Anda di halaman 1dari 8

A.

Teori gangguan jiwa

1. Pengertian gangguan jiwa

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan ketidak sesuaian antara

pikiran dan perasaan penderitanya. Gangguan jiwa sering digunakan

untuk menggambarkan psikiatrik mayor, yaitu terdapat perubahan

kognitif, peasaan dan perilaku. Orang yang mengalami gangguan jiwa

memiliki kemampuan yang terpelihara dan kesadaran yang jernih

walaupun mengalami penurunan kognitif akan tetapi kemampuan kognitif

akan berkembang seiring pengobatan (Suwarny, 2018).

Gangguan jiwa merupakan gangguan yang terjadi pada fungsi otak.

Menurut (Yosep, 2014), bahwa gangguan jiwa meruapan sesuatu hal yang

melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tesebut meliputi perubahan

struktur fungsi otak, perubahan kimia otak dan faktor genetik.

Istilah gangguan jiwa masih sering digunakan hingga saat ini,

bahkan maknanya mengalami perluasan. Gangguan jiwa adalah salah satu

penyakit dimana individu mengalami penurunan atau ketidakmampuan

berkomunikasi, efetifitas yang tidak wajar atau tumpul, halusinasi,

mengalami kerusakan akfitas sehari-hai serta gangguan kognitif. (Keliat,

2011). Reaksi psikotik yang dialami pasien gangguan jiwa adalah

pengunduran diri dari kehidupan sosial, berkurangnya efektifitas disertai

dengan tingkah laku yang negatif atau gangguan emosional (Stuart &

Sandra, 2013).

2. Etiologi gangguan jiwa

7
9

Menurut (Townsend, 2013), menyatakan bahwa penyebab

terjadinya gangguan jiwa adalah sebagai berikut :

a. Faktor genetik

Dalam hal ini ada banyak gen yang beranggung jawab terhadap

penyakit ini. Semakin dekat hubungan antara orang yang terdiagnosa

menderita gangguan jiwa dengan keluarga mereka maka semakin besar

kecenderungan pada gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa memiliki

kerusakan pada jalur saraf di otak. Neutrotransmitter yang dapat

berpengaruh pada penderita gangguan jiwa yaitu norepinefrin dan

serotonin.

b. Ketidak normalan otak

Penderita gangguan jiwa umumnya mengalami pengecilan jaringan

otak sekitar 5% lebih kecil dari volume total pada orang normal. Organ

yang mengalami pengurangan volume yaitu pada korteks cerebral.

Korteks ini merupakan bagian dari otak yang berguna untuk

mengendalikan fungsi kognitif dan emosional, sehinga pada penderita

gangguan jiwa akan mengalami gangguan fungsi tersebut (Townsend,

2013).

3. Proses terjadinya gangguan jiwa

Menurut (Yosep, 2014), menjelaskan bahwa otak manusia terdapat

milyaran jaringan sel. Jaringan sel akan membawa pesan dari ujung
9

jaringan sel ke ujung jaringan sel lainnya yang dilepaskan oleh

neurostransmiter. Penderita gangguan jiwa mengalami kerusakan pada

komunikasinya. Sinyal-sinyal pesepsi datang kemudian dikirim lagi

dengan sempurna tanpa adanya gangguan sehingga menghasilkan suatu

perasaan, pemikiran dan akhirrnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan

saat itu. Pada penderita gangguan jiwa, sinyal-sinyal yang dikirim

mengalami gangguan sehingga tidak berhasil merespon sambungan yang

dituju.

Gangguan jiwa terjadi secara bertahap dimana keluaga atau

penderita tidak menyadari ada sesuat yang patologis dalam waktu yang

lama. Kerusakan yang perlahan ini akhirnya dapat menyebabkan penyakit

gangguan jiwa yang parah. Gejala yang muncul secara bertahap ini disebut

gangguan jiwa akut yaitu gangguan yang terjadi secara singkat dan kuat

seperti, halusinasi, delusi dan kegagalan berpikir.

Gangguan jiwa juga dapat terjadi secara tiba-tiba. Perubahan

perilaku bisa terjadi dalam bebeapa hari atau minggu. Serangan secara

mendadak dapat memicu terjadinya periode akut secara cepat (Yosep,

2014).

4. Tanda dan gejala gangguan jiwa

Perjalanan penyakit penderita gangguan jiwa tebagi dalam tiga fase :


9

a. Fase premodal

Fase ini biasanya muncul gejala yang non spesifik, yang

jangka waktunya bisa mingguan, bulanan bahkan lebih dari satu

tahun. Gejalanya seperti, penurunan fungsi sosial, fungsi perawatan

diri, fungsi pekejaan dan waktu luang. Perubahan ini akan

mengganggu individu dan dapat meresahkan keluarga dan teman,

semakin lama fase premodal akan semakin buruk prognosisnya.

b. Fase aktif

Gejala yang muncul pada fase ini adalah inkoherensi,

halusinasi disertai gangguan ektifitas. Kebanyakan dari penderita

gangguan jiwa datang berobat pada fase ini karna mendengar suara

yang orang lain tidak mendengarnya. Namun gejala tesebut hilang

spontan suatu saat atau terus bertahan.

c. Fase residual

Fase ini sama dengan fase premodal tetapi gejalanya sudah

berkurang. Penderita gangguan jiwa akan mengalami gangguan

kognitif, gangguan berbicara spontan, konsentrasi dan hubungan

sosial. Oleh karena itu, penderita gangguan jiwa tidak hanya


11

mengalami gejala yang tejadi pada ketiga fase diatas, tetapi

mengalami gangguan kognitif juga (Nasir, 2011).

