Anda di halaman 1dari 23

Nama : Inggih Rahayu

Nim : 2008203027
Kelas : PS A/4
Mata Kuliah : Manajemen Produk Halal

Materi MPH

Materi 1 MPH 22
Sifat : Tugas Individual

Capaian Pembelajaran Materi Pembelaaran

1 Mahasiswa mampu Garis besar materi meliputi :


memahami materi tentang : a. Arti Menejemen
b. Produk halal
Manajemen Produk Halal c. Produk halal menurut syariat Islam
menurut syariat Islm d. Produk halal menurut MUI
e. Jaminan produk halal menurut islam

Materi 1
A. Manajemen
Manajemen diambil dari kata to manage yang berrti mengatur atau mengelola
Jadi manajemen itu secara luas bisa diartikan sebagai suatu proses penyelenggaraan
berbagai kegiatan guna memperoleh suatu hasil menuju tercapainya tujuan tertentu
melalui kegiatan orng lain.
Dengan demikian manajemen merupakan inti dari adminisrasi karena manajemen itu
sendiri merupakan alat pelaksana utama administrasi
Manajemen secara fungsinya mencakup :
a. Perencanaa (Planing)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Actuating (Actuating) > penggerakan
d. Pemantauan serta pengendalian (Controlling)
 Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan
strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran,
standar yang dibutuhkan utk mencapai tujuan.
 Pengorganisasian yaitu suatu proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas /pekerjaan diantara
organisasi guna mencapai tujuan yg efisien.
Jadi pengorganisasian itu :
1. Cara menajemen merancang struktur formal terkait penggunaan yg paling
afektif yaitu : sember daya keuangan, fisik, bahan baku, tenaga kerja.
2. Menetapkan hubungan-hubungan antara fungsi jabatan, tugas para karyawan
3. Cara manajer mendelegasikan wewenang utk dilaksanakan masing-masing
departemen
 Actuating melipui : merangsang anggota untuk melaksanakan tugas dengan
antusias dan dengang kemauan yang baik pula.
 Controlling berati Pemantauan/pengendalian: yakni dilakukan dengan tujuan
untk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengang
rencana.

B. Produk Halal
Produk halal yakni produk yang dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Produk halal adalah produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika
dikonsumsi atau digunakan tidak berakibat mendapatkan siksa (dosa) dan produk
haram adalah produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika
dikonsumsi atau digunakan akan berakibat mendapat dosa dan siksa (azab) dari Allah
SWT.
Dalam Islam penentuan kehalalan dan keharaman suatu produk tidak dapat
didasarkan hanya pada asumsi atau rasa suka dan tidak suka. Halal dan haram harus
diputuskan lewat suatu pemahaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai
persoalan agama dan persoalan yang akan ditentukan hukumnya. Masalah
pengharaman dan penghalalan sesuatu, termasuk dalam hal ini adalah makanan,
minuman dan produk lainnya yang dikonsumsi oleh umat muslim merupakan
kewenangan mutlak dari Allah SWT. Sebagai umat-Nya maka hendaknya senantiasa
menaati perintah untuk senantiasa mengkonsumsi yang halal dan menjauhi yang
haram. Para pastur, pendeta, raja dan sultan tidak berhak untuk menentukan halal dan
haram suatu benda. Barangsiapa yang bersikap demikian (artinya mereka menentukan
hukum halal dan haram terhadap manusia), maka berarti mereka itu melanggar dan
menentang hak Allah. Dan barangsiapa yang menerima dan mengikuti sikap tersebut,
berarti dia telah menjadikan mereka itu sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut
musyrik.
Diantara surat yang menyebutkan sesuatu yang halal untuk dikonsumsi yakni
tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 1 sebagai berikut:

‫ت َل ُك ْم َب ِه ْي َم ُة ااْل َ ْن َع ِام ِااَّل َم ا ُي ْت ٰلى َع َل ْي ُك ْم َغ ْي َر ُمحِلِّى‬


ْ َّ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَ ْوفُ ْوا ِب ْال ُعقُ ْو ۗ ِد ا ُ ِحل‬
‫ص ْي ِد َواَ ْن ُت ْم ُح ُر ۗ ٌم اِنَّ هّٰللا َ َيحْ ُك ُم َما ي ُِر ْي ُد‬
َّ ‫ال‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Selain itu tersebut juga dalam Surat Al-Maidah ayat 4, sebagai berikut:
ُ ۙ ‫الطي ِّٰب‬
ِ ‫ت َو َما َعلَّمْ ُت ْم م َِّن ْال َج َو‬
َّ‫ار ِح ُم َكلِّ ِبي َْن ُت َعلِّ ُم ْو َنهُن‬ َّ ‫ك َما َذٓا ا ُ ِح َّل َل ُه ۗ ْم قُ ْل ا ُ ِح َّل َل ُك ُم‬ َ ‫َيسْ ـَٔلُ ْو َن‬
‫ِممَّا َعلَّ َم ُك ُم هّٰللا ُ َف ُكلُ ْوا ِممَّٓا اَ ْم َس ْك َن َع َل ْي ُك ْم َو ْاذ ُكرُوا اسْ َم هّٰللا ِ َع َل ْي ِه َۖوا َّتقُوا هّٰللا َ ۗاِنَّ هّٰللا َ َس ِر ْي ُع‬
‫ب‬ِ ‫ْالح َِسا‬
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari
apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu
(waktu melepaskannya) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya.

