Anda di halaman 1dari 8

Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana

REKONSTRUKSI PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN TINDAK PIDANA

Adil Lugianto
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang
Jalan Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang
email: adil.lugianto@yahoo.com

Abstract
Victims as the suffred person because of crime, should receive the protection of their rights. Indonesian positive
law (Penal Code and Criminal Procedure Code) was originally regulated only compensation to victims. Then,
victims’ rights later evolved to become more widespread in Law No. 13 of 2006 on the protection of witnesses
and victims. However, the protection of victims’ rights is not integrated to the criminal justice system. Therefore,
the reconstruction of the protection of rights of victims was taken so that all victims can obtain the widest possible
access to their rights.

Keywords: Victims’ Rights and Laws Protection

Abstrak
Korban sebagai pihak yang menderita akibat suatu tindak pidana, perlu mendapat perlindungan hukum terhadap
hak-haknya. Hukum positif Indonesia (KUHP dan KUHAP) pada awalnya hanya memberikan hak ganti rugi
terhadap korban. Hak-hak korban kemudian berkembang menjadi lebih luas dalam undang-undang nomor 13
tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Namun, perlindungan hak-hak korban dalam undang-undang
tersebut tidak terintegrasi dalam jaringan sistem peradilan pidana. Rekonstruksi perlindungan hak-hak korban
dilakukan supaya semua korban dapat memperoleh akses seluas-luasnya atas hak-haknya

Kata kunci: Hak-hak Korban dan Perlindungan Hukum

A. Pendahuluan dalam persidangan. Kedudukan korban bukan


Tindak pidana merupakan perbuatan sebagai pihak dalam perkara pidana mengakibatkan
melawan hukum yang menurut peraturan perundang- ia tidak mendapat perlindungan memadai terhadap
undangan dapat dipidana1. Tindak pidana melanggar hak-haknya.
hak individu dan mengancam kepentingan dan Pengaturan hak-hak korban secata
masyarakat. Oleh karena itu, penyelesaian perkara sederhana diatur KUHP dan KUHAP terbatas pada
pidana masuk dalam ranah penegakan hukum publik, hak atas ganti kerugian. Perkembangan hak-hak
dimana negara mewakili induvidu dan masyarakat korban ditemukan dalam Undang-Undang
berwenang untuk menuntut pelaku tindak pidana. Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu ruang lingkup
Korban hanya berkedudukan sebagai saksi hak-hak korban menjadi lebih luas dan dapat
(saksi korban) yang memberikan keterangan tentang diberikan dalam setiap tahapan peradilan pidana,
apa yang telah dialami berhubungan tindak pidana mulai dari tingkat penyelidikan. Namun kelemahan
yang dilakukan pelaku tindak pidana untuk membuat dalam pengaturan hak-hak korban mengakibatkan
terang suatu tindak pidana. Keterangan saksi (saksi korban tidak memperoleh perlindungan maksimal
korban) tersebut merupakan salah satu alat bukti terhadap hak-haknya.
1
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang, FH UNDIP, hlm 38.
Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana
Rekonstruksi perlindungan hak-hak korban Dalam resolusi Musyawarah Umum-
perlu dilakukan sebagai upaya memberikan Perserikatan Bangsa Bangsa (MU PBB) No 40/34
perlindungan maksimal dan membuka akses seluas- dinyatakan bahwa victims means person who,
luasnya bagi korban untuk memperjuangkan kembali individually or collectively, have suffered harm,
haknya yang telah dicederai akibat suatu tindak including physical or mental injury, emotional suffering,
pidana. economic loss or substantial impairment of their
fundamental rights, through acts or omissions that are
B. Pembahasan in violation of criminals laws operative within members
1. Pengertian dan Kedudukan Korban Tindak state, including those laws proscribing criminal abuse
Pidana of power. Pengertian korban menurut resolusi PBB
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem ini tidak hanya perorangan, tetapi juga kelompok
kepercayaan yang melembaga ( system of orang termasuk masyarkat dan negara. Pengertian
institutionalized trust). Kepercayaan ini terpadu kerugian (harm) menurut resolusi tersebut, meliputi
melalui norma-norma yang diekspresikan dalam kerugian fisik maupun mental, penderitaan emosional,
struktur organisasional seperti polisi, jaksa, kerugian ekonomi atau perusakan substansial dari
pengadilan dan sebagainya. Bagi korban kejahatan hak-hak korban.
dengan terjadinya kejahatan pada dirinya akan Menurut Zvonimir Paul Separovic victims are
menghancurkan sistem kepercayaan tersebut dan those person whose are threatened, injured, or
pengaturan hukum pidana dan lain-lain berfungsi destroyed by an act or commission by another (man,
mengembalikan kepercayaan tersebut.2 structure, organization, or institution) and
Pertimbangan perlunya perhatian terhadap consequently, a victim would by a punishable act (not
korban kejahatan didasarkan pada landasan teori only criminal act but also other punishable act as
bahwa negara harus menjaga warga negaranya misdemeanours, economic offences, non fulfillment
dalam memenuhi kebutuhannya atau apabila warga of work duties or form an accident (accident at work,
negaranya mengalami kesukaran dan negara boleh at home, traffic accident etc) suffering may be caused
dikatakan memang memonopoli seluruh reaksi by another man (man made victim) or other structure
terhadap kejahatan dan melarang tindakan-tindakan where people are also involved. 6 Berdasarkan
yang bersifat pribadi, oleh karena itu apabila terjadi pengertian tersebut diatas korban adalah orang yang
kejahatan yang menimbulkan korban maka negara mengalami penderitaan karena tindakan orang lain,
juga harus bertanggungjawab untuk memperhatikan baik itu manusia, struktur, organisasi dan institusi baik
kebutuhan para korban itu.3 diakibatkan oleh suatu kejahatan, pelanggaran
Secara harfiah korban merupakan kewajiban maupun kecelakaan/musibah.
terjemahan dari victim, yang berasal dari victimology, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
yang dalam bahasa Inggris disebut victim. Secara tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK)
harfiah arti korban adalah: 1. Pemberian untuk dalam pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa korban
menyatakan kebaktian, kesetiaan; 2. Orang yang adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik,
menderita akibat suatu kejadian, perbuatan jahat dan mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan
sebagainya.4 Victim is a person harmed by a crime, oleh suatu tindak pidana. UU PSK membatasi bahwa
tort, or other wrong.5 Korban adalah orang yang korban adalah orang (perseorangan) dan korban
menderita karena kejahatan, perbuatan melawan yang dimaksud adalah korban dari tindak pidana.
hukum dan kesalahan lainnya. Pengertian korban dalam makalah ini mengacu pada
2
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, BP UNDIP, hlm 66.
3
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1997, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hlm 83.
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993, Cetakan keempat, Jakarta, Balai Pustaka, hlm 461.
5
Bryan A Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, hlm 598.
6
Zvonimir Paul Separovic, 1985, Victimology, Studies of Victims, Zegreb, hlm 8.