5. Jenis gangguan jiwa

Menurut (Nasir, 2011), jenis-jenis gangguan jiwa sebagai berikut :

a. Gangguan jiwa simpleks merupakan salah satu dari jenis gangguan

jiwa yang sering muncul pada masa pubertas. Gejala utama yang

tejadi adalah kedangkalan emosi dan kemunduran minat untuk

bersosial. Gangguan jiwa simpleks ini muncul secara pelahan , pada

tahap petama penderita kurang memerhatikan keluarganya atau

menarik diri dari pergaulan.

b. Gangguan jiwa hebfrenik biasanya muncul pada masa remaja antara

15-25 tahun. Gejala yang muncul adalah gangguan kemauan,

depersonalisasi dan gangguan proses berpikir. Gangguan

psikomotor dan halusinasi sering muncul pada penyakit hebefrenik.

c. Gangguuan jiwa katatonik meupakan suatu penyakit akut yang

sering muncul pada usia 15-30 tahun yang di sebabkan oleh stres

emosional. Pada pendeita gangguan jiwa katatonik akan ditemukan

gaduh, gelisah atau stupor katatorik.

d. Gangguan jiwa paranoid menimbulkan gejala seperti waham dan

halusinasi. Penderita gangguan jiwa paranoid juga akan mengalami

gangguan proses berpikir, gangguan efek emosi dan kemauan.

e. Gangguan jiwa akut dapat muncul dan pasien seperti dalam mimpi.

Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan dunia luar maupun

dirinya sendiri berubah, semuanya seeakan mempunyai suatu arti

f. Gangguan jiwa siual merupakan kondisi penderita akan mengalami

gejala primernya namun tidak ditemukan adanya gejala sekunder.


11

Gejala ini akan muncul setelah bebeapa kali terkena gangguan

jiwa.

g. Gangguan jiwa skizoaktif akan muncul gejala depresi. Jenis ini

cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga

timbul serangan khusus baginya.

6. Penanganan gangguan jiwa

Menurut (Shinta, 2013), penanganan pada pasien gangguan jiwa

dapat berupa terapi biologis dan terapi psikososial sebagai berikut :

a. Terapi biologis

Penangan terapi biologis terdiri dari dua bagian terapi yaitu

dengan menggunakan terapi elektrokonvulsif dan obat antipsikotik.

Pada akhir 1930-an, terapi elektrokonvulsif diperkenalkan sebagai

penanganan untuk penderita gangguan jiwa. Namun, masih menjadi

perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.

Terapi ini telah digunakan diberbagai rumah sakit jiwa untuk

penanganan pada penderita gangguan jiwa. Kekurangan dari

elektrokonvulsif adalah pasien seringkali mengalami kondisi tidak

bangun lagi setelah listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan


12

ketidak sadaran sementara, bahkan bisa menyebabkan penderita mengalami

hilangnya ingatan setelah itu. Dengan tingginya intensitas kekejangan otot yang

dapat menimbulkan serangan pada otak yang dapat mengakibatkan berbagai cacat

fisik.

Terapi dengan menggunakan obat antipsikotik bisa untuk mengurangi

gejala yang dialami penderita gangguan jiwa. Obat yang sering dipakai adalah

chlopromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Obat ini

tergolong kedalam jenis obat phenothiazines, reserpine, dan haloperidol. Obat ini

merupakan obat penenang. Obat antipsikotik ini bisa memberikan efek berupa

kelelahan dan rasa kantuk.

b. Terapi psikososial

Pada terapi psikososial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan

terapi keluarga. Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi yang sering

digunakan untuk pasien gangguan jiwa. Terapi ini merupakan terapi yang

mengumpulkan beberapa pasien yang saling berkomunikasi satu sama lain yang

diatur oleh fasilitator dan moderator. Pasien yang mejalani terapi akan saling

memberikan feedback pikiran dan perasaan yang dialami. Pasien akan diposisikan

pada situasi sosial yang mendorong pasien tersebut untuk berkomunikasi, sehingga

dapat menambah pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Terapi keluarga merupakan suatu bentuk terapi khusus dari terapi

kelompok. Terapi ini digunakan untuk pasien yang telah keluar dari rumah sakit

jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga harus menghindari ungkapan

emosi yang dapat mengakibatkan kekambuhan pada penderita. Keluarga akan


12

diajarkan cara untuk mengekspresikan perasaan positif maupun perasaan negatif

secara jelas dan konstruKarya Tulis Ilmiahf agar dapat digunakan untuk

memecahkan masalah secara bersama-sama (Puspitasari, 2012).

Anda mungkin juga menyukai