Tugas 4 MPH
Tugas 4 MPH
Nim : 2008203027
Kelas : PS A/4
Mata Kuliah : Manajemen Produk Halal
Materi MPH
Materi 1 MPH 22
Sifat : Tugas Individual
Materi 1
A. Manajemen
Manajemen diambil dari kata to manage yang berrti mengatur atau mengelola
Jadi manajemen itu secara luas bisa diartikan sebagai suatu proses penyelenggaraan
berbagai kegiatan guna memperoleh suatu hasil menuju tercapainya tujuan tertentu
melalui kegiatan orng lain.
Dengan demikian manajemen merupakan inti dari adminisrasi karena manajemen itu
sendiri merupakan alat pelaksana utama administrasi
Manajemen secara fungsinya mencakup :
a. Perencanaa (Planing)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Actuating (Actuating) > penggerakan
d. Pemantauan serta pengendalian (Controlling)
Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan
strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran,
standar yang dibutuhkan utk mencapai tujuan.
Pengorganisasian yaitu suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas /pekerjaan diantara
organisasi guna mencapai tujuan yg efisien.
Jadi pengorganisasian itu :
1. Cara menajemen merancang struktur formal terkait penggunaan yg paling
afektif yaitu : sember daya keuangan, fisik, bahan baku, tenaga kerja.
2. Menetapkan hubungan-hubungan antara fungsi jabatan, tugas para karyawan
3. Cara manajer mendelegasikan wewenang utk dilaksanakan masing-masing
departemen
Actuating melipui : merangsang anggota untuk melaksanakan tugas dengan
antusias dan dengang kemauan yang baik pula.
Controlling berati Pemantauan/pengendalian: yakni dilakukan dengan tujuan
untk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengang
rencana.
B. Produk Halal
Produk halal yakni produk yang dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Produk halal adalah produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika
dikonsumsi atau digunakan tidak berakibat mendapatkan siksa (dosa) dan produk
haram adalah produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika
dikonsumsi atau digunakan akan berakibat mendapat dosa dan siksa (azab) dari Allah
SWT.
Dalam Islam penentuan kehalalan dan keharaman suatu produk tidak dapat
didasarkan hanya pada asumsi atau rasa suka dan tidak suka. Halal dan haram harus
diputuskan lewat suatu pemahaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai
persoalan agama dan persoalan yang akan ditentukan hukumnya. Masalah
pengharaman dan penghalalan sesuatu, termasuk dalam hal ini adalah makanan,
minuman dan produk lainnya yang dikonsumsi oleh umat muslim merupakan
kewenangan mutlak dari Allah SWT. Sebagai umat-Nya maka hendaknya senantiasa
menaati perintah untuk senantiasa mengkonsumsi yang halal dan menjauhi yang
haram. Para pastur, pendeta, raja dan sultan tidak berhak untuk menentukan halal dan
haram suatu benda. Barangsiapa yang bersikap demikian (artinya mereka menentukan
hukum halal dan haram terhadap manusia), maka berarti mereka itu melanggar dan
menentang hak Allah. Dan barangsiapa yang menerima dan mengikuti sikap tersebut,
berarti dia telah menjadikan mereka itu sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut
musyrik.
Diantara surat yang menyebutkan sesuatu yang halal untuk dikonsumsi yakni
tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 1 sebagai berikut:
طرَّ َغ ْي َر ُ اض ْ لِ َغ ْي ِر هّٰللا ِ ۚ َف َم ِن ِٖا َّن َما َحرَّ َم َع َل ْي ُك ُم ْال َم ْي َت َة َوال َّد َم َو َلحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا ا ُ ِه َّل ِب ه
ا ِْث َم َع َل ْي ِه ۗ اِنَّ هّٰللا َ َغفُ ْو ٌر رَّ ِح ْي ٌم اغ وَّ اَل َعا ٍد َفٓاَل
ٍ َب
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Karena itu dalam proses produk halal tidak terlepas dari bebrapa jenis proses yang
terlait dengan kehalalan seperti;
1. Penyediaan bahan
Suatu produk dapat dikatakan halal dzatnya apabila tidak mengandung DNA
babi dan bahan-bahan yang berasal tradisional dari babi, tidak mengandung
bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ tubuh
manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
2. Pengolahan
Cara memperoleh juga harus diperhatikan dan tidak boleh melanggar
ketentuan dalam agama. Hendaknya makanan, minuman dan produk konsumsi
lainnya diperoleh dengan cara yang halal, bukan dari hasil mencuri atau menipu
dan usaha yang tidak diperbolehkan dalam Ajaran Islam.
3. Penyimpanan
Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan dan proses
pengangkutannya tidak boleh terkontaminasi dengan bahan-bahan yang haram.
Apabila sedikit saja tercampur dengan bahan yang diharamkan dalam Islam maka
tidak halal untuk dikonsumsi.
4. Pengemasan
Kemasan harus halal approved, karena kemasan (primer) jika terbuat dari
bahan haram maka dapat menyebabkan produk menjadi mutanajis dan haram,
bahan tertentu dan dalam kondisi tertentu memiliki peluang terjadinya migrasi
meskipun kecil serta bahan untuk membuat kemasan ada yang kritis dari sisi
keharaman.
5. Pendistribusian
Pendistribusian dilakukan dengan halal dan tidak boleh terkontaminasi dengan
bahan yang haram.
6. Penjualan
Penjualan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW yang sesuai syariat islam
dengan; menjual produk halal, tidak ada unsur riba, bebas dari penipuan (gharar),
tidak mengandung aktivitas perjudian (maisir), penjual dan pembeli melakukan
ijab qabul dalam setiap transaksi dan proses jual beli dilakukan dengan seadil-
adilnya
7. Penyajian produk
Terakhir dalam penyajiannya juga tidak boleh memakai perlengkapan makan
yang mengandung bahan yang diharamkan dalam Islam. Juga apabila dicampur
dengan bahan lainnya yang haram. Produk yang halal harus senantiasa dijaga agar
tidak terkontaminasi dengan produk yang tidak halal.
Beberapa proses terkait kehalalan tersebut mengandung sebuah tujuan yang
bermanfaat bahwa baik makanan maupun minuman yaitu yang dinyatakan halal itu
adalah tiada lain untuk melindungi hak-hak konsumen muslim terhadap produk yang
tidak halal. Konsumen akan merasakan aman, nyaman, serta dengan pasti tidak
menimbulkan rasa keraguan bahwa benar produk terebut tidak terindikasi dari hal hal
yang diharamkan. Lalu bagaimana kita dapat tahu akan produk itu halal, dalam hal ini
kita bisa cek dari beberapa laman resmi MUI yaitu :
- Buka situs halalmui.org
- Klik cek produk halal
- Isi kolom dengan nama produk atau nama produsen sesuai pilihan.
- Klik cari
- Hasil pencarian status produk halal MUI akan terlihat.
Ada terdapat beberapa kriteria halal dalam syariat Islam, diantaranya ;
1. Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi
2. Tidak memabukkan (khamr)
3. Bahan yang berasal dari hewan harus berasal dari hewan yang halal
4. Hewan yang halal tersebut harus melalui proses penyembelihan sesuai syariat
Islam
5. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan alat
transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang
tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi atau tidak halal lainnya dan
kemudian akan digunakan untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus
dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut syari’at Islam. Penggunaan
fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak
diperbolehkan.
C. Definisi Halal
Kata halal berasal dari bahasa arab (halaalan) yang berati diperbolehkan. Oleh
karena itu makanan dan minuman yang dinyatakan halal yakni jenis makanan dan
atau minman yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut ajaran Islam. Selain istilah
halal, terdapat juga istilah toyyiban yang sering kita dengar. Toyyiban sendiri
memiliki arti “baik” yang dalam artian memiliki mutu dan kualitas yang baik dan
tidak merusak kesehatan. Dan kita sebagai umat muslim, diharuskan hanya
mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan toyyiban (QS 2:168).
Sebagai lawan dari halal dan toyyiban, terdapat makanan haram. Makanan haram
sendiri merupakan makanan yang dilarang keras untuk dikonsumsi. Apabila tetap
dikonsumsi, maka orang yang mengkonsumsi makanan haram tersebut akan
mendapatkan dosa. Berbanding terbalik dengan makanan halal yang apabila
dikonsumsi kita akan mendapatkan pahala. Status haram yang diberikan terhadap
suatu makanan atau minuman sendiri biasa merupakan makanan dan minuman yang
tidak baik untuk kesehatan jika dikonsumsi. Untuk menghindarkan manusia
mengkonsumsi makanan yang tidak baik, maka diberlakukanlah halal dan haram pada
makanan. Namun meski makanan haram tidak boleh dikonsumsi, apabila dalam
keadaan darurat makanan haram tersebut bisa dikonsumsi.
Produk Halal Menurut Syariat Islam
1. Makanan Halal dari Sumbernya
Produk yang dibuat dari bahan-bahan berikut adalah termasuk makanan halal,
kecuali mengandung atau bersentuhan dengan zat haram:
a. Semua tanaman dan produknya
b. Daging, unggas, burung buruan, dan hewan bersertifikat.
c. Semua makhluk air, ikan, krustasea, dan moluska.
d. Telur hanya dari burung yang bisa diterima.
e. Rennet dari anak sapi bersertifikat Halal yang disembelih.
f. Rennet non-hewan (NAR, kultur).
g. Gelatin yang diproduksi dari kulit dan tulang sapi halal bersertifikat.
h. Bahan-bahan hewani bersertifikat halal.
Kondisi yang diperlukan untuk penyembelihan hewan dan burung halal adalah:
a. Rumah pemotongan hewan atau pabrik harus di bawah pengawasan ketat dan
konstan dari organisasi keagamaan.
d. Hanya hewan dan burung hidup yang dapat diterima yang dapat disembelih.
Ada beberapa dalil yang membahas tentang makanan halal sebagai pedoman umat
Muslim. Berikut beberapa dalil yang membahas tentang makanan dan minuman halal:
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 88, Allah SWT yang artinya:
ْٓ َو ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيبًا َّۖوا َّتقُوا هّٰللا َ الَّذ
ِي اَ ْن ُت ْم ِبهٖ مُْؤ ِم ُن ْو َن
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)
Selain itu dalam surat Al- Baqarah ayat 168 Allah SWT berifirman, yang artinya:
ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن ِا َّن ٗه َل ُك ْم َع ُد ٌّو ُ ض َح ٰلاًل َط ِّيبًا َّۖواَل َت َّت ِبع ُْوا ُخ
ِ ط ٰو ِ ْٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُ ْوا ِممَّا فِى ااْل َر
ٌم ُِّبيْن
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168).
Dari dua ayat tersebut, makanan halal yang boleh dimakan umat Islam adalah yang
memenuhi dua syarat, yaitu halal, yang artinya diperbolehkan untuk dimakan dan
tidak dilarang oleh hukum syara’, dan baik/Thayyib yang artinya makanan itu bergizi
dan bermanfaat untuk kesehatan.
Makanan halal harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Cara atau proses
pengolahannya juga harus benar. Hewan, seperti kambing, ayam, sapi, jika
disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka dagingnya
menjadi haram.
b. Halal Zatnya
Hal ini berarti makanan halal harus terbuat dari bahan yang halal pula, tidak
mengandung unsur-unsur yang diharamkan menurut syariat. Contohnya seperti
nasi, susu telur, dan lain-lain.
Selain itu, makanan halal harus didapatkan dengan cara yang halal pula. Sesuatu
yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuai dengan hukum agama akan
menjadi haram. Jadi walaupun mengonsumsi makanan dari segi zat adalah halal,
tetapi mendapatkannya dengan cara mencuri, menipu, dan lain-lain, maka hal
tersebut menjadi haram.
Materi 2
Asas-asas yang digunakan dalam penerapan sistem manajemen halal ini meliputi:
Obyek dari audit adalah bukti-bukti pelaksanaan sistem pada setiap bagian
yang terkait mulai dari sistem pembelian bahan, penerimaan bahan,
penyimpanan bahan, pengembangan produk baru, perubahan bahan,
perubahan vendor/supplier, komunikasi internal dan eksternal, perencanaan
produksi, proses produksi, penyimpanan produk jadi, dan transportasi.
3. Pelatihan
Pelatihan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) untuk mencapai tingkat kompetensi yang
diinginkan. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.
Pelatihan harus diberikan oleh personel yang memiliki kompetensi dalam
merencanakan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal sesuai
dengan persyaratan sertifikasi halal. Pelatihan harus dilaksanakan setidaknya
setahun sekali. Hasil pelatihan internal harus dievaluasi untuk memastikan
kompetensi peserta pelatihan.
4. Bahan
Bahan ini mencakup:
a. Bahan baku (raw material), yaitu bahan utama untuk menghasilkan produk
b. Bahan tambahan (additive), yaitu bahan tambahan untuk meningkatkan sifat
produk
c. Bahan penolong (processing aid), yaitu bahan yang digunakan untuk
membantu produksi tetapi tidak menjadi bagian dari komposisi produk
(ingredient)
d. Kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk
e. Pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan mungkin kontak langsung
dengan bahan dan produk
f. Sanitizer dan bahan pembersih untuk sanitasi fasilitas/peralatan yang
menangani bahan dan produk
g. Media validasi hasil pencucian yang kontak langsung dengan produk
h. Bahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan tidak kritis dan bahan
kritis. Bahan tidak kritis adalah bahan yang dicakup dalam Daftar Bahan
Positif Halal. Daftar tersebut dapat diunduh di sini. Bahan kritis merupakan
bahan di luar daftar bahan tersebut. Bahan kritis harus dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang cukup.
5. Fasilitas produksi
Fasilitas produksi mencakup bangunan, ruangan, mesin dan peralatan utama
serta peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk.
1) Industri Olahan Pangan, Obat-obatan, Kosmetika
a. Semua pabrik, baik milik sendiri dan disewa dari pihak lain, untuk
menghasilkan produk yang didaftarkan dan dipasarkan di Indonesia harus
didaftarkan.
b. Produksi halal dapat dilakukan di halal dedicated facility atau sharing
facility.
c. Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) yang digunakan untuk
menyimpan bahan dari bagian tubuh hewan sembelihan dan produk
olahannya, harus halal dedicated.
d. Fasilitas selain yang disebutkan pada point c) di atas dapat bersifat sharing
facility. Jika produksi halal dilakukan di sharing facility, maka semua
fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat
bebas bahan babi dan turunannya (pork/porcine free).
e. Untuk sharing facility pada point d) di atas, perusahaan perlu menjamin
fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi
produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi apabila
terdapat bahan turunan hewan (selain babi) untuk produk yang tidak
disertifikasi.
2) Restoran/Katering/Dapur
a. Semua dapur, gudang dan outlet yang digunakan untuk menghasilkan
produk, baik milik sendiri atau disewa dari pihak lain, harus didaftarkan.
b. Fasilitas berikut harus bersifat halal dedicated facility:
- Outlet restoran.
- Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) di dapur atau di
gudang di luar outlet yang digunakan untuk menyimpan daging atau produk
olahannya.
c. Fasilitas selain yang disebutkan pada point b) di atas dapat bersifat sharing
facility. Jika digunakan sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak
langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas babi (pork free).
3) Rumah Potong Hewan (RPH)
a. Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak
bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal – halal dedicated
facility).
b. Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu
RPH tidak berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan
dengan site RPH babi, dan berjarak minimal radius 5 km dari peternakan
babi, serta tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan
RPH/peternakan babi.
c. Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit
Penanganan Daging), maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH
halal.
d. Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam;
(ii) Bukan berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang; (iii) Ukuran
disesuaikan dengan leher hewan yang akan dipotong; dan (iv) Tidak diasah
di depan hewan yang akan disembelih. Untuk alat penyembelih mekanis,
harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
6. Produk
Produk yang didaftarkan dapat berupa produk retail, non retail, produk akhir
atau produk antara (intermediet). Panduan penamaan produk dapat dilihat di sini.
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau
rasa yang mengarah kepada produk haram. Bentuk produk tidak menggunakan
bentuk produk, bentuk kemasan atau label yang menggambarkan sifat erotis,
vulgar atau porno. Khusus untuk produk retail, jika suatu produk dengan
merk/brand tertentu didaftarkan, maka semua varian atau produk lain dengan
merk/brand yang sama yang dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.
7. Prosedur tertulis aktivitas kritis
Aktivitas kritis adalah aktivitas yang dapat mempengaruhi status kehalalan
produk. Secara umum, aktivitas kritis mencakup:
a. Penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi,
b. Formulasi dan pengembangan produk,
c. Pemeriksaan bahan datang,
d. Produksi,
e. Pencucian fasilitas produksi,
f. Penyimpanan bahan dan produk,
g. Transportasi bahan dan produk.
Ruang lingkup aktivitas kritis dapat bervariasi sesuai dengan proses bisnis
perusahaan. Prosedur tertulis dapat berupa SOP (Standard Operating Procedure),
instruksi kerja atau bentuk panduan kerja yang lain. Prosedur tertulis ini dapat
digabungkan dengan dengan prosedur sistem lain yang diterapkan perusahaan.
8. Kemampuan telusur
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis yang menjamin
ketertelusuran produk yang disertifikasi yang menjamin produk tersebut dapat
ditelusuri berasal dari bahan yang disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di
fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas.
9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis menangani produk yang
tidak memenuhi kriteria yang menjamin produk yang tidak memenuhi kriteria
tidak diproses ulang atau di-downgrade dan harus dimusnahkan atau tidak dijual
ke konsumen yang membutuhkan produk halal. Jika produk sudah terlanjur dijual,
maka produk harus ditarik.
10. Audit internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan
SJH. Audit internal harus dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun. Jika
ditemukan kelemahan (tidak terpenuhinya kriteria) dalam audit internal, maka
perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebabnya dan melakukan perbaikan.
Perbaikan harus dilakukan dengan target waktu yang jelas dan harus mampu
menyelesaikan kelemahan serta mencegah terulangnya di masa yang akan datang.
11. Kaji ulang manajemen
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis kaji ulang manajemen. Kaji
ulang manajemen harus dilakukan setidaknya sekali dalam setahun.