PENDAHULUAN
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang
terletak di Indonesia Timur. Provinsi ini terdiri atas beberapa pulau, antara lain
Pulau Flores, Sumba, Timor, Adonara, Lembata, Alor, Sabu, dan Rote (Hartono,
2010: 9). Pulau Rote dan Ndao merupakan gugusan pulau yang terletak di bagian
selatan Indonesia. Saat ini kedua pulau itu menjadi satu wilayah administrasi
kabupaten baru di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diberi nama
Kabupaten Rote Ndao. Pusat kegiatan pemerintah kabupaten Rote Ndao adalah
Rote Barat Daya, Kecamatan Ndao Nuse, Kecamatan Rote Tengah, Kecamatan
Rote Timur, Kecamatan Rote Barat Laut, Kecamatan Rote Selatan, Kecamatan
keadaan alamnya. Mata pencaharian yang dimaksud adalah bertani sawah dan
ladang, kerjinan tenun ikat, menganyam topi, menyadap lontar, dan nelayan bagi
menjadi objek penelitian ini. Tenun ikat merupakan salah satu mata pencaharian
1
karena hasil kerajinan tenun ikat berupa sarung, selimut, dan selendang dapat
dijual untuk mendatangkan uang demi kebutuhan keluarga. sarung dan selimut
Hasil tenun ikat tersebut memiliki fungsi dan makna yang sangat penting
bagi masyarakat Ba’a kampung Ndao. Fungsi tenun ikat masyarakat Ba’a
kampung Ndao adalah (1) sebagai sarana adat, (2) fungsi ekonomis, dan (3) fungsi
sosial. Di samping itu, tenun ikat itu memiliki makna bagi masyarakat Ba’a
kampung Ndao, yaitu (1) makna sejarah, makna budaya, (2) makna soial, dan (3)
makna ekonomis.
perempuan. Menurut salah seorang penenun, ibu Ako Mbate bahwa cara kerja
perajin tenun ikat masih mengikuti pola yang diwariskan oleh leluhur.
Peralatannya masih bersifat tradisional, yakni dibuat dari bahan baku lokal dan
cara kerja secara manual. Namun, pada saat ini bahan baku lainnya seperti benang
dan zat pewarna bersifat modern, yakni dibuat dengat dengan cara modern seperti
benang dan wantex (zat pewarna) yang telah tersedia di toko. Bentuk dan proses
pebuatan masih mengikuti pola yang diwariskan leluhur dan motifnya pun masih
tenun ikat berasal dari Pulau Ndao. Perempuan Ndao memiliki keterampilan
Pulau Ndao.
2
Tenun ikat masyarakat Ba’a memiliki keunikan atau ciri khas. Pertama,
warna tenun ikat Ba’a adalah kombinasi beberapa warna, yakni warna hitam,
putih, kuning, dan merah. Warna-warna itu memiliki arti khusus bagi masyarakat
hidup hidup, dan kerja keras. Warna hitam artinya kesabaran, kerendahan hati,
dan setia. Warna putih artinya dalam usaha atau kerja harus dengan niat dan
pikiran yang bersih, ikhlas, dan suci. Dan warna kuning artinya segala usaha atau
kerja untuk kelangsungan hidup dengan tekun, sabar, setia serta dengan niat dan
pikiran yang bersih pasti dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Di samping
itu, motif yang dikenakan pada tenun ikat masyarakat Ba’a sangat berhubungan
keunikan, yaitu pemberian warna dan motif yang berkaitan dengan sejarah pulau
Rote pada zaman dahulu, kepercayaan, dan falsafah hidup suku Rote. Hal ini
3
1. Bagaimanakah bentuk dan proses pembuatan tenun ikat masyarakat Ba’a?
Ba’a?
permasalahan tersebut di atas. Hal itu dapat dipaparkan secara rinci berikut ini.
Ba’a.
Kabupaten Rote Ndao-NTT” memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis. Kedua manfaat penelitian ini dapat dijelaskan secara rinci berikut
ini.