Selanjutnya disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 173:26

‫طرَّ َغ ْي َر‬ ُ ‫اض‬ ْ ‫لِ َغ ْي ِر هّٰللا ِ ۚ َف َم ِن‬ ٖ‫ِا َّن َما َحرَّ َم َع َل ْي ُك ُم ْال َم ْي َت َة َوال َّد َم َو َلحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا ا ُ ِه َّل ِب ه‬
‫ا ِْث َم َع َل ْي ِه ۗ اِنَّ هّٰللا َ َغفُ ْو ٌر رَّ ِح ْي ٌم‬ ‫اغ وَّ اَل َعا ٍد َفٓاَل‬
ٍ ‫َب‬
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Karena itu dalam proses produk halal tidak terlepas dari bebrapa jenis proses yang
terlait dengan kehalalan seperti;
1. Penyediaan bahan
Suatu produk dapat dikatakan halal dzatnya apabila tidak mengandung DNA
babi dan bahan-bahan yang berasal tradisional dari babi, tidak mengandung
bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ tubuh
manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
2. Pengolahan
Cara memperoleh juga harus diperhatikan dan tidak boleh melanggar
ketentuan dalam agama. Hendaknya makanan, minuman dan produk konsumsi
lainnya diperoleh dengan cara yang halal, bukan dari hasil mencuri atau menipu
dan usaha yang tidak diperbolehkan dalam Ajaran Islam.
3. Penyimpanan
Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan dan proses
pengangkutannya tidak boleh terkontaminasi dengan bahan-bahan yang haram.
Apabila sedikit saja tercampur dengan bahan yang diharamkan dalam Islam maka
tidak halal untuk dikonsumsi.
4. Pengemasan
Kemasan harus halal approved, karena kemasan (primer) jika terbuat dari
bahan haram maka dapat menyebabkan produk menjadi mutanajis dan haram,
bahan tertentu dan dalam kondisi tertentu memiliki peluang terjadinya migrasi
meskipun kecil serta bahan untuk membuat kemasan ada yang kritis dari sisi
keharaman.
5. Pendistribusian
Pendistribusian dilakukan dengan halal dan tidak boleh terkontaminasi dengan
bahan yang haram.
6. Penjualan
Penjualan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW yang sesuai syariat islam
dengan; menjual produk halal, tidak ada unsur riba, bebas dari penipuan (gharar),
tidak mengandung aktivitas perjudian (maisir), penjual dan pembeli melakukan
ijab qabul dalam setiap transaksi dan proses jual beli dilakukan dengan seadil-
adilnya
7. Penyajian produk
Terakhir dalam penyajiannya juga tidak boleh memakai perlengkapan makan
yang mengandung bahan yang diharamkan dalam Islam. Juga apabila dicampur
dengan bahan lainnya yang haram. Produk yang halal harus senantiasa dijaga agar
tidak terkontaminasi dengan produk yang tidak halal.
Beberapa proses terkait kehalalan tersebut mengandung sebuah tujuan yang
bermanfaat bahwa baik makanan maupun minuman yaitu yang dinyatakan halal itu
adalah tiada lain untuk melindungi hak-hak konsumen muslim terhadap produk yang
tidak halal. Konsumen akan merasakan aman, nyaman, serta dengan pasti tidak
menimbulkan rasa keraguan bahwa benar produk terebut tidak terindikasi dari hal hal
yang diharamkan. Lalu bagaimana kita dapat tahu akan produk itu halal, dalam hal ini
kita bisa cek dari beberapa laman resmi MUI yaitu :
- Buka situs halalmui.org
- Klik cek produk halal
- Isi kolom dengan nama produk atau nama produsen sesuai pilihan.
- Klik cari
- Hasil pencarian status produk halal MUI akan terlihat.
Ada terdapat beberapa kriteria halal dalam syariat Islam, diantaranya ;
1. Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi
2. Tidak memabukkan (khamr)
3. Bahan yang berasal dari hewan harus berasal dari hewan yang halal
4. Hewan yang halal tersebut harus melalui proses penyembelihan sesuai syariat
Islam
5. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan alat
transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang
tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi atau tidak halal lainnya dan
kemudian akan digunakan untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus
dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut syari’at Islam. Penggunaan
fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak
diperbolehkan.
C. Definisi Halal
Kata halal berasal dari bahasa arab (halaalan) yang berati diperbolehkan. Oleh
karena itu makanan dan minuman yang dinyatakan halal yakni jenis makanan dan
atau minman yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut ajaran Islam. Selain istilah
halal, terdapat juga istilah toyyiban yang sering kita dengar. Toyyiban sendiri
memiliki arti “baik” yang dalam artian memiliki mutu dan kualitas yang baik dan
tidak merusak kesehatan. Dan kita sebagai umat muslim, diharuskan hanya
mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan toyyiban (QS 2:168).
Sebagai lawan dari halal dan toyyiban, terdapat makanan haram. Makanan haram
sendiri merupakan makanan yang dilarang keras untuk dikonsumsi. Apabila tetap
dikonsumsi, maka orang yang mengkonsumsi makanan haram tersebut akan
mendapatkan dosa. Berbanding terbalik dengan makanan halal yang apabila
dikonsumsi kita akan mendapatkan pahala. Status haram yang diberikan terhadap
suatu makanan atau minuman sendiri biasa merupakan makanan dan minuman yang
tidak baik untuk kesehatan jika dikonsumsi. Untuk menghindarkan manusia
mengkonsumsi makanan yang tidak baik, maka diberlakukanlah halal dan haram pada
makanan. Namun meski makanan haram tidak boleh dikonsumsi, apabila dalam
keadaan darurat makanan haram tersebut bisa dikonsumsi.
Produk Halal Menurut Syariat Islam
1. Makanan Halal dari Sumbernya
Produk yang dibuat dari bahan-bahan berikut adalah termasuk makanan halal,
kecuali mengandung atau bersentuhan dengan zat haram:
a. Semua tanaman dan produknya
b. Daging, unggas, burung buruan, dan hewan bersertifikat.
c. Semua makhluk air, ikan, krustasea, dan moluska.
d. Telur hanya dari burung yang bisa diterima.
e. Rennet dari anak sapi bersertifikat Halal yang disembelih.
f. Rennet non-hewan (NAR, kultur).
g. Gelatin yang diproduksi dari kulit dan tulang sapi halal bersertifikat.
h. Bahan-bahan hewani bersertifikat halal.

2. Makanan Halal dari Penyembelihannya

Kondisi yang diperlukan untuk penyembelihan hewan dan burung halal adalah:

a. Rumah pemotongan hewan atau pabrik harus di bawah pengawasan ketat dan
konstan dari organisasi keagamaan.

b. Tempat, mesin dan peralatan harus digolongkan menurut Syariah Islam


(hukum) sebelum produksi terjadi.
c. Penyembelih haruslah seorang Muslim yang dewasa dan saleh. Memiliki akal
sehat yang memahami sepenuhnya dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan penyembelihan halal dan disetujui oleh otoritas agama.

d. Hanya hewan dan burung hidup yang dapat diterima yang dapat disembelih.

e. Pembantaian harus dilakukan secara manual menggunakan pisau baja.

f. Fasilitas harus tersedia untuk membilas pisau setelah setiap pembunuhan.

g. Penjagal harus memutuskan saluran pernapasan, kerongkongan, dan vena


jugularis.

h. Hewan itu harus benar-benar mati sebelum menguliti dilakukan.

Makanan Halal dalam Al-Qur’an

Ada beberapa dalil yang membahas tentang makanan halal sebagai pedoman umat
Muslim. Berikut beberapa dalil yang membahas tentang makanan dan minuman halal:

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 88, Allah SWT yang artinya:

ْٓ ‫َو ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيبًا َّۖوا َّتقُوا هّٰللا َ الَّذ‬
‫ِي اَ ْن ُت ْم ِبهٖ مُْؤ ِم ُن ْو َن‬
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)

Selain itu dalam surat Al- Baqarah ayat 168 Allah SWT berifirman, yang artinya:

‫ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن ِا َّن ٗه َل ُك ْم َع ُد ٌّو‬ ُ ‫ض َح ٰلاًل َط ِّيبًا َّۖواَل َت َّت ِبع ُْوا ُخ‬
ِ ‫ط ٰو‬ ِ ْ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُ ْوا ِممَّا فِى ااْل َر‬
ٌ‫م ُِّبيْن‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168).

Dari dua ayat tersebut, makanan halal yang boleh dimakan umat Islam adalah yang
memenuhi dua syarat, yaitu halal, yang artinya diperbolehkan untuk dimakan dan
tidak dilarang oleh hukum syara’, dan baik/Thayyib yang artinya makanan itu bergizi
dan bermanfaat untuk kesehatan.

Kategori Makanan Halal Menurut Islam

a. Halal dari Proses Pengolahannya

Makanan halal harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Cara atau proses
pengolahannya juga harus benar. Hewan, seperti kambing, ayam, sapi, jika
disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka dagingnya
menjadi haram.

Berikut dalil tentang makanan halal dan haram:

‫الش ي ْٰط ۗ ِن ِا َّن ٗه َل ُك ْم‬


َّ ‫ت‬ ُ ‫ض َح ٰلاًل َط ِّي ًب ا ۖوَّ اَل َت َّت ِب ُع ْوا ُخ‬
ِ ‫ط ٰو‬ ِ ْ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُ ْوا ِممَّا فِى ااْل َر‬
ٌ‫َع ُد ٌّو م ُِّبيْن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan hewan yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al
Baqarah: 173)

b. Halal Zatnya

Hal ini berarti makanan halal harus terbuat dari bahan yang halal pula, tidak
mengandung unsur-unsur yang diharamkan menurut syariat. Contohnya seperti
nasi, susu telur, dan lain-lain.

c. Halal dari Cara Mendapatkannya

Selain itu, makanan halal harus didapatkan dengan cara yang halal pula. Sesuatu
yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuai dengan hukum agama akan
menjadi haram. Jadi walaupun mengonsumsi makanan dari segi zat adalah halal,
tetapi mendapatkannya dengan cara mencuri, menipu, dan lain-lain, maka hal
tersebut menjadi haram.

D. Poduk Halal Menurut MUI


Dalam hal ini MUI memberikan standar produk halal yaitu dimana produk
tersebut terbuat dan menggunakan bahan halal dan memenuhi pesyaratan thayib
dengan fasilitas yang tidak terkontaminasi oleh barang haram atau najis. Produk halal
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diperbolehkan menutut ketentuan syariat
Islam. Jadi, segala sesuatu itu halal, kecuali dilarang di Al Quran dan Hadist. Namun,
tidak cukup hanya halal, produk pangan yang bersertifikat MUI juga harus masuk
kategori thayib sehingga disebut halalan thayyiban. Thayib adalah sesuatu yang baik,
suci atau bersih, dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Jadi, proses sertifikasi halal itu
pasti digabungkan dengan pemastian bahwa bahan yang digunakan, produk yang
dikeluarkan itu bersifat thayib, aman bagi kesehatan.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan LPPOM MUI untuk
memberikan sertifikat halal pada produk pangan. Di antaranya adalah menghindari
barang haram, najis, dan syubhat. Barang yang disebutkan haram di dalam Al Quran,
Hadist, atau Fatwa itu sebenarnya sedikit ya, disebutkan babi, bangkai, bangkai ini
termasuk hewan halal tetapi tidak jelas penyembelihannya, kemudian darah. Selain
itu, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, bagian dari tubuh
manusia (fatwa MUI), hewan buas atau bertaring, hewan menjijikan, dan hewan yang
hidup di dua alam juga merupakan kategori barang haram. Khusus untuk semua
semua hewan dari laut atau yang hidup di air adalah halal meskipun tidak disembelih.
Kemudian, ada konsep yang disebut sebagai najis. Arti najis sendiri adalah suatu
kotoran yang menyebabkan tidak sahnya ibadah. Najis dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu berat sedang dan ringan.
Selain tidak haram dan tidak najis, barang yang berhasil mendapatkan
sertifikasi dari LPPOM MUI juga tidak termasuk kategori syubhat. Menurut
Mulyorini, perkembangan teknologi pangan masa kini, menyebabkan banyak produk
statusnya menjadi syubhat atau produk yang masih kurang jelas status hukumnya.
Sebagai contoh, Mulyoroni menyebutkan salah satu produk pangan olahan nabati,
yaitu pisang keju dan cokelat. "Pisang jelas halal karena bahan nabati tetapi kalau
sudah menjadi produk pisang goreng keju dan cokelat, maka statusnya bisa menjadi
syubhat," jelasnya. Bahan tambahan berupa vanili, keju, serta kandungan beragam
vitamin dalam tepung terigu, juga pasta cokelat membuat olahan tersebut
dikategorikan sebagai syubhat. Beberapa tambahan vitamin dalam tepung terigu,
seperti vitamin B3 B2 B1, asam folat, vitamin A, dan vitamin D3 dikategorikan
sebagai bahan kritis. "Nah, vitamin ini tergolong bahan kritis dari segi kehalalan
karena sumbernya bisa jadi mikrobial proses, bisa dari hewan, atau bisa dari sintetik,"
ujar Mulyorini. Selain itu, ada juga bahan tambahan vitamin, seperti coating agent,
yang membuat vitamin menjadi syubhat. "Untuk memperjelas hukumnya perlu
sertifikasi halal.
E. Jaminan Produk Halal Menurut Islam
Pada dasarnya keberadaan jaminan produk halal berangkat dari konsep luhur
bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan lengkap baik
secara kuantitas maupun kualitas dari produk-produk yang mereka konsumsi. Selama
ini masih disinyalir adanya praktik kecurangan seperti pemakaian bahan pewarna
yang tidak diperuntukkan bagi makanan, menggunakan bahan-bahan yang berbahaya
bagi kesehatan, produk sudah kadaluwarsa, serta perbuatan-perbuatan lain yang
mengakibatkan kerugian pada masyarakat. Praktik-praktik seperti itu mengakibatkan
kesehatan menurun, bahkan mengancam keutuhan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pencantuman label halal yang transparan akan mengembalikan hak-hak
konsumen untuk menyeleksi dan mengkonsumsi jenis makanan yang mereka hendak
konsumsi.
Pencantuman label tersebut harus dilakukan dengan jelas dan terbuka sehingga
terlihat itikad baik dari produsen untuk memenuhi hak-hak konsumen. Dasar dari
pencantuman label halal adalah faktor kesehatan, supaya produk yang dikonsumsi
aman bagi kesehatan masyarakat. Selain faktor kesehatan, yang menyebabkan
pentingnya label halal adalah sebagai bentuk pemberian jaminan perlindungan dan
kepuasan batiniah masyarakat. Apalagi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim
maka diperlukan jaminan keamanan produk yang mereka konsumsi.
Adapun konsep dari jaminan halal adalah kebijakankebijakan Negara
Indonesia tidak hanya sekedar kepastian halal pada produk pangan saja. Kepastian
halal juga meliputi bahan baku dan proses pembuatan, cara pengemasan, dan
pengirimannya. Perlu diperiksa dan diteliti apakah ada kemungkinan terkontaminasi
dengan bahan-bahan yang tidak halal. Terkontaminasi dimaksud adalah penggunaan
bahan-bahan lain dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetik di luar bahan tambahan pangan atau bahan bantu
pangan seperti bahan-bahan katalisator. Kebenaran suatu pernyataan halal pada label
pangan tidak hanya dibuktikan dari bahan baku, bahan tambahan pangan atau bahan
bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan
dalam proses produksi. Proses ini juga harus dilakukan secara berulang dan terus
dipantau agar kehalalannya benar benar terjaga dan terjamin.
Pencantuman label halal pada suatu produk yang dilakukan oleh pengusaha
memiliki makna bahwa pihak yang memproduksi atau memasukkanproduknya ke
wilayah Indonesia mengklaim atau menyatakan bahwa produknya halal bagi Umat
Islam.Penggunaan bahasa atau huruf selain Bahasa Indonesia dan huruf latin harus
digunakan bersamaan dengan padanan dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin agar
tidak menyesatkan konsumen.
Dasar hukum tentang masalah jaminan produk halal yang berasal dari ajaran
Islam diantaranya adalah tercantum dalam
Surat Al-Maidah ayat 88:16
ْٓ ‫َو ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيبًا َّۖوا َّتقُوا هّٰللا َ الَّذ‬
‫ِي اَ ْن ُت ْم ِبهٖ مُْؤ ِم ُن ْو َن‬
Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Kemudian dalam Surat An-Nahl ayat 114:17

‫ت هّٰللا ِ ِانْ ُك ْن ُت ْم ِايَّاهُ َتعْ ُب ُد ْو َن‬


َ ‫َف ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيب ًۖا وَّ ا ْش ُكر ُْوا ِنعْ َم‬
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.

Surat Al-Baqarah ayat 172:18

‫ت َما َر َز ْق ٰن ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوا هّٰلِل ِ ِانْ ُك ْن ُت ْم ِايَّاهُ َتعْ ُب ُد ْو َن‬


ِ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ُكلُ ْوا ِمنْ َطي ِّٰب‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik
yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah.
Selanjutnya Rasulullah mengajarkan agar mencari rezeki yang halal
sebagaimana sabdanya “Setiap daging tumbuh yang diperoleh dari kejahatan (jalan
haram) maka neraka lebih layak baginya” (HR. Imam Ahmad). Dalam hadits lain juga
disebutkan bahwa sesuatu yang dikonsumsi jika tidak halal maka ibadahnya akan sia-
sia seperti yang tersebut dalam hadits Nabi Muhammad sebagai berikut: “Ya
Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh
Allah”. Dan Rasulullah menjawab “Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu (makanlah
makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan
doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang yang
memasukkan makanan haram ke dalam perutnya maka tidak akan diterima amalnya
selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba
maka neraka lebih layak baginya”. (HR. At-Thabrani)
Dengan adanya berbagai dasar hukum tersebut, baik hukum yang berasal dari
peraturan perundang-undangan maupun dasar hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan
hadits maka masalah jaminan produk halal harus dilakukan dengan baik dan negara
harus benar-benarbisa memberikan perlindungan bagi masyarakat muslim.
Materi 2 MPH 22
Sifat : Tugas IndividuaL

Capaian Pembelajaran Materi Pembelaaran

2 Mahasiswa mampu memahami Garis besar materi meliputi :


materi tentang : a. Pentingnya Manajemen halal
Sistem manajemen jaminan
b. Komponen sistem jaminan halal
halal
c. Kriteria sistem jaminan halal
d. Kebijakan halal itu penting
e. Tanggung jawab tim manajmen halal

Materi 2

A. Pentingnya Manajemen Halal


Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen halal ini disusun sebagai acuan dan
prinsip dalam menerapkan sistem manajemen halal untuk memberikan jaminan bahwa
produk / jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat terjamin kehalalannya.
Persyaratan sistem manajemen halal yang ditentukan dalam Standar ini melengkapi
persyaratan untuk produk dan jasa. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pangan, obat-obatan, dan kosmetik berkembang sangat pesat. Hal itu berpengaruh secara
nyata pada pergeseran pengolahan dan pemanfaatan bahan baku untuk makanan,
minuman, kosmetik, obat-obatan, serta produk lainnya dari yang semula bersifat
sederhana dan alamiah menjadi pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa
ilmu pengetahuan. Pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan yang
haram baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam realitasnya banyak produk yang
beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya.

Asas-asas yang digunakan dalam penerapan sistem manajemen halal ini meliputi:

a. Pelindungan konsumen. Dalam penerapan sistem manajemen halal bertujuan


melindungi masyarakat muslim.
b. Keadilan. Dalam penerapan sistem manajemen halal harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara.
c. Kepastian. Penerapan sistem manajemen halal bertujuan memberikan kepastian
mengenai kehalalan suatu produk.
d. Akuntabilitas dan transparansi. Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penerapan sistem manajemen halal harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Efektivitas dan efisiensi. Penerapan sistem manajemen halal dilakukan dengan
berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna serta meminimalisasi
penggunaan sumber daya yang dilakukan dengan cara cepat, sederhana, dan biaya
ringan atau terjangkau.
f. Profesionalitas. Penerapan sistem manajemen halal dilakukan dengan mengutamakan
keahlian yang berdasarkan kompetensi dan kode etik.
g. Kesinambungan. Penerapan SNI Sistem manajemen halal dilakukan secara
berkesinambungan untuk menjamin kehalalan produk (barang / jasa) yang dihasilkan.