554
Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana
UU PSK mengingat korban yang dimaksud adalah 2. Hak-Hak Korban Tindak Pidana
korban dalam penyelesaian perkara pidana. Pengaturan hak-hak korban dapat ditemukan
Kedudukan korban hanya menjadi sebagai dalam beberapa undang-undang yaitu KUHP, KUHAP
suatu unsur saja dari ketertiban hukum. Maka suatu dan UU PSK. Hak korban dalam KUHP ditemukan
tindak pidana bukanlah suatu perbuatan yang dalam Pasal 14 C dalam hal hakim akan menjatuhkan
merugikan orang yang mempunyai darah, daging dan pidana bersyarat, ditentukan adanya syarat umum
perasaan akan tetapi suatu perbuatan yang melawan dan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh terpidana
hukum, bertentangan dengan suatu yang abstrak selama dalam masa percobaan. Syarat khusus
yang dinamakan ketertiban hukum (inbreuk op de tersebut berupa terpidana dalam waktu tertentu, yang
rechtsorde). Dengan pertumbuhan yang demikian ini lebih pendek dari masa percobaannya, harus
maka orang yang dirugikan tidak mempunyai arti ; ia mengganti segala atau sebagian kerugian yang
ini diabstrakkan. Dalam proses perkara pidana ia ditimbulkan perbuatannya.
seolah-olah “tidak dimanusiakan”; ia merupakan saksi Hak korban dalam KUHAP di atur dalam Pasal 98
(biasanya saksi pertama) yang hanya penting untuk ayat (1) bahwa jika perbuatan yang menjadi dasar
memberi keterangan tentang apa yang dilakukan si dakwaan dalam suatu pemeriksaan pidana oleh
pembuat guna dijadikan alat bukti tentang kesalahan pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang
si pembuat ini.7 lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang
Penyelesaian perkara pidana melalui sistem lain tersebut dapat menetapkan untuk
peradilan pidana merupakan suatu rangkaian proses menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian
yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan kepada perkara pidana.
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan Pengaturan hak-hak korban mengalami kemajuan
pemeriksaan di pengadilan dan Putusan Pengadilan.8 yang sangat besar dalam UU PSK, yaitu hak-hak
Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah korban mencakup hak keamanan diri dan keluarga,
sistem pembuktian berdasarkan undang-undang hak bantuan hukum, hak atas informasi penyelesaian
yang negatif, 9 dimana hakim dalam menjatuhkan perkara, hak bantuan biaya hidup, medis dan
putusan harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua psikososial, hak memberikan kesaksian diluar
alat bukti dan disertai keyakinan hakim. persidangan dan hak tidak sapat dituntut atas
Peranan korban dalam sistem peradilan kesaksian atau laporannya dan hak-hak korban
pidana sangat menentukan dalam hal pembuktian, tersebut dapat diberikan dalam semua tahap
mengingat korban seringkali memiliki kualitas sebagai peradilan pidana dalam lingkungan peradilan pidana.
saksi (saksi korban) di samping saksi-saksi lain Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang
sebagai alat bukti yang sah dalam pemeriksaan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
perkara pidana.10 Namun, korban tidak menjadi pihak dan Korban, ruang lingkup hak-hak korban antara lain:
yang ikut menentukan putusan peradilan pidana. a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
Perkembangan dalam UU PSK membuka keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
kesempatan bagi korban untuk mendapat Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
seperangkat hak yang lebih luas, dibandingkan yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
dengan hak-hak korban dalam KUHP dan KUHAP. b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan
Namun, korban tetap saja tidak memiliki kedudukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
dan peranan lebih dari sebagai seorang saksi dan c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;
bukan merupakan pihak dalam perkara pidana. d. Mendapat penerjemah;
7
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, hal 185.
8
CST Kansil dan Christine CST Kansil, 2004, Pembahasan Lengkap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta, Pradnya Paramita,
hlm 10.
9
Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Widya Padjajaran, hlm 41.
10
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2010, Sistem Peradilan Pidana, Semarang, BP Undip, hlm 197.