1. Manfaat Teoretis
antropologi budaya, khususnya teori tenun ikat. Selain itu, studi ini
4
sebagai wujud kebudayaan masyarakat. Di samping itu, penelitian Tenun
2. Manfaat Praktis
pelestarian budaya lokal, teristimewa budaya Tenun Ikat. Selain itu, hasil
5
1.4 Kerangka Teori dan Konsep
Tenun ikat tradisional merupakan salah satu praktek budaya. Oleh karena
itu penelitian tenun ikat masyarakat Ba’a Kampung Ndao dipandu oleh kerangka
adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis,
kesenian tidak hanya dimaknai sebagai tari-tarian, tetapi juga dimaknai sebagai
seni pembuatan tekstil, yang meliputi seni batik, seni kerajinan tenun ikat
pandangan tersebut, maka kerajinan tenun ikat memiliki seperangkat fungsi, yaitu
untuk merangsang rasa indah, memenuhi kebutuhan hidup manusia yang lain
seperti kebutuhan akan pakaian, dan untuk kepentingan adat. Pernyataan teoretis
tersebut di atas dijabarkan menjadi tiga teori, yaitu teori fungsi, teori simbol, dan
teori makna untuk menganalisis permasalahan penelitian ini. Ketiga teori tersebut
Pertama adalah teori fungsi. Teori ini berasumsi bahwa tenun ikat
tradisional memiliki bentuk, yakni berupa kain sarung, kain selimut, dan kain
pembungkus badan, sebagai sarana belis dalam perkawinan, dan dipakai pada
6
saat upacara adat. Sealain itu, hasil tenun ikat dapat dipergunakan sebagai sarana
bisnis.
Kedua adalah teori simbol yang digunakan sebagai acuan teoretis untuk
masyarakat Ba’a Kampung Ndao. Dikatakan demikian karena tradisi tenun ikat
tradisional itu merupakan wujud budaya atau gagasan dan tindakan sosial
maka untuk menjelaskan masalah makna motif tradisi tenun ikat tradisional pada
hidupnya karena itu tenun ikat merupakan sistem simbol. Tenun ikat termasuk
salah satu komponen dalam sistem itu. Hasil tenun ikat, seperti sarung, selimut,
dan selendang memiliki motif, kombinasi warna yang berbeda membuat hasil
kerajinan tenun ikat itu terlihat indah. Karena itulah tenun ikat dikelompokkan
kebudayaan, karena setiap hal yang dilihat dan dialami oleh manusia (etnik Ba’a)
manusia. Bertolak dari kerangka pikir tersebut, teori simbol dijadikan acuan untuk
7
tradsional pada masyarakat Ba’a serta makna motif yang diaplikasikan dalam
tenun ikat tradisinal yang dalam bahasa Rote disebut lave rambik.
leluhur yang memiliki fungsi, makna, dan nilai. Makna dan nilai tradsional yang
Ketiga adalah teori makna. Teori ini berasumsi bahwa bentuk tenun ikat,
seperti selendang, sarung, dan selimut memiliki makna dan nilai yang bermanfaat
(Geertz, 1992:34).
Jadi, Teori kebudayaan mencakup tiga teori, yaitu teori fungsi, teori
simbol, dan teori makna Dijelaskan bahwa teori simbol diterapkan untuk
menjelaskan permasalah tentang bentuk tenun ikat masyarakat Ba’a, teori makna
digunakan menjelaskan masalah makna tenun ikat, dan teori fungsi diterapkan
1.4.2 Konsep
Konsep yang dijelaskan pada bagian ini berkaitan dengan tenun ikat
8
1. Tenun Ikat
suku tersebut yang tersusun apik dan sistematis, yang menjadi pola
tujuan hidup yang sama. Visi, misi, dan tujuan hidup bersama masyarakat
itu dikemas dalam norma atau hukum yang harus ditaati bersama. Norma
empat ciri yaitu (1) interaksi antarwarga; (2) adat istiadat, norma-norma,
hukum serta aturan-aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga;
(3) kontinuitas dalam waktu; dan (4) rasa identitas yang yang mengikat
semua warga.
9
Berdasarkan penjelasan di atas, maka masyarakat merupakan kesatuan
hidup yang saling berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat atau tradisi yang
diturunkan dari para leluhur yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh
Masyarakat Ba’a atau etnik Kampung Ndao merupakan salah satu sub
yang memiliki visi, misi, dan tujuan hidup yang sama. Untuk mencapai tujuan
hidup yang sama itu, mereka mematuhi aturan, norma, dan hukum yang diwarisi
leluhurnya.