B. Komponen Sistem Jaminan Halal


1. Kebijakan Halal
Kebijakan halal merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen perusahaan
untuk memproduksi produk halal secara konsisten, mencakup konsistensi dalam
penggunaan dan pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta
konsistensi dalam proses produksi halal.
2. Panduan Halal
Panduan Halal adalah pedoman perusahaan dalam melaksanakan kegiatan
untuk menjamin produksi halal.
Panduan Halal yang disusun perusahaan mencakup :
a. Pengertian halal dan haram
b. Dasar Al Qur’an dan Fatwa MUI
c. Pohon keputusan untuk indentifikasi titik kritis keharaman bahan dan proses
produksi
d. Tabel hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan dan tindakan pencegahannya
e. Tabel hasil identifikasi titik kritis peluang kontaminasi proses produksi dari bahan
haram/najis dan tindakan pencegahannya
f. Publikasi LPPOM MUI (Jurnal Halal LPPOM MUI dan website
www.halalmui.org).
3. Organisasi Manajemen Halal
Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola
seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal. Dalam
mengelola fungsi dan aktivitas tersebut pihak perusahaan dapat melibatkan seluruh
departemen atau bagian yang terkait dengan sistem berproduksi halal, mulai dari
tingkat pengambil kebijakan tertinggi sampai tingkat pelaksana teknis di lapangan.
4. Standard Operating Procedures (SOP)
Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu perangkat instruksi yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. SOP dibuat agar
perusahaan mempunyai prosedur baku untuk mencapai tujuan penerapan SJH yang
mengacu kepada kebijakan halal perusahaan. SOP dibuat untuk seluruh kegiatan
kunci pada proses produksi halal yaitu bidang R&D, Purchasing, QA/QC, PPIC,
Produksi dan Gudang. Adanya perbedaan teknologi proses maupun tingkat
kompleksitas di tiap perusahaan maka SOP di setiap perusahaan bersifat unik.
Contoh kegiatan-kegiatan kunci yang masuk dalam SOP antara lain SOP pembelian
bahan, penggunaan bahan baru, penggantian dan penambahan pemasok baru.
5. Acuan Teknis
Pelaksanaan SJH dilakukan oleh bidang-bidang yang terkait dalam organisasi
manajemen halal. Dalam pelaksanaannya perlu dibuat acuan teknis yang berfungsi
sebagai dokumen untuk membantu pekerjaan bidang-bidang terkait dalam
melaksanakan fungsi kerjanya.
1) Acuan Teknis untuk Bagian Pembelian
a. Daftar bahan meliputi nama bahan, pemasok dan produsen yang telah disusun
oleh KAHI dan diketahui oleh LP POM MUI.
b. Daftar Lembaga sertifikasi halal yang telah diakui LP POM MU.
c. Kebijakan dari masing-masing lembaga sertifikasi yang terkait dengan produk
(Sertifikat per pengiriman, wilayah berlakunya Sertifikat Halal, masa berlaku
Sertifikat Halal, logo halal pada kemasan dan lain-lain.)
d. SOP penambahan pemasok baru
2) Acuan Teknis untuk Bagian R and D
a. Daftar bahan meliputi nama bahan, pemasok dan produsen yang telah disusun
oleh KAHI dan diketahui oleh LP POM MUI.
b. Kebijakan dari masing-masing lembaga sertifikasi yang terkait dengan produk
(Sertifikat per pengiriman, wilayah berlakunya Sertifikat Halal, masa berlaku
Sertifikat Halal, logo halal pada kemasan dan lain-lain.)
c. Tabel hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan.
d. SOP penggunaan bahan baru.
3) Acuan Teknis untuk Bagian Produksi
a. Daftar bahan meliputi nama bahan, pemasok dan produsen yang telah disusun
oleh KAHI dan diketahui oleh LP POM MUI.
b. Formula/instruksi kerja produksi sesuai dengan matriks bahan.
c. Tabel hasil identifikasi peluang kontaminasi proses produksi dari bahan
haram/najis dan tindakan pencegahannya
d. SOP produksi halal.
4) Acuan Teknis untuk Bagian QC/QA
a. Daftar bahan meliputi nama bahan, pemasok dan produsen yang telah disusun
oleh KAHI dan diketahui oleh LP POM MUI.
b. Kebijakan dari masing-masing lembaga sertifikasi yang terkait dengan produk
(Sertifikat per pengiriman, wilayah berlakunya Sertifikat Halal, masa berlaku
Sertifikat Halal, dan lain-lain).
c. SOP pemeriksaan bahan.
5) Acuan Teknis untuk Bagian Pergudangan
a. Daftar bahan meliputi nama bahan, pemasok dan produsen yang telah disusun
oleh KAHI dan diketahui oleh LP POM MUI.
b. Tanda pada kemasan (logo, lot number, nama dan alamat /lokasi produksi)
yang harus disesuaikan dengan dokumen kehalalan.
c. Prosedur penyimpanan bahan/produk yang menjamin terhindarnya bahan /
produk dari kontaminasi oleh barang haram dan najis.
d. SOP penerimaan dan penyimpanan bahan.
6. Sistem Administrasi
Perusahaan harus mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang dapat
ditelusuri (traceable) dari pembelian bahan sampai dengan distribusi produk. Secara
rinci administrasi yang terkait dengan SJH dimulai dari administrasi bagian pembelian
bahan (purchasing), penerimaan barang (Quality Control/QC), penyimpanan bahan
(Warehousing/PPIC), Riset dan Pengembangan (R&D), Produksi/Operasi,
Penyimpanan Produk (Finish Product) dan Distribusi.
7. Sistem Dokumentasi
Pelaksanaan SJH di perusahaan harus didukung oleh dokumentasi yang baik dan
mudah diakses oleh pihak yang terlibat dalam proses produksi halal termasuk LP
POM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal. Dokumen yang harus dijaga antara lain:
a. Pembelian bahan
b. Penerimaan Bahan
c. Penyimpanan Bahan
d. Riset and Pengembangan (Formulasi)
e. Produksi (Proses Produksi dan Pembersihan Fasilitas Produksi)
f. Penyimpanan Produk
g. Distribusi Produk
h. Evaluasi dan Monitoring (laporan berkala)
i. Kegiatan Pelatihan dan Sosialisasi
j. Tindakan Perbaikan atas Ketidaksesuaian
k. Manajemen Review
Dalam Manual SJH akan dijelaskan dokumentasi tiap fungsi operasi disertai
penanggungjawab dan lokasinya.
8. Sosialisasi
SJH yang telah dibuat dan diimplementasikan oleh perusahaan harus
disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan termasuk
kepada pihak ketiga (pemasok, makloon). Tujuan kegiatan ini adalah agar seluruh
pemangku kepentingan memiliki kepedulian (awareness) terhadap kebijakan halal
sehingga timbul kesadaran menerapkannya di tingkat operasional. Metode sosialisasi
yang dilakukan dapat berbentuk poster, leaflet, ceramah umum, buletin internal, audit
supplier atau memo internal perusahaan.
9. Pelatihan
Perusahaan perlu melakukan pelatihan bagi seluruh jajaran pelaksana SJH.
Untuk itu perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dalam periode
waktu tertentu. Pelatihan harus melibatkan semua personal yang pekerjaannya
mungkin mempengaruhi status kehalalan produk. Pekerjaan yang mungkin
mempengaruhi status kehalalan produk harus diserahkan kepada personal yang
kompeten sesuai dengan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman (dalam hal ini di
bidang pekerjaan dan hukum Islam).
10. Komunikasi Internal dan Eksternal
Perusahaan dalam melaksanakan SJH perlu melakukan komunikasi dengan
berbagai pihak yang terkait baik secara internal maupun eksternal. Untuk itu
perusahaan harus membuat dan melaksanakan prosedur untuk :
a. Melakukan komunikasi internal antara berbagai tingkatan dan fungsi organisasi.
b. Menerima, mendokumentasi, dan menanggapi komunikasi dari pihak luar
termasuk dengan LPPOM MUI.
11. Audit Internal
Pemantauan dan evaluasi SJH pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk audit
internal.
1) Tujuan Audit Internal
a. Menentukan kesesuaian SJH perusahaan dengan standar yang telah ditetapkan
oleh LP POM MUI.
b. Menentukan kesesuaian pelaksanaan SJH perusahaan dengan perencanaannya.
c. Mendeteksi penyimpangan yang terjadi serta menentukan tindakan perbaikan
dan pencegahan.
d. Memastikan bahwa permasalahan yang ditemukan pada audit sebelumnya
telah diperbaiki sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan.
e. Menyediakan informasi tentang pelaksanaan SJH kepada manajemen dan LP
POM MUI.
2) Ruang Lingkup Audit Internal
a. Dokumentasi SJH
Pemeriksaan kelengkapan dan kesesuaian dokumen-dokumen pendukung
kehalalan produk yang menyangkut bahan, proses maupun produk di setiap
bagian yang terkait, seperti: daftar bahan, spesifikasi, sertifikat halal, formula,
dokumen pembelian bahan, dokumen penggudangan, dan sebagainya. Hal-hal
yang diperhatikan adalah:
a) Kelengkapan dokumen SJH.
b) Kelengkapan spesifikasi bahan
c) Kelengkapan, keabsahan dan masa berlaku sertifikat halal bahan
d) Kecocokan formula dengan daftar bahan halal
e) Kecocokan dokumen pembelian bahan dengan daftar bahan halal
f) Kelengkapan dan kecocokan dokumen produksi dengan daftar bahan dan
formula halal
g) Kelengkapan dan kecocokan dokumen penggudangan dengan daftar
bahan dan daftar produk halal
h) Uji mampu telusur (traceability) sistem
b. Pelaksanaan SJH
Audit pelaksanaan SJH di perusahaan mencakup:
a) Organisasi Manajemen Halal
b) Kelengkapan Dokumen Acuan Teknis Pelaksanaan SJH
c) Implementasi dokumen
d) Pelaksanaan sosialisasi SJH
e) Pelatihan
f) Komunikasi internal dan eksternal dalam Pelaksanaan SJH
g) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan SJH
h) Pelaporan internal dan eksternal Pelaksanaan SJH
i) Pengambilan bukti berupa form-form atau hal-hal lain tentang pelaksanaan
SJH di perusahaan jika dianggap perlu

Obyek dari audit adalah bukti-bukti pelaksanaan sistem pada setiap bagian
yang terkait mulai dari sistem pembelian bahan, penerimaan bahan,
penyimpanan bahan, pengembangan produk baru, perubahan bahan,
perubahan vendor/supplier, komunikasi internal dan eksternal, perencanaan
produksi, proses produksi, penyimpanan produk jadi, dan transportasi.

3) Pelaksanaan Audit Internal


a. Waktu Pelaksanaan
Audit Halal Internal dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali setiap
enam bulan atau pada saat terjadi perubahan-perubahan yang mungkin
mempengaruhi status kehalalan produk seperti: perubahan manajemen,
kebijakan, formulasi, bahan, proses maupun keluhan dari konsumen
b. Metode Pelaksanaan
Audit halal internal dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan audit
sistem yang lain, tetapi formulir audit halal internal dan pelaporannya harus
dibuat terpisah dari audit sistem yang lain. Audit dilakukan dengan metode:
a) Wawancara
b) Pengujian dokumen
c) Observasi lapang dan fisik
c. Pelaksana (Auditor)
Audit Halal Internal dilakukan oleh Tim Auditor Halal Internal.
Pelaksana audit internal dilakukan oleh AHI dari departemen yang berbeda
(cross audit).
d. Pihak yang Diaudit (Auditee)
Pihak auditee adalah seluruh bagian yang terkait dalam proses produksi
halal seperti:
a) Bagian pembelian (purchasing/PPIC)
b) Bagian pengawasan mutu (QA/QC)
c) Bagian produksi
d) Bagian riset dan pengembangan (R & D)
e) Bagian penggudangan
f) Bagian transportasi
g) Bagian Pengembangan SDM
12. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan atas pelaksanaan SJH dilakukan jika pada saat dilakukan
audit halal internal ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaannya. Tindakan perbaikan
harus dilakukan sesegera mungkin, jika temuan yang didapatkan berdampak langsung
terhadap status kehalalan produk. Semua bentuk tindakan perbaikan dilakukan oleh
perusahaan dengan dibuatkan berita acara serta laporannya dan terdokumentasikan
dengan baik.
13. Kaji Ulang Manajemen (Management Review)
Kaji ulang manajemen atas SJH secara menyeluruh harus dilakukan dalam kurun
waktu tertentu misalnya minimal 1 tahun sekali. Kaji ulang dilakukan karena
berbagai hal, antara lain:
a. Perubahan sistem manajemen perusahaan yang mempengaruhi peran SJH secara
menyeluruh atau sebagian, misalnya perubahan peranan auditor halal internal.
b. Ketidaksesuaian yang sering ditemukan dalam pelaksanaan SJH.
Kaji ulang manajemen dilakukan dengan melibatkan seluruh bagian yang terlibat
dalam SJH termasuk manajemen puncak. Pertemuan kaji ulang dilaporkan dan
dibuatkan rekamannya.

C. Kriteria Sistem Jaminan Halal


HAS 23000 merupakan persyaratan sertifikasi halal yang ditetapkan oleh LPPOM
MUI guna sertifikasi halal suatu produk. Persyaratan tersebut berisi kriteria Sistem
Jaminan Halal (SJH) dan persyaratan lain, seperti kebijakan dan prosedur sertifikasi
halal. Terdapat 11 kriteria SJH yang dicakup dalam HAS 23000. Seluruh kriteria
tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal untuk
produknya. Berikut ini adalah 11 kriteria SJH:
1. Kebijakan halal
Kebijakan halal adalah komitmen tertulis untuk menghasilkan produk halal
secara konsisten. Kebijakan halal harus ditetapkan dan didiseminasikan kepada
pihak yang berkepentingan.
2. Tim manajemen halal
Tim manajemen halal adalah sekelompok orang yang bertanggung jawab
terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal
di perusahaan. Manajemen puncak harus menetapkan tim manajemen halal dengan
disertai bukti tertulis. Tanggung jawab tim manajemen halal harus diuraikan
dengan jelas. Manajemen puncak harus menyediakan sumber daya yang diperlukan
oleh tim manajemen halal.

3. Pelatihan
Pelatihan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) untuk mencapai tingkat kompetensi yang
diinginkan. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.
Pelatihan harus diberikan oleh personel yang memiliki kompetensi dalam
merencanakan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal sesuai
dengan persyaratan sertifikasi halal. Pelatihan harus dilaksanakan setidaknya
setahun sekali. Hasil pelatihan internal harus dievaluasi untuk memastikan
kompetensi peserta pelatihan.
4. Bahan
Bahan ini mencakup:
a. Bahan baku (raw material), yaitu bahan utama untuk menghasilkan produk
b. Bahan tambahan (additive), yaitu bahan tambahan untuk meningkatkan sifat
produk
c. Bahan penolong (processing aid), yaitu bahan yang digunakan untuk
membantu produksi tetapi tidak menjadi bagian dari komposisi produk
(ingredient)
d. Kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk
e. Pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan mungkin kontak langsung
dengan bahan dan produk
f. Sanitizer dan bahan pembersih untuk sanitasi fasilitas/peralatan yang
menangani bahan dan produk
g. Media validasi hasil pencucian yang kontak langsung dengan produk
h. Bahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan tidak kritis dan bahan
kritis. Bahan tidak kritis adalah bahan yang dicakup dalam Daftar Bahan
Positif Halal. Daftar tersebut dapat diunduh di sini. Bahan kritis merupakan
bahan di luar daftar bahan tersebut. Bahan kritis harus dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang cukup.
5. Fasilitas produksi
Fasilitas produksi mencakup bangunan, ruangan, mesin dan peralatan utama
serta peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk.
1) Industri Olahan Pangan, Obat-obatan, Kosmetika
a. Semua pabrik, baik milik sendiri dan disewa dari pihak lain, untuk
menghasilkan produk yang didaftarkan dan dipasarkan di Indonesia harus
didaftarkan.
b. Produksi halal dapat dilakukan di halal dedicated facility atau sharing
facility.
c. Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) yang digunakan untuk
menyimpan bahan dari bagian tubuh hewan sembelihan dan produk
olahannya, harus halal dedicated.
d. Fasilitas selain yang disebutkan pada point c) di atas dapat bersifat sharing
facility. Jika produksi halal dilakukan di sharing facility, maka semua
fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat
bebas bahan babi dan turunannya (pork/porcine free).
e. Untuk sharing facility pada point d) di atas, perusahaan perlu menjamin
fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi
produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi apabila
terdapat bahan turunan hewan (selain babi) untuk produk yang tidak
disertifikasi.
2) Restoran/Katering/Dapur
a. Semua dapur, gudang dan outlet yang digunakan untuk menghasilkan
produk, baik milik sendiri atau disewa dari pihak lain, harus didaftarkan.
b. Fasilitas berikut harus bersifat halal dedicated facility:
- Outlet restoran.
- Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) di dapur atau di
gudang di luar outlet yang digunakan untuk menyimpan daging atau produk
olahannya.
c. Fasilitas selain yang disebutkan pada point b) di atas dapat bersifat sharing
facility. Jika digunakan sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak
langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas babi (pork free).
3) Rumah Potong Hewan (RPH)
a. Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak
bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal – halal dedicated
facility).
b. Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu
RPH tidak berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan
dengan site RPH babi, dan berjarak minimal radius 5 km dari peternakan
babi, serta tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan
RPH/peternakan babi.
c. Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit
Penanganan Daging), maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH
halal.
d. Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam;
(ii) Bukan berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang; (iii) Ukuran
disesuaikan dengan leher hewan yang akan dipotong; dan (iv) Tidak diasah
di depan hewan yang akan disembelih. Untuk alat penyembelih mekanis,
harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
6. Produk
Produk yang didaftarkan dapat berupa produk retail, non retail, produk akhir
atau produk antara (intermediet). Panduan penamaan produk dapat dilihat di sini.
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau
rasa yang mengarah kepada produk haram. Bentuk produk tidak menggunakan
bentuk produk, bentuk kemasan atau label yang menggambarkan sifat erotis,
vulgar atau porno. Khusus untuk produk retail, jika suatu produk dengan
merk/brand tertentu didaftarkan, maka semua varian atau produk lain dengan
merk/brand yang sama yang dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.
7. Prosedur tertulis aktivitas kritis
Aktivitas kritis adalah aktivitas yang dapat mempengaruhi status kehalalan
produk. Secara umum, aktivitas kritis mencakup:
a. Penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi,
b. Formulasi dan pengembangan produk,
c. Pemeriksaan bahan datang,
d. Produksi,
e. Pencucian fasilitas produksi,
f. Penyimpanan bahan dan produk,
g. Transportasi bahan dan produk.
Ruang lingkup aktivitas kritis dapat bervariasi sesuai dengan proses bisnis
perusahaan. Prosedur tertulis dapat berupa SOP (Standard Operating Procedure),
instruksi kerja atau bentuk panduan kerja yang lain. Prosedur tertulis ini dapat
digabungkan dengan dengan prosedur sistem lain yang diterapkan perusahaan.
8. Kemampuan telusur
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis yang menjamin
ketertelusuran produk yang disertifikasi yang menjamin produk tersebut dapat
ditelusuri berasal dari bahan yang disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di
fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas.
9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis menangani produk yang
tidak memenuhi kriteria yang menjamin produk yang tidak memenuhi kriteria
tidak diproses ulang atau di-downgrade dan harus dimusnahkan atau tidak dijual
ke konsumen yang membutuhkan produk halal. Jika produk sudah terlanjur dijual,
maka produk harus ditarik.
10. Audit internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan
SJH. Audit internal harus dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun. Jika
ditemukan kelemahan (tidak terpenuhinya kriteria) dalam audit internal, maka
perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebabnya dan melakukan perbaikan.
Perbaikan harus dilakukan dengan target waktu yang jelas dan harus mampu
menyelesaikan kelemahan serta mencegah terulangnya di masa yang akan datang.
11. Kaji ulang manajemen
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis kaji ulang manajemen. Kaji
ulang manajemen harus dilakukan setidaknya sekali dalam setahun.

D. Kebijakan Halal Itu Penting


Kegiatan perekonomian tentunya tidak terlepas dari perkembangan dan kemajuan
suatu produk. Sebagai seorang muslim yang tinggal di negara mayoritas muslim tentunya
perlu memperhatikan kehalalan suatu produk, dengan berkembangnya teknologi dapat
mendorong terciptanya produk-produk baru, yang membuat kita harus lebih selektif lagi
dalam memilih produk halal yang sesuai dengan syariat Islam.
Tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 168
Mِ‫ت‬M‫ ا‬M‫ َو‬MMMMُ‫ ط‬M‫ ُخ‬M‫ا‬M‫ و‬MMMُM‫ ع‬Mِ‫ب‬Mَّ‫ ت‬Mَ‫ اَل ت‬M‫و‬Mَ M‫ ا‬MMMًM‫ ب‬Mِّ‫ ي‬M‫ط‬ ِ M‫ر‬Mْ ‫َأْل‬M‫ ا‬M‫ ي‬Mِ‫ ف‬M‫ ا‬M‫ َّم‬M‫ ِم‬M‫ا‬M‫و‬MMMMُ‫ ل‬M‫ ُك‬M‫س‬
َ ‫ اَل اًل‬M‫ح‬Mَ M‫ض‬ Mُ M‫ا‬Mَّ‫ن‬M‫ل‬M‫ ا‬M‫ ا‬MMMMَ‫ ه‬M‫ َأ ُّي‬M‫ ا‬MMMMَ‫ي‬
M‫ ٌن‬M‫ ي‬Mِ‫ ب‬M‫ ُم‬M‫ ٌّو‬M‫ ُد‬M‫ َع‬M‫ ْم‬M‫ ُك‬Mَ‫ ل‬Mُ‫ه‬Mَّ‫ ِإ ن‬Mۚ M‫ ِن‬M‫ ا‬Mَ‫ ط‬M‫ ْي‬M‫ َّش‬M‫ل‬M‫ا‬
Artinya “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat
di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu.”  
Bahwa halal itu penting, di Indonesia yang menjadi patokan kehalalan suatu produk
adalah sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggaraan Jaminan
Produk Halal).
Sertifikat halal akan dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan hasil audit dan fatwa MUI
yang secara tertulis menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.
Pemberian sertifikat halal pada pangan, obat-obatan dan kosmetika untuk melindungi
konsumen muslim terhadap produk yang tidak halal. Pencantuman label halal ini penting
tidak hanya untuk konsumen, tapi juga untuk para produsen. Label halal ini gunanya
memberikan rasa aman bagi para konsumen. Juga, sebagai jaminan untuk mereka kalau
produk yang mereka konsumsi tersebut aman dari unsur yang tidak halal dan diproduksi
dengan cara halal dan beretika. Untuk produsen, label halal ini berfungsi dalam
membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk-produk mereka.
Produk yang bersetifikat halal juga jadi memiliki daya saing yang lebih tinggi dibanding
produk yang tidak mencantumkan label halal di produknya. Adanya sertifikasi halal
dalam suatu produk  membuat ketenangan bagi produsen dan kepastian bagi konsumen.
Jadi, dua-duanya diuntungkan.
Para pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikasi halal untuk produknya,
sebaiknya segera mencantumkan label halal tersebut. Label halal harus ditempatkan
dibagian yang mudah terlihat. Jika pelaku usaha tidak mencantumkannya maka akibat
terbersarnya adalah mendapat sanksi berupa pencabutan sertifikat halalnya. Logo
sertifikat halal memberikan kepastian hukum kepada konsumen muslim bahwa produk
tersebut halal sesuai syariat Islam.

E. Tanggungjawab Tim Manajemen Halal


Tim Manajemen Halal adalah sekelompok karyawan yang bertanggung jawab atas
perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan Sistem Jaminan Halal di perusahaan.
Tim Manajemen halal merupakan kriteria (persyaratan) kedua dalam sistem jaminan
halal. Sehingga prosedur tentang tim manajemen halal harus dimiliki oleh perusahaan
supaya produk perusahaan lolos dan mendapatkan sertifikat halal.
Tugas, Tanggungjawab, dan Wewenang Tim Manajemen Halal secara umum adalah
sebagai berikut :
a. Menyusun, mengelola, dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal.
b. Melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan
perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan
bahan yang diterima, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MPU provinsi.
c. Menyusun dan melaksanakan prosedur tertulis dalam aktivitas kritis untuk
memproduksi produk halal secara konsisten.
d. Membuat laporan Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal kepada Manajemen Puncak
dan LPPOM MPU provinsi setiap 6 bulan sekali.
e. Melakukan Komunikasi ke LPPOM MPU provinsi .

Anda mungkin juga menyukai