555
MMH, Jilid 43 No.4, Oktober 2014
MMH, Jilid 43 No.4, Oktober 2014
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian
f. Mendapatkan informasi mengenai per-kembangan tanpa hadir langsung di pengadilan dan dapat
kasus; memberikan kesaksiannya secara tertulis yang
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan
pengadilan; membubuhkan tanda tangannya pada berita acara
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; yang memuat tentang kesaksian tersebut. Korban
i. Mendapat identitas baru; tersebut dapat pula didengar kesaksiannya secara
j. Mendapatkan tempat kediaman baru; langsung melalui sarana elektronik dengan
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai didampingi oleh pejabat yang berwenang. Korban
dengan kebutuhan; tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana
l. Mendapat nasihat hukum; dan/atau maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan,
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sedang, atau telah diberikannya, kecuali ia
sampai batas waktu perlindungan berakhir. memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 3. Perlindungan Hak-Hak Korban Dalam
mengatur bahwa korban dalam pelanggaran hak Penyelesaian Perkara Pidana
asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak- Perlindungan bagi korban kejahatan, secara
hak tersebut diatas, juga berhak untuk mendapatkan: teoritik terdapat dua model pengaturan yaitu: (1)
a. Bantuan medis; dan model hak-hak prosedural (The procedural rights
b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial. model) dan Model Pelayanan (The Services Model).11
Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang a. Model hak-hak prosedural; korban diberi hak untuk
Pengadilan HAM juga memberi hak kepada korban memainkan peranan aktif dalam proses
pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk penyelesaian perkara pidana, seperti hak untuk
mendapatkan perlindungan fisik dan mental dari mengadakan tuntutan pidana, membantu jaksa
ancaman, gangguan, dan terror dan kekerasan dari atau hak untuk didengarkan pada setiap tingkatan
pihak manapun. Perngadilan HAM dapat memberikan pemeriksaan perkara di mana kepentingannya
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban terkait didalamnya termasuk hak untuk diminta
atau ahli warisnya. Namun, pengaturan hak-hak konsultasi sebelum diberikan pelepasan
korban ini belum dapat dilaksanakan secara efektif bersyarat, juga hak untuk mengadakan
karena peraturan pemerintah sebagai peraturan perdamaian.
pelaksana yang diperintahkan oleh undang-undang b. Model pelayanan: Standar-standar baku bagi
belum dibentuk. pembinaan korban kejahatan, yang dapat
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun digunakan oleh polisi misalnya pedoman dalam
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban rangka modifikasi kepada korban dan atau jaksa
mengatur bahwaa korban melalui LPSK berhak dalam rangka penanganan perkaranya,
mengajukan ke pengadilan berupa: pemberian kompensasi sebagai sanksi pidana
a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran yang bersifat restitutif dan dampak pernyataan-
hak asasi manusia yang berat; pernyataan korban sebelum pidana dijatuhkan.
b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang Korban dipandang sebagai sasaran khusus yang
menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. harus dilayani dalam kegiatan penegakan hukum
Korban juga memiliki hak memberikan atau penyelesaian perkara pidana.
kesaksian diluar persidangan sebagaimana diatur Perlindungan terhadap hak-hak korban untuk
dalam Pasal 9 dan hak tidak dapat dituntut atas mendapat ganti kerugian dari terpidana menurut
kesaksian atau laporannya. Korban yang merasa KUHP dapat terpenuhi apabila hakim menjatuhkan
dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, pidana bersyarat sebagaimana Pasal 14 a KUHP
11
Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang, BP Undip, hlm 178.

556
Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana
apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum
tahun atau kurungan tidak termasuk kurungan hakim menjatuhkan putusan. Pengadilan negeri akan
pengganti. Pidana bersyarat berarti bahwa hakim menimbang tentang kewenangannya untuk mengadili
memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak usah gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan
dijalani, kecuali disebabkan karena terpidana dan tentang hukuman penggantian biaya yang telah
melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut.
percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya
diatas habis atau karena terpidana selama masa berkekuatan hukum tetap apabila putusan pidananya
percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang juga mendapat kekuatan hukum tetap. Apabila
mungkin ditentukan dalam perintah itu. Kelemahan terhadap putusan perkara pidana tidak diajukan
dalam sistem ini ialah perlindungan korban hanya banding oleh penuntut umum, maka permintaan
dapat diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana banding mengenai putusan ganti rugi tidak
bersyarat, dan tidak berlaku apabila hakim diperkenankan.
menjatuhkan putusan berupa pemidanaan biasa. Gugatan ganti kerugian tersebut hanya dapat
Pidana bersyarat yang dijatuhkan hakim diajukan terhadap penggantian biaya yang telah
disertai dengan syarat umum dan dapat ditambahkan dikeluarkan oleh korban dan tidak termasuk ganti rugi
dengan syarat khusus. Syarat umum tersebut ialah imateriil. Selain itu, korban tidak dapat melakukan
bahwa terpidana tidak boleh melakukan suatu tindak upaya hukum terhadap putusan terhadap gugatan
pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan ganti kerugian tersebut, karena hak untuk
habis. Syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu mengajukan upaya hukum ada pada penuntut umum,
tertentu yang lebih pendek dari masa percobaannya bukan korban. Apabila terhadap putusan perkara
harus mengganti seluruh atau sebagaian kerugian pidana tidak diajukan banding oleh penuntut umum,
yang ditimbulkan oleh perbuatan pidananya. Syarat maka permintaan banding mengenai putusan ganti
umum tersebut wajib ditentukan oleh hakim dalam rugi tidak diperkenankan.
setiap penjatuhan pidana bersyarat, sedangkan Ruang lingkup hak-hak korban dalam UU
syarat khusus tersebut bersifat alternatif dalam arti PSK mengalami perkembangan dibandingkan
kata tidak wajib ditetapkan. dengan KUHP dan KUHAP, yakni perkembangan
KUHAP memberikan ruang kepada korban ruang lingkup hak-hak korban yang tidak lagi hanya
untuk mendapatkan hak berupa penngajuan ganti terbatas pada hak atas ganti kerugian, tetapi
kerugian terhadap kerugian yang dideritanya sebagai mencakup hak perlindungan keamanan diri dan
akibat dari suatu tindak pidana. Korban dapat keluarga, hak bantuan hukum, hak atas informasi
mengajukan gugatan ganti kerugian dan meminta penyelesaian perkara, hak bantuan biaya hidup,
hakim ketua sidang memberi penetapan untuk medis dan psikososial, hak memberikan kesaksian
menggabungkan pemeriksaan perkara ganti kerugian diluar persidangan dan hak tidak sapat dituntut atas
dengan pemeriksaan perkara pidana tersebut. kesaksian atau laporannya.
Gugatan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap Perlindungan hak-hak korban diberikan
penggantian biaya yang dikeluarkan oleh pihak yang terhadap korban tindak pidana melalui keputusan
dirugikan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal LPSK berdasarkan perjanjian perlindungan antara
98 KUHP. LPSK dan Korban. LPSK dan korban sama-sama
Permintaan untuk menggabungkan merupakan pihak yang wajib mematuhi isi perjanjian
pemeriksaan gugatan ganti rugi dengan perkara perlindungan korban tersebut. Perlindungan hak-hak
pidana tersebut hanya dapat diajukan selambat- korban tersebut diberikan dalam semua tahapan
lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan proses peradilan pidana, mulai dari tingkat
tuntutan pidana, dalam hal penuntut umum tidak hadir, penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8

557
MMH, Jilid 43 No.4, Oktober 2014
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang dalam memperjuangkan haknya, lembaga/
Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK akan pejabat perlindungan hak korban, tata cara
menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang perlindungan korban dan pelaksanaan
diperlukan khusus untuk pemberian bantuan kepada perlindungan korban.
korban pelanggaran HAM berat. b. Pembentukan mekanisme perlindungan
LPSK berkedudukan di ibukota negara dan korban yang terintegrasi dalam sistem
tidak mempunyai perwakilan di setiap daerah. Selain peradilan pidana, dimana semua badan
itu, kewenangan LPSK yang sedemikian besar penegak hukum (kepolisian, kejaksaan dan
tersebut, tidak dilengkapi dengan sarana dan pengadilan) dapat berperan aktif dan bekerja
prasarana, termasuk dukungan sumber daya sama dalam memberikan perlindungan hak
manusia yang memadai untuk memberikan korban.
perlindungan. Meskipun UU PSK memberi ruang bagi
LPSK untuk bekerjasama dengan lembaga terkait C. Simpulan
dalam memberikan perlindungan terhadap korban, Perlindungan hak-hak korban tindak pidana
tetapi kerjasama tersebut seringkali dapat terhambat dalam hukum positif Indonesia dalam KUHP dan
oleh persoalan koordinasi dan teknis pelaksanaan. KUHAP bersifat sangat sederhana dan parsial yaitu
Hal ini mengakibatkan korban tidak mendapatkan korban hanya berhak atas ganti rugi, kemudian dalam
perlindungan secara maksimal terhadap hak-haknya UU PSK hak-hak berkembang dengan sangat luas.
sebagaimana diatur undang-undang PSK. Namun, implementasi perlindungan hak-hak korban
dalam UU PSK mengalami kendala karena
4. Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban keterbatasan LPSK sendiri. Rekonstruksi
Tindak Pidana perlindungan hak-hak korban dilakukan untuk
Pengaturan hak-hak korban tindak pidana mengunifikasi atau mengharmonisasi undang-undang
dan perlindungannya dalam hukum positif Indonesia yang mengatur hak-hak korban dan membentuk satu
sebagaimana diuraikan di atas belum memberikan mekanisme perlindungan korban yang terintegrasi
akses yang cukup memadai bagi korban untuk dalam sistem peradilan pidana.
memperoleh hak-haknya. Hal ini dikarenakan
pengaturan hak-hak korban yang diatur dalam
beberapa instrumen hukum yaitu KUHP, KUHAP, dan DAFTAR PUSTAKA
UU PSK, mengatur hak-hak korban dan Anwar, Yesmil dan Adang, 2009, Sistem Peradilan
penegakkannya secara berbeda-beda. Selain itu, Pidana, Bandung: Widya Padjajaran.
belum ada satu sistem mekanisme dalam pemberian Garner, Bryan A, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight
dan perlindungan hak-hak korban. Edition, Thomson West.
Kelemahan sistem perlindungan korban Kansil, CST dan Christine CST Kansil, 2004,
tersebut menjadi dan hambatan-hambatan korban Pembahasan Lengkap Kitab Undang-
untuk mendapat perlindungan hak-haknya, menjadi Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta:
dasar pentingnya untuk melakukan rekonstruksi, yaitu Pradnya Paramita.
menata ulang atau menyusun kembali sistem Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan
perlindungan hak-hak korban. Rekonstruksi Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
perlindungan hak-hak korban dapat dilakukan dengan Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem
mengatur hal-hal sebagai berikut: Peradilan Pidana, Semarang: BP Undip.
a. Unifikasi atau harmonisasi undang-undang Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1997, Bunga Rampai
yang mengatur hak-hak korban meliputi Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
pengaturan hak-hak korban secara Moelyatno, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum
komperhensif, posisi/kedudukan korban Pidana, Jakarta: Bumi Aksara.

558
Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana
Serikat Putra Jaya, Nyoman, 2010, Sistem Peradilan
Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Separovic, Zvonimir Paul , 1985, Victimology, Studies
of Victims, Zegreb.
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Bandung: Alumni.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang: FH
UNDIP.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan keempat,
1993, Jakarta: Balai Pustaka.

559
Adil Lugianto, Rekonstruksi Perlindungan Hak-Hak Korban Pidana

560

Anda mungkin juga menyukai