Dikatakan bahwa tenun ikat merupakan warisan leluhur masyarakat Ba’a yang
terwujud dalam perilaku tradisi tenun ikat. Warisan leluhur ini dijadikan sebagai
taraf hidup baik dalam skala makro kehidupan maupun skala mikro (untuk
dengan peralatan yang sangat sederhana dan tenun ikat itu merupakan sistem mata
pencaharian masyarakat. Tenun ikat memiliki bentuk, fungsi, dan makna. Bentuk
tenun ikat masyarakat berupa kain sarung, selendang, selimut. Sedangkan fungsi
10
tenun ikat meliputi fungsi adat, fungsi ekonomis, dan fungsi simbol indentitas
masyarakat Ba’a. Makna yang terkandung di dalam tenun ikat adalah makna
Bagan 1
Model Penilitian
Temuan-Temuan
Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote Ndao Nusa Tenggara Timur. Adapun alasan
kegiatan tenun ikat; (2) aksebilitas ke lokasi penelitian ini cukup baik sehingga
peneliti dapat melakukan penelitian secara efektif dan efisien sesuai dengan
ketersedian waktu dan alokasi dana penelitia. Penelitian ini dimulai dari bulan
11
1.6.2 Jenis dan Sumber Data
Data penelitian ini meliputi dua jenis, yakni data kualitatif dan data
seperti handicamp dan camera. Data kualitaif itu disebut juga data primer. Selain
itu, data kualitatif diperoleh melalui observasi. Pada saat kegiatan berlangsung
peneliti mencatat hal-hal yang diamati. Data kuantitatif dapat diperoleh melalui
buku-buku, artikel dari internet tentang jumlah penduduk masyarakat Rote Ndao.
Data kuantitatif ini kerap disebut data sekunder. Namun data kualitatif yang
bahan-bahan apa yang digunakan, dan motif dan warna yang dipakai dalam tenun
ikat, serta siapa yang melakukan tradisi tenun ikat itu. Teknik yang digunakan
Observasi partisipasi pun diterapkan melalui dua strategi, yakni (1) passive
participation, peniliti tidak ikut campur dalam tradisi tenun ikat (tidak
12
complete participation, peneliti secara aktif berinteraksi dengan pelibat lain di
berbagai informasi yang berhubungan dengan tradisi tenun ikat yang tidak sempat
berapa lama tenun ikat dikerjakan sampai menjadi sebuah sarung,selimut dan
selendang tradisional yang kerap disebut hasil tenun ikat asli suku Rote atau etnik
data mengenai saat atau waktu, pelibat, dan fungsi, di samping pemahaman
mereka terhadap makna tradisi tenun ikat sebagai acuan hidup. Wawancara juga
digunakan untuk mendata hal-hal yang tidak didata melalui pengamatan, atau pun
sesuai dengan aslinya (dalam bahasa Rote) disertai padanannya dalam bahasa
Indonesia. Hal lain yang diperlukan untuk pendataan ialah pemotretan yang
dilakukan pada saat ibu-ibu mengerjakan tenun ikat. Hal ini diperlukan untuk
melengkapi penjelasan mengenai fungsi dan makna tradisi tenun ikat pada aspek
sosial budaya.
13
Di samping metode yang telah dikemukakan terdahulu, perlu dilakukan
metode kepustakaan. Metode ini berkaitan dengan data sekunder. Informasi yang
lapangan masih kurang lengkap. Data kepustakaan itu dapat diperoleh dari buku,
tenun ikat dan informasi itu digunakan sebagai bahan pembanding teori dalam
juga menegaskan bahwa berbagai gejala sosial budaya kelompok masyarakat yang
dikaji tidak tampak secara artifisial, tetapi alamiah dan memiliki makna
14
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pernyataan yang mendekati kondisi
masyarakat dan budaya tersebut. Dengan kata lain, analisis kualitatif diharapkan
Dalam kaitan dengan analisis data tenun ikat pada etnik masyarakat Ba’a untuk
Tenun Ikat etnik masyarakat B’a itu dipandang sebagai simbol yang dimaknai
berdasarkan konteks budaya Rote Ndao, khususnya masyarakat Ba’a Kampung Ndao.
Tenun ikat adalah salah satu mata pencaharian masyarakat Ba’a khsusnya
datanya berupa data kuantitatif dan kualitatif. Numun penelitian ini memiliki
sebagian besar data kualitatif. Karena itu penerapan metode informal digunakan
untuk menyajikan hasil analsis data. Cara ini berfokus pada penjelasan ketiga
seperti masalah proses pembuatan dan bentuk tenun ikat masyarakat Ba’a
Kampung Ndao. Hal ini dijelaskan secara rinci mulai dari bahan untuk pembuatan
benang, peralatan yang digunakan dalam tenun ikat, proses menenun, pewarnaan,
dan pembuatan motif. Selanjutnya dijelaskan pula secara kualitatif fungsi dan
makna tenun ikat sebagai wujud kebudayaan masyarakat tersebut, dan diambil
simpulan sementara.
15