pola konsep diri
1. Gambaran diri
2. Identitas diri
3. Peran diri
4. Ideal diri
5. Harga diri
6. Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
g) Pola reproduksi
Ada tidaknya gangguan pada alat kelaminya.
h) Pola peran hubungan
- Hubungan dengan anggota keluarga
- Dukungan keluarga
- Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
i) Pola nilai dan kepercayaan

10
- Persepsi keyakinan
- Tindakan berdasarkan keyakinan

b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak nafas,,
adanya PCH, takipnea sangat jelas, penggunaaan otot aksesori
pernafasan,, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum
pirulen, berbusa, bersemu darah,non produktif-produktif, demam,
menggigil, faringitis.
- Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi
biasanya meningkat sekitar 10x per menit, turgor kulit menurun,
peningkatan tektil fremitus disisi yang sakit, hati mungkin membesar
- Perkusi
Perkusi pekak pada bagian dada dan suara redup paru yang sakit
- Auskultasi
Terdengar stridor bunyi nafas brpnkovesikuler atau bronkial,
egofoni, (bunyi mengembik yang terauskultasi ), bisikan
pectoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada), ronchi pada lapang paru,. Perubahan ini terjadi karena bunyi
ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat / tebal (konsolidasi)
daripada melalui jaringan normal.

a. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak
nyamanan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

11
b. Perencanaan Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan
hilang dengan kriteria hasil;
NOC :
 Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
 Ekspresi wajah pasien rileks atau tenang
 Skala nyeri 0-3
 TTV dalam batas normal : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60-100
x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36°-37°C
NIC :
 Pertahankan tirah baring dengan posisi yang nyaman
 Kaji tingkat nyeri klien (kwalitas, durasi, skala)
 Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
 Monitor TTV tiap jam
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan membatasi
pengunjung
 Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak
nyamanan
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
dengan kriteria hasil:

12
 dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit
 mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang
memampukan melakukan aktivitas

NIC :
 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,
koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang
sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
 Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
 Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
 Berikan diet TKTP.
 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi resiko infeksi pada
luka post operasi
NOC :
 Immune status
 Knowledge : infection control
 Risk control
Dengan kriteria hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendiskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan sertapenatalaksananaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

13
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection control (kontrol infeksi)
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Batasi pengunjung
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan
 Gunakan APD
 Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
 Pantau hasil leukosit

14
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.


Jakarta : EGC

Mansjoer,Arif. (2000). Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin & Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta :
Mediaction

Silvia A. Price. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


ECG ; Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai