PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses modernisasi merupakan proses alamiah yang selaras dengan naluri
manusia yang selalu berkembang dan berubah yang mengarah pada kemajuan.
Proses modernisasi sejak abad Pencerahan telah dibentuk oleh rasionalisme dan
aturan sains serta industrialisasi. Modernisasi politik merupakan perubahan politik
yang utuh, baik struktural maupun kultural, namun proses perubahan ini mengambil
banyak bentuk yang tidak sama dari satu negara ke negara lain. Pada kenyataannya,
modernisasi politik tidak selalu mengarah pada keadaan yang positif, tetapi juga
dapat mengarah pada keadaan yang negatif, namun dalam beberapa kasus hal ini
bisa sangat subjektif1. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius yang
menunjukkan bahwa negara telah membangun kerajaan berbasis agama sebelum
kemerdekaan. Namun, di zaman modern, posisi agama dalam negara terutama
diperdebatkan antara kelompok Islam dan nasionalis sekuler. Pembahasan ini terjadi
pada tahun 1945 dalam proses Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
antara pendukung Islam sebagai dasar negara dan pendukung negara sekuler2.
Perdebatan tentang hubungan Islam dan negara telah banyak dibahas oleh para
ahli dunia Islam sebagai konsep negara-bangsa (nation-state) Indonesia abad ke-19
yang didominasi oleh Islam. Konsep negara-bangsa telah ada sejak awal abad ke-
19, tetapi lebih tepatnya setelah Perang Dunia II. Sejak Indonesia mendeklarasikan
kemerdekaan pada tahun 1945 dan secara virtual diakui secara internasional, tema-
tema Islam dan nasional telah menjadi bahan perdebatan sengit. Namun secara
historis, itu dimulai pada era pra-kemerdekaan. Selama periode ini setelah
kemerdekaan, wacana Islam dan hubungan kenegaraan, di lembaga dan organisasi
nasional dan non-negara, partai dan organisasi massa, dari tingkat kecil dan
kelembagaan hingga lembaga tinggi nasional, eksekutif dan legislasi, dan yudikatif
3
. Sukarno adalah pendiri idealisme Malhaenist dan disamakan dengan gerakan
melawan institusi yang sedang mengembangkan kapitalisme. Mendengar gerakan
ini, dengan mudah kita dapat melihat kembali watak para pemikir, penggiat gerakan
pada masa itu, dan para pionir berdirinya negara yang berlandaskan nilai-nilai
agama, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk atas
kesepakatan para pencipta negara utama, dan meskipun agama bukan dasar negara,
tetapi bukan negara yang dibentuk dengan memisahkan agama dari agama4.
1
Abdillah, M. (2013). Hubungan Agama dan Negara dalam Konteks Modernisasi Politik di Era
Reformasi. AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah, 13(2), 247–258. https://doi.org/10.15408/ajis.v13i2.937
2
Abdillah, M. (2020). Aktualisasi Islam dan Keindonesiaan dalam Koteks Ideologi Negara Pancasila.
Himmah, 4(1), 260–274. http://journal.unas.ac.id/himmah/article/view/1100
3
Hasan, H. (2015). HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA: Merespons Wacana Politik Islam
Kontemporer di Indonesia. Al-Ahkam, 1(25), 19. https://doi.org/10.21580/ahkam.2015.1.25.192
4
Budiarti, B. (2018). Islam Dan Negara Modern: Ijtihad Pemikiran Politik Soekarno Tentang Hubungan
Agama Dan Negara Pancasila. Jurnal Zawiyah: Pemikiran Islam, 4(1), 41–61.
Negara formal adalah negara yang berdasarkan nilai-nilai agama dalam kekuasaan
dan kekuasaan pemerintahan, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945
(UUD 1945). Susunan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan atau kesepakatan
yang dikenal dengan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Piagam tersebut
menetapkan berdirinya negara modern, yang kemudian disebut Republik Indonesia.
Piagam Jakarta dikembangkan oleh para pendiri negara melalui panitia kecil Badan
Pemeriksa Penelitian Ketenagakerjaan (BPUPK). Misi Komisi adalah
mengumpulkan saran-saran dari anggota BPUPK untuk dibahas pada Konferensi
Kedua yang dijadwalkan pada Juli 19455. Para ulama Islam Indonesia yang semarak
berbicara wacana keagamaan (Islam) dalam berbagai aspek, menciptakan suasana
wacana yang dinamis untuk mengembangkan wawasan keagamaan di tanah air.
Nurcholis Majdid, dengan ide-ide sekulernya dan pernyataannya bahwa "Islam ya,
tidak ada partai Islam" yang mengejutkan banyak orang, menyebabkan perselisihan
dengan Profesor Raschid. Demikian pula Abdurrahman Wahid menimbulkan
kontroversi di kalangan ulama Indonesia dengan gagasan “Pribumi Islam” 6.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah :
1. Bagaimanakan hubungan Agama Islam dengan Negara Modern?
2. Bagaimana hubungan Islam dengan Negara Pancasila?
C. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan khasanah pemikiran politik
Islam di Indonesia.
2. Penelitian ini bermanfaat bagi keperluan materi dakwah.
http://ejournal.iainkendari.ac.id/zawiyah/article/view/995
5
Bahtiar_Islam dan Negara.pdf. (n.d.)
6
Asep Supyadillah. (2013). Penerapan Syariah Dalam Konteks Negara Modern Di Dunia Islam. Misykat
Al Anwar, 0–19.
BAB II
PEMBAHASAN
Abdillah, M. (2013). Hubungan Agama dan Negara dalam Konteks Modernisasi Politik
di Era Reformasi. AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah, 13(2), 247–258.
https://doi.org/10.15408/ajis.v13i2.937
Asep Supyadillah. (2013). Penerapan Syariah Dalam Konteks Negara Modern Di Dunia
Islam. Misykat Al Anwar, 0–19.
Budiarti, B. (2018). Islam Dan Negara Modern: Ijtihad Pemikiran Politik Soekarno
Tentang Hubungan Agama Dan Negara Pancasila. Jurnal Zawiyah: Pemikiran
Islam, 4(1), 41–61. http://ejournal.iainkendari.ac.id/zawiyah/article/view/995
Fauzan, P. I., & Fata, A. K. (2018). Model Penerapan Syariah dalam Negara Modern
(Studi Kasus Arab Saudi, Iran, Turki, dan Indonesia). Al-Manahij: Jurnal Kajian
Hukum Islam, 12(1), 51–70. https://doi.org/10.24090/mnh.v12i1.